EFEKTIVITAS INJEKSI BIOSERUM TERHADAP PEMBENTUKAN …digilib.unila.ac.id/58287/20/TESIS TANPA BAB...
Transcript of EFEKTIVITAS INJEKSI BIOSERUM TERHADAP PEMBENTUKAN …digilib.unila.ac.id/58287/20/TESIS TANPA BAB...
EFEKTIVITAS INJEKSI BIOSERUMTERHADAP PEMBENTUKAN GUBAL GAHARU (Aquilaria malaccensis
Lamk.) DENGAN BEBERAPA JARAK LUBANG INJEKSI
(Tesis)
Oleh
MINA MARLINA
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEHUTANANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
EFEKTIVITAS INJEKSI BIOSERUMTERHADAP PEMBENTUKAN GUBAL GAHARU (Aquilaria malaccensis
Lamk) DENGAN BEBERAPA JARAK LUBANG INJEKSI
Oleh
MINA MARLINA
Gaharu merupakan komoditas hasil hutan berupa resin wangi yang banyak
dimanfaatkan untuk beragam kebutuhan manusia. Aquilaria malaccensis adalah
salah satu kelompok tumbuhan penghasil gubal gaharu yang terancam punah
karena tingginya pemungutan dengan cara menebang pohon hidup. Budidaya
gaharu merupakan solusi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan akan gaharu.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Way Seputih
Sekampung (BPDASHLWSS) saat ini telah memperkenalkan bioserum sebagai
larutan formula pembentuk gaharu. Bioserum merupakan produk komersial yang
ditemukan oleh praktisi gaharu yang bernama Bapak Kusnadi. Proses
pembentukan dan efektivitas dari bioserum ini belum pernah diteliti secara ilmiah
dari kuantitas maupun kualitas dari gubal gaharu yang dihasilkan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembentukan gubal gaharu dan
kualitasnya dengan kombinasi perlakuan jarak injeksi. Perlakuan terdiri atas jarak
injeksi vertikal 5 cm, jarak injeksi vertikal 10 cm, jarak injeksi vertikal 15 cm.
Mina MarlinaJarak horizontal untuk ketiga perlakuan tersebut sama yaitu 5 cm. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jarak injeksi yang paling efektif yaitu 10 cm. Gubal gaharu
yang dihasilkan tidak menyatu antar lubang injeksi dan jarak ruang kosong yang
terbuang antar lubang injeksi tidak terlalu lebar. Gubal yang dihasilkan berbentuk
chip dan masuk dalam Kelas Kamedangan dengan berat rata-rata 2 gr/chip.
Kata kunci : bioserum, gaharu, inokulan Lampung
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF BIOSERUM INJECTION ON AGARWOODRESIN (Aquilaria malaccensis Lamk.) FORMATION WITH SEVERAL
INJECTION HOLE DISTANCES
By
Mina Marlina
Agarwood is a forest product commodity in the form of aromatic resin utilized
widely for fulfilling human’s varying needs. Aquilaria malaccensis is one of plant
groups producing agarwood resin almost extinct due to high collection by means
of cutting the living tree. Agarwood cultivation is an appropriate solution to fulfill
the need for agarwood. Watershed Management and Protection Forest Inquiry of
Way Seputih Sekampung has introduced bioserum as formula solution to form
resin recently. Bioserum is a commercial product found by a resin practitioner,
Mr. Kusnadi. This bioserum’s formation format and effectiveness have never been
studied scientifically yet viewed from the agarwood resin produced either
quantitatively or quantitatively. This study aimed to find out the success level of
agarwood resin formation and its quality using combined injection distance
treatments in the branch of Aquilaria malaccensis . The treatment consisted of
vertical injection distances of 5 cm, 10 cm, and 15 cm. Horizontal distance was
the same for the three treatments, 5 cm. The result of research showed that the
Mina Marlinamost effective injection distance was 10 cm, at this distance agarwood which is
produced was not fused between injection holes. So that the empty space between
the injection holes is not too big. The resin produced was in chips form and
entered in grade Kamedangan with mean weight of 2 g/chip.
Keywords: bioserum, agarwood, Lampung inoculant
EFEKTIVITAS INJEKSI BIOSERUM
TERHADAP PEMBENTUKAN GUBAL GAHARU (Aquilaria malaccensis
Lamk.) DENGAN BEBERAPA JARAK LUBANG INJEKSI
Oleh
MINA MARLINA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER ILMU KEHUTANAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Ilmu Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 24
Januari 1984 merupakan anak kedua dari pasangan
Bapak (Alm) Drs. Asnawi Gustam dan Ibu Aminawaty.
Penulis memulai pendidikan di TK Dharmajaya
Palembang tahun 1988, Sekolah Dasar Xaverius 3
Bandar Lampung tahun 1989-1995, SMP Xaverius 3
Bandar Lampung tahun 1995-1998, dan SMA Negeri 1
Bandar Lampung tahun 1998-2001. Selama menempuh pendidikan di SMA
Negeri 1 Bandar Lampung penulis tergabung dalam tim Baseball-Softball
SEMUNSA. Prestasi yang diraih yaitu Juara I Kejuaraan Baseball-Softball antar
pelajar se-Bandar Lampung. Penulis terdaftar di PB Perbasasi Lampung sebagai
atlit Softball Lampung dan berhasil masuk dalam tim inti Pelatihan Daerah
Lampung untuk Kejuaraan Nasional Junior Jakarta tahun 1999, Kejuaraan
Nasional Junior Jakarta tahun 2000, Kejuaraan Terbuka Softball Putri antar
Perkumpulan se-Indonesia ‘Georgeus Cup’ Bandung tahun 2000.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Penyaringan Minat dan Kemampuan
Akademik (PMKA) pada tahun 2001. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah
menjadi Asisten Praktikum Ekologi Hutan dan Manajemen Bibit dan Persemaian.
Penulis melaksanakan praktik umum (PU) pada tahun 2006 di Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat dan Banten, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta
di empat BKPH, yaitu: BKPH Tambakan, BKPH Pamanukan, BKPH Purwakarta,
dan BKPH Sadang. Penulis juga aktif dalam organisasi Tectona Softball Club
(2000), Sixthsenses Baseball-Softball Club (2005). Penulis berhasil masuk dalam
seleksi tim inti dan turut serta mewakili Lampung dalam Kejuaraan Nasional
Junior Baseball-Softball Jakarta (2001 dan 2003), Georgeus Cup Bandung (2002
dan 2004). Scorer Kejuaraan Nasional Baseball-Softball Junior 2005, Juara 3
Softball Putri Porkot Bandar Lampung 2006, Scorer PRAJA GT Cup 2 “The Most
South East Asian Men Softball Invitation” 2006. Ketua Scorer ‘Walikota Metro
Cup I’ Kejuaraan Softball Putra/Putri antar pelajar se-Provinsi Lampung 2008.
Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Pascasarjana,
Magister Ilmu Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Selama
menjadi mahasiswa pascasarjana penulis aktif di Ikatan Sarjana Kehutanan Unila
(Ikasylva Unila). Penulis juga mengikuti beberapa kegiatan seminar guna
menambah wawasan, di antaranya: Diskusi Nasional Menggugat Kawasan
Konservasi untuk Sebesar-besarnya Kesejahteraan Rakyat yang diselenggarakan
oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi
Lampung, dan Jaring Kelola Ekosistem Lampung (JKSL), Bandar Lampung
2017; International Seminar on Current Development on Mine Reclamation and
Water Management, Palembang 2017; Potensi Pengembangan Tanaman dan
Produk Atsiri di Indonesia, Bogor 2018; Produksi Bibit Berkualitas untuk
Meningkatkan Kedaulatan Pangan, Bogor 2018; Lokakarya “Menakar Efektivitas
Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam Di Indonesia” Bandar Lampung 2018;
dan Workshop “Current Issues and Relevan Topics of Econometrics and
Advanced Reseaech”, Bandar Lampung 2018.
Penulis juga pernah diminta menjadi narasumber oleh Dinas Kehutanan Papua
Barat pada Kunjungan Studi Banding Petani Gaharu, Bandar Lampung 31
Oktober sampai 4 November 2017; Narasumber ke kelompok tani gaharu di
Prabumulih, Sumatra Selatan 2018; dan sebagai Pemateri pada Seminar Nasional
Biodiversitas untuk Kehidupan, Jakarta 2018. Penulis juga membuat Karya ilmiah
yang berjudul The Effectiveness of Bioserum Injection On Agarwood Resin
(Aquilaria malaccensis) Formation with Several Injection Hole Distances yang
diterbitkan di Jurnal EnviroScienteae Volume. 14 No. 3, November 2018.
Penulis mendirikan usaha yang bergerak di bidang pemasaran produk hasil hutan
bernama HKm Mart pada tahun 2016. Penulis aktif membantu memasarkan
produk-produk petani hutan serta melakukan pembinaan dalam inovasi
pengolahan produk turunan dari hasil-hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti
kopi, kemiri, madu hutan, dan buah-buahan. Penulis juga memasarkan produk
ekowisata berupa wisata kunjungan ke tempat pengelolaan produk-produk petani
hutan, wisata alam di kawasan hutan, wisata khusus edukasi pengolahan kopi,
wisata khusus edukasi pengolahan madu hutan, dan wisata khusus edukasi
pelatihan gaharu (budidaya dan pengolahan hasil).
SANWACANA
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Efektivitas Injeksi
Bioserum Terhadap Pembentukan Gubal Gaharu (Aquilaria malaccensis)
Dengan Beberapa Jarak Lubang Injeksi”. Tesis ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Kehutanan di Universitas
Lampung. Tidak lupa shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi
Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam beserta para sahabatnya hingga ke
akhir zaman.
