Edisi Agustus 2018 Suplemen Majalah SAINS...

8

Transcript of Edisi Agustus 2018 Suplemen Majalah SAINS...

�Edisi Agustus 2018Suplemen Majalah SAINS Indonesia

� Edisi Agustus 2018 Suplemen Majalah SAINS Indonesia

�Edisi Agustus 2018Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Agrotek

Ketersediaan protein dalam menu makanan seharusnya tidak boleh terlewat bagi pertumbuhan anak sejak

dini hingga dewasa. Kandungan asam amino pada protein bersama asupan gizi seimbang lainnya berperan penting untuk meningkatkan kecerdasan dan kesehatan tubuh.

Namun, seringkali kecukupan konsumsi protein tidak selalu dapat terpenuhi dengan

baik jika dikaitkan dengan tingkat perekonomian keluarga yang terbatas. Kenapa demikian? Karena umumnya harga yang melekat pada bahan sumber protein dibanding zat gizi lainnya relatif lebih mahal.

Masalah lainnya juga muncul ketika memilih sumber protein terbaik. Kita mengenal adanya protein nabati dari tumbuhan dan protein hewani. Protein nabati

memang memiliki harga yang lebih murah, namun kandungan asam amino esensial tidak lebih lengkap dari protein hewani.

Sumber protein hewani dapat berupa hasil ternak dalam bentuk daging, susu, telur, serta berbagai jenis ikan. Di antara klasifikasi sumber protein ternak, unggas dalam hal ini daging ayam dan telur lebih populer dalam menyuplai kebutuhan protein masyarakat

Inseminasi Teknik Semprot Siap Sukseskan Program “Bekerja”

� Edisi Agustus 2018 Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Agrotek

Indonesia. Alasannya karena karakteristik daging ayam dan telur yang cenderung disukai dari segi rasa, harga yang relatif terjangkau, dan

akses yang lebih mudah karena tersedia di pasar.

Tangani StuntingKurangnya

asupan gizi memunculkan banyak kasus stunting atau kekurangan gizi yang gejala fisiknya dapat terlihat pada ukuran tinggi tubuh. Pantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan kasus stunting pada balita hampir terjadi

di seluruh Nusantara, terutama di Nusa Tenggara Timur

yang mencapai 40,3% jumlah balita. Tidak bisa dipungkiri bahwa kurangnya asupan protein turut menyumbang kondisi stunting.

Hasil Studi Diet Total (SDT) yang diukur oleh Kementerian Kesehatan 2014 menunjukkan 23,6% balita hanya mendapatkan kurang dari 80% Angka Kecukupan Protein (AKP) dan 0,6% balita mendapatkan asupan 80 - 100% AKP. Kondisi tersebut mau tidak mau harus segera diatasi oleh pemerintah, tidak terkecuali Kementrian Pertanian. Konsep basic causes dan underlying causes memunculkan terobosan program “bekerja (bedah kemiskinan rakyat sejahtera)” dengan target pembagian 10 juta ekor ayam kepada masyarakat.

Inseminasi BuatanMenyukseskan program “Bekerja” tentunya

menuntut ketersediaan logistik daging dan telur ayam yang permintaannya akan terus meningkat. Untuk itu diperlukan penerapan

paket teknologi. Balitbangtan telah memiliki galur ayam Kampung Unggul Balitbangtan (KUB) dengan produktivitas daging dan telur yang tinggi.

Keunggulan Ayam KUB tetap memerlukan teknologi pendukung yang mampu meningkatkan populasinya secara tepat, cepat, dan berkualitas. Salah satunya melalui Inseminasi Buatan (IB) atau proses mengawinkan ternak dengan cara buatan.

Pada dasarnya IB sudah cukup familiar digunakan oleh kalangan peternak, namun bukan teknologi jika tidak terus berkembang. Sebelumnya, perangkat IB yang umum digunakan tergolong masih sederhana yakni dengan suntikan. Kapasitasnya hanya untuk 1 ekor betina produktif, sehingga untuk IB selanjutnya dibutuhkan proses pengisian semen pejantan yang lama, ditambah lagi penyuntiknya harus terampil.

Berawal dari kebutuhan atas kecepatan dan ketepatan, Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (Balai PATP), Balitbangtan, bekerja sama dengan tim inti Taman Teknologi Pertanian (TTP) Cigombong, mencoba menggali peluang pengembangan dari keterbatasan alat IB yang sudah lama ada.

Ide tersebut diwujudkan dalam bentuk prototipe yang dilengkapi dengan tabung penampung semen dan rangkaian lainnya. Prototipe tersebut kemudian diuji terap pada ayam selama 8 kali pengamatan dengan sampel 400 ekor. Hasilnya sangat memuaskan, di mana kapasitas alat IB rancangan terbaru ini mampu digunakan untuk 1 - 200 ekor ayam betina produktif. Kecepatan operator dalam melakukan IB yaitu 7 detik/ekor atau untuk melakukan IB 200 ekor ayam dibutuhkan waktu hanya 24 menit.

