Draft Final Report of Master Plan City Of Bokondini, Tolikara, Papua

256

description

Laporan Draf Akhir ini merupakan laporan ketiga setelah disampaikannya Laporan Antara dan berisi mengenai data, fakta, analisis, usulan konsep pengembangan, tujuan, kebijakan, strategi, rencana struktur ruang dan pola ruang, indikasi program pembangunan dan pedoman pemanfaatan ruang kawasan perkotaan Bokondini. Berdasarkan usulan konsep pengembangan kawasan perkotaan Bokondini tujuan, kebijakan dan strategi pengembangan diarahkan kepada potensi kawasan yang ada, yakni berbasis kepada pertanian pangan dan komplementaris dari pengembangan potensi wisata sejarah, rohani dan budaya dari masyarakat yang ada di Bokondini.Dengan usulan tersebut maka dibuatkan struktur dan pola ruang kawasan yang mendorong pertumbuhan kawasan perkotaan Bokondini sesuai dengan strategi pengembangan dan pengendalian kawasannya.Pada laporan ini, progress yang dicapai adalah disusunnya Tujuan, Kebijakan, Strategi, Rencana Struktur dan Pola Ruang serta Indikasi Program Pengembangan dan Pengendalian Kawasan. Laporan ini terdiri atas 9 bagian, dimana bagian pertama menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan, maksud, sasaran dan ruang lingkup pekerjaan yang dilaksanakan. Bagian kedua menjelaskan mengenai peninjauan terhadap peraturan dan kebijakan yang terkait dengan penataan ruang. Bagian ketiga menjelaskan mengenai gambaran umum wilayah kabupaten dan kawasan perkotaan Bokondini. Bagian keempat menjelaskan mengenai hasil analisis terhadap keseluruhan sektor yang ada. Bagian kelima berisi mengenai matrik atau tabel potensi, permasalahan dan rekomendasi dari tiap sektor yang ada. Bagian keenam adalah usulan konsep pengembangan kawasan perkotaan Bokondini. Bagian Ketujuh adalah Tujuan, Kebijakan, Strategi, Rencana Struktur dan Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini. Bagian kedelapan adalah Indikasi Program Pengembangan Kawasan. Bagian Kesembilan adalah Pedoman Pemanfaatan Ruang Kawasan. Pada laporan ini belum disampaikan arahan KDB, KLB dan Matrik IBTX, yang direncanakan akan disampaikan pada Laporan Akhir.Laporan ini merupakan laporan yang akan terus disempurnakan sesuai dengan alur penyampaian laporan hingga Laporan Akhir. Untuk itu masukan dan saran sangat dibutuhkan. Semoga bermanfaat.

Transcript of Draft Final Report of Master Plan City Of Bokondini, Tolikara, Papua

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Hal 1

LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena kasih dan karuni-Nya laporan Draf Akhir Pekerjaan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini dapat selesai.

Laporan Draf Akhir ini merupakan laporan ketiga setelah disampaikannya Laporan Antara dan berisi mengenai

data, fakta, analisis, usulan konsep pengembangan, tujuan, kebijakan, strategi, rencana struktur ruang dan

pola ruang, indikasi program pembangunan dan pedoman pemanfaatan ruang kawasan perkotaan Bokondini.

Berdasarkan usulan konsep pengembangan kawasan perkotaan Bokondini tujuan, kebijakan dan strategi

pengembangan diarahkan kepada potensi kawasan yang ada, yakni berbasis kepada pertanian pangan dan

komplementaris dari pengembangan potensi wisata sejarah, rohani dan budaya dari masyarakat yang ada di

Bokondini.

Dengan usulan tersebut maka dibuatkan struktur dan pola ruang kawasan yang mendorong pertumbuhan

kawasan perkotaan Bokondini sesuai dengan strategi pengembangan dan pengendalian kawasannya.

Pada laporan ini, progress yang dicapai adalah disusunnya Tujuan, Kebijakan, Strategi, Rencana Struktur dan

Pola Ruang serta Indikasi Program Pengembangan dan Pengendalian Kawasan. Laporan ini terdiri atas 9

bagian, dimana bagian pertama menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan, maksud, sasaran dan ruang

lingkup pekerjaan yang dilaksanakan. Bagian kedua menjelaskan mengenai peninjauan terhadap peraturan dan

kebijakan yang terkait dengan penataan ruang. Bagian ketiga menjelaskan mengenai gambaran umum wilayah

kabupaten dan kawasan perkotaan Bokondini. Bagian keempat menjelaskan mengenai hasil analisis terhadap

keseluruhan sektor yang ada. Bagian kelima berisi mengenai matrik atau tabel potensi, permasalahan dan

rekomendasi dari tiap sektor yang ada. Bagian keenam adalah usulan konsep pengembangan kawasan

perkotaan Bokondini. Bagian Ketujuh adalah Tujuan, Kebijakan, Strategi, Rencana Struktur dan Pola Ruang

Kawasan Perkotaan Bokondini. Bagian kedelapan adalah Indikasi Program Pengembangan Kawasan. Bagian

Kesembilan adalah Pedoman Pemanfaatan Ruang Kawasan.

Pada laporan ini belum disampaikan arahan KDB, KLB dan Matrik IBTX, yang direncanakan akan disampaikan

pada Laporan Akhir.

Laporan ini merupakan laporan yang akan terus disempurnakan sesuai dengan alur penyampaian laporan

hingga Laporan Akhir. Untuk itu masukan dan saran sangat dibutuhkan. Semoga bermanfaat.

Jakarta, 2013

Konsultan Pelaksana

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Hal 2

LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................................................................. 1

Daftar Isi ....................................................................................................................................................................... 2

Daftar Tabel .................................................................................................................................................................. 6

Daftar Peta ................................................................................................................................................................... 9

Daftar Gambar ............................................................................................................................................................ 10

Bab 1 Pendahuluan ........................................................................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1

1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran............................................................................................................................. 1

1.2.1 Maksud dan Tujuan ............................................................................................................................................ 1

1.2.2 Sasaran ............................................................................................................................................................... 1

1.3 Ruang Lingkup Wilayah Dan Substansi Pekerjaan ........................................................................................... 2

1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan .............................................................................................................. 2

1.3.2 Ruang Lingkup Substansi .................................................................................................................................. 2

1.4 Keluaran ............................................................................................................................................................. 3

1.5 Nama Dan Organisasi Pengguna Jasa.............................................................................................................. 4

1.6 Sistematika Pembahasan ................................................................................................................................. 4

Bab 2 Review Peraturan dan Kebijakan ....................................................................................................................... 1

2.1 Peraturan Perundangan Terkait Penataan Ruang ........................................................................................... 1

2.1.1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang ....................................................................... 1

2.1.2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah .............................................................. 2

2.1.3. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan .......................................................... 2

2.1.4. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan ......................................................................................... 3

2.1.5. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan .............................................. 5

2.1.6. Undang-Undang No. 01 Tahun 2009 Tentang Penerbangan............................................................................ 5

2.1.7. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ............................................. 6

2.1.8. Undang-Undang No. 01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman .................................................. 7

2.1.9. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana ...................................................... 7

2.1.10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21 Tahun 2007 Tentang Kawasan Rawan Gempa Bumi .............. 7

2.1.11. Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhanan ............................................................. 13

2.1.12. Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta ................................................. 13

2.1.13. SNI No. 1733-2000 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan .................................................................. 13

2.1.14. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana .......................................................................................... 14

2.2 Peraturan Perundangan Terkait Kehutanan ................................................................................................... 19

2.2.1. Umum ................................................................................................................................................................ 19

2.2.2. Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ............................................................................... 20

2.2.3. Keputusan Menteri Kehutanan No.70/KPTS-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status

dan Fungsi Kawasan Hutan ............................................................................................................................ 20

2.2.4. Badan Planologi Kehutanan (BAPLAN) dan Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) .......................... 21

2.2.5. Penetapan Kawasan Hutan ............................................................................................................................. 22

2.2.6. Mutasi Kawasan Hutan ................................................................................................................................... 23

Bab 3 Gambaran Umum dan Kawasan ........................................................................................................................ 1

3.1. Gambaran Umum Kabupaten Tolikara ................................................................................................................. 1

3.1.1. Kondisi Kabupaten Tolikara ................................................................................................................................ 1

3.1.2. Administrasi Kawasan Perkotaan Bokondini ................................................................................................... 13

3.1.3. Kependudukan ................................................................................................................................................. 13

3.1.4. Kondisi Fasilitas Umum dan Sosial ................................................................................................................... 14

3.1.4. Kondisi Perekonomian .................................................................................................................................... 20

3.1.6. Penggunaan Lahan ......................................................................................................................................... 25

3.1.7. Status Kawasan Hutan .................................................................................................................................... 25

3.1.8. Rawan Bencana ................................................................................................................................................ 29

3.1.9. Kondisi Transportasi ......................................................................................................................................... 31

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Hal 3

LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

3.2. Gambaran Umum Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................................................ 33

3.2.1. Letak Geografis ................................................................................................................................................. 33

3.2.2. Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................................................. 33

3.2.3. Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini ......................................................................................47

3.2.4. Kependudukan Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................................................ 50

3.2.5. Sejarah dan Sosial Budaya .............................................................................................................................. 50

3.2.6. Fasilitas Umum Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................................................. 52

3.2.7. Kondisi Kepariwisataan .................................................................................................................................. 58

3.2.8. Prasarana Perkotaan dan Lingkungan Kawasan ........................................................................................... 58

3.2.9. Sistem Transportasi Kawasan Perkotaan ...................................................................................................... 69

3.2.10. Kondisi Sektor Pertanian ................................................................................................................................ 73

Bab 4 Analisis................................................................................................................................................................. 1

4.1 Analisis Wilayah Regional .................................................................................................................................. 1

4.1.3 Analisis Potensi , Permasalahan, Peluang dan Tantangan Pembangunan Skala Regional .............................. 5

4.2 Analisis Sumber Daya Alam Dan Fisik Di Kawasan Perkotaan ......................................................................... 7

4.2.1. Analisis Sumber Daya Air ................................................................................................................................... 7

4.2.2. Analisis Sumber Daya Tanah ............................................................................................................................. 7

4.2.3. Analisis Topografi dan Kelerengan ................................................................................................................... 7

4.2.4. Analisis Geologi Lingkungan ............................................................................................................................ 8

4.2.5. Analisis Klimatologi ........................................................................................................................................... 8

4.2.6. Analisis Sumber Daya Alam .............................................................................................................................. 9

4.2.7. Analisis Sumber Daya Alam dan Fisik Wilayah Lainnya .................................................................................. 10

4.3. Analisis Sektor Pertanian .................................................................................................................................. 11

4.4. Analisis Sosial Budaya ........................................................................................................................................ 2

4.4.1. Analisis Elemen Kota ......................................................................................................................................... 2

4.4.2. Analisis Sosial dan Budaya ................................................................................................................................ 4

4.5. Analisis Kependudukan ................................................................................................................................... 13

4.5.1. Analisis Proyeksi Pertumbuhan dan Perkembangan Penduduk ................................................................... 13

4.5.2. Analisis Proyeksi dan Distribusi Penduduk ..................................................................................................... 13

4.5.3. Analisis Kebutuhan Fasilitas Umum Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................ 14

4.5.4. Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Prasarana Kawasan Perkotaan Bokondini ...................................... 20

4.6. Analisis Daya Tampung Maksimal ..................................................................................................................... 23

4.7. Analisis Kebutuhan Rumah Hingga Tahun 2033 ............................................................................................... 24

4.8. Analisis Kerentanan Gerakan Tanah .................................................................................................................. 24

4.9. Analisis Ekonomi ................................................................................................................................................ 26

4.9.1. Analisis Pembiayaan Pembangunan ............................................................................................................... 26

4.9.2. Analisis Besaran Biaya Pembangunan, Alokasi Dana dan Sumber Pembiayaan .......................................... 27

4.9.3. Proyeksi Struktur Pendapatan Daerah ........................................................................................................... 28

4.9.4. Proyeksi Struktur Belanja Daerah .................................................................................................................. 29

4.9.5. Analisis Pembiayaan Rencana Pemanfaatan Ruang ..................................................................................... 29

4.10. Analisis Kelembagaan ....................................................................................................................................... 30

4.10.1. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Persampahan ................................................................................ 31

4.10.2. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Air Bersih ................................................................................. 32

4.10.3. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Sanitasi..................................................................................... 32

4.10.4. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Listrik dan Energi..................................................................... 33

4.10.5. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Telekomunikasi ....................................................................... 34

4.10.6. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Kesehatan ................................................................................ 35

4.10.7. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Rawan Bencana ....................................................................... 36

4.10.8. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Agroforestri ............................................................................. 36

4.10.9. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Pelayanan Masyarakat ............................................................ 38

Bab 5 Potensi dan Permasalahan ................................................................................................................................ 1

5.1 Potensi Dan Permasalahan Regional ................................................................................................................ 1

5.1.2. Permasalahan Regional ..................................................................................................................................... 1

5.2 Potensi Dan Permasalahan Fisik Alam dan Penggunaan Lahan ...................................................................... 1

5.2.3. Aspek Hukum .................................................................................................................................................... 2

5.2.4. Aspek Penggunaan Ruang ................................................................................................................................ 2

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Hal 4

LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

5.2.5. Aspek Transportasi ............................................................................................................................................ 2

5.2.6. Aspek Perumahan .............................................................................................................................................. 2

5.2.7. Aspek Industri .................................................................................................................................................... 3

5.3 Potensi dan Masalah Kependudukan/tenaga kerja; ........................................................................................ 3

5.4 Potensi Dan Masalah Aspek Perkotaan ........................................................................................................... 4

5.5 Potensi Dan Masalah Sarana dan Infrastruktur .............................................................................................. 4

5.6 Potensi Dan Masalah Kelembagaan/Kemasyarakatan ................................................................................... 6

5.7 Potensi Dan Masalah Ekonomi......................................................................................................................... 6

5.8 Potensi Dan Masalah Pertanian ....................................................................................................................... 6

Bab 6 Usulan Konsep Pengembangan ......................................................................................................................... 1