Selama melaksanakan penelitian hingga selesainya tesis ini, penulis banyak
mendapat bantuan, bimbingan, dukungan, dan motivasi dari berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Perta-
nian Universitas Lampung;
2. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P. M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung dan juga sebagai pembimbing utama atas
bimbingan, saran, dan motivasi yang telah diberikan dalam proses penyelesaian
tesis ini;
ii
3. Ibu Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P., selaku Ketua Program Studi
Pascasarjana Magister Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.;
4. Bapak Dr. Rahmat Safe’i, S.Hut., M.Si., selaku pembimbing ke dua atas
bimbingan, kritik, saran, dan motivasi yang telah diberikan dalam proses
penyelesaian tesis ini;
5. Bapak Dr. Ir. Tanto P. Utomo, M.S., selaku penguji utama tesis atas kritik dan
saran yang telah diberikan dalam proses penyelesaian tesis ini;
6. Bapak Hari Kaskoyo, S.Hut., M.P., Ph.D., terima kasih atas bimbingan dan
arahannya;
7. Bapak Dr. Indra Gumay Febryano, S.Hut., M.Si., terima kasih banyak atas
bimbingan, saran dan arahannya dalam penyusunan tesis ini;
8. Seluruh dosen Program Studi Pascasarjana Magister Ilmu Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan;
9. Bapak Ir. Idi Bantara terima kasih atas bantuan, dan arahan-arahan yang telah
diberikan, bimbingan, dan motivasinya;
10. Bapak Muswir Ayub atas dukungan dan sarannya;
11. Bapak Kusnadi terima kasih banyak atas bantuan, dan ilmu-ilmu yang telah
diberikan kepada penulis;
12. Bapak Dr. Abi Sujak, M.Sc., terima kasih banyak atas ilmu-ilmu yang telah
bapak berikan, dan bimbingannya dalam menyusun tesis ini;
13. Bapak Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc., terima kasih atas bimbingan, ilmu-
ilmu yang telah diberikan, motivasi dan juga untuk kritik dan sarannya;
14. Bapak Dr. Ir. Supriyanto, D.E.A., atas ilmu dan saran yang telah diberikan;
iii
15. Bapak Tulus beserta keluarganya, terima kasih atas bantuan dan
kerjasamanya sehingga dapat terlaksana tesis ini;
16. Orang tua saya Bapak (Alm) Drs. Asnawi Gustam dan Ibu Aminawaty yang
saya cintai atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang tiada henti untuk
keberhasilan saya;
17. Team Injeksi Gaharu Lampung: Triman, Topik, dan kawan-kawan terima
kasih banyak atas bantuan dan kerjasamanya; dan
18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh kerena itu,
saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Juli 2019
Mina Marlina
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ..................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang dan Masalah......................................................... 1B. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4C. Kerangka Pemikiran...................................................................... 4D. Hipotesis ....................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 8
A. Keadaan Umum Daerah Penelitian ............................................... 8B. Sejarah Tanaman Gaharu .............................................................. 11C. Kegunaan Gaharu.......................................................................... 14D. Klasifikasi dan Kelas Mutu Gaharu .............................................. 19E. Harga Gaharu ................................................................................ 23F. Aquilaria malaccensis Lamk ........................................................ 24G. Teknik Rekayasa Pembentukan Gaharu ....................................... 29H. Inokulan Gaharu Lampung ........................................................... 35
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 38
A. Waktu dan Tempat ........................................................................ 38B. Alat dan Bahan.............................................................................. 38C. Metode .......................................................................................... 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 46
A. Hasil .............................................................................................. 46B. Pembahasan................................................................................... 48
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 80
LAMPIRAN............................................................................................... 88
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Potensi jenis dan penyebaran tempat tumbuh pohon penghasilgaharu di Indonesia............................................................................ 13
2. Persyaratan mutu gubal gaharu.......................................................... 22
3. Daftar harga gaharu ........................................................................... 24
4. Hasil injeksi bioserum dengan perlakuan jarak injeksi 5 cm,10 cm, dan 15 cm............................................................................... 47
5. Perkiraan perkembangan harga gaharu budi daya ............................. 75
6. Tinggi dan keliling pohon sebelum diinjeksi bioserum..................... 88
7. Tinggi dan keliling pohon sesudah diinjeksi bioserum ..................... 89
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Seni ukiran dari kayu gaharu ......................................................... 17
2. Pohon Aquilaria malaccensis Lamk .............................................. 25
3. Bunga Aquilaria malaccensis Lamk.............................................. 28
4. Buah dan benih Aquilaria malaccensis Lamk ............................... 28
5. Pembuatan lubang injeksi dengan cara pengeboran ...................... 30
6. Metode pembentukan gaharu dengan cara pemakuan ................... 31
7. Paku berpori yang digunakan untuk inokulasi ............................... 32
8. Proses pencabutan paku simpori .................................................... 32
9. Metode pembentukan gaharu dengan cara infuse .......................... 33
10. Metode sistem semi infuse yang dipraktekkan oleh BapakBungsu. .......................................................................................... 35
11. Bapak Kusnadi penemu formula bioserum.................................... 36
12. Bioserum Lampung........................................................................ 37
13. Persiapan kegiatan penginjeksian bioserum .................................. 39
14. Lubang injeksi jarak horizontal 5 cm, 10 cm, dan 15 cm .............. 42
15. Penyuntikan bioserum kedalam lubang injeksi.............................. 43
16. Tahapan penutupan lubang bor dengan potongan bambu.............. 43
17. Bentuk gubal gaharu pada jarak injeksi vertikal 5 cm, 10 cmdan 15 cm....................................................................................... 47
vii
18. Tahapan proses perubahan pada kayu yang telah diinjeksibioserum......................................................................................... 53
19. Cendawan berwarna orange pada pohon gaharu tiga sampaitujuh hari pasca inokulasi............................................................... 57
20. Cendawan lain yang tumbuh pada permukaan lubang injeksi…… 57
21. Bentuk lubang injeksi setelah 3 bulan pada permukaan batangpohon Aquilaria malaccensis Lamk .............................................. 60
22. Tahapan pemanenan dan pembentukan chip gaharu...................... 61
23. Pisau kerok/pahat untuk memisahkan gubal gaharu darikayu putih....................................................................................... 65
24. Gubal gaharu yang memiliki kaki di bagian kanan dan kiri .......... 74
25. Beberapa contoh bentuk gaharu BMW yang diperjualbelikanoleh beberapa pedagang gaharu ..................................................... 78
26. Peta wilayah Desa Siraman............................................................ 90
27. Peta akses jalan menuju ke lokasi tanaman gaharu........................ 91
28. Peta kebun gaharu sampel penelitian ............................................. 92
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Indonesia dengan letak geografis, dukungan musim, iklim serta masa
penyinaran matahari yang panjang, secara biologis memiliki peluang tumbuh
dan berkembangnya sumber daya tumbuhan yang tinggi sehingga dikenal
sebagai negara mega biodiversitas kedua setelah Brazil (Sumarna, 2008).
Indonesia memiliki kekayaan hayati yang sangat beragam sekitar 30.000 -
40.000 jenis tumbuhan yang tersebar di hutan tropis di tiap pulau (Sihombing,
2011). Hasil hutan kayu telah memberikan kontribusi yang besar bagi devisa
negara Indonesia selama beberapa dekade, walau demikian hasil hutan lainnya
yang dikenal dengan sebutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) terbukti lebih
bernilai dari pada kayu dalam jangka panjang (Wollenberg dan Nawir, 1998
dalam Oka dan Achmad, 2006).
Gaharu adalah salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu bernilai ekonomis
tinggi (Wangiyana, 2017) berupa resin kayu dengan aroma berharga, terbentuk
ketika pohon terluka (Chen dkk, 2012). Gaharu (dalam bahasa Inggris dikenal
dengan agarwood atau eaglewood) adalah kayu resin yang bernilai komersial
tinggi karena digunakan sebagai dupa, bahan aditif minyak wangi, dan minyak
esensial untuk kegiatan keagaman, budaya, bahkan kegiatan sehari-hari (Sitepu
2dkk, 2010). Gaharu selama berabad-abad telah diperdagangkan secara
internasional dan digunakan sebagai dupa, parfum, obat tradisional (Oldfield
dkk, 1998), umumnya dikenal sebagai 'agar' di India dan sebagai 'gaharu' di
Indonesia dan Malaysia (Banu dkk, 2015).
Indonesia merupakan eksportir terbesar kepingan kayu gaharu di dunia, lebih
dari 4 juta kilogram per tahun, sebesar 87% dari pasokan dunia. Negara
importir gaharu terbesar adalah Taiwan dan Jepang, di mana mereka
mengimpor lebih dari 50.000 ton/tahun dengan nilai pembelian lebih dari 3
miliar USD/tahun, pasar terbesar dan paling signifikan sejauh ini adalah Timur
Tengah (Plantation International, 2016).
Kebutuhan kuota gaharu di pusat perdagangan gaharu Singapura sebanyak
2000 ton/tahun. Gaharu tersebut 70% berasal dari Indonesia dan 30% dari
negara Asia Tenggara lainnya (Syukur dan Muda, 2015). Indonesia mampu
memasok kebutuhan gaharu dalam pasar dunia hanya 10%-15% dari total
kuota ekspor 300 ton/tahun sejak tahun 2002 (Suhartati dan Wahyudi, 2011).
Semiadi dkk, (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Rantai Pasokan Produk
Tumbuhan Gaharu (Aquilaria spp.) asal Merauke Papua memaparkan bahwa
dalam satu tahun pengeluaran resmi gaharu dari wilayah BBKSDA Papua
mencapai 100 ton, sedangkan jumlah pengeluaran secara ilegal diperkirakan
mencapai angka yang hampir sama.
Produksi gaharu merupakan hasil hutan alami yang dipungut dan dikumpulkan
masyarakat dari pohon yang telah mati dan memiliki bentuk produk berupa
gumpalan, serpihan, dan bubuk (Sumarna, 2008). Pohon penghasil gaharu
3keberadaannya semakin mengkhawatirkan karena eksploitasi kayu jenis ini
telah berlangsung cukup lama dan menyebabkan jumlah pohon dan luasan
lahan yang ditumbuhi gaharu makin menurun (Yuniarti dkk, 2009).
Kelompok tumbuhan penghasil gaharu dikhawatirkan akan punah karena
intensitas pemungutan tinggi dan pola produksi yang kurang tepat. Produksi
gaharu Indonesia dari tahun ke tahun cenderung terus menurun, hal ini
dikarenakan pola pemanenan alam yang dilakukan dengan cara menebang
keseluruhan tegakan hanya untuk mengambil gubal gaharunya, sedangkan
didalam tegakan tersebut belum tentu terkandung gubal gaharu (Sumarna,
2013).
Pembudidayaan pohon penghasil gaharu telah dilakukan oleh masyarakat di
seluruh daerah, baik secara monokultur maupun campuran dengan berbagai
tanaman lain. Tanaman penghasil gaharu yang banyak dibudidayakan yaitu
dari genus Aquilaria spp. karena kelompok tumbuhan ini merupakan kelompok
tumbuhan penghasil aromatik bernilai komersil tinggi melalui produk gubal
gaharu dan kamedangan (Harry dkk, 2010). Aquilaria sp. yang paling banyak
dibudi dayakan yaitu Aquilaria malaccensis Lamk, spesies gaharu Aquilaria
malacensis adalah jenis tumbuhan penghasil produk gaharu yang memiliki
kualitas tinggi dan bernilai komersial (Suhartati dan Wahyudi, 2011).
Teknik inokulasi gaharu buatan yang saat ini banyak dipraktekkan oleh petani
dan praktisi gaharu diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan ekspor
gaharu. Inokulasi buatan diperlukan agar dalam pohon gaharu tersebut dapat
4terbentuk gubal gaharu secara cepat dan terukur hasilnya. Tanpa proses
inokulasi, gubal bisa juga terbentuk, tetapi kemungkinannya sangat kecil.
Teknologi pengembangan gaharu yang dikembangkan oleh Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Way Seputih Way Sekampung
(BPDASHLWSS) ialah dengan penggunaan bioserum yang disuntikan ke
pohon. Teknologi ini merupakan salah satu metode dalam rekayasa
pembentukan gubal gaharu dan telah diujicobakan kepada tanaman petani,
akan tetapi belum pernah dilakukan pengujian terhadap hasil maupun kualitas
dari gaharu yang dihasilkan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui kualitas dan jumlah gubal gaharu yang dihasilkan oleh bioserum.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis tingkat keberhasilan pembentukan gubal gaharu dengan
kombinasi perlakuan jarak antar injeksi pada cabang pohon Aquilaria
malaccensis.
2. Menganalisis mutu kualitas gubal gaharu dengan kombinasi perlakuan
jarak injeksi pada bagian cabang pohon Aquilaria malaccensis.
C. Kerangka Penelitian
Perambahan hutan untuk mencari gaharu alam yang bernilai jual tinggi
menyebabkan pohon penghasil gaharu menjadi langka dan terancam punah.
Gaharu alam sebagai salah satu komoditi hasil hutan yang nilainya sangat
menjanjikan menjadi daya tarik tinggi bagi para pemburu gaharu. Ketersediaan
5gaharu alam di hutan-hutan Indonesia sangat langka, hal tersebut diakibatkan
oleh kegiatan dari perburuan gaharu yang tidak diimbangi dengan upaya
pelestarian tanaman penghasil gaharu. Keberadaan gaharu tersebut juga masih
menjadi misteri, bagaimana gaharu terbentuk, berapa lama proses
pembentukannya, dan bagaimana ciri pohon gaharu yang sudah mengandung
gubal gaharu di dalamnya juga belum banyak diketahui secara pasti.
Pohon penghasil gaharu saat ini mulai dibudidayakan untuk memenuhi
permintaan produksi gaharu yang berkelanjutan. Salah satu jenis pohon
penghasil gaharu yang banyak dibudidayakan yaitu dari genus Aquilaria sp.
khususnya Aquilaria malaccensis Lamk. Selain pembudidayaan pohon
penghasil gaharu dalam rangka memenuhi permintaan produk gaharu
dibutuhkan juga metode atau teknik yang dapat membantu pembentukan
gaharu. Para praktisi dan peneliti gaharu saat ini telah mencoba membuat
metode inokulasi buatan yang efektif untuk mempercepat proses pembentukan
gaharu dengan hasil yang dapat terukur.
