Dyspepsia Dan Gastritis

43
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Keluhan dyspepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai pada praktek sehari – hari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dyspepsia. Dyspepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami oleh seseorang. Berdasarkan penelitian, pada populasi umum didapatkan 15 – 30% orang dewasa pernah mengalami hal tersebut dalam beberapa hari. Dari data pustaka Negara Barat, didapatkan angka prevalensi berkisar 7 – 41%, tetapi hanya 10 – 20% yang akan mencari pertolongan medis. Secara garis besar, penyebab sindroma dyspepsia dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok penyakit organic seperti tukak peptic, gastritis, batu kandung empedu, dan lain – lain. Dan kelompok dimana sarang penunjang diagnostik yang konvensional atau baku (radiologi, endoskopi, laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis structural atau biokimiawi, yang dikenal dengan dyspepsia fungsional. I.2 TUJUAN 1

description

dispepsi

Transcript of Dyspepsia Dan Gastritis

BAB IPENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANGKeluhan dyspepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai pada praktek sehari hari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dyspepsia. Dyspepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami oleh seseorang. Berdasarkan penelitian, pada populasi umum didapatkan 15 30% orang dewasa pernah mengalami hal tersebut dalam beberapa hari. Dari data pustaka Negara Barat, didapatkan angka prevalensi berkisar 7 41%, tetapi hanya 10 20% yang akan mencari pertolongan medis. Secara garis besar, penyebab sindroma dyspepsia dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok penyakit organic seperti tukak peptic, gastritis, batu kandung empedu, dan lain lain. Dan kelompok dimana sarang penunjang diagnostik yang konvensional atau baku (radiologi, endoskopi, laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis structural atau biokimiawi, yang dikenal dengan dyspepsia fungsional.

I.2 TUJUANSetelah mempelajari tentang dyspepsia ini, diharapkan dokter muda dapat memahami dalam membuat diagnosis dan mengobati penyakit yang tergolong sering terjadi di Indonesia ini. Pembuatan laporan referat ini sekaligus untuk menambah pengetahuan dokter muda secara teoritis sehingga semakin baik dalam menanganikasus nyata di masyarakat.Referat ini juga memiliki bobot nilai tertentu dalam pendidikan kepaniteraan dan dinilai oleh dokter pembimbing.

BAB IIDISPEPSIA

II.1 DEFINISIMenurut Konsensus Roma tahun 2000, dispepsia didefinisikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atasMenurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang jelek.Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu /bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus.

II.2 EPIDEMIOLOGIDispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko adalah diatas umur 45 tahun. Penelitian yang dilakukan di Inggris ditemukan frekuensi anti Helicobacter pylori pada anak-anak di bawah 15 tahun kira-kira 5% dan meningkat bertahap antara 50%-75% pada populasi di atas umur 50 tahun. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter pylori pada orang dewasa antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram 51%-66%.

II.3 KLASIFIKASIII.3.1 DISPEPSIA ORGANIKII.3.1.1 DISPEPSIA TUKAKKeluhan penderita yang sering diajukan ialah rasa nyeri ulu hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak di lambung atau duodenum.

II.3.1.2 REFLUKS GASTROESOFAGEALGejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di dada dan regurgitasi asam terutama setelah makan.

II.3.1.3 ULKUS PEPTIKUlkus peptik dapat terjadi di esophagus, lambung, duodenum atau pada divertikulum meckel ileum. Ulkus peptikum timbul akibat kerja getah lambung yang asam terhadap epitel yang rentan. Penyebab yang tepat masih belum dapat dipastikan. Beberapa kelainan fisiologis yang timbul pada ulkus duodenum : Jumlah sel parietal dan chief cells bertambah dengan produksi asam yang makin banyak. Peningkatan kepekaan sel parietal terhadap stimulasi gastrin. Peningkatan respon gastrin terhadap makanan Penurunan hambatan pelepasan gastrin dari mukosa antrum setelah pengasaman isi lambung. Pengosongan lambung yang lebih cepat dengan berkurangnya hambatan pengosongan akibat masuknya asam ke duodenum. Menurunnya resistensi mukosa duodenum terhadap asam lambung dan pepsin dapat berperan penting. Insiden ulkus peptik meningkat pada kegagalan ginjal kronik. Ulkus juga dapat berkaitan dengan hiperparatiroidisme, sirosis, penyakit paru dan jantung. Kortikosteroid meningkatkan resiko ulkus peptik dan perdarahan saluran pencernaan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ulkus peptik antara lain merokok, golongan darah O, penyakit hati kronik, penyakit paru kronik dan pankreatitis kronik. Gastritis atrofik kronik, refluks empedu dan golongan darah A merupakan predisposisi untuk ulkus lambung.