6.1 Dasar Konsep Pengembangan .......................................................................................................................... 1

6.2 Konsep Pengembangan Struktur Ruang .......................................................................................................... 1

6.3 Konsep Pengembangan Pola Ruang ............................................................................................................... 4

6.3.1. Konsep Kota Berbasis Wisata Agro ................................................................................................................. 4

6.3.2. Konsep Kota Agro Bokondini ............................................................................................................................ 5

6.3.3. Konsep Wisata Agro ......................................................................................................................................... 6

6.3.4. Konsep Outbond-Agro ....................................................................................................................................... 7

6.3.5. Konsep Wisata Rohani Kristen .......................................................................................................................... 7

6.3.6. Konsep Taman Botani (Botanical Garden) ....................................................................................................... 8

6.3.7. Rencana Alokasi Pola Ruang ............................................................................................................................ 11

6.4 Konsep Jaringan Jalan dan Jembatan ............................................................................................................ 18

6.5 Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas ................................................................................................... 21

6.4.1. Penetapan Kawasan Prioritas .......................................................................................................................... 21

6.4.2 Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas ................................................................................................... 22

6.4.3 Struktur Ruang ................................................................................................................................................. 22

6.4.4 Pola Ruang Kawasan Prioritas ........................................................................................................................ 22

Bab 7 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini .......................................... 1

7.1. Umum ..................................................................................................................................................................... 1

7.2. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................. 1

7.3. Rencana Struktur Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................................. 2

7.3.1. Rencana Pusat –Pusat Kegiatan Utama Kawasan Perkotaan ........................................................................ 2

7.3.2. Rencana Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kawasan ................................................................................. 1

7.3.3. Rencana Sistem Transportasi ............................................................................................................................ 1

7.3.3.1. Sistem Transportasi Darat ........................................................................................................................ 1

7.3.3.2. Sistem Transportasi Udara ...................................................................................................................... 2

7.3.4. Rencana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ........................................................................................................ 2

7.3.5. Sistem Jaringan Energi ..................................................................................................................................... 2

7.3.6. Sistem Jaringan Air Minum ............................................................................................................................... 2

7.3.7. Sistem Jaringan Telekomunikasi ...................................................................................................................... 2

7.3.8. Sistem Jaringan Persampahan ......................................................................................................................... 2

7.3.9. Sistem Jaringan Limbah/Sanitasi ...................................................................................................................... 3

7.3.10. Sistem Jaringan Drainase ............................................................................................................................ 3

7.4. Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini .......................................................................................... 1

7.4.1. Zona Lindung (L) ................................................................................................................................................ 1

7.4.2. Zona Budidaya (B) .............................................................................................................................................. 1

BAB 8 Indikasi Program................................................................................................................................................ 1

8.2 Indikasi Program Pembangunan Kawasan Perkotaan Bokondini ....................................................................... 1

8.2 Rencana Pentahapan dan Prioritas Program Pembangunan............................................................................... 1

8.3 Pembiayaan Pembangunan ................................................................................................................................... 1

8.4 Pengelolaan Pembangunan .................................................................................................................................. 6

BAB 9 Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang ................................................................................................. 1

9.1. Mekanisme Perijinan .............................................................................................................................................. 1

9.2. Mekanisme Pemberian Insentif Dan Disinsentif .................................................................................................. 1

9.3. Mekanisme Pemberian Kompensasi .................................................................................................................... 1

9.4. Mekanisme Pelaporan .......................................................................................................................................... 1

9.5. Mekanisme Pemantauan ..................................................................................................................................... 2

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Hal 5

LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

9.6. Mekanisme Evaluasi ............................................................................................................................................. 2

9.7. Mekanisme Pengenaan Sanksi ............................................................................................................................. 2

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Hal 6

LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Daftar Tabel

Tabel 2. 1 Peruntukan Ruang Kawasan Rawan Gempa Bumi Berdasarkan Tipologi Kawasan ..................... 9

Tabel 2. 2 Arahan Struktur Ruang Kawasan Rawan Gempa Bumi ................................................................. 10

Tabel 2. 3 Acuan Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Rawan Gempa Bumi ............................................................... 11

Tabel 2. 4 Analisis Kemungkinan Dampak Bencana ................................................................................................. 17

Tabel 2. 5 Unit Pelaksana Teknis (Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Sampai Dengan XI) ................... 22

Tabel 3. 1 Nama Distrik di Tolikara ................................................................................................................................ 1

Tabel 3. 2 Luas Kabupaten Tolikara Menurut Sumbernya .......................................................................................... 1

Tabel 3. 3. Potensi Airtanah, Keberadaan Mineral Logam, Mineral Non Logam, Kondisi Geoteknik dan Bencana

Geologi........................................................................................................................................................ 6

Tabel 3. 4 Nama Distrik dan Luasan di Kawasan Perkotaan Bokondini ................................................................... 13

Tabel 3. 5 Indikator Kesehatan Kabupaten Tolikara Tahun 2010 .............................................................................. 13

Tabel 3. 6 Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Tolikara Tahun 2009 ..................................................................14

Tabel 3. 7 PDRB Kabupaten Tolikara Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2006-2010 .......................... 20

Tabel 3. 8 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tolikara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2010 ....................... 20

Tabel 3. 9 Pertumbuhan PDRB Perkapita Kabupaten Tolikara 2008-2010 .............................................................. 20

Tabel 3. 10 Nilai LQ PDRB per Sektor Tahun 2006-2010 ............................................................................................ 21

Tabel 3. 11 Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2010 ................................... 22

Tabel 3. 12. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Buah-buahan Tahun 2010 ........................ 22

Tabel 3. 13. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Sayuran Tahun 2010 ................................ 22

Tabel 3. 14 Luas Panen, Produksi Kopi di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 ............................................................. 23

Tabel 3. 15 Populasi Ternak di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 ............................................................................... 23

Tabel 3. 16 Produksi Daging Ternak di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 (Kg) ......................................................... 24

Tabel 3. 17 Jenis Ikan, Produksi di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 ........................................................................ 24

Tabel 3. 18 Luas Kolam, Kelompok Tani dan Jumlah Anggota di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 ....................... 24

Tabel 3. 19. Tutupan Lahan Kabupaten Tolikara....................................................................................................... 25

Tabel 3. 20. Status Kawasan Hutan Di Kabupaten Tolikara ..................................................................................... 26

Tabel 3. 21 Data Teknis Jalan Di Kabupaten Tolikara Tahun 2012 ............................................................................. 31

Tabel 3. 22 Luas dan Persentasi BWP didalam Kawasan Perkotaan ........................................................................ 33

Tabel 3. 23 Tutupan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini ..................................................................................... 42

Tabel 3. 24 Data dan parameter sumber gempa fault untuk daerah Papua dan sekitarnya. ................................. 44

Tabel 3. 25 Penggunaan Lahan di BWP I ................................................................................................................... 47

Tabel 3. 26 Penggunaan Lahan di BWP II .................................................................................................................. 47

Tabel 3. 27 Penggunaan Lahan di BWP III ................................................................................................................ 48

Tabel 3. 28 Penggunaan Lahan di BWP IV ................................................................................................................ 48

Tabel 3. 29 Jumlah Penduduk Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2011 ..............................50

Tabel 3. 30 Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2011 ...50

Tabel 3. 31 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar (SD) Negeri Dan Menurut Distrik Tahun 2011 .................................. 52

Tabel 3. 32 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar Menurut Distrik Tahun 2011 .............................................................. 53

Tabel 3. 33 Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Menurut Distrik Tahun 2011 .............................................. 53

Tabel 3. 34 Jumlah Sekolah Menengah Umum Menurut Distrik Tahun 2011 .......................................................... 53

Tabel 3. 35 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu Dan Balai Pengobatan Menurut Distrik Tahun 2011 ........ 53

Tabel 3. 36 Jumlah Puskesmas Keliling Menurut Distrik Tahun 2011 ....................................................................... 53

Tabel 3. 37 Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Distrik Tahun 2011 ........................................................................ 53

Tabel 3. 38. Data Potensi Objek Wisata di Kawasan Perkotaan Bokondini .............................................................58

Tabel 3. 39 Kondisi Jalan di Dalam Kawasan Prioritas ..............................................................................................59

Tabel 3. 40 Sebaran dan Kondisi Jaringan Kelistrikan di Kawasan Perkotaan Bokondini ..................................... 64

Tabel 3. 41. Sarana Telekomunikasi Di Kabupaten Tolikara .................................................................................... 64

Tabel 3. 42 Pelayanan Sinyal Telekomunikasi dari BTS Telkomsel Di Kabupaten Tolikara .................................... 64

Tabel 3. 43. Tabel Jaringan Telekomunikasi ............................................................................................................. 65

Tabel 3. 44 Tabel Kondisi Jaringan Drainase di Kawasan Perkotaan Bokondini ..................................................... 67

Tabel 3. 45 Kondisi Jaringan Air Bersih di Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................. 68

Tabel 3. 46. Jenis Penanganan Persampahan di Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................. 68

Tabel 3. 47. Jenis Penanganan Limbah di Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................. 69

Tabel 3. 48. Rute Kendaraan, Frekuensi dan Biaya Perjalanan Angkutan Darat Bokondini-Wamena .................. 69

Tabel 3. 49. Rute Penerbangan, Frekuensi dan Biaya Perjalanan Bokondini-Wamena .......................................... 70

Tabel 3. 50 Contoh Pola Perjalanan Untuk Perkotaan Agro Bokondini .................................................................. 71

Tabel 3. 51 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Tahun 2010 ............................................... 73

Tabel 3. 52 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Tanaman Buah-buahan Tahun 2010 ....................................... 74

Tabel 3. 53 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Tanaman Sayuran Tahun 2010 ............................................... 74

Tabel 3. 54 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Kopi Tahun 2010 ..................................................................... 74

Tabel 3. 55 Populasi dan Produksi Daging Ternak Tahun 2010 ................................................................................ 75

Tabel 3. 56. Populasi dan Produksi Daging Ternak Tahun 2010 ............................................................................. 75

Tabel 3. 57. Jenis dan Produksi Ikan Tahun 2010...................................................................................................... 75

Tabel 3. 58. Luas Kolam Budidaya Ikan Tawar, Banyak Kelompok Tani dan Anggotanya Tahun 2010 .................. 75

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Hal 7

LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Tabel 4. 1 Peranan Kawasan Perkotaan Bokondini Skala Kabupaten ....................................................................... 4

Tabel 4. 2 Analisis Fungsi dan Peran Kawasan Perkotaan Bokondini........................................................................ 5

Tabel 4. 3 Matrik IFAS .................................................................................................................................................. 6

Tabel 4. 4 Matrik EFAS ................................................................................................................................................. 6

Tabel 4. 5 Matrik SWOT ............................................................................................................................................... 6

Tabel 4. 6 Nama Sungai di Kawasan Perkotaan ......................................................................................................... 7

Tabel 4. 7 Klasifikasi Jenis Tanah ................................................................................................................................. 7

Tabel 4. 8 Luas Wilayah Menurut Ketinggian Per BWP ............................................................................................. 7

Tabel 4. 9 Luas Kawasan Menurut Kemiringan Lereng Per BWP .............................................................................. 8

Tabel 4. 10 Formasi Geologi Kawasan ......................................................................................................................... 8

Tabel 4. 11 Curah Hujan Menurut Luas BWP ............................................................................................................... 8

Tabel 4. 12 Kawasan Lindung ..................................................................................................................................... 10

Tabel 4. 13 Kawasan Budidaya ................................................................................................................................... 10

Tabel 4. 14 Komoditas Unggulan ................................................................................................................................ 12

Tabel 4. 15. Skema Analisis Landmark ......................................................................................................................... 2

Tabel 4. 16. Skema Analisis Node ................................................................................................................................. 2

Tabel 4. 17. Skema Analisis Distrik/Blok....................................................................................................................... 3

Tabel 4. 18 Skema Analisis Edges ................................................................................................................................. 3

Tabel 4. 19 Skema Analisis Path ................................................................................................................................... 4

Tabel 4. 20 Proyeksi dan Distribusi Penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini Hingga 2033 ................................. 13

Tabel 4. 21 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Taman Kanak-Kanak .................................................................................14

Tabel 4. 22 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Sekolah Dasar hingga tahun 2033 ...........................................................14

Tabel 4. 23 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) .............................................14

Tabel 4. 24 Proyeksi Kebutuhan Sekolah Menengah Umum .................................................................................... 15

Tabel 4. 25 Proyeksi Kebutuhan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ..................................................................... 15

Tabel 4. 26 Proyeksi Kebutuhan Taman Bacaan ........................................................................................................ 15

Tabel 4. 27 Proyeksi Kebutuhan Posyandu ................................................................................................................ 15

Tabel 4. 28 Proyeksi Kebutuhan Balai Pengobatan .................................................................................................. 16

Tabel 4. 29 Proyeksi Kebutuhan Klinik Bersalin/BKIA .............................................................................................. 16

Tabel 4. 30 Proyeksi Kebutuhan Puskesmas Pembantu (PUSTU) ........................................................................... 16

Tabel 4. 31 Proyeksi Kebutuhan Puskesmas ............................................................................................................. 16

Tabel 4. 32 Proyeksi Kebutuhan Praktek Dokter ....................................................................................................... 17

Tabel 4. 33 Proyeksi Kebutuhan Apotik/Rumah Obat ............................................................................................... 17

Tabel 4. 34 Proyeksi Kebutuhan Gereja ..................................................................................................................... 17

Tabel 4. 35 Proyeksi Kebutuhan Gereja Skala Kampung .......................................................................................... 18

Tabel 4. 36 Proyeksi Kebutuhan Gereja Skala Distrik ............................................................................................... 18

Tabel 4. 37 Proyeksi Kebutuhan Sarana Ibadah lainnya. .......................................................................................... 18

Tabel 4. 38 Proyeksi Kebutuhan Warung/Toko ........................................................................................................ 18

Tabel 4. 39 Proyeksi Kebutuhan Pertokoan .............................................................................................................. 18

