Drg Dalam Sistem Jamkesnas
-
Upload
cassacassey -
Category
Documents
-
view
176 -
download
2
description
Transcript of Drg Dalam Sistem Jamkesnas
![Page 1: Drg Dalam Sistem Jamkesnas](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022071921/55cf9a9a550346d033a288cc/html5/thumbnails/1.jpg)
Dokter gigi dalam sistem jaminan kesehatan nasional
drg. IWAN DEWANTO, MM
a. Pemahaman Tentang Dokter Gigi Pelayanan Primer
1. Paradigma Sakit
Masih banyak drg di Indonesia tidak memahami bagaimana pola pembiayaan kesehatan yang
berlaku saat ini. Hal ini dikarenakan pola pembelajaran yang masih kurang diminati mahasiswa atau
kurang diberikan pemahaman tentang pembelajaran manajemen kesehatan, khususnya di bidang
kedokteran gigi. Mayoritas mahasiswa lebih cenderung menyukai pembelajaran di bidang klinis yang
cenderung mengarah kuratif. Mahasiswa cenderung mempunyai persepsi bahwa menjadi seorang
spesialis adalah sesuatu yang membanggakan.
Saat ini, pola pelayanan kesehatan yang terjadi sebenarnya mempunyai konsep ‘paradigma
sakit’. Bayangkan apabila seorang drg membuka praktek mandiri dan ternyata belum ada pasien
yang datang. Dalam benaknya, pastilah mengharapkan adanya kunjungan pasien. Namun
bagaimana jika ternyata selama beberapa hari tempat prakteknya selalu sepi dari kunjungan pasien?
Apakah drg akan mendoakan supaya ada pasien yang berkunjung? Memohon agar diberi rejeki dari
pasien yang akan datang berobat? Bukankah doa ini mempunyai arti memohon agar ada orang yang
sakit? Inilah yang disebut ‘paradigma sakit’, semakin banyak orang yang sakit semakin banyak
pendapatan seorang dokter. Konsep ini memang akan menjadi diskusi yang panjang, dengan segala
pembenaran yang mungkin akan dapat diterima.
Konsep pembiayaan di Indonesia dengan pola fee for service atau out of pocket memang
membuat paradigma sakit ini berjalan mengakar dan telah terjadi lama, sehingga tidak dirasakan
bahwa drg sudah mulai merasakan kenyamanannya. Bahkan berlomba untuk menaikkan jumlah
kunjungan atau menaikkan tarif pelayanan. Jumlah kunjungan yang banyak mengakibatkan drg
menjadi lebih rentan terhadap penularan penyakit (karena daya tahan tubuh yang terforsir),
sedangkan menaikkan tarif berarti banyak masyarakat yang tidak mampu nantinya tidak
mendapatkan hak pelayanan yang lebih bermutu.
2. Paradigma pelayanan paripurna
Akibat pola pembiayaan fee for service yang telah berjalan maka mulai muncul konsep dokter atau
dokter gigi keluarga. Pengertian dokter gigi keluarga belum juga seutuhnya dipahami dengan benar,
sebagian besar mengartikannya dalam konteks bahwa pelayanan yang dilakukan drg keluarga adalah
comprehensive, paripurna, berkesinambungan. Memandang individu dalam satu kesatuan keluarga
yang utuh tidak terpisahkan pada saat melakukan pelayanan kesehatan. Pola pendekatannyapun
berdasarkan pendekatan sosial, ekonomi, hukum dan lain sebagainya. Namun bukankah seorang
dokter gigi biasa (bukan dengan konsep drg keluarga) seharusnya juga melakukan pelayanan seperti
yang disebutkan diatas? Jadi apa bedanya drg keluarga dengan drg biasa?
Konsep pelayanan drg keluarga dengan pola comprehensive, paripurna, berkesinambungan
sebenarnya merupakan upaya pelayanan kesehatan, atau bisa disebut pola pelayanan prima (yang
memang seharusnya dilakukan oleh semua drg di Indonesia). Dalam konsep drg keluarga yang
sebenarnya, upaya pelayanan atau pelayanan prima ini harus dijalankan seiring dengan upaya
pembiayaan (manage care), tidak bisa dijalankan satu persatu saja. Sebagai contoh lain, pola drg
![Page 2: Drg Dalam Sistem Jamkesnas](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022071921/55cf9a9a550346d033a288cc/html5/thumbnails/2.jpg)
keluarga Askes yang sudah berjalan, yang dilaksanakan hanya menggunakan upaya pembiayaannya
saja. Karena rata-rata drg keluarga Askes hanya menunggu pasien datang saja (tidak ada upaya
pelayanan prima), sehingga yang berjalan sistem pembiayaan yang menggunakan kapitasinya saja.
