EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH CAIR …repository.ppns.ac.id/2231/1/1015040027 -...

150
HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR (613423A) EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH CAIR MELALUI METODE KOMBINASI ELEKTROKOAGULASI – ADSORPSI MENGGUNAKAN KARBONASI BIJI ALPUKAT Rizka Lutfita Hanastasia NRP. 1015040027 DOSEN PEMBIMBING : ADHI SETIAWAN, S.T, M.T. TARIKH AZIS RAMADANI, S.T, M.T. PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

Transcript of EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH CAIR …repository.ppns.ac.id/2231/1/1015040027 -...

  • HALAMAN JUDUL

    TUGAS AKHIR (613423A)

    EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH CAIR

    MELALUI METODE KOMBINASI ELEKTROKOAGULASI – ADSORPSI

    MENGGUNAKAN KARBONASI BIJI ALPUKAT

    Rizka Lutfita Hanastasia

    NRP. 1015040027

    DOSEN PEMBIMBING :

    ADHI SETIAWAN, S.T, M.T.

    TARIKH AZIS RAMADANI, S.T, M.T.

    PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH

    JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL

    POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

    SURABAYA

    2019

  • (Halaman ini sengaja di kosongkan

  • i

    DUL

    HALAMAN JUDUL

    TUGAS AKHIR (613423A)

    EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA

    LIMBAH CAIR MELALUI METODE KOMBINASI

    ELEKTROKOAGULASI – ADSORPSI MENGGUNAKAN

    KARBONASI BIJI ALPUKAT

    Rizka Lutfita Hanastasia NRP. 1015040027

    DOSEN PEMBIMBING: ADHI SETIAWAN, S.T., M.T. TARIKH AZIS RAMADANI, S.T., M.T.

    PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH

    JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL

    POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

  • ii

    (Halaman ini sengaja di kosongkan)

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN

  • iv

    (Halaman ini sengaja di kosongkan)

  • v

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

    Yang bertandatangan dibawah ini :

    Nama : RIZKA LUTFITA HANASTASIA

    NRP. : 1015040027

    Jurusan/Prodi : D-4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH

    Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :

    Tugas Akhir yang akan saya kerjakan dengan judul :

    EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH CAIR

    MELALUI METODE KOMBINASI ELEKTROKOAGULASI –

    ADSORPSI MENGGUNAKAN KARBONASI BIJI ALPUKAT

    Adalah benar karya saya sendiri dan bukan plagiat dari karya orang lain.

    Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah tersebut,

    maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

    Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.

    Surabaya, 1 Agustus 2019

    Yang membuat pernyataan,

    (Rizka Lutfita Hanastasia)

    NRP. 1015040027

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

    No. : F.WD I. 021 Date : 3 Nopember

    2015

    Rev. : 01

    Page : 1 dari 1

  • vi

    (Halaman ini sengaja di kosongkan)

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis

    dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Efisiensi penurunan logam berat

    pb pada limbah cair melalui metode kombinasi elektrokoagulasi – adsorpsi

    menggunakan karbonasi biji alpukat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma IV Teknik Pengolahan Limbah

    Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

    Pada kesempatan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai

    pihak dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Pada kesempatan ini penulis

    mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

    1. Ayahanda tercinta Roihan dan Ibu Sonia Arga Witri , yang senantiasa setia

    memberikan doa, dukungan, bantuan dan dorongan serta seluruh pengertian

    yang besar. Baik itu selama mengikuti kuliah maupun ketika menyelesaikan

    tugas akhir ini.

    2. Bapak Ir. Eko Julianto. M.Sc., M.RINA., selaku direktur Politeknik Perkapalan

    Negeri Surabaya.

    3. Bapak George Endri K., ST, MSc. Eng., selaku ketua jurusan Teknik

    Permesinan Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

    4. Bapak Adhi Setiawan. ST., MT., selaku dosen pembimbing I yang telah

    meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, sabar memberikan

    bimbingan, masukan serta doa sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan

    dengan baik.

    5. Bapak Tarikh Azis Ramadani S.T, M.T., selaku dosen pembimbing II yang

    telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk serta saran

    yang berarti dalam penulisan penelitian ini, sehingga tugas akhir ini dapat

    terselesaikan dengan baik.

    6. Seluruh Dosen dan Karyawan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya,

    terimakasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, selama penulis

    menyelesaikan pendidikan di Teknik Pengolahan Limbah Politeknik

    Perkapalan Negeri Surabaya.

    7. Ibu Novi Eka Mayangsari, S.T, M.T selaku dosen penguji dan kepala

    Laboratorium Teknik Pengolahan Limbah PPNS, yang memberi masukan

  • viii

    terhadap laporan penulis dan telah memberikan izin menggunakan

    laboratorium untuk pengerjaan penelitian ini.

    8. Ibu Dr, Mirna Apriani, S.T, M.T selaku dosen penguji yang telah memberikan

    bimbingan, petunjuk serta saran yang berarti dalam penulisan penelitian ini,

    sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

    9. Bapak Rofik, selaku petugas laboratorium Laboratorium Fisika PPNS, yang

    telah membantu saya dalam melakukan penelitian ini yang sangat berarti.

    10. Kakek tercinta Marsan Hidayat dan Nenek Ani trimina Ayu, yang senantiasa

    setia memberikan doa, dukungan, bantuan dan dorongan serta seluruh

    pengertian yang besar. Baik itu selama mengikuti kuliah maupun ketika

    menyelesaikan tugas akhir ini.

    11. Kakak tercinta Muhamad Reza Lutfi Angga, Gina Andriani dan Subkhan

    Kholiqi, yang senantiasa membelikan doa, dukungan, bantuan selama

    menyelesaikan tugas ahir ini.

    12. Teman seperjuangan Teknik Pengolahan Limbah angkatan 2015 yang akan

    selalu dikenang canda gurau selama kuliah.

    13. Serta semua kerabat dekat dan rekan-rekan seperjuangan yang tak bisa saya

    sebutkan satu-persatu.

    Pada proses penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa masih

    banyak kelemahan dan kekurangan. Karena itu kritik dan saran yang membangun

    sangat diharapkan demi perbaikan Tugas Akhir ini. Penulis berharap dengan adanya

    Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua. Akhir

    kata penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kelemahan dan kekurangan

    tersebut.

    Surabaya, 28 Juni 2019

    Penulis

    Rizka Lutfita Hanastasia

  • ix

    EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH

    CAIR MELALUI METODE KOMBINASI

    ELEKTROKOAGULASI – ADSORBSI MENGGUNAKAN

    KARBONASI BIJI ALPUKAT

    Rizka Lutfita Hanastasia

    ABSTRAK

    Keberadaan logam berat Pb dalam air dapat menimbulkan resiko yang

    sangat berbahaya bagi makhluk hidup apabila dibuang langsung ke lingkungan.

    Selain itu logam berat Pb bersifat biomagnifikasi, yaitu dapat terakumulasi dan

    tinggal di jaringan tubuh organisme dalam jangka waktu lama. Proses

    Elektrokoagulasi – Adsorpsi dapat dijadikan salah satu metode alternatif untuk

    mengatasi logam berat Pb. Metode elektrokoagulasi didasarkan pada proses

    elektrokimia dengan menggunakan elektroda aluminium. Reaktor uji memliki

    dimensi 20 x 20 x 15 cm dengan variasi tegangan 10, 20, 30 volt dengan waktu

    kontak selama 30 menit. Limbah hasil elektrokoagulasi dilakukan treatment

    dengan metode adsorpsi. Adsorpsi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dari

    pengolahan elektrokoagulasi tersebut dengan menggunakan karbonasi dari biji

    alpukat dengan variasi waktu adsorpsi 15 menit, 30 menit, 45 menit dengan

    variasi massa (0,75, 1, 1,25, 1,5 gram). Hasil penelitian menyatakan bahwa

    pada saat proses elektrokoagulasi semakin tinggi nilai tegangan maka semakin

    tinggi nilai efisiensi removal logam berat Pb, dan semakin meningkatnya massa

    adsorben dan waktu adsorpsi maka semakin tinggi juga efisiensi removal

    tersebut. Pada tegangan 30 volt pada proses elektrokoagulasi menghasilkan

    nilai efisiensi removal hingga 90,18 %, sedangkan pada proses adsorpsi dengan

    massa adsorben 1,5 gram selama 45 menit menghasilkan nilai efisiensi removal

    96,01%.

    Kata Kunci : Adsorpsi, Biji alpukat, Elektrokoagulasi, Karbon Aktif, Logam berat Pb.

  • x

    (Halaman ini sengaja di kosongkan)

  • xi

    Removal Efficiency of Lead (Pb) From Waste Water Using

    Electrocoagulation combined with Avocado seed as Adsorbent

    Rizka Lutfita Hanastasia

    ABSTRACT

    The existence of lead in water can give dangerous risk for organism if it

    was disposed directly to the environment. Besides that, lead as heavy metal

    has bio-magnification characteristics, it can be accumulated and stay to the

    body system of organism for long time. The electrocoagulation-adsorption

    process can be alternative to treat lead. The electrocoagulation in this research

    is based on electrochemical process with aluminium as the electrode. The

    dimension of reactor is 20 x 20 x 15 cm with 10, 20, and 30 Volt as the voltage

    and 30 minutes for contact time. The treated wastewater from

    electrocoagulation will be treated by adsorption. Adsorption is used to

    increase the removal efficiency from electrocoagulation by using carbonated

    avocado seed with 15, 30, 45 minutes as the contact time, and 0,75; 1; 1,25;

    1,5 grams as the mass variation. The result showed the increasing of voltage

    in electrocoagulation process can cause the increasing of lead removal

    efficiency and the increasing of adsorbent mass can cause the increasing of

    removal efficiency too. At 30 Volt in electrocoagulation, it’s resulted removal

    efficiency until 90,18%, meanwhile in adsorption with 1,5 grams of adsorbent

    mass for 45 minutes can get the removal efficiency until 96,01%.