Meningkatnya minat petani dalam budi daya gaharu menimbulkan celah bagi
oknum tertentu dengan memanfaatkan lewat penjualan serum atau inokulan
gaharu, banyaknya bermunculan serum atau inokulan penghasil gaharu
membuat permasalahan baru dalam dunia gaharu karena serum-serum tersebut
belum diketahui tingkat keberhasilan injeksinya. Petani gaharu dibuat
binggung karena tidak adanya kejelasan dan kepastian hasil dari serum-serum
yang beredar saat ini, tidak sedikit petani yang dirugikan akibat ulah penjual
ataupun pembuat serum karena sampai saat ini belum ada yang mampu
6menunjukkan hasil akhir (panen) secara nyata. Petani gaharu banyak yang
merasa dirugikan oleh penjual serum karena ketika tiba waktunya dipanen
tidak ada kejelasan dari si penjual bagaimana mengolah hasil panenan gaharu
tersebut, selain itu jika pun berhasil dipanen pendapatan dari penjualan gaharu
yang dihasilkan ternyata tidak sesuai dengan biaya operasional yang telah
dikeluarkan.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Way Seputih
Sekampung (BPDASHLWSS) dalam beberapa tahun terakhir ini mendorong
masyarakat untuk kembali membudidayakan pohon penghasil gaharu.
BPDASHLWSS juga membantu mengembangkan formula inokulan yang
dapat membantu pembentukan gubal gaharu secara cepat. Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Way Seputih Sekampung telah
mengembangkan inokulan yang dinamakan “Bioserum Gaharu Lampung”
atau Bio Gaung (BGL). Tim Gaharu Lampung BPDASHLWSS mengklaim
bahwa hasil uji lapangan di beberapa tempat, selama tiga tahun berjalan telah
menunjukkan keberhasilan di atas 95%, uji coba lapangan diimplementasikan
pada jenis Aquilaria malaccensis, Aquilaria beccariana, Aquilaria microcarpa,
Aquilaria hirta dan Aquilaria Agallocha. Uji coba dilakukan di kebun petani
di enam kabupaten di Provinsi Lampung, dan beberapa daerah di Palembang,
Jambi, Sulawesi Selatan, Malang, Wonogiri dan Bogor (BPDASHLWSS,
2015)1. Proses inokulasi yang diterapkan oleh Tim Gaharu Lampung
1 Berdasarkan komunikasi pribadi dengan tim gaharu BPDASHLWSS pada tanggal 19 April 2016
7BPDASHLWSS yaitu dengan menyuntikkan bioserum ke seluruh bagian
pohon (batang dan cabang pohon).
Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menganalisis keberhasilan dari
formula inokulan bioserum, apakah pohon gaharu yang diinjeksikan bioserum
berhasil membentuk gaharu dan apakah gaharu yang dihasilkan dapat diterima
oleh pasar. Pemanenan gubal gaharu pada penelitian ini akan dilakukan pada
cabang pohon bukan pada batang. Sistem pemanenan cabang diharapkan dapat
membantu petani gaharu untuk dapat panen setiap tahun dengan memotong
cabang yang telah diinjeksi. Pemanenan pada cabang pohon diharapkan dapat
membantu meningkatkan pendapatan petani karena dengan sistem panen
cabang dapat dilakukan setiap dua tahun dan panen batang bisa di atas lima
tahun atau lebih.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah jarak lubang penyuntikan secara vertikal
akan memengaruhi kualitas dari gaharu yang terbentuk. Jarak injeksi
diperkirakan akan menghasilkan bentuk gubal gaharu yang berbeda dan dapat
memengaruhi nilai dari gubal gaharu tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keadaan umum daerah penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Siraman yang memiliki luas wilayah 469 km2.
Desa Siraman terletak di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur
Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Timur merupakan daerah pertanian,
lebih dari sepertiga daerahnya merupakan kawasan pertanian dari total luas
kabupaten secara keseluruhan sebesar 5.325,03 km2. Penduduk di Kabupaten
Lampung Timur mayoritas berprofesi sebagai sebagai petani, yakni mencapai
75,4 persen (BPS Lampung Timur, data Kecamatan Pekalongan, 2016). Sektor
pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Kabupaten Lampung
Timur, jagung dan ubi kayu merupakan komoditi yang diunggulkan di
Kabupaten Lampung Timur.
Kabupaten Lampung Timur dari segi topografi dapat dibagi menjadi
lima daerah, yaitu:
1. Daerah berbukit sampai bergunung terdapat di Kecamatan Jabung,
Sukadana, Sekampung Udik, dan Labuhan Maringgai;
2. Daerah berombak dan bergelombang yang dicirikan oleh bukit bukit
sempit dengan kemiringan antara 8% hingga 15% serta ketinggian antara
50 sampai dengan 200 meter diatas permukaan laut (mdpl);
93. Daerah dataran alluvial mencakup kawasan yang cukup luas meliputi
kawasan pantai pada bagian timur dan daerah-daerah sepanjang sungai
Way Seputih dan Way Pengubuan. Ketinggian kawasan tersebut berkisar
antara 25 sampai 75 mdpl dengan kemiringan 0-3%;
4. Daerah rawa pasang surut di sepanjang pantai timur dengan ketinggian
0,5 sampai dengan 1 mdpl; dan
5. Daerah aliran sungai (DAS) yaitu Seputih, Sekampung dan Way Jepara.
Kecamatan Pekalongan merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung
Timur dengan luas wilayah 100,13 km2, secara geografis Kecamatan
Pekalongan berbatasan dengan wilayah – wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara dengan Kecamatan Batanghari Nuban;
2. Sebelah Selatan dengan Kecamatan Batanghari;
3. Sebelah Timur dengan Kecamatan Batanghari Nuban; dan
4. Sebelah Barat dengan Kota Metro.
Ibukota Kecamatan Pekalongan berkedudukan di Desa Pekalongan
dengan jumlah penduduk sekitar 45.578 jiwa. Wilayah Kecamatan
Pekolangan memiliki sepuluh desa, yaitu:
1. Adirejo;
2. Sidodadi;
3. Gondang Rejo;
4. Siraman;
5. Pekalongan;
6. Tulus Rejo;
7. Jojog;
108. Gantiwarno;
9. Kali Bening; dan
10. Wonosari.
Desa Siraman berjarak 1 km dengan pusat pemerintahan Kecamatan
Pekalongan, dari kabupaten Lampung Timur 20 km, dan dari pusat
pemerintahan Provinsi Lampung sekitar 60 km. Desa Siraman merupakan
bagian dari wilayah Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur, yang
memiliki batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan jalan raya Provinsi;
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Gondang Rejo;
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pekalongan; dan
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Gedung Dalam.
(Sumber data desa Siraman dari Kantor Kepala Desa Siraman, 2017)
Lokasi sampel pohon gaharu berada di kebun gaharu milik petani setempat
yang bernama Bapak Tulus yang memiliki lahan pertanian sekitar 6 ha, dan
sebagian besar lahan pertaniannya ditanami jagung. Pada awalnya Bapak Tulus
memiliki pohon gaharu sebanyak kurang lebih 500 batang di areal
perkebunannya, motivasi beliau menanam tanaman gaharu karena tergiur harga
gaharu yang mahal. Tanaman gaharu ditanam dengan jarak tanam 4 x 4 meter,
di isi dengan tanaman jagung, cabai, kacang hijau, dan kacang tanah. Peta
lokasi kebun gaharu dan akses menuju ke kebun gaharu dapat dilihat pada
Gambar 26, 27, dan 28 pada lembar lampiran
11B. Sejarah tanaman gaharu
Gaharu merupakan produk kehutanan yang memiliki nilai ekonomi yang sangat
tinggi. Nama gaharu bukanlah nama tumbuhan, tetapi sebagai hasil dari pohon
atau kayu tertentu, berwarna cokelat sampai kehitam-hitaman dan jika dibakar
menimbulkan bau harum. Keharuman muncul dari bagian kayu atau akar dari
jenis tumbuhan penghasil gaharu yang telah mengalami proses perubahan
kimia dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur (Ningsih dkk, 2015).
Gaharu pertama kali ditemukan pada abad ke- 7 oleh masyarakat di wilayah
Assam-India yang berasal dari tumbuhan jenis A. agaloccha Rottb. Penamaan
jenis ini berasal dari kata “aguru” yang berarti kayu berat (tenggelam). Di
Indonesia, gaharu mulai dikenal sekitar abad ke- 12 yang ditunjukkan oleh
adanya kegiatan perdagangan berupa tukar-menukar (barter) antara masyarakat
Sumatra Selatan dan Kalimantan Barat dengan para pedagang dari Cina,
Kwang Tung (Sumarna, 2013).
Gaharu adalah komoditi perdagangan hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa
resin yang dihasilkan dari salah satu jenis pohon penghasil gaharu yaitu jenis A.
malaccensis Lamk dari genus Aquilaria. Spesies ini memiliki nilai ekonomi
tinggi dengan harga konsumen bervariasi dari US$30 hingga US$3.500/kg
untuk kualitas double super. Gaharu memiliki resin yang harum yang disebut
Aroma Tuhan (Herlina dan Siburian, 2017).
Winarsih dkk (2011) dalam penelitiannya memaparkan bahwa berdasarkan
kajian CITES, Indonesia termasuk kedalam produsen gaharu terbesar di dunia
12dan menjadi tempat tumbuh endemik beberapa spesies pohon penghasil gaharu.
Tanaman penghasil gaharu secara alami tumbuh di wilayah Asia Selatan dan
Asia Tenggara. Gaharu memiliki beberapa nama seperti agarwood, aloeswood,
gaharu (Indonesia), ood, oudh, oodh (Arab), chenxiang (China), pau d’aquila
(Portugis), bois d’aigle (Perancis), dan adlerholz (Jerman) (Suharti, 2009)
Tumbuhan gaharu di Indonesia berasal dari famili Thymeleaceae,
Leguminoceae, dan Euphorbiaceae dengan delapan genus yakni Aquilaria spp.,
Aetoxylon sp., Enkleia sp., Dalbergia sp., Excoccaria sp., Gyrinops sp.,
Gonystylus sp., dan Wiekstroemia sp. Di Indonesia untuk sementara diketahui
terdapat 27 jenis yang memiliki bentukan hidup berupa pohon, semak, perdu
dan atau sebagai tumbuhan merambat (liana) (Sumarna, 2013). Indonesia dan
Malaysia merupakan sumber utama gaharu (dari semua spesies) dalam
perdagangan internasional (Barden dkk, 2000).
Wilayah Asia memiliki 12 jenis Aquilaria spp. enam jenis di antaranya terdapat
di Indonesia yaitu: Aquilaria malaccensis, Aquilaria beccariana, Aquilaria
microcarpa, Aquilaria hirta, Aquilaria cumingiana dan Aquilaria filaria. (Hou,
1960; Susilo dkk, 2014). Di Sumatera, pohon penghasil gaharu dapat
ditemukan pada hampir seluruh wilayah seperti di Belitung, Sumatera Selatan,
Riau, Bengkulu, Jambi, Lampung, dan Padang (Sofyan dkk, 2011). Jenis-jenis
pohon penghasil gaharu yang banyak dijumpai di wilayah Sumatera adalah
Aquilaria malaccensis, Aquilaria beccariana, Aquilaria microcarpa, Aquilaria
hirta dan Aquilaria agallocha (Mucharromah, 2010). Data penyebaran jenis
gaharu dan tempat tumbuhnya di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
13Tabel 1. Potensi jenis dan penyebaran tempat tumbuh pohon penghasil gaharu
di Indonesia
No Nama Ilmiah Family Tempat Tumbuh
1. Aquilaria malacensis Thymeleaceae Sumatera, Kalimantan2. Aquilaria. hirta Thymeleaceae Sumatera. Kalimantan3. Aquilaria. fillaria Thymeleaceae Nusa Tenggara, Maluku,
Irian Jaya
4. Aquilaria. microcarpa Thymeleaceae Sumatera, Kalimantan5. Aquilaria. agalloccha Thymeleaceae Sumatera, Jawa, Kalimantan6. Aquilaria. beccariana Thymeleaceae Sumatera, Kalimantan7. Aquilaria. secundana Thymeleaceae Maluku, Irian Jaya8. Aquilaria. moszkowskii Thymeleaceae Sumatera9. Aquilaria. tomentosa Thymeleaceae Irian Jaya10. Aetoxylon sympethalum Thymeleaceae Kalimantan, Irian Jaya,
Maluku.
11. Enkleia malacensis Thymeleaceae Irian Jaya, Maluku12. Wikstroemia poliantha Thymeleaceae Nusa Tenggara, Irian Jaya13. Wikstroemia. tenuriamis Thymeleaceae Sumatera,Bangka,
Kalimantan14. Wikstroemia.
androsaemofiliaThymeleaceae Kalimantan,NTT,Irian Jaya,
Sulawesi.
