EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

download EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

of 27

Transcript of EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    1/27

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai

    dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran mikroarsitektur tulang

    dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.

    Keadaan ini berisiko tinggi karena tulang menjadi rapuh dan mudah retak bahkan

    patah. Banyak orang tidak menyadari bahwa osteoporosis merupakan penyakit

    tersembunyi ( silent diseases ).

    Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini

    disebabkan pengaruh hormon esterogen yang mulai menurun kadarnya dalam

    tubuh sejak usia 35 tahun sedangkan pada pria hormon testoteron turun pada usia

    65 tahun. Menurut statistik dunia 1 dari 3 wanita rentan terkena penyakit

    osteoporosis. Pada waktu seorang wanita mengalami menopause, pembuangan

    massa tulang meningkat karena tidak adanya hormon esterogen. Pada kebanyakan

    wanita, pembuangan massa tulang lebih banyak dibandingkan dengan

    pembentukan tulang. Akibatnya, terjadilah osteoporosis alias keropos tulang. Dan

    pada usia 50-an tahun, kemungkinan untuk mengalami patah tulang karena

    osteoporosis menjadi lebih besar dengan perbandingan lebih kurang 1 orang pada

    setiap 2 orang.

    Insiden osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi usia

    lanjut. Pada tahun 2005 terdapat 18 juta lanjut usia di Indonesia, jumlah ini akan

    bertambah hingga 33 juta pada tahun 2020 dengan usia harapan hidup mencapai 70

    tahun. Menurut data statistic Itali tahun 2004 lebih dari 44 juta orang Amerika

    mengalami osteop enia dan osteoporosis. Pada wanita usia ≥ 50 tahun terdapat 30%

    osteoporosis, 37-54% osteopenia dan 54% berisiko terhadap fraktur osteoporotic.

    Komdisi osteoporosis dapat menyebabkan fraktur (patah tulang) dan frkatus di

    tulang pinggul (pangkal paha) adalah yang paling mengkhawatirkan.

    Menurut WHO (1994), angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat

    osteoporosis di seluruh dunia mencapai angka 1,7 juta orang dan diperkirakan

    angka ini akan terus meningkat hingga mencapai 6,3 juta orang pada tahun 2050

    dan 71% kejadian ini akan terdapat di negara - negara berkembang. Di Indonesia19,7% dari jumlah lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    2/27

    2

    osteoporosis[5]. Lima provinsi dengan risiko osteoporosis lebih tinggi adalah

    Sumatra Selatan (27,75%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatra

    Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), Kalimantan Timur (10,5%)[6]. Prevalensi

    wanita yang menderita osteoporosis di Indonesia pada golongan umur 50-59 tahun

    yaitu 24% sedang pada pria usia 60-70 tahun sebesar 62%.

    Osteoporosis merupakan salah satu dari tiga penyakit kronik utama yang

    disebabkan karena faktor usia termasuk juga pada wanita postmenopause.

    Menopause berhubungan dengan reduksi hormone esterogen pada wanita yang

    dapat mengakibatkan menurunnya kepadatan tulang sehingga terjadi osteoporosis.

    Penderita osteoporosis dicirikan dengan tubuh yang bungkuk atau bengkok.

    Namun sebenarnya tidak selalu demikian, banyak orang yang sudah mulai

    menderita osteoporosis tetapi tidak terlihat dari luar. Penderita osteoporosis

    merasakan linu-linu dan sakit terutama ketika melakukan pergerakan anggota

    tubuhnya. Oleh karena itu perlu diwaspadai gejalagejala sebagai awal osteoporosis

    seperti rasa pegal, linu-linu dan nyeri tulang terutama pada bagian punggung dan

    pinggang.

    Pencegahan osteoporosis harus dilakukan sejak dini sampai usia dewasa

    muda agar mencapai kondisi puncak massa tulang ( peak bone mass ). Bila tercapai

    kondisi puncak massa tulang pada usia dewasa muda, kemungkinan terjadi

    osteoporosis pada usia lanjut akan kecil atau paling sedikit ditunda kejadiannya

    dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi makanan

    dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya serat,

    rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari), berolahraga

    secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol karena rokok dan

    alcohol meningkatkan risiko osteoporosis dua kali lipat.

    Latihan-latihan olahraga dapat menguatkan tulang-tulang kita. Dengan

    melakukan latihan-latihan olahraga yang secara teratur dan benar gerakannya maka

    akan bermanfaat dalam pencegahan maupun dalam pengobatan osteoporosis.

    Olahraga, obat-obatan, dan pengaturan makanan yang baik merupakan kombinasi

    yang baik untuk menanggulangi osteoporosis dibandingkan dengan pengobatan

    atau pengaturan makan saja.

    Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang

    penanganan osteoporosis yang disebabkan oleh kondisi postmenopause

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    3/27

    3

    berdasarkan evidence based nursing yang dapat dilakukan di praktik klinis

    keperawatan.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dari laporan yang

    telah penulis susun antara lain :

    1. Apa yang dimaksud dengan osteoporosis postmenopause?

    2. Bagaimana penatalaksanaan osteoporosis postmenopause yang sesuai dengan

    evidence yang ada?

