Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan...

16
1 Oktober 2017 Edisi 109 / IX / Oktober 2017 GMF Mission GMF Values To provide integrated and reliable aircraft maintenance solutions for a safer sky and secured quality of life of mankind Top 10 MROs in the World GMF Vision Concern for People, Integrity, Professional, Teamwork, Customer Focused Pengetahuan dan Informasi Safety Persuasif, Informatif, Naratif PENITY MEDA Sebagai Tanggung Jawab Moral MRO MEDA as MRO’s Moral Responsibility

Transcript of Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan...

Page 1: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

1Oktober 2017

Edisi 109 / IX / Oktober 2017

GMF Mission

GMF Values

To provide integrated and reliable aircraft maintenance solutions for a safer sky and secured quality of life of mankind

Top 10 MROs in the WorldGMF Vision

Concern for People, Integrity, Professional, Teamwork, Customer Focused

Pengetahuan dan Informasi Safety

Persuasif, Informatif, NaratifPENITY

MEDA Sebagai Tanggung Jawab Moral MRO

MEDA as MRO’s Moral Responsibility

Page 2: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

2 Oktober 2017

Prolog

Diterbitkan oleh Quality Assurance & Safety PT GMF AeroAsia Tbk, Hangar 2 Lantai Dua Ruang 94, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng - Indonesia, PO BOX 1303 - Kode Pos 19130, Telepon: +62-21-5508190, Faximile: +62-21-5501257. Redaksi menerima saran, masukan, dan kritik dari pembaca untuk disampaikan melalui email [email protected]

Incident dalam proses maintenance tidak mungkin terjadi begitu saja tanpa adanya faktor yang berkontribusi terhadap case tersebut. Seperti apapun bentuk kejadiannya, tentu tidak boleh dibiarkan, harus

diinvestigasi supaya ditemukan sumber masalahnya. Industri perawatan pesawat seperti PT GMF AeroAsia Tbk memiliki cara untuk melakukan investigasi yaitu menggunakan metode MEDA (Maintenance Error Decision Aid) yang di adopt dari Boeing Company. Metode ini berfokus mencari contributing factors dari penyebab kejadian.

Sesuai dengan tujuannya, MEDA tidak mencari siapa yang salah, tapi menemukan faktor-faktor yang menyebabkan produk bermasalah. Tapi, metode ini sering dianggap menakutkan hingga mengancam karir seseorang. Padahal, asumsi ini tidak benar dan harus dibuang jauh-jauh. Kalau pun terjadi human error yang memicu kejadian, tidak serta merta sanksi dijatuhkan. Apalagi jika human error terjadi secara tidak sengaja.

Agar persepsi kita tentang MEDA semakin lebih baik, Penity mengangkatnya menjadi topik utama di edisi Oktober 2017 ini. Dengan menyadari peran MEDA secara benar, diharapkan kejadian yang sama tidak terulang kembali. Selamat membaca. y

Salam,Redaksi

Incident in the maintenance process is impossible to happen without any contributing factors. Regardless the circumstances of the event, it

should not be allowed and must be investigated to find the root causes of the problem. Aircraft maintenance industries such as PT GMF AeroAsia Tbk has a way to investigate using MEDA (Maintenance Error Decision Aid), a method adopted from Boeing Company. This method focuses on finding the contributing factors of the event.

In accordance with its purpose, MEDA is focused on finding the factors that are causing the problem, it is not to look for who is wrong. This method is often considered scary and threaten a person’s career. In fact, this assumption is totally wrong and should be thrown away. If any human error that triggers the incident, not necessarily sanction will be given. Especially if the human error occurred by accident.

To straighten our perceptions of MEDA, Penity raises this theme to be the main topic in this October 2017 edition. By realizing the role of MEDA properly, it is expected that the same incident will not happen again. Happy reading.

Regards,Editor y

Memahami MEDA dengan Benar

Understanding MEDA Properly

Page 3: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

3Oktober 2017

Opini

Jangan Takut Menjalani MEDAEdi Bramanta | GM Outstation Line Maintenance Support

Banyak hal yang perlu kita pahami tentang MEDA, terutama tujuan utamanya yakni mencari faktor-faktor yang memicu suatu kejadian. Melalui MEDA, kita dapat mencari root cause

yang sebenarnya agar rekomendasi perbaikan dapat dibuat untuk mencegah kejadian serupa terulang. MEDA tidak bersifat menghukum, karena tujuannya bukan mencari siapa yang salah. Karena itu, personel seharusnya tidak perlu takut menjalani MEDA.

Namun, yang perlu ditekankan adalah pemahaman dan implementasi kepatuhan kita terhadap regulasi seperti prosedur dan manual. Jika kita bekerja sesuai regulasi, maka kecil kemungkinan terjadinya error dalam maintenance. Karena itu, pemahaman terhadap regulasi harus ditingkatkan. Sekecil apapun pekerjaannya harus dilakukan sesuai regulasi. Peran personel senior memberikan mentoring terkait regulasi kepada personel muda sangat dibutuhkan. Personel senior harus dapat menjadi role model dalam mematuhi regulasi. y

PENITY EDISI ULANG TAHUN KE-9

Tema : Aircraft Maintenance Safety

Kriteria penilaian lomba fotografi: - Foto menunjukan penerapan Safety yang sesuai dengan

standard dan prosedur serta memperhatikan aspek estetika dalam fotografi

- Foto yang diambil dapat menggunakan kamera professional atau handphone dengan standar publikasi dengan resolusi minimal 1280 x 960 pixels.

- Diperkenankan melakukan editing minor.

Pengumpulan hasil foto maksimal tanggal 9 November 2017, melalui email : [email protected]. Pemenang akan diumumkan pada

PENITY Edisi bulan November.