15. Gonystylus bancanus Thymeleaceae Bangka, Sumatera,Kalimantan
16. Gonystylusmacrophyllus
Thymeleaceae Kalimantan, Sumatera.
17. Gyrinops cumingiana Thymeleaceae Nusa Tenggara, Sulawesi,Irian Jaya
18. Gyrinops. rosbergii Thymeleceae Sulawesi, Nusa Tenggara19. Gyrinops. versteegii Thymeleaceae Maluku, NTT, NTB.20. Gyrinops. moluccana Thymeleaceae Maluku, Halmahera21. Gyrinops. decipiens Thymeleaceae Sulawesi, Maluku, Irian
Jaya,22. Gyrinops. ledermanii Thymeleaceae Irian Jaya23. Gyrinops. salicifolia Thymeleaceae Irian Jaya24. Gyrinops. audate Thymeleaceae Irian Jaya25. Gyrinops. podocarpus Thymeleaceae Irian Jaya26. Dalbergia farviflora Leguminoceae Sumatera, Kalimatan.27. Exccocaria agaloccha Euphorbiaceae Jawa, Kalimantan, Sumatera
Sumber : Sumarna (2013)
14C. Kegunaan Gaharu
Gaharu adalah produk hutan non-kayu yang berharga serta memiliki banyak
penggunaan karena aromanya (Chong dkk, 2015). Komoditas gaharu telah
lama dihargai untuk penggunaan multiguna di banyak negara, dan sering
disebut sebagai kayu para dewa dikarenakan oleh mitos dan sejarah. Tanaman
gaharu memiliki tiga kegunaan utama yaitu sebagai: obat-obatan, parfum dan
dupa. Selain itu gaharu dalam jumlah yang lebih kecil digunakan untuk
keperluan lain contohnya seperti ukiran (Soeharto dkk, 2016), bentuk
pemanfaatan dari gaharu secara garis besar terbagi atas:
1. Gaharu sebagai bahan pengobatan
Gaharu mengandung lebih dari 12 komponen kimia yang dapat diekstraksi
dan banyak digunakan dalam dunia farmakologi (Winarsih dkk, 2011).
Kandungan kimia tanaman gaharu antara lain adalah: noroxo-agarofuran,
agarospirol, 3,4-dihidroxy dihydroagarufuran, p-methoxybenzylaceton,
aquilochin, Jinkohol, jinkohol ermol, dan kusunol (Mega dan Swastini,
2010). Gaharu dapat mengobati penyakit seperti: peredam nyeri, sakit gigi,
ginjal dan obat rematik, sebagai penolak racun (Nelsi dkk, 2004), sebagai
bahan obat herbal untuk pengobatan stress, rheumatik, liver, radang ginjal
dan lambung, bahan antibiotik TBC, serta kanker dan tumor (Alisti dkk,
2016; Siran, 2010; Sumarna, 2013), dan juga untuk mengatasi berbagai
penyakit seperti, asma, diare, tumor, diuretic, liver, hepatitis, cacar,
malaria, obat kuat pada masa kehamilan dan bersalin, juga memiliki sifat
anti racun, anti mikrobia, stimulan kerja saraf dan pencernaan (Barden
dkk; 2000; Nelsi dkk, 2004; Santoso dkk, 2010).
152. Gaharu sebagai parfum
Gaharu dianggap sebagai bahan wewangian yang berharga karena
memberikan aroma abadi yang unik untuk produk-produk wewangian
(Novriyanti dkk, 2010). Gubal gaharu dibutuhkan sebagai bahan pengikat
(fixative) dari berbagai jenis parfum dan produk kosmetika (Alisti dkk,
2016; Winarsih dkk, 2011; Syukur dan Muda, 2015). Kepingan gaharu
(gubal) yang disuling menghasilkan salah satu komoditas mentah yang
paling berharga di dunia yaitu minyak gaharu. Minyak gaharu yang juga
dikenal sebagai OUD merupakan bahan utama pada beberapa wewangian
termahal di dunia. Merek ternama seperti Versace, Calvin Klein, dan Hugo
Boss semuanya memiliki ragam wewangian termewah yang menonjolkan
minyak OUD (Plantation International, 2016). Penyulingan minyak gaharu
dapat dilakukan dengan dua sistem yaitu sistem kukus dan tekanan uap.
Harga minyak gaharu di pasaran Jakarta Rp 750.000/tolak (1 tolak = 12
cc) (Siran, 2010). Selain digunakan sebagai parfum gaharu juga dapat
digunakan sebagai aromaterapi. Aromaterapi ialah istilah generik bagi
salah satu jenis pengobatan alternatif yang menggunakan bahan cairan
tanaman yang mudah menguap, dikenal sebagai minyak esensial, dan
senyawa aromatik lainnya dari tumbuhan (Ismanto dkk, 2016). Aroma
gaharu memiliki efek menenangkan, membantu memusatkan pemikiran
dan perhatian serta dapat meningkatkan kemampuan mental (Blanchette
dkk, 2015)
163. Pemanfaatan lain gaharu:
a) Gaharu digunakan sebagai kain kulit kayu, beberapa suku Melayu
seperti Sakai membuat penutup kepala dari kulit kayu gaharu. Suku
Dayak di Kalimantan menggunakannya dengan cara yang sama dan
juga untuk melapisi keranjang (Barden dkk, 2000).
b) Gaharu sebagai bahan ukiran
India telah menggunakan gaharu untuk kotak teh, meskipun ada
perbedaan harga yang sangat besar antara kayu yang sehat dan yang
tidak sehat (yang mengandung gubal). Pembuat kabinet
menggunakannya sebagai bahan furnitur dan untuk membuat kotak
perhiasan (Chakrabarty dkk, 1994). Pedagang toko kerajinan juga ada
yang membuat ukiran patung-patung keagamaan, mayoritas tokoh-
tokoh agama Buddha (Soeharto dkk, 2016). Kayu gaharu juga
dijadikan bahan untuk membuat kerajinan berupa seni ukir/pahat,
objek pahatan berbentuk patung, ukiran, atau asbak. Contoh bentuk
ukiran dari kayu gaharu dapat dilihat pada Gambar 1.
17
Gambar 1. Seni ukiran dari kayu gaharu (Foto: Mina Marlina, 2016)
c) Ampas dari sulingan minyak dari marga Aquilaria di Jepang
dimanfaatkan sebagai kamfer anti ngengat dan juga mengharumkan isi
lemari. Serbuk gubal gaharu juga dapat dijadikan sebagai bahan dupa,
pengharum pakaian dan ruangan setelah dikemas secara khusus
(Siran, 2010). Dalam ibadah agama (Budha), persembahan terbaik
yang dapat dibuat seorang penyembah adalah membakar jin-koh
(gaharu) dalam bentuk serpihan kayu atau dupa. Dupa diyakini telah
digunakan di Jepang sejak diperkenalkannya agama Buddha sekitar
1500 tahun yang lalu, dalam Buddhisme persembahan dupa adalah
ritual penyucian di mana dupa dibakar untuk memurnikan ruang di
sekitar patung-patung Buddha. Dalam Nihon Shoki (Kronik Jepang),
tertulis bahwa dupa dibakar ketika para bhikkhu membaca sutra
Buddha (Compton dan Ishihara, 2004).
18Masyarakat tradisional Indonesia menggunakan gaharu untuk obat
nyamuk dengan cara membakar kulit atau kayu gaharu sampai
berasap, aroma harum itulah yang tidak disukai nyamuk (Syukur dan
Muda, 2015).
d) Dokumentasi sejarah mencatat penggunaan kulit gaharu sebagai bahan
penulisan secara tradisional oleh bangsawan, dimana para bangsawan
pada jaman dahulu menggunakan kertas yang terbuat dari kulit kayu
gaharu sebagai kertas rujukan. Pohon muda dipilih untuk diambil
kulitnya berupa strip panjang lalu digulung menjadi silinder dengan
bagian kulit luar (warna hijau) di dalam dan bagian kulit dalam (warna
putih) di luar. Lembaran kulit kemudian dikeringkan dengan sinar
matahari, bagian luar yang berwarna hijau dikerok dan dikupas,
setelah melalui beberapa tahapan (mewarnai, merendam, mengisi
dengan pasta yang terbuat dari biji Phaseolus aconitifolius dll),
lembaran kulit tersebut dipotong-potong sesuai ukuran dan digunakan
sebagai kertas. Pemuka keagamaan menggunakannya untuk menulis
buku-buku penting dan sakral, penggunaan kulit gaharu sebagai
pengganti kertas juga dikenalkan oleh para pendaki gunung Annam
dan Cina (Chakrabarty dkk, 1994).
19D. Klasifikasi dan kelas mutu gaharu
Pihak berwenang Indonesia yakni Standar Nasional Indonesia (SNI),
mengusulkan sistem penilaian berdasarkan penampilan fisik seperti warna,
ukuran, kontaminasi kayu, kepadatan, dan aroma terbakar (Rozi dan Shiou,
2016). Harga gaharu sendiri ditentukan berdasarkan kelas yang secara garis
besar terbagi atas: (Sumarna, 2013)
1. Gubal
a) Super: hitam merata, kandungan damar wangi tinggi, aroma kuat
b) Super AB: hitam kecokelatan, kandungan damar wangi cukup, aroma
kuat
c) Sabah Super: hitam kecokelatan, kandungan damar wangi sedang,
aroma agak kuat
d) Kelas C: hitam banyak garis putih, kepingan kayu tipis, rapuh
2. Kemedangan
a) Tanggung A: cokelat kehitaman, kandungan damar wangi tinggi,
aroma agak kuat
b) Sabah I: cokelat bergaris putih tipis, kandungan damar wangi sedang,
aroma agak kuat
c) Tanggung AB: cokelat bergaris putih tipis, kandungan damar wangi
sedang, aroma agak kuat
d) Tanggung C: kecokelatan bergaris putih tipis, kandungan damar wangi
sedang, aroma agak kuat
e) Kemedangan I: kecokelatan bergaris putih lebar, kandungan damar
wangi sedang, aroma agak kuat
20f) Kemedangan II: putih keabu-abuan bergaris hitam tipis, kandungan
damar wangi kurang, aroma kurang kuat
g) Kemedangan III: putih keabu-abuan, kandungan damar wangi kurang,
aroma kurang kuat
3. Abu/cincangan yang merupakan potongan kayu kecil hasil pengerokan
atau sisa penghancuran kayu gaharu
Klasifikasi/ standar nasional mutu gaharu (Mucharromah, 2010; SNI, 2011)
1. Gubal gaharu dibagi dalam tanda mutu
a) Mutu utama, dengan tanda mutu U, setara mutu super.
b) Mutu pertama, dengan tanda mutu I, setara mutu AB.
c) Mutu kedua, dengan tanda mutu II, setara mutu sabah super.
Gubal gaharu adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon
penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang
agak kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitam-hitaman
berseling cokelat.
2. Kemedangan dibagi dalam 7 (tujuh) kelas
a) Mutu pertama, dengan tanda mutu I, setara mutu TGA atau TK I.
b) Mutu kedua, dengan tanda mutu II, setara mutu SB I.
c) Mutu ketiga, dengan tanda mutu III, setara mutu TAB.
d) Mutu keempat, dengan tanda mutu IV, setara mutu TGC.
e) Mutu kelima, dengan tanda mutu V, setara mutu M 1.
f) Mutu keenam, dengan tanda mutu VI, setara mutu M 2.
g) Mutu ketujuh, dengan tanda mutu VII, setara mutu M 3.
21Kemedangan adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon
penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang
lemah, ditandai oleh warnanya yang putih keabu-abuan sampai kecoklat-
coklatan, berserat kasar, dan kayunya yang lunak
3. Abu gaharu dibagi dalam 3 (tiga) kelas mutu
a) Mutu utama, dengan tanda mutu U.
b) Mutu Pertama, dengan tanda mutu I.
c) Mutu Kedua, dengan tanda mutu II.
Abu gaharu adalah serbuk kayu gaharu yang dihasilkan dari proses
penggilingan atau penghancuran kayu gaharu sisa pembersihan atau
pengerokan.
