EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA … · dengan statistik uji Chi Kuadrat. Dengan = 0,05...
Transcript of EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA … · dengan statistik uji Chi Kuadrat. Dengan = 0,05...
1
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA
KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL ALJABAR DAN SOAL CERITA
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR PADA SISWA KELAS
X (SEPULUH) MADRASAH ALIYAH DI KABUPATEN BOJONEGORO
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
ANING WULANDARI
NIM. S850908104
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
2
LEMBAR PERSETUJUAN
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA
KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL ALJABAR DAN SOAL CERITA
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR PADA SISWA KELAS
X (SEPULUH) MADRASAH ALIYAH DI KABUPATEN BOJONEGORO
Disusun oleh:
ANING WULANDARI
NIM. S850908104
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Dr. Budiyono, M.Sc.
……………………….. NIP. 19530915 197903 1 003
Pembimbing II Drs. Suyono, M.Si.
……………………….. NIP. 19500301 197603 1 002
Mengetahui
Ketua Program Pendidikan Matematika
Dr. Mardiyana, M.Si.
NIP. 19660225 199302 1002
3
LEMBAR PENGESAHAN
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA
KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL ALJABAR DAN SOAL CERITA
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR PADA SISWA KELAS
X (SEPULUH) MADRASAH ALIYAH DI KABUPATEN BOJONEGORO
Disusun oleh:
ANING WULANDARI
NIM. S850908104
Telah disahkan oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tandatangan Tanggal
Ketua Dr. Mardiyana, M.Si. ..................... .................
NIP. 19660225 199302 1 002
Sekretaris Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc.,
Ph.D.
..................... .................
NIP. 19630826 198803 1 002
Anggota Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. ..................... .................
NIP. 19530915 197903 1 003
Drs. Suyono, M.Si. ..................... .................
NIP. 19500301 197603 1 002
Surakarta,
Direktur Program Pascasarjana
UNS,
Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika,
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Dr. Mardiyana, M.Si.
NIP 19570820 198503 1 004 NIP 19660225 199302 1 002
4
ABSTRAK
Aning Wulandari. S850908104. Efektivitas Pembelajaran Kontekstual
pada Kemampuan Menyelesaikan Soal Aljabar dan Soal Cerita Ditinjau dari
Gaya Belajar pada Siswa Kelas X (Sepuluh) Madrasah Aliyah di Kabupaten
Bojonegoro. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika, Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pada kemampuan
menyelesaikan soal aljabar, apakah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara
umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar; (2) Pada kemampuan
menyelesaikan soal cerita, apakah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara
umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar; (3) Pada kemampuan
menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan kontekstual, manakah yang
memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori
atau kinestetik; (4) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan
pembelajaran langsung, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa
dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik; (5) Pada kemampuan
menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual, manakah yang
memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori
atau kinestetik; (6) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan
pembelajaran langsung, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa
dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik.
Populasi penelitian meliputi seluruh siswa kelas X (sepuluh) Madrasah
Aliyah di Kabupaten Bojonegoro yang berjumlah 39 Madrasah. Pengambilan
sampel dilakukan dengan cara stratified cluster random sampling. Sampel dalam
penelitian berjumlah 202 siswa yang terbagi atas kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah
tes dan angket. Tes berbentuk pilihan ganda yang terdiri atas tes kemampuan
menyelesaikan soal aljabar dan tes kemampuan menyelesaikan soal cerita.
Sedangkan angket terdiri atas angket gaya belajar visual, auditori dan kinestetik.
Instrumen tes dan angket diujicobakan sebelum digunakan untuk pengambilan
data. Validitas instrumen tes dan angket dilakukan oleh validator, reliabilitas tes
menggunakan KR-20, reliabilitas angket menggunakan rumus Alpha, daya
pembeda tes dan konsistensi internal angket menggunakan rumus korelasi produk
momen dari Karl Pearson. Uji prasyarat meliputi uji normalitas dengan
menggunakan metode Liliefors dan uji homogenitas menggunakan metode Barlett
5
dengan statistik uji Chi Kuadrat. Dengan = 0,05 diperoleh kesimpulan bahwa
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen.
Uji hipotesis yang digunakan adalah Analisis Variansi Multivariat dua
jalan (Two-way Multivariate Analysis of Variance atau two-way MANOVA).
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15. Hasil uji
multivariat menunjukkan bahwa: (1) pada efek pendekatan pembelajaran, H0
ditolak, artinya terdapat perbedaan efek pendekatan pembelajaran pada
kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita; (2) pada efek gaya
belajar, H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan efek gaya belajar pada kemampuan
menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita; (3) pada interaksi pendekatan
pembelajaran dan gaya belajar, H0 diterima, artinya tidak terdapat interaksi antara
pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar pada kemampuan menyelesaikan
soal aljabar dan soal cerita. Adapun hasil uji univariat menunjukkan bahwa; (1)
efek pendekatan pembelajaran pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, H0
diterima, artinya tidak terdapat perbedaan efek antara pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual dengan pembelajaran langsung terhadap kemampuan
menyelesaikan soal aljabar; (2) efek pendekatan pembelajaran pada kemampuan
menyelesaikan soal cerita, H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan efek antara
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan pembelajaran langsung
terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita; (3) efek gaya belajar pada
kemampuan menyelesaikan soal aljabar, H0 diterima, artinya tidak terdapat
perbedaaan efek gaya belajar terhadap kemampuan menyelesaikan soal aljabar;
(4) efek gaya belajar pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, H0 ditolak,
artinya terdapat perbedaaan efek gaya belajar terhadap kemampuan
menyelesaikan soal cerita. Untuk melihat manakah di antara ketiga gaya belajar
tersebut yang secara signifikan memberikan efek paling besar, dilakukan uji post
hoc dengan Metode Scheffe; (5) interaksi pendekatan pembelajaran dan gaya
belajar pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, H0 diterima, artinya tidak
terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar terhadap
kemampuan menyelesaikan soal aljabar; dan (6) interaksi pendekatan
pembelajaran dan gaya belajar pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, H0
diterima, artinya tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan
gaya belajar terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita.
Berdasarkan uji hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Pada kemampuan
menyelesaikan soal aljabar, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
memberikan hasil yang sama dengan pembelajaran langsung, baik secara umum
maupun jika ditinjau dari gaya belajar; (2) Pada kemampuan menyelesaikan soal
cerita, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih
baik daripada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari
gaya belajar; (3) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan
6
kontekstual, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual sama dengan siswa
dengan gaya belajar auditori, sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik;
(4) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pembelajaran langsung,
hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual sama dengan siswa dengan gaya
belajar auditori, sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik; (5) Pada
kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual, hasil
belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya
belajar kinestetik; (6) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan
pembelajaran langsung, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik
daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.
7
ABSTRACT
Aning Wulandari. S850908104. The Effectiveness of Contextual Learning in
Capability of Solving Algebraic and Story Problems Viewed from the Learning Style in
the X (Tenth) Grade of Madrasah Aliyah in Bojonegoro Regency. Thesis, Surakarta:
Mathematics Education Program Study, Postgraduate Program of Sebelas Maret
University Surakarta. 2010.
The objectives of research is to find out: (1) in the capability of solving algebraic
problems, is contextual learning approach better than direct learning, both generally and
viewed from the learning style; (2) in the capability of solving story problems, is
contextual learning approach better than direct learning, both generally and viewed from
the learning style; (3) in the capability of solving algebraic problems with contextual
approach, which one that give better learning achievement, is visual, auditory, or
kinesthetic learning styles; (4) in the capability of solving algebraic problems with direct
learning, which one that give better learning achievement, is visual, auditory, or
kinesthetic learning styles; (5) in the capability of solving story problems with contextual
approach, which one that give better learning achievement, is visual, auditory, or
kinesthetic learning styles; and (6) in the capability of solving story problems with direct
learning, which one that give better learning achievement, is visual, auditory, or
kinesthetic learning styles.
The population of research includes all X (tenth) grade of Madrasah Aliyah in
Regency Bojonegoro as many as 39 Madrasah. The sampling technique used was
stratified cluster random sampling, with 202 students as the sample divided into
experimental and control groups. The instruments used for collecting data were test and
questionnaire. The multiple choice test consists of algebraic item and story item tests. The
questionnaire consists of visual, auditory and kinesthetic learning style. The test and
questionnaire instruments are trialed before being used for collecting data. The validity of
test and questionnaire instruments was tested using validator, the reliability test was used
KR-20, questionnaire reliability employed alpha formula, and test discriminant and
questionnaire internal consistency uses product moment correlation formula from Karl
Pearson. The prerequisite test includes normality test using Liliefors method and
homogeneity test using Bartlett method with Chi-square test statistic. At = 0.05, it can
concluded that the sample derives from the population distributed normally and
homogenously.
The hypothesis test was done using Two-Way Multivariate Analysis of Variance
or two-way MANOVA. The data processing was done using SPSS 15 program. The
result of multivariate shows that: (1) in the learning approach effect, H0 is not supported,
meaning that there is an effect of learning approach on the capability of solving algebraic
and story items; (2) in the learning style effect, H0 is not supported, meaning that there is
an effect of learning style on the capability of solving algebraic and story items; (3) there
is an interaction of learning approach and learning style, H0 is supported meaning that
there is an interaction of learning approach and learning style on the capability of solving
algebraic and story items. Meanwhile the univariate test result shows that: (1) the effect
8
of learning approach on the capability of solving algebraic item, H0 is supported, meaning
that there is no effect difference between learning with contextual approach and direct
learning on the capability of solving algebraic item; (2) the effect of learning approach on
the capability of solving story item, H0 is not supported, meaning that there is an effect
difference between learning with contextual approach and direct learning on the
capability of solving story item; (3) the effect of learning style on the capability of
solving algebraic item, H0 is supported, meaning that there is no effect difference of
learning style on the capability of solving algebraic item; (4) the effect of learning style
on the capability of solving story item, H0 is not supported, meaning that there is an effect
difference of learning style on the capability of solving story item. For finding which
learning style giving the largest effect significantly, the post hoc test was done using
Scheffe method; (5) interaction between the learning approach and learning style on the
capability of solving algebraic item, H0 is supported, meaning that there is no interaction
between learning approach and learning style on the capability of solving algebraic item;
and (6) interaction between the learning approach and learning style on the capability of
solving story item, H0 is supported, meaning that there is no interaction between learning
approach and learning style on the capability of solving story item.
Based on the result of hypothesis testing, it can be concluded that: (1) in the
capability of solving algebraic problems, contextual approach learning give the same
result with direct learning, both generally and viewed from the learning style; (2) in the
capability of solving story problems, the contextual approach learning give the better
result than the direct learning, both generally and viewed from the learning style; (3) in
the capability of solving algebraic problems with contextual approach, the students’
achievement with visual learning style equals to auditory learning style, equals to
kinesthetic learning style; (4) in the capability of solving algebraic problems with direct
learning, the students’ achievement with visual learning style equals to auditory learning
style, equals to kinesthetic learning style; (5) in the capability of solving story problems
with contextual approach, the students’ achievement with visual learning style is better
than kinesthetic learning style; (6) in the capability of solving story problems with direct
learning, the students’ achievement with visual learning style is better than kinesthetic
learning style.
9
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Aning Wulandari
NIM : S850908104
Prodi : Pendidikan Matematika
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:
“Efektivitas Pembelajaran Kontekstual pada Kemampuan Menyelesaikan
Soal Aljabar dan Soal Cerita Ditinjau dari Gaya Belajar pada Siswa Kelas X
(Sepuluh) Madrasah Aliyah di Kabupaten Bojonegoro” adalah benar-benar
karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda
citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Demikian pernyataan saya. Apabila pernyataan saya tidak benar, maka
saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Yang menyatakan
Aning Wulandari
10
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya Tesis yang berjudul “Efektivitas
Pembelajaran Kontekstual pada Kemampuan Menyelesaikan Soal Aljabar dan
Soal Cerita Ditinjau dari Gaya Belajar pada Siswa Kelas X (Sepuluh) Madrasah
Aliyah di Kabupaten Bojonegoro”. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir
perkuliahan di Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak pihak yang membantu dalam penyelesaian Tesis ini. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin
penelitian.
2. Dr. Mardiyana, M.Si. selaku Kaprodi Pendidikan Matematika yang telah
mengesahkan proposal penelitian.
3. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs.
Suyono, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.
4. H. Moh. Farhan, M.Pd. selaku Kepala Kantor Departemen Agama yang
telah memberikan ijin penelitian.
5. Drs. H. Kasan, M.Pd. selaku Kepala MAN 1 Bojonegoro yang telah
memberikan ijin belajar dan memberikan support kepada penulis.
11
6. Drs. H.M. Asyik Syamsul Huda, M.Pd.I. selaku Kepala MAN 1
Bojonegoro yang telah mengijinkan melakukan penelitian di MAN 1
Bojonegoro.
7. Ali Muhtadi, S.Pd.I. selaku Kepala MA Islamiyah Balen yang telah
mengijinkan melakukan penelitian di MA Islamiyah Balen.
8. Drs. H. Zaeni, M.Pd.I. selaku Kepala MA Darul Ulum Pasinan Baureno
yang telah mengijinkan melakukan penelitian di Darul Ulum Pasinan
Baureno.
9. Munir, S.Pd. selaku guru matematika MA Islamiyah Balen dan Naning,
S.Pd. selaku guru matematika MA Darul Ulum Pasinan Baureno, yang
telah membantu pelaksanaan penelitian.
10. Para siswa MAN 1 Bojonegoro, siswa MA Islamiyah Balen dan siswa MA
Darul Ulum Pasinan Baureno, yang telah membantu terlaksananya
penelitian.
11. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian hingga
penyusunan tesis.
Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan, mendapat pahala dari
Allah SWT. Penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca sekalian.
