efek fisiologis cpap pada neonatus

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan sistem respiratori terdiri dari 3 proses, yaitu morfogenesis, atau pembentukan seluruh struktur yang diperlukan, adaptasi pernafasan pascanatal, dan pertumbuhan dimensial. Pada kebanyakan mamalia, morfogenesis dan adaptasi pernafasan pascanatal terjadi sebelum atau tidak lama sesudah kelahiran. Sebaliknya, pertumbuhan dimensional berlanjut sesudah kelahiran, dengan kecepatan bergantung pada kebutuhan fungsional organ-organ lain dan aktivitas metabolik. Kerusakan yang timbul pada masa morfogenesis cenderung mengakibatkan gangguan struktur dan fungsi respiratori yang berat dan ireversibel, dan biasanya mengakibatkan penurunan kemampuan bertahan hidup. Namun kerusakan yang terjadi pada tahap lanjut biasanya reversibel atau masih dapat 1

description

referat tentang CPAP

Transcript of efek fisiologis cpap pada neonatus

Page 1: efek fisiologis cpap pada neonatus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Perkembangan sistem respiratori terdiri dari 3 proses, yaitu morfogenesis,

atau pembentukan seluruh struktur yang diperlukan, adaptasi pernafasan

pascanatal, dan pertumbuhan dimensial. Pada kebanyakan mamalia, morfogenesis

dan adaptasi pernafasan pascanatal terjadi sebelum atau tidak lama sesudah

kelahiran. Sebaliknya, pertumbuhan dimensional berlanjut sesudah kelahiran,

dengan kecepatan bergantung pada kebutuhan fungsional organ-organ lain dan

aktivitas metabolik. Kerusakan yang timbul pada masa morfogenesis cenderung

mengakibatkan gangguan struktur dan fungsi respiratori yang berat dan

ireversibel, dan biasanya mengakibatkan penurunan kemampuan bertahan hidup.

Namun kerusakan yang terjadi pada tahap lanjut biasanya reversibel atau masih

dapat dikompensasi oleh pertumbuhan itu sendiri kalau kerusakannya ireversibel

(1).

Janin yang awalnya ketergantungan dengan plasenta, harus dapat melakukan

pertukaran gas secara otonom. Hal ini membutuhkan suatu adaptasi, yaitu dengan

cara produksi surfaktan di alveolus, transformasi paru yang tadinya bersifat

respiratorik menjadi tempat pertukaran gas, dan pembentukan sirkulasi pulmonal.

Surfaktan berperan untuk menurunkan tegangan permukaan paru agar tidak

kolaps (1). Pada neonatus yang lahir preterm, sering terjadi gangguan adaptasi

pernafasan pascanatal sehingga dapat timbul distres nafas. Hal ini disebabkan

1

Page 2: efek fisiologis cpap pada neonatus

kurangnya produksi surfaktan pada neonatus sehingga permukaan paru cenderung

kolaps. Untuk mengatasinya, ada tiga hal paling penting yang selalu dilakukan

pada pencegahan dan manajemen distres nafas, yaitu a) glukokortikoid antenatal;

b) terapi pengganti surfaktan; dan c) continous positive airway pressure (CPAP)

serta positive end-expiratory pressure (PEEP) (2). Dalam makalah ini yang akan

kita bahas adalah mengenai manajemen distres nafas yang ketiga, yaitu CPAP.

Continuous positive airway pressure (CPAP) merupakan sebuah alat medis

yang secara mekanisme memberikan tekanan positif terhadap aliran udara

pernafasan spontan dalam suatu putaran pernafasan (3). Fungsi sistem CPAP

secara primer membantu meregulasikan aliran udara saat terjadi inhalasi ataupun

ekshalasi serta menjaga tekanan yang konsisten saat pembukaan jalan nafas (4).

CPAP berguna dalam mendukung fungsi respirasi bayi baru lahir preterm dengan

keadaan distres nafas karena fungsi kerjanya untuk mencegah terjadinya kolaps

alveoli. Energi yang digunakan juga lebih sedikit untuk membuka alveoli yang

kaku (5).