    C. Tujuan

    Tujuan dari laporan penanganan osteoporosis post menopause yang telah

    disusun oleh penulis antara lain untuk :

    1. Mengetahui penjelasan dari osteoporosis postmenopause

    2. Mengetahui penatalaksanaan osteoporosis postmenopause yang sesuai dengan

    evidence yang ada.

    D. Manfaat

    Manfaat yang diharapkan penulis bagi penulis dan pembaca dari disusunnya

    laporan tersebut antara lain :

    1. Mendapatkan pengetahuan tentang penjelasan maksud dari osteoporosis

    postmenopause

    2. Mendapatkan pengetahuan tentang penatalaksanaan osteoporosis

    postmenopause yang sesuai dengan evidence yang ada dan dapat

    mempraktikkannya di kondisi klinis.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    4/27

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    5/27

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    6/27

    6

    osteoklas untuk protein ini disebut sebagai RANK. Aktivasi RANK oleh RANKL

    merupakan suatu jalur final umum dalam perkembangan dan aktivasi osteoklas.

    Umpan humoral untuk RANKL, juga disekresikan oleh osteoblas, disebut sebagai

    osteoprotegerin. Modulasi perekrutan dan aktivitas osteoklas tampaknya berkaitan

    dengan interaksi antara tiga faktor ini. Pengaruh tambahan termasuk gizi (khususnya

    asupan kalsium) dan tingkat aktivitas fisik.

    Ekspresi RANKL diinduksi di osteoblas, sel-T teraktivasi, fibroblas sinovial,

    dan sel-sel stroma sumsum tulang. Ia terikat ke reseptor ikatan-membran RANK

    untuk memicu diferensiasi, aktivasi, dan survival osteoklas. Sebaliknya ekspresi

    osteoproteregin (OPG) diinduksi oleh faktor-faktor yang menghambat katabolisme

    tulang dan memicu efek anabolik. OPG mengikat dan menetralisir RANKL, memicu

    hambatan osteoklastogenesis dan menurunkan survival osteoklas yang sebelumnya

    sudah ada. RANKL, aktivator reseptor faktor inti NBF; PTH, hormon paratiroid;

    PGE2, prostaglandin E2; TNF, tumor necrosis factor; LIF, leukemia inhibitory

    factor; TP, thrombospondin; PDGF, platelet-derived growth factor ; OPG-L,

    osteoprotegerin-ligand; IL, interleukin; TGF-, transforming growth factor.

    Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang

    seimbang jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap konstan setelah massa

    puncak tulang sudah tercapai pada masa dewasa. Setelah usia 30 - 45 tahun, proses

    resorpsi dan formasi menjadi tidak seimbang, dan resorpsi melebih formasi.

    Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan bervariasi pada

    lokasi tulang rangka yang berbeda; ketidakseimbangan ini terlebih-lebih pada wanita

    setelah menopause. Kehilangan massa tulang yang berlebih dapat disebabkan

    peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu penurunan aktivitas osteoblas.

    Peningkatan rekrutmen lokasi remodeling tulang membuat pengurangan reversibel

    pada jaringan tulang tetapi dapat juga menghasilkan kehilangan jaringan tulang dan

    kekuatan biomekanik tulang panjang.

    C. Faktor Resiko :

    1. Usia

    Ketika manusia lahir sampai berusia 30 tahun pembentukan tulang terjadi lebih

    banyak daripada penghancurannya. Sedangkan ketika usia sudah mencapai diatas

    30 tahun, maka tulang yang hilang akan lebih banyak daripada tulang yang

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    7/27

    7

    dibentuk. Proporsi osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini (usia 55-

    65 tahun) daripada lansia lanjut (usia 65-85 tahun).

    2. Jenis Kelamin

    Jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya osteoporosis.

    Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya

    osteoporosis. Pada osteoporosis primer, perbandingan antara wanita dan pria

    adalah 5 : 1. Pria memiliki prevalensi yang lebih tinggi untuk terjadinya

    osteoporosis sekunder, yaitu sekitar 40-60%, karena akibat dari hipogonadisme,

    konsumsi alkohol, atau pemakaian kortikosteroid yang berlebihan. Secara

    keseluruhan perbandingan wanita dan pria adalah 4 : 1.

    3. Riwayat Keluarga

    Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang. Penelitian

    terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak massa tulang di bagian

    pinggul dan tulang punggung sangat bergantung pada genetika. Anak perempuan

    dari wanita yang mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki massa

    tulang yang lebih rendah daripada anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih

    rendah). Riwayat adanya osteoporosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam

    menentukan risiko seseorang mengalami patah tulang.

    4. Indeks Massa Tubuh

    Indeks massa tubuh yang rendah, dan kekuatan tulang yang menurun memiliki

    risiko yang lebih tinggi terhadap berkurangnya massa tulang pada semua bagian

    tubuh wanita. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa efek berat badan

    terhadap massa tulang lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat badan,

    misalnya pada tulang femur atau tibia.

    Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh ovarium, namun juga bisa dihasilkan oleh

    kelenar adrenal dan dari jaringan lemak. Jaringan lemak atau adiposa dapat

    mengubah hormon androgen menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak

    yang dimiliki oleh wanita, semakin banyak hormon estrogen yang dapat

    diproduksi. Penurunan massa tulang pada wanita yang kelebihan berat badan dan

    memiliki kadar lemak yang tinggi, pada umumnya akan lebih kecil. Adanya

    penumpukan jaringan lunak dapat melindungi rangka tubuh dari trauma dan patah

    tulang.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    8/27

    8

    5. Aktifitas Fisik

    Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang dan menyebabkan

    tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang. Kurang aktifitas

    karena istirahat di tempat tidur yang berkepanjangan dapat mengurangi massa

    tulang. Hidup dengan aktifitas fisik yang cukup dapat menghasilkan massa tulang

    yang lebih besar. Itulah sebabnya seorang atlet memiliki massa tulang yang lebih

    besar dibandingkan yang non-atlet. Proporsi osteoporosis seseorang yang

    memiliki tingkat aktivitas fisik dan beban pekerjaan harian tinggi saat berusia

    25 sampai 55 tahun cenderung sedikit lebih rendah daripada yang memiliki

    aktifitas fisik tingkat sedang dan rendah.

    6. Pil KB

    Terdapat beberapa bukti bahwa wanita yang menggunakan pil KB untuk waktu

    yang lama memiliki tulang yang lebih kuat daripada yang tidak

    mengkonsumsinya. Kontrasepsi oral mengandung kombinasi estrogen dan

    progesteron, dan keduanya dapat meningkatkan massa tulang. Hormon tersebut

    dapat melindungi wanita dari berkurangnya massa tulang dan bahkan merangsang

    pembentukan tulang.

    7. Densitas Tulang

    Densitas masa tulang juga berhubungan dengan risiko terjadinya fraktur. Setiap

    penurunan 1 SD, berhubungan dengan risiko peningkatan fraktur sebesar 1,5 - 3,0

    kali. Faktor usia juga menjadi pertimbangan dalam menentukan besarnya risiko

    menurut densitas tulang.

    8. Menopause

    Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi ovarium yang

    menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron juga menurun.

    Ketika tingkat estrogen menurun, siklus remodeling tulang berubah dan

    pengurangan jaringan tulang akan dimulai. Salah satu fungsi estrogen adalah

    mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang

    akan menjadi lebih tinggi daripada formasi tulang, yang mengakibatkan

    berkurangnya massa tulang. Sangat berpengaruh terhadap kondisi ini adalah

    tulang trabekular karena tingkat turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan

    terhadap defisiensi estrogen. Tulang trabekular akan menjadi tipis dan akhirnya

    berlubang atau terlepas dari jaringan sekitarnya. Ketika cukup banyak tulang yangterlepas, tulang trabekular akan melemah.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    9/27

    9

    D. Dampak Osteoporosis Postmenopousal

    Usia dan berat badan (indeks masa tubuh) berkorelasi dengan densitas

    mineral tulang (BMD). Densitas mineral yang menurun akan menyebabkan massa

    tulang yang menurun. Pengukuran densitas mineral tulang dapat digunakan untuk

    mengetahui adanya penurunan massa tulang. Hal ini mampu memicu terjadinya

    fraktur. Hubungan antara BMD dan resiko fraktur secara signifikan dipengaruhi oleh

    usia. Dilihat dari nilai BMD lansia lebih tinggi resiko untuk mengalami fraktur

    daripada usia muda.

    E. Penatalaksanaan

    Tujuan treatmen pada osteoporosis adalah :

    1. Mencegah fraktur dengan meningkatkan kekuatan tulang fan menurunkan resiko

    jatuh dan injuri

    2. Menurunkan gejala frkatur dan deformitas tulang

    3. Memaksimalkan fungsi fisik

    Agen farmako yangtelah disetujui oleh FDA united States untuk osteoporosis :

    No Nama Obat Postmenauposal Osteoporosis

    Pencegahan Treatment

    1 Estrogen (berbagai

    macam formula)

    Berbagai macam aturan-

    2 Calcitonin (Miacalcin,

    Fortical)-

    200 IU intra nasal sehari

    sekali atau 100 IU sub

    kutan pada hari yang

    berbeda

    3 Denosumab (Prolia) - 60 mg sub kutan setiap mo

    4 Raloxifene (Evista) 60 mg per oral setiap

    hari

    60 mg per oral setiap hari

    5 Ibandronate (Boniva) 2.5 mg per oral setiap

    hari

    150 mg per bulan

    2.5 mg per oral setiap hari

    150 mg per bulan

    3 mg IV setiap mo

    6 Alendronate (Fosamax) 5 mg per oral per hari

    35 mg per oral per

    minggu

    10 mg per oral perhari

    70 mg per oral setiap

    minggu a

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    10/27

    10

    70 mg + D b

    7 Residonate (Actenol) 5 mg per oral per hari

    35 mg per oral per

    minggu

    150 mg per oral per

    bulan

    5 mg per oral per hari

    35 mg per oral per minggu

    150 mg per oral per bulan

    8 Asam zelodronic

    (Reclast)

