EFEK PROTEKTIF PENGGUNAAN ANTIRADIASI ALPHA SPIN …digilib.unila.ac.id/60642/3/3. SKRIPSI FULL...
Transcript of EFEK PROTEKTIF PENGGUNAAN ANTIRADIASI ALPHA SPIN …digilib.unila.ac.id/60642/3/3. SKRIPSI FULL...
EFEK PROTEKTIF PENGGUNAAN ANTIRADIASI ALPHA SPINTERHADAP HISTOLOGI HIPOKAMPUS TIKUS PUTIH (Rattus
novergicus) GALUR Sprague dawley YANG TERPAPARGELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL
(Skripsi)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
Oleh:Ahmad Rizki Dwi Prasetia
EFEK PROTEKTIF PENGGUNAAN ANTIRADIASI ALPHA SPINTERHADAP HISTOLOGI HIPOKAMPUS TIKUS PUTIH (Rattus
novergicus) GALUR Sprague dawley YANG TERPAPARGELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL
Oleh
Ahmad Rizki Dwi Prasetia
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh GelarSARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas KedokteranUniversitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada Jumat 27 Juni 1997, sebagai anak kedua dari
dua bersaudara, dari Bapak M. Rosadi dan Ibu Hernani. Penulis memiliki seorang
kakak bernama Deisra Eka Permata Putri.
Pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Baptis Palembang, Sekolah Dasar
diselesaikan di SD Baptis Palembang, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di
SMP Xaverius 1 Palembang, dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMA
Xaverius 1 Palembang pada tahun 2015. Setelah itu penulis sempat menempuh
pendidikan di Program Studi Teknik Kimia Universitas Sriwijaya selama satu
tahun. Akan tetapi, pada tahun 2016 penulis mengikuti tes jalur SBMPTN yang
kemudian menghantarkan penulis menjadi mahasiswa Pendidikan Dokter
Universitas Lampung (Unila) pada tahun 2016.
Selama kuliah di Unila, penulis pernah menjuarai lomba keilmiahan regional dan
nasional, menjadi delegasi latihan kepemimpinan di Riau dan Purwokerto serta
menghadiri pertemuan di Jakarta, Bengkulu, dan Palembang. Penulis pernah
menjadi asisten laboratorium Patologi Klinik, menjadi mentor beberapa kegiatan,
dan aktif di LUNAR, BEM, FSI Ibnu Sina, dan ISMKI. Penulis mendapatkan
pengalaman yang berharga saat menjadi Ketua Umum LUNAR periode 2018/2019
karena penulis berhasil menciptakan rumah baru, Keluarga Besar LUNAR.
Karya Sederhana Ini Kupersembahkan UntukMama, Papa, Ayuk, Dan Seluruh
Keluarga Besarku Tercinta
Untuk Semua Orang Yang Telah MendoakanDan Sungguh Berarti Bagi Hidupku
Jazakumullah Khairan Katsiran WaJazakumullah Ahsanal Jaza
‘Akan ada hari buruk untuk KitaBerjuang dan ada hari baik
untuk Kita Bahagia’
‘Pastikan sampai waktu pulangtiba nanti, kita berada dalam
Kondisi Terbaik diri kita’
SANWACANA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta
salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman
Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarganya, sahabatnya, dan kita selaku
umatnya sampai akhir zaman.
Skripsi dengan judul “Efek Protektif Penggunaan Antiradiasi Alpha Spin
Terhadap Histologi Hipokampus Tikus Putih (Rattus novergicus) Galur Sprague
dawley yang Terpapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel” adalah salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan
kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan
bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antara lain kepada:
1. Allah SWT yang selalu membimbing saya dalam kehidupan, puji syukur atas
nikmat iman dan islam serta hidayah yang Engkau berikan sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Ibunda Hernani, Ayahanda M. Rosadi (Alm), Ayahanda Darmawan, Saudari
Deisra, dan seluruh Keluarga Besar saya, terimakasih atas segala doa, semangat,
bantuan, dan motivasi sehingga saya bisa terus bertahan menyelesaikan skripsi
dan studi saya di FK Unila ini.
3. Bapak Prof. Dr. Karomani, M, Si. selaku Rektor Universitas Lampung.
4. Ibu Dr. Dyah Wulan Sumekar Rengganis Wardani, S.KM, M.Kes. selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
5. Bapak dr. Waluyo Rudiyanto, S. Ked., M.Kes. selaku Pembimbing I, atas
kesediaannya memberikan bimbingan, bantuan, ide, sara dan motivasi yang luar
biasa dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu dr. Merry Indah Sari, S.Ked., M.Med.Ed. selaku Pembimbing II, atas
kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing serta saran yang
bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak Prof. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp. PA selaku Pembahas, atas
kesediaannya meluangkan waktu, memberikan masukan, kritik, ide, dan saran
yang membangun serta bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini.
8. Ibu Dr. dr. Khairun Nisa Berawi, S.Ked., M.Kes., AIFO, selaku pembimbing
akademik saya selama kuliah dan selaku Pembina LUNAR, terimakasih atas
semua pelajaran kehidupan, pengalaman, dan masukan yang sangat membangun
dan berarti bagi kehidupan saya.
9. Seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung
atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang
menjadi landasan untuk mencapai cita-cita.
10. Seluruh civitas akademika dan karyawan FK Unila, terkhususnya Mas Bayu, Bu
Nur, Pak Bukhori, Pak Yadi, Mas Dona, dan Mas Darman, yang telah
memberikan doa, semangat, motivasi, bantuan, dan nasihat selama pembelajaran
di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
11. Sahabat terbaikku, Retno Arienta Sari, yang sudah banyak membantu saya sedari
awal saling kenal, menjadi teman belajar, teman berkompetisi sehingga bersama
kita mendapatkan banyak pengalaman dan prestasi bahkan lebih dari itu.
Jazakumullah ahsanal jaza.
12. Teman-teman KKN Pekon Lombok Timur, Lumbok Seminung tahun 2019,
Kordes Bram, Sekdes Mawar, Dian, Elok, Uti, Eris terimakasih atas kisah dan
kebersamaannya selama ini, setiap masalah yang kita lalui tentu menguatkan
kita.
13. Sahabat-sahabatku Defender : Saek, Wor, Mak’E terimakasih atas segala kisah
dan pengalaman yang sudah terlalu kebanyakan ini, semoga silaturahmi di antara
kita selalu kita jaga.
14. Sahabat-sahabat ku Hanifah (Ipeh), Dian (Octa), Yogi (Igoy), Diwanti (Didiw)
terimakasih telah secara langsung membantu, memotivasi, dan menjadi teman
berdiskusi selama saya diberikan amanah di LUNAR periode 2018/2019. Tanpa
bantuan kalian akan terasa berat memegang amanah ini.
15. Seluruh jajaran Executive Boards LUNAR dan Keluarga Besar LUNAR periode
2018/2019, Orions LUNAR (2018), kakak tingkat alumni LUNAR, dan semua
pihak lain yang telah membantu saya untuk memimpin LUNAR, terimakasih
atas segalanya dan mohon maaf apabila masih banyak kekurangan, kesalahan,
ataupun khilaf baik yang sengaja ataupun tidak disengaja semata-mata karena
saya adalah manusia yang sangat mungkin untuk salah dan InshaaAllah saya
akan terus belajar dan memperbaiki diri. Terimakasih atas kisahnya selama ini.
#SalamHangat #SalamPeneliti.
16. Sahabatku Alka yang bersedia mendengarkan keluhan di saat suram terimakasih
atas kisahnya, semoga silaturahmi kita terus terjaga.
17. Seluruh jajaran Gokil terimakasih telah menjadi teman-teman pertama saya saat
di FK Unila ini. Semoga silaturahmi terus kita jaga dan kita selalu melakukan
hal-hal yang baik.
18. Semua teman-teman satu bimbingan dan satu penelitian tikus, terimakasih
karena di antara kita sudah saling menguatkan.
19. Adik-adik DPA 11, Cranial (2018) beserta Adik Feby (2017), terimakasih karena
kalian memberikan saya suatu pengalaman menjadi seorang ‘Adin’ yang
tentunya sungguh berarti bagi saya.
20. Seluruh teman-teman Asisten Dosen Patologi Klinik FK Unila tahun 2019
beserta dokter-dokter bagian Patologi Klinik terimakasih atas segala ilmu dan
pengalaman yang berharga yang selama ini telah saya dapatkan.
21. Teman-teman angkatan 2016, Tr16eminus yang tidak bisa disebutkan satu
persatu atas kisah dan kekompakan selama 3,5 tahun ini. Semoga kebersamaan
dan kekompakkan yang selalu terjalin baik sekarang maupun ke depan nanti.
22. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat (Angkatan 2002-2019) yang sudah
memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.
23. Semua pihak lain yang telah turut serta memberikan bantuan dan doa selama
peneliti menempuh pendidikan dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih
banyak atas segalanya dan mohon maaf apabila selama ini ada kesalahan ataupun
khilaf baik yang disengaja ataupun tidak disengaja.
Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.
Untuk itu, penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dan skripsi yang
disusun ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Semoga segala bimbingan,
dukungan, dan saran yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.