    Keywords : Adsorption, Avocado Seed, Activated carbon Electrocoagulation, Lead as Heavy

    Metal

  • xii

    (Halaman ini sengaja di kosongkan)

  • xiii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

    LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...................................................................... v

    KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

    ABSTRAK ............................................................................................................. ix

    ABSTRACT .............................................................................................................. xi

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii

    DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................ xix

    BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4

    1.3 Tujuan ....................................................................................................... 4

    1.4 Manfaat ..................................................................................................... 4

    1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 5

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7

    2.1 Pengertian Air Limbah .............................................................................. 7

    2.1.1 Sumber Limbah Cair .......................................................................... 7

    2.2 Logam Berat.............................................................................................. 8

    2.2.1 Logam Berat Pb ................................................................................. 9

    2.2.2 Pengaruh Logam Pb terhadap Kesehatan ........................................ 10

    2.3 Koagulasi ................................................................................................ 11

    2.4 Flokulasi .................................................................................................. 12

    2.4.1 Proses Flokulasi ............................................................................... 13

    2.5 Elektrokoagulasi ..................................................................................... 14

    2.6 Reaktor Elektrokoagulasi ........................................................................ 18

    2.7 Alpukat .................................................................................................... 19

    2.8 Karbon Aktif ........................................................................................... 21

  • xiv

    2.8.1 Jenis Karbon Aktif ........................................................................... 22

    2.8.2 Pembuatan Karbon Aktif .................................................................. 23

    2.8.3 Karakterisasi Karbon Aktif .............................................................. 27

    2.9 Adsopsi .................................................................................................... 29

    2.9.1 Faktor mempengeruhi daya adsorpsi ....................................................... 31

    2.10 Atomic Absorption Spektrofotometer ...................................................... 33

    2.11 Scanning Elektron Microscope (SEM).................................................... 35

    2.12 Fourier Transformed Infrared (FTIR) ..................................................... 36

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 37

    3.1 identifikasi masalah ................................................................................. 37

    3.2 Studi Literatur.......................................................................................... 37

    3.3 Penetapan rumusan masalah tujuan ......................................................... 38

    3.4 Pengumpulan data ................................................................................... 38

    3.4.1 Data Primer ...................................................................................... 38

    3.4.2 Data Sekunder .................................................................................. 38

    3.5 Penentuan Tempat dan Waktu Tempat Penelitian .................................. 38

    3.5.1 Penentuan Tempat ............................................................................ 39

    3.5.2 Penentuan Waktu .............................................................................. 39

    3.6 Variabel Penelitian .................................................................................. 39

    3.7 Rekapitulasi Pengujian Penyerapan Logam Pb ....................................... 40

    3.8 Alat dan bahan ......................................................................................... 41

    3.7.1 Alat dan bahan Perancangan uji Reaktor ......................................... 41

    3.7.2 Alat untuk pembuatan karbon aktif dan pengujiannya ..................... 42

    3.7.3 Bahan untuk pembuatan karbon aktif ............................................... 42

    3.9 Prosedur penelitian .................................................................................. 42

    3.10 Analisis Data ........................................................................................... 45

    3.11 Kesimpulan dan Saran ............................................................................. 45

    3.12 Diagram alir penelitian ............................................................................ 45

    BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN ......................................................... 49

    4.1 Hasil Pengujian Spesifikasi karbon aktif................................................. 49

    4.1.1. Kadar Air .......................................................................................... 50

    4.1.2. Kadar Abu ........................................................................................ 51

    4.1.3. Kadar Zat yang menguap ................................................................. 51

  • xv

    4.1.4. Kadar Karbon Terikat ...................................................................... 51

    4.1.5. Daya serap iodin .............................................................................. 52

    4.1.6. Karakterisasi Morfologi Karbon Aktif Biji Alpukat melalui Analisis

    Scanning Electron Microscope (SEM). ........................................... 53

    4.1.7. Karakterisasi Karbon Aktif Biji Alpukat melalui Analisis metode

    Fourier Transform Infrared (FTIR). ................................................. 55

    4.2 Analisis pengaruh Tegangan terhadap proses Elektrokoagulasi ............. 57

    4.3 Analisis Pengaruh Waktu Adsorpsi, Tegangan, dan Massa Adsorben

    Terhadap Penurunan Logam berat Pb ..................................................... 61

    4.4 Analisis Pengaruh Massa Adsorben, Tegangan dan Waktu Adsorbsi

    Terhadap Penurunan Pb .......................................................................... 64

    4.5 Analisis Karakterisasi Karbon aktif Biji Alpukat dari Hasil Terbaik pada

    Tegangan 30 Volt waktu Adsopsi 45 menit dan Massa 1,5 gram melalui

    Fourier Transform Infrared (FTIR) ......................................................... 65

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 69

    5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 69

    5.2 Saran ....................................................................................................... 69

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 71

    LAMPIRAN A ...................................................................................................... 78

    LAMPIRAN B ...................................................................................................... 85

    LAMPIRAN C ...................................................................................................... 95

    LAMPIRAN D .................................................................................................... 107

  • xvi

    (Halaman ini sengaja di kosongkan)

  • xvii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Logam Berat ........................................................................................ 9

    Gambar 2.2 Proses Pengikatan Partikel Koloid oleh Flokulan ............................. 13

    Gambar 2.3 Proses Elektrokoagulasi .................................................................... 15

    Gambar 2.4 Struktur Biji Alpukat ......................................................................... 20

    Gambar 2.5 Karbon Aktif granular ....................................................................... 22

    Gambar 2.6 Karbon Aktif Pelet ............................................................................ 23

    Gambar 2.7 Karbon Aktif Sebuk .......................................................................... 23

    Gambar 2.8 Ilustrasi Pembentukan Pori Karbon Aktif melalui Aktivasi.............. 27

    Gambar 2.9 Skema Proses Spektrometri Serapan Atom ....................................... 33

    Gambar 3.1 Reaktor Elektrokoagulasi……………………………………………41

    Gambar 3.2 Diagram alir penelitian ...................................................................... 46

    Gambar 4. 1 Kerusakan Pada Dinding Struktur…………………………………53

    Gambar 4. 2 Karbon Biji Alpukat Sebelum Aktivasi dan Karbon Biji Alpukat ... 54

    Gambar 4. 3 Hasil FTIR Sesudah Aktivasi dan Sebelum Aktivasi ...................... 55

    Gambar 4. 4 Pengaruh Tegangan terhadap Efisiensi Removal pada proses

    Elektrokoagulasi .............................................................................. 57

    Gambar 4. 5 Perubahan Tegangan terhadap Nilai Kuat Arus ............................... 58

    Gambar 4. 6 Sebelum Elektrokoagulasi (A) dan Sesudah Elektrokogulasi

    Tegangan 30 Volt (B) ...................................................................... 60

    Gambar 4. 7 Pengaruh Waktu Adsorbsi, Tegangan dan Massa Adsorben 0,75

    gram Terhadap Penurunan Pb .......................................................... 61

    Gambar 4. 8 Pengaruh Waktu Adsorbsi, Tegangan dan Massa Adsorben 1 gram

    Terhadap Penurunan Pb ................................................................... 62

    Gambar 4. 9 Pengaruh Waktu Adsorpsi, Tegangan dan Massa Adsorben 1,25

    gram Terhadap Penurunan Pb .......................................................... 62

    Gambar 4. 10 Pengaruh Waktu Adsorbsi, Tegangan dan Massa Adsorben 1,5

    gram Terhadap Penurunan Pb .......................................................... 63

    Gambar 4. 14 Hasil FTIR sesudah aktivasi dan sesudah adsorpsi ........................ 66

  • xviii

    (Halaman ini sengaja di kosongkan)

  • xix

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Komposisi kimia dan sifat – sifat pati biji alpukat................................ 20

    Tabel 2.2 Analisa Ultimate dari biji Alpukat ........................................................ 21

    Tabel 2 .3 Analisis Proksimat dari Biji Alpukat ................................................... 21

    Tabel 2.4 Persyaratan Arang Aktif (SNI)06-3730-1995 ...................................... 29

    Tabel 3.1 Definisi Operasional pada Variabel Terikat…………………………..39

    Tabel 3.2 Definisi Operasional pada Variabel Bebas ........................................... 39

    Tabel 3.3 Definisi Operasional pada Variabel Kontrol ......................................... 39

    Tabel 3.4 Rekapitulasi Pengujian Penyerapan Logam Pb .................................... 40

    Tabel 3.5 Perencanaan Reaktor ............................................................................ 41

    Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Spesifikasi Karbon Aktif ……………………………50

    Tabel 4. 2 Vibrasi Karbon Aktif ........................................................................... 56

    Tabel 4. 3 Vibrasi Karbon Aktif Sebelum dan Sesudah Aktivasi ......................... 66

  • xx

    (Halaman ini sengaja di kosongkan)

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perkembangan Industri selama beberapa tahun ini semakin meningkat

    banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan yang

    diperlukan manusia. Seiring berkembangnya jaman, sektor industri tidak lepas

    dari adanya hasil sampingan yaitu berupa limbah. Limbah buangan tersebut

    berupa senyawa baik organik mampun anorganik yang dapat menyebabkan

    terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu limbah anorganik adalah limbah

    logam berat. Keberadaan logam berat dalam air dapat ditemukan dalam

    berbagai bentuk yaitu terlarut, endapan, atau butiran halus. Logam berat

    cenderung tidak terdegradasi, tetapi biasanya terakumulasi melalui rantai

    makanan yang merupakan ancaman bagi hewan dan manusia (Wardalia,

    2016). Polutan logam berat tersebut dapat menimbulkan resiko yang sangat

    berbahaya bagi makhluk hidup apabila dibuang langsung ke lingkungan.

    Menurut (Siregar & Murtini, 2008), selain merkuri (Hg), jenis logam berat

    yang merupakan unsur membahayakan kesehatan antara lain timbal (Pb),

    kadmium (Cd), arsen (As), tembaga (Cu), kromium (Cr), dan nikel (Ni). Urutan

    tingkat toksisitas logam berat tersebut berturut-turut adalah Hg, Cd, Pb, As, Cu,

    dan Zn. Logam-logam berat seperti Hg, Cu, Cd, dan Pb berbahaya karena

    bersifat biomagnifikasi, yaitu dapat terakumulasi dan tinggal dijaringan tubuh

    organisme dalam jangka waktu lama sebagai racun terakumulasi. Pengaruh

    konsentrasi Pb yang berlebihan dalam air dapat menimbulkan terganggunya

    kesehatan manusia seperti anemia berat, kerusakan susunan saraf,

    terganggunya sistem imunitas, mual, muntah, kerusakan ginjal, menganggu

    perkembangan sel darah merah, sangat rawan bagi anak anak dan janin dan

    dapat merusak sistem syaraf yang menyebabkan keterbelakangan mental

    bahkan kebutaan jika terakumulasi dalam waktu jangka panjang (Wiyanto, dkk

    2014). Terdapat dua jalur utama paparan timbal adalah melalui pernapasan dan

  • 2

    makanan. Diperkirakan hampir 20 % beban timbal dalam tubuh berasal dari

    pernapasan

    Dalam peraturan PERMEN LH No 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air

    Limbah menyatakan bahwa konsentrasi Pb yang diperbolehkan adalah sebesar

    0,01 mg/l untuk golongan I dan 1 mg/l untuk golongan II. Dari adanya dampa

    negatif pencemaran logam Pb dapat dikurangi dengan pengolahan terhadap

    limbah tersebut. Sebelum dibuang ke perairan, perlu adanya pengolahan dahulu

    supaya tidak mencemari lingkungan.