Beberapa penyulit dapat terjadi pada neonatus dengan distres nafas yang

tidak diresusitasi dengan bantuan CPAP. Penyebab utama dari distres nafas adalah

kurangnya produksi surfaktan. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan daya

mengembang paru dan memicu terjadinya ateletaksis (2). Selain itu, juga dapat

terjadi apne akibat ketidakmampuan paru untuk melakukan usaha nafas. Pada saat

apne, alveoli dapat mengalami ruptur dan terjadi kebocoran udara atau air leak

syndrome. Udara akan masuk ke rongga antara dinding dada dan lapisan paru

paling luar (pneumothorax) atau ke perikardium (pneumoperikardium) dan

2

Page 3: efek fisiologis cpap pada neonatus

mediastinum (pneumomediastinum). Juga dapat terjadi emfisema interstisial

akibat kebocoran udara diantara alveoli. Semua ini dapat membawa kearah

kematian (6,7).

Penggunaan secara tepat telah menunjukkan adanya penurunan kerja

pernafasan, mengurangi kebutuhan oksigen tubuh, membantu menjaga kapasitas

fungsi residual, mencegah terjadinya kolaps dan obstruksi saluran nafas atas,

mengurangi kejadian apne, bradikardi, dan episode sianosis, mengurangi banyak

re-intubasi pada neonatus yang di ekstubasi dari ventilasi mekanik serta mencegah

perlunya pengiriman bayi ke fasilitas medik tersier (3).

1.2. Rumusan masalah

Bagaimana mekanisme CPAP serta manfaatnya terhadap neonatus dengan

distres pernafasan ?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan tinjauan kepustakaan ini adalah untuk

memberikan pengetahuan dan gambaran kepada pembaca mengenai CPAP serta

manfaatnya terhadap neonatus dengan distres pernafasan.

1.4. Manfaat

Penulisan tinjauan pustaka ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi

bagi para mahasiswa kedokteran, dokter muda, dan klinisi di bidang kesehatan

serta dapat diterapkan pada praktik nyata terhadap resusitasi neonatus dengan

distres pernafasan.

3

Page 4: efek fisiologis cpap pada neonatus

BAB II

EMBRIOLOGI, ANATOMI, DAN FISIOLOGI PARU

2.1. Embriologi paru

Pembentukan paru diawali pada periode embrionik yaitu pada minggu 4-7

kehamilan. Primordium paru mulai tampak pada hari ke 26 sebagai dua tonjolan

ventral dari forgut dan akan berkembang menjadi paru dekstra dan sinistra. Mula-

mula kedua tonjolan tersebut membentuk bronkus, kemudian akan terus

bercabang menjadi bronkus subsegmental. Percabangan bronkus juga dibantu oleh

adanya interaksi antara epitel endodermal dan mesenkim mesodermal. Pada

minggu 6 kehamilan, terjadi periode pseudoglandular dimana paru menyerupai

kelenjar eksokrin. Pada periode ini, saluran nafas terus bercabang hingga

terbentuk bronkioli primitif. Diafragma juga dibentuk pada periode ini. Pada

minggu 16-26 terjadi fase kanalikular dimana pada periode ini merupakan awal

dari sekresi dan sintesis surfaktan. Sel epitel tipe 2 mulai mengakumulasikan

lamellar bodies yang berisi komponen surfaktan dan mulai mensekresikannya.

Pada minggu 24-38 terjadi periode sakular dimana saluran respiratori terminal

terus melebar dan membentuk struktur silindris yang disebut sakula. Terakhir

yaitu periode alveolar terjadi pada saat setelah lahir dimana akan terbentuk alveoli

terminal dan terbentuk septum alveoli (1,8).

2.2. Anatomi dan fisiologi paru

Sistem respiratori pada manusia dibagi menjadi dua, yaitu respiratorik atas

dan respiratorik bawah. Respiratorik atas dimulai dari lubang hidung sampai

4

Page 5: efek fisiologis cpap pada neonatus

dengan faring dan respiratorik bawah mulai dari laring sampai alveolus. Dalam

makalah ini, kita akan membahas tentang saluran respiratorik bawah, terutama

alveolus (1).

Sistem respiratorik bawah terdiri dari laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan

alveolus. Cabang saluran nafas bronkiolus di dalam paru-paru akan berakhir pada

suatu struktur yang menyerupai kantong, yang dikenal dengan nama alveolus.

Alveolus terdiri dari lapisan epitel dan matriks ekstraseluler yang dikelilingi oleh

pembuluh darah kapiler. Alveolus mengandung 2 tipe sel utama, yaitu sel tipe 1

yang membentuk struktur dinding alveolus dan tipe sel 2 yang menghasilkan

cairan surfaktan (1).