Hal ini berarti hanya melaksanakan konsep manage care (pembiayaan kesehatan) belum tentu
sudah melaksanakan konsep drg keluarga.
Konsep drg keluarga yang seutuhnya adalah menggabungkan upaya pelayanan (pelayanan
prima) dengan sistem pembiayaan yang bersifat prospektif (kapitasi), sehingga terwujud kendali
mutu dan kendali biaya . Sebagai ilustrasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Terdapat populasi jumlah masyarakat di suatu kecamatan sebanyak 1000 orang yang
sanggup iuran biaya 10,000 per bulannya. Maka total uang yang di dapat adalah 10 juta
(1000 x 10,000). Uang tersebut diberikan kepada provider (pemberi pelayanan kesehatan)
atau dalam kasus ini adalah dokter gigi. Apabila ada diantara populasi (1000 orang) yang
sakit dan berkunjung ke drg (provider) maka biaya diambil dari uang 10 juta tadi.
Diharapkan dengan melakukan konsep drg keluarga maka drg tersebut pasti akan
mengaharapkan populasi tersebut sehat, sehingga muncul konsep ‘paradigma sehat’.
Agar populasi tersebut lebih banyak yang sehat maka drg tersebut harus lebih
melaksanakan konsep preventif dan promotif. Namun tidak bisa hanya sekedar
penyuluhan saja, karena pola preventif disini harus dilaksanakan dengan intervensi agar
pola penyakit yang terjadi bisa dicegah, sebagai contoh intervensi yang sering dilakukan
adalah fissure sealant, scaling dan intervensi untuk menghilangkan kebiasaan yang dapat
membuat kerusakan gigi.
Dalam pola pembayaran manage care yang dilakukan langsung ke drg (provider) seperti
ini masih memungkinkan kerugian atau yang disebut moral hazard. Sebagai contoh, drg
melakukan pelayanan dengan tidak baik (sering menyakiti dan membuat takut pasien),
sehingga banyak masyarakat dalam populasi tersebut (1000 orang) tidak mau datang
untuk berobat. Bagi drg uang 10 juta tersebut akan utuh(karena tidak ada kunjungan)
padahal kemungkinan masyarakat masih belum sehat(kesakitan). Untuk mengatasi hal ini,
maka iur biaya yang dilakukan tidak diperbolehkan langsung ke drg (provider), namun
harus melewati suatu badan pelaksana (BAPEL) sehingga badan inilah yang nantinya akan
mengontrak provider (drg) berdasarkan mutu pelayanan yang diberikan kepada
pesertanya. Apabila pelayanannya tidak baik maka drg tersebut tidak akan dikontrak lagi
oleh Bapel tersebut, sehingga tidak mendapatkan uang iur biaya tadi. Diharapkan dengan
proses ini akan membuat pelayanan kesehatan gigi terjadi kendali mutu dan kendali biaya.
3. Paradigma Dokter umum mendapatkan kapitasi lebih banyak
Berjalannya drg keluarga Askes di beberapa tempat membuat drg mulai mengerti pentingnya
proses perhitungan pembiayaan kesehatan. Perbedaan cara menghitung atau kemungkinan belum
paham cara menghitung kapitasi mengakibatkan persepsi yang yang tidak tepat. Sebagai contoh,
masih banyak drg yang merasa tidak adil dengan perhitungan kapitasi yang terjadi dalam pola drg
keluarga Askes. Dokter gigi beranggapan bahwa dokter umum yang tidak menggunakan alat dan
bahan yang mahal (dental unit dll) namun mendapatkan jatah yang lebih banyak. Dalam pola drg
keluarga Askes dokter gigi rata-rata mendapatkan Rp. 800 per org/bulan, sedangkan dokter umum
mendapatkan Rp. 5000 per org/bulan. Perhitungan inilah yang membuat persepsi diatas menjadi
kenyataan, dan perlu pengkajian perhitungan yang lebih detail dan hati-hati.
![Page 3: Drg Dalam Sistem Jamkesnas](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022071921/55cf9a9a550346d033a288cc/html5/thumbnails/3.jpg)
Proses perhitungan kapitasi yang dilakukan dalam pola manage care sangat ditentukan oleh
utilisasi. Utilisasi adalah prosentase tingkat pemanfaatan suatu layanan kesehatan berdasarkan
terapi yang diberikan. Dokter umum dalam pola yang dilakukan Askes di posisikan sebagai
gatekeeper atau dokter kontak pertama (pelayanan primer). Disisi lain pola untuk masyarakat di
Indonesia masih datang berkunjung apabila terdapat keluhan (teringat dokter atau drg bila sakit).
