DUKUNGAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK...
Transcript of DUKUNGAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK...
DUKUNGAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAKDENGAN LEUKEMIA USIA 6-12 TAHUN DI RSU
KABUPATEN TANGERANG
SkripsiDiajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh:AMANDA FEBRIANI PUTRI
1111104000046
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1436 H/2015 M
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OFJAKARTA
Undergraduate Thesis, December 2015
Amanda Febriani Putri, NIM: 1111104000046
Parents Support of Child with Leukemia aged 6-12 Years in RSU KabupatenTangerang
xvi + 65 pages + 1 figure + 5 attchments
ABSTRACT
Illness and hospitalization in children no exception in children aged 6-12 yearswere a stressful situation. Therefore it was needed an external coping resourceslike parents support who may influence child's reaction to the disease so that thechild was able to adapted with the illness. This research aimed to explore aboutparents support who had child with leukemia aged 6-12 years. This qualitativeresearch used phenomenological descriptive design. The participants of thisresearch were parents who had child with leukemia aged 6-12 years that obtainedby purposive sampling. Data were collected using in-depth interview method andanalyzed using Collaizi techniques. The results of this research found five themes:1) the efforts of parents faced of leukemia in children of school age; 2) financialsupport of parents faced of leukemia in children of school age; 3) the informationwas provided by parents for caring of school-age children with leukemia; 4)emotional support of parents for taking care of school-age children with leukemia;and 5) social support for school-age children with leukemia. Further researcherswere expected to conduct research on the factors that influence the support and theparents support of father and mother perception.
Keyword : parents, support, child, leukemiaReference : 69 (years 1994-2015)
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Desember 2015
Amanda Febriani Putri, NIM: 1111104000046
Dukungan Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Leukemia Usia 6-12tahun di RSU Kabupaten Tangerang
xvi + 65 halaman + 1 bagan + 5 lampiran
ABSTRAK
Keadaan sakit dan hospitalisasi pada anak tak terkecuali pada anak usia 6-12tahun merupakan keadaan yang menimbulkan stres. Maka dari itu dibutuhkansumber koping eksternal yaitu dukungan orang tua yang dapat mempengaruhireaksi anak terhadap penyakitnya sehingga anak mampu beradaptasi dengankondisi sakitnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi dukungan orangtua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun. Penelitian inimerupakan penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif. Partisipanpenelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12tahun yang diperoleh melalui purposive sampling. Pengumpulan data denganmetode wawancara mendalam dan dianalisis dengan metode Collaizi. Hasilpenelitian ini ditemukan lima tema yaitu: 1) Upaya orang tua dalam mengatasimasalah leukemia pada anak usia sekolah; 2) Dukungan pembiayaan orang tuadalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah; 3) Informasi yangdiberikan orang tua untuk perawatan anak usia sekolah dengan leukemia; 4)Dukungan emosional orang tua selama merawat anak usia sekolah denganleukemia; dan 5) Dukungan sosial untuk anak usia sekolah dengan leukemia.Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan dan dukungan orang tua dari persepsi ayahdan ibu.
Kata kunci : dukungan, orang tua, anak, leukemiaDaftar Bacaan : 69 (tahun 1994-2015)
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : AMANDA FEBRIANI PUTRI
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 5 Februari 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. H. Mansur RT 001 RW 03 No. 88
HP : +6285711969198
E-mail : [email protected]
Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/
Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar Negeri 08 Cipondoh 1999-2005
2. SMP Negeri 4 Tangerang 2005-2008
3. SMA Negeri 2 Tangerang 2008- 2011
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011- sekarang
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah, dan ridha-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul
“Dukungan Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Leukemia Usia 6-12
tahun di RSU Kabupaten Tangerang” dapat penulis selesaikan. Shalawat dan
salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
umatnya dari zaman kebodohan hingga zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Skripsi ini disusun sebagai langkah awal untuk memenuhi salah satu
syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
segala kritik dan saran yang berguna untuk menyempurnakan skripsi ini akan
penulis terima dengan hati terbuka dan rasa terima kasih.
Banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang tak
terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
x
3. Ibu Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing I
skripsi yang telah meluangkan waktu, memberi arahan dan bimbingan
dengan sabar kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.
4. Ibu Puspita Palupi, S.Kep, M.Kep, Ns.Sp.Kep.Mat selaku Dosen
Pembimbing II skripsi, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang
telah meluangkan waktu serta memberi arahan dan bimbingan dengan
sabar kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.
5. Segenap Staf Pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya
kepada penulis selama duduk di bangku kuliah.
6. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan
Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi
sebagai bahan rujukan skripsi.
7. Ayahanda dan ibunda tercinta yang telah mendidik, mencurahkan semua
kasih sayang, mendo’akan keberhasilan penulis, serta memberikan
bantuan baik moril maupun materil kepada penulis selama proses
menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa, kakak dan adikku tercinta, Bina
Rizky Amalia dan Muhamad Farhan Ramadiyanto serta seluruh
keluargaku yang selalu memberikan semangat tanpa pamrih.
8. Teman-teman PSIK 2011 yang telah berjuang bersama selama ini.
Sahabat terbaikku Mega Pertiwi, Ismaniar Tawakal, dan Nindya
Nurfitriani Azhar yang berjalan dan berjuang bersama, menghibur,
memberi masukan, mendengarkan keluh kesah dan mengundang tawa
xi
penulis selama menyelesaikan skripsi ini dan semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah mendo’akan selama
proses pembuatan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih
jauh dari sempurna, namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Jakarta, Desember 2015
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .............................................................................................. iPernyataan Keaslian Karya ........................................................................... iiAbstract ......................................................................................................... iiiAbstrak .......................................................................................................... ivPernyataan Persetujuan ................................................................................. vLembar Pengesahan ...................................................................................... viDaftar Riwayat Hidup .................................................................................. viiiKata Pengantar .............................................................................................. ixDaftar Isi ....................................................................................................... xiiDaftar Singkatan ........................................................................................... xivDaftar Bagan ................................................................................................. xvDaftar Lampiran ............................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1B. Rumusan Masalah ........................................................................ 7C. Tujuan ...........................................................................................7D. Manfaat Penelitian ..............…………………………………......8E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 9
A. Dukungan Sosial .....………………………………………..........91. Pengertian Dukungan Sosial.................................................. 92. Jenis Dukungan Sosial .......................................................... 10
B. Orang tua ...........……………………………………………....... 111. Pengertian Orang tua .............................................................112. Peran Orang tua .....................................................................123. Strategi Koping yang digunakan Orang Tua ........................ 12
C. Leukemia pada Anak ..............……………………………..........121. Pengertian Leukemia .............................................................132. Faktor Risiko Leukemia ........................................................ 133. Manifestasi Klinis ................................................................ 144. Klasifikasi Leukemia .............................................................155. Penatalaksanaan Terapeutik ................................................. 15
D. Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) .......………………………....... 171. Pertumbuhan dan perkembangan fisik .................................. 172. Perkembangan motorik ......................................................... 173. Perkembangan kognitif ......................................................... 184. Perkembangan psikososial .................................................... 185. Perkembangan emosional ......................................................19
xiii
6. Perkembangan psikoseksual ................................................. 19E. Asuhan berpusat pada keluarga (Family-Centered Care) .............19
1. Pengertian Family-Centered Care ........................................ 192. Prinsip Utama Family-Centered Care .................................. 203. Outcome Family-Centered Care .......................................... 214. Keunggulan Family-Centered Care ..................................... 21
F. Kerangka Teori ......……………………………………….......... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..………………………........... 24
A. Definisi Istilah ..........……………………………………............ 24B. Desain Penelitian ......……………………………………............24C. Waktu dan Lokasi Penelitian .........………………………...........26D. Partisipan Penelitian .........………………………………............26E. Pengumpulan Data ...........………………………………............ 27F. Teknik Analisa Data .........………………………………............29G. Keabsahan Data .....………………………………………...........30H. Etika Penelitian .....…………………………………………........33
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................. 35
A. Karakteristik Partisipan ................................................................ 35B. Hasil Analisis Tematik ................................................................ 36
BAB V PEMBAHASAN ............................................................................ 45
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi ..................................... 45B. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 62
BAB VI PENUTUP ................................................. ................................... 64
A. Kesimpulan ...................................................................................64B. Saran .............................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR SINGKATAN
ALL : Acute Limfositic Leukemia
FAB : French-American-British
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
LGK : Leukemia Granulositik Kronis
LLA : Leukemia Limfositik Akut
LMA : Leukemia Mieloblastik Akut
LMK : Lemukenia Myeloid Kronis
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
RSU : Rumah Sakit Umum
SD : Sekolah Dasar
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SSP : Sistem Saraf Pusat
WHO : World Health Organization
xv
DAFTAR BAGAN
Halaman
2.1 Kerangka Teori ....................................................................................... 23
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Penjelasan penelitian
Lampiran 2: Lembar persetujuan menjadi partisipan
Lampiran 3: Pedoman wawancara
Lampiran 4: Surat izin penelitian
Lampiran 5: Matriks analisis tematik
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan sel yang tidak
memiliki tujuan, bersifat parasit dan tumbuh dengan merugikan manusia
sebagai pejamu (Brooker, 2009). Kanker termasuk salah satu penyakit tidak
menular (noncommunicable disease) yang menjadi masalah kesehatan utama
baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut data International Agency for
Research on Cancer (2014) insiden kanker meningkat dari 12,7 juta kasus
pada tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus pada tahun 2012. Di Indonesia,
prevalensi penyakit kanker menurut diagnosis dokter atau gejala mencapai
1,4‰ (Riskesdas, 2013 dalam Kemenkes RI, 2014).
Kanker dapat menyerang siapa saja termasuk anak-anak. Menurut data
dari WHO (2008), setiap tahun penderita kanker pada anak di dunia
meningkat sekitar 6,25 juta orang sehingga jumlahnya mencapai 110-130
kasus per satu juta anak per tahun. Di Amerika, kanker yang paling umum
pada anak-anak usia 0-14 adalah leukemia limfositik akut (26%), kanker otak
dan sistem saraf pusat (SSP) (21%), neuroblastoma (7%), dan lymphoma
non-Hodgkin (6%) (American Cancer Society, 2014). Di Indonesia, leukemia
merupakan kanker tertinggi pada anak sebesar 2,8 per 100.000 anak, kanker
bola mata/retinoblastoma 2,4 per 100.000 anak, osteosarkoma 0,97 per
100.000 anak, limfoma 0,75 per 100.000 anak, kanker nasofaring 0,43 per
100.000 anak. Kasus kanker pada anak-anak mencapai 4,7% dari kanker pada
2
semua umur (Kemenkes, 2013). Angka kematian akibat leukemia di
Indonesia mencapai 50-60% karena terbatasnya pengetahuan masyarakat
tentang bahaya kanker, umumnya penderita datang berobat ketempat yang
salah dan baru memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan ketika
stadiumnya sudah lanjut, sehingga biaya pengobatan lebih mahal (Yayasan
Kanker Indonesia, 2012).
Sampai saat ini, apa yang menjadi penyebab leukemia belum diketahui
dengan pasti. Sementara apa yang menjadi faktor risiko dapat diketahui dari
beberapa penelitian yang telah dilakukan, di antaranya adalah penggunaan
pestisida, medan listrik, riwayat keguguran pada ibu, radiasi, bahan kimia
(benzen), virus, kelainan genetik, ibu yang umurnya relatif tua saat
melahirkan, ibu yang merokok saat hamil, konsumsi alkohol saat hamil,
penggunaan marijuana saat hamil, medan magnet, pekerjaan orang tua, berat
lahir, urutan lahir, radiasi prenatal dan postnatal, vitamin K, serta diet (Jullie,
dkk, 1994 dalam Simanjorang, dkk, 2010). Gejala klinis yang muncul pada
anak dengan leukemia yaitu pilek tidak sembuh-sembuh, pucat, lesu, demam,
anoreksia dan penurunan berat badan, ptekie, memar tanpa sebab, nyeri pada
tulang dan persendian, nyeri abdomen, limfadenopati, dan
hepatosplenomegali (Suriadi dan Yuliani, 2010).
Salah satu pengobatan yang ditempuh untuk leukemia adalah kemoterapi.
Kemoterapi membutuhkan waktu yang lama, bisa bertahun-tahun. Di
samping itu, kemoterapi memiliki berbagai efek samping yang menimbulkan
ketidaknyamanan pada anak, seperti nyeri akibat mukositis, diare, mual, dan
lain-lain (Pernomo, dkk., 2006). Pelaksanaan pemberian obat kemoterapi dan
3
pemantauan kemajuan pengobatan secara rutin menyebabkan anak harus
beberapa kali berkunjung dan dirawat di rumah sakit. Sakit dan hospitalisasi
merupakan situasi yang menimbulkan stres pada anak. (Wong, 2009). Stres
yang dialami pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya
perilaku yang ditunjukkan petugas kesehatan (dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya), pengalaman hospitalisasi anak, support system atau
dukungan keluarga yang mendampingi selama perawatan (Nursalam,
Susilaningrum & Utami, 2008).
Keadaan sakit dan hospitalisasi menjadi stresor bagi anak saat dirawat di
rumah sakit, yang ditunjukkan dengan adanya perubahan beberapa perilaku
pada anak. Selain itu, cemas akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera
tubuh dan nyeri menjadi stressor tambahan bagi anak saat hospitalisasi
(Wong, 2009). Hasil penelitian Doloksaribu (2011) menyatakan bahwa
stressor akibat proses hospitalisasi diperoleh dari 3 sub tema, yaitu perpisahan
yang menyedihkan, lingkungan yang menakutkan dan sikap petugas
kesehatan. Anak merasa khawatir ketika berpisah dari orang tuanya,
menjalani terapi pada lingkungan yang asing, serta berinteraksi terhadap
petugas kesehatan yang bersikap kurang menyenangkan.
Apabila masalah tidak teratasi, maka hal ini akan menghambat proses
perawatan anak dan kesembuhan anak itu sendiri. Upaya mengatasi masalah
yang timbul pada anak dalam upaya perawatan di rumah sakit, difokuskan
pada intervensi keperawatan dengan cara meminimalkan stresor,
memaksimalkan manfaat hospitalisasi dan memberi dukungan psikologis
pada anggota keluarga (Wong, 2009).