3 Pemenang fotografi terbaik mendapat merchandise

menarik.

Page 4: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

4 Oktober 2017

Komunitas

Membedakan Just Culture dan Blame Culture

Salah satu elemen penting dalam implementasi Safety Management System (SMS) adalah budaya “Just Culture” yang mendorong personel bersedia untuk

menyediakan informasi tentang keselamatan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan penyedia informasi diberi imbalan. Untuk membedakan perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima, harus ada clear line di antara keduanya. Penegasan ini harus dilaksanakan karena penerapan Just Culture diatur dalam penulisan laporan investigasi yang tertuang dalam QP 303-01 Investigation of Deficiency, Incident or Accident.

Dalam penulisan laporan investigasi, investigator dilarang menulis nama orang yang melakukan error maupun violation. Hal ini yang membedakan MEDA dibandingkan pemeriksaan lainnya yang menuliskan nama, bahkan menampilkan foto pelaku kejadian. Dengan tidak menyebutkan nama pelaku kejadian, MEDA mengajarkan agar setiap orang punya awareness terhadap safety dan tidak perlu tahu siapa yang terlibat atau memicu kejadian.

Yang perlu dipahami, Just Culture berbeda dengan Blame Culture, karena dampak penerapan Just Culture adalah membangun kepercayaan pada semua orang. Dengan kepercayaan ini, maka informasi tentang safety mengalir tanpa perasaan takut ketika diinterview. Ketakutan mendapat hukuman harus dibuang sehingga interview

Distinguish between Just Culture and Blame Culture

One important element on Safety Management System (SMS) implementation is “Just Culture” which encourages personnel to provide

information about safety. In fact, there is a possibility that informers are rewarded. To distinguish acceptable and unacceptable behavior, there must be a clear line between that two. This affirmation should be implemented because application of Just Culture is set out in investigation report as contained in QP 303-01 Investigation of Deficiency, Incident or Accident.

On investigation reports, investigators are prohibited to write names of people who make errors or violations. This thing distinguishes MEDA if compared to the other investigations which write the names, even display the photos of the perpetrators. By not naming the perpetrators, MEDA teaches that everyone has awareness of safety and doesn’t need to know who was involved or triggered the incident.

Just to understand, Just Culture is different from Blame Culture, because the impact of Just Culture’s implementation is to build trust to everyone. With this belief, then the information about safety flows without fear when interviewed. Fear of being punished should be discarded so interviews produce accurate information about the root cause of the incident. With this framework, Just Culture greatly helps organizations to prevent larger threats.

Page 5: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

5Oktober 2017

menghasilkan informasi yang akurat tentang suatu penyebab kejadian. Dengan kerangka ini, Just Culture sangat membantu organisasi mencegah ancaman bahaya yang lebih besar.

Dalam Just Culture, error adalah sesuatu yang manusiawi, tapi harus dihindari dan dicegah agar tidak terjadi kembali. Pencegahan ini dapat dilakukan melalui pemberian training, safety sharing, revisi prosedur, dan lain-lain. Jika error dalam batas tertentu bisa ditolerir manusia, namun tidak dengan violation yang tidak dapat ditoleransi. Pelaku violation membutuhkan pembinaan melalui assessment lebih dulu terhadap culpability level sehingga pembinaan yang diberikan akan tepat. Dengan demikian, organisasi tidak serta merta memberikan pembinaan kepada pelaku violation.

Dari gambar diatas dapat kita ketahui perbedaan antara Blame Culture dengan Just Culture. MEDA process merupakan bagian dari Just Culture dimana MEDA hadir ditengah proses untuk mengetahui contributing factor dan dilakukan pencegahan serta menjadi pembelajaran kepada semua orang tanpa menyebut suatu nama orang terkait. Kemudian apabila terbukti terjadi violation tidak serta merta di berikan punishment melainkan dilakukan assessment sesuai dengan QP 225-01 Disciplinary Policy for Maintenance Event (DP Proses) sehingga ditemukan level of culpability (level 1 – 7) dan kemudian ditentukan tindakan yang tepat sebagai pembinaan personel.

Mensosialisasikan Just Culture secara benar ini menjadi salah satu tanggung jawab besar Safety Inspection Department agar informasi tentang safety mengalir dengan baik. Keterbukaan tanpa ada rasa takut dan terpaksa diharapkan membuat proses interview investigation menghasilkan informasi yang valid sehingga perbaikan tepat sasaran dan efektif. Dengan cara ini, setiap potensi hazard dapat ditekan seminim mungkin serta maintain at or below acceptable level. y (Teguh RP)

AircraftAccident

Punishment

AircraftIncident/Accident

MEDAProcess

Error

TrainingTechnologyRegulation

Coaching &

CounselingAssessment

ofViolation

Violation

In Just Culture, error is something human, but it must be avoided and prevented to not happen again. Prevention can be done through the provision of training, safety sharing, procedures awareness, and others. Error within a certain limit can be tolerated, but violation can’t be tolerated. The violator requires coaching through assessment of the culpability level first, so the coaching will be appropriate. Thus, the organization doesn’t casually provide coaching to violators.

Gambar 2. Just Culture on MEDA Simple Process

Gambar 1. Blame Culture Simple Process

From the picture above we know the difference between blame culture and just culture. MEDA process is part of just culture which present in the middle of process to know the contributing factor, do prevention, and lesson learn to all people without mentioning a related person’s name. Then if violation proved, punishment will not be offhanded but assessment performed in accordance with QP 225-01 Disciplinary Policy for Maintenance Event (DP Process) to find the culpability level (level 1 - 7) and then determined the appropriate action as personnel’s coaching.