    Salah satu cara yang digunakan untuk mengurangi konsentrasi kandungan

    logam Pb adalah dengan beberapa pengolahan telah dilakukan. Pada penelitian

    (liestianty dkk., 2016) menyimpulkan bahwa menggunakan metode

    fitoremediasi dengan tanaman Ipomea reptana dapat menurunkan logam berat

    dengan waktu optimum membutuhkan waktu yang cukup lama, metode lain

    juga di lakukan oleh (Ahmad, 2018) dengan menggunakan Mikromediasi dari

    bahan Aspergillus flavus, Penicillium sp, Fusarium sp, Saccharomyces

    cerevisiae untuk menurunkan logam berat Pb tetapi bahan tersebut sulit di

    temukan untuk di daerah Sidoarjo. Pada penelitian (Myllymäki dkk, 2018) juga

    melakukan metode kombinasi elektrokoagulasi - adsorpsi penghilangan total

    karbon organik dengan karbon aktif yang terbuat dari biomassa sisa

    lignoselulosa dapat menghilangkan secara efisien sebesar 95%. Selain itu,

    pada penelitian yang di lakukan Putri (2015) Kemampuan adsorpsi terhadap

    zat warna limbah batik masih cukup kecil terlihat dari persen penurunan

    konsentrasi warnanya yaitu, sebesar 42,06%. Pada metode Elektrokoagulasi

    didasarkan pada proses elektrokimia yang menghasilkan kation yang berfungsi

    sebagai koagulan. Dalam prakteknya, proses pembentukan kation ini dilakukan

    dengan menempatkan logam sebagai anoda yang akan teroksidasi secara

    elektrokimia. Berbagai logam telah digunakan dalam proses elektrokoagulasi,

    antara lain; Fe, Zn, dan Al Namun demikian logam yang paling umum

    digunakan adalah logam Al, karena tidak mudah terkorosi. Atas dasar ini,

    dalam penelitian ini dipilih logam Al sebagai elektroda baik katoda maupun

    anoda.

  • 3

    Penerapan metode Eletrokoagulasi pada penurunan logam Pb belum

    sepenuhnya tereduksi dengan baik yaitu dalam penelitian (Fibrianti & Azizah,

    2015) elektrokoagulasi dengan kombinasi elektroda Al -Al mempunyai

    efisiensi maksimum yakni sebesar 75,84%. Pada penelitian (Susetyaningsih,

    2008) efisiensi elektrokoagulasi untuk penurunan kadar Pb sebesar 76% pada

    kuat arus 1,0 Ampere. Untuk meningkatkan efisiensi tersebut, diperlukan

    proses adsorpsi menggunakan karbonasi dari biji alpukat. Biji Alpukat dipilih

    karena mengandung senyawa organik yang tinggi yaitu amilosa 43,3% dan

    amilopektin 37,7% (Lubis, 2008). Amilosa dan amilopektin tersebut diubah

    menjadi kadar pati 80,01%. Kadar pati yang tinggi menunjukan bahwa kadar

    karbon yang dimiliki juga tinggi. Sehingga peneliti tertarik untuk

    memanfaatkan biji alpukat yang memiliki kandungan karbon yang tinggi

    menjadi karbon aktif dan diuji efektivitasnya terhadap adsorpsi logam berat Pb.

    Adsorben biji alpukat diketahui memiliki kemampuan penyerapan yang lebih

    baik dan sederhana dibandingkan dengan silika. Untuk mendapatkan silika

    sintesis menggunakan bahan fumed silika TEOS dan TMOS dengan metode

    pelelehan. Proses tersebut membutuhkan harga yang relatif mahal dan

    prosesnya yang cukup rumit. Selain itu kuarsa merupakan mineral utama dari

    silika dan dapat dikatakan sebagai sumber utama silika mineral. Namun

    penggunaan silika dari mineral alam sangat boros energi dan menimbulkan

    masalah lingkungan akibat eksploitasi pasir kuarsa yang terus menerus dan

    tidak dapat diperbaharui (Oleszczuk 2008).

    Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan dengan metode kombinasi

    elektrokoagulasi-adsorpsi untuk menurunkan kadar Pb secara lebih efisien.

    Pada proses elektrokoagulasi digunakan tegangan yang berbeda dengan tujuan

    untuk mengetahui pengaruh tegangan terhadap penurunan logam berat. Lalu

    pada proses adsorpsi digunakan waktu kontak dan massa adsorben yang

    berbeda dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh waktu kontak dan massa

    adsorben terhadap penurunan logam berat Pb.

  • 4

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan dibahas

    dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana kondisi tegangan optimum terhadap proses Elektrokogulasi

    pada penurunan logam Pb2+?

    2. Bagaimana kondisi waktu kontak optimum terhadap tegangan

    Elektrokoagulasi - Adsorpsi kombinasi pada penurunan logam Pb2+ ?

    3. Bagaimana massa optimum terhadap proses kombinasi tegangan

    Elektrokoagulasi - Adsorpsi pada penurunan logam Pb2+?

    1.3 Tujuan

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian ini

    adalah sebagai berikut:

    1. Menganalisis pengaruh variasi tegangan pada Elektrokoagulasi ditinjau

    dari efisiensi penurunan logam Pb2+

    2. Menganalisis pengaruh waktu kontak dalam proses kombinasi

    Elektrokoagulasi - Adsorbsi terhadap penurunan logam Pb2+

    3. Menganalisis pengaruh massa adsorban dalam proses kombinasi

    Elektrokoagulasi - Adsorbsi terhadap penurunan logam Pb2+.

    1.4 Manfaat

    Berdasarkan tujuan di atas, adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian

    ini adalah sebagai berikut :

    1. Bagi Peneliti

    1. Dapat memanfaatkan limbah yang tidak terpakai khususnya limbah biji

    alpukat

    2. Dapat mengetahui masa adsorben, waktu kontak dengan kombinasi

    Elektrokoagulasi – Adsorpsi

    3. Dapat mengetahui variasi tegangan dengan proses Elektrokoagulasi

    4. Dapat menganalisis hubungan Elektrokogulasi - Adsorpsi

    2. Bagi Mahasiswa

    1. Dapat di jadikan bahan referensi baru terhadap penelitian selanjutnya

  • 5

    2. Sebagai Ilmu pengetahuan untuk mahasiswa yang akan membacanya

    3. Sebagai informasi baru bagi untuk mahasiswa yang membacanya

    3. Bagi Masyarakat

    1. Dapat mengurangi limbah biji alpukat yang ada di masyarat

    2. Sebagai wawasan baru bahwa biji alpukat dapat di manfaatkan dengan

    sebagai karbon aktif

    3. Dapat menjadi pengetahuan untuk masyarakat yang membacannya.

    1.5 Batasan Masalah

    1. Air limbah yang digunakan adalah air limbah artifisial yang mengandung

    logam Pb 15 ppm

    2. Parameter yang di uji hanya kandungan Pb2+

    3. Jenis pelat elektroda yang digunakan adalah Aluminium.

    4. Tidak ada uji karakteristik pada sludge yang dihasilkan.

    5. Reaktor uji yang akan digunakan memiliki dimensi 20 cm x 20 cm x 15 cm.

    6. Jumlah pelat elektroda yang akan digunakan adalah sebanyak 8 buah pelat

    dengan ukuran 10 cm x 20 cm

    7. Elektroda tercelup 10 m2/m3

    8. Karbon aktif Biji Alpukat

  • 6

    (Halaman ini sengaja di kosongkan)

  • 7

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian Air Limbah

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun

    2001, limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan

    berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan jumlahnya

    baik secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan

    lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk lain.

    Menurut (Metcalf Eddy 1991) yang dimaksud air limbah (waste water)

    adalah kombinasi dari cairan dan sampah – sampah (air yang berasal dari

    daerah permukiman, perdagangan, perkantoran, dan industri) bersama–sama

    dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada.

    Menurut (Putri kusuma, 2016) Limbah adalah buangan yang kehadirannya

    pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki di lingkungan karena

    tidak mempunyai nilai ekonomi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa air

    Limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri

    maupun tempat-tempat umum lainnya, dan biasanya mengandung bahan-bahan

    zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu

    kelestarian hidup.

    2.1.1 Sumber Limbah Cair

    1. Limbah Cair Domestik

    Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari perumahan, bangunan

    perdagangan, perkantoran, dan sarana sejenisnya. Menurut (Keputusan

    Menteri Lingkungan Hidup No 112 Tahun tentang Baku Mutu Air Limbah

    Domestik, 2003) yang dimaksud dengan air limbah domestik adalah air

    limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (realestate),

    rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.

    Volume limbah cair dari daerah perumahan bervariasi, dari 200 sampai 400

    liter per orang per hari, tergantung pada tipe rumah. Aliran terbesar berasal

  • 8

    dari rumah keluarga tunggal yang mempunyai beberapa kamar mandi,

    mesin cuci otomatis, dan peralatan lain yang menggunakan air. Angka

    volume limbah cair sebesar 400 liter/orang/hari bisa digunakan untuk

    limbah cair dari perumahan dan perdagangan, ditambah dengan rembesan

    air tanah (infiltration).

    2. Limbah Cair Industri

    Limbah Cair industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai

    jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya

    sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-

    masing industri, dalam limbah industri terdapat bermacam–macam

    kandungan limbahnya mulai dari nitrogen, sulfida, amoniak, lemak, garam-

    garam, zat pewarna, mineral, Phospat logam berat, zat pelarut, dan

    sebagainya. Oleh sebab itu, perlu adanya pengolahan agar tidak

    menimbulkan pencemaran lingkungan.