Surakarta, Januari 2010
Penulis
12
DAFTAR ISI
Halam
an
HALAMAN JUDUL ………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………… iii
ABSTRAK …………………………………………………….. iv
ABSTRACT …………………………………………………… vi
PERNYATAAN ……………………………………………… viii
KATA PENGANTAR ………………………………………… ix
DAFTAR ISI ………………………………………………….. xi
DAFTAR TABEL …………………………………………….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………. xv
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………. 1
B. Identifikasi Masalah …………………………………… 4
C. Pemilihan Masalah …………………………………….. 5
D. Pembatasan Masalah …………………………………… 5
E. Perumusan Masalah ……………………………………. 6
F. Tujuan Penelitian ………………………………………. 8
G. Manfaat Penelitian ……………………………………… 10
BAB II KAJIAN TEORI ………………………………………. 11
A. Tinjauan Pustaka ………………………………………… 11
13
1. Pendekatan Kontekstual …………………………… 11
2. Pembelajaran Langsung ……………………………. 16
3. Gaya Belajar ………………………………………… 17
4. Kemampuan menyelesaikan soal aljabar……………. 19
5. Kemampuan menyelesaikan soal cerita …………….. 22
B. Penelitian yang relevan …………………………………. 24
C. Kerangka Berpikir dan Pengajuan Hipotesis …………… 26
1. Kerangka Berpikir …………………………………… 26
2. Hipotesis ……………………………………………. 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………… 30
A. Tempat, subyek dan waktu penelitian …………………… 30
B. Jenis Penelitian ………………………………………….. 30
C. Populasi dan sampel …………………………………….. 31
D. Teknik Pengumpulan Data ……………………………… 32
1. Variabel penelitian ………………………………….. 32
2. Metode Pengumpulan Data …………………………. 34
3. Instrumen Penelitian ………………………………… 35
E. Teknik Analisis Data …………………………………… 39
1. Uji Keseimbangan ………………………………….. 39
2. Uji Prasyarat ………………………………………… 41
3. Uji Hipotesis ………………………………………… 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 50
A. Hasil Uji Coba Instrumen ……………………………….. 50
14
B. Deskripsi Data …………………………………………… 53
C. Analisa Data ……………………………………………… 55
1. Uji Keseimbangan ……………………………………. 55
2. Uji Prasyarat ………………………………………….. 55
3. Uji Hipotesis …………………………………………. 59
D. Pembahasan ……………………………………………… 63
BAB V PENUTUP ……………………………………………… 71
A. Kesimpulan ……………………………………………… 71
B. Implikasi …………………………………………………. 72
C. Saran …………………………………………………….. 73
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………. 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………… 77
15
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 : Statistik deskriptif data kemampuan menyelesaikan
soal aljabar………………………………………… 53
Tabel 4.2 : Statistik deskriptif data kemampuan menyelesaikan
soal cerita ………………………………………….. 54
Tabel 4.3 : Rangkuman hasil uji normalitas data kemampuan
menyelesaikan soal aljabar …………………………. 55
Tabel 4.4 : Rangkuman hasil uji normalitas data kemampuan
menyelesaikan soal cerita …………………………. 56
Tabel 4.5 : Rangkuman hasil uji homogenitas variansi data
kemampuan menyelesaikan soal aljabar ………..…. 57
Tabel 4.6 : Rangkuman hasil uji homogenitas variansi data
kemampuan menyelesaikan soal cerita ………..…. 58
Tabel 4.7 : Rangkuman Hasil Uji Multivariat …………………. 59
Tabel 4.8 : Rangkuman Hasil Uji Univariat …………………. 60
16
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Pendekatan Kontekstual …………………………. 78
Lampiran 2: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Pembelajaran Langsung …………………………. 89
Lampiran 3: Kisi-kisi soal tes …………………………………… 103
Lampiran 4: Soal Tes ……………………………………………. 104
Lampiran 5: Lembar Validasi Soal Tes …………………………. 108
Lampiran 6: Analisis Butir Tes aljabar ………………………….. 110
Lampiran 7: Analisis Butir Tes Soal cerita ……………………… 112
Lampiran 8: Soal Tes setelah divalidasi ………………………… 114
Lampiran 9: Kisi-kisi angket gaya belajar visual ……………….. 116
Lampiran 10: Kisi-kisi angket gaya belajar auditori …………….. 117
Lampiran 11: Kisi-kisi angket gaya belajar kinestetik ………… 118
Lampiran 12: Angket gaya belajar ……………………………. 119
Lampiran 13: Lembar validasi angket gaya belajar…………… 124
Lampiran 14: Uji reliabilitas dan konsistensi internal angket
gaya belajar visual ……………………………….. 127
Lampiran 15: Uji reliabilitas dan konsistensi internal angket
gaya belajar auditori …………………………….. 129
Lampiran 16: Uji reliabilitas dan konsistensi internal
17
angket gaya belajar kinestetik ……………………. 131
Lampiran 17: Angket gaya belajar setelah divalidasi …………… 133
Lampiran 18: Uji keseimbangan ………………………………… 137
Lampiran 19: Data induk penelitian …………………………….. 141
Lampiran 20: Data kemampuan menyelesaikan soal aljabar
dan soal cerita pada gaya belajar visual …………. 144
Lampiran 21: Data kemampuan menyelesaikan soal aljabar
dan soal cerita pada gaya belajar auditori ……… 148
Lampiran 22: Data kemampuan menyelesaikan soal aljabar
dan soal cerita pada gaya belajar kinestetik ……… 150
Lampiran 23: Data gaya belajar visual total …………………….. 152
Lampiran 24: Data gaya belajar auditori total …………………… 156
Lampiran 25: Data gaya belajar kinestetik total …………………. 158
Lampiran 26: Uji normalitas data aljabar kelompok eksperimen 159
Lampiran 27: Uji normalitas data aljabar kelompok kontrol 163
Lampiran 28: Uji normalitas data aljabar pada gaya belajar visual 167
Lampiran 29: Uji normalitas data aljabar pada gaya belajar
Auditori ……………………………………… 172
Lampiran 30: Uji normalitas data aljabar pada gaya belajar
Kinestetik …………………………………….. 175
Lampiran 31: Uji normalitas data soal cerita kelompok
Eksperimen …………………………………….. 177
Lampiran 32: Uji normalitas data soal cerita kelompok kontrol 181
18
Lampiran 33: Uji normalitas data soal cerita pada gaya belajar
Visual ………………………………………….. 185
Lampiran 34: Uji normalitas data soal cerita pada gaya belajar
Auditori ………………………………………… 190
Lampiran 35: Uji normalitas data soal cerita pada gaya belajar
Kinestetik………………………………………. 193
Lampiran 36: Uji homogenitas data kemampuan menyelesaikan
soal aljabar …………………………………….. 195
Lampiran 37: Uji homogenitas data kemampuan menyelesaikan
soal cerita ………………………………………… 198
Lampiran 38: Statistika deskriptif hasil penelitian ……………… 201
Lampiran 39: Analisis variansi multivariat dua jalan ……………. 202
Lampiran 40: Hasil uji univariat …………………………………. 203
Lampiran 41: Matriks SSCP dan Residual matriks ………………. 204
Lampiran 42: Hasil Uji post hoc dengan metode Scheffe ………. 205
Lampiran 43: Surat ijin penelitian ………………………………. 206
Lampiran 44: Surat keterangan telah melaksanakan penelitian … 208
Lampiran 45: Daftar Kolektif Hasil Ujian Nasional KKM MAN 1
Bojonegoro ………………………………………. 211
BAB I
19
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengembangan kualitas sumber daya manusia untuk menghadapi
persaingan global ditandai oleh semakin pentingnya peranan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam segenap aspek kehidupan manusia. Akibatnya, peningkatan
kualitas bidang pendidikan, khususnya yang berorientasi pada penguasaan dan
pemanfaatan IPTEK menjadi sangat penting.
Akan tetapi, kualitas pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan
(http://mii.fmipa.ugm.ac.id). Hal ini dibuktikan dengan data dari UNESCO (2000)
tentang peringat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index),
yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan dan penghasilan
per kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia
makin menurun. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC),
kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia.
Lebih lanjut dikatakan bahwa, data Balitbang (2003) menunjukkan bahwa dari
146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat
pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Programs (PYP). Dari
20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat
pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Programs (MYP) dan dari
8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia
dalam kategori The Diploma Program (DP).
20
Faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dikategorikan
dalam dua masalah. Pertama, kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari
keseluruhan penyelenggaraan sistem pendidikan. Kedua, berbagai masalah teknis
yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, seperti mahalnya biaya
pendidikan, rendahnya prestasi belajar, rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya
kesejahteraan guru, juga diindikasikan sebagai faktor penyebab rendahnya
kualitas pendidikan.
Rendahnya prestasi belajar matematika merupakan salah satu
permasalahan dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Mutu
pendidikan matematika dari tahun ke tahun sejak 1975 sampai sekarang terkesan
tidak meningkat, apalagi kalau dibandingkan dengan perkembangan negara-
negara lain (Marpaung, 2008). Dari beberapa kali Ujian Nasional, matematika
disebut sebagai penyebab utama kegagalan siswa.
Pembelajaran matematika pada umumnya masih didominasi oleh
paradigma pembelajaran terpusat pada guru, yang sering disebut sebagai
pembelajaran langsung (direct teaching). Guru aktif mentransfer pengetahuan
kepada siswa, sedangkan siswa menerima pelajaran dengan pasif. Matematika
diajarkan sebagai bentuk yang sudah jadi, bukan sebagai proses. Akibatnya, ide-
ide kreatif siswa tidak dapat berkembang, kurang melatih daya nalar dan tidak
terbiasa melihat alternatif lain yang mungkin dapat dipakai dalam menyelesaikan
suatu masalah. Siswa hanya mampu mengingat dan menghafal rumus atau konsep
matematika tanpa memahami maknanya.
21
Sementara itu, tidak sedikit siswa yang memandang matematika sebagai
suatu mata pelajaran yang membosankan, menyeramkan bahkan menakutkan,
sehingga motivasi belajar matematika siswa rendah dan banyak siswa berusaha
menghindari pelajaran matematika. Banyak siswa merasa kesulitan dalam
memahami matematika karena matematika bersifat abstrak, sementara alam
pikiran kita terbiasa berpikir tentang obyek-obyek yang konkret. Guru tidak
terbiasa menggunakan metode pembelajaran yang mengaktifkan siswa dan
membuat siswa dapat mengaitkan matematika dengan kehidupan nyata, metode
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, pendekatan konstruktivisme,
pembelajaran berbasis masalah, dan sebagainya. Guru terbiasa menggunakan
model pembelajaran mekanistik dan strukturalistik, yaitu guru menerangkan,
memberi rumus dan contoh, kemudian siswa diberi soal untuk dikerjakan.
Akibatnya banyak siswa yang masih mengalami kesulitan belajar matematika.
Salah satu faktor penyebab kesulitan belajar adalah faktor dari dalam diri
individu, meliputi faktor jasmaniah (kondisi dan kesehatan jasmani), dan aspek
psikis, meliputi kondisi kesehatan psikis, kemampuan intelektual, sosial,
psikomotor, serta kondisi afektif dan konaktif dari individu (Nana Syaodih
Sukmadinata, 2005 : 162). Selain itu, motivasi belajar, gaya belajar dan minat
belajar siswa juga dapat berpengaruh terhadap kesulitan belajar siswa. Guru perlu
mengetahui motivasi, minat maupun gaya belajar siswa yang berbeda-beda di
dalam kelas. Pemahaman guru pada kondisi psikologi siswa dapat memudahkan
guru memberi perlakuan atau solusi pada setiap kesulitan belajar yang
menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa.
22
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa
masalah, yaitu :
1. Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika
adalah karena pembelajaran terpusat pada guru, bukan pada siswa, sehingga
perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan efektifitas pembelajaran
yang terpusat pada guru dengan pembelajaran terpusat pada siswa.
2. Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika
karena guru tidak memperhatikan perbedaan motivasi belajar siswa, sehingga
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar
terhadap prestasi belajar siswa.
3. Ada kemungkinan rendahnya motivasi belajar siswa karena guru
menggunakan metode ceramah, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
membandingkan suatu metode mengajar yang menarik dengan metode
ceramah.
4. Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika
adalah karena guru tidak menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga
perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan efektifitas pendekatan
kontektual dengan pembelajaran langsung.
5. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa adalah karena
guru tidak mengetahui kemampuan awal siswa, sehingga guru perlu
melakukan penelitian tentang pengaruh kemampuan awal siswa terhadap
prestasi belajar matematika.
23
6. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa karena guru
tidak memperhatikan perbedaan gaya belajar siswa, sehingga perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui hubungan antara gaya belajar siswa dengan
prestasi belajar matematika.
C. Pemilihan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka dipilih masalah sebagai berikut :
1) Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika
adalah karena guru tidak menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga
perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan efektifitas pendekatan
kontekstual dengan pembelajaran langsung.
2) Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa karena
guru tidak memperhatikan perbedaan gaya belajar siswa, sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara gaya belajar siswa
dengan prestasi belajar matematika.
D. Pembatasan Masalah
Oleh karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana, maka penelitian hanya
mengambil sebagian dari identifikasi masalah, yaitu :
1. Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika
adalah karena guru tidak menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga
dalam penelitian dibatasi pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
dibandingkan dengan pembelajaran langsung pada pokok bahasan Sistem
24
Persaman Linear dan Kuadrat. Adapun alasan pemilihan materi Sistem
Persamaan Linear dan Kuadrat karena masalah-masalah yang diselesaikan
dalam materi ini berkaitan langsung dengan permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga sesuai dengan pendekatan pembelajaran kontekstual.
2. Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika
karena perbedaan gaya belajar siswa. Gaya belajar siswa dibedakan menjadi
tiga yaitu gaya belajar visual, auditori dan kinestetik.
3. Prestasi belajar siswa dibatasi pada hasil belajar siswa yang dicapai setelah
mengikuti proses pembelajaran, dalam hal ini adalah ulangan harian pada
materi Sistem persamaan Linear dan Kuadrat. Prestasi belajar dibedakan
menjadi dua, yaitu kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita.
E. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, apakah pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada
pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya
belajar?
2. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, apakah pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada
pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya
belajar?
25
3. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan kontekstual,
manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya
belajar visual, auditori atau kinestetik?
4. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pembelajaran langsung,
manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya
belajar visual, auditori atau kinestetik?
5. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual,
manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya
belajar visual, auditori atau kinestetik?
6. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran langsung,
manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya
belajar visual, auditori atau kinestetik?
F. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui:
1. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, apakah pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada
pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya
belajar.
2. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, apakah pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada
pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya
belajar.
26
3. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan kontekstual,
manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, siswa dengan gaya
belajar visual, auditori atau kinestetik.
4. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pembelajaran langsung,
manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya
belajar visual, auditori atau kinestetik.
5. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual,
manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya
belajar visual, auditori atau kinestetik.
6. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran langsung,
manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya
belajar visual, auditori atau kinestetik.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi kepada guru atau calon guru matematika tentang
efektifitas pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dibandingkan
dengan pembelajaran langsung pada kemampuan menyelesaikan soal
aljabar dan soal cerita berdasarkan gaya belajar siswa.
2. Memberikan informasi tentang perbedaan kemampuan menyelesaikan
soal aljabar dan soal cerita pada siswa dengan gaya belajar visual,
auditori dan kinestetik.
27
3. Sebagai bahan masukan kepada guru matematika agar memperhatikan
perbedaan gaya belajar siswa sehingga dapat diupayakan penyelesaikan
permasalahan pembelajaran matematika kaitannya dengan perbedaan
gaya belajar.
4. Sebagai bahan referensi bagi guru matematika dalam mengembangkan
metode pembelajaran matematika pada kemampuan menyelesaikan soal
aljabar dan soal cerita.
28
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pendekatan Kontekstual
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya,
bukan mengetahuinya. Matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak dan
penalarannya deduktif. Kemampuan mengabstraksi dan mendeduksi hanya
dimiliki oleh orang-orang yang sudah dalam tahap operasional formal. Oleh
karena itu, dalam mengajarkan matematika diperlukan kreatifitas guru. Kreatifitas
peserta didik akan terbentuk bila cara penyampaian topik kepada peserta didik
sesuai dengan kemampuan dan kesiapan intelektual peserta didik.
Ada banyak strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika.
Strategi pemecahan masalah dipergunakan dalam proses pembelajaran untuk
melatih peserta didik menghadapi permasalahan yang menuntut kreatifitas. Salah
satu strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika adalah
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.
Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) disingkat
menjadi CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka (Syaiful Sagala, 2008: 87). CTL adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
29
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka (Wina Sanjaya, 2008: 255) Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa CTL adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil
(mensimulasikan, menceritakan) kejadian pada dunia nyata kemudian diangkat ke
dalam konsep matematika yang dibahas.
Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong
para siswa melihat makna di dalam materi akademik dengan konteks dalam
kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan
budaya mereka. Untuk mencapai tujuan itu, sistem tersebut meliputi delapan
komponen berikut: (1) membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, (2)
melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pembelajaran yang diatur
sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu
untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, (8)
menggunaan penilaian autentik (Johnson, E. B., 2009: 67).
Menurut Nurhadi (2003) dalam Syaiful Sagala (2008: 88), Pendekatan
Konstekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflecting), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Konstruktivisme merupakan landasan filosofis dari CTL, yaitu bahwa ilmu
pengetahuan itu pada hakekatnya dibangun tahap demi tahap, sedikit demi
sedikit, melalui suatu proses. Dalam pandangan ini strategi yang diperoleh lebih
30
diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat
pengetahuan. Karena itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan
cara: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (2) memberi
kesempatan pada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (3)
menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Menemukan adalah proses penting dalam pembelajaran agar retensinya
kuat dan muncul kepuasan tersendiri bagi siswa dibandingkan dengan melalui
diwariskan. Dalam pengertian menemukan sebagai inquiri, prinsip ini mempunyai
seperangkat siklus, yaitu: observasi, bertanya, mengajukan, dugaan,
mengumpulkan data, dan menyimpulkan. Dengan inquiri, siswa dalam kelas dapat
belajar untuk berbicara dan bersikap secara matematika, sebagaimana yang ditulis
Richard (1991) dalam Goos, Merrilyn (2004):
by inquiry mathematics, student learn to speak and act mathematically by
participating in mathematical discussion and solving new or unfamiliar
problem.
Bertanya merupakan jiwa dalam pembelajaran. Bertanya adalah cerminan
dalam kondisi berpikir. Dalam bentuk formalnya sebagai salah satu kegiatan
dalam mengawali, menguatkan, dan menyimpulkan sebuah konsep. Bentuknya
bisa dilakukan guru langsung kepada siswa atau justru memancing siswa untuk
bertanya.kepada guru, kepada siswa lain atau kepada orang lain secara khusus.
Dengan bertanya, siswa membuat keterkaitan antara materi yang dipelajari untuk
menyelesaikan permasalahan matematika. Seperti yang ditulis Pape, J. Stephen
(2004),
31
the more successful students provided evidence that they translate and
organized the given information by rewriting it on paper and they used the
context to support their solutions.
Konsep masyarakat belajar (learning community) menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Masyarakat belajar bisa
terjadi apabila ada komunikasi dua arah, yaitu guru terhadap siswa dan
sebaliknya, siswa dengan siswa. Berbagai penelitian memang telah banyak
menguji keberhasilan bentuk sharing pengetahuan ini, khususnya pembelajaran
teman sebaya.
Pemodelan menurut versi CTL, guru bukan satu-satunya model, melainkan
harus memfasilitasi suatu model tentang “bagaimana cara belajar” baik dilakukan
oleh siswa maupun oleh guru sendiri.
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari dan
dilakukan setiap peserta belajar. Guru mengkoreksi dirinya, siswa dikoreksi oleh
gurunya. Nilai hakiki dari prinsip ini adalah semangat introspeksi untuk perbaikan
pada kegiatan pembelajaran berikutnya.
Penilaian sebenarnya memandang bahwa kemajuan belajar dinilai dari
proses, bukan melulu hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanyalah salah satunya.
Itulah hakekat penilaian autentik. Memang, selama ini format tes matematika
cenderung menekankan pada pengujian produk bukan proses. Hal ini terjadi
karena sistem dan aturan yang dikembangkan menuntut untuk melakukan tes
hanya produk saja.
Pembelajaran dengan sistem CTL akan membuat siswa : (1) menjadi siswa
yang dapat mengatur diri sendiri dan aktif, (2) membangun keterkaitan antara
32
sekolah dengan konteks kehidupan nyata, (3) melakukan pekerjaan yang berarti,
(4) menggunakan pemikiran tingkat tinggi yang kreatif dan kritis, (5) bekerja
sama, (6) mengembangkan sikap individu, (7) mengenali dan mencapai standar
tinggi.
Pengertian belajar dalam konteks CTL meliputi beberapa hal (Wina
Sanjaya, 2008 : 260):
a) Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan
sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki.
b) Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan
pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga
dengan pengetahuan yang dimiliki, akan berpengaruh terhadap pola perilaku
manusia.
c) Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan
masalah anak akan berkembang secara utuh, baik intelektual, mental maupun
emosi.
d) Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap
dari sederhana menuju ke kompleks.
e) Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh
karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki
makna untuk kehidupan anak (real world learning).
33
2. Pembelajaran langsung
Hakekat pembelajaran langsung adalah guru menyampaikan ilmu
pengetahuan kepada siswa, sehingga pembelajaran terpusat pada guru. Siswa
dipandang sebagai obyek yang menerima apa saja yang diberikan oleh guru.
Biasanya guru menyampaikan pelajaran dalam bentuk penjelasan atau penuturan
lisan yang dikenal dengan ceramah. Ceramah adalah sebuah bentuk interaksi
melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada siswa (Syaiful Sagala,
2008: 201). Dalam pembelajaran langsung, siswa diharapkan menangkap dan
mengingat informasi yang diberikan guru, serta dapat mengungkapkan kembali
pengetahuan yang dimilikinya melalui respon saat diberikan pertanyaan oleh guru.
Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa
menggunakan komunikasi satu arah, sehingga kegiatan belajar menjadi kurang
optimal, sebab siswa terbatas pada mendengarkan uraian guru, mencatat dan
sesekali bertanya pada guru. Guru yang kreatif biasanya dalam memberikan
informasi kepada siswa menggunakan alat bantu seperti gambar, bagan, grafik,
dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
Secara garis besar prosedur pembelajaran langsung adalah : (1) persiapan
(preparation) yaitu guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematik dan
rapi; (2) pertautan (aperception) bahan terdahulu yaitu guru bertanya atau
memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa kepada materi
yang telah diajarkan; (3) penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru, yaitu
guru menyajikan dengan cara memberi ceramah atau menyuruh siswa membaca
34
bahan yang telah diambil dari buku atau ditulis guru dan (4) evaluasi (evaluation)
yaitu guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari.
3. Gaya Belajar
Gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima
informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut (http://www.ut.ac.id,
6 Mei 2009). Gaya belajar setiap orang dipengaruhi oleh faktor alamiah
(pembawaan) dan faktor lingkungan. Jadi ada hal-hal tertentu yang tidak dapat
diubah dalam diri seseorang bahkan dengan latihan sekalipun. Tetapi ada juga hal-
hal yang dapat dilatihkan dan disesuaikan dengan lingkungan yang terkadang
justru tidak dapat diubah.
Dalam Rose, C. dan Nicholl, M.J. (2002: 130) disebutkan bahwa sebuah
penelitian ekstensif, khususnya di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh Profesor
Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John di Jamaica, New York dan para
pakar Pemrograman Neuro-Linguistik telah mengidentifikasi tiga gaya belajar dan
komunikasi yang berbeda, yaitu :
1) Visual. Belajar melalui melihat sesuatu.
2) Auditori. Belajar melalui mendengar sesuatu.
3) Kinestetik. Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung.
Dalam beberapa hal, orang memanfaatkan ketiga gaya tersebut. Tetapi
kebanyakan orang menunjukkan kesukaan atau kecenderungan pada satu gaya
belajar tertentu dibandingkan gaya belajar lainnya. Sebuah studi yang dilakukan
terhadap lebih dari 5.000 siswa di Amerika Serikat, Hongkong dan Jepang, kelas
35
5 hingga 12, menunjukkan kecenderungan belajar visual 29%, auditori 34%, dan
kinestetik 37%. Namun pada saat usia mereka dewasa, kelebihsukaan pada gaya
belajar visual ternyata lebih mendominasi. Hal ini dapat dipahami bahwa 70%
dari reseptor indrawi (sensori) tubuh kita bertempat di mata. Dalam praktek,
menurut penelitian Wisconsin ketika bantuan visual digunakan untuk
mengajarkan perbendaharaan kata-kata, capaian para siswa meningkat hingga
200% (Rose, C. dan Nicholl, M.J., 2002: 131).
Orang dengan tipe belajar visual cenderung lebih mudah menyerap,
mengatur dan mengolah suatu informasi melalui indera penglihatan. Karakteristik
umum siswa dengan tipe belajar visual adalah :
a. Suka membaca
b. Mengingat orang melalui penglihatan
c. Kalau memberi/menerima penjelasan arah, lebih suka memakai peta/gambar
d. Menyatakan emosi melalui ekspresi muka
e. Punya ingatan visual bagus
f. Merespon lebih bagus ketika melihat daripada mendengar.
Orang dengan gaya belajar auditori cenderung lebih mudah menyerap,
mengatur dan mengolah informasi melalui indera pendengaran (mendengar).
Karakteristik umum gaya belajar auditori adalah :
a. Suka mendengar radio, musik, dan mendengarkan cerita.
b. Ingat dengan baik nama orang. Bagus dalam mengingat fakta, suka berbicara
dan punya perbendaharaan kata luas.
c. Menerima dan memberikan penjelasan arah dengan kata-kata.
36
d. Mengungkapkan emosi secara verbal melalui perubahan nada bicara atau
vokal.
e. Cenderung mengingat dengan baik dan menghafal kata-kata dan gagasan-
gagasan yang pernah diucapkan.
f. Merespon lebih baik tatkala mendengar informasi daripada berbicara
Orang yang memiliki gaya belajar kinestetik cenderung lebih mudah
menyerap, mengatur dan mengolah informasi melalui sentuhan dan gerakan
tubuh. Karakteristik umum siswa dengan gaya belajar kinestetik adalah :
i. Menyukai kegiatan aktif, baik sosial maupun olah raga, seperti menari dan
lintas alam.
ii. Ingat kejadian-kejadian yang pernah terjadi.
iii. Memberi dan menerima penjelasan arah dengan mengikuti jalan yang
dimaksud, ’lebih mudah apabila anda mengikuti saya saja”.
iv. Mengungkapkan emosi melalui bahasa tubuh, gerak/nada otot.
v. Ingat lebih baik menggunakan alat bantu belajar tiga dimensi.
4. Kemampuan menyelesaikan soal aljabar
Matematika merupakan pengetahuan yang berpola dan hierarkis (Herman
Hudoyo, 2005: 63). Cara berpikir matematika deduktif-abstrak dan generalisasi.
Matematika dan cara berpikir matematika mendasari disiplin lain dan secara
menakjubkan ternyata mengembangkan disiplin yang lain tersebut. Matematika
merupakan ilmu yang bersifat abstrak dan penalarannya deduktif. Salah satu
37
kemampuan yang harus dikuasai siswa adalah kemampuan menyelesaikan soal
aljabar.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), Aljabar
diartikan sebagai cabang matematika yang menggunakan tanda-tanda dan huruf-
huruf untuk menggambarkan atau mewakili angka-angka (a, b, c, sebagai bilangan
yang diketahui dan x, y, z untuk bilangan yang tidak diketahui). Selain itu, aljabar
juga dapat diartikan sebagai ilmu hitung. Sedangkan dalam Ensiklopedia
Matematika (1997: 1), aljabar diartikan sebagai bentuk matematika yang dapat
mempermudah masalah-masalah yang sulit dengan menggunakan huruf-huruf
yang mewakili bilangan yang belum diketahui dalam perhitungan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa aljabar adalah manipulasi dari simbol-simbol.