Standar Nasional Indonesia (2011) memiliki standar tersendiri untuk menilai
kualitas gaharu dengan melakukan serangkaian tes terhadap kayu gaharu,
persyaratan klasifikasi mutu gaharu berdasarkan ketetapan SNI dapat dilihat pada
Tabel 2. Pengujian gaharu dilakukan secara kasat mata (visual) dengan
mengutamakan kesan warna, bobot, dan kesan bau (aroma) ketika dibakar. Kayu
gaharu yang akan diuji dikelompokkan berdasarkan sortimen yang sama. Khusus
untuk abu gaharu, dikumpulkan berdasarkan warna yang sama. Pengujian
dilakukan di tempat yang terang (cukup cahaya) sehingga dapat mengamati semua
kelainan yang terdapat pada kayu atau abu gaharu.
a) Penetapan warna: penilaian terhadap kayu dan abu gaharu yaitu dengan
menilai ketentuan warna, lebih tua warna kayu menandakan kandungan
damar semakin tinggi.
22b) Penetapan bobot: penilaian terhadap bobot kayu gaharu dengan cara
memasukkannya kedalam air. Semakin tenggelam kayu gaharu menandakan
semakin besar nilai bobot kayu gaharu.
c) Penetapan aroma: penilaian dengan cara memotong sebagian kecil kayu
gaharu atau untuk abu dengan mengambilnya sedikit lalu dilakukan tes
pembakaran. Kayu atau abu gaharu yang terbakar tersebut akan meleleh dan
mengeluarkan aroma yang wangi dan kuat. Aroma dapat dinilai ketika
proses pembakaran selesai, semakin wangi halus aroma yang dihasilkan dari
pembakaran gaharu menandakan semakin tinggi kualitasnya.
Tabel 2. Persyaratan mutu gubal gaharu
No Mutu Warna Bobot Aroma(dibakar)
1.
Gubal gaharu
Double super Hitam meratadan mengkilap
Tenggelam Wangihalus
Super A Hitam mengkilattidak merata
Tenggelam Wangilembut
Super B Hitam, tidakmengkilat
Melayang Wangi
Super tanggungA (underwater)
Hitam Melayang Wangi
Super tanggungA (up water)
Hitam Terapung wangi
2
Kemedangan
Sabah Cokelatkehitaman
Melayang Wangi
Kemedangan A Cokelat bergarishitam
Melayang Wangi
Kemedangan B Coeklat bergarisputih tipis
Melayang Wangi
TG. C Cokelat bergarisputih lebar
Terapung Wangi
Kemedanganhijau
Cokelat bergarishijau
Melayang Wangi
Kemedanganputih
Putih keabu-abuan garishitam tipis
Terapung Wangipedas
3Serbukgaharu
Serbuk gubalSerbukkemedangan
HitamkecokelatanPutih kecoklatan
WangiAgakwangi
Sumber: Standar Nasional Indonesia (2011)
23E. Harga gaharu
Produsen gaharu yaitu pemungut dan pemburu gaharu (gaharu alam), petani
gaharu (budi daya) dan pedagang (perantara, penggumpul, pedagang besar).
Harga gaharu alam yang berlaku di tingkat produsen gaharu bisa berdeda-beda
walaupun berada di kelas mutu yang sama, sebagai contoh harga gaharu
dengan kualitas Super di pasaran lokal Samarinda, Tarakan, dan Nunukan,
Kalimantan Timur mencapai Rp 40.000.000 s/d Rp 50.000.000/kg, disusul
kualitas Tanggung dengan harga rata-rata Rp 20.000.000/kg, kualitas Kacangan
dengan harga rata-rata Rp15.000.000/kg, kualitas Teri Rp 10.000.000 s/d
Rp14.000.000/kg, kualitas Kemedangan Rp 1.000.000 s/d Rp 4.000.000/kg,
dan Suloan Rp 75.000/kg (Siran, 2010).
Harga gaharu budi daya saat ini juga belum ada ketetapan dan kesepakatan
harga dalam perniagaan. Pedagang gaharu umumnya menakar kualitas gaharu
budi daya menggunakan kriteria gaharu alam, dan seringkali di satu daerah
penghasil gaharu harganya dapat berbeda jauh walaupun di panen dalam jangka
waktu yang sama. Ketidaksesuaian harga gaharu budi daya dapat disebabkan
dari perbedaan serum atau obat yang digunakan petani. Harga gaharu juga
dapat berbeda-beda dikarenakan perbedaan jenis pohon penghasil gaharunya
atau perbedaan penafsiran dari si penjual dan pembeli. Standar Nasional
Indonesia sebagai pengontrol telah menetapkan harga gaharu yang beredar di
pasar Indonesia, namun daftar harga yang ditetapkan oleh SNI tersebut tidak
dapat dijadikan ukuran standar gaharu hasil budi daya. Daftar harga gaharu
dapat dilihat pada Tabel 3.
24Tabel 3. Daftar harga gaharu
Kelompokgaharu
No Klasifikasigaharu
Sub klas Harga (Rp)
I. Gubal 1Super
Double 10.000.000 - 15.000.000Supertanggung
4.000.000 - 5.000.000
2 AB 2.000.000 - 3.000.0003 BC 1.000.000 - 1.500.0004
TAKacang A 300.000 - 500.000Kacang B 100.000 - 200.000
5
Teri
Teritenggelam
1.000.000 - 2.000.000
Teri A 200.000 - 400.000Teri B 150.000 - 200.000Teri C 10.000 - 100.000
II. Kemedangan 1Sabah
Sabah 1.000.000 - 2.000.000Tenggelam 100.000 - 500.000
2 TGC Sabah biasa 40.000 - 65.0003
KemedanganMedang A 50.000 - 75.000Medang B 20.000 - 50.000
4Abuk
Abuk super 25.000 - 150.000Abuk medang 10.000 – 25.000Abuk kerokan 5.000 - 50.000
III. Produksi 1 Minyak gaharuMa’mul
1 Tola = 12 cc700.000 - 1.000.000
2 ASGARIN 1 kotak 20.000 - 30.0003 Aneka dupa 5.000 - 15.000
Sumber: Supanjani (2014)
F. Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk)
Aquilaria malaccensis Lamk adalah salah satu jenis tanaman hutan yang
memiliki mutu sangat baik dengan nilai ekonomi tinggi karena kayunya
mengandung resin yang harum baunya. Kayu yang mengandung resin ini
dikenal dengan nama gaharu, agarwood, aloeswood, dan oudh, selain untuk
keperluan agama, gaharu juga dipakai sebagai bahan pembuat parfum, sabun
sari aroma gaharu, pengobatan, dan sampo (Kosmiatin dkk, 2005).
Spesies gaharu Aquilaria malacensis Lamk. adalah jenis tumbuhan yang
menghasilkan produk gaharu, sehingga dikelompokkan sebagai komoditi Hasil
25Hutan Bukan Kayu (HHBK). Spesies ini merupakan salah satu spesies
penghasil gaharu yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai komersial
(Suhartati dan Wahyudi, 2011). Aquilaria malaccensis Lamk dipanen
berdasarkan tingkat infeksi dan pembentukan gaharu yang terjadi di dalam
terlepas dari berapapun ukuran pohonnya (Saikia dan Khan, 2013).
Gambar 2. Pohon Aquilaria malaccensis Lamk.(Foto: Mina Marlina, 2016)
Persebaran Aquilaria malaccensis Lamk: India (Bengal and Assam), Myanmar
(Tenasserim), Malaysia Peninsula, Malaysia Timur, Sumatera, Kalimantan dan
Filipina (Luzon). Nama di daerah: kayu karas, gaharu, garu (Indonesia), halim
(Lampung), alim (Batak), kareh (Minang), mengkaras, calabac, karas, kekaras
(Dayak), galoop (Melayu) dan seringak. (Susilo dkk, 2014)
26Taksonomi Aquilaria malaccensis Lamk. adalah sebagai berikut : (Sumarna,
2013)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dikotiledoneae
Sub Kelas : Dialypetale
Ordo : Myrtales
Famili : Thymeleaceae
Genus : Aquilaria
Species : Aquilaria malaccensis Lamk.
Habitus pohon dengan tinggi 20-40 m, diameter 60 cm. Kulit batang muda
berwarna cokelat muda dengan bulu-bulu halus, kulit yang lebih tua halus dan
berwarna putih. Kayu tanpa resin berwarna putih, ringan dan lembut,
sedangkan kayu dengan resin keras, gelap dan berat (Nelsi dkk, 2004).
Daun berbentuk bundar telur lonjong, tipis tidak berbulu, ukuran 5-14 x 2,5-5
cm, ujung lancip, pangkal lancip, tirus, tumpul, tepi bergelombang, warna daun
hijau tua, permukaan bawah hijau terang, kadang berbulu, panjang tangkai 4-6
mm dan berbulu, tulang daun sekunder menyirip tidak teratur, jumlah 12-16
pasang, terlihat jelas menonjol di permukaan atas, tulang daun permukaan
bawah berbulu halus.
27Perbungaan bentuk payung, muncul di ujung ranting, bawah ketiak daun dan di
atas ketiak tangkai, bercabang 2-3, masing-masing cabang 10 bunga, panjang
tangkai perbungaan 5-15 mm. Bunga bentuk tabung, panjang 5-6 mm, warna
hijau kekuningan, panjang tangkai bunga 3-6 mm, tabung bunga bagian dalam
tidak berbulu dan bagian luar berbulu (Susilo dkk, 2014). Bentuk bunga
Aquilaria malaccensis Lamk dapat dilihat pada Gambar 1.
Bentuk buah: hijau, kapsul berbentuk telur, sungsang kasar dengan rambut
halus, panjang 4 cm dan lebar 2,5 cm. Ujung buah tumpul dan pangkal buah
menyempit, daging buah tebal tidak berbulu, panjang tangkai buah 1 cm.
Biji: bulat telur, berwarna cokelat kehitaman dan ditutupi rambut merah-
cokelat, berukuran 10 x 6 mm, bagian pangkal biji bengkok seperti ekor
berbulu lebat, warna merah, jumlah biji 1-2. (Nelsi dkk, 2004; Susilo dkk,
2014). Gambar buah Aquilaria malaccensis Lamk dapat dilihat pada Gambar 2.
Aquilaria malaccensis Lamk tersebar luas di hutan dataran rendah dan hutan
campuran pada ketinggian hingga 270 m, dan peranan spesies ini dalam
ekosistem belum diketahui (Chua, 2008). Secara ekologis berada pada
ketinggian 0-2400 mdpl, pada daerah beriklim panas dengan suhu antara 28ºC–
34°C, berkelembaban sekitar 80 % dan bercurah hujan antara 1000–2000
mm/th. Lahan tempat tumbuh pada berbagai variasi kondisi struktur dan tekstur
tanah, baik pada lahan subur, sedang hingga lahan marginal. Gaharu dapat
dijumpai pada ekosistem hutan rawa, gambut, hutan dataran rendah atau hutan
pegunungan, bahkan dijumpai pada lahan berpasir berbatu yang ekstrim
(Sumarna, 2008).
28Pribadi (2009) menyatakan bahwa Aquilaria spp. umumnya tumbuh baik di
habitat hutan sekunder bekas terbakar pada ketinggian tempat antara 45-130 m
dpl, dengan kisaan suhu 26-33°C, kelembapan udara 60-100%, dan kemiringan
lahan 0-50%, terutama pada tanah utisol dan inceptisol dengan pH antara 6.4-7
dan kelembaban 10-75%. Aquilaria spp. dapat beradaptasi dengan berbagai
jenis habitat, seperti pada lahan berbatu, berpasir, atau berkapur, serta habitat
sekitar rawa yang memiliki drainase cukup baik.