    5 mg IV setiap 2 tahun

    sekali

    5 mg IV setiap 1 tahun

    sekali

    9 Teriparatide (Forteo) - 20 µg Sub kutan per hari

    Keterangan :

    a = Fosamax 70 mg tersedia dalam bentuk tablet dan dosis cairan. Alendronate

    (Fosamas jenis generik) juga tersedia

    b = Fosamax plus D adalah tablet yang terdiri dari 70 mg aldendronate dan 2,800 IU

    atau 5,600 dari vitamin D per minggu

    Terapi non Farmako :

    1. Menjaga agar intake protein tercukupi

    2. Menggunakan body mekanisme yang sesuai

    3. Menggunakan proteksi untuk hip pada individu dengan resiko tinggi terjatuh

    4. Ambil tindakan untuk mengurangi resiko jatuh

    5. Rujuk pada terapi fisik dan terapi okupasional

    6. Terapi pilates. Terapi ini meskipun sering digunakan untuk orang yang sehat,

    namun dapat juga digunakan untuk individu dengan kelainan muskuloskeletal

    yang dapat memberi manfaat pada nyeri dan kualitas hidup.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    11/27

    11

    BAB III

    PEMBAHASAN

    A. Kasus

    OSTEOPOROSIS POSTMENOPHOUSE

    Ibu Syifa (57 tahun) adalah seorang wirausahawati. Sejak usia 40 tahun ia

    banyak menghabiskan waktunya mengurus toko di rumah. Ia memanajemen bagian

    kasir dan sirkulasi keuangan. Aktivitas sehari-harinya banyak dilakukan di dalam

    ruangan dan tidak terlalu banyak pergerakan fisik. Semenjak masih muda, Ibu Syifa

    tidak suka dengan olah raga. Setiap kali diajak oleh teman, suami atau anak-anaknya

    selalu saja ada alasan untuk menolak. Sebenarnya orang-orang terdekatnya telah

    menyadari bahwa pola aktivitas fisik Ibu Syifa harus ditingkatkan. Semenjak 3 tahun

    terakhir, Ibu Syifa mulai merasakan bahwa fisiknya mulai melemah, tidak seperti

    biasanya, sering kali terjatuh ketika sedang beraktivitas. Ketika dibawa ke petugas

    kesehatan, ia menyatakan merasakan nyeri skala 4. Lambat laun, setelah dilakukan

    pengkajian perawat dan anamnesis dokter dengan matang, dinyatakan Ibu Syifa

    menderita penyakit postmenophouse osteoporosis . Perawat Fatin yang sedang

    menangani Ibu Syifa sedang memikirkan treatment apa yang paling sesuai untuk Ibu

    Syifa agar penyakitnya semakin membaik, sedangkan keadaan Ibu Syifa masih

    dalam kategori yang tidak terlalu lemah dan masih dapat diajak untuk beraktivitas.

    B. Analisis Jurnal I

    Judul :

    EFFECTS OF PILATES EXERCISES ON PAIN, FUNCTIONAL STATUS AND

    QUALITY OF LIFE IN WOMEN WITH POSTMENOPAUSAL OSTEOPOROSIS

    Penulis :

    Nurten Ku¨c¸u¨kc¸akır, MD, (Uludag University Medical Faculty, Physical

    Medicine and Rehabilitation, Turkey

    Lale Altan, MD (Uludag University Medical Faculty, Physical Medicine and

    Rehabilitation, Turkey)

    Nimet Korkmaz, PhD (Uludag University, Faculty of Education, Department of

    Physical Education and Sports, Turkey)

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    12/27

    12

    Sumber :

    Journal of Bodywork & Movement Therapies (2013) 17, 204e211

    Latar Belakang Penelitian :

    Osteoporosis (OP) adalah penyakit tulang metabolik yang paling sering

    terjadi. OP menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di beberapa negara dalam

    kaitannya untuk meningkatkan angka harapan hidup. Berbagai dampak yang

    ditimbulkan dari OP yaitu fraktur, nyeri, kehilangan fungsi, isolasi sosial, gangguan

    emosional sehingga dapat berdampak pada kesehatan pasien secara umum dan

    kualitas hidup.

    Tujuan utama dari penanganan pada OP adalah untuk mencegah fraktur.

    Meskipun beberapa alternatif penanganan medikasi direkomendasikan untuk

    mencegah berkurangnya kekuatan tulang atau meningkatkan pembentukan tulang,

    latihan (exercise) juga ditekankan sebagai bagian dari manajemen pada OP di

    beberapa pedoman penanganan.

    Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya efek positif pada tulang

    dengan berbagai program latihan. Program-program latihan kini juga bertujuan

    untuk meningkatkan kekuatan otot-otot tubuh dan ekstremitas bawah untuk

    mencegah kejadian jatuh. Meskipun latihan sudah dijadikan sebagai bagian integral

    dari manajemen OP, namun sebuah program latihan standar yang dapat dipercaya

    untuk meningkatkan bone mineral density (BMD) dan meningkatkan kualitas hidup

    belum ada.

    Pilates adalah sebuah program latihan spesifik yang dikembangkan setelah

    Perang Dunia I oleh Joseph Pilates (1880-1967). Tujuan dari Pilates training adalah

    untuk meningkatkan fleksibilitas tubuh secara umum dan meningkatkan kesehatan

    dengan berfokus kepada kekuatan otot pada tubuh dan koordinasi postur dan

    pernafasan.

