EI_Rambu-Rambu Kesehatan Bank (Undang-Undang Perbankan - Fox dkk)
-
Upload
yamany-yusda-fujiwara -
Category
Documents
-
view
408 -
download
2
Transcript of EI_Rambu-Rambu Kesehatan Bank (Undang-Undang Perbankan - Fox dkk)
RAMBU-RAMBU KESEHATAN BANK
(Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank dan Kewajiban Mengumumkan
Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kapitalisme merupakan suatu ideologi yang muncul dan berkembang pertama kali di
Eropa. Ideologi ini lahir karena adanya kompromi antara kaum gerejawan dan
cendikiawan yang disebut dengan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).
Sekularisme merupakan asas berpikir dan standar berprilaku dalam ideologi Kapitalis.
Disebut ideologi Kapitalis karena sistem ekonomi Kapitalis dengan “kebebasan dalam
kepemilikan” merupakan aspek yang paling menonjol dari ideologi ini (lihat Nizhamul
Islam dalam Bab Kepemimpinan Ideologis dalam Islam). Jadi sudah pasti ideologi
Kapitalis dalam rentang zaman akan mengalami perubahan-perubahan karena ia
merupakan ideologi hasil kompromi, termasuk dalam hal ini sistem ekonominya. Maka
sistem ekonomi Kapitalis mengalami tambal sulam untuk menutupi kelemahan-
kelemahan yang ada pada dirinya, sebagaimana pendapat para pakar ekonominya sendiri
yang mengganti ataupun menutupi kelemahan-kelemahan teori-teori ekonomi Kapitalis
sebelumnya karena tidak mampu mengahadapi realitas yang ada di masyarakat.
Saat ini, sosialisasi ekonomi syariah antara lain dilakukan BI. Tugas ini secara
bertahap akan dihentikan, dan diserahkan ke pelaku industri syariah. ''BI cukup sebagai
regulator,'' kata Mulya Effendi Siregar, peneliti senior di Biro Perbankan Syariah BI,
kepada Rini Sulistyowati dari Gatra.
Hingga kini, menurut Mulya, perangkat pengaturan perbankan syariah belum
sempurna. Misalnya, belum ada aturan tingkat kesehatan bank syariah, yang di bank
umum diukur dengan rasio kecukupan modal (CAR). Kerangka laporan bulanan yang
baku, sistem penilaian keuangan dan manajemen bank berbasis syariah, juga nihil.
Keadaan ini agak aneh, mengingat perbankan syariah sudah berusia 11 tahun, bila kita
1
menghitungnya sejak kelahiran Bank Muamalat Indonesia. Hingga kini, proses regulasi
tengah mencari bentuk yang tepat.
B. Rumusan Masalah
Sebagai bahan pertimbangan dalam pembahasan makalah selanjutnya, penulis
merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam pembahasan ini, yaitu:
1. Perkembangan Perbankan Syariah itu sendiri di Indonesia
2. Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang pengharaman Riba
3. Kewajiban-kewajiban yang harus di penuhi sebuah perbankan syariah agar tidak
menyalahi rambu-rambu kesehatan bank
4. Lampiran Undang-Undang tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Perbankan Syariah
BI baru menunjukkan keseriusannya pada April 1999. Ketika itu, dibentuk tim
penelitian dan pengembangan perbankan syariah. Tim ini, antara lain, merumuskan
rambu-rambu pendirian bank syariah. Termasuk aturan konversi dari bank konvensional
ke bank syariah, dan bank perkreditan rakyat (BPR) ke BPR syariah. Karena respons
masyarakat begitu besar, akhirnya BI membentuk biro khusus perbankan syariah pada 31
Mei 2001. Biro ini terdiri dari tim penelitian dan pengaturan, tim pengawasan dan tim
perizinan.
Namun, persoalan perbankan syariah ini membutuhkan lebih dari sekadar
pengawasan dan pengaturan BI. Alasannya, Menurut Achjar Iljas, mantan Deputi
Gubernur BI, Undang-Undang BI Nomor 10/1998 yang mengatur perbankan syariah
dianggap tak lagi memadai. ''Mestinya ada undang-undang khusus perbankan syariah,''
katanya.
Tuntutan serupa terjadi di sektor syariah lainnya, seperti asuransi dan pasar modal.
''Mestinya asuransi syariah diatur dalam undang-undang tersendiri,'' kata Muhammad
Syakir Sula, Direktur Takaful, asuransi berbasis Islam yang lahir pada 1994.
Walaupun aturannya masih minim, asuransi syariah tak kehilangan peminat. Asuransi
model biasa kini banyak yang menyusul. Mereka umumnya hanya membuka unit syariah.
