EFEKTIVITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT … · FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT...
Transcript of EFEKTIVITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT … · FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT...
EFEKTIVITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH
RUMAH SAKIT X DI JAKARTA SELATAN
AKMAL HARTANTO
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Biaya
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Akmal Hartanto
NIM H44090114
ABSTRAK
AKMAL HARTANTO. Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di
Jakarta Selatan. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.
Rumah Sakit X memulai pengelolaan limbah cair dengan membangun
IPAL bersistem biofilter anaerob-aerob pada tahun 2006. Sedangkan untuk
pengelolaan limbah padat, rumah sakit bekerjasama dengan Dinas Kebersihan
Jakarta Selatan dan PT WASTEC. Penelitian ini mengenai penilaian pengelolaan
limbah Rumah Sakit X yang dianalisis dari karakteristik pengelolaan limbah dan
penilaian masyarakat, efisiensi IPAL, penetapan Unit Daily Cost (UDC) dan
efektivitas biaya pengolahan limbah cair. Penilaian masyarakat menyatakan
pengelolaan limbah sudah lebih baik. Efisiensi pengolahan limbah cair memiliki
nilai lebih dari 80 persen untuk semua parameter dan dinyatakan efisien.
Pengujian efisiensi dengan uji-t menyatakan IPAL mampu menurunkan kadar
pencemaran secara signifikan. Besar UDC yang didapatkan adalah sebesar Rp.
3.569,51. Efektivitas biaya penurunan yang paling efektif adalah rasio efektivitas
biaya penurunan pada parameter COD. Sedangkan rasio efektivitas biaya
pengolahan limbah dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif lebih efektif
dibandingkan rasio efektifitas biaya pengolahan limbah dengan sistem Biofilter
anaerob-aerob.
Kata kunci: pengelolaan limbah RS, efisiensi pengolahan limbah, efektivitas biaya
ABSTRACT
AKMAL HARTANTO. Cost Effectiveness waste management from X Hospital
in South Jakarta. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI.
X Hospital started the liquid waste management by built the liquid waste
management installation (IPAL) with system of aerobic - anaerobic biofilter in
2006. While for the solid waste management, X Hospital collaborated with
cleanliness services of South Jakarta and PT WASTEC. This research was about
waste management assessing of X Hospital which analyzed from characteristic of
waste management, people preference, IPAL efficiency, determination of Unit
Daily Cost (UDC) and cost effectiveness of waste water management. People
preference showed that waste management has already been well. The liquid
waste efficiency has scored more than 80 percent from all parameter and declared
to be efficient. The efficiency examination with t-test showed that IPAL could
reduce waste concentration significantly. UDC value received was Rp. 3.569,51.
The most effective reducing cost was reducing cost from COD parameter.
Meanwhile, the cost effectiveness ratio on waste treatment with activated sludge
bioreactor system has more effective than cost effectiveness ratio on waste
treatment with anaerob-aerob biofilter system.
Keywords : hospital waste management, efficiency of waste treatment, cost
effectiveness
EFEKTIVITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH
RUMAH SAKIT X DI JAKARTA SELATAN
AKMAL HARTANTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
vi
Judul Skripsi : Efektivi tas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan
Nama : Akmal Hartanto NRP : H44090114
Disetujui oleh
Diketahui oleh
-jI,.~~~ .r.,
'nr:~Tr. Aceng Idayat, MT . -K~tua Departemen
Tanggal Lulus: 1· OCT 2013
vii
Judul Skripsi : Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X
di Jakarta Selatan
Nama : Akmal Hartanto
NRP : H44090114
Disetujui oleh
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai April 2013 ini ialah limbah,
dengan judul Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta
Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS
selaku dosen pembimbing, Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Nuva, SP, M.Sc
selaku dosen penguji atas saran dalam perbaikan skripsi ini. Selain itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada pengelola Rumah Sakit X di Jakarta
Selatan, khususnya kepada dr. Ahmad selaku manajer umum, Bapak Harffandi,
ST, Bapak Agustian dan seluruh staf pegawai Rumah Sakit X serta masyarakat
Jalan Rambai Bawah atas bantuan dan arahannya selama penulis mengumpulkan
data di lokasi penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
bapak, mama, adik, Vidya, teman-teman dalam satu bimbingan, serta seluruh
keluarga, atas segala doa, support dan kasih sayangnya.
Bogor, September 2013
Akmal Hartanto
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
1.4 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1 Rumah Sakit ......................................................................................... 5
2.2 Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah Sakit ..................... 6
2.3 Limbah Rumah Sakit ........................................................................... 8
2.4 Strategi Pengelolaan Limbah ............................................................. 10
2.5 Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit .................................. 16
2.6 Dampak Limbah Rumah Sakit terhadap Lingkungan dan Kesehatan 18
2.7 Upaya Meminimalisasi Limbah .......................................................... 19
2.8 Aspek Ekonomi dari Pengolahan Limbah Rumah Sakit ..................... 21
2.9 Pemanfaatan Limbah ...........................................................................21
2.10 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 22
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................. 24
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 24
3.1.1 Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil Limbah ................... 24
3.1.2 Cost-Effectiveness Analysis ....................................................... 24
3.1.3 Uji – t ........................................................................................ 25
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 25
BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 28
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 28
4.2 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 28
4.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 28
4.4 Metode Pengolahan Data .................................................................. 30
4.4.1 Karakteristik Pengelolaan Limbah dan Penilaian Masyarakat
terhadap Pengolahan Limbah Rumah Sakit ................................. 31
x
4.4.2 Evaluasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL...31
4.4.3 Biaya Efektif Penurunan Baku Mutu Parameter Limbah dengan
IPAL .......................................................................................... 32
4.4.4 Unit Daily Cost .......................................................................... 33
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................................. 35
5.1 Rumah Sakit X di Jakarta ................................................................... 35
5.1.1 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit X ............................................ 35
5.1.2 Visi Misi Rumah Sakit X ........................................................... 35
5.1.3 Letak Geografis Rumah Sakit X ................................................ 36
5.1.4 Daya Tampung Pasien Rumah Sakit X ...................................... 36
BAB VI KARAKTERISTIK PENGELOLAAN LIMBAH DAN PENILAIAN
MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH
SAKIT X ............................................................................................................. 37
6.1 Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X ................. 37
6.2 Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit X ....................................... 38
6.3 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit X ......................................... 41
6.4 Penilaian Masyarakat Sekitar terhadap Pengolahan Limbah RS ....... 44
6.4.1 Karakteristik Masyarakat ............................................................ 44
6.4.1.1 Sebaran Jarak Rumah Warga dengan RS ............................. 45
6.4.1.2 Lama Tinggal Responden di Sekitar RS .............................. 45
6.4.1.3 Tingkat Pendidikan Responden ........................................... 46
6.4.1.4 Jenis Pekerjaan Responden .................................................. 46
6.4.2 Penilaian Masyarakat terhadao Pengolahan Limbah RS ............ 47
BAB VII EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT X ... 50
7.1 Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X ............................ 50
7.2 Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X ...................... 56
7.3 Hubungan Nilai Efisiensi Pengolahan Limbah dengan Ekonomi
Perusahaan RS dan Masyarakat Sekitar ............................................. 57
BAB VIII EFEKTIVITAS BIAYA PENURUNAN KONSENTRASI
PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT X .................................................... 59
8.1 Biaya-biaya Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit X ..................... 60
8.2 Perhitungan Unit Daily Cost dari Pengelolaan Limbah Cair .............. 61
8.3 Perhitungan Rasio Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter
Limbah .............................................................................................. 62
8.4 Efektivitas Biaya Penurunan Parameter Limbah pada Dua Sistem
Pengolahan Limbah Cair yang Berbeda ........................................... 64
xi
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 67
9.1 Kesimpulan ........................................................................................ 67
9.2 Saran .................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69
LAMPIRAN ......................................................................................................... 71
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 81
xii
DAFTAR TABEL
1. Standarisasi Warna dan Logo Kantong Limbah .......................................12
2. Warna dan Kantong Limbah Berdasarkan Jenis Limbah ..........................12
3. Penelitian Terdahulu .................................................................................22
4. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk Penelitian .................................30
5. Penentuan Beban Pencemaran Limbah Rumah Sakit X ...........................55
6. Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan
Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL Rumah Sakit X Tahun
2006-2013 ..................................................................................................56
7. Hasil Uji-t Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Cair Rumah
Sakit X Tahun 2006-2013 .........................................................................56
8. Hasil Uji-t Pencapaian Konsentrasi per Parameter Limbah Cair Rumah
Sakit X Sesuai dengan Standar Baku Mutu ..............................................57
9. Perhitungan Biaya Pengolahan IPAL Rata-rata per Hari Rumah Sakit X
Tahun 2010-2012 ......................................................................................61
10. Rasio Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah
Rumah Sakit X ..........................................................................................63
11. Perbandingan Sistem Pengolahan Limbah pada Rumah Sakit X dan
Rumah Sakit Y ..........................................................................................64
12. Perbandingan Rasio Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per
Parameter Limbah .....................................................................................66
xiii
DAFTAR GAMBAR
1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional .......................................27
2. Struktur Managerial Pengolahan Limbah Rumah Sakit X ........................38
3. Diagram Alir Proses Pengumpulan Limbah Padat RS ..............................42
4. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit X dengan
IPAL Biofilter Anaerob-Aerob .................................................................44
5. Sebaran Umur Responden .........................................................................45
6. Sebaran Jarak Rumah Responden dengan Rumah Sakit ...........................45
7. Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar RS .................................46
8. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden ...................................................46
9. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden .........................................................47
10. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Limbah ................................48
11. Persentase Penilaian Responden terhadap Pengolahan Limbah yang Telah
Dilakukan Pihak RS Selama ini ................................................................49
12. Persentase Responden yang Merasa Terganggu Akibat Adanya
Limbah RS .................................................................................................49
13. Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair Rumah Sakit X
tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu ...........................................51
14. Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair Rumah Sakit X
tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu ...........................................51
15. Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair Rumah Sakit X
tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu ...........................................52
16. Perbandingan Konsentrasi Parameter Limbah Cair Rumah Sakit X
tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu ...........................................52
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Uji Laboratorium Sampel Outlet Limbah RS. X (April 2006 – April
2013) ..........................................................................................................71
2. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku
mutu Limbah Cair pada Parameter TSS ....................................................72
3. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku
mutu Limbah Cair pada Parameter NH3 ...................................................73
4. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku
mutu Limbah Cair pada Parameter COD ..................................................74
5. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku
mutu Limbah Cair pada Parameter BOD ..................................................75
6. Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X ..............................76
7. Rekapitulasi Biaya Pengolahan Limbah Rumah Sakit X ..........................78
8. Kuisioner Penelitian ..................................................................................79
9. Foto Hasil Pengamatan Lapang Rumah Sakit X dan Pemukiman Sekitar.80
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit telah menjadi kebutuhan yang sangat penting sebagai sarana
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Keberadaan rumah sakit sebagai penyedia
jasa pelayanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan
masyarakat dalam suatu wilayah. Pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit
mencakup pemeriksaan, pengobatan, perawatan, rehabilitasi hingga penanganan
orang meninggal. Rumah sakit sebagai tolak ukur kualitas kesehatan suatu
masyarakat.
Kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi membuat
jumlah rumah sakit di Indonesia terus meningkat. Meningkatnya jumlah rumah
sakit menunjukkan akses terhadap kesehatan lebih mudah dan bervariatif, baik
secara biaya maupun pelayanan. Namun, terdapat konsekuensi yang harus
diambil, yaitu adanya ekstra beban yang menjadi permasalahan lingkungan. Hal
ini terkait dengan limbah yang dihasilkan dalam berbagai aktivitas pelayanan
kesehatan. Secara umum terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit
yaitu limbah padat dan limbah cair.
Rumah sakit memiliki kewajiban untuk mengolah limbah yang
dihasilkannya, baik limbah cair maupun limbah padat. Limbah padat dapat
dikelola dengan penimbunan ataupun pembakaran dengan insenerator. Sedangkan
limbah cair harus diproses terlebih dahulu dengan menggunakan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar kadar pencemaran dari limbah tersebut tidak
merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat. Limbah cair yang
dihasilkan oleh IPAL akan dibuang ke saluran pembuangan kota, sungai,
diresapkan ke tanah atau dapat di manfaatkan kembali. Limbah cair tersebut
banyak mengandung berbagai bahan kimia seperti bahan anorganik, organik serta
bakteri yang dapat merusak lingkungan dan menyebabkan berbagai macam
penyakit.
Pengelolaan limbah rumah sakit memiliki banyak kendala. Kendala yang
umum ditemukan dalam pengelolaan limbah adalah biaya pengelolaan yang mahal
2
karena terkait dengan teknologi tinggi, mekanisme operasional dan pemantauan
serta pemeliharaan pengelolaan limbah. Rumah sakit tidak hanya menghasilkan
limbah organik dan anorganik tetapi juga limbah infeksius yang mengandung
bahan beracun berbahaya (B3).
Pengelolaan limbah padat pada umumnya dilakukan dengan cara dibakar
menggunakan insinerator. Hal tersebut memiliki dampak negatif terhadap
lingkungan karena adanya asap hasil pembakaran. Beberapa rumah sakit, terutama
yang terletak di kawasan padat permukiman, memilih untuk menyerahkan
pembakaran limbah padat ke pihak swasta ataupun instansi lain yang memiliki
insinerator. Ini membuktikan bahwa rumah sakit tetap bertanggungjawab
mengolah limbah padat dan mementingkan kenyamanan hidup masyarakat sekitar.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan mendasar mengenai limbah adalah pengelolaannya dan
dampak yang akan terjadi apabila limbah tersebut tidak dikelola dengan baik atau
bahkan tidak dikelola sama sekali. Dampak yang dapat ditimbulkan yaitu dapat
merusak lingkungan serta dampak langsung yang dirasakan masyarakat akibat
dari pencemaran terhadap limbah tersebut baik dari segi sosial maupun ekonomi.
Rumah sakit memiliki kewajiban untuk mengelola limbah yang dihasilkan,
termasuk Rumah Sakit X di Jakarta Selatan. Pengelolaan limbah di Rumah Sakit
X dilakukan oleh divisi sanitasi lingkungan yang bekerjasama dengan instansi
terkait dalam pengolahan limbah tertentu yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh
rumah sakit. Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit terdiri dari limbah cair dan
limbah padat. Pengelolaan limbah padat dilakukan oleh rumah sakit melalui
kerjasama dengan Dinas Kebersihan Jakarta Selatan untuk mengangkut limbah
padat non-infeksi ke Tempat Pembuangan Akhir. Sedangkan untuk mengelola
limbah padat infeksi, pihak rumah sakit bekerjasama dengan pihak swasta untuk
dilakukan insinerasi atau pembakaran.
Pengelolaan limbah cair dilakukan melalui sistem IPAL yang telah
dimiliki oleh pihak rumah sakit. Limbah cair dikelola melalui sistem IPAL secara
terus menerus tanpa henti setiap harinya dengan pengoperasian IPAL oleh teknisi
dan dengan biaya pengelolaan secara berkala. Air limbah yang dihasilkan dari
3
pengolahan IPAL memiliki kadar pencemaran yang lebih rendah dibandingkan
dengan sebelum dilakukan pengolahan sehingga air limbah hasil pengolahan tidak
berbahaya jika air di buang ke saluran umum.
Rumah Sakit X membangun IPAL yang ada saat ini untuk mengatasi
beban limbah yang semakin besar dengan meningkatnya kapasitas pelayanan
rumah sakit pada saat itu. Biaya yang dugunakan dalam pembangunan IPAL
tersebut merupakan biaya eksternal yang dikeluarkan rumah sakit untuk mengatasi
eksternalitas negatif yang dapat diakibatkan dari adanya limbah rumah sakit.
Selain itu, dalam pengoperasian IPAL juga diperlukan biaya operasional dan
pemeliharaan yang cukup besar. Adanya biaya eksternal yang dikeluarkan rumah
sakit, dapat menjadi beban biaya tersendiri bagi rumah sakit. Hal ini dapat
mempengaruhi neraca keuangan perusahaan rumah sakit sehingga dapat
mempengaruhi pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit dan biaya yang
ditanggung oleh pasien menjadi semakin besar.
Pemilihan Rumah Sakit X untuk dijadikan sebagai tempat penelitian
dikarenakan rumah sakit tersebut telah memiliki pengelolaan limbah, namun
belum melakukan evaluasi terkait permasalahan efisiensi dan pembiayaan dari
pengelolaan limbah. Selain itu, Rumah Sakit X juga merupakan salah satu rumah
sakit swasta yang dipercaya oleh masyarakat Jakarta Selatan dan sekitarnya. Letak
rumah sakit yang berdekatan dengan permukiman warga menjadikan segala
eksternalitas negatif dari aktivitas rumah sakit dapat dirasakan oleh warga. Oleh
karena itu, perlu dikaji efektivitas biaya IPAL di Rumah Sakit X.
Berdasarkan permasalahan di atas, berikut adalah rumusan pertanyaan
dalam penelitian ini :
1. Bagaimana karakteristik pengelolaan limbah dan penilaian masyarakat
terhadap pengolahan limbah Rumah Sakit X?
2. Bagaimana efisiensi IPAL Rumah Sakit X berdasarkan hasil pengolahan
limbah cair?
3. Bagaimana efektifitas biaya pengolahan limbah cair dalam menurunkan
kadar pencemaran dari setiap parameter dengan sistem pengolahan IPAL
yang berbeda serta besarnya biaya pengelolaan limbah yang dapat
dibebankan kepada pasien?
4
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi dan
efektivitas pengelolaan limbah cair rumah sakit dengan mengambil contoh kasus
di Rumah Sakit X. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengkaji karakteristik pengelolaan limbah dan menganalisis penilaian
masyarakat terhadap pengolahan limbah Rumah Sakit X.
2. Menghitung efisiensi IPAL berdasarkan hasil dari pengolahan limbah cair
yang dilakukan oleh Rumah Sakit X.
3. Menghitung efektivitas biaya pengolahan limbah cair dalam menurunkan
kadar pencemaran dari setiap parameter dengan sistem pengolahan IPAL
yang berbeda serta besarnya biaya pengelolaan limbah yang dapat
dibebankan kepada pasien.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Masalah dalam pengelolaan limbah rumah sakit sangatlah luas dan
kompleks serta mencakup berbagai aspek yang terkait didalamnya seperti aspek
teknis, sosial, ekonomi dan sebagainya. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit
dengan Rumah Sakit X sebagai contoh kasus dalam pengelolaan limbahnya.
Parameter limbah sebagai aspek teknis yang diteliti dalam penelitian ini meliputi
parameter BOD, COD, TSS dan sesuai dengan hasil uji laboratorium. Aspek
ekonomi yang dibahas dalam penelitian ini meliputi estimasi biaya pengelolaan
limbah yang dapat dibebankan kepada pasien serta biaya efektif dalam
menurunkan parameter pencemaran. Biaya yang diamati dalam penelitian ini
merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah cair.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
Menurut American Hospital Association (1974) dalam Azwar (2010),
rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis profesional
yang teroganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan
pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis
serta pengobatan penyakit yang diderita pasien. Sedangkan menurut Depkes RI
(2003), rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan berupa rawat jalan, rawat inap, gawat darurat yang mencakup
pelayanan dan penunjang medis, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan
tenaga kesehatan dan penelitian.
Kompleksnya penyakit yang harus ditangani rumah sakit menjadikan
kelembagaan dalam rumah sakit menjadi lebih spesifik dan khusus. Berbagai
macam profesi yang terlibat di dalam suatu institusi rumah sakit serta teknologi
medis yang terus dikembangkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan secara
optimal. Pelayanan, sarana dan prasarana penunjang menjadi bagian utama dari
rumah sakit dalam memberikan jasa kesehatan yang baik. Berdasarkan peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 340/Menkes/Per/III/2010 rumah sakit diklasifikasikan
kedalam dua klasifikasi, yaitu rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum
diklasifikasikan menjadi:
1. Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum yang mempunyai kualitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar, lima
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, dua belas Pelayanan Medik
Spesialis Lain dan tiga belas Pelayanan Medik Sub Spesialis serta
memiliki kapasitas tempat tidur minimal 400 buah.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar, empat
6
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, delapan Pelayanan Medik Spesialis
Lainnya dan dua Pelayanan Medik Subspesialis Dasar serta memiliki
kapasitas tempat tidur minimal 200 buah.
3. Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan empat
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik serta memiliki kapasitas tempat
tidur minimal 100 buah.
4. Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan pelayanan medik paling
sedikit dua Pelayanan Medik Spesialis Dasar serta memiliki kapasitas
tempat tidur minimal 50 buah.
