Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...
Transcript of Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...
Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar Terhadap Sudut Kontak Yang Terbentuk Pada Sintered Copper Powder Wick Untuk
Aplikasi Heat Pipe
Dimas Raditya Ibnu Dwiyanta, Nandy Setiadi Djaya Putra
Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI- Depok
Email: [email protected]
ABSTRAK
Wick atau sumbu kapiler pada heat pipe berfungsi untuk menghantarkan kalor melalui fluida cair dari
kondensor menuju evaporator akibat adanya tekanan kapilaritas yang menyebabkan fluida kerja dapat mengalir melalui pori – pori pada wick. Tekanan kapilaritas dipengaruhi oleh sudut kontak yang terbentuk antara fluida cair dengan wick. Semakin tinggi wetability, maka semakin kecil sudut kontak yang terbentuk sehingga tekanan kapilaritas pun akan semakin besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari ukuran butir tembaga, gaya kompaksi dan temperatur sintering pada proses pembuatan wick serta pengaruh paparan udara pada temperatur ruang terhadap sudut kontak yang terbentuk pada permukaan wick dengan air (H2O) sebagai fluidanya. Dengan begitu dapat diketahui parameter pabrikasi yang paling baik untuk menghasilkan wick dengan wetability yang tinggi dengan kata lain sudut kontak terkecil. Dari percobaan diperoleh dengan meningkatnya ukuran butir tembaga maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin kecil. Sedangkan peningkatan gaya kompaksi dan temperatur sintering menyebabkan kenaikan pada sudut kontak. Sudut kontak terkecil didapatkan dengan menggunakan serbuk tembaga 200 µm dikompaksi pada tekanan 40 kN dan disintering pada temperatur 800°C, yaitu sebesar 32,131°. Semakin lama wick terpapar pada udara bebas, maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin besar, dan setelah hari ke-7 permukaan wick berubah menjadi hidropobik (sudut kontak > 90°).
Effect of Fabricating Parameter and Room Ambient Air on Contact Angle on Sintered Copper Powder Surface for Heat Pipe Application
ABSTRACT
The wicks in heat pipe are used to transfer the heat with liquid from the condenser to the evaporator due
to capillary pressure. Capillary presssure is affected by contact angle between liquid and the wick. The capillary pressure become higher as the increasing contact angle. The aim this study is to investigate the effect of copper powder diameter, forming force and sintering temperature, and the effect of room ambient air on contact angle so that fabrication parameters can be controlled to get the minimum contact angle that used a water as the working fluid. It is demonstrated that when copper powder diameter become higher, the contact angle become smaller. Moreover, when the forming force and sintering temperature increase, the contact angle become higher. The minimum contact angle value (32,131°) obtained when the diameter of the copper powder 200 µm that formed with 40 kN and sintered at 800°C. In addition, the contact angle get higher in time when exposed to room ambient air. After 7 days, the wick surface become hydrophobic (contact angle >90°).
Keywords: contact angle; surface free energy; surface tension; wetability; wick
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Pendahuluan
Heat pipe dikembangkan sejak tahun 1960 yang saat itu muncul sebagai solusi untuk
menangani masalah peningkatan nilai panas dari sistem elektronik [28]. Keuntungan dari heat
pipe adalah tidak perlu menggunakan energi tambahan agar beroperasi. Wick adalah
komponen sebagai wadah untuk tempat mengalirnya fluida cair dengan proses kapilaritas
menuju evaporator atau sumber panas dari kondensor. Wick ini dapat berupa dari wire mesh,
metal foam, atau sintered metal powder. Fluida kerja adalah sebagai media untuk mentransfer
panas dari evaporator menuju kondensor lalu dibuang ke lingkungan. Fluida kerja dapat
berupa air, logam cair, atau nanopartikel.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi performa dari heat pipe, yaitu daya kapilaritas
dan daya basah (wetability) dari wick dan properties dari fluida kerja yang digunakan. Daya
kapilaritas adalah kemampuan untuk mempertahankan beda tekanan antara cairan dengan gas
dalam sebuah sruktur berongga. Fenomena kapilaritas dapat ditemukan pada kenaikkan atau
penurunan fluida cair dalam sebuah tabung. Dalam kasus ini, pemukaan liquid akan naik jika
gaya tarik antara dinding tabung dan molekul zat cair yang cukup kuat untuk mengatasi
tegangan permukaan atau kohesi dari liquid. Sedangkan daya basah (wetability) ini erat
kaitannya dua komponen yaitu dengan wick yang merupakan komponen dari heat pipe dan
fluida yang digunakan. Parameter untuk menentukan wetability adalah dengan mengukur
sudut kontak cairan pada permukaan wick. Semakin kecil sudut kontak yang terbentuk berarti
memiliki sifat untuk cenderung membasahi permukaan. Fenomena zat cair untuk membasahi
permukaan disebut hidropilik yang ditandai dengan sudut kontak yang kurang dari 90°.
Sebaliknya jika zat cair cenderung untuk tidak membasahi permukaan disebut hidropobik dan
ditandai dengan sudut kontak melebihi 90°. Sudut kontak yang terbentuk dari droplet (zat
cair) dengan permukaan wick harus sekecil mungkin agar meningkatkan daya kapilaritas.
Penambahan zat aditif pada fluida dapat dilakukan untuk merubah properties pada fluida
misalnya meningkatkan tegangan permukaan untuk meningkatkan kinerja heat pipe.
Wick sangat mempengaruhi performa dari heat pipe dalam hal proses perpindahan kalor.