Socializing Just Culture correctly is one of big responsibilities of Safety Inspection Department so safety information can be flow well. Openness without fear and compulsion is expected to make the interview process of investigation can produce valid information, so improvements can be on target and effective. In this way, every potential hazard can be minimized and maintain at or below acceptable level. y (Teguh R. P.)

Page 6: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

6 Oktober 2017

Oleh: Asep Sumantri

GM. Line Maintenance Aircraft Quality

Inspection

Dua perusahaan otomotif besar di Jepang menarik kembali 950 ribu kendaraan dari peredaran di Amerika Serikat dan Eropa

pada 2008 dan 2010 karena sistem airbag, tombol pembuka jendela, dan sistem rem bermasalah. Kesalahan teknis ini telah menyebabkan kematian satu orang dari 11 yang cidera di Amerika Serikat. Penarikan kembali (recall) produk bermasalah harus dilakukan untuk mencegah jatuhnya lebih banyak korban. Biaya untuk recall, investigasi hingga perbaikan produk ini tentu tidak kecil karena mencapai USD 33 juta. Selain demi keselamatan konsumen, produsen otomotif ini tidak ingin reputasinya hancur gara-gara produknya bermasalah.

Produk bermasalah yang sudah beredar di pasar tidak hanya terjadi di industri otomotif. Hampir semua industri pernah mengalami dengan skala yang berbeda, termasuk di industri penerbangan dan perawatan pesawat. Dalam industri perawatan pesawat, produk bermasalah biasanya terjadi setelah pesawat, mesin, atau komponen menjalani perawatan. Akibatnya, operasional pesawat terganggu hingga terjadi penundaan jadwal keberangkatan (delay) atau pembatalan penerbangan. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan dan harus diinvestigasi untuk menemukan sumber masalah.

Two major automotive companies in Japan recalled 950 thousand vehicles from distribution in the United States and Europe in 2008

and 2010 due to airbag systems, window opening buttons, and problematic brake systems. This technical error has caused the death of one person out of 11 injured in the United States. Recall of problematic products should be done to prevent more casualties. The cost for recall, investigation to repair this product is certainly not low because it reaches USD 33 million. In addition to consumer safety, this automotive manufacturer does not want its reputation destroyed because of problematic products.

Problematic products that have been circulating in the market is not only occur in the automotive industry. Almost all industries have been experienced a different scale, including in the airline industry and the aircraft maintenance. In the aircraft maintenance industry, problematic products usually occur after a plane, engine, or component undergone maintenance. As a result, the operation of the aircraft is disrupted and lead to a delay of the scheduled departure or flight cancellation. This condition should not be allowed and should be investigated to find the root cause of the problem.

In conducting investigations, MRO companies such as GMF AeroAsia

Sesuai tujuannya,

metode MEDA tidak mencari

siapa yang salah, tapi

mencari faktor-faktor yang

menyebabkan produk

bermasalah.

MEDA Sebagai Tanggung Jawab Moral MRO

MEDA as MRO’s Moral Responsibility

Persuasi

Page 7: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

7Oktober 2017

Dalam melakukan investigasi, perusahaan MRO seperti GMF AeroAsia memiliki metode yang dikenal dengan MEDA (Maintenance Error Decision Aid). Konsep investigasi yang dikenalkan oleh Boeing Company ini berfokus mencari contributing factors yang menyebabkan terjadinya masalah setelah dilakukan perawatan pada pesawat, mesin dan komponen. Investigasi dilakukan dengan mewancarai maintenance personnel yang terlibat proses perawatan untuk menggali informasi. Dari informasi ini akan terungkap apakah problem teknis tersebut disebabkan oleh kesalahan yang berupa error atau pelanggaran prosedur kerja (violation).

Contributing factors merupakan sesuatu yang mempengaruhi kinerja maintenance personnel dalam berinteraksi dengan pesawat, mesin dan komponen. Ada 10 macam contributing factors yang dikenal dalam MEDA, yakni (1) Information, (2) Ground Support Equipment, Tools and Safety Equipment, (3) Aircraft Design, Configuration, Parts, Equipment, and Consumables, (4) Job and Task, (5) Knowledge and Skill, (6) Individual Factors, (7) Environment and Facilities, (8) Organizational Factors, (9) Leadership/Supervision, dan (10) Communication.

Berdasarkan temuan Boeing, dari jumlah kasus produk bermasalah setelah dilakukan perawatan pesawat, sebanyak 80%-90% contributing factors terjadinya error maupun violation mengarah ke kontrol manajemen (organizational factor). Dalam konteks ini, kesalahan dan pelanggaran prosedur kerja (work process/procedure not followed) merupakan penyumbang terbanyak dalam faktor organisasi sebagai penyebab produk bermasalah. Sementara itu, produk bermasalah yang berkaitan dengan kinerja teknisi atau inspektor hanya 10%-20%. Padahal mematuhi prosedur sudah tercantum dalam regulasi CASR 145.211.

Sesuai tujuannya, metode MEDA tidak mencari siapa yang salah, tapi mencari faktor-faktor yang menyebabkan produk bermasalah. Hal ini sesuai filosofi utama proses MEDA yakni (1) kejadian yang terkait produk bermasalah bisa disebabkan oleh kesalahan, pelanggaran, atau kombinasi keduanya, (2) kesalahan tidak dilakukan dengan sengaja, (3) kesalahan disebabkan serangkaian contributing factors, (4) pelanggaran yang disengaja dapat disebabkan oleh contributing factors, (5) sebagian besar contributing factors dari error dan violation masih dalam kontrol manajemen.

Filosofi utama proses MEDA adalah orang tidak menyebabkan suatu kejadian dengan sengaja. Tidak jarang pelanggaran dan kesalahan

have a method known as MEDA (Maintenance Error Decision Aid). This investigation concept introduced by Boeing Company and focusing on finding contributing factors that cause problems after maintenance on the aircraft, engines, and components. The investigation is conducted by interviewing the personnel who involved in the maintenance process to get the detail information. This information will reveal the technical problems are caused by errors or procedure violations.