Tabel 4. 40 Proyeksi Pusat Pertokoan/Pasar Lingkungan ........................................................................................ 19

Tabel 4. 41 Proyeksi Pusat Perbelanjaan dan Niaga .................................................................................................. 19

Tabel 4. 42. Proyeksi Kebutuhan Taman dan Lapangan Olah Raga Kampung ....................................................... 19

Tabel 4. 43 Proyeksi Kebutuhan Taman Kota ........................................................................................................... 19

Tabel 4. 44 Proyeksi Kebutuhan Taman Rukun Warga ............................................................................................ 20

Tabel 4. 45 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP I Hingga Tahun 2033 (SL) ............................................................ 20

Tabel 4. 46. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP II Hingga Tahun 2033 (SL) ......................................................... 20

Tabel 4. 47. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP III Hingga Tahun 2033 (SL) ......................................................... 20

Tabel 4. 48. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP IV Hingga Tahun 2033 (SL) ........................................................ 20

Tabel 4. 49 Kebutuhan BBM hingga tahun 2033 ...................................................................................................... 23

Tabel 4. 50 Proyeksi dan Asumsi Jiwa/Rumah .......................................................................................................... 24

Tabel 4. 51 Kebutuhan Rumah Sehat Papua Hingga Tahun 2033 ............................................................................. 24

Tabel 4. 52 Penyesuaian Tipologi Kerentanan Gerakan Tanah ................................................................................ 24

Tabel 4. 53 Tipologi Kerusakan Oleh Gempa dan Kerentanan Gerakan Tanah ....................................................... 24

Tabel 4. 54 Perkiraan Perubahan Struktur Ekonomi Distrik Bokondini ................................................................... 26

Tabel 4. 55 Perkiraan Kebutuhan Investasi Distrik Tolikara Hingga Tahun 2033 .................................................... 27

Tabel 4. 56 Kebutuhan dan Persentase Sumber Pembiayaan Pembangunan hingga 2033 ................................... 29

Tabel 4. 57 Proporsi Anggaran Biaya SKPD Hingga Tahun 2033 ..............................................................................30

Tabel 4. 58 Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kabupaten Tolikara Periode 2012-2017 ...............................30

Tabel 4. 59 Matrik Analisis Kelembagaan Pengembangan Kawasan Perkotaan Bokondini ..................................39

Tabel 6. 1. Arahan Hirarki dan Fungsi Utama RTRW Tolikara .................................................................................... 1

Tabel 6. 2. Kelengkapan Fungsi Fasilitas Distrik Kawasan Perkotaan .......................................................................4

Tabel 6. 3. Perhitungan Indeks Sentralitas..................................................................................................................4

Tabel 6. 4. Hirarki Pelayanan Perkotaan .....................................................................................................................4

Tabel 6. 5 Rencana Kebutuhan Sarana Dan Prasarana Kawasan Agro .................................................................... 6

Tabel 6. 6 Alokasi Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini ................................................................................. 11

Tabel 6. 7 Jaringan Jalan ............................................................................................................................................ 18

Tabel 6. 8 Pengembangan Jembatan ........................................................................................................................ 18

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Hal 8

LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Tabel 6. 9 Matrik Penetapan Kawasan Prioritas ....................................................................................................... 21

Tabel 6. 10 Usulan Alokasi Pola Ruang Kawasan Prioritas ....................................................................................... 22

Tabel 7. 1. Sistem Pusat Pelayanan .............................................................................................................................. 2

Tabel 7. 2. Fungsi Pusat – Pusat Pelayanan Kawasan ................................................................................................. 3

Tabel 7. 3. Rencana Distribusi Penduduk Kawasan ..................................................................................................... 1

Tabel 7. 4. Rencana Kepadatan Penduduk Kawasan .................................................................................................. 1

Tabel 7. 5. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan (LK) Jalan Lingkungan Industri (LKI) Distrik Bokondini ............... 1

Tabel 7. 6. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan Di Sebagian Distrik Bewani ............................................................ 1

Tabel 7. 7. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan disebagian Distrik Bokoneri ............................................................ 1

Tabel 7. 8. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan disebagian Distrik Kamboneri ........................................................ 1

Tabel 7. 9. Rencana Jembatan ..................................................................................................................................... 2

Tabel 7. 10. Rencana Luas Kawasan Lindung ............................................................................................................... 1

Tabel 7. 11. Peruntukan Kawasan BWP 1 Bokondini ................................................................................................... 2

Tabel 7. 12. Peruntukan Kawasan BWP II Sebagian Distrik Bewani ........................................................................... 2

Tabel 7. 13. Peruntukan Kawasan BWP III Sebagian Distrik Bokoneri ....................................................................... 2

Tabel 7. 14. Peruntukan Kawasan BWP IV Sebagian Distrik Kamboneri ................................................................... 2

Tabel 8. 1. Indikasi Program Pembangunan Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................. 1

Tabel 8. 2. Sumber Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Kawasan ........................................................................... 2

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Hal 9

LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Daftar Peta

Peta 3. 1 Wilayah Kabupaten Tolikara ......................................................................................................................... 2

Peta 3. 2 Ketinggian Kabupaten Tolikara .................................................................................................................... 4

Peta 3. 3 Kelerengan Kabupaten Tolikara ................................................................................................................... 5

Peta 3. 4 Jenis Tanah Kabupaten Tolikara .................................................................................................................. 7

Peta 3. 5 Geologi Kabupaten Tolikara ......................................................................................................................... 8

Peta 3. 6 Kondisi Curah Hujan di Kabupaten Tolikara .............................................................................................. 10

Peta 3. 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) Di Kabupaten Tolikara ................................................................................... 11

Peta 3. 8 Hidrogeologi Kabupaten Tolikara ............................................................................................................... 12

Peta 3. 9 Sebaran Fasilitas Pemerintah di Kabupaten Tolikara ............................................................................... 16

Peta 3. 10 Sebaran Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Tolikara ................................................................................ 17

Peta 3. 11 Sebaran Fasilitas Perdagangan Dan Jasa di Kabupaten Tolikara ............................................................ 18

Peta 3. 12 Sebaran Fasilitasi Kesehatan di Kabupaten Tolikara ............................................................................... 19

Peta 3. 13 Tutupan Lahan Kabupaten Tolikara ......................................................................................................... 27

Peta 3. 14 Status Kawasan Hutan Kabupaten Tolikara ............................................................................................ 28

Peta 3. 15 Rawan Bencana di Kabupaten Tolikara .................................................................................................... 30

Peta 3. 16 Transportasi Di Kabupaten Tolikara ......................................................................................................... 32

Peta 3. 17 Administrasi Kawasan Perkotaan Bokondini ........................................................................................... 35

Peta 3. 18 Peta Ketinggian Kawasan Perkotaan Bokondini ..................................................................................... 36

Peta 3. 19 Peta Kelerengan Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................................... 37

Peta 3. 20 Curah Hujan Kawasan Perkotaan Bokondini ........................................................................................... 39

Peta 3. 21 Hidrogeologi Kawasan Perkotaan Bokondini .......................................................................................... 40

Peta 3. 22 Daerah Aliran Sungai Kawasan Perkotaan Bokondini .............................................................................41

Peta 3. 23 Tutupan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini ...................................................................................... 43

Peta 3. 24 Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2013 ............................................................ 49

Peta 3. 25 Sebaran Sarana Pendidikan Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................. 55

Peta 3. 26 Sebaran Sarana Kesehatan Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................. 56

Peta 3. 27 Sarana Peribadatan Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................................... 57

Peta 3. 28 Jaringan Jalan Eksisting Kawasan Perkotaan Bokondini ........................................................................ 60

Peta 3. 29 Sebaran Jembatan Eksisting di Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................. 62

Peta 3. 30 Jaringan Telekomunikasi Kawasan Perkotaan Bokondini ...................................................................... 66

Peta 4. 1 Kesesuaian Lahan Pertanian, Tanaman Pangan dan Perkebunan .............................................................. 1

Peta 6. 1 Kawasan KKOP .............................................................................................................................................. 3

Peta 6. 2 Konsep Struktur Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................. 12

Peta 6. 3 Konsep Pengembangan Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini ...................................................... 13

Peta 6. 4 Konsep Pengembangan Pola Ruang Kawasan BWP Bewani ................................................................... 14

Peta 6. 5 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Bokondini ................................................................ 15

Peta 6. 6 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Bokoneri .................................................................. 16

Peta 6. 7 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Kaboneri .................................................................. 17

Peta 6. 8 Peta Konsep Pengembangan Jaringan Jalan Kawasan Perkotaan Bokondini ........................................ 19

Peta 6. 9 Konsep Pengembangan Jaringan Jalan dan Jembatan di Kawasan Prioritas (BWP 1) ........................... 20

Peta 6. 10 Usulan Konsep Struktur dan Pola Ruang Kawasan Prioritas .................................................................. 24

Peta 7. 1. Rencana Struktur Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini .......................................................................... 1

Peta 7. 2. Rencana Pusat Pusat Kegiatan Kawasan .................................................................................................... 1

Peta 7. 4. Rencana Distribusi dan Kepadatan Penduduk ........................................................................................... 1

Peta 7. 5. Rencana Sistem Transportasi ...................................................................................................................... 1

Peta 7. 6. Rencana Sistem Jaringan Energi ................................................................................................................. 1

Peta 7. 7.Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi ................................................................................................... 1

Peta 7. 8. Rencana Sistem Air Bersih ........................................................................................................................... 1

Peta 7. 9. Rencana Sistem Jaringan Persampahan ..................................................................................................... 1

Peta 7. 10. Rencana Sistem Jaringan Limbah/ Sanitasi ............................................................................................... 1

Peta 7. 11. Rencana Sistem Jaringan Drainase ............................................................................................................. 1

Peta 7. 12. Rencana Kawasan Lindung......................................................................................................................... 1

Peta 7. 13. Rencana Pola Ruang ................................................................................................................................... 1

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Hal 10

LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Daftar Gambar Gambar 2. 1 Skematik Rencana Tata Ruang ................................................................................................................ 2

Gambar 2. 2 Sistem Jaringan Jalan Primer .................................................................................................................. 4

Gambar 2. 3 Sistem Jaringan Jalan Sekunder ............................................................................................................. 4

Gambar 2. 4 Ruang Lingkup Pedoman Penataan Ruang Kawasan Gempa .............................................................. 8

Gambar 2. 5 Konsep Penyelenggaraan Bencana .......................................................................................................14

Gambar 2. 6 Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana ..................................................... 15

Gambar 2. 7 Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan .................................................................................... 15

Gambar 2. 8 Matrik Kemungkinan Dampak Bencana .............................................................................................. 18

Gambar 3. 1 Sarana Pemerintahan Tolikara ...............................................................................................................14

Gambar 3. 2 Sarana Pendidikan Kabupaten Tolikara ................................................................................................ 15

Gambar 3. 3 Sarana Kesehatan Kabupaten Tolikara ................................................................................................. 15

Gambar 3. 4 Sarana Perdagangan dan Jasa Kabupaten Tolikara ............................................................................. 15

Gambar 3. 5 Kondisi Jalan di salah satu Distrik di Kabupaten Tolikara .................................................................... 31

Gambar 3. 6 Stratigrafi Rencana Kawasan Kota Bokondini..................................................................................... 33

Gambar 3. 7 Tektonik Aktif Papua ............................................................................................................................. 44

Gambar 3. 8 Kejadian Gempa di Papua ..................................................................................................................... 45

Gambar 3. 9 Resiko Gempa Papua ............................................................................................................................ 45

Gambar 3. 10 Beban Gempa Papua ........................................................................................................................... 46

Gambar 3. 11 Resiko Gerakan Tanah di Papua .......................................................................................................... 46

Gambar 3. 12 Resiko Gunung Api ............................................................................................................................... 47

Gambar 3. 13 Resiko Tsunami di Papua ..................................................................................................................... 47

Gambar 3. 14 Rumah Honai Suku Lani ........................................................................................................................ 51

Gambar 3. 15 Pola Permukiman Suku Lani di Tolikara .............................................................................................. 52

Gambar 3. 16 Pola Permukiman Usilimo Suku Dani di Kabupaten Tolikara ............................................................ 52

Gambar 3. 17 Kondisi di sekitar Kawasan Klasis Bogoga .......................................................................................... 58

Gambar 3. 18 Kondisi Objek Daya Tarik Potensi Wisata Bokondini ......................................................................... 58

Gambar 3. 19 Kondisi Jaringan Jalan Menuju Kawasan Perkotaan Bokondini ....................................................... 59

Gambar 3. 20 Kondisi Jembatan Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................................ 61

Gambar 3. 21 Penjualan BBM Eceran ......................................................................................................................... 63

Gambar 3. 22 Kondisi Rumah Pembangkit ................................................................................................................ 63

Gambar 3. 23. Ilustrasi Layout Sistem PLTMH .......................................................................................................... 64

Gambar 3. 24 Penggunaan PLTS Individual .............................................................................................................. 64

Gambar 3. 25. Ilustrasi Penggunaan Radio Antar Penduduk .................................................................................. 65

Gambar 3. 26 Kondisi Jaringan Drainase di Jalan Utama (Kolektor Primer & Sekunder) ....................................... 67

Gambar 3. 27 Kondisi Jaringan Drainase di Jalan Lingkungan (Kondisi Buruk)....................................................... 67

Gambar 3. 28 Penampang Drainase Eksistingi Jalan Utama ..................................................................................... 67

Gambar 3. 29 Kondisi Jaringan Drainase di Lingkungan Klasis ................................................................................ 67

Gambar 3. 30 Kondisi Jaringan Perpipaan, Tangki Penampung Air Hujan, dan Sumber Air ................................. 68

Gambar 3. 31. Kondisi Insenerator Puskesmas dan Ilustrasi Bak Limbah Padat .................................................... 69

Gambar 3. 32 Kondisi Pangkalan Kendaraan Umum Kawasan Perkotaan Bokondini ........................................... 69

Gambar 3. 33 Kondisi Bandar Udara dan Maskapai di Bokondini ............................................................................ 70

Gambar 3. 34 Peta Pola Perjalanan didalam Kawasan Perkotaan Bokondini ......................................................... 72