Dalam Ensiklopedia (Wahyudin & Sudrajat, 1997: 1), aljabar juga
merupakan basis ekspresi matematis bagi kebanyakan rumus-rumus ilmiah. Hal-
hal yang tidak diketahui seperti banyaknya telur yang dipakai untuk membuat kue,
banyaknya makanan ternak yang dibutuhkan tiap minggu, dapat dicari dengan
menggunakan aljabar. Misalnya jika sebuah bus menghabiskan y liter solar setiap
minggu dan x liter solar setiap harinya, maka hubungan antara x dan y secara
aljabar dapat ditulis y = 7x (1 minggu = 7 hari). Cara ini disebut aljabar yang
memungkinkan bagi berbagai permasalahan untuk dianalisis dengan
menggunakan cara-cara yang sama. Huruf x dan y pada persamaan tersbut disebut
variabel atau peubah karena mereka bisa mewakili sebarang bilangan yang tidak
diketahui.
38
Aljabar diperlukan dalam berbagai bidang matematika, terutama kalkulus.
Selain itu, aljabar juga sangat penting dalam geometri, menemukan pola suatu
bilangan, rumus fungsi dan sebagainya. Aljabar menggunakan operasi-operasi
aritmetika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Aljabar
tidak hanya digunakan dalam matematika, tetapi juga sains, ekonomi, keuangan
dan teknologi.
Para pakar matematika berpendapat bahwa aljabar harus menjadi bagian
dari kurikulum pendidikan dasar, sebagimana ditulis Carraher, W. David (2004)
bahwa:
Increasing numbers of mathematics educators, policymakers and
researchers belive that algebra should become part of the elementary
education curriculum. NCTM (2000) and a special commission of the RAND
Corporation (2003) have welcomed the integration of algebra into the early
mathematics curricula.
Selain itu, Kirshner, David dan Awtry, Thomas (2004) menyatakan bahwa usaha
perbaikan dalam pendidikan aljabar juga dituangkan dalam Dasar dan Standar
NCTM untuk Matematika Sekolah (2000):
In general, if students engage extensively in symbolic manipulation before
they develop a solid conseptuall foundation for their work, they will be
unable to do more than mechanical manipulation (National Research
Council, 1998). The foundation for meaningful work with symbolic notation
shouls be laid over a long time.
Aljabar dalam materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat meliputi: (1)
Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel (SPLDV). Bentuk umum SPLDV
dengan variabel x dan y adalah: 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 = 𝑐𝑝𝑥 + 𝑞𝑦 = 𝑟
; (2) Sistem Persamaan Linear
dengan Tiga Variabel (SPLTV). Bentuk umum SPLTV dengan variabel x, y dan z
39
adalah:
𝑎1𝑥 + 𝑏1𝑦 + 𝑐1𝑧 = 𝑑1
𝑎2𝑥 + 𝑏2𝑦 + 𝑐2𝑧 = 𝑑2
𝑎3𝑥 + 𝑏3𝑦 + 𝑐3𝑧 = 𝑑3
; (3) Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat
(SPLK). Bentuk umum SPLK dengan variabel x dan y adalah: 𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 𝑝𝑥2 + 𝑞𝑥 + 𝑟
dan (4) Sistem Persamaan Kuadrat (SPK). Bentuk umum SPK dengan variabel x
dan y adalah: 𝑦 = 𝑎𝑥2 + 𝑏𝑥 + 𝑐
𝑦 = 𝑝𝑥2 + 𝑞𝑥 + 𝑟 .
5. Kemampuan menyelesaikan soal cerita
Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering berhadapan dengan masalah,
maka memecahkan masalah merupakan aktivitas sehari-hari bagi manusia. Oleh
karenanya, salah satu indikator tercapainya tujuan pembelajaran di sekolah adalah
jika siswa dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari.
Pemecahan masalah merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran di
sekolah. Oleh karena itu, siswa harus dilatih menyelesaikan masalah. Dalam
menyelesaikan masalah, siswa perlu memahami proses penyelesaian masalah dan
trampil dalam memilih dan mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relevan,
mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan
ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya (Herman Hudoyo, 1988: 113).
Conney (1975) dalam Herman Hudoyo (1988: 113) menyatakan bahwa
mengajarkan penyelesaian masalah kepada peserta didik memungkinkan peserta
didik itu menjadi lebih analitik di dalam mengambil keputusan di dalam hidupnya.
40
Untuk menyelesaikan masalah, seseorang harus menguasai hal-hal yang telah
dipelajari sebelumnya dan kemudian menggunakannya dalam situasi baru.
Dalam Pentatito Gunowibowo (2008: 34) disebutkan bahwa menurut Kallick
B & Brewer R (1975: 125) dalam rubrik penilaian keahlian memecahkan masalah
matematika (asses problem-solving skills in math), kemampuan menyelesaikan
masalah matematika meliputi: (1) pemahaman terhadap masalah yang dapat
dilihatdari sejauh mana tampilan pemahaman termasuk kemampuan
mengidentifikasi konsep matematika dan informasi yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan masalah; (2) kemampuan menggunakan strategi yang dapat dilihat
dari sejauh mana efisiensi strategis yang digunakan dalam menyelesaikan
masalah; (3) kemampuan menggunakan atau memilih alasan yang dapat dilihat
dari kompleksitas dan ketapatan alasan yang ditampilkan; (4) kemampuan
menerapkan prosedur matematika yang dapat dilihat dari ketepatan (akurasi)
prosedur matematika yang ditampilkan, dan (5) kemampuan mengkomunikasikan
jawaban (solusi) masalah.
Kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari diperoleh melalui kemampuan menyelesaikan soal cerita. Penyelesaian
soal cerita dimaksudkan agar siswa tidak hanya mampu mengaplikasikan
matematika dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga sebagai sarana untuk
mendorong munculnya sikap positif siswa akan kebermaknaan matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
Soal cerita dalam penelitian ini merupakan aplikasi atau penerapan
pemecahan masalah dengan menggunakan sistem persamaan linear dan kuadrat.
41
Dalam pemecahan masalah (soal cerita) ini, diperlukan manipulasi aljabar dalam
bentuk model matematika, sebagaimana dikemukakan Yerushalmy M. (2006)
dalam JRME (2006: 361):
The knowledge involved in such a solution consists of mapping between the
situation and the function as its mathematical model, describing processes
and manipulating object in numerical and graphical representations, and
shifting between recursive and explicit views. Solving problems of this type
offers an opportunity to implement the modeling skills acquired earlier, at the
presymbolic stage and to use them for thinking about symbolic models and
solutions of linear equations and inequalities.
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan Dina Maulida tahun 2008 yang berjudul:
”Pengaruh Gaya Belajar (Visual, Auditori & Kinestetik) terhadap Prestasi
Belajar Siswa Kelas I Penjualan SMK Muhammadiyah 2 Malang pada Mata
Pelajaran Kewirausahaan Tahun ajaran 2007/2008”, menyimpulkan bahwa:
(a) gaya belajar yang paling dominan digunakan adalah gaya belajar visual
dengan frekuensi 26 siswa (72,2%) dengan kriteria sedang (b) prestasi belajar
siswa yang paling dominan adalah baik dengan frekuensi 28 siswa (77,78%).
Dari hasil uji regresi linier sederhana diperoleh: terdapat pengaruh yang
signifikan antara gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas I
Penjualan SMK Muhammadiyah 2 Malang. Nilai koefisien determinasi yang
sudah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0,206 yang berarti variabel
terikat prestasi belajar dijelaskan oleh variabel bebas gaya belajar sebesar
20,6%. Sedangkan sisanya 79,4% dijelaskan oleh variabel di luar variabel
yang digunakan dalam penelitian (http://www.infoskripsi.com , 6 Mei 2009).
Persamaannya adalah, sama-sama meneliti pengaruh gaya belajar terhadap
42
prestasi belajar. Perbedaannya pada subjek penelitian, yaitu siswa SMK
dengan siswa MA.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Harliyani tahun 2005 yang berjudul
“Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Motivasi dan Hasil Belajar
Matematika Siswa di Sekolah Dasar”, menyimpulkan bahwa ada pengaruh
penggunaan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran
matematika terhadap motivasi belajar siswa kelas V SD Negeri di Desa
Blambangan Kecamatan Bawang Banjarnegara tahun pelajaran 2003/2004.
Persamaan adalah sama-sama menggunakan pendekatan kontekstual
(Contextual Teaching and Learning). Perbedaannya, pada subjek penelitian
yaitu siswa SD dan siswa Madrasah Aliyah
3. Penelitian yang dilakukan oleh Nunuk Suryani tahun 2006, yang berjudul
“Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia VCD Terhadap
Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah (Studi Eksperimen di SMA Negeri I
Karanganyar dan SMA Negeri Karangpandan Tahun Pelajaran 2006/2007)”,
menyimpulkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan kompetensi belajar Sejarah
antara yang belajar dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Bermedia
VCD dan bermedia Gambar. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Bermedia
VCD menghasilkan kompetensi belajar Sejarah yang lebih baik dibandingkan
dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Bermedia Gambar. Persamaan
antara penelitian Nunuk Suryani dengan penelitian ini adalah sama-sama
menggunakan pendekatan kontekstual. Namun bedanya, penelitian Nunuk
43
Suryani pada mata pelajaran sejarah, sedangan penelitian ini pada mata
pelajaran matematika.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Pentatito Gunowibowo pada tahun 2008, yang
berjudul ”Efektifitas Pendekatan Realistik dalam Meningkatkan Kemampuan
Menyelesaikan Soal Cerita dan Sikap terhadap Matematika ditinjau dari
Kemampuan Awal Siswa Kelas IV SD di Kecamatan Purworejo Kabupaten
Purworejo”, menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan
realistiklebih efektif untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal
cerita dan sikap terhadap matematika jika dibandingkan dengan pembelajaran
menggunakan pendekatan mekanistik pada siswa kelas IV SD Negeri di
Kecamatan Purworejo Tahun Pelajaran 2007-2008, baik untuk siswa dengan
kemampuan awal tinggi maupun siswa dengan kemampuan awal rendah.
Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti
kemampuan menyelesaikan soal cerita. Perbedaannya adalah kalau dalam
penelitian Pentatito Gunowibowo menggunakan pendekatan realistik dan
ditinjau dari kemampuan awal siswa, sedangkan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kontekstual dan ditinjau dari gaya belajar siswa.
C. Kerangka Berpikir dan Pengajuan Hipotesis
a) Kerangka Berpikir
Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita
merupakan hasil belajar matematika, yang diperoleh melalui pembelajaran
44
matematika yang didesain guru. Pembelajaran matematika dalam penelitian
ini menggunakan pendekatan kontekstual dan pembelajaran langsung.
Ditinjau dari kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita, maka
kedua pendekatan pembelajaran ini sangat kontras. Pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengaitkan materi pelajaran dengan permasalahan kehidupan sehari-hari,
sehingga soal cerita matematika yang kontekstual merupakan acuan dalam
pembelajaran matematika. Dalam menyelesaikan soal cerita, maka siswa
harus menguasai materi yang mendasarinya sehingga dapat
mengaplikasikannya untuk menyelesaikan masalah dalam soal cerita.
Sedangkan pada pembelajaran langsung, materi diberikan secara
mekanistik dan strukturalis yaitu siswa diterangkan rumus, contoh soal dan
latihan soal. Pada pembelajaran langsung, penekanan pembelajaran pada
aspek ingatan dan pemahaman, sedangkan aplikasi hanya sedikit diberikan.
Soal cerita dalam pembelajaran langsung merupakan aplikasi dari latihan
rumus dan latihan soal yang telah diberikan. Perbedaan karakteristik kedua
pendekatan pembelajaran ini, tentu saja akan memberikan hasil belajar yang
berbeda. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar merupakan
dasar dalam menyelesaikan soal cerita. Pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual akan memungkinkan siswa memiliki kemampuan menyelesaikan
soal aljabar dan soal cerita yang lebih baik daripada pembelajaran langsung.
Gaya belajar merupakan salah satu faktor intrinsik yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar matematika. Siswa dengan gaya belajar visual
45
mempunyai karakteristik cenderung lebih mudah memahami materi melalui
indera penglihatan. Siswa dengan gaya belajar auditori mempunyai
karakteristik lebih mudah memahami materi melalui indera pendengaran.
Sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik mempunyai karakteristik
lebih mudah memahami materi melalui aktifitas fisik dan keterlibatan
langsung.
Salah satu karakteristik siswa dengan gaya belajar visual adalah gemar
membaca, sehingga pemahaman siswa terhadap kalimat-kalimat verbal yang
merupakan ciri khas dari soal cerita kemungkinan jauh lebih baik daripada
siswa dengan gaya belajar auditori maupun kinestetik. Hal ini mengakibatkan
perbedaan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar dan soal
cerita pada siswa dengan gaya belajar yang berbeda. Siswa dengan gaya
belajar visual akan memungkinkan siswa memiliki kemampuan
menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita lebih baik daripada siswa dengan
gaya belajar auditori maupun kinestetik.
b) Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan
kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
7. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada
pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya
belajar.
46
8. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada
pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya
belajar.
9. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan kontekstual,
hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa
dengan gaya belajar auditori, lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar
kinestetik.
10. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pembelajaran langsung,
hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa
dengan gaya belajar auditori, lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar
kinestetik
11. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual,
hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa
dengan gaya belajar auditori, lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar
kinestetik.
12. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran langsung,
hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa
dengan gaya belajar auditori, lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar
kinestetik.
