ef - perfor

19
Perawatan pada perforasi yang telah lama terjadi Perawatan pada fase ini dilakukan jika pasien datang setelah terjadinya perforasi dalam jangka waktu yang lama dan telah terjadi fistula oro-antral ataupun telah terjadi infeksi, dimana infeksinya harus ditanggulangi lebih dahulu sebelum dilakukan penutupan perforasi. 1. Metoda bukal flap menurut Berger (Kruger, 1969; Gans. 1972; Archer, 1975; Killey & Key, 1975) : Metoda ini memberikan hasil berupa bentuk flap yang baik dan cukup untuk menutupi perforasi, serta jika sesuai dengan bagian palatal yang telah disiapkan, akan menghasilkan kontak yang baik antara kedua jaringan tersebut. Penyembuhan yang cepat dan tidak disertai dengan daerah yang terbuka dari mukosa adalah merupakan keunggulan utama dari metoda ini. Kelemahan utama dari metoda ini adalah tidak selalu dapat digunakan, misalnya pada mukosa dimana bermuaranya duktus Stensen, serta pada daerah dimana jaringan bukalnya tidak cukup, akan menghambat proses penyembuhan. Prinsip dari metoda

description

adad

Transcript of ef - perfor

Page 1: ef - perfor

Perawatan pada perforasi yang telah lama terjadi

Perawatan pada fase ini dilakukan jika pasien datang setelah terjadinya

perforasi dalam jangka waktu yang lama dan telah terjadi fistula oro-antral

ataupun telah terjadi infeksi, dimana infeksinya harus ditanggulangi lebih dahulu

sebelum dilakukan penutupan perforasi.

1. Metoda bukal flap menurut Berger (Kruger, 1969; Gans. 1972; Archer,

1975; Killey & Key, 1975) :

Metoda ini memberikan hasil berupa bentuk flap yang baik dan

cukup untuk menutupi perforasi, serta jika sesuai dengan bagian palatal

yang telah disiapkan, akan menghasilkan kontak yang baik antara kedua

jaringan tersebut. Penyembuhan yang cepat dan tidak disertai dengan daerah

yang terbuka dari mukosa adalah merupakan keunggulan utama dari metoda

ini. Kelemahan utama dari metoda ini adalah tidak selalu dapat digunakan,

misalnya pada mukosa dimana bermuaranya duktus Stensen, serta pada

daerah dimana jaringan bukalnya tidak cukup, akan menghambat proses

penyembuhan. Prinsip dari metoda ini adalah siapkan basis dan flap yang

cukup, kemudian pastikan bahwa sinus bebas dari infeksi (Gans, 1972).

Metoda ini dilakukan dengan cara membuat flap pada mukosa bukal

hingga ke pipi. Pada sebuah kasus dimana terjadi perforasi dengan

kehilangan tulang yang cukup besar. Mula -mula epitel di tepi sekitar soket

dibuang, serta ketebalan mukosa (margin gingival) di bagian palatal

dikurangi hingga tiga perempatnya dengan jarak kurang lebih 6 mm dari

tepi soket. Kemudian dibuat insisi mulai dari tepi bagian mesial dan distal

Page 2: ef - perfor

soket menuju kearah mukobukal fold dan diteruskan ke mukosa pipi. Flap

bersama periosteum dilepaskan dari tulang dan diangkat. Untuk lebih

memudahkan dapat dibuat refraction suture pada kedua tepi mesial dan

distal flap tersebut, sebagai pemegang flap. Selanjutnya permukaan dalam

dari flap ini, yakni pada periosteum dibuat insisi horizontal yang

dimaksudkan agar flap dapat ditarik memanjang, tanpa disertai ketegangan

sehingga cukup untuk menutupi soket. Kemudian flap dikembalikan dan di

jahit. Jahitan dibuka setelah lima hari sampai seminggu.