Masyarakat Indonesia masih rendah akan kesadaran kesehatan giginya, mereka lebih cenderung ke
arah illness atau akan berkunjung ke drg bila merasakan sakit giginya. Kunjungan masyarakat ke
dokter umum secara prosentase lebih banyak, daripada kunjungan ke dokter gigi (utilisasi drg dari
data Askes sangat kecil yaitu kurang dari 1%). Masyarakat belum akan mendatangi drg apabila belum
merasakan sakit, padahal kemungkinan kondisi giginya sudah mengalami kerusakan (karies dini)
namun belum menimbulkan rasa sakit. Prosentase kunjungan ke dokter umum (sekitar 10%) ini yang
menjadikan perhitungan kapitasi dokter umum menjadi lebih besar dari pada dokter gigi. Hal ini
semakin diperparah lagi, bahwa pola yang dilakukan Askes mendudukan dokter gigi bukan pada
pelayanan primer(gate keeper), namun merupakan tempat rujukan dari beberapa ( sekitar 3) dokter
keluarga Askes. Dari fakta besaran utilisasi inilah maka kapitasi dokter keluarga menjadi lebih besar
daripada drg keluarga walaupun peralatan yang digunakan drg lebih banyak dan mahal.
B. Pokok-Pokok Bahasan dalam Sistem Jaminan Kesehatan
1. Strata Pelayanan Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional
Di Indonesia strata pelayanan kesehatan masih belum berjalan dengan optimal, walaupun
sistem rujukan sudah berjalan, namun struktur pelayanan belum berjalan dengan baik. Masyarakat
saat ini dapat langsung memlilih berkunjung ke dokter spesialistik, sehingga kemungkinan biaya
pelayanan kesehatan juga cenderung akan tinggi. Program KJS yang dilaksanakan di DKI Jakarta,
mempunyai dampak kunjungan ke RS meningkat, sehingga ada korban pasien yang tidak
medapatkan pelayanan ICU karena ruangan ICU di Jakarta semuanya terisi. Pentingnya struktur
pelayanan kesehatan ini harus dipahami apabila melaksanakan sistem jaminan kesehatan di
Indonesia. Pola strata pelayanan kesehatan yang teratur akan memberikan dampak efisisensi dalam
pembiayaan kesehatan dan fasilitas/tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanannya dengan
optimal serta bermutu. Tenaga kesehatan perlu memahami dengan baik perbedaan antara upaya
pelayanan perorangan (UKP) dan upaya pelayanan masyarakat (UKM).
Perlu kesamaan pemahaman bahwa pelayanan primer (primary care) adalah pelayanan
kesehatan yang berada digaris depan, berhadapan langsung dengan masyarakat, bertanggungjawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar serta dalam menyelenggarakan upaya kesehatannya
menggunakan teknologi kesehatan sederhana. Pelayanan kesehatan primer (primary health care)
identik dengan pelayanan kesehatan dasar (basic health care). Pemahaman ini perlu dimengerti
sehingga dalam membuat Jenis pelayanan apa yang dimasukkan dalam masing-masing strata akan
menjadi jelas. Di bidang kedokteran gigi, strata pelayanan lebih banyak pada pelayanan primer
(tingkat pertama) dan pelayanan sekunder. Pada pelayanan tersier walaupun ada kasusnya namun
masih sangat jarang (rata-rata kasus Bedah Mulut). Batas-batas antara strata satu/pertama dengan
strata kedua harus jelas.
![Page 4: Drg Dalam Sistem Jamkesnas](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022071921/55cf9a9a550346d033a288cc/html5/thumbnails/4.jpg)
Karakteristik
Pelayanan Kesehatan
Pelayanan
primer
Pelayanan
sekunder
Pelayanan
tertier
Tenaga Kesehatan Umum Spesialis Sub spesialis
Fasilitas Sederhana Komplek Canggih
Masalah yang
ditanggulangi
Sederhana Komplek Lebih komplek
Jenis pelayanan Rawat jalan Rawat jalan
dan inap
Rawat jalan dan
inap
Strata pelayanan kesehatan ini, diperlukan untuk membuat klasifikasi kelompok jenis pelayanan di
masing-masing strata. Jenis pelayanan tersebut akan digunakan dalam perhitungan-perhitungan
pembiayaan kesehatan yang akan dilakukan. Sistem Jaminan Kesehatan yang akan dilakukan di
Indonesia menggunakan 2 cara yaitu:
Strata pertama/pelayanan primer/Dasar : menggunakan sistem Kapitasi
Strata Kedua dan Ketiga/ Lanjutan : Menggunakan sistem DRG (INA CBG`s)
Kedua sistem diatas, sangat memerlukan pengelompokan jenis pelayanan tersebut agar
pelaksanaannya dapat terstruktur sesuai kemampuan dan kelompoknya. Diharapkan tidak ada
pelanggaran kewenangan dalam pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan nantinya.
