EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH CAIR …repository.ppns.ac.id/2231/1/1015040027 -...
Transcript of EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH CAIR …repository.ppns.ac.id/2231/1/1015040027 -...
-
HALAMAN JUDUL
TUGAS AKHIR (613423A)
EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH CAIR
MELALUI METODE KOMBINASI ELEKTROKOAGULASI – ADSORPSI
MENGGUNAKAN KARBONASI BIJI ALPUKAT
Rizka Lutfita Hanastasia
NRP. 1015040027
DOSEN PEMBIMBING :
ADHI SETIAWAN, S.T, M.T.
TARIKH AZIS RAMADANI, S.T, M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH
JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
-
(Halaman ini sengaja di kosongkan
-
i
DUL
HALAMAN JUDUL
TUGAS AKHIR (613423A)
EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA
LIMBAH CAIR MELALUI METODE KOMBINASI
ELEKTROKOAGULASI – ADSORPSI MENGGUNAKAN
KARBONASI BIJI ALPUKAT
Rizka Lutfita Hanastasia NRP. 1015040027
DOSEN PEMBIMBING: ADHI SETIAWAN, S.T., M.T. TARIKH AZIS RAMADANI, S.T., M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH
JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
-
ii
(Halaman ini sengaja di kosongkan)
-
iii
LEMBAR PENGESAHAN
-
iv
(Halaman ini sengaja di kosongkan)
-
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : RIZKA LUTFITA HANASTASIA
NRP. : 1015040027
Jurusan/Prodi : D-4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :
Tugas Akhir yang akan saya kerjakan dengan judul :
EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH CAIR
MELALUI METODE KOMBINASI ELEKTROKOAGULASI –
ADSORPSI MENGGUNAKAN KARBONASI BIJI ALPUKAT
Adalah benar karya saya sendiri dan bukan plagiat dari karya orang lain.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah tersebut,
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.
Surabaya, 1 Agustus 2019
Yang membuat pernyataan,
(Rizka Lutfita Hanastasia)
NRP. 1015040027
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
No. : F.WD I. 021 Date : 3 Nopember
2015
Rev. : 01
Page : 1 dari 1
-
vi
(Halaman ini sengaja di kosongkan)
-
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Efisiensi penurunan logam berat
pb pada limbah cair melalui metode kombinasi elektrokoagulasi – adsorpsi
menggunakan karbonasi biji alpukat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma IV Teknik Pengolahan Limbah
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Pada kesempatan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Ayahanda tercinta Roihan dan Ibu Sonia Arga Witri , yang senantiasa setia
memberikan doa, dukungan, bantuan dan dorongan serta seluruh pengertian
yang besar. Baik itu selama mengikuti kuliah maupun ketika menyelesaikan
tugas akhir ini.
2. Bapak Ir. Eko Julianto. M.Sc., M.RINA., selaku direktur Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya.
3. Bapak George Endri K., ST, MSc. Eng., selaku ketua jurusan Teknik
Permesinan Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
4. Bapak Adhi Setiawan. ST., MT., selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, sabar memberikan
bimbingan, masukan serta doa sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan
dengan baik.
5. Bapak Tarikh Azis Ramadani S.T, M.T., selaku dosen pembimbing II yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk serta saran
yang berarti dalam penulisan penelitian ini, sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan dengan baik.
6. Seluruh Dosen dan Karyawan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya,
terimakasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, selama penulis
menyelesaikan pendidikan di Teknik Pengolahan Limbah Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
7. Ibu Novi Eka Mayangsari, S.T, M.T selaku dosen penguji dan kepala
Laboratorium Teknik Pengolahan Limbah PPNS, yang memberi masukan
-
viii
terhadap laporan penulis dan telah memberikan izin menggunakan
laboratorium untuk pengerjaan penelitian ini.
8. Ibu Dr, Mirna Apriani, S.T, M.T selaku dosen penguji yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk serta saran yang berarti dalam penulisan penelitian ini,
sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
9. Bapak Rofik, selaku petugas laboratorium Laboratorium Fisika PPNS, yang
telah membantu saya dalam melakukan penelitian ini yang sangat berarti.
10. Kakek tercinta Marsan Hidayat dan Nenek Ani trimina Ayu, yang senantiasa
setia memberikan doa, dukungan, bantuan dan dorongan serta seluruh
pengertian yang besar. Baik itu selama mengikuti kuliah maupun ketika
menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Kakak tercinta Muhamad Reza Lutfi Angga, Gina Andriani dan Subkhan
Kholiqi, yang senantiasa membelikan doa, dukungan, bantuan selama
menyelesaikan tugas ahir ini.
12. Teman seperjuangan Teknik Pengolahan Limbah angkatan 2015 yang akan
selalu dikenang canda gurau selama kuliah.
13. Serta semua kerabat dekat dan rekan-rekan seperjuangan yang tak bisa saya
sebutkan satu-persatu.
Pada proses penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa masih
banyak kelemahan dan kekurangan. Karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan demi perbaikan Tugas Akhir ini. Penulis berharap dengan adanya
Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua. Akhir
kata penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kelemahan dan kekurangan
tersebut.
Surabaya, 28 Juni 2019
Penulis
Rizka Lutfita Hanastasia
-
ix
EFISIENSI PENURUNAN LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH
CAIR MELALUI METODE KOMBINASI
ELEKTROKOAGULASI – ADSORBSI MENGGUNAKAN
KARBONASI BIJI ALPUKAT
Rizka Lutfita Hanastasia
ABSTRAK
Keberadaan logam berat Pb dalam air dapat menimbulkan resiko yang
sangat berbahaya bagi makhluk hidup apabila dibuang langsung ke lingkungan.
Selain itu logam berat Pb bersifat biomagnifikasi, yaitu dapat terakumulasi dan
tinggal di jaringan tubuh organisme dalam jangka waktu lama. Proses
Elektrokoagulasi – Adsorpsi dapat dijadikan salah satu metode alternatif untuk
mengatasi logam berat Pb. Metode elektrokoagulasi didasarkan pada proses
elektrokimia dengan menggunakan elektroda aluminium. Reaktor uji memliki
dimensi 20 x 20 x 15 cm dengan variasi tegangan 10, 20, 30 volt dengan waktu
kontak selama 30 menit. Limbah hasil elektrokoagulasi dilakukan treatment
dengan metode adsorpsi. Adsorpsi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dari
pengolahan elektrokoagulasi tersebut dengan menggunakan karbonasi dari biji
alpukat dengan variasi waktu adsorpsi 15 menit, 30 menit, 45 menit dengan
variasi massa (0,75, 1, 1,25, 1,5 gram). Hasil penelitian menyatakan bahwa
pada saat proses elektrokoagulasi semakin tinggi nilai tegangan maka semakin
tinggi nilai efisiensi removal logam berat Pb, dan semakin meningkatnya massa
adsorben dan waktu adsorpsi maka semakin tinggi juga efisiensi removal
tersebut. Pada tegangan 30 volt pada proses elektrokoagulasi menghasilkan
nilai efisiensi removal hingga 90,18 %, sedangkan pada proses adsorpsi dengan
massa adsorben 1,5 gram selama 45 menit menghasilkan nilai efisiensi removal
96,01%.
Kata Kunci : Adsorpsi, Biji alpukat, Elektrokoagulasi, Karbon Aktif, Logam berat Pb.
-
x
(Halaman ini sengaja di kosongkan)
-
xi
Removal Efficiency of Lead (Pb) From Waste Water Using
Electrocoagulation combined with Avocado seed as Adsorbent
Rizka Lutfita Hanastasia
ABSTRACT
The existence of lead in water can give dangerous risk for organism if it
was disposed directly to the environment. Besides that, lead as heavy metal
has bio-magnification characteristics, it can be accumulated and stay to the
body system of organism for long time. The electrocoagulation-adsorption
process can be alternative to treat lead. The electrocoagulation in this research
is based on electrochemical process with aluminium as the electrode. The
dimension of reactor is 20 x 20 x 15 cm with 10, 20, and 30 Volt as the voltage
and 30 minutes for contact time. The treated wastewater from
electrocoagulation will be treated by adsorption. Adsorption is used to
increase the removal efficiency from electrocoagulation by using carbonated
avocado seed with 15, 30, 45 minutes as the contact time, and 0,75; 1; 1,25;
1,5 grams as the mass variation. The result showed the increasing of voltage
in electrocoagulation process can cause the increasing of lead removal
efficiency and the increasing of adsorbent mass can cause the increasing of
removal efficiency too. At 30 Volt in electrocoagulation, it’s resulted removal
efficiency until 90,18%, meanwhile in adsorption with 1,5 grams of adsorbent
mass for 45 minutes can get the removal efficiency until 96,01%.