Jika performa wick buruk maka proses perpindahan fluida cair dari kondesor menuju
evaporator akan mengganggu proses perpindahan panas. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi performa wick tersebut. Faktor - faktor tersebut adalah bahan wick, proses
pembuatan wick, faktor kondisi lingkungan (terutama saat penyimpanan). Pemilihan wick
harus sesuai dengan fluida yang digunakan agar memiliki wetability yang baik dan wick
tersebut tidak bereaksi (secara kimia) dengan fluida yang digunakan misalnya korosif, mudah
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
mengendap (fouling) dan sebagainya. Untuk memperbesar daya kapilaritas pada wick dapat
dilakukan dengan cara memperkecil ukuran pori. Chunjian Zhang [2] meneliti tentang
perbandingan sudut kontak Porous Copper Fiber Sintered Sheet (PCFSS) dengan porositas
yang berbeda. Penelitian ini menunjukkan hubungan antara sudut kontak yang terbtnuk
dengan kontur permukaan benda.
Proses untuk membuat sintered powder wick adalah dengan proses pembuatan dengan
powder metallurgy yaitu dikompaksi untuk pembentukan lalu disintering. Sintered powder
wick ini dapat dibuat dengan cara proses forming (kompaksi) serbuk logam. Parameter
sintering merupakan faktor yang mempengaruhi dari kualitas dari wick tersebut diantaranya
adalah temperatur sintering, lama sintering, dan proses pendinginan. Selama proses sintering
ada fenomena penyusutan (shrinkage) yaitu eliminasi porositas pada partikel – partikel
serbuk. Semakin tinggi temperatur sintering dan semakin lama waktu sintering maka akan
semakin banyak porositas yang tereliminasi [28]. Proses fabrikasi ini akan berdampak kepada
porositas dan dsitribusi ukuran pori [6]. Dalam penulisan ini akan ditinjau pengaruh dari
proses fabrikasi tersebut terhadap wetability dari sintered powder wick.
Faktor kondisi lingkungan juga berpengaruh disini seperti kelembaban dan temperatur
lingkungan serta unsur – unsur yang berada di udara. Jika lingkungan sekitar memiliki tingkat
kelembaban yang tinggi maka lingkungan tersebut mengandung banyak partikel air. Selain itu
wick juga dapat tercemar oleh unsur – unsur lain, terutama pada permukaan yang biasanya
membentuk lapisan tipis (thick film). Mahmood R.S. Shizary meneliti tentang perubahan daya
basah (wetability) pada permukaan copper metal foams. Dalam penelitiannya membuktikkan
bahwa udara bebas mengkontaminasi permukaan copper metal foams yang merubah daya
basahnya.
Tinjauan Teori
2.1. Heat Pipe
Heat pipe adalah sebuah teknologi penghantaran panas dengan menggunakan pipa yang
berisi fluida kerja sebagai penghantar panas dari ujung yang panas ke ujung lain
sebagai pendingin. Pipa tersebut biasanya terbuat dari bahan aluminium, tembaga atau
tembaga berlapis nikel. Heat pipe digambarkan sebagai aplikasi yang diterapkan dalam
sistem refrigerasi. Menurut Gougler tujuan dari penemuan ini adalah untuk mengatasi
permasalahan pada penyerapan panas atau dengan kata lain penguapan fluida cair pada titik
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
tertentu dimana transfer panas terjadi tanpa penggunaan energi tambahan dalam
mensirkulasikan fluida kerja.
Gambar 2.1. Prinsip Kerja, Komponen dan Bagian dari Heat Pipe
Heat pipe terdiri dari 3 bagian yaitu evaporator, adiabatis dan kondenser yang dapat
dilihat pada gambar 2.1. Evaporator adalah bagian dimana terdapat sumber panas. Disinilah
terjadi perubahan fase dari fluida menjadi uap. Bagian adiabatis adalah bagian yang sama
sekali tidak mengalami heat transfer baik dari lingkungan ke sistem maupun sebaliknya (heat
loss). Dalam dunia nyata perpindahan kalor pasti terjadi pada daerah ini, tapi karena sangat
kecil dapat diabaikan dan dianggap tikda ada perpindahan kalor. Bagian kondenser adalah
bagian pada heat pipe yang mentransfer kalor dari sistem ke lingkungan atau membuang
kalor. Disini terjadi perubahan fase dari uap ke cair.
2.2. Sudut Kontak (!)
Sudut kontak adalah sudut yang tebentuk antara fluida cair dengan permukaan benda
solid. Sudut kontak adalah sebuah fungsi dari zat cair dan permukaan [16]. Sudut kontak
menjadi salah satu penentu atau parameter kualitas dari sumbu kapiler atau wick. Semakin
kecil sudut kontak maka semakin bagus daya kapilaritas dari wick. Sudut kontak sangat
berhubungan dengan tegangan permukaan yang akan menentukan besarnya sudut kontak.
Selain itu sudut kontak juga dipengaruhi oleh sifat dari kedua benda yang
dicampurkan/bercampur, yaitu sifat adhesi dan kohesi.