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di tiga Madrasah Aliyah di kabupaten
Bojonegoro, dengan subyek penelitiannya siswa kelas X (sepuluh). Pada tiap-
tiap sekolah, dipilih 2 kelas dengan rincian, satu kelas sebagai kelompok
eksperimen dan satu kelas sebagai kelompok kontrol. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Oktober-November 2009 dengan alasan materi Sistem Persamaan
Linear dan Kuadrat SMA/MA diberikan pada semester gasal.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental semu
(quasi-experimental research) dengan alasan tidak mungkin selama
penelitian, dapat mengontrol semua variabel yang relevan. Dalam penelitian
ini ada dua varibel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas yang
pertama adalah metode ceramah dengan pendekatan kontekstual sebagai
kelompok eksperimen dan metode ceramah langsung atau pembelajaran
langsung, sebagai kelompok kontrol. Variabel bebas yang kedua sebagai
variabel atribut adalah gaya belajar siswa, yang dibedakan menjadi tiga yaitu
visual, auditori dan kinestetik. Sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi
belajar siswa. Adapun prestasi belajar siswa dibedakan menjadi dua, yaitu
48
prestasi siswa dalam mengerjakan soal aljabar dan prestasi siswa dalam
mengerjakan soal cerita.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X (sepuluh)
Madrasah Aliyah (MA) se-Kabupaten Bojonegoro tahun pelajaran
2009/2010. Banyaknya Madrasah Aliyah se-kabupaten Bojonegoro adalah 39
sekolah, yang terbagi menjadi 3 Kelompok Kerja Madrasah (KKM), yaitu
KKM MAN 1 Bojonegoro, KKM MAN 2 Bojonegoro dan KKM MAN
Ngraho. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified cluster random
sampling. Tekniknya adalah, dari ketiga KKM tersebut secara acak terpilih
KKM MAN 1 Bojonegoro. Selanjutnya populasi dibedakan menjadi tiga jenis
yaitu MA dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah, berdasarkan rata-
rata nilai ujian nasional. Daftar nilainya dapat dilihat pada Lampiran 43.
Secara acak terpilih tiga MA, yaitu MAN 1 Bojonegoro sebagai MA
dengan kemampuan tinggi, MA Islamiyah Balen sebagai MA dengan
kemampuan sedang, dan MA Darul Ulum Pasinan Baureno sebagai MA
dengan kemampuan rendah. Kemudian dilakukan pengundian pada tiap MA
untuk memilih kelas yang akan dijadikan kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
Kelas Sepuluh (X) MAN 1 Bojonegoro terdiri atas 9 kelas, yaitu kelas
X-1 sampai dengan X-9. Secara acak terpilih kelas X-6 sebagai kelas
eksperimen dan kelas X-4 sebagai kelas kontrol. Kelas X-6 terdiri dari 39
49
anak dengan rincian 14 anak laki-laki dan 25 anak perempuan. Sedangkan
kelas X-4 terdiri dari 41 anak dengan rincian 11 anak laki-laki dan 30 anak
perempuan. Selain itu, kelas X-8 MAN 1 Bojonegoro terpilih sebagai kelas
uji coba.
Kelas Sepuluh (X) MA Islamiyah Balen terdiri atas dua kelas yaitu
kelas X-1 dan kelas X-2. Secara acak terpilih kelas X-2 sebagai kelas
eksperimen dan kelas X-1 sebagai kelas kontrol. Kelas X-2 terdiri dari 25
anak dengan rincian 9 anak laki-laki dan 16 anak perempuan. Sedangkan
kelas X-1 terdiri dari 24 anak dengan rincian 9 anak laki-laki dan 16 anak
perempuan.
Kelas Sepuluh (X) MA Darul Ulum Pasinan Baureno terdiri dari dua
kelas yaitu kelas X-1 dan X-2. Secara acak terpilih kelas X-2 sebagai kelas
eksperimen dan kelas X-1 sebagai kelas kontrol. Kelas X-2 terdiri dari 41
anak dengan rincian 19 anak laki-laki dan 22 anak perempuan. Sedangkan
kelas X-1 terdiri atas 36 anak, terdiri dari 11 anak laki-laki dan 25 anak
perempuan.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
(i) Variabel Bebas
1) Pendekatan pembelajaran
a) Definisi operasional : pendekatan pembelajaran adalah suatu konsep
atau cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai
50
tujuan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini
adalah pendekatan kontekstual dan pembelajaran langsung.
(i) Pembelajaran dengan pendekatan Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) adalah pembelajaran yang dimulai dengan
mengambil (mensimulasikan, menceritakan) kejadian pada dunia
nyata kemudian diangkat ke dalam konsep matematika yang
dibahas.
(ii) Pembelajaran langsung adalah pembelajaran terpusat pada guru
yang disampaikan dalam bentuk penjelasan atau penuturan lisan
dan siswa dipandang sebagai obyek yang menerima apa saja yang
diberikan oleh guru.
b) Skala pengukuran : skala nominal
c) Kategori : Pendekatan Kontekstual sebagai kelompok eksperimen dan
pembelajaran langsung sebagai kelompok kontrol.
d) Simbol : B1 = Pembelajaran kontekstual
B2 = Pembelajaran langsung
2) Gaya Belajar
a) Definisi operasional variabel : gaya belajar adalah cara yang
cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari
lingkungan dan memproses informasi tersebut.
b) Skala : Nominal
c) Kategori : Skor angket gaya belajar siswa
d) Simbol : A1 = Gaya belajar visual
51
A2 = Gaya belajar auditori
A3 = Gaya belajar kinestetik
(ii) Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika.
a) Definisi operasional variabel : prestasi belajar matematika dapat
diartikan sebagai hasil yang dicapai siswa berupa penguasaan
pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran
matematika. Prestasi belajar dibedakan menjadi 2, yaitu kemampuan
menyelesaikan soal aljabar dan kemampuan menyelesaikan soal
cerita.
b) Skala Pengukuran : skala interval
c) Kategori : nilai tes prestasi belajar matematika pada pokok bahasan
Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat
d) Simbol : Y
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Metode dokumentasi; digunakan untuk data awal yaitu nama dan Nilai
Ujian Nasional (NUN) siswa kelas X pada mata pelajaran matematika.
Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan awal
tentang prestasi belajar matematika dari sampel yang terpilih, sebelum
dikenai perlakuan.
b. Metode angket; digunakan untuk mengetahui gaya belajar siswa.
52
c. Metode tes; digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar siswa
pada materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat. Tes berbentuk pilihan
ganda dengan 5 alternatif jawaban. Jawaban benar diberi skor 1 dan
jawaban salah atau tidak menjawab diberi skor 0.
3. Instrumen penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah tes untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita pada materi Sistem
Persamaan Linear dan Kuadrat, dan angket untuk mengetahui gaya belajar
siswa. Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba
instrumen untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen. Setelah uji
coba, dilakukan beberapa uji instrumen yaitu :
a. Tes
1) Uji validitas isi
Validitas menunjukkan ketepatan dan kecermatan suatu instrumen
pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Validitas isi
menunjukkan sejauh mana butir-butir dalam tes mencakup keseluruhan
kawasan isi yang hendak diukur. Pengertian mencakup keseluruhan
kawasan isi tidak saja berarti tes itu harus komprehensif, tetapi isinya
harus tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran.
Adapun langkah-langkah untuk mempertinggi validitas isi adalah :
a) Mengidentifikasi bahan-bahan yang telah diberikan beserta standar
kompetensinya.
b) Membuat kisi-kisi dari soal tes yang akan ditulis
53
c) Menyusun soal tes beserta kuncinya
d) Menelaah soal tes sebelum dicetak.
Uji validitas isi dapat dilakukan oleh pakar atau validator
2) Uji reliabilitas
Reliabilitas menunjuk kepada keajegan hasil pengukuran. Dalam
tes awal maupun tes prestasi belajar matematika, setiap jawaban yang
benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. Sehingga untuk
menghitung tingkat reliabilitas tes, digunakan rumus Kuder-Richardson
dengan KR-20, yaitu :
r11 =n
n − 1 st
2 − piqi
st2
Dengan :
r11 = koefisien reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir instrumen
pi = proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar pada butir ke-i
qi = 1 – pi
st2
= variansi total
Koefisien reliabilitas dianggap baik jika 𝑟11 ≥ 0,70
(Budiyono, 2003: 72)
3) Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan butir dalam membedakan antara
siswa yang mempunyai kemampuan tinggi (dalam hal ini diwakili oleh
mereka yang termasuk kelompok tinggi) dan siswa yang mempunyai
kemampuan rendah (diwakili oleh mereka yang termasuk kelompok
54
rendah). Suatu butir soal mempunyai daya pembeda baik jika kelompok
siswa pandai menjawab benar butir soal lebih banyak daripada kelompok
siswa tidak pandai. Daya pembeda masing-masing butir tes dilihat dari
korelasi antara skor butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Rumus yang
digunakan adalah rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson
berikut:
rxy =n XY − X Y
n X2 − X 2 n Y2 − Y 2
Dengan :
rxy = indeks daya pembeda
n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen)
X = skor untuk butir ke-i (dari subjek uji coba)
Y = total skor (dari subjek uji coba)
Butir soal mempunyai daya pembeda baik jika rxy ≥ 0,30.
(Budiyono, 2003: 65)
4) Tingkat kesukaran
Tingkat kesukaran merupakan rasio antara penjawab butir dengan
benar dan banyaknya penjawab butir. Sebuah butir mempunyai tingkat
kesukaran baik, dalam arti dapat memberikan distribusi yang menyebar,
jika tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Formulasi tingkat
kesukaran adalah sebagai berikut :
P =ni
N
55
Keterangan :
P = indeks kesukaran
ni = banyaknya siswa yang menjawab butir dengan benar
N = banyaknya siswa yang menjawab butir
Pada umumnya, P yang berada di sekitar 0,50 dianggap yang terbaik.
Kriteria yang dipakai dalam penelitian ini adalah 0,3 ≤ P ≤ 0,7 (Syaifudin
Azwar, 2007: 135).
b. Angket
1) Validitas isi.
Untuk menilai validitas isi angket, penilaian dilakukan oleh pakar atau
validator.
2) Konsistensi internal; menunjukkan adanya korelasi positif antara skor
masing-masing butir angket. Artinya, butir-butir tersebut harus mengukur
hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama. Untuk
menghitungnya dapat digunakan rumus korelasi produk momen dari Karl
Pearson sebagai berikut :
rxy =n XY − X Y
n X2 − X 2 n Y2 − Y 2
Dengan :
rxy = indeks konsistensi internal
n = cacah subjek yang dikenai tes
X = skor butir ke-i
Y = total skor
Butir soal angket dipakai jika rxy ≥ 0,3 (Budiyono, 2003: 65)
56
3) Uji reliabilitas. Rumus yang digunakan adalah rumus Alpha, sebagai
berikut:
𝑟11 = n
n−1 1 −
si2
st2
Dengan :
r11 = indeks reliabilitas instrumen
n = banyaknya butir instrumen
si2 = variansi butir
st2 = variansi total
Angket dikatakan reliabel jika r11 > 0,7
(Budiyono, 2003: 70)
E. Teknik Analisis Data
1. Uji keseimbangan
Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
(kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) dalam keadaan seimbang atau
tidak, sebelum dikenai perlakuan. Statistik uji yang digunakan adalah uji-t,
yaitu:
a. Hipotesis
H0 : μ1 = μ2 (kedua kelompok berasal dari populasi dengan kemampuan
awal sama)
H1 : μ1 ≠ μ2 (kedua kelompok tidak berasal dari populasi dengan
kemampuan awal sama)
b. Taraf signifikansi : α = 0,05
c. Statistik uji
57
t = X 1 − X 2 − d0
s1
2
n1+
s22
n2
~t v
v =
s12
n1+
s22
n2
2
s1
2
n1
2
n1 − 1 +
s22
n2
2
n2 − 1
(karena selisih rata-rata tidak dibicarakan maka d0 = 0), dengan :
X 1 = rata-rata nilai Ujian Nasional kelas X mata pelajaran matematika
pada kelompok eksperimen
X 2 = rata-rata nilai Ujian Nasional kelas X mata pelajaran matematika
pada kelompok kontrol
s12 = variansi kelompok eksperimen
s22 = variansi kelompok kontrol
n1 = jumlah siswa kelompok eksperimen
n2 = jumlah siswa kelompok kontrol
d. Daerah kritik
DK = t t < −t α
2;v
atau t > t α
2;v
e. Keputusan Uji
H0 diterima jika nilai statistik uji amatan tidak berada di daerah kritik dan
H0 ditolak jika nilai statistik uji amatan berada pada daerah kritik.
(Budiyono, 2004: 151)
58
2. Uji Prasyarat
a. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang
diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas menggunakan metode Lilliefors, sebagai berikut :
1. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
2. Taraf signifikansi : α = 0,05
3. Statistik Uji
L = Maks F zi − S zi
Dengan :
zi =X i−X
s , (s = standar deviasi)
F zi = P(z ≤ zi )
zi = skor terstandar untuk Xi
z ~ N(0,1)
S zi = proporsi cacah z ≤ zi terhadap banyaknya zi
4. Daerah kritik
DK = L L > L α ,n
5. Keputusan uji
H0 diterima jika nilai statistik uji amatan tidak berada di daerah kritik
dan H0 ditolak jika nilai statistik berada di daerah kritik.
(Budiyono, 2004: 170)
59
b. Uji homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah k sampel mempunyai
variansi yang sama. Uji homogenitas menggunakan metode Bartlett
dengan statistik uji Chi Kuadrat sebagai berikut :
1. Hipotesis
H0 : σ12 = σ2
2 = ⋯ = σk2 (variansi populasi homogen)
k = 2 untuk metode pembelajaran
k = 3 untuk gaya belajar siswa
H1 : tidak semua variansi sama (variansi populasi tidak homogen)
2. Taraf signifikansi : 𝛼 = 0,05
3. Statistik Uji
χ2 =2,303
c f. log RKG − fj . log sj
2 dengan χ2 ~ χ
2 (k-1)
Dengan :
k = banyaknya sampel
f = derajat kebebasan untuk RKG = N-k = fjkj=1
fj = nj – 1 = derajat kebebasan untuk sj2 = nj − 1, dengan j = 1,2,…, k
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j
c = 1 +1
3 k−1
1
fj−
1
f ; RKG =
SS j
fj;
SSj = Xj2 −
X j 2
n j= nj − 1 sj
2
60
4. Daerah kritik
DK = χ2 χ2 > χ2 α ,k−1
5. Keputusan uji
H0 diterima jika nilai statistik uji amatan tidak berada di daerah kritik
dan H0 ditolak jika nilai statistik berada di daerah kritik.