    Pada dasarnya Pilates exercise merupakan bagian dari aktivitas olah raga

    untuk menjaga kesehatan seorang individu, namun ternyata Pilates exercise juga

    dapat direkomendasikan sebagai terapi pada beberapa kasus gangguan

    musculoskeletal. Hal ini terbukti pada beberapa penelitian yang menunjukkan

    manfaat dari Pilates exercise seperti halnya efek bermanfaat dari Pilates pada nyeri

    dan kualitas hidup pasien fibromyalgia dan ankylosing spondylitis (Altan et al.,2009, 2011). Manfaat lain juga ditunjukkan dari penelitian Siqueira Rodrigues et al.,

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    13/27

    13

    pada tahun 2010 yaitu Pilates menunjukkan efek positif pada otonomi pribadi,

    keseimbangan statis, dan kualitas hidup pada penelitian yang melibatkan para lansia.

    Tujuan :

    Mengevaluasi efek dari Pilates exercise yang terpantau pada nyeri dan kualitas hidup

    di pasien dengan postmenopausal osteoporosis.

    Metode :

    Populasi :

    100 wanita usia 45-65 tahun yang didiagnosa postmenopausal osteoporosis

    baik lumbar maupun femur. Tidak memiliki riwayat fraktur.

    Kriteria eksklusi :

    Pasien mengkonsumsi obat yang dapat menyebabkan osteoporosis sekunder

    (antiepileptics, steroids, lithium, heparin and thyroid hormone)

    Pasien dengan penyakit sistemik Pasien dengan kondisi sistemik yang terbatas kemampuannya untuk

    melakukan latihan

    Pasien yang tidak ingin berpartisipasi dalam program latihan

    Sampel :

    Sejumlah 70 wanita yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dibagi

    menjadi dua kelompok secara acak. Kelompok home exercise sejumlah 35 orang dan

    kelompok Pilates exercise sejumlah 35 orang. Di tengah penelitian ada 5 orang dari

    kelompok home exercise dropout dan 5 orang dari kelompok Pilates Exercise

    dropout. Sehingga sampel total di akhir penelitian ada masing-masing 30 orang.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    14/27

    14

    Intervensi :

    Kelompok Pirates exercises (Group 1)

    Pirates exercises diberikan selama satu tahun secara terpantau dengan frekuensi

    dua kali seminggu dengan masing-masing pertemuan berdurasi selama satu jam.

    Pirates exercise berisikan 9 macam latihan utama yaitu : postural education,

    maintaining neutral position, sitting exercises, antalgic exercises, stretching

    exercises, proprioceptive training, and respiratory training.

    Kelompok Home exercises (Group 2)

    Pada kelompok ini pasien diberikan demonstrasi tentang Thoracic extention

    exercises dengan posisi duduk oleh fisioterapis dan pasien disuruh untuk

    mempraktekkan latihan tersebut 3 set dari 20 pengulangan selama 1 tahun. Pasien

    akan dicek melalui telepon apakah mereka mempraktekannya atau tidak.

    Pada akhir program mereka akan dievaluasi oleh investigator yang tidak

    mengetahui akan pembagian kelompok mereka.

    Parameter evaluasi :

    Nyeri

    Nyeri dievaluasi menggunakan Visual Analogue Scale (VAS)

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    15/27

    15

    Six-minute walk test

    Pasien berjalan secepat mungkin pada koridor 25m selama 6 menit kemudian

    diukur seberapa jauh pasien bisa berjalan

    Sit-to-stand testPasien disuruh untuk berdiri dari kursi kemudian duduk secepat mungkin, selama

    1 menit diukur berapa kali pasien bisa duduk berdiri untuk mengukur kekuatan

    ekstremitas bawah.

    Quality of life assessment

    Kualitas hidup diukur dengan menggunakan Quality of Life Questionnaire of the

    European Foundation for Osteoporosis (Qualeffo-41) dan Short-Form (SF)-36.

    1. Qualeffo-41 meliputi 5 domain kesehatan yaitu : pain, physical function,

    social function, general health and mental function. Kelima domain tersebut

    terbagi lagi ke dalam subdomain yaitu :

    pain (Qualeffo-A), physical function activities of daily living (Qualeffo-B), physical function jobs around the house (Qualeffo-C), physical function mobility (Qualeffo-D), social function (Qualeffo-E), general health status (Qualeffo-F), mental function (Qualeffo-G)

    Skor dijumlah dari rentang skala 0-100, dimana 0 mengindikasikan status

    kesehatan yang baik dan 100 mengindikasikan status kesehatan yang sangat

    buruk.

    2. SF-36 adalah skala pengkajian yang sering digunakan untuk menilai kualitas

    hidup dan tidak spesifik untuk usia tertentu, penyakit tertentu atau pun

    kelompok penanganan tertentu. Kuesioner ini berisikan 36 pertanyaan yang

    mengevaluasi konsep kesehatan umum dan terdiri dari 8 bagian yaitu :

    physical functioning (10 items), physical role limitation (4 items), emotional role limitation (3 items), bodily pain (2 items), social functioning (2 items),

    mental health (5 items),

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    16/27

    16

    vitality (4 items), general health (5 items)

    Number of falls

    Angka kejadian jatuh selama satu tahun dicatat.