4
Selain menghadapi stresor akibat penyakit yang dialaminya, anak juga
memiliki tahap tumbuh kembang yang harus dicapai sesuai dengan umur
mereka. Anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal bila didukung
oleh lingkungan biologis, fisik dan psikososial. Aspek fisik dan biologis
seperti ketersediaan nutrisi, kerentanan terhadap penyakit, kondisi
lingkungan, mempengaruhi kemampuan anak mencapai tumbuh kembang
anak yang optimal, begitu pula aspek psikososial seperti hubungan
interpersonal, stress dan koping pada anak juga ikut mempengaruhi tumbuh
kembang anak (Hockenberry & Wilson, 2009).
Perkembangan kepribadian dan psikososial anak dengan leukemia dapat
mengalami gangguan. Penelitian Vina (2008) pada anak penderita kanker di
Rumah Sakit Kanker Dharmais dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
menunjukkan bahwa terdapat adanya perbedaan kepribadian antara anak
penderita kanker dengan anak bukan penderita kanker. Berdasarkan penelitian
tersebut disimpulkan bahwa penyakit kanker dapat mengganggu
perkembangan emosional dan psikososial anak.
Anak yang menjalani perawatan di rumah sakit merespon terhadap
penyakit sangat bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas
perkembangan anak (Hidayat, 2009). Terlebih pada anak usia 6-12 tahun
dikarenakan anak usia sekolah merupakan usia di mana anak sedang aktif
menggunakan otot-otot kasar mereka daripada otot-otot halus. Dengan adanya
kondisi sakit tidak memungkinkan anak untuk melakukan aktivitas motorik
kasar, sehingga anak-anak tidak aktif. Selain itu, menurut Freud, anak berusia
6-12 tahun berada pada tahap perkembangan fase laten. Pada fase ini, anak
5
sering bermain di luar dan mencari banyak teman untuk bermain sehingga
pertumbuhan intelektual dan sosial mulai terbentuk (Riyadi, 2009). Adanya
suatu penyakit pada diri anak menyebabkan fase ini terhambat di mana
mereka akan lebih sering berada di rumah dibandingkan di luar rumah.
Adanya penyakit yang serius dan kronik pada salah satu anggota
keluarga biasanya mempunyai dampak besar pada sistem keluarga, terutama
pada struktur peran dan pelaksanaan fungsi keluarga (Campbell, 2000 dalam
Friedman, Bowden, & Jones, 2013). Keluarga mungkin harus beradaptasi
terhadap stresor. Adaptasi keluarga adalah proses di mana keluarga
mempertahankan keseimbangan sehingga keluarga dapat memenuhi tujuan
dan tugasnya, mengatasi stres, dan meningkatkan pertumbuhan dari anggota
individual (Potter & Perry, 2005).
Keluarga kemudian menjalankan sebuah peran pendukung yang penting
selama periode pemulihan dan rehabilitasi klien. Jika dukungan ini tidak
tersedia, keberhasilan pemulihan atau rehabilitasi menurun secara signifikan
(Friedman, 2013). Dalam konsep family-centered care, keluarga dipandang
sebagai unsur yang konstan sementara kehadiran profesi kesehatan fluktuatif.
Adalah sangat ideal jika anak dapat didampingi selama 24 jam oleh orang
tuanya (American Academy of Pediatrics, 2003).
Keberadaan keluarga sangatlah penting bagi anak. Dukungan keluarga
dapat mempengaruhi kehidupan dan kesehatan anak. Hal ini dapat terlihat
bila dukungan keluarga sangat baik maka pertumbuhan dan perkembangan
anak relatif stabil, tetapi bila dukungan pada anak kurang baik, maka anak
6
akan mengalami hambatan pada dirinya dan dapat menggangu psikologis
anak (Hidayat, 2008).
Salah satu faktor yang dapat menimbulkan respon unik individu dalam
merespon penyakit ataupun terapi, yaitu faktor interpersonal (dukungan
sosial). Dukungan sosial merupakan dukungan emosional yang berasal dari
teman, anggota keluarga, bahkan pemberi perawatan kesehatan yang
membantu individu ketika suatu masalah muncul (Videbeck, 2012).
Dukungan sosial sangat diperlukan oleh setiap individu di dalam setiap siklus
kehidupannya. Dukungan sosial akan semakin dibutuhkan pada saat
seseorang sedang menghadapi masalah atau sakit (Efendi & Makhfudli,
2009).
Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor kunci
dalam penyembuhan individu yang sedang sakit. Meskipun pemberi
perawatan kesehatan dapat memberikan perawatan namun tidak dapat
sepenuhnya menggantikan peran anggota keluarga (Videbeck, 2012). Hal ini
sesuai dengan prinsip family-centred care yang artinya bahwa keluarga
merupakan sumber kekuatan dan dukungan utama bagi anak yang sakit untuk
memberikan keputusan klinik (American Academy of Pediatrics, 2003).
Peran perawat dalam prinsip family-centred care adalah mendorong anggota
keluarga untuk terus mendukung individu walaupun di rumah sakit dan harus
mengidentifikasi kekuatan keluarga, seperti cinta dan perhatian, sebagai
sumber bagi individu (Videbeck, 2012).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti kepada
satu orang tua, orang tua mengatakan bahwa dukungan yang telah diberikan
7
orang tua tidak hanya secara fisik tetapi juga secara psikis. Secara fisik, orang
tua memberikan dukungan berupa pengobatan dan secara psikis orang tua
melakukan hal-hal yang dapat membuat anak yang sakit tetap bahagia,
memberikan kasih sayang, dan berusaha memberikan apa yang diminta oleh
anaknya. Pentingnya suatu dukungan yang diberikan orang tua terhadap anak
dengan leukemia, membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam
tentang “Dukungan Orang tua yang Memiliki Anak dengan Leukemia Usia
6-12 Tahun”.
B. Rumusan Masalah
Keadaan sakit dan hospitalisasi pada anak tak terkecuali pada anak usia
6-12 tahun merupakan keadaan yang menimbulkan stres. Maka dari itu
dibutuhkan sumber koping eksternal yaitu dukungan orang tua yang dapat
mempengaruhi reaksi anak terhadap penyakitnya sehingga anak mampu
beradaptasi dengan kondisi sakitnya.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan, dukungan yang telah diberikan
orang tua kepada anak dengan leukemia usia 6-12 tahun tidak hanya dari segi
fisik tetapi juga psikis.
Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti “Dukungan Orang tua yang
Memiliki Anak dengan Leukemia Usia 6-12 Tahun di RSU Kabupaten
Tangerang”.
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dukungan orang tua yang
memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun.
8
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur ilmu
pengetahuan bagi pendidik dan peserta didik untuk meningkatkan
wawasan serta data dasar dalam peningkatan ilmu keperawatan dalam hal
mengkaji, mengidentifikasi dan mengeksplorasi dukungan orang tua
yang memiliki anak dengan leukemia.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan
dan strategi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang
lebih komprehensif pada orang tua yang memiliki anak dengan leukemia.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi sebagai
acuan untuk penelitian selanjutnya.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi dukungan orang tua yang
memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan metode pendekatan fenomenologi deskriptif yang
bertujuan untuk memahami dan mendapatkan informasi mendalam mengenai
dukungan orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam yang
dibantu dengan alat pencatat dan alat perekam serta catatan lapangan.
Partisipan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak dengan
leukemia usia 6-12 tahun.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dukungan Sosial
1. Pengertian Dukungan Sosial
Istilah dukungan diterjemahkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia sebagai (a) sesuatu yang didukung; (b) sokongan, bantuan.
Dukungan dapat berarti bantuan atau sokongan yang diterima seseorang
dari orang lain. Dukungan ini biasanya diperoleh dari lingkungan social
yaitu orang-orang yang dekat, termasuk di dalamnya adalah anggota
keluarga, orang tua, dan teman (Marliyah, Dewi, & Suyasa, 2004).
Dukungan sosial merupakan sebagai informasi yang diperoleh dari orang
lain yang dicintai dan diperhatikan, dihargai dan dihormati, serta menjadi
bagian dalam jaringan komunikasi sosial dan kebijakan (Taylor, 2012).
Menurut Cohen & Sme (1996) dalam Harnilawati (2013), dukungan
sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang
diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan
tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan
mencintainya. Dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian,
penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterimanya
dari orang lain ataupun dari kelompok (Cobb, dkk dalam Sarafino, 2006).
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan dukungan sosial adalah dukunga yang diterima
10
individu dari orang lain atau kelompok sehingga individu merasa
dicintai, dihargai, dan diperhatikan.
2. Jenis Dukungan Sosial
Jenis dukungan keluarga ada empat, yaitu:
a. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber
pertolongan praktis dan konkrit, seperti menyediakan peralatan
lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat
yang dibutuhkan dan lain-lain. Dukungan ini bertujuan untuk
mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya
berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya
(Harnilawati, 2013).
b. Dukungan informasional, yaitu dukungan yang diberikan
keluarga meliputi pemberian nasihat, pengarahan, saran, ide-ide
atau informasi lainnya yang dibutuhkan. Informasi ini dapat
disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi
persoalan sama atau hampir sama (Harnilawati, 2013; Sarafino,
2006).
c. Dukungan penilaian, yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah
umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah
dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga. Dukungan
penilaian berupa bentuk penghargaan yang diberikan seseorang
kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari
penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana
pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan
11
dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu
adalah penilaian yang positif (Harnilawati, 2013).
d. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat
yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaan terhadap emosi. Dukungan ini berupa
dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan, perhatian,
dan pemberian semangat (Harnilawati, 2013; Sarafino, 2006).
Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan
berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial
yang adekuat terbukti dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah
sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Di samping
itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada
penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan
stres.
B. Orang tua
1. Pengertian Orang tua
Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu,
dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat
membentuk suatu keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk
mendidik, mengasuh, membimbing anak-anaknya untuk mencapai
tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan
bermasyarakat.
12
2. Peran Orang tua
Menurut Gunarsa (2008) dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka
ada dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah dan
peran ibu, secara umum peran kedua individu tersebut adalah:
a. Peran ibu
Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-
anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di
samping itu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan
dalam keluarganya (Jhonson dan Leny, 2010).
b. Peran ayah
Ayah sebagai suami dari istri berperanan sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya, serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya (Jhonson dan Leny, 2010).
3. Strategi Koping yang digunakan Orang Tua
a. Internal
Strategi koping orang tua internal terdiri atas (a) strategi
hubungan: mengandalkan kelompok keluarga, saling berbagi yang
lebih besar-memperkuat kohesi keluarga, dan fleksibilitas peran; (b)
strategi kognitif: menormalkan, mengendalikan makna masalah
dengan membingkai ulang dan penilaian pasif, pemecahan masalah
bersama, dan mendapatkan informasi serta pengetahuan; dan (c)
13
strategi komunikasi: jujur dan terbuka dan menggunakan humor dan
tawa (Friedman, Bowden, Jones, 2013).
b. Eksternal
Strategi koping orang tua eksternal terdiri atas memelihara
jalinan komunitas yang aktif, menggunakan sistem dukungan sosial,
dan mencari dukungan spiritual (Friedman, Bowden, Jones, 2013).
C. Leukemia pada Anak
1. Pengertian Leukemia
Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi dini
leukosit yang abnormal dan ganas sehingga jumlah leukosit berlebihan
dan dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia (Hidayat,
2008; Handayani & Haribowo, 2008).
2. Faktor Risiko Leukemia
Etiologi leukemia belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukemia, yaitu faktor
genetik, sinar radioaktif, dan virus (Handayani & Haribowo, 2008).
a. Faktor genetik
Insiden leukemia akut pada anak dengan sindrom Down adalah
20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21
dapat menyebabkan leukemia akut. Insidensi leukemia akut juga
meniingkat pada penderita kelainan congenital dengan aneuloidi,
misalnya agranulositosis congenital, sindrom Ellis van Greveld,
penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia fanconi, sindrom klinifelter,
dan sindrom trisomi D (Handayani & Haribowo, 2008).
14
b. Sinar radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas
dapat menyebabkan leukemia pada binatang maupun manusia.
Angka kejadian leukemia mieloblastik akut (AML) dan leukemia
granulositik kronis (LGK) jelas sekali meningkat sesudah sinar
radioaktif akan menderita leukemia pada 6% klien, dan baru terjadi
setelah 5 tahun (Handayani & Haribowo, 2008).
c. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan
leukemia pada binatang. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan
bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus. Meskipun
demikian, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse trascriptase
ditemukan dalam darah manusia. Seperti diketahui enzim ini
ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C, yaitu
jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang. Enzim
tersebut menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk
bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang
terinfeksi (Handayani & Haribowo, 2008).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada anak dengan leukemia
yaitu pucat, letih, deman, ptekie, nyeri pada tulang dan persendian,
nyeri abdomen, hepatomegali, splenomegali, limfadenopati,
muntah, dan anoreksia (Wong, 2009; Suriadi dan Yuliani, 2010).
15
4. Klasifikasi Leukemia
a. Leukemia Akut
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang
abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada
normal, jumlahnya berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Handayani &
Haribowo, 2008). Leukemia akut menurut klasifikasi FAB
(French-American-British) dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu Leukemia Mielositik Akut /acute myeloid leukemia
(LMA/AML) dan Leukemia Limfositik Akut (LLA) (Handayani &
Haribowo, 2008).
b. Leukemia Kronis
Leukemia kronis dibagi menjadi dua, yaitu Leukemia myeloid-
leukemia granulositik kronis/leukemia myeloid kronis (LGK/LMK)
dan Leukemia Limfositik Kronis (Handayani & Haribowo, 2008).
5. Penatalaksanaan Terapeutik
Terapi leukemia meliputi pemakaian agens kemoterapeutik, dengan
atau tanpa iradiasi cranial, dalam empat fase yaitu:
a. Terapi induksi. Terapi ini dilakukan segera setelah diagnosis
ditegakkan dan berlangsung selama 4 hingga 6 minggu serta
menghasilkan remisi total atau remisi dengan kurang dari 5% sel-sel
leukemia dalam sumsum tulang. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparagiase (Wong,
2009; Suriadi dan Yuliani, 2010).
