Edema Dan Gangguan Ginjal Akut
-
Upload
mohammad-hafidz-ramadhan -
Category
Documents
-
view
96 -
download
0
description
Transcript of Edema Dan Gangguan Ginjal Akut
EDEMA
Edema adalah penimbunan cairan tubuh secara berlebihan diantara sel-sel tubuh atau di
dalam berbagai rongga tubuh. Hal ini terjadi akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang
mengontrol perpindahan cairan tubuh. Volume cairan interstisial dipertahankan menurut hukum
Starling :
Fm = Kf (ΔP – Δπ)
Fm : Kecepatan perpindahan cairan
Kf : Permeabilitas kapiler
ΔP : Perbedaan tekanan hidrostatik intravascular dengan ekstravaskular
Δπ : Perbedaan tekanan osmotic
Edema terjadi pada kondisi dimana terjadi peningkatan tek.hidrostatik kapiler,
peningkatan permeabilitas kapiler, atau peningkatan tek.osmotik interstisial atau penurunan tekanan
osmotic plasma. Ginjal mempunyai peran sentral dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh
dengan kontrol volume cairan ekstraseluler melalui ekskresi Na dan air. ADH disekresikan sebagai
respon terhadap perubahan dalam vol.darah, tonisitas, dan tekanan darah untuk mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh.
Klinis Faktor yang berpengaruh Mekanisme
Edema Lokal
Inflamasi Peningkatan Kf Diperantarai Sitokin
Thrombosis Vena Peningkatan ΔP Obstruksi Vena, Obstruksi
Limfe
Edema Generalisata
Sindrom Nefrotik Peningkatan Kf Diperantarai Sitokin
Peningkatan ΔP Pelepasan Aldosteron
Penurunan Δπ Penurunan Kadar Albumin
Gagal Ginjal Akut Peningkatan ΔP Peningkatan Volume Darah
Gagal Jantung Kongestif Peningkatan ΔP Penurunan Curah Jantung;
diperantarai oleh : angiotensin,
renin, aldosterone
Sirosis Hepatis Peningkatan ΔP Hipertensi Portal; diperantari
oleh aldosterone
Penurunan Δπ Penurunan Kadar Albumin
Peningkatan Kf Diperantarai prostaglandin dan
NO
Kwashiorkor Penurunan Δπ Penurunan Kadar Albumin
Edema Idiopatik Peningkatan ΔP diperantarai oleh : angiotensin,
renin, aldosterone
Konsep Volume Darah Arteri Efektif (VDAE) merupakan hal penting mengapa ginjal
menahan natrium dan air. VDAE adalah volume darah arteri yang adekuat untuk mengisi
kapasitas pembuluh darah arteri. Pada orang normal, pembebanan natrium akan meningkatkan
volume ekstraseluler dan VDAE yang secara cepat merangsang natriuresis untuk memulihkan
volume tubuh yang normal. Jika VDAE berkurang, maka ginjal akan memicu retensi natrium
dan air, mekanisme ini mellibatkan :
1. Penurunan Aliran Darah Ginjal
Ginjal mengompensasi dengan menahan natrium dan air melalui mekanisme sebagai
berikut :
a. Peningkatan reabsorbsi garam dan air di tubulus proksimal
b. Peningkatan reabsorbsi Na dan air di tubulus distal
2. Sekresi ADH
Penurunan VDAE akan merangsang reseptor volume pada pembuluh darah arteri dan
hypothalamus aktivasi reseptor ini akan merangsang pelepasan ADH yang kemudian
mengakibatkan ginjal menahan air.
GANGGUAN GINJAL AKUT
Definisi dan Klasifikasi
Secara konseptual gangguan ginjal akut adalah suatu sindrom yang
reversible dan memiliki banyak etiologi dengan karakteristik peningkatan
konsentrasi kreatinin dan sampah nitrogen didalam darah dan
ketidakmampuan ginjal untuk meregulasi homeostasis cairan
dan elektrolit.
Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal (gangguan
ginjal akut “klasik”) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease). Dahulu, hal di atas
disebut sebagai gagal ginjal akut dan tidak ada definisi operasional yang seragam, sehingga
parameter dan batas parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada berbagai
kepustakaan. Hal itu menyebabkan permasalahan antara lain kesulitan membandingkan hasil
penelitian untuk kepentingan meta-analisis, penurunan sensitivitas kriteria untuk membuat
diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk menilai tahap penyakit yang diharapkan dapat
menggambarkan prognosis pasien.
Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan
para nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF (Acute
Renal Failure) menjadi AKI (Acute Kidney Injury). Penggantian istilah renal menjadi kidney
diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah
failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal. Kriteria
yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain :
1. kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap penyakit;
2. sedikit saja perbedaan kadar kreatinin serum ternyata mempengaruhi prognosis penderita;
3. kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan
produksi urin yang seringkali mendahului peningkatan serum kreatinin;
4. penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar serum kreatinin, produksi urin dan laju
filtrasi glomerulus mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan
fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja.
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi gangguan ginjal akut dengan kriteria RIFLE yang
terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar serum kreatinin dan kriteria produksi urin)
yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan
prognosis gangguan ginjal.
Tabel 1. Klasifikasi Gangguan Ginjal akut berdasarkan kriteria RIFLE, ADQI revisi 2007
Epidemiologi
Angka kejadian gangguan ginjal akut akut pada anak secara pasti tidak diketahui. Namun
pada penelitihan akhir-akhir ini di negara maju diperoleh gangguan ginjal akut pada anak yang
dirawat di rumah sakit banyak disebabkan tindakan pembedahan jantung dan terapi stem cell.
Pada keadaan ini gangguan ginjal akut akibat multi faktor, namun faktor terpenting adalah akibat
hipoksia/iskemia serta akibat bahan nefrotoksik. Gangguan ginjal akut akibat faktor pre-renal,
bagian interinsik ginjal masih normal. Fungsi ginjal akan kembali normal setelah dilakukan
dilakukan penggantian cairan sehingga perfusi ginjal kembali normal. Sedang pada gangguan
interinsik ginjal misalnya nikrosis tubular akut, fungsi ginjal akan membaik setelah interinsik
ginjal membaik. Penelitian epidemiologi pada anak dengan gangguan ginjal akut belum banyak
dilakukan. Namun demikian, hipoksia/iskemia dan gangguan ginjal akut akibat bahan
nefrotoksik tampaknya merupakan penyebab penting terjadi gangguan ginjal akut pada neonatus,
anak dan remaja.
Dengan klasifikasi RIFLE terbukti dapat mendeteksi gangguan fungsi ginjal paling ringan
sampai keadaan paling berat. Evaluasi penggunaan klasifikasi RIFLE dicetuskan dengan
melakukan penelitian 247 penderita yang dirawat di perawatan intensif (ICU). Penderita dengan
kadar kreatinin awal diatas 1,5 mg/dl, tidak ada satupun yang menjadi gagal ginjal akut. Pada
penelitian ini juga ditemukan bahwa penderita klasifikasi F (failure), mempunyai mortalitas
paling tinggi yaitu 74,5% dibandingkan dengan klasifikasi I (injury) mortalitas 50% sedang pada
klasifikasi R (Risk) mortalitas 38,3%.
Penelitian lebih besar dengan melibatkan 5383 penderita yang dirawat di ICU, penderita
dengan gangguan ginjal akut ditemukan 67% di mana 12% klasifikasi R, 28% klasifikasi F. Dari
kelompok penderita dengan klasifikasi R, 56% progress menjadi klasifikasi I atau F. Penderita
dengan klasifikasi R mortalitas 8,8%, sedangkan klasifikasi I mortalitas 11,4% dan klasifikasi F
mortalitas 26,3%. Penelitian lebih besar dengan melibatkan 20126 penderita juga mendapatkan
hasil lebih kurang sama. Pada penelitian ini juga mendapatkan hubungan linier antara klasifikasi
RIFLE dengan mortalitas penderita. Pada penderita dengan klasifikasi I mempunyai mortalitas
dua kali dari pada R. Sedang penderita dengan klasifikasi F mempunyai mortalitas sepuluh kali
lebih tinggi dari pada penderita yang dirawat tanpa gangguan ginjal akut. Analisis lebih lanjut
didapatkan bahwa penderita dengan klasifikasi R mempunyai odds ratio mortalitas 2,5, odds
ratio klasifikasi I sebesar 5,4 dan odds ratio klasifikasi F sebesar 10,1. Dengan demikian
klasifikasi RIFLE dapat memprediksi prognosis penderita. Penggunaan klasifikasi RIFLE pada
penderita dengan gangguan ginjal akut, dengan intervensi lebih dini, dapat mencegah penderita
mengalami gangguan ginjal dengan klasifikasi lebih berat.