Bandar Lampung, 3 Januari 2020Penulis,
Ahmad Rizki Dwi Prasetia
ABSTRACT
Protective Effect of Alpha Spin’s Utilization as Antiradiation To theHistology of White Rat’s (Rattus novergicus) Hippocampus StrainSprague dawley Exposed by Cellphone's Electromagnetic Waves
By
Ahmad Rizki Dwi Prasetia
Background: Exposure of cellphone’s electromagnetic radiation can causeoxidative stress which can result in changes in the hippocampus’ pyramidal cells.Changes are characterized by a reduction in number of pyramidal cells and changesin cell’s morphology marked by the occurrence of picnosis or hydrophicdegeneration in the nucleus of pyramid cells. Alpha Spin can inhibit cellphone’selectromagnetic radiation exposure through formed quantum energy field. Thisstudy aims to determine the protective effect of Alpha spin’s utilization asantiradiation to the histology of white rat’s (Rattus novergicus) hippocampus strainSprague dawley exposed by cellphone’s electromagnetic waves.Methods: An experimental research with post test only control group design.Samples were 30 white rats divided into 3 groups. The control group (K) was givenfood and drink, the treatment group 1 (P1) was exposed to cellphoneelectromagnetic waves, and the treatment group 2 (P2) was exposed to cellphoneelectromagnetic waves and placed Alpha Spin. Exposure is done 2 hours/day for 30days.Result: The mean score of pyramidal cell changes were K=0.44; P1=2.04; P2=1.62.Data were analyzed with the One Way Anova test and continued with the Post HocLSD test and the results showed that there were significant mean differences in allgroups, that is p=0,001.Conclusion: There is a protective effect of Alpha Spin’s utilization as antiradiationto the histology of white rat’s (Rattus norvegicus) hippocampus strain Spraguedawley exposed by cellphone’s electromagnetic waves.
Keywords: Alpha Spin, cellphone’s electromagnetic waves, hippocampus
ABSTRAK
EFEK PROTEKTIF PENGGUNAAN ANTIRADIASI ALPHA SPINTERHADAP HISTOLOGI HIPOKAMPUS TIKUS PUTIH (Rattus
novergicus) GALUR Sprague dawley YANG TERPAPARGELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL
Oleh
Ahmad Rizki Dwi Prasetia
Latar Belakang: Paparan radiasi elektromagnetik ponsel dapat menimbulkan stresoksidatif yang dapat mengakibatkan perubahan sel piramidal hipokampus.Perubahan ditandai dengan pengurangan jumlah sel piramidal dan perubahanmorfologi sel yang ditandai terjadinya piknosis ataupun degenerasi hidrofik padainti sel piramidal. Alpha Spin dapat menghambat paparan radiasi elektromagnetikponsel melalui medan energi kuantum yang terbentuk. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui efek protektif dari penggunaan antiradiasi Alpha spin terhadaphistologi hipokampus tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley yangterpapar gelombang elektromagnetik ponsel.Metode: Penelitian eksperimental dengan post test only control group design.Sampel adalah 30 ekor tikus putih yang dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompokkontrol (K) diberi makan dan minum, kelompok perlakuan 1 (P1) dipaparkangelombang elektromagnetik ponsel, dan kelompok perlakuan 2 (P2) dipaparkangelombang elektromagnetik ponsel dan diletakkan Alpha Spin. Paparan dilakukan2 jam/hari selama 30 hari.Hasil: Rerata skor perubahan sel piramidal adalah K=0,44; P1=2,04; P2=1,62. Datadianalisa dengan uji One Way Anova dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD dandidapatkan hasil terdapat perbedaan rerata yang bermakna pada semua kelompok,yaitu p=0,001.Simpulan: Terdapat efek protektif pemberian antiradiasi Alpha Spin terhadapgambaran histologi hipokampus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Spraguedawley yang terpapar gelombang elektromagnetik ponsel.
Kata Kunci: Alpha Spin, gelombang elektromagnetik ponsel, hipokampus
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................................i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 6
1.4.1 Bagi Peneliti....................................................................................................... 6
1.4.2 Bagi Peneliti Lain............................................................................................... 6
1.4.3 Bagi Masyarakat ................................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 7
2.1 Telepon Seluler ......................................................................................................... 7
2.2 Gelombang Elektromagnetik ................................................................................... 8
2.3 Antiradiasi............................................................................................................... 10
2.4 Alpha Spin .............................................................................................................. 11
2.5 Hipokampus ............................................................................................................ 12
2.5.1 Anatomi............................................................................................................ 12
2.5.2 Fisiologi ........................................................................................................... 14
2.5.3 Histologi........................................................................................................... 16
2.5.4 Perubahan Sel Piramidal Hipokampus..............................................................19
2.6 Tikus Putih (Rattus novergicus).............................................................................. 19
2.7 Kerangka Penelitian ................................................................................................ 21
2.7.1 Kerangka Teori ................................................................................................ 21
2.7.2 Kerangka Konsep............................................................................................. 23
2.8 Hipotesis Penelitian ................................................................................................ 23
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................24
3.1 Desain Penelitian .................................................................................................... 24
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................. 24
i
3.3 Subjek Penelitian .................................................................................................... 24
3.3.1 Populasi Penelitian...........................................................................................243.3.2 Sampel Penelitian.............................................................................................253.3.3 Kriteria Inklusi ................................................................................................. 26
3.3.4 Kriteria Eksklusi .............................................................................................. 26
3.4 Instrumen Penelitian ............................................................................................... 27
3.4.1 Alat penelitian.................................................................................................. 27
3.4.2 Bahan penelitian............................................................................................... 28
3.5 Identifikasi Variabel Penelitian............................................................................... 28
3.5.1 Variabel Bebas ................................................................................................ 28
3.5.2 Variabel Terikat .............................................................................................. 28
3.6 Definisi Operasional ............................................................................................... 29
3.7 Diagram Alur Penelitian ......................................................................................... 30
3.8 Prosedur Penelitian ................................................................................................. 31
3.8.1 Pengadaan Hewan Coba................................................................................... 31
3.8.2 Aklimatisasi Hewan Coba................................................................................ 31
3.8.3. Pembagian Kelompok dan perlakuan.............................................................. 31
3.8.4 Pemaparan Telepon Seluler ............................................................................. 32
3.8.5 Pengambilan Sampel Organ............................................................................. 32
3.8.6 Prosedur Operasional Pembuatan Slide ........................................................... 33
3.9 Pengolahan dan Analisis Data................................................................................. 36
3.10 Etika Penelitian ..................................................................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................38
4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................................38
4.1.1 Gambaran Histologi Sel Piramidal Hipokampus Tikus Putih............................38
4.1.1.1 Kelompok Kontrol (K) .............................................................................38
4.1.1.2 Kelompok Perlakuan 1 (P1) .....................................................................39
4.1.1.3 Kelompok Perlakuan 2 (P2) .....................................................................40
4.1.2 Analisis Univariat Histologi Hipokampus Tikus Putih......................................41
4.1.3 Analisis Bivariat Histologi Hipokampus Tikus Putih........................................42
4.2 Pembahasan ............................................................................................................43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................48
5.1 Kesimpulan.............................................................................................................48
5.2 Saran ......................................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................49
LAMPIRAN.........................................................................................................54
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional..................................................................................... 29
2. Hasil Penilaian Gambaran Histologi Sel Piramidal Hipokampus Tikus ..... 41
3. Hasil Uji Normalitas Data Shapiro-Wilk Perubahan Sel PiramidalHipokampus Tikus Putih ............................................................................. 42
4. Hasil Uji Post Hoc LSD Perubahan Sel PiramidalHipokampus Tikus Putih ........................................................................................ 43
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Antiradiasi Alpha Spin...................................................................................11
2. Pembentukan Vortex Alpha Spin...................................................................12
3. Cerebrum Potongan Coronal..........................................................................13
4. Gambaran Lapisan Sel Piramidal pada Hipokampus.....................................16
5. Gambaran Histologi Hipokampus..................................................................17
6. Kerangka Teori...............................................................................................22
7. Kerangka Konsep............................................................................................23
8. Diagram Alur Penelitian.................................................................................30
9. Gambaran histologi sel piramidal hipokampus tikus putih (Rattusnovergicus) pada kelompok kontrol (K) dengan perbesaran 400x ................38
10. Gambaran histologi sel piramidal hipokampus tikus putih (Rattusnovergicus) pada kelompok perlakuan 1 (P1) dengan perbesaran 400x .......39
11. Gambaran histologi sel piramidal hipokampus tikus putih (Rattusnovergicus) pada kelompok perlakuan 2 (P2) dengan perbesaran 400x .......40
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dahulu orang terbiasa dengan segala kesederhanaannya dalam menjalani
kegiatan sehari-hari. Mereka tidak memiliki ketergantungan yang tinggi
terhadap alat ataupun teknologi, hal inilah yang membuat daya mobilisasi orang
terdahulu sedikit lebih lambat daripada orang yang hidup di era globalisasi
seperti saat ini (Bahteran, 2013). Sekarang penggunaan alat elektronik sangat
dibutuhkan oleh manusia untuk menunjang aktivitas sehari-harinya. Telepon
seluler (ponsel) menjadi alat kebutuhan yang wajib dimiliki oleh orang pada
umumnya, hal ini ditunjukkan dengan adanya ketergantungan yang tinggi
terhadap alat elektronik tersebut (Enny, 2014).