Gambar 3. Bunga Aquilaria malaccensis Lamk. (Foto: Mina Marlina, 2016)
Gambar 4. Buah dan benih Aquilaria malaccensis (Foto: Mina Marlina, 2016)
29G. Teknik Rekayasa Pembentukan Gaharu
Umumnya gaharu diproduksi semata-mata dari kawasan hutan, tetapi karena
terbatasnya akses ke hutan masyarakat mulai membudidayakan gaharu di tanah
milik/adat. Gaharu budi daya dapat dipanen dalam waktu singkat sehingga
kualitasnya jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan gaharu hutan yang
umurnya jauh lebih tua (Abdin, 2014), salah satu proses paling penting dalam
budi daya gaharu adalah induksi pembentukan gubal pada pohon gaharu
(Wangiyana, 2017). Teknologi sederhana yang sering dilakukan masyarakat
untuk membentuk gaharu, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Melukai batang pohon
2. Mencari bekas sarang hewan
3. Pemberian oli dan gula merah, cuka, dan lain-lain
4. Memasukan potongan gaharu
5. Menggunakan cairan kimia
Teknik inokulasi seiring waktu berjalan terus mengalami perkembangan, selain
ke lima metode tersebut praktisi gaharu memiliki sistem dan pola yang
beragam dalam teknik pembentukan gaharu. Para praktisi gaharu dengan latar
belakang profesi yang berbeda telah menciptakan beberapa metode dan
serum/inokulan yang mereka klaim dapat membentuk gaharu. Beberapa
metode yang sering ditemui yaitu:
1. Sistem pengeboran
Sistem injeksi dilakukan dengan cara memasukkan serum pembentuk
gaharu ke dalam batang pohon dengan cara melubangi pohon
menggunakan bor. Metode injeksi ini merupakan metode yang paling
30banyak digunakan oleh praktisi gaharu, yang berbeda yaitu pada
serum/inokulan yang digunakan, pola pengeboran, dan jumlah serum yang
diinjeksikan. Metode pengeboran dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pembuatan lubang injeksi dengan cara pengeboran. (Foto: MinaMarlina, 2016)
2. Metode Pemakuan
Proses pembentukan gubal gaharu dengan metode pemakuan yaitu dengan
cara memaku seluruh batang pohon. Dalam metode ini, melukai pohon
gaharu dengan memalu paku ke batang dengan ratusan atau bahkan ribuan
paku dimasukkan ke setiap pohon. Proses ini membutuhkan waktu yang
lama untuk melaksanakannya, setelah bertahun-tahun setiap luka paku
menghasilkan sedikit kayu yang mengandung resin gaharu. Gaharu yang
dihasilkan dari pengolahan metode ini umumnya memiliki kualitas lebih
rendah dan tidak dapat memenuhi permintaan pasar yang diinginkan
(Persoon, 2007). Metode pemakuan dapat dilihat pada Gambar 6.
31
Gambar 6. Metode pembentukan gaharu dengan cara pemakuan.(Foto: Blanchette dkk, 2015)
3. Penggunaan paku berpori (Simpori) Sasmuko (2014)
Sistem ini sekilas tampak sama dengan sistem pemakuan, perbedaannya
terdapat pada paku yang digunakan dimana pada sistem ini paku tersebut
memiliki lubang di tengah untuk menyebarkan serum gaharu. Spesifikasi
paku berpori: panjang 120 mm, diameter lubang tengah 5 mm dan 10 mm,
diameter pori 2 mm. Cara kerja sistem Simpori adalah sebagai berikut:
a) Paku berpori ditancapkan ke dalam batang pohon gaharu
menggunakan palu sedalam sepertiga diameter batang membentuk
sudut 10°-15°. Setelah menancap sempurna kemudian isolat
patogen/jamur dimasukkan melalui lubang tengah paku menggunakan
pipet sesuai dosis yang diinginkan. Paku Simpori dapat dilihat pada
Gambar 7.
32
Gambar 7. Paku berpori yang digunakan untuk inokulasi. (A) Pakuberpori. (B) Paku berpori yang sudah ditancapkan ke pohondan siap untuk diinjeksi serum. (Foto: Sasmuko, 2014)
b) Paku akan dicabut kembali setelah proses inokulasi dianggap telah
bekerja dengan baik, kemudian paku yang telah dicabut dapat
digunakan kembali pada pohon lainnya secara berulang-ulang.
Spesifikasi alat pencabut paku: panjang 30 mm, berat 1 kg, diameter
15 cm, sistem ulir. Alat untuk mencabut paku Simpori dapat dilihat
pada Gambar 8.
Gambar 8. Proses pencabutan paku Simpori. (A) Alat pencabut paku(B) Proses pencabutan paku. (Foto: Sasmuko, 2014)
A B
A B
334. Metode sistem Infuse
Metode sistem infuse awal mulanya dilakukan dengan menggunakan
metode pengeboran batang untuk memasukkan serum/inokulan pembentuk
gaharu. Metode sistem infuse serum/inokulan yang dimasukkan kedalam
lubang pengeboran tidak dibatasi, selama pohon gaharu masih dapat
menyerap serum/inokulan tersebut maka pemberian serum/inokulan terus
dilanjutkan sampai pohon jenuh (tidak dapat menyerap). Metode infus juga
dikenal dengan metode pembentukan gaharu seluruh pohon karena gubal
gaharu yang dihasilkan memang dirancang untuk membuat seluruh batang
pohon menjadi gubal (Liu dkk, 2013; Talucder dkk, 2016). Foto metode
infuse dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Metode pembentukan gaharu dengan cara infuse.(Foto: Chowdhury dkk, 2018)
345. Sistem injeksi semi infuse
Metode ini sepintas mirip dengan metode infuse hanya saja perbedaannya
terletak pada dosis pemberian serum/inokulannya. Pada metode ini
menggunakan alat bantu berupa selang yang panjangnya sekitar 15 cm
untuk membantu memasukkan serum/inokulan. Serum/inokulan yang
diinjeksikan dilakukan dengan 4 kali pengulangan dimana satu kali
pemberian serum/inokulan dengan takaran sepanjang pipa/selang injeksi
tersebut (Bungsu, 2017). Metode sistem injeksi semi infuse ini diterapkan
oleh Bapak Bungsu, beliau merupakan praktisi gaharu dan juga
menciptakan serum inokulasi gaharunya sendiri. Menurut pengakuan beliau
sistem yang digunakannya telah diuji cobakan di daerah Sumatra Selatan,
Lampung dan Jawa Tengah. Metode ini dapat menghasilkan gaharu pada
seluruh batang pohon gaharu, dengan masa pemanenan hanya 18 bulan dari
proses inokulasi. Dua bulan sebelum pohon ditebang untuk memanen gubal
dilakukan pengupasan pada kulit batang pohon, setelah pohon dikuliti lalu
dilapisi dengan cairan serum/inokulan pada seluruh permukaan batang yang
dikuliti. Permukaan yang telah dilapisi serum/inokulan tersebut lalu ditutup
dengan plastik berwarna hitam. Kegiatan pengupasan kulit ini bertujuan
untuk menghasilkan gaharu kulit sehingga dapat meningkatkan pendapatan
bagi petani. Gaharu kulit yang dihasilkan berwarna cokelat dan masuk
dalam kelas kemedangan. Metode injeksi semi infuse dapat dilihat pada
Gambar 10.
35
Gambar 10. Metode sistem semi infuse yang dipraktekkan oleh BapakBungsu (praktisi gaharu). (A) Pemasangan selang injeksi (B)Pengisian serum/inokulan. (Foto: Mina Marlina, 2017)
H. Inokulan Gaharu Lampung
Inokulan lampung disebut dengan Bioserum Gaharu Lampung atau Bio Gaung
Lampung (BGL) merupakan produk komersial yang ditemukan oleh Bapak
Kusnadi (praktisi gaharu) dan diperkenalkan secara luas kepada masyarakat
oleh BPDASHLWSS. Bapak Kusnadi menyatakan bahwa komposisi bioserum
tersebut terdiri dari bahan-bahan organik yang dapat membantu pembentukan
gaharu. Foto Bapak Kusnadi dapat dilihat pada Gambar 11, dan foto bioserum
dapat dilihat pada Gambar 12.
Hasil studi pendahuluan pada jenis Aquilaria malaccensis, Aquilaria
beccariana, Aquilaria microcarpa, Aquilaria hirta dan Aquilaria agallocha
A B
36pada kebun petani di Lampung, Palembang, Jambi, Riau, Aceh, Kalimantan
(Selatan, barat, timur, utara), Medan, Padang, Sulawesi Selatan, Malang,
Wonogiri dan Bogor menunjukan keberhasilan sebesar 95%
(BPDASHLWSWS, 2015).
Proses inokulasi yang diterapkan oleh Tim Gaharu Lampung BPDASHLWSS
yaitu dengan menyuntikkan bioserum ke dalam batang dan cabang pohon.
Teknik Lampung dilakukan menerapkan pola yang sistematis yaitu dengan
jarak inokulasi yang sama dan disesuaikan dengan diameter pohon, sehingga
jumlah gaharu yang dihasilkan dapat diprediksi. Petani sudah dapat
menghitung atau memprediksi berapa banyak gubal gaharu yang akan di
dapatkan disaat waktu pemanenan nanti.
Gambar 11. Bapak Kusnadi penemu formula bioserum.(Foto: Mina Marlina, 2017).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Lokasi penelitian terletak di Desa Siraman Kecamatan Pekalongan Kabupaten
Lampung Timur. Peta menuju lokasi penelitian dapat dilihat pada lembar
Lampiran Gambar 26. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan kemudahan
akses untuk menuju lokasi pohon sampel, selain itu tanaman gaharu yang
dijadikan sampel seluruhnya berada dalam satu bidang lokasi yang sama
sehingga memudahkan dalam pengamatan kegiatan penelitian. Proses injeksi
pada pohon dilakukan pada bulan Agustus dan dievaluasi pada bulan
November.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah bor listrik 4 mm, penggaris, bioserum
BPDASHLWSS, pohon gaharu berumur 7 tahun, potongan bambu diameter 4
mm dan panjang 4 cm, genset, pisau atau golok, serta palu. Peralatan yang
digunakan untuk menginjeksi pohon gaharu dapat dilihat pada Gambar 13.
39
Gambar 13. Persiapan kegiatan penginjeksian bioserum. (A) Kegiatan injeksi(B) Stik bambu penutup lubang injeksi, (C) Palu untukmemasukkan stik bambu (D) Bor listrik untuk melubangi pohon.(Foto: Mina Marlina, 2016)
A
B C D
40C. Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan jarak antar lubang injeksi pada batang
dan cabang pohon, dengan perlakuan sebagai berikut.
A0 = jarak antar lubang 5 cm
A1 = jarak antar lubang 10 cm
A2 = jarak antar lubang 15 cm
Setiap perlakuan terdiri dari lima ulangan dengan sampel untuk setiap
perlakuan 2, sehingga jumlah pohon yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah : 2 x 5 x 3 = 30 pohon. Pengamatan dilakukan 3 bulan setelah proses
injeksi bioserum selesai dilakukan.
Tahapan-tahapan kegiatan inokulasi pohon gaharu adalah sebagai berikut :
1. Penyediaan bioserum
Bioserum yang digunakan adalah bioserum yang dikembangkan oleh Tim
Gaharu Lampung BPDASHLWSWS dengan nama dagang “Bioserum
Gaharu Lampung“ atau Bio Gaung Lampung (BGL), seperti pada Gambar
12. Pohon gaharu yang digunakan jenis Aquilaria malaccensis Lamk. yang
berumur 7 tahun, jarak tanam 4 x 4 m serta memiliki cabang yang
berdiameter ± 7 cm. Pohon yang digunakan akan ditandai dengan nomor
dan huruf. A untuk jarak injeksi vertikal 5 cm, B untuk jarak injeksi
vertikal 10 cm, dan C untuk jarak injeksi vertikal 15 cm.
412. Teknik inokulasi
Teknik inokulasi yang digunakan adalah teknik yang biasa diterapkan oleh
Bapak Kusnadi yaitu :
a) Batang pohon gaharu di bor menggunakan bor listrik ± 50 cm dari
permukaan tanah, cabang pohon juga diberi perlakuan yang sama.
Posisi lubang bor agak menurun ke dalam agar cairan bioserum tidak
keluar kembali. Kedalaman lubang bor disesuaikan dengan 1/3
diameter batang dan cabang pohon. Mata bor yang digunakan
berukuran 4 mm. Teknik penyuntikan dilakukan dengan membuat
lubang bor secara melingkar (horizontal) dengan jarak vertikal ukuran
telapak tangan (±20 cm). Pada penelitian ini jarak vertikal dilakukan
dengan 3 ukuran jarak yaitu 5 cm, 10 cm, 15 cm, seperti yang tampak
pada Gambar 14.
b) Bioserum diinjeksikan ke dalam lubang dari pangkal hingga atas dan
didiamkan sementara sekitar 10 menit agar bioserum meresap ke
dalam batang seperti yang tampak pada Gambar 15.
c) Lubang lalu ditutup menggunakan potongan bambu panjang 4 cm dan
diameter 4 mm yang telah direndam bioserum. Potongan bambu
dibuat sesuai ukuran diameter lubang. Tahapan tersebut dapat dilihat
pada Gambar 16.