Alat IB tersebut kemudian diberi nama alat IB Tipe Semprot pada Unggas yang telah melalui proses pendaftaran perlindungan Kekayaan Intelektual (KI) rezim paten dengan nomor S00201802845 pada tahun 2018. Upaya guna produksi massal teknologi ini, telah dirintis Balai PATP melalui kerjasama pra-lisensi dengan CV Fuad Arby Utama.

Morina Pasaribu

�Edisi Agustus 2018Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Agrotek

Kejadian serangan massal flu burung di Indonesia pernah booming pada 15 tahun yang lalu. Pada 2003, untuk per-

tama kali, virus Avian Influenze (AI) atau yang dikenal dengan H5N1 berhasil diidentifikasi. Se-jak itulah, virus ini menjadi endemis dan dapat ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis).

Selain menyerang golongan ayam seperti ayam layer, ayam broiler, dan ayam kampung, virus AI juga telah berkembang dalam tubuh itik dan unggas air. Namun jenis unggas ini rela-tif lebih tahan terhadap infeksi virus AI karena tidak menunjukkan gejala sakit apalagi mati. Namun, virus H5N1 terus berkembang. Dengan ditemukannya kejadian itik yang mati terserang virus AI, membawa informasi baru adanya virus AI subtipe H5N1 clade 2.3.2.

Untuk diketahui, menurut klasifikasi WHO/OIE/FAO, semua virus H5N1 yang diisolasi dari unggas dan manusia di Indonesia termasuk

dalam clade 2.1. Hasil penelitian pun menun-jukkan kemungkinan besar virus AI clade 2.3.2 tersebut merupakan introduksi virus dari luar Indonesia.

Oleh karena itu, vaksinasi menjadi hal mut-lak untuk dilakukan dalam strategi biosecurity peternakan. Pemilihan vaksin AI pun harus te-pat. Jika tidak, maka dapat menimbulkan ba-nyak permasalahan seperti menimbulkan virus baru akibat tekanan imunologis dari vaksinasi.

Vaksin Bivalen AI H5N1Akhir-akhir ini, peternak mewaspadi serang-

an virus AI clade 2.3.2 terutama pada itik yang menyebabkan kematian tinggi, selain tetap me-waspadai virus AI clade 2.1.3 yang serangannya telah berlangsung cukup lama (10 tahun).

Keberadaan kedua clade virus mengha-ruskan adanya perkembangan vaksin untuk menangkalnya. Balai Besar Penelitian Veteriner

Vaksin Bivalen Lindungi Unggas dari Kematian Masal

� Edisi Agustus 2018 Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Agrotek

Vaksin bivalen ini diklaim bersifat lebih protektif

dalam memberikan perlindungan dari gejala klinis dan kematian. Selain itu, keunggulan lainnya adalah

dapat menurunkan penyebaran virus

AI dari hewan yang terinfeksi.

(BB Litvet) di bawah Badan Penelitian dan Pengem-bangan Pertanian telah menghasilkan vaksin biva-len.

Vaksin bivalen adalah vaksin yang dibuat dari dua jenis virus yang berbeda. Vaksin bivalen produk-si BB Litvet mengandung seed virus AI clade 2.1.3. (A/chicken/West Java/Pwt-Wij/2006) dan clade 2.3.2 (A/Muscovy duck/Banten/BR7/2013) asal Indonesia.

Virus AI clade 2.1.3 merupakan virus AI hasil identifikasi BB Litvet yang mengalami antigenic drift yang diisolasi pada tahun 2006 (Dharmayanti et al, 2011). Virus ini merupakan salah satu yang ditetap-kan dan direkomendasikan pemerintah sebagai seed vaksin H5N1 pada unggas di Indonesia.

Vaksin bivalen ini diklaim bersifat lebih protektif dalam memberikan perlindungan dari gejala klinis dan kematian. Selain itu, keunggulan lainnya adalah dapat menurunkan penyebaran virus AI dari hewan yang terinfeksi.

Jadi, peternak tak perlu takut lagi, sudah ada invensi Balitbangtan berupa vaksin bivalen AI H5N1. Namun demikian, pelaku usaha peternakan tetap perlu memperhatikan faktor-faktor penyebab out-break AI, seperti faktor lingkungan kandang, faktor manajemen, faktor genetik virus AI, dan faktor keke-balan atau antibodi.

Kepala Balai PATP, Retno Sri Hartati Mulyan-dari, menyatakan bahwa vaksin bivalen ini telah didaftarkan perlindungan patennya dengan nomor P00201505325.

Vyta Wahyu Hanifah

�Edisi Agustus 2018Suplemen Majalah SAINS Indonesia

� Edisi Agustus 2018 Suplemen Majalah SAINS Indonesia