Melihat skema sistem pelayanan tersebut diatas, maka dokter gigi perlu mengerti dan
memahami bahwa posisi dokter gigi (bukan spesialis) harus jelas keberadaannya. Apabila dokter gigi
memilih berada pada pelayanan sekunder saja maka sebenarnya dokter gigi sudah dipersepsikan
sebagai spesialis (spesialis bidang gigi) oleh tenaga kesehatan lainnya. Sistem pembiayaan akan
menggunakan pola INA CBG`s dan menunggu rujukan dari dokter umum yang akan berperan sebagai
gate keeper. Di strata kedua / lanjutan ini dokter gigi lebih berperan sebagai kuratif dan rehabilitatif
saja, untuk upaya preventif hanya dilakukan untuk pencegahan tipe kedua yaitu mencegah untuk
tidak menjadi lebih parah. Untuk upaya preventif dan promotif tipe pertama akan dilaksanakan oleh
dokter umum sebagai gatekeeper, padahal dokter umum belum tentu paham bagaimana
melaksanakan upaya preventive promotif di bidang gigi. Dengan kondisi apabila dokter gigi masuk
dalam strata kedua/lanjutan maka harga pelayanan dokter gigi akan cenderung tinggi dan terus
meningkat, dan dengan keadaan ini kemungkinan masyarakat akan menjadi semakin kritis. Hal ini
disebabkan masyarakat akan mengeluarkan uang yang cukup tinggi untuk mendapatkan pelayanan
dokter gigi, akan mulai berhitung “apa yang telah dikeluarkan dan apa yang seharusnya mereka
terima”. Kondisi ini kemungkinan akan meningkatkan jumlah gugatan atau bahkan tuntutan
terhadap pelayanan di bidang kedokteran gigi.
2. Jenis pelayanan Kesehatan Primer
Dalam sistem jaminan kesehatan jenis pelayanan harus jelas pembagian kotak
pelayanannya, untuk pelaksanaan pada pelayanan primer harus ada gate keeper yang akan berfungsi
![Page 5: Drg Dalam Sistem Jamkesnas](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022071921/55cf9a9a550346d033a288cc/html5/thumbnails/5.jpg)
sebagai penapis rujukan serta kendali mutu dan kendali biaya dalam pelaksanaan jaminan
kesehatan. Gatekeeper adalah penyelenggara pelayanan kesehatan dasar sebagai kontak pertama
pada pelayanan kesehatan formal dan penapis rujukan sesuai dengan standar pelayanan medik.
Berdasarkan proses ini maka pengelompokan diagnosa penyakit yang akan dimasukkan dalam
kelompok jenis pelayanan primer harus tepat sesuai dengan karakteristik dan kompetensi tenaga
kesehatan. Berdasarkan hal tersebut maka syarat diagnosa penyakit agar dapat masuk dalam
pelayanan primer maka harus mencakup seperti salah satu di bawah ini:
– Penyakit yang paling sering terjadi atau banyak terjadi
– Penyakit yang memiliki resiko tinggi
– Penyakit yang memerlukan biaya tinggi
– Penyakit yang terdapat variasi dalam pengelolaannya
Dari syarat tersebut maka dapat dikelompokkan penyakit tertentu yang dapat dimasukkan dalam
kategori pelayanan primer di bidang kedokteran gigi. Pengelompokkan tersebut berdasarkan dalam
sistem kelompok menggunakan ICD 10.
Seperti sudah diketahui secara umum oleh dokter gigi, berdasarkan hasil Riskesdas (2007),
prevalensi nasional masalah gigi-mulut adalah 23,5%, dimana prevalensi pengalaman karies sebesar
72,1%. Prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%, Indeks DMF-T secara nasional sebesar 4,85. Ini
berarti rata-rata kerusakan gigi pada penduduk Indonesia 5 buah gigi per orang. Dari keterangan ini
maka dapat ditarik kesimpulan mengapa pelayanan Kedokteran gigi termasuk kasus yang banyak
terjadi di masyarakat, memerlukan biaya relatif tinggi, dan terdapat variasi dalam pengelolaannya,
sehingga perlu diperhitungkan untuk masuk dalam pelayanan primer atau gate keeper. Beberapa
persepsi berdasarkan kondisi yang ada saat ini, mengapa dokter gigi perlu di masukkan dalam
pelayanan primer/gate keeper dapat kita telaah dengan beberapa pemikiran di bawah ini:
1. Masyarakat saat ini masih rendah kesadarannya, dan cenderung mengingat drg hanya
apabila ada keluhan (ingat atau datang ke drg kalau ada sakit), sehingga rata-rata
masyarakat datang ke drg keadaannya sudah memerlukan perawatan yang komplek atau
tidak sederhana. Biaya yang muncul menjadi lebih tinggi. Dengan kondisi masyarakat yang
seperti ini diperlukan pencegahan dan promosi yang bersifat intervensi yang hanya dapat
dilakukan apabila drg ada di layanan primer. Dengan didudukan di layanan primer maka
diharapkan biaya yang muncul juga akan dapat ditekan, konsep kendali mutu dan kendali
biaya dapat terlaksana.