Etiologi
Etiologi gangguan ginjal akut pada anak dapat dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu prerenal, renal/ intrinsik, dan pascarenal. Pembagian ini berdasarkan lokasi
terjadinya kelainan patofisiologi yang menimbulkan gangguan ginjal akut.
Tabel Etiologi gangguan ginjal akut pada anak
Tipe Etiologi
Prerenal 1. Kehilangan volume cairan tubuh : Dehidrasi,Perdarahan2. Penurunan volume vaskular efektif:
Sepsis akibat vasodilatasi Luka bakar, terutama akibat pengumpulan cairan di
ruang ketiga Sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia
3. Penurunan curah jantung : gagal jantung, kardiomiopati, pasca bedah jantung
4. Nekrosis tubular akut5. Hipoksia/iskemik6. Obat-obatan
Penyakit ginjal 1. Toksin :
intrinsik Toksin endogen : hemoglobin, mioglobin Toksin eksogen : Etilen glikol, metanol
2. Nefropati asam urat dan sindrom lisis tumor3. Nefritis intertisial :Obat-obatan, Idiopatik4. Glomerulonefritis:
Rapidly progressive glomerulonephritis (RPGN)5. Kelainan vaskuler :
Trombosis arteri renalis Trombosis vena renalis Nekrosis kortikal Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) Hipoplasia/diaplasia dengan/tanpa uropati obstruksi Idiopatik Paparan obat-obat nefrotoksik intrauterin
Penyakit pascarenal
Obstruksi ureter bilateral
Obstruksi uretra
Obstruksi ginjal soliter
Patogenesis
Gangguan Ginjal Akut Prerenal
Jejas iskemi pada ginjal akan berlanjut menjadi kerusakan parenkim ginjal melalui empat
fase yaitu :
Fase awal : Terjadi penurunan perfusi ginjal dan kekurangan adenine mono
phosphate (ATP)
Fase lanjut : terjadi reperfusi, proses inflamasi, iskemi berkepanjangan sehingga jejas
menjadi lebih berat. Pada fase ini mulai terjadi regenerasi tubulus proksimal dan
ascenden yang merupakan unit nefron, namun juga dapat berlanjut menjadi nekrosis dan
apoptosis, Beratnya jejas pada fase ini akan menentukan prognosis.
Fase rumatan : proses inflamasi, jejas pada sel ginjal terus berlangsung. Sehingga akan
terjadi nekrosis dan apoptosis.
Fase final atau penyembuhan : terjadi regenerasi, perbaikan dan proliferasi dari sel yang
mengalami jejas.
Derajat dan luas jejas akan menentukan apakah ginjal akan mengalami perbaikan secara
penuh, berproses menjadi penyakit renal fase akhir, atau menjadi penyakit ginjal kronik.
Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya jejas pre-renal yaitu
perdarahan, dehidrasi akibat gangguan gastrointestinal, gangguan
adrenal misalnya diabetes insipidus, luka bakar. Penyakit lain yang dapat
meningkatkan ekskresi cairan yaitu nefrotik sindrom, sepsis, sindrom kebocoran kapiler.
Penurunan volume darah efektif pada ginjal juga dapat menyebabkan gangguan ginjal akut pre-
renal misalnya gagal jantung kongestif, tamponade jantung, sindrom hepato renal. Apapun jenis
penurunan volume darah penyebab jejas pre renal, koreksi gangguan yang mendasari akan
mengembalikan fungsi ginjal.
Beberapa parameter dapat dipergunakan untuk membedakan antara jejas pre-renal dengan
gangguan ginjal akut akibat hipoksi/iskemi. Pemeriksaan urin yaitu osmolaritas urin, konsentrasi
sodium urin, fraksi ekskresi urin. Pada gangguan ginjal akut karena faktor pre-renal, tubulus
ginjal akan meningkatkan absorbsi sodium dan air oleh karena terjadi penurunan perfusi ginjal.