Contributing factors is something that affects the maintenance performance of personnel in interacting with aircraft, engine and components. There are 10 kinds of contributing factors known in MEDA, namely (1) Information, (2) Ground Support Equipment, Tools and Safety Equipment, (3) Aircraft Design, Configuration, Parts, Equipment, and Consumables, (4) Job and Task, (5) Knowledge and Skill, (6) Individual Factors, (7) Environment and Facilities, (8) Organizational Factors, (9) Leadership / Supervision, and (10) Communication.

Based on Boeing’s findings, from the number of problematic product cases after aircraft maintenance, about 80% -90% contributing factors for error or violation lead to organizational factor control. In this context, work procedural / procedural error (work process / procedure not followed) is the largest contributor to organizational factors as the cause of problematic products. In the meantime, problematic products relating to the performance of technicians or inspectors are only 10% -20%. In addition, complying with the procedures already listed in the regulation of CASR 145.211.

According to its purpose, MEDA method does not look for who is wrong, but look for the factors that cause the problematic products. This is in accordance with the main philosophy of MEDA process, i.e. (1) the incident related to problematic product can be caused by mistake, offense, or combination of both, (2) mistake not made intentionally, (3) error caused by a series of contributing factors, (4) can be caused by contributing factors, (5) most contributing factors of error and violation are still in management control.

The main philosophy of MEDA process is that people do not cause accidental events. A lot of violations and errors occur in situations where people are trying to do the right thing and others in the same situation can make the same offense. For example, someone misunderstands a work order, then another person can also make the similar mistake for the same work order. If a technician violates such as not using torque wrench and the situation is considered ‘normal’ in the workgroup, others are also likely to violate the same thing.

Page 8: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

8 Oktober 2017

1

2

3

4

5 6 7 8 9 10

11 12 13 14

MENDATAR MENURUN 2 Do: 19 terkait dengan pencegahan

adanya…..pada pesawat. 1 ….. berkontribusi pada system failure

yang menjadi penyebab dalam sebuah event /occurrence.

5 Salah satu contributing factor dalam MEDA.

3 Maintenance Error Decision Aid

7 Atmosphere of trust dimana seseorang didorong bahkan diberi reward karena bersikap kooperatif dalam investigasi occurrence.

4 Cost of Poor Quality

9 CMM : ….. Maintenance Manual 6 Aircraft Maintenance ….. (AMI) 11 Technical Trouble Delay Report 8 Untuk mencegah occurrence serupa

Full body harness merupakan fall protector device yang wajib digunakan untuk bekerja di area ketinggian tertentu dalam perawatan pesawat. Meski memproteksi pekerja dari

ancaman bahaya, tapi ada kondisi yang perlu dipahami jika personel jatuh dan tergantung di harness yang disebut harness hang syndrome atau suspension injury.

Harness hang syndrome adalah dampak medis akibat tubuh tidak bergerak karena tergantung di harness dalam posisi vertikal. Kondisi ini makin parah karena pembuluh darah besar di pangkal paha (femoral) terjepit strap harness sehingga darah berkumpul di daerah kaki dan aliran oksigen terganggu. Kondisi ini menyebabkan pusing, keringat dingin, denyut nadi meningkat, pernafasan meningkat, hingga hilang kesadaran.

Dalam kondisi kritis ini, yang perlu dilakukan personel adalah aktif menggerakkan kaki, angkat lutut hingga posisi seperti duduk. Sebaiknya

Antisipasi Kondisi Harness Hang Syndrome

Pojok K3

terjadi dalam situasi di mana orang sedang mencoba melakukan hal yang benar dan orang lain dalam situasi yang sama dapat membuat pelanggaran yang sama. Misalnya, seseorang salah memahami perintah kerja, maka orang lain juga bisa melakukan kesalahan serupa dengan perintah kerja yang sama. Jika teknisi melanggar seperti tidak memakai torque wrench dan situasi itu dianggap ‘biasa’ di kelompok kerja tersebut, orang lain juga cenderung melanggar hal yang sama.

Investigasi lebih mudah dilakukan jika ada kejujuran informasi yang disampaikan oleh personel yang terlibat dengan dukungan atasan langsung sehingga faktor-faktor yang berkontribusi pada produk bermasalah dapat diketahui dengan tepat. Dari sinilah dihasilkan rekomendasi yang tepat dan efektif untuk perbaikan proses produksi demi mencegah kejadian serupa terulang kembali. Sebaliknya, jika informasi yang diberikan tidak jujur, rekomendasi yang dihasilkan tidak tepat sasaran. Karena itu, kita harus sadar jika tujuan utama MEDA menentukan contributing factors untuk menghasilkan rekomendasi perbaikan yang tepat, dan mengembalikan kepercayaan pengguna jasa sebagai bentuk pertanggung-jawaban moral dari suatu MRO. y

Investigation is easier if there is honesty information conveyed by personnel involved with the support of the direct superior so that the contributing factors to problematic products can be accurately known. As the result of this process, it generated the appropriate and effective recommendations for the improvement of the production process to prevent similar incidents from recurring. Conversely, if the information provided is not honest, the recommendations resultsare not on target. Therefore, we shall be aware that MEDA’s main objective is to determine the contributing factors for generating appropriate improvement recommendations, and restore the trust of customers as a form of moral accountability of an MRO. y

Persuasi

gunakan work seat jika tergantung dalam waktu yang lama. Karena itu, pastikan suspension trauma safety strap selalu terpasang pada full body harness dan saat tergantung hindari posisi tegak dan kaki menjuntai ke bawah.