2. Banyak kasus gigi yang tidak dapat diredakan hanya dengan pengobatan biasa seperti yang
dilakukan oleh dokter umum (ex. pulpitis akut, GP dll), apabila masyarakat untuk mendapat
perawatan drg harus dengan sistem rujukan, maka bisa dibayangkan berapa lamanya pasien
harus menanggung rasa sakit tersebut, sehingga produktivitas dan kualitas hidup mereka
juga mungkin akan ikut terganggu. Belum lagi betapa borosnya SDM yang harus dikeluarkan
hanya untuk permasalahan gigi (tenaga;waktu dll)
3. Kondisi gigi dan mulut berhubungan langsung dengan kesehatan masyarakat secara umum,
yaitu lewat jalur asupan nutrisi yang terganggu dan fokal infeksi dalam sistem tubuh.
Sehingga mencegah gangguan gigi dan mulut lebih dini tentunya juga berefek mencegah
gangguan kesehatan secara umum. Kesehatan gigi dan mulut sebenarnya juga merupakan
'cermin kesehatan' dimana banyak sekali penyakit yang dapat di deteksi lewat gigi dan
mulut. Kondisi gilut masyarakat juga merupakan jendela kesehatan, dimana kejadian pada
saat yang lalu (gangguan sistemik pada saat tumbuh kembang) akan dapat terlihat dari gigi
dan mulut juga.
![Page 6: Drg Dalam Sistem Jamkesnas](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022071921/55cf9a9a550346d033a288cc/html5/thumbnails/6.jpg)
3. Cara Perhitungan Kapitasi
Komponen dalam penghitungan kapitasi adalah:
a) Jenis pelayanan kesehatan yang akan di ‘cover’ di dalam sistem jaminan kesehatan b) Unit cost (yang dimaksud disini adalah besaran tarif pelayanan kesehatan oleh
dokter/dokter gigi secara nasional) c) Utilisasi (prosentase tingkat pemanfaatan tiap pelayanan kesehatan oleh
peserta/masyarakat yang ikut dalam sistem jaminan kesehatan)
a. Jenis Pelayanan
PB PDGI akhirnya telah menetapkan beberapa macam tindakan yang dapat diberikan pada
pelaksanaan sistem jaminan kesehatan di Indonesia. Pemilihan tindakan yang akan meng’cover
peserta BPJS tersebut telah memperhitungkan beberapa aspek agar penerapannya optimal,
berdampak menaikkan derajat kesehatan masyarakat dan memberikan dampak positif pada profesi
kedokteran gigi secara internal atau eksternal profesi. Adapun paket pelayanan kesehatan gigi
perseorangan (UKP) tingkat pertama/pelayanan primer yang diusulkan adalah:
- Konsultasi
- Premedikasi
- Kegawat daruratan dental ( termasuk Endodontik emergensi)
- Pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi)
- Pencabutan gigi permanen tanpa penyulit
- Tumpatan komposit/GIC
- Skeling ( 1 tahun 1 kali)
Dari penetapan tindakan diatas maka diperlukan penjabaran penyakit yang dapat dilakukan di
pelayanan primer, tentu sesuai dengan klasifikasi ICD 10. Penjabaran penyakit tersebut harus sesuai
dengan salah satu syarat-syarat diatas sebagai jawaban atau alasan mengapa penyakit tersebut
dimasukkan dalam kategori pelayanan primer. Sebagai contoh penyakit pulpitis dapat dimasukkan
dalam pelayanan primer karena kasus pulpitis sering terjadi/banyak terjadi di masyarakat. Kemudian
terapi tindakan untuk pulpitis yang masuk dalam ‘coverage’ bidang KG adalah tindakan emergency
endodontik.