Contohnya Dharmala, MAA Life Insurance, Bumiputera 1912, dan Bringin Life
Produk syariah yang paling anyar adalah pasar modal. Aturan dan mekanismenya
belum ada. Tapi, instrumen investasi sebenarnya lebih dulu diperkenalkan dengan reksa-
dana syariah dan obligasi syariah. ''Prinsipnya sama, tak boleh ada bunga,'' kata Iwan P.
Pontjowinoto, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah. Ini merupakan forum para eksekutif
dan akademisi yang menaruh minat pada bidang ekonomi berlandaskan Islam. Iwan
termasuk yang pertama merintis reksa-dana syariah melalui PT Danareksa Investment
Management pada 1997
3
Dalam perkembangannya, perbankan syariah lebih pesat dibandingkan dengan
produk ekonomi Islami lainnya. Namun, hingga kini, sumber daya manusianya masih
dianggap kedodoran. Pemahaman terhadap sistem syariah saja belum merata di kalangan
pelaku perbankan syariah sendiri. Terbukti, menurut Mulya Effendi Siregar, BI sempat
menemukan sekitar 10 BPR syariah yang sistemnya tak beda dengan bank konvensional.
''Mereka tak paham betul dengan sistem syariah,'' katanya.
Ini juga membuktikan, program sosialisasi ekonomi nirbunga belum terlalu sukses.
Untuk itu, Masyarakat Ekonomi Syariah membuat nota kerja sama dengan 12 perguruan
tinggi, misalnya Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Universitas Padjadjaran
(Bandung), Universitas Airlangga (Surabaya), dan Institut Pertanian Bogor, Maret lalu.
Mereka akan membuka program ekonomi syariah.
B. Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) atas Pengharaman Riba
Achjar mengusulkan langkah lain: fatwa MUI ihwal haramnya bunga terus-menerus
dipublikasikan. ''MUI harus bersikap tegas,'' kata Pemimpin Umum Modal, majalah yang
khusus mengangkat isu ekonomi syariah, ini. Yang dimaksud Achjar tampaknya adalah
pendapat Dewan Syariah Nasional, yang menyatakan bahwa sistem bunga bank tak
sesuai dengan hukum Islam. MUI sendiri belum mengeluarkan fatwa yang melarang
sistem rente di perbankan
Ketua Komisi Fatwa MUI, Ma'ruf Amin, memang memandang MUI tak perlu
mengeluarkan pendapat hukum soal bunga bank. ''Di kalangan ulama masih ikhtilaf,''
katanya. Maksudnya, masih terdapat silang pendapat. Apalagi, fatwa tersebut bisa
berisiko. Misalnya, bisa memicu penarikan dana masyarakat besar-besaran dari bank-
4
bank konvensional. Ditambah lagi, kesiapan perbankan syariah masih perlu dibenahi
lebih dulu
Meskipun fatwa dikeluarkan, tak ada jaminan umat Islam beralih ke ekonomi syariah.
Di kalangan organisasi Islam, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU),
misalnya, bunga bank disikapi dengan ragu-ragu. Malah, dua organisasi Islam dengan
massa terbesar itu punya bank konvensional. Misalnya, NU menggandeng Edward
Soeryadjaya, pemilik Bank Summa, pada 1990 untuk mendirikan BPR Nusumma.
Sedangkan Muhammadiyah mengakuisisi Bank Swansarindo Internasional pada akhir
2001. Kini, bank tersebut berubah menjadi Bank Persarikatan.
Tapi, harus diakui, kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah makin membaik.
Ini bisa dilihat, antara lain, dari jumlah kantor bank syariah yang makin melimpah. Dari
40 pada 1999, menjadi 144 saat ini. Pada periode yang sama, BPR syariah membubung,
dari 78 menjadi 85.
Bank IFI adalah bank biasa pertama yang membuka unit syariah. Pada 28 Juni 1999,
cabang syariah Bank IFI di Jakarta resmi dibuka. Kontribusi syariah, menurut Meifianaz,
Kepala Divisi Syariah IFI, paling besar. Hingga akhir 2002, labanya sekitar Rp 3 milyar,
dari Rp 9 milyar total laba bank. Karena itu, secara bertahap IFI akan berubah jadi bank
umum syariah
Sedangkan bank umum syariah yang pertama adalah Bank Muamalat Indonesia, lahir
pada 1992. Tujuh tahun kemudian, bank umum syariah yang kedua baru lahir. Ia adalah
Bank Syariah Mandiri (BSM), baju baru dari Bank Susila Bhakti. Mayoritas sahamnya
dikuasai Bank Mandiri. Presiden Direktur BSM, Nurdin Hasibuan, menyatakan bahwa
pertumbuhan bank yang dipimpinnya sangat memuaskan. Perolehan laba terus
meningkat, dari Rp 16,7 milyar pada 2001 menjadi Rp 29,4 milyar setahun kemudian.