Keywords : Adsorption, Avocado Seed, Activated carbon Electrocoagulation, Lead as Heavy
Metal
-
xii
(Halaman ini sengaja di kosongkan)
-
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT .............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xix
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 4
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 4
1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7
2.1 Pengertian Air Limbah .............................................................................. 7
2.1.1 Sumber Limbah Cair .......................................................................... 7
2.2 Logam Berat.............................................................................................. 8
2.2.1 Logam Berat Pb ................................................................................. 9
2.2.2 Pengaruh Logam Pb terhadap Kesehatan ........................................ 10
2.3 Koagulasi ................................................................................................ 11
2.4 Flokulasi .................................................................................................. 12
2.4.1 Proses Flokulasi ............................................................................... 13
2.5 Elektrokoagulasi ..................................................................................... 14
2.6 Reaktor Elektrokoagulasi ........................................................................ 18
2.7 Alpukat .................................................................................................... 19
2.8 Karbon Aktif ........................................................................................... 21
-
xiv
2.8.1 Jenis Karbon Aktif ........................................................................... 22
2.8.2 Pembuatan Karbon Aktif .................................................................. 23
2.8.3 Karakterisasi Karbon Aktif .............................................................. 27
2.9 Adsopsi .................................................................................................... 29
2.9.1 Faktor mempengeruhi daya adsorpsi ....................................................... 31
2.10 Atomic Absorption Spektrofotometer ...................................................... 33
2.11 Scanning Elektron Microscope (SEM).................................................... 35
2.12 Fourier Transformed Infrared (FTIR) ..................................................... 36
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 37
3.1 identifikasi masalah ................................................................................. 37
3.2 Studi Literatur.......................................................................................... 37
3.3 Penetapan rumusan masalah tujuan ......................................................... 38
3.4 Pengumpulan data ................................................................................... 38
3.4.1 Data Primer ...................................................................................... 38
3.4.2 Data Sekunder .................................................................................. 38
3.5 Penentuan Tempat dan Waktu Tempat Penelitian .................................. 38
3.5.1 Penentuan Tempat ............................................................................ 39
3.5.2 Penentuan Waktu .............................................................................. 39
3.6 Variabel Penelitian .................................................................................. 39
3.7 Rekapitulasi Pengujian Penyerapan Logam Pb ....................................... 40
3.8 Alat dan bahan ......................................................................................... 41
3.7.1 Alat dan bahan Perancangan uji Reaktor ......................................... 41
3.7.2 Alat untuk pembuatan karbon aktif dan pengujiannya ..................... 42
3.7.3 Bahan untuk pembuatan karbon aktif ............................................... 42
3.9 Prosedur penelitian .................................................................................. 42
3.10 Analisis Data ........................................................................................... 45
3.11 Kesimpulan dan Saran ............................................................................. 45
3.12 Diagram alir penelitian ............................................................................ 45
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN ......................................................... 49
4.1 Hasil Pengujian Spesifikasi karbon aktif................................................. 49
4.1.1. Kadar Air .......................................................................................... 50
4.1.2. Kadar Abu ........................................................................................ 51
4.1.3. Kadar Zat yang menguap ................................................................. 51
-
xv
4.1.4. Kadar Karbon Terikat ...................................................................... 51
4.1.5. Daya serap iodin .............................................................................. 52
4.1.6. Karakterisasi Morfologi Karbon Aktif Biji Alpukat melalui Analisis
Scanning Electron Microscope (SEM). ........................................... 53
4.1.7. Karakterisasi Karbon Aktif Biji Alpukat melalui Analisis metode
Fourier Transform Infrared (FTIR). ................................................. 55
4.2 Analisis pengaruh Tegangan terhadap proses Elektrokoagulasi ............. 57
4.3 Analisis Pengaruh Waktu Adsorpsi, Tegangan, dan Massa Adsorben
Terhadap Penurunan Logam berat Pb ..................................................... 61
4.4 Analisis Pengaruh Massa Adsorben, Tegangan dan Waktu Adsorbsi
Terhadap Penurunan Pb .......................................................................... 64
4.5 Analisis Karakterisasi Karbon aktif Biji Alpukat dari Hasil Terbaik pada
Tegangan 30 Volt waktu Adsopsi 45 menit dan Massa 1,5 gram melalui
Fourier Transform Infrared (FTIR) ......................................................... 65
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 69
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 69
5.2 Saran ....................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 71
LAMPIRAN A ...................................................................................................... 78
LAMPIRAN B ...................................................................................................... 85
LAMPIRAN C ...................................................................................................... 95
LAMPIRAN D .................................................................................................... 107
-
xvi
(Halaman ini sengaja di kosongkan)
-
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Logam Berat ........................................................................................ 9
Gambar 2.2 Proses Pengikatan Partikel Koloid oleh Flokulan ............................. 13
Gambar 2.3 Proses Elektrokoagulasi .................................................................... 15
Gambar 2.4 Struktur Biji Alpukat ......................................................................... 20
Gambar 2.5 Karbon Aktif granular ....................................................................... 22
Gambar 2.6 Karbon Aktif Pelet ............................................................................ 23
Gambar 2.7 Karbon Aktif Sebuk .......................................................................... 23
Gambar 2.8 Ilustrasi Pembentukan Pori Karbon Aktif melalui Aktivasi.............. 27
Gambar 2.9 Skema Proses Spektrometri Serapan Atom ....................................... 33
Gambar 3.1 Reaktor Elektrokoagulasi……………………………………………41
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian ...................................................................... 46
Gambar 4. 1 Kerusakan Pada Dinding Struktur…………………………………53
Gambar 4. 2 Karbon Biji Alpukat Sebelum Aktivasi dan Karbon Biji Alpukat ... 54
Gambar 4. 3 Hasil FTIR Sesudah Aktivasi dan Sebelum Aktivasi ...................... 55
Gambar 4. 4 Pengaruh Tegangan terhadap Efisiensi Removal pada proses
Elektrokoagulasi .............................................................................. 57
Gambar 4. 5 Perubahan Tegangan terhadap Nilai Kuat Arus ............................... 58
Gambar 4. 6 Sebelum Elektrokoagulasi (A) dan Sesudah Elektrokogulasi
Tegangan 30 Volt (B) ...................................................................... 60
Gambar 4. 7 Pengaruh Waktu Adsorbsi, Tegangan dan Massa Adsorben 0,75
gram Terhadap Penurunan Pb .......................................................... 61
Gambar 4. 8 Pengaruh Waktu Adsorbsi, Tegangan dan Massa Adsorben 1 gram
Terhadap Penurunan Pb ................................................................... 62
Gambar 4. 9 Pengaruh Waktu Adsorpsi, Tegangan dan Massa Adsorben 1,25
gram Terhadap Penurunan Pb .......................................................... 62
Gambar 4. 10 Pengaruh Waktu Adsorbsi, Tegangan dan Massa Adsorben 1,5
gram Terhadap Penurunan Pb .......................................................... 63
Gambar 4. 14 Hasil FTIR sesudah aktivasi dan sesudah adsorpsi ........................ 66
-
xviii
(Halaman ini sengaja di kosongkan)
-
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi kimia dan sifat – sifat pati biji alpukat................................ 20
Tabel 2.2 Analisa Ultimate dari biji Alpukat ........................................................ 21
Tabel 2 .3 Analisis Proksimat dari Biji Alpukat ................................................... 21
Tabel 2.4 Persyaratan Arang Aktif (SNI)06-3730-1995 ...................................... 29
Tabel 3.1 Definisi Operasional pada Variabel Terikat…………………………..39
Tabel 3.2 Definisi Operasional pada Variabel Bebas ........................................... 39
Tabel 3.3 Definisi Operasional pada Variabel Kontrol ......................................... 39
Tabel 3.4 Rekapitulasi Pengujian Penyerapan Logam Pb .................................... 40
Tabel 3.5 Perencanaan Reaktor ............................................................................ 41
Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Spesifikasi Karbon Aktif ……………………………50
Tabel 4. 2 Vibrasi Karbon Aktif ........................................................................... 56
Tabel 4. 3 Vibrasi Karbon Aktif Sebelum dan Sesudah Aktivasi ......................... 66
-
xx
(Halaman ini sengaja di kosongkan)
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan Industri selama beberapa tahun ini semakin meningkat
banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan yang
diperlukan manusia. Seiring berkembangnya jaman, sektor industri tidak lepas
dari adanya hasil sampingan yaitu berupa limbah. Limbah buangan tersebut
berupa senyawa baik organik mampun anorganik yang dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu limbah anorganik adalah limbah
logam berat. Keberadaan logam berat dalam air dapat ditemukan dalam
berbagai bentuk yaitu terlarut, endapan, atau butiran halus. Logam berat
cenderung tidak terdegradasi, tetapi biasanya terakumulasi melalui rantai
makanan yang merupakan ancaman bagi hewan dan manusia (Wardalia,
2016). Polutan logam berat tersebut dapat menimbulkan resiko yang sangat
berbahaya bagi makhluk hidup apabila dibuang langsung ke lingkungan.
Menurut (Siregar & Murtini, 2008), selain merkuri (Hg), jenis logam berat
yang merupakan unsur membahayakan kesehatan antara lain timbal (Pb),
kadmium (Cd), arsen (As), tembaga (Cu), kromium (Cr), dan nikel (Ni). Urutan
tingkat toksisitas logam berat tersebut berturut-turut adalah Hg, Cd, Pb, As, Cu,
dan Zn. Logam-logam berat seperti Hg, Cu, Cd, dan Pb berbahaya karena
bersifat biomagnifikasi, yaitu dapat terakumulasi dan tinggal dijaringan tubuh
organisme dalam jangka waktu lama sebagai racun terakumulasi. Pengaruh
konsentrasi Pb yang berlebihan dalam air dapat menimbulkan terganggunya
kesehatan manusia seperti anemia berat, kerusakan susunan saraf,
terganggunya sistem imunitas, mual, muntah, kerusakan ginjal, menganggu
perkembangan sel darah merah, sangat rawan bagi anak anak dan janin dan
dapat merusak sistem syaraf yang menyebabkan keterbelakangan mental
bahkan kebutaan jika terakumulasi dalam waktu jangka panjang (Wiyanto, dkk
2014). Terdapat dua jalur utama paparan timbal adalah melalui pernapasan dan
-
2
makanan. Diperkirakan hampir 20 % beban timbal dalam tubuh berasal dari
pernapasan
Dalam peraturan PERMEN LH No 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air
Limbah menyatakan bahwa konsentrasi Pb yang diperbolehkan adalah sebesar
0,01 mg/l untuk golongan I dan 1 mg/l untuk golongan II. Dari adanya dampa
negatif pencemaran logam Pb dapat dikurangi dengan pengolahan terhadap
limbah tersebut. Sebelum dibuang ke perairan, perlu adanya pengolahan dahulu
supaya tidak mencemari lingkungan.
