Durian Fix

21
PERSEBARAN POHON DURIAN BERDASARKAN FAKTOR ABIOTIK DAN KETINGGIAN DI WILAYAH PROBOLINGGO SAMPAI GUNUNG BROMO JAWA TIMUR MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Biogeografi yang dibina oleh Bapak Agus Dharmawan dan Ibu Dra. Eko Sri Sulasmi, M.S. Oleh kelompok 7/ Offering H: Fima Rizki Eka Putri 120342422450 Lisa Savitri 120342422491 Nina Mufida 120342422469 Putri Diyah Anggraini 120342422452 The Learning University

Transcript of Durian Fix

Page 1: Durian Fix

PERSEBARAN POHON DURIAN BERDASARKAN FAKTOR ABIOTIK DAN KETINGGIAN DI WILAYAH PROBOLINGGO SAMPAI GUNUNG

BROMO JAWA TIMUR

MAKALAHUntuk Memenuhi Tugas Matakuliah

Biogeografiyang dibina oleh Bapak Agus Dharmawan dan Ibu Dra. Eko Sri Sulasmi, M.S.

Oleh kelompok 7/ Offering H:Fima Rizki Eka Putri 120342422450Lisa Savitri 120342422491Nina Mufida 120342422469Putri Diyah Anggraini 120342422452

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGIPROGRAM STUDI BIOLOGI

September 2014

Page 2: Durian Fix

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas, karena

memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati

tergolong tinggi di dunia. Termasuk juga dengan kekayaan keanekaragaman jenis

buah-buahan tropisnya. Bahkan Indonesia merupakan salah satu dari delapan

pusat keanekaragaman genetika tanaman di dunia khususnya untuk buah-buahan

tropis seperti durian. Berdasarkan pada penelitian sebelumnya di ketahui bahwa

durian tumbuh dalam ketinggian <1000 m dpl dan juda pada ketinggian > 1000m

dpl pada beberapa spesies tertentu. Pada daerah Probolinggo hingga Gunung

Bromo memilii ketinggian hingga 2500 m dpl.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka didapatkan rumusan masalah

sebagai berikut:

bagaimana persebaran pohon durian berdasarkan teknik kualitatif dan

kuantitatif di wilayah Probolinggo sampai Gunung Bromo, Jawa Timur?

bagaimana persebaran pohon durian berdasarkan kondisi abiotik di wilayah

Probolinggo sampai Gunung Bromo, Jawa Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui bahwa

tujuan penelitian sebagai berikut:

untuk mengetahui persebaran pohon durian berdasarkan teknik kualitatif dan

kuantitatif di wilayah Probolinggo sampai Gunung Bromo, Jawa Timur.

untuk mengetahui persebaran pohon durian berdasarkan kondisi abiotik di

wilayah Probolinggo sampai Gunung Bromo, Jawa Timur.

Page 3: Durian Fix

BAB II

Kajian Pustaka

2.1 Pohon Durian

Pada umumnya kerabat durian (Durio spp.) di Indonesia masih tumbuh

liar di hutan-hutan primer ataupun di hutan-hutan campuran meranti (mixed

Dipterocarp) dan hanya sebagian kecil lainnya yang telah ditanam penduduk di

kebun-kebun. Oleh karena itu, domestikasi khususnya pada kerabat durian yang

masih tumbuh secara liar di hutan-hutan dan berpotensi ekonomi perlu dilakukan.

Terlihat pula bahwa dari sebagian besar kerabat durian di Indonesia sangat cocok

atau menyukai tipe-tipe tanah liat atau tanah liat berpasir. Di samping itu, ternyata

sebagian besar kerabat durian tumbuh di hutan-hutan dataran rendah (<1000

mdpl). Namun ada beberapa jenis yang dapat tumbuh dihutan-hutan di dataran

tinggi (>1000 mdpl), antara lain adalah D.lanceolatus (kelincing), D.lowianus

(teruntung), D.oblongus, dan D. testudinarum (sekura). Satu dari 4 jenis durian

tersebut, yaitu D. lowianus (teruntung) ternyata dapat tumbuh sampai ketinggian

1700 mdpl. Oleh karena itu, teruntung merupakan salah satu jenis durian yang

berpotensi untuk dikembangkan di dataran tinggi. Selain buahnya enak dimakan,

dilaporkan pula bahwa jenis ini sangat resisten untuk melawan serangan jamur

Phytophthora palmifora

Menurut Rukmana (1996) durian (Durio zibethinus Murr) merupakan

salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat

yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai buah saja. Sebagian sumber literatur

menyebutkan tanaman durian adalah salah satu jenis buah tropis asli Indonesia.