Apabila dilihat dari aspek kebutuhan terhadap alat komunikasi, khususnya
telepon seluler, orang cenderung memiliki sifat ketergantungan yang tinggi
pada alat tersebut. Hal ini mengakibatkan orang ketagihan menggunakannya
dan rela berlama-lama menggunakan telepon seluler (Sutyarso, 2011). Melalui
telepon seluler, orang dapat melakukan banyak kegiatan. Adapun kegiatan yang
dapat dilakukan dengan menggunakan ponsel tersebut adalah berkomunikasi
dengan orang lain (fungsi utama), mencari sumber pelajaran, memainkan games
yang tersedia, berbisnis, ataupun kegiatan lainnya (Haq, 2017).
2
Telepon seluler dapat memancarkan gelombang elektromagnetik walaupun
pada skala yang kecil. Telepon seluler mempunyai beragam frekuensi seperti
450 Megahertz (MHz), 800 MHz, 900 MHz, 1800 MHz, ataupun 1900 MHz
akan tetapi ponsel banyak yang menggunakan frekuensi 1800 MHz (Friedman
et al., 2007). Penggunaan telepon seluler yang terus meningkat memungkinkan
dampak radiasi yang dipaparkan telepon seluler dapat berpengaruh terhadap
kesehatan tubuh manusia (Idayati, 2011).
Paparan radiasi gelombang elektromagnetik ponsel merupakan gabungan dari
medan listrik dan medan magnet yang merambat dan membawa energi dari satu
tempat ke tempat yang lain. Radiasi pada ponsel termasuk ke dalam gelombang
mikro dan tergolong jenis radiasi nonionisasi dengan radiasi level rendah
(Bahteran, 2013). Paparan radiasi elektromagnetik pada ponsel dalam waktu
tertentu dapat menimbulkan efek negatif. Efek negatif yang dimaksudkan
didapatkan saat orang menelepon dengan ponsel (Usman dan Davidson, 2017).
Adapun efek negatif tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim NADH
oksidase. Karena perubahan tersebut nantinya akan menimbulkan stres oksidatif
pada hipokampus yang dapat merubah struktur organ itu sendiri serta
mengakibatkan gangguan fungsi ataupun kerusakan sel pada hipokampus
(Hussein et al., 2016). Dalam penelitian Hussein et al. (2016), terdapat
perubahan pada otak tikus pada saat diberi paparan radiasi ponsel selama 2
jam/hari selama 3 bulan.
3
Stres oksidatif terjadi karena adanya perubahan keseimbangan kadar radikal
bebas. Stres oksidatif dapat merusak sel dan komponennya sehingga terjadi
kerusakan atau gangguan fungsi sel pada organ tubuh, terutama pada otak
(Nurahayati, 2014). Pada penelitian Tyagi et al. (2011) dilakukan percobaan
dengan cara memakaikan elektroensefalografi (EEG) pada manusia yang
sedang menelepon selama 10 menit. Tyagi mengungkapkan bahwa gelombang
elektromagnetik (GEM) yang dipaparkan ponsel dapat mengakibatkan
kerusakan genetik, hilangnya memori, peningkatan tekanan pembuluh darah,
dan melemahkan sistem imun tubuh.
Penelitian di Finlandia telah membuktikan bahwa radiasi elektromagnetik dari
telepon seluler selama satu jam dapat memengaruhi radikal bebas pada tubuh
(Ongel et al., 2009). Hal ini selaras dengan penelitian lain yang juga
mengatakan bahwa seseorang yang terkena radiasi telepon seluler cepat ataupun
lambat bisa terkena efek detrimental di otak serta juga dapat mengakibatkan
leukemia, kanker pada organ tertentu, ataupun penurunan produksi sperma
(Swamardika, 2009).
Dalam penelitian Achudume et al. (2010), paparan GEM ponsel pada tikus
putih dapat meningkatkan stres oksidatif yang ditandai dengan penurunan
sistem antioksidan pada otak dan hati. Pada penelitian Sudrajat (2017)
mengungkapkan bahwa paparan GEM ponsel dapat memengaruhi gambaran
histologi hati tikus putih. Pada penelitian ini dilakukan pemberian kombinasi
zinc dan tomat yang dapat menghambat pembentukan reactive oxygen species
4
(ROS) pada hati sehingga stres oksidatif tidak terbentuk. Hal ini membuktikan
terdapat efek protektif dari kombinasi zinc dan tomat karena efek antioksidan
pada kombinasi tersebut.
Selain dengan meningkatkan kadar antioksidan dalam tubuh, stres oksidatif
juga dapat dicegah ataupun dikurangi dengan penggunaan antiradiasi seperti
Alpha Spin. Alpha Spin dapat meminimalisir dan mencegah paparan
gelombang elektromagnetik ponsel dengan cara membentuk medan energi
kuantum. Medan energi kuantum yang dihasilkan dapat mencegah perpindahan
gelombang elektromagnetik dengan cara menetralkan radiasi berbahaya yang
dipaparkan oleh ponsel (Avenue, 2019).
Penggunaan telepon seluler yang semakin meningkat membuat pengguna harus
lebih fokus pada efek samping penggunaan ponsel tersebut (Haq, 2017). Efek
negatif penggunaan ponsel tersebut secara tidak langsung bisa meningkat
seiring dengan bertambahnya pengguna ponsel serta lamanya pemakaian
ponsel di setiap harinya (Hanafy et al., 2010). Diperlukan pengamatan terhadap
jaringan hipokampus apabila ingin mengetahui salah satu efek negatif dari
radiasi ponsel. Apabila ditemukan perubahan degeneratif sel piramidal
hipokampus pada subjek penelitian (bisa berupa tikus putih) yang dipaparkan
gelombang elektromagnetik telepon seluler berarti terjadi kerusakan sel pada
hipokampus karena proses stres oksidatif. Perubahan degeneratif ini dapat
ditandai dengan perubahan bentuk sel piramidal yang awalnya berbentuk
segitiga (triangular shape) menjadi bentuk yang tidak beraturan ataupun
5
bentuk lain, adanya pengurangan ukuran diameter serta jumlah sel piramidal
hipokampus (Hussein et al., 2016). Selain itu, perubahan sel piramidal
hipokampus dapat ditandai dengan terjadinya degenerasi hidrofik ataupun
piknosis pada inti sel. Antiradiasi seperti Alpha Spin diperlukan untuk
mencegah paparan radiasi dari ponsel (Avenue, 2019). Berdasarkan uraian latar
belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Efek Protektif Penggunaan Antiradiasi Alpha Spin terhadap Histologi
Hipokampus Tikus Putih (Rattus novergicus) Galur Sprague dawley yang
Terpapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, didapatkan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh paparan gelombang elektromagnetik ponsel
terhadap histologi hipokampus tikus putih (Rattus novergicus) galur
Sprague dawley?
2. Apakah terdapat efek protektif dari penggunaan antiradiasi Alpha Spin
terhadap histologi hipokampus tikus putih (Rattus novergicus) galur
Sprague dawley yang terpapar gelombang elektromagnetik ponsel?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh paparan gelombang elektromagnetik ponsel terhadap
histologi hipokampus tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague
dawley.
6
2. Mengetahui efek protektif dari penggunaan antiradiasi Alpha spin terhadap
histologi hipokampus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley
yang terpapar gelombang elektromagnetik ponsel.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian yang dilakukan dapat menjadi pengalaman yang bermanfaat dan
menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama kuliah di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.4.2 Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan untuk penelitian lebih
lanjut dan sebagai sumber kepustakaan.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi mengenai pengaruh gelombang elektromagnetik
telepon seluler terhadap hipokampus, sehingga masyarakat lebih
memperhatikan bahaya dari paparannya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telepon Seluler
Telepon seluler merupakan salah satu jenis telepon mandiri yang menggunakan
baterai, tanpa kabel, dan menerima suara melalui sinyal. Telepon seluler
menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat karena berfungsi sebagai alat
komunikasi yang dibutuhkan oleh manusia. Telepon seluler menjadi sumber
radiasi potensial yang dapat membahayakan kesehatan tubuh manusia namun
dalam kejadian sehari-hari kita selalu terpapar dengan hal tersebut. Contoh dari
induksi gelombang elektromagnetik adalah sinar x, gelombang radio, ataupun
gelombang cahaya. Sementara itu, telepon seluler ataupun rangkaian listrik
dengan transistor termasuk ke dalam sumber elektromagnetik buatan (Tarigan
et al., 2013).
Ponsel termasuk dalam gelombang radio yang mempunyai panjang gelombang
yang cukup panjang dan frekuensi yang rendah. Gelombang radio terdiri dari
antena penerima dan antena pemancar, sinyal informasi yang diterima berupa
data atau suara. Saat panggilan dilakukan, suara akan ditulis dalam kode
tertentu ke dalam gelombang radio selanjutnya melalui antena ponsel menuju
ke base station terdekat (Enny, 2014).
8
Dalam menggunakan ponsel, orang sering menggunakan ponsel tipe Global
System for Mobile (GSM) dan Code Division Multiple Access (CDMA).