Akibatnya akan terjadi peningkatan osmolalitas urin menjadi 400-500 mosmol/L. Ekskresi
sodium dalam urin menurun menjadi lebih kecil dari 10-20 mEq/L dan fraksi ekskresi sodium
lebih kecil dari 1%. Keadaan ini tidak terjadi pada gangguan ginjal akut akibat hipoksi/iskemi
yang disebut juga nefropati vasomotor atau nikrosis tubular akut. Oleh karena pada
hipoksi/iskemi terjadi kerusakan tubulus ginjal.
Pada anak dengan gangguan ginjal akut akibat keadaan
hipoksia/iskemia, sindrom hemolitik–uremik (HUS), glomerulonefritis
akut (GNA) pada umumnya mempunyai gejala oligouri atau anuri.
Produksi urin pada keadaan ini kurang dari 500 ml/24 jam untuk anak lebih besar, sedang pada
anak lebih kecil produksi urin lebih kecil 1 ml/kg per jam. Pada penderita dengan nefritis akut
interstisiel, obat nefrotoksik misalnya aminoglikosida dan nefropati akibat pemakaian kontras,
gangguan ginjal akut terjadi dengan produksi urin normal. Pada penelitian diperoleh bahwa
gangguan ginjal akut non oliguri mempunyai mortalitas lebih kecil dari pada penderita dengan
oliguri.
Gangguan Ginjal Akut renal
Hipoksi/iskemi sebagai penyebab gangguan ginjal akut interinsik telah dijelaskan diatas
dapat merupakan kelanjutan gangguan ginjal akut pre-renal yang
berkepanjangan. Pada keadaan ini tidak hanya terjadi gangguan pada epitel
tubulus ginjal tetapi juga terjadi kerusakan pada vaskuler ginjal dan sel
endotel. Kerusakan ini juga sangat penting untuk menentukan apakah fungsi ginjal akan
kembali normal atau berlanjut menjadi penyakit ginjal kronik. Kerusakan vaskuler dan endotel
ini akan memicu terjadinya proses inflamasi yang akan menyebabkan kerusakan fungsi organ
tidak hanya di ginjal tetapi juga organ diluar ginjal misalnya otak, paru-paru, jantung, hati,
sumsum tulang dan saluran cerna.
Bahan nefrotoksik dapat menyebabkan kerusakan ginjal, tergantung
pada jenis bahan nefrotoksiknya. NSAID, diuretik, ACE-inhibitor akan
menurunkan perfusi ginjal. Aminoglikosida, cephalosporin,
amphoterisin B, rifampin, vancomicin, bahan kontras,
myoglobin/hemoglobin akan merusak secara langsung pada epitel
tubulus ginjal. Penelitian oleh Zappitelli mendapatkan bahwa penggunaan aminoglikosida
paling sedikit lima hari akan menyebabkan terjadinya gangguan ginjal akut sebesar 33%. Bahan
lain yang diduga dapat mengganggu fungsi ginjal adalah asiklovir, asam urat. Pada intersisial
akut, sindrom tumor lisis juga terjadi mekanisme yang sama.
Glomerulonefritis/gangguan vaskuler harus menjadi pertimbangan bila gangguan ginjal
akut tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Pemeriksaan sedimen urin antara lain adanya cast
eritrosit, dapat membedakan gangguan di glomerulus atau tubulus ginjal. Pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi adanya gangguan autoimmune misalnya anti neutrophil
cytoplasmic antibody (p-ANCA), C-ANCA, antiglomerular basement membrane antibody,
antinuclear antibody, complement C3 (C3), C4 dan biopsi ginjal kadang diperlukan untuk
mengetahui penyebab dan derajat beratnya gangguan ginjal akut.
Gangguan Ginjal Akut pascarenal
Gangguan obstruksi akut sebagai penyebab gangguan ginjal akut pada anak
terutama akibat kelainan kongenital misalnya sindrom prune belly, obstruksi katup
urethra posterior, prepusium imperforata, neurogenik bladder, batu
ginjal dan sumbatan akibat jamur. Tergantung pada penyebab sumbatan, usaha untuk
menghilangkan sumbatan dengan segera sangat penting menentukan fungsi ginjal.
Pendekatan Diagnosis
Diagnosis gangguan ginjal akut dapat ditegakkan berdasarkan adanya peningkatan
kreatinin serum dan atau peningkatan kadar ureum, dan atau penurunan produksi urin.