2.3. Daya Kapilaritas
Kapilaritas adalah kemampuan untuk menahan perbedaan tekanan antara cairan dengan
gas dalam sebuah struktur berongga. Kapilaritas berperan dalam mekanisme otomatis
mensirkulasikan fluida yang ada di dalam heat pipe. Perbedaan tekanan di evaporator dengan
kondenser yang dapat dipertahankan menyebabkan tekanan kapilaritas dapat berlangsung
berkesinambungan. Pada heat pipe, ketika daya kapilaritas bertanggung jawab terhadap
sirkulasi fluida, maka pemilihan fluida kerja berdasarkan sifat wetting dan non-wetting fluid
perlu dipertimbangkan.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Tekanan pada permukaan cairan yang berada di luar tabung sama dengan tekanan yang
berada di dalam tabung meskipun ketinggiannya berbeda. Tekanan tersebut dapat disamakan
sebagai teakanan atmosfir Pa. Cairan yang berada pada puncak tabung mempunyai tekanan P1
yang lebih tinggi dari cairan yang berada di dasar tabung. Berdasarkan tekanan hidrostatik
maka dapat dirumuskan sebagai :
!! = !! + !"ℎ (2.3)
Tekanan hidrostatis di dalam pipa sebanding dengan komponen tegangan permukaan
fluida pada jarak radius pipa r dengan sudut kontaknya ! disebut juga persamaan Young-
Laplace yang dirumuskan sebagai :
∆! = !! − !! =!!!!"#$ (2.4)
Persamaan tersebut merupakan tekanan kapilaritas maksimum pada tabung. Semakin
kecil jari-jari pori semakin besar tekanan kapilaritasnya yang berarti fluida di dalam pori atau
tabung seperti gambar 2.4 semakin tinggi. Jika dihubungkan dengan tegangan permukaan
fluida pada ketinggian tabung tertentu dirumuskan sebagai :
∆! = !"ℎ = !!!!"#$ (2.5)
Dimana :
∆! = !"#$%$% !"#$%"&$'"( (!/!!), ! = !"##" !"#$% !"# (!"/!!),
! = !"#$"!%&%' !"#$%&#'% (9.8!/!!), ! = !"#$ − !"#$ !"#$ !"#" !"#$" !"#$%&' (!),
ℎ = !"#$%&&$'% !"#$%& (!), ! = !"#$%#$% !"#$%&''( (!/!), dan
! = !"#"$ !"#$%! (°)
2.4. Wenzel’s dan Cassie’s Model
Kekasaran permukaan (roughness) juga mempengaruhi wetability dari suatu permukaan
benda. Teori tentang kekasaran permukaan ini diperkenalkan oleh Wenzel yang menggunakan
pendekatan thermodynamic untuk memodifikasi persamaan Young. Persamaan Wenzel :
!"#!! = ! !"#$ (2.7)
!! adalah sudut kontak droplet yang muncul atau nampak pada permukaan benda solid.
r adalah roughness factor. Sedangkan ! adalah sudut kontak droplet pada permukaan yang
flat atau halus dengan jenis fluida cair yang sama (dengan faktor r adalah 1). Pada teori
Wenzel cairan pada permukaan akan memenuhi pori – pori pada permukaan atau mengikuti
bentuk dari permukaan benda.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Teori tentang kekasaran permukaan juga dilakukan oleh Cassie dan Baxter yang
menghubungkan antara sudut kontak !! dengan area fraction (f) yaitu fraksi kontak
permukaan benda solid dengan liquid. Berikut adalah persamaan Cassie :
!"#!! = ! !"#$ + 1 − 1 (2.8)
Dalam teori Cassie sudut kontak dari droplet ditentukan oleh seberapa banyak
permukaan solid yang kontak atau bersentuhan langsung dengan liquid. Dalam teori ini
terdapat udara yang masuk ke dalam pori – pori benda solid sehingga mengurangi kontak
droplet dengan liquid. Udara atau vapor yang terbawa atau berada dibawah droplet akan
memperbesar kontak area dengan permukaan solid sehingga f berkurang dengan sudut kontak
yang meningkat.
2.5. Porositas dan Ukuran Pori
Porositas (void fraction) adalah perbandingan ukuran ruang kosong (porous) dengan
total volume pada material. Porositas dinyatakan dalam nilai 0-1, atau 0-100%. Jadi porositas
pada struktur wick adalah perbandingan antara volume pori dengan padatan pada struktur
wick. Porositas sangat mempengaruhi dari perpindahan kalor maksimum [45]. Peningkatan
10% porositas mampu meningkatkan kalor yang dipindahkan hingga dua kali. Dari percobaan
lainnya heat pipe dengan porositas 37.1% dan 51.6% mempunyai pengaruh besar terhadap
perpindahan kalor. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar tingkat porositas material wick,
maka semakin tinggi pula rata-rata perpindahan kalornya.
Porositas dan ukuran pori juga mempengaruhi sudut kontak droplet. Kedua hal tersebut
sangat berkaitan terhadap tekstur permukaan atau kekasaran permukaan. Chunjian Zhang [2]
mengatakan bahwa saat porositas mencapai 70% didapatkan sudut kontak yang lebih kecil
dibandingkan dengan saat porositas meningkat hingga 80%. Lalu dia berpendapat bahwa pada
saat porositas mencapai 70%, jarak antara fiber (ukuran pore) lebih kecil dibandingkan besar
droplet dan mendekati Wenzel’s model. Sehingga udara sulit untuk memasuki pori - pori
(pore) yang mengakibatkan kontak (interfacial) cairan dengan permukaan semakin besar.
Semakin besar area kontak cairan dengan permukaan solid maka sudut kontak yang
dihasilkan semakin kecil. Saat porositas mencapai 80%, jarak antara fiber semakin jauh dan
ukuran pore semakin besar, maka udara dapat masuk ke dalam pori – pori bersama dengan
(tepatnya dibawah) butiran air (droplet). Maka sudut kontak pun semakin besar. Fenomena ini
sama dengan Cassies model. dalam pori – pori bersama dengan butiran air (droplet). Maka
sudut kontak pun semakin besar. Fenomena ini sama dengan Cassies model.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Selain itu ukuran pori juga mempengaruhi daya kapilaritas. Jinwang Li dan Yong Zou
[6] membuktikan bahwa diameter pori yang besar mengurangi daya kapilaritas dari si wick.