Gambar 1.1 Anatomi alveolus (9).

Alveolus memiliki kecenderungan untuk kolaps karena ukurannya sangat

kecil, bentuknya yang sferikal dan adanya regangan permukaan. Namun, hal

tersebut dapat dicegah dengan adanya fosfolipid, yang dikenal dengan nama

surfaktan dan pori-pori pada dindingnya. Alveolus berdiameter 0,1 mm dengan

ketebalan dinding hanya 0,1 um. Pertukaran gas terjadi secara difusi pasif dengan

5

Page 6: efek fisiologis cpap pada neonatus

bergantung pada gradien konsentrasi. Setiap paru mengandung lebih dari 300 juta

alveolus. Setiap alveolus dikelilingi oleh sebuah pembuluh darah (1).

Gambar 1.2. Anatomi alveoli (10).

Tujuan respirasi ialah memberikan oksigen ke jaringan dan membuang

karbondioksida. Hal ini dilakukan dengan 4 mekanisme fungsional, yaitu ventilasi

paru, pertukaran gas di dalam paru, transfor oksigen dan karbondioksida dari

darah dan cairan tubuh ke dalam sel dan sebaliknya, dan regulasi respirasi (1).

Paru dapat mengembang dan mengempis dengan dua cara, yaitu gerakan

diafragma dan gerakan tulang rusuk. Pernafasan normal dan tenang biasanya

terjadi akibat gerakan diafragma. Saat inspirasi, diafragma akan berkontraksi dan

menarik permukaan bawah paru ke bawah. Saat ekspirasi, diafragma relaksasi dan

elastisitas paru, dinding dada dan struktur abdomen akan menekan paru. Dalam

pernafasan berat atau sulit, gaya elastisitas tidak cukup untuk menyebabkan

6

Page 7: efek fisiologis cpap pada neonatus

ekspirasi yang cepat dan normal sehingga dibutuhkan bantuan dari kontraksi otot

perut untuk mendorong isi perut ke atas (1).

Paru merupakan suatu struktur yang elastis, tanpa dinding dada, paru akan

mengkerut karena gaya elastisnya. Beberapa hal yang mengakibatkan paru dapat

mengembang diantaranya tekanan pleura, tekanan alveolar, tekanan

transpulmonar, dan surfaktan. Tekanan pleura merupakan tekanan cairan di dalam

rongga antara pleura viseral dan pleura parietal. Tekanan alveolar adalah tekanan

udara dalam alveolus paru. Pada saat istirahat, tekanan udara alveolar sama

dengan tekanan udara di atmosfer, yaitu 0 cmH20. Kemudian saat inspirasi,

tekanan alveolar menjadi negatif, yaitu -1 cmH20, sehingga udara sebanyak 0,5 L

mengalir ke dalam paru-paru. Sebaliknya saat ekpirasi, tekanan alveolar menjadi

+1cmh20 sehingga mampu mengeluarkan 0,5 liter udara ke atmosfer. Tekanan

transpulmonal merupakan perbedaan tekanan antara tekanan pleura dan tekanan

alveolar. Tekanan ini disebut juga sebagai tekanan rekoil (1).

Gaya elastisitas paru akan mempengaruhi derajat mengembangnya paru

(compliance paru) pada setiap inspirasi. Gaya elastisitas ini berasal dari tegangan

permukaan cairan yang melapisi bagian dalam alveolus serta rongga udara

lainnya. Pada saat permukaan air bersinggungan dengan udara, molekul-molekul

air di permukaan mempunyai gaya tarik-menarik yang kuat satu sama lain

sehingga selalu berusaha untuk mengecil atau mengkerut. Surfaktan merupakan

suatu agen yang bekerja aktif di dalam air yang bekerja untuk menurunkan

tegangan permukaaan air. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, surfaktan

diproduksi oleh sel epitel alveolar tipe II yang merupakan 10% dari permukaan sel

7

Page 8: efek fisiologis cpap pada neonatus

Tekanan = 2 x tegangan permukaan

Jari-jari alveolus

alveolus. Sel ini mempunyai granula-granula yang berisi inklusi lipid. komponen

terpenting dari surfaktan adalah fosfolipid dipalmitoylphospatidylcholine,

apoprotein surfaktan, dan ion kalsium. Fosfolipid terdiri dari bagian yang bersifat

hidrofilik (larut dalam air) dan hidrofobik (larut dalam lemak). Bagian hidrofobik

menghadap ke permukaan udara sehingga terjadi pengurangan gaya tarik-menarik

antar molekul air dan menyebabkan penurunan tegangan permukaan. Jika jalan

keluar udara dari alveolus tertutup, tegangan permukaan dalam alveolus akan

cenderung menyebabkan kolapsnya alveolus dengan cara menimbulkan tekanan

positif yang akan mendorong udara keluar. Besarnya tekanan alveolus dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut (1).