CDMA menggunakan frekuensi 450 Megahertz (MHz), 800 MHz, dan 1900
MHz. Sedangkan GSM menggunakan frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz
(Friedman et al., 2007). Telepon seluler merupakan alat seperti radio yang
mengirimkan sinyal dalam bentuk gelombang. Adapun sinyal yang dikirimnya
dalam bentuk lapangan radiasi berupa medan magnet dekat dan medan magnet
jauh. Medan magnet itu dapat memengaruhi metabolisme dan fisiologi tubuh
manusia. Gelombang yang ada pada sebagian besar telepon seluler pada
kisaran 1800 MHz (Sutyarso, 2011).
2.2 Gelombang Elektromagnetik
Gelombang elektromagnetik merupakan suatu gelombang yang bisa merambat
walaupun tidak ada medium. Perambatan yang dimaksud adalah perambatan
medan listrik dengan medan magnet itu sendiri. Medan elektromagnetik
(electromagnetic field) terdiri dari Static electromagnetic field (frekuensi 0
Hz), Extremely-low Frequency electromagnetic field (frekuensi 0-300 Hz),
Intermediate Frequency electromagnetic field (frekuensi 300 – 1000 Hz), dan
Radio Frequency electromagnetic field (frekuensinya hingga 300 x 109 Hz).
Telepon seluler termasuk ke dalam Radio Frequency electromagnetic field
(Tarigan et al., 2013).
Radiasi pengion dan nonpengion merupakan bentuk dari spektrum gelombang
elektromagnetik. Radiasi pengion merupakan gelombang dengan frekuensi
9
yang tinggi dan mempunyai cukup energi untuk memindahkan elektron dari
atom atau molekul. Gelombang pada radiasi pengion dapat merusak struktur
sel ditubuh bahkan struktur Deoxyribonucleid Acid (DNA). Sedangkan radiasi
nonpengion merupakan gelombang dengan frekuensi yang rendah dan tidak
mempunyai cukup energi untuk memindahkan elektron dari atom atau
molekul. Sumber radiasi ini bisa berupa gelombang mikro, gelombang radio,
jaringan tanpa kabel, telepon nirkabel, magnetic resonance imaging (MRI),
dan jaringan listrik (Wargo et al., 2012).
Sering berkontaknya tubuh manusia dengan peralatan yang menghasilkan
radiasi dapat menyebabkan masalah tersendiri. Efek ini bisa mengakibatkan
gangguan pada organ tubuh ataupun langsung menyerang efek psikologis pada
manusia. Kasus seperti ini dapat ditemukan saat kita melakukan panggilan
dengan telepon seluler. Suara tersebut yang kita dengar akan dikirim ke dalam
gelombang radio dan diteruskan langsung ke telepon seluler orang yang kita
hubungi melalui base station. Radiasi total yang dapat diserap tubuh tergantung
dari frekuensi dan panjang gelombang suatu medan elektromagnetik, jarak
antara badan dan sumber radiasi, sifat elektrik tubuh, polarisasi gelombang
elektromagnetik, dan keadaan paparan radiasi (Bayazit, 2009).
Paparan gelombang elektromagnetik dapat berdampak buruk pada tubuh
manusia. Dampak tersebut berupa kerusakan yang bersifat kerusakan termal
dan nontermal. Kerusakan tergantung dari nilai Specific Absorption Rate
(SAR). SAR adalah ukuran dari jumlah energi yang terserap oleh tubuh saat
10
terpapar radiasi ketika telepon seluler digunakan. Radiasi yang diserap oleh
tubuh akan semakin banyak bila nilai SAR semakin tinggi. Kerusakan
nontermal lebih berbahaya karena dapat menembus tubuh tanpa media
pengantar (Tyagi et al., 2011).
2.3 Antiradiasi
Prinsip utama proteksi radiasi diperlukan untuk mencapai tujuan perlindungan
dan keselamatan dalam penggunaan barang yang dapat memancarkan radiasi.
Proteksi radiasi eksternal adalah upaya proteksi terhadap segala macam sumber
radiasi yang berada di luar tubuh manusia. Alat yang digunakan untuk
mencegah radiasi atau disebut antiradiasi merupakan alat pelindung wajib yang
digunakan para pekerja yang sering terpapar dengan radiasi (Hiswara, 2015).
Salah satu bentuk inovasi antiradiasi adalah apron antiradiasi akan tetapi
kebanyakan apron kurang memerhatikan aspek kemudahan dan kenyamanan
bagi penggunanya (Ika, 2014).
Selain apron antiradiasi, stiker antiradiasi juga merupakan alat yang dapat
digunakan untuk mengurangi dampak negatif dari paparan radiasi ponsel.
Stiker antiradiasi dapat menghasilkan getaran energi positif yang dapat
menangkal radiasi di ponsel sehingga efek radiasinya dapat diminimalisir.
Stiker antiradiasi ini dapat ditempelkan pada bagian tutup casing ponsel bagian
dalam. Stiker antiradiasi ini menghasilkan energi alam yang dapat menetralisir
gelombang elektromagnetik pada ponsel (Anonim, 2019).
11
2.4 Alpha Spin
Alpha Spin adalah antiradiasi yang dapat digunakan untuk mencegah paparan
radiasi ponsel. Alpha Spin merupakan alat kesehatan holistik semacam kaca
spiral dari Jerman dan memiliki diameter 100 mm dan tebal 8 mm. Alpha Spin
dapat dilihat pada gambar 1.
Alpha Spin menghasilkan frekuensi putaran khusus yang bergerak searah dan
berlawanan arah jarum jam. Ketika dua gelombang bertemu pada satu
frekuensi yang sama akan terbentuk vortex, yaitu pusaran berlawanan arah
jarum jam yang terus berputar. Putaran yang dibentuk oleh Alpha Spin akan
menghasilkan resonansi yang kuat sehingga akan terbentuk medan energi
positif berupa medan energi kuantum. Medan energi kuantum yang dihasilkan
dapat mencegah perpindahan gelombang elektromagnetik dari ponsel dengan
cara menetralkan radiasi berbahaya yang dipaparkan ponsel (Avenue, 2019).
Mekanisme pembentukan vortex Alpha Spin dapat dilihat pada gambar 2.
Alpha Spin dapat diletakkan di mobil, kantor, rumah ataupun dibawa saat
pengguna ponsel sedang beraktivitas. Gelombang dan getaran dari frekuensi
berputar dari Alpha Spin dikirim melalui air, cahaya, atau udara. Gelombang
Gambar 1. Antiradiasi Alpha Spin(Sumber: Avenue, 2019).
12
alami Alpha Spin dipercaya serupa dengan banyak mata air di seluruh dunia,
termasuk Bama, sebuah kota di Tiongkok dimana penduduknya menikmati
kehidupan yang sehat dan umur yang panjang (Avenue, 2019).
2.5 Hipokampus
2.5.1 Anatomi
Kata "hippocampus" berasal dari kata Yunani "hippos" yang berarti kuda dan
"kampos" yang berarti monster laut, dan mengacu pada bentuk struktur yang
menyerupai kuda laut. Hipokampus merupakan bagian dari korteks serebri
yang memanjang, melipat ke dalam dan membentuk lebih banyak bagian
dalam ventrikel lateralis. Salah satu ujung hipokampus berbatasan dengan
nuklei amigdaloid, serta sepanjang perbatasan lateralnya bersatu dengan girus
parahipokampal yang merupakan korteks serebri pada permukaan luar
ventromedial lobus temporalis (Tortora dan Derrickson, 2009).
Struktur hipokampus yang memanjang terletak di sepanjang sumbu
longitudinal otak, satu di setiap bagian medial dari lobus temporal, dan
membentuk dinding medial tanduk inferior ventrikel lateral, adapun
gambaran dari hipokampus dapat dilihat pada gambar 3. Struktur hipokampus
terdiri dari tiga komponen, yaitu hipokampus, girus dentata, dan korteks
Gambar 2. Pembentukan Vortex Alpha Spin(Sumber: Avenue, 2019).
13
subkular. Hipokampus termasuk bagian dari lobus temporal pada potongan
coronal dari bagian cerebrum (Tortora dan Derrickson, 2009).
Hipokampus adalah komponen penting dari sistem limbik, bersama dengan
amigdala dan daerah septum (walaupun beberapa juga termasuk cingulate
gyrus dan prefrontal cortex sebagai bagian dari sistem ini). Sistem limbik
merupakan suatu sistem yang mengatur tentang emosi, kebiasaan, motivasi,
ingatan jangka panjang dan indra pembau. Dalam sistem limbik, terdapat
suatu jaras yang disebut dengan sirkuit Papez. Sirkuit Papez sendiri disusun
oleh beberapa bangunan saraf antara lain hippocampus, fornix, corpus
mamillaris, nucleus thalamicus anterior, cingulate gyrus, dan amygdala
(Schunke et al., 2016).
Gambar 3. Cerebrum Potongan Coronal(Sumber: Tortora dan Derrickson, 2009).
Hipokampus
14
Terdapat perbedaan letak hipokampus pada manusia dan tikus. Pada tikus,
hipokampus terletak lebih superior, tepatnya terletak di atas thalamus dan
nucleus lentiformis. Hipokampus tikus berbentuk seperti pisang. Meski
terdapat perbedaan struktur, secara fungsional hipokampus manusia dan
tikus memiliki cara kerja dan fungsi yang sama (Moore et al., 2010).