Peningkatan ureum dan kreatinin serum bukan hanya disebabkan oleh kerusakan ginjal, tetapi
dapat sebagai respon normal ginjal terhadap deplesi volume intraselular atau penurunan aliran
darah ginjal. Serum kreatinin merupakan gambaran dari laju fltrasi glomerulus.
Dalam perkembangannya, untuk menegakkan diagnosis gangguan ginjal akut
menggunakan kriteria RIFLE menurut Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) dan biomarker
untuk gangguan ginjal akut. Beberapa biomarker (penanda biologis) dapat digunakan untuk
mendeteksi gangguan ginjal akut secara dini, antara lain cystatin C serum, neutrophil gelatinase
associated lipocalin (NGAL), interleukin 18, and kidney injury molecule-1(KIM-1).
Tabel. Biomarker gangguan ginjal akut
Pemeriksaan Klinis
Keluhan dan gejala klinis gangguan ginjal akut pada anak tidak spesifik, dan seringkali
merupakan gejala dari penyakit awalnya, misalnya glomerulonefritis akut. Pendekatan diagnosis
gangguan ginjal akut dapat ditentukan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis
yang baik untuk menentukan penyebab prerenal, renal, atau pascarenal.
Anamnesis yang baik akan sangat membantu mencari penyebab terjadinya gangguan ginjal
akut. Adanya riwayat diare, muntah, trauma atau pascaoperasi menunjukkan ke arah gangguan
ginjal akut prerenal. Sakit tenggorok, 1-2 minggu sebelumnya atau koreng di kulit, hematuria,
sembab periorbita menunjukkan ke arah gangguan ginjal akut renal, yaitu GNA pasca
streptococcus. Adanya riwayat sering panas, ruam kulit, artritis menunjukkan ke arah lupus
eritematosus sistemik atau vaskulitis. Adanya riwayat obstruksi saluran kemih, seperti kurang
lancar, frekuensi, menetes merupakan petunjuk gangguan ginjal akut postrenal.
Tabel. Gejala klinis yang berkaitan dengan nekrosis tubular akut
Gejala klinisGejala klinis FrekuensiFrekuensi
LeukocyturiaLeukocyturia 82%82%MicrohematuriaMicrohematuria 67%67%FeverFever 42%42%EosinophiliaEosinophilia 34%34%RashRashOliguriaOliguria
23%23%23%23%
Tabel. Gejala klinis yang sering didapatkan pada AKI
Gejala pada intravascular
Takikardi
Hipotensi
Akral dingin
Mukosa membrane kering
Cappilary refill time > 2 detik
Gejala Akibat Kelebihan Cairan
Edema
Hipertensi
Irama Gallop
Hepatomegali
Krepitasi
JVP meningkat
Gejala dari Penyakit Penyebab
Anemia (penyakit ginjal kronik)
Purpura (Henoch_Schonlein purpura)
Malar Rash (SLE)
Pembesaran ginjal (Trombosis vena renalis, Hidronefrosis)
Gangguan pertumbuhan
Tender kidney (Pyelonefritis, penolakan transplantasi)
Pembesaran ginjal (Uropati Obstruksi)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis gangguan ginjal akut terdiri dari
urinalisis, kimia darah, pemeriksaan radiologis, dan bila perlu dilakukan pemeriksaan biopsi
ginjal.
1. Urinalisis
Pemeriksaan urin sebaiknya dilakukan sebelum pemberian diuretika. Adanya proteinuria
(> 3 g/24 jam), eritrosit, silinder eritrosit,dan silinder granular ditemukan pada glomerulonefritis
atau vaskulitis. Bila tidak ditemukan adanya elemen seluler dan proteinuria maka kemungkinan
gangguan ginjal akut prerenal dan pascarenal.