b. Unit Cost
Unit cost yang dimaksud disini adalah perhitungan tarif dokter gigi, yang dihitung secara lengkap
penggunaan semua material yang digunakan dalam pemberian pelayanan kedokteran gigi. Biaya
bahan medis habis pakai, SDM, listrik, telpon dan jasa medis dikelompokkan dalam biaya variabel
(variabel cost). Biaya sewa gedung, kursi gigi dan yang berhubungan dengan investasi dihitung
secara tetap (Fixed cost). Sehingga dapat dihitung harga tarif pelayanan dokter gigi adalah:
Tarif pelayanan drg = Fixed cost + Variabel Cost + Jasa medik
Berikut sebagai contoh perhitungan unit cost untuk menentukan tarif suatu pelayanan KG:
PERAWATAN Unit Cost Fix+Variabel
Jasa Medik
Total Tarif
Pencabutan 1 Gigi + Injeksi (Gigi Sulung dan Permanen) 32.454 92.546 125.000
Pencabutan 1 Gigi + Topikal Anastesi (Gigi Sulung dan Permanen)
18.772 56.228 75.000
![Page 7: Drg Dalam Sistem Jamkesnas](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022071921/55cf9a9a550346d033a288cc/html5/thumbnails/7.jpg)
c. Utilisasi
Utilisasi adalah prosentase penggunaan layanan kesehatan ( prosentase peserta yang berkunjung ke pemberi layanan kesehatan ) Misalkan :
Jumlah peserta yang ikut program ini adalah 10.000 orang peserta maka
Perawatan gigi nilai utilisasinya 0,8 mempunyai arti bahwa dari 10,000 peserta yang ada kemungkinan rata-rata yang akan berkunjung ke BP gigi adalah 0,8/100 X 10,000 = 80 orang/bulan
Utilisasi dihitung dlm % (prosentase) tiap bulan, misalnya : Jml peserta : 10.000, jumlah kunjungan ke poli gigi dengan pelayanan tanpa
tindakan tiap bulan : 400, utilisasi : 400/10.000 x 100% = 4% Jml peserta : 10.000, Jumlah kasus tambal gigi dengan resin komposit per bulan : 10,
Utilisasi : Jml kasus/peserta x 100% : 10/10.000 x 100% = 0,1%
Jml peserta : 10.000, jumlah kasus cabut gigi per bulan : 100 , Utilisasi : Jml kasus/Jml peserta x 100%
: 100/10.000 x 100% = 1%
Saat ini kelemahan dokter gigi yang melaksanakan praktek adalah banyak yang tidak melakukan administrasi dan manajerial dengan rapi, sehingga data utilisasi yang diperlukan untuk menghitung nilai kapitasi pada program jaminan kesehatan di Indonesia menjadi sulit. Program drg keluarga Askes yang sudah dijalankan saja yang mempunyai data tentang utilisasi review ini. Dalam perhitungan drg keluarga Askes utilisasi review di bidang kedokteran gigi termasuk rendah (dibawah 1 %), sehingga mengakibatkan nilai kapitasi yang diterima oleh drg dalam program tersebut juga rendah. Kesadaran masyarakat akan kesehatan gigi yang hanya berkunjung apabila terdapat keluhan saja ini yang mengakibatkan rendahnya kunjungan. Selain itu dalam drg keluarga Askes, pelayanan drg di dudukan pada strata kedua, dimana drg menerima rujukan dari dokter keluarga Askes. Akibatnya, kunjungan rujukan ke drg biasanya adalah kasus-kasus yang sudah khronik (pulpitis, abses dll) yang dalam program drg keluarga Askes pelayanan untuk penyakit tersebut tidak ditanggung.
Kelemahan saat ini, kita tidak mempunyai data yang akurat untuk menghitung secara tepat
tingkat penggunaan pelayanan drg di Indonesia, sehingga pada penyusunan kapitasi data yang
digunakan sebagai patokan adalah utilisasi dari program drg keluarga Askes dan beberapa jaminan
kesehatan yang sudah berjalan. Mengingat dari data utilisasi yang ada tersebut pelayanan drg belum
begitu besar. PDGI perlu memberikan himbauan ke drg agar secara administrasi selalu mencatat
jumlah kunjungan dan jenis pelayanan yang telah diberikan. Data tersebut dapat dipergunakan
untuk menghitung utilisasi review yang sangat berguna dalam perhitungan penentuan kapitasi.
d. Perhitungan Kapitasi
Setelah 3 komponen diatas terhitung, maka kita dapat menghitung kapitasi. Dimana Kapitasi adalah Pembayaran prospektif yang diberikan pihak ketiga kepada provider (puskesmas/dr/drg praktek/rumah sakit) sesuai dengan perhitungan nilai unit cost yang dikalikan dengan jumlah peserta). Rumus kapitasi dihitung tiap jenis pelayanan adalah: Kapitasi = Utilisasi tiap jenis pelayanan x tarif (unit cost) tiap jenis pelayanan Jumlah kapitasi yang diterima provider (drg) =
jumlah kapitasi tiap jenis pelayanan x jumlah peserta yang ditanggung untuk pelayanannya
![Page 8: Drg Dalam Sistem Jamkesnas](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022071921/55cf9a9a550346d033a288cc/html5/thumbnails/8.jpg)
Misalkan:
Jumlah perhitungan kapitasi adalah Rp.1000, jumlah peserta yang ikut program ini adalah 10.000
orang peserta maka provider/drg (pemberi layanan tingkat pertama) akan memperoleh uang
sebesar :
= Rp 1000 X 10,000 : Rp.10,000,000 / bulan diberikan ke provider / drg
Besaran uang ini ipergunakan untuk memberikan pelayanan kepada 10,000 peserta yang akan
menggunakan layanan drg.