Gambar 3. 35. Potensi Sistem Jaringan Transportasi Eksisting dalam Kawasan Perkotaan Bokondini ................ 73

Gambar 6. 1 Rencana Perpanjangan Runway Bandar Udara Bokondini.................................................................... 2

Gambar 6. 2 Spesifikasi Pesawat Yang Mendarat ...................................................................................................... 2

Gambar 6. 3 Konsep Dasar Pengembangan Kota Agro Bokondini ............................................................................ 5

Gambar 6. 4. Konsep Interaksi Kota Agro .................................................................................................................. 6

Gambar 6. 5. Potensi Komoditas Lokal Wisata Agro .................................................................................................. 7

Gambar 6. 6. Potensi Komoditas yang perlu dikembangkan ..................................................................................... 7

Gambar 6. 7. Kegiatan Outbound yang dapat dikembangkan ................................................................................... 7

Gambar 6. 8. Potensi Objek Wisata ............................................................................................................................ 8

Gambar 6. 9. Objek yang perlu di revitalisasi/pugar .................................................................................................. 8

Gambar 6. 10 Kebun Raya Bogor ................................................................................................................................ 9

Gambar 6. 11 Brooklyn Botanical Garden ................................................................................................................... 9

Gambar 6. 12 Tanaman di Brooklyn Botanical Garden ............................................................................................... 9

Gambar 6. 13 Singapore Botanical Garden ................................................................................................................ 10

Gambar 6. 14 Tanaman dan Atraksi di Singapore Botanical Gardens ...................................................................... 10

Gambar 6. 15 Mount Tomah Botanical Garden, New South Wales, Australia ......................................................... 10

Gambar 6. 16 Tanaman dan Aktifitas di MTH Botanical Garden .............................................................................. 10

Gambar 6. 17 Ilustrasi Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas Bokondini ........................................................ 25

BAB 1 PENDAHULUAN

Saat ini, Kota Bokondini mengalami persoalan buruknya infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, listrik,

telekomunikasi dan sarana pelayanan umum yang tidak berjalan baik seperti kepemerintahan, pendidikan dan

kesehatan. Kota ini mengalami penurunan aktifitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan. Selain

itu persolan utama dalam pengembangan wilayah perkotaan Bokondini adalah adanya permukiman tradisional

masyarakat Papua didalam kawasan lindung (konservasi/preservasi) yang dapat tumbuh berkembang sehingga

perlu diatur dan dikendalikan. Kemudian dengan terbatasnya kawasan budidaya sebesar 10%, dibutuhkan konsep

pembangunan kawasan perkotaan Bokondini yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud

bertujuan untuk mendorong/merangsang pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi, mengurangi degradasi

kualitas sosial dan pelestarian lingkungan hidup.

Bab 1 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

“Bogotini” atau yang dikenal sekarang sebagai Bokondini merupakan kawasan perkotaan yang terletak pada

selatan wilayah Kabupaten Tolikara. Kota Bokondini merupakan kota bersejarah paling penting dalam

penyebaran Injil di Pegunungan Tengah Papua, karena wilayahnya yang memiliki posisi strategis dalam

konstelasi transportasi udara di Pegunungan Tengah Papua. Bokondini menjadi titik awal masuknya misionaris

dari Australia dan Canada untuk menyebarkan agama Kristen di Pegunungan Tengah Papua. Kota ini menjadi

pusat pendidikan bagi para pastor-pastor muda dan tempat peristirahatan para misionaris serta para pilot

misionaris.

Kota Bokondini yang dikelilingi oleh pegunungan membuat kota ini tampak indah dan sangat eksotis.

Tumbuhan dan pepohonan yang berada di dalam kawasan perkotaan tumbuh dengan baik dan rapi tersusun.

Potensi yang paling mendominasi pada kawasan ini berupa tanaman holtikultura seperti sayuran dan buah-

buahannya yang dapat tumbuh dengan baik bahkan sudah diperdagangkan ke luar kawasan seperti ke

Kabupaten Mamberamo Tengah dan Jayawijaya. Dahulunya kota ini memegang peranan penting dalam

pergerakan ekonomi di Pegunungan Tengah sebelum Wamena (Kabupaten Jayawijaya) dibuka oleh

Pemerintah Indonesia Paska keluarnya Belanda dari Papua. Kota ini menjadi pusat pelayanan bagi Kabupaten

Jayawijaya, dan seluruh kabupaten di Pegunungan Tengah. Kota Bokondini mandiri dan kuat dengan jaringan

jalan yang terintegrasi ke seluruh kawasan Pegunungan Tengah, jaringan listrik di dalam kawasan kota dan air

bersih dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di dalam Kota.

Saat ini, Kota Bokondini mengalami persoalan buruknya infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, listrik,

telekomunikasi dan sarana pelayanan umum yang tidak berjalan baik seperti kepemerintahan, pendidikan dan

kesehatan. Kota ini mengalami penurunan aktifitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan.

Selain itu persolan utama dalam pengembangan wilayah perkotaan Bokondini adalah adanya permukiman

tradisional masyarakat Papua didalam kawasan lindung (konservasi/preservasi) yang dapat tumbuh

berkembang sehingga perlu diatur dan dikendalikan. Kemudian dengan terbatasnya kawasan budidaya

sebesar 10%, dibutuhkan konsep pembangunan kawasan perkotaan Bokondini yang berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud bertujuan untuk mendorong/merangsang pertumbuhan dan

kesejahteraan ekonomi, mengurangi degradasi kualitas sosial dan pelestarian lingkungan hidup.

Diharapkan dimasa mendatang kawasan ini menjadi pusat perekonomian jasa dan perdagangan komoditas

pertanian dan perkebunan terpadu, pusat pelayanan transportasi udara militer dan komersial, pusat

pendidikan tinggi, penunjang pelayanan kesehatan terpadu dan penunjang pelayanan pemerintahan satu atap

serta melalui pengembangan kota berbasis Agro dengan dukungan komplementaris berupa wisata diharapkan

kota ini dapat berkontribusi kepada pendapatan asli daerah.

Untuk itulah sesuai dengan amanat undang-undang penataan ruang undang No. 26 tahun 2007 tentang

penataan ruang, pemerintah daerah Kabupaten Tolikara mempunyai kewenangan untuk menyusun rencana

detail tata ruang didalam wilayahnya, dan Kawasan Perkotaan Bokondini yang terdiri atas distrik Bokondini,

sebagian wilayah Distrik Bewani, sebagian wilayah Distrik Kamboneri dan sebagian wilayah distrik Bokoneri

menjadi kawasan yang akan didetailkan tata ruangnya untuk mewujudkan kota yang berbasis agro dengan

memperhatikan konsep pembangunan yang berkelanjutan.

1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran

1.2.1 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan pada pekerjaan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini antara lain:

1. Menyiapkan perwujudan ruang, dalam rangka pelaksanaan program pembangunan kawasan pusat

pertumbuhan dan pengembangan perkotaan Bokondini sebagai Pusat Perekonomian Jasa dan

Perdagangan Komoditas Pertanian dan Perkebunan Terpadu, Pusat Pelayanan Transportasi Udara

Militer dan Komersial, Pusat Pendidikan Tinggi, Penunjang Pelayanan Kesehatan Terpadu dan

Penunjang Pelayanan Pemerintahan Satu Atap;

2. Menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian perkembangan kawasan strategis perkotaan

dengan RTRW Kabupaten;

3. Menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang selaras, serasi dan efisien;

4. Menjaga konsistensi perwujudan ruang kawasan melalui pengendalian program-program

pembangunan kawasan;

5. Mewujudkan ruang kawasan yang indah, berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi,

bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan;

6. Menentukan struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan berdasarkan kondisi fisik, aspek

administrasi pemerintahan, aspek ekonomi, aspek sosial kependudukan dan aspek pengurangan resiko

bencana;

7. Menyusun rencana peruntukan jenis dan besaran fasilitas (perumahan dan permukiman, perdagangan,

pemerintahan dan sebagainya) dan utilitas (jalan, drainase, kelistrikan, telekomunikasi, limbah cair,

persampahan);

8. Menyusun pedoman bagi instansi dalam penyusunan zonasi sebagai pedoman untuk penyusunan

rencana rinci tata ruang/rencana teknik ruang kawasan perkotaan atau rencana tata bangunan dan

lingkungan, dan pemberian perizinan kesesuaian pemanfaatan bangunan dan peruntukan lahan; dan

9. Menyusun arahan, strategis dan skala prioritas program pembangunan serta waktu dan tahapan

pelaksanaan pengembangan kawasan.

1.2.2 Sasaran

Sasaran dari kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Kabupaten

Tolikara antara lain:

1. Tersajinya data dan informasi ruang kawasan yang akurat dan aktual;

2. Teridentifikasinya potensi dan permasalahan kawasan sebagai masukan dalam proses penentuan

arah struktur dan pola ruang kawasan;

3. Terwujudnya keterpaduan program pembangunan antar sub-kawasan dalam kawasan perkotaan

maupun antar kawasan dalam wilayah kabupaten;

4. Tersusunnya arahan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan;

5. Tersusunnya pedoman bagi pemerintah daerah dalam penyusunan peraturan zonasi, pemberian

advice planning, pengaturan bangunan setempat dan lingkungannya (RTBL) serta pemberian

perizinan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang;

6. Terciptanya keselarasan, keserasian, keseimbangan antar lingkungan permukiman dalam kawasan;

Bab 1 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

7. Terkendalinya pembangunan kawasan strategis dan fungsional kabupaten, baik yang dilakukan

pemerintah maupun masyarakat/swasta;

8. Terciptanya percepatan investasi masyarakat dan swasta di dalam kawasan; dan

9. Terkoordinasinya pembangunan kawasan antara pemerintah dan masyarakat/swasta.

1.3 Ruang Lingkup Wilayah Dan Substansi Pekerjaan

1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan

Kawasan perencanaan merupakan bagian dari wilayah perencanaan yang diarahkan menjadi kawasan

perkotaan dan menjadi fokus penyusunan rencana hingga kedalaman block plan. Kawasan perencanaan

mencakup suatu kawasan atau beberapa kawasan dan di dalamnya terbentuk fungsi-fungsi lingkungan

tertentu yang saling terkait.

Lingkup kawasan perencanaan akan ditetapkan lebih detail pada tahap awal kajian dengan disepakati dengan

Tim Teknis dan stakeholders terkait. Adapun kriteria dari kawasan perencanaan adalah:

1. Bagian wilayah kabupaten dengan batas administrasi;

2. Bagian wilayah kabupaten dengan tema/karakter kawasan tertentu;

3. Suatu kecamatan, dengan batas administrasinya; dan

4. Suatu bagian wilayah perencanaan yang mempunyai fungsi atau potensi pengembangan fungsi

perkotaan.

1.3.2 Ruang Lingkup Substansi

Adapun ruang lingkup kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini,

meliputi:

1. Menentukan dan menetapkan kawasan perencanaan Bokondini.

2. Pengumpulan dan pengolahan data:

a) Persiapan survei lapangan;

b) Persiapan peralatan dan perlengkapan survei lapangan;

c) Metode dan program survei lapangan; terdiri atas pengambilan data sekunder, pengambilan data

primer, dan identifikasi lapangan. Adapun muatan data dan informasi yang harus didapatkan di

lapangan adalah sebagai berikut:

1. Fisik dasar kawasan, meliputi informasi dan data: topografi, hidrologi, geologi, klimatologi,

oceanografi, dan tata guna lahan;

2. Kependudukan, meliputi jumlah dan persebaran penduduk menurut ukuran keluarga, umur,

agama, pendidikan, dan mata pencaharian;

3. Perekonomian; meliputi data investasi, perdagangan, jasa, industri, pertanian, perkebunan,

perikanan, pariwisata, pendapatan daerah, dan lain-lain;

4. Penggunaan lahan, menurut luas dan persebaran kegiatan yang diataranya meliputi:

permukiman, perdagangan dan jasa, industri, pariwisata, pertambangan, pertanian dan

kehutanan dan lain-lain; dan

5. Tata bangunan dan lingkungan, meliputi: intensitas bangunan (KDB, KLB, KDH), bentuk

bangunan, arsitektur bangunan, pemanfaatan bangunan, bangunan khusus, wajah lingkungan,

daya tarik lingkungan (node, landmark, dll), garis sempadan (bangunan, sungai, danau, SUTT).

6. Prasarana dan utilitas umum:

a) Jaringan transportasi:

i. Jaringan; jalan raya dan jalur penerbangan (KKOP);

ii. Fasilitas; (terminal dan bandara);

iii. Kelengkapan jalan; halte, parkir, dan jembatan penyeberangan; dan

iv. Pola pergerakan (angkutan penumpang dan barang).

b) Air minum (sistem jaringan, bangunan pengolah, hidran); mencakup kondisi dan jaringan

terpasang menurut pengguna, lokasi bangunan dan hidran, kondisi air tanah dan sungai,

debit terpasang;

c) Sewarage; air limbah rumah tangga;

d) Sanitasi (sistem jaringan, bak kontral, bangunan pengolah); jaringan terpasang, prasarana

penunjang dan kapasitas;

e) Drainase; sistem jaringan makro dan mikro, dan kolam penampung;

f) Jaringan listrik; sistem jaringan (SUTT, SUTM, SUTR), gardu (induk, distribusi, tiang/beton),

sambungan rumah (domistik, non domistik);

g) Jaringan komunikasi; jaringan, rumah telepon, stasiun otamat, jaringan terpasang (rumah

tangga, non rumah tangga, umum);

h) Gas; sistem jaringan, pabrik, jaringan terpasang (rumah tangga, non rumah tangga); dan

i) Pengolahan sampah; sistem penanganan (skala individual, skala lingkungan, skala daerah),

sistem pengadaan (masyarakat, pemerintah daerah, swasta).