16
b. Terapi profilaksis SSP. Tujuan terapi ini adalah untuk mencegah
agar sel-sel leukemia tidak menginvasi SSP. Penanganan SSP terdiri
atas terapi profilaksis melalui kemoterapi intratekal dengan
metotreksat, sitarabin, dan hidrokortison. Namun hal ini memberikan
efek samping iradiasi kranial sehingga terapi ini hanya dilakukan
pada pasien-pasien yang berisiko tinggi dan memiliki penyakit SSP
(Wong, 2009).
c. Terapi intensifikasi (konsolidasi). Setelah remisi total tercapai,
dilaksanakan suatu periode terapi yang menghilangkan sel-sel
leukemia yang masih tersisa, diikuti dengan terapi intensifikasi
lambat (delayed intensification), yang mencegah timbulnya klon
leukemik yang resisten (Wong, 2009).
d. Terapi rumatan. Terapi rumatan dimulai sesudah terapi induksi dan
konsolidasi selesai dan berhasil dengan jumlah sel leukemia. Terapi
ini berfungsi untuk mempertahankan fase remisi (Wong, 2009).
Selain kemoterapi, transplantasi sumsum tulang juga dapat
digunakan sebagai terapi leukemia. Transplantasi sumsum tulang sudah
di lakukan untuk penanganan anak-anak yang menderita ALL dan AML
dengan hasil yang baik. Transplantasi ini tidak direkomendasikan untuk
anak-anak yang menderita ALL selama remisi yang pertama karena
kemoterapi masih mungkin memberikan hasil yang baik. Namun,
transplantasi sumsum tulang alogenik dapat dilakukan pada anak yang
menderita AML selama remisi pertama karena prognosisnya yang lebih
buruk (Ebb dan Weinstein, 1997 dalam Wong, 2009).
17
D. Anak Usia Sekolah (6-12 tahun)
Pada usia sekolah (6-12 tahun) terjadi perkembangan intelektual, daya
ingat yang kuat, serta belajar dan menyelesaikan tugas, kurang
memperhatikan jenis kelamin, minat terhadap dunia dalam dan luar, senang
cerita petualangan dan mencari teman, serta anak mulai menerima pendidikan
dan menerima tugas yang harus diselesaikannya. Berikut beberapa perubahan
yang terjadi pada anak usia sekolah :
1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik
Anak usia sekolah memiliki pertambahan dalam tinggi dan berat
badan. Tinggi badan rata-rata anak usia sekolah bertambah tinggi 5 cm
pert tahun sedangkan rata-rata berat badan anak usia sekolah bertambah
2-3 kg per tahun (Muscari, 2005). Lingkar kepala tumbuh ganya 2-3 cm
selama periode ini, menandakan pertumbuhan otak yang melambat,
karena proses mielinisasi sudah sempurna pada usia 7 tahun (Behrman,
Kliegman, & Arvin, 2000).
Organ-organ seksual secara fisik belum matang, namun minat pada
jenis kelamin yang berbeda dan tingkah laku seksual tetap aktif pada
anak-anak dan meningkat secara progresif sampai pubertas (Behrman,
Kliegman, & Arvin, 2000).
2. Perkembangan motorik
Perkembangan motorik yang terjadi pada anak usia sekolah meliputi
perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Perkembangan motorik
kasar, seperti bersepeda, kemampuan berlari dan melompat, dan
berenang sedangkan motorik halus seperti menulis tanpa merangkai
18
huruf, menguasai lebih besar keterampilan dan video games, dan
kemampuan bermain komputer (Muscari, 2005).
3. Perkembangan kognitif
Menurut Piaget dalam Wong (2009), anak usia sekolah berada pada
tahap operasional konkret. Pada usia ini cara berpikir menjadi semakin
logis dan masuk akal. Anak-anak mampu mengklasifikasi, mengurutkan,
menyusun, dan mengatur fakta tentang dunia untuk menyelesaikan
masalah. Mereka menyelesaikan masalah secara konkret dan sistematis
berdasarkan apa yang mereka rasakan. Cara berpikir bersifat induktif,
yaitu cara berpikir yang tidak lagi berpusat pada diri sendiri namun
mempertimbangkan sudut pandang orang lain yang berbeda dengan sudut
pandang mereka sendiri.
4. Perkembangan psikososial
Erikson mengidentifikasi masalah sentral psikososial pada masa ini
sebagai krisis antara keaktifan dan inferioritas (Behrman, Kliegman, &
Arvin, 2000). Pada tahap ini anak-anak belajar berkompetisi dan bekerja
sama dengan orang lain dan mereka mau terlibat dalam tugas dan
aktivitas. Rasa inferioritas dapat terjadi jika terlalu banyak yang
diharapkan dari mereka atau jika mereka percaya bahwa mereka tidak
dapat memenuhi standar yang ditetapkan orang lain untuk mereka
(Wong, 2009).
19
5. Perkembangan emosional
Pada usia ini anak mulai belajar mengendalikan reaksi emosinya
dengan berbagai cara atau tindakan yang dapat diterima lingkungannya
(misalnya anak usia sekolah tidak lagi menjerit-jerit dan berguling jika
keinginannya tidak dipenuhi). Memang masih sering terjadi bahwa di
rumah anak-anak usia ini kurang besar motivasinya untuk mengendalikan
emosinya bila dibandingkan dengan kontrol emosi yang dilakukannya di
luar rumah (diantara teman atau di sekolah) (Gunarsa, 2008).
6. Perkembangan psikoseksual
Menurut Freud perkembangan ini disebut sebagai fase latensi. Pada
periode ini anak lebih memperhatikan belajar dengan segala perhatian
sehingga yang menonjol adalah intelektualnya dan fisiknya untuk
menghadapi pubertas (Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan, 2007). Anak
usia antara 6-12 tahun, mempunyai tantangan baru. Kekuatan kognitif
untuk memikirkan banyak faktor secara simultan memberikan
kemampuan pada anak usia sekolah untuk mengevaluasi diri sendiri dan
merasakan evaluasi teman-temannya. Sebagai akibatnya, penghargaan
diri menjadi masalah sentral (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).
E. Asuhan berpusat pada keluarga (Family-Centered Care)
1. Pengertian Family-Centered Care
Perawatan berpusat pada keluarga didasarkan pada pemahaman
bahwa keluarga merupakan sumber utama kekuatan dan dukungan pada
anak. Persepsi dan informasi yang didapatkan oleh keluarga dan anak
20
merupakan hal yang penting dalam pengambilan keputusan klinis
(American Academy of Pediatrics, 2003).
2. Prinsip Utama Family-Centered Care (American Academy of Pediatrics,
2003).
a. Menghormati setiap anak dan keluarganya.
b. Menghormati perbedaan ras, etnis, budaya, dan sosial ekonomi serta
pengaruhnya terhadap pengalaman dan persepsi keluarga selama
perawatan.
c. Menghargai dan menambah kekuatan anak dan keluarga dalam
situasi yang sulit dan menantang.
d. Mendukung dan memfasilitasi pilihan bagi anak dan keluarga
tentang pendekatan perawatan.
e. Memastikan fleksibilitas dalam kebijakan organisasi, prosedur, dan
praktik penyedia jasa sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan,
kepercayaan, dan nilai-nilai budaya dari masing-masing anak dan
keluarga.
f. Berbagi informasi dengan jujur dan objektif kepada keluarga secara
berkelanjutan.
g. Menyediakan dan/atau memastikan dukungan formal dan informal
(misalnya, family-to-family support) untuk anak dan orang tua
dan/atau wali selama kehamilan, persalinan, bayi, anak, remaja, dan
dewasa muda.
21
h. Berkolaborasi dengan keluarga di semua tingkat pelayanan
kesehatan, baik dalam perawatan individu anak dan pendidikan
profesional, pembuatan kebijakan, dan program pembangunan.
i. Memberdayakan setiap anak dan keluarga untuk menemukan
kekuatan mereka sendiri, membangun kepercayaan diri, dan
membuat pilihan dan keputusan tentang kesehatan mereka.
3. Outcome Family-Centered Care
Hasil dari family-centered care diharapkan dapat meningkatkan hasil
pasien dan keluarga, meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga,
membangun kekuatan anak dan keluarga, meningkatkan kepuasan
profesional, mengurangi biaya perawatan, dan menggunakan lebih efektif
sumber daya kesehatan (American Academy of Pediatrics, 2003).
4. Keunggulan Family-Centered Care (American Academy of Pediatrics,
2003).
a. Sebuah aliansi yang lebih kuat dengan keluarga dalam
mempromosikan kesehatan dan perkembangan setiap anak.
b. Peningkatan dalam membuat keputusan klinis atas dasar informasi
yang lebih baik dan proses kolaboratif.
c. Tindak lanjut rencana perawatan dikembangkan secara kolaboratif
dengan keluarga.
d. Pemahaman yang besar dari kekuatan keluarga dan kemampuan
pengasuhan.
e. Lebih efektif dan efisien waktu dan sumber daya profesional
perawatan (misalnya, perawatan di rumah, penurunan rawat inap
22
yang tidak perlu dan kunjungan gawat darurat, lebih efektif
menggunakan perawatan pencegahan).
f. Meningkatkan komunikasi antar anggota tim perawatan kesehatan.
g. Sebuah posisi yang lebih kompetitif di pasar perawatan kesehatan.
h. Lingkungan belajar ditingkatkan untuk dokter anak di masa depan
dan profesional lainnya dalam pelatihan.
i. Lingkungan praktik yang meningkatkan kepuasan profesional.
j. Kepuasan keluarga dan anak dengan perawatan kesehatan mereka.
23
F. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka teori
Modifikasi Model Adaptasi Stuart & Sundeen (1991), Nursalam, Susilaningrum,
& Utami ( 2005), Wong (2009), Fotiadou, Barlow, & Langton ( 2008).
Faktor predisposisi:Leukemia pada anak
Faktor presipitasi:Diagnosis, lama dan efek sampingpengobatan, hospitalisasi.
Penilaian terhadap stressor
Sumber koping:
- Internal- Eksternal:
Dukungan orang tua
Mekanisme Koping
DestruktifKonstruktif
Rentang Respon Psikofisiologi
Respon MaladaptifRespon Adaptif
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Definisi Istilah
1. Dukungan Orang tua adalah dukungan yang diberikan orang tua terhadap
anak yang menderita leukemia baik instrument support, information
support, ataupun emotional support.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2011). Penelitian
kualitatif dipilih karena peneliti ingin mengeksplorasi, menganalisis, dan
mendeksripsikan fenomena secara khusus. Dalam penelitian kualitatif,
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2007).
Desain penelitian ini yaitu fenomenologi deskriptif. Studi fenomenologi
mencoba menjelaskan atau mengungkapkan makna konsep atau fenomena
pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu
(Rahmat, 2009). Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk
menjelaskan fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya
25
pengalaman hidup. Fenomenologi bertujuan untuk mengetahui dunia dari
sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung atau berkaitan
dengan sifat-sifat alami pengalaman manusia, dan makna yang dianutnya.
Fenomenologi cenderung menggunakan metode observasi, wawancara
mendalam, dan analisis dokumen dengan metode hermeneutik (Kuswarno,
2009). Fenomenologi deskriptif mencakup eksplorasi secara langsung,
analisis, dan deskripsi dari fenomena tertentu, sebebas mungkin timbul dari
prasangka tidak teruji, dengan tujuan presentasi intuisi yang maksimal.
Fenomenologi deskriptif menstimulasi persepsi pengalaman hidup mereka
dengan menekankan pada kesempurnaan, luasnya dan kedalaman pengalaman
yang didapat (Spiegelberg, 1975 dalam Streubert, 2003).
Tahapan pada studi fenomenologi deskriptif meliputi intuiting, analyzing,
dan describing (Streubert & Carpenter, 2003). Intuiting merupakan langkah
awal peneliti untuk memulai berinteraksi dan memahami fenomena yang
diteliti (Streubert & Carpenter, 2003). Peneliti menggali fenomena yang ingin
diketahui dari partisipan mengenai dukungan orang tua yang memiliki anak
dengan leukemia usia 6-12 tahun. Pada tahap ini peneliti menghindari kritik,
evaluasi atau opini tentang hal-hal yang disampaikan oleh partisipan dan
menekankan pada fenomena yang diteliti, sehingga mendapat gambaran yang
sebenarnya dari partisipan. Pada langkah ini, peneliti berperan sebagai
instrumen dalam proses pengumpulan data.
Langkah kedua adalah analyzing, pada tahap ini peneliti mengidentifikasi
arti dari fenomena yang telah digali dan mengeksplorasi hubungan serta
keterkaitan antara data dengan fenomena yang ada (Streubert & Carpenter,
26
2003). Data yang penting dianalisis secara seksama dengan mengutip
pernyataan yang signifikan, mengkategorikan dan menggali instisari dari
data, sehingga peneliti memperoleh pemahaman terhadap fenomena yang
diteliti.
Langkah ketiga adalah describing. Peneliti mengkomunikasikan dan
memberikan gambaran tertulis dari elemen kritikal yang didasarkan pada
pengklasifikasian dan pengelompokan fenomena. Pada tahap ini, peneliti
mendapat pemahaman yang mendalam tentang dukungan orang tua yang
memiliki anak dengan leukemia.
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
pada bulan Juli-Agustus 2015.
D. Partisipan Penelitian
Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan
(adequancy). Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang ditetapkan secara sengaja oleh peneliti (Salam & Aripin, 2006). Kriteria
partisipan dalam penelitian yaitu :
a. Orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun di
Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang.
b. Dapat berkomunikasi dengan baik sehingga dapat menjawab semua
pertanyaan peneliti.
c. Orang tua yang dapat berbahasa Indonesia.
d. Orang tua yang bersedia menjadi informan penelitian.
27
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan dua teknik,
yaitu:
1. Wawancara mendalam (in-depth interview)
Kegiatan pengumpulan data yang utama pada penelitian
fenomenologi adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-
depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan partisipan, dengan atau tanpa menggunakan
pedoman wawancara (Rahmat, 2009). Wawancara dilakukan secara
informal, interaktif dan melalui pertanyaan dan jawaban yang terbuka
(Kuswarno, 2009). Lamanya wawancara dilakukan selama satu jam per
pertemuan. Pertemuan akan diadakan beberapa kali hingga tercapai
kejenuhan atau saturasi pada data yang dibutuhkan yang artinya tidak
terdapat informasi baru yang ditemukan (Afiyanti & Rachmawati, 2014).
Pada penelitian ini, pertemuan diadakan 2 kali per partisipan.
Adapun prosedur yang harus dipenuhi dalam wawancara
fenomenologi (Kuswarno, 2009):
a. Memberitahu identitas peneliti dan tujuan penelitian secara jelas.
b. Membuat catatan-catatan kecil yang lengkap dan cepat.
c. Mengingat pertanyaan sehingga tidak banyak kehilangan kontak
mata dengan informan dan tidak banyak bicara (menimpali
informan) selama wawancara berlangsung.