2. Metoda palatal flap menurut Dunning (Kruger, 1969; Gans, 1972; Archer,

1975;Killey & Key, 1975):

Sesuai dengan namanya, metoda ini dilakukan dengan cara membuat

insisi pada palatal, dimana arteri palatine terbawa bersama flap sehingga

dapat memberikan vaskularisasi yang baik bagi flap tersebut. Suatu kasus

perforasi sinus maksilaris dengan keadaan yang tidak memungkinkan untuk

dilakukan penutupan dengan metoda bukal flap. Sehingga untuk itu

dilakukan metoda palatal flap, yakni flap yang dibentuk menyerupai tangkai

dan dipuntir kearah soket. Mula-mula insisi dilakukan pada bagian palatal

dari soket, sejajar lengkung rahang dan dengan panjang secukupnya

sehingga sesuai untuk menutupi soket. Sebelum itu sebagian kecil jaringan

pada bagian distopalatal dari soket dieksisi berbentuk V, guna menyediakan

tempat bagi flap yang akan dipuntir, serta untuk mencegah terjadinya

lipatan. Kemudian secara hati-hati flap diangkat bersama periosteumnya dan

Page 3: ef - perfor

dipuntir kearah soket hingga menutupi perforasi tersebut, selanjutnya

dijahit. Daerah tulang yang terbuka bekas pengambilan flap ditutup dengan

surgical cement atau pack.

3. Proctor mengemukakan suatu metoda yang sederhana untuk menutup

perforasi, sebagai berikut (Kruger, 1969) :

Setelah soket gigi di kuret, suatu kartilago yang diawetkan berbentuk

kerucut dimasukkan kedalam soket gigi. Ukuran kartilago tersebut harus

sesuai dengan luas soket, karena jika tidak sesuai akan terlepas sebelum

terjadi penyembuhan atau akan masuk ke dalam rongga sinus.

4. Metoda penutupan perforasi yang terjadi pada palatum (Archer, 1975):

Perforasi pada palatum dapat terjadi antara lain akibat trauma

instrument, eksisi tumor dan sebagainya, sehingga perlu dilakukan

penutupan, dalam hal ini dilakukan dengan metoda sliding flap atau flap

geser.

Mula-mula dibuat out line flap tersebut pada palatum dan dalam hal

ini arteri palatina anterior dilibatkan. Perlunya flap geser yang besar

dilakukan, oleh karena suatu insisi elips yang sederhana akan memberikan

tegangan jaringan yang berlebihan dan mengganggu vaskularisasi. Pada

celah perforasi tampak adanya penyatuan epitel rongga mulut dengan epitel

rongga hidung. Setelah dilakukan insisi berdasarkan out line, maka flap

diangkat dan sebagian kecil jaringan flap bagian median dibuang guna

Page 4: ef - perfor

menyediakan tempat saat menggeser flap tersebut. Jaringan pada garis

tengah palatum dibuang secukupnya guna menyediakan tempat bagi flap

serta untuk menghilangkan jaringan yang miskin aliran darah. Epitel dan

jaringan pada celah perforasi dieksisi. Celah jaringan pada flap diatas daerah

perforasi dijahit. Kemudian flap digeser dan dijahit pada garis tengah

palatum. Selanjutnya jaringan tulang yang terbuka ditutup dengan zinc

oxide eugenol pack dan kasa steril, dan untuk menjamin aposisi yang baik

dari flap serta untuk mencegah hematoma submukus, maka tempatkan plat

geligi tiruan atau obturator.

Komplikasi Perforasi Sinus Maksilaris dan Pencegahannya

Oroantral Communication dan Fistula Oroantral

Page 5: ef - perfor

Gambar 8. Gambaran Komplikasi Sinus Maksilaris

Pada perforasi sinus maksilaris, jika perawatan yang dilakukan tidak

sesegera mungkin maka dapat mengakibatkan beberapa komplikasi. Dengan

terbuka oroantral fistula, kemungkinan terjadinya infeksi yang berasal dari rongga

mulut. Hal ini penting untuk diketahui apakah sinus telah terinfeksi atau belum.

Hasilnya ditentukan oleh lamanya fistula terbuka dan lebarnya kanal fistula

tersebut.

Namun beberapa penelitian melaporkan bahwa fistula dengan diameter

kurang dari 2mm dapat mengalami penyembuhan spontan. Dan fistula dengan

diameter lebih dari 3mm mengalami penghambatan penyembuhan dikarenakan

memiliki kemungkinan untuk terjadinya infeksi.

Penelitian juga mengungkapkan bahwa kurang mungkin terjadinya

penyembuhan spontan ketika oroantral fistula telah terbuka selama 3 sampai 4

minggu dengan diameter lebih dari 5.

Selain itu , komplikasi lain yang didapat setelah melakukan perawatan

yaitu dengan prosedur flap bukal dapat menyebabkan penurunan yang signifikan

Page 6: ef - perfor

pada vestibulum dan terjadi odema pada pipi. Jika dengan menggunakan flap

palatinal, komplikasi yang terjadi yaitu penggundulan permukaan palatal, rasa

nyeri, dan palatal tampak kasar dan lebih dalam akibat epitalisasi sekunder selama

2 sampai 3 bulan. Dan yang paling buruk , flap palatinal dapat menjadi nekrosis.