Selain Rumah Sakit Umum juga terdapat Rumah Sakit Khusus. Jenis
Rumah Sakit Khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung,
Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantunga Obat, Stroke,
Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, THT, Bedah,
Ginjal, Kulit dan Kelamin.
Rumah sakit memiliki berbagai fungsi, tidak hanya sebagai pemberi
layanan kesehatan tetapi juga sebagai sarana pendidikan serta pengembangan ilmu
pengetahuan. Klasifikasi rumah sakit didasarkan pada berbagai macam aspek
dalam pelayanan hingga fasilitas yang terdapat di dalamnya. Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/17/1992 tentang pedoman
organisasi, rumah sakit umum merupakan rumah sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan sub spesialistik.
Sedangkan klasifikasi didasarkan pada perbedaan tingkat menurut kemampuan
pelayanan kesehatan yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, kelas B,
kelas C dan kelas D.
2.2 Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah Sakit
Pelaksanaan pengelolaan limbah rumah sakit harus sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Peraturan yang terkait dalam hal ini adalah peraturan
7
yang berhubungan dengan pengendalian pencemaran air. Berikut adalah peraturan
yang berlaku:
1. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Hal-hal yang terkait adalah :
a) Kewajiban mengendalikan pencemaran lingkungan bagi yang
menimbulkannya, baik bagi setiap orang (pasal 5 ayat 2) maupun bagi
setiap bidang usaha (pasal 7 ayat 1).
b) Dasar perlindungan lingkungan hidup, yaitu dengan berdasarkan baku
mutu lingkungan (pasal 15).
c) Persyaratan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan, yaitu tidak
boleh menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan yang menerima
limbah tersebut (pasal 15 ayat 2).
d) Ganti rugi dan biaya pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran
lingkungan (pasal 20 ayat 1 dan 3).
e) Sanksi pidana perusakan dan pencemaran lingkungan (pasal 22).
2. PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan ini mengenai kriteria, tolak ukur pencemaran, penggolongan air,
daya tampung, izin, pengaturan pembuangan limbah cair yang mencantumkan
tentang :
a) Kriteria dan tolak ukur pencemaran, yaitu didasarkan pada baku mutu air
sesuai dengan peruntukannya.
b) Penggolongan air dan baku mutu air (pasal 7, 10, 42).
c) Dasar pengendalian pencemaran air, yaitu berdasarkan baku mutu air, daya
tampung beban pencemaran pada lingkungan perairan penerima limbah,
baku mutu limbah, persyaratan pembuangan limbah dan perizinan
pembuangan limbah (pasal 14, 15,16, 17, 25 dan 26).
d) Perizinan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan perairan (pasal
17, 20, 21, 22, 25 dan 26).
e) Kewajiban setiap penanggungjawab kegiatan yang membuang limbahnya
ke lingkungan perairan untuk melaporkan hasil pemeriksaannya kepada
Gubernur (pasal 31, ayat 2, dan pasal 32).
8
3. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
a) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana
pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
dikenakan retribusi (pasal 24 ayat 1).
b) Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban
memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan
kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
(pasal 32).
4. Kep-58/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan
Rumah Sakit.
Peraturan ini mengenai baku mutu limbah cair rumah sakit dan tanggungjawab
rumah sakit mencantumkan tentang :
a) baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit (pasal 2 ayat 1 dan lampiran
3, 4, 5, 6).
b) Rumah sakit yang telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan ini,
berlaku Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) seperti dalam lampiran A dan
wajib memenuhi BMLC seperti dalam lampiran B selambat lambatnya
tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat a).
c) Rumah sakit yang tahap perencanaannya dilakukan sebelum
dikeluarkannya keputusan ini dan beroperasi setelah dikeluarkannya
keputusan ini, berlaku BMLC lampiran A dan wajib memenuhi BMLC
lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat b).
d) Kewajiban penanggungjawab kegiatan rumah sakit untuk mengelola dan
memeriksa kualitas limbah cair oleh laboratorium yang berwenang berikut
frekuensinya (pasal 7 dan 8).
2.3 Limbah Rumah Sakit
Limbah merupakan zat sisa hasil aktivitas manusia baik dalam skala kecil
maupun besar ataupun zat sisa hasil dari proses alam yang tidak memiliki nilai.
Bentuk dari zat sisa tersebut dapat berupa gas, cair dan padat yang dapat
berdampak buruk jika dilepaskan ke lingkungan tanpa melalui proses tertentu.
9
Setiap aktivitas manusia dapat menghasilkan limbah tidak terkecuali
dalam suatu institusi rumah sakit yang melibatkan berbagai aktivitas medis
didalamnya. Limbah rumah sakit harus menjadi perhatian penuh bagi pengelola
rumah sakit mengingat dampak yang dapat ditimbulkan sangatlah berbahaya.
Pengelolaan limbah secara tidak tepat dapat menyebarkan berbagai macam
penyakit yang berbahaya karena limbah tersebut mrngandung berbagai macam
toksik yang didalamnya terdapat berbagai macam bakteri bahkan virus menular
berbahaya.
Berdasarkan karakteristiknya, jenis limbah rumah sakit terbagi atas dua
jenis yaitu limbah medis dan limbah non medis. Limbah medis merupakan limbah
yang berasal dari pelayanan medis, perawatan gigi, veterinary, farmasi, serta
limbah rumah sakit pada saat dilakukan perawatan atau pengobatan dan
penelitian. Sementara itu, limbah non medis merupakan limbah hasil aktivitas
rumah sakit yang tidak berhubungan dengan pelayanan medis. Kedua limbah ini
memiliki dampak yang besar bagi lingkungan dan makhluk hidup lain jika tidak
melalui proses pengolahan yang baik (Depkes RI, 2002). Berdasarkan potensi
bahaya yang terkandung di dalamnya jenis limbah medis dapat digolongkan
sebagai berikut:
a. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam merupakan limbah yang memiliki sudut atau sisi
tajam yang dapat memotong kulit dan memiliki potensi untuk menularkan
berbagai macam bakteri penyakit dan virus.
b. Limbah infeksius
Limbah infeksius merupakan limbah yang mengandung mikroorganisme
pathogen seperti virus, bakteri dan parasit yang dalam konsentrasi dan
jumlah yang cukup dapat menyebarkan penyakit kepada orang yang rentan
(WHO, 1999).
c. Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh merupakan limbah yang berupa jaringan tubuh
seperti organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh. Limbah ini biasanya
dihasilkan dari proses pembedahan atau operasi pasien.
d. Limbah sitotoksik
10
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi dengan obat selama
peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
e. Limbah farmasi
Limbah farmasi merupakan limbah yang berasal dari obat-obatan yang
digunakan dalam pengobatan pasien.
f. Limbah kimia
Limbah kimia merupakan limbah yang dihasilkan dari penggunaan kimia
dalam tindakan medis, laboratorium, proses sterilisasi dan riset.
g. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif merupakan limbah yang berasal dari bahan yang
terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan riset
radionukleotida atau medis.
Limbah-limbah rumah sakit yang beragam tersebut merupakan hasil dari
berbagai aktivitas yang ada di rumah sakit. Sumber dari limbah-limbah tersebut
dapat berasal dari aktivitas medis maupun non medis. Kegiatan operasional dari
rumah sakit akan menghasilkan limbah medis dan non medis, berikut pembagian
unit-unit penghasil limbah di rumah sakit:
1. Limbah non medis banyak dihasilkan dari kegiatan non medis yaitu
berasal dari ruang perkantoran, dapur, perawatan, dan lain-lain.
2. Instalasi di rumah sakit yang berpotensi sebagai sumber panghasil limbah
medis adalah:
a) unit kegiatan pelayanan medis yaitu rawat jalan, unit rawat inap
termasuk ICU, unit gawat darurat, unit bedah, dan unit bersalin.
b) unit kegiatan penunjang medis yaitu radiologi, laboratorium,
hemodialysis, dan farmasi.
Karakteristik limbah perlu untuk diketahui agar lebih memudahkan dalam
pengelolaan limbah. Disamping itu karakteristik limbah juga akan mempengaruhi
kuantitas dan kualitas dari sumber daya yang akan dimanfaatkan.
2.4 Strategi Pengelolaan Limbah
Limbah yang dihasilkan rumah sakit memiliki dampak yang berbahaya
sehingga diperlukan tindakan pengolahan limbah yang baik. Pengelolaan limbah
11
yang baik membutuhkan strategi yang tepat agar limbah yang dihasilkan sesuai
dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah. Strategi pengolahan limbah ini
mulai dari proses pengolahan limbah hingga memastikan limbah hasil proses
pengolahan dibuang dengan aman.
Beberapa aspek dalam strategi pengolahan limbah menurut Depkes RI
(1991), yaitu:
1. Pemisahan dan Pengurangan
Limbah hendaknya ditangani dengan penuh perhatian dan untuk
memudahkan dalam penanganan sebaiknya memisahkan limbah sesuai dengan
klasifikasi tertentu. Kandungan bahan berbahaya dalam limbah tidak dapat
dilakukan pengelolaan dengan perlakuan biasa namun, diperlukan perlakuan
khusus untuk mengelolanya. Hal itu menjadikan pengelolaan limbah perlu
dilakukan dengan pemisahan agar memudahkan dalam pengolahannya.
Pengurangan jumlah limbah memerlukan perlakuan khusus dalam
pengolahannya karena setiap limbah memiliki karakteristik dan kandungan
yang berbeda. Pemisahan dan pengurangan limbah dimaksudkan untuk
memudahkan dan menghindari kesalahan dalam penanganan. Keselamatan
pengelola juga dapat dimaksimalkan dengan adanya pemisahan dan
pengurangan jumlah limbah.
2. Penampungan
Pengolahan limbah tidak dapat dilakukan secara berlebih dan harus sesuai
dengan kemampuan dari fasilitas pengolah limbah tersebut sehingga perlu
dilakukan penampungan terlebih dahulu. Fasilitas penampungan limbah harus
tersedia dan memadai sesuai dengan limbah yang dihasilkan. Penampungan
limbah hendaknya berada di tempat yang tepat dan jauh dari wilayah yang
banyak terdapat aktivitas manusia karena berbagai limbah yang di tampung
tersebut mengandung berbagai bahan berbahaya.
3. Standardisasi Kantong dan Kontainer Pembuangan Limbah
Kantong untuk pembuangan limbah hendaknya memiliki warna yang
berbeda untuk memudahkan dan mengurangi kesalahan dalam pemisahan.
Keuntungan membedakan warna kantong pembuangan limbah sesuai dengan
jenis limbah serta keseragaman satandar kantong dari kontainer adalah
12
mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf, meningkatkan keamanan secara
umum, pengurangan biaya produksi kantong dan biaya kontainer.
Membedakan warna kantong sesuai dengan jenis limbah dapat dijadikan
standar dalam penanganan limbah. Penanganan limbah yang baik diperlukan
dukungan dan kepedulian pengelola dalam menyediakan kantong dan
kontainer sesuai dengan standar yang berlaku. Perlakuan limbah seperti ini
tidak hanya demi mencegah pencemaran terhadap lingkungan, tetepi juga
demi keselamatan pengelola dalam menangani limbah.
Standarisasi warna dan logo menurut Depkes RI (1996) digunakan untuk
limbah infeksius, limbah sitotoksik dan limbah radioaktif. Limbah infeksius
dengan kantong berwarna kuning, limbah sitotoksik dengan kantong berwarna
ungu dan limbah radioaktif dengan kantong berwarna merah. Penjelasan
standarisasi warna dan kantong limbah terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standarisasi Warna dan Logo Kantong Limbah
Jenis Limbah Warna dan Logo
Limbah infeksius Kantong berwarna kuning dengan symbol biohazard
Limbah sitotoksik Kantong berwarna ungu dengan symbol limbah
sitotoksik
Limbah radioaktif Kantong berwarna merah dengan symbol radioaktif
Sumber: Depkes RI, 1996
Kualitas kantong dan kontainer haruslah diperhatikan dan memiliki
kualitas yang baik agar tidak mudah rusak dan membahayakan. Ketebalan
kantong limbah harus sesuai dengan kantong limbah domestik yang memiliki
kualitas baik. Perbedaan warna kantong untuk masing-masing jenis limbah
dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Warna dan Kantong Limbah Berdasarkan Jenis Limbah
Warna Kantong Jenis Limbah
Hitam Limbah rumah tangga biasa
Kuning Semua jenis limbah yang akan dibakar
Kuning dengan strip hitam Jenis limbah yang sebaiknya dibakar tetapi dapat juga
dibuang ke sanitary landfill bila dilakukan
pengumpulan secara terpisah
Biru muda atau transparan dengan
strip biru tua
Limbah untuk autoclaving (pengolahan sejenis)
sebelum dibuang di pembuangan akhir
Sumber: Depkes RI, 1996
13
4. Pengangkutan Limbah
Pengangkutan limbah dilaksanakan sesuai dengan prosedur pengangkutan
limbah internal dan eksternal. Pengangkutan limbah internal dimulai dari titik
penampungan awal ke tempat pembuangan atau insenerator dalam on site
insenerator dengan menggunakan kereta dorong. Peralatan-peralatan harus
jelas dan diberi label, dibersihkan secara regular, dan hanya digunakan untuk
pengangkutan sampah. Petugas pengangkut limbah dilengkapi dengan alat
proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan limbah haruslah sesuai prosedur yang tepat demi
keselamatan dan menghindarkan dari kesalahan penanganan. Limbah klinis
diangkut dengan kontainer khusus yang kuat dan tidak bocor serta memiliki
teknologi pendukung dalam pelaksanaan pengangkutan limbah. Hal yang
perlu diperhatikan dalam proses pengangkutan limbah ini adalah adanya
kebocoran sehingga kendaraan kontainer harus memiliki spesifikasi untuk
mengatasi dan mencegah kebocoran tersebut terjadi. Petugas yang menangani
pengangkutan limbah ini haruslah memiliki kemampuan menangani
pengangkutan limbah serta harus memenuhi standar operasional demi
keselamatan dalam bekerja.
5. Metode Pembuangan
Limbah klinis dibuang dengan menggunakan insenerator atau landfill.
Pemilihan pembuangan limbah ini harus disesuaikan dengan kondisi limbah
dan letak dari sumber limbah tersebut. Metode pembuangan limbah ini
hendaknya memperhatikan aspek lingkungan serta eksternalitas yang
ditimbulkan dari setiap metode pembuangan. Kedua metode tersebut dapat
dilakukan bersamaan, namun perlu diperhatikan efektifitas dari penggunaan
kedua metode tersebut.
6. Perlakuan sebelum Dibuang
Reklamasi atau daur ulang untuk limbah kimia berbahaya hendaknya
dipertimbangkan secara teknis dan ekonomi. Hal ini dapat digunakan dengan
autoclaving atau disinfeksi dengan bahan kimia tertentu, sedangkan limbah
infeksius dapat dibuang ke sanitary landfill.
14
7. Autoclaving
Perlakuan terhadap limbah infeksius dilakukan dengan autoclaving.
Limbah dipanasi dengan uap bertekanan tertentu. Masalah yang sering
menjadi kendala adalah besarnya volume limbah atau limbah yang dipadatkan
dan penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak
tercapai sehingga tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan
dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan
mikroorgamisme lain yang dapat membahayakan penjamah limbah.
Kantong limbah plastik sebaiknya tidak digunakan secara ulang karena
bahan kantong tidak tahan panas dan akan meleleh selama autoclaving. Oleh
sebab itu, sebaiknya digunakan kantong khusus untuk proses autoclaving.
Kantong tersebut mempunyai pita indikator yang menunjukkan kantong telah
mengalami perlakuan panas yang cukup tinggi.
8. Disinfeksi dengan Bahan Kimia
Disinfeksi adalah penghacuran mikroorganisme yang tidak terlalu spora.
Selain itu, terdapat pula sterilisasi, yaitu penghancuran seluruh
mikroorganisme termasuk spora. Pemilihan keduanya tergantung pada jenis
yang memerlukan efisiensi untuk prosedur tersebut (Aqarwal, 2005).
Peranan disinfektan pada institusi besar bersifat terbatas. Misalnya,
digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan dan mencuci
kendaraan limbah. Limbah inifeksius dalam jumlah kecil dapat diidisinfeksi
dengan bahan kimia seperti hipoklorida atau permanganate. Cairan disinfeksi
ini dapat diserap oleh limbah sehingga akan menambah bobot dan
menimbulkan masalah dalam penanganan.
9. Insinerator
Insinerator adalah alat yang digunakan untuk membakar. Proses
pembakaran dilaksanakan dalam ruang ganda insinerator yang mempunyai
mekanisme pemantauan secara ketat dan parameter pengenalan pembakaran.
Kotak api atau insinerator domestik adalah ruang tunggal, pada ruangan ini
biasanya proses pembakaran tidak terjadi secara lengkap dan suhu tidak dapat
dikendalikan.
15
Limbah combustible dapat dibakar bila tersedia insinerator yang tepat.
Residu insinerator dapat dibuat ke sanitary landfill. Jenis residu yang
mengandung pencemar logam berat harus dilakukan penanganan yang lebih
cermat.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan insinerator adalah
alasan ekonomi, sejarah atau alasan-alasan lain rumah sakit. Alasan-alasan
tersebut tidak dapat dijadikan pengecualian dalam pemenuhan standar kualitas
udara. Diperlukan prioritas sumberdaya dalam perbaikan sarana yang ada atau
menggunakan sarana di luar rumah sakit untuk dapat memenuhi persyaratan
emisi udara.
10. Sanitary Landfill
Sanitary Landfill merupakan metode pembuangan limbah tradisional.
Lokasi yang digunakan sekarang lebih merupakan tempat pembuangan
terbuka yang memilki resiko terhadap manusia dan lingkungan. Lokalisasi
yang terisolasi, dipagar dan jauh dari masyarakat, merupakan hal-hal yang
perlu dipertimbangkan.
Sanitary Landfill secara fisik berada di daerah lapisan padat agar
mencegah perpindahan limbah ke dalam air tanah atau ke tanah dan sekitarnya
dapat dilakukan dengan menggunakan lapisan kedap seperti tanah liat, aspal
atau lapisan sintetis. Lokasi harus didaftar dan mendapat izin dari instansi
yang berwenang. Operator harus mencatat setiap limbah yang dibuang.
Apabila limbah sudah penuh, harus segera ditutup dengan tanah atau lapisan
yang sesuai. Pemilihan lokasi harus memenuhi kriteria : sesuai dengan tata
guna lahan, dekat dengan penghasil limbah, meterologi, penguapan tinggi,
rasio hujan rendah, hidrogeologi, permukaan air tanah dalam dan terpisah oleh
lapisan yang dapat ditembus air tanah.
11. Sistem Saluran Air Kotor
Rumah sakit harus memanfaatkan sistem pengolahan air limbah yang
memiliki sistem pengolahan air limbah perkotaan yang tersedia dan dijangkau
rumah sakit. Seringkali rumah sakit belum memiliki sistem limbah perkotaan
dengan pertimbangan faktor-faktor efektivitas, kebutuhan lahan, biaya
investasi, tingkat mekanisasi, biaya operasi dan pemeliharaan, serta energi
16
listrik yang dibutuhkan. Namun untuk keamanan lingkungan, karyawan dan
pasiennya, rumah sakit tersebut harus membangun dan memiliki sistem
pengolahan air limbah.
12. Pelatihan
Program pelatihan meliputi latihan dasar tentang prosedur penanganan
limbah untuk semua tenaga kerja yang menangani limbah. Program pelatihan
hendaknya ditinjau secara periodik dan diperbaharui bila perlu penerangan
pokok dalam pelatihan antara lain mengenai biaya limbah klinis dan
sejenisnya, prosedur aman untuk menangani limbah, tindakan yang diperlukan
bila terjadi kecelakaan termasuk cara pelaporan kepada supervisor. Rumah
sakit harus menunjuk seorang pejabat yang bertanggungjawab atas sistem
pembuangan limbah secara efisien dan memenuhi persyaratan kesehatan dan
keselamatan kerja.
2.5. Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan
hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang
terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran
rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang
ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut
langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai
mengandung zat medis (Suparmin et al. 2002).
Menurut Depkes RI (1993) sistem pengolahan limbah cair yang sudah
berjalan adalah:
1. Tangki septik
Tangki ini digunakan untuk menampung limbah cair dari kamar mandi,
kakus, ruang bersalin dan ruang perawatan. Limbah cair ini ditampung untuk
mendapatkan pengolahan/pembersihan yang lebih baik.