Contoh lengkap Perhitungan pembiayaan kesehatan dengan sistem Kapitasi
Apabila telah ditentukan dari contoh perhitungan kapitasi drg pelayanan primer diatas adalah
Rp.2.737, maka dapat diperhitungkan jumlah yang akan diterima drg:
– Apabila peserta yang ditanggung 10.000 maka diterima Rp.27.370.000 / bulan
– Dengan perhitungan besaran utilisasi 2,7 maka perhitungan kemungkinan peserta
yang akan berkunjung ke praktek drg pelayanan primer adalah 2,7 x 10,000=270
kunjungan
– Perkiraan biaya yang dikeluarkan tiap perawatan yang diberikan (tarif drg) adalah
27,37 jt dibagi 270 kunjungan = 101 ribu/kunjungan
– Bila rata-rata perbandingan jasa medik dengan bahan medis habis pakai adalah
70:30 maka perkiraan biaya 101 ribu perkunjungan tersebut, drg akan mendapatkan
jasa medik sebesar 70%, yaitu sekitar 70 ribu / perawatan(101 rb x 70%). Jadi total
jasa medik yang diterima drg tiap bulan nya adalah 18,9 juta (70 rb x 270
kunjungan).
NO PERAWATAN Utilisasi Total Tarif
Kapitasi
utilisasixtarif
1 Pencabutan 1 Gigi + Injeksi (Gigi Sulung dan Permanen)
0,8 125.000 1000
2 Pencabutan 1 Gigi + Topikal Anastesi (Gigi Sulung dan Permanen)
0,2 75.000 150
3 Tumpatan Komposite Direct (Gigi Sulung dan Permanen)
0,24 160.000 384
4 Tumpatan GIC + Sinar Direct (Gigi Sulung dan Gigi Permanen)
0,06 130.000 78
5 Tumpatan GIC Direct ( Gigi Sulung dan Gigi Permanen)
0,3 120.000 360
6 Kegawat-daruratan Dental 0,8 65.000 520
7 Scaling (iur biaya RP 75.000,- per rahang) 0,3 110.000 105
8 Obat pasca ekstraksi 0,56 25.000 140
Utilisasi Total 2,7
2737
![Page 9: Drg Dalam Sistem Jamkesnas](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022071921/55cf9a9a550346d033a288cc/html5/thumbnails/9.jpg)
b. Perubahan yang diharapkan dokter gigi Indonesia dalam pelaksanaan Sistem Jaminan
Kesehatan Nasional
1. Analisa Situasional Daerah tempat Praktek
Seorang drg dengan sistem jaminan kesehatan menggunakan pelayanan primer, harus
mengerti kondisi daerahnya. Perlu memahami psikografik sosial yang berjalan di daerahnya,
yaitu mengetahui kebiasaan-kebiasaan yang ada yang berhubungan dengan penyakit gigi
dan mulut. Mengetahui kondisi iklim/musim, air, makanan/diet yang dapat mempengaruhi
kesehatan gigi dan mulut. Pada hakekatnya seorang dokter gigi layanan primer harus
mengerti konsep culture dan subculture yang berlaku dalam masyarakat, sehingga dapat
melakukan upaya preventif intervensi yang tepat. Apabila preventive dan promotif dapat
dilakukan dengan tepat maka akan membuat masyarakat atau populasi yang ditanggung
menjadi sehat, uang kapitasi yang diberikan akan semakin banyak diterima oleh drg sebagai
provider. Disini diharapkan muncul ‘paradigma sehat’, yaitu semakin banyak yang sehat
semakin drg mendapatkan keuntungan keuangan yang besar.