7. Identifikasi daerah rawan bencana, meliputi lokasi, sumber bencana, besaran dampak, kondisi

lingkungan fisik, kegiatan bangunan yang ada, fasilitas dan jalur kendali yang telah ada.

d) Elaborasi

Kegiatan elaborasi adalah kegiatan yang meliputi: (i) elaborasi penduduk; dan (ii) elaborasi

kebutuhan sektoral. Kegiatan ini memperhitungkan kemampuan lokasi perencanaan menampung

penduduk dalam kawasan perencanaan.

3. Analisa kawasan perencanaan, meliputi:

a. Analisa struktur kawasan perencanaan, yang meliputi analisis penduduk, analisis fungsi ruang,

analisis sistem jaringan pergerakan;

b. Analisa peruntukan blok rencana, yang meliputi analisis pembagian blok, analisis peruntukan lahan,

analisis fasilitas lingkungan, analisis mitigasi bencana;

c. Analisa prasarana transportasi, meliputi analisis angkutan jalan raya, angkutan kereta api, angkutan

air, angkutan udara;

d. Analisa utilitas umum, meliputi analisis air minum, drainase, air limbah, persampahan, kelistrikan,

telekomunikasi dan gas;

e. Analisa amplop ruang, meliputi analisis:

1. Intensitas pemanfaatan ruang terdiri atas; (i) Koefisien Dasar Bangunan (KDB); (ii) Koefisien

Lantai Bangunan (KLB); (iii) Koefisein Dasar Hijau (KDH); (iv) Koefisien Tapak Basement (KTB);

(v) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT); (vi) Kepadatan Bangunan dan Penduduk; dan

2. Tata massa bangunan, meliputi; (i) pertimbangn garis sempadan bangunan (GSB); (ii) garis

sempadan sungai (GSS); dan jarak bebas bangunan; (iii) pertimbangan garis sempadan danau

dan waduk; (iv) pertimbangan tinggi bangunan; (v) pertimbangan selubung bangunan; (vi)

pertimbangan tampilan bangunan.

Bab 1 - Hal 3

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

f. Analisa kelembagaan dan peran masyarakat, meliputi (i) identifikasi aspirasi dan analisis

permasalahan aspirasi masyarakat, (ii) analisis perilaku lingkungan, (iii) analisis perilaku

kelembagaan, (iv) analisis metoda dan sistem.

4. Perumusan konsep rencana dan ketentuan teknis rencana detail:

a. Konsep rencana, pengembangan struktur ruang kawasan, peruntukan lahan blok-blok serta

indikasi hierarki pelayanan;

b. Penyusunan produk rencana detail tata ruang;

c. Rencana struktur ruang kawasan, meliputi (i) rencana persebaran penduduk yaitu jumlah dan

kepadatan penduduk; (ii) struktur kawasan perencanaan yaitu struktur fungsi dan peran

kawasan; (iii) rencana blok kawasan; (iv) rencana skala pelayanan; (v) rencana sistem jaringan

yang meliputi jalan raya, fasilitas jalan raya, angkutan udara; (vi) rencana sistem jaringan

utilitas, meliputi jaringan air minum, listik, gas, drainase, air limbah, persampahan;

d. Rencana peruntukan blok, meliputi perumahan, perdagangan dan jasa, industri dan

perdagangan, pertambangan, pariwisata, agropolitan/pertanian/agroforestry, ruang terbuka

hijau, ruang terbuka non hijau;

e. Rencana penataan bangunan dan lingkungan (amplop ruang), meliputi tata kualitas

lingkungan, tata bangunan, arah garis sempadan;

f. Indikasi program pembangunan, meliputi lokasi, jumlah, waktu dan pembiayaan terhadap; (i)

bangunan/jaringan/lingkungan baru yang akan dibangun; (ii) bangunan/jaringan/lingkungan

yang akan ditingkatkan; (iii) bangunan/jaringan/lingkungan yang akan diperbaiki; (iv)

bangunan/jaringan/lingkungan yang akan diperbaharui; (v) bangunan/jaringan/lingkungan yang

akan dipugar; (vi) bangunan/jaringan/lingkungan yang akan dilindungi.

5. Proses Pendampingan Legalisasi rencana detail tata ruang.

6. Pengendalian rencana detail, meliputi aturan zonasi, aturan insentif dan dis insentif, perijinan dan

pengendalian pemanfaatan ruang.

7. Kelembagaan dan peran serta aktif masyarakat, meliputi:

a. Peran kelembagaan; dan

b. Peran masyarakat.

1.4 Keluaran

Keluaran dari pekerjaan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Kabupaten

Tolikara, Papua adalah:

1. Dokumen Laporan Pendahuluan.

2. Dokumen Data Fakta dan Analisa (Antara).

3. Dokumen Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini Kabupaten Tolikara,

Papua.

4. Album peta (A3) dengan skala 1: 5.000.

5. Ringkasan Eksekutif Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Kabupaten Tolikara,

Papua.

6. Rancangan peraturan daerah (RANPERDA).

Produk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini, adalah sebagai berikut:

1. Konsep pengembangan kawasan perkotaan;

2. Tujuan pengembangan kawasan fungsional perkotaan;

3. Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan

a. Rencana Distribusi Penduduk Kawasan setiap blok peruntukan;

b. Rencana Struktur Pelayanan Kegiatan Kawasan, yang mencakup:

1. Pelayanan perdagangan;

2. Pelayanan pendidikan;

3. Pelayanan kesehatan; dan

4. Pelayanan rekreasi dan atau olah raga.

c. Rencana sistem jaringan transportasi kawasan; dan

d. Rencana sistem jaringan utilitas kawasan.

4. Rencana blok pemanfaatan ruang (block plan)

a. Kawasan Budidaya, meliputi:

1) Kawasan perumahan dan permukiman;

2) Kawasan perdagangan;

3) Kawasan industri;

4) Kawasan pendidikan;

5) Kawasan kesehatan;

6) Kawasan peribadatan;

7) Kawasan rekreasi;

8) Kawasan olahraga;

9) Kawasan fasilitas sosial lainnya;

10) Kawasan perkantoran pemerintah dan niaga;

11) Kawasan terminal angkutan jalan raya;

12) Kawasan pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan;

13) Taman pemakaman umum, taman pemakaman pahlawan; dan

14) Tempat pembuangan sampah akhir.

b. Kawasan Lindung, meliputi:

1) Kawasan resapan air dan kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahan

lainnya;

2) Sempadan sungai, sekitar danau dan waduk, sekitar mata air, dan kawasan terbuka hijau

kota termasuk jalur hijau;

3) Cagar alam/pelestarian alam, dan suaka margasatwa;

4) Taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam lainnya;

5) Kawasan cagar budaya; dan

6) Kawasan rawan letusan gunung berapi, rawan gempa, rawan tanah longsor, rawan

gelombang pasang dan rawan banjir.

5. Pedoman pelaksanaan pembangunan kawasan:

a. Arahan Kepadatan Bangunan setiap blok peruntukan;

b. Arahan Ketinggian Bangunan setiap blok peruntukan;

c. Arahan Perpetakan Bangunan setiap blok peruntukan;

d. Arahan Garis Sempadan setiap blok peruntukan;

e. Rencana Penanganan setiap blok peruntukan, mencakup:

1) Bangunan/jaringan baru yang akan dibangun;

2) Bangunan/jaringan yang akan ditingkatkan;

3) Bangunan/jaringan yang akan diperbaiki;

4) Bangunan/jaringan yang akan diperbaharui;

Bab 1 - Hal 4

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

5) Bangunan/jaringan yang akan dipugar; dan

6) Bangunan/jaringan yang akan dilindungi.

f. Rencana Penanganan Prasarana dan Sarana setiap blok peruntukan

1) Jaringan prasarana dan sarana baru yang akan dibangun;

2) Jaringan prasarana dan sarana yang akan ditingkatkan;

3) Jaringan prasarana dan sarana yang akan diperbaiki;

4) Jaringan prasarana dan sarana yang akan diperbaharui;

5) Jaringan prasarana dan sarana yang akan dipugar; dan

6) Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.

g. Mekanisme advis planning perijinan sampai dengan pemberian ijin lokasi bagi kegiatan

perkotaan;

h. Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif;

i. Mekanisme pemberian kompensasi;

j. Mekanisme pelaporan;

k. Mekanisme pemantauan;

l. Mekanisme evaluasi; dan

m. Mekanisme pengenaan sanksi.

1.5 Nama Dan Organisasi Pengguna Jasa

Pengguna Jasa untuk pelaksanaan pekerjaan ini adalah Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Tolikara. Pekerjaan ini akan dilaksanakan oleh

pihak ketiga (konsultan perencana), dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam

pembahasannya.

1.6 Sistematika Pembahasan

Laporan Draf Akhir ini disusun dalam 9 bab, yang dapat dijabarkan secara detail sebagai berikut:

BAB 1 adalah Pendahuluan: mendeskripsikan latar belakang, maksud, tujuan dan sasaran, ruang lingkup

pekerjaan, jangka waktu pelaksanaan, keluaran, serta sistematika pembahasan.

BAB 2 adalah Kebijakan Dan Strategi Penataan Ruang: mendeskripsikan berbagai peraturan perundangan yang

mengatur penataan ruang, serta payung hukum dan kebijakan perencanaan yang melandasi penyusunan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini.

BAB 3 adalah Gambaran Umum Wilayah Perencanaan: mendeskripsikan berbagai hal umum terkait dengan

kondisi dan karakteristik wilayah dan kawasan perencanaan, yang mencakup batasan administratif, kondisi

fisik dasar, hidrologi dan drainase, guna lahan eksisting, kondisi sosial kependudukan, kondisi perekonomian,

kondisi prasarana dan sarana pendukung kegiatan perkotaan.

BAB 4 adalah Hasil Analisa: mendeskripsikan mengenai hasil analisis dari aspek wilayah, sumber daya alam dan

fisik atau lingkungan BWP, analisis sosial budaya, analisis ekonomi dan sektor unggulan, analisis sumber daya

buatan, analisis penataan kawasan dan bangunan, dan analisis kelembagaan.

BAB 5 adalah Potensi Dan Permasalahan: mendeskripsikan mengenai potensi dan permasalahan dari aspek

regional, aspek keruangan berupa fisik alam dan penggunaan lahan, aspek kependudukan dan

ketenagakerjaan, aspek perkotaan, aspek kemasyarakatan, dan aspek sarana infrastruktur.

BAB 6 adalah Usulan Konsep Pengembangan: mendeskripsikan dasar konsep pengembangan, berupa aspek

pengembangan struktur ruang, aspek pengembangan pola pemanfaatan ruang dan aspek konsep

pengembangan blok.

BAB 7 adalah Tujuan, Kebijakan, Strategi Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini. Struktur dan pola

ruang kawasan perkotaan Bokondini.

BAB 8 adalah indikasi program pengembangan kawasan perkotaan Bokondini hingga tahun 2033, rencana

pentahapan program, pembiayaan dan pengelolaan program pembangunan.

BAB 9 adalah pedoman umum pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perijinan,

pemberian insentif dan disinsentif, pemberian kompensasi, pelaporan, pemantauan, evaluasi dan pengenaan

sanksi.

BAB 2 REVIEW PERATURAN DAN KEBIJAKAN

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan landasan penting bagi dasar dan arahan dalam

penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini terutama yang berkaitan dengan istilah penataan ruang, asas

penataan ruang, wewenang pemerintah daerah kabupaten dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan tata ruang,

produk tata ruang dan hirarkinya, serta batasan, skala dan cakupan penataan ruang pada kawasan perkotaan.

Bab 2 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Bab 2 Review Peraturan dan Kebijakan

2.1 Peraturan Perundangan Terkait Penataan Ruang

2.1.1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan landasan penting bagi dasar dan arahan dalam

penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini terutama yang berkaitan dengan istilah penataan ruang,

asas penataan ruang, wewenang pemerintah daerah kabupaten dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan tata

ruang, produk tata ruang dan hirarkinya, serta batasan, skala dan cakupan penataan ruang pada kawasan

perkotaan.

Beberapa definisi terkait dengan penataan ruang yang tertuang dalam undang-undang ini, yaitu pada Pasal 1

mengenai Ketentuan Umum adalah:

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam

bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan

memelihara kelangsungan hidupnya.

2. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang.

3. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan,

dan pengawasan penataan ruang.

4. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan

perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

5. Perencanaan tata ruang adalah proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi

penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

6. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan

rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

7. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.

8. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan

sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administatif dan/atau aspek fungsional.

9. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung dan budidaya

10. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungi utama melindungi kelestarian lingkungan

hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

11. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar

kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

12. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan

fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

13. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih

bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja

ditanam.

Dalam kegiatan penataan ruang terdapat beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan. Pada Pasal 6 ayat 1

disebutkan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: (a) kondisi fisik wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana; (b) potensi sumber daya alam, sumber daya

manusia, dan sumber daya buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan,

lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan (c) geostrategi,

geopolitik, dan geoekonomi.

Selanjutnya pada Pasal 14 dijelaskan bahwa perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana

umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

Rencana umum tata ruang berhierarki terdiri atas:

1. Rencana tata ruang wilayah nasional;

2. Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan

3. Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.

Sedangkan rencana rinci tata ruang terdiri atas:

1. Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional;

2. Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan

3. Rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Dari sisi muatan rencana tata ruang haruslah mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Pada

pasal 17 ayat 2 disebutkan rencana struktur ruang yang dimaksud meliputi rencana sistem pusat permukiman

dan rencana sistem jaringan prasarana. Sedangkan pada ayat 3 disebutkan rencana pola ruang meliputi

peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mana peruntukan kawasan lindung dan budidaya ini

meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan

keamanan.

Lebih jauh lagi dalam Pasal 41 dijelaskan bahwa penataan ruang di Kawasan Perkotaan diselenggarakan pada

Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten dan kawasan yang secara fungsional berciri

perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi.

Terkait dengan penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini ini, maka penyusunan RDTR tersebut

merupakan bagian dari penataan ruang Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten.

UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga tidak melupakan arti pentingnya peran serta masyarakat

dalam penataan ruang. UU yang disusun dalam masa reformasi dengan semangat Good Governance ini

mengisyaratkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan

masyarakat. Peran serta masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui:

1. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;

2. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

3. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Bab 2 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 2. 1 Skematik Rencana Tata Ruang

Sumber: Undang-Undang 26 Tahun 2007

2.1.2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Wilayah Indonesia dibagi dalam daerah Provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang otonom. Salah satu

pengertian daerah otonom adalah daerah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingannya sesuai

dengan prakarsa berdasarkan aspirasi masyarakat. UU No. 32/2004 yang merupakan revisi UU No. 22/1999

menjelaskan atau mengatur penyelenggaraan pemerintah di daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi

daerah. Dengan berlakunya undang-undang ini, pada dasarnya seluruh kewenangan sudah berada pada daerah

kabupaten dan daerah kota.

Kewenangan pemerintahan daerah berskala kabupaten/kota dalam undang–undang ini dijelaskan (pasal 14

ayat 1) adalah meliputi:

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penanggulangan masalah sosial;

7. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

8. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

9. Pengendalian lingkungan hidup;

10. Pelayanan pertanahan;

11. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

12. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

13. Pelayanan administrasi penanaman modal;

14. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

15. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Termasuk didalamnya melakukan penggabungan beberapa daerah atau pemekaran dari satu daerah menjadi

dua daerah atau lebih (pasal 4 ayat 2). Kaitannya dengan pengelolaan sumber daya di daerah, dalam undang-

undang ini dijelaskan bahwa pemerintah daerah bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan dan

sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun sumber daya yang termasuk sumber daya nasional adalah sumber daya alam, sumber daya buatan,

dan sumber daya manusia yang tersedia di daerah.

2.1.3. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan

Dalam mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pembiayaan

berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, maka perlu adanya aturan kebijakan yang

mengatur sistem keuangan yang didasarkan atas kewenangan, tugas, dan tanggungjawab yang jelas antar

tingkat pemerintah. Adapun tujuan pembentukan undang-undang ini adalah:

1. Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah;

2. Menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif,

bertanggungjawab, dan pasti;

3. Mewujudkan sistem perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang mencerminkan

pembagian tugas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah;

4. Menjadi acuan dalam alokasi penerimaan negara bagi daerah;

5. Mempertegas sistem pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah; dan

6. Menjadi pedoman pokok tentang keuangan daerah.

Seperti yang diungkapkan pada uraian di atas bahwa dalam sumber pembiayaan penyelenggaraan di daerah

dapat dibedakan berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam kaitannya dengan

pelaksanaan desentralisasi terdapat sumber pembiayaan yang berupa dana perimbangan dalam pembagian

hasil yang bersumber dari pajak (PBB, BPHTB, PPh) dan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam

(kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan

pertambangan panas bumi). Sumber ini perlu dicermati dan diharapkan sebagai sumber pembiayaan potensial

dalam upaya pengembangan di daerah. Proporsi perimbangan dana bagi hasil tersebut adalah sebagai berikut:

Dana bagi hasil yang bersumber dari Pajak;

1. Dalam penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dibagi dengan imbangan 10% untuk

pemerintah pusat dan 90% untuk daerah; dan

2. Dalam penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan imbangan

20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.

Dana Bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam;

Bab 2 - Hal 3

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

1. Dalam penerimaan negara dari sektor kehutanan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat

dan 80% untuk daerah;

2. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan umum dibagi dengan imbangan 20% untuk

pemerintah pusat dan 80% untuk daerah;

3. Dalam penerimaan negara dari sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat

dan 80% untuk daerah;

4. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan minyak bumi dibagi dengan imbangan 69,5%

untuk pemerintah pusat dan 15,5% untuk daerah;

5. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan gas bumi dibagi dengan imbangan 84,5% untuk

pemerintah pusat dan 30,5% untuk daerah; dan

6. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan panas bumi dibagi dengan imbangan 20% untuk

pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.

2.1.4. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur bagian dalam perencanaan kawasan

perkotaan. Sebagai bagian sistem transportasi, jalan mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung

bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan

wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah serta pembentukan

struktur ruang.

Dalam undang-undang ini beberapa definisi berkaitan dengan jalan adalah:

1. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan

tanah, di atas permukaan tanah, bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air

kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

2. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;

3. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok

masyarakat untuk kepentingan sendiri;

4. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional

yang penggunanya diwajibkan membayar tol;

5. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-

pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan

hierarkis.

Dilihat dari pengelompokan jalan pada pasal 6 disebutkan jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan

umum dan jalan khusus. Dimana jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas.

Sedangkan jalan khusus

diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang

dibutuhkan Selanjutnya pada pasal 7 dijelaskan sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer

dan sistem jaringan jalan sekunder.

Definsi jalan menurut UU No 38 Tahun 2004 adalah suatu prasarana transportasi darat yang meliputi segala

bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang

berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas

permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Undang-undang menjelaskan bahwa jalan memiliki peran penting, yaitu:

1. Sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial

budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

2. Sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan

negara.

3. Merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah

Republik Indonesia.

Undang-undang menjelaskan bahwa di dalam sistem jaringan jalan terdiri atas dua sistem jaringan jalan, yaitu:

1. Sistem jaringan jalan primer, merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi

barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan

semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

2. Sistem jaringan jalan sekunder, merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi

barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Sistem jaringan jalan berdasar UU ini dibagi menjadi sistem jaringan jalan primer dan sekunder, untuk fungsi

jalan dibagi menjadi Arteri, Kolektor, Lokal dan lingkungan, sedangkan status jalan dibagi menjadi jalan

Nasional, jalan Provinsi dan jalan Kabupaten. Sistem jaringan, fungsi dan status jalan penting diperhatikan

dalam studi ini karena sistem jaringan, fungsi dan status jalan mengatur tentang peranan pelayanan distribusi

barang dan jasa, ciri perjalanan, kecepatan perjalanan, jumlah jalan masuk dan wewenang penyelenggaraan

jalan.

1. Sistem Jaringan Jalan Primer

Adalah sistem jaringan jalan yang berperan sebagai pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua

wilayah ditingkat Nasional.

Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan

wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut:

• Dalam satuan wilayah pengembangan menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu (Pusat

Kegiatan Nasional), kota jenjang kedua (Pusat Kegiatan Wilayah), kota jenjang ketiga (Pusat Kegiatan

Lokal), dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persil dalam Satuan Wilayah Pengembangan.

• Jalan arteri primer menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau

menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.

• Jalan kolektor primer menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau

menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.

• Jalan lokal primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota

jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga,

Bab 2 - Hal 4

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota

dibawah jenjang ketiga sampai persil.

Gambar 2. 2 Sistem Jaringan Jalan Primer

Sumber: Undang-undang No. 38 Tahun 2004

2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan yang berperan sebagai pelayanan jasa distribusi

untuk masyarakat di dalam kota. Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata

ruang yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi

sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

Gambar 2. 3 Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Sumber: Undang-undang No. 38 Tahun 2004

Hirarki Jalan Sekunder

• Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau

menghubungkan kawasansekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan

kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

• Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua

atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

• Jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan

kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke

perumahan.

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan

lingkungan. Pada pasal 8 undang-undang ini disebutkan sebagai berikut :

1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan

jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk secara berdaya guna.

2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi

dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan ratarata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan

jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri

perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

5. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan Provinsi, jalan

kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Pada pasal 9 disebutkan bahwa:

a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer

yang menghunbungkan antar ibukota Provinsi, dan jalan strategis nasional serta jalan tol,

b. Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang

menghubungkan ibukota peropinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau anatar ibukota

kabupaten/kota, dan jalan strategis Provinsi,

c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk

jalan nasional dan jalan Provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota

kecamatan, anatar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal,

antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam

wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten,

d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubugkan antar

pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,

menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di

dalam kota.

e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman

di dalam desa, serta jalan lingkungan.

Selanjutnya ditinjau dari bagian-bagian jalan, pada pasal 11 disebutkan bagian-bagian jalan meliputi ruang

manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan. Adapun defenisi dari bagian-bagian jalan tersebut

adalah sebagai berikut:

Bab 2 - Hal 5

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

1. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya, dimana yang

dimaksud badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk

jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak di bagian paling luar dari ruang manfaat jalan, dan

dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan.

2. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan.

3. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada di bawah

pengawasan penyelenggara jalan.

2.1.5. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-undang ini dibuat sebagai pengganti UU No 14 tahun 1992 dengan pertimbangan kondisi, perubahan

lingkungan dan kebutuhan penyelenggaraan jalan. Dalam Undang-undang disebutkan bahwa Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan:

a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu

dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,

memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;

b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Mengenai wewenang Pemerintah Kabupaten / Kota dalam pembinaan lalu lintas dan jalan berdasar UU ini

dalam pasal 6 ayat 4 disebutkan meliputi:

a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota yang

jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota;

b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di

kabupaten/kota; dan

c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota.

Selain itu UU No 22 tahun 2009 juga mengatur mengenai penyusunan Rencana Induk Jaringan Jalan , dalam

Pasal 14 sampai dengan pasal 18 disebutkan sebagai berikut :

Untuk mewujudkan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan untuk menghubungkan semua wilayah di daratan. Pengembangan jaringan Lalu

lintas dan Angkutan jalan berpedoman pada Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai

dengan kebutuhan.

Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdiri atas:

a. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;

b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan

c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota.

Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud diatas pada

poin c disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta

ruang kegiatan berskala kabupaten/kota.

Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota

sebagaimana dimaksud di atas dilakukan dengan memperhatikan:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;

c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;

d. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan

e. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

f. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota memuat:

i. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup kabupaten/kota;

ii. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota dalam keseluruhan moda

transportasi;

iii. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul kabupaten/kota; dan

iv. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas kabupaten/kota.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah. Sampai saat ini Peraturan Pemerintah seperti yang

dimaksud diatas belum ada, untuk itu dalam studi ini dipakai Peraturan Menteri Perhubungan No KM 49 Tahun

2005 tentang Sistranas sebagai acuan dalam penyusunan Tatralok yang juga berfungsi sebagai Rencana Induk

Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan jalan Kabupaten.

2.1.6. Undang-Undang No. 01 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan merupakan pengganti UU N0 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan

yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi perubahan lingkungan strategis dan kebutuhan penyelenggaraan

penerbangan saat ini.

Salah satu pertimbangan undang-undang adalah bahwa bahwa penerbangan merupakan bagian dari sistem

transportasi nasional yang mempunyai karakteristik mampu bergerak dalam waktu cepat, menggunakan

teknologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal, serta memerlukan jaminan keselamatan dan keamanan

yang optimal, perlu dikembangkan potensi dan peranannya yang efektif dan efisien, serta membantu

terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis.

Dalam UU ini disebutkan beberapa tujuan penerbangan, dalam kaitan dengan daerah terpencil maka tujuan

penerbangan yang terkait secara langsung yang disebut dalam UU ini adalah:

• Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan

melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;

• Menjunjung kedaulatan negara;

• Menunjang,menggerakkan,dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional;

• Memperkukuh kesatuandan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan wawasan nusantara; dan

• Meningkatkan ketahanan nasional.

Dalam upaya mencapai tujuan tersebut maka diadakan angkutan udara perintis yaitu angkutan udara niaga

(Angkutan udara untuk umum dengan memungut bayaran) dalam negeri yang melayani jaringan dan rute

Bab 2 - Hal 6

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh

moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan.

Angkutan udara perintis wajib diselenggarakan oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Badan

Usaha agkutan udara niaga Nasional berdasar perjanjian dengan Pemerintah, walaupun dalam keadaan

tertentu dapat dilakukan oleh pemilik izin kegiatan angkutan udara bukan niaga. Dalam penyelenggaraan

angkutan udara perintis maka pemerintah daerah mempunyai kewajiban berupa penyediaan lahan, prasarana

angkutan udara, keselamatan penerbangan serta kompensasi lainnya.

Karena secara komersial belum menguntungkan maka angkutan udara niaga dan pemegang izin angkutan

udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara perintis diberi kompensasi untuk menjamin

kelangsungan pelayanan angkutan udara perintis.

Kompensasi yang diberikan dapat berupa :

a. Pemberian rute lain di luar rute perintis bagi badan usaha angkutan udara niaga berjadwal untuk

mendukung kegiatan angkutan udara perintis;

b. Bantuan biaya operasi angkutan udara; dan/atau

c. Bantuan biaya angkutan bahan bakar minyak.

Penyelenggaraan angkutan udara perintis akan dievaluasi oleh Pemerintah setiap tahun dimana hasil evaluasi

tersebut dapat mengubah suatu rute angkutan udara perintis menjadi rute komersial.

2.1.7. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Kegiatan perencanaan kawasan perkotaan dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup

untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang

guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

Pada pasal 1 undang-undang ini, dijelaskan definisi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup,

sebagai berikut:

1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

manusia serta makhluk lain;

2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang

meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan,

dan pengendalian lingkungan hidup;

3. Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang

memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin

kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan;

4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling

mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup;

5. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung

dan daya tampung lingkungan;

6. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan

manusia dan makhluk hidup lain;

7. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan

lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu

kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;

8. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam,

baik hayati, maupun non hayati, dan sumber daya buatan;

9. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau

komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke

tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya;

10. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung

terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam

menunjang pembangunan berkelanjutan;

11. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin

pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan

ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya;

12. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;

13. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu

usaha atau kegiatan; dan

14. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu

usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses

pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Adapun sasaran pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan yang tertera pada pasal 4 undang-undang ini

adalah:

1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;

2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi

dan membina lingkungan hidup;

3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;

4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;

5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; dan

6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar

wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, masyarakat memegang peranan penting. Oleh karena itu pada

pasal 7 disebutkan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan

dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dalam pelaksanaan tersebut dapat dilakukan dengan cara:

1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;

2. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;

3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;

4. Memberikan saran pendapat; dan

5. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

Bab 2 - Hal 7

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

2.1.8. Undang-Undang No. 01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman

Perumahan dan permukiman merupakan salah satu elemen sektoral dalam perencanaan ruang. Penyediaan

perumahan dan permukiman dalam suatu wilayah ataupun kawasan merupakan salah satu tanggung jawab

pemerintah. Hingga saat ini, UU No.1 Tahun 2011 merupakan rujukan utama dalam perencanaan dan

pengadaan perumahan dan permukiman baik di kawasan perdesaan maupun perkotaan.