2. Sistem biologi aerob
Sistem ini menggunakan udara yang berfungsi untuk mencerna zat organik
dan zat anorganik.
17
3. Sistem biologi anaerob
Sistem ini berkebalikan dengan proses aerobik. Biasanya proses anaerobik
menggunakan penambahan peralatan seperti pompa limbah dan anaerobic
filter.
Biofilter sistem anaerob-aerob sebagai Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) ini bertujuan untuk mengolah air
limbah yang mengandung polutan yang mana dinyatakan dalam beban BOD,
COD, TSS dan lain-lainnya. Biofilter dengan sistem anaerob-aerob ini terdiri dari
5 unit pengolahan, yaitu bak ekualisasi, bak anaerob, bak aerob, bak sedimentasi
dan bak effluent yang memiliki fungsi masing-masing. Berikut adalah fungsi dari
unit pengolahan yang ada dalam biofilter anaerob-aerob menurut buku operasional
IPAL (2006).
1. Bak Ekualisasi
Bak ekualisasi berfungsi untuk menciptakan kondisi air yang homogen
baik secara kuantitas maupun kualitas air limbah sebelum masuk ke dalam sistem
pengolahan biologi. Proses pengolahan yang terjadi dalam bak ekualisasi ini dapat
mencegah terjadinya Shock loading. Shock loading adalah keadaan air limbah
yang masuk pada waktu tertentu memiliki debit yang sangat besar dan kadar
pencemarannya sangat tinggi sehingga dapat merusak kinerja sistem pengolahan
berikutnya.
2. Bak Anaerob
Proses anaerob merupakan salah satu alternatif pengolahan secara biologi
yang banyak digunakan untuk limbah dengan beban organik yang tinggi. Hasil
utama dari sistem pengolahan ini adalah gas methan dan . Proses yang terjadi
dalam bak ini yaitu akan terjadi dekomposisi atau pembusukkan zat-zat organik
oleh sejumlah mikro organisme pada kondisi tidak ada udara (anaerob). Tahapan
proses dalam bak ini yaitu proses pelarutan, hidrolisa, merubah zat-zat organik
menjadi organic acid, ethanol dan . Proses terakhir dalam bak ini adalah
proses methanogenic yaitu dekomposisi dari hasil acidification menjadi gas
methane dan .
18
3. Bak Aerob
Proses aerob adalah proses penguraian bahan organik dengan bantuan
bakteri aerob. Proses lumpur aktif digunakan dalam proses aerob sebagai
pengolahan kedua dalam bak aerob ini. Limbah organik dimasukkan ke dalam
tangki dimana kultur bakteri aerob dipertahankan melekat pada media.
Lingkungan aerob diperoleh melalui suplai udara dengan menggunakan air
blower yang dilengkapi dengan pipa distribusi untuk memasukkan udara yang
akan menciptakan gelembung udara di dalam bak aerob.
4. Bak Sedimentasi
Proses dalam bak sedimentasi yaitu terjadi pengendapan lumpur secara
gravitasi yang berasal dari proses pengolahan aerob. Sebagian lumpur yang
mengendap akan dikembalikan lagi menuju sistem aerob dengan menggunakan
bak yang berfungsi untuk memisahkan lumpur dari effluent yang telah diolah
dengan sistem aerob. Hal ini dilakukan karena lumpur masih membawa
mikroorganisme aktif yang berguna untuk menguraikan bahan organik.
5. Bak Effluent
Bak effluent merupakan tempat penampung sementara sebelum air olahan
hasil pengolahan limbah dibuang ke dalam saluran pembuangan atau ke badan air.
2.6 Dampak Limbah Rumah Sakit terhadap Kualitas
Lingkungan dan Kesehatan
Limbah rumah sakit perlu diolah sebelum dibuang ke tempat pembuangan
akhir agar tidak mencemari lingkungan. Adapun dampak yang timbul apabila
limbah tidak diolah yaitu mencemari air permukaan, air tanah dan badan-badan
air, mengganggu biota air, mengganggu estetika, terjadi pendangkalan pada
sungai dan badan air, menyebabkan penurunan kesehatan dan kehilangan nyawa,
menimbulkan kerugian ekonomi masyarakat dan mengurangi kesejahteraan
masyarakat (Depkes RI, 1993).
Zat-zat yang terdapat dalam limbah dapat menyebabkan dampak
negatifbagi kualitas lingkungan. Terdapat tiga kategori polutan limbah yaitu, fisik,
kimia dan biologis. Polutan fisik memiliki resiko lingkungan dan kesehatan yang
terkait dengan limbah medis. Resiko tersebut dapat berupa pengaruh insenerasi
19
terhadap kesehatan seperti iritasi mata dan saluran pernafasan sampai hujan asam
dan juga cedera fisik yang dapat timbul karena tertusuk limbah benda tajam.
Polutan kimia kemungkinan dapat bersifat karsinogenik dan cedera fisik seperti
terbakar karena terkena bahan kimia yang mudah terbakar. Sedangkan polutan
biologis dapat menyebabkan resiko terkena infeksi apabila limbah biologis
memiliki dosis agen infeksi yang tinggi dan limbah. Resiko ini dapat terjadi pada
pemulung dan anak-anak yang ada di sekitar tempat pembuangan. Pada dasarnya,
adanya limbah dapat memberi resiko dampak bagi semua orang yang ada di
sekelilingnya termasuk pengunjung, masyarakat, pekerja kesehatan dan pemulung
(Aqarwal, 2005).
2.7 Upaya Meminimisasi Limbah
Pengolahan limbah merupakan salah satu upaya untuk meminimisasi
limbah baik dalam mengurangi jumlah, konsentrasi atau bahaya limbah, pasca
produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau secara hayati. Minimisasi
limbah meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya dan upaya
pemanfaatan limbah. Menurut Soemantojo dalam Djunaedi (2007), terdapat
beberapa cara dalam meminimisasi limbah, yaitu :
1. Reduksi pada sumbernya (source reduction) dilakukan dengan cara
memilih bahan baku yang relatif aman, melakukan pengolahan bahan dan
modifikasi bahan, operasi misalnya housekeeping, segregasi limbah,
preventive maintenance, pengaturan kondisi operasi dan proses
pengolahan, modifikasi proses dan perubahan produk. Berbagai cara yang
digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Hananto, 1999):
a) Housekeeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam
menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran,
tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi
dengan sebaik mungkin.
b) Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran
limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga
dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya
pengolahan limbah.
20
c) Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian
alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
d) Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar
persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses
kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan
gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan
terkontrol.
e) Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan
petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
f) Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses
kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan
efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat
pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.
2. Re-use atau penggunaan kembali adalah pemanfaatan limbah dengan jalan
menggunakan kembali untuk keperluan yang sama atau fungsinya sama
tanpa mengalami pengolahan atau perubahan bentuk. Contohnya, botol
infus dapat digunakan kembali sebagai botol infus.
3. Daur ulang atau re-cycle adalah pemanfaatan kembali limbah melalui
pengolahan secara fisik, kimiawi untuk menghasilkan produk yang sama
atau produk lain. Contohnya, besi bekas dapat digunakan kembali untuk
membuat barang berbahan besi.
4. Perolehan kembali adalah upaya pemanfaatan limbah dengan jalan
memprosesnya guna memperoleh kembali salah satu komponen yang
terkandung di dalamnya. Contohnya, pengambilan logam perak dari
limbah.
5. Pemanfaatan kembali ataupun daur ulang limbah rumah sakit harus
menggunakan teknologi yang benar-benar tepat. Apabila tidak, dapat
dipastikan, kuman atau bibit penyakit yang menempel dan bersarang akan
tetap hidup, yang selanjutnya menularkan kepada penggunanya. Apabila
pengguna ini (misal : anak-anak) terkontaminasi lalu terjangkit penyakit
HIV atau hepatitis melalui limbah medis, dalam puluhan tahun
diasumsikan kualitas SDM remaja Indonesia menurun, belum lagi
21
pengobatannya yang mahal. Bibit penyakit berupa kuman, virus HIV, dan
virus hepatitis bila strain ganas bukan lagi menyebabkan kualitas SDM
menurun, bahkan menyebabkan maut.
2.8 Aspek Ekonomi dari Pengolahan Limbah Rumah Sakit
Proses minimisasi limbah di rumah sakit bertujuan untuk memperbaiki
kualitas lingkungan dan memberikan keuntungan ekonomis seperti mengurangi
biaya investasi atau modal dan biaya operasi unit pengolah limbah yang dilakukan
di rumah sakit yang bersangkutan, mengurangi biaya pengolahan limbah dan
transportasi untuk pengolahan limbah di luar fasilitas rumah sakit, mengurangi
biaya untuk perizinan, pemantauan, penegakan dan tanggap darurat, mengurangi
biaya penanggulangan kerusakan lingkungan, meningkatkan keuntungan karena
penjualan atau pemanfaatan limbah serta menjamin kesejahteraan sosial dan
ekonomi masyarakat karena terhindar dari kerugian yang dapat ditimbulkan dari
limbah.
Limbah yang merupakan eksternalitas negatif dari adanya suatu produksi
atau kegiatan dapat diminimisasi dengan suatu pengolahan yang membutuhkan
biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk menutup eksternalitas negatif atau
mengkompensasi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi disebut dengan
External Cost. Biaya tersebut adalah biaya di luar biaya swasta (Private Cost)
yang digunakan dalam menjalankan usaha. Dengan kata lain, keseluruhan biaya
yang dikeluarkan oleh suatu unit usaha yang mencakup biaya eksternal disebut
dengan biaya sosial (Sosial Cost). Besarnya biaya akan berubah sejalan dengan
adanya perubahan aktivitas produksi dari suatu unit usaha. Perubahan biaya
tersebut adalah biaya marjinal. Sesuai dengan konsep biaya sosial yang lebih
besar dari biaya swasta, besar Marginal Sosial Cost (MSC) juga lebih besar
daripada Marginal Private Cost (MPC) karena merupakan penambahan MPC
dengan MEC (Marginal External Cost).
2.9 Pemanfaatan Limbah
Pemanfaatan limbah akan sangat membantu dalam mengurangi jumlah
limbah di lingkungan rumah sakit dan juga memberi nilai tambah pada limbah
22
yang semula tidak mempunyai nilai ekonomis menjadi bahan yang mempunyai
nilai ekonomis. Pelaksanaan pemanfaatan limbah dapat berlangsung di dalam
ataupun di luar rumah sakit. Pemanfaatan limbah dapat dikelompokkan menjadi
tiga jenis yaitu, kegiatan 3R (reuse, recycle dan recovery) (DKSHE IPB, 2008).
Limbah cair rumah sakit dalam bentuk air hasil olahan dapat digunakan
kembali. Air hasil olahan dapat dipergunakan untuk menyiram tanaman dan
mencuci mobil serta endapannya dapat dijadikan batu bata. Selain itu, air hasil
olahan dapat dijadikan pengisi kolam ikan hias atau membuat ternak ikan non
konsumtif seperti ikan hias dan ikan sapu-sapu.
Sampah (limbah padat) rumah sakit tidak bisa dimanfaatkan seluruhnya.
Hanya sampah non-infeksius yang dapat dimanfaatkan, misalnya sampah tersebut
dijadikan kompos untuk dijual sebagai pupuk tanaman. Pemanfaatan sampah
infeksius rumah sakit tidak diperkenankan karena mengandung bahan-bahan yang
dapat membahayakan penggunanya.
2.10 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang pengelolahan
limbah cair serta efektivitasnya dalam menurunkan kadar pencemaran yang dapat
dijadikan referensi dalam penelitian ini.
Tabel 3. Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Alat Analisis Hasil Penelitian
1 Djunaedi
(2007)
Kajian Efektivitas
Pengolahan
Limbah Cair
Rumah Sakit
(Studi Kasus
Rumah Sakit di
DKI Jakarta)
Uji-t, Principle
Compnenf
Analysis (PCA),
korelasi dan
analisis
efektivitas biaya
Secara umum IPAL rumah sakit
hanya efektif mereduksi E. coli,
fluoride dan meningkatkan oksigen
terlarut.
Terdapat hubungan ratio antara
kinerja rumah sakit dengan:
padatan tersuspensi
biaya pengolahan fosfat
biaya pengolahan ammonia
jumlah tenaga kerja - amonia
jumlah tenaga deman MPN
Koli.
Biaya pengolahan tidak efektif
terhadap parameter:
BOD
COD
padatan tersuspensi
arnonia dan fosfat
23
2 Haqq
(2009)
Analisis
Efektivitas Biaya
dan Penilaian
Masyarakat
terhadap
Pengelolaan
Limbah Rumah
Sakit Telogorejo
Semarang
Uji Nilai
Tengah, Uji-t,
CEA, Regresi
Linear
Sederhana
IPAL RS. Telogorejo mampu
menurunkan konsentrasi dari
kelima parameter secara signifikan.
UDC yang didapat sebesar Rp
1.397,04
Rasio efektivitas biaya:
COD = Rp. 0.016/mg.
TSS = Rp. 0.018/mg
BOD = Rp. 0.044/mg
NH3 = Rp. 0.089/mg
PO4 = Rp. 0.471/mg
Pengaruh biaya efektif dengan
penurunan konsentrasi adalah pada
parameter NH3 sebesar 74.1%.
Nilai R-sq untuk setiap parameter:
BOD = 65,6 %
COD = 69,2 %
TSS = 45,4 %
PO4 = 25,1 %
Persepsi masyarakat sekitar dalam
menilai pengelolaan limbah RS.
Telogorejo adalah Baik.
Penelitian mengenai efektivitas pengolahan limbah belum banyak
dilakukan terutama pengolahan limbah dengan limbah rumah sakit sebagai studi
kasusnya. Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengolahan limbah rumah
sakit telah dilakukan dengan baik dan manfaat terhadap peningkatan pengolahan
limbah telah dirasakan. Banyak kesamaan antara penelitian-penelitian tersebut
dengan penelitian ini, namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaannya
antara lain yaitu dari segi lokasi, tujuan, jenis kegiatan yang melatarbelakangi
pencemaran, serta perbedaan persepsi masyarakat. Penelitian ini menganalisis
efektivitas biaya pengolahan limbah cair dengan pengolahan limbah cair Rumah
Sakit X sebagai studi kasusnya. Metode penelitian yang dilakukan untuk
menentukan efektivitas biaya pengolahan limbah ini yaitu dengan Cost
Effectiveness Analysis.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil Limbah
Rumah Sakit dengan berbagai aktivitas didalamnya memiliki potensi
untuk menghasilkan residu yang dapat berdampak negatif pada lingkungan.
Berbagai kegiatan yang ada di rumah sakit berlangsung secara terus menerus dan
tanpa henti setiap harinya sehingga sangat berpotensi menghasilkan residu dalam
jumlah yang tidak sedikit dan jenis residu yang memiliki kandungan berbahaya.
Limbah yang dihasilkan tersebut terdiri dari berbagai bentuk dan jenis yang
berasal dari aktivitas medis maupun non medis, padatan, cairan maupun gas.
Limbah rumah sakit terutama yang berasal dari aktivitas medis berpotensi besar
menurunkan kualitas lingkungan, baik lingkungan rumah sakit maupun
lingkungan sekitarnya.
Rumah sakit juga merupakan tempat yang sangat potensial bagi transmisi
dari berbagai agen penyakit yang ada di rumah sakit yang dapat menginfeksi ke
pasien, para pegawai rumah sakit, maupun pengunjung rumah sakit. Berkaitan
dengan hal tersebut, berbagai kebijaksanaan pemerintah pusat maupun daerah
dalam bidang pengelolaan lingkungan yang tertuang dalam peraturan dan
perundang-undangan serta berbagai program lingkungan, selalu melibatkan rumah
sakit sebagai sumber pencemar yang harus dikelola dengan baik dan benar
(Yayasan Pelangi Indonesia, 2002 dalam Haqq, 2009).
3.1.2 Cost-Effectiveness Analysis
Menurut Levin (1995) cost effectiveness analysis merupakan alat
keputusan yang dirancang untuk mencapai tujuan yang paling efisien. Analisis ini
mangacu pada pertimbangan alternatif keputusan yang memperhitungkan biaya
dan dampak secara sistematis. CEA merupakan metode untuk menilai alternative
program mana yang paling murah dalam menghasilkan output tertentu. Caranya
dengan membandingkan biaya (cost) dengan output (objective) yang dihasilkan.
Cost effectiveness analysis berkaitan erat dengan analisis biaya-manfaat
karena keduanya merupakan evaluasi ekonomi yang mengacu pada biaya
25
sumberdaya alternatif penggunaan dan mengukur dengn cara yang sama. Namun,
analisis biaya-manfaat digunakan untuk mengatasi jenis-jenis alternatif yang
hasilnya hanya diukur dari segi nilai moneter.
Beberapa langkah untuk dapat melakukan CEA, sebagai berikut:
a. Identifikasi unsur-unsur biaya dari alternatif program yang akan dianalisis
b. Biaya (sama dengan perhitungan biaya pada CBA)
c. Menghitung biaya total
d. Menghitung output yang berhasil (objektive-nya)
e. Menghitung Cost Effectiveness Ratio:
g. Membandingkan nilai CER dari masing-masing alternatif program
h. Memilih nilai CER yang terkecil untuk direkomendasikan
3.1.3 Uji - t
Menurut Walpole (1993) uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa
jauh pengaruh satu variable bebas secara individual dalam menerangkan variasi
variabel terikat. Uji statistik t untuk mengetahui apakah masing-masing dari
variabel bebas/independent memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
terikatnya/dependent. Menurut Sarwoko (2005), pengujian uji statistik t adalah :
H0 : βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
H 1: βi ≠ 0 atau varibel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat
Jika t hit(n-k) > tα/2, maka terima H1/tolak H0, artinya variabel bebas (Xi)
berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika t hit(n-k) < tα/2 maka terima H0/tolak H1,
artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y).
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Limbah merupakan salah satu permasalahan lingkungn yang sangat
mendesak untuk dicarikan solusi secara tepat dan efisien. Manusia beraktivitas
tanpa henti yang artinya limbah yang dihasilkan terus bertambah setiap harinya
sehingga hal ini sangat penting untuk dijadikan perhatian serius dalam
menanganinya. Pengolahan limbah yang tidak sesuai baik dalam perencanaan,
CE Ratio = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑐𝑜𝑠𝑡
𝛴 𝑜𝑏𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑣𝑒
𝑡 ℎ𝑖𝑡 𝑛 − 𝑘 =𝛽ℎ − 0
𝑆𝐸 𝛽ℎ
26
pelaksanaan dan evaluasi dapat menyebabkan inefisiensi. Jika dikaitkan dengan
biaya, adanya inefisiensi pengelolaan limbah dapat meningkatkan biaya
lingkungan yang akan menjadi tanggungjawab rumah sakit.
Penelitian ini bermula dari permasalahan yang sering terjadi dalam
pengelolaan limbah, yaitu permasalahan yang akan timbul apabila limbah tidak
dikelola dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem
pengelolaan limbah. Awal kajian dari penelitian ini adalah melihat dan
menganalisis secara deskriptif keragaan pengelolaan limbah rumah sakit,
bagaimana pembagian divisi pengelolaan limbah padat dan cair sampai
mekanisme pengelolaan. Setelah itu, kajian dilanjutkan dengan meneliti efisiensi
dari pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL. Efisiensi kinerja IPAL
secara keseluruhan dapat digambarkan dengan membandingkan kualitas limbah
setelah diolah (outlet) dengan yang sebelum diolah (inlet).
Optimalisasi pengelolaan limbah juga perlu memperhatikan keseluruhan
biaya pengelolaan yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan penetapan tarif
rumah sakit. Penetapan biaya pengelolaan limbah cair dihitung dengan
menggunakan konsep Unit Daily Cost. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan
dibahas mengenai biaya efektif dalam penurunan per satuan parameter limbah
dengan menggunakan konsep cost-effectiveness. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui biaya efektif dalam menurunkan konsentrasi parameter limbah.
Secara umum, kualitas limbah dipengaruhi oleh aspek-aspek penting dalam
operasional dan kinerja pengelolaan. Biaya yang diamati pengaruhnya adalah
biaya penurunan per parameter limbah yang menunjukkan keefektifan biaya.