28
d. Merekam proses wawancara dalam bentuk video atau kaset sebagai
keakuratan data.
e. Membuat jadwal wawancara untuk masing-masing informan.
f. Mencocokkan tingkat pertanyaan dengan kemampuan informan.
g. Memperhitungkan waktu untuk melakukan transkrip wawancara.
h. Menciptakan suasana nyaman selama proses wawancara dan
menyiapkan cara interupsi yang tidak mengganggu wawancara.
i. Percaya diri dengan kemampuan wawancara.
j. Mempersiapkan bila harus wawancara denga lebih dari satu
informan.
k. Tidak keluar dari daftar pertanyaan yang telah dibuat dan belajar
mendengarkan.
l. Memperlihatkan daftar pertanyaan pada informan sebelum
wawancara berlangsung.
m. Mengendalikan ledakan/pancaran emosi selama wawancara
berlangsung.
n. Antisipasi bila jawaban informan keluar dari pertanyaan penelitian.
o. Gunakan terus epoche selama wawancara berlangsung.
p. Mengucapkan terima kasih kepada informan di akhir proses
wawancara dan meminta persetujuan bila hasil wawancara
dipublikasikan.
q. Meminta kesediaan informan untuk wawancara tambahan, bila
diperlukan.
29
r. Menanyakan pertanyaan yang tepat dan bergantung kepada informan
ketika mendikusikan makna peristiwa yang mereka alami,
sesungguhnya membutuhkan kesabaran dan keterampilan khusus
dari peneliti.
2. Catatan Lapangan (Field Note)
Catatan lapangan, menurut Bogdan dan Biklen (1982) dalam
Moleong (2011) adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar,
dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan
refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Catatan lapangan dapat
juga digunakan untuk mencatat ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan reaksi
partisipan ketika berbicara (Afiyanti dan Rachmawati, 2014).
Catatan lapangan berisi dua bagian. Pertama, bagian deskriptif yang
berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan, dan
pembicaraan. Kedua, bagian reflektif yang berisi kerangka berpikir dan
pendapat peneliti, gagasan, dan kepeduliannya (Bogdan dan Biklen, 1982
dalam Moleong, 2011).
F. Teknik Analisa Data
Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke
dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleong,2011).
Penelitian ini menggunakan teknik analisa Colaizzi (1978 dalam Streubert &
Carpenter, 2003), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Peneliti mendeskripsikan tentang fenomena yang diteliti, yaitu dukungan
orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun.
30
2. Mengumpulkan deskripsi fenomena yaitu melalui pendapat atau
gambaran yang disampaikan pada wawancara dengan orang tua.
3. Membaca data secara keseluruhan yang telah disampaikan partisipan,
kemudian membuat kata kunci dan catatan penting yang kemudian diberi
tanda.
4. Membaca transkrip secara berulang-ulang dan menemukan catatan
penting atau kata kunci untuk membuat tema.
5. Mengatur kumpulan makna yang telah dirumuskan ke dalam kelompok
tema dengan membuat kategori-kategori.
6. Peneliti kemudian menggabungkan tema yang memiliki kesamaan arti
dalam bentuk klaster tema.
7. Menuliskan hasil analisis dalam bentuk deskriptif, dimana peneliti
merangkai tema yang ditemukan selama proses analisis data dan
menuliskannya dalam bentuk deskripsi yang terkait dukungan orang tua
yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun.
8. Peneliti menemui partisipan untuk melakukan validasi data. Validasi
dilakukan untuk mengklarifikasi data hasil penelitian yang telah disusun
sesuai dengan pengalaman partispan.
9. Menggabungkan data hasil validasi ke dalam deskripsi analisis setelah
dilakukan validasi.
G. Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari
konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas) menurut versi
‘positivisme’ dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria, dan
31
paradigmanya sendiri (Moleong, 2011). Dalam penelitian kualitatif, ada
empat teknik mencapai keabsahan data, yaitu: kredibilitas, transferabilitas,
dependabilitas, dan konfirmabilitas.
a. Kredibilitas
Uji kredibilitas data pada penelitian kualitatif menunjuk pada apakah
kebenaran penelitian kualitatif dapat dipercaya, dalam makna dapat
mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya. Ada beberapa langkah
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kredibilitas penelitian, seperti
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,
triangulasi, peer debriefing, dan member check (Sugiyono, 2007;
Endraswara, 2006).
Langkah-langkah untuk meningkatkan kredibilitas penelitian:
1) Memperpanjang cara observasi agar dapat mengenal responden,
lingkungan, kegiatan, membangun kepercayaan responden serta
mengecek kembali informasi yang didapatkan.
2) Pengamatan terus-menerus agar penelitian ini melihat sesuatu
dengan cermat, terinci dan mendalam serta dapat menbedakan
mana yang bermakna dan tidak.
3) Triagulasi yaitu pengumpulan data lebih dari satu sumber agar
menunjukkan informasi yang sama.
4) Peer debriefing yaitu melakukan diskusi atau tanya jawab terkait
masalah penelitian dengan orang lain, teman sejawat, atau orang
yang ahli dalam bidang kualitatif.
32
5) Member check yaitu mengklarifikasi dan mengulangi setiap akhir
wawancara agar tidak ada data yang beda (Endraswara, 2006).
Pada penelitian ini, cara yang digunakan untuk meningkatkan
kredibilitas adalah peer debriefing. Pertama, peneliti mengumpulkan data
yang akan dibuatkan transkrip, setelah itu transkrip data yang sudah selesai
dibicarakan dan didiskusikan ke pembimbing II skripsi tentang hal-hal
yang dialami partisipan. Kedua, peneliti memanfaatkan catatan lapangan
yang dibuat ketika wawancara berlangsung guna membandingkan hasil
dari wawancara mendalam tadi untuk melakukan pengecekan.
b. Transferabilitas
Uji transferabilitas mengandung makna apakah hasil penelitian ini
dapat diaplikasikan pada situasi lain. Berkenaan dengan hal ini hasil
penelitian kualitatif tidak secara apriori dapat diaplikasikan, kecuali situasi
tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan situasi lapangan tempat
penelitian (Sugiyono, 2007). Pada penelitian ini uji tranferabilitas
dilakukan dengan membuat laporan atau hasil penelitian secara jelas, rinci,
sitematis, dan dapat dipercaya sehingga pembaca menjadi jelas dan
mengerti terhadap hasil dari penelitian yang dilakukan agar pembaca dapat
memutuskan untuk dapat mengaplikasikan atau tidak hasil penelitian
tersebut di tempat lain (Sugiyono, 2007).
c. Dependabilitas
Uji dependabilitas merujuk apakah hasil penelitian memiliki
keandalan atau reliabilitas. Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila
orang lain dapat mengulangi atau mereplikasi proses penelitian tersebut.
33
Uji dependabilitas dilakukan dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian (Sugiyono, 2007). Pada penelitian ini, audit
dilakukan oleh pembimbing II skripsi di mana sebelumnya peneliti telah
membuat transkrip data secara singkat, maksud, tujuan, proses, dan hasil
penelitian. Peneliti menggunakan pembimbing II skripsi sebagai auditor
eksternal untuk menguji keakuratan data melalui pemeriksaan data mentah
(catatan lapangan, hasil rekaman, foto, dan dokumen).
d. Konfirmabilitas
Uji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan
proses yang dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmabilitas
mirip dengan uji dependabilitas sehingga pengujiannya dapat dilakukan
secara bersamaan (Sugiyono, 2007). Pada penelitian ini hasil penelitian
ditelusuri oleh pembimbing skripsi sebagai auditor untuk memastikan
apakah hasil temuan itu benar-benar dari data, menelusuri data mentah
yang dibuat peneliti, melihat derajat ketelitian peneliti, dan menelaah
kegiatan peneliti dalam memeriksakan keabsahan data.
H. Etika Penelitian
Dalam penelitian, banyak hal yang harus dipertimbangkan, tidak hanya
metode, desain, dan yang lainnya, tetapi ada hal yang sangat penting dan
krusial yang harus diperhatikan oleh peneliti yaitu prinsip etik. Berikut ini
akan dijelaskan tentang prinsip-prinsip etik dalam penelitian keperawatan
(Milton, 1999; Loiselle, Profetto-McGgrath, Polit & Beck, 2004 dalam
Kusuma, 2011), yaitu:
34
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).
Penelitian dilaksanakan dengan menjungjung tinggi harkat dan martabat
manusia. Partisipan mendapatkan informasi yang lengkap tentang
pelaksanaan penelitian dan diberikan informed consent karena partisipan
memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan ikut atau
menolak penelitian.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and
confidentiality). Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang
menyangkut privasi partisipan yang tidak ingin identitas dan segala
informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip ini diterapkan
dengan cara meniadakan identitas seperti nama dan alamat partisipan
kemudian diganti dengan kode tertentu.
3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness).
Penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan
secara professional serta memberikan keuntungan dan beban secara
merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan partisipan.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harm and benefits). Penelitian mempertimbangkan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi partisipan dan populasi di mana hasil penelitian akan
diterapkan (beneficience) dan meminimalisir risiko atau dampak yang
merugikan bagi partisipan (nonmaleficience).
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti
menggunakan wawancara mendalam kepada orang tua yang memiliki anak
dengan leukemia. Adapun penyajian hasil penelitian ini dibagi menjadi dua
bagian. Bagian pertama menguraikan mengenai karakteristik partisipan dan
bagian kedua menguraikan hasil penelitian berupa hasil analisis tematik.
A. Karakteristik Partisipan
Sebanyak empat partisipan berpartisipasi dalam penelitian ini. Mereka
adalah orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun yang
sedang menjalani perawatan di RSU Kabupaten Tangerang. Karakteristik
partisipan sebagai berikut:
Partisipan pertama (P1), 45 tahun, Kristen, pendidikan terakhir SMA,
pekerjaan ibu rumah tangga, jumlah anak tiga orang, anak kedua berusia 12
tahun menderita leukemia, riwayat kesehatan anak sebelumnya pilek, panas.
Partisipan kedua (P2), 30 tahun, Islam, pendidikan terakhir SD, pekerjaan ibu
rumah tangga, jumlah anak dua orang, anak pertama berusia 9 tahun
menderita leukemia, riwayat kesehatan anak sebelumnya kejang.
Partisipan ketiga (P3), 24 tahun, Islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan
ibu rumah tangga, jumlah anak satu orang berusia 6 tahun yang menderita
leukemia, riwayat kesehatan anak sebelumnya panas, pilek, tifus.
36
Partisipan keempat (P4), 44 tahun, Islam, pendidikan terakhir SD, pekerjaan
ibu rumah tangga, jumlah anak empat orang, anak keempat berusia 10 tahun
menderita leukemia, riwayat kesehatan anak sebelumnya panas, pilek,
disentri.
B. Hasil Analisis Tematik
Hasil analisis tematik ini menjelaskan lima tema yang ditemukan pada
penelitian ini. Berbagai tema yang ditemukan terkait dukungan orang tua
yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun sebagai berikut: 1)
Upaya orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah;
2) Dukungan pembiayaan orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada
anak usia sekolah; 3) Informasi yang diberikan orang tua dalam perawatan
anak usia sekolah dengan leukemia; 4) Dukungan emosional orang tua selama
merawat anak usia sekolah dengan leukemia; dan 5) Dukungan sosial untuk
anak usia sekolah dengan leukemia.
Tema 1. Upaya orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak
usia sekolah
Upaya orang tua mencakup semua usaha yang telah dilakukan orang tua
selama perawatan anaknya. Baik ketika gejala leukemia muncul maupun
selama menjalani terapi. Pada studi ini ditemukan beberapa upaya yang
dilakukan orang tua dalam mengatasi leukemia pada anak usia sekolah
meliputi 1) penanganan awal, 2) dibawa ke pengobatan tradisional, dan 3)
dibawa ke pelayanan kesehatan.
37
1. Penanganan awal
Semua partisipan menyatakan bahwa mereka melakukan penanganan
awal ketika gejala leukemia muncul pada anak, seperti memberikan obat
warung, mengolesi minyak kayu putih, memberikan daun jarak,
memberikan obat cacing, berikut ungkapannya:
“...kasih obat warung, diolesin minyak kayu putih ke perutnya biarkempes, sama dikasih daun jarak, gitu karena saya pikir kembung gitu..”(P1).
“pas panas dikasih obat panas, pas perutnya gede ya diurut gitu kirainmasuk angin, tapi nggak ada perubahan” (P3).
“...perutnya buncit, kirain mah cacingan, udah aja kasih obat cacing,tapi nggak kempes-kempes...” (P4).
2. Dibawa ke pengobatan tradisional
Orang tua mengupayakan berbagai hal untuk mempercepat kesembuhan
anaknya salah satunya yaitu mengkombinasi antara pengobatan medis
dengan pengobatan tradisional. Dua dari empat partisipan
mengungkapkan menggunakan herbal, seperti ramuan herbal yang sudah
diracik dalam bentuk kemasan botol, sebagai pendamping pengobatan
medis, berikut salah satu ungkapan yaitu partisipan pertama (P1):
“...pengobatan dia pake tradisional juga...tapi yang leukemia itu, kitapake cuma sebentar doang, cuma 1 botol...tapi untuk obat limpa itu sayaudah liat hasilnya...temen saya juga kasih ini (menunjukkan obat herbalke peneliti)...”(P1).
Satu dari empat partisipan mengungkapkan membawa anaknya ke tabib,
dukun, ziarah ke kuburan neneknya, berikut ungkapannya:
“...udah ke tabib, ke dukun sampe ziarah ke kuburan neneknya, pokoknyakemana-mana lah udah dilakuin...” (P2).
38
Satu dari empat partisipan, yaitu partisipan ketiga (P3) mengungkapkan
pergi ke kyai untuk meminta syariat, berikut ungkapannya:
“...waktu awal pernah sih, dibawa ke kyai gitu, istilahnya minta syariat,pake air...” (P3).
3. Dibawa ke pelayanan kesehatan
Setelah berbagai upaya yang dilakukan orang tua tidak ada perubahan
pada kondisi anak, semua partisipan mengungkapkan membawa anak ke
pelayanan kesehatan, mulai dari datang ke klinik, puskesmas, hingga
rumah sakit, berikut ungkapannya:
“saya langsung bawa ke klinik, dibilangnya takutnya liver...saya bawalagi ke puskesmas dibilangnya kram perut, tapi dari puskesmas di kasihrujukan ke RS tangerang buat periksa darah...” (P1).