Dalam peneltiannya ukuran pori bisa didapatkan dengan memvariasikan ukuran butir serbuk
dan penambahan zat space holder atau pengisi ruang yaitu salah satunya adalah
microcrystalline cellulose.
2.6. Sumbu Kapiler (Wick)
Fungsi dari sumbu kapiler adalah sebagai media untuk penghantar kalor dari fluida dari
kondensor menuju evaporator serta menghasilkan tekanan kapilaritas yang dapat membuat
siklus tersebut berjalan. Sumbu kapiler juga harus mampu mendistribusikan cairan di sekitar
area evaporator ke berbagai area dimana kalor kemungkinan akan diterima oleh pipa kalor.
Dalam heat pipe, daya kapilaritas maksimum ∆!! pada wick harus lebih besar atau
sama dengan penjumlahan seluruh jatuh tekanan untuk memastikan bahwa kedua fase
tersebut dapat mengalir. Jika struktur wick mengantarkan cairan secara merata maka daya
kapilaritas pada wick dapat dituliskan menggunakan persamaan Young-Laplace. Yang
pertama adalah jatuh tekanan cairan ∆!! yang dibutuhkan untuk berpindah dari kondenser
menuju evaporator melalui wick. Lalu jatuh tekanan dari uap ∆!! yang dibutuhkan untuk
menggerakan fluida uap dari evaporator menuju kondensor. Jatuh tekanan uap dapat
disamakan dengan heat pipe konvensional dengan menganggap aliran yang terjadi bersifat
laminar. Yang terakhir adalah tekanan hidrostatik ∆!! akibat gravitasi yang bergantung
pada orientasi penempatan heat pipe.
Metodelogi Penelitian
Fabrikasi dari sintered copper powder wick
Proses untuk membuat sintered powder wick adalah dengan proses pembuatan dengan
powder metallurgy. Urutan dari proses pembuatan sampel sintered cooper powder adalah
proses forming atau kompaksi serbuk tembaga, proses sintering dan lalu proses pendinginan.
Ukuran serbuk yang digunakan adalah 100 µm, 200 µm dan 300 µm. Variasi pada gaya
kompaksi yang digunakan adalah 20 kN, 30 kN dan 40 kN. Sebelum melakukan kompaksi
serbuk tembaga sebanyak 10 gram dicampur dengan 0,03 gram PVAC agar serbuk tembaga
yang sudah dikompaksi tidak mudah hancur saat dikeluarkan dari dies. Lalu Serbuk tembaga
yang sudah dicampur dengan PVAC tersebut dituang ke dalam dies/cetakan. Lalu taruh tutup
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
atas di atas dies lalu mulai mengompaksi sesuai dengan gaya atau tekanan yang diperlukan.
Tutup atas dari dies menekan serbuk hingga tekanan yang dibutuhkan sehingga butiran-
butiran tersebut saling berikatan yang disebabkan oleh gaya Vanderwalls dan green density
dari serbuk tembaga pun meningkat akibat adanya penyusutan volume.
Gambar 3.1. Sampel Setelah a) dikompaksi dan b) setelah disintering
Setelah serbuk tembaga yang telah dikompaksi dimasukan ke dalam furnace. Lalu
temperatur sintering, lama sintering dan temperatur rate (dalam °C per menit) diatur.
Temperatur sintering yang digunakan adalah 600 °C, 700 °C dan 800 °C. Temperature rate
diatur sebesar 20 °C/min dan waktu pemanasan diatur selama 30 min. Setelah selesai, furnace
dimatikan dan sampel dibiarkan di dalam furnace hingga mencapai suhu ruang. Setelah itu
sampel dimasukan ke dalam plastik lalu siap untuk melakukan pengambilan data.
Gambar 3.2. Skematik Pembuatan Sintered Copper Powder Wick
Gambar 3.3. Skematik Pengambilan Data
Metode yang digunakan untuk pengukuran sudut kontak yang terbentuk pada permukaan
wick adalah dengan mengamati profile dari droplet pada permukaan wick dan mengukur
secara 2 dimensi sudut yang terbentuk antara permukaan benda solid dengan droplet.
Pengambilan data berupa video atau gambar menggunakan High Speed Video Camera
(HSVC). Komponen – komponen yang digunakan untuk pengambilan data antara lain CPU,
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
High Speed Camera beserta perlengkapan, Camera Nikorr, jarun suntik dengan dudukannya
dan pencahayaan/lampu 200 W. HSVC dihubungkan ke CPU menggunakan kabel dan
firewire card dengan begitu kontrol kamerra dilakukan dari CPU. Dalam proses pengambilan
data, droplet (0,01 g) diteteskan ke atas permukaan sampel melalui jarum suntik. Saat mulai
meneteskan droplet, saat itu juga proses perekaman dengan kamera dimulai. Setelah itu,
gambar yang didapatkan lalu dilakukan image processing untuk mendapatkan gambar yang
lebih tajam sehingga pengukuran sudut dengan menggunakan software imageJ lebih mudah.
Semua pengukuran dilakukan pada rentang suhu 30 °C – 35 °C.