Setiadi (1999). Sebelumnya durian hanya tanaman liar dan terpencar-pencar di

hutan raya "Malesia", yang sekarang ini meliputi daerah Malaysia, Sumatera dan

Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah asal tersebut durian menyebar

hingga keseluruh Indonesia, kemudian melalui Muangthai menyebar ke Birma,

India dan Pakistan. Adanya penyebaran sampai sejauh itu karena pola kehidupan

masyarakat saat itu tidak menetap. Hingga pada akhirnya para ahli

menyebarluaskan tanaman durian ini kepada masyarakat yang sudah hidup secara

menetap

Page 4: Durian Fix

Berdasar pada Rukmana (1996)Tanaman durian di habitat aslinya tumbuh

di hutan belantara yang beriklim panas (tropis). Pengembangan budidaya tanaman

durian yang paling baik adalah di daerah dataran rendah sampai ketinggian 800

meter di atas permukaan laut dan keadaan iklim basah, suhu udara antara 250-

320C, kelembaban udara (rH) sekitar 50-80%, dan intensitas cahaya matahari 45-

50%

2.1.1 Tingkatan dan Nama Taksa Pohon Durian

Tingkatan dan nama taksa pohon durian sebagai berikut:

kingdom: Plantae (tumbuhan)

divisi: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

sub divisi: Angiospermae (berbiji tertutup)

kelas: Dicotyledonae (berkeping dua)

ordo: Malvaceae

famili: Bombacaceae

genus: Durio

spesies: Durio zibethinus Murr

Sumber: Rukmana (1996)

Menurut Untung (2008) buah khas daerah tropis ini termasuk ordo

Malvaceae, family Bombacaceae, dan genus Durio. Prof. Dr. A.J.G.H.

Kostermans mencatat ada 27 spesies durian. Sejumlah 19 spesies ditemukan di

Kalimantan, 11 di Semenanjung Malaka, 7 di Sumatera dan 1 di Myanmar. Dari

sekian banyak spesies itu, yang bisa dimakan hanya tujuh. Spesies lain tidak bisa

dikonsumsi karena berbagai sebab; misalnya: rasa tidak enak, buah terlalu kecil,

atau daging buah tidak ada. Tujuh spesies durian yang bisa dimakan itu terdiri

dari: Durio zibethinus (durian), Durio kutejensis (lai), Durio oxleyanus

(kerantongan), Durio dulcis (lahong), Durio graveolens (labelak), Durio

grandiflorus (durian monyet), serta Durio testudinarium (durian kura-kura). Dari

ketujuh spesies itu hanya Durio zibethinus yang paling banyak dibudidayakan

karena buahnya enak Di Indonesia, ada 21 kultivar durian unggul yang dirilis oleh

Dinas Pertanian, yaitu: petruk, sukun, sitokong, kani, otong, simas, sunan, sihijau,

Page 5: Durian Fix

sijapang, siriwig, bokor, perwira, sidodol, bantal mas, hepe, matahari, aspar,

sawah mas, raja mabah, kalapet, dan lai mansau.

2.2 Kota Probolinggo

2.2.1 Letak Geografis

Letak Kota Probolinggo berada pada 7° 43′ 41" sampai dengan 7° 49′ 04"

Lintang Selatan dan 113° 10′ sampai dengan 113° 15′ Bujur Timur dengan luas

wilayah 56,667 Km². Disamping itu Kota Probolinggo merupakan daerah transit

yang menghubungkan kota-kota (sebelah timur Kota): Banyuwangi, Jember,

Bondowoso, Situbondo, Lumajang, dengan kota-kota (sebelah barat Kota):

Pasuruan, Malang, dan Surabaya. Adapun batas wilayah administrasi Kota

Probolinggo meliputi :

sebelah utara : Selat Madura,

sebelah timur : Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo,

sebelah selatan : Kecamatan Leces, Wonomerto, Sumberasih Kab.