27
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional
Keterangan :
------------- = Batasan Penelitian
= Aliran
Sistem Pengelolaan
Limbah
Limbah Cair
Analisis deskriptif
Baku mutu limbah
cair
Kualitas limbah cair
Insinerator
(subkontrak)
Dinas Kebersihan
Non klinis
Limbah Padat
Infeksius Klinis Biaya IPAL
Rekomendasi
Permasalahan Pengolahan
Limbah RSIA Muhammadiyah
Penurunan Kadar
PencemaranParameter
limbah
Respon Masyarakat
Strategi Pengolahan
Limbah
Analisis
deskripti
f
Karakteristik & penilaian
masyarakat terhadap
penggunaan IPAL
Efisiensi
IPAL
Penetapan
Tarif
Biaya
Efektif
Cost Effectivenes
Analysis Unit Daily Cost Uji - t
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit X di Jakarta Selatan. Rumah sakit
ini merupakan rumah sakit swasta yang telah memiliki sistem pengelolaan limbah
cair yang baik. Sementara itu, dalam mengelola limbah padat, pengelola rumah
sakit menyerahkannya kepada instansi dan lembaga terkait. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret dan April 2013.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan
sekunder. Data primer berupa data penilaian masyarakat terhadap pengelolaan
limbah rumah sakit. Data sekunder yang dikumpulkan berupa: penilaian
pengelolaan limbah yang telah dilakukan dalam penelitian di bidang kesehatan
lingkungan, peraturan atau perundang-undangan mengenai limbah, kondisi umum
Rumah Sakit X, pengelolaan limbah di Rumah Sakit X, uji laboratorium inlet dan
outlet limbah Rumah Sakit X dan keseluruhan biaya pengelolaan limbah.
Data primer yang diambil melalui peninjauan langsung di Rumah Sakit X
dengan pengelolaan limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas rumah sakit serta
melalui wawancara langsung kepada masyarakat sekitar Rumah Sakit X. Data
primer yang diambil adalah peninjauan langsung di rumah sakit terkait dengan
pengelolaan limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas rumah sakit. Sedangkan
data sekunder diperoleh dari pengelola rumah sakit dan penelitian terdahulu yang
terkait.
4.3 Metode Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan dengan mempelajari pengelolaan limbah rumah sakit
di Rumah Sakit X. Pokok utama yang diteliti adalah pengelolaan limbah secara
keseluruhan, IPAL dan biaya pengelolaan limbah. Secara umum, data yang
diambil dalam penelitian mengenai pengelolaan limbah ini mencakup: nama
rumah sakit, alamat, status, kelas, luas, jumlah tempat tidur, prosedur pengelolaan
29
limbah, unit pelayanan dan unit pengelolaan limbah yang dimiliki serta luas unit
pengolahan limbah cair.
Mengenai IPAL, data diambil dengan menggunakan data sekunder dari
analisis laboratorium yaitu hasil uji laboraturium terhadap inlet dan outlet limbah
cair serta biaya yang diperlukan dalam pengolahan limbah cair. Teknik
wawancara secara mendalam dengan Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X
dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas. Data yang diambil
mengenai kajian unit pengolahan limbah cair mencakup: tahun pendirian, tipe unit
pengolahan limbah buatan dan metodenya, waktu pemeriksaan, kualitas limbah,
tempat buangan limbah rumah sakit, sumber air bersih yang dapat digunakan, cara
daur ulang, disinfektan, alur pengumpulan, pengangkutan, pembuangan jarum
suntik, jaringan tubuh, kasa, bahan infeksius, limbah laboratorium, biaya investasi
pengadaan IPAL, biaya pemeliharaan serta biaya operasional.
Data hasil uji laboratorium limbah yang digunakan adalah inlet (sebelum
melalui IPAL) dan outlet (setelah melalui IPAL). Data tersebut berupa data
sekunder yang ada di Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X. Data ini
merupakan hasil uji laboraturium terhadap sampel limbah cair yang di uji sebelum
melalui IPAL dan hasil uji terhadap sampel limbah cair setelah melalui IPAL.
Data mengenai penilaian masyarakat terhadap mengelolaan limbah Rumah
Sakit X diambil dengan survey menggunakan kuisioner yang mencakup: nama
responden, umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan keluarga, lama mengetahui
rumah sakit, pengetahuan tentang limbah rumah sakit dan dampaknya, merasa bau
atau tidak dengan adanya pengolahan limbah rumah sakit, perasaan terganggu
atau tidak, mengetahui atau tidak adanya pengolahan limbah, merasa ada efek
positif atau tidak dari pengolahan limbah tersebut serta penilaian pasien terhadap
pengolahan limbah yang dilakukan pihak rumah sakit.
Jumlah kepala keluarga yang tinggal di sekitar rumah sakit tepatnya di
Jalan Rambai adalah sebanyak 40 kepala keluarga dan untuk mengetahui
penilaian masyarakat sekitar rumah sakit terhadap pengolahan limbah Rumah
Sakit X diambil jumlah masyarakat sebagai responden sebanyak 35 responden
secara acak. Penetapan banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini
30
dengan menggunakan kaidah pengambilan sampel sekurang-kurangnya 30
observasi akan mendekati garis normal (Gujarati, 2007).
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Purposive
Sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan orang
yang menjadi responden mengetahui kompetensi/permasalahan yang terjadi dalam
topik (Martono, 2010). Masyarakat yang dijadikan responden yaitu masyarakat
yang tinggal di sekitar Rumah Sakit X dengan kriteria rumah tangga yang tinggal
tepat disamping rumah sakit dan dilalui oleh saluran pembuangan rumah sakit
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi dengan limbah yang dihasilkan
rumah sakit.
4.4 Metode Pengolahan Data
Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif. Pada tabel dibawah ini akan diuraikan matriks analisis
yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini.
Tabel 4. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk Penelitian
No. Tujuan Penelitian Alat
Analisis
Data Jenis Sampel
1 Mengkaji karakteristik
pengelolaan limbah dan
menganalisis penilaian
masyarakat terhadap
pengolahan limbah
Rumah Sakit X
Deskriptif
kualitatif
Data
pengelolaan
limbah dan
wawancara
masyarakat
sekitar RS
Primer &
Sekunder
Masyarakat
Sekitar
RS dan
Pengelola 2
orang (Ka. IPSRS
dan Ka. Sanitasi
Lingkungan)
2 Menghitung dan
menganalisis efisiensi
IPAL
Standar
efisiensi
IPAL & uji-t
Data
inlet-outlet
Sekunder
Pengelola 2
orang (Ka. IPSRS
dan Ka. Sanitasi
Lingkungan)
3 Analisis efektivitas
biaya pengolahan
limbah cair denggan
IPAL serta besarnya
biaya yang dapat
dibebankan kepada
pasien
UDC & cost
effectiveness
analysis
Data biaya
pengolahan
limbah
Sekunder
Pengelola 2
orang (Ka. IPSRS
dan Ka. Sanitasi
Lingkungan)
31
4.4.1 Karakteristik Pengelolaan Limbah dan Penilaian Masyarakat
terhadap Pengolahan Limbah Rumah Sakit
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui deskripsi mengenai
pengelolaan limbah rumah sakit. Karakteristik IPAL dengan data yang didapatkan
di bagian lingkungan Rumah Sakit X dan pengelolaan limbah padat melalui
kerjasama dengan dinas dan instansi terkait akan dikaji secara jelas. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik pengelolaan limbah secara umum.
Penilaian masyarakat terhadap pengolahan limbah diperlukan untuk
mengetahui kinerja dari pengelolaan limbah yang dilakukan. Masyarakat dalam
penelitian ini merupakan masyarakat sekitar Rumah Sakit X. Data untuk
mengetahui penilaian masyarakat diperoleh dengan wawancara kepada 35
masyarakat Jalan Rambai. Analisis yang digunakan dalam tahap ini adalah
analisis deskriptif kualitatif.
4.4.2 Evaluasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL
Kemampuan fisik IPAL rumah sakit akan dianalisis berdasarkan kualitas
limbah cair yang dihasilkan. Hasil dari tahap ini diharapkan dapat dijadikan acuan
dalam meningkatkan pengelolaan IPAL di kemudian hari sebagai masukan dalam
pengembangan rumah sakit termasuk perencanaan pengembangan IPAL. Selain
itu, nilai efisiensi juga dapat dijadikan bahan pembanding terhadap keseluruhan
biaya yang telah dikeluarkan untuk mengelola limbah cair.
Kemampuan fisik IPAL rumah sakit dievaluasi dengan membandingkan
kualitas setiap kadar parameter pencemar limbah rumah sakit sebelum (inlet) dan
sesudah masuk IPAL (outlet) menggunakan uji-t pada taraf nyata lima persen.
Beban IPAL dihitung berdasarkan tingkat efisiensi, kapasitas IPAL, beban limbah
nyata atau beban pencemaran, dan pencapaian baku mutu limbah cair yang
berpedoman pada metode yang dikemukakan oleh Soeparman dan Suparmin
(2001).
= −
00
Tingkat efisiensi IPAL dikelompokkan sebagai berikut:
- Sangat efisien : x > 80%
- Efisien : 60% < x ≤ 80%
- Cukup efisien : 40% < x ≤ 60%
- Kurang efisien : 20% < x ≤ 40%
- Tidak efisien : x ≤ 20%
32
Kapasitas=
ℎ
Beban Pencemaran=
ℎ
Hasil dari Beban Pencemar Aktual (BPA) dibandingkan dengan Beban
Pencemaran Maksimum (BPM) yang dihitung dengan menggunakan standar baku
mutu pada masing-masing parameter.
= −
00
Standar target pencapaian BMLC adalah sebagai berikut:
- 0 < BMLC < 99 = pencapaian di atas baku mutu
- BMLC = 100 = pencapaian sama dengan baku mutu
- 101 < BMLC < 200 = pencapaian di bawah baku mutu
Keterangan:
BM = Baku Mutu BMLC = Baku Mutu Limbah Cair
Penggunaan uji-t pada penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan
nilai rataan baku mutu limbah dengan dua perlakuan, yaitu tanpa pengolahan
(memakai nilai inlet) dan dengan pengolahan (memakai nilai outlet). Uji ini
bertujuan untuk mengetahui apakah dengan adanya pengolahan nilai outlet akan
berada di bawah nilai inlet dan untuk mengetahui signifikan atau tidak penurunan
parameter setelah melalui proses pengolahan dengan IPAL. Uji-t dilakukan
dengan menggunakan statistik t-paired.
4.4.3 Biaya Efektif Penurunan Baku Mutu Parameter Limbah
dengan IPAL
Sebelum menghitung biaya efektif, yang harus dilakukan adalah
mengidentifikasi keseluruhan biaya pengolahan limbah cair. Perhitungan biaya
pengolahan limbah dengan IPAL dapat dipergunakan untuk menentukan strategi
dalam mengurangi biaya pengolahan limbah cair. Manfaat yang diharapkan dari
pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL adalah berkurangnya
konsentrasi dari parameter-parameter yang terdapat pada limbah.
Kualitas limbah ditentukan oleh konsentrasi dari setiap parameter. Konsep
efektivitas biaya dapat membantu mengidentifikasi biaya penurunan dari masing-
masing parameter yang paling efektif dalam pengolahan limbah cair melalui
IPAL. Rasio efektivitas biaya dalam penelitian ini ditunjukkan oleh keseluruhan
33
biaya pengelolaan limbah cair yang dibandingkan dengan manfaat atau output
yang dihasilkan dalam pengolahan tersebut. Manfaat yang dihasilkan adalah
penurunan konsentrasi pada masing-masing parameter limbah yang diamati. Nilai
rasio yang paling kecil menunjukkan efektivitas biaya yang paling baik. Rasio
efektivitas biaya dalam ilmu kesehatan lingkungan khususnya dalam manajemen
limbah ditunjukkan dengan rumus biaya penurunan per satuan parameter dengan
satuan yang disamakan yaitu satuan per liter.
=
ℎ =
−
biaya total pengolahan IPAL = biaya instalasi + biaya operasional dan pemeliharaan +
biaya lainnya
(Djaja, 2006)
Keterangan: parameter yang diamati adalah BOD, COD, TSS dan .
Seluruh jenis biaya yang dipakai dalam penelitian ini adalah biaya instalasi
yang dibagi dengan umur ekonomis IPAL, biaya operasional dan pemeliharaan
rutin selama tiga tahun. Data konsentrasi limbah pada masing-masing parameter
menggunakan rataan inlet dan 30 sampel outlet. Efektivitas biaya penurunan
parameter limbah ditunjukkan dengan membandingkan rasio biaya penurunan
pada masing-masing parameter yang diuji. Selain itu, untuk melihat efektivitas
biaya juga dapat dilakukan dengan membandingkan nilai rasio efektivitas biaya
setiap parameter dalam suatu sistem pengolahan limbah dengan rasio efektivitas
biaya setiap parameter dalam suatu sistem pengolahan limbah lain. Hasil
perbandingan data akan terlihat rasio biaya penurunan masing-masing parameter
yang paling efektif di antara dua sistem pengolahan limbah yang berbeda tersebut.
4.4.4. Unit Daily Cost
Unit Daily Cost (UDC) adalah rata-rata biaya pengelolaan limbah cair
yang dikeluarkan per harinya dibagi dengan jumlah kamar pasien (Djaja et al.
2006).
34
= − ℎ
Biaya pengelolaan limbah cair adalah biaya yang dikeluarkan dalam
keseluruhan proses pengolahan limbah cair, mencakup biaya instalasi serta biaya
operasional dan pemeliharaan. Setelah mengidentifikasi keseluruhan biaya yang
dibutuhkan dalam pengelolaan limbah cair, nilai biaya tersebut dibagi dengan
kapasitas tempat tidur rumah sakit. UDC dapat dijadikan salah satu jenis biaya
yang dapat dibebankan pada pasien kelas tertentu. Konsep ini diharapkan dapat
membantu rumah sakit untuk tetap mempertahankan keuntungannya dan
meningkatkan kinerja pengelolaan limbah cair.
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Rumah Sakit X di Jakarta Selatan
5.1.1 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit X
Rumah Sakit X merupakan rumah sakit swasta yang didirikan pada tahun
1969. Rumah sakit ini pada awal berdirinya bernama Balai Kesehatan Ibu dan
Anak (BKIA). Kerjasama yang dilakukan Pimpinan Cabang dengan Yayasan RS
Islam di Jakarta dalam pengelolaan BKIA menjadikan BKIA berubah menjadi
Rumah Bersalin (RB).
Sejalan dengan perkembangan jumlah dan jenis pelayanan yang semakin
meningkat pada tahun 1999 RB mendapat izin operasional sebagai Rumah Sakit
Bersalin (RSB). Rumah Sakit ini terus berkembang menjadi rumah sakit khusus
yaitu Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) pada tahun 2007 dan pada tahun 2012
untuk memperluas segmentasi pelayanan rumah sakit ini menjadi rumah sakit
umum swasta dengan nama Rumah Sakit X.
Rumah Sakit X berkembang tidak hanya dalam hal pengelolaan namun
juga dalam hal pelayanan dan fasilitas. Rumah Sakit X yang dahulu berupa klinik
bersalin, kini berkembang menjadi rumah sakit yang cukup besar. Rumah sakit ini
dilengkapi dengan fasilitas dan sumberdaya manusia yang mendukung, sehingga
saat ini Rumah Sakit X tetap konsisten menjalankan misi yang diemban untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu.
5.1.2 Visi Misi Rumah Sakit X
Rumah Sakit X Memiliki visi “Menjadi Rumah Sakit yang berkualitas dan
terpercaya di Jakarta dengan unggulan kesehatan reproduksi dan tumbuh kembang
anak”. Diperlukan misi yang mendukung dalam mencapai visi tersebut. Misi dari
Rumah Sakit X adalah:
1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan berkualitas dengan nilai
islam yang berorientasi pada kepuasan pelanggan.
2. Menjadikan Sumber Daya Insani yang berkualitas dan kompeten sebagai
pembaru dan pencerah pelayanan kesehatan.
3. Menjadikan sarana dan prasarana untuk mendukung pelayanan unggulan.
36
5.1.3 Letak Geografis Rumah Sakit X
Rumah Sakit X merupakan rumah sakit tipe D yang mempunyai luas tanah
2.348 , luas lantai 662 dan luas bangunan 2.348 . Secara geografis,
Rumah Sakit X terletak di Jakarta Selatan. Adapun batas-batas Rumah Sakit X
adalah sebagai berikut:
Sebelah Barat : Pengadilan Negeri
Sebelah Timur : Taman dan Pasar
Sebelah Selatan : Makam wafat tertutup dan Jalan
Sebelah Utara : Rumah penduduk
5.1.4. Daya Tampung Pasien Rumah Sakit X
Rumah Sakit X merupakan salah satu sarana dan prasarana pelayanan
kesehatan masyarakat di Jakarta Selatan yang tidak hanya melayani masyarakat
Jakarta Selatan saja tetapi juga daerah-daerah di sekitar Jakarta Selatan. Rumah
Sakit X yang merupakan rumah sakit tipe D ini berkapasitas tempat tidur
sebanyak 60 tempat tidur berdasar data yang diperoleh pada April 2013.
VI KARAKTERISTIK PENGELOLAAN LIMBAH DAN
PENILAIAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP
PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT X
Rumah Sakit X memiliki manajerial pengelolaan limbah yang bertugas
dalam pengelolaan limbah rumah sakit. Manajerial pengelolaan limbah rumah
sakit ini di dalamnya terdapat sumberdaya manusia yang memiliki tugas masing-
masing untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat
adanya limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit.
Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit berupa limbah padat dan limbah
cair. Pengolahan limbah cair dilakukan dengan menggunakan IPAL sehingga
kadar pencemaran yang terkandung dalam limbah tersebut menjadi berkurang dan
dapat dimanfaatkan. Namun, pemanfaatan hasil pengolahan limbah di Indonesia
masih sangat minim bahkan hasil pengolahan limbah pada umumnya langsung di
buang dan tidak dimanfaatkan sama sekali. Hal tersebut terjadi karena teknologi
yang tersedia masih belum mampu mengolah limbah hingga dapat dimanfaatkan
atau dikonsumsi. Pengolahan limbah dengan IPAL cenderung hanya untuk
menurunkan kadar pencemaran sesuai dengan aturan pemerintah namun,
minimnya pengawasan dan evaluasi menjadikan pengolahan limbah dilakukan
tidak dengan cara yang sesuai.
6.1 Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X
Penanganan limbah padat dan limbah cair di Rumah Sakit X merupakan
tanggung jawab dari divisi sanitasi lingkungan. Divisi ini berada dalam bagian
instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit (IPSRS) yang langsung di bawahi oleh
General Manager. Jumlah personel dalam IPSRS untuk pengelolaan limbah
sebanyak 22 orang yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Divisi sanitasi lingkungan langsung membawahi bagian cleaning service yang
bertugas untuk membersihkan dan mengumpulkan sampah. Pembagian wilayah
tugas yang diberikan kepada cleaning service berdasarkan lantai yang ada dan
bagian luar rumah sakit.
38
Sumber: Hasil Wawancara Ka. IPSRS
Gambar 2. Struktur Managerial Pengolahan Limbah Rumah Sakit X
Bagian sanitasi lingkungan dipegang oleh kepala bagian yang langsung
membawahi 20 orang cleaning service yang bertugas dalam pengelolaan sampah
dan limbah padat lainnya. Tanggung jawab yang diberikan kepada 20 orang
personel sanitasi lingkungan (cleaning service) berupa pembersihan lingkungan
rumah sakit, mengumpulkan sampah dari semua ruangan dan pengangkutan
sampah sampai ke tempat pembuangan sementara yang disediakan rumah sakit.
Sedangkan dalam pengelolaan limbah cair ditangani langsung oleh kepala bagian
sanitasi lingkungan dan kepala bagian teknis yang juga berada dalam bagian
instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit. Tugas dari kepala bagian sanitasi
lingkungan dan teknis termasuk didalamnya yaitu mengoperasikan dan melakukan
pengawasan terhadap IPAL.
6.2 Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit X
Pengelolaan limbah padat di Rumah Sakit X merupakan tugas dari bagian
sanitasi lingkungan. Tugas pengelolaan limbah padat bukan hanya mengumpulkan
sampah rumah sakit tetapi juga membersihkankan seluruh bagian rumah sakit
Direktur
General Manager
Ka. IPSRS
Ka. Sanitasi Lingkungan Ka. Teknisi
Pengawas
Cleaning Service
Pelaksana
Taman
Pelaksana
Lantai 4
Pelaksana
Lantai 3
Pelaksana
Lantai 2
Pelaksana
Lantai 1
39
yaitu berupa kegiatan seperti menyapu, mengepel, membersihkan debu dan
kotoran dari seluruh area dan unit di Rumah Sakit X. Petugas kebersihan selalu
membersihkan seluruh bagian rumah sakit secara rutin sehingga berdasarkan
pengamatan seluruh bagian Rumah Sakit X dalam kondisi bersih serta tidak ada
sampah yang berserakan karena secara rutin sampah tersebut dibuang ke tempat
pembuangan sementara yang disediakan.