Untuk melakukan pengambilan data terdapat beberapa urutan untuk set up alat - alat
yang dibutuhkan. Berikut adalah uraian mengenai set up alat untuk pengambilan data :
1. Menyiapkan High Speed Video Camera beserta kelengkapan seperti tripod, kabel
USB, Firewire card, dan kabel power. Pasang kamera pada tripod dan hubungkan
kamera ke CPU melalui firewire card. CPU akan men-display objek yang
ditangkap oleh kamera. Pengambilan data ini dilakukan pada temperatur 30 °C -
35 °C.
2. Memberi jarak antara kamera dan sampel (titik pusat) adalah sekitar 30 cm.
3. Menyiapkan lampu 200 Watt untuk penerangan. Setelah itu melakukan
pengaturan terhadap posisi penerangan agar mendapat cahaya yang cukup saat
melakukan pengambilan gambar atau video.
4. Setelah itu mengatur fokus lensa dan mengatur pencahayaan pada lensa. Biasanya
dilakukan dengan cara menaruh tulisan di kertas yang sangat kecil lalu diletakkan
sejajar dengan objek yang akan diamati. Lalu diatur hingga tulisan tersebut
terlihat jelas.
5. Menyiapkan jarum suntik dan penyangganya.
6. Taruh sampel dibawah jarum suntik. Lalu usahakan jarak ujung jarum dengan
sampel 3 - 4 mm. Droplet air yang diteteskan sebesar 0,01 g.
7. Melakukan pengambilan gambar atau video pada sampel dengan cara
mengaktifkannya dari CPU. Lampu 200 Watt dinyalakan dan air pun diteteskan
dari jarum suntik.
8. Lalu pengambilan gambar dihentikan melalui CPU setelah selesai pengambilan
data pada sampel pertama. Pada satu sampel dilakukan 3 hingga 4 kali
pengambilan gambar pada titik yang berbeda secara acak. Lalu hal ini juga
dilakukan pada sampel - sampel berikutnya.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
9. Setelah selesai mengambil gambar atau video, yang dilakukan adalah memotong
video sesuai dengan kebutuhan agar ukuran file tidak terlalu besar, lalu
menyimpannya (save).
10. Setelah itu baru dilakukan image processing berupa pengaturan contrast dan
brightness
11. Pengolahan data berupa pengukuran terhadap sudut kontak melalui gambar yang
telah diambil dengan menggunakan software imageJ. Metode yang digunakan
untuk pengukuran adalah mengamati profile dari droplet pada permukaan wick
dan mengukur secara 2 dimensi sudut yang terbentuk.
Gambar 3.15. Tampilan Software ImageJ
12. Pilih “angle tool” pada tampilan pada gambar 3.15 yang berfungsi untuk
mengukur sudut pada droplet.
Gambar 3.16. Mengukur Sudut pada Droplet Menggunakan ImageJ
13. Lalu tarik garis berwarna kuning seperti pada gambar 3.16 sehingga membentuk
sudut pada droplet
Gambar 3.17. Tampilan Untuk Mengukur Nilai Sudut pada ImageJ
14. Untuk mengetahui nilai sudut maka pilih ”Analyze” lalu pilih “Measure” seperti
pada gambar 3.17.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Gambar 3.18. Tampilah Hasil Pengukuran Menggunakan ImageJ
15. Lalu akan muncul tampilan seperti pada gambar 3.18 setelah melakukan beberapa
kali pengukuran. Lalu hasil tersebut dicari rata – ratanya.
16. Pengukuran tersebut dapat dilakukan berkali – kali agar mendapatkan nilai yang
pasti dan sering muncul mengurangi error akibat dari pengelihatan manusia
Hasil penelitian dan Pembahasan
4.1. Analisis Pengaruh Ukuran Serbuk Dan Gaya Kompaksi Terhadap Sudut Kontak
Droplet Pada Permukaan Wick Pada Hari Pertama dan Kedua
Pada gambar 4.3 dan 4.4 menunjukkan grafik pengaruh ukuran butir serbuk
tembaga terhadap karakterisitik sudut kontak droplet pada permukaan wick dengan gaya
kompaksi yang bervariasi yaitu 20 kN, 30 kN dan 40 kN dengan temperatur sintering
600 °C. Kedua grafik menunjukkan bahwa pada ukuran butir 200 µm dapat
menghasilkan sudut kontak yang lebih kecil dibandingkan dengan 100 µm dan 300 µm.
Kedua grafik juga menunjukan bahwa pada gaya kompaksi yang diberikan
mempengaruhi sudut kontak dan sudut kontak dengan nilai terkecil adalah pada 30 kN.