“...saya bawa ke klinik, cek darah, katanya demam berdarah,...bawa keRS Serang, 4 hari nggak ada perubahan, dirujuk ke sini” (P2).
“...tapi ngga ada perubahan. Yaudah di bawa ke klinik gitu. Terus samadokter yang di sana langsung di rujuk ke sini.” (P3).
“di bawa ke bidan udah, di bawa ke dokter anak, terus dibawa ke RSPandeglang, dari sana langsung dirujuk ke sini” (P4).
Tema 2. Dukungan pembiayaan orang tua dalam mengatasi masalah
leukemia pada anak usia sekolah
Dukungan biaya pada studi ini berkaitan dengan biaya-biaya yang telah
dipersiapkan orang tua untuk menunjang pengobatan anaknya. Pada studi ini
ditemukan dukungan biaya orang tua meliputi 1) biaya perawatan anak di
rumah sakit dan 2) biaya harian selama anak di rawat.
1. Biaya perawatan anak di rumah sakit
Semua partisipan mengungkapkan bahwa untuk biaya perawatan anak di
rumah sakit, mereka menggunakan jaminan kesehatan yang dimiliki oleh
39
masing-masing orang tua, seperti BPJS dan jamkesda, berikut salah satu
ungkapannya:
“...kalo biaya ya, kalo buat perawatan gini sih dari jaminan, ya ituBPJS. Ya Alhamdulillah. Kalo gak ada jaminan gak tau darimanalagi...” (P3).
2. Biaya harian selama anak dirawat
Semua partisipan mengungkapkan bahwa untuk biaya harian selama
anak dirawat, mereka mendapatkan bantuan dari kerabat yang menjenguk
anak mereka ke rumah sakit. Berikut salah satu ungkapan partisipan,
yaitu partisipan pertama (P1):
“...secara materi saya dibantu, ngasih uang , ya lumayan lah buat biayakeseharian kita di rumah sakit...katanya buat anak saya jajan...” (P1).
Dua dari empat partisipan mengungkapkan bahwa biaya harian selama
anak dirawat diperoleh dari suami, namun besarnya biaya yang
ditanggung, membuat orang tua meminjam kepada orang lain untuk
biaya harian anak di rumah sakit. Berikut salah satu ungkapan partisipan:
“kalo biaya sehari-hari saya nunggu di sini, ya itu dari suami abiskerja..tapi abis aja..yaa uang dari mana aja, pinjeman-pinjeman...kalolagi nggak ada, paling yaa minjem lagi” (P2).
Satu dari empat partisipan mengungkapkan bahwa biaya dan fasilitas
yang dibutuhkan anak, orang tua memasrahkan hal tersebut kepada
Tuhan. Berikut kutipan ungkapannya:
“...masalah biaya begitu, ya saya cuma berharap sama Tuhan karenakalo masalah biaya rumah sakit udah dari jaminan..” (P1).
40
Tema 3. Informasi yang diberikan orang tua dalam perawatan anak usia
sekolah dengan leukemia
Pada penelitian ini sebagai bentuk dukungan informasi orang tua terhadap
anak dengan leukemia, maka orang tua memberikan informasi mengenai
perawatan leukemia kepada anaknya. Informasi yang diberikan meliputi 1)
informasi tentang nutrisi, 2) informasi tentang penyakit anak, dan 3)
informasi istirahat.
1. Informasi tentang nutrisi
Tiga dari empat partisipan memberitahukan kepada anak makanan apa
saja yang boleh dan tidak boleh di konsumsi oleh anak, seperti gorengan,
perbanyak makan sayur, dan banyak minum. Berikut salah satu ungkapan
partisipan:
“...kakak nggak boleh makan gorengan, makan sayur terus, banyakinminumnya...” (P1).
2. Informasi tentang penyakit anak
Satu dari empat partisipan menjelaskan leukemia kepada anak dengan
bahasa yang mudah dipahami oleh anak, berikut ungkapannya:
“...dia suka nanya, mama leukemia itu apa? Saya bilang leukemia itusakit yang sering pusing dan panas...” (P3).
Semua partisipan mengungkapkan bahwa anak dengan leukemia
mendapatkan informasi tentang penyakitnya dari tenaga kesehatan,
seperti definisi leukemi dan terapi yang dibutuhkan. Adapun
ungkapannya sebagai berikut:
“...kata dokternya sih leukemia itu penyakit yang harus ditangani denganserius. Pengobatannya cukup lama, sekitar 1,5 tahun, harus di kemo...”(P3).
41
“...dikasih taunya leukemia itu kanker darah. Kelebihan darah putih.Prosesnya agak lama juga, buat anak saya harus minum obat seumurhidup...” (P4).
3. Informasi istirahat
Tiga dari empat partisipan memberitahu anaknya untuk tidak melakukan
aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan, seperti lari-larian. Berikut
salah satu ungkapan partisipan yang memiliki anak dengan leukemia usia
9 tahun:
“...yaa dikasih tau ke dia, kamu nggak boleh kecapean,mainnya nggakboleh lari-larian ...” (P2).
Tema 4. Dukungan emosional orang tua selama merawat anak usia
sekolah dengan leukemia
Dukungan emosional pada penelitian ini berkaitan dengan bagaimana orang
tua merawat anak dengan leukemia dan bagaimana orang tua
mengekspresikan kasih sayang kepada anaknya. Dukungan emosional yang
ditunjukkan orang tua selama merawat anak dengan leukemia meliputi 1)
merawat dengan kasih sayang, 2) memanjakan anak, 3) menjalani perawatan
dengan pasrah, 4) memijat anak, 5) memberi semangat, dan 6) mendoakan
anak.
1. Merawat dengan kasih sayang
Semua partisipan mengungkapkan memberikan kasih sayang dan
perhatian yang lebih kepada anaknya, berikut salah satu ungkapannya:
“...yaa dirawat dengan kasih sayang, dikasih perhatian, disayang-sayangin aja ...” (P2).
42
2. Memanjakan anak
Satu dari empat partisipan mengungkapkan merawat anaknya dengan
cara membelikan apa yang diinginkan anaknya, berikut ungkapan
partisipan tersebut:
“...dimanjain gitu, kalo dia minta apa-apa, diturutin...tapi kalo gak bisaditurutin, dianya dibilangin ngerti sih...” (P3).
3. Menjalani perawatan dengan pasrah
Semua partisipan mengungkapkan pasrah dalam menjalani perawatan,
berikut salah satu ungkapan partisipan:
“...yah pasrah ajalah, diapa-apain juga yang penting sembuh, mudah-mudahanlah ada milik kita gitu ya...” (P4).
4. Memijat anak
Satu dari empat partisipan yaitu partisipan kedua (P2) mengungkapkan
memberikan pijatan kepada anak ketika anak mengeluh pegal akibat
kemoterapi, berikut ungkapan partisipan tersebut:
“...misalnya abis kemo gitu kan dia suka pegel gitu, yaa saya pijitin...”(P2).
5. Memberi semangat
Semua partisipan memberikan ungkapan semangat agar anak semangat
menjalani terapi. Adapun sebagai berikut ungkapannya:
“...kakak harus semangat, kakak nggak boleh takut, kamu pasti sembuh,banyak doa, sabar, percaya sama Tuhan...” (P1).
“...yaa selalu semangat gitu, kamu harus berjuang demi emak. Kamusemangat biar sembuh...” (P2).
“...ya kudu harus semangat gitu, ya bilangin kamu harus semangat ya,nggak boleh nangis kalo disuntik...” (P3).
“..kamu harus semangat, jangan suka nangis kalo pengen cepetsembuh...” (P4).
43
Semua partisipan mengungkapkan bahwa selain orang tua, anak dengan
leukemia juga mendapatkan semangat dari kerabat, teman, keluarga,
tetangga yang menjenguk, berikut salah satu ungkapannya:
“...yaa semangat, bilang gini ke anak saya kamu yang semangat, demiemak sama bapak...” (P2).
Selain itu, semua partisipan mengungkapkan anak mereka mendapat
semangat dari tenaga kesehatan di rumah sakit, berikut salah satu
ungkapan partisipan:
“...ngasih dukungan nyemangatin “kamu pasti sembuh” juga, pokoknyaistilah ininya mereka nyemangatin secara hati gitu...” (P1).
6. Mendoakan anak
Satu dari empat partisipan mengungkapkan menyuruh anaknya selalu
bersabar dan banyak berdoa agar segera diberi kesembuhan. Berikut
ungkapannya:
“...saya cuma bilang sabar aja, ntar juga sembuh, doa aja. Ya itu baliklagi ke doa, abis mau apalagi, modal kita cuma doa...” (P1).
Selain itu, dua dari empat partisipan mengungkapkan meminta agar
keluarga, kerabat, teman mendoakan anak dengan leukemia agar cepat
sembuh, berikut salah satu ungkapan partisipan:
“...saya minta tolong untuk dibawa dalam doa aja karena doa itu lebihdari semuanya...dengan doa kita bisa dekat dengan Tuhan...dengan doakita bisa bikin mukjizat Tuhan...kalo doa kan gak abis-abis...” (P1).
Tema 5. Dukungan sosial untuk anak usia sekolah dengan leukemia
Pada penelitian ini ditemukan dukungan sosial berasal dari selain orang tua
melainkan dari kerabat dan lingkungan sekitar. Adapun dukungan sosial yang
44
diberikan meliputi 1) menjenguk anak, 2) mengantar anak, dan 3) memberi
baju.
1. Menjenguk anak
Semua partisipan mengungkapkan bahwa kerabat, keluarga, dan teman
datang ke RS untuk menjenguk anaknya, berikut salah satu ungkapan
partisipan yaitu partisipan keempat (P4):
“...kakak, temen-temennya, tetangga juga banyak yang udah padanengok ke sini...” (P4).
2. Mengantar anak
Satu dari empat partisipan mengungkapkan salah satu bentuk dukungan
yang diberikan keluarga kepada anaknya yaitu dengan mengantar anak
dengan leukemia ke rumah sakit. Adapun ungkapannya sebagai berikut:
“...belum banyak sih, kemarin dianterin pake mobil ke rumah sakit,materi juga ada, doa ajalah yang penting...” (P4).
3. Memberi baju
Satu dari empat partisipan mengungkapkan bahwa anaknya menerima
baju dari saudaranya ketika lebaran untuk menambah semangat anaknya,
berikut ungkapannya:
“...pas lebaran kemaren juga pada ngasih baju buat dia..katanya biardianya seneng...” (P2).
45
BAB V
PEMBAHASAN
Bab ini menjabarkan beberapa bagian yang terkait dengan hasil penelitian
yang telah diperoleh. Bagian pertama menjabarkan pembahasan hasil penelitian
yaitu membandingkan dengan konsep, teori, dan berbagai penelitian sebelumnya
yang terkait dengan hasil penelitian ini untuk memperkuat pembahasan
interpretasi hasil penelitian. Bagian kedua adalah mengemukakan berbagai
keterbatasan selama proses penelitian dengan membandingkan pengalaman
selama proses penelitian yang telah dilakukan dengan proses yang seharusnya
dilakukan sesuai dengan aturan.
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
Penelitian ini diangkat lima tema, memiliki sub tema dan kategori makna
tertentu. Tema tersebut teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian. Berikut
penjelasan secara rinci untuk masing-masing tema yang didapatkan dari
penelitian ini.
Tema 1. Upaya orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak
usia sekolah
Salah satu perilaku keluarga pada saat anggota keluarga sakit atau
mengalami masalah kesehatan yaitu mencari pengobatan (health seeking
behavior) yang dimulai dari saat mengobati sendiri sampai mencari
pengobatan (Jhonson & Leny, 2010; Sunaryo, 2004). Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian pada studi ini bahwa orang tua melakukan penanganan awal,
membawa anak ke pelayanan kesehatan dan membawa anak ke pengobatan
46
tradisional. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Supardi dan
Susyanty (2010) bahwa sebanyak 195.123 orang melakukan pengobatan
sendiri atau 65,2% nya, dan yang menggunakan obat tradisional sebanyak
54.904 orang atau 28,1%.
Penanganan awal
Penanganan awal yang dilakukan orang tua ketika gejala muncul yaitu
memberikan obat penurun panas, memberikan obat cacing, mengurut perut
anak, mengolesi perut anak dengan minyak kayu putih dan memberikan anak
daun jarak. Pemberian obat penurun panas karena anak mengalami demam.
Demam yang terjadi pada anak dengan leukemia sebagai akibat dari
bertambah banyaknya sel leukemia itu sendiri serta racun yang dikeluarkan
oleh sel kanker. Racun yang dimaksud adalah sitokin seperti interleukin atau
tumor necrosing factor (TNF). Sitokin berperan dalam memberikan gejala
demam (Wong, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Cahyono
(2012) bahwa lima partisipan melaporkan ketika anak dengan leukemia
mengalami deman, salah satu tindakan yang dilakukan orang tua adalah
memberikan obat penurun panas.
Pemberian obat cacing dilakukan orang tua karena orang tua
beranggapan bahwa anak mengalami cacingan. Mengurut perut, mengolesi
perut dengan minyak kayu putih, dan memberikan daun jarak adalah upaya
yang dilakukan orang tua untuk membuat perut anak yang membesar menjadi
kempes karena orang tua menganggap bahwa anak mengalami kembung.
Pembesaran perut pada anak dengan leukemia terjadi karena adanya
47
pembesaran pada organ di abdomen. Pembesaran ini terjadi karena infiltrasi
sel leukemia ke dalam organ yang menyebabkan organomegali (Handayani &
Haribowo, 2008).
Dibawa ke pelayanan kesehatan
Jika gejala tetap ada walaupun seseorang telah melakukan pengobatan
sendiri di rumah, dan gejala menjadi berat, atau memerlukan perawatan
darurat maka seseorang akan termotivasi untuk mencari pelayanan kesehatan
yang professional (Potter dan Perry, 2005). Apabila keluarga telah
menyatakan anggota keluarganya sakit dan membutuhkan pertolongan, setiap
orang mulai mencari informasi tentang penyembuhan, kesehatan, dan
validitas professional dari keluarga besar, teman, tetangga, dan
nonprofessional lainnya (Ali, 2010).