Salah satu cara yang digunakan untuk mengurangi konsentrasi kandungan
logam Pb adalah dengan beberapa pengolahan telah dilakukan. Pada penelitian
(liestianty dkk., 2016) menyimpulkan bahwa menggunakan metode
fitoremediasi dengan tanaman Ipomea reptana dapat menurunkan logam berat
dengan waktu optimum membutuhkan waktu yang cukup lama, metode lain
juga di lakukan oleh (Ahmad, 2018) dengan menggunakan Mikromediasi dari
bahan Aspergillus flavus, Penicillium sp, Fusarium sp, Saccharomyces
cerevisiae untuk menurunkan logam berat Pb tetapi bahan tersebut sulit di
temukan untuk di daerah Sidoarjo. Pada penelitian (Myllymäki dkk, 2018) juga
melakukan metode kombinasi elektrokoagulasi - adsorpsi penghilangan total
karbon organik dengan karbon aktif yang terbuat dari biomassa sisa
lignoselulosa dapat menghilangkan secara efisien sebesar 95%. Selain itu,
pada penelitian yang di lakukan Putri (2015) Kemampuan adsorpsi terhadap
zat warna limbah batik masih cukup kecil terlihat dari persen penurunan
konsentrasi warnanya yaitu, sebesar 42,06%. Pada metode Elektrokoagulasi
didasarkan pada proses elektrokimia yang menghasilkan kation yang berfungsi
sebagai koagulan. Dalam prakteknya, proses pembentukan kation ini dilakukan
dengan menempatkan logam sebagai anoda yang akan teroksidasi secara
elektrokimia. Berbagai logam telah digunakan dalam proses elektrokoagulasi,
antara lain; Fe, Zn, dan Al Namun demikian logam yang paling umum
digunakan adalah logam Al, karena tidak mudah terkorosi. Atas dasar ini,
dalam penelitian ini dipilih logam Al sebagai elektroda baik katoda maupun
anoda.
-
3
Penerapan metode Eletrokoagulasi pada penurunan logam Pb belum
sepenuhnya tereduksi dengan baik yaitu dalam penelitian (Fibrianti & Azizah,
2015) elektrokoagulasi dengan kombinasi elektroda Al -Al mempunyai
efisiensi maksimum yakni sebesar 75,84%. Pada penelitian (Susetyaningsih,
2008) efisiensi elektrokoagulasi untuk penurunan kadar Pb sebesar 76% pada
kuat arus 1,0 Ampere. Untuk meningkatkan efisiensi tersebut, diperlukan
proses adsorpsi menggunakan karbonasi dari biji alpukat. Biji Alpukat dipilih
karena mengandung senyawa organik yang tinggi yaitu amilosa 43,3% dan
amilopektin 37,7% (Lubis, 2008). Amilosa dan amilopektin tersebut diubah
menjadi kadar pati 80,01%. Kadar pati yang tinggi menunjukan bahwa kadar
karbon yang dimiliki juga tinggi. Sehingga peneliti tertarik untuk
memanfaatkan biji alpukat yang memiliki kandungan karbon yang tinggi
menjadi karbon aktif dan diuji efektivitasnya terhadap adsorpsi logam berat Pb.
Adsorben biji alpukat diketahui memiliki kemampuan penyerapan yang lebih
baik dan sederhana dibandingkan dengan silika. Untuk mendapatkan silika
sintesis menggunakan bahan fumed silika TEOS dan TMOS dengan metode
pelelehan. Proses tersebut membutuhkan harga yang relatif mahal dan
prosesnya yang cukup rumit. Selain itu kuarsa merupakan mineral utama dari
silika dan dapat dikatakan sebagai sumber utama silika mineral. Namun
penggunaan silika dari mineral alam sangat boros energi dan menimbulkan
masalah lingkungan akibat eksploitasi pasir kuarsa yang terus menerus dan
tidak dapat diperbaharui (Oleszczuk 2008).
Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan dengan metode kombinasi
elektrokoagulasi-adsorpsi untuk menurunkan kadar Pb secara lebih efisien.
Pada proses elektrokoagulasi digunakan tegangan yang berbeda dengan tujuan
untuk mengetahui pengaruh tegangan terhadap penurunan logam berat. Lalu
pada proses adsorpsi digunakan waktu kontak dan massa adsorben yang
berbeda dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh waktu kontak dan massa
adsorben terhadap penurunan logam berat Pb.
-
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi tegangan optimum terhadap proses Elektrokogulasi
pada penurunan logam Pb2+?
2. Bagaimana kondisi waktu kontak optimum terhadap tegangan
Elektrokoagulasi - Adsorpsi kombinasi pada penurunan logam Pb2+ ?
3. Bagaimana massa optimum terhadap proses kombinasi tegangan
Elektrokoagulasi - Adsorpsi pada penurunan logam Pb2+?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh variasi tegangan pada Elektrokoagulasi ditinjau
dari efisiensi penurunan logam Pb2+
2. Menganalisis pengaruh waktu kontak dalam proses kombinasi
Elektrokoagulasi - Adsorbsi terhadap penurunan logam Pb2+
3. Menganalisis pengaruh massa adsorban dalam proses kombinasi
Elektrokoagulasi - Adsorbsi terhadap penurunan logam Pb2+.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas, adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
1. Dapat memanfaatkan limbah yang tidak terpakai khususnya limbah biji
alpukat
2. Dapat mengetahui masa adsorben, waktu kontak dengan kombinasi
Elektrokoagulasi – Adsorpsi
3. Dapat mengetahui variasi tegangan dengan proses Elektrokoagulasi
4. Dapat menganalisis hubungan Elektrokogulasi - Adsorpsi
2. Bagi Mahasiswa
1. Dapat di jadikan bahan referensi baru terhadap penelitian selanjutnya
-
5
2. Sebagai Ilmu pengetahuan untuk mahasiswa yang akan membacanya
3. Sebagai informasi baru bagi untuk mahasiswa yang membacanya
3. Bagi Masyarakat
1. Dapat mengurangi limbah biji alpukat yang ada di masyarat
2. Sebagai wawasan baru bahwa biji alpukat dapat di manfaatkan dengan
sebagai karbon aktif
3. Dapat menjadi pengetahuan untuk masyarakat yang membacannya.
1.5 Batasan Masalah
1. Air limbah yang digunakan adalah air limbah artifisial yang mengandung
logam Pb 15 ppm
2. Parameter yang di uji hanya kandungan Pb2+
3. Jenis pelat elektroda yang digunakan adalah Aluminium.
4. Tidak ada uji karakteristik pada sludge yang dihasilkan.
5. Reaktor uji yang akan digunakan memiliki dimensi 20 cm x 20 cm x 15 cm.
6. Jumlah pelat elektroda yang akan digunakan adalah sebanyak 8 buah pelat
dengan ukuran 10 cm x 20 cm
7. Elektroda tercelup 10 m2/m3
8. Karbon aktif Biji Alpukat
-
6
(Halaman ini sengaja di kosongkan)
-
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air Limbah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2001, limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan jumlahnya
baik secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk lain.
Menurut (Metcalf Eddy 1991) yang dimaksud air limbah (waste water)
adalah kombinasi dari cairan dan sampah – sampah (air yang berasal dari
daerah permukiman, perdagangan, perkantoran, dan industri) bersama–sama
dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada.
Menurut (Putri kusuma, 2016) Limbah adalah buangan yang kehadirannya
pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki di lingkungan karena
tidak mempunyai nilai ekonomi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa air
Limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri
maupun tempat-tempat umum lainnya, dan biasanya mengandung bahan-bahan
zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu
kelestarian hidup.
2.1.1 Sumber Limbah Cair
1. Limbah Cair Domestik
Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari perumahan, bangunan
perdagangan, perkantoran, dan sarana sejenisnya. Menurut (Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No 112 Tahun tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik, 2003) yang dimaksud dengan air limbah domestik adalah air
limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (realestate),
rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Volume limbah cair dari daerah perumahan bervariasi, dari 200 sampai 400
liter per orang per hari, tergantung pada tipe rumah. Aliran terbesar berasal
-
8
dari rumah keluarga tunggal yang mempunyai beberapa kamar mandi,
mesin cuci otomatis, dan peralatan lain yang menggunakan air. Angka
volume limbah cair sebesar 400 liter/orang/hari bisa digunakan untuk
limbah cair dari perumahan dan perdagangan, ditambah dengan rembesan
air tanah (infiltration).
2. Limbah Cair Industri
Limbah Cair industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai
jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya
sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-
masing industri, dalam limbah industri terdapat bermacam–macam
kandungan limbahnya mulai dari nitrogen, sulfida, amoniak, lemak, garam-
garam, zat pewarna, mineral, Phospat logam berat, zat pelarut, dan
sebagainya. Oleh sebab itu, perlu adanya pengolahan agar tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan.
2.2 Logam Berat
Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar
dari 5 g/cm3 antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb
dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi
logam beracun bagi makhluk hidup. Logam berat merupakan unsur logam
dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah logam berat pada umumnya
sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Logam berat
yang sering mencemari habitat adalah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb Logam berat
dalam konsentrasi yang sangat rendah disebut sebagai logam renik. Logam
berat (heavy metals) merupakan sekelompok elemen-elemen logam yang
dikategorikan berbahaya jika masuk ke dalam tubuh mahluk hidup.
Limbah merupakan hasil sampingan dari proses yang ada di industri namun
diabaikan keberadaannya dan dianggap tidak dapat digunakan lagi. Limbah
yang dihasilkan berpotensi besar, karena memiliki kandungan logam Pb dari
proses galangan kapal dll. dan apabila masuk kedalam tubuh akan menjadi
terakumulasi dan menyebabkan kanker.