Dengan ukuran butir 100 µm, saat gaya kompaksi sebesar 20 kN maka sudut kontak
yang terbentuk adalah sebesar 56,7245°. Pada gaya kompaksi 30 kN sudut kontak yang
terbentuk adalah 36,392°, sedangkan pada 40 kN sudut kontaknya adalah 46,936°. Data
ini menunjukkan bahwa gaya kompaksi optimal yang digunakan untuk mendapat sudut
kontak yang terkecil adalah 30 kN. Semakin kecil sudut kontak yang dihasilkan maka
daya kapilaritas pun semakin besar seperti pada persamaan (2.5). Hal ini menunjukkan
setelah 1 hari pemaparan wick terhadap udara secara langsung tidak terlalu berpengaruh
banyak. Sifat yang dimiliki oleh permukaan wick masih sama yaitu hidropilik.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Gambar 4.3. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick Pada Temperatur Sintering 600 °C pada
Hari Pertama
Gambar 4.4. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick Pada Temperatur Sintering 600 °C pada
Hari Ke-2
4.2. Analisis Pengaruh Ukuran Serbuk Dan Gaya Kompaksi Terhadap Sudut Kontak
Droplet pada Permukaan Wick Setelah Minggu Pertama (hari ke-7)
Grafik pada gambar 4.7 hingga gambar 4.10 menunjukkan kasus yang berbeda
dengan penjelasan sebelumnya. Pada hari ke-7 (gambar 4.7) permukaan wick sudah
berubah menjadi hidropobik yang ditunjukan dengan sudut kontak yang sudah melebihi
90°. Gambar 4.7 hingga gambar 4.10 menunjukkan bahwa semakin besar ukuran butir
serbuk maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin besar. Namun pada gambar 4.7
pada ukuran serbuk 100 µm pada 30 kN ini menunjukan sudut kontak yang terbentuk
lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran serbuk 200 µm. Hal ini disebabkan tidak
meratanya morfologi pada permukaan wick dan tidak meratanya kontaminasi dari udara
terhadap komposisi dari permukaan wick begitu juga pada ukuran butir 300 µm dan
gaya kompaksi 40 kN yang menunjukkan penurunan nilai sudut kontak dari ukuran
butir 200 µm.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Grafik pada gambar 4.7 hingga 4.10 menunjukkan peningkatan gaya kompaksi
memberi pengaruh terhadap penurunan sudut kontak. Namun pada gambar 4.7 tidak
menunjukkan demikian. Hal ini disebabkan tidak kontaminasi udara terhadap
permukaan wick belum merata. Dibandingkan dengan grafik pada gambar 4.8, 4.9 dan
4.10 yang lebih lama terkontaminasi udara lingkungan yang memberi kesimpulan
bahwa penurunan sudut kontak berbanding dengan kenaikan gaya kompaksi.
Gambar 4.7. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Gaya Kompaksi Pada Temperatur
Sintering 600 °C pada Hari Ke-7
Gambar 4.8. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Gaya Kompaksi Pada Temperatur
Sintering 600 °C pada Hari Ke-14
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Gambar 4.9. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Gaya Kompaksi Pada Temperatur
Sintering 600 °C pada Hari Ke-21
Gambar 4.10. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Gaya Kompaksi Pada Temperatur
Sintering 600 °C pada Hari Ke-28
4.3. Analisis Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Sudut Kontak Droplet pada
Permukaan Wick
Semakin tinggi temperatur sintering maka akan semakin besar eliminasi porositas pada
wick [17,24]. Hal ini disebabkan oleh adanya necking antar partikel serbuk pada temperatur
yang lebih tinggi yang mengakibatkan penurunan terhadap porositas dan ukuran pori yang
juga menyebabkan penurunan faktor roughness [17]. Dengan menggunakan teori Wenzel
dapat dinyatakan semakin besar faktor roughness maka akan semakin besar sudut kontak
yang terbentuk (pada permukaan yang bersifat hidropilik). Grafik pada gambar 4.11 pada
gaya kompkasi 20 kN, 30 kN dan 40 kN menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur
sintering maka semakin besar sudut kontak.. Namun pada saat temperatur sintering sebesar
700 °C dengan gaya kompaksi 30 kN sudut kontak mencapai 74,75° yang setelah itu sudut
kontak mengalami penurunan pada temperatur 800 °C. Hal ini terjadi akibat tidak meratanya
fenomena necking yang terjadi pada permukaan wick.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Gambar 4.11. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm Pada Hari
Pertama
Gambar 4.12. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm Pada Hari
Kedua
Pada gambar 4.12 yang merupakan grafik dari sudut kontak pada pengambilan data hari
kedua dengan parameter yang sama, menunjukkan peningkatan sudut kontak dibandingkan
dengan hari pertama pada gambar 4.11. Pada kompaksi 20 kN, dengan temperatur sintering
600 °C, sudut kontak mengalami kenaikkan dari 56,724° menjadi 76,7175°. Pada temperatur
sintering 700 °C sudut kontak mengalami kenaikkan dari 36,392° menjadi 52,706°. Begitu
juga saat temperatur sintering sebesar 800 °C, yang naik dari 46,936° menjadi 86,459°. Pada
gambar 4.11 dan 4.12 menunjukkan bahwa permukaan pada wick masih bersifat hidropilik.