Kegiatan pengelolaan limbah padat rumah sakit diantaranya adalah
membersihkan sampah dan kotoran dari sumber-sumber yang ada seperti ruang
administrasi, dapur, kantin, taman, ruang perawatan, ruang isolasi, poliklinik dan
apotik. Kegiatan membersihkan sampah dan kotoran ini dilakukan oleh tenaga
cleaning service yang memiliki tugas dan area kerja masing-masing. Khusus
dalam membersihkan kamar pasien setelah pasien keluar, kegiatan membersihkan
dilakukan dengan perlakuan berbeda sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.
Pasien yang diakibatkan dari virus, kegiatan membersihkan kamar pasien
dilakukan dengan menyemprotkan disinfektan dan penyinaran dengan UV.
Sedangkan kegiatan membersihkan kamar pasien penderita sakit selain akibat
virus dilakukan hanya dengan menyemprotkan disinfektan.
Kegiatan lain dari pengelolaan limbah padat adalah pengumpulan sampah.
Proses pengumpulan sampah di Rumah Sakit X dimulai dengan menampung
sampah dari seluruh ruangan dan unit pelayanan dalam suatu bak penampung atau
tempat sampah dengan memisahkan sampah domestik dan sampah medis ke
dalam tempat sampah dengan kantong plastik dengan warna yang berbeda.
Sampah domestik ditempatkan di kantong plastik berwarna hitam sedangkan
sampah medis yang bersifat infeksius ditempatkan di kantong plastik berwarna
kuning. Sampah yang telah terkumpul diangkut dengan alat pengangkut khusus
untuk kemudian di buang ke tempat penampungan sementara yang telah
disediakan rumah sakit. Proses pengumpulan sampah dilakukan setiap hari secara
berkala sesuai waktu yang telah ditentukan. Pengumpulan sampah dilakukan
dalam tiga waktu yang berbeda sesuai dengan jadwal, yaitu pada pagi hari mulai
pukul 06.00, siang hari mulai pukul 14.00 dan pada malam hari dimulai pada
pukul 21.00. Tugas pengumpulan sampah dilakukan secara rutin dengan sistem
40
shift dan dilakukan pengumpulan sampah masing-masing lantai untuk kemudian
disatukan dalam tempat penampungan sementara.
Sampah domestik akan diangkut oleh truk pengangkut sampah dari Dinas
Kebersihan Jakarta Selatan dari tempat penampungan sementara ke tempat
pembuangan sementara untuk kemudian diangkut menuju tempat pembuangan
sampah akhir. Pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dilakukan pada pukul
05.00 yaitu waktu dimana orang-orang belum banyak beraktivitas di luar rumah.
Pengangkutan sampah pada waktu ini untuk menghindari dampak negatif
pengangkutan sampah yaitu bau yang berasal dari sampah dapat tercium oleh
orang yang berada dekat dengan truk pengangkut selama dilakukan proses
pengangkutan.
Sumber: Data Sekunder Unit IPRS Rumah Sakit X
Keterangan: = proses di luar rumah sakit
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengumpulan Limbah Padat Rumah Sakit X
Sampah tersebut diangkut untuk kemudian di bawa ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Rumah Sakit X wajib membayar retribusi sampah
sebesar Rp. 1.000.000 per bulan. Sedangkan sampah medis khususnya yang
bersifat infeksius diangkut oleh mobil khusus pengangkut sampah medis untuk
kemudian dibakar di insenerator yang dimiliki oleh PT. WASTEC. Rumah Sakit
X tidak memiliki insenerator sendiri untuk membakar limbah medis padat karena
selain biaya investasi pembuatan insenerator yang besar, lokasi Rumah Sakit X
yang berada di tengah permukiman tidak memungkinkan adanya insenerator yang
dapat menimbulkan bau akibat pembakaran limbah tersebut. Pengangkutan
TPA
Incenerator
(Kerjasama dengan
PT. Wastec)
Ruang Operasi dan
UGD Mobil Pengangkut
Limbah Medis
TPS
Umum RS
Tempat Sampah
Medis/Kantong
Plastik Kuning
Tempat Sampah
Umum/Kantong
Plastik Hitam
Poliklinik
Ruang Isolasi
Ruang Perawatan
Taman
Dapur dan Kantin
Ruang Administrasi
dan Kantor
Troli Pengangkut
Sampah
Troli Pengangkut
Sampah
TPS Medis
RS
Truk Sampah
Dinas Kebersihan
41
sampah medis dilakukan satu kali dalam seminggu yaitu pada hari rabu. Sampah
medis yang dihasilkan setiap harinya sebanyak 2-3 kantong besar sehingga
sampah medis yang diangkut dan dibakar setiap minggunya dapat mencapai 21
kantong besar. Besar biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit untuk menangani
sampah medis tersebut adalah sebesar Rp. 6.000.000 per bulan.
6.3 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit X
Rumah Sakit X memiliki IPAL yang terletak di bagian depan rumah sakit
dengan kapasitas 20 atau 20.000 liter dan luas 12 . Letak IPAL yang
berberada di depan, menjadikan IPAL rumah sakit dekat dengan aktivitas
pelayanan dan dekat dengan pengunjung. Lokasi IPAL yang berada di depan dan
berdekatan dengan tempat parkir menyebabkan bau yang timbul dari IPAL dapat
tercium oleh pengunjung dan pegawai yang berada dekat dengan lokasi IPAL.
Kondisi ini terjadi karena dalam perluasan rumah sakit yang disertai dengan
pembangunan IPAL baru pada tahun 2006, pihak rumah sakit tidak memiliki
cukup lahan yang dapat digunakan untuk pembangunan IPAL.
Limbah cair Rumah Sakit X dihasilkan dari berbagai ruangan dan berbagai
unit pelayanan. Limbah cair tersebut dibuang melalui pipa pembuangan yang akan
terkumpul di sumpit utama sebelum diolah dengan IPAL. Ruangan yang menjadi
sumber dari limbah cair yaitu seperti ruang perawatan, ruang isolasi, toilet, dapur,
laundry, laboratorium dan ruang gizi.
Pengolahan limbah cair menggunakan IPAL dengan sistem biofilter
anaerob-aerob bertujuan untuk mengolah air limbah yang mengandung polutan
berupa senyawa yang termasuk dalam parameter kimia seperti COD, BOD, TSS,
zat organik, dan senyawa polutan lain yang dapat mencemari lingkungan.
Proses pengolahan limbah dengan IPAL dilakukan untuk menurunkan kadar
pencemaran yang terkandung pada limbah sehingga hasil pengolahan yang
didapatkan sesuai dengan standar baku mutu dan tidak mencemari lingkungan. Air
limbah yang dihasilkan harus memenuhi standar baku mutu air limbah yang
ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun
2005.
42
Air limbah dari seluruh sumber yang berasal dari kegiatan rumah sakit dan
fasilitasnya dialirkan melalui saluran pembuangan dan dialirkan melalui saringan
kasar (bar screen) untuk menyaring partikel-partikel padat yang berukuran besar.
Setelah melalui proses screen, air limbah dialirkan ke bak pemisah lemak atau
minyak yang berfungsi untuk memisahkan lemak atau minyak serta untuk
mengendapkan kotoran pasir, tanah atau senyawa padatan yang tidak dapat terurai
secara biologis.
Air limbah dari bak pemisah lemak selanjutnya dialirkan ke bak ekualisasi
yang berfungsi sebagai bak penampung limbah. Air limbah di dalam bak
ekualisasi selanjutnya dipompa menuju proses pengolahan dengan unit IPAL.
Proses pengolahan pertama dengan IPAL yaitu air limbah dialirkan ke bak
pengendapan awal untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran
organik. Bak pengendapan ini juga berfungsi mengurai senyawa organik yang
berbentuk padatan, pengurai lumpur dan penampung lumpur.
Setelah melalui bak pengendapan awal, air limbah dialirkan ke bak
anaerob dengan proses biofilter anaerob. Proses pengolahan limbah secara
anaerobik ini merupakan salah satu alternatif pengolahan secara biologi yang
sering digunakan untuk limbah dengan beban organik yang tinggi. Proses pada
bak anaerob yaitu akan terjadi pembusukkan zat-zat organik oleh mikro
organisme pada kondisi tidak ada udara (anaerob). Proses secara anaerob ini akan
mengurai zat organic yang belum terurai pada bak pengendapan awal.
Air limbah dari bak anaerob dialirkan ke bak aerob untuk proses aerasi
dengan udara sehingga mikro organisme akan menguraikan zat organik yang ada
dalam limbah serta menjadikan mikro organisme tumbuh dan menempel pada
permukaan media. Mikro organisme yang tumbuh dan menempel pada media
tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik serta mempercepat
proses nitrifikasi sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar.
Setelah proses aerasi di dalam bak aerob, air dialirkan ke bak pengendapan
akhir. Lumpur aktif yang mengandung mikro organisme diendapkan dan dipompa
kembali ke bagian inlet aerob dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air hasil
proses aerasi dialirkan ke bak khlorinasi. Proses dalam bak khlorinasi yaitu air
limbah tersebut dilakukan kontak dengan senyawa khlor untuk membunuh mikro
43
organisme pathogen. Air hasil proses dari bak khlorinasi tersebut ditampung
dalam bak penampung hasil IPAL sebelum dibuang ke saluran umum. Hasil
pengolahan IPAL yang ada di bak penampung harus melal uji kadar pencemaran
di laboratorium kimia untuk memastikan air hasil pengolahan limbah tersebut
memiliki kadar pencemaran sesuai dengan standar dan dapat dibuang ke saluran
pembuangan umum. Air hasil pengolahan limbah dengan IPAL Rumah Sakit X
seluruhnya di buang melalui saluran umum dan bermuara di Sungai Grogol. Air
hasil pengolahan limbah yang telah memenuhi baku mutu memiliki potensi untuk
dimanfaatkan sebagai media budidaya ikan, mencuci mobil, dan dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya.
Uji baku mutu air limbah hasil pengolahan (outlet) wajib dilakukan di
laboratorium Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kota
Jakarta. Uji baku mutu di laboratorium milik BPLHD Kota Jakarta wajib
dilakukan setiap tiga bulan. Biaya yang dikeluarkan untuk pengujian outlet ini
ditanggung oleh pihak rumah sakit. Besar biaya yang dikeluarkan untuk uji baku
mutu di laboratorium BPLHD Kota Jakarta adalah sebesar Rp. 440.000. Pengujian
outlet limbah merupakan salah satu upaya dalam pengawasan Pemerintah Kota
Jakarta dalam menyikapi permasalahan limbah. Pengujian inlet tidak dilakukan
karena bukan merupakan kewajiban yang dibebankan kepada pengelola limbah.
Pengujian hasil pengolahan limbah dengan IPAL Rumah Sakit X juga
dilakukan di laboratorium lain seperti di laboratorium swasta PT. UNILAB
PERDANA dengan biaya sebesar Rp. 220.000. Pengujian laboratorium outlet
tersebut tidak bersifat rutin dan hanya dijadikan sebagai perbandingan.Secara
ringkas, alur pengolahan limbah cair Rumah Sakit X dapat dilihat pada Gambar 4.
44
Sumber: Data Sekunder Unit IPSRS Rumah Sakit X
Keterangan: = proses di luar rumah sakit
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit X dengan
IPAL Biofilter Anaerob-Aerob
6.4 Penilaian Masyarakat Sekitar terhadap Pengolahan
Limbah Rumah Sakit
6.4.1 Karakteristik Masyarakat
Warga yang dijadikan responden merupakan warga Jalan Rambai karena
memiliki letak tepat berada di belakang rumah sakit dan dapat memungkinkan
terjadi interaksi dengan limbah yang dihasilkan rumah sakit. Pengamatan
dilakukan di Jalan Rambai, warga yang dijadikan responden adalah sebanyak 35
rumah tangga. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi pemukiman warga sekitar
rumah sakit, menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki rentan usia 27-
Toilet
Dapur
Kantin
Apotik
Poliklinik
Ruang Operasi
Ruang Perawatan
Ruang Isolasi
Ruang Laundry
UGD
Bak Pemisah Lemak
Bak Ekualisasi
Biofilter Aerob
Biofilter Anaerob
Bak Pengendap Awal
Bak Pengendap Akhir
Blower
Udara
Bak Khlorinasi
Bak Penampung Outlet Saluran
Umum Sungai
Pompa
Sirkulasi
45
34 tahun. Hal ini karena dalam pemukiman tersebut didominasi oleh rumah
tangga muda. Sementara sisanya merupakan warga yang telah lama tinggal
didalam pemukiman dengan usia yang lebih tua.
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 5. Sebaran Umur Responden
6.4.1.1 Sebaran Jarak Rumah Warga dengan Rumah Sakit
Jalan Rambai memiliki dua blok dengan jarak rumah paling jauh berjarak
100 meter dari rumah sakit pada kedua blok tersebut. Terdapat saluran
pembuangan yang melintas di pemukiman tersebut dan sering digunakan untuk
membuang limbah oleh rumah sakit sebelum adanya IPAL. Berdasarkan hasil
pengamatan, terdapat rumah yang berjarak sangat dekat dengan rumah sakit dan
saluran pembuangan hingga rumah yang cukup jauh jaraknya. Responden dalam
penelitian ini mayoritas memiliki rumah dengan jarak 37-52 meter.
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 6. Sebaran Jarak Rumah Responden dengan Rumah Sakit
6.4.1.2 Lama Tinggal Responden di Sekitar Rumah Sakit
Permukiman di sekitar Rumah Sakit X mulai ada sejak tahun 1950an.
Sampai saat ini, jumlah warga yang berada di sekitar rumah sakit semakin banyak
dengan berbagai jenis permukiman. Pada penelitian ini, mayoritas responden telah
19-26 22,9%
27-34 25,7%
35-42 8,6%
43-50 22,9%
51-58 17,1%
>59 2,9%
5-20 m 20%
21-36 m 17,1% 37-52 m
31,4%
53-68 m 8,6%
69-84 m 2,9%
>85 m 20%
46
tinggal di sekitar rumah sakit selama 20-28 tahun sehingga banyak responden
mengetahui seluk beluk berdirinya rumah sakit hingga pengolahan limbahnya
sejak dahulu.
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 7. Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar Rumah Sakit
6.4.1.3 Sebaran Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan yang telah ditempuh responden secara umum adalah
SD, SMP, SMA dan Diploma. Sebanyak 34,3 persen responden hanya menempuh
pendidikan pada jenjang SD. Sedangkan responden yang menempuh pendidikan
hingga jenjang SMP dan SMA/Sederajat memiliki proporsi jumlah sebesar 25,7
persen dan 28,6 persen dari jumlah total responden sebanyak 35 responden.
Responden dengan tingkat pendidikan lebih tinggi yaitu Diploma/D3 dengan
persentase sebesar 11,4 persen. Sementara itu tingkat pendidikan yang lebih tinggi
dari Diploma/D3 tidak ditemukan dari total responden sebanyak 35 responden.
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 8. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden
6.4.1.4 Sebaran Jenis Pekerjaan Responden
Secara umum pekerjaan responden pada penelitian ini adalah penjual
makanan dengan berdagang kue-kue yang di buatnya sendiri dan pegawai swasta.
2-10 Tahun 28,6%
11-19 Tahun 11,4% 20-28 Tahun
31,4%
29-37 Tahun 11,4%
38-46 Tahun 11,4%
>47 Tahun 5,7%
SD 34,3%
SMP 25,7%
SMA 28,6%
D3 11,4%
47
Pendidikan terakhir responden yang didominasi hanya sampai pada jenjang
sekolah dasar menjadikan mayoritas responden tidak banyak memiliki keahlian
dalam bidang lain sehingga banyak responden yang memiliki pekerjaan sebagai
pedagang makanan dan pekerjaan lainnya seperti tukang ojeg, membuka bengkel
ataupun hanya sebagai ibu rumah tangga.
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 9. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden
6.4.2 Penilaian Masyarakat terhadap Pengolahan Limbah Rumah Sakit
Pertanyaan awal yang diajukan kepada responden terkait dengan
pengelolaan limbah rumah sakit yaitu berupa pengetahuan responden tentang
limbah serta dampak yang dapat ditimbulkannya. Sebagian besar responden
mengetahui apa yang disebut dengan limbah serta dapat menyebutkan contoh dari
limbah. Selain itu pertanyaan lain yang ditanyakan kepada responden yaitu terkait
dengan dampak yang dapat ditimbulkan dari adanya limbah tersebut. Sebagian
besar responden yang mengetahui tentang limbah juga mengetahui tentang
dampaknya. Responden yang mengetahui tentang limbah serta dampaknya
sebanyak 71,4 persen dan terdapat juga responden yang mengetahui apa yang
dimaksud dengan limbah namun, tidak mengetahui dampaknya dengan persentase
sebesar 11,4 persen. Sebagian besar responden menyebutkan jenis limbah yang
sering mereka rasakan seperti limbah cair rumah tangga dan sampah. Selain itu
juga responden banyak menyebutkan dampak yang dapat ditimbulkan dari adanya
limbah seperti kerusakan lingkungan, timbulnya penyakit serta rusaknya biota
yang ada. Terdapat juga responden yang tidak mengetahui apa yang dimaksud
dengan limbah serta dampaknya yaitu sebesar 17,2 persen. Ketidaktahuan ini
dapat disebabkan karena pendidikan terakhir yang dirasakan responden dan
kurangnya informasi yang didapatkan dari media-media informasi yang ada.
pedagang makanan
28,6%
pegawai swasta 28,6%
buruh bangunan 8,6%
lain-lain 34,3%
48
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 10. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Limbah
Pertanyaan selanjutnya yang diberikan kepada responden adalah apakah
mereka pernah merasakan bau tidak sedap yang berasal dari aktivitas rumah sakit.
Sebagian besar responden menjawab pernah merasakan bau tidak sedap yang
berasal dari rumah sakit. Bau yang banyak dirasakan responden berupa bau obat-
obatan, darah serta bau cairan kimia pembersih yang menyengat. Jawaban yang
diberikan responden mengenai rasa bau tidak sedap yang dirasakan berhubungan
dengan jarak rumah responden dengan rumah sakit serta lama tinggal responden
di pemukiman tersebut. Responden yang memiliki letak rumah lebih dekat dengan
rumah sakit dapat lebih merasakan bau yang ditimbulkan dari aktivitas rumah
sakit. Sedangkan untuk letak rumah yang lebih jauh sebagian besar tidak
merasakan bau. Namun, setelah ditanyakan lebih jauh, bau yang dirasakan
tersebut dialami responden pada beberapa tahun yang lalu dan sampai saat ini
sebagian besar responden tidak merasakan bau seperti itu lagi. Hal itu pula yang
membedakan jawaban dari responden terkait degan lama mereka menetap di
pemukiman tersebut. Lebih lama mereka menetap menjadikan responden tersebut
lebih mengetahui dan pernah merasakan bau tidak sedap. Perbedaan bau yang
dirasakan responden pada masa lalu dan sekarang dapat dijadikan sebagai
penilaian terhadap pengelolaan limbah yang dilakukan pihak rumah sakit.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan mayoritas responden
menilai pengelolaan limbah yang dilakukan Rumah Sakit X sudah lebih baik
karena saat ini mayoritas responden tidak merasakan limbah yang dihasilkan
rumah sakit seperti dahulu.
tidak tahu definisi dan dampak
17,2%
tahu definisi dan dampak
71,4%
tahu definisi dan dampak 11,4%
49
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 11. Persentase Penilaian Responden terhadap Pengolahan Limbah yang
Telah Dilakukan Pihak Rumah Sakit Selama ini
Selanjutnya, responden yang pernah merasakan bau akan dibawa pada
pertanyaan apakah mereka merasa terganggu karena bau tidak sedap yang
diakibatkan dari aktivitas rumah sakit. sebanyak 42,9 responden merasa terganggu
dan sebanyak 57,1 responden tidak merasa terganggu dan telah terbiasa. Selain
itu, Rumah Sakit X juga memberikan banyak bantuan untuk warga dalam bentuk
pengobatan gratis, beasiswa pendidikan serta santunan untuk anak-anak yatim
sehingga meskipun letak rumah sakit yang telah lama berdampingan dengan
permukiman warga serta memiliki berbagai permasalahan mengenai limbah,
warga sekitar rumah sakit dan rumah sakit dapat berdampingan dengan harmonis.