-
9
Menurut (Studi, Lingkungan, Undip, Sudarto, & Tembalang, n.d.),secara
toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
1. Logam Berat Esensial Logam berat ini keberadaannya dalam jumlah
tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah
berlebihan dapat menimbulkan efek keracunan. Contoh logam berat
jenis ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, dan Mn.
2. Logam Berat Tidak Esensial Logam berat ini keberadaannya dalam
tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan bersifat racun.
Contoh logam berat tidak esensial adalah Hg, Pb, Cd, dan Cr.
2.2.1 Logam Berat Pb
Timbal atau timah hitam atau Plumbum (Pb) adalah salah satu bahan
pencemar utama saat ini di lingkungan, Timbal (Pb) merupakan salah satu
jenis logam berat yang sering juga disebut dengan istilah timah hitam.
Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat
kimia yang aktif sehingga biasa digunakan untuk melapisi logam agar tidak
timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak berwarna abu-abu
kebiruan mengkilat dan memiliki bilangan oksidasi +2
Gambar 2.1 Logam Berat
(Sumber: Suryanti 2015)
-
10
Timbal mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,20. Titik leleh
timbal adalah 1740 ºC dan memiliki massa jenis 11,34 g/cm3. Pb di alam terdapat
dalam kandungan endapan sulfit yang tercampur mineral-mineral lain terutama
seng dan tembaga. Pb merupakan logam yang beracun dan pada dasamya tidak
dapat dimusnahkan serta tidak terurai menjadi zat lain bila terakumulasi dalam
mahluk hidup. (Siregar & Murtini, 2008) mengungkapkan bahwa logam Pb pada
suhu 500-600 ºC dapat menguap dan membentuk oksigen di udara dalam bentuk
timbal oksida (PbO). Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan beberapa
sifat fisika yang dimiliki timbal. Sifat-sifat khusus logam Pb, yaitu:
a. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan
menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat di bentuk dengan mudah.
b. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat sehingga
logam Pb dapat digunakan sebagai bahan coating.
c. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam
biasa kecuali emas dan merkuri.
d. Mempunyai titik lebur yang rendah, 327,5ºC.
e. Merupakan pengantar listrik yang tidak baik.
2.2.2 Pengaruh Logam Pb terhadap Kesehatan
Keracunan Pb terhadap manusia dapat bersifat akut maupun kronis.
Walaupun pengaruh toksisitas akut agak jarang dijumpai tetapi pengaruh
toksisitas kronis sering ditemukan. Menurut (Iswanto, 2010) pengaruh
toksisitas kronis sering ditemukan pada pekerja di pertambangan dan pabrik
pemurnian logam, pabrik mobil pada proses pengecatan sistem semprot,
pengolahan baterai, pencetakan, pembuatan keramik dan pelapisan logam.
Keracunan kronis yang sangat patut kita waspadai adalah pada orang-orang
yang bekerja di pinggir jalan seperti polisi lalu lintas, pekerja kebersihanjalan,
pekerja taman, pedagang kakilima, penjaga toko dan lain-lain yang sehari-
harimenghirup udara yang tercemar Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl
Lead (TML) yang dilepaskan oleh gas buang kendaraan bermotor.
-
11
Sedangkan menurut (Usetyaningsih dkk, 2008) gejala dan tanda- tanda klinis
akibat
paparan Timbal (Pb) antara lain:
1. Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut, kolik, dan biasanya
diawali dengan sembelit, mual, muntah- muntah, dan sakit perut yang
hebat.
2. Gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit kepala, bingung,
atau pikiran kacau, sering pingsan.
3. Gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal yang akut bisa
berkembang dengan cepat
Sehingga maka dari itu pemerintah menetapkan kadar yang boleh dalam
makanan ikan segar sebesar 2 mg/l, No.881/'KPTS/TP.270/8/96 menurut
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2014) tentang baku mutu air limbah pada
kegiatan industri dan atau usaha sebesar 0,1 ppm untuk kategori I dan 1 ppm
untuk kategori 2, serta menurut (Soepardi,1983 dalam Brachia,2009)
menyatakan kisaran logam berat timbal (Pb) sebagai pencemar dalam tanah
adalah 2 - 200 ppm dan kisaran logam berat timbal (Pb) dalam tanaman adalah
0.1-10 ppm.
2.3 Koagulasi
Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid. Partikel
tersebut membentuk lapisan secara kimia yang kemudian diikuti dengan
flokulasi, flokulasi merupakan proses dimana partikel yang telah
terdestabilisasi terimbas untuk berkumpul, melakukan kontak dan menjadi
bentuk gumpalan yang lebih besar Zat – zat kimia yang digunakan untuk
mendestabilkan partikel koloid disebut dengan koagulan. Koagulan yang
paling umum dan paling sering digunakan adalah alum (aluminium sulfat) dan
garam – garam besi. Karakteristik dari kation multivalensi adalah mempunyai
kemampuan menarik koagulan ke muatan partikel koloid. (Proste,R.L1997).
-
12
Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan
logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisnya terjadi dalam
hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang
dibutukan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat
kimia alkali, ozone, dan potassium permanganat, tidak optimal karena tidak
mengalami reaksi hidrolisis.
Menurut Benefield dkk.1982 untuk merangsang partikel koloid bergabung
membentuk gumpalan yang lebih besar diperlukan dua cara, yaitu partikel
harus didestabilisasikan dan dipindahkan. Destabilisasi partikel dapat dicapai
melalui cara penekanan lapisan ganda listrik, penyerapan untuk netralisasi,
penjeratan pada presipitasi, dan pembentukan antar partikel.
Penekanan lapisan ganda listrik dan penetralan dikategorikan sebagai proses
koagulasi, sedangkan penjeratan dan pembentukan antar partikel sebagai
flokulasi. Destabilisasi partikel dengan cara penekanan dapat dicapai melalui
penambahan elektrolit muatan yang berlawanan dengan muatan partikel koloid
(Benefield dkk.1982). Dasar dari mekanisme ini adalah bahwa interaksi dari
koagulan dengan partikel koloid terjadi karena efek elektrostatik, ion sejenis
dengan partikel koloid akan saling tolak menolak, sedangkan yang muatannya
berlawanan akan tarik menarik.
2.4 Flokulasi
Flokulasi adalah penggabungan dari partikel – partikel hasil koagulasi
menjadi partikel yang lebih besar dan mempunyai kecepatan mengendap yang
lebih besar, dengan cara pengadukan lambat. Dalam hal ini proses koagulasi
harus diikuti flokulasi yaitu penggumpulan koloid terkoagulasi sehingga
membentuk flok yang mudah terendapkan dan sebagai transportasi partikel
tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat terjadi.
-
13
Gambar 2.2 Proses Pengikatan Partikel Koloid oleh Flokulan
(Sumber : Sugiarto 2014)
2.4.1 Proses Flokulasi
Terdapat 3 (tiga) tahapan penting yang diperlukan dalam proses
koagulasi yaitu tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi,
dan tahap pemisahan flok dengan cairan. (Wiyanto dkk, 2014)
1. Tahap Pembentukan Inti Endapan
Pada tahap ini diperlukan zat koagulan yang berfungsi
untuk penggabungan antara koagulan dengan polutan yang ada
dalam air limbah. Agar penggabungan dapat berlangsung
diperlukan pengadukan dan pengaturan pH limbah
Pengadukan dilakukan pada kecepatan 60 s/d 100 rpm selama
1 s/d 3 menit; pengaturan pH tergantung dari jenis koagulan
yang digunakan, misalnya untuk Alum ph 6 s/d 8, Fero Sulfat
ph 8 s/d 11, Feri Sulfat pH 5 s/d 9, PAC ph 6 s/d 9.
2. Tahap Flokulasi
Pada tahap ini terjadi penggabungan inti endapan
sehingga menjadi molekul yang lebih besar, pada tahap ini
dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 40 s/d 50 rpm
selama 15 s/d 30 menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok
dapat ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit.
Polielektrolit digunakan secara luas, baik untuk pengolahan air
proses maupun untuk pengolahan air limbah industri.
Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu non ionik,
kationik dan anionic, biasanya bersifat larut air. Sifat yang
menguntungkan dari penggunaan polielektrolit adalah volume
-
14
lumpur yang terbentuk relatif lebih kecil, mempunyai
kemampuan untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk
proses pemisahan air dari lumpur (dewatering).
3. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan
Flok yang terbentuk selanjutnya harus dipisahkan dengan
cairannya, yaitu dengan cara pengendapan atau pengapungan. Bila
flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan, maka
dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang terjadi
diapungkan dengan menggunakan gelembung udara, maka flok
dapat diambil dengan menggunakan skimmer.(Wijayanto, 2011)
Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses
koagulasi adalah:
1. Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD
dari pengolahan fisik.
2. Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya
limbah industri.
3. Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses
lumpur aktif.
4. Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan
secondary effluent dalam filtrasi.
2.5 Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi (EC) adalah teknologi yang memiliki kombinasi fungsi
dan keuntungan dari koagulasi, flotasi dan elektrokimia dalam pengolahan air
bersih dan pengolahan air limbah. Reaksi kimia yang terjadi pada proses
elektrokoagulasi yaitu reaksi reduksi oksidasi, sebagai akibat adanya arus
listrik (DC). Pada reaksi ini terjadi pergerakan ion-ion yaitu ion positif (kation)
yang bergerak menuju katoda yang bermuatan negatif. Sedangkan ion-ion
negatif (anion) bergerak menuju anoda yang bermuatan positif (Wiyanto dkk,
2014).