Probolinggo,

sebelah barat : Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo.

Luas wilayah Kota Probolinggo tercatat sebesar 56.667 km. Secara

administrasi pemerintahan Kota Probolinggo terbagi dalam 5 (lima) Kecamatan

dan 29 Kelurahan yang terdiri dari Kecamatan Mayangan terdapat 5 Kelurahan,

Kecamatan Kademangan terdapat 6 Kelurahan, Kecamatan Wonoasih terdapat 6

Kelurahan, Kecamatan Kedopok terdapat 6 Kelurahan, dan Kecamatan Kanigaran

terdapat 6 Kelurahan.

2.2.2 Iklim

Pada umumnya wilayah Kota Probolinggo beriklim tropis dengan rata-rata

curah hujan mencapai + 961 millimeter dengan jumlah hari hujan mencapai 55

hari. Curah hujan tertinggi pada umumnya terjadi pada bulan Desember,

sedangkan hujan terendah terjadi pada bulan Agustus. Temperatur rata-rata

terendah mencapai 26 °C dan tertinggi mencapai 32 °C.

Page 6: Durian Fix

Kota Probolinggo mempunyai perubahan iklim sebanyak 2 musim setiap

tahunnya, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pada kondisi normal,

musim penghujan berada pada bulan Nopember hingga April, sedangkan musim

kemarau berada pada bulan Mei hingga Oktober setiap tahunnya. Jumlah curah

hujan pada tahun 2008 dari hasil pemantauan pada 4 stasiun pengamatan hujan

yang ada di Kota Probolinggo, rata – rata tercatat sebesar 1.072 mm dan hari

hujan sebanyak 63 hari. Apabila dibandingkan dengan rata-rata curah hujan tahun

2007 sebesar 1.368 mm dengan 74 hari hujan, maka kondisi tahun 2008 lebih

kering dibandingkan tahun 2008, dimana curah hujan per hari pada tahun 2008

sebesar 3,75 mm/hari, sedangkan curah hujan per hari pada tahun 2008 sebesar

2,94 mm/hari. Curah hujan terlebat terjadi pada bulan Pebruari dan Maret rata-rata

sebesar 19,84 mm per hari. Selain itu pada bulan Juli sampai dengan September di

Kota Probolinggo terdapat angin kering yang bertiup cukup kencang (kecepatan

dapat mencapai 81 km/jam) dari arah tenggara ke barat laut, angin ini populer

dengan sebutan ”Angin Gending”.

2.2.3 Tata Ruang

Meskipun merupakan wilayah perkotaan, pola penggunaan tanah di Kota

Probolinggo ternyata masih terdapat lahan sawah seluas 1.967,70 hektare (21 %),

lahan bukan sawah seluas 3.699,00 hektare (39,5 %). Lahan bukan sawah terbagi

atas lahan kering 3.595,00 hektare (38,4 %) dan lahan lainnya (tambak) seluas

104 hektare (1,11%).Melihat potensi dan pemanfaatan wilayah demikian itu,

banyak alternatif yang bisa dipilih untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan

pemberdayaan potensi daerah kota, guna mewujudkan visi Kota Probolinggo

sebagai kota tujuan investasi yang perspektif, kondusif dan partisipatif.

2.2.4 Topografi

Wilayah Kota Probolinggo terletak pada ketinggian 0 sampai kurang dari

50 meter dia atas permukaan air laut. Apabila ketinggian tersebut dikelompokkan

atas; ketinggian 0 -10 meter, ketinggian 10 -25 meter, ketinggian 25 -50 meter.

Semakin ke wilayah selatan, ketinggian dari permukaan laut semakin besar.

Page 7: Durian Fix

Namun seluruh wilayah Kota Probolinggo relatif berlereng (0 – 2%). Hal ini

mengakibatkan masalah erosi tanah dan genangan cenderung terjadi di daerah ini.