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 12. Persentase Responden yang Merasa Terganggu Akibat Adanya
Limbah Rumah Sakit
Masyarakat sekitar rumah sakit menilai bahwa rumah sakit tetap
membuang limbah cair yang membahayakan ke tempat lain dan jauh dari
permukiman wagra. Hal tersebut terjadi karena letak IPAL yang berada di sisi lain
dari permukiman warga sehingga upaya yang dilakukan rumah sakit untuk
malakukan pengolahan limbah dengan membangun IPAL tidak pernah diketahui
oleh warga sekitar.
sangat baik 28,6%
lebih baik 57,1%
masih buruk 14,3%
terganggu 42,9% tidak
terganggu 57,1%
VII EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
RUMAH SAKIT X
Rumah sakit ataupun kegiatan usaha lain yang dapat menghasilkan limbah
cair diwajibkan membuat IPAL untuk menurunkan kadar pencemaran yang
terkandung dalam limbah cair yang dihasilkan tersebut. Namun, pengawasan
terhadap hasil pengolahan IPAL belum banyak diamati dan dipelajari.
Perhitungan efisiensi IPAL perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan memiliki berbagai
parameter pencemaran yang dapat menimbulkan kerusakan bagi lingkungan.
Proses pengolahan limbah cair dengan IPAL dapat menurunkan kadar pencemaran
yang terkandung dalam limbah tersebut. Namun, penurunan setiap parameter
kadar pencemaran limbah harus sesuai dengan peraturan pemerintah dan tidak
melebihi baku mutu yang ditentukan. Kemampuan IPAL seharusnya terus diamati
secara berkala untuk menjaga kandungan pencemaran tetap berada pada batas
aman sehingga kualitas lingkungan dapat terus terjaga. Kemampuan fisik IPAL
dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan efisiensi dan uji statistik.
7.1 Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X
Penilaian kemampuan fisik IPAL dilakukan dengan mengolah data dari uji
laboratorium terhadap sampel hasil olahan IPAL yang dibandingkan dengan hasil
uji laboratorium sebelum pengolahan serta membandingkannya dengan standar
baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Parameter pencemaran yang di uji dalam
penelitian ini yaitu BOD, COD, TSS dan . Berdasarkan hasil uji laboratorium,
nilai BOD sebelum dan sesudah pengolahan mengalami penurunan. Rata-rata inlet
BOD adalah sebesar 85 mg/l dimana jumlah tersebut berada jauh lebih tinggi
daripada standar baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 50 mg/l.
setelah pengolahan, konsentrasi BOD rata-rata turun menjadi 5,39 mg/l.
Penurunan parameter BOD tersebut pada posisi di bawah standar baku mutu atau
dengan kata lain air limbah dapat dibuang tanpa membahayakan lingkungan.
51
Sumber: Data Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X
Gambar 13. Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair
Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu
Penurunan yang terjadi pada parameter COD terlihat signifikan dengan
rata-rata inlet COD sebesar 249 mg/l dan standar baku mutu untuk COD adalah 80
mg/l. Berdasarkan data outlet yang ada di Rumah Sakit X, di dapatkan rata-rata
outlet sebesar 24,43 mg/l. Jumlah tersebut sangat jauh dari standar baku mutu
yang ditetapkan pemerintah. Hal ini membuktikan IPAL Rumah Sakit X bekerja
dengan baik dalam menurunkan kadar pencemaran COD.
Sumber: Data Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X
Gambar 14. Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair
Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu
Parameter selanjutnya yang dinilai dalam penelitian ini adalah TSS. Rata-
rata inlet TSS dari limbah Rumah Sakit X adalah sebesar 62 mg/l. setelah
dilakukan pengolahan dengan IPAL, didapatkan outlet rata-rata sebesar 3,93 mg/l.
0
20
40
60
80
100
inlet rata-
rata
BM outlet rata-
rata
mg/l
Konsentrasi BOD
Konsentrasi BOD
0
50
100
150
200
250
inlet rata-
rata
BM outlet rata-
rata
mg/l
Konsentrasi COD
Konsentrasi COD
52
Nilai outlet tersebut berada dibawah standar baku mutu yang telah ditetapkan
pemerintah yaitu sebesar 50 mg/l. Hasil tersebut menunjukkan bahwa IPAL
Rumah Sakit X dapat menurunkan kadar pencemaran TSS dengan baik dan tidak
membahayakan lingkungan.
Sumber: Data Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X
Gambar 15. Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair
Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu
Parameter terakhir yang diamati dalam penelitian ini adalah yang
memiliki standar baku mutu sebesar 10 mg/l. Setelah dilakukan pengolahan
dengan IPAL didapatkan nilai outlet rata-rata sebesar 3,08 mg/l. penurunan
tersebut menunjukkan IPAL Rumah Sakit X bekerja dengan baik dan hasil
pengolahan tidak membahayakan bagi lingkungan.
Sumber: Data Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X
Gambar 16. Perbandingan Konsentrasi Parameter Limbah Cair
Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu
0
20
40
60
80
inlet rata-
rata
BM outlet rata-
rata
mg/l
Konsentrasi TSS
Konsentrasi TSS
0
5
10
15
20
25
30
inlet rata-
rata
BM outlet rata-
rata
mg/l
Konsentrasi NH3
Konsentrasi NH3
53
Kualitas limbah cair akan tergantung pada kemampuan fisik IPAL dan
salah satu cara untuk mengukur hal tersebut adalah dengan menggunakan
perhitungan standar efisiensi yaitu dengan cara membandingkan penurunan
konsentrasi dengan inlet limbah. Kemampuan fisik IPAL Rumah Sakit X yang
bersistem aerob-anaerob ini diamati dengan mengambil sampel inlet dan outlet
dari parameter BOD, COD, TSS dan . Nilai yang dimasukkan dalam
perhitungan efisiensi adalah nilai rata-rata inlet dan outlet masing-masing
parameter, yaitu pada BOD sebesar 85 mg/l dan 5,39 mg/l, pada COD sebesar 249
mg/l dan 24,43 mg/l, pada TSS sebesar 62 mg/l dan 3,93 mg/l serta pada
sebesar 28,82 mg/l dan 3,08 mg/l. Perubahan nilai inlet masing-masing parameter
dari waktu ke waktu tidak terlalu signifikan. Berbeda dengan nilai outlet yang
mangalami fluktuasi cukup signifikan dari waktu ke waktu. Fluktuasi yang terjadi
pada nilai outlet dipengaruhi oleh debit limbah, kinerja bakteri, oksigen dan
kinerja pompa blower yang digunakan. Apabila debit limbah tinggi, bakteri yang
dibutuhkan pun lebih banyak dan bekerja lebih keras untuk menurunkan
konsentrasi limbah.
Berdasarkan data hasil uji laboratorium, diperoleh rata-rata efisiensi > 80
persen untuk keempat parameter yang diuji. Nilai efisiensi yang didapatkan
tersebut menunjukkan kemampuan fisik IPAL yang dimiliki Rumah Sakit X baik
dan efisien. Nilai efisiensi tertinggi adalah penurunan parameter BOD sebesar
93,66 persen yang berarti IPAL Rumah Sakit X efisien menurunkan konsentrasi
BOD 93,66 persen atau sebesar 79,61 mg/l. Efisiensi terendah adalah penurunan
parameter , yaitu sebesar 89,31 yang berarti IPAL Rumah Sakit X efisien
menurunkan konsentrasi 89,31 persen atau sebesar 25,74 mg/l. Sedangkan
untuk parameter lain memiliki efisiensi sebesar 93,65 persen atau 98,07 mg/l
untuk TSS dan 90,19 persen atau 224,57 mg/l untuk COD.
Berdasarkan kategori efisiensi Metcalf & Eddy (1991) untuk parameter
BOD, COD dan TSS, Rumah Sakit X yang menggunakan IPAL dengan sistem
aerob-anaerob dapat dikatakan efisien untuk semua parameter yaitu BOD, COD
dan TSS. Ketiga parameter tersebut memiliki nilai efisiensi lebih dari 90 persen
yang berarti memenuhi syarat efisiensi menurut Metcalf & Eddy.
54
Kapasitas pengolahan limbah dapat diperkirakan dari data inlet dan outlet
yang ada. Kapasitas pengolahan limbah menunjukkan besarnya daya tampung
IPAL dalam mengolah setiap parameter limbah cair. Kapasitas untuk masing-
masing parameter ditentukan dengan mengalikan penurunan konsentrasi
parameter dengan debit limbah. Data debit limbah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data debit limbah rata-rata yang dihasilkan Rumah Sakit X
setiap harinya, yaitu sebesar 20 .
Kapasitas pengolahan yang paling besar adalah pada parameter COD
dengan kapasitas rata-rata sebesar 4,49 kg/hari. Sedangkan kapasitas pengolahan
yang paling kecil adalah pada parameter dengan rata-rata kapasitas
pengolahan sebesar 0,51 kg/hari. Rata-rata kapasitas pengolahan pada parameter
BOD dan TSS masing-masing sebesar 1,59 kg/hari dan 1,16 kg/hari. Perhitungan
ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pihak terkait mengenai daya
tampung IPAL dalam mengolah setiap parameter yang ada dalam limbah.
Nilai lain yang perlu diperhitungkan dalam pengolahan limbah selain
efisiensi dan kapasitas adalah beban pencemaran limbah. Nilai beban pencemaran
ini menunjukkan berapa besar nilai masing-masing parameter limbah setiap
harinya. Nilai beban pencemaran diperoleh dengan mengalikan konsentrasi outlet
dengan debit limbah. Berdasarkan data yang ada, nilai rata-rata pencemaran yang
tertinggi adalah COD dengan beban pencemaran rata-rata sebesar 0,49 kg/hari.
Sedangkan nilai rata-rata pencemaran yang terendah adalah dengan beban
pencemaran rata-rata sebesar 0,06 kg/hari. Nilai rata-rata beban pencemaran untuk
parameter lain yaitu BOD dan TSS masing-masing sebesar 0,11 kg/hari dan 0,08
kg/hari. Nilai beban pencemaran juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah
beban pencemaran masing-masing parameter masih dapat diterima oleh
lingkungan atau tidak melebihi beban pencemaran yang ditentukan.
Nilai beban pencemaran Rumah Sakit X yang didapatkan dari hasil
perhitungan disebut dengan beban pencemaran aktual (BPA). Beban pencemaran
actual (BPA) dapat dibandingkan dengan badan pencemaran maksimum untuk
mengetahui apakah beban pencemaran yang dihasilkan dari pengolahan limbah
tetap mencemari atau tidak mencemari. BPM dapat dihitung dengan mengalikan
55
standar baku mutu masing-masing parameter dengan debit limbah yang dihasilkan
setiap harinya.
Tabel 5. Penentuan Beban Pencemaran Limbah Rumah Sakit X
Parameter BPM (kg/hari) BPA (kg/hari) Keterangan
BOD 1 0,11 tidak mencemari
COD 1,6 0,49 tidak mencemari
TSS 1 0,08 tidak mencemari
0,2 0,06 tidak mencemari
Sumber: Data Primer (diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ada, konsentrasi dari parameter-
parameter limbah seluruhnya dapat dikatakan tidak mencemari lingkungan atau
berada di bawah BPM. BPA yang dimiliki masing-masing parameter untuk BOD
sebesar 0,11 kg/hari, COD sebesar 0,49 kg/hari, TSS 0,08 kg/hari dan untuk
sebesar 0,06 kg/hari.
Selain beban pencemaran yang diperhatikan, juga perlu diperhatikan baku
mutu limbah cair (BMLC). Nilai BMLC menunjukkan seberapa besar pencapaian
target untuk disesuaikan dengan baku mutu pada masing-masing parameter
limbah. Nilai BMLC dihitung dengan mengurangkan nilai dua kali baku mutu
dengan konsentrasi outlet dan dibagi dengan baku mutu parameter serta
dinyatakan dengan persentase.
Nilai BMLC Rumah Sakit X berdasarkan hasil perhitungan didapatkan
nilai BMLC tidak sama dengan baku mutu. Berbanding lurus dengan nilai rata-
rata BPA dimana seluruh parameter memenuhi target pencapaian atau berada di
bawah standar baku mutu karena nilainya berkisar antara 150 persen sampai
dengan 200 persen. Pencapaian target BMLC untuk masing-masing parameter
BOD, COD, TSS dan adalah 189,22 persen, 169,46 persen, 192,13 persen
dan 169,20 persen.
56
Tabel 6. Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan
Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL Rumah Sakit X Tahun
2006-2013
Par
Std
BM
(mg/l)
Debit
rata-rata
( hari)
Inlet
rata-rata
(mg/l)
Outlet
rata-rata
(mg/l)
Efisiensi
rata-rata
(persen)
Kapasitas
rata-rata
(kg/hari)
BPA
rata-rata
(kg/hari)
BMLC
rata-rata
(persen)
BOD 50
20
85 5,39 93,66 1,59 0,11 189,22
COD 80 249 24,43 90,19 4,49 0,49 169,46
TSS 50 62 3,93 96,66 0,08 0,08 192,13
10 28,82 3,08 89,31 0,06 0,06 169,20
Sumber: Data Primer (diolah)
7.2 Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X
Efisiensi IPAL dalam mengelola limbah dipengaruhi oleh kemampuan
IPAL mengolah menurunkan kadar pencemaran yang terkandung dalam limbah.
Kemampuan IPAL dalam menurunkan kadar pencemaran setiap parameter secara
signifikan menunjukkan kemampuan yang baik dalam pengolahan limbah.
Penurunan kadar pencemaran setiap parameter secara signifikan diketahui dengan
melakukan pengujian terhadap 30 data outlet limbah berdasarkan uji laboratorium
BPLHD Kota Jakarta.
Uji-t yang dilakukan menggunakan selang kepercayaan sebesar 95 persen.
P-value dari uji-t yang dilakukan untuk semua parameter yang diuji, yaitu BOD,
COD, TSS dan adalah 0,0000. P-value dengan nilai kurang dari taraf nyata
sebesar 5 persen, menunjukkan penurunan konsentrasi limbah Rumah Sakit X
adalah sangat signifikan.
Tabel 7. Hasil Uji-t Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Cair
Rumah Sakit X Tahun 2006-2013
No Indikator Observasi Uji Statistik: T-Paired
Mean Std Dev T-Value P-Value
1 BOD Inlet 85 0,000 163,43 0,000
Outlet 5,391 2,668
2 COD Inlet 249 0,000 94,71 0,000
Outlet 24,432 12,988
3 TSS Inlet 62 0,000 105,84 0,000
Outlet 3,933 3,005
4 Inlet 28,820 0,000 27,12 0,000
Outlet 3,080 5,198
Sumber: Data Primer (diolah)
57
Kualitas yang diharapkan dalam pengelolaan limbah adalah bukan hanya
penurunan konsentrasi secara signifikan melainkan juga pemenuhan standar baku
mutu yang disyaratkan. Digunakan uji-t dengan menggunakan data outlet
sebanyak 30 titik untuk mengetahui apakah pemenuhan kualitas masing-masing
parameter dengan standar baku mutu tercapai dengan uji statistik,. Sama halnya
dengan uji-t untuk mengetahui signifikansi penurunan konsentrasi limbah, selang
kepercayaan yang digunakan adalah sebesar 95 persen.
Tabel 8. Hasil Uji-t Pencapaian Konsentrasi per Parameter Limbah Cair Rumah
Sakit X Sesuai dengan Standar Baku Mutu
No Indikator Observasi Uji Statistik: T-Paired
Mean Std Dev T-Value P-Value
1 BOD Outlet 5,391 2,668 -91,58 0,000
2 COD Outlet 24,432 12,988 -23,43 0,000
3 TSS Outlet 3,933 3,005 -83,97 0,000
4 Outlet 3,080 5,198 -7,29 0,000
Sumber: Data Primer (diolah)
P-Value dari uji-t untuk kesemua parameter BOD, COD, TSS dan
adalah 0,0000. Nilai tersebut menunjukkan bahwa outlet dari parameter
tersebut secara signifikan telah memenuhi standar baku mutu yang disyaratkan.
Hasil dari uji-t dalam mengetahui signifikansi pencapaian kualitas limbah yang
sesuai dengan standar baku mutu sesuai dengan ketentuan pemerintah daerah.
7.3 Hubungan Nilai Efisiensi Pengolahan Limbah dengan
Ekonomi Perusahaan Rumah Sakit dan Masyarakat Sekitar
Limbah yang dihasilkan dari berbagai kegiatan rumah sakit membuat
pengelola rumah sakit wajib untuk membangun IPAL sehingga dampak atau
eksternalitas negatif dari limbah yang dihasilkan dapat diatasi dan mencegah
terjadinya pencemaran. Pembangunan IPAL dan dalam menjalankannya
membutuhkan biaya yang tinggi. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam hal
ini rumah sakit bukan hanya biaya privat untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan sesuai dengan fungsi rumah sakit, melainkan juga biaya pengelolaan
lombah yang termasuk dalam biaya eksternal. Kedua biaya yang dikeluarkan
rumah sakit tersebut merupakan biaya sosial yang besarnya melebihi biaya privat.
58
Rumah Sakit X belum pernah membandingkan kinerja IPAL dengan
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mengelola limbah cair sampai saat ini. Nilai
efisiensi dapat dijadikan sebagai bahan untuk membandingkan manfaat yang
didapat dari adanya pengelolaan limbah cair dengan seluruh biaya yang
dikeluarkan dalam pengelolaan limbah cair. Jika efisiensi atau manfaat yang
diperoleh rumah sakit belem sesuai dengan biaya yang dikeluarkan, maka
pengelola rumah sakit perlu melakukan evaluasi menyeluruh dalam pembiayaan
pengelolaan limbah maupun secara teknis. Nilai efisiensi juga dapat menjadi
pertimbangan dalam memilih atau mengganti jenis teknologi pengolahan limbah
lain yang lebih efisien baik dalam segi teknis maupun pembiayaan.
Hasil yang didapatkan dari perhitungan efisiensi dan beban pencemaran
aktual membuktikan IPAL yang dimiliki Rumah Sakit X memiliki kemampuan
yang baik dan efisien untuk pengolahan parameter BOD, COD, TSS dan .
Nilai efisiensi dan BPA yang didapatkan dari keempat parameter tersebut
menjadikan hasil pengolahan limbah atas keempat parameter tersebut dinyatakan
tidak mencemari.
Efisiensi pengolahan limbah yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit
tidak hanya bermanfaat bagi rumah sakit tetapi juga bagi masyarakat sekitar
rumah sakit. Hasil pengolahan limbah yang dinyatakan tidak mencemari
menjadikan lingkungan sekitar rumah sakit tetap terjaga sehingga masyarakat
sekitar yang secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan saluran
pembuangan limbah yang terdapat di sekitar permukiman tidak merasakan
dampak terhadap kesehatan maupun kesejahteraan dari limbah cair rumah sakit.
Hal ini dapat dijadikan sebagai strategi bagi pengelola untuk terus memperbaiki
sistem pengelolaan limbah secara umum dan secara khusus di Rumah Sakit X.
VIII EFEKTIFITAS BIAYA PENURUNAN
KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH
RUMAH SAKIT X
Penggunaan IPAL sebagai alat pengolahan limbah cair rumah sakit telah
menjadi kewajiban sebagai upaya untuk tidak mencemari lingkungan. Namun,
pengawasan pemerintah mengenai hasil pengolahan limbah masih belum optimal
sehingga hasil pengolahan limbah cair rumah sakit yang di buang ke sungai atau
lingkungan tidak diketahui kadar pencemarannya. Penelitian mengenai hasil
limbah cair terus berkembang dan bertambah, namun sedikit penelitian dengan
limbah cair rumah sakit sebagai objeknya. Rumah sakit dengan berbagai aktivitas
didalamnya dapat menghasilkan limbah yang berbahaya bersifat infeksius dan
seharusnya hal ini dapat menjadi perhatian lebih mengingat letak rumah sakit
yang biasanya berada di tengah permukiman masyarakat. Meskipun limbah cair
yang dihasilkan sangat berbahaya, dengan semakin berkembangnya teknologi,
limbah tersebut dapat diolah dan air hasil pengolahan tersebut dapat dimanfaatkan
untuk berbagai aktivitas tertentu seperti mencuci mobil, menyiram tanaman atau
sebagai media memelihara ikan. Namun, pemanfaatan hasil pengolahan limbah
cair rumah sakit masih jarang ditemukan di Indonesia sehingga penelitian
terdahulu yang dilakukan mengenai limbah cair rumah sakit masih sebatas teknis
saja dan belum membahas dari segi ekonomi.