Pertolongan pertama harus dilakukan maksimal 10 menit pertama setelah korban jatuh. Selama pertolongan diberikan, jangan membaringkan korban di lantai atau di atas tandu karena dapat memicu reflow syndrome yakni, ada aliran darah yang mengalir ke otak dan jantung secara tiba-tiba dan dratis yang dapat mengakibatkan kematian. y (Fiki Raga Siwi)

Page 9: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

9Oktober 2017

1

2

3

4

5 6 7 8 9 10

11 12 13 14

MENDATAR MENURUN 2 Do: 19 terkait dengan pencegahan

adanya…..pada pesawat. 1 ….. berkontribusi pada system failure

yang menjadi penyebab dalam sebuah event /occurrence.

5 Salah satu contributing factor dalam MEDA.

3 Maintenance Error Decision Aid

7 Atmosphere of trust dimana seseorang didorong bahkan diberi reward karena bersikap kooperatif dalam investigasi occurrence.

4 Cost of Poor Quality

9 CMM : ….. Maintenance Manual 6 Aircraft Maintenance ….. (AMI) 11 Technical Trouble Delay Report 8 Untuk mencegah occurrence serupa

Selisik

Teka-Teki Safety Edisi Oktober 2017

Mendatar2 Do: 19 terkait dengan pencegahan adanya…..

pada pesawat.5 Salah satu contributing factor dalam MEDA.7 Atmosphere of trust dimana seseorang didorong

bahkan diberi reward karena bersikap kooperatif dalam investigasi occurrence.

9 CMM : ….. Maintenance Manual11 Technical Trouble Delay Report12 Syndrome yang terjadi pada seseorang yang

terjatuh dan tergantung pada harness.13 Tindakan yang disengaja yang dapat

mengakibatkan hazard.14 QP 303-01 mengatur tentang proses ….. di GMF.

Menurun1 ….. berkontribusi pada system failure yang menjadi

penyebab dalam sebuah event /occurrence.3 Maintenance Error Decision Aid4 Cost of Poor Quality6 Aircraft Maintenance ….. (AMI)8 Untuk mencegah occurrence serupa terulang

kembali, maka di buat…..perbaikan.10 Tindakan yang tidak di sengaja yang dapat

mengakibatkan hazard.

Akibat Pintu Kargo Tidak Terkunci Sempurna

Setelah terbang dari Bandara Yesilkoy Istanbul, pesawat Turkish Airlines dengan nomor fligh 981 transit di Bandara Orly Paris sebelum melanjutkan penerbangan

menuju Bandara Heathrow, London. Pesawat DC-10 yang membawa 333 penumpang dan 13 awak ini lepas landas dari Bandara Orly pada pukul 12.30 waktu setempat. Proses lepas landas berjalan normal dan tidak ada gangguan sama sekali. Ketinggian pesawat terus bertambah sampai Co-Pilot meminta ijin pengatur lalu lintas udara (ATC) untuk naik ke ketinggian 23.000 kaki.

Co-Pilot mulai menaikkan pesawat setelah mendapatkan persetujuan ATC. Pesawat pun mulai beranjak naik. Tapi, ketika pesawat berada di ketinggian 11.500 kaki, tiba-tiba pintu kargo terlepas dari badan pesawat. Pilot berusaha mengendalikan pesawat supaya mendarat di bandara terdekat. Kondisi ini diketahui ATC karena sempat menerima sinyal komunikasi bahwa kabin pesawat mulai explode. Bahkan, terdengar alarm ‘Overspeed’ dan ‘Cabin Pressure’.

Tapi, setelah alarm terdengar, komunikasi dengan pilot terputus. Pesawat ini ternyata jatuh

Page 10: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

10 Oktober 2017

Selisik

Nama / No. Pegawai :................................................................................................................................................................

Unit :................................................................................................................................................................

No. Telepon :................................................................................................................................................................

Saran untuk PENITY :................................................................................................................................................................

Jawaban dapat dikirimkan melalui email Penity ([email protected]) atau melalui Kotak Kuis Penity yang tersedia di Posko Security PT GMF AeroAsia, Tbk. Jawaban ditunggu paling akhir 10 November 2017. Pemenang akan dipilih untuk mendapatkan hadiah. Silahkan kirimkan saran atau kritik anda mengenai majalah Penity melalui email Penity ([email protected])

Nama-nama PemenangTeka-Teki Safety Edisi September 2017

Jawaban Teka-Teki Safety Edisi September 2017 Ketentuan Pemenang

1. Batas pengambilan hadiah 10 November 2017 Unit TQ Hangar 2 Lantai 1 R.13 dengan menghubungi Bp. Arief Budiman setiap hari kerja pukul 09.00- 15.00 WIB

2. Pemenang menunjukkan ID card pegawai

3. Pengambilan hadiah tidak dapat diwakilkan

Identitas Pengirim Teka-Teki Safety Edisi Oktober 2017

1. RIANDI SETIAWAN / 533002 / JKTTBS

2. WAHYU PUTRA BUDIMAN / 582541 / JKTTNL

3. BAMBANG IRAWAN / 782234 / JKTTQH

4. SITI HIDAYATI MUTIARA K / 581992 / JKTTEC

5. FAJAR SHOFA FIRMANSYAH / 581458 / JKTTLS

di hutan Ermenonville tidak jauh dari kota Paris. Kecelakaan yang terjadi pada 3 Maret 1974 ini menjadi salah satu kecelakaan paling mengerikan. Seluruh penumpang dan awak kabin tewas. Koran Daily News edisi 4 Maret 1974 menulis judul utama kecelakaan DC-10 ini yang paling buruk dalam sejarah. Badan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Eropa melakukan investigasi.