(Budiyono, 2004: 176)
3. Uji Hipotesis
(1) Model
Hipotesis penelitian diuji dengan teknik Multivariate Analysis of Variance
(Manova) dua jalan dengan sel tak sama (Timm H, Neil, 1975: 394)
yijk = μ + αi + βj + γij + εijk
εijk ~IN 0, σ2
Dengan :
yijk , μ, αi , βj , γij , εijk adalah vektor-vektor berukuran p x l.
yijk = vektor ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j
µ = vektor rerata dari seluruh data amatan
αi = vektor efek baris/faktor A (gaya belajar) kategori ke-i
βj = vektor efek kolom/faktor B (pendekatan pembelajaran) kategori ke-j
γij = vektor kombinasi efek baris dan kolom (faktor A dan B) pada kategori
ke-i dan ke-j
εijk = vektor random berdistribusi IN 0, σ2
61
i = 1,2,3 dengan 1 = gaya belajar visual
2 = gaya belajar auditori
3 = gaya belajar kinestetik
j = 1,2 dengan 1 = pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
2 = pembelajaran langsung
k = 1,2,…,nij = banyaknya data amatan pada sel ij
(2) Rancangan Penelitian
Gaya Belajar (A) Pendekatan Pembelajaran (B)
Pendekatan Kontekstual
(B1)
Pembelajaran langsung
(B2)
Aljabar
(B11)
Soal Cerita
(B12)
Aljabar
(B21)
Soal Cerita
(B22)
Visual (A1) AB111 AB112 AB121 AB122
Auditori (A2) AB211 AB212 AB221 AB222
Kinestetik (A3) AB311 AB312 AB321 AB322
Keterangan:
AB111: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar
visual pada pendekatan kontekstual
AB112: kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar
visual pada pendekatan kontekstual
AB121: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar
visual pada pembelajaran langsung
AB122: kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar
visual pada pembelajaran langsung
62
AB211: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar
auditori pada pendekatan kontekstual
AB212: kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar
auditori pada pendekatan kontekstual
AB221: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar
auditori pada pembelajaran langsung
AB222: kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar
auditori pada pembelajaran langsung
AB311: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar
kinestetik pada pendekatan kontekstual
AB312: kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar
kinestetik pada pendekatan kontekstual
AB321: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar
kinestetik pada ppembelajaran langsung
AB322: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar
kinestetik pada pembelajaran langsung
(3) Prosedur
a. Hipotesis
1) H0A : μvisual −aljabar
μvisual −soal cerita =
μauditori −aljabar
μauditori −soal cerita
= μkinestetik −aljabar
μkinestetik −soal cerita
H1A : μvisual −aljabar
μvisual −soal cerita ≠
μauditori −aljabar
μauditori −soal cerita atau
63
μvisual −aljabar
μvisual −soal cerita ≠
μkinestetik −aljabar
μkinestetik −soal cerita atau
μauditori −aljabar
μauditori −soal cerita ≠
μkinestetik −aljabar
μkinestetik −soal cerita
2) H0B : μkontekstual −aljabar
μkontekstual −soal cerita =
μlangsung −aljabar
μlangsung −soal cerita
H1B : μkontekstual −aljabar
μkontekstual −soal cerita ≠
μlangsung −aljabar
μlangsung −soal cerita
3) H0AB : tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dan gaya
belajar terhadap kemampuan menyelesaikan soal aljabar
dan soal cerita
H1AB : ada interaksi antara metode pembelajaran dan gaya belajar
terhadap kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal
cerita
b. 𝛂 = 𝟎, 𝟎𝟓
c. Statistik Uji
Statistik uji menggunakan uji multivariat dua jalan yaitu dengan
mengggunakan uji Wilks’ Lambda, kemudian uji univariat dua jalan.
Uji multivariat dua jalan yang digunakan adalah:
(i) Untuk hipotesis efek gaya belajar adalah:
FA = 1 − A
A
ab n − 1 − p + 1 /2
a − 1 − p + 1 /2 ~F v1, v2
Dengan:
A = SSCPG
SSCPA + SSCPG
v1 = a − 1 − p + 1 dan v2 = ab n − 1 − p + 1
64
(ii) Untuk hipotesis efek pendekatan pembelajaran adalah:
FB = 1 − B
B
ab n − 1 − p + 1 /2
b − 1 − p + 1 /2 ~F v1, v2
Dengan:
B = SSCPG
SSCPB + SSCPG
v1 = b − 1 − p + 1 dan v2 = ab n − 1 − p + 1
(iii) Untuk hipotesis efek interaksi:
FAB = 1 − AB
AB
ab n − 1 − p + 1 /2
a − 1 b − 1 − p + 1 /2 ~F v1, v2
Dengan:
A = SSCPG
SSCPAB + SSCPG
v1 = a − 1 b − 1 − p + 1 dan v2 = ab n − 1 − p + 1
Uji Univariat dua jalan, statistik yang digunakan adalah:
1) Untuk hipotesis efek gaya belajar adalah:
FA =
JKA
a − 1JKG
ab n − 1
~F a − 1, ab n − 1
2) Untuk hipotesis efek pendekatan pembelajaran adalah:
FB =
JKB
b − 1JKG
ab n − 1
~F b − 1, ab n − 1
3) Untuk hipotesis efek interaksi adalah:
FAB =
JKAB
a − 1 (b − 1)JKG
ab n − 1
~F a − 1 (b − 1), ab n − 1
65
d. Komputasi
1) Komputasi untuk uji multivariat
Sumber
Variasi
Matriks SSCP Derajad
kebebasan
Faktor A
(Gaya
belajar)
SSCPA = nb X i∙ − X
a
i=1
′ Xi∙ − X a-1
Faktor B
(pendekatan
pembelajaran) SSCPB = na X ∙j − X
b
j=1
′ X∙j − X
b-1
Interaksi
SSCPAB = n
b
j=1
X ij − X i∙ − X ∙j + X ′
a
i=1
X ij − X i∙ − X ∙j + X
(a-1)(b-1)
Galat
SSCPG = Xijk − X ij ′ Xijk − X ij
n
k=1
b
j=1
a
i=1
ab(n-1)
Total
SSCPT = Xijk − X ′ Xijk − X
n
k=1
b
j=1
a
i=1
abn-1
2) Komputasi untuk uji univariat
Sumber
Variasi
Jumlah kuadrat (Sum of Square) Derajad
kebebasan
Faktor A
(Gaya
belajar)
JKA = SSA = nb
a
i=1
X i∙ − X 2 a-1
Faktor B
(pendekatan
pembelajaran) JKB = SSB = na
b
i=1
X ∙j − X 2
b-1
Interaksi
JKAB = SSAB = n X ij − X i∙ − X ∙k + X 2
b
j=1
a
i=1
(a-1)(b-1)
Galat
JKG = SSres = Xijk − X ij 2
n
k=1
b
j=1
a
i=1
ab(n-1)
Total
JKtot = SStot = Xijk − X 2
n
k=1
b
j=1
a
i=1
abn-1
66
e. Daerah kritik
Daerah kritik multivariat:
1) DK = FA FA < Fv1 ,v2 α
2) DK = FB FB < Fv1 ,v2 α
3) DK = FAB FAB < Fv1 ,v2 α
Daerah kritik univariat:
1) DK = F1 F1 < Fv1 ,v2 α
2) DK = F2 F2 < Fv1 ,v2 α
3) DK = F3 F3 < Fv1 ,v2 α
f. Keputusan Uji
H0 ditolak jika Fhit ∈ DK atau tolak H0 jika p < α, dengan p adalah
tingkat signifikansi amatan.
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Uji Coba Instrumen
Instrumen yang diujicobakan meliputi:
1. Tes kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita
Tes terdiri dari 30 soal berbentuk pilihan ganda dengan 5 pilihan
jawaban yaitu a, b, c, d dan e, dengan rincian 15 soal tes kemampuan
menyelesaikan soal aljabar dan 15 soal tes kemampuan menyelesaikan
soal cerita. Uji coba tes dilaksanakan di kelas X-8 MAN 1 Bojonegoro
pada tanggal 4 November 2009. Soal tes dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Soal tes diujicobakan untuk mengetahui validitas isi, reliabilitas,
daya pembeda dan tingkat kesukaran. Validitas isi meliputi aspek
materi, aspek konstruksi dan aspek bahasa. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan daftar cek lis oleh ketua MGMP (Musyawarah Guru
Mata Pelajaran) matematika Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro
dan oleh Dekan FPMIPA IKIP PGRI Bojonegoro. Penilaian dilakukan
dua kali yaitu sebelum dan sesudah pelaksanaan tes uji coba. Data
hasil penilaian validitas isi dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hasil perhitungan tingkat kesukaran terhadap 15 butir tes untuk
mengukur kemampuan menyelesaikan soal aljabar menunjukkan
bahwa tingkat kesukaran butir tes tergolong sedang karena berkisar
68
antara 0,53 sampai dengan 0,73. Berdasarkan kriteria tingkat
kesukaran butir tes, maka semua butir tes memenuhi konstruk tes yang
akan digunakan untuk mengambil data. Akan tetapi berdasarkan daya
pembeda butir tes, terdapat dua nomor yang gugur yaitu soal nomor 5
dan nomor 13 karena daya pembedanya masing-masing 0,2045 dan
0,2675 (kurang dari 0,3). Hasil perhitungan indeks reliabilitas,
diperoleh indeks reliabilitas sebesar 0,7288, berarti tes layak
digunakan untuk mengambil data. Dari ke-13 butir soal yang dapat
dipakai, dipilih 10 soal yang akan digunakan sebagai soal tes, yaitu
soal nomor 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14. Butir yang tidak dipakai
adalah butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran mudah atau
terlalu sukar. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 6.
Analisis tingkat kesukaran soal tes kemampuan penyelesaian soal
cerita menunjukkan bahwa butir 30 termasuk kategori mudah karena
tingkat kesukarannya 0,8049. Sedangkan butir 16 sampai dengan 29
termasuk kategori sedang karena berkisar antara 0,63 sampai 0,7.
Sedangkan analisis daya pembeda menunjukkan bahwa butir 17, 18
dan 20 tidak dapat dipakai karena daya pembedanya masing-masing
0,2014; 0,27953 dan 0,21648 (kurang dari 0,3). Adapun indeks
reliabilitas tes sebesar 0,7219. Dengan demikian 12 butir tes layak
digunakan untuk mengambil data. Dari ke-12 butir soal dipilih 10 soal
yang akan digunakan untuk mengambil data yaitu soal nomor 19, 21,
22, 23, 24, 25, 26, 27, 28 dan 29. Butir yang tidak dipakai adalah butir
69
soal yang mempunyai tingkat kesukaran mudah atau terlalu sukar
Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 7.
2. Angket untuk mengetahui gaya belajar siswa
Angket untuk mengetahui gaya belajar siswa diujicobakan pada
kelas yang sama dengan kelas uji coba tes. Angket terdiri dari 60 butir
pertanyaan yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu masing-masing 20
pertanyaan untuk gaya belajar visual (nomor 1 sampai 20), auditori
(nomor 21 sampai 40) dan kinestetik (nomor 41 sampai 60). Angket
gaya belajar siswa dapat dilihat pada Lampiran 12.
Uji coba angket untuk mengetahui validitas isi, konsistensi internal
dan reliabilitas. Validitas isi dilakukan oleh ketua MGMP Bimbingan
Konseling Departemen Agama Kabupaten Bojonegoro. Hasil validitas
isi menunjukkan bahwa semua butir angket dapat digunakan untuk
mengungkap gaya belajar siswa. Hasil validitas isi dapat dilihat pada
Lampiran 13.
Hasil perhitungan konsistensi internal pada angket gaya belajar
visual menunjukkan bahwa ada 3 butir angket yang gugur karena
indeks konsistensi internalnya kurang dari 0,3 yaitu butir 8, 13 dan 18.
Sedangkan uji reliabilitas menunjukkan angka 0,744. Berarti ada 17
butir angket yang layak digunakan untuk mengungkap gaya belajar
visual. Dari 17 butir angket dipilih 15 butir yang akan dipakai yaitu
butir 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 17, 19 dan 20. Butir yang
70
tidak dipakai adalah butir angket yang mempunyai koefisien
konsistensi internal lebih dari 0,7. Hasil analisis dapat dilihat pada
Lampiran 14.
Hasil perhitungan konsistensi internal pada angket gaya belajar
auditori menunjukkan bahwa ada 3 butir angket yang gugur karena
indeks konsistensi internalnya kurang dari 0,3 yaitu butir 30, 34 dan
35. Sedangkan indeks konsistensi internal butir yang lain berkisar
antara 0,31 sampai 0,69. Adapun indeks reliabilitas menunjukkan
angka 0,727, berarti ada 17 butir angket yang layak digunakan untuk
mengungkap gaya belajar auditori. Dari 17 butir angket dipilih 15 butir
yang akan dipakai yaitu butir 21, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 31, 33, 36,
37, 38, 39 dan 40. Butir yang tidak dipakai adalah butir angket yang
mempunyai koefisien konsistensi internal lebih dari 0,7. Hasil analisis
dapat dilihat pada Lampiran 15.
Adapun hasil perhitungan konsistensi internal pada angket gaya
belajar kinestetik menunjukkan bahwa ada 3 butir angket yang gugur
karena indeks konsistensi internalnya kurang dari 0,3 yaitu butir 46, 47
dan 60. Sedangkan indeks konsistensi internal butir yang lain berkisar
antara 0,32 sampai 0,75. Indeks reliabilitas menunjukkan angka 0,742,
berarti ada 17 butir angket yang layak digunakan untuk mengungkap
gaya belajar kinestetik. Dari 17 butir angket dipilih 15 butir yang akan
dipakai yaitu butir 41, 43, 44, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58
dan 59. Butir yang tidak dipakai adalah butir angket yang mempunyai
71
koefisien konsistensi internal lebih dari 0,7. Hasil analisis dapat dilihat
pada Lampiran 16.