-
15
Keunggulan yang dimiliki oleh metode elektrokoagulasi dalam mengolah
air limbah diantaranya adalah kebutuhan perlengkapan yang simpel, mudah
untuk dioperasikan, periode maintenance yang lebih panjang, air yang telah
diolah akan jernih, warnanya dan baunya akan berkurang, sludge yang
dihasilkan setelah melalui proses elektrokoagulasi benar-benar dapat
terendapkan dan mudah untuk dilakukan proses dewatering, flok yang
terbentuk dapat dipisahkan lebih cepat dengan penyaringan, menghasilkan
effluent yang mengandung sedikit padatan terlarut, partikel koloid terkecil
dapat disisihkan dengan mudah dan polutan akan naik ke permukaan dan
terendapkan pada dasar. (Emamjomeh, 2005).
Di dalam proses EC (Electrocoagulation) dihasilkan metal
hidroksida yang berperan sebagai koagulan/flokulan bagi padatan
tersuspensi sehingga membentuk flok yang dapat diendapkan menggunakan
gravitasi (Ali & Yaakob, 2012). Proses elektrokoagulasi meliputi beberapa
tahap yaitu proses equalisasi, proses elektrokimia (flokulasi-koagulasi) dan
proses sedimentasi. Proses equalisasi dimaksudkan untuk menyeragamkan
limbah cair yang akan diolah terutama kondisi pH, pada tahap ini tidak
terjadi reaksi kimia. Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al 3+
dari plat elektrode (anoda) sehingga membentuk flok Al (OH)3 yang mampu
mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah.
Gambar 2.3 Proses Elektrokoagulasi
Sumber : Susetyaningsih 2008
-
16
Berdasarkan gambar apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan
dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa
elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana ion positif
(kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion
negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang
dioksidasi. Pada
1. Katoda
Ion H+ dari suatu asam akan direduksi menjadi gas hidogen yang akan
bebas sebagai gelembung-gelembung gas.
2H+ + 2e ⎯⎯→ H2
Larutan yang mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas
hydrogen (H2) pada katoda
2H2 O + 2e ⎯⎯→ 2OH- + H2
2. Anoda
Anoda terbuat dari logam almunium akan teroksidasi
Alo + 3H2O ⎯⎯→ Al(OH)3 + 3 H+ + 3e
Ion OH- dari basa akan mengalami oksidasi membentuk gas oksigen
(O2),
4 OH- ⎯⎯→ 2H2O + O2 + 4e
Jika larutan mengandung ion-ion logam lain maka ion-ion logam akan
direduksi menjadi logamnya dan terdapat pada batang katoda
Pb2+ + 2e ⎯⎯→ Pbo
Ion Al 3+ yang terlepas dalam air limbah akan berikatan dengan OH-
sehingga membentuk Al (OH)3 yang berfungsi sebagai koagulan.
Al(OH)3 yang terbentuk akan berikatan dengan polutan dalam air
limbah sehingga polutan menjadi flok berukuran besar dari reaksi
-
17
tersebut, pada anoda akan dihasilkan gas, buih Selanjutnya flok yang
terbentuk akan mengikat logam Pb yang ada didalam limbah, sehingga
flok akan memiliki kecenderungan mengendap. Selanjutnya flok yang
telah mengikat kontaminan Pb tersebut. Flok yang akan terbentuk
sebagian akan ada yang mengapung dan sebagian ada yang akan
mengendap (Rachmawati, dkk 2014).
Dalam penggunaan metode Elektrokoagulasi terdapat Hukum Faraday
membuat hubungan antara kuat arus (I) yang mengalir dengan jumlah
massa yang terlepas ke larutan, hal ini merupakan pendekatan secara
teoritis untuk menghitung jumlah aluminium yang terlepas ke larutan.
Adapun rumus dari hukum Faraday adalah sebagai berikut (Kuokkanen
dkk,2013):
𝑊 =𝐼 𝑥 𝑡 𝑥 𝑀 𝑥 1000
𝑧 𝑥 𝐹 (2.1)
Dimana :
W = berat aluminium yang larut (mg)
I = kuat arus yang digunakan (Ampere)
t = waktu kontak (detik)
M = berat molekul aluminium, yaitu 27 gram. Mol
z = valensi aluminium, yaitu 3
F = konstanta Faraday, 96500 Coulomb/mol
Untuk mengetahui effisiensi pada permukaan elektroda dapat dihitung
dengan rumus :
𝑅𝑒% =£ 𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
𝑚 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 𝑓𝑎𝑟𝑎𝑑𝑎𝑦 𝑥 10 (2.2)
Dimana :
Re = Effisiensi elektroda (%)
£ m percoban =Selisih berat Plat aluminium yang
ditimbang (mg)
m teori faraday= alumunium yang larut (mg)
-
18
2.6 Reaktor Elektrokoagulasi
1. Tegangan
Tegangan dan arus listrik pada penelitian ini adalah 10 Volt,20 Volt, 30
volt karena pada tegangan Pelepasan ion Al3+ yang berasal dari
elektroda sangatlah dipengaruhi oleh besarnya arus yang mengalir pada
elektroda. Dari penelitian yang dilakukan (Alfian, 2018) bahwa
penurunan kekeruhan semakin besar seiring dengan meningkatnya kuat
arus yang dialirkan.
2. Jenis dan Dimensi Elektroda
Elektroda yang dapat digunakan pada proses elektrokoagulasi terdapat
beberapa jenis logam, diantaranya besi, stainless steel dan aluminium.
Setiap jenis elektroda memiliki efisiensi yang berbeda dalam
penyisihan polutan. Berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu harga
plat aluminium yang jauh lebih murah dengan perbedaan efisiensi yang
tidak terlalu signifikan, dan sangat efektif berhasil menghilangkan
polutan pada kondisi operasi yang menguntungkan maka dipilihlah plat
aluminium untuk dipakai pada penelitian yang akan dilakukan.
Dimensi elektroda yang akan digunakan menyesuaikan dengan
penelitian terdahulu (Alfian, 2018), yaitu 20cm x 10 cm terdapat 8 pelat
elektroda yang terdiri dari 4 buah pelat anoda dan 4 buah pelat katoda.
3. Jarak Elektroda
Jarak elektroda berkaitan dengan hambatan listrik yang terbentuk yang
mempengaruhi besarnya arus yang mengalir pada elektroda. Pada
penelitian oleh (Alfian,2018) dengan variasi jarak antar elektroda
sebesar 0,05 cm dan 1 cm jika jarak celah antara anoda dan katoda
terlalu rapat sehingga aliran cairan terhambat. Akumulasi partikel dan
gelembung padat antara anoda dan katoda menyebabkan tingginya
hambatan listrik listrik sehingga arus menjadi kecil. Pada (Saputra dkk.,
2016) disebutkan pula jika jarak antara elektroda terlalu dekat akan
menyebabkan jumlah koagulan yang meningkat. Namun sistem akan
mengalami gangguan akibat hubungan singkat antar elektroda. Oleh
-
19
karena itu ditentukanlah jarak antar elektroda yang akan dipakai pada
penelitian ini sebesar 1 cm.
4. Desain Rangkaian
Rangkaian Elektrokoagulasi mempunyai 2 jenis rangkaian yang terdiri
dari rangkaian monopolar yaitu rangkaian dimana arus listrik dialirkan
secara paralel pada setiap elektroda dan biopolar yaitu rangkaian
dimana arus listrik dialirkan langsung atau seri pada elektroda (Pradiko,
2018). Pada penelitian ini reaktor elektrokoagulasi akan dipasang anoda
dan katoda dengan susunan paralel (monopolar). Karena pada
rangkaian monopolar efisiensi untuk menurunkan logam berat lebih
efektif
2.7 Alpukat
Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika
Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Indonesia
mempunyai topografi yang bergunung-gunung dan yang membuat
Indonesia mempunyai iklim tropis (Aji, 2018).
klasifikasi tanaman alpukat adalah sebagai berikut:
Kerajaan: Plantae
Kelas: Magnolipilihanda
Ordo: Laurales
Famili: Lauraceae
Genus: Persea
Spesies: P. Americana
Nama binomial: Persea Americana
Buah alpukat adalah tanaman buah bertipe buni yang memiliki kulit
lembut tidak rata berwarna hijau tua hingga ungu kecoklatan, itu tergantung
pada jenis dan varietas buah alpukat yang ditanam. Pada umumnya, bagian
biji alpukat jarang dimanfaatkan, jika ada pemanfaatannya masih sekedar
sebagai bibit tanaman. Meskipun ada beberapa industri pengolahan biji
alpukat berusaha untuk memanfaatkan limbah buangan biji alpukat tersebut
-
20
agar memiliki nilai yang lebih efektif. Suatu cara yang mereka lakukan
adalah dengan memanfaatkannya sebagai zat pewarna tekstil. Namun, hal
tersebut dirasa masih kurang. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan manfaat biji alpukat adalah dengan mengolahnya menjadi
karbon aktif yang selanjutnya diaplikasikan sebagai adsorben.
Gambar 2.4 Struktur Biji Alpukat
Sumber: Budisma 2015
Buah alpukat mempunyai biji yang berkeping dua, sehingga termasuk
dalam kelas Dicotyledoneae. Kepingan ini mudah terlihat apabila kulit bijinya
dilepas atau dikuliti. Kulit biji umumnya mudah lepas dari bijinya. Pada saat buah
masih muda, kulit biji ini menempel pada daging buahnya. Bila buah telah tua,
biji akan terlepas dengan sendirinya. Umumnya sifat ini dijadikan salah satu tanda
kematangan buah (Aji, 2018). Biji tersusun oleh jaringan parenchyma yang
mengandung sel-sel minyak dan butir tepung sebagai cadangan makanan.
Biji alpukat memiliki kandungan air 12,67 %, kadar abu 2,78 %,
kandungan mineral 0,54 % lebih tinggi dari biji buah lainnya (Anggraeny, 2017).