    Analisis : Analisis statistik menggunakan SPSS v. 13.0.

    Hasil :

    1. Pengukuran sebelum pemberian intervensi

    Berdasarkan usia dan hasil evaluasi dasar, tidak ada perbedaan kriteria yang

    signifikan antara Group 1 dan Group 2 kecuali pada hasil sit-to-stand test.

    2. Pengukuran setelah pemberian intervensiBerdasarkan hasil evaluasi dia akhir program, didapatkan peningkatan yang

    signifikan di semua parameter pada kelompok Pilate exercise (Group 1).

    Pada kelompok home exercise (Group 2) juga didapatkan peningkatan yang

    signifikan hampir di semua parameter kecuali pada parameter Qualeffo- Leisure

    Time Activities, SF-36 physical role limitation and SF-36 emotional role

    limitation subscales.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    17/27

    17

    3. Perbandingan peningkatan antara Group 1 dan Group 2

    Kelompok yang menerima Pilate excercise secara signifikan mengalami

    peningkatan yang lebih dibandingkan dengan kelompok yang menerima Home

    exercise.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    18/27

    18

    4. Angka kejadian jatuh

    Kejadian jatuh sangat jarang ditemui selama periode penelitian. Angka kejadian

    jatuh tidak tertulis secara statistic karena sedikitnya angka kejadian.

    Diskusi Efek dari menderita osteoporosis itu sangat banyak mulai dari nyeri kronik,

    peningkatan kifosis, berkurangnya tinggi, dan berbagai hambatan dalam

    melakukan aktivitas akibat nyeri sehingga semuanya itu akan berefek lebih

    lanjut pada kualitas hidup pasien.

    Pilates exercise terbukti memiliki manfaat dalam meningkatkan kekuatan tubuh

    dan fleksibilitas. Selain itu exercise ini juga dapat meningkatkan kemampuan

    motorik sehingga mengurangi resiko jatuh. Thoracic extension exercise memberikan efek yang bermanfaat dengan

    memperbaiki postur dan mengurangi resiko fraktur vertebral.

    Kedua intervensi tidak memimbulkan komplikasi atau efek samping sehingga

    aman untuk dipraktekkan.

    Berdasarkan hasil penelitian ini, meskipun Thoracic extension exercise memiliki

    efek yang lebih rendah daripada Pilate exercise namun Thoracic extension

    exercise dapat disarankan kepada pasien yang tidak cocok dengan programPilate Exercise.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    19/27

    19

    Kesimpulan

    Penelitian ini menunjukkan bahwa Pilate Exercises merupakan penanganan

    alternatif yang efektif dan aman yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien

    dengan postmenopausal osteoporosis. Hasil positif potensial pada penelitian

    selanjutnya mungkin berkontribusi pada penerimaan program Pilate Exercise sebagai

    standar pendekatan terapeutik pada osteoporosis.

    C. Analisis Jurnal II

    Judul: Bisphosphonates vs Exercise for the Prevention and Treatment of

    Osteoporosis

    Penulis:

    Ben Hurley, PhD, andTerry Jessup Armstrong, FNP-BC

    Introduction:

    Di Amerika Serikat hampir 12 juta orang yang berumur lebih dari 50

    diperkirakan menderita osteoporosis, dan hampir 34 juta beresiko mengalami

    penurunan BMD (Bone Mineral Density). NOF (National Osteoporosis Foundation) merekomendasikan untuk

    perempuan post menopaus dan laki-laki diatas 50 tahun setidaknya mencukupi

    asupan kalsium paling sedikit 1200 mg/ hari dan vitamin D 800 sampai 1000 IU per

    hari untuk orang – orang yang beresiko kekurangan kalsium dan vitamin D.

    WHO menetapkan standar terapi pengobatan untuk orang dengan patah

    tulang akibat osteoporosis yang telah disetujui oleh FDA (Food and Drug

    Administration), diantaranya adalah biphosphonate (alendronat, risedronat,zeledronic acid), kalsitonin, estrogen/terapi hormone, paratiroid hormone.

    Tujuan dari review ini adalah untuk mendiskusikan mengenai manfaat

    biphosphonate dan olahraga rutin untuk orang yang beresiko patah tulang pada

    wanita yang osteoporosis pos menopaus dan laki-laki yang osteoporosis.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    20/27

    20

    Biphosphonate untuk Mengurangi Resiko Patah Tulang

    Patah tulang adalah hal yang sering terjadi sebagai akibat dari osteoporosis

    pos menopaus dan biphosphonate ditetapkan sebagai treatment awal untuk orang

    dengan resiko patah tulang.

    Pengurangan resiko patah tulang belakang dapat dengan menggunakan 4 tipe

    biphosphonate, yaitu alendronat (Fosamax), risedronate (Actonel), zoledronic acid

    (Reclast), dan ibandronate.