B. Deskripsi Data
1. Data kemampuan menyelesaikan soal aljabar
Data skor kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada kelompok
eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Lampiran 19. Statistik
deskriptif data kemampuan menyelesaikan soal berbentuk aljabar
disajikan dalam Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1: Statistik deskriptif data kemampuan menyelesaikan soal
aljabar
Pende
katan
pembelajaran
Ga
ya Belajar
n S
kor
teren
dah
S
kor
ter-
tinggi
R
erata
S
tandar
deviasi
Konte
kstual
Vis
ual
6
2
3
0
1
00
7
1,1290
1
9,3420
Au
ditori
2
3
3
0
1
00
6
6,9565
2
0,5145
Ki
nestetik
1
6
3
0
1
00
6
2,5
1
9,1485
Tot
al
1
01
3
0
1
00
6
8,81
1
9,763
Ceram
ah
Vis
ual
6
4
3
0
1
00
6
7,1875
1
9,5561
Au
ditori
2
3
3
0
1
00
6
2,1739
1
9,2959
Ki
nestetik
1
4
3
0
9
0
6
2,1429
1
6,0357
Tot
al
1
01
3
0
1
00
6
5,35
1
9,056
Total Vis
ual
1
26
3
0
1
00
6
9,127
1
9,4739
Au
ditori
4
6
3
0
1
00
6
4,565
2
0,0783
Ki
nestetik
3
0
3
0
1
00
6
2,333
1
7,5545
72
2. Data kemampuan menyelesaikan soal cerita
Data skor kemampuan menyelesaikan soal cerita pada kelompok
eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Lampiran 19. Statistik
deskriptif data kemampuan menyelesaikan soal cerita disajikan dalam
Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2: Statistik deskriptif data kemampuan menyelesaikan soal
cerita
Pende
katan
pembelajaran
Ga
ya Belajar
n S
kor
teren
dah
S
kor
ter-
tinggi
R
erata
S
tandar
deviasi
Konte
kstual
Vis
ual
6
2
2
0
1
00
5
7,7419
2
0,4394
Au
ditori
2
3
3
0
1
00
5
0
1
6,5145
Ki
nestetik
1
6
2
0
8
0
5
2,5
1
6,9312
Tot
al
1
01
2
0
1
00
5
5,15
1
9,2153
Ceram
ah
Vis
ual
6
4
1
0
8
0
5
3,125
1
8,5913
Au
ditori
2
3
1
0
8
0
4
6,5217
2
0,1379
Ki
nestetik
1
4
1
0
6
0
3
5,7143
1
6,0357
Tot
al
1
01
1
0
8
0
4
9,21
1
9,426
Total Vis
ual
1
26
1
0
1
00
5
5,3968
1
9,5817
Au
ditori
4
6
1
0
8
0
4
8,2609
1
8,2944
Ki
nestetik
3
0
1
0
8
0
4
4,6667
1
8,3328
C. Analisa Data
1. Uji Keseimbangan
73
Uji keseimbangan digunakan untuk melihat apakah kelas
eksperimen dan kelas kontrol merupakan kelas yang seimbang atau
mempunyai kemampuan awal sama. Data yang akan diuji adalah nilai
Ujian Nasional SMP/MTs mata pelajaran matematika. Berdasarkan
hasil komputasi diperoleh thitung = 0,4149617 dan ttabel = 1,96 dengan
daerah kritik DK = t t < −1,96 atau t > 1,96 . Dengan demikian
thitung DK, maka keputusan uji, H0 diterima. Berarti kesimpulannya
kedua sampel kelas mempunyai kemampuan awal yang sama atau
kedua kelas dalam keadaan seimbang. Perhitungan uji keseimbangan
dapat dilihat pada Lampiran 18.
2. Uji Prasyarat
a. Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel
penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau
tidak. Uji normalitas dilakukan pada kedua data variabel terikat,
yaitu data kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita.
Uji normalitas data menggunakan metode Lilliefors.
Uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal
aljabar maupun soal cerita dilakukan terhadap masing-masing
kelompok data yaitu kelompok eksperimen, kelompok kontrol,
kelompok gaya belajar visual, auditori maupun kinestetik.
74
1) Uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal
aljabar
Perhitungan uji normalitas data kemampuan menyelesaikan
soal aljabar dapat dilihat pada Lampiran 26 - 30. Rangkuman
hasil uji normalitas data tersebut disajikan pada Tabel 4.3
berikut:
Tabel 4.3: Rangkuman hasil uji normalitas data kemampuan
menyelesaikan soal aljabar
N
o
Kelompok L
maks
L
0,05;n
Kep
utusan Uji
1 Eksperimen 0
,07903
0
,08816
H0
diterima
2 Kontrol 0
,08227
0
,08816
H0
diterima
3 Gaya belajar
visual
0
,07341
0
,07893
H0
diterima
4 Gaya belajar
auditori
0
,09339
0
,13063
H0
diterima
5 Gaya belajar
kinestetik
0
,11837
0
,16176
H0
diterima
Berdasarkan uji normalitas data kemampuan menyelesaikan
soal aljabar yang terangkum pada Tabel 4.3 di atas tampak
bahwa Lmaks untuk setiap kelompok kurang dari L0,05;n. Hal ini
berarti pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol untuk setiap
kelompok diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa data pada setiap kelompok berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
2) Uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal cerita
75
Perhitungan uji normalitas data kemampuan menyelesaikan
soal cerita dapat dilihat pada Lampiran 31 - 35. Rangkuman
hasil uji normalitas data tersebut disajikan pada Tabel 4.4
berikut:
Tabel 4.4: Rangkuman hasil uji normalitas data kemampuan
menyelesaikan soal cerita
N
o
Kelompok L
maks
L
0,05;n
Kep
utusan Uji
1 Eksperimen 0
,08227
0
,08816
H0
diterima
2 Kontrol 0
,07416
0
,08816
H0
diterima
3 Gaya belajar
visual
0
,07549
0
,07893
H0
diterima
4 Gaya belajar
auditori
0
,08719
0
,13063
H0
diterima
5 Gaya belajar
kinestetik
0
,0859
0
,16176
H0
diterima
Berdasarkan uji normalitas data kemampuan menyelesaikan
soal cerita yang terangkum pada Tabel 4.4 di atas tampak
bahwa Lmaks untuk setiap kelompok kurang dari L0,05;n. Hal ini
berarti pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol untuk setiap
kelompok diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa data pada setiap kelompok berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
b. Uji homogenitas
76
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel
penelitian mempunyai variansi yang sama. Uji homogenitas
menggunakan metode Barlett dengan statistik uji Chi Kuadrat.
1) Uji homogenitas data kemampuan menyelesaikan soal
aljabar
Penghitungan uji homogenitas data kemampuan
menyelesaikan soal aljabar dapat dilihat pada Lampiran 36.
Rangkuman hasil uji homogenitas disajikan dalam Tabel 4.5
berikut:
Tabel 4.5: Rangkuman hasil uji homogenitas variansi data
kemampuan menyelesaikan soal aljabar
N
o
Pasangan
Kelompok
hit2
(0,05;k−1)2 Kep
utusan Uji
1 Eksperimen
vs kontrol
0
,16283
3,
841
H0
diterima
2 Gaya belajar
visual vs auditori vs
kinestetik
0
,6134
5,
991
H0
diterima
Dari tabel di atas tampak bahwa
hit2 lebih kecil daripada
(0,05;k−1)2 , dengan keputusan uji H0
diterima. Berarti dapat disimpulkan bahwa variansi kedua
populasi sama untuk setiap pasangan kelompok data. Dengan
kata lain, setiap pasangan kelompok adalah homogen.
2) Uji homogenitas data kemampuan menyelesaikan soal
cerita
Penghitungan uji homogenitas data kemampuan
menyelesaikan soal cerita dapat dilihat pada Lampiran 37.
77
Rangkuman hasil uji homogenitas disajikan dalam Tabel 4.6
berikut:
Tabel 4.6: Rangkuman hasil uji homogenitas variansi data
kemampuan menyelesaikan soal cerita
N
o
Pasangan
Kelompok
hit2
(0,05;k−1)2 Kep
utusan Uji
1 Eksperimen
vs kontrol
0
,04365
3,
841
H0
diterima
2 Gaya belajar
visual vs auditori vs
kinestetik
0
,84291
5,
991
H0
diterima
Dari tabel di atas tampak bahwa
hit2 lebih kecil daripada
(0,05;k−1)2 , dengan keputusan uji H0
diterima. Berarti dapat disimpulkan bahwa variansi kedua
populasi sama untuk setiap pasangan kelompok data. Dengan
kata lain, setiap pasangan kelompok adalah homogen.
3. Uji Hipotesis
Prosedur uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Analisis
Variansi Multivariat dua jalan (Two-way Multivariate Analysis of
Variance atau two-way MANOVA). Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 15. Tampilan hasil pengolahan data
dapat dilihat pada Lampiran 39. Rangkuman hasil uji multivariat
disajikan pada Tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7: Rangkuman hasil uji multivariat
Efek Fob
s
p Keputusa
n Uji
78
Pendekatan
pembelajaran
4,1
04
0
,018
H0
ditolak
Gaya belajar 2,7
81
0
,027
H0
ditolak
Pendekatan
pembelajaran x gaya belajar
1,9
45
0
,102
H0
diterima
Berdasarkan Tabel di atas tampak bahwa untuk pendekatan
pembelajaran diperoleh p = 0,018 < = 0,05 dan gaya belajar
diperoleh nilai p = 0,027 < = 0,05. Berarti keputusan uji untuk
pendekatan pembelajaran dan gaya belajar, hipotesis nol ditolak.
Sedangkan untuk interaksi pendekatan pembelajaran dan gaya belajar
diperoleh p = 0,102 > = 0,05, sehingga keputusan uji hipotesis nol
diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan sebagai berikut:
M1: terdapat perbedaan efek pendekatan pembelajaran pada
kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita.
Dengan kata lain, secara bersama-sama kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita yang
dihasilkan dari pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
berbeda dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
aljabar dan soal cerita yang dihasilkan dari pembelajaran
langsung (direct teaching).
M2: Terdapat perbedaan efek gaya belajar pada kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita. Dengan kata
lain, secara bersama-sama kemampuan siswa dalam
79
menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita siswa dengan gaya
belajar visual berbeda dengan kemampuan menyelesaikan soal
aljabar dan soal cerita siswa dengan gaya belajar auditori serta
berbeda dengan kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan
soal cerita siswa dengan gaya belajar kinestetik.
M3: Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan
gaya belajar siswa terhadap kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita. Artinya karakteristik
perbedaan gaya belajar siswa pada setiap pendekatan
pembelajaran sama. Kesimpulan pembandingan rataan antar sel
mengacu kepada kesimpulan pembandingan rataan marginalnya.
Analisis uji univariat dapat dilihat pada Lampiran 40. Adapun
rangkuman hasil uji univariat disajikan pada Tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8: Rangkuman hasil uji univariat
Efek Varia
bel terikat
F
obs
p Kep
utusan Uji
Pendekatan
pembelajaran
Aljab
ar
Soal
cerita
0
,868
6
,878
0
,353
0
,009
H0
diterima
H0
ditolak
Gaya belajar Aljab
ar
Soal
cerita
2
.009
5
,594
0
,137
0
,004
H0
diterima
H0
ditolak
Pendekatan
pembelajaran x gaya
belajar
Aljab
ar
Soal
cerita
0
,131
1
,405
0
,878
0
,248
H0
diterima
H0
diterima
80
Berdasarkan rangkuman hasil uji univariat pada Tabel di
atas dapat disimpulkan bahwa pada taraf signifikansi 5%:
U1: Tidak terdapat perbedaan efek antara pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual dan pembelajaran langsung terhadap
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar (F = 0,868; p
= 0,353 > = 0,05).
U2: Terdapat perbedaan efek antara pembelajaraan dengan pendekatan
kontekstual dan pembelajaran langsung terhadap kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita (F = 6,878; p = 0,009 <
= 0,05)
U3: Tidak terdapat perbedaan efek antara gaya belajar visual, auditori
dan kinestetik terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal aljabar (F = 2,009; p = 0,137 > = 0,05)
U4: Terdapat perbedaan efek antara gaya belajar visual, auditori dan
kinestetik terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita (F = 5,594; p = 0,004 < = 0,05). Untuk melihat manakah
di antara ketiga gaya belajar tersebut yang secara signifikan
memberikan efek paling besar, dilakukan uji post hoc dengan
Metode Scheffe (Lampiran 40).
U5: Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan
gaya belajar terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal aljabar (F = 0,131; p = 0,878 > = 0,05)
81
U6: Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan
gaya belajar terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal cerita (F = 0,868; p = 0,353 > = 0,05).
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji hipotesis statistik dapat dijelaskan keenam
hipotesis penelitian pada Bab II sebagai berikut:
1) Hipotesis pertama
Tidak terdapatnya perbedaan efek antara pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual dan pembelajaran langsung terhadap
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar (U1)
menunjukkan bahwa secara umum kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan kontekstual sama
dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada
pembelajaran langsung. Dengan demikian hipotesis pertama, yaitu
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada
kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran langsung
tidak terbukti kebenarannya.
Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan kemampuan
menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual sama dengan kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada
pembelajaran langsung adalah:
82
(1) Kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual mutlak harus dikuasai oleh siswa karena
merupakan dasar dalam penyelesaian soal cerita. Pada
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, pembahasan
dititikberatkan pada penyelesaian permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari yang berbentuk soal cerita, sehingga tidak ada
pembahasaan secara mendalam tentang variasi soal-soal aljabar
sebagaimana yang dibahas pada pembelajaran langsung. Sebagai
contoh: soal menentukan nilai x, y, z pada sistem persamaan
1
𝑥+
1
𝑦+
1
𝑧= 10
2
𝑥+
1
𝑦−
1
𝑧= 2
3
𝑥−
4
𝑦+
2
𝑧= 4
tidak dibahas pada pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual, tetapi dibahas pada pembelajaran
langsung. Hal ini mengakibatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran langsung tidak
berbeda dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
aljabar pada pembelajaran kontekstual.