Langkah bank pemerintah ini diikuti koleganya, yaitu Bank BNI Syariah, yang berdiri
satu tahun kemudian. Bedanya, BNI Syariah hanya unit. ''Tapi, pembukuannya tetap
terpisah,'' kata Rizqullah, Kepala Unit Syariah BNI, kepada Yohansyah dari Gatra.
Hingga kini, BNI Syariah tersebar di tiga kota besar dan 10 daerah. Walaupun pada
2001 sempat merugi Rp 3,1 milyar, tahun lalu berhasil membukukan laba bersih
sebanyak Rp 7,2 milyar. Ini terhitang kecil dibandingkan dengan keuntungan total BNI
sebesar Rp 2,5 trilyun
5
Bank pelat merah lainnya, Bank Rakyat Indonesia (BRI), tak mau ketinggalan. Unit
syariah BRI yang berdiri Desember 2001 sudah membuka 10 cabang. ''Tahun ini kami
akan membuka 10 cabang,'' kata Rudjito, Direktur Utama BRI.
C. Tinjauan Kesehatan Bank
Bank Indonesia (BI) menerbitkan aturan baru tentang sistem penilaian tingkat
kesehatan bank syariah di Indonesia. Deputi Gubernur BI Siti Ch Fadjrijah menyatakan,
dalam aturan terbaru ini penilaian tingkat kesehatan bank syariah juga menghitung unsur
risiko yang melekat pada aktivitas bank (inherent risk) bersangkutan.
"Bank umum syariah wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara
triwulanan," kata Fadjrijah, kemarin. Penilaian itu mencakup enam faktor. Yakni,
permodalan (capital), kualitas aset (asset quality), rentabilitas atau kemampuan
menghasilkan laba (earning), likuiditas (liquidity), sensitivitas terhadap risiko pasar
(sensitivity to market risk) dan manajemen (management).
Penilaian peringkat komponen atau rasio keuangan pembentuk faktor financial
dihitung secara kuantitatif dan kualitatif dengan mempertimbangkan unsur judgement.
Sedang penilaian peringkat komponen pembentuk faktor manajemen harus melalui
analisis, dengan mempertimbangkan indikator pendukung termasuk kepatuhan terhadap
prinsip syariah (sharia compliance) dan unsur judgement.
Tingkat kesehatan bank ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja bank dalam
menerapkan prinsip kehati-hatian. Bisa pula dipakai untuk mengukur tingkat kepatuhan
bank terhadap prinsip syariah, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, dan
manajemen risiko. “Bagi bank, aspek itu dapat digunakan sebagai indikator menentukan
strategi usaha. Dan bagi BI, tingkat kesehatan juga digunakan untuk menentukan strategi
pengawasan bank yang tepat," tambah Fadjrijah.
Menurut Fadjrijah, aturan baru penilaian kesehatan bank syariah ini dibutuhkan
mengingat perkembangan industri perbankan Syariah saat ini dan ke depan akan semakin
dinamis. Produk dan jasa perbankan syariah diprediksi akan semakin beragam dan
kompleks. Konsekuensinya, eksposur risiko yang dihadapi juga akan meningkat.
Meningkatnya eksposur risiko itu akan mengubah profil risiko bank syariah yang pada
gilirannya mempengaruhi tingkat kesehatan bank. Aturan baru ini dituangkan dalam
6
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah dan diberlakukan 24 Januari 2007.
Berdasar data di BI, saat ini terdapat tiga bank umum yang 100 persen beroperasi secara
syariah. Yakni, Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah
Mega Indonesia. Selain itu, juga terdapat puluhan bank umum yang membuka unit usaha
syariah (UUS). Diantaranya, Bank BNI Syariah, Bank BRI Syariah, Bank BII Syariah,
Niaga Syariah dan Danamon Syariah. Untuk mempercepat pemekaran industri perbankan
syariah, BI membolehkan bank umum melakukan office channeling. Yakni, membuka
kantor cabang bank konvensionalnya untuk menyediakan layanan perbankan syariah, asal
di kota tersebut telah berdiri cabang UUS. Meski begitu, rasio total aset perbankan
syariah terhadap industri perbankan di Indonesia masih kurang 2 persen. jbp/fin.
Enam Faktor Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Syariah
1. Permodalan
2. Kualitas aset
3. Rentabilitas (kemampuan menghasilkan laba)
4. Likuiditas
5. Sensitivitas terhadap risiko pasar
6. Manajemen
Dalam Kewajiban Penyediaan Modal Minimal Bank, penulis melampirkan Undang-
Undang yang meyebutkan tentang hal yang tersebut:
7