Dari data penerbangan di black box, investigator mengetahui ledakan terjadi akibat mekanisme kunci pintu kargo yang tidak terkunci dengan sempurna. Akibatnya pintu lepas dan membuat lantai di atasnya runtuh. Selain itu, control cable engine #2 di bagian ekor pesawat putus dan semua mekanisme hydraulic gagal berfungsi sehingga sistem kemudi tidak bisa beroperasi dan mesin mati. Hal ini yang membuat pesawat menukik 20 derajat ke bawah dan berbelok tajam ke kiri.

Pilot yang berusaha mengendalikan pesawat menambah kecepatan mesin menjadi full power dengan harapan daya angkat (lift) pesawat menjadi besar untuk mengangkat hidung pesawat yang menukik. Tapi semua sudah terlambat. Tepat 72 detik setelah pintu kargo lepas, pesawat jatuh pada

kecepatan 430 knots.Dari investigasi ini, FAA menerbitkan

Airworthiness Directives kepada DC-10. Pesawat tipe ini tidak boleh digunakan sampai masalah pintu kargo selesai. McDonnel Douglas sebagai manufaktur pesawat akhirnya memperbaiki pintu kargo DC-10.

Kesalahan design factor bisa memicu terjadinya kecelakaan yang mengerikan. Sehingga peran serta seluruh personel untuk melaporkan flaws sangat diperlukan sebagai bentuk pencegahan terhadap kejadian serupa. y [Saiful Anham]

Menurun

1. Alodines3. Masking4. Ventilation7. CG8. Spray

Mendatar

2. Livery5. stripping6. Battery8. Sanding9. Plan

Page 11: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

11Oktober 2017

Safety Briefing Sheet

Istilah integritas menjadi salah satu kosakata yang paling sering kita dengarkan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun maknanya cukup beragam, tapi semuanya bermuara pada satu pengertian yang

sama. Bahkan, dalam industri MRO, integritas personal secara khusus dijelaskan di dalam AMO Manual Part 1.7.4.2 tentang Personnel Integrity di mana seseorang yang memiliki integritas harus memahami dan mematuhi aturan serta kebijakan perusahaan. Ketentuan ini juga menyebutkan setiap pelanggaran dilaporkan dan diinvestigasi.

Begitu pentingnya integritas dalam organisasi, GMF menjadikannya sebagai salah satu pedoman berperilaku yang difokuskan pada ketulusan dan kelurusan hati. Integritas diekspresikan melalui satunya kata dan perbuatan dalam menerapkan nilai-nilai etika bisnis dan profesi serta peraturan perusahaan secara konsisten, meskipun hal ini dilakukan dalam kondisi sesulit apapun. Sehingga muncul sebuah kepercayaan.

Secara garis besar, GMF Value Integrity menjelaskan karakteristik seseorang yang memiliki integritas, yakni memegang teguh dan selalu menepati janji, tetap bekerja baik dan benar walau tanpa diawasi, berani menyampaikan kebenaran secara etis berdasarkan nilai-nilai perusahaan, berani

IntegritasDimulai dari Diri Sendiri

mengakui kekurangan diri, seraya melakukan upaya perbaikan nyata. Selain itu, beberapa karakteristik integritas adalah mematuhi dan menjalankan etika bisnis dan profesi serta regulasi dan prosedur, menghindari peluang terjadinya benturan kepentingan antara pribadi dan perusahaan, menghadapi tantangan kerja dengan kesungguhan hati dan ikhlas.

Di balik perbaikan individu, kita akan menemukan bahwa integritas juga merupakan suatu misi atau tujuan bersama untuk tumbuh dan berkembang. Integritas diharapkan menimbulkan tujuan bersama untuk mencapai cita-cita. Di dalam perusahaan, integritas sangat penting untuk diterapkan. Tanpa integritas, orang malas melakukan apa yang menjadi tugasnya karena mereka melakukan semua hal karena terpaksa, bukan dari nurani mereka.

Bekerja dengan integritas yang tinggi artinya juga bekerja sesuai regulasi dan prosedur. Jika seseorang mempunyai integritas tinggi, maka aspek safety juga akan meningkat karena personel memahami bahwa melanggar aturan akan berdampak negatif pada diri sendiri dan perusahaan. Karena itu, penegakkan integritas sifatnya mutlak dalam perusahaan. y [Arief Budiman]

Page 12: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

12 Oktober 2017

Aktivitas Audit

Sebagai pemegang sertifikat approval AS9110, PT GMF AeroAsia, Tbk harus mampu membuktikan dan mampu memenuhi semua requirement sesuai standard AS9110

tersebut. Apalagi jika masa berlaku sertifikat sudah mendekati masa akhir sehingga perpanjangan harus dilakukan. Untuk kebutuhan ini, NQA mengirimkan dua auditornya yakni Robert Umstad dan Joydeb Goswani untuk melakukan renewal audit terhadap Dinas Engine Maintenance pada 19-22 September 2017. Persiapan audit tentu dilakukan secara proporsional untuk memberikan hasil terbaik sehingga perpanjangan sertifikat dapat diberikan.

Audit ini cukup penting karena adanya perubahan requirement AS9110 dari revisi B ke revisi C. Jika pada revisi B requirement AS9110 fokus pada how to prevent, pada revisi C fokus pada risk assessment. Dengan tuntutan terbaru ini, Dinas TV diharuskan mengidentifikasi risiko, melakukan risk assessment dan mitigasi. Perubahan ini tentu sejalan dengan keberadaan AS9110 yang hampir sama dengan standar mutu MRO sesuai regulasi dari Authority. Dalam sertifikasi AS dikenal tiga jenis, yakni AS9100 untuk standard mutu

Audit AS9100 untuk Kapabilitas Engine Maintenance

manufaktur, AS9100 untuk standard mutu MRO serta AS 9120 untuk standard mutu supplier.