Penelitian mengenai pengolahan limbah dalam sudut pandang ekonomi
perlu dilakukan untuk membantu rumah sakit dalam efisiensi dan dapat menjadi
pertimbangan untuk penghematan biaya dalam pengolahan limbah. Selain itu
penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui alternatif
pengolahan limbah lain yang lebih efektif dengan biaya yang lebih efisien.
Penelitian dalam bidang ekonomi dapat dimulai dengan mengidentifikasi
keseluruhan biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan limbah cair dengan IPAL.
Berdasarkan identifikasi biaya yang digunakan dalam pengolahan limbah cair
dengan IPAL tersebut, dapat diketahui biaya rata-rata pengolahan limbah cair
yang dikeluarkan pihak rumah sakit serta dapat ditentukan biaya pengolahan
limbah cair yang dapat dibebankan kepada pasien. Hal tersebut perlu dilakukan
60
untuk tetap menjaga keuangan perusahaan dalam hal ini rumah sakit. Diharapkan
dengan adanya biaya yang dibebankan kepada pasien, pengolahan limbah rumah
sakit menjadi lebih baik. Selain itu, dalam penelitian ini akan didapatkan besarnya
biaya yang dibutuhkan dalam menurunkan per-miligram parameter limbah untuk
mengetahui efektifitas biaya penurunan setiap parameternya.
8.1 Biaya-biaya Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit X
Perhitungan biaya penurunan konsentrasi dari setiap parameter limbah
membutuhkan data seluruh biaya mulai dari biaya investasi hingga biaya
operasional. Data biaya yang dibutuhkan seperti biaya investasi IPAL, biaya
operasional, pemeliharaan dan perawatan, gaji pegawai dan biaya listrik. Data
yang digunakan merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan rumah sakit mulai
dari bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Desember 2012. Sedangkan biaya
investasi yang dikeluarkan akan dibagi dengan umur ekonomis IPAL.
Biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun 2006 adalah sebesar Rp.
200.000.000,00 dan umur ekonomis IPAL adalah 10 tahun. Biaya instalasi dengan
umur ekonomis 10 tahun adalah sebesar Rp. 20.000.000,00. Biaya operasional
meliputi biaya pembelian kaporid, antifoam dan biaya pembelian pupuk untuk
pakan bakteri. Biaya operasional tersebut merupakan biaya bulanan yang besarnya
sama setiap bulannya yaitu sebesar Rp. 200.000,00. Sedangkan biaya lain di luar
biaya operasional seperti biaya uji laboratorium untuk outlet, pembayaran gaji
pegawai serta pembayaran listrik. Biaya uji laboratorium untuk outlet dikeluarkan
setiap tiga bulan sekali sebesar Rp. 440.000,00. Pembayaran gaji pegawai untuk
pengolahan limbah cair pada tahun 2010, 2011 dan 2012 adalah sebesar Rp.
22.560.000,00, Rp. 23.280.000,00 dan Rp. 24.000.000,00. Sedangkan untuk
pembayaran listrik untuk pengolahan limbah cair di Rumah Sakit X pada tahun
2010, 2011 dan 2012 adalah sebesar Rp. 22.768.276,00, Rp. 25.687.921,00 dan
Rp. 28.900.438,00.
Berdaasarkan hasil identifikasi keseluruhan biaya pengelolaan limbah cair
dengan IPAL, didapatkan besaran biaya pengelolaan limbah cair rata-rata per
tahun sebesar Rp. 78.172.212,00 atau biaya rata-rata per hari sebesar Rp.
214.170,44. Besar biaya tersebut dapat digunakan dalam perhitungan biaya
61
penurunan konsentrasi per parameter limbah serta sebagai pertimbangan dalam
penentuan biaya yang dapat dibebankan kepada pasien.
Tabel 9. Perhitungan Biaya Pengolahan IPAL Rata-rata per Hari Rumah Sakit X
Tahun 2010-2012.
Jenis Biaya Jumlah (Rp)
Investasi 20.000.000
Operasional & Pemeliharaan 9.106.667
Pembayaran Gaji Pegawai 25.785.545
Listrik 23.280.000
Jumlah biaya rata-rata/tahun 78.172.212
Jumlah biaya rata-rata/hari 214.170,44
Sumber: Data Primer (diolah)
8.2 Perhitungan Unit Daily Cost dari Pengelolaan Limbah Cair
Pengelolaan limbah yang dilakukan rumah sakit membutuhkan biaya yang
merupakan pengeluaran bagi rumah sakit. Biaya yang dikeluarkan untuk
pengolahan limbah merupakan biaya sosial yang di keluarkan sebagai upaya
untuk mengatasi eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari adanya aktivitas
rumah sakit yaitu limbah. Pengeluaran yang meningkat dalam suatu managemen
rumah sakit dapat berpengaruh pada aktivitas rumah sakit itu sendiri, seperti
berkurangnya kualitas pelayanan, pengurangan tenaga kerja serta penurunan
keuntungan.
Sebagai rumah sakit swasta, Rumah Sakit X selain menjalankan fungsi
sosialnya, juga harus tetap memperhatikan neraca pengeluaran agar dapat tetap
mempertahankan keuntungan demi kelangsungan rumah sakit. Kewajiban
mengelola limbah cair yang dihasilkan menjadikan Rumah Sakit X harus
membangun IPAL yang membutuhkan biaya dan dapat mempengaruhi neraca
pengeluaran. Sebagai upaya mengurangi beban pengeluaran dalam pengelolaan
limbah cair, rumah sakit dapat membebankan biaya tersebut pada pasien yang
menempati kelas tertentu atau berdasarkan jenis pelayanan kesehatan tertentu
dengan konsep Unit Daily Cost (UDC).
UDC merupakan rata-rata biaya pengelolaan limbah cair yang dikeluarkan
per harinya dibagi dengan jumlah kamar pasien (Djaja, 2006). Perhitungan ini
dapat digunakan untuk mengetahui besar biaya yang dapat dibebankan kepada
62
pasien rawat inap. Selain pasien rawat inap, penetapan biaya ini juga dapat
dibebankan pada pasien kelas tertentu atau pada unit pelayanan tertentu seperti
operasi besar yang menghasilkan limbah infeksius lebih banyak. Namun,
kebijakan penentuan tarif ini sepenuhnya menjadi hak dari rumah sakit dan
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan jika rumah sakit ingin
melakukan penetapan tarif untuk pengelolaan limbah tersebut.
Berdasarkan perhitungan biaya pengelolaan limbah cair di Rumah Sakit X,
didapatkan biaya rata-rata pengolahan limbah per hari adalah sebesar Rp.
214.170,44. Sedangkan kapasitas tempat tidur Rumah Sakit X adalah sebanyak 60
bed. Berdasarkan data tersebut, besar UDC yang didapatkan adalah sebesar Rp.
3.569,51. Biaya pengelolaan limbah cair yang dibebankan pada pasien selain
bertujuan untuk menjaga neraca pengeluaran juga sebagai upaya dalam
meningkatkan pengelolaan limbah cair menjadi lebih baik dan dapat
meminimalkan dampak negatif dari limbah terhadap lingkungan dan masyarakat
baik dalam segi ekonomi maupun sosial.
8.3 Perhitungan Rasio Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah
Setelah diketahui biaya pengolahan IPAL rata-rata per hari, langkah
selanjutnya adalah menghitung biaya pengolahan per hari per liter limbah. Debit
limbah rata-rata Rumah Sakit X setiap harinya adalah sebesar 20 atau 20.000
liter sehingga didapatkan hasil perhitungan biaya pengolahan per hari per liter
limbah sebesar Rp. 10,709. Biaya hasil perhitungan yang didapat, dinyatakan
dalam satuan biaya per hari per liter karena dalam konsentrasi limbah dinyatakan
dengan satuan mg per liter.
Perhitungan untuk mengetahui rasio efektivitas biaya penurunan
konsentrasi per parameter limbah dilakukan dengan membagi biaya pengelolaan
per hari per liter dengan penurunan konsentrasi pada setiap parameter. Parameter
BOD memiliki rata-rata penurunan konsentrasi sebesar 79,61 mg/l sehingga rasio
efektivitas biaya penurunan konsentrasi untuk parameter BOD adalah sebesar
0,135. Hasil efektivitas biaya yang didapatkan tersebut berarti IPAL Rumah Sakit
X dapat menurunkan rata-rata 79,61 mg/l BOD dengan rasio efektivitas biaya
penurunan konsentrasi sebesar 0,135. Sedangkan untuk parameter COD memiliki
63
rata-rata penurunan konsentrasi sebesar 224,57 mg/l sehingga didapatkan rasio
efektivitas biaya penurunan konsentrasi sebesar 0,048. Rasio efektivitas biaya
penurunan konsentrasi pada parameter COD lebih rendah dari pada rasio
efektivitas biaya penurunan konsentrasi pada parameter BOD. Hal itu terjadi
karena rata-rata penurunan konsentrasi pada parameter COD lebih tinggi dari pada
rata-rata penurunan pada parameter BOD. Semakin besar rata-rata penurunan
konsentrasi pada suatu parameter akan didapatkan rasio efektivitas biaya
penurunan konsentrasi yang relatif lebih kecil. Parameter TSS memiliki
penurunan konsentrasi rata-rata sebesar 58,07 mg/l sehingga didapatkan rasio
efektivitas biaya penurunan konsentrasi sebesar 0,184. Sedangkan untuk
parameter memiliki penurunan rata-rata konsentrasi paling rendah yaitu
sebesar 25,74 mg/l sehingga rasio efektivitas biaya penurunan konsentrasi
parameternya memiliki nilai paling tinggi yaitu sebesar 0,416.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan rasio efektivitas biaya
penurunan konsentrasi yang paling efektif pada pengolahan limbah cair Rumah
Sakit X adalah pada parameter COD dengan rasio efektivitas biaya penurunan
sebesar 0,048 dan penurunan konsentrasi sebesar 224,57 mg/l. Sedangkan rasio
efektivitas biaya yang paling tinggi dibandingkan dengan rasio efektivitas biaya
penurunan parameter lain adalah pada parameter dengan rasio efektivitas
biaya sebesar 0,416 dan memiliki penuruan parameter paling kecil jika
dibandingkan dengan penurunan parameter lain yaitu hanya menurunkan sebesar
25,74 mg/l.
Tabel 10. Rasio Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah
Rumah Sakit X.
Parameter Biaya/liter (Rp) Penurunan (mg/l) Rasio Efektivitas
Biaya Penurunan
BOD
10,709
79,61 0,135
COD 224,57 0,048
TSS 58,07 0,184
25,74 0,416
Sumber: Data Primer (diolah)
Keterangan: Semua variabel dinyatakan dalam per hari
64
8.4 Efektivitas Biaya Penurunan Parameter Limbah pada Dua Sistem
Pengolahan Limbah Cair yang Berbeda
Biaya dalam sebuah proyek dapat dikatakan efektif jika nilai rasio
efektivitas biayanya lebih rendah dari rasio efektivitas biaya pada alternatif lain.
Nilai rasio efektivitas biaya penurunan setiap parameter limbah yang didapatkan
akan dibandingkan dengan rasio efektivitas biaya pada penelitian sebelumnya.
Nilai rasio efektivitas biaya yang akan dibandingkan adalah rasio efektivitas biaya
pada penelitian yang dilakukan oleh Haqq tahun 2009.
Lokasi pada penelitian sebelumnya yaitu berada di Kota Semarang.
Rumah Sakit Y merupakan rumah sakit kelas B dengan 295 tempat tidur
berdasarkan data pada tahun 2009. Kapasitas pelayanan yang begitu besar
menjadikan limbah yang dihasilkan juga sangat banyak sehingga diperlukan
sistem pengolahan limbah dengan kapasitas yang besar. Rumah Sakit Y memiliki
IPAL dengan luas sebesar 235,84 . IPAL yang dimiliki oleh Rumah Sakit Y
mampu mengolah limbah cair sebesar 300 atau 300.000 liter setiap harinya
dengan sistem pengolahan Bioreaktor Lumpur aktif. Berikut ini adalah perbedaan
sistem pengolahan limbah cair antara Rumah Sakit X dengan Rumah Sakit Y.
Tabel 11. Perbandingan Sistem Pengolahan Limbah pada Rumah Sakit X dan
Rumah Sakit Y
Indikator Sistem Pengolahan Rumah Sakit
X Y
Tipe Rumah Sakit Kelas D Kelas B
Jumlah Tempat Tidur 60 Tempat Tidur 295 Tempat Tidur
Debit pengolahan limbah per hari 20 300
Luas IPAL 12 235,84
Jenis IPAL Biofilter anaerob-aerob Bioreaktor lumpur aktif
Biaya Investasi Rp. 200.000.000 Rp. 1.200.000.000
Rata-rata biaya pengolahan/tahun Rp. 78.172.212 Rp. 150.426.091
Penurunan Parameter:
BOD 79,61 mg/l 33,25 mg/l
COD 224,57 mg/l 86,86 mg/l
TSS 58,07 mg/l 78,03 mg/l
25,74 mg/l 17,19 mg/l
Keterangan: X = Rumah Sakit yang saat ini diteliti
Y = Rumah Sakit yang telah diteliti dengan kondisi tahun 2006
65
Kapasitas dan jenis IPAL dipengaruhi oleh debit limbah yang dihasilkan.
Rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur lebih banyak membutuhkan IPAL
dengan kapasitas yang lebih besar karena semakin besar daya tampung rumah
sakit maka jumlah limbah yang dihasilkan akan semakin besar. Pengolahan air
limbah rumah sakit dengan kapasitas besar, pada umumnya menggunakan
teknologi pengolahan air limbah “lumpur aktif” atau Activated Sludge Process.
Namun, untuk pengolahan limbah dengan kapasitas kecil seperti pada rumah sakit
kelas c dan d atau jumlah tempat tidur kurang dari 200 dapat menggunakan
teknologi pengolahan air limbah sistem kombinasi Biofilter anaerob dan aerob
karena pengoperasiannya sangat mudah dibandingkan dengan sistem lumpur aktif
dan biaya pengoperasiannya lebih murah (Widayat dan Said, 2005).
Pengolahan limbah antara kedua sistem yang berbeda menghasilkan output
yang berbeda yaitu berupa besarnya penurunan masing-masing parameter
pencemaran. Berdasarkan perbandingan data di atas, penurunan parameter dalam
sistem pengolahan Biofilter anaerob-aerob lebih besar dibandingkan penurunan
parameter dalam sistem pengolahan Bioreaktor lumpur aktif untuk parameter
BOD, COD dan . Sedangkan pada perameter TSS, penurunan parameter
dalam sistem pengolahan Bioreaktor lumpur aktif lebih besar menurunkan kadar
pencemaran TSS dibandingkan dengan Biofilter anaerob-aerob.
Biaya investasi yang besar menjadikan biaya rata-rata pengolahan limbah
cair dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif per tahun juga lebih besar dari pada
biaya rata-rata pengolahan limbah cair dengan sistem Biofilter anaerob-aerob per
tahunnya. Biaya rata-rata pengolahan limbah cair dengan sistem Bioreaktor
lumpur aktif per tahun sebesar Rp. 150.426.091 atau sebesar Rp. 412.126,28 per
hari. Biaya rata-rata pengolahan limbah cair per tahun dengan sistem Bioreaktor
lumpur aktif dua kali lebih besar dibandingkan biaya rata-rata pengolahan limbah
cair dengan sistem Biofilter anaerob-aerob. Namun, jika kedua biaya tersebut
dinyatakan dalam satuan yang sama dengan cara membaginya dengan debit
pengolahan limbah per hari masing-masing sistem pengolahan didapatkan biaya
yang dinyatakan dalam satuan rupiah per hari per liter dan didapatkan hasil
perhitungan biaya rata-rata pengolahan limbah per hari per liter pada IPAL
66
dengan sistem Biofilter anaerob-aerob lebih besar dari pada IPAL dengan sistem
Bioreaktor lumpur aktif.
Berdasarkan data pada penelitian sebelumnya, biaya rata-rata pengolahan
limbah dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif adalah sebesar Rp. 1, 374 per hari
per liter. Sedangkan biaya pengolahan limbah rumah sakit dengan sistem Biofilter
anaerob-aerob adalah sebesar Rp. 10,709 per hari per liter. Perbandingan nilai
rasio efektivitas biaya dalam kedua penelitian dapat dilihat dalam tabel di bawah.
Tabel 12. Perbandingan Rasio Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per
Parameter Limbah.
Parameter Biaya/Hari (Rp) Rasio Efektivitas Biaya Penurunan
Parameter Limbah
BOD
10,709*
1,374**
0,135* 0,044**
COD 0,048* 0,016**
TSS 0,184* 0,018**
0,416* 0,089**
Sumber: Data Primer (diolah)
Keterangan: * : Biofilter Anaerob-aerob ** : Bioreaktor Lumpur Aktif
Nilai rasio efektivitas biaya pada pengolahan limbah dengan sistem
Biofilter anaerob-aerob lebih besar dari pada rasio efektivitas biaya pengolahan
limbah dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif pada setiap parameter. Parameter
BOD dengan sistem Biofilter anaerob-aerob didapatkan nilai rasio efektivitas
biaya sebesar 0,135 sedangkan dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif didapatkan
nilai rata-rata rasio efektivitas biaya sebesar 0,044. Parameter lain yang
dibandingkan yaitu COD, TSS dan juga dapat terlihat dengan sistem
Biofilter anaerob-aerob memiliki nilai rasio efektivitas biaya yang lebih besar
dengan perbandingan COD sebesar 0,048 dan 0,016, TSS sebesar 0,184 dan
0,018, sebesar 0,416 dan 0,089.
IX KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penyusunan skripsi ini,
berikut beberapa hal yang dapat disimpulkan.
1. Rumah Sakit X telah melakukan pengelolaan limbah padat dan cair dengan
baik dan professional. Masyarakat sekitar rumah sakit menilai pengelolaan
limbah yang dilakukan rumah sakit sudah lebih baik karena masyarakat sekitar
menyatakan tidak lagi merasakan bau dan dampak negatif lainnya yang
sebelumnya sering dirasakan.
2. IPAL biofilter anaerob-aerob yang dimiliki Rumah Sakit X memiliki tingkat
efisiensi lebih dari 80 persen untuk semua parameter dan tergolong efisien.
Tingkat efisiensi tertinggi adalah pada parameter TSS sebesar 96,66 persen
dan efisiensi terendah adalah pada parameter sebesar 89,31 persen.
Sedangkan parameter lain dalam penelitian ini yaitu BOD dan COD memiliki tingkat
efisiensi sebesar 93,66 persen dan 90,19 persen. Rata-rata outlet keempat parameter
dalam penelitian ini yaitu BOD, COD, TSS dan dinyatakan telah memenuhi
standar baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122
Tahun 2005.
3. Estimasi biaya pengelolaan limbah yang dapat dibebankan kepada pasien
dapat dinyatakan dalam unit daily cost (UDC) sebesar Rp 3.569,51.
Efektivitas biaya penurunan per satuan parameter yang paling efektif pada
pengelolaan limbah cair Rumah Sakit X adalah efektivitas biaya penurunan
parameter COD yaitu sebesar 0,048. Efektivitas biaya pengolahan limbah
dengan IPAL beristem Bioreaktor lumpur aktif lebih efektif dibandingkan
efektivitas biaya pengolahan limbah dengan IPAL bersistem Biofilter
anaerob-aerob.
9.2 Saran
1. Pengelola Rumah Sakit X perlu melakukan pengawasan terhadap kinerja
IPAL secara berkala dengan melakukan pemantauan kinerja IPAL tidak
berdasarkan hasil outlet pengolahan limbah saja melainkan dengan menguji
68
inlet sehingga efisiensi kinerja IPAL dalam setiap pengelolaan dapat
diketahui.
2. Pengelola Rumah Sakit X seharusnya dapat memanfaatkan air limbah hasil
pengolahan secara optimal dengan menggunakannya sebagai air untuk
mengisi kolam ikan, mencuci kendaraan operasional dan kegiatan lainnya
yang memungkinkan untuk menggunakan air hasil pengolahan limbah
tersebut.
3. Pembiayaan pengelolaan limbah perlu diperhatikan untuk tetap menjaga
stabilitas keuangan rumah sakit yang dapat berpengaruh luas terhadap
pengelolaan limbah dan pelayanan kesehatan rumah sakit.
4. Upaya meningkatkan pengelolaan limbah rumah sakit dengan tetap menjaga
stabilitas keuangan rumah sakit dapat dilakukan dengan membebankan biaya
pengolahan limbah kepada pasien berdasarkan kategori tertentu sesuai dengan
kebijakan rumah sakit.
5. Pemerintah seharusnya lebih meningkatkan pengawasan terhadap
permasalahan limbah yang berasal dari rumah sakit dan tidak hanya
berdasarkan pada hasil uji limbah yang wajib dilakukan setiap 3 bulan sekali.