    2.2 Logam Berat

    Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar

    dari 5 g/cm3 antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb

    dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi

    logam beracun bagi makhluk hidup. Logam berat merupakan unsur logam

    dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah logam berat pada umumnya

    sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Logam berat

    yang sering mencemari habitat adalah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb Logam berat

    dalam konsentrasi yang sangat rendah disebut sebagai logam renik. Logam

    berat (heavy metals) merupakan sekelompok elemen-elemen logam yang

    dikategorikan berbahaya jika masuk ke dalam tubuh mahluk hidup.

    Limbah merupakan hasil sampingan dari proses yang ada di industri namun

    diabaikan keberadaannya dan dianggap tidak dapat digunakan lagi. Limbah

    yang dihasilkan berpotensi besar, karena memiliki kandungan logam Pb dari

    proses galangan kapal dll. dan apabila masuk kedalam tubuh akan menjadi

    terakumulasi dan menyebabkan kanker.

  • 9

    Menurut (Studi, Lingkungan, Undip, Sudarto, & Tembalang, n.d.),secara

    toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:

    1. Logam Berat Esensial Logam berat ini keberadaannya dalam jumlah

    tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah

    berlebihan dapat menimbulkan efek keracunan. Contoh logam berat

    jenis ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, dan Mn.

    2. Logam Berat Tidak Esensial Logam berat ini keberadaannya dalam

    tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan bersifat racun.

    Contoh logam berat tidak esensial adalah Hg, Pb, Cd, dan Cr.

    2.2.1 Logam Berat Pb

    Timbal atau timah hitam atau Plumbum (Pb) adalah salah satu bahan

    pencemar utama saat ini di lingkungan, Timbal (Pb) merupakan salah satu

    jenis logam berat yang sering juga disebut dengan istilah timah hitam.

    Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat

    kimia yang aktif sehingga biasa digunakan untuk melapisi logam agar tidak

    timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak berwarna abu-abu

    kebiruan mengkilat dan memiliki bilangan oksidasi +2

    Gambar 2.1 Logam Berat

    (Sumber: Suryanti 2015)

  • 10

    Timbal mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,20. Titik leleh

    timbal adalah 1740 ºC dan memiliki massa jenis 11,34 g/cm3. Pb di alam terdapat

    dalam kandungan endapan sulfit yang tercampur mineral-mineral lain terutama

    seng dan tembaga. Pb merupakan logam yang beracun dan pada dasamya tidak

    dapat dimusnahkan serta tidak terurai menjadi zat lain bila terakumulasi dalam

    mahluk hidup. (Siregar & Murtini, 2008) mengungkapkan bahwa logam Pb pada

    suhu 500-600 ºC dapat menguap dan membentuk oksigen di udara dalam bentuk

    timbal oksida (PbO). Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan beberapa

    sifat fisika yang dimiliki timbal. Sifat-sifat khusus logam Pb, yaitu:

    a. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan

    menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat di bentuk dengan mudah.

    b. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat sehingga

    logam Pb dapat digunakan sebagai bahan coating.

    c. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam

    biasa kecuali emas dan merkuri.

    d. Mempunyai titik lebur yang rendah, 327,5ºC.

    e. Merupakan pengantar listrik yang tidak baik.

    2.2.2 Pengaruh Logam Pb terhadap Kesehatan

    Keracunan Pb terhadap manusia dapat bersifat akut maupun kronis.

    Walaupun pengaruh toksisitas akut agak jarang dijumpai tetapi pengaruh

    toksisitas kronis sering ditemukan. Menurut (Iswanto, 2010) pengaruh

    toksisitas kronis sering ditemukan pada pekerja di pertambangan dan pabrik

    pemurnian logam, pabrik mobil pada proses pengecatan sistem semprot,

    pengolahan baterai, pencetakan, pembuatan keramik dan pelapisan logam.

    Keracunan kronis yang sangat patut kita waspadai adalah pada orang-orang

    yang bekerja di pinggir jalan seperti polisi lalu lintas, pekerja kebersihanjalan,

    pekerja taman, pedagang kakilima, penjaga toko dan lain-lain yang sehari-

    harimenghirup udara yang tercemar Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl

    Lead (TML) yang dilepaskan oleh gas buang kendaraan bermotor.

  • 11

    Sedangkan menurut (Usetyaningsih dkk, 2008) gejala dan tanda- tanda klinis

    akibat

    paparan Timbal (Pb) antara lain:

    1. Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut, kolik, dan biasanya

    diawali dengan sembelit, mual, muntah- muntah, dan sakit perut yang

    hebat.

    2. Gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit kepala, bingung,

    atau pikiran kacau, sering pingsan.

    3. Gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal yang akut bisa

    berkembang dengan cepat

    Sehingga maka dari itu pemerintah menetapkan kadar yang boleh dalam

    makanan ikan segar sebesar 2 mg/l, No.881/'KPTS/TP.270/8/96 menurut

    (Kementerian Lingkungan Hidup, 2014) tentang baku mutu air limbah pada

    kegiatan industri dan atau usaha sebesar 0,1 ppm untuk kategori I dan 1 ppm

    untuk kategori 2, serta menurut (Soepardi,1983 dalam Brachia,2009)

    menyatakan kisaran logam berat timbal (Pb) sebagai pencemar dalam tanah

    adalah 2 - 200 ppm dan kisaran logam berat timbal (Pb) dalam tanaman adalah

    0.1-10 ppm.

    2.3 Koagulasi

    Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid. Partikel

    tersebut membentuk lapisan secara kimia yang kemudian diikuti dengan

    flokulasi, flokulasi merupakan proses dimana partikel yang telah

    terdestabilisasi terimbas untuk berkumpul, melakukan kontak dan menjadi

    bentuk gumpalan yang lebih besar Zat – zat kimia yang digunakan untuk

    mendestabilkan partikel koloid disebut dengan koagulan. Koagulan yang

    paling umum dan paling sering digunakan adalah alum (aluminium sulfat) dan

    garam – garam besi. Karakteristik dari kation multivalensi adalah mempunyai

    kemampuan menarik koagulan ke muatan partikel koloid. (Proste,R.L1997).

  • 12

    Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan

    logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisnya terjadi dalam

    hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang

    dibutukan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat

    kimia alkali, ozone, dan potassium permanganat, tidak optimal karena tidak

    mengalami reaksi hidrolisis.

    Menurut Benefield dkk.1982 untuk merangsang partikel koloid bergabung

    membentuk gumpalan yang lebih besar diperlukan dua cara, yaitu partikel

    harus didestabilisasikan dan dipindahkan. Destabilisasi partikel dapat dicapai

    melalui cara penekanan lapisan ganda listrik, penyerapan untuk netralisasi,

    penjeratan pada presipitasi, dan pembentukan antar partikel.

    Penekanan lapisan ganda listrik dan penetralan dikategorikan sebagai proses

    koagulasi, sedangkan penjeratan dan pembentukan antar partikel sebagai

    flokulasi. Destabilisasi partikel dengan cara penekanan dapat dicapai melalui

    penambahan elektrolit muatan yang berlawanan dengan muatan partikel koloid

    (Benefield dkk.1982). Dasar dari mekanisme ini adalah bahwa interaksi dari

    koagulan dengan partikel koloid terjadi karena efek elektrostatik, ion sejenis

    dengan partikel koloid akan saling tolak menolak, sedangkan yang muatannya

    berlawanan akan tarik menarik.

    2.4 Flokulasi

    Flokulasi adalah penggabungan dari partikel – partikel hasil koagulasi

    menjadi partikel yang lebih besar dan mempunyai kecepatan mengendap yang

    lebih besar, dengan cara pengadukan lambat. Dalam hal ini proses koagulasi

    harus diikuti flokulasi yaitu penggumpulan koloid terkoagulasi sehingga

    membentuk flok yang mudah terendapkan dan sebagai transportasi partikel

    tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat terjadi.

  • 13

    Gambar 2.2 Proses Pengikatan Partikel Koloid oleh Flokulan

    (Sumber : Sugiarto 2014)

    2.4.1 Proses Flokulasi

    Terdapat 3 (tiga) tahapan penting yang diperlukan dalam proses

    koagulasi yaitu tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi,

    dan tahap pemisahan flok dengan cairan. (Wiyanto dkk, 2014)

    1. Tahap Pembentukan Inti Endapan

    Pada tahap ini diperlukan zat koagulan yang berfungsi

    untuk penggabungan antara koagulan dengan polutan yang ada

    dalam air limbah. Agar penggabungan dapat berlangsung

    diperlukan pengadukan dan pengaturan pH limbah

    Pengadukan dilakukan pada kecepatan 60 s/d 100 rpm selama

    1 s/d 3 menit; pengaturan pH tergantung dari jenis koagulan

    yang digunakan, misalnya untuk Alum ph 6 s/d 8, Fero Sulfat

    ph 8 s/d 11, Feri Sulfat pH 5 s/d 9, PAC ph 6 s/d 9.

    2. Tahap Flokulasi

    Pada tahap ini terjadi penggabungan inti endapan

    sehingga menjadi molekul yang lebih besar, pada tahap ini

    dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 40 s/d 50 rpm

    selama 15 s/d 30 menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok

    dapat ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit.

    Polielektrolit digunakan secara luas, baik untuk pengolahan air

    proses maupun untuk pengolahan air limbah industri.

    Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu non ionik,

    kationik dan anionic, biasanya bersifat larut air. Sifat yang

    menguntungkan dari penggunaan polielektrolit adalah volume

  • 14

    lumpur yang terbentuk relatif lebih kecil, mempunyai

    kemampuan untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk

    proses pemisahan air dari lumpur (dewatering).

    3. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan

    Flok yang terbentuk selanjutnya harus dipisahkan dengan

    cairannya, yaitu dengan cara pengendapan atau pengapungan. Bila

    flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan, maka

    dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang terjadi

    diapungkan dengan menggunakan gelembung udara, maka flok

    dapat diambil dengan menggunakan skimmer.(Wijayanto, 2011)

    Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses

    koagulasi adalah:

    1. Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD

    dari pengolahan fisik.

    2. Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya

    limbah industri.

    3. Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses

    lumpur aktif.

    4. Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan

    secondary effluent dalam filtrasi.

    2.5 Elektrokoagulasi

    Elektrokoagulasi (EC) adalah teknologi yang memiliki kombinasi fungsi

    dan keuntungan dari koagulasi, flotasi dan elektrokimia dalam pengolahan air

    bersih dan pengolahan air limbah. Reaksi kimia yang terjadi pada proses

    elektrokoagulasi yaitu reaksi reduksi oksidasi, sebagai akibat adanya arus

    listrik (DC). Pada reaksi ini terjadi pergerakan ion-ion yaitu ion positif (kation)

    yang bergerak menuju katoda yang bermuatan negatif. Sedangkan ion-ion

    negatif (anion) bergerak menuju anoda yang bermuatan positif (Wiyanto dkk,

    2014).