II.3.1.4 PENYAKIT SALURAN EMPEDUSindroma dispepsia ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan.

II.3.1.5 KARSINOMAKarsinoma dari saluran makan (esophagus, lambung, pancreas dan kolon) sering menimbulkan keluhan sindrom dispepsia. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri perut. Keluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia dan berat badan menurun.

II.3.1.6 PANKREASTITISRasa nyeri timbul mendadak yang menjalar ke punggung. Perut terasa makin tegang dan kembung.

II.3.1.7 DISPEPSIA PADA SINDROM MALABSORBSIPada penderita ini di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, sering flatus, kembung, keluhan utama lainnya ialah timbulnya diare yang berlendir.

II.3.1.8 DISPEPSIA AKIBAT OBAT-OBATANBanyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual dan muntah, misalnya obat golongan NSAIDs, teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin dan lain-lain).

II.3.1.9 GANGGUAN METABOLISMEDiabetes Mellitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroid mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroid menyebabkan timbulnya hipomotilitas lambung.

II.3.1.10 DISPEPSIA AKIBAT INFEKSI BAKTERI HELICOBACTER PYLORIHelicobacter pylori adalah sejenis kuman yang terdapat dalam lambung dan berkaitan dengan keganasan lambung. Hal penting dari Helicobacter pylori adalah sifatnya menetap seumur hidup, selalu aktif dan dapat menular bila tidak dieradikasi. Helicobacter ini diyakini merusak mekanisme pertahanan pejamu dan merusak jaringan. Helicobacter pylori dapat merangsang kelenjar mukosa lambung untuk lebih aktif menghasilkan gastrin sehingga terjadi hipergastrinemia.

II.3.2 DISPEPSIA FUNGSIONALDispepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dispepsia yang telah berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan struktural/organik/metabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiology dan endoskopi. Dalam konsensus Roma II, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dispepsia yang berlangsung sebagai berikut : sedikitnya terjadi dalam 12 minggu, tidak harus berurutan dalam rentang waktu 12 minggu terakhir, terus menerus atau kambuh (perasaan sakit atau ketidaknyamanan) yang berpusat di perut bagian atas dan tidak ditemukan atau bukan kelainan organik (pada pemeriksaan endoskopi) yang mungkin menerangkan gejala-gejalanya.Gambaran klinis dari dispepsia fungsional adalah riwayat kronik, gejala yang berubah-ubah, riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak responsive dengan obat-obatan dan dapat juga ditunjukkan letaknya oleh pasien, dimana secara klinis pasien tampak sehat. Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain :II.3.2.1 SEKRESI ASAM LAMBUNGKasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin dapat dijumpai kadarnya meninggi, normal atau hiposekresi.

II.3.2.2 DISMOTALITAS GASTROINTESTINALYaitu perlambatan dari masa pengosongan lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum hingga 50% kasus.

II.3.2.3 DIET DAN FAKTOR LINGKUNGANIntoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena faktor nervus vagus, dimana ada hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung tetapi efek dari antral gastrin dan rangsangan lain sel parietal.

II.3.2.4 PSIKOLOGIKStress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stress sentral. Tetapi korelasi antara factor psikologik stress kehidupan, fungsi otonom dan motilitas masih kontroversial.

II.4 MANIFESTASI KLINIKKlasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominant membagi dispepsia menjadi tiga tipe :1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulkus-like dyspepsia) dengan gejala: nyeri epigastrium terlokalisasi, nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid, nyeri saat lapar dan nyeri episodik. 2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) dengan gejala: mudah kenyang, perut cepat terasa penuh saat makan, mual, muntah dan rasa tidak nyaman bertambah saat makan. 3. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).