.

Makin kecil ukuran alveolusnya, makin besar tekanan yang ditimbulkan

oleh tegangan permukaan. Hal ini menjelaskan mengapa pada bayi prematur yang

kecil cenderung mengalami kolaps paru. Bayi prematur kecil memiliki ukuran

alveolus yang sangat kecil dan produksi surfaktan sangat sedikit atau bahkan

belum ada sehingga sangat mudah terjadi kolaps paru. Hal ini menyebabkan suatu

kondisi yang disebut sindrom gawat nafas neonatus sehingga memerlukan

tindakan tertentu yaitu pemberian bantuan pernafasan dengan tekanan positif

secara kontinyu (1).

Alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi

mengambil nafas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru

8

Page 9: efek fisiologis cpap pada neonatus

diabsorbsi oleh jaringan paru. Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang

masuk ke alveoli semakin banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga seluruh

alveoli berisi udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat

secara dramatis. Hal ini disebabkan oleh adanya ekspansi paru yang

membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih

tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan tekanan oksigen alveoli menyebabkan

penurunan resistensi vaskular paru dan peningkatan aliran darah paru setelah lahir.

Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah yang kemudian diikuti

penutupan duktus arteriosus. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal

nafas (11).

Ventilasi paru dapat dipelajari dengan mengukur volume udara yang masuk

dan keluar paru. Biasanya menggunakan suatu alat yang disebut spirometri.

Terdapat empat volume paru yang jika semuanya dijumlahkan hasilnya sama

dengan volume maksimum paru yang mengembang, yaitu: a). volume tidal, yaitu

volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi pada setiap pernafasan normal

dengan jumlah kira-kira 500 mL; b) volume cadangan inspirasi, yaitu volume

udara tambahan yang masIh dapat masuk ke paru pada saat inspirasi maksimum

dengan jumlah sekitar 3000 ml; c) volume cadangan ekspirasi, yaitu volume udara

tambahan yang dapat dikeluarkan dari paru setelah ekspirasi maksimum dengan

jumlah sekitar 1100 ml; d) volume residu (RV), yaitu volume udara yang tersisa

dalam paru setelah ekspirasi paksa dengan jumlah sekitar 1200 ml (1).

Untuk menguraikan beberapa kejadian dalam suatu siklus paru, biasanya dua

atau lebih volume paru dijumlahkan sehingga muncul suatu istilah yang disebut

9

Page 10: efek fisiologis cpap pada neonatus

kapasitas paru. Terdapat empat kapasitas paru, yaitu, a) kapasitas inspirasi (IC),

yaitu hasil penjumlahan volume tidal dengan volume cadangan inspirasi dengan

jumlah sekitar 3500 ml, merupakan jumlah udara yang dapat diinspirasi setelah

ekspirasi normal dan menyebabkan paru-paru mengembang secara maksimum; b)

kapasitas residu fungsional (FRC), yaitu hasil penjumlahan volume cadangan

ekspirasi dengan volume residu dengan jumlah sekitar 2300 ml, dimana kapasitas

ini merupakan jumlah udara yang tersisa selama ekpirasi normal; c) kapasitas vital

(VC), yaitu volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan volume

cadangan ekspirasi, merupakan jumlah maksimum udara yang dapat dikeluarkan

dari paru oleh seseorang yang melakukan ekpirasi maksimal setelah inspirasi

maksimal, berjumlah sekitar 4600 ml; d) kapasitas paru total (TLC), yaitu

kapasitas vital ditambah volume residu, merupakan volume maksimum udara

dalam paru yang dikembangkan sebesar mungkin. FRC merupakan parameter

fungsi paru yang penting untuk diketahui karena nilainya berubah secara

bermakna pada beberapa penyakit paru (1). Volume paru yang normal pada bayi

baru lahir tidak pernah mencapai angka nol, selalu terdapat sisa udara yang mana

sisa ini merupakan FRC (3).