Komposisi kimia dan sifat-sifat dari pati biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi kimia dan sifat – sifat pati biji alpukat
Komponen Jumlah % Komponen Jumlah %
Kadar air 10,2 Lemak tn
Kadar pati 80,1 Serat kasar 1,21
*amilosa 43,3 Warna Putih coklat
*amilopektin 37,7 Kehalusan granula Halus
Protein tn Rdndemen pati 21,3
Sumber: Winarti dan Purnomo 2006
*amilosa + *amilopektin = Pati
-
21
Biji alpukat mengandung pati yang tinggi menunjukkan bahwa kadar karbon
yang dimiliki tinggi. Hasil analisis ultimat dan analisis proksimat dari biji alpukat
dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan 2.3
Tabel 2.2 Analisa Ultimate dari biji Alpukat
Unsur Kadar %
Karbon 48,3
Hidrogen 7,5
Nitrogen
-
22
aktif bersifat selektif, yang dimaksud selektif disini adalah bergantung
pori-pori dan luas permukaan yang memengaruhi kinerja adsorpsi.
2.8.1 Jenis Karbon Aktif
Menurut Yuliusman (2013) pada umumnya karbon aktif memiliki
3 (tiga) bentuk yang dapat diaplikasikan sesuai kebutuhan masing-
masing adalah sebagai berikut :
1. Karbon Aktif Bentuk Granular
Karbon aktif bentuk ini memiliki bentuk granular/tidak
beraturan dengan ukuran 0,2-5 mm. Untuk jenis ini biasnya
diaplikasikan pada fase cair dan gas seperti pemurnian emas,
pengolahan air limbah, pemurni pelarut dan penghilang bau
busuk.
Gambar 2.5 Karbon Aktif granular
Sumber: Fairus Andira 2015
2. Karbon Aktif Bentuk Pelet
Bentuk karbon aktif berupa pelet mempunyai diameter 0,8-5 mm.
Kegunaan utamanya adalah untuk aplikasi fasa gas karena dalam bentuk
pelet mempunyai tekanan rendah, kekuatan mekanik tinggi dan kadar abu
rendah sehingga sering kali digunakan untuk pemurnian udara, control
emisi, penghilang bau kotoran, dan pengontrol emisi pada gas buang.
-
23
Gambar 2.6 Karbon Aktif Pelet
Sumber: Fairus Andira 2015
3. Karbon Aktif Bentuk Serbuk
Karbon akif bentuk serbuk ini diaplikasikan dalam fasa cair dan
gas, sehingga digunakan pada industri pengolahan air minum, industry
farmasi, bahan tambahan makanan, penghalus gula, pemurnian glukosa
dan pengolahan zat pewarna kadar tinggi karena memiliki ukuran lebih
kecil dari 0,18 mm.
Gambar 2.7 Karbon Aktif Sebuk
Sumber: Fairus Andira 2015
2.8.2 Pembuatan Karbon Aktif
Menurut Pambayun (2013), secara garis besar terdapat 3 (tiga) tahap
dalam pembuatan karbon aktif adalah sebagai berikut:
1. Proses Dehidrasi
Pada prosesini dilakukan penghilangan air dengan pemutusan ikatan
hydrogen dan oksigen pada bahan baku. Bahan baku dipanaskan
sampai temperatur 105°C.
-
24
2. Proses Karbonisasi
Proses karbonisasi merupakan proses dekomposisi thermal dengan
suhu 600º-1100ºC. Selama proses ini unsur-unsur selain karbon
seperti hidrogen da oksigen dibebaskan dalam bentuk gas. proses
karbonisasi akan menghasikan 3 komponen yang menjadi faktor
utama yaitu Karbon (Arang), tar dan gas (CO2, CO, CH4, H2,).
Proses karbonisasi terdiri dari empat tahap yaitu:
1. Pada suhu 100 – 120ºC terjadi penguapan air dan sampai
suhu 270ºC mulai terjadi peruraian selulosa. Distilat
mengandung asam organik dan sedikit methanol. Asam cuka
terbentuk pada suhu 200 - 270ºC.
2. Pada suhu 270 - 310ºC reaksi eksotermik berlangsung
dimana terjadi peruraian selulosa secara intensif menjadi
larutan piroligant, gas kayu dan sedikit tar. Asam merupakan
asam organik dengan titik didih rendah seperti asam cuka dan
methanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.
3. Pada suhu 310-500ºC terjadi peruraian lignin, dihasilkan
lebih banyak tar sedangkan larutan Opirolignat menurun, gas
CO menurun sedangkan gas CO2 dan CH4 dan H2 meningkat.
4. Pada suhu 500 -1000ºC merupakan tahap dari pemurnian
arang atau kadar karbon.
3. Proses Aktivasi
Proses ini bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang
dengan membuka pori pori yang tertutup sehingga memperbesar
daya serap dari karbon aktif tersebut. Proses aktivasi ini dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu proses aktivasi fisika dan aktivasi kimia.
a. Proses Aktivasi Fisika
Aktivasi fisika disebut juga aktivasi termal. Aktivasi termal
adalah proses aktivasi yang melibatkan adanya gas pengoksidasi
-
25
seperti udara pada temperatur rendah, Uap, CO2 atau aliran gas
pada temperatur tinggi. proses aktivasi fisika melibatkan gas
pengoksidasi seperti pembakaran menggunakan suhu yang
rendah dan uap CO2 atau pengaliran gas pada suhu tinggi. Tetapi
pada suhu aktivasi yang terlalu tinggi beresiko terjadinya
oksidasi lebih lanjut pada karbon sehingga merusak ikatan C
dalam bidang lempeng heksagonal karbon yang akan
menurunkan luas permukaan internal. Beberapa jenis bahan
baku lebih muda untuk diaktivasi jika diklorinasi terlebih
dahulu. Selanjutnya hasil dari klorinasi tersebut dikarbonisasi
untuk menghilangkan hidrokarbon yang terklorinasi kemudian
terakir diaktivasi dengan uap.
b. Proses Aktivasi Kimia
Proses aktivasi kimia melibatkan bahan-bahan kimia atau
reagen pengaktif karbon aktif, dan biasnya dilakukan untuk
keperluan komersial. Dalam hal ini bahan kimia yang
digunakan sebagai pengaktif diantaranya CaCl2, Ca (OH)2,
NaCl, H3PO4, ZnCl2, HCl, HNO3 dan sebagainya, dalam
proses aktivasi menggunakan bahan kimia biasnya direndam
dengan bahan kimia seperti yang telah disebutkan diatas.
Keuntungan penggunaan bahan-bahan mineral adalah waktu
aktivasi yang relatif pendek, karbon yang dihasilkan lebih
banyak dan daya adsorpsi terhadap suatu adsorbat akan lebih
baik, sedangkan kerugian penggunaan bahan-bahan mineral
sebagai pengaktif terletak pada proses pencucian karena sult
dihilangkan.
4. Aktivator
Aktivasi karbon berarti penghilangan zat-zat yang menutupi pori-pori
pada permukan karbon. Tujuan utama dari proses aktivasi adalah
menambah atau mengembangkan volume pori dan memperbesar diameter
-
26
pori yang telah terbentuk pada proses karbonisasi serta untuk membuat
beberapa pori baru pada karbon aktif. Zat aktivator bersifat mengikat air
yang menyebabkan air yang terikat kuat pada pori-pori karbon yang tidak
hilang pada saat karbonisasi menjadi lepas. Selanjutnya zat aktivator
tersebut akan memasuki pori dan membuka permukaan karbon yang
tertutup. Dengan demikian pada saat dilakukan aktivasi, senyawa pengotor
yang berada dalam pori menjadi lebih mudah terserap sehingga luas
permukaan karbon aktif semakin besar dan meningkatkan daya serapnya.
Asam Phosfat H3PO4 merupakan aktivator terbaik. Selama proses
aktivasi, aktivator menembus celah atau pori-pori di antara pelat-pelat
kristalit karbon pada karbon aktif yang berbentuk heksagonal dan menyebar
di dalam celah atau pori-pori tersebut, sehingga terjadi pengikisan pada
permukaan kristalit karbon. Amorphous carbon yang menghalangi pori
bereaksi pada tahap oksidasi awal dan sebagai hasilnya closed pore akan
terbuka. Selanjutnya reaksi akan berlanjut dengan mengikis dinding karbon
untuk membentuk pori-pori baru. H3PO4 yang merupakan activating agent
akan mengoksidasi karbon dan merusak permukaan bagian dalam karbon
sehingga akan terbentuk pori dan meningkatkan daya adsorpsi. Activating
agent ini berperan sebagai dehydrating agent yang akan mempengaruhi
dekomposisi pirolisis, menghambat pembentukan tar, dan mengurangi
pembentukan asam asetat, metanol, dan lain-lain. Karbon aktif semakin
banyak mempunyai mikro pori-pori setelah dilakukan aktivasi, hal ini
karena aktivator telah mengikat senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi
keluar dari mikropori karbon, sehingga permukaanya semakin porous.
Seiring bertambahnya konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi dicapai,
H3PO4 sebagai activating agent akan bereaksi dengan karbon dan merusak
bagian dalam karbon sehingga membentuk pori-pori yang semakin banyak.
-
27
Gambar 2.8 Ilustrasi Pembentukan Pori Karbon Aktif melalui Aktivasi
Sumber : Sontheimer, 1985
2.8.3 Karakterisasi Karbon Aktif
Penentuan sifat-sifat karbon aktif yang diperoleh melalui karbonisasi
dan aktivasi, maka perlu dilakukan karakterisasi. Karakterisasi dalam
penelitian ini meliputi.
a. Penetapan kadar air
Prosedur penetapan kadar air mengacu pada Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian
arang aktif. Contoh uji arang sebanyak 1gram dikeringkan dalam oven
pada suhu 103 ºC sampai beratnya konstan. Kemudian dimasukkan
kedalam desikator sampai bobotnya tetap dan ditentukan kadar airnya
dalam persen(%). Kada airarang dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
kadar air = 𝐴−𝐵
𝐵 x 100 % (2.3)
A = Berat contoh awal, gram
B = Berat kering tanur, gram
-
28
b. Penetapan kadar abu
Prosedur penetapan kadar abu mengacu pada Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian
arang aktif. Cawan yang sudah berisi contoh yang kadar air dan kadar
menguapnya sudah ditetapkan, digunakan untuk mengukur kadar abu.