II.5 ALARM SYMPTOM Dispepsia persisten pada pasien berusia di atas 55y Penurunan berat badan yang tidak disengaja (3kg) Anemia defisiensi besi yang tidak dapat dijelaskan Perdarahan gastro-intestinal Disfagia dan odynophagia Operasi lambung sebelumnya Muntah terus menerus Massa di epigastrium Barium meal yang mencurigakan Tukak lambung sebelumnya Menggunakan OAINS Nyeri epigastrium yang memerlukan rawat inap

II.6 DIAGNOSISPada dasarnya, langkah pemeriksaan penunjang diagnostic adalah untuk mengeksklusi gangguan organic dan biokimiawi. Pemeriksaan laboratorium (gula darah, fungsi tiroid, gangguan pancreas, dan lain lain), radiologi (barium meal, USG) dan endoskopi merupakan langkah yang paling penting untuk eksklusi penyebab organik ataupun biokimiawi. untuk menilai penyakitnya, maka dibutuhkan beberapa pemeriksaan selain pemeriksaan jasmani, juga perlu diperiksa:II.6.1 LABORATORIUMemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa darah, urine, tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika cairan tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorbsi. Dan pada pemeriksaan urine, jika ditemukan adanya perubahan warna normal urine maka dapat disimpulkan terjadi gangguan ginjal. Seorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya.

II.6.2 RADIOLOGISPada tukak di lambung akan terlihat gambar yang disebut niche yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dasarnya licin. Kanker di lambung secara radiologist akan tampak massa yang irregular, tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah. Pancreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestinal terutama di yeyenum yang disebut sentinel loops.

II.6.3 ENDOSKOPIPemeriksaan endoskopi sangat membantu dalam diagnosis. Yang perlu diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor jinak atau ganas. Kelainan di lambung yang sering ditemukan adalah tanda peradangan tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus dan parsdesenden, tumor jinak dan ganas yang divertikel. Pada endoskopi ditemukan tukak baik di esophagus, lambung maupun duodenum maka dapat dibuat diagnosis dispepsia tukak. Sedangkan bila ditemukan tukak tetapi hanya ada peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak. Pada pemeriksaan ini juga dapat mengidentifikasi ada tidaknya bakteri Helicobacter pylori, dimana cairan tersebut diambil dan ditumbuhkan dalam media Helicobacter pylori. Pemeriksaan antibodi terhadap infeksi Helicobacter pylori dikerjakan dengan metode Passive Haem Aglutination (PHA), dengan cara menempelkan antigen pada permukaan sel darah merah sehingga terjadi proses aglutinasi yang dapat diamati secara mikroskopik. Bila di dalam serum sampel terdapat anti Helicobacter pylori maka akan terjadi aglutinasi dan dinyatakan positif terinfeksi Helicobacter pylori. . II.6.4 ULTRASONOGRAFIUltrasonografi (USG) merupakan saran diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan untuk membantu menetukan diagnostik dari suatu penyakit. Apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi pasien yang berat pun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada pasien dispepsia terutama bila dugaan kearah kelainan di traktus biliaris, pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan tumor di esophagus dan lambung.

II.6.5 TERAPIII.6.5.1 TERAPI NON-FARMAKOStrategi terapi untuk dispepsia akut dan kronis mempunyai perbedaan. Dispepsia akut dapat disebabkan karena makanan, obat-obatan seperti NSAIDs, ataupun stres dan rokok. Untuk terapi non farmakologi pada dispepsia akut dapat berupamenghindari makanan yang dapat merangsang peningkatan lambung, menghentikan obat yang menginduksi dispepsia, menghentikan merokok, meminimalisir stres. Sedangkan untuk terapi farmakologinya dapat digunakan antasida, golongan H2RA atau PPI. Dapat juga dilakukan diet dengan makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadimakanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan pedas, masam, alcohol.

II.6.5.2 TERAPI FARMAKO ANTASIDAAntasida bekerja dengan menetralisir sekresi asam HCl. Jadi antasid bermanfaat dan berguna untuk mengurangi asam lambung, dengan demikian dapat diharapkan untuk menyembuhkan dyspepsia. Obat ini ada yang berbentuk tablet kunyah atau berupa cairan suspensi, yang dianjurkan dimakan/diminum diantara makan. Antasida yang berupa suspense lebih efektif karena kapasitas buffering lebih baik dari pada yang berbentuk tablet.

POMPA PROTON INHIBITOR (PPI)Penghambat pompa proton seperti omeprazol, lansoprazol atau pantoprazol, bekerja dengan menghambat asam lambung dengan cara menghambat sistem enzim adenosin trifosfat hidrogen-kalium ( pompa proton ) dari sel parietal lambung. Penghambat pompa proton merupakan pengobatan jangka pendek yang efektif untuk dispepsia, terutama tukak lambung dan duodenum. Selainitu, juga digunakan dalam kombinasi dengan antibiotika untuk eradikasi H pylori. Tetapi obat-obatan tersebut harus digunakan hati hati pada ibu hamil dan menyusui. Adapun efek sampingnya antara lain adalah sakit kepala, diare, ruam, gatal dan pusing. Efek samping yang dilaporkan untuk omeprazol dan lansoprazol meliputi urtikaria, mual, muntah, konstipasi, kembung, nyeriabdomen,lesu, nyeri otot dan sendi, edema perifer dan perubahan hematologic.

ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMISN H2Golongan obat ini mempunyai satu persamaan yaitu memiliki imidazol yang dianggap penting sekali menghambat reseptor H2. Golongan ini telah banyak dimanfaatkan untuk mengobati tukak peptic. Yang termasuk golongan obat ini ialah simetidin, ranitidine, roxatidin, famotidin, metiamid dan burimamid. Dua obat terakhir yang disebut sekarang sudah tidak dipakai lagi, karena banyak menimbulkan efek samping, dan tidak perlu dibahas. Mengenai obat golongan ini akan dibahas lebih mendalam pada terapi tukak peptic

AGEN MOTILITASMetoklopramidSecara kimia obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang mempunyai efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi obat ini berkhasiat sentral maupun perifer.1. Khasiat metoklopramid ada 3 pokok, yaitu:Meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal post-ganglionik kolinergik2. Merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin.3. Merupakan reseptor antagonis dopamine.

Jadi dengan demikian metoklopramid akan merangsang kontraksi dari saluran makanan dan mempercepat pengosongan lambung.Efek samping: reaksi distonik, iritabilitas atau sedasi dan efek samping ekstrapiramidal, karena efek antagonisme dopamine sentral dari metoklopramid. Pemberian dosis tinggi pada anak dapat menyebabkan hipertoni dan kenjang. Dosis yang dianjurkan 3 kali 10mg sehari. Dapat juga diberikan berbentuk parenteral.

DomperidonDomperidon merupakan derivate benzimidazol. Khasiatnya adalah sama dengan metoklopramid. Karena domperidon merupakan antagonis dopamine perifer dan tidak menembus sawar darah otak maka tidak mempengaruhi reseptor dopamine saraf pusatsehingga mempunyai efek samping yang rendah dari pada metoklopramid.

ERADIKASI HELICOBACTER PYLORITes H pylori berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya dispepsia ulkus atau untuk megetahui prevalensi terjadinya ulkus peptik. McColl et al menunjukkan bahwa pasien dengan dispepsia yang mempunyai ulkus atau tukak lambung telah terinfeksi oleh Helicobacterpylori. Pada sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevalensi dari infeksi H. pylori pada pasien dengan dispepsia fungsional adalah kurang dari 12%. Ketika prevalensi infeksi H. pylori pada pasien dengan ukus pepsikkurang dari 48%, terapi inisial yang lebih baik adalah dengan Pompa proton inhibitor ( PPI ). Pernyataan lain adalah bahwaketika infeksi H pylori dapat menurun 20%, maka terapi empiris dapat dimulai dengan PPI serta untuk mengobati dispepsia yang tidak diketahui penyebabnya ( uninvestigated dyspepsia ). Pada dispepsia fungsional didapatkan hasil tes H pylori negatif, sedangkan pada dispepsia ulkus, diperoleh hasil tes H pylori positif.

II.7 PENCEGAHANII.7.1 PENCEGAHAN PRIMER (Primary Prevention)Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko dispepsia bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat, promosi kesehatan (Health Promotion) kepada masyarakat mengenai : Modifikasi pola hidup dimana perlu diberi penjelasan bagaimana mengenali dan menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dispepsia. Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan sosioekonomi dan gizi dan penyediaan air bersih. Khusus untuk bayi, perlu diperhatikan pemberian makanan. Makanan yang diberikan harus diperhatikan porsinya sesuai dengan umur bayi. Susu yang diberikan juga diperhatikan porsi pemberiannya. Mengurangi makan makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi serta merokok.