10

Page 11: efek fisiologis cpap pada neonatus

Gambar 2.3. Volume dan kapasitas paru (12).

11

Page 12: efek fisiologis cpap pada neonatus

BAB III

CPAP DAN MANFAATNYA PADA DISTRES PERNAFASAN

3.1. Definisi

Nasal continous positive airway pressure (CPAP) merupakan suatu metode

noninvasif yang digunakan untuk membantu pernafasan secara spontan pada bayi

yang lahir dengan risiko terjadinya gawat nafas. Tujuan klinis dari CPAP itu

sendiri adalah untuk menjaga kapasitas residu fungsional paru melalui pembukaan

kembali alveoli atau mencegah kolaps alveoli dan mendukung pertukaran gas

untuk mengurangi kejadian apne melalui perbaikan oksigen arteri pulmoner

(paO2) (3,4).

CPAP telah digunakan sebagai alat untuk mendukung fungsi respirasi pada

bayi baru lahir dengan distres nafas sejak tahun 1971 oleh Gregory G dan secara

terus-menerus hingga sekarang digunakan sebagai strategi manajemen terpenting

pada penatalaksanaan bayi baru lahir dengan gangguan pernafasan (5).

3.2. Mekanisme sistem CPAP

CPAP merupakan sebuah bentuk tekanan positif, namun berbeda dengan

ventilasi mekanik. CPAP tidak mampu untuk menopang ventilasi alveolus secara

efektif saat terjadi apnea, oleh karena itu, harus ada usaha pernafasan agar

efektivitasnya tercapai (4).

CPAP meniru refleks fisiologis alami dari merintih, yang sering diperlihatkan

pada bayi dengan daya mengembang paru yang rendah dan FRC yang rendah.

Merintih merupakan fenomena pengereman ekspirasi yang dinamis yang

12

Page 13: efek fisiologis cpap pada neonatus

dihasilkan dari adduksi pita suara dan kontraksi diafragma, yang mana membatasi

pernafasan saat ekspirasi serta menjaga tekanan transpulmoner dan FRC di atas

tekanan tertutup kritis paru (4).

CPAP terdiri dari 4 komponen intermediet, yaitu pemanas/pelembab udara,

nasal interface, sirkuit pasien, dan peralatan penghasil tekanan. CPAP juga

menyediakan cara untuk memonitoring dan membatasi tekanan udara. Nasal

interface merupakan suatu alat yang menghubungkan sirkuit CPAP dengan

saluran nasal neonatus. Pengiriman CPAP dapat menggunakan nasal prong, bi-

nasal paringeal tubes, endo trakeal tubes (ETTs), naso-endo trakeal tubes (naso-

ETTs), pressurized platic bags, head box enclosures dan tight-fitting face masks

(13). Nasal CPAP dengan nasal prong merupakan jalur paling efisien untuk

mengirimkan tekanan positif ke alveoli (14). Karena tingginya kadar aliran udara

yang dihasilkan oleh sistem ini, sebuah pelembab udara harus ditambahkan untuk

memberikan udara yang 100% tersaturasi pada temperatur 37oC. Pelembab udara

merupakan komponen yang wajib dimiliki suatu sistem CPAP untuk mencegah

terjadinya komplikasi akibat CPAP. Pelembab udara yang tidak cukup kuat dapat

mengakibatkan obstruksi pernafasan, pneumothorax, dan trauma epitel sistem

respirasi. Secara normal, traktus respirasi atas dan isi nasal memainkan peranan

penting dalam melembabkan udara yang diinpirasi. Udara diinspirasi sebagai gas

yang kering, dan dingin, dan diekspirasi sebagai gas hangat dan lembab. Dengan

demikian, hidung, faring dan trakea memulihkan kehangatan dan kelembaban saat

terjadinya proses fisiologis pernafasan sehingga komplikasi dapat dihindari (4,13).

13

Page 14: efek fisiologis cpap pada neonatus

Sebuah kabel pemanas diulir melalui saluran inspirasi untuk mencegah

kebocoran atau kondensasi yang dapat terjadi saat udara hangat yang mengandung

air mengalami pendinginan saat bersentuhan dengan udara ruangan yang dingin

setelah melalui pelembab udara. Apabila kehangatan udara berkurang,

kemampuannya untuk mengandung air akan berkurang. Hal ini dapat

mengakibatkan pengeringan mukosa paru akibat terisapnya air yang terkandung di

mukosa paru oleh udara kering yang diinspirasi. Diperlukan suatu sirkit yang

berfungsi untuk mengalirkan udara secara terus-menerus dan merasakan apakah

suhu udara yang dikirimkan oleh CPAP cukup lembab atau tidak. Terdapat dua

macam sirkit yang biasa digunakan dalam sistem CPAP, yaitu sirkit ko-aksial dan

sirkit dua cabang (4,13).