Page 8: Durian Fix

BAB III

Pembahasan

3.1 Morfologi Pohon Durian

Pohon durian merupakan tumbuhan berbentuk pohon, dengan tinggi

berkisar 27 - 40 m. memiliki akar tunggang. Jenis batang berkayu (lignosus),

silindris, tegak, permukaannya kasar dan pecah-pecah, percabangan berbentuk

simpodial, bercabang banyak, dengan arah mendatar. Berdaun tunggal, bertangkai

pendek dengan bentuk silindris dan tidak menebal pada bagian pangkalnya,

tersusun berseling, permukaan atas daun berwarna hijau tua dan bawah cokelat

kekuningan, daun berbentuk jorong hingga lanset, panjang sekitar 6,5 - 25 cm,

lebar sekitar 3 - 5 cm, ujung daun runcing. Tepi daun rata dengan daging daun

tebal, pangkal daun membulat, permukaan atas daun mengkilat, permukaan bawah

buram, tidak pernah meluruh, bagian bawah berlapis bulu halus berwarna cokelat

kemerahan. Pertulangan daun menyirip. bagian ibu tulang daun (costa)

memanjang dari pangkal daun hingga ujung daun dan dari costa keluar ke

samping tulang-tulang cabang (nervus lateralis).

Bunga muncul di batang atau cabang yang sudah besar, berkelompok

dalam karangan berisi 3-10 kuntum berbentuk tukal atau malai rata. Kuncup

bunganya membulat, sekitar 2 cm diameternya, bertangkai panjang. Kelopak

bunga bentuk tabung sepanjang 3 cm, daun kelopak tambahan terpecah menjadi 2-

3 cuping berbentuk bundar telur. Mahkota bentuk sudip, kira-kira 2× panjang

kelopak, berjumlah 5 helai, keputih-putihan. Benang sarinya banyak, terbagi ke

dalam 5 berkas; kepala putiknya membentuk bongkol, dengan tangkai yang

berbulu. bertangkai, kelopak berbentuk lonceng berwarna putih hingga cokelat

keemasan. Buah bulat atau lonjong, kulit dipenuhi duri-duri tajam, warna coklat

keemasan atau kuning, bentuk biji lonjong, berwarna cokelat, berbuah setelah

berumur 5 - 12 tahun. Perbanyakan atau perkembangbiakan melalui generatif atau

biji (Soedarya, 2009).

Page 9: Durian Fix

3.2 Persebaran Pohon Durian

Durian merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama

dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai buah saja.

Sebagian sumber literatur menyebutkan tanaman durian adalah salah satu jenis

buah tropis asli Indonesia (Rukmana, 1996). Sebelumnya durian hanya tanaman

liar dan terpencar-pencar di hutan raya "Malesia", yang sekarang ini meliputi

daerah Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah

asal tersebut durian menyebar hingga ke seluruh Indonesia. Tanaman durian di

habitat aslinya tumbuh di hutan belantara yang beriklim panas (tropis).

3.2.1 Persebaran Pohon Durian berdasarkan Teknik Kualitatif dan Kuantitatif

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan teknik

kualitatif yaitu pengamatan dengan teknik wawancara dan teknik kuantitatif yaitu

pengamatan dengan teknik pengamatan menggunakan binokuler di daerah

Probolinggo, khususnya jalur menuju Gunung Bromo, dilakukan pembagian titik

atau plot pada beberapa wilayah dengan jarak antar plot sekitar 300 mdpl.

Menurut hasil yang didapatkan baik melalui wawancara pada penduduk

sekitar maupun pengamatan menggunakan binokuler, pohon durian ditemukan di

beberapa titik yaitu pada plot 2 dan plot 3 yaitu di daerah Desa Lumbang dan

daerah Desa Ngepung. Desa Lumbang ini terletak pada ketinggian 350 mdpl

sedangkan Desa Ngepung terletak pada ketinggian 650 mdpl. Pohon durian sangat

sedikit ditemukan pada plot 4, 5, dan plot 8 yaitu di daerah Desa Sapi Kerep,

Wonokerto, dan Desa Ngadisari. Desa Sapi Kerep terletak pada ketinggian 950

mdpl, Desa Wonokerto terletak pada ketinggian 1250 mdpl, dan Desa Ngadisari

terletak pada ketinggian 2150 mdpl. Pada ketinggian 350 dan 650 mdpl banyak

ditemukan pohon durian, hal ini dikarenakan durian merupakan tanaman tropis

yang bisa tumbuh pada lingkungan yang tidak terlalu dingin ataupun panas, hal ini