II.7.2 PENCEGAHAN SEKUNDER (Secondary Prevention)Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera (Early Diagmosis and Prompt Treatment). DIAGNOSIS DINI (Early Diagnosis)Setiap penderita dispepsia sebaiknya diperiksa dengan cermat. Evaluasi klinik meliputi anamnese yang teliti, pemeriksaan fisik, laboratorik serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan, misalnya endoskopi atau ultrasonografi. Bila seorang penderita baru datang, pemeriksaan lengkap dianjurkan bila terdapat keluhan yang berat, muntah-muntah telah berlangsung lebih dari 4 minggu, penurunan berat badan dan usia lebih dari 40 tahun. Untuk memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik perlu dilakukan pemeriksaan yaitu : 1. Laboratorium2. Radiologis3. Endoskopi4. Ultrasonografi

PENGOBATAN SEGERA (Prompt Treatment)1. Diet mempunyai peranan yang sangat penting. Dasar diet tersebut adalah makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang peningkatan dalam lambung dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCL. 2. Perbaikan keadaan umum penderita 3. Pemasangan infus untuk pemberian cairan, elektrolit dan nutrisi.4. Penjelasan penyakit kepada penderita. Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan penderita dispepsia adalah antasida, antikolinergik, sitoprotektif dan lain-lain.

II.7.3 PENCEGAHAN TERSIERRehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater, dilakukan bagi penderita gangguan mental akibat tekanan yang dialami penderita dispepsia terhadap masalah yang dihadapi. Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah lama dirawat di rumah sakit agar tidak mengalami gangguan ketika kembali ke masyarakat.

II.8 KOMPLIKASI

BAB IIIGASTRITIS

III.1 DEFINISIGastritis adalah inflamasi dari dinding lambung terutama pada mukosa gaster. (Sudjono Hadi, 2002)Gastritis merupakan salah satu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. (Sylvia, A price, 2006).Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis adalah salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada umumnya (Herlan, 2006).

III.2 EPIDEMIOLOGIPada negara yang sedang berkembang infeksi diperoleh pada usia dini dan pada negara maju sebagian besar dijumpai pada usia tua.Angka kejadian infeksi Gastritis Helicobacter pylori pada beberapa daerah di Indonesia menunjukkan data yang cukup tinggi. Kota Surabaya dengan angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 91,6%.Dari hasil penelitian para pakar, didapatkan jumlah penderita gastritis antara pria dan wanita, ternyata gastritis lebih banyak pada wanita dan dapat menyerang sejak usia dewasa muda hingga lanjut usia. Di Inggris 6-20% menderita Gastritis pada usia 55 tahun dengan prevelensi 22% insiden total untuk segala umur pada tahun 1988 adalah 16 kasus/1000 pada kelompok umur 45-64 tahun. Insiden sepanjang usia untuk gastritis adalah 10%. Kejadian gastritis kronik, meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7.

III.3 KLASIFIKASI GASTRITISIII.3.1 GASTRITIS AKUTInflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik.Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas. Penyakit lain dari Gastritis akut mencakup alkohol, aspirin, refluk, empedu, atau terapi radiasi.Bentuk terberat dari penyakit Gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi, yang mengakibatkan obstruksi piloris. Gastritis juga merupakan tanda pertama dari infeksi sistemik akut.Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein, alkohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim.

III.3.2 GASTRITIS KRONISGastritis kronis adalah inflamasi lama yang disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung oleh bakteri Helicobacter Pylori.Disebut gastritis kronis apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan neutrofil pada daerah tersebut menandakan adanya aktivitas.Gastritis kronis ditandai oleh Atropi Progresif Epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang nyata.

III.4 ETIOLOGIIII.4.1 GASTRITIS AKUTMerupakan imflamasi akut dari dinding lambung, biasanya terbatas pada mukosanya saja.a) Gastritis eksugen akut. Disebabkan faktor dari luar yang terdiri dari beberapa bagian:Gastritis eksogen akut yang simple, disebabkan oleh : Makanan dan minuman panas yang dapat merusak mukosa lambung, seperti rempah-rempah, alcohol dan sebagainya. Obat-obatan seperti, digitalis, iodium, kortison, dsb.Gastritis akut korosiva, disebabkan oleh: Obat-obatan seperti : Analgetik, Anti inflamasi, antibiotik dsb. Bahan kimia dan minuman yang bersifat korosif, bahan alkali yang kuat seperti, soda,kaustik, (no hydroxide) korosiv sublimat.b) Gastritis endogen akut.disebabkan kelainandalam tubuh yang terdiri dalam beberapa bagian :Gastritis infeksiosa akut, disebabkan oleh toksin atau bakteri yang beredar dalam darah dan masuk ke jantung, misalnya morbili, difteri ,variola dsb. Gastritis egmonos akute, di sebabkan oleh invasi langsung dari bakteri pirogen ada dinding lambung, seperti streptococcus, staphylococcus dsb