2.5.2 Fisiologi
Hipokampus terdiri dari sel-sel piramidal. Seperti semua sel saraf, sel
piramidal memiliki proses aferen (dendrit) dan proses eferen (akson). Dendrit
sel piramidal meluas dari apeks dan basis. Dendrit basal memanjang ke arah
permukaan ventrikel lateral sedangkan dendrit apikal memanjang dari
ventrikel lateral dan menuju girus dentata. Akson sel piramidal mengambil
informasi yang diterima oleh hipokampus dan mengirimkannya ke struktur
lain di otak. Proses eferen ini meluas dari tubuh sel piramidal, berjalan
melalui struktur yang disebut lapisan alveus yang berada di sebelah tanduk
inferior lateral ventrikel, kemudian masuk ke korteks entorinal atau fornix
fimbria (Sherwood, 2016).
Hipokampus memiliki banyak hubungan secara tidak langsung dengan
sebagian besar korteks serebri seperti pada struktur basalis sistem limbik
(amigdala, hipotalamus, septum, dan korpus mamilaria). Hipokampus
merupakan saluran tambahan yang dilewati oleh sinyal sensorik yang masuk
dan dapat memulai reaksi perilaku dengan tujuan yang berbeda.
Perangsangan pada berbagai area dalam hipokampus dapat disebabkan oleh
15
berbagai pola perilaku yang terjadi seperti kepuasan, rasa marah,
ketidakpedulian, atau dorongan seks yang berlebihan (Baehr dan Frotscher,
2012).
Hipokampus awalnya merupakan bagian korteks olfaktorius. Pada banyak
hewan tingkat rendah, korteks tersebut berperan dalam menentukan apakah
hewan akan memakan makanan tertentu, apakah bau dari benda tertentu
menunjukkan bahaya atau apakah bau ini menimbulkan minat seksual.
Hipokampus adalah sekumpulan neuron yang mempunyai mekanisme
penentu yang menentukan sinyal sensorik penting yang akan masuk setelah
kemampuan membuat keputusan terbentuk. Bila hipokampus memberikan
sinyal bahwa masukan neuron tertentu itu penting, maka informasi itu
disimpan menjadi ingatan (Baehr dan Frotscher, 2012).
Hipokampus menyebabkan timbulnya dorongan untuk mengubah ingatan
jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang. Hal ini menandakan bahwa
hipokampus menjalarkan sinyal yang tampaknya membuat pikiran berulang-
ulang yang melatih informasi baru tersebut sampai menjadi ingatan yang
disimpan secara permanen. Tanpa adanya hipokampus maka tidak akan
adanya konsolidasi ingatan jangka panjang dari jenis verbal ataupun jenis
simbolik (Guyton dan Hall, 2014).
Fungsi hipokampus yang paling dikenal adalah perannya dalam pembelajaran
dan memori. Hipokampus menerima dan mengonsolidasikan informasi yang
16
memungkinkan untuk membangun ingatan jangka panjang dalam proses yang
dikenal sebagai potensiasi jangka panjang. Potensiasi jangka panjang ini
memainkan peran dalam memori spasial, memungkinkan kita untuk melacak
dimana segala sesuatu berada, serta dimana mereka berada dalam kaitannya
satu sama lain. Oleh karena itu, hipokampus berperan penting dalam
pembentukan peta kognitif (Guyton dan Hall, 2014).
2.5.3 Histologi
Hipokampus memiliki banyak lapisan. Lapisan tersebut terdiri dari lapisan
pleksiform eksternal, lapisan oriens, lapisan sel piramidal, lapisan radiatum,
dan lapisan strata lakunosum molekuler. Lapisan-lapisan ini dapat dilihat
pada gambar 4. Lapisan pleksiformis eksternal terletak di dekat tanduk
inferior ventrikel lateral yang berisi jalur alveus yang terdiri dari akson sel
piramidal dan serat aferen hipokampus dan berasal dari korteks entorhinal
(Junqueira, 2010).
Gambar 4. Gambaran Lapisan Sel Piramidal pada Hipokampus(Sumber: Baehr dan Frotscher, 2012).
17
Lapisan strata oriens mengandung dua jenis sel, yaitu sel basal dendrit dan sel
keranjang. Lapisan stratum radiatum dan lapisan strata lakunosum molekuler
keduanya mengandung jalur perforant yang terdiri dari dendrit apikal sel
piramidal dan serat aferen hipokampus yang berasal dari korteks entorhinal.
Sel-sel piramidal dalam hipokampus disusun dalam pola berbentuk C dan
beberapa sel ini juga masuk ke dalam girus dentata (Junqueira, 2010).
Korteks hipokampus terdiri atas arkikorteks, tipe korteks serebri yang tua
secara filogenetik, yang hanya memiliki tiga lapisan dari yang seharusnya
enam lapisan. Karena perbedaan struktur ini, hipokampus dan beberapa area
korteks lain disebut alokorteks (kebalikan dari isokorteks yang berlapis
enam). Struktur hipokampus yang berupa ammon’s horn berbeda dengan
girus dentata. Jenis sel utama di hipokampus adalah sel piramidal. Terdapat
beberapa tipe sel piramidal yang berbeda di setiap regio ammon’s horn, yang
ditandai dengan CA1, CA2, dan CA3 yang dapat dilihat pada gambar 5.
Beberapa sumber juga mendeskripsikan regio CA4 berada di dekat hilus girus
dentata (Kumar et al., 2011).
Gambar 5. Gambaran Histologi Hipokampus(Sumber: Baehr dan Frotscher, 2012).
18
Sel utama girus dentata adalah sel granular, yang menghubungkan girus
dentata dengan struktur hipokampus (CA4/CA3) melalui aksonnya yang
disebut mossy fibers. Selain jenis sel utama (sel piramidal dan sel granular)
yang membentuk lapisan utama sel, hipokampus dan girus dentata juga
mengandung interneuron GABAergik pada lapisan seluler tertentu. Sel-sel ini
tidak hanya mengandung neurotransmiter inhibitorik GABA, tetapi juga
berbagai neuropeptida dan protein pengikat-kalsium (Baehr dan Frotscher,
2012).
Area-area pada ammon’s horn dibagi berdasarkan komposisi dan bentuk dari
badan sel saraf yang terletak di dalamnya. CA3 mempunyai sel piramidal
yang besar. Bagian proksimal CA3 menempati banyak regio yang tertutupi
cabang dari girus dentata. Bagian distal dari CA3 terlihat lebih padat dan
gelap daripada bagian proksimal bila diwarnai dengan nissl. CA2 dapat
dibedakan dari CA3 dari lebih sedikitnya mossy fiber. CA1 memiliki sel
piramidal yang lebih kecil dan lebih bulat pada lapisan sel utamanya, yang
secara substansinya lebih tebal tetapi lebih tidak padat dibandingkan CA2 dan
CA3 (Baehr dan Frotscher, 2012).
Bidang CA1, juga dikenal sebagai sektor Sommer, berisi sel-sel piramidal
yang terletak paling dekat dengan subikulum. Salah satu fitur khusus dari
bidang CA3 yang perlu diperhatikan adalah proses aksonal yang memanjang
dari sel piramidal CA3 dikenal sebagai schaffer dan serat ini diproyeksikan
kembali ke bidang CA1 (Junqueira, 2010).
19
2.5.4 Perubahan Sel Piramidal Hipokampus
Perubahan sel piramidal hipokampus dapat diketahui dari adanya perubahan
morfologi serta perubahan jumlah sel piramidal hipokampus. Pada perubahan
morfologi sel piramidal dapat diketahui dengan adanya proses degenerasi
hidrofik ataupun piknosis (Theodorus, 2018). Degenerasi hidrofik merupakan
jejas sel yang bersifat reversible dengan penimbunan intraselular serta
menyebabkan sel tampak bengkak. Pada degenerasi hidrofik ditandai dengan
sitoplasma yang mengalami vakuolisasi dan vakuola nampak jernih karena
sel menerima cairan lebih banyak dari normalnya dan terakumulasi dalam
sitoplasma sel sehingga sel membengkak (Kumar et al., 2011).
Piknosis merupakan proses pengerutan inti, homogenisasi sitoplasma, dan
terdapat peningkatan eosinofil. Pada gambarannya piknosis ditandai dengan
warna sel yang cenderung gelap dan padat. Sel yang mengalami piknosis
berarti sel bersifat irreversible dan sel sedang menuju proses nekrosis (Kumar
et al., 2011). Selain pada perubahan morfologi, perubahan sel piramidal
hipokampus juga dapat diketahui bila terdapat pengurangan jumlah sel
sebanyak >10% (Arjadi et al., 2014).
2.6 Tikus Putih (Rattus novergicus)
Tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley merupakan hewan yang
representatif karena peredaran darah, kelengkapan organ, sistem reproduksi,
kebutuhan nutrisi, pernapasan, metabolisme biokimia, dan sistem ekskresinya
menyerupai manusia. Ciri-ciri galur ini adalah kepala yang sempit dan
20
bertubuh panjang, mata tikus berwarna merah, ekor yang panjang, rambut
halus, serta telinganya yang pendek dan tebal. Berat badan tikus di umur 12
minggu bisa mencapai 250 gram, pada betinanya bisa mencapai 200 gram.