Setelah informasi terkumpul, keluarga melakukan perundingan untuk
mencari penyembuhan/perawatan di klinik, rumah sakit, di rumah, dan lain-
lain. Setelah ada keputusan untuk mencari perawatan, dilakukan kontak
dengan institusi kesehatan baik professional atau nonprofessional sesuai
dengan tingkat kemampuan, misalnya kontak dengan rumah sakit,
puskesmas, praktik dokter swasta, paranormal/dukun, dan lain-lain (Ali,
2010). Membawa anggota keluarga yang sakit ke fasilitas kesehatan adalah
tugas dan tanggung jawab keluarga termasuk memilih fasilitas kesehatan
yang tepat (Friedman, 2013).
48
Dibawa ke pengobatan tradisional
Pengobatan tradisional sebagai budaya bangsa merupakan salah satu
upaya penyembuhan dan perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran atau
ilmu keperawatan. Pengobatan tradisional sudah lama dikenal di kalangan
masyarakat, cara-cara pengobatan tradisional di Indonesia dapat
dikategorikan dalam upaya penyembuhan dengan: 1) ramuan tumbuhan obat,
2) cara fisik (dukun beranak, sunat, patah tulang, susuk, ketok, refleksologi,
akupuntur, dan sebagainya), 3) meditasi, pernapasan dan tenaga dalam, dan 4)
penyembuhan dengan cara spiritual (doa, mantera, psikoterapi, dan
sebagainya) (Hanafiah & Amir, 2009). Pada penelitian ini, hal tersebut
ditunjukkan oleh tiga orang partisipan yaitu partispan 1, 2 dan 3 yang
mengaku bahwa membawa anak mereka ke pengobatan alternatif diluar
medis atau yang biasa disebut ke pengobatan tradisional, seperti dukun, tabib,
menggunakan ramuan herbal, dan kyai. Upaya ini dilakukan orang tua karena
adanya perasaan takut akan kehilangan anak dan kondisi pengobatan yang
tidak pasti serta tidak menjamin kesembuhan membuat keluarga sering
mencari alternatif lain diluar medis untuk memperoleh kesembuhan
(Aritonang, 2008).
Orang tua berharap dengan membawa anak mereka ke berbagai
pengobatan, anak mereka akan mendapatkan kesembuhan. Hal ini dianggap
sebagai suatu bentuk usaha dari orang tua untuk kesembuhan anaknya. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Mostert, Sitaresmi, Gundy, et al
(2008) bahwa menurut 16 orang tua (31%) penggabungan antara pengobatan
tradisional dan kemoterapi adalah cara terbaik untuk menyembuhkan
49
leukemia dan sebanyak 11 orang tua (22%) tidak setuju dengan pernyataan
ini.
Tema 2. Dukungan pembiayaan orang tua dalam mengatasi masalah
leukemia pada anak usia sekolah
Dukungan pembiayaan merupakan salah satu bentuk dukungan
instrumental. Bentuk dukungan instrumental meliputi menyediakan peralatan
lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang
dibutuhkan, dukungan material, seperti jasa, bantuan keuangan, atau barang
(Harnilawati, 2013; Taylor, 2012). Dukungan ini bertujuan untuk
mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan
persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Hasil penelitian pada studi ini sesuai dengan bentuk dukungan
instrumental menurut Harnilawati (2013) dan Taylor (2012) yaitu biaya yang
meliputi biaya perawatan anak dan biaya harian anak di rawat. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Mushyama (2015) bahwa ketiga
subyek memberikan bantuan tindakan, materi ataupun benda sesuai dengan
kemampuan subyek penelitian untuk memberikan rasa senang kepada anak
sebagai bentuk dukungan instrumental.
Biaya perawatan anak
Pengobatan yang diberikan pada kasus LMA umumnya adalah
pemberian kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang pada sebagian kasus
yang terindikasi. Hambatan utama pengobatan LMA adalah kemampuan
50
pasien memperoleh obat kemoterapi sangat rendah. Sejak mulai ada jaminan
kesehatan bagi warga kurang mampu di Indonesia, hambatan tersebut
sebagian dapat teratasi, sehingga diharapkan keberhasilan pengobatan LMA
dapat ditingkatkan (Sjakti, Gatot, dan Windiastuti, 2012).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mostert, Sitaresmi, Gundy,
et al (2008) menyatakan bahwa 40 orang tua (78%) menganggap bahwa biaya
perawatan merupakan salah satu tekanan finansial yang dihadapi orang tua
dengan anak leukemia. Adanya tekanan finansial membuat orang tua
berusaha mencari bantuan dari keluarga dan memanfaatkan jaminan
kesehatan masyarakat dari pemerintah untuk membantu beban perawatan
keluarga (Aritonang, 2008).
Biaya harian anak di rawat
Para keluarga menghadapi banyak biaya lain selain perawatan, seperti
biaya transportasi, telepon interlokal, dan diet-diet khusus. Beban perawatan
sehari-hari terutama terletak pada keluarga, dan beban tersebut dapat meluas
(Perrin, 2000 dalam Behrman, Kliegman, dan Arvin, 2000). Hasil penelitian
pada studi ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi biaya harian anak
dirawat orang tua mengungkapkan mendapatkan bantuan dari orang lain, dari
suami, pinjaman, dan kepasrahan biaya kepada Tuhan. Hal ini sejalan dengan
penelitian Mostert, Sitaresmi, Gundy, et al (2008) menurut 40 orang tua
(78%) biaya pengobatan mengakibatkan kesulitan keuangan. Kesulitan
keuangan ini menjadi beban berat menurut 36 orang tua (71%). Selain itu,
biaya pengobatan mengakibatkan hutang menurut 33 orang tua (65%). Orang
51
tua dituntut untuk meminta bantuan keuangan dari anggota keluarga lainnya
(n = 31; 61%) atau majikan mereka (n = 4; 8%). Kesulitan biaya terapi
menuntut 9 orang tua (18%) untuk menunda (n = 3) atau menarik (n = 6) dari
bagian pengobatan. Sebanyak 4 keluarga (8%) tidak berharap dapat
menyelesaikan pengobatan selama 2 tahun karena kesulitan keuangan dan 3
orang tua (6%) tidak pasti tentang hal ini.
Selain bantuan dari orang lain biaya harian anak dirawat didapatkan dari
hasil kerja ayah. Salah satu peranan ayah dalam keluarga adalah sebagai
pencari nafkah (Jhonson dan Leny, 2010). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Taleghani, Fathizadeh, dan Naseri (2012) bahwa ibu lebih terlibat
dalam merawat anak-anak di rumah sakit dan sering absen dari rumah
sedangkan ayah sibuk bekerja di luar dan tidak dapat memenuhi tugas
domestik mereka dengan benar.
Tema 3. Informasi yang diberikan orang tua untuk perawatan anak usia
sekolah dengan leukemia
Informasi yang diberikan orang tua merupakan salah satu bentuk
dukungan informasional. Dukungan informasional adalah dukungan yang
diberikan keluarga meliputi pemberian nasihat, pengarahan, saran, ide-ide
atau informasi lainnya yang dibutuhkan (Harnilawati, 2013; Sarafino, 2006).
Hasil penelitian pada studi ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
Harnilawati (2013) dan Sarafino (2006) bahwa bentuk dukungan informasi
yang diberikan orang tua untuk perawatan anak dengan leukemia meliputi
52
informasi tentang nutrisi, informasi tentang penyakit anak, dan informasi
istirahat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Williams, McCarthy, Eyles,
dan Drew (2013) bahwa mekanisme protektif yang orang tua lakukan
meliputi memberikan informasi kepada anak mereka tentang penyakit
(misalnya, efek samping jangka panjang pengobatan), dan pengendalian
aspek kesehatan anak secara tidak langsung berhubungan dengan kanker
(misalnya, asupan makanan).
Informasi tentang nutrisi dan istirahat
Makanan bergizi berkualitas tinggi merupakan yang terbaik, anak-anak
mungkin menginginkan makanan dan minuman yang mengandung sedikit
atau bahkan tidak ada kalori sama sekali (Wong, 2009). Tersedianya restoran
siap saji, pengaruh media massa dan godaan keberagaman manakan “junk
food” yang sangat besar, memudahkan anak untuk mengonsumsi makanan
tanpa kalori yang tidak meningkatkan pertumbuhan, seperti gula, zat tepung,
dan lemak yang berlebihan (Wong, 2009). Hal ini tidak baik untuk anak yang
menderita kanker.
Anak-anak dengan kanker membutuhkan perawatan khusus berkaitan
dengan kebersihan makanan, penyimpanan, dan persiapan, mengingat risiko
mereka tinggi terhadap infeksi (Sposito, Sparapani, Rodrigues et al, 2014) .
Orang tua dapat sangat membantu dengan membawa makan yang disukai
anak dari rumah, terutama jika kebiasaan makan keluarga berbeda dengan
penyediaan makanan di rumah sakit (Wong, 2009). Beberapa makanan yang
53
dapat ditoleransi dengan baik adalah agar-agar, sup bening, roti kering,
crackers, dan permen yang keras. Meskipun zat-zat tersebut tidak bergizi,
makanan tersebut dapat memberikan cairan dan kalori yang diperlukan
(Wong, 2009).
Lee, Pilkington, dan Ho (2014) menyatakan bahwa semua peserta telah
merubah gaya hidup mereka secara dramatis karena diagnosis kanker,
terutama kebiasaan makan mereka. Mereka percaya bahwa makanan tertentu
dapat menyebabkan kanker dan mencoba untuk menghindari jenis makanan
sebanyak yang mereka bisa. Sebagian besar dari mereka makan lebih sedikit
daging dan makanan yang digoreng.
Orang tua tidak mengetahui apa yang dimakan anaknya ketika mereka
berada di luar rumah. Orang tua mungkin memberikan bekal makan siang
untuk di sekolah tetapi tidak menyadari berapa banyak makanan yang
dimakan, ditukar, dijual, atau dibuang (Wong, 2009). Adanya informasi
tentang nutrisi pada anak dengan leukemia membantu anak dalam menjaga
kesehatannya. Penelitian Mushyama (2015) menunjukkan bahwa dukungan
informasi yang diberikan keluarga pada anak dengan leukemia meliputi
pemberian informasi kepada anak mengenai makanan yang dikonsumsi
anaknya, pola istirahat anak, dan memberikan nasihat-nasihat untuk menjaga
sikap anak.
Informasi tentang penyakit anak
Anak usia 6-12 tahun atau anak usia sekolah sudah memiliki kemampuan
untuk menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya, termasuk ketika mereka
54
sedang sakit. Anak usia sekolah dapat mendefinisikan penyakit sebagai
serangkaian gejala nyata yang banyak, seperti tanda-tanda flu dan
menganggap penyebabnya adalah kuman atau bakteri (Wong, 2009).
Penelitian yang dilakukan Fitri dan Fensi (2008) menjelaskan bahwa anak
usia sekolah sudah dapat memahami karakteristik dasar dari penyakit, seperti
definisi dari ‘sakit’, penyebab penyakit, dan perbedaan penyakit lain dengan
penyakit kanker.
Selain itu, anak-anak berhak mendapatkan informasi tentang kesakitan
dan prosedur-prosedur medis yang dijalaninya sesuai dengan tingkat kognitif
mereka (Smet, 1994), terlebih pada anak yang sakit kronis seperti leukemia,
lebih banyak pengetahuan tentang konsep, sikap dan keyakinan akan
membantu anak dalam menerima pengobatan yang diharuskan (Eiser, 1985
dalam Smet, 1994).
Selain dari orang tua, anak juga mendapatkan informasi tentang penyakit
yang diderita dari tenaga kesehatan. Anak yang menderita kanker dan
keluarganya membutuhkan seorang dokter atau tenaga kesehatan yang penuh
harapan, jujur, penghibur, penuh pengertian, mudah didatangi, informatif dan
berpengetahuan (Rudolph, 2007). Para klinis yang bekerja dengan anak yang
menderita penyakit jangka panjang harus memahami perkembangan tahap
pemahaman penyakit penderitanya agar dapat menjelaskan penyakit dan
mekanismenya dalam bahasa yang sesuai dengan umurnya karena
pemahaman anak sejalan dengan pola pertumbuhan kemampuan kognitif
yang khas, mereka memerlukan berbagai penjelasan mengenai penyakitnya
yang terus berlangsung sampai mereka dewasa (Perrin, 2000 dalam Behrman,
55
Kliegman, & Arvin., 2000). Hal ini sejalan dengan penelitian Mitchell,
Clarke, dan Sloper (2006) bahwa sebanyak 88% dari anak-anak atau remaja
merasa staf rumah sakit memberikan informasi menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti dan 78% staf rumah sakit berbicara langsung kepada
mereka.
Adanya informasi yang diberikan tenaga kesehatan kepada anak
memberikan kepuasan tersendiri untuk orang tua. Berdasarkan penelitian
Mitchell, Clarke, dan Sloper (2006) melaporkan bahwa orang tua dari anak-
anak pada semua usia dan semua tahap penyakit umumnya puas dengan
dukungan yang diberikan oleh staf rumah sakit, terutama pekerja sosial dan
perawat (71%).
Tema 4. Dukungan emosional orang tua selama merawat anak usia
sekolah dengan leukemia
Dukungan emosional menurut Sarafino (2006) meliputi dukungan
simpatik dan empati, cinta, kepercayaan, perhatian, dan pemberian semangat.
Dukungan emosional merupakan dukungan yang berpusat pada perasaan.
Maka dapat dikatakan bahwa pemberian dukungan sosial emosional yang
diberikan oleh keluarga kepada anak dapat mempengaruhi anak penderita
kanker agar dapat tetap berpikir positif, merasa dicintai, serta lebih
termotivasi untuk sembuh dari sakit yang diderita (Mushyama, 2015).
Hasil penelitian pada studi ini sesuai dengan Sarafino (2006) bahwa
dukungan emosional orang tua selama merawat anak dengan leukemia
meliputi merawat dengan kasih sayang, memanjakan anak, menjalani
56
perawatan dengan pasrah, memijat anak, memberi semangat, dan mendoakan
anak. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Mushyama (2015) yang
menunjukkan bahwa bentuk dukungan emosional yang diberikan berupa
perhatian serta menunjukkan rasa kepedulian dan kasih sayang kepada anak
sehingga anak merasa aman, nyaman, dan dicintai.
Merawat dengan kasih sayang dan Memanjakan Anak
Salah satu agens sosialisasi terpenting dalam kehidupan anak usia
sekolah adalah kelompok teman sebaya (Wong, 2009). Pada awal usia
sekolah, anak dapat menjadi sasaran godaan teman-teman sekelasnya; mereka
mungkin perlu absen dari sekolah karena penyakitnya atau pengobatannya,
dan dengan demikian kehilangan kesempatan untuk bersosialisasi awal secara
normal (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Hal ini menyebabkan anak
merasa kesepian, bosan, isolasi, dan depresi. Reaksi ini timbul sebagai akibat
perpisahan (Wong, 2009).