    Pada penelitian acak terkontrol menunjukkan bahwa fosamax, actonel, dan

    reclast dapat mengurangi resiko patah tulang belakang, tulang-tulang lain, termasuk

    tulang panggul. Berkebalikan dengan olahraga rutin, biphosphonate digunakan untuk

    menghambat reabsorbsi kalsium dari tulang, yang mengakibatkan meningkatnya

    Bone Mineral Density.

    Latihan Rutin untuk Mengurangi Resiko Patah Tulang

    Beberapa studi kohort prospektif pada laki-laki dan perempuan, serta

    penelitian studi kasus menunjukkan bahwa penurunan resiko patah tulang panggul

    terjadi pada responden yang secara fisik aktif dibanding dengan responden yang

    tidak aktif.

    Pada penelitian meta-analisis dengan studi kohort prospektif, Moayyeri et al

    menunjukkan bahwa terdapat penurunan resiko patah tulang panggul sebesar 38%

    pada wanita dan sebesar 45% pada laki-laki yang melakukan aktivitas fisik sedang

    sampai berat.

    Mekanisme spesifik dari penurunan resiko patah tulang karena melakukan

    aktivitas fisik belum diketahui secara pasti. Tetapi diperkirakan karena adanya

    perubahan Bone Mineral Density. Terdapat sedikit peningkatan BMD saat

    melakukan olahraga rutin. Peningkatan BMD dapat berpengaruh pada peningkatan

    kekuatan tulang, pembentukan tulang (osteogenesis), mengurangi resiko jatuh

    (peningkatan kekuatan otot, peningkatan keseimbangan). Oleh karena itu olahraga

    rutin sangat penting dalam mengurangi resiko patah tulang pada wanita yang

    mengalami osteoporosis pos menopaus.

    Kesimpulannya, baik terapi biphosphonate dan terapi olahraga secara rutin

    dapat mengurangi resiko patah tulang.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    21/27

    21

    Biphosphonate untuk Meningkatkan Bone Mineral Density

    BMD yang rendah adalah factor resiko utama untuk terjadinya patah tulang

    panggul karena osteoporosis. BMD menurun secara bermakna pada wanita 2 sampai

    5 tahun setelah menopaus. Pengurangan secara bermakna pada patah tulang

    ditunjukkan bahkan hanya dengan sedikit peningkatan BMD.

    BMD dapat mempengaruhi bagian yang berbeda dari tulang belakang.

    Contohnya pada pasien yang 3 tahun mengkonsumsi actonel, BMD meningkat hanya

    pada bagian lumbar dianding dengan femoral.

    Olahraga Rutin untuk Meningkatkan Bone Mineral Density

    Untuk meningkatkan BMD dengan olahraga rutin, jaringan tulang harus

    mendapat asupan rantai mekanis yang berasal dari kontraksi otot. Rantai mekanis

    pada tulang yang dihasilkan dari kontraksi otot menstimulasi pembentukan tulang

    pada bagian permukaan (periosteum).

    Ada banyak aktivitas yang kita lakukan setiap harinya, salah satunya adalah

    penguatan otot. Aktivitas penguatan otot seperti latihan ketahanan, loncat, lompat,

    naik tangga lebih dapat membentuk tulang daripada aktivitas yang pengaruhnya

    lemah seperti berenang dan bersepeda.

    Aktivitas penguatan otot lebih besar pengaruhnya untuk pembentukan tulang

    dibandingkan dengan weight bearing (lebih berat). Meloncat atau melompat 10 kali

    sehari dapat meningkatkan proses pembentukan tulang sama halnya seperti meloncat

    atau melompat 40 kali sehari. Jadi penguatan otot itu penting walaupun durasinya

    tidak lama.

    Bisphosphonates vs latihan untuk BMD (Bone Mineral Density)

    Peneliti menemukan 1 buah penelitian pada manusia yang membandingkan

    efek pemberian bisphosphonates dengan program latihan. Penelitian ini

    membandingkan antara pemberian intravena Reclast dengan program latihan di

    rumah langsung dengan arahan rekaman latihan, pedometer, dan konseling motivasi

    pada pasien kemoterapi kanker payudara. Dilaporkan bahwa kekonsistenan dan

    besarnya peningkatan BMD cenderung lebih besar dengan pemberian terapi

    bisphosphonates daripada pemberian program latihan.

    Mengenai hal itu, ditemukan 1 kelebihan program latihan dibandingkan bisphosphonates yaitu mampu meningkatkan struktur (massa otot) dan fungsi

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    22/27

    22

    (keseimbangan, kekuatan, kelenturan otot) yang tidak terdapat pada pemberian

    bisphosphonates. Peningkatan tersebut dapat menurunkan resiko jatuh dan

    meningkatkan kekuatan tulang. Meskipun begitu, bisphosphonates pun memiliki

    kelebihan dibanding program latihan karena mampu secara konsisten dan lebih besar

    meningkatkan BMD.

    Bisphosphonates dalam meningkatkan kekuatan tulang

    Antiresorptive agent mampu menurunkan resiko fraktur dengan mencegah

    pembentukan tulang, yang berdampak meningkatan kekuatan tulang. Dari penelitian

    yang ada, boniva (salah satu bisphosphonates) mampu meningkatkan kekuatan

    vertebral, periperal, dan trabecular sebesar 6-8% dibandingkan dengan kelompok

    plasebo.