(2) Alokasi waktu untuk membahas penyelesaian soal-soal aljabar
lebih sedikit dibandingkan dengan pembelajaran langsung karena
pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, siswa telah
menguasai konsep penyelesaian soal-soal aljabar sebagai dasar
menyelesaikan soal cerita. Sedangkan pada pembelajaran langsung,
pembahasan mengenai penyelesaian soal-soal aljabar dibahas
83
mulai dari awal, sehingga pemahaman siswa dalam menyelesaikan
soal aljabar tidak berbeda dengan kemampuan menyelesaikan soal
aljabar pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.
2) Hipotesis ke-dua
Terdapat perbedaan efek antara pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual dan pembelajaran langsung terhadap kemampuan
menyelesaikan soal cerita (U2), serta melihat rerata skor kemampuan
menyelesaikan soal cerita dalam pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual sebesar 55,15 dan dalam pembelajaran langsung 49,21
(Tabel 4,2). Ini berarti secara umum kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual lebih baik daripada kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran langsung.
Tidak adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan
gaya belajar pada kemampuan menyelesaikan soal cerita (U6) berarti
jika dilihat dari masing-masing gaya belajar, kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual lebih baik
daripada pembelajaran langsung. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hipotesis ke-dua, yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal cerita pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
memberikan hasil yang lebih baik daripada kemampuan siswa dalam
84
menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran langsung, baik secara
umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar, terbukti kebenarannya.
3) Hipotesis ke-tiga dan ke-empat
Tidak terdapat perbedaan efek antara gaya belajar visual, auditori
dan kinestetik terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
aljabar (U3). Ini berarti, secara umum kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal aljabar pada siswa dengan gaya belajar visual sama
dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada
siswa dengan gaya belajar auditori, sama dengan kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal aljabar pada siswa dengan gaya belajar
kinestetik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: (1) hipotesis ke-tiga,
yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada siswa
dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya
belajar auditori dan kinestetik pada pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual; dan (2) hipotesis ke-empat yaitu kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal aljabar pada siswa dengan gaya belajar visual lebih
baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori dan kinestetik pada
pembelajaran langsung; tidak terbukti kebenarannya.
Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan tidak adanya
perbedaan kemampuan menyelesaikan soal pada siswa dengan gaya
85
belajar visual, auditori dan kinestetik, baik pada pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual maupun pembelajaran langsung adalah:
(1) Pada umumnya, seluruh siswa (baik dalam kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol) mempunyai kemampuan yang sama
dalam menyelesaikan soal aljabar. Hal ini dikarenakan materi
Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel (SPLDV) telah
dipelajari sebelumnya waktu di SMP/MTs. Penyelesaian soal-soal
SPLDV dapat dilakukan dengan menggunakan metode grafik,
metode subtitusi, metode eleminasi atau metode gabungan antara
substitusi dan eleminasi.
Adapun cara penyelesaian Sistem Persamaan Linear dengan
Tiga Variabel (SPLTV) adalah dengan menggunakan metode
gabungan antara substitusi dan eleminasi. Sedangkan cara
penyelesaian materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat
(SPLK) dan Sistem Persamaan Kuadrat adalah dengan
menggunakan metode substitusi.
Kenyataan bahwa cara-cara yang digunakan unntuk
menyelesaikan semua soal aljabar pada materi Sistem Persamaan
Linear dan Kuadrat adalah sama, menyebabkan adanya
keseragaman pemahaman siswa. Artinya, meskipun siswa
memiliki gaya belajar yang berbeda (visual, auditori maupun
kinestetik), namun mereka memiliki kemampuan yang sama
dalam menyelesaikan soal aljabar.
86
(2) Dalam menyelesaikan soal-soal aljabar, para siswa pada
umumnya melihat contoh soal yang telah diberikan sebelumnya.
Pola berpikir mereka masih mekanistik dan strukturalis, bahkan
pada kelompok siswa yang proses pembelajarannya dengan
menggunakan pendekatan kontekstual.
Kenyataan ini mengakibatkan tidak adanya perbedaan
kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada siswa dengan gaya
belajar berbeda (visual, auditori dan kinestetik), baik pada siswa
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual maupun pembelajaran
langsung.
4) Hipotesis ke-lima dan ke-enam
Terdapat perbedaan efek antara gaya belajar terhadap kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita (U4). Untuk melihat manakah di
antara ketiga gaya belajar tersebut yang secara signifikan memberikan
efek paling besar, maka dilakukan uji post hoc dengan metode Scheffe.
Hasil uji post hoc dengan metode Scheffe dapat dilihat pada Lampiran
40.
Berdasarkan hasil uji post hoc dengan metode Scheffe, dapat
dilihat bahwa yang secara signifikan berbeda hanyalah gaya belajar
visual dengan kinestetik (p = 0,022 < = 0,05). Dengan melihat rerata
kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa pada gaya belajar visual
55,3968 dan siswa dengan gaya belajar kinestetik 44,6667 (Tabel 4.2),
87
maka dapat dikatakan bahwa kemampuan menyelesaikan soal cerita
pada siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa
dengan gaya belajar kinestetik.
Adapun faktor yang mungkin dapat menyebabkan tidak
terdapatnya perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita pada
gaya belajar auditori diantaranya adalah karakteristiknya. Siswa
dengan gaya belajar auditori adalah lebih mudah memahami materi
melalui indera pendengaran, sedangkan pada soal cerita, dibutuhkan
membaca soal lebih dari satu kali agar dapat memahami maksud soal,
sehingga respon siswa dalam menangkap maksud soal kurang tepat.
Tidak adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan
gaya belajar terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita (U6)
berarti jika dilihat dari masing-masing pendekatan pembelajaran,
kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar
visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: (1) Hipotesis ke-lima
yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada siswa
dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya
belajar auditori dan kinestetik pada pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual; dan (2) Hipotesis ke-enam yaitu kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita pada siswa dengan gaya belajar visual lebih
baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori dan kinestetik pada
pembelajaran langsung; tidak sepenuhnya terbukti kebenarannya,
88
karena yang berbeda secara signifikan hanya gaya belajar visual dan
kinestetik.
Berdasarkan pembahasan di atas, terdapat dua hal, yaitu: (1)
Hipotesis yang berkaitan dengan perbedaan kemampuan
menyelesaikan soal aljabar, baik berdasarkan pendekatan pembelajaran
maupun ditinjau dari gaya belajar, tidak terbukti kebenarannya; (2)
Hipotesis yang berkaitan dengan perbedaan kemampuan
menyelesaikan soal cerita, baik berdasarkan pendekatan pembelajaran
maupun ditinjau dari gaya belajar, tidak sepenuhnya terbukti
kebenarannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih efektif untuk
meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita jika
dibandingkan dengan pembelajaran langsung, pada siswa dengan gaya
belajar visual dan kinestetik, pada siswa kelas X (sepuluh) Madrasah
Aliyah di Kabupaten Bojonegoro Tahun Pelajaran 2009-2010,
khususnya pada materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat.
Meskipun dalam pelaksanaan penelitian telah diupayakan untuk
mengeleminir kelemahan yang mungkin muncul, namun akibat dari
keterbatasan yang ada, maka dapat diidentifikasi kemungkinan
kelemahan penelitian sebagai berikut:
(1) Data menunjukkan bahwa rerata skor kemampuan menyelesaikan
soal cerita pada pembelajaran dengan kontekstual masih rendah.
89
Hal ini kemungkinan disebabkan singkatnya pelaksanaan
eksperimen.
(2) Data gaya belajar siswa diambil bersamaan dengan pelaksanaan tes
yaitu di akhir pelaksanaan penelitian, sehingga tidak dapat diamati
pola belajar siswa dengan gaya belajar visual, auditori maupun
kinestetik.
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan
bahwa pada siswa kelas X (Sepuluh) Madrasah Aliyah di Kabupeten
Bojonegoro Propinsi Jawa Timur Tahun Pelajaran 2009-2010, khususnya
pada materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat:
1) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, pembelajaran pendekatan
kontekstual memberikan hasil yang sama dengan pembelajaran langsung,
baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar.
2) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada
pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya
belajar.
3) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan
kontekstual, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual sama dengan
siswa dengan gaya belajar auditori, sama dengan siswa dengan gaya
belajar kinestetik.
4) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pembelajaran
langsung, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual sama dengan
siswa dengan gaya belajar auditori, sama dengan siswa dengan gaya
belajar kinestetik.
91
5) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan
kontekstual, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik
daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.
6) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran
langsung, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik
daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikemukakan bahwa pada materi
Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat, untuk meningkatkan kemampuan
menyelesaikan soal cerita siswa kelas X (sepuluh) Madrasah Aliyah di
Kabupaten Bojonegoro Propinsi Jawa Timur dapat dilakukan pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas, maka dapat
dikemukakan saran sebagai berikut:
1) Kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten Bojonegoro Propinsi
Jawa Timur, agar memberikan pelatihan kepada guru-guru Madrasah
Aliyah tentang pembelajaran matematika dengan pendekatan
kontekstual.
2) Kepada para Kepala Madrasah Aliyah di Kabupaten Bojonegoro agar
memotivasi para guru untuk melakukan inovasi pembelajaran,
92
diantaranya adalah melakukan pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual.
3) Kepada para guru-guru kelas X (sepuluh) Madrasah Aliyah di
Kabupaten Bojonegoro (termasuk bagi penulis), agar melakukan
inovasi pembelajaran melalui pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual dalam upaya meningkatkan kemampuan menyelesaikan
soal cerita khususnya pada materi Sistem Persamaan Linear dan
Kuadrat. Selain itu, dalam pelaksanaan pembelajaran, sebaiknya guru
memperhatikan perbedaan gaya belajar siswa, sehingga dapat
diupayakan penanganan pada permasalahan atau kesulitan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal cerita matematika.
4) Kepada para peneliti agar melakukan kajian lebih mendalam tentang
efek pembelajaran dengan pendekatan kontekstual terhadap prestasi
belajar matematika di Madrasah Aliyah, khususnya di Kabupaten
Bojonegoro.
93
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Budiyono. (2004). Statistika untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Carraher, W. David. (2006). Arithmetic and Algebra in Early Mathematics
Education. Journal for Research in Mathematics Education, Vol. 37, No.
2, 87-115.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Dina Maulida. (2008). Pengaruh Gaya Belajar (Visual, Auditorial & Kinestetik)
terhadap Prestasi Belajar. http://www.infoskripsi.com tanggal 6 Mei
2009.
Dwi Harliyani. (2005). Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Motivasi dan
Hasil Belajar Matematika Siswa di Sekolah Dasar. Skripsi. Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang. www.digilib.unnes.ac.id tanggal 30
Oktober 2008.
Frenky Suseno Manik. Pendidikan di Indonesia: Masalah dan Solusinya.
http://mii.fmipa.ugm.ac.id tanggal 6 Mei 2009.
Goos, Merrrilyn. (2004). Learning Mathematics in a Classroom Community of
Inquiry. Journal for Research in Mathematics Education, Vol. 35, No. 4,
258-291.
Herman Hudoyo. (1988). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Jakarta:
Depdikbud Dirjen Dikti PPLPTK.
Herman Hudoyo. (2005). Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang:
Magelang Sebelas.
Johnson, E. B. (2009). Contextual Teaching & Learning (Edisi terjemahan,
penerjemah: Ibnu Setiawan). Bandung: MLC.
94
Kirsher, David dan Awtry, Thomas. (2004). Visual Salience of Algebraic
Transformations. Journal for Research in Mathematics Education, Vol.
35 No. 4, 224-257.
Marpaung, Y. (2008). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).
Makalah (tidak dipublikasikan).
Nana Syaodih Sukmadinata. (2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Nunuk Suryani. (2007) Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual bermedia
VCD Terhadap Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah (Studi
Eksperimen di SMA Negeri I Karanganyar dan SMA Negeri
Karangpandan Tahun Pelajaran 2006/2007). www.pasca.uns.ac.id
tanggal 30 Oktober 2008.
Pape, J. Stephen. (2004). Middle school Children’s Problem-Solving Behaviour: a
Cognitive Analysis from a Reading Comprehension Perspective. Journal
for Research in Mathematics Education, Vol. 35, No. 3, 187-219.
Pentatito Gunowibowo. (2008). Efektifitas Pendekatan Realistik dalam
Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita dan Sikap
terhadap Matematika ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas IV SD
di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Tesis. Program Pasca
Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Rose, C. & Nicholl, M.J. (2002). Accelerated Learning for the 21st Century (Cara
Belajar Cepat Abad XXI). Bandung : Nuansa.
Syaifudin Azwar. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Syaifudin Azwar. (2007). Tes Prestasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Syaiful Sagala. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu
Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung : Alfabeta.
Timm, H. Neil. (1975). Multivariate Analysis with Aplications in Education and
Psychology. Brooks/Cole Publishing Company, Monterey, California. A
Division of Wadsworth Publishing Company. Inc.
Wahyudin & Sudrajat (2003). Ensiklopedia Matematika & Peradaban Manusia.
Jakarta: CV. Tarity Samudra Berlian.
95
Wahyudin Nur Nasution (2004). Pengaruh Strategi Pembelajarn dan Konsep Diri
terhadap Hasil Belajar IPA, Eksperimen pada Siswa kelas V SDN di
Kecamatan Matraman Jakarta Timur. www.analytica-pps.com tanggal
30 Oktober 2008.
Wina Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana Media Group.
Winkel, W.S. (1984). Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia.
Yerushalmy M. (2006). Slower Algebra Students Meet faster Tools: Solving
Algebra Word Problems With Graphing Software. Journal for Reseacrch
in Mathematics Education, Vol. 37, No. 5, 356-387.