69
DAFTAR PUSTAKA
Aqarwal AK. 2005. Limbah Medis: Batasan. New Delhi (IN): School of health
Sciences. Indira Gandhi National Open University.
Azwar A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta (ID): Bina Rupa
Aksara.
Departemen Kesehatan RI. 1992. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
983/Menkes/SK/17/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan RI. 2010. Permenkes RI No. 340/Menkes/Per/III/2010
tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Pengelolaan Limbah Klinis. Jakarta
(ID): Ditjen PPM & PLP. Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Pemeliharaan Instalasi Pengolahan
Limbah Cair Rumah Sakit. Jakarta (ID): Ditjen Pelayanan Medik & Ditjen
Instalasi Medik. Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 1993. Dampak Limbah Rumah Sakit. Jakarta (ID):
Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Teknis Pengelolaan Limbah Klinis
dan Disinfeksi & Sterilisasi di Rumah Sakit. Jakarta (ID): Ditjen PPM &
PLP. Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2002. Karakteristik Limbah Rumah Sakit. Jakarta
(ID): Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Deskripsi Umum Rumah Sakit. Jakarta (ID):
Depkes RI.
Djaja IM, Maniksulistya, D. 2006. Gambaran Pengelolaan Limbah Cair di Rumah
Sakit X Jakarta Februari 2006. Makara Kesehatan. 10(2):60-63.
Djaja IM, B Hartono, L Fitria. 2006. Modul Mata Kuliah Manajemen Limbah
Jurusan Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia.
Djunaedi H. 2007. Kajian Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
“Studi Kasus Rumah Sakit di Wilayah DKI Jakarta”. [Disertasi]. Bogor
(ID): Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
70
Fungsi Reaktor Unit-unit IPAL. 2006. Buku Petunjuk Operasional IPAL.1(1):5-8.
Gujarati DN. 2007. Dasar-dasar Ekometrika Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta (ID):
Erlangga.
Hananto WM. 1999. Mikroorganisme Patogen Limbah Cair Rumah Sakit dan
Dampak Kesehatan yang Ditimbulkannya. Buletin Keslingmas. 18(70):37-
44.
Haqq K. 2009. Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Massyarakat Terhadap
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang. [Skripsi]. Bogor
(ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 1995. KepMen 58/MenLH/12/1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit.
Levin HM. 1995. Cost Effectiveness Analysis. Oxford (GB): International
Encyclopedia of Economics of Education.
Martono N. 2010. Metode Penelitian Kuantitati: Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada.
Metcalf & Eddy. 1991. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse.
3rd Edition. New York (US). New McGraw-Hill Inc.
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Yogyakarta (ID): Andi Offset.
Suparmin, Tri C, Budiono Z. 2002. Studi Evaluasi Pengolahan Air Limbah
Rumah Sakit di Provinsi Jateng Tahun 2002. Buletin Keslingmas.
Soeparman HM, Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Suatu
Pengantar. Jakarta (ID): EGC.
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Jakarta (ID): Gramedia.
Widayat W, Said NI. 2005. Rancang Bangun Paket IPAL Rumah Sakit dengan
Proses Biofilter Anaerob-Aerob. Jurnal Pusat Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Lingkungan. BPPT. 1(1): 52-64.
71
Lampiran 1
Hasil Uji Laboratorium Sampel Outlet Limbah RS. X (April 2006 – April 2013)
No Parameter
Outlet BOD Outlet COD Outlet TSS Outlet NH3
1 3.8 8.46 5 0.72
2 11.7 50.88 5 1.61
3 7.85 21.48 2 1.35
4 6.3 15.91 15 7.53
5 3.1 13.96 3 0.77
6 5.05 14.89 12 0.08
7 4.6 18 2 6.62
8 8.1 19.23 4 0.38
9 8.55 21.63 2 0.22
10 7.74 14.16 2 0.26
11 7.5 13.77 2 0.06
12 4.59 16.19 3 1.23
13 9.89 26.42 5 5.76
14 4.74 22.41 5 0.13
15 7.7 25.41 5 1.1
16 8.15 18 4 4.13
17 2.59 5.18 2 2.82
18 5.8 14.76 1 0.19
19 2.79 7.71 6 22.6
20 4.8 15.41 3 3.13
21 3.6 9.11 3 0.6
22 7.75 40 5 4.25
23 7.41 40 3 10.58
24 2.33 40 4 0.11
25 1.18 40 3 15.81
26 2.77 40 5 0.1
27 2.9 40 1 0.15
28 3.06 40 1 0.03
29 3.62 40 1 0.03
30 1.79 40 4 0.06 Sumber: Arsip Bagian Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X (Apr 2006 – Apr 2013)
72
Lampiran 2
Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu
Limbah Cair pada Parameter TSS
BM
TSS
Inlet
TSS
Outlet
TSS Efisiensi debit/hari Kapasitas BPA BMLC
50 62 5 91.935 20 1.14 0.1 190
5 91.935 20 1.14 0.1 190
2 96.774 20 1.2 0.04 196
15 75.806 20 0.94 0.3 170
3 95.161 20 1.18 0.06 194
12 80.645 20 1 0.24 176
2 96.774 20 1.2 0.04 196
4 93.548 20 1.16 0.08 192
2 96.774 20 1.2 0.04 196
2 96.774 20 1.2 0.04 196
2 96.774 20 1.2 0.04 196
3 95.161 20 1.18 0.06 194
5 91.935 20 1.14 0.1 190
5 91.935 20 1.14 0.1 190
5 91.935 20 1.14 0.1 190
4 93.548 20 1.16 0.08 192
2 96.774 20 1.2 0.04 196
1 98.387 20 1.22 0.02 198
6 90.322 20 1.12 0.12 188
3 95.161 20 1.18 0.06 194
3 95.161 20 1.18 0.06 194
5 91.935 20 1.14 0.1 190
3 95.161 20 1.18 0.06 194
4 93.548 20 1.16 0.08 192
3 95.161 20 1.18 0.06 194
5 91.935 20 1.14 0.1 190
1 98.387 20 1.22 0.02 198
1 98.387 20 1.22 0.02 198
1 98.387 20 1.22 0.02 198
4 93.548 20 1.16 0.08 192 Sumber: Data Outlet Rumah Sakit X Apr 2006 – Apr 2013 (diolah)
Rata-rata outlet TSS: 3.93 Baku Mutu Komunal Limbah Cair Domestik sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
Nomor 122 Tahun 2005.
73
Lampiran 3
Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu
Limbah Cair pada Parameter NH3
BM
NH3
Inlet
NH3
Outlet
NH3 Efisiensi debit/hari Kapasitas BPA BMLC
10 28.82 0.72 97.501 20 0.562 0.0144 192.8
1.61 94.413 20 0.5442 0.0322 183.9
1.35 95.315 20 0.5494 0.027 186.5
7.53 73.872 20 0.4258 0.1506 124.7
0.77 97.328 20 0.561 0.0154 192.3
0.08 99.722 20 0.5748 0.0016 199.2
6.62 77.029 20 0.444 0.1324 133.8
0.38 98.681 20 0.5688 0.0076 196.2
0.22 99.236 20 0.572 0.0044 197.8
0.26 99.097 20 0.5712 0.0052 197.4
0.06 99.791 20 0.5752 0.0012 199.4
1.23 95.732 20 0.5518 0.0246 187.7
5.76 80.013 20 0.4612 0.1152 142.4
0.13 99.548 20 0.5738 0.0026 198.7
1.1 96.183 20 0.5544 0.022 189
4.13 85.669 20 0.4938 0.0826 158.7
2.82 90.215 20 0.52 0.0564 171.8
0.19 99.340 20 0.5726 0.0038 198.1
22.6 21.582 20 0.1244 0.452 -26
3.13 89.139 20 0.5138 0.0626 168.7
0.6 97.918 20 0.5644 0.012 194
4.25 85.253 20 0.4914 0.085 157.5
10.58 63.289 20 0.3648 0.2116 94.2
0.11 99.618 20 0.5742 0.0022 198.9
15.81 45.142 20 0.2602 0.3162 41.9
0.1 99.653 20 0.5744 0.002 199
0.15 99.479 20 0.5734 0.003 198.5
0.03 99.895 20 0.5758 0.0006 199.7
0.03 99.895 20 0.5758 0.0006 199.7
0.06 99.791 20 0.5752 0.0012 199.4 Sumber: Data Outlet Rumah Sakit X Apr 2006 – Apr 2013 (diolah)
Rata-rata outlet NH3: 3.08
Baku Mutu Komunal Limbah Cair Domestik sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122
Tahun 2005.
74
Lampiran 4
Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu
Limbah Cair pada Parameter COD
BM
COD
Inlet
COD
Outlet
COD efisiensi debit/hari Kapasitas BPA BMLC
80 249 8.46 96.602 20 4.810 0.169 189.4
50.88 79.566 20 3.962 1.017 136.4
21.48 91.373 20 4.550 0.429 173.1
15.91 93.610 20 4.661 0.318 180.1
13.96 94.393 20 4.700 0.279 182.5
14.89 94.020 20 4.682 0.297 181.3
18 92.771 20 4.62 0.36 177.5
19.23 92.277 20 4.595 0.384 175.9
21.63 91.313 20 4.547 0.432 172.9
14.16 94.313 20 4.696 0.283 182.3
13.77 94.469 20 4.704 0.275 182.7
16.19 93.497 20 4.656 0.323 179.7
26.42 89.389 20 4.451 0.528 166.9
22.41 91 20 4.531 0.448 171.9
25.41 89.795 20 4.471 0.508 168.2
18 92.771 20 4.62 0.36 177.5
5.18 97.919 20 4.876 0.103 193.5
14.76 94.072 20 4.684 0.295 181.5
7.71 96.903 20 4.825 0.154 190.3
15.41 93.811 20 4.671 0.308 180.7
9.11 96.341 20 4.797 0.182 188.6
40 83.935 20 4.18 0.8 150
40 83.935 20 4.18 0.8 150
40 83.935 20 4.18 0.8 150
40 83.935 20 4.18 0.8 150
40 83.935 20 4.18 0.8 150
40 83.935 20 4.18 0.8 150
40 83.935 20 4.18 0.8 150
40 83.935 20 4.18 0.8 150
40 83.935 20 4.18 0.8 150 Sumber: Data Outlet Rumah Sakit X Apr 2006 – Apr 2013 (diolah)
Rata-rata outlet COD: 24.43
Baku Mutu Komunal Limbah Cair Domestik sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122
Tahun 2005.
75
Lampiran 5
Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu
Limbah Cair pada Parameter BOD
BM
BOD
Inlet
BOD
Outlet
BOD efisiensi debit/hari kapasitas BPA BMLC
50 85 3.8 95.529 20 1.624 0.076 192.4
11.7 86.235 20 1.466 0.234 176.6
7.85 90.764 20 1.543 0.157 184.3
6.3 92.588 20 1.574 0.126 187.4
3.1 96.352 20 1.638 0.062 193.8
5.05 94.058 20 1.599 0.101 189.9
4.6 94.588 20 1.608 0.092 190.8
8.1 90.470 20 1.538 0.162 183.8
8.55 89.941 20 1.529 0.171 182.9
7.74 90.894 20 1.545 0.154 184.5
7.5 91.176 20 1.55 0.15 185
4.59 94.6 20 1.608 0.091 190.8
9.89 88.364 20 1.502 0.197 180.2
4.74 94.423 20 1.605 0.094 190.5
7.7 90.941 20 1.546 0.154 184.6
8.15 90.411 20 1.537 0.163 183.7
2.59 96.952 20 1.648 0.051 194.8
5.8 93.176 20 1.584 0.116 188.4
2.79 96.717 20 1.644 0.055 194.4
4.8 94.352 20 1.604 0.096 190.4
3.6 95.764 20 1.628 0.072 192.8
7.75 90.882 20 1.545 0.155 184.5
7.41 91.282 20 1.551 0.148 185.1
2.33 97.258 20 1.653 0.046 195.3
1.18 98.611 20 1.676 0.023 197.6
2.77 96.741 20 1.644 0.055 194.4
2.9 96.588 20 1.642 0.058 194.2
3.06 96.4 20 1.638 0.061 193.8
3.62 95.741 20 1.627 0.072 192.7
1.79 97.894 20 1.664 0.035 196.4 Sumber: Data Outlet Rumah Sakit X Apr 2006 – Apr 2013 (diolah)
Rata-rata outlet BOD: 5.39
Baku Mutu Komunal Limbah Cair Domestik sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122
Tahun 2005.
76
Lampiran 6
Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X
Paired T-Test and CI: Inlet BOD, Outlet BOD Paired T for Inlet BOD - Outlet BOD
N Mean StDev SE Mean
Inlet BOD 30 85.0000 0.0000 0.0000
Outlet BOD 30 5.3917 2.6680 0.4871
Difference 30 79.6083 2.6680 0.4871
95% lower bound for mean difference: 78.7807
T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 163.43 P-Value = 0.000
Paired T-Test and CI: Inlet COD, Outlet COD Paired T for Inlet COD - Outlet COD
N Mean StDev SE Mean
Inlet COD 30 249.000 0.000 0.000
Outlet COD 30 24.432 12.988 2.371
Difference 30 224.568 12.988 2.371
95% lower bound for mean difference: 220.539
T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 94.71 P-Value = 0.000
Paired T-Test and CI: Inlet TSS, Outlet TSS Paired T for Inlet TSS - Outlet TSS
N Mean StDev SE Mean
Inlet TSS 30 62.0000 0.0000 0.0000
Outlet TSS 30 3.9333 3.0050 0.5486
Difference 30 58.0667 3.0050 0.5486
95% lower bound for mean difference: 57.1345
T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 105.84 P-Value = 0.000
Paired T-Test and CI: Inlet NH3, Outlet NH3 Paired T for Inlet NH3 - Outlet NH3
N Mean StDev SE Mean
Inlet NH3 30 28.8200 0.0000 0.0000
Outlet NH3 30 3.0803 5.1980 0.9490
Difference 30 25.7397 5.1980 0.9490
95% lower bound for mean difference: 24.1272
T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 27.12 P-Value = 0.000
77
One-Sample T: Outlet BOD Test of mu = 50 vs < 50
95%
Upper
Variable N Mean StDev SE Mean Bound T P
Outlet BOD 30 5.39167 2.66796 0.48710 6.21931 -91.58 0.000
One-Sample T: Outlet COD Test of mu = 80 vs < 80
95%
Upper
Variable N Mean StDev SE Mean Bound T P
Outlet COD 30 24.4323 12.9876 2.3712 28.4613 -23.43 0.000
One-Sample T: Outlet TSS Test of mu = 50 vs < 50
95%
Upper
Variable N Mean StDev SE Mean Bound T P
Outlet TSS 30 3.93333 3.00498 0.54863 4.86553 -83.97 0.000
One-Sample T: Outlet NH3 Test of mu = 10 vs < 10
95%
Upper
Variable N Mean StDev SE Mean Bound T P
Outlet NH3 30 3.08033 5.19799 0.94902 4.69284 -7.29 0.000
78
Lampiran 7
Rekapitulasi Biaya Pengolahan Limbah Rumah Sakit X
Tahun Bulan O&P Listrik SDM Total
2010 Jan 1,040,000 1,775,016 1,880,000 4,695,016
Feb 600,000 1,829,889 1,880,000 4,309,889
Mar 600,000 1,829,889 1,880,000 4,309,889
Apr 1,040,000 1,829,889 1,880,000 4,749,889
May 600,000 1,886,457 1,880,000 4,366,457
Jun 600,000 1,886,457 1,880,000 4,366,457
Jul 1,040,000 1,886,457 1,880,000 4,806,457
Aug 600,000 1,944,798 1,880,000 4,424,798
Sep 600,000 1,944,798 1,880,000 4,424,798
Oct 1,040,000 1,944,798 1,880,000 4,864,798
Nov 1,040,000 2,004,914 1,880,000 4,924,914
Dec 600,000 2,004,914 1,880,000 4,484,914
Jumlah Tahun 2010
9,400,000 22,768,276 22,560,000 54,728,276
2011 Jan 1,040,000 2,004,914 1,940,000 4,984,914
Feb 600,000 2,066,922 1,940,000 4,606,922
Mar 600,000 2,066,922 1,940,000 4,606,922
Apr 1,040,000 2,066,922 1,940,000 5,046,922
May 600,000 2,128,929 1,940,000 4,668,929
Jun 600,000 2,128,929 1,940,000 4,668,929
Jul 1,040,000 2,128,929 1,940,000 5,108,929
Aug 600,000 2,192,790 1,940,000 4,732,790
Sep 600,000 2,192,790 1,940,000 4,732,790
Oct 1,040,000 2,192,790 1,940,000 5,172,790
Nov 600,000 2,258,542 1,940,000 4,798,542
Dec 600,000 2,258,542 1,940,000 4,798,542
Jumlah Tahun 2011
8,960,000 25,687,921 23,280,000 57,927,921
2012 Jan 1,040,000 2,258,542 2,000,000 5,298,542
Feb 600,000 2,325,175 2,000,000 4,925,175
Mar 600,000 2,325,175 2,000,000 4,925,175
Apr 1,040,000 2,325,175 2,000,000 5,365,175
May 600,000 2,394,909 2,000,000 4,994,909
Jun 600,000 2,394,909 2,000,000 4,994,909
Jul 1,040,000 2,394,909 2,000,000 5,434,909
Aug 600,000 2,466,732 2,000,000 5,066,732
Sep 600,000 2,466,732 2,000,000 5,066,732
Oct 1,040,000 2,466,732 2,000,000 5,506,732
Nov 600,000 2,540,724 2,000,000 5,140,724
Dec 600,000 2,540,724 2,000,000 5,140,724
Jumlah Tahun 20112
8,960,000 28,900,438 24,000,000 61,860,438
79
Lampiran 8
KUESIONER PENELITIAN
Selamat pagi, siang ataupun sore kepada Bapak/Ibu. Saya adalah Akmal
Hartanto, mahasiswa S1 Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, yang saat ini sedang
melakukan penelitian dengan judul penelitian : Efektivitas Biaya Pengelolaan
Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan. Saya memohon bantuan Bapak/Ibu
untuk dapat menjawab pertanyaan yang terkait dengan penelitian saya. Mohon
jawab pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jelas dan sejujurjujurnya.
PENILAIAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PENGOLAHAN
LIMBAH RUMAH SAKIT
Nama : ……….
Jenis Kelamin : P / W *)
Alamat : ……….
Umur : ……….tahun
Pendidikan Terakhir : ……….
Pekerjaan : ……….
Lama Tinggal : ............
Jarak Rumah dgn RS : ……….
Pendapatan Keluarga per Bulan: ............
Sudah berapa lama anda mengetahui adanya RS X: ……….
Pilihlah jawaban dengan cara memberi tanda silang (X)!
1. Apakah anda mengetahui apa itu limbah? Berikan contoh limbah (Jika „ya‟,
lanjutkan ke pertanyaan berikut!)
a. Ya b. Tidak
2. Apakah anda mengetahui dampak dari adanya limbah rumah sakit? Sebutkan
dampaknya!
a. Ya ....................................... b. Tidak
3. Limbah rumah sakit apa yang anda rasakan? Padat.......... Cair.............
4. Apakah selama tinggal anda pernah merasakan bau tidak sedap? Seperti apa?
a. Pernah............ b. Tidak
5. Frekuensi merasa bau?
a. Kadang-kadang b. Sering c. Selalu
6. Apakah anda merasa terganggu?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah anda mengetahui bahwa Rumah Sakit X memiliki pengelolaan
limbah?
a. Ya, dari............. b. Tidak
6. Bagaimana penilaian anda mengenai pengelolaan limbah Rumah Sakit X
hingga saat ini?
a. Sangat Baik: tidak pernah merasakan bau
b. Lebih Baik: dahulu merasakan bau dan sekarang tidak lagi
c. Belum Baik: dahulu merasakan bau dan sekarang juga merasakan bau
- Terima Kasih –
80
Lampiran 9
Foto Hasil Pengamatan Lapang Rumah Sakit X dan Pemukiman Sekitar
Bak-bak IPAL Bak Outlet Tempat Sampah Medis
TPS Sementara Medis Blower
Pemukiman Penduduk Saluran Air/Selokan
81
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Maret 1991 dari ayah Riyatno
dan ibu Candraleha. Penulis adalah putra pertama tiga bersaudara. Tahun 2009
penulis lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi
kemahasiswaan di IPB seperti Sharia Ecinomics Student Club (SES-C) periode
tahun 2010/2011 dan mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan di IPB.