  • 15

    Keunggulan yang dimiliki oleh metode elektrokoagulasi dalam mengolah

    air limbah diantaranya adalah kebutuhan perlengkapan yang simpel, mudah

    untuk dioperasikan, periode maintenance yang lebih panjang, air yang telah

    diolah akan jernih, warnanya dan baunya akan berkurang, sludge yang

    dihasilkan setelah melalui proses elektrokoagulasi benar-benar dapat

    terendapkan dan mudah untuk dilakukan proses dewatering, flok yang

    terbentuk dapat dipisahkan lebih cepat dengan penyaringan, menghasilkan

    effluent yang mengandung sedikit padatan terlarut, partikel koloid terkecil

    dapat disisihkan dengan mudah dan polutan akan naik ke permukaan dan

    terendapkan pada dasar. (Emamjomeh, 2005).

    Di dalam proses EC (Electrocoagulation) dihasilkan metal

    hidroksida yang berperan sebagai koagulan/flokulan bagi padatan

    tersuspensi sehingga membentuk flok yang dapat diendapkan menggunakan

    gravitasi (Ali & Yaakob, 2012). Proses elektrokoagulasi meliputi beberapa

    tahap yaitu proses equalisasi, proses elektrokimia (flokulasi-koagulasi) dan

    proses sedimentasi. Proses equalisasi dimaksudkan untuk menyeragamkan

    limbah cair yang akan diolah terutama kondisi pH, pada tahap ini tidak

    terjadi reaksi kimia. Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al 3+

    dari plat elektrode (anoda) sehingga membentuk flok Al (OH)3 yang mampu

    mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah.

    Gambar 2.3 Proses Elektrokoagulasi

    Sumber : Susetyaningsih 2008

  • 16

    Berdasarkan gambar apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan

    dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa

    elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana ion positif

    (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion

    negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang

    dioksidasi. Pada

    1. Katoda

    Ion H+ dari suatu asam akan direduksi menjadi gas hidogen yang akan

    bebas sebagai gelembung-gelembung gas.

    2H+ + 2e ⎯⎯→ H2

    Larutan yang mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas

    hydrogen (H2) pada katoda

    2H2 O + 2e ⎯⎯→ 2OH- + H2

    2. Anoda

    Anoda terbuat dari logam almunium akan teroksidasi

    Alo + 3H2O ⎯⎯→ Al(OH)3 + 3 H+ + 3e

    Ion OH- dari basa akan mengalami oksidasi membentuk gas oksigen

    (O2),

    4 OH- ⎯⎯→ 2H2O + O2 + 4e

    Jika larutan mengandung ion-ion logam lain maka ion-ion logam akan

    direduksi menjadi logamnya dan terdapat pada batang katoda

    Pb2+ + 2e ⎯⎯→ Pbo

    Ion Al 3+ yang terlepas dalam air limbah akan berikatan dengan OH-

    sehingga membentuk Al (OH)3 yang berfungsi sebagai koagulan.

    Al(OH)3 yang terbentuk akan berikatan dengan polutan dalam air

    limbah sehingga polutan menjadi flok berukuran besar dari reaksi

  • 17

    tersebut, pada anoda akan dihasilkan gas, buih Selanjutnya flok yang

    terbentuk akan mengikat logam Pb yang ada didalam limbah, sehingga

    flok akan memiliki kecenderungan mengendap. Selanjutnya flok yang

    telah mengikat kontaminan Pb tersebut. Flok yang akan terbentuk

    sebagian akan ada yang mengapung dan sebagian ada yang akan

    mengendap (Rachmawati, dkk 2014).

    Dalam penggunaan metode Elektrokoagulasi terdapat Hukum Faraday

    membuat hubungan antara kuat arus (I) yang mengalir dengan jumlah

    massa yang terlepas ke larutan, hal ini merupakan pendekatan secara

    teoritis untuk menghitung jumlah aluminium yang terlepas ke larutan.

    Adapun rumus dari hukum Faraday adalah sebagai berikut (Kuokkanen

    dkk,2013):

    𝑊 =𝐼 𝑥 𝑡 𝑥 𝑀 𝑥 1000

    𝑧 𝑥 𝐹 (2.1)

    Dimana :

    W = berat aluminium yang larut (mg)

    I = kuat arus yang digunakan (Ampere)

    t = waktu kontak (detik)

    M = berat molekul aluminium, yaitu 27 gram. Mol

    z = valensi aluminium, yaitu 3

    F = konstanta Faraday, 96500 Coulomb/mol

    Untuk mengetahui effisiensi pada permukaan elektroda dapat dihitung

    dengan rumus :

    𝑅𝑒% =£ 𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛

    𝑚 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 𝑓𝑎𝑟𝑎𝑑𝑎𝑦 𝑥 10 (2.2)

    Dimana :

    Re = Effisiensi elektroda (%)

    £ m percoban =Selisih berat Plat aluminium yang

    ditimbang (mg)

    m teori faraday= alumunium yang larut (mg)

  • 18

    2.6 Reaktor Elektrokoagulasi

    1. Tegangan

    Tegangan dan arus listrik pada penelitian ini adalah 10 Volt,20 Volt, 30

    volt karena pada tegangan Pelepasan ion Al3+ yang berasal dari

    elektroda sangatlah dipengaruhi oleh besarnya arus yang mengalir pada

    elektroda. Dari penelitian yang dilakukan (Alfian, 2018) bahwa

    penurunan kekeruhan semakin besar seiring dengan meningkatnya kuat

    arus yang dialirkan.

    2. Jenis dan Dimensi Elektroda

    Elektroda yang dapat digunakan pada proses elektrokoagulasi terdapat

    beberapa jenis logam, diantaranya besi, stainless steel dan aluminium.

    Setiap jenis elektroda memiliki efisiensi yang berbeda dalam

    penyisihan polutan. Berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu harga

    plat aluminium yang jauh lebih murah dengan perbedaan efisiensi yang

    tidak terlalu signifikan, dan sangat efektif berhasil menghilangkan

    polutan pada kondisi operasi yang menguntungkan maka dipilihlah plat

    aluminium untuk dipakai pada penelitian yang akan dilakukan.

    Dimensi elektroda yang akan digunakan menyesuaikan dengan

    penelitian terdahulu (Alfian, 2018), yaitu 20cm x 10 cm terdapat 8 pelat

    elektroda yang terdiri dari 4 buah pelat anoda dan 4 buah pelat katoda.

    3. Jarak Elektroda

    Jarak elektroda berkaitan dengan hambatan listrik yang terbentuk yang

    mempengaruhi besarnya arus yang mengalir pada elektroda. Pada

    penelitian oleh (Alfian,2018) dengan variasi jarak antar elektroda

    sebesar 0,05 cm dan 1 cm jika jarak celah antara anoda dan katoda

    terlalu rapat sehingga aliran cairan terhambat. Akumulasi partikel dan

    gelembung padat antara anoda dan katoda menyebabkan tingginya

    hambatan listrik listrik sehingga arus menjadi kecil. Pada (Saputra dkk.,

    2016) disebutkan pula jika jarak antara elektroda terlalu dekat akan

    menyebabkan jumlah koagulan yang meningkat. Namun sistem akan

    mengalami gangguan akibat hubungan singkat antar elektroda. Oleh

  • 19

    karena itu ditentukanlah jarak antar elektroda yang akan dipakai pada

    penelitian ini sebesar 1 cm.

    4. Desain Rangkaian

    Rangkaian Elektrokoagulasi mempunyai 2 jenis rangkaian yang terdiri

    dari rangkaian monopolar yaitu rangkaian dimana arus listrik dialirkan

    secara paralel pada setiap elektroda dan biopolar yaitu rangkaian

    dimana arus listrik dialirkan langsung atau seri pada elektroda (Pradiko,

    2018). Pada penelitian ini reaktor elektrokoagulasi akan dipasang anoda

    dan katoda dengan susunan paralel (monopolar). Karena pada

    rangkaian monopolar efisiensi untuk menurunkan logam berat lebih

    efektif

    2.7 Alpukat

    Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika

    Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Indonesia

    mempunyai topografi yang bergunung-gunung dan yang membuat

    Indonesia mempunyai iklim tropis (Aji, 2018).

    klasifikasi tanaman alpukat adalah sebagai berikut:

    Kerajaan: Plantae

    Kelas: Magnolipilihanda

    Ordo: Laurales

    Famili: Lauraceae

    Genus: Persea

    Spesies: P. Americana

    Nama binomial: Persea Americana

    Buah alpukat adalah tanaman buah bertipe buni yang memiliki kulit

    lembut tidak rata berwarna hijau tua hingga ungu kecoklatan, itu tergantung

    pada jenis dan varietas buah alpukat yang ditanam. Pada umumnya, bagian

    biji alpukat jarang dimanfaatkan, jika ada pemanfaatannya masih sekedar

    sebagai bibit tanaman. Meskipun ada beberapa industri pengolahan biji

    alpukat berusaha untuk memanfaatkan limbah buangan biji alpukat tersebut

  • 20

    agar memiliki nilai yang lebih efektif. Suatu cara yang mereka lakukan

    adalah dengan memanfaatkannya sebagai zat pewarna tekstil. Namun, hal

    tersebut dirasa masih kurang. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

    meningkatkan manfaat biji alpukat adalah dengan mengolahnya menjadi

    karbon aktif yang selanjutnya diaplikasikan sebagai adsorben.

    Gambar 2.4 Struktur Biji Alpukat

    Sumber: Budisma 2015

    Buah alpukat mempunyai biji yang berkeping dua, sehingga termasuk

    dalam kelas Dicotyledoneae. Kepingan ini mudah terlihat apabila kulit bijinya

    dilepas atau dikuliti. Kulit biji umumnya mudah lepas dari bijinya. Pada saat buah

    masih muda, kulit biji ini menempel pada daging buahnya. Bila buah telah tua,

    biji akan terlepas dengan sendirinya. Umumnya sifat ini dijadikan salah satu tanda

    kematangan buah (Aji, 2018). Biji tersusun oleh jaringan parenchyma yang

    mengandung sel-sel minyak dan butir tepung sebagai cadangan makanan.

    Biji alpukat memiliki kandungan air 12,67 %, kadar abu 2,78 %,

    kandungan mineral 0,54 % lebih tinggi dari biji buah lainnya (Anggraeny, 2017).