Undang-undang ini memberikan uraian lengkap tentang perumahan dan permukiman. Beberapa definisi

terkait dengan kavling siap bangun (Kasiba) yang disebutkan pada kebijakan ini adalah:

1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

keluarga;

2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan

hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;

3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan

perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian

dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan;

4. Satuan Lingkungan Permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan

penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;

5. Prasarana Lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan

permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya;

6. Sarana Lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan

kehidupan ekonomi, sosial dan budaya; dan

7. Utilitas Umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.

Selain definisi, yang berkaitan langsung dengan pengembangan kavling siap bangun (Kasiba) terdapat pada

Pasal 18 bahwa salah satu upaya pemenuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan

permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap.

Lebih lanjut pada Pasal 19 dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah menetapkan satu bagian atau lebih dari

kawasan permukiman menurut rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan

perkotaan.

2.1.9. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Pemerintah bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk pelindungan

atas bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana

diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis

yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun

faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta

benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

Terkait dengan penataan ruang, di dalam pasal 35 dijelaskan bahwa Penyelenggaraan penanggulangan

bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi:

1. Perencanaan penanggulangan bencana;

2. Pengurangan risiko bencana;

3. Pencegahan;

4. Pemaduan dalam perencanaan pembangunan;

5. Persyaratan analisis risiko bencana;

6. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;

7. Pendidikan dan pelatihan; dan

8. Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

Lebih jauh lagi dalam pasal 42 dijelaskan ayat 1 bahwa pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang

dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang,

standar keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar, dan pasal 42 ayat 2 Pemerintah secara

berkala melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan pemenuhan standar

keselamatan.

2.1.10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21 Tahun 2007 Tentang Kawasan Rawan Gempa Bumi

2.1.10.1 Tipe Kawasan Rawan Gempa Bumi

Tipe kawasan rawan gempa bumi ditentukan berdasarkan tingkat risiko gempa yang didasarkan pada

informasi geologi dan penilaian kestabilan (cara perhitungan terlampir). Berdasarkan hal tersebut, maka

kawasan rawan gempa bumi dapat dibedakan menjadi (6) enam tipe kawasan yang diuraikan sebagai berikut:

a. Tipe A

Kawasan ini berlokasi jauh dari daerah sesar yang rentan terhadap getaran gempa. Kawasan ini juga

dicirikan dengan adanya kombinasi saling melemahkan dari faktor dominan yang berpotensi untuk

merusak. Bila intensitas gempa tinggi (Modified Mercalli Intensity / MMI VIII) maka efek merusaknya

diredam oleh sifat fisik batuan yang kompak dan kuat.

b. Tipe B

1. Faktor yang menyebabkan tingkat kerawanan bencana gempa pada tipe ini tidak disebabkan oleh satu

faktor dominan, tetapi disebabkan oleh lebih dari satu faktor yang saling mempengaruhi, yaitu

intensitas gempa tinggi (MMI VIII) dan sifat fisik batuan menengah.

2. Kawasan ini cenderung mengalami kerusakan cukup parah terutama untuk bangunan dengan

konstruksi sederhana.

c. Tipe C

1. Terdapat paling tidak dua faktor dominan yang menyebabkan kerawanan tinggi pada kawasan ini.

Kombinasi yang ada antara lain adalah intensitas gempa tinggi dan sifat fisik batuan lemah; atau

kombinasi dari sifat fisik batuan lemah dan berada dekat zona sesar cukup merusak.

2. Kawasan ini mengalami kerusakan cukup parah dan kerusakan bangunan dengan konstruksi beton

terutama yang berada pada jalur sepanjang zona sesar.

d. Tipe D

1. Kerawanan gempa diakibatkan oleh akumulasi dua atau tiga faktor yang saling melemahkan. Sebagai

contoh gempa pada kawasan dengan kemiringan lereng curam, intensitas gempa tinggi dan berada

sepanjang zona sesar merusak; atau berada pada kawasan dimana sifat fisik batuan lemah, intensitas

gempa tinggi, di beberapa tempat berada pada potensi landaan tsunami cukup merusak.

Bab 2 - Hal 8

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

2. Kawasan ini cenderung mengalami kerusakan parah untuk segala bangunan dan terutama yang berada

pada jalur sepanjang zona sesar.

e. Tipe E

1. Kawasan ini merupakan jalur sesar yang dekat dengan episentrum yang dicerminkan dengan intensitas

gempa yang tinggi, serta di beberapa tempat berada pada potensi landaan tsunami merusak. Sifat fisik

batuan dan kelerengan lahan juga pada kondisi yang rentan terhadap goncangan gempa.

2. Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa.

f. Tipe F

1. Kawasan ini berada pada kawasan landaan tsunami sangat merusak dan di sepanjang zona sesar

sangat merusak, serta pada daerah dekat dengan episentrum dimana intensitas gempa tinggi. Kondisi

ini diperparah dengan sifat fisik batuan lunak yang terletak pada kawasan morfologi curam sampai

dengan sangat curam yang tidak kuat terhadap goncangan gempa.

2. Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa.

2.1.10.2 Penentuan Pola Ruang

Pola ruang kawasan merupakan distribusi peruntukan ruang dalam suatu kawasan yang meliputi peruntukan

ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

1. Pendekatan dan Prinsip Dasar Penentuan Pola Ruang

Pendekatan penentuan pola ruang pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi dilakukan melalui:

1. Pendekatan kajian geologi;

2. Pendekatan aspek fisik dan sosial ekonomi;

3. Pendekatan tingkat risiko pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi; dan

4. Rekomendasi penentuan pola ruang sesuai dengan tipe kawasan rawan bencana dan rekomendasi

tipologi jenis kegiatan yang diperbolehkan berdasarkan tingkat kerentanan.

2. Prinsip Dasar Penentuan

Prinsip dasar penentuan pola ruang pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi adalah:

1. Kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi yang mempunyai fungsi lindung, kawasan tersebut mutlak

dilindungi dan dipertahankan sebagai kawasan lindung.

2. Kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi yang tidak mempunyai fungsi lindung dapat dibudidayakan

dengan kriteria tertentu dan memberi peluang bagi masyarakat untuk memanfaatkan kawasan tersebut

untuk kegiatan budi daya.

Gambar 2. 4 Ruang Lingkup Pedoman Penataan Ruang Kawasan Gempa

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21 Tahun 2007

3. Tipologi Kegiatan yang Diperbolehkan Berdasarkan Tingkat Kerentanan

Tipologi kegiatan yang diperbolehkan berdasarkan tingkat kerentanan terdiri atas dua kawasan yaitu:

1) Kawasan perkotaan:

a) Permukiman

i. Kerentanan tinggi (ktp):

• Konstruksi bangunan beton tidak bertulang dengan kepadatan bangunan tinggi

(> 60 unit/Ha) dan sedang (30 — 60 unit/Ha).

• Konstruksi bangunan beton bertulang dengan kepadatan bangunan tinggi (> 60

unit/Ha).

ii. Kerentanan sedang (ksp):

• Konstruksi bangunan beton bertulang dengan kepadatan bangunan sedang (30 — 60

unit/Ha) dan rendah (< 30 unit/ semi permanen dengan kepadatan bangunan tinggi (>

60 unit/Ha) dan sedang (30 — 60 unit/Ha).

• Konstruksi bangunan tradisional dengan kepadatan bangunan tinggi (> 60 unit/Ha)

Bab 2 - Hal 9

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

iii. Kerentanan rendah (krp):

• Konstruksi bangunan semi permanen dengan kepadatan bangunan rendah (< 30

unit/Ha).

• Konstruksi tradisional dengan kepadatan sedang (30 — 60 unit/Ha) dan rendah (< 30

unit/Ha).

b) Perdagangan dan perkantoran

i. Kerentanan tinggi (ktk)

Konstruksi bangunan tidak tahan gempa dengan kepadatan bangunan tinggi (KDB > 70;

KLB > 200).

ii. Kerentanan sedang (ksk)

• Konstruksi bangunan tahan gempa dengan kepadatan bangunan tinggi (KDB > 70; KLB

> 200) dan rendah (< 50; KLB < 100).

• Konstruksi bangunan tidak tahan gempa dengan kepadatan bangunan tinggi (KDB >

70; KLB > 200), sedang (KDB = 50- 70; KLB = 100-200), dan rendah (< 50; KLB < 100).

iii. Kerentanan rendah (krk):

Kon s tr uks i ban g un an tah an g empa d en g an k epad atan bangunan sedang (KDB =

50-70; KLB = 100-200).

c) Industri

i. Kerentanan tinggi (kti)

Konstruksi bangunan tidak tahan gempa dengan skala industri besar

ii. Kerentanan sedang (ksi):

• Konstruksi bangunan tahan gempa dengan skala industri besar, sedang.

• Konstruksi bangunan tidak tahan gempa dengan skala industri sedang dan kecil.

iii. Kerentanan rendah (kri):

Konstruksi bangunan tahan gempa dengan skala industri kecil.

2) Kawasan perdesaan:

a) Permukiman

i. Kerentanan tinggi (ktp)

• Konstruksi bangunan beton tak bertulang dengan pola permukiman mengelompok

dan menyebar.

• Konstruksi bangunan beton bertulang dengan pola permukiman mengelompok.

ii. Kerentanan sedang (ksp):

• Konstruksi bangunan beton bertulang dengan pola permukiman menyebar.

• Konstruksi bangunan semi permanen dengan pola permukiman mengelompok dan

menyebar.

• Konstruksi bangunan tradisional dengan pola permukiman mengelompok.

iii. Kerentanan rendah (krp):

Konstruksi bangunan tradisional dengan pola permukiman menyebar.

b) Perkantoran dan perdagangan (pusat desa)

i. Kerentanan tinggi (ktpd):

Konstruksi bangunan beton bertulang dan beton tidak bertulang.

ii. Kerentanan sedang (kspd):

Konstruksi bangunan semi permanen.

iii. Kerentanan rendah (krpd):

Konstruksi bangunan tradisional.

Penentuan pola ruang kawasan rawan gempa bumi di daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan

tingkat risiko bencana dijelaskan seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. 1 Peruntukan Ruang Kawasan Rawan Gempa Bumi Berdasarkan Tipologi Kawasan

Peruntukan Ruang

Tipologi Kawasan

A B C D E F

Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa

Hutan Produksi

Hutan Kota

Hutan Rakyat

Pertanian Sawah

Pertanian Semusim

Perkebunan

Peternakan

Perikanan

Pertambangan

Industri

Pariwisata

Permukiman

Perdagangan dan Perkantoran

Keterangan:

tidak layak untuk dibangun

dapat dibangun dengan syarat

c) Lahan usaha, t ingkat kerentanan lahan usaha ditentukan oleh jenis

lahan usaha pertanian yang mempunyai karakteristik berbeda:

Bab 2 - Hal 10

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

i. Kerentanan tinggi (ktlh) untuk jenis usaha sawah yang beririgasi

ii. Kerentanan sedang (kslh) untuk jenis usaha ladang.

iii. Kerentanan rendah (krlh) untuk jenis perkebunan.

d) Pariwisata, khususnya wisata/atraksi ekologis dengan jenis atraksi sebagai

berikut:

i. Wisata/Atraksi Geofisik (Kawasan puncak gunung berapi), dengan jenis atraksi

fenomena vulkanis dengan semburan lahar panas dan dingin, keragaman flora fauna,

sosiosistem yang khas dan bernuansa vulkan (wg).

ii. Wisata/Atraksi Biotis yang meliputi: ekosistem hutan alam tropika pengunungan

(Tropical Mountain Forest) yang mempunyai struktur tajuk yang bernuansa

vulkan; model suksesi alami dari hutan alam tropika pegunungan yang dipengaruhi

oleh adanya aktivitas gunung berapi. Selain itu juga dapat berupa atraksi seperti:

tracking, air terjun, dan lain- lain (wb)

iii. Wisata/Atraksi Abiotis, yaitu berbagai atraksi yang sangat berinteraksi dengan

kawasan vulkan tersebut, seperti petualangan dan kepencintaalaman atau wisata

dengan "minat khusus" (wa)

iv. Wisata/Atraksi Sosio-Kultural, kondisi alam dan masyarakat yang percaya akan

supranatural telah membentuk budaya yang khas (ws)

v. Wisata/Atraksi Agro-Kultural, seperti agrowisata, hutan rakyat dan berbagai macam pola

agroforestry (wak)

4. Penentuan Struktur Ruang Kawasan Rawan Kawasan Rawan Gempa Bumi

Susunan pusat-pusat hunian dan sistem jaringan prasarana dan sarana pendukungnya pada

setiap kawasan akan berbeda tergantung dari variasi tingkat kerawanan/tingkat risikonya dan

skala/tingkat pelayanannya. Karena itu dalam perencanaan struktur ruangnya harus mempertimbangkan

daya dukung lingkungan, tingkat kerawanan, fungsi kawasan, dan tingkat pelayanan dari unsur -unsur

pembentuk struktur tersebut. Beberapa ketentuan agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sesuai

dengan struktur ruangnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. 2 Arahan Struktur Ruang Kawasan Rawan Gempa Bumi

Unsur Pembentuk

Struktur

Ruang

Tipologi Kawasan

A B C D E F

Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa

Unsur Pembentuk

Struktur

Ruang

Tipologi Kawasan

A B C D E F

Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa

Pusat Hunian

Jaringan Air Bersih

Drainase

Sewerage

Sistem Pembuangan

Sampah

Jaringan Transportasi Lokal

Jaringan Telekomunikasi

Jaringan Listrik

Jaringan Energi

Keterangan:

tidak layak untuk dibangun

dapat dibangun dengan syarat

5. Acuan Peraturan Zonasi Pada Kawasan Rawan Gempa Bumi

Arahan peraturan zonasi akan dijabarkan untuk masing-masing tipe kawasan rawan gempa bumi.

a. Tipe A

Pada kawasan rawan gempa bumi tipe A untuk kawasan perkotaan dapat juga dikembangkan

kegiatan perdagangan dan perkantoran, permukiman, hutan kota, pariwisata, serta industri

dengan tingkat kerentanan rendah. Begitu pula dengan kawasan rawan gempa bumi di

perdesaan. Kegiatan pertanian, perikanan, pertambangan rakyat, permukiman, perdagangan dan

perkantoran, perkebunan, dan kehutanan dapat dilakukan syarat-syarat tingkat kerentanan rendah.