Untuk membedakan gangguan ginjal akut prerenal dan renal dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium urin, sebagai berikut :
Tabel. Perbedaan pemeriksaan urin antara gangguan ginjal akut prarenal dengan renal14
Urine Prarenal Renal
Warna
Volume
Kuning pekat
Sedikit
Kuning
Sedikit
Protein Negatif Sering positif
Sedimen Normal Torak granular, eritrosit
Berat jenis > 1020 1010 – 1015
Na urin (mmol/l) < 10 > 25
Urea urin (mmol/l) > 250 < 160
Osmolalitas (mmol/l) > 500 200-350
Rasio osmolalitas U/P > 1.3 < 1,1
FENa < 1 > 1
2. Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonografi (USG) ginjal merupakan pemeriksaan radiologis yang harus dilakukan
pada anak dengan gangguan ginjal akut yang etiologinya tidak jelas. Tujuan pemeriksaan USG
ginjal adalah untuk menentukan apakah kedua ginjal ada, menentukan ukuran/besar ginjal,
mengevaluasi parenkim ginjal, mengevaluasi adanya obstruksi pada saluran kemih, melihat
aliran darah ginjal. Untuk mengevaluasi aliran darah ginjal dari arteri dan vena renalis,
digunakan pemeriksaan radiologis USG Doppler.
3. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal digunakan apabila hasil evaluasi pemeriksaan yang non-invasif tidak dapat
menegakkan diagnosis etiologinya, atau pada keadaan tertentu yaitu dicurigai kemungkinan
glomerulonefritis progresif cepat atau nefritis interstisial.
Pengobatan
Tatalaksana gangguan ginjal akut secara garis besar terdiri dari terapi konservatif dan
terapi pengganti ginjal. Terapi konservatif dilakukan sesuai keadaan penderita. Pada gangguan
ginjal akut karena faktor interinsik pemberian diuretik, norepineprin, fenoldopam diduga
mempunyai efek untuk meningkatkan produksi urin. Pemberian dopamin masih kontroversi.
Pemberian nutrisi adekuat diperlukan walaupun keadaan ini tidak mudah karena biasanya
penderita gangguan ginjal akut disertai oliguri. Pada gangguan ginjal akut pre-renal penggantian
cairan untuk mengembalikan volume intra vaskuler sangat penting. Terapi pengganti ginjal perlu
dipertimbangkan terutama penderita disertai overload cairan. Hasil jangka panjang tergantung
keadaan penderita. Bila penderita dalam keadaan sehat sebelum menderita gangguan ginjal akut,
pada umumnya morbiditas dan mortalitasnya rendah. Sedang penderita gangguan ginjal akut
yang sebelumnya mengalami hiperfiltrasi, hipertensi dan mikroalbumin urin mempunyai
prognosis yang kurang baik. Pengobatan gangguan ginjal akut pada anak meliputi pengobatan
konservatif dan renal replacement therapy (RRT) atau terapi pengganti ginjal.
1. Pengobatan Konservatif
Pengobatan konservatif gangguan ginjal akut pada anak, antara lain pengaturan
keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa, stabilisasi tekanan darah, penanganan anemia,
pemberian nutrisi yang adekuat, pengaturan pemberian dosis dan jenis obat-obatan. Perawatan
dapat dilakukan di ruang bangsal atau di ruang intensive care unit (ICU) tergantung pada gejala
klinis. Apabila penderita dengan manifestasi klinis didapatkan adanya gangguan jantung-paru,
harus dilakukan pengamatan ketat, atau pada penderita dengan dialisis harus dirawat di ruang
ICU.
2. Diuretika
Pemberian diuretika dan obat-obat vasoaktif seringkali digunakan untuk mencegah atau
mengurangi gangguan ginjal akut. Diuretika furosemid intravena (1-5 mg/kg/dosis) dapat
meningkatkan produksi urin. Pemberian diuretika dapat diberikan dengan cara diuresis paksa,
meskipun tindakan ini masih kontroversi. Sebelum melakukan tindakan ini, penderita tidak
dehidrasi dan tidak didapatkan adanya obstruksi saluran kemih (gangguan ginjal akut
pascarenal). Efek samping pemberian furosemid adalah eksaserbasi gagal ginjal dan ototoksisitas
terutama bila diberikan dalam dosis tinggi dan keadaan asidosis metabolik.
Obat manitol (0.5-1.0 g/kg) dapat pula digunakan untuk meningkatkan produksi urin.
Apabila anak tidak respon terhadap pemberian diuretika, maka melanjutkan pemberian diuretika
tidak boleh dilakukan karena membahayakan dengan efek samping obat yaitu meningkatkan
volume darah dan edema paru. Obat dopamin dapat memperbaiki tekanan darah dan
memperbaiki perfusi ginjal. Untuk menjaga perfusi yang adekuat diperlukan pengawasan ketat
tekanan vena sentral.