    Komposisi kimia dan sifat-sifat dari pati biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Komposisi kimia dan sifat – sifat pati biji alpukat

    Komponen Jumlah % Komponen Jumlah %

    Kadar air 10,2 Lemak tn

    Kadar pati 80,1 Serat kasar 1,21

    *amilosa 43,3 Warna Putih coklat

    *amilopektin 37,7 Kehalusan granula Halus

    Protein tn Rdndemen pati 21,3

    Sumber: Winarti dan Purnomo 2006

    *amilosa + *amilopektin = Pati

  • 21

    Biji alpukat mengandung pati yang tinggi menunjukkan bahwa kadar karbon

    yang dimiliki tinggi. Hasil analisis ultimat dan analisis proksimat dari biji alpukat

    dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan 2.3

    Tabel 2.2 Analisa Ultimate dari biji Alpukat

    Unsur Kadar %

    Karbon 48,3

    Hidrogen 7,5

    Nitrogen

  • 22

    aktif bersifat selektif, yang dimaksud selektif disini adalah bergantung

    pori-pori dan luas permukaan yang memengaruhi kinerja adsorpsi.

    2.8.1 Jenis Karbon Aktif

    Menurut Yuliusman (2013) pada umumnya karbon aktif memiliki

    3 (tiga) bentuk yang dapat diaplikasikan sesuai kebutuhan masing-

    masing adalah sebagai berikut :

    1. Karbon Aktif Bentuk Granular

    Karbon aktif bentuk ini memiliki bentuk granular/tidak

    beraturan dengan ukuran 0,2-5 mm. Untuk jenis ini biasnya

    diaplikasikan pada fase cair dan gas seperti pemurnian emas,

    pengolahan air limbah, pemurni pelarut dan penghilang bau

    busuk.

    Gambar 2.5 Karbon Aktif granular

    Sumber: Fairus Andira 2015

    2. Karbon Aktif Bentuk Pelet

    Bentuk karbon aktif berupa pelet mempunyai diameter 0,8-5 mm.

    Kegunaan utamanya adalah untuk aplikasi fasa gas karena dalam bentuk

    pelet mempunyai tekanan rendah, kekuatan mekanik tinggi dan kadar abu

    rendah sehingga sering kali digunakan untuk pemurnian udara, control

    emisi, penghilang bau kotoran, dan pengontrol emisi pada gas buang.

  • 23

    Gambar 2.6 Karbon Aktif Pelet

    Sumber: Fairus Andira 2015

    3. Karbon Aktif Bentuk Serbuk

    Karbon akif bentuk serbuk ini diaplikasikan dalam fasa cair dan

    gas, sehingga digunakan pada industri pengolahan air minum, industry

    farmasi, bahan tambahan makanan, penghalus gula, pemurnian glukosa

    dan pengolahan zat pewarna kadar tinggi karena memiliki ukuran lebih

    kecil dari 0,18 mm.

    Gambar 2.7 Karbon Aktif Sebuk

    Sumber: Fairus Andira 2015

    2.8.2 Pembuatan Karbon Aktif

    Menurut Pambayun (2013), secara garis besar terdapat 3 (tiga) tahap

    dalam pembuatan karbon aktif adalah sebagai berikut:

    1. Proses Dehidrasi

    Pada prosesini dilakukan penghilangan air dengan pemutusan ikatan

    hydrogen dan oksigen pada bahan baku. Bahan baku dipanaskan

    sampai temperatur 105°C.

  • 24

    2. Proses Karbonisasi

    Proses karbonisasi merupakan proses dekomposisi thermal dengan

    suhu 600º-1100ºC. Selama proses ini unsur-unsur selain karbon

    seperti hidrogen da oksigen dibebaskan dalam bentuk gas. proses

    karbonisasi akan menghasikan 3 komponen yang menjadi faktor

    utama yaitu Karbon (Arang), tar dan gas (CO2, CO, CH4, H2,).

    Proses karbonisasi terdiri dari empat tahap yaitu:

    1. Pada suhu 100 – 120ºC terjadi penguapan air dan sampai

    suhu 270ºC mulai terjadi peruraian selulosa. Distilat

    mengandung asam organik dan sedikit methanol. Asam cuka

    terbentuk pada suhu 200 - 270ºC.

    2. Pada suhu 270 - 310ºC reaksi eksotermik berlangsung

    dimana terjadi peruraian selulosa secara intensif menjadi

    larutan piroligant, gas kayu dan sedikit tar. Asam merupakan

    asam organik dengan titik didih rendah seperti asam cuka dan

    methanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.

    3. Pada suhu 310-500ºC terjadi peruraian lignin, dihasilkan

    lebih banyak tar sedangkan larutan Opirolignat menurun, gas

    CO menurun sedangkan gas CO2 dan CH4 dan H2 meningkat.

    4. Pada suhu 500 -1000ºC merupakan tahap dari pemurnian

    arang atau kadar karbon.

    3. Proses Aktivasi

    Proses ini bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang

    dengan membuka pori pori yang tertutup sehingga memperbesar

    daya serap dari karbon aktif tersebut. Proses aktivasi ini dibedakan

    menjadi 2 bagian yaitu proses aktivasi fisika dan aktivasi kimia.

    a. Proses Aktivasi Fisika

    Aktivasi fisika disebut juga aktivasi termal. Aktivasi termal

    adalah proses aktivasi yang melibatkan adanya gas pengoksidasi

  • 25

    seperti udara pada temperatur rendah, Uap, CO2 atau aliran gas

    pada temperatur tinggi. proses aktivasi fisika melibatkan gas

    pengoksidasi seperti pembakaran menggunakan suhu yang

    rendah dan uap CO2 atau pengaliran gas pada suhu tinggi. Tetapi

    pada suhu aktivasi yang terlalu tinggi beresiko terjadinya

    oksidasi lebih lanjut pada karbon sehingga merusak ikatan C

    dalam bidang lempeng heksagonal karbon yang akan

    menurunkan luas permukaan internal. Beberapa jenis bahan

    baku lebih muda untuk diaktivasi jika diklorinasi terlebih

    dahulu. Selanjutnya hasil dari klorinasi tersebut dikarbonisasi

    untuk menghilangkan hidrokarbon yang terklorinasi kemudian

    terakir diaktivasi dengan uap.

    b. Proses Aktivasi Kimia

    Proses aktivasi kimia melibatkan bahan-bahan kimia atau

    reagen pengaktif karbon aktif, dan biasnya dilakukan untuk

    keperluan komersial. Dalam hal ini bahan kimia yang

    digunakan sebagai pengaktif diantaranya CaCl2, Ca (OH)2,

    NaCl, H3PO4, ZnCl2, HCl, HNO3 dan sebagainya, dalam

    proses aktivasi menggunakan bahan kimia biasnya direndam

    dengan bahan kimia seperti yang telah disebutkan diatas.

    Keuntungan penggunaan bahan-bahan mineral adalah waktu

    aktivasi yang relatif pendek, karbon yang dihasilkan lebih

    banyak dan daya adsorpsi terhadap suatu adsorbat akan lebih

    baik, sedangkan kerugian penggunaan bahan-bahan mineral

    sebagai pengaktif terletak pada proses pencucian karena sult

    dihilangkan.

    4. Aktivator

    Aktivasi karbon berarti penghilangan zat-zat yang menutupi pori-pori

    pada permukan karbon. Tujuan utama dari proses aktivasi adalah

    menambah atau mengembangkan volume pori dan memperbesar diameter

  • 26

    pori yang telah terbentuk pada proses karbonisasi serta untuk membuat

    beberapa pori baru pada karbon aktif. Zat aktivator bersifat mengikat air

    yang menyebabkan air yang terikat kuat pada pori-pori karbon yang tidak

    hilang pada saat karbonisasi menjadi lepas. Selanjutnya zat aktivator

    tersebut akan memasuki pori dan membuka permukaan karbon yang

    tertutup. Dengan demikian pada saat dilakukan aktivasi, senyawa pengotor

    yang berada dalam pori menjadi lebih mudah terserap sehingga luas

    permukaan karbon aktif semakin besar dan meningkatkan daya serapnya.

    Asam Phosfat H3PO4 merupakan aktivator terbaik. Selama proses

    aktivasi, aktivator menembus celah atau pori-pori di antara pelat-pelat

    kristalit karbon pada karbon aktif yang berbentuk heksagonal dan menyebar

    di dalam celah atau pori-pori tersebut, sehingga terjadi pengikisan pada

    permukaan kristalit karbon. Amorphous carbon yang menghalangi pori

    bereaksi pada tahap oksidasi awal dan sebagai hasilnya closed pore akan

    terbuka. Selanjutnya reaksi akan berlanjut dengan mengikis dinding karbon

    untuk membentuk pori-pori baru. H3PO4 yang merupakan activating agent

    akan mengoksidasi karbon dan merusak permukaan bagian dalam karbon

    sehingga akan terbentuk pori dan meningkatkan daya adsorpsi. Activating

    agent ini berperan sebagai dehydrating agent yang akan mempengaruhi

    dekomposisi pirolisis, menghambat pembentukan tar, dan mengurangi

    pembentukan asam asetat, metanol, dan lain-lain. Karbon aktif semakin

    banyak mempunyai mikro pori-pori setelah dilakukan aktivasi, hal ini

    karena aktivator telah mengikat senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi

    keluar dari mikropori karbon, sehingga permukaanya semakin porous.

    Seiring bertambahnya konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi dicapai,

    H3PO4 sebagai activating agent akan bereaksi dengan karbon dan merusak

    bagian dalam karbon sehingga membentuk pori-pori yang semakin banyak.

  • 27

    Gambar 2.8 Ilustrasi Pembentukan Pori Karbon Aktif melalui Aktivasi

    Sumber : Sontheimer, 1985

    2.8.3 Karakterisasi Karbon Aktif

    Penentuan sifat-sifat karbon aktif yang diperoleh melalui karbonisasi

    dan aktivasi, maka perlu dilakukan karakterisasi. Karakterisasi dalam

    penelitian ini meliputi.

    a. Penetapan kadar air

    Prosedur penetapan kadar air mengacu pada Standar Nasional

    Indonesia (SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian

    arang aktif. Contoh uji arang sebanyak 1gram dikeringkan dalam oven

    pada suhu 103 ºC sampai beratnya konstan. Kemudian dimasukkan

    kedalam desikator sampai bobotnya tetap dan ditentukan kadar airnya

    dalam persen(%). Kada airarang dihitung dengan rumus sebagai

    berikut :

    kadar air = 𝐴−𝐵

    𝐵 x 100 % (2.3)

    A = Berat contoh awal, gram

    B = Berat kering tanur, gram

  • 28

    b. Penetapan kadar abu

    Prosedur penetapan kadar abu mengacu pada Standar Nasional

    Indonesia (SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian

    arang aktif. Cawan yang sudah berisi contoh yang kadar air dan kadar

    menguapnya sudah ditetapkan, digunakan untuk mengukur kadar abu.