2. Adminsitrasi dan Manajemen Keuangan
Apabila sistem jaminan kesehatan sudah berjalan pada tahun 2014, maka dokter gigi yang
akan menjadi drg pelayananan primer/gatekeeper perlu mempersiapkan administrasi dan
manajemen keuangan yang lebih baik. Administrasi disini termasuk dalam membuat alur
pasien dalam memberikan pelayanan, mencatat : jumlah kunjungan, jenis penyakit, jenis
tindakan, mencatat penggunaan uang dengan pola arus kas yang baik. Perlu menjadi garis
bawah di dalam administrasi adalah data utilisasi (utilisasi review) yang menjadi kunci dari
nilai kapitasi sehingga drg dapat melakukan revisi untuk peningkatan jumlah kapitasi setiap 2
tahun sekali (Perpres 12 tahun 2013). Perubahan nilai utilisasi yang akan dilakukan harus
berbasis bukti data pelayanan primer yang terjadi, sehingga pencatatan administrasi yang
rapi akan memberikan hasil data bukti yang dapat dipergunakan untuk perhitungan kapitasi
yang lebih tepat.
Manajemen keuangan dengan sistem kapitasi akan berbeda dengan praktek pribadi saat ini
yang masih menggunakan sistem fee for service/out of pocket. Sistem kapitasi yang
memberikan uang dimuka (prospective payment system) memerlukan pola budgeting yang
detail, yaitu membuat rencana anggaran yang disesuaikan dengan konsep pelayanan primer.
Konsep budgeting memerlukan konsep kerangka kerja yang disesuaikan dengan kondisi
daerah masing-masing (analisa situasional). Sebagai contoh daerah tertentu yang banyak
penyakit periodontal, dan keadaan gigi masyarakatnya tidak ada karies, maka perlu
pendekatan khusus untuk melakukan preventif intervensi yang dimasukkan dalam sistem
budgeting ini.
3. Mutu pelayanan
Konsep pelayanan jaminan kesehatan yang akan dijalankan menggunakan sistem kendali
mutu dan kendali biaya. Diperlukan proses kredentialing dari Bapel untuk selalu
mengevaluasi kinerja provider/drg agar pelaksanaan pelayanan kepada peserta terjamin
mutunya. Apabila drg pelayanan primer tidak mempersiapkan tempat prakteknya sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan maka drg tersebut tidak akan bisa dikontrak. Begitu juga
![Page 10: Drg Dalam Sistem Jamkesnas](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022071921/55cf9a9a550346d033a288cc/html5/thumbnails/10.jpg)
dengan proses pelayanannya, apabila drg dalam memberikan pelayanan terlalu banyak
merujuk ke pelayanan lanjutan (tdk ada indikasi medik) atau jam pelayanan praktek tidak
sesuai dengan kuota dalam kontrak perjanjian kerjasama (tempat praktek buka tidak sesuai
jadwal atau sering tutup) maka dokter gigi tersebut dapat diputus kontrak dan tidak akan
dikontrak lagi untuk kemudian hari. Begitu juga tentang Patient safety, rekam medis dan
sterilisasi yang ada perlu ditingkatkan, karena masih banyak drg yang belum melaksanakan
sesuai standar yang ada.
Perlu diingat roadmap bahwa tahun 2014 pelaksanaan jaminan kesehatan dimulai berlaku untuk PBI
(penerima besaran iuran-orang tidak mampu yang preminya harus dibayarkan oleh pemerintah) dan
PNS, sehingga total yang di cover adalah 121,6 juta jiwa. Kemudian pada tahun- sesudahnya akan
diikuti oleh pegawai BUMN, pegawai perusahaan swasta dan pada akhirnya diharapkan pada tahun
2019 semua penduduk Indonesia akan ter’cover’ sistem jaminan kesehatan secara nasional.
Perubahan sistem kesehatan di Indonesia ini, pada saat awal (2014) belum akan merubah tatanan
sosial pada masyarakat (masyarakat belum memperhatikan keuntungan dengan sistem baru ini).
Namun prediksi perubahan tatanan sosial mulai akan terjadi sekitar tahun 2016, dikarenakan hampir
3/4 penduduk indonesia sudah menggunakan sistem jaminan kesehatan ini. Bagi drg yang nantinya
tidak dapat menyesuaikan kondisi tempat prakteknya sesuai kriteria yang ditetapkan, yang
mengakibatkan tidak dikontrak oleh BPJS, maka perlu dipahami bahwa masyarakat Indonesia akan
semakin sedikit yang akan berobat dengan menggunakan sistem fee for service/out of pocket.
Tatanan sosial mulai akan berubah bahkan di bidang kesehatan sekalipun. Masyarakat mulai akan
berpikir untuk menggunakan layanan primer yang disediakan gratis oleh pemerintah, dan kondisi
mutu pelayanannya juga akan dijamin. Bagi pemberi pelayanan agar dapat dikontrak sebagai
provider atau pemberi layanan kesehatan tingkat pertama ini, maka perlu berubah dan disesuaikan
dengan kriteria mutu yang nanti akan ditetapkan.
SEMOGA BERMANFAAT ID joe