Kegiatan inokulasi dilaksanakan saat tidak ada hujan, hal ini untuk
menghindari pembusukan batang akibat masuknya air hujan ke dalam
lubang injeksi.
42
Gambar 14. Lubang injeksi jarak horizontal 5 cm, 10 cm, dan 15 cm. (A)Proses pengeboran lubang (B) Lubang injeksi jarak 5 cm (C)Lubang injeksi jarak 10 cm dan (D) Lubang injeksi jarak 15cm. (Foto: Marlina dkk, 2018)
A
DC
B
43
Gambar 15. Penyuntikan Bioserum ke dalam lubang injeksi. (A) Prosesmenyuntikkan bioserum (B) Lubang injeksi yang telahdiinjeksikan BIoserum. (Foto: Marlina dkk, 2018)
Gambar 16. Tahapan penutupan lubang bor dengan potongan bambu(A) Lubang bor ditutup dengan potongan bambu yangtelah direndam bioserum (B) Potongan bambu yangdimasukkan ke dalam lubang bor dengan menggunakanpalu. (Foto: Marlina dkk, 2018)
A B
A B
443. Pengamatan
Data yang diamati pada cabang pohon yang telah diinjeksi bioserum
dengan perlakuan tiga jarak vertikal lubang injeksi. Pengamatan dilakukan
berdasarkan pada kriteria gubal yang disukai oleh konsumen gaharu.
Kriteria gubal gaharu diamati berdasarkan:
a) Bentuk gubal gaharu
Pengamatan dilakukan pada gubal yang berada di cabang pohon.
Cabang dipotong dari batang pohon kemudian dipisahkan perbagian
injeksi lalu dihaluskan (dikerok) untuk mendapatkan gubal gaharunya.
Yang diamati ialah bentuk dari gubal gaharu, terbentuk atau tidak
(mengalami pembusukan).
b) Warna gubal gaharu
Warna dari gubal gaharu diamati untuk mengetahui apakah gubal
gaharu tersebut mengalami perubahan warna dari saat diinjeksi sampai
dengan gubal berumur 3 bulan. Penilaian terhadap warna gaharu
adalah dengan menilai tingkat kecerahan warna gubal, lebih gelap
warna gubal, menandakan kandungan gaharu semakin tinggi.
Penilaian berdasarkan kriteria SNI 01-5009.1-1999.
c) Aroma gaharu
Penilaian terhadap aromanya adalah dengan cara memotong sebagian
kecil dari gubal gaharu atau mengambil sejumput serutan dari gubal
gaharu, kemudian membakarnya. Kandungan minyak yang terdapat
pada gubal tersebut akan mengeluarkan aroma wangi ketika dibakar.
45Penilaian berdasarkan kriteria SNI 01-5009.1-1999 dan wawancara
dengan praktisi gaharu (petani dan penjual gaharu).
d) Presentase kematian pohon
Pada pohon yang telah diberi perlakuan dengan jarak lubang injeksi 5
cm, 10 cm, dan 15 cm dilakukan pengamatan terhadap tingkat
kematian pohon. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui apakah
pemberian bioserum akan memengaruhi daya tahan pohon sampel.
80
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap chip gaharu yang terbentuk pada
ketiga lubang injeksi dengan jarak 5 cm, 10 cm, dan 15 cm dapat disimpulkan
bahwa :
1. Tingkat keberhasilan inokulasi bioserum dalam waktu tiga bulan
dengan kombinasi perlakuan jarak antar injeksi pada pohon Aquilaria
malaccensis sebesar 70% berhasil menunjukkan tanda-tanda
terbentuknya gubal gaharu. Keberhasilan ditandai dengan adanya
perubahan warna dan aroma (ketika dibakar) pada bagian pohon yang
diinjeksikan bioserum. Hasil terbaik dari ketiga jarak injeksi yaitu
pada jarak injeksi 10 cm, karena bagian pohon yang terbuang sedikit.
2. Kualitas gubal gaharu yang dihasilkan dari ketiga jarak injeksi masuk
dalam kelas Kamedangan hal tersebut dikarenakan faktor waktu
pemanenan yang singkat (tiga bulan), dan juga waktu penyuntikan dan
pemanenan yang dilakukan bersamaan sehingga tidak terdapat
perbedaan pada mutu gubal gaharu.
81
B. Saran
Biosreum sebagai formula terbaru yang dapat membantu membentuk gubal
gaharu hingga saat ini belum banyak dilakukan pengukuran tingkat
keberhasilan dan keefektifannya. Disarankan agar dapat dilakukan penelitian
pada dosis penyuntikan bioserum dan rentang waktu pemanenan yang lebih
lama untuk mengetahui kualitas gubal gaharu yang terbentuk. Proses
pemanenan bioserum juga belum pernah dilakukan evaluasi, bagaimana
metode pemanenan yang tepat sehingga dapat meminimalkan biaya
pemanenan karena harga gubal gaharu yang dihasilkan dari formula
bioserum saat ini belum memiliki harga tawar di pasar lokal Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdin, M. J. 2014. The Bangladeshi agarwood industry: development barriers anda potential way forward. International Journal of Economics &Management Sciences, 3(1):13.
Alisti, R. M., Herliani., dan Masitah. 2016. Pengaruh pemberian limbah cair tahuterhadap pertumbuhan bibit gaharu (Aquillaria malaccensis L.). ProsidingSeminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran,Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman. 611: 210-218.
Antonopoulou, M., Compton, J., Perry, L dan Al-Mubarak, R. 2010. The Tradeand Use of Agarwood (Oudh) in The United Arab Emirates. Artikel.TRAFFIC Southeast Asia. Petaling Jaya, Selangor, Malaysia. 65 hlm.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Way Seputih Way Sekampung. 2015.Buku Gaharu Lampung. Buku. BPDASHLWSS. Bandar Lampung. 40hlm.
Balfas, J. 2008. Kandungan resin pada kayu gaharu kualitas rendah. JurnalPenelitian Hasil Hutan. 26(1): 97-105
Banu, S., Baruah, D., Bhagwat, R. M., Sarkar, P., Bhowmick, A., dan Narendra,N. Y. 2015. Analysis of genetic variability in Aquilaria malaccensis fromBramhaputra Valley, Assam, India using ISSR markers. Flora. 217:24–32
Barden, A., Anak, N. A., Mulliken, T., dan Song, M. 2000. Heart of The Matter:Agarwood Use and Trade and CITES Implementation for Aquilariamalaccensis. Buku. IUCN Publication. TRAFFIC International. 52 hlm.
Blanchette, R. A., Jurgens, J. A., dan Beek, H. H. V. 2015. Growing Aquilariaand Production of Agarwood in Hill Agroecosystems.In: Integrated LandUse Management in the Eastern Himalayas. Artikel. Akansha PublishingHouse. Delhi. 66-82.
Chakrabarty, K., Kumar, A., dan Menon, V. 1994. Trade in Agarwood. Artikel.Traffic India. India. 59 hlm.
83Chang, Y. S., Azah, N. M. A., dan Rashid A. A. M. 2011. Inducement of gaharu
and potentials of gaharu oils. In: A.M. Abdul Rashid dan Y. AhmadZuhaidi (eds), tapping the wealth from karas (Aquilaria malaccensis) tree.Malayan Forest Records, 50: 48-62.
Chen, H., Yang, Y., Xue, J., Wei, J., Zhang, Z., dan Chen H. 2011. Comparison ofcompositions and antimicrobial activities of essential oils from chemicallystimulated agarwood, wild agarwood and healthy Aquilaria sinensis (lour.)gilg trees. Jurnal Molecules, 16: 4884-4896.
Chen, H.Q., Wei, J.H., Yang, J.S., Zhang, Z., Yang, Y., Gao, Z.H., Sui, C. danGong, B. 2012. Chemical constituents of agarwood originating from theendemic genus Aquilaria plants. Chemistry and Biodiversity, 9(2): 236-250.
Chong, S. P., Osman, M. F., Bahari, N., Nuri, E. A., Zakaria, R; dan Abdul-Rahim, K. 2015. Agarwood inducement technology: a method forproducing oil grade agarwood in cultivated Aquilaria malaccensis lamk.Jurnal Agrobiotech, Vol 6: 1-16
Chowdhury, M., Ali, M. R., Hussain, M. D., dan Ishida, A. 2018. Present Statusand Future Opportunity of Agar Cultivation in Bangladesh. Artikel.DIWPA News Letter No.38. 7 hlm.
Chua, L. S. L. 2008. Agarwood (Aquilaria malaccensis) in Malaysia. Artikel.Case study 3. Mexico. 17 hlm.
Compton, J dan Ishihara, A. 2004. The Use and Trade of Agarwood in Japan.Artikel. TRAFFIC Southeast Asia. 21 hlm
Fitter, A. H dan Hay, R. K. M. 2002. Environmental Physiology of Plants. Buku.Academic Press. London. 397 hlm.
Han, T dan Win, P. P. 2016. Influence of inoculation techniqueson agarwoodchips formationin Aquilaria malaccensis. International Journal of CurrentResearch in Life Sciences. 5(7): 604-607
Hou, D. (1960). Flora Malesiana: Thymelaeaceae. Buku. Vol 6(1). 136 hlm
Harry, W., Gono, S., Dedy, D., dan Baroto, W. E. 2010. Konsep budidaya gaharu(Aquilaria spp.) di provinsi bengkulu. Jurnal Penelitian Hutan danKonservasi Alam. 7(4): 371-380
Herlina. R dan Siburian, S. 2017. Conservation and sustainable use of gaharuproducing plants. International Journal of Sciences: Basic and AppliedResearch (IJSBAR). 32(1): 238-246
Plantation International. 2016. Pohon gaharu: kepemilikan perkebunan. Artikel.PT. Gaharu Kapita Indonesia. Singapura. 11 hlm
84Iskandar, D dan Suhendra, A. 2013. Uji inokulasi fusarium sp untuk produksi
gaharu pada budidaya Aquilaria beccariana. Jurnal Sains dan TeknologiIndonesia 14(3): 182-188.
Isnaini, Y. 2008. Peran Pelukaan Alami Dalam Pembentukan Gubal Gaharu:Studi Kasus Pada Aquilaria malaccensis Lamk Koleksi Kebun RayaBogor. Buletin Kebun Raya Indonesia. 11(1): 1-5
Ismanto, S. D., Neswati., dan Amanda, S. 2016. Pembuatan sabun padataromaterapi dari minyak kelapa murni (virgin coconut oil) denganpenambahan minyak gubal gaharu (Aquilaria malaccensis). JurnalTeknologi Pertanian Andalas, 20(2): 9-18
Kosmiatin, M., Husni, A., dan Mariska, I. 2005. Perkecambahan danperbanyakan gaharu secara in vitro. Jurnal AgroBiogen. 1(2): 62-67
Liu, Y., Chen, W., Chen, H., Yang, Y., Zhang, Z., Wei, J., Meng, H., Chen, B.,Feng, J., Gan, B., Chen, X., Gao, Z., Huang, J., dan Chen, H. 2013. Whole-tree agarwood-inducing technique: an efficient novel technique forproducing high-quality agarwood in cultivated Aquilaria sinensis trees.Jurnal molecules, 18: 3086-3106
Marlina, M., Riniarti, M., dan Safe’i, R. 2018. The effectiveness of bioseruminjection on agarwood resin (Aquilaria malaccensis) formation with severalinjection hole distance. Jurnal EnviroScienteae Vol 14(3): 222-227
Mega, I. M dan Swastini, D. A. 2010. Screening fitokimia dan aktivitasantiradikal bebas ekstrak metanol daun gaharu (Gyrinops versteegii). JurnalKimia (Journal of Chemistry), 4(2):10
Mucharromah. 2010. Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu berbasisPemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan: Pengembangan Gaharu diSumatera. Buku. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan danKonservasi Alam. Jakarta. 236 hlm.
Nelsi, A., Fransiskus, H., Holger, S. L., dan Dorthe, J. 2004. Aquilariamalaccensis Lam. Seed Leaflet No 103 Desember 2004. Forest &Landscape Denmark. University of Copenhagen. 3 hlm.