Dopamin dosis rendah (0,5 – 3.0 µg/kg/ menit) dapat memperbaiki aliran darah ginjal
melalui vasodilatasi. Perfusi glomerulus dipengaruhi oleh tekanan dan volume glomerulus.
Dilaporkan bahwa pemberian dopamin dosis rendah pada anak-anak belum efektif untuk
meningkatkan perfusi glomerulus. Bahkan dapat meningkatkan risiko terjadinya takiaritmia dan
iskemik miokardium oleh karena konsumsi oksigen miokardium meningkat.
Fenolodam, agonis dopamine selektif dapat meningkatkan aliran darah ginjal dan mungkin
mengurangi mortalitas dan terapi pengganti ginjal pada dewasa. Fenolodam dosis 0.07 +
0.08μg/kg/min meningkatkan produksi urin pada anak dengan progresif oliguria tetapi tidak
mempengaruhi hasil akhir secara umum.
3. Terapi cairan
Terapi cairan dan oksigen adalah landasan resusitasi untuk semua pasien dengan penyakit
kronis. Sangat penting untuk mengenali bahwa defisit cairan dapat terjadi karena vasodilatasi
atau perubahan permeabilitas kapiler. Hipovolemi mengakibatkan aliran darah tidak memadai
untuk memenuhi metabolism jaringan dan harus ditangani dengan segera jika ingin menghindari
gangguan ginjal akut.
Sebelum pemberian terapi cairan, harus ditentukan terlebih dahulu apakah anak dalam
keadaan hipovolemia, euvolemia atau kelebihan cairan. Parameter untuk menentukan status
volume cairan adalah gejala klinis, yaitu adanya perubahan berat badan secara mendadak dan
laboratorium seperti Na urin, fraksi ekskresi Natrium (FeNa) BJ dan osmolalitas urin. Bila tidak
dapat ditentukan maka diberikan percobaan (challenge) cairan normal saline/ringer lactate (RL),
10-20 ml/kg selama 30-60 menit. Kemudian dilakukan penilaian lagi. Biasanya terjadi diuresis
setelah 2-4 jam setelah rehidrasi. Bila setelah resusitasi cairan, produksi urin tidak meningkat
dan azotemia tidak membaik, maka indikasi umtuk dilakukan pemasangan tekanan vena
sentral / central venous pressure (CVP) yang dapat membantu untuk memantau apakah cairan
yang diberikan sudah mencukupi.
Terapi cairan pada gangguan ginjal akut renal harus dilakukan balans cairan secara cermat.
Balans cairan yang benar adalah bila berat badan menurun 0,1-0,2% setiap hari. Pemberian
cairan diperhitungkan berdasarkan insensible water loss (IWL) + jumlah produksi urin 1 hari
sebelumya serta ditambahkan dengan cairan yang keluar melalui muntah, feses, slang
nasogastrik, dan lain-lain. Dan dikoreksi dengan kenaikan suhu tubuh setiap 10C sebanyak 12%.
Perhitungan IWL dapat dilakukan berdasarkan caloric expenditure, sebagai berikut :
Tabel Perhitungan IWL dapat dilakukan berdasarkan caloric expenditure
Berat badan 0-10 kg : 100 kal/kg/hari
11-20 kg : 1000 kal + 50 kal/kg/hari
> 20 kg : 1500 kal + 20 kal/kg/hari
Jumlah IWL = 25 ml per 100 kal.
4. Renal Replacement Therapy
Tujuan renal replacement theraphy (RRT) atau terapi pengganti ginjal adalah untuk
menghilangkan toksin endogen dan eksogen dan menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam basa sampai ada perbaikan fungsi ginjal. Renal replacement theraphy terdiri dari peritoneal
dyalisis atau dialisis peritoneal (DP), hemodialisis (HD), dan transplantasi ginjal. Beberapa
faktor, seperti usia, berat badan, penyebab gangguan ginjal akut, derajat gangguan metabolik,
tekanan darah, status gizi harus diketahui sebelum memulai RRT dan menentukan modalitas
yang akan digunakan. Tiga hal yang harus diperhatikan ketika akan memulai dialisis pada
penderita gangguan ginjal akut, yaitu saat memulai dialisis, modalitas dialisis, dan dosis
pemberian dialysis.