sesuai dengan pendapat Rukmana (1996) yaitu pengembangan budidaya tanaman

durian yang paling baik adalah di daerah dataran rendah sampai ketinggian 800

meter di atas permukaan laut dan keadaan iklim basah. Sedangkan pada

ketinggian 950 dan 2150 mdpl, masih ditemukan pohon durian walaupun dalam

intensitas yang sangat sedikit, hal ini dikarenakan ada beberapa jenis durian yang

Page 10: Durian Fix

dapat hidup dan bertahan dalam ketinggian di atas 800 mdpl. Selain itu pohon

durian bukanlah pohon yang dapat hidup dengan sendirinya, melainkan

perkembangbiakannya hanya bisa melalui biji, dalam artian pada ketinggian di

atas 800 mdpl fakta penemuan pohon durian ini bisa saja akibat dari penanaman

yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

Durian merupakan tanaman hutan yang belum tedomestikasi secara penuh.

Hal ini dapat dilihat dari varietas-varietas durian yang ada merupakan pemutihan

dari seleksi pohon tunggal yang tidak jarang merupakan tanaman yang tumbuh

liar. Sehingga benih yang sampai pada pekebun merupakan hasil dari siklus

perbanyakan kedua atau ketiga. Kondisi ini berakibat pada rendahnya adaptasi .

tanaman tidak dapat tumbuh secara optimal bila ditanam diluar daerah asal (Sinar

Tani, 2013). Pada habitat alami, durian dapat tumbuh tahunan hingga mencapai

ratusan tahun (200 tahun) (Digilib, 2013).

3.2.2 Persebaran Pohon Durian berdasarkan Kondisi Abiotik

Beberapa faktor abiotik yang diukur pada pengamatan ini adalah

kecepatan angin, intensitas cahaya, dan suhu udara. Kecepatan angin diukur

menggunakan anemometer, berdasarkan hasil pengamatan kecepatan angin dari

ketinggian terendah sampai ketinggian tertinggi tidak mengalami kenaikan yang

singnifikan. Kecepatan angin dari ketinggian yang satu ke ketinggian yang lain

selalu berfluktuasi dan tidak menentu. Tetapi terdapat salah satu titik/plot yang

memiliki kecepatan angin tertinggi yaitu pada plot 5 dengan ketinggian 1250

mdpl pada daerah Desa Wonokerto.

Besarnya intensitas cahaya diukur menggunakan luxmeter. berdasarkan

pengukuran yang telah dilakukan, intensitas cahaya dari ketinggian ke ketinggian

yang lain memiliki besar yang tidak tentu (berfluktuasi). Daerah plot 5 memiliki

intensitas cahaya yang paling besar yaitu 1183 candela.

Besarnya suhu udara diukur menggunakan termohigrometer. Berdasarkan

pengukuran yang telah dilakukan, besarnya suhu udara berfluktuasi dari

ketinggian terendah sampai ketinggian 650 mdpl pada plot 3. Kemudian pada plot

selanjutnya yaitu plot 4 pada ketinggian 950 mdpl sampai plot 8 dengan

ketinggian 2150 mdpl suhu udara semakin turun.

Page 11: Durian Fix

Faktor abiotik meruakan faktor tak hidup yang meliputi faktor fisika dan

kimia. Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup ditempat

tersebut karena ketiggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia

yang berbeda. Angin selain berperan dalam menentukan kelembaban juga

berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu. Suhu berpengaruh terhadap

ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup.

Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.

Intensitas cahaya juga mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari

menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsure vital yang dibutuhkan

oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis (Sainsone, 2008).

Pengukuran pada praktikum menghasilkan hasil yang kurang sesuai

dengan teori yang mengatakan bahwa semakin tinggi suatu daerah maka semakin

tinggi pula intensitas cahaya dan kecepatan angin. Kemudian semakin tinggi suatu

daerah maka semakin rendah pula suhu udara daerah tersebut. Hal ini dipengaruhi

oleh perbedaaan waktu pengukuran dan lokasi yang menjadi titik pengukuran.