III.4.2 GASTRITIS KRONIKMerupakan suatu imflamasi kronik yang terjadi pada waktu lama pada permukaan mukosa lambung, penyebabnya belum diketahui secara langsung, namun diduga disebabkan oleh :Bakteri, infeksi staphylococcus (akut) mungkin pada akhirnya akan menjadi kronis. Infeksi lokal, infeksi pada sinus, gigi dan post nasal dapat menimbulkan gastritis. Alkohol dapat menyebabkan kelainan pada mukosa lambung.Faktor psikologis dapat menimbulkan hipersekresi asam lambung.Dua aspek penting sebagai etiologi gastritis kronis yakni aspek imunologi dan aspek mikrobiologis.Aspek imunologis hubungan antara sistem imun dan gastritis kronik menjadi jelas dengan ditemukannya auto antibodi terhadap faktor intrinsik lambung (intrinsik faktor antibodi) dan sel parietal (Parietal Cell Antibody) pada pasien dengan anemia pernisiosa. Antibody terhadap sel parietal lebih dekat hubungannya dengan gastritis kronik korpus dalam berbagai gradiasi. Aspek bakteriologi agar dapat mengetahui keberadaan bakteri pada gastritis, biopsi harus dilaksanakan waktu pasien tidak mendapat antimikroba selama 4 (empat) minggu terakhir. Bakteri yang paling penting sebagai penyebab gastritis adalah Helicobacter pylori.Gastritis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : Gastritis Tipe A dan Gastritis Tipe B. Tipe A sering disebut sebagai gastritis auto imun diakibatkan dari perubahan dari sel parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit auto imun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B kadang disebut sebagai Helicobacter pylori mempengaruhi antrum dan pilorus (ujung bawah dekat duodenum). Ini dihubungkan dengan bakteri Helicobacter pylori. Faktor lain seperti diet minum pedas atau panas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refleks isi usus ke dalam lambung.

III.5 PATOFISIOLOGIBahan-bahan makanan, minuman, obat maupun zat kimia yang masuk kedalam lambung menyebabkan iritasi atau erosi pada mukosanya sehingga lambung kehilangan barrier (pelindung). Selanjutnya terjadi peingkatan difusi balik ion hidrogen. Gangguan difusi pada mukosa dan peningkatan sekresi asam lambung yang meningkat / banyak. Asam lambung dan enzim-enzim pencernaan. Kemudian menginvasi mukosa lambung dan terjadilah reaksi peradangan.Demikian juga terjadi peradangan dilambung karena invasi langsung pada sel-sel dinding lambung oleh bakteri dan terinfeksi. Peradangan ini termanifestasi seperti perasaan perihdi epigastrium, rasa panas / terbakar dan nyeri tekan.Spasme lambung juga mengalami peningkatan diiringi gangguan pada spinkteresofagus sehingga terjadi mual-mual sampai muntah. Bila iritasi / erosi pada mukosa lambung sampai pada jaringan lambung dan mengenai pembuluh darah. Sehingga kontinuitasnya terputus dapat menimbulkan hematemisis maupun melena

III.6 MANIFESTASI KLINISIII.6.1 GASTRITIS AKUT GASTRITIS AKUT EKSOGEN SIMPLE Nyeri epigastrik mendadak. Nausia yang di sertai dengan vomitus. Saat serangan pasien berkeringat, gelisah, sakit perut, dan kadang disertai panas serta takikardi. Biasanya dalam 1-2 hari sembuh kembali.

GASTRITIS AKUT EKSOGEN KOROSIVA Pasien kolaps dengan kulit yang dingin. Takikardi dan sianosis. Perasaan seperti terbakar, pada epigastrium. Nyeri hebat / kolik.

GASTRITIS INFEKSIOSA AKUT Anoreksia Perasaan tertekan pada epigastrium. Vomitus. Hematemesis.

GASTRITIS HEGMONOS AKUT Nyeri hebat mendadak di epigastrium. Nausea. Rasa tegang pada epigastrium. Vomitus. Panas tinggi dan lemas Takipneu. Lidah kering sedikit ekterik. Takikardi Sianosis pada ekstremitas Diare. Abdomen lunak. Terjadi leukositosis

III.6.2 GASTRITIS KRONISTerdiri dari : GASTRITIS SUPERFISIALIS Rasa tertekan yang samar pada epigastrium. Penurunan BB. Kembung / rasa penuh pada epigastrium. Nausea. Rasa perih sebelum dan sesudah makan. Terasa pusing. Vomitus.