Pada penelitian ini, anak dengan leukemia merasa bosan berada di rumah
sakit karena tidak bisa bermain dengan teman-temannya. Salah satu tugas
perkembangan anak usia sekolah adalah belajar bergaul dengan teman-teman
sebaya yang artinya anak usia sekolah belajar mengembangkan berhubungan
dengan anak lain yang dapat menghasilkan dampak tanggapan positf dari
anak lain dalam lingkungan sekolah yang lebih luas daripada lingkungan
keluarga (Gunarsa, 2008; Anshoriy, 2008).
Peran orang tua untuk membantu anak mempertahankan kontak non-
rumah meliputi, melanjutkan pelajaran sekolah selama sakit dan terisolasi,
57
mengunjungi teman baik secara langsung maupun melalui surat tertulis atau
telepon, dan berpartisipasi dalam proyek yang menstimulais jika
memungkinkan (Wong, 2009). Selain itu, anak-anak membutuhkan perhatian
dan kasih sayang orang tua sehingga anak mampu mengembangkan
kepercayaan diri dan kematangan yang dibutuhkan untuk menghilangkan
perasaan kehilangan dari kelompok dan berdiri secara mandiri (Wong, 2009).
Anak yang sakit mengalami bermacam-macam ancaman terhadap rasa
aman, hal ini disebabkan karena adanya perubahan lingkungan selain dari
faktor usia anak sendiri. Untuk mendapatkan rasa aman, anak butuh
kehangatan dan rasa cinta serta kasih dan sayang dari orang tua, kestabilan
keluarga serta pengendalian dari stres itu sendiri (Riyadi dan Sukarmin,
2009). Orang tua dapat memberikan asuhan efekif selama hospitalisasi anak,
telah terbukti dalam beberapa penelitian bahwa anak akan merasa aman
apabila berada disamping orang tuannya (Supartini, 2004).
Rasa aman yang dirasakan oleh anak, sudah pasti mengurangi reaksi
hospitalisasi yang di rasakannya. Kehadiran orang tua selama hospitalisasi,
termasuk selama prosedur terapi, memberikan dukungan emosional pada anak
dan meningkatkan rasa pemberdayaan orang tua dalam peran pemberi asuhan
(Wong, 2009).
Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Sa’adadiyah dan Sartika
(2014) mengungkapkan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan yang erat
dengan character strength love dan hope. Orang tua yang memiliki karakter
love akan mampu menunjukkan cinta pada anak dan juga orang lain dan juga
menerima cinta dari orang lain, sehingga akan menciptakan kehangatan
58
dalam hidupnya. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalaan
merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain
yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan
empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu
memecahkan masalah yang dihadapinya (Harnilawati, 2013).
Selain merawat dengan kasih sayang, orang tua juga berusaha menuruti
apa yang anak inginkan. Hal ini sejalan dengan penelitian Williams,
McCarthy, Eyles, dan Drew (2013) bahwa orang tua melaporkan menyiapkan
'hadiah' untuk anak mereka yang akan menjalani prosedur medis dan
memanjakan anak mereka dalam menanggapi kanker.
Menjalani perawatan dengan pasrah
Anak-anak usia sekolah berpikir dalam batasan yang sangat konkret
tetapi merupakan pelajar yang sangat baik dan memiliki kemauan besar untuk
mempelajari Tuhan (Wong, 2009). Anak usia sekolah mulai belajar untuk
membedakan antara natural dan supranatural tetapi mengalami kesulitan
memahami simbol-simbol. Oleh karenanya, konsep agama harus dijelaskan
kepada anak dalam istilah yang konkret (Wong, 2009).
Salah satu tugas perkembangan anak usia sekolah adalah belajar untuk
mengenal budaya daerah maisng-masing, seperti mengenal bentuk rumah
tradisional, mengenal mata pencaharian orang tua dan masyarakatnya,
termasuk di sini belajar ajaran dan tuntunan agama yang dianutnya
(Anshoriy, 2008). Maka, agama menjadi sumber penting dari dukungan.
59
Anak-anak menyatakan bahwa mereka percaya, agama mereka
membantu mereka dalam pengobatan tapi dengan cara yang tidak dapat
dijelaskan dengan kata-kata (Sposito, Sparapani, Rodrigues et al, 2014).
Dukungan spiritual sangat diperlukan individu untuk dapat menerima
keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan
proses penyembuhan yang lama dengan hasil yang belum pasti (Hamid,
2009). Taleghani, Fathizadeh, dan Naseri (2012) Memiliki hubungan 'khusus'
dengan Tuhan membantu individu untuk bertahan dari peristiwa sulit dan
tidak dapat dihindari. Hubungan dua arah dengan Tuhan memperkuat
individu dalam menangani peristiwa tak terkendali, seperti penyakit.
Mendekatkan diri kepada Tuhan membuat orang tua pasien leukemia
bersikap sabar, tawakkal dan ikhlas dengan kondisi apapun yang terjadi pada
anaknya. Mereka yakin bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik
padanya. Mereka hanya bisa berusaha, tetapi yang menentukan atas kondisi
anaknya adalah Tuhan yang memiliki dan berkuasa atas manusia (Aziz dan
Kumolohadi, 2005).
Orang tua pasien leukemia berusaha membangun pemikiran yang positif
atas permasalahan yang dihadapinya. Mereka berusaha mengambil manfaat
yang baik dengan cara mengambil hikmah dari semua permasalahan yang
dihadapinya. Hikmah yang dapat diambil oleh orang tua pasien leukemia
meliputi bertambahnya pengalaman serta pengetahuan, lebih sabar dan juga
selama anaknya sakit mereka merasa lebih dekat kepada Tuhan (Aziz dan
Kumolohadi, 2005).
60
Penelitian Taleghani, Fathizadeh, dan Naseri (2012) memiliki iman
kepada Tuhan dan percaya kepada kekuatan yang tak terbatas adalah sumber
penting yang member orang tua kemampuan untuk melanjutkan pengobatan
anak meskipun penuh kesulitan besar dan frustrasi.
Memijat anak, Memberi semangat, dan Mendoakan anak
Orang tua bertanggung jawab memenuhi kebutuhan-kebutuhan si anak,
baik dari sudut organis-psikologi, antara lain makanan; maupun kebutuhan-
kebutuhan psikis, seperti: kebutuhan akan perkembangan intelektual melalui
pendidikan, kebutuhan akan rasa dikasihi, dimengerti dan rasa aman melalui
perawatan, asuhan, ucapan-ucapan dan perlakuan-perlakuan (Gunarsa, 2008).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian studi ini bahwa orang tua memberikan
ucapan semangat, doa, dan melakukan pemijatan pada anak.
Berdoa telah ditemukan sebagai suatu sumber yang efektif bagi
seseorang untuk mengatasi nyeri, stress dan distress (Potter dan Perry, 2005).
Anak-anak usia sekolah merasa nyaman dengan berdoa atau melakukan ritual
agama lainnya dan jika aktivitas ini merupakan bagian dari kegiatan sehari-
hari anak, hal ini dapat membantu anak melakukan koping dalam menghadapi
situasi yang mengancam (Wong, 2009). Penelitian Coulson dan Greenwood
(2011) banyak anggota grup berdoa untuk orang lain, seperti mengucapkan
bahwa memiliki iman kepada Tuhan memberikan anaknya kesempatan untuk
terus berjuang selama pengobatan.
61
Tema 5. Dukungan sosial bagi anak usia sekolah dengan leukemia
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu
dan sebagai informasi yang diperoleh dari orang lain, sehingga seseorang
akan tahu bahwa ada orang lain yang menghormati, memperhatikan,
menghargai, dan mencintainya (Cohen & Sme, 1996 dalam Harnilawati,
2013; Taylor, 2012). Dukungan sosial dapat merupakan bantuan penting guna
membantu keluarga yang sedang mengalami krisis (Friedman, 2013). Pada
studi ini sumber dukungan sosial berasal dari kerabat atau lingkungan sekitar,
seperti ungkapan salah satu partisipan berikut ini:
“...dari saudara-saudara, tetangga, omnya, abangnya, tetehnya,semuanyalah ngasih dukungan ke dia...” (P4).
Hal tersebut sesuai dengan penelitian McGrath (2001) bahwa sumber
dukungan sosial adalah partner, keluarga, teman, staf rumah sakit, dan orang
tua lain yang mengalami situasi yang sama. Dukungan sosial pada studi ini
yang diberikan pada anak dengan leukemia meliputi menjenguk anak,
mengantar anak, dan memberikan baju.
Menjenguk anak merupakan salah satu bentuk dukungan sosial yaitu
dukungan emosional. Dukungan emosional meliputi dukungan simpatik dan
empati, cinta, kepercayaan, perhatian, dan pemberian semangat (Sarafino,
2006), sedangkan mengantar anak dan memberikan baju pada anak dengan
leukemia merupakan salah satu bentuk dukungan sosial yaitu dukungan
instrumental.
Dukungan instrumental menurut Taylor (2012) yaitu bantuan nyata
melibatkan penyediaan dukungan material, seperti jasa, bantuan keuangan,
atau barang. Hasil penelitian pada studi ini sejalan dengan penelitian
62
Shortman, Beringer, Penn, et al (2012) bahwa anggota keluarga membantu
dalam perawatan anak, transportasi, dan dukungan keuangan.
Dukungan sosial memiliki peran yang penting dalam membantu individu
bertahan secara psikologis (Kristiani, Wirawan, Kusumarojo, dan Tehuteru,
2008). Dukungan sosial dianggap dapat menurunkan depresi dan
memampukan individu bertahan dalam menghadapi emosi-emosi negatif
yang muncul (Health psychology). Penelitian Simons, Ingerski, dan Janicke
(2007) menyatakan bahwa ibu yang mendapatkan dukungan sosial yang
tinggi melaporkan distress berkurang secara signifikan.
B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini.
Keterbatasan penelitian tersebut antara lain:
1. Penentuan tempat penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi
partisipan merupakan tantangan tersendiri bagi peneliti. Awalnya
peneliti akan melakukan penelitian ini di sebuah yayasan kanker anak,
namun ketiadaan partisipan yang sesuai kriteria inklusi membuat
peneliti merubah tempat penelitian yaitu di rumah sakit.
2. Wawancara dilakukan hanya pada ibu yang seharusnya orang tua
adalah ayah dan ibu. Hal ini disebabkan karena hanya ibu yang
menemani anak selama perawatan sedangkan ayah sibuk bekerja.
3. Ada partisipan dalam penelitian ini kadang tidak dalam kondisi yang
baik untuk diwawancarai, sehingga partisipan menjawab pertanyaan
dari peneliti secara singkat. Hal ini menyebabkan peneliti dalam
63
wawancara menggunakan pertanyaan yang cenderung mengarahkan dan
bersifat tertutup, sehingga penggalian data penelitian kurang maksimal
dan kurang eksploratif.
64
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada
bab-bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Upaya orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia
sekolah meliputi penanganan awal, dibawa ke pelayanan kesehatan, dan
dibawa ke pengobatan tradisional.
2. Dukungan orang tua yang diberikan pada anak dengan leukemia usia
sekolah meliputi dukungan pembiayaan, dukungan informasi, dan
dukungan emosional.
3. Dukungan sosial yang diberikan kepada anak dengan leukemia usia
sekolah berasal dari kerabat dan lingkungan sekitar. Bentuk dukungan
yang diberikan meliputi menjenguk anak, mengantar anak, dan
memberi baju.
B. Saran
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini bagi pelayanan kesehatan diharapkan dapat
memberikan gambaran mengenai dukungan yang diberikan orang tua
pada anak dengan leukemia sehingga perawat dapat ikut serta dalam
memberikan dukungan terhadap anak dengan leukemia, serta hasil
penelitian ini juga dapat dijadikan bahan masukkan untuk melakukan
65
pendidikan kesehatan bagi orang tua yang memiliki anak dengan
penyakit kronik lainnya.
2. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini bagi pendidikan keperawatan dapat menjadi
landasan dalam mengembangkan keilmuan keperawatan terkhususnya
keperawatan anak dan dapat mengembangkan kompetensi pembelajaran
pada mahasiswa mengenai dukungan orang tua.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Berfokus pada temuan konsep yang muncul pada penelitian ini,
tidak ditemukan dukungan penilaian pada orang tua yang memiliki
anak dengan leukemia sehingga diharapkan peneliti selanjutnya
dapat melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi pemberian dukungan oleh orang tua.
b. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai
dukungan orang tua dari persepsi ayah dan ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Yati dan Imami Nur Rachmawati. Metodologi Penelitian Kualitatifdalam Riset Keperawatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Ali, Zaidin. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC, 2010.
American Academy of Pediatrics. Family-Centered Care and the Pediatrician’sRole. PEDIATRICS, 112(3), 2003.
American Cancer Society. Global Cancer Facts & Figures 2nd Edition. Atlanta:American Cancer Society, 2011.
Anshoriy, Nasruddin. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan: Kesadaran IlmiahBerbasis Multikulturalisme. Yogyakarta: LKiS, 2008.
Aritonang, Mika Vera. Pengalaman Keluarga dengan Anak yang MenderitaPenyakit Kronis. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008.
Aziz, Muhammad Farid dan Retno Kumolohadi. Strategi Pengatasan MasalahPada Orang tua Pasien Leukemia. Skripsi. Yogyakarta: Universita IslamIndonesia, 2005.
Behrman, Richard E, Robert M. Kliegman, dan Ann M. Arvin. Ilmu KesehatanAnak Nelson. Jakarta: EGC, 2000.
Brooker, Chris. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC, 2009.
Cahyono, Ari. Gambaran Tindakan Orang tua yang Mempunyai Anak denganPenderita Leukemia Di Ruang Melati II RSUD DR. Moewardi. Skripsi.Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012.
Coulson, N.S dan N. Greenwood. Families Affected by Childhood Cancer: AnAnalysis of The Provision of Social Support Within Online Support Groups.Blackwell Publishing Ltd, Child: care, health and development, 38(6): 870-877, 2011.
Doloksaribu, Tiurlan Mariasima. Respon dan Koping Anak Penderita LeukemiaLimfoblastik Akut dalam Menjalani Terapi Di Jakarta dan Sekitarnya: StudiGrounded Theory. Tesis. Depok: Universitas Indonesia, 2011.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori danPraktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2009.