Sebuah alat digunakan untuk menghasilkan tekanan positif pada sirkuit yaitu

dengan memasukkan pipa ekspirasi bagian distal dalam larutan asam asetat 0,25%

sampai katup CPAP. Secara normal, tekanan PEEP fisiologis adalah 2-3 cmH2O.

CPAP 5-8 cmH2O memerlukan lebih banyak alveoli untuk pertukaran gas

sehingga dapat meningkatkan FRC. CPAP dengan 6-8 cmH2O sebagai awalan

pada bayi preterm dengan sindrom gawat nafas merupakan titik awal yang baik.

Akan tetapi tekanan CPAP yang diperlukan oleh bayi bervariasi tergantung klinis

masing-masing. Aliran udara 5-10 liter per menit akan memberikan tekanan yang

adekuat dan mencegah terisap kembali karbondioksida. Sistem pengiriman udara

pada CPAP tergantung dari masing-masing jenis CPAP (15).

14

Page 15: efek fisiologis cpap pada neonatus

3.3. Jenis CPAP

CPAP dapat dihasilkan melalui berbagai macam alat termasuk infant

ventilator, bubble CPAP apparatus, dan infant flow driver. Setiap sistem mungkin

berbeda dari satu institusi dengan institusi lainnya (3).

1) Bubble CPAP

Bubble CPAP merupakan sebuah CPAP aliran tetap. CPAP dihasilkan

dengan cara merendam komponen tub ekspirasi atau sirkit ekspirasi CPAP di

bawah air untuk membuat tekanan dan osilasi serta mendapatkan kadar PEEP

yang diinginkan. Kadar CPAP ditentukan oleh sejumlah sentimeter dibawah air

dari permukaan, misalnya 6 cm dibawah permukaan air, berarti 6 cm H2O.

Konfirmasi dari pengiriman O2 diperesentasikan oleh adanya gelembung yang

aktif bekerja di bak air. Kemudian udara akan mengalir dan menempel atau

melekat di suatu sistem pelembab O2 untuk selanjutnya dikirimkan ke dalam tub

inspirasi. Bubble CPAP jarang memerlukan tekanan udara lebih dari 8 lpm.

Kebutuhan kadar tekanan bubble dipelihatkan pada tabel berikut (3, 15).

Flow Probe setting (cmH2O)

L/min

3 4 5 6 7 8 9 10

4 3.1 4.1 5.1 6.1 7.1 8.1 9.1 10

5 3.2 4.2 5.3 6.3 7.3 8.3 9.2 10.1

6 3.4 4.4 5.4 6.4 7.4 8.4 9.3 10.2

7 3.6 4.6 5.6 6.6 7.6 8.5 9.5 10.4

8 3.8 4.8 5.8 6.8 7.8 8.7 9.6 10.5

9 4 5 6 7 7.9 8.9 9.8 10.6

10 4.3 5.3 6.2 7.2 8.1 9 9.9 10.8

11 4.6 5.6 6.5 7.4 8.4 9.2 10.1 10.9

12 4.9 5.8 6.8 7.7 8.5 9.4 10.2 11.1

15

Page 16: efek fisiologis cpap pada neonatus

13 5.2 6.1 7 7.9 8.8 9.6 10.4 11.3

14 5.5 6.4 7.3 8.2 9 9.8 10.6 11.4

15 5.8 6.7 7.5 8.4 9.2 10 10.8 11.6

Gambar 2.4. kebutuhan tekanan CPAP (15).

Tidak adanya gelembung merupakan suatu peringatan bahwa terdapat

kebocoran udara dalam suatu sistem CPAP (4).

Gambar 4.3. Bubble CPAP (15)

2). Infant ventilator

CPAP jenis ini juga termasuk CPAP aliran tetap. CPAP melalui ventilator

infant dihasilkan melalui tub ekpirasi dan tak ada tekanan osilasi. Jika tekanan

turun terlalu rendah, ventilator akan berbunyi. Udara akan mengalir melewati

sistem pelembab udara (3,15).