GASTRITIS ANTROPIKAN Rasa tertekan pada epigastrium. Anoreksia. Rasa penuh pada perut. Nausea. Keluar angin pada mulut. Vomitus. Mudah tersinggung. Gelisah. Mulut dan tenggorokan terasa kering

GASTRITIS HIPERTROPIKAN KRONIKA Nyeri pada epigastrium yang tidak selalu berkurang setelah minum susu. Nyeri biasanya timbul pada malam hari. Kadang disertai melena.

III.6.a GASTRITIS AKUTSindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula pedarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Ulserasi superfisial yang dapat terjadi dan dapat menimbulkan perdarahan, ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari. Keluhannya bervariasi, mulai dari yang sangat ringan sampai asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian.

III.6.b GASTRITIS KRONISTipe A biasanya meliputi asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi B 12 dan pada Gastritis Tipe B pasien mengeluh anoreksia, sakit ulu hati setelah makan, bersendawa, rasa pahit atau mual dan muntah.Sebagian besar pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri hati, anoreksia, nusea dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan.

III.7 DIAGNOSA GASTRITISIII.7.1 GASTRITIS AKUTTiga cara menegakkan diagnosis, yaitu gambaran klinis, gambaran lesi, mukosa akut di mukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan rata pada endoskopi dan gambaran radiologi. Dengan kontras tunggal sukar untuk melihat lesi permukaan yang superfisial karena itu sebaiknya digunakan kontras ganda. Secara umum peranan endoskopi saluran cerna bagian atas lebih sensitif dan spesifik untuk diagnosis kelainan akut lambung.Gastritis akut harus selalu diwaspadai pada saat pasien pada keadaan kronis yang berat atau penggunaan aspirin dan anti inflamasi nonsteroid. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan gastroskopi. Pada pemeriksaan gastroskopi akan tampak mukosa yang sembab, merah,mudah berdarah atau terdapat perdarahan spontan, erosi mukosa yang bervariasi dari penyembuhan sampai tertutup oleh tekanan darah dan kladang-kadang ulserasi. Lesi-lesi tersebut biasanya terdapat pada fundus dan korpus lambung secara endoskopik

III.7.2 GASTRITIS KRONIKDiagnosa ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung, perlu pula dilakukan kultur untuk membuktikan adanya infeksi Helicobacter pylori apalagi jika ditemukan ulkus baik pada lambung ataupun pada duodenum. Sebagian besar gastritis kronik tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya keluhannya tidak jelas. Keluhan yang sering dihubungkan dengan gastritis kronik adanya nyeri tumpul di epigastrium, disertai dengan mual/kadang muntah-muntah, cepat kenyang. Keluhan-keluhan ini tidak dapat digunakan untuk evaluasi keberhasilan pengobatan, pemeriksaan fisik tidak memberikan informasi apapun juga.Diagnosa ditegakkan berdasarkan endoskopi dan histopatologi untuk pemeriksaan histopatologi sebaiknya dilakukan biopsi dan semua segmen lambung.

III.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untuk perdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan /derajat ulkus jaringan / cedera.2. Minum barium dengan foto rontgen = dilakukan untuk membedakan diganosa penyebab/sisi lesi.3. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster.4. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidakdapat disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolateral dan kemungkinan isi perdarahan.5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis.

III.9 PENATALAKSANAANPengobatan gastritis meliputi :1. Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.2. Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.3. Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang

III.9.1 GASTRITIS AKUT GASTRITIS AKUT EKSOGEN SIMPLEFase akut, istirahat total 1-2 hari. Hari I sebaiknya jangan diberikan makan, setelah mual dan muntah berkurang, coba berikan teh hangat dan air minum. Hari kedua berikan susu hangat, benintton dengan garam terutama setelah banyak muntah. Hari ketiga boleh makan bubur dan bisa makan lembek lainnya. Kolaborasi medik :Pemberian cairan.Antimemetik untuk mengurangi muntahAnti spasmodik untuk memperbaiki spasme otot

GASTRITIS INFEKTIOSA AKUT Pengaturan diet. Beri makanan lunak dan tidak merangsang mual dan muntah. Kolaborasi medicPemberian antibiotik untuk penanganan factor penyebab.Pemberian anti spasmodik. GASTRITIS HEGMONOS AKUTPengaturan diet. Pada abses lokal perlu dilakukan drainase. Pada pasien dengan hegmonos perlu gastrektomi. Kolaborasi medik :Antibiotik untuk penanganan faktor penyebab.