Sebagai MRO yang melakukan perawatan engine, GMF Aero Asia harus memenuhi requirement ini. Apalagi sesuai perjanjian di EOSA (Engine Overhaul Support Agreement), GE memberikan persyaratan AMO yang merawat engine buatan GE harus tersertifikasi AS9100. Jika dilihat dari persyaratan ini, audit AS9100 sangat penting karena GMF sedang mengembangkan perawatan engine. Dalam industri MRO, perawatan engine dan komponen menjadi dua bidang bisnis yang termasuk besar volume dan nilai pasarnya.

Dalam proses audit, item yang diaudit mencakup quality dan safety prosedur, hingga aspek bisnis seperti: KPI perusahaan, respon terhadap keluhan pelanggan, pencapaian TAT, dan lain-lain. Proses bisnis memang menjadi salah satu fokus dalam audit AS9100 sehingga area yang di audit juga meliputi area produksi, business support, training, hingga area calibration and equipment maintenance. Temuan dalam audit ini sudah disampaikan oleh auditor dan GMF telah memberikan jawaban dan corrective action terhadap temuan tersebut.

Hasil audit ini diharapkan positif karena berdampak terhadap bisnis perawatan engine, terutama engine buatan GE. Dengan semakin banyak engine yang menjalani perawatan di GMF, semakin besar potensi revenue yang dihasilkan. Karena itu, setiap aktivitas audit harus dilihat secara positif sebagai proses perbaikan dan pengembangan kualitas produk. Dengan mempertahankan sertifikasi AS9110 maka semakin besar peluang GMF dalam meningkatkan revenue dari perawatan engine. y [M. Ifroh]

Page 13: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

13Oktober 2017

Saran Mang Sapeti

Perencanaan yang baik dapat mencegah dan mengurangi kesalahan.

Seperti kata pepatah, perencanaan yang buruk sama dengan merencanakan kegagalan.

Biasakan yang benar, bukan membenarkan kebiasaan.Sebelum memulai pekerjaan, baca dan pahami prosedur kerja yang benar.

Percaya diri berlebihan hanya akan mengundang petaka.Gunakan referensi terbaru saat bekerja karena ketidaktahuan akan

membawa celaka.

Mencegah Human Error Dimulai Dari Diri Sendiri Semua personel bisa melakukan

kesalahan (error), tak terkecuali yang sudah terlatih dan punya jam terbang

tinggi. Beberapa kesalahan menghasilkan konsekuensi seperti cedera, kecelakaan, kerusakan produk baik dalam level yang ringan sampai berat. Karena itu, penting sekali untuk memahami prinsip yang melatarbelakangi human error sekaligus cara meminimalisirnya. Apalagi error pada pekerjaan kadang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan.

Untuk meminimalisir potensi terjadinya error, banyak cara yang dapat dilakukan. Minimal dari diri kita sendiri yang harus aware terhadap hazard yang ditemui. Selain itu, mengikuti prosedur adalah cara terbaik mencegah error. Dan jangan lupa memahami keselamatan sendiri serta orang lain dengan cara saling mengingatkan. Metode terbaik mencegah error tentu saja harus dimulai dari kesadaran untuk bekerja dengan selamat. y

Page 14: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

14 Oktober 2017

dodo&dono

Dodo dan Dono adalah sahabat semasa sekolah penerbangan, mereka berdua dipertemukan kembali di perusahaan bengkel pesawat terbang. Dodo merupakan pribadi yang baik dengan kecakapan dan skill tinggi dalam bekerja ditambah sifatnya yang selalu aware dengan safety. Namun sedikit berbeda dengan sahabatnya Dono, adalah pribadi giat bekerja dan cekatan, namun salah satu kekurangannya adalah ceroboh. Sehingga saat bekerja bersama, Dodo sering mengingatkan Dono untuk lebih berhati-hati dalam bekerja.

IOR

Responsible UnitResponsible unit telah melakukan perbaikan dan penyesuaian dengan melakukan transfer umur actual functional location pada umur engine sehingga due date notification telah sesuai.

Tanggapan RedaksiRedaksi mengucapkan terima kasih kepada Saudari Fitry yang telah melaporkan hazard ini melalui IOR. Redaksi juga mengucapkan terima kasih kepada responsible unit yang melakukan corrective action, sehingga potensi bahaya dapat dicegah sedini mungkin. y

Notifikasi BermasalahNotifikasi 13602391 dan 13602349 bermasalah pada AMI 10000066641/000/02 dan AMI 10000066646/000/01 terkait ESN: 569991 yang ter-install di PK-GQD Eng#2. Pada tanggal 8 Agustus 2017, notifikasi tersebut menghasilkan due date 4 Juli 2017, padahal last accomplishment-nya 30 Juni 2017 dengan interval 36 MON/1600 FC sehingga seharusnya due date-nya adalah Mei 2018. y [Fitry Nurlaely Ghozali/581037/TLP]

Redaksi Penity menyediakan hadiah untuk pengirim IOR edisi ini. Silakan mengambil hadiahnya di Unit TQY Hangar 2 dengan menghubungi Bapak Arief Budiman setiap hari kerja pukul 09.00-15.00 Wib.