Ningsih M. K., Biantary, M. P., dan Jumani. 2015. Uji mutu fisik dan fisiologisbenih pohon penghasil gaharu (Aquilaria microcarpa baill.) berdasarkanfenotipe pohon induk di KHDTK Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara.Jurnal AGRIFOR. 14(2): 221-238
Novriyanti. E., Santosa. E., Syafii. W., Turjaman. M., dan Sitepu. I. R. 2010. Antifungal activity of wood extract of Aquilaria crassna pierre Ex Lecomteagainst agarwood-inducing fungi, Fusarium solani. Journal of ForestryResearch. 7(2): 155-165
85Novriyanti, E. 2011. Kajian kimia gaharu hasil inokulasi fusarium sp pada
Aquilaria microcarpa. Buku. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutandan Konservasi Alam. Jakarta. 236 hlm.
Oka. N. P dan Achmad. A. 2006. Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu TerhadapPenghidupan Masyarakat Hutan: Studi Kasus Di Dusun Pampli KabupatenLuwu Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian dan Kehutanan UniversitasHasanuddin. Makasar. 15 hlm
Oldfield, S., Lusty, C., dan MacKinven, A. 1998. The World List of ThreatenedTrees. Buku. World Conservation Press. Cambridge. 650 hlm
Pallardy, S. G. 2008. Physiology of Woody Plants. Buku. Academic Press. UnitedStates of America. 469 hlm.
Paoli, G. D., Peart, D. R., Leighton, M., dan Samsoedin. I. 2001. An ecologicaland economic assessment of the nontimber forest product gaharu wood inGunung Palung National Park, West Kalimantan, Indonesia. ConservationBiology. 15(6): 1721-1732
Persoon, G. A. 2007. Agarwood: the life of a wounded tree. IIAS Newsletter.45(3):24-25
Pribadi, D. O. 2009. A study on the spatial distribution of agarwood (Aquilariaspp.) and its relationship with the habitat conditions in Kutai National Park,East Kalimantan. Buletin Kebun Raya Indonesia. 12(1): 8
Pojanagaroon, S. dan Kaewrak, C. 2005. Mechanical methods to stimulate aloeswood formation in Aquilaria crassna pierre Ex H Lee (kritsana) trees. ISHSActa Horticulturae. 676: 161-166.
Rahayu, G., Santoso, E., dan Wulandari, E. 2010. Effectivity and interactionbetween Acremonium sp. and Fusarium sp. in formation of gaharu clumpin Aquilaria microcarpa. Proceeding of Gaharu Workshop. Developmentof Gaharu Production Technology. Pp 47-58.
Rawana. 2011. Perlakuan mekanis dan pemberian etilen dalam menginduksipembentukan terpenoid pada pohon gaharu (Aquilaria beccariana). JurnalWana Tropika. 1(2): 14-25
Rozi, M., Jong, P. L., dan Kamziah, A. K. 2014. Fungal inoculation inducesagarwood in young Aquilaria malaccensis trees in the nursery. Journal ofForestry Research. 25(1): 201-204
Rozi, M dan Shiou, Y. L. 2016. Keeping Up Appearances: Agarwood Gradesand Quality. Agarwood: Science Behind the Fragrance. Buku. SpringerNature. Singapore. 167 hlm.
86Saikia, P dan Khan, M. L. 2013. Population structure and regeneration status of
Aquilaria malaccensis Lam. in homegardens of Upper Assam, NortheastIndia. Tropical Ecology 54(1): 1-13
Santoso, E., Irianto, R. S. B., Turjaman, T., Irnayuli R., Sitepu, I. R., Santosa, S.,Najmulah., Yani, A., dan Aryanto. 2010. Teknologi Induksi PohonPenghasil Gaharu. Buku. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan danKonservasi Alam. Jakarta. 236 hlm.
Santoso, E. 2016. Pengembangan Teknik Budidaya dan Peningkatan KualitasGaharu Berbasis Mikoriza Dan Fusarium: orasi pengukuhan profesor risetbidang mikrobiologi hutan. Artikel. Kementerian Lingkungan Hidup DanKehutanan. Badan Penelitian, Pengembangan Dan Inovasi. Bogor. 70 hlm.
Santoso, E dan Turjaman, M. 2014. Teknologi Inokulasi Gaharu. Artikel. IPBCovention Center. 116 hlm.
Santoso, E., Agustini, L., Efiyanti, L., Faulina, S. A., Sitepu, I. R., Irianto, R. S.B., Hidayat, A., dan Turjaman, M. 2014. Teknologi produksi gaharubuatan Badan Litbang Kehutanan. Forestry Research and DevelopmentAgency (FORDA), Ministry of Forestry, Republic of Indonesia. Bogor. 83hlm.
Sasmuko, S. A. 2014. Penggunaan Paku Berpori Dalam Inokulasi Pohon Gaharu(Inovasi Baru Dalam Teknologi Rekayasa Pembentukan Gubal GaharuYang Berkualitas). Artikel. Balai Penelitian Kehutanan Mataram. 9 hlm
Semiadi, G., Wiriadinata, H., Waluyo, E. B., dan Darnaedi, D. 2010. Rantaipasokan produk tumbuhan gaharu (Aquilaria spp.) asal Merauke, Papua.Buletin Plasma Nutfah. 16(2): 150-159
Setyaningrum, H. D., dan Saparinto, C. 2014. Panduan Lengkap Gaharu. Buku.Penebar Swadaya. Jakarta. 172 hlm
Sihombing, J. A. 2011. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) OlehMasyarakat Desa Sekitar Hutan Di IUPHHK-HA PT. Ratah TimberSamarinda, Kalimantan Timur. Skripsi. Fakultas Kehutanan. DepartemenManajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. 118 hlm
Siran, S. A. 2010. Perkembangan pemanfaatan gaharu: pengembangan teknologiproduksi gaharu berbasis pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Buku.Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta.236 hlm.
Sitepu, I. R., Aryanto., Hashidoko, Y., dan Turjaman, M. 2010. AplikasiRhizobakteri penghasil fitohormon untuk meningkatkan pertumbuhan bibitAquilaria sp. di persemaian (application of phytohormone-producing
87rhizobacteria to improve the growth of Aquilaria sp. seedlings in thenursery). Info Hutan. 7(2): 107-116.
Soeharto, B., Budidarsono, S., dan Noordwijk. M. V. 2016. Gaharu (Eaglewood)Domestication: Biotechnology, Markets and Agroforestry Options. WorldAgroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program. Workingpaper no.247. Bogor. 52 hkm.
Sofyan, A., Nugroho, A. W., Sumadi, A., dan Muara, J. 2011. Sebaran danvariasi pertumbuhan pohon penghasil gaharu (Aquilaria malaccensisLamk.) pada beberapa daerah di Sumatra Selatan dan Jambi. Artikel. BalaiPenelitian Kehutanan Palembang.
Standar Nasional Indonesia. 2011. Gaharu. Badan Standardisasi Nasional.Jakarta. 9 hlm.
Subowo, Y. B. 2010. Jamur pembentuk gaharu sebagai penjaga kelangsunganhidup tanaman gaharu (Aquilaria sp). Jurnal Teknik Lingkungan. 11(2):167-173
Suhartati dan Wahyudi, A. 2011. Pola agroforestry tanaman penghasil gaharu.dan kelapa sawit (agroforestry pattern of agarwood species and oil palm).Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.Vol. 8 (4): 363-371
Suharti, S. 2009. Prospek pengusahaan gaharu melalui pola pengelolaan hutanberbasis masyarakat (PHBM). Info Hutan. 7(2): 141-154.
Sumadiwangsa, S. dan Zulnely. 1999. Note on "Gaharu" in East Kalimantan andWest Nusa Tenggara. Artikel. Info Hasil Hutan. 5(2): 80-90
Sumarna, Y. 2008. Pengaruh diameter dan luas tajuk pohon induk terhadappotensi permudaan alam tingkat semai tumbuhan penghasil gaharu jeniskaras (Aquilaria malaccensis Lamk). Jurnal Penelitian Hutan danKonservasi Alam. 5(1): 21-27
Sumarna, Y. 2008. Beberapa aspek ekologi, populasi pohon, dan permudaan alamtumbuhan penghasil gaharu kelompok karas (Aquilaria spp.) di wilayahProvinsi Jambi. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 5(1): 93-99
Sumarna, Y. 2008. Pengaruh jenis media dan pupuk nitrogen, pospor, dan kalium(NPK) terhadap pertumbuhan bibit pohon penghasil gaharu jenis karas(Aquilaria malaccensis Lamk). Jurnal Penelitian Hutan dan KonservasiAlam. 5(2): 193-199
Sumarna, Y. 2008. Pengaruh kondisi kemasakan benih dan jenis media terhadappertumbuhan semai tanaman penghasil gaharu jenis karas (Aquilariamalaccensis Lamk.). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 5(2):129-135.
88Sumarna, Y. 2013. Budidaya dan Bisnis Gaharu. Buku. Penebar Swadaya.
Jakarta. 92 hlm.
Supanjani. 2014. Teknik Penyuntikan Cendawan ke Batang Pohon Gaharu.Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. UniversitasBengkulu.
Susilo, A., Kalima. T., dan Santoso. E. 2014. Status Taksonomi dan PopulasiJenis-Jenis Aquilaria dan Gyrinops. Buku. Pusat Penelitian danPengembangan Konservasi dan Rehabilitasi International Tropical TimberOrganization (ITTO) – CITES Phase II Project. Bogor. 60 hlm.
Susilo, A., Kalima. T., dan Santoso. E. 2014. Panduan Lapangan PengenalanJenis Pohon Penghasil Gaharu Aquilaria spp. di Indonesia. Artikel.Kementerian Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.Jakarta. 50 hlm.
Syukur dan Muda. W. 2015. Gaharu dan Cara Penyuntikan Gubal Gaharu padaPohon Gaharu. Artikel. Balai Penelitian Jambi. Jambi. 9 hlm
Talucder. M. S. A., Haque, M. M., dan Saha. D. 2016. Development of agar(Aquilaria malaccensis) cultivation, propagation technique and itspotentially as agroforestry component in Bangladesh: a review. JurnalSylhet Agril. 3(2):149-157
Try, F. Y. L., Muin, A., dan Idham, M. 2017. Pengaruh diameter pohon dan jaraklubang inokulasi terhadap pembentukan gubal gaharu pada tanamanAquilaria malaccensis Lamk. Jurnal Hutan Lestari (2017). 5(2): 200 –208.
Vantompan, W. D. P., Arreneuz, S., dan Wibowo, M. A. 2015. Perbandinganinokulan Fusarium sp. menggunakan metode infus dan injeksi untukmendapatkan gaharu pada pohon Aquilaria malaccensis. Jurnal KimiaKhatulistiwa. 4(1): 43-46.
Wahyuni, S. 2008. Karakteristik dan viabilitas biji gaharu (Aquilaria microcarpaBaill.) dari tanaman koleksi Kebun Raya Bogor. Buletin Kebun RayaIndonesia. 11(1): 8.
Wangiyana, I. G. A. S. 2017. Interaction of Fusarium. sp with Grynops versteegiiseedling by morphological, anatomical, and chemical observation. JurnalSangkareang Mataram. 3(3):6.
Winarsih, A., Puspita, F., dan Khoiri, M. A. 2011. Pengaruh Stressing terhadapPercepatan Pembentukan Gubal Gaharu pada Tanaman Gaharu(Aquilaria malaccensis, Lamk). Skripsi. Universitas Riau. 15 hlm
89Wulandari, E. 2009. Efektivitas Acremonium sp. Dan Fusarium sp. sebagai
penginduksi ganda terhadap pembentukan gaharu pada pohon Aquilariamicrocarpa. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Wyn, L. T., dan Anak, N. A. 2010. Wood for the trees: A review of the agarwood(gaharu) trade in Malaysia. TRAFFIC Southeast Asia, Petaling Jaya,Selangor, Malaysia. 117 hlm
Yunafsi, 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit danPenyakit yang disebabkan oleh Jamur. Skripsi. Fakultas Pertanian.Jurusan Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. 13 hlm.
Yuniarti, N., Syamsuwida, D., Suita, E., Rohani, E., dan Rahmat, A. 2009.Selection of appropriate packaging technique to maintain the viability ofgaharu seed (Aquilaria malaccensis lamk.). Tekno Hutan Tanaman. 2(2):53-58.