Pada gambar 4.12 juga menunjukkan bahwa peningkatan temperatur sintering menyebabkan
peningkatan pada sudut kontak.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Gambar 4.13. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm
Pada Hari Ke-7
Gambar 4.14. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm Pada Hari
Ke-14
Gambar 4.15. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm Pada Hari
Ke-21
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Gambar 4.16. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm Pada Hari
Ke-28
4.4. Analisis Pengaruh Udara Pada Temperatur Kamar Terhadap Sudut Kontak Droplet pada
Permukaan Wick
Sampel yang diberi perlakuan yaitu sintered copper powder wick diletakkan di udara
terbuka selama 0 hari, 1 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari. Pengambilan data pada hari
pertama dilakukan setelah wick selesai dibuat atau disintering sehingga dianggap belum
terpapar udara. Grafik pada gambar 4.17 hingga gambar 4.19 menunjukan semakin semakin
lama wick dibiarkan pada ruang terbuka maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin
besar, sehingga wetability atau kemampuan basahnya juga akan semakin berkurang. Pada hari
pertama yaitu dengan gaya kompaksi 20 kN, sudut kontak yang terukur adalah sebesar
49,426°. Pada hari kedua sudut kontak mengalami kenaikkan yaitu sebesar 84,804°. Hari
pertama dan kedua menunjukkan bahwa wick masih bersifat hidropilik. Lalu hari ke-7 sudut
kontak mencapai 127,117°. Sudut kontak pada hari ke-7 menunjukkan bahwa wetability pada
wick sudah berubah menjadi hidropobik. Pada hari ke-14 sudut kontak mencapai 135°. Pada
hari ke-14 hingga hari ke-28 sudut kontak yang terbentuk sudah tidak menunjukkan
kenaikkan yang signifikan dengan kata lain mendekati konstan. Fenomena perubahan
wetability disebabkan oleh perubahan secara kimia pada permukaan wick dan buka karena
bentuk morphology. Fenomena penurunan wetability tersebut disebabkan oleh adanya unsur –
unsur lain yang membentuk lapisan pada permukaan wick. Banyak penelitian yang
menyebutkan bahwa perubahan wetability dari hidropilik menjadi hidropobik ini disebabkan
oleh adanya permukaan oksida pada permukaan wick [25,26]. Kangjian Tang [18] mengubah
Cu(OH)2 yang bersifat hidropobik menjadi hidropilik dengan mereduksi atau mengkalsinasi
menjadi CuO dan Cu2O. Sehingga terbukti bahwa lapisan oksida tidak bersifat hidropobik
justru sebaliknya.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Gambar 4.17. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick Pada hari ke-1, hari ke-2, hari ke-7, hari
ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28 dengan Ukuran Butir 300 µm dan Pada Temperatur Sintering 600 °C
Gambar 4.18. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Yang Terbentuk Pada Permukaan Wick Pada hari ke-1, hari ke-2,
hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28 dengan ukuran butir 300 µm dan Pada Temperatur Sintering 700 °C
Gambar 4.19. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Yang Terbentuk Pada Permukaan Wick Pada hari ke-1, hari ke-2,
hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28 dengan ukuran butir 300 µm dan Pada Temperatur Sintering 800 °C
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
Gambar 4.20. Analisis EDAX pada permukaan Sintered Copper Powder Wick yang telah terkontaminasi udara
lingkungan selama a) 14 hari dan b) 28 hari
Gambar 4.20 menunjukkan adanya kontaminasi pada permukaan wick setelah
diletakkan pada udara terbuka. Pada gambar tersebut menunjukkan adanya penurunan fraksi
massa dan atom dari Oksigen (O). Sedangkan terjadi peningkatan fraksi massa dan atom dari
Carbon (C). Fraksi massa (Wt%) Oksigen setelah terkontaminasi selama 14 hari adalah
sebesar 11,47% dan meningkat setelah 28 hari yaitu menjadi 10,5% yang berarti mengalami
penurunan sebesar 0,97 %. Sedangkan fraksi massa dari Carbon meningkat dari 1,34%
menjadi 3,09%, peningkatan sebesar 1,75%. Hal ini membuktikkan bahwa berubahnya sifat
permukaan wick dari hidropilik menjadi hidropobik disebabkan adanya kontaminasi dari
Carbon pada permukaan wick.
Kesimpulan
1. Semakin lama wick berada di udara terbuka pada temperatur ruang maka sudut kontak
cairan pada permukaan wick akan semakin besar. Setelah terkontaminasi udara selama 7
hari permukaan pada wick sudah mulai berubah menjadi hidropobik. Hal ini disebabkan
karena adanya penambahan sejumlah unsur carbon pada permukaan yang menyebabkan
perubahan sifat permukaan wick dari hidropilik menjadi hidropobik.
2. Semakin besar ukuran serbuk yang dipakai maka sudut kontak yang terbentuk akan
semakin kecil pada permukaan yang hidropilik. Namun setelah hari ke-7
terpapar/terkontaminasi oleh udara permukaan wick menjadi hidropobik. Pada
permukaan hidropobik semakin besar ukuran serbuk maka sudut kontak yang terbentuk
semakin besar.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
3. Semakin besar gaya kompaksi pada saat proses pembentukan (forming), maka sudut
kontak yang terbentuk semakin besar. Namun setelah hari ke-7 (permukaan menjadi
hidropobik), semakin besar gaya kompaksi maka sudut kontak yang terbentuk semakin
kecil.
4. Semakin tinggi temperatur sintering maka sudut kontak yang terbentuk semakin besar.
Namun setelah hari ke-7 (permukaan menjadi hidropobik), semakin besar temperatur
sintering maka sudut kontak yang terbentuk semakin kecil
5. Sudut kontak terkecil didapatkan dengan menggunakan serbuk tembaga 200 µm
dikompaksi pada tekanan 40 kN dan disintering pada temperatur 800°C, yaitu sebesar
32,131°.
Saran
1. Untuk melakukan forming sebisa mungkin untuk menggunakan cetakan (dies) yang
dibuat dengan presisi tinggi dan permukaan dindingnya diberi treatment agar lebih
halus.
2. Saat melakukan sintering sebaiknya dilakukaan pada vacuum furnace agar benda uji
dalam hal ini wick tidak teroksidasi pada temperatur tinggi yang menyebabkan
terumbatnya pori – pori pada sampel.
3. Saat melakukan pengambilan data dengan high speed camera beri 2 atau lebih
pencahayaan dan usahakan tidak ada pantulan sinar dari droplet maupun bayangan.
4. Sebaiknya menggunakan space-holder atau pengisi ruang` (misalnya microcrystalline
cellulose) yang dicampur atau mixing dengan serbuk tembaga yang digunakan agar
porositas dan ukuran pori yang terbentuk lebih besar.