Masa hidupnya bisa mencapai 4-5 tahun. Berikut adalah klasifikasi dari tikus
putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley (Akhtar, 2012) :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Sub-Famili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Galur/Strain : Sprague dawley
Tikus putih mempunyai proses berkembang biak yang tidak memerlukan
waktu yang lama, lebih tahan terhadap perlakuan, berukuran lebih besar
daripada mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak, dan dapat
menderita suatu penyakit. Menggunakan tikus putih sebagai subjek penelitian
didasarkan atas etika penelitian pada makhluk hidup, yaitu untuk melakukan
penelitian, subjek makhluk hidup diharuskan menggunakan hewan coba
dengan strata terendah (Akhtar, 2012).
21
2.7 Kerangka Penelitian
2.7.1 Kerangka Teori
Ponsel yang dikenal sebagai alat komunikasi yang banyak digunakan
mempunyai dampak berbahaya berupa paparan radiasi gelombang
elektromagnetik. Dampak berbahaya ini bisa didapatkan saat orang
menelepon dengan ponsel, apalagi bila ponsel diletakkan di dekat kepala
(Hanafy et al., 2010).
Paparan radiasi ponsel secara langsung dapat meningkatkan aktivitas enzim
NADH oksidase yang nantinya dapat meningkatkan produksi ROS. Produksi
ROS yang berlebihan dapat menimbulkan stres oksidatif. Adanya stres
oksidatif inilah yang nantinya dapat mengakibatkan perubahan degeneratif
pada sel piramidal hipokampus. Perubahan degeneratif sel piramidal
hipokampus ditandai dengan berubahnya bentuk awal yang berupa bentuk
segitiga (triangular shape) menjadi bentuk yang tidak beraturan ataupun
bentuk lain, adanya pengurangan jumlah sel piramidal hipokampus. (Hussein
et al., 2016). Selain itu, perubahan morfologi sel piramidal hipokampus dapat
ditandai dengan terjadinya degenerasi hidrofik ataupun piknosis pada inti sel.
Antiradiasi Alpha Spin dapat menghambat paparan radiasi ponsel melalui
medan energi kuantum yang dibentuk oleh Alpha Spin. Medan energi
kuantum yang dihasilkan dapat mencegah perpindahan gelombang
elektromagnetik dari ponsel dengan cara menetralkan radiasi berbahaya yang
dipaparkan oleh ponsel (Avenue, 2019). Bila paparan radiasi ponsel tidak
22
sampai ke tubuh pengguna ponsel maka stres oksidatif yang menyebabkan
kerusakan pada hipokampus tidak akan terjadi. Adapun kerangka teori dapat
dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Kerangka Teori Efek Protektif Penggunaan Antiradiasi Alpha Spin terhadapHistologi Hipokampus Tikus Putih Galur (Sprague dawley)
yang Terpapar GEM Ponsel.(Sumber : Avenue, 2019; Hanafy et al., 2010; Hussein et al., 2016)
Keterangan :: Mencegah
Gelombang elektromagnetik dari ponsel,berupa Radio Frequency EMF
Aktivitas enzim NADHoksidase tidak terganggu
Gambaran sel piramidalhipokampus.
Alpha Spinmenghasilkan vortex
Resonansiyangdihasilkanvortexmembentukenergikuantum
Tidak terjadi stresoksidatif
Tidak terjadipeningkatan ROS
23
2.7.2 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dari penelitian ini terdiri atas dua variabel bebas dan satuvariabel terikat. Adapun kerangka konsep dapat dilihat pada gambar 7.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 7. Kerangka Konsep Efek Protektif Penggunaan Antiradiasi Alpha Spinterhadap Histologi Hipokampus Tikus Putih Galur (Sprague dawley)
yang Terpapar GEM Ponsel.
2.8 Hipotesis Penelitian
1. Terdapat pengaruh paparan gelombang elektromagnetik ponsel terhadap
gambaran histologi hipokampus tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Sprague dawley.
2. Terdapat efek protektif dari penggunaan antiradiasi Alpha Spin terhadap
histologi hipokampus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley
yang terpapar gelombang elektromagnetik ponsel.
Gambaran histologihipokampus tikus
putih (Rattusnovergicus) galurSprague dawley
Paparan radiasielektromagnetiktelepon seluler
Alpha Spin
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan
menggunakan metode acak terkontrol dengan post test only control group
design. Pengambilan data diambil pada saat akhir penelitian setelah dilakukan
perlakuan, kelompok-kelompok tersebut dianggap sama sebelum dilakukan
perlakuan. Setelah itu akan dibandingkan antara hasil pada kelompok kontrol
dan kelompok yang diberi perlakuan.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di animal house Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung untuk pemeliharaan hewan percobaan. Pembuatan dan pengamatan
preparat dilakukan di Laboratorium Anatomi, Histologi dan Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Periode penelitian ini dilakukan
selama bulan Oktober – Desember 2019.
3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Sprague dawley berumur 8-12 minggu dengan berat 150-250 gram yang
diperoleh dari Animal Laboratory Service, Bogor.
25
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 27 ekor tikus putih (Rattus
norvegicus) galur Sprague dawley yang dipilih secara acak yang dibagi
menjadi 3 kelompok (2 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol)
sehingga setiap kelompok perlakuan terdiri dari 9 ekor tikus. Penentuan
jumlah sampel berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Frederer
sebagai berikut :
(t-1) (n-1) ≥ 15
(3-1) (n-1) ≥ 15
2(n-1) ≥ 15
2n ≥ 17
n ≥ 8,5
n ≥ 9 (Pembulatan)
Jadi berdasarkan perhitungan tersebut hewan coba yang digunakan sebanyak
9 ekor tiap kelompok dan jumlah kelompok perlakuan ada 3 kelompok.
Sehingga total hewan coba yang digunakan adalah 27 ekor tikus putih (Rattus
norvegicus) galur Sprague dawley. Untuk mengantisipasi adanya kriteria
eksklusi maka dilakukan koreksi sampel hewan coba dengan rumus sebagai
berikut : = 1 −Keterangan :
N = besar sampel koreksi
n = jumlah sampel berdasarkan estimasi
f = perkiraan proporsi drop out sebesar 10%
26
= 91 −= 91 − 10%= 90,9= 10
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus tersebut, maka besar sampel
koreksi adalah 10. Sampel yang sebelumnya berjumlah 9 ditambah sebanyak
1 ekor pada tiap kelompok sehingga total hewan coba yang digunakan adalah
30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley.
3.3.3 Kriteria Inklusi
Adapun tikus yang digunakan pada penelitian ini memenuhi kriteria inklusi
sebagai berikut:
1. Tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley.
2. Memiliki berat badan 150-250 gram
3. Berusia 8-12 minggu
4. Berjenis kelamin jantan
3.3.4 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini diantaranya :
1. Terdapat eksudat dari mata, mulut, anus, genital setelah masa adaptasi.
2. Terdapat penurunan berat badan >10 % setelah masa adaptasi di
laboratorium.
3. Mati selama masa penelitian.
27
4. Rambut tikus rontok dan kusam.
3.4 Instrumen Penelitian
3.4.1 Alat penelitian
Alat penelitian yang digunakan yaitu:
1. Neraca Elektronik dengan kapasitas/daya baca 3000 g/0,1g
2. Alat bedah minor
3. Kapas alkohol
4. Mikrotom
5. Smartphone
6. Mikroskop cahaya
7. Kandang
8. Tempat makan dan minum tikus
9. Spuit 3cc
10. Gelas ukur
11. Handscoon
12. Object glass
13. Cover glass
14. Slicer preparat
15. Alpha Spin
28
3.4.2 Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan yaitu :
1. Hewan percobaan berupa tikus putih (Rattus novergicus) dewasa jantan
galur Sprague dawley
2. Pakan tikus standar
3. Air
4. Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
5. Formalin
6. Alkohol
7. Sekam untuk kandang
8. Ketamin dan xylazine
3.5 Identifikasi Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah paparan gelombang
elektromagnetik telepon seluler dan penggunaan antiradiasi Alpha Spin.
3.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah gambaran histologi hipokampus
tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.
29
3.6 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Definisi Operasional Efek Protektif Penggunaan Antiradiasi Alpha Spinterhadap Histologi Hipokampus Tikus Putih Galur yang Terpapar GEM Ponsel.
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala1. Paparan
gelombangelektromagnetik ponsel
Peletakkan ponselpada kandang hewanpercobaan selama 2jam/hari selama 30hari (Noviarini danMakiyah, 2010).
Ponsel 1. Terdapat paparan2. Tidak terdapat
paparan
Nominal
2. PenggunaanantiradiasiAlpha Spin
Peletakkan antiradiasiAlpha Spin padakandang hewanpercobaan selama 2jam/hari selama 30hari.
Alpha Spin 1. Terdapatpenggunaan AlphaSpin
2. Tidak terdapatpenggunaan AlphaSpin
Nominal
3. Gambaranhistologihipokampustikus putih(Rattusnorvegicus)galurSpraguedawley
Menilai histologihipokampus hewancoba secaramikroskopismenggunakanmikroskop cahayadengan perbesaran400 kali pada 5lapang pandang untukmelihat perubahanmorfologi sel danperubahan jumlah selpiramidalhipokampus tikus.