Caranya cawan tersebut diletakkan dalam tanur, perlahan-lahan
dipanaska mulai dari suhu kama sampai 600ºC selama 6 jam.
Selanjutnya didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan,
kemudian ditimbang bobotnya. Kadar abu arang dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
kadar abu (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑢𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚) x 100 % (2.4)
c. Penetapan kadar karbon terikat
Prosedur penetapan kadar karbon terika mengacu pada Standar
Nasional Indonesia (SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan
pengujian arang aktif. Karbon terikat adalah fraksi karbon yang terikat
di dalam ruang selain fraksi air, zat menguap dan abu. Pengukuran
kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan rumus:
A =100% - (B+C) (2.5)
Dimana:
A = Kadar karbon terikat, %
B = Kadar zat menguap, %
C = Kadar abu,
d. Daya serap terhadap iodin
Prosedur penetapan daya serap arang aktif terhadap yodium mengacu
pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3730-1995 tentang syarat
mutu dan pengujian arang aktif. Contoh uji arang aktif dan arang aktif
komersial (norit) yang telah kering oven ditimbang sebanyak ± 0,25
gram dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Kemudian contoh
-
29
uji tersebut diberi larutan yodium 25 mL, diaduk dengan
menggunakan stirer selama ± 15 menit. Larutan yang telah diaduk
kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring, dan hasilnya
dipipet 10 mL untuk titrasi menggunakan larutan thio. Titrasi
dilakukan hingga larutan contoh uji berubah warna menjadi bening.
Besarnya daya serap arang aktif terhadap yodium dihitung
dengan rumus :
(2.6)
A = Daya serap terhadap yodium, mg/g
B = Molaritas thio, M
C = ml thio untuk titrasi
D = Molaritas yodium,
Pembuatan karbon aktif di Indonesia memiliki standarisasi parameter
kelayakan yang bersumber dari dewan Standarisasi Nasional,1995.
Persyaratan arang aktif standar nasional Indonesia (SNI)06-3730-
1995 disajikan dalam tabel
Tabel 2.4 Persyaratan Arang Aktif (SNI)06-3730-1995
Jenis Persyaratan Parameter
Kadar Air Maks 15%
Kadar Abu Maks 10%
Kadar Zat Menguap Maks 25%
Kadar Karbon Terikat Min 65%
Daya Serap terhadap yodium Min 750 mg/g
Daya serap terhadap Benzena Min 25%
Sumber: Dewan Standarisasi Nasional,1995
2.9 Adsopsi
Adsorpi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida dalam bentuk
cair maupun gas terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film
(lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut, berbeda dengan absorpsi
dimana fluida terserap oleh fluida lainnya dengan membetuk suatu larutan lagi.
-
30
Adsorpsi adalah salah satu proses penyerapan dimana suatu cairan atau gas
akan terikat pada suatu padatan atau cairan (absorben) dan membentuk lapisan
film (adsorbat) pada permuakaannya. Adsorpsi oleh zat padat dibedakan
menjadi dua, yaitu adsorpsi fisis (fisisorpsi) dan adsorpsi khemis
(chemisorpsi).
a. Physisorption (adsorpsi fisika)
Terjadi karena gaya Van der Waals dimana ketika gaya tarik molekul
antara larutan dan permukaan media lebih besar dari pada gaya tarik
substansi terlarut dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi
oleh permukaan media. Physisorption ini memiliki gaya tarik Van der
Waals yang kekuatannya relatif kecil. Molekul terikat sangat lemah
dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar
20 kJ/mol. Contoh adsorpsi fisika oleh zeolit, silika gel, dan karbon
aktif. Aktivasi karbon aktif pada temperatur yang tinggi akan
menghasilkan struktur berpori dan luas permukaan adsorpsi yang
besar. Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak
substansi terlarut yang melekat pada permukaan media adsorpsi.
b. Chemisorption (adsorpsi kimia)
Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia (bukan ikatan
Van der Waals) antara senyawa terlarut dalam larutan dengan molekul
dalam media. Chemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu
partikel adsorbat tertarik ke permukaan katalis melalui gaya Van der
Waals atau bisa melalui ikatan hidrogen. Dalam Chemisorbption
partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia
(biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang
memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat. Contoh: Metal
hydride, calcium sholide, dan Ion exchange.
-
31
2.9.1 Faktor mempengeruhi daya adsorpsi
Menurut Syauqiah, (2011), adsorpsi suatu zat atau daya adsorp pada
permukaan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini adalah
sebagai berikut:
1. Jenis adsorbat
a. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal yang penting agar proses
adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapa diadsorpsi
adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama
dengan diameter pori adsorben.
b. Kepolaran zat
Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekuk yang lebih polar
dibandingkan dengan molekul yang kurang polar pada kondisi diameter
yang sama. Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan
molekul-moleku yang kurang polar yang telah lebih dahulu diadsorpsi.
Pada kondisi dengan diameter yang sama, maka molekul polar lebih
dulu diadsorpsi.
2. Karakteristik adsorben
a. Kemurnian Adsorben
Sebagai zat yang digunakan untuk mengadsoprsi, maka adsorben yang
memiliki kemampuan adsorpsi lebih baik adalah adsorben yang murni.
b. Luas Permukaan dan volume pori adsorben
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi proses adsoprs adalah luas
permukaan. Jumlah molekul adsorat meningkat dengan bertambahnya
luas permukaan dan volume pori adsorben. Dalam proses adsorpsi
seringkali adsorben diberikan perlakuan awal untuk meningkatkan luas
permukaannya.
-
32
3. Temperatur
Pemakaian arang aktif juga dianjurkan untuk memperhatikan
temperatur pada saat proses berlangsung. Faktor yang memperngaruhi
temperatur pada proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas
senyawa serapan. Apabila pemanasan mempengaruhi sifat-sifat
senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun
dekomposisi, maka perlakuan yang tepat adalah pada titik didihnya.
Untuk senyawa volatil, adsoprsi dilakukan pada temperatur kamar atau
bila memungkinkan pada temperaur yang lebih rendah.
4. pH (Derajat Keasaman)
Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH
diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Hal ini
disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mereduksi ionisasi
assam organik tersebut. Sebaliknya apabila pH asam oranik dinaikan
yaitu penambahan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat
terbentuknya garam.
5. Waktu Kontak
Waktu sangat dibutuhkan untuk mencaai kesetimbangan apabila
arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan. Waktu yang dibutuhkan
terkadang berbanding terbalik terhadap jumlah arang aktif yang
digunakan. Selisih ditentukan oleh dosis arang aktif itu sendiri,
pengadukan juga mempengaruhi waktu kontak. Pengadukan
dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif
untuk bersinggungan dengan senyawa serapan.
6. Tekanan Adsorbat
Pada adsorpsi fisika, kenaikan tekanan adsorbat dapat menaikkan
jumlah yang diadsoprsi. Sebaliknya pada adsorpsi kimia kenaikan
tekanan adsorat justru akan mengurangi jumlah yang teradsorpsi.
-
33
2.10 Atomic Absorption Spektrofotometer
Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan
pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid
yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Metode ini
sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah.
Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom
menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung
pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi
sinar oleh atom- atom netral unsur logam yang masih berada dalam keadaan
dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet
dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya
sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan.
Gambar 2.9 Skema Proses Spektrometri Serapan Atom Sumber : Gunandjar,1985
5. Instrumentasi Spektrometri Serapan Atom (SSA)
a. Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga
(hallow cathode lamp) yang terdiri atas tabung kaca tertutup yang
mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder
berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam
-
34
tertentu yang diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan
tekanan rendah (10-15 torr). Pada katoda terdapat unsur-unsur
yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis yang akan ditabrak
oleh ion-ion positif gas mulia. Akibatnya, unsur-unsur akan
terlempar keluar dari permukaan katoda dan akan mengalami
eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan
akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama
dengan unsur yang akan dianalisis.
b. Tempat sampel
Dalam analisis dengan SSA, sampel yang akan dianalisis harus di
uraikan menjadi atom-atom netral. Alat-alat yang dapat digunakan
1. Nyala (Flame) digunakan untuk mengubah sampel yang
berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan
berfungsi untuk atomisasi. Nyala ini berfungsi untuk
megeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih
tinggi.
2. Tanpa Nyala (Flameless)
Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3
tahap yaitu : pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu
yang relatif rendah, pengabuan (ashing) yang membutuhkan
suhu yang tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia
dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis, dan pengatoman
(atomising). Pada umumnya waktu dan suhu pemanasan
tanpa nyala dilakukan dengan cara terprogram.
c. Monokromator
Pada SSA monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan
memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis.
Monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk
memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan
chopper.
-
35
d. Detektor
Digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat
pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton
(photomultiplier tube). Ada 2 cara ynang dapat digunakan dalam sistem
deteksi yaitu : (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi
dan radiasi kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap
radiasi resonansi.
e. Readout
Merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
sistem pencatatan hasil yang dilakukan dengan suatu alat yang telah
terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil
pembacaan dapat berupa angka atau kurva dari suatu recorder yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.
2.11 Scanning Elektron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah alat yang digunakan
untuk mempelajari morfologi permukaan objek pada skala yang amat kecil.