Daftar Referensi
1. Putra, Nandy (2011), Alat Penukar Kalor, Departemen Teknik Mesin Universitas
Indonesia.
2. Chunjian Zhang, Wei Zhou, Qinghui Wang, Hongbin Wang (2013), Comparison of
Static Contact Angle of Various Metal Foams and Porous Copper Fiber Sintered Sheet,
Applied Surface Science.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
3. Singh, Randeep, Masataka Mochizuki and Aliakbar Akbarza (2009), Effect of Wick
Characteristics on the Thermal Performance of the Miniature Loop Heat Pipe.
4. T.T. Chau, W.J. Bruckard, P.T.L. Koh and A.V. Nguyen (2009), A Review of Factors
That Affect Contact Angle and Implications for Flotation Practice, Advances in Colloid
and Interface Science.
5. Le-lun Jiang, Yong Tang, Wei Zhou (2013), Fabrication of Flatten Grooved-Sintered
Wick Heat Pipe, Transactions of Nonferrous Metal Soc. China 23 : 2714−2725.
6. Jinwang Li, Yong Zou, Lin Cheng (2010), Effect of Fabricating Parameters on
Properties of Sintered Porous Wicks for Loop Heat Pipe, Powder Technology 204 :
241-248.
7. Liu-Ho Chiu, Chang-Hui Wu, and Pee-Yew Lee (2007), Comparison Between Oxide-
Reduced and Water-Atomized Copper Powders Used in Making Sintered Wicks of Heat
Pipe, China Particuology 5 : 220-224.
8. Le-lun Jiang, Yong Tang, Wei Zhou (2014), Design and Fabrication of Sintered Wick
for Miniature Cylindrical Heat Pipe, Trans. Nonferrous Met. Soc. China 24 : 292-301.
9. Jose Bico, Uwe Thiele and David Quere (2002), Wetting of Textured Surfaces Colloids
And Surfaces, Physicochemical and Engineering Aspects 206 : 41-46.
10. K. Grundke (2008), Wettability of Silicone and Polyether Impression Materials:
Characterization by Surface Tension and Contact Angle Measurements, Colloids and
Surfaces A: Physicochem. Eng. Aspects 317 : 598–609.
11. T.T. Chau, W.J. Bruckrad (2009), A Review of Factors That Affect Contact Angle and
Implications for Flotation Practice, Advances in Colloid and Interface Science 150 :
106-115.
12. D.Y. Kwok and A.W. Neumann (1999), Contact Angle Measurement and Contact
Angle Interpretation, Advances in Colloid and Interface Science 81 : 167-249.
13. Abraham Marmur (1998), Line Tension Effect on Contact Angles: Axisymmetric and
Cylindrical Systems with Rough or Heterogeneous Solid Surfaces, Physicochemical and
Engineering Aspects 136 : 81-88.
14. Xin Gong Ming, Cui KeHang, Zou Young and Cheng Lin (2009), Development of
Sintered Ni-Cu for Loop Heat Pipes.
15. Mahmood R.S. Shirazya (2012), Mechanism of Wettability Transition in Copper Metal
Foams: From Superhydrophilic to Hydrophobic. Applied Surface Science 258 : 6416-
6424.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014
16. Bruce R. Munson, Donald F.Young and Theodore (2003), Fundamental of Fluids
Mechanic.
17. Y.M.Z. Ahmed (2007), Correlation Between Factors Controlling Preparation of
Porous Copper via Sintering Technique Using Experimental Design, Powder
Technology 175 : 48–54.
18. Kangjian Tang (2006), Fabrication of Superhydrophilic Cu2O and CuO Membranes,
Journal of Membrane Science 286 : 279–284.
19. Cahya Tri Anggara, Analisis Kinerja Vapor Chamber Berbasis Termoelektrik Dengan
Variasi Konsentrasi Fluida Kerja Nano Fluida Al2o3-Air Sebagai Sistem Pendingin.
20. Shwin-Chung Wong and Yu-Chung Lin (2011), Effect of Copper Surface Wettability on
the Evaporation Performance: Tests in a Flat-Plate Heat Pipe with Visualization,
International Journal of Heat and Mass Transfer 54 : 3921-3926.
21. Madjid Mohseni and D.Grant Allen (2000), Biofiltration of Mixtures of Hydrophilic and
Hydrophobic Volatile Organic Compounds, Chemical Engineering Science 55 : 1545-
1558.
22. Good, R.J. (1979), Contact Angles and The Surface Free Energy of Solids, Surface and
Colloid Science. Plenum Press.
23. Etzler, F.M., Characterization of Surface Free Energies and Surface Chemsitry of
Solids, in Contact Angle, Wetability and Adhesion.
24. K.C. Leong, C.Y. Liu (1997), Characterization of sintered copper wicks used in heat
pipes, Journal of Porous Materials 4 : 303–308.
25. D. Pilon (2009), Metafoam’s Foam Performance in Industrial Tests, personal
disscussion.
26. S. Wong, Y. Lin (2011), Effect of Copper Surface Wettability on the Evaporation
Performance: Tests in A Flat-Plate Heat Pipe with Visualization, Int. J. Heat Mass
Tran. 54 : (17–18).
27. John Wiley & Sons (2006), Mechanical Engineer’s Handbook: Energy and Power,
Volume 4, Third Edition.
28. F.A. Dominguez Espinosa (2012), Effect of Fabrication Parameters on the
Thermophysical Properties of Sintered Wicks for Heat Pipe Applications, International
Journal of Heat and Mass Transfer 55 : 7471-7486.
Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014