Mikroskopcahaya
Perubahan morfologi0= gambaran selnormal.1= terdapatdegenerasi hidrofik2= terdapat piknosis(Ramachandran danKakar, 2009).
Perubahan jumlah sel0= jumlah sel normal1= terdapatpengurangan jumlahsel sebanyak >10%(Arjadi et al., 2014).
Kriteria penilaianperubahan selpiramidalhipokampus dihitungdari skor perubahanmorfologi dan skorperubahan jumlah seldengan total skorkerusakan yaitu 0-3
0= sel normal1= perubahan selderajat ringan2= perubahan selderajat sedang3= perubahan selderajat berat
Numerik
30
3.7 Diagram Alur Penelitian
Alur penelitian pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Diagram Alur Penelitian Efek Protektif Penggunaan Antiradiasi Alpha Spinterhadap Histologi Hipokampus Tikus Putih Galur (Sprague dawley)
yang Terpapar GEM Ponsel.
Persiapan penelitian
Aklimatisasi hewan coba
Pemeriksaan kriteria inklusi dan eksklusi
Kelompok perlakuan hewan coba
K P1 P2
Tidak diberikanpaparan radiasitelepon selulerataupun AlphaSpin selama 30
hari
Diberikan paparanradiasi teleponseluler tanpa
menggunakanAlpha Spin selama2 jam/hari selama
30 hari
Diberikan paparanradiasi teleponseluler denganmenggunakan
Alpha Spin selama2 jam/hari selama
30 hari
Pembuatan preparat dan pewarnaan
Pengamatan sediaan di bawahmikroskop serta analisis dan interpretasi
data
Terminasi dan pengambilan hipokampus hewan coba
31
3.8 Prosedur Penelitian
3.8.1 Pengadaan Hewan Coba
Pada penelitian ini menggunakan hewan coba yaitu tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan dengan galur Sprague dawley sebanyak 30 ekor yang
diperoleh dari Animal Laboratory Service, Bogor.
3.8.2 Aklimatisasi Hewan Coba
Tikus yang diperoleh dari Animal Laboratory Service langsung dimasukkan
ke dalam kandang yang telah disiapkan dan diadaptasikan selama tujuh hari
di tempat pemeliharaan (Animal house Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung) untuk menyeragamkan cara hidup serta dilakukan penimbangan
berat badan sebelum diberi perlakuan. Setiap hari tikus diberikan makanan
dan minuman standar secara ad libitum.
3.8.3 Pembagian Kelompok dan Perlakuan
Seluruh hewan coba dibagi secara acak (random sampling) dalam 3 kelompok
percobaan, masing-masing kelompok ada 10 ekor. Kelompok yang tidak
diberi paparan gelombang elektromagnetik ponsel dan hanya diberikan
makan dan minum secara ad libitum adalah kelompok kontrol (K), kelompok
yang diberikan makan dan minum secara ad libitum dan diberi paparan
gelombang elektromagnetik ponsel adalah kelompok perlakuan 1 (P1), dan
kelompok yang diberikan makan dan minum secara ad libitum dan diberi
paparan gelombang elektromagnetik ponsel beserta Alpha Spin adalah
32
kelompok perlakuan 2 (P2). Pada P1 dan P2 dilakukan perlakuan selama 2
jam per hari selama 30 hari.
3.8.4 Pemaparan Telepon Seluler
Kelompok kontrol, perlakuan 1, dan perlakuan 2 dipindahkan ke dalam
kandang masing-masing. Kandang berbentuk kotak tanpa tutup dan pada
bagian atas kandang diberikan kawat. Pemaparan dilakukan dengan cara
meletakkan ponsel di dalam kandang kelompok perlakuan 1 dan kandang
kelompok perlakuan 2 kemudian dilakukan panggilan telepon. Pada
kelompok perlakuan 2 juga diletakkan Alpha Spin di atas ponsel. Ponsel dan
Alpha Spin yang berada di dalam kandang dilindungi oleh wadah agar tikus
tidak mengganggu keberadaan ponsel dan Alpha Spin tersebut.
3.8.5 Pengambilan Sampel Organ
Setelah dilakukan intervensi selama 30 hari, hewan percobaan dianastesi
menggunakan ketamin dengan dosis 0,2 ml dan dikombinasikan dengan
xylazine 0,1 ml dan ditambahkan 0,6 ml aquabides secara intraperitoneal,
setelah tikus tertidur kemudian diterminasi dengan cara dislokasi servikalis.
Tikus yang telah mati kemudian dinekroskopi dan diambil hipokampusnya
lalu dimasukkan ke dalam wadah yang berisi formalin 10%.
33
3.8.6 Prosedur Operasional Pembuatan Slide
Prosedur operasional adalah sebagai berikut (Sudrajat, 2017):
1. Fixation
• Spesimen berupan potongan organ telah dipotong secara representatif
kemudian segera difiksasi dengan formalin 10% selama 3 jam.
• Dicuci dengan air mengalir sebanyak 3−5 kali.
2. Trimming
Organ dikecilkan hingga ukuran ± 3 mm kemudian potongan organ tersebut
dimasukkan kedalam tissue casette.
3. Dehidration
Dehidrasi memakai alkohol yang semakin pekat dimulai dari 70%, 95%,
hingga alkohol absolut.
• Alkohol 70% selama 0,5 jam
• Alkohol 96% selama 0,5 jam
• Alkohol 96% selama 0,5 jam
• Alkohol 96% selama 0,5 jam
• Alkohol absolut selama 1 jam
• Alkohol absolut selama 1 jam
• Alkohol absolut selama 1 jam
• Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam
4. Clearing
Menggunakan xilol I dan xilol II masing–masing selama 30 menit.
5. Impregnansi
Impregnansi dilakukan dengan menggunakan parafin selama 1 jam dalam
oven suhu 650C.
34
6. Embedding
• Sisa paraffin yang ada pada pan dibersihkan dengan cara dipanaskan
beberapa saat di atas api dan diusap dengan kapas.
• Paraffin cair disiapkan dengan memasukkan paraffin ke dalam cangkir
logam dan dimasukkan dalam oven pada suhu diatas 580C.
• Paraffin cair dituangkan ke dalam pan.
• Dipindahkan satu per satu dari tissue casette ke dasar pan dengan mengatur
jarak yang satu dengan yang lainnya.
• Pan dimasukkan ke dalam air.
• Paraffin yang berisi potongan organ dilepaskan dari pan dengan dimasukkan
ke dalam suhu 4−60C beberapa saat.
• Paraffin dipotong sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan cara
menggunakan skalpel/pisau hangat.
• Lalu diletakkan pada balok kayu, diratakan pinggirnya dan dibuat ujungnya
sedikit meruncing.
7. Cutting
• Pemotongan dilakukan pada ruangan dingin.
• Sebelum memotong, blok didinginkan terlebih dahulu di lemari es.
• Dilakukan pemotongan kasar lalu dilanjutkan dengan pemotongan halus
dengan ketebalan 4−5 mikron. Pemotongan dilakukan menggunakan rotary
microtome dengan disposable knife.
• Dipilih lembaran potongan yang paling baik, diapungkan pada air, dan
dihilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran
35
jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain ditarik
menggunakan kuas runcing.
• Lembaran jaringan dipindahkan ke dalam water bath pada suhu 600C selama
beberapa detik sampai mengembang sempurna.
• Dengan gerakkan menyendok, lembaran jaringan tersebut diambil dengan
slide bersih dan ditempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah.
• Slide yang berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (Suhu 370C) selama
24 jam sampai jaringan melekat sempurna.
8. (Straining) Pewarnaan
Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, dipilih slide yang terbaik
selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini
dengan waktu sebagai berikut:
a. Dilakukan deparafinisasi dalam:
• Larutan xylol I selama 5 menit
• Larutan xylol II selama 5 menit
• Ethanol absolut selama 1 jam
b. Hidrasi dalam:
• Alkohol 96% selama 2 menit
• Alkohol 70% selama 2 menit
• Air selama 10 menit
c. Pulasan inti dibuat dengan menggunakan Haris hematoksilin selama 15
menit. Setelah itu pulasan dialiri air mengalir dan diwarnai lagi dengan Eosin
selama maksimal 1 menit
36
d. Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan alkohol 70% selama 2 menit
kemudian alkohol 96% selama 2 menit, dan alkohol absolut selama 2 menit.
e. Penjernihan dengan xylol I dan xylol II selama 2 menit
9. Mounting
Setelah pewarnaan selesai, slide ditempatkan di atas kertas tisu pada tempat
datar, ditetesi dengan bahan mounting dan ditutup dengan deck glass, cegah
jangan sampai terbentuk gelembung udara.
10. Evaluasi
Slide dikirim ke Laboratorium Anatomi, Histologi, dan Patologi Anatomi FK
Unila untuk diperiksa dibawah mikroskop cahaya dan dibaca oleh peneliti
yang dibantu oleh ahli histologi dan patologi anatomi dengan menggunakan
mikroskop cahaya perbesaran 400 kali.