    Caranya cawan tersebut diletakkan dalam tanur, perlahan-lahan

    dipanaska mulai dari suhu kama sampai 600ºC selama 6 jam.

    Selanjutnya didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan,

    kemudian ditimbang bobotnya. Kadar abu arang dapat dihitung

    dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    kadar abu (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 (𝑔𝑟𝑎𝑚)

    𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑢𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚) x 100 % (2.4)

    c. Penetapan kadar karbon terikat

    Prosedur penetapan kadar karbon terika mengacu pada Standar

    Nasional Indonesia (SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan

    pengujian arang aktif. Karbon terikat adalah fraksi karbon yang terikat

    di dalam ruang selain fraksi air, zat menguap dan abu. Pengukuran

    kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan rumus:

    A =100% - (B+C) (2.5)

    Dimana:

    A = Kadar karbon terikat, %

    B = Kadar zat menguap, %

    C = Kadar abu,

    d. Daya serap terhadap iodin

    Prosedur penetapan daya serap arang aktif terhadap yodium mengacu

    pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3730-1995 tentang syarat

    mutu dan pengujian arang aktif. Contoh uji arang aktif dan arang aktif

    komersial (norit) yang telah kering oven ditimbang sebanyak ± 0,25

    gram dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Kemudian contoh

  • 29

    uji tersebut diberi larutan yodium 25 mL, diaduk dengan

    menggunakan stirer selama ± 15 menit. Larutan yang telah diaduk

    kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring, dan hasilnya

    dipipet 10 mL untuk titrasi menggunakan larutan thio. Titrasi

    dilakukan hingga larutan contoh uji berubah warna menjadi bening.

    Besarnya daya serap arang aktif terhadap yodium dihitung

    dengan rumus :

    (2.6)

    A = Daya serap terhadap yodium, mg/g

    B = Molaritas thio, M

    C = ml thio untuk titrasi

    D = Molaritas yodium,

    Pembuatan karbon aktif di Indonesia memiliki standarisasi parameter

    kelayakan yang bersumber dari dewan Standarisasi Nasional,1995.

    Persyaratan arang aktif standar nasional Indonesia (SNI)06-3730-

    1995 disajikan dalam tabel

    Tabel 2.4 Persyaratan Arang Aktif (SNI)06-3730-1995

    Jenis Persyaratan Parameter

    Kadar Air Maks 15%

    Kadar Abu Maks 10%

    Kadar Zat Menguap Maks 25%

    Kadar Karbon Terikat Min 65%

    Daya Serap terhadap yodium Min 750 mg/g

    Daya serap terhadap Benzena Min 25%

    Sumber: Dewan Standarisasi Nasional,1995

    2.9 Adsopsi

    Adsorpi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida dalam bentuk

    cair maupun gas terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film

    (lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut, berbeda dengan absorpsi

    dimana fluida terserap oleh fluida lainnya dengan membetuk suatu larutan lagi.

  • 30

    Adsorpsi adalah salah satu proses penyerapan dimana suatu cairan atau gas

    akan terikat pada suatu padatan atau cairan (absorben) dan membentuk lapisan

    film (adsorbat) pada permuakaannya. Adsorpsi oleh zat padat dibedakan

    menjadi dua, yaitu adsorpsi fisis (fisisorpsi) dan adsorpsi khemis

    (chemisorpsi).

    a. Physisorption (adsorpsi fisika)

    Terjadi karena gaya Van der Waals dimana ketika gaya tarik molekul

    antara larutan dan permukaan media lebih besar dari pada gaya tarik

    substansi terlarut dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi

    oleh permukaan media. Physisorption ini memiliki gaya tarik Van der

    Waals yang kekuatannya relatif kecil. Molekul terikat sangat lemah

    dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar

    20 kJ/mol. Contoh adsorpsi fisika oleh zeolit, silika gel, dan karbon

    aktif. Aktivasi karbon aktif pada temperatur yang tinggi akan

    menghasilkan struktur berpori dan luas permukaan adsorpsi yang

    besar. Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak

    substansi terlarut yang melekat pada permukaan media adsorpsi.

    b. Chemisorption (adsorpsi kimia)

    Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia (bukan ikatan

    Van der Waals) antara senyawa terlarut dalam larutan dengan molekul

    dalam media. Chemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu

    partikel adsorbat tertarik ke permukaan katalis melalui gaya Van der

    Waals atau bisa melalui ikatan hidrogen. Dalam Chemisorbption

    partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia

    (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang

    memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat. Contoh: Metal

    hydride, calcium sholide, dan Ion exchange.

  • 31

    2.9.1 Faktor mempengeruhi daya adsorpsi

    Menurut Syauqiah, (2011), adsorpsi suatu zat atau daya adsorp pada

    permukaan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini adalah

    sebagai berikut:

    1. Jenis adsorbat

    a. Ukuran molekul adsorbat

    Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal yang penting agar proses

    adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapa diadsorpsi

    adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama

    dengan diameter pori adsorben.

    b. Kepolaran zat

    Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekuk yang lebih polar

    dibandingkan dengan molekul yang kurang polar pada kondisi diameter

    yang sama. Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan

    molekul-moleku yang kurang polar yang telah lebih dahulu diadsorpsi.

    Pada kondisi dengan diameter yang sama, maka molekul polar lebih

    dulu diadsorpsi.

    2. Karakteristik adsorben

    a. Kemurnian Adsorben

    Sebagai zat yang digunakan untuk mengadsoprsi, maka adsorben yang

    memiliki kemampuan adsorpsi lebih baik adalah adsorben yang murni.

    b. Luas Permukaan dan volume pori adsorben

    Salah satu faktor utama yang mempengaruhi proses adsoprs adalah luas

    permukaan. Jumlah molekul adsorat meningkat dengan bertambahnya

    luas permukaan dan volume pori adsorben. Dalam proses adsorpsi

    seringkali adsorben diberikan perlakuan awal untuk meningkatkan luas

    permukaannya.

  • 32

    3. Temperatur

    Pemakaian arang aktif juga dianjurkan untuk memperhatikan

    temperatur pada saat proses berlangsung. Faktor yang memperngaruhi

    temperatur pada proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas

    senyawa serapan. Apabila pemanasan mempengaruhi sifat-sifat

    senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun

    dekomposisi, maka perlakuan yang tepat adalah pada titik didihnya.

    Untuk senyawa volatil, adsoprsi dilakukan pada temperatur kamar atau

    bila memungkinkan pada temperaur yang lebih rendah.

    4. pH (Derajat Keasaman)

    Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH

    diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Hal ini

    disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mereduksi ionisasi

    assam organik tersebut. Sebaliknya apabila pH asam oranik dinaikan

    yaitu penambahan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat

    terbentuknya garam.

    5. Waktu Kontak

    Waktu sangat dibutuhkan untuk mencaai kesetimbangan apabila

    arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan. Waktu yang dibutuhkan

    terkadang berbanding terbalik terhadap jumlah arang aktif yang

    digunakan. Selisih ditentukan oleh dosis arang aktif itu sendiri,

    pengadukan juga mempengaruhi waktu kontak. Pengadukan

    dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif

    untuk bersinggungan dengan senyawa serapan.

    6. Tekanan Adsorbat

    Pada adsorpsi fisika, kenaikan tekanan adsorbat dapat menaikkan

    jumlah yang diadsoprsi. Sebaliknya pada adsorpsi kimia kenaikan

    tekanan adsorat justru akan mengurangi jumlah yang teradsorpsi.

  • 33

    2.10 Atomic Absorption Spektrofotometer

    Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan

    pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid

    yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang

    gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Metode ini

    sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah.

    Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom

    menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung

    pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi

    sinar oleh atom- atom netral unsur logam yang masih berada dalam keadaan

    dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet

    dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya

    sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan.

    Gambar 2.9 Skema Proses Spektrometri Serapan Atom Sumber : Gunandjar,1985

    5. Instrumentasi Spektrometri Serapan Atom (SSA)

    a. Sumber Sinar

    Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga

    (hallow cathode lamp) yang terdiri atas tabung kaca tertutup yang

    mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder

    berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam

  • 34

    tertentu yang diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan

    tekanan rendah (10-15 torr). Pada katoda terdapat unsur-unsur

    yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis yang akan ditabrak

    oleh ion-ion positif gas mulia. Akibatnya, unsur-unsur akan

    terlempar keluar dari permukaan katoda dan akan mengalami

    eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan

    akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama

    dengan unsur yang akan dianalisis.

    b. Tempat sampel

    Dalam analisis dengan SSA, sampel yang akan dianalisis harus di

    uraikan menjadi atom-atom netral. Alat-alat yang dapat digunakan

    1. Nyala (Flame) digunakan untuk mengubah sampel yang

    berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan

    berfungsi untuk atomisasi. Nyala ini berfungsi untuk

    megeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih

    tinggi.

    2. Tanpa Nyala (Flameless)

    Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3

    tahap yaitu : pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu

    yang relatif rendah, pengabuan (ashing) yang membutuhkan

    suhu yang tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia

    dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis, dan pengatoman

    (atomising). Pada umumnya waktu dan suhu pemanasan

    tanpa nyala dilakukan dengan cara terprogram.

    c. Monokromator

    Pada SSA monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan

    memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis.

    Monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk

    memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan

    chopper.

  • 35

    d. Detektor

    Digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat

    pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton

    (photomultiplier tube). Ada 2 cara ynang dapat digunakan dalam sistem

    deteksi yaitu : (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi

    dan radiasi kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap

    radiasi resonansi.

    e. Readout

    Merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

    sistem pencatatan hasil yang dilakukan dengan suatu alat yang telah

    terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil

    pembacaan dapat berupa angka atau kurva dari suatu recorder yang

    menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.

    2.11 Scanning Elektron Microscope (SEM)

    Scanning Electron Microscope (SEM) adalah alat yang digunakan

    untuk mempelajari morfologi permukaan objek pada skala yang amat kecil.