    Latihan rutin untuk kekuatan tulang

    Beck et all menemukan hubungan antara aktivitas fisik dengan BMD yang

    ditaksir berhubungan dengan aktivitas fisik dan kekuatan tulang. Peningkatan

    bentukan tulang dengan latihan rutin mampu mengarah pada peningkatan kekuatan

    tulang ditunjukkan dengan peningkatan geometri pada tulang.

    Efek bisphosphonates vs latihan pada kandungan mekanikal tulang

    Dosis tinggi bisphosphonates dapat mengarah ke akumulasi kerusakan mikro

    yang sognifikan dan menurunkan kapasitas absorbsi energi pada tulang trabecular,

    menyebabkan adanya penurunan kekerasan tulang, yang mengarah ke peningkatan

    resiko fraktur. Sebaliknya, latihan bertarget mampu meningkatkan substansi

    kandungan tulang.

    Kapan sebaiknya memulai latihan?

    Penelitian meta analisis RCT menunjukkan kemajuan yang signifikan pada

    kekuatan tulang dengan menjalani latihan rutin.

    Resep latihan untuk kekuatan tulang

    Pemberian resep latihan dibagi menjadi 2 sesuai tujuannya:

    1. Untuk mengoptimalkan osteogenesis dan kekuatan tulang

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    23/27

    23

    Penelitian merekomendasikan latihan rutin yang aman seperti berjalan, jogging

    dan latihan peregangan. Kemajuan bertahap frekuensi dari aktivitas latihan otot

    dan tulang lebih diutamakan dibanding dengan peningkatan beratnya latihan

    tanpa peningkatan frekuensi.

    The American College of Sports Medicine merekomendasikan kedua latihan

    berikut:

    a. Aktivitas aerobik, berguna untuk kekuatan tulang. Berupa tenis, naik tangga

    atau berjalan. Durasi yang disarankan 30-60 menit/hari, dengan frekuensi 3-

    5 hari/minggu dengan intensitas latihan 40-60% dari upaya maksimal

    dengan monitor denyut jantung.

    b. Latihan kekuatan, intensitas 5-12 kali pengulangan maksimal, dengan durasi

    30-60 menit/hari dan dengan frekuensi 2-3 kali/minggu.

    Pemberian resep latihan mungkin bervariasi antara pasien, tergantung dari

    kondisi medis, ketersediaan waktu, dll.

    2. Pencegahan jatuh

    Latihan yang dapat meningkatkan keseimbangan, kelincahan, kekuatan, tenaga,

    dan kebugaran kardiovaskular, seperti aerobik (berjalan, jogging).

    Kesimpulan

    Terdapat bukti ilmiah bahwa program latihan dan bisphosphonates sama-

    sama mampu menurunkan resiko fraktur meski dengan mekanisme berbeda. Masing-

    masing memiliki kelebihan dan kekurangan, seperti bisphosphonates yang mampu

    meningkatkan BMD. Sehingga program latihan tidak seharusnya menjadi pengganti

    terapi bisphosphonates yang sudah dijadikan penagangan utama pada osteoporosis.

    Saran yang direkomendasikan berikan konseling kepada pasien untuk menjalani

    latihan secara rutin untuk pencegahan tulang keropos dan sebagai terapi tambahan

    non-farmako disamping pemberian terapi bisphosphonates.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    24/27

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    25/27

    25

    B. SARAN

    1. Sebagai perawat bisa mengaplikasikan ilmu ini atau menerapkannya dalam

    memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita osteoporosis

    dengan baik dan benar.

    2. Perawat sebaiknya memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara

    mencegah penyakit osteoporosis dan mengajak masyarakat untuk menjauhi

    alkohol, nikotin dan kafein.

    3. Para penderita osteoporosis sebaiknya menjaga pola kesehatannya, misanya

    dengan berolahraga secara teratur, sehingga dapat mencegah penurunan massa

    tulang.

    4. Perawat mampu memberikan konseling kepada pasien bagaimana cara untuk

    mengatasi osteoporosis baik cara farmako maupun nonfarmako.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    26/27

    26

    DAFTAR PUSTAKA

    AACE. (2010) American Association of Clinical Endocrinologist Medical Guidelines

    For Clinical Practice for the Diagnosis and Treatment of Postmenopausal

    Osteoporosis. Endocrine Practice,16, 1-37.

    Hurley, Ben and Armstrong, Terry Jessup 2012, ‘ Bisphosphonates vs Exercise for the

    Prevention and Treatment of Osteoporosis ’, The Journal for Nurse Practitioners

    - JNP, Vol.8, Issue 3, pp. 220-224. doi: 10.1016/j.nurpra.2011.07.029

    Ku¨c¸u¨kc¸akır Nurten, Altan Lale, and Korkmaz Nimet 2013, ‘Effects of Pilates

    Exercises on Pain, Functional Status and Quality of Life in Women with

    Postmenopausal Osteoporosis’ , Journal of Bodywork & Movement Therapies ,

    vol.17, pp. 204-211.

  • 8/15/2019 EBN Penanganan Osteoporosis Post Menopouse Lansia Blok 3.6

    27/27

    LAMPIRAN