Before

After

Page 15: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

15Oktober 2017

Laporan TTDR Harus Lengkap dan Tepat Waktu

Kisah Awal Terbentuknya SMS

Inspirasi

Lensa

Berbagai kejadian yang muncul dan berhubungan dengan aspek keselamatan penerbangan mendorong ICAO terus mencari formula untuk meningkatkan aspek safety. Di tahun 1997, ICAO

mengenalkan revisi pertama Global Aviation Safety Plan sebagai prioritas organisasi, dari sisi aspek teknis keselamatan penerbangan. Program ini terus diperbaiki hingga mencapai puncaknya dalam pertemuan antara Air Navigation Commission dan pelaku industri aviasi pada Mei 2005. Dalam pertemuan inilah pendekatan proaktif akan digunakan untuk menjaga keselamatan penerbangan. Pendekatan proaktif ini membantu industri membuat kebijakan dan initiative safety untuk menekan resiko kecelakaan dalam dunia penerbangan.

Sesuai Company Maintenance Manual (CMM) Garuda maupun Citilink pada Appendix C-05 serta WI-TL-007 Technical Delay Handling Management, laporan delay karena alasan teknis atau Technical Trouble Delay Report

(TTDR) wajib dibuat oleh Engineers on Duty setiap ada masalah teknis atau technical delay yang melebihi 5 menit dari jadwal atau menyebabkan pembatalan terbang. Karena itu, setiap Engineer wajib mengisi Delay Information Notification (D4 Notification-Swift) pada hari yang sama saat kejadian untuk mendapatkan data akurat. Maintenance Control Centre (MCC) juga melakukan fungsi kontrol dan mengingatkan station yang belum membuat Delay Report (D4 Notification) setiap hari.

Selain mengisi TTDR/D4 Notification di SWIFT tepat waktu, laporan harus benar dan lengkap karena D4 Notification akan dibahas di Technical Delay Analysis Meeting (TDAM) esok harinya. Tertib mengisi TTDR/D4 Notification di SWIFT diharapkan menjadikan TDAM mendapat hasil atau solusi yang tepat sehingga Technical Delay berkurang dan pada akhirnya OTP meningkat. y [Gerri Rinaldi]

Dari forum ini diputuskan perwakilan industri penerbangan yang terkait safety (Industry Safety Strategy Group/ISSG) merancang pendekatan umum untuk safety aviation. ISSG terdiri dari Airbus, Boeing, Airports Council International, Civil Air Navigation Services Organization, International Air Transport Association, International Federation of Air Line Pilots’ Associations dan Flight Safety Foundation yang bekerjasama dengan ICAO. Dari kerjasama ini, ICAO merilis ICAO Safety Management Manual (SMM) di tahun 2006 sebagai panduan resmi implementasi sistem keamanan ultra atau Safety Management System (SMS).

SMS menyediakan panduan untuk menetapkan requirement implementasi SMS di negara atau yang dikenal dengan Safety State Program (SSP) dan pelaku industri aviasi suatu negara. Pada awal dibentuknya, SMS berorientasi pada proses meningkatkan safety dari aspek organisasi. Ini yang membedakan SMS dari sistem sebelumnya yang cenderung pada pendekatan teknikal dan manusia. Pada pondasinya, SMS dibentuk dan dikembangkan berdasarkan assessment terhadap resiko operasional organisasi yang dikenal dengan tiga fase identifikasi hazard yaitu reactive, proactive dan predictive. y [Danang]

Page 16: Edisi 109 / IX / Oktober 2017 PENITY Pengetahuan dan ...intra-02.gmf-aeroasia.co.id/App_GMFAA_SAFETY/penity/2017/10_Penit… · 2 Oktober 2017 Prolog Diterbitkan oleh Quality Assurance

16 Oktober 2017

MEDA Sebagai Bagian dari Continuous Improvement

Interpretasi

Dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari di perusahaan kadang masih terjadi kealpaan yang menghambat proses produksi atau bahkan merugikan diri

sendiri, orang lain hingga perusahaan. Kondisi ini terjadi hampir di semua industri, termasuk industri perawatan pesawat, dikenal sebagai maintenance error. Banyak aspek yang memicu masalah ini, salah satunya adalah human performance. Jika error tidak dapat dihilangkan, yang paling mungkin dilakukan adalah mitigasi untuk mencegah atau memperkecil kemungkinan error terjadi kembali.

Di sini pentingnya continuous improvement untuk memperbaiki root cause dari setiap problem yang muncul agar perbaikan tepat sasaran. Untuk menemukan root cause dan perbaikan ini GMF menerapkan MEDA sebagai metode investigasi yang diadopsi dari human performance system yang digunakan juga oleh Boeing. Sebagai referensi pelaksanaan safety assurance, GMF sudah memiliki prosedur melakukan investigasi terkait human performance yaitu Safety Management Manual (SMM) chapter 2.6. Safety Investigation. Ketentuan ini menyebutkan:

The concept of occurrence causation, and the notion of the organizational accident/incident, is linked to what is known as safety investigation for improved system reliability: To learn about system vulnerability,

to develop strategies for change, to prioritize investment of safety resources.

Ketentuan lain ada di SMM Chapter 2.6.3. Event Caused By Human Performance. MEDA is structured process used to investigate events caused by maintenance personnel performance. It is not used to absolve people from responsibility who recklessly violate procedures or willfully cause an unsafe situation.

The fundamental purpose of a MEDA Investigation is to establish the contributing causes, contributing human factors, organizational errors, local errors and violations that resulted in a maintenance error. Identifying these will allow the appropriate steps to be taken to prevent a recurrence.

The MEDA process is non-judgmental—errors can occur even for the most conscientious of personnel. MEDA is only concerned with identifying the contributing factors and violation issues, which may have been present at the time, to put in place corrective and preventive action to prevent a similar event from occurring.”

Dengan metode MEDA sebagai bagian dari continuous improvement, diharapkan incident atau accident yang berdampak pada Cost of Poor Quality (CoPQ) dapat diminimalisir. Semakin kecil COPQ, maka tidak mengganggu target revenue perusahaan dalam menuju GMF Top 10 MRO in the World. y [Dimas PR]