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan program
pengolah data. Data hasil pengamatan dianalisis dan dilihat distribusinya
secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampelnya
kurang dari 50. Kemudian, dilakukan uji Levene, jika varian data berdistribusi
normal dan homogen, dilanjutkan dengan uji parametrik One Way ANOVA,
untuk mengetahui perbedaan rerata ketiga kelompok tersebut dilanjutkan
dengan uji Post Hoc LSD untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan.
Bila tidak memenuhi syarat uji parametrik, maka digunakan uji non parametrik
Kruskal-Wallis.
37
3.10 Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan Ethical Clearence di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dengan nomor ethical clearance
3029/UN26.18/PP.05.02.00/2019 untuk melakukan penelitian menggunakan
30 ekor tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague dawley.
48
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat pengaruh paparan elektromagnetik ponsel terhadap gambaran
histologi hipokampus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague
dawley.
2. Terdapat efek protektif pemberian antiradiasi Alpha Spin terhadap
gambaran histologi hipokampus tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Sprague dawley yang terpapar gelombang elektromagnetik ponsel dengan
nilai p=0,001.
5.2 Saran
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini dengan
kriteria perubahan sel piramidal hipokampus yang lain seperti proses terjadinya
degenerasi parenkimatosa, karioreksis ataupun kariolisis.
49
DAFTAR PUSTAKA
Achudume A, Onibere B, Aina F, Tchokossa P. 2010. Induction of oxidativestress in male rats subchronically exposed to electromagnetic fields atnon-thermal intensities. JEMAA. 2(8): 482-7.
Akhtar A. 2012. Animal in public health. Amerika Serikat: PalgraveMacmilan.
Al-Glaib B, Al-Dardfi M, Al-Tuhami A, Elgenaidi A, Dkhil M. 2008. Atechnical report on the effect of electromagnetic radiation from a mobilephone on mice organs. The Libyan journal of medicine. 3(1):8-9.
Anonim. 2019. Stiker antiradiasi Z-Energi™. [Artikel online] [ diakses pada20 Oktober 2019]. Tersedia dari: http://antiradiasi.com.
Arjadi F, Soejono SK, Maurits LS, Pangestu M. 2014. Jumlah sel piramidalCA3 hipokampus tikus putih jantan pada berbagai model stres kerjakronik. Majalah Kedokteran Bandung. 46(4)197–202.
Avenue JMO. 2019. Body and home quantum energy field – frequencyoptimizer and harmonizer. [Artikel online] [diakses pada 13September 2019]. Tersedia dari: http://alphaspin.co.
Baehr M, Frotscher M. 2012. DUUS’ topical diagnosis in neurology :anatomy, physiology, signs, symptoms. Stuttgart: Georg ThiemeVerlag KG.
Bahteran R. 2013. Analisis klasifikasi ponsel (hp) terhadap paparan radiasigelombang elektromagnetik [skripsi]. Mataram: Universitas Mataram.
Bayazit V. 2009. Evaluation of potential carcinogenic effects ofelectromagnetic fields (emf) on tissue and organs. Australian Journal ofBasic and Applied Sciences. 3(2):1043-59.
50
Blackman C. 2009. Cell phone radiation: evidence from ELF and RF studiessupporting more inclusive risk identification and assessment.Pathophysiology. 16(3): 205–16.
Enny. 2014. Efek samping penggunaan ponsel. GEMA TEKNOLOGI.17(4):178–83.
Eser O, Songur A, Aktas C, Karavelioglu E, Caglar V, Aylak F, et al. 2013.The effect of electromagnetic radiation on the rat brain: anexperimental study. Turkish Neurosurgery. 23(6):707–15.
Friedman J, Kraus S, Hauptman Y, Schiff Y, Seger R. 2007. Mechanism ofshort- term ERK activation by electromagnetic fields at mobile phonefrequencies. Biochem J. 405(3):559–68.
Guyton AC, Hall JE. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hanafy LK, Karam SH, Saleh A. 2010. The adverse effects of mobile phoneradiation on some visceral organs. Research Journal of Medicineand Medical Sciences 5(1): 95-9.
Haq I. 2017. Gsm technology : architecture , security and future challengesgsm technology : architecture , security and future challenges.International Journal of Science Engineering and AdvanceTechnology. 5(1):1–6.
Hiswara E. 2015. Buku pintar proteksi dan keselamatan radiasi di rumahsakit. Jakarta Selatan : BATAN Press.
Husain M, Makiyah SNN. 2012. Pengaruh pajanan gelombang teleponseluler terhadap struktur histologi testis pada mencit (Mus musculus).Jurnal Kedokteran Yarsi. 20(3):122–8.
Hussein S, El-saba A, Galal MK. 2016. Biochemical and histological studieson adverse effects of mobile phone radiation on rat’ s brain. Journalof Chemical Neuroanatomy. 78:10–9.
51
Idayati R. 2011. Pengaruh radiasi handphone terhadap kesehatan. JurnalKedokteran Syiah Kuala. 11(2):115-20.
Ika. 2014. Mahasiswa UGM kembangkan apron anti radiasi. [Artikel online][diakses pada 26 September 2019]. Tersedia dari:https://www.ugm.ac.id/id/berita/9123-mahasiswa-ugm-kembangkan-apron-anti-radiasi.
Junqueira LC. 2010. Histologi dasar. Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC.
Khalil A. 2009. Histological and ultrastructural analyses of male miceexposed to mobile phone radiation. Research Journal of Histology.4(4):1–6.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2011. Buku ajar patologi robbins. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Moore KL, Dalley AF, Agur AMR 2010. Clinically Oriented Anatomy.Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
National End of Life Care Programme. 2012. Deaths from liver disease:Implications for end of life care in England. [Artikel] [diakses pada 13September 2019]. Tersedia dari: htpp://www.endoflifecare-intelligence.org.uk/resources/publications/deaths_from_liver_disease. aspx.
Noviarini Y, Makiyah SNN. 2010. Pengaruh Pajanan Gelombang TeleponSeluler terhadap Struktur Histologi Hipokampus pada Mencit (Musmusculus). Mutiara Medika. 10(2):123-7.
Nurahayati I. 2014. Pengaruh radiasi handphone terhadap otak. JKèm-U.6(17):29-32.
Ongel K, Gumral N, Ozguner F. 2009. The potential effects ofelectromagnetic field: A review. Cell Membranes and FreeRadical Research. 1(3): 85-9.
52
Prayoga PR. 2015. Pengaruh paparan gelombang elektromagnetik kronikterhadap memori kerja dan perubahan perilaku pada tikus putih (Rattusnovergicus) galur Sprague dawley [skripsi]. Bandar Lampung:Universitas Lampung.
Ramachandran R, Kakar S. 2009. Histological patterns in drug-induced liverdisease. J Clin Pathol. 62:481-92.
Schunke M, Schulte E, Schumacher U. 2016. Prometheus : Atlas AnatomiManusia. Jakarta : EGC.
Sherwood L. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
Sudrajat NUH. 2017. Efek protektif pemberian kombinasi zinc dan tomat(Solanum lycopersicum L) terhadap histopatologi hepar tikus putih(Rattus novergicus) galur Sprague dawley akibat stress yang terpapargelombang elektromagnetik ponsel [skripsi]. Bandar Lampung:Universitas Lampung.
Sutyarso. 2011. Dampak paparan gelombang elektromagnetik ponsel.National Institute of Enviromental Health Science. 10:31-5.
Swamardika A. 2009. Pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik terhadapkesehatan manusia. Majalah Ilmiah Teknologi Elektro. 8(1)106-9.
Tarigan TRP, Gani UA, Rajagukguk M. 2013. Studi tingkat radiasi medanelektromagnetik yang ditimbulkan oleh telepon selular. Jurnal TeknikElektro Universitas Tanjungpura. 1(1):1-8.
Theodorus E. 2018. Pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas(Alpinia galanga) terhadap gambaran histopatologi otak mencit jantan(mus musculus l) yang diinduksi monosodium glutamate (MSG)[skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Tortora GJ, Derrickson BH. 2009. Principles of anatomy and physiology.Hokoben : John Wiley & Sons Inc.
53
Tyagi A, Duhan M, Bhatia D. 2011. Effect of mobile phone radiation onbrain activity : gsm vs cdma. IJSTM. 2(2): 1–5.
Usman M, Davidson J. 2017. Cell phones: the silent killer or just a hoax.Mendon: Mendon Cottage Books.
Victorya RM. 2015. Effects of handphone’s electromagnetic wave exposureon seminiferous tubules. Jurnal majority. 4(3):96–100.
Wael AM, Ghonimi AE. 2015. Exposure effects of 50 hz, 1 gauss magneticfield on the histoarchitecture changes of liver, testis and kidney ofmature male albino rats. Journal of Cytology & Histology. 6(4):4-9.
Wargo J, Taylor HS, Alderman N, Wargo L, Bradley JM, Addis S. 2012.Cell phone: the cell phone problem. Technology-Exposure-HealthEffects. 10(1):3-64.
Wiyono N, Aswin S, Harijadi. 2007. Hubungan antara tebal laminapyramidalis CA1 hippocampus dengan memori kerja pada tikus(Rattus norvegicus) pascastres kronik. Jurnal Anatomi Indonesia.1(1):104–11.