Definisi oroantral communication merupakan keadaan komplikasi yang

terjadi karena penembusan ke sinus maksilaris, sedangkan fistula oroantral adalah

lubang antara prosesus alveolaris dan sinus maksilaris yang tidak mengalami

penutupan dan mengalami epitelisasi. Oroantral communication bersifat akut,

sedangkan fistula oroantral bersifat kronis. Penderita fistula oroantral biasanya

sudah mengalami sinusitis maksilaris, baik akut maupun kronis. Fistula oroantral

kadang didefinisikan sebagai lubang sinus yang bertahan lebih dari 48 jam.

Lubang terbentuk setelah pembedahan dan akibat trauma pada sinus. Persentase

terbentuknya fistula setelah penembusan sinus , apapun penyebabnya,

kemungkinan kecil. Fistula biasanya terbentuk bila lubang yang terjadi lebih besar

(lebih dari 3-4 mm) dan melibatkan lantai, adanya sinusitis, serta apabila

perawatan yang dilakukan tidak memadai. Dengan bertahannya lubang oroantral

tersebut, maka traktus akan mengalami epitelisasi, daerah rongga mulut seringkali

mengalami proliferasi jaringan granulasi/jaringan ikat penghubung, dan timbul

drainase purulen. Jila lubang tersebut bukan didahului oleh sinusitis kronis, maka

adanya fistula yang persisten akan memastikan keberadaannya. Pasien jarang

mengeluhkan rasa sakit, kecuali apabila ada infeksi akut.

Page 7: ef - perfor

Gambar 9. Oronasal Communication

Oroantral communication merupakan komplikasi yang kadang terjadi

saat mengekstraksi gigi atau akar pada bagian posterior rahang atas. Identifikasi

dapat dilakukan oleh dokter gigi, yaitu pada saat debridemen alveolar, kuret

periapikal memasuki kedalaman yang lebih dalam daripada normalnya. Hal ini

menandakan bahwa kuret telah memasuki sinus maksilaris.

Gambar 10. Oroantral communication setelah ekstraksi radiks M1RA

Page 8: ef - perfor

Oroantral communication dapat juga dikonfirmasi dengan adanya

observasi adanya adanya aliran udara atau bubbling (gelembung udara) pada

darah dari alveolar (setelah ekstraksi). Hal ini terlihat pada saat pasien mencoba

membuang napas (exhale) melalui hidung saat kedua lubang hidung pasien

ditutup. Tes ini disebut dengan tes Valsalva. Apabila pasienmembuang napas

melalui hidung mereka dengan tekanan yang besar, ada resiko yang menyebabkan

oroantral communication.

Cara mengetahui adanya oroantral communication melalui tanda klinis

yang lain adalah sebagai berikut.

1) Penggunaan instrumen, misalnya elevator, untuk dimasukkan ke dalam

rongga yang ada.

2) Pendarahan hidung

3) Pasien bisa / tidak mengeluhkan rasa sakit atau lepasnya udara dari sinus

ke rongga mulut pada saat menarik napas dalam keadaan mulut tertutup,

kecuali pasien sudah menderita sinusitis (peradangan pada sinus

maksilaris)

4) Lubang yang ada dilihat dengan suction dan lampu atau ditunjuk dengan

probing (dengan hati-hati)

Oroantral communication dapat terjadi baik melalui labial maupun palatal.

Contohnya, komplikasi dapat terjadi terutama selama tahap pembedahan untuk

pencabutan kaninus yang impaksi dengan lokalisasi di labial, selama prosedur

apikoektomi, dan lain sebagainya. Pada contoh kasus lainnya, oroantral

Page 9: ef - perfor

communication juga dapat terjadi pada prosedur pembuangan kista, eksotosis

palatal, dan lain sebagainya.

Oroantral communication dapat disebabkan oleh :

1. Dinding sinus atau dasar sinus tipis.

2. Adanya displacement dari gigi impaksi ataupun ujung akar gigi ke dalam

sinus maksilaris selama percobaan ekstraksi.

3. Ujung akar terletak pada dasar sinus maksilaris.

Gambar 11. Ujung akar berkontak dengan dasar sinus maksilaris

4. Adanya lesi periapikal yang mengikis/mengerosi dinding tulang pada

dasar sinus maksilaris. Atau kuretase yang berlebihan dari lesi yang

bersangkutan.