III.9.2 GASTRITIS KRONIK GASTRITIS SUPERFISIALIS Istirahat yang cukup. Pemberian makanan cair utuk penderita yang mengalami erosi dan perdarahan sedikit. Makanan lunak agar tidak terjadi perdarahan. Kolaborasi medik :Pemberian anti spasmodic

GASTRITIS ATROPIKAN Setelah makan sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadinya nausea dan vomitus. Beri makanan lunak dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi medik :Pemberian anti spasmodik.Beri ekstrak hati, Vit. B12, dan zat besi.

GASTRITIS HYPETROPIKAN Istirahat yang cukup. Hindari merokok. Beri makanan cair dan lembek. Kolaborasi medik :Anti spasmodikAnti perdarahan

ANTI SPASMODIK ANTI PERDARAHANPengobatan gastritis akibat infeksi kuman Helicobacter pylori bertujuan untuk melakukan eradikasi kuman tersebut. Pada saat ini indikasi yang disetujui secara universal untuk melakukan eradikasi adalah infeksi kuman Helicobacter pylori yang ada hubungannya dengan tukak peptik dan yang berhubungan dengan low grade B cell lymphoma. Sedangkan pasien yang menderita dyspepsia non tukak. Eradikasi dilakukan dengan kombinasi antara berbagai antibiotik dan proton pump inhibitor (PPI), Antibiotika yang dianjurkan adalah klaritomisin, amoksisilin, metronidazol dan tetrasiklin. Bila PPI dan kombinasi 2 antibiotika gagal dianjurkan menambahkan bismuth subsalisilat/subsitral. Regimen untuk Eradikasi Infeksi Helicobacter pylori (diberikan selama 1 minggu)Obat 1Obat 2Obat 3Obat 4

PPI dosis gandaKlarithomisin(2 x 500 mg)Amoksisilin(2 x 500 mg)

PPI dosis gandaKlarithomisin(2 x 500 mg)Metronidazol(2 x 500 mg)

PPI dosis gandaTetrasiklin(4 x 500 mg)Metronidazol(2 x 500 mg)Subsalisilat/subsitral

Pengelolaan gastritis autoimun ditujukan pada 2 hal yakni defisiensi kobalamin dan lesi pada mukosa gaster. Atrofi mukosa gaster merupakan keadaan yang irreversible. Kuman sering bersama-sama dengan penyakit autoimun yang lain, sebaliknya penyakit yang menyertai tersebut diterapi. Memperbaiki defisiensi kobalamin sering dapat memperbaiki komplikasi yang timbul akibat defisiensi tersebut.

III.9.a GASTRITIS AKUTFaktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2, Proton Pump Inhibitor (PPI), antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sito protektor berupa sukralfat dan prostaglandin.Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Devivat Prostaglandin Mukosa.

III.9.b GASTRITIS KRONISFaktor utama adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori Tipe A (Altrofik atau Fundal) dan tipe B (Antral).Gastritis kronis Tipe A disebut juga Gastritis altrofik atau fundal, karena mempunyai fundus pada lambung Gastritis kronis Tipe A merupakan suatu penyakit auto imun yang disebabkan oleh adanya auto antibodi terhadap sel. Parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan Chief Cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin.Gastritis kronis Tipe B disebut juga sebagai Gastritis antral karena umunya mengenai daerah atrium lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan Gastritis kronis Tipe A. Jadi penyebab utama Gastritis Tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori. Faktor etiologi Gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma.Pengobatan Gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus dedenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter pylori. Namun demikian lesi tidak selalu muncul dengan Gastritis kronis. Alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B.12 dan terapi yang sesuai. Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat mengurangi dan memulai farmakoterapi. Helicobacter pylori dapat diatasi dengan antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan Gastritis Tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B.12.

III.10 KOMPLIKASIIII.10.1 GASTRITIS AKUT Perdarahan saluran cerna atas, hingga anemia dan kematian. Ulkus pada lambung. Perfurasi lambung.

III.10.2 GASTRITIS KRONIS Gangguan penyerapan Vitamin B12 karena atropi lambung dan akan terjadi anemia pernisiosa. Gangguan penyerapan zat besi. Penyempitan daearah pilorus. Kanker lambung.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : November 2009 Djonodiningrat, Dharmika. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; edisi V. hal (529 533). Jakarta : November 2009 Hadi, Sujono. Gastroenterologi. PT. Penerbit Alumni. Bandung : 2002 Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC Edisi 6. Jakarta : 2006 www. ncbi. nlm. nih. gov

1