    Prinsip kerja SEM, dengan cara mengalirkan arus pada kawat filamen dan

    perlakuan pemanasan, sehingga dihasilkan elektron. Elektron tersebut

    dikumpulkan dengan tegangan tinggi dan berkas elektron difokuskan

    dengan sederetan lensa elektromagnetik. Ketika berkas elektron mengenai

    target, informasi dikumpulkan melalui tabung sinar katoda yang mengatur

    intensitasnya. Setiap jumlah sinar yang dihasilkan dari tabung sinar katoda

    dihubungkan dengan jumlah target, jika terkena berkas elektron berenergi

    tinggi dan menembus permukaaan target, elektron kehilangan energi, karena

    terjadi ionisasi atom dari cuplikan padatan. Elektron bebas ini tersebar

    keluar dari aliran sinar utama, sehingga terbentuk lebih banyak elektron

    bebas, dengan demikian energinya habis lalu melepaskan diri dari target.

    Elektron ini kemudian dialirkan ke unit demagnifikasi dan dideteksi oleh

    detektor dan selanjutnya dicatat sebagai suatu foto.

  • 36

    2.12 Fourier Transformed Infrared (FTIR)

    Fourier Transformed Infrared (FTIR) merupakan salah satu alat

    atau instrument yang dapat digunakan untuk mendeteksi gugus fungsi,

    mengidentifikasi senyawa dan menganalisis campuran dari sampel yang

    dianalisis tanpa merusak sampel. Prinsip kerja FTIR adalah interaksi antara

    energi dan materi. Infrared yang melewati celah ke sampel, dimana celah

    tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi ysng disampaikan kepada

    sampel. Kemudian beberapa infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya

    di transmisikan melalui permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos ke

    detektor dan sinyal yang terukur kemudian dikirim ke komputer dan

    direkam dalam bentuk puncak-puncak (Thermo, 2001).

  • 37

    BAB 3

    METODOLOGI PENELITIAN

    Dalam penyusunan tugas akhir ini, penelitian ini dikerjakan secara terencana

    dan sistematis untuk mendapatkan pemecahan masalah yang dihadapi. Penelitian

    ini bersifat evaluatif, untuk melihat seberapa efisien karbon aktif dalam mengurangi

    logam berat yang ada pada limbah. Metode penelitian terdiri dari beberapa tahap

    yang saling terkait dan diharapkan hasil dari penelitian ini adalah tugas akhir yang

    komperhensif.

    3.1 identifikasi masalah

    Pada tahapan ini akan dilakukan kajian atau identifikasi masalah,

    peneliti memulai melakukan observasi permasalahan yang ada serta dapat

    diangkat sebagai penelitian dengan melakukan pengamatan secara

    langsung. permasalahan yang ditemukan berada di daerah desa geluran

    kecamatan Sukodono Sidoarjo, ada beberapa penjual minuman yang

    banyak memanfaatkan buah alpukat. Buah alpukat menghasilkan limbah

    selain dari kulit buahnya juga menghasilkan biji. Biji buah alpukat hanya

    dibuang begitu saja dalam jumlah yang tidak sedikit sehingga menjadi

    limbah yang tidak bernilai ekonomis. Hasil dari observasi tersebut akan

    dibuat rumusan masalah yang pasti sehingga tujuan dilakukkannya

    penelitian akan terbentuk.

    3.2 Studi Literatur

    Studi literatur digunakan untuk mendapatkan informasi

    pengetahuan, agar mendapatkan metode untuk mencari solusi yang

    terbaik, serta untuk mempermudah dalam proses pengerjaan peneliti.

    Dengan adanya literatur seperti jurnal penelitian, buku, website serta

    standar baku mutu maka dapat membantu dalam menyelesaikan

    permasalahan dalam penelitian ini.

  • 38

    3.3 Penetapan rumusan masalah tujuan

    Setelah melakukan studi literatur peneliti menentukan rumusan

    masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini serta menentukan batasan

    batasan yang akan dibahas, setelah itu baru melakukan perumusan, tujuan

    serta manfaat.

    3.4 Pengumpulan data

    Pada tahap ini setelah kita menentukan rumusan masalah dari

    permasalahan yang ada, kegiatan yang dilakukan adalah mengumpukan

    data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan rumusan masalah yang sudah

    kita tentukan. pengumpulan data ada 2 jenis yaitu data primer dan data

    sekunder.

    3.4.1 Data Primer Data primer merupakan sumber data penelitian yang di peroleh

    secara langsung dari sumber aslinya yang di amati dan dicatat secara

    langsung. Dalam penelitian ini data diambil secara langsung yaitu

    konsentrasi air limbah artifisial Pb (Timbal) sebelum treatment dan

    konsentrasi air limbah artifisial Pb (Timbal) sesudah Treatment.

    3.4.2 Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari sumber data penelitian melalui

    perantara atau secara tidak langsung yang berupa literatur, buku

    ataupun referensi lainnya yang dapat menunjang penelitian ini, dalam

    penelitian ini data sekunder meliputi Peraturan Mentri Lingkungan

    Hidup No 5 tahun 2014, variasi massa, waktu kontak dan tegangan

    voltase pada elektrokoagulasi

    3.5 Penentuan Tempat dan Waktu Tempat Penelitian

    Penelitian ini akan di lakukan pada beberapa tempat yang dapat

    mempermudah peneliti selama proses penelitian berlangsung. Selain itu

    terdapat juga jangka waktu pelaksanaan penelitian.

  • 39

    3.5.1 Penentuan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada beberapa tempat yaitu:

    1. Laboratorium Limbah PPNS

    2. Laboratorium Material ITS

    3. Laboratorium Teknologi Air dan Konsultasi Industri ITS

    3.5.2 Penentuan Waktu

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sanpai Juni 2019

    3.6 Variabel Penelitian

    Variabel penelitian adalah sebuah konsep yang memiliki nilai yang

    bervariasi. Terdapat beberapa jenis variabel menurut Karlinger 2006 : 58 yakni

    variabel bebas variabel terikat dan variabel kontrol.

    Tabel 3.1 Definisi Operasional pada Variabel Terikat

    No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur

    1 Konsentrasi Larutan

    Pb

    (mg/L)

    Kandungan Logam berat yang di

    kontakkan dengan Elektrokoagulasi dan

    karbon aktif biji Alpukat

    AAS

    2 Biji Alpukat dari

    Sukodono Sidoarjo

    Biji Alpukat di ambil secara acak di desa

    Geluran Sukodono Sidoarjo

    Tidak ada

    3 Elektroda Aluminium Jenis penyusun elektroda yang digunakan

    pada reaktor elektrokoagulasi

    Tidak ada

    4 Jarak Elektroda (Cm) Jarak elektroda yang antara plat satu

    dengan lainnya dalam pada reaktor

    Elektrokoagulasi

    Mistar

    Tabel 3.2 Definisi Operasional pada Variabel Bebas

    No Variabel Definisi Oprasional Alat Ukur

    1 Tegangan (Volt) Perbedaan potensial antara 2 titik pada

    rangkaian listrik

    Volt Meter

    2 Massa Adsorben (g) Dosis pembubuhan karbon aktif biji

    alpukat pada air limbah Pb dari hasil

    Elektrokoagulasi

    Neraca Analitik

    3 Waktu kontak (menit) Lamanya waktu kontak antara karbon

    aktif biji alpukat pada air limbah Pb dari

    hasil Elektrokoagulasi

    Stopwatch

    Tabel 3.3 Definisi Operasional pada Variabel Kontrol

    No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur

    1 Alat bahan Alat dan bahan yang dibutuhkan pada

    penelitian tersebut

    Tidak ada

    2 Prosedur penelitian Prosedur yang sesuai dengan penelitian

    tersebut

    Tidak ada

    3 Analisa data Pengolahan data dapat berupa computer

    atau manual dengan menghasilkan Analisa

    data yang baik

    AAS

  • 40

    3.7 Rekapitulasi Pengujian Penyerapan Logam Pb

    Berikut ini merupakan Tabel rekapitulasi jumlah sampel yang akan

    digunakan peneliti selama penelitian ini berlangsung :

    Tabel 3.4 Rekapitulasi Pengujian Penyerapan Logam Pb

    Jenis Tegangan

    Elektrokoagulasi

    Waktu kontak adsorban

    Menit

    Massa adsorban

    gram

    10 volt

    15

    0,75

    1

    1,25

    1,5

    30

    0,75

    1

    1,25

    1,5

    45

    0,75

    1

    1,25

    1,5

    20 volt

    15

    0,75

    1

    1,25

    1,5

    30

    0,75

    1

    1,25

    1,5

    45

    0,75

    1

    1,25

    1,5

    30 Volt

    15

    0,75

    1

    1,25

    1,5

    30

    0,75

    1

    1,25

    1,5

    45

    0,75

    1

    1,25

    1,5

    Berdasarkan Tabel rekapitulasi pengujian logam berat Pb diatas, Peneliti

    menggunakan sampel sebanyak 36 sampel Proses Elektrokoagulasi

    berlangsung selama 30 menit dengan kebutuhan air limbah Pb sebanyak 4L,

  • 41

    kemudian di Adsorpsi masing masing dengan 300 mL air total untuk

    kebutuhan air 12 L.

    3.8 Alat dan bahan

    3.7.1 Alat dan bahan Perancangan uji Reaktor Dalam tahap ini dilakukan pembuatan desain reaktor uji dengan

    tujuan untuk memudahkan pada tahap pembuatan reaktor uji. Dimensi

    dari reaktor uji adalah 20 cm x 20 cm x 15 cm dengan volume limbah

    yang akan digunakan sebanyak 4 Liter sehingga dapat memenuhi

    kebutuhan uji karakteristik limbah Pb Elektrokoagulasi Plat Aluminium.

    Gambar 3.1 Reaktor Elektrokoagulasi

    Keterangan :

    A : Plat Elektroda

    B : Kran efluent

    C : Dc power supply

    Tabel 3.5 Perencanaan Reaktor

    Dimensi reaktor 20 cm x 20 cm x 15 cm

    Bahan reaktor Akrilik

    Dimensi elektroda 20 cm x 10 cm

    Jenis elektroda Aluminium

    Jarak antar elektroda 1 cm

    Jumlah elektroda 8 buah (4 anoda dan 4 katoda)

    Waktu detensi 30 menit

    Tegangan 10 volt, 20volt 30 volt

    Desain rangkaian Monopolar

    Elektr