Prinsip kerja SEM, dengan cara mengalirkan arus pada kawat filamen dan
perlakuan pemanasan, sehingga dihasilkan elektron. Elektron tersebut
dikumpulkan dengan tegangan tinggi dan berkas elektron difokuskan
dengan sederetan lensa elektromagnetik. Ketika berkas elektron mengenai
target, informasi dikumpulkan melalui tabung sinar katoda yang mengatur
intensitasnya. Setiap jumlah sinar yang dihasilkan dari tabung sinar katoda
dihubungkan dengan jumlah target, jika terkena berkas elektron berenergi
tinggi dan menembus permukaaan target, elektron kehilangan energi, karena
terjadi ionisasi atom dari cuplikan padatan. Elektron bebas ini tersebar
keluar dari aliran sinar utama, sehingga terbentuk lebih banyak elektron
bebas, dengan demikian energinya habis lalu melepaskan diri dari target.
Elektron ini kemudian dialirkan ke unit demagnifikasi dan dideteksi oleh
detektor dan selanjutnya dicatat sebagai suatu foto.
-
36
2.12 Fourier Transformed Infrared (FTIR)
Fourier Transformed Infrared (FTIR) merupakan salah satu alat
atau instrument yang dapat digunakan untuk mendeteksi gugus fungsi,
mengidentifikasi senyawa dan menganalisis campuran dari sampel yang
dianalisis tanpa merusak sampel. Prinsip kerja FTIR adalah interaksi antara
energi dan materi. Infrared yang melewati celah ke sampel, dimana celah
tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi ysng disampaikan kepada
sampel. Kemudian beberapa infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya
di transmisikan melalui permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos ke
detektor dan sinyal yang terukur kemudian dikirim ke komputer dan
direkam dalam bentuk puncak-puncak (Thermo, 2001).
-
37
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penelitian ini dikerjakan secara terencana
dan sistematis untuk mendapatkan pemecahan masalah yang dihadapi. Penelitian
ini bersifat evaluatif, untuk melihat seberapa efisien karbon aktif dalam mengurangi
logam berat yang ada pada limbah. Metode penelitian terdiri dari beberapa tahap
yang saling terkait dan diharapkan hasil dari penelitian ini adalah tugas akhir yang
komperhensif.
3.1 identifikasi masalah
Pada tahapan ini akan dilakukan kajian atau identifikasi masalah,
peneliti memulai melakukan observasi permasalahan yang ada serta dapat
diangkat sebagai penelitian dengan melakukan pengamatan secara
langsung. permasalahan yang ditemukan berada di daerah desa geluran
kecamatan Sukodono Sidoarjo, ada beberapa penjual minuman yang
banyak memanfaatkan buah alpukat. Buah alpukat menghasilkan limbah
selain dari kulit buahnya juga menghasilkan biji. Biji buah alpukat hanya
dibuang begitu saja dalam jumlah yang tidak sedikit sehingga menjadi
limbah yang tidak bernilai ekonomis. Hasil dari observasi tersebut akan
dibuat rumusan masalah yang pasti sehingga tujuan dilakukkannya
penelitian akan terbentuk.
3.2 Studi Literatur
Studi literatur digunakan untuk mendapatkan informasi
pengetahuan, agar mendapatkan metode untuk mencari solusi yang
terbaik, serta untuk mempermudah dalam proses pengerjaan peneliti.
Dengan adanya literatur seperti jurnal penelitian, buku, website serta
standar baku mutu maka dapat membantu dalam menyelesaikan
permasalahan dalam penelitian ini.
-
38
3.3 Penetapan rumusan masalah tujuan
Setelah melakukan studi literatur peneliti menentukan rumusan
masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini serta menentukan batasan
batasan yang akan dibahas, setelah itu baru melakukan perumusan, tujuan
serta manfaat.
3.4 Pengumpulan data
Pada tahap ini setelah kita menentukan rumusan masalah dari
permasalahan yang ada, kegiatan yang dilakukan adalah mengumpukan
data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan rumusan masalah yang sudah
kita tentukan. pengumpulan data ada 2 jenis yaitu data primer dan data
sekunder.
3.4.1 Data Primer Data primer merupakan sumber data penelitian yang di peroleh
secara langsung dari sumber aslinya yang di amati dan dicatat secara
langsung. Dalam penelitian ini data diambil secara langsung yaitu
konsentrasi air limbah artifisial Pb (Timbal) sebelum treatment dan
konsentrasi air limbah artifisial Pb (Timbal) sesudah Treatment.
3.4.2 Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari sumber data penelitian melalui
perantara atau secara tidak langsung yang berupa literatur, buku
ataupun referensi lainnya yang dapat menunjang penelitian ini, dalam
penelitian ini data sekunder meliputi Peraturan Mentri Lingkungan
Hidup No 5 tahun 2014, variasi massa, waktu kontak dan tegangan
voltase pada elektrokoagulasi
3.5 Penentuan Tempat dan Waktu Tempat Penelitian
Penelitian ini akan di lakukan pada beberapa tempat yang dapat
mempermudah peneliti selama proses penelitian berlangsung. Selain itu
terdapat juga jangka waktu pelaksanaan penelitian.
-
39
3.5.1 Penentuan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada beberapa tempat yaitu:
1. Laboratorium Limbah PPNS
2. Laboratorium Material ITS
3. Laboratorium Teknologi Air dan Konsultasi Industri ITS
3.5.2 Penentuan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sanpai Juni 2019
3.6 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sebuah konsep yang memiliki nilai yang
bervariasi. Terdapat beberapa jenis variabel menurut Karlinger 2006 : 58 yakni
variabel bebas variabel terikat dan variabel kontrol.
Tabel 3.1 Definisi Operasional pada Variabel Terikat
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur
1 Konsentrasi Larutan
Pb
(mg/L)
Kandungan Logam berat yang di
kontakkan dengan Elektrokoagulasi dan
karbon aktif biji Alpukat
AAS
2 Biji Alpukat dari
Sukodono Sidoarjo
Biji Alpukat di ambil secara acak di desa
Geluran Sukodono Sidoarjo
Tidak ada
3 Elektroda Aluminium Jenis penyusun elektroda yang digunakan
pada reaktor elektrokoagulasi
Tidak ada
4 Jarak Elektroda (Cm) Jarak elektroda yang antara plat satu
dengan lainnya dalam pada reaktor
Elektrokoagulasi
Mistar
Tabel 3.2 Definisi Operasional pada Variabel Bebas
No Variabel Definisi Oprasional Alat Ukur
1 Tegangan (Volt) Perbedaan potensial antara 2 titik pada
rangkaian listrik
Volt Meter
2 Massa Adsorben (g) Dosis pembubuhan karbon aktif biji
alpukat pada air limbah Pb dari hasil
Elektrokoagulasi
Neraca Analitik
3 Waktu kontak (menit) Lamanya waktu kontak antara karbon
aktif biji alpukat pada air limbah Pb dari
hasil Elektrokoagulasi
Stopwatch
Tabel 3.3 Definisi Operasional pada Variabel Kontrol
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur
1 Alat bahan Alat dan bahan yang dibutuhkan pada
penelitian tersebut
Tidak ada
2 Prosedur penelitian Prosedur yang sesuai dengan penelitian
tersebut
Tidak ada
3 Analisa data Pengolahan data dapat berupa computer
atau manual dengan menghasilkan Analisa
data yang baik
AAS
-
40
3.7 Rekapitulasi Pengujian Penyerapan Logam Pb
Berikut ini merupakan Tabel rekapitulasi jumlah sampel yang akan
digunakan peneliti selama penelitian ini berlangsung :
Tabel 3.4 Rekapitulasi Pengujian Penyerapan Logam Pb
Jenis Tegangan
Elektrokoagulasi
Waktu kontak adsorban
Menit
Massa adsorban
gram
10 volt
15
0,75
1
1,25
1,5
30
0,75
1
1,25
1,5
45
0,75
1
1,25
1,5
20 volt
15
0,75
1
1,25
1,5
30
0,75
1
1,25
1,5
45
0,75
1
1,25
1,5
30 Volt
15
0,75
1
1,25
1,5
30
0,75
1
1,25
1,5
45
0,75
1
1,25
1,5
Berdasarkan Tabel rekapitulasi pengujian logam berat Pb diatas, Peneliti
menggunakan sampel sebanyak 36 sampel Proses Elektrokoagulasi
berlangsung selama 30 menit dengan kebutuhan air limbah Pb sebanyak 4L,
-
41
kemudian di Adsorpsi masing masing dengan 300 mL air total untuk
kebutuhan air 12 L.
3.8 Alat dan bahan
3.7.1 Alat dan bahan Perancangan uji Reaktor Dalam tahap ini dilakukan pembuatan desain reaktor uji dengan
tujuan untuk memudahkan pada tahap pembuatan reaktor uji. Dimensi
dari reaktor uji adalah 20 cm x 20 cm x 15 cm dengan volume limbah
yang akan digunakan sebanyak 4 Liter sehingga dapat memenuhi
kebutuhan uji karakteristik limbah Pb Elektrokoagulasi Plat Aluminium.
Gambar 3.1 Reaktor Elektrokoagulasi
Keterangan :
A : Plat Elektroda
B : Kran efluent
C : Dc power supply
Tabel 3.5 Perencanaan Reaktor
Dimensi reaktor 20 cm x 20 cm x 15 cm
Bahan reaktor Akrilik
Dimensi elektroda 20 cm x 10 cm
Jenis elektroda Aluminium
Jarak antar elektroda 1 cm
Jumlah elektroda 8 buah (4 anoda dan 4 katoda)
Waktu detensi 30 menit
Tegangan 10 volt, 20volt 30 volt
Desain rangkaian Monopolar
Elektr