Endraswara, Suwardi. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi,Epistemologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006.
Fitri, Rani Agias dan Fensi. Representasi Penyakit dan Strategi Pengatasan padaAnak yang Menderita Kanker. Jurnal Psikologi, 2(1), 2008.
Fotiadou, Maria, J.H.Barlow, L.A. Powell, dan H.Langton. Optimism andpsychological well-being among parents of children with cancer: anexploratory study. Psycho-Oncology 17: 401-409, 2008.
Friedman, Marilyn M. Buku Ajar Keperawatan Keluerga: Riset, Teori, danPraktik. Jakarta: EGC, 2013.
Gunarsa, Singgih D. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: GunungMulia, 2008.
Hamid, Achir Yani S. Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta: EGC, 2009.
Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.Jakarta: EGC, 2009.
Handayani, Wiwik & Andi Sulistyo Haribowo. Buku Ajar asuhan keperawatanpada klien dengan gangguan sistem hematologi. Jakarta: Salemba Medika,2008.
Harnilawati. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Jakarta: Pustaka AsSalam, 2013.
Hidayat, A. Aziz Alimul. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: SalembaMedika, 2008.
Hidayat, A. Aziz Alimul. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika, 2009.
Hockenberry, M.J., & Wilson, D. Essential of pediatric nursing (8th ed.). Canada:Mosby Elsevier, 2009.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2013.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2014.
Kostak MA dan Avci G. Hopelessness and depression levels of parents ofchildren with cancer. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 14: 1-6,2013.
Kusuma, Kelana. Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi Konsepsi,Pedoman, dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran 2009.
Kuswarno, Engkus. Metodelogi Penelitian Komunikasi Fenomenologi konsepsi,Pedoman, dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran, 2009.
Kristiani, Lydia, Henny E. Wirawan, Raden Citra Kusumarojo, & Edi SetiawanTehuteru. Gambaran Emosi Ibu dari Anak Penderita Kanker. IndonesianJournal of Cancer, 2: 60-62, 2008.
Lee, Tsorng-Yeh, F. Beryl Pilkington & Grace Ho. Living with Cnacer: TheExperiences of Chinese Canadian Cancer Survivors. International Journal ofPsychological Studies, 6(4), 2014.
L, Jhonson dan Leny R. Keperawatan Keluarga: Plus Contoh Askep Keluarga.Yogyakarta: Nuha Medika, 2010.
Marliyah, Lina, Fransisca I.R. Dewi, dan P. Tommy Y. S. Suyasa. Persepsiterhadap Dukungan Orang tua dan Pembuatan Keputusan Karir Remaja.JURNAL PROVITAE, no. 1, 2004.
McGrath, Pam. Identifying Support Issues of Parents of Children with Leukemia.Cancer Practice, 9(4): 198-205, 2001.
Mitchell, Wendy, Susan Clarke, dan Patricia Sloper. Care and Support Needs ofChildren and Young People with Cancer and Their Parents. Psycho-Oncology, 15: 805-816, 2006.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: ROSDA, 2011.
Mostert, Saskia, Mei N. Sitaresmi, Chad M. Gundy, et al. Parental Experiences ofChildhood Leukemia Treatment in Indonesia. Journal of PediatricHematology/Oncology, 30(10), 2008.
Muscari, Mary E. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC, 2005.
Mushyama, Bara Garnisa. Dukungan Sosial Keluarga pada Anak PenderitaKanker Darah di Yayasan Kasih Anak Kanke Jogja. Jurnal Bimbingan danKonseling, 9, 2015.
Nursalam, Rekawati Susilaningrum, dan Sri Utami. Asuhan Keperawatan Bayidan Anak untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika, 2005.
Potter, Patricia .A dan Anne Griffin Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan Praktik Volume 1 Edisi 4. Jakarta: EGC, 2005.
Rahmania, Qisthi dan Edi Setiawan Tehuteru. Hubungan Antara Coping Style danAnticipatory Grief pada orang tua dari anak dengan diagnosis kanker dirumah sakit kanker “Dharmais”. Indonesian Journal of Cancer, 5(3), 2011.
Rahmat, Pupu Saeful. Penelitian Kualitatif. Equilibrium; 9(5): 1-8, 2009.
Rasmun. Stres, Koping, dan Adaptasi. Jakarta: Sagung Seto, 2004.
Riyadi, Sujono dan Sukarmin. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta:Graha Ilmu, 2009.
Rudolph, Abraham M. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 1. Jakarta: EGC,2007.
Salam, Syamsir dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial. Ciputat: UINJakarta Press, 2006.
Sarafino, Edward P. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. NewYork: John Wiley & Sons, Inc., 2006.
Sa’adadiyah, Naima dan Dewi Sartika. Hubungan antara Dukungan Sosial denganCharacter Strength Orang tua dari Anak Penderita Kanker di Rumah CintaBandung. Prosiding Psikologi. Gelombang 2, 2014.
Shortman, R. I., A. Beringer, A. Penn, et al. The Experience of Mothers Caringfor a Child with a Brain Tumour. Child: care, health, and development,39(5): 743-749, 2012.
Simanjorang, Chandrayani, Asri C. Adisasmita, & Edi S. Tehuteru. GambaranEpidemiologi Kasus Leukemia Anak di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”,2004-2008. Indonesian Journal of Cancer, 4(1), 2010.
Simons, Laura, Lisa M. Ingerski, & David M. Janicke. Social Support, Coping,and Psychological Distress in Mothers and Fathers of Pediatric TransplantCandidates: A Pilot Study. Pediatric Transplantation, 11: 781-787, 2007.
Sjakti, Hikari Ambara, Djajadiman Gatot, dan Endang Widiastuti. HasilPengobatan Leukemia Mieloblastik Akut pada Anak. Sari Pediatri, 14(1),2012.
Smet, Bart. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo, 1994.
Sposito, Amanda Mota Pacciulio, Fernanda Machado Silva-Rodrigues, Luzia LaraPfeifer, et al. Coping Strategies Used by Hospitalized Children With CancerUndergoing Chemotherapy. Journal of Nursing Scholarship, 47(2), 143-151,2015.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2007.
Sunaryo. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC, 2004.
Supardi, Sudibyo dan Andi Leny Susyanty. Penggunaan Obat Tradisional dalamUpaya Pengobatan Sendiri Di Indonesia (Analisis Data Susenas Tahun 2007).Bul. Penelit. Kesehat, 38(2): 80-89, 2010.
Supartini, Yupi. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC,2004.
Suriadi dan Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto,2010.
Streubert, Helen J. dan Dona R. Carpenter. Qualitative Research In Nursing:Advancing The Humanistic Imperative. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins, 2003.
Taleghani, F., N. Fathizadeh, dan N. Naseri. The Lived Experiences of Parents ofChildren Diagnosed With Cancer in Iran. European Journal of Cancer Care,21, 340-348, 2012.
Taylor, Shelley E. Health Psychology. New York: McGraw-Hill, 2012.
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung:Grasindo, 2007.
Videbeck, Sheila. L. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC, 2012.
Williams, Lauren K, Maria C. McCarthy, Deborah J. Eyles, dan Sarah Drew.Parenting A Child with Cancer: Perceptions of Adolescents and Parents ofAdolescents and Younger Children Following Completion of ChildhoodCancer Treatment. Journal of Family Studies, 19, 2013.
Wong, Donna L. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC, 2009.
Yayasan Kanker Indonesia. YKI-Jakarta Race. Jakarta: Yayasan KankerIndonesia, 2012.
LAMPIRAN
Lampiran 1
FORMAT PENJELASAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:Nama : Amanda Febriani PutriNIM : 1111104000046adalah mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam NegeriSyarif Hidayatullah Jakarta, akan melakukan penelitian tentang “Dukungan Orangtua yang Memiliki Anak dengan Leukemia Usia 6-12 tahun”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dukungan orang tua yangmemiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun. Selain itu, penelitian inimerupakan bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan Program Pendidikan S1peneliti di Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Teknik pengumpalan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah denganwawancara mendalam dengan durasi waktu 30-60 menit setiap kali pertemuan.Untuk mencegah adanya data yang hilang peneliti menggunakan alat bantu untukmerekam dan bila dibutuhkan informasi tambahan, dimohon kesediaan partisipanuntuk melakukan wawancara tambahan. Sebelum dilakukan wawancara akandijelaskan maksud dan tujuan penelitian dan penandatanganan persetujuanmenjadi partisipan.
Peneliti menjamin bahwa semua informasi yang berkaitan dengan identitaspartisipan dan data yang diperoleh akan dirahasiakan dan hanya akan diketahuioleh peneliti. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas asli partisipan.
Melalui penjelasan singkat ini, besar harapan peneliti agar Bapak/Ibu bersediamenjadi partisipan dalam penelitian ini. Atas partisipasi dan kerjasama dariBapak/Ibu, peneliti mengucapkan terima kasih.
Jakarta, Juli 2015
Amanda Febriani Putri
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi respondenpenelitian yang dilakukan oleh:Nama : Amanda Febriani PutriNIM : 1111104000046Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang tujuan penelitian ini. Sayamengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua berkasyang mencantumkan identitas responden hanya digunakan untuk terkaitpenelitian.
Saya mengerti bahwa tidak ada resiko yang akan terjadi. Apabila adapertanyaan dan respon emosional yang tidak nyaman atau berakibat negatif padasaya, maka peneliti akan menghentikan pengumpulan data dan penelitimemberikan hak kepada saya untuk mengundurkan diri dari penelitian ini tanparesiko apapun.
Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa suatu paksaan.Saya bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela.
Jakarta, Juli 2015
Partisipan
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI PARTISIPAN
Dukungan Orang tua yang Memiliki Anak dengan Leukemia Usia 6-12 tahun
di RSU Kabupaten Tangerang
A. Petunjuk Umum
1. Tahap perkenalan
2. Menjelaskan maksud dan tujuan
3. Membuat informed consent dan kontrak waktu
B. Petunjuk Wawancara Mendalam
1. Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti.
2. Partisipan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, saran maupun
kritik.
3. Pernyataan partisipan tidak bernilai benar atau salah tetapi bersifat
pendapat apa yang diketahui pertisipan.
4. Semua hasil wawancara dijamin kerahasiannya.
5. Peneliti merekam hasil wawancara dengan tape recorder untuk membantu
pencatatan hasil wawancara dan menggunakan sebuah buku sebagai field
note untuk membantu pencatatan agar tidak ada pernyataan yang
terlewatkan dari partisipan.
C. Identitas Pewawancara
Pewawancara :
Tanggal wawancara :
Waktu wawancara :
Tempat wawancara :
D. Identitas Partisipan
1. Nama Partisipan :
2. Umur Partisipan :
3. Agama :
4. Pendidikan :
5. Pekerjaan :
6. Jumlah anak :
7. Usia anak :
8. No. Telepon/Hp :
9. Riwayat Kesehatan Anak :
E. Pertanyaan Wawancara
1. Apa saja dukungan yang sudah bapak/ibu berikan pada anak?
2. Siapa saja yang memberikan dukungan?
3. Apa saja dukungan yang diberikan keluarga pada anak bapak/ibu yang
mengalami leukemia?
4. Bagaimana perasaan bapak/ibu mendapatkan dukungan?
5. Bagaimana ketersediaan dana untuk perawatan anak bapak/ibu?
6. Apa saja informasi yang bapak/ibu berikan kapada anak bapak/ibu terkait
leukemia?
7. Apa saja yang bapak/ibu berikan untuk membuat anak bapak/ibu semangat
dalam menjalani perawatan?
8. Bagaimana cara bapak/ibu merawat anak dengan leukemia?
Lampiran 4
Lampiran 5
MATRIKS ANALISIS TEMATIK
PERNYATAAN SIGNIFIKAN KATEGORI SUB TEMA TEMA P1 P2 P3 P4Saya kasih obat warung, diolesin
minyak kayu putih, dikasih daun
jarak
Penanganan awal Upaya orang tua dalammengatasi masalahleukemia pada anakusia sekolah
Saya kasih obat panas dan diurut
Saya kasih obat cacing
Saya bawa ke tabib, dukun, ziarah
ke kuburan neneknya
Dibawa ke pengobatan
tradisional
Saya pake herbal ramuan
Saya bawa ke kyai, minta syariat
Saya bawa ke klinik Dibawa ke pelayanan
kesehatan
Saya bawa ke puskesmas
Saya bawa ke bidan
Saya bawa ke rumah sakit
Biaya perawatan rumah sakit dari
jaminan
Biaya perawatan anak di
rumah sakit
Dukungan pembiayaanorang tua dalammengatasi masalahleukemia pada anakusia sekolah
Biaya sehari-hari buat nungguin
anak ada yang ngasih
Biaya harian anak di
rawat
Biaya nunggu di sini dari suami
Kalo lagi gak ada duit, pinjem
sama orang
Masalah biaya, saya serahin sama
Tuhan
Kamu nggak boleh makan
gorengan, banyak makan sayur,
cukup minum
Informasi tentang nutrisi Informasi yangdiberikan orang tuadalam perawatan anakusia sekolah denganleukemia
Kamu sakit panas Informasi tentang
penyakit anak
Dokter bilang leukemia itu kanker
darah, kebanyakan darah putih,
pengobatannya lama
Dokter bilang harus di kemo
Dokter bilang harus minum obat
seumur hidup
Kamu nggak boleh kecapean, harus Informasi istirahat
banyak istirahat
Saya rawat dengan kasih sayang
dan perhatian
Merawat dengan kasih
sayang
Dukungan emosionalorang tua selamamerawat anak usiasekolah denganleukemia
Saya manjain, kalo minta apa-apa
diturutin
Memanjakan anak
Pasrah ajalah diapa-apain juga
yang penting sembuh
Menjalani perawatan
dengan pasrah
Kalo anak saya pegal, saya pijitin Memijat anak
Kasih semangat ke anak saya Memberi semangat
Kamu harus semangat biar sembuh
Kalo disuntik, kamu nggak boleh
nangis
Kamu harus berjuang demi emak
Dokter dan susternya bilang harus
semangat, nggak boleh nyerah
Dukung dengan doa Mendoakan anak
Kamu harus banyak doa
Mereka jenguk ke rumah sakit Menjenguk anak Dukungan sosial bagianak usia sekolah
dengan leukemiaNganter anak saya pake mobil ke
rumah sakit
Mengantar anak
Ada yang kasih baju pas lebaran Memberi baju