Lokasi titik pengukuran ini misalnya dipengaruhi oleh adanya tebing pada daerah-

daerah tertentu yang menjadi titik pengukuran, sehingga hasil yang didapatkan

kurang sesuai dengan teori yang telah dikemukakan.

Page 12: Durian Fix

BAB III

Penutup

3.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan didapatkan kesimpulan dari penelitian yang telah

dilakukan, yaitu:

persebaran pohon durian yang didapatkan baik melalui wawancara pada

penduduk sekitar maupun pengamatan menggunakan binokuler (kualitatif dan

kuantitatif), bahwa pohon durian ditemukan di beberapa titik yaitu pada plot 2

dan plot 3 yaitu di daerah Desa Lumbang dan daerah Desa Ngepung. Desa

Lumbang ini terletak pada ketinggian 350 mdpl sedangkan Desa Ngepung

terletak pada ketinggian 650 mdpl. Pohon durian sangat sedikit ditemukan

pada plot 4, 5, dan plot 8 yaitu di daerah Desa Sapi Kerep, Wonokerto, dan

Desa Ngadisari. Desa Sapi Kerep terletak pada ketinggian 950 mdpl, Desa

Wonokerto terletak pada ketinggian 1250 mdpl, dan Desa Ngadisari terletak

pada ketinggian 2150 mdpl. Pada ketinggian 350 dan 650 mdpl banyak

ditemukan pohon durian, hal ini dikarenakan durian merupakan tanaman

tropis yang bisa tumbuh pada lingkungan yang tidak terlalu dingin ataupun

panas.

persebaran pohon durian berdasarkan faktor abiotik belum dapat diketahui

dengan jelas, karena pengukuran pada praktikum menghasilkan hasil yang

kurang sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin tinggi suatu

daerah maka semakin tinggi pula intensitas cahaya dan kecepatan angin.

Kemudian semakin tinggi suatu daerah maka semakin rendah pula suhu udara

daerah tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaaan waktu pengukuran dan

lokasi yang menjadi titik pengukuran. Lokasi titik pengukuran ini misalnya

dipengaruhi oleh adanya tebing pada daerah-daerah tertentu yang menjadi titik

pengukuran.

3.2 Saran

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya,

namun sebaiknya peneliti berikutnya memperhatikan saran sebagai berikut:

Page 13: Durian Fix

peneliti tidak mengambil data kualitatif dan kuantitatif pada ketinggian yang

sesuai dikarenakan mobil yang ditumpangi harus mencari tempat parkir

terlebih dahulu, sehingga terjadi pergeseran letak ketinggian. Sebaiknya

peneliti mengambil data pada ketinggian yang akurat agar data kuantitatif dan

kualitatif yang didapatkan dapat akurat juga.

sebaiknya penelitian dilakukan pada jam yang sama pada tiap ketinggiannya,

karena perbedaan waktu dapat mempengaruhi faktor abiotiknya. Misalnya

pada awal penelitian dilakukan pada pagi hari, semakin ketinggian bertambah,

maka semakin naik juga matahari, menyebabkan suhu udara semakin

bertambah dengan ketinggian yang bertambah pula.

Page 14: Durian Fix

Daftar Rujukan

Digilib. 2013. Morfologi dan Habitat Durian. (online)http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-riniriaern-6958-3babii.pdf (diakses 20 September 2014).

Rukama, R. 1996. Durian Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: KanisiusSainsone. 2008. Prinsip Ekologi. (online)

http://sainsone.files.wordpress.com/2008/06/prinsip-ekologi.pdf (diakses 20 September 2014).

Setiadi. 1996. Bertanam Durian. Jakarta: Penebar Swadaya.Sinar Tani Agroinovasi. 2013. Penerapan Konsep Konservasi Agro-ekosistem

Pada Budidaya Durian. Jakarta: Badan Litbang Pertanian.Soedarya, A.P. 2009. Agribisnis Durian. Bandung: Penerbit CV Pustaka Grafika. Untung, O. 1996. Durian untuk Kebun Komersial dan Hobi. Jakarta: Panebar

Swadaya.Wikipedia. Kota Probolinggo. (online)

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Probolinggo (diakses 20 september2014)