Page 10: ef - perfor

Gambar 12. Lesi Periapikal Dekat dengan Dasar Sinus

5. Fraktur luas pada tuberositas maksilaris (selama ekstraksi gigi posterior),

dimana bagian sinus maksilaris dapat hilang bersama tuberositas

maksilaris.

6. Pembuangan tulang yang terlalu banyak untuk keperluan ekstraksi gigi

impaksi atau akar.

Pencegahan oroantral communication adalah dengan melakukan langkah-

langkah sebagai berikut.

1. Pemeriksaan klinis dan radiografis secara menyeluruh atau , khususnya

pada regio gigi yang akan diekstraksi (termasuk daerah di sekeliling gigi

yang akan diekstraksi).

2. Pemakaian instrumen dengan sangat hati-hati, khususnya pada saat

luksasi akar pada gigi posterior rahang atas. Hal ini tidak lepas dari

pemakaian tenaga atau kekuatan tekanan yang terkontrol.

3. Debridemen yang sangat hati-hati pada lesi periapikal yang berdekatan

dengan sinus maksilaris.

4. Menghindari tahap luksasi akar apabila daerah visualisasi operator

terhalang oleh adanya perdarahan / hemoragi.

5. Mempertimbangkan merujuk pasien apabila diperkirakan ada resiko

penembusan sinus yang tinggu, atau pada keadaan dimana penembusan

tidak terhindarkan.

Page 11: ef - perfor

Adapun penatalaksanaan apabila telah terjadi oroantral communication

adalah sebagai berikut.

1. Penatalaksanaan kasus oroantral communication bergantung pada

ukurannya dan kapan penatalaksanaan dijadwalkan.

2. Untuk oroantral communication yang berukuran kecil, dirawat segera

setelah ekstraksi. Penatalaksanaannya berupa tindakan bedah.

Keberhasilan penutupan lubang oroantral dengan cara pembedahan

tergantung pada pengontrolan infeksi sinus, pengambilan jaringan yang

berpenyakit/terinfeksi, dan drainase nasal yang memadai.

3. Untuk oroantral communication yang besar atau sudah terbuka selama

15 hari atau lebih harus ditatalaksana dengan teknik lain, seperti

dilakukannya penutupan dengan prosedur flap. Teknik-teknik yang biasa

digunakan adalah flap mukoperiosteal (flap bukal, palatal dan bridge

flap). Setelah itu, dilakukan penjahitan.

4. Diberikan tampon bedah ( 2 x 2 atau 4 x 4) pada daerah operasi.

Gambar 13. Pedicle Flaps

Page 12: ef - perfor

Gambar 14. Pedicle Bridge Flap

5. Administrasi antibiotik profilaksis tidak terlalu diperlukan, kecuali pada

oroantral communication yang merupakan hasil dari ekstraksi gigi

dengan inflamasi periapikal akut, atau pada penderita yang mengalami

riwayat sinusitis sebelumnya, dimana antibiotik spektrum luas harus

diadministrasikan.

6. Nasal decongestant , tetes hidung, serta analgesik harus diresepkan,

khususnya pada penderita fistula oroantral.

7. Buat rujukan yang dibutuhkan kepada spesialis bedah mulut.

8. Pasien diinformasikan tentang situasi yang sedang terjadi serta diberikan

instruksi seperti harus mencegah terjadinya bersin, blowing nose,

meludah dan lain sebagainya apabila rujukan masih dalam tenggang

waktu.

9. Pasien dijadwalkan kembali lagi untuk kontrol dan pemeriksaan-

pemeriksaan lain.

10. Teknik penutupan segera dengan prosedur flap diindikasikan ketika

sinus dalam keadaan bebas dari penyakit. Apabila terdapat infeksi sinus

Page 13: ef - perfor

maksilaris, prosedur flap dilakukan bersamaan dengan trepinasi antrum

(prosedur Caldwell-Luc).

11. Jaringan sinus yang berpenyakit (polip) dihilangkan dengan prosedur

Caldwell-Luc dan drainase hidung yang memadai dilakukan melalui

pembuatan jendela nasoantral pada meatus nasalis inferior. Penutupan

lubang dilakukan dengan pemindahan flap mukoperiosteal bukal ke arah

oklusal maupun palatal melalui daerah operasi dan menjahitnya kembali

pada mukosa palatal yang mengalami deepitelisasi ataupun mukosa yang

diangkat.