16

Page 17: efek fisiologis cpap pada neonatus

Gambar 2.5. infant ventilator (15)

3) Infant flow driver.

Infant flow driver merupakan CPAP yang lebih efektif dibandingkan CPAP

ventilator. CPAP ini menyediakan berbagai macam aliran yang memiliki

generator tekanan nasal yang terintegrasi dan tekanan dipengaruhi oleh aliran

udara. Gas dikirimkan sebagai respon terhadap usaha respirasi neonatus.

Kebutuhan tekanan udara diperlihatkan pada tabel berikut (15).

Gambar 2.6. Kebutuhan tekanan pada CPAP pada infant flow drivers (15).

17

Page 18: efek fisiologis cpap pada neonatus

3.4. Manfaat CPAP pada distress pernafasan

Distres pernafasan atau respiratory distress syndrom (RDS) sering terjadi

pada neonatus preterm dengan usia kehamilan <32 minggu (16). RDS biasanya

terjadi akibat kurangnya produksi surfaktan karena paru belum matang (2). Pada

neonatus preterm, diperlukan FRC yang optimal untuk mendukung pertukaran gas

di alveolus (17). Dalam usaha memperbaiki FRC dan mencegah terjadinya kolaps

paru akibat surfaktan yang rendah, dapat digunakan CPAP. Beberapa efek

fisiologis dari CPAP antara lain mencegah kolaps alveoli, mencegah ateletaksis,

mendapatkan volume yang lebih baik dengan meningkatkan FRC, memberikan

kesesuaian perfusi ventilasi yang lebih baik dengan menurunkan pirau

intrapulmoner, mempertahankan surfaktan, mempertahankan jalan nafas dan

meningkatkan diameternya, mempertahankan diafragma, dan meningkatkan

kesesuaian nafas (11). CPAP juga menurunkan angka reintubasi pada neonatus

yang telah diekstubasi dari ventilasi mekanik serta mengurangi insidensi penyakit

paru kronik (displasia bronkopulmonal) (18).

3.5. Kriteria memulai CPAP

Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan yang menunjukkan salah satu

gejala berikut ini harus dipertimbangkan menggunakan CPAP, yaitu a). frekuensi

nafas >60x/menit; b) merintih derajat sedang sampai parah; c) retraksi nafas; d)

saturasi oksigen <93% (preduktal); e) kebutuhan preduktal >60%, sering

mengalami apne. Untuk bayi <1500 gram dan jika ventilator tidak ada, gunakan

CPAP sampai tersedia ventilator. Komplikasi penggunaan CPAP antara lain

pneumothorak, distensi abdomen, trauma nasal, dan kegagalan CPAP (11,15).

18

Page 19: efek fisiologis cpap pada neonatus

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

CPAP merupakan suatu alat yang bekerja dengan cara memberikan tekanan

positif terus-menerus ke dalam paru. CPAP digunakan pada kondisi dimana paru

tidak mampu melakukan pernafasan secara efektif pada bayi baru lahir. CPAP

terdiri dari empat komponen penting agar dapat bekerja secara efektif, yaitu

sirkuit, nasal interface, pelembab udara, dan alat penghasil tekanan. Efek

fisiologis yang ditimbulkan oleh CPAP dan manfaatnya terhadap distres

pernafasan secara umum adalah mencegah kolapsnya alveoli dan meningkatkan

kapasitas residu fungsional (FRC) serta memperbaiki difusi udara pada alveoli.

Ada 3 jenis CPAP dimana masing-masing memiliki mekanisme tersendiri

dalam menjalankan sistemnya, yaitu bubble CPAP, ventilator CPAP, dan infant-

flow drivers. Kebutuhan tekanan berbeda-beda untuk setiap jenis CPAP.

Komplikasi CPAP itu sendiri antara lain pneumothoraks, distensi abdomen, dan

trauma nasal.

4.2. Saran

Sebaiknya, setiap instalasi kesehatan mampu menyediakan fasilitas resusitasi

terhadap neonatus seperti CPAP baik itu di kota besar maupun instalasi kesehatan

di daerah perifer karena perannya yang sangat penting dalam manajemen neonatus

yang lahir dengan gawat nafas sehingga dapat mengurangi angka kematian

neonatus yang diakibatkan oleh distres pernafasan.

19