Bab 2 - Hal 11

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

b. Tipe B

Kawasan rawan gempa bumi tipologi B dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya seperti

pada kawasan rawan gempa bumi tipologi A namun harus memenuhi syarat-syarat tingkat

kerentanan sedang dan rendah.

c. Tipe C

Kawasan rawan gempa bumi tipologi C juga dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya

seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi A maupun B, namun kegiatan pertambangan

tidak boleh dilakukan pada kawasan tipologi C. Syarat-syarat tingkat kerentanan yang harus dipenuhi

pada kawasan rawan gempa bumi tipologi ini adalah tingkat kerentanan sedang dan tinggi.

d. Tipe D

P ada k awas an rawan gempa bumi t ipologi D t idak d iper bolehk an mengembangkan

kegiatan budi daya mengingat tingkat kerawanan akibat gempa dapat membahayakan. Namun

kegiatan pariwisata (wisata sosiokultural dan agro-kultural) masih dapat dikembangkan secara

terbatas dengan ketentuan bangunan tahan gempa, (kerentanan sedang dan tinggi).

e. Tipe E

Kawasan rawan gempa bumi tipologi E tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya

mengingat tingkat bahaya yang diakibatkan sangat tinggi. Kawasan ini mutlak harus dilindungi.

f. Tipe F

Seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi E, kawasan rawan gempa bumi tipologi F

juga tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya mengingat tingkat bahaya yang

diakibatkan sangat tinggi. Untuk itu penggunaan ruang diutamakan s ebagai kawasan lindung.

Tabel 2. 3 Acuan Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Rawan Gempa Bumi

Tipologi Kawasan

Acuan Peraturan Zonasi

A

• Dapat dikembangkan menjadi kawasan budi daya dan berbagai infrastruktur penunjangnya.

• Diizinkan untuk kegiatan permukiman dengan persyaratan: a. Konstruksi bangunan beton bertulang maupun tidak bertulang

b. Kepadatan bangunan tinggi (> 60 unit/Ha), sedang (30-60 unit/Ha), dan rendah (< 30 unit/Ha)

c. Pola permukiman dapat mengelompok maupun menyebar • Diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan persyaratan: a. Konstruksi bangunan tahan gempa

b. kepadatan bangunan diperbolehkan tinggi (KDB > 70; KLB > 200) hingga rendah (KDB < 50; KLB < 100)

• Diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan dan pengendalian yang ketat, yaitu:

a. Konstruksi bangunan tahan gempa

b. Skala industri besar, sedang, maupun kecil

Tipologi Kawasan

Acuan Peraturan Zonasi

• Diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan.

• Diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata sosio-kultural dan wisata agro-kultural

• Diizinkan untuk kegiatan pertambangan rakyat, antara lain pertambangan batu dan pasir

• Dapat dikembangkan menjadi kawasan budi daya dan berbagai infrastruktur penunjangnya.

• Diizinkan untuk kegiatan permukiman dengan persyaratan: a. Konstruksi bangunan beton bertulang; kepadatan bangunan sedang dan rendah;

pola permukiman menyebar

b. Konstruksi bangunan semi permanen; kepadatan bangunan tinggi, sedang, dan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar

c. Konstruksi bangunan tradisional; kepadatan bangunan tinggi, sedang, dan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar

• Diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan persyaratan:

B

a. Konstruksi bangunan tahan gempa

b. kepadatan bangunan diperbolehkan tinggi (KDB > 70; KLB > 200) hingga rendah (KDB < 50; KLB < 100)

• Diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan dan pengendalian yang ketat, yaitu:

a. Konstruksi bangunan tahan gempa

b. Skala industri besar, sedang, maupun kecil • Diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertanian lahan basah, pertanian lahan

kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan.

• Diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata sosio-kultural dan wisata agro-kultural.

• Diizinkan untuk kegiatan pertambangan rakyat, antara lain pertambangan batu dan pasir.

• Dapat dikembangkan menjadi kawasan budi daya dan berbagai infrastruktur penunjangnya.

• Diizinkan untuk kegiatan permukiman dengan persyaratan: a. Konstruksi bangunan semi permanen; kepadatan bangunan

sedang dan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar.

b. Konstruksi bangunan tradisional; kepadatan bangunan sedang dan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar.

• Diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan persyaratan: C a. Konstruksi bangunan tahan gempa

b. kepadatan bangunan diperbolehkan tinggi (KDB > 70; KLB > 200) hingga rendah (KDB < 50; KLB < 100)

• Diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan dan pengendalian yang ketat, yaitu:

a. Konstruksi bangunan tahan gempa b. Skala industri sedang dan kecil

• Diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan.

• Diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata sosio-kultural dan wisata agro-kultural.

• •

Dapat dikembangkan menjadi kawasan budi daya dan berbagai infrastruktur penunjangnya.

Bab 2 - Hal 12

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tipologi Kawasan

Acuan Peraturan Zonasi

Diizinkan untuk kegiatan permukiman dengan persyaratan:

a. Konstruksi bangunan semi permanen; kepadatan bangunan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar

b. Konstruksi bangunan tradisional; kepadatan bangunan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar

• Diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan persyaratan:

D

a. Konstruksi bangunan tahan gempa

b. kepadatan bangunan sedang (KDB 50-70; KLB 100-200)

• Diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan dan pengendalian yang ketat, yaitu:

a. Konstruksi bangunan tahan gempa

b. Skala industri kecil • Diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertanian lahan basah, pertanian lahan

kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan.

• Diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata sosio-kultural dan wisata agro-kultural

E • Ditentukan sebagai kawasan lindung

F • Ditentukan sebagai kawasan lindung

6. Perizinan Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Kawasan Rawan Gempa Bumi

Ketentuan-ketentuan dalam beberapa peraturan yang terkait dengan perizinan pemanfaatan ruang berlaku

pula dalam perizinan pemanfaatan ruang pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi selama peraturan

tersebut masih berlaku (belum dicabut), namun sesuai dengan amanat Undang¬Undang No. 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang harus ditambah dengan ketentuan bahwa izin-izin tersebut harus sesuai dengan

rencana tata ruangnya. Izin-izin tersebut antara lain:

1. Izin Prinsip (Persetujuan Prinsip): Persetujuan yang diberikan kepada perusahaan untuk melakukan

beberapa persiapan untuk penyediaan tanah, penyusunan site plan, upaya pembangunan, pengadaan,

pemasangan instalasi, dan sebagainya.

2. Izin Lokasi/fungsi ruang.

3. Persyaratan Amplop Ruang dan Kualitas Ruang.

4. Izin Tetap Kawasan Industri.

5. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

6. Izin Penggunaan Bangunan (IPB) atau Izin Layak Huni (ILH).

7. Izin Undang Undang Gangguan (UUG) atau HO.

8. Advice Planning.

9. Izin Tempat Usaha.

10. Izin Penambangan Bahan Galian Golongan C.

11. Penerbitan Beschikking: Ketetapan yang dibuat pejabat administrasi negara, dalam kaitannya dengan

kebijakan pemanfaatan ruang tertentu.

12. Izin Reklame.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan perizinan, perlu dilakukan hal-hal berikut ini:

a. Segera menyusun rencana tata ruang kawasan atau rencana detail tata ruang kabupaten/kota serta

peraturan zonasinya. Peraturan zonasi terdiri atas zonning map dan zonning text.

b. Pengupayakan pengawasan ketat terhadap aktivitas yang dilakukan di kawasan dengan tingkat risiko

sedang sampai tinggi (tipe B dan C untuk kawasan rawan tipe C sampai F untuk kawasan rawan gempa

bumi).

c. Pemantauan di lapangan terkait dengan penggunaan ruang di kawasan tersebut.

d. Pemutakhiran data dan perhitungan kembali (review) terhadap analisis yang dilakukan, dengan skala

kawasan yang lebih detail atau setempat, yang ditunjang dengan pelaksanaan penyelidikan lapangan

secara periodik.

e. Menindak tegas semua pelanggaran yang terjadi, melalui perangkat insentif dan disinsentif serta

pengenaan sanksi.

7. Perangkat Insentif dan Disinsentif pada Kawasan Rawan Kawasan Rawan Gempa Bumi

Perangkat insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan dengan tujuan untuk memberikan

rangsangan terhadap pelaksanaan kegiatan yang seiring sejalan dengan rencana tata ruang atau seiring

dengan tujuan pemanfaatan ruang kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi. Apabila dengan pengaturan

akan diberikan insentif dalam rangka pengembangan pemanfaatan ruang, dapat berupa:

1. Kemudahan secara ekonomi melalui tata cara pemberian kompensasi atas opportunity cost yang hilang

akibat penetapan lahan masyarakat sebagai kawasan lindung melalui imbalan.

2. Kemudahan secara fisik melalui pembangunan serta pengadaan sarana dan prasarana seperti jalan, listrik,

air minum, telepon dan sebagainya untuk melayani pengembangan kawasan sesuai dengan rencana tata

ruang.

Insentif dapat diberikan dari pemerintah kepada pemerintah daerah; antar pemerintah daerah yang saling

berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan

dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan

prefensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang atau dari

pemerintah kepada masyarakat atas partisipasinya menjaga kualitas ruang. Insentif dan disinsentif diberikan

dengan tetap menghormati hak masyarakat.

Pemberian insentif kepada setiap orang yang melakukan aktivitas yang dapat mempertahankan dan/atau

mendukung fungsi lindung pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi. Insentif yang diberikan dapat

berupa pemberian penghargaan dan kemudahan dalam melaksanakan aktivitasnya. Di samping pemberian

penghargaan kepada masyarakat, swasta, dan/atau pemerintah daerah, pemberian insentif juga dapat berupa:

keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; pembangunan

dan pengadaan infrastruktur; dan pemudahan prosedur perizinan.

Pemberian insentif dapat juga dilakukan dalam penyelenggaraan kerjasama antar daerah. Daerah yang secara

langsung mendapatkan manfaat dari penyelenggaraan penataan ruang yang diselenggarakan oleh daerah

lainnya dapat memberikan kompensasi dan/atau bantuan kepada daerah lainnya tersebut.

Bab 2 - Hal 13

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Perangkat disinsentif adalah perangkat yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau mencegah, mengurangi

kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, dapat berupa:

1. Pengenaan pajak tinggi disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak

yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang.

2. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana/infrastruktur untuk mencegah berkembangnya kegiatan

budi daya pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi dengan tingkat risiko tinggi, serta pengenaan

kompensasi.

3. Memperketat mekanisme perizinan dan diberikan secara berkala (periodik) yang dapat diperpanjang

setelah melalui mekanisme monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan budi daya yang dilakukan.

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan arahan pola ruang dalam pedoman ini dapat dikenakan

disinsentif yang berupa:

1. Pengenaan retribusi yang tinggi;

2. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan

3. Memperketat mekanisme perizinan.

Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai

rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP).

2.1.11. Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhanan

Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan peran dalam penyelenggaraan

kepelabuhanan dan pengaturan mengenai penyelenggaraan kepelabuhan perlu untuk ditata dan diatur

kembali agar sejalan dengan otonomi daerah. Dalam hal ini pelabuhan ditata dalam satu kesatuan tatanan

kepelabuhan nasional guna mewujudkan penyelenggaraan pelabuhan yang handal, dan berkemampuan tinggi,

menjamin efisiensi nasional dan mempunyai daya saing global dalam rangka menunjang pembangunan

nasional dan daerah.

Di dalam Pasal 3 ayat 1 dijelaskan bahwa Penyusunan Tatanan Kepelabuhanan Nasional dilakukan dengan

memperhatikan:

1. Tata ruang wilayah;

2. Sistem transportasi nasional;

3. Pertumbuhan ekonomi;

4. Pola/jalur pelayanan angkutan laut nasional dan internasional;

5. Kelestarian lingkungan;

6. Keselamatan pelayaran; dan

7. Standarisasi nasional, kriteria dan norma

2.1.12. Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta

Peta merupakan bagian yang tidak dapat terlepaskan dari penataan ruang, termasuk dalam penyusunan RDTR

Kawasan Perkotaan. Seluruh elemen sektoral yang direncanakan dalam Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan

Bokondini nantinya harus dituangkan dalam peta, baik dalam tahapan analisis maupun tahapan rencana. Di

dalam pasal 1 Ketentuan Umum dijelaskan beberapa definisi penting yang sering digunakan dalam penataan

ruang, yaitu:

1. Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun

di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu;

2. Skala peta adalah angka perbandingan antara jarak dua titik di atas peta dengan jarak tersebut di muka

bumi;

3. Ketelitian peta adalah ketepatan, kerincian dan kelengkapan data dan atau informasi georeferensi dan

tematik;

4. Peta dasar adalah peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di

permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala, penomoran, proyeksi dan

georeferensi tertentu;

5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang

batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pada aspek administratif dan atau aspek fungsional;

6. Peta wilayah adalah peta yang berdasarkan pada aspek administratif yang diturunkan dari peta dasar;

7. Peta tematik wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan data dan informasi tematik;

8. Peta rencana tata ruang wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan hasil perencanaan tata ruang

wilayah;

9. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang pemetaan; dan

10. Instansi yang mengadakan peta tematik wilayah adalah instansi baik di tingkat pusat maupun daerah, yang

tugas dan fungsinya mengadakan peta tematik wilayah.

Terkait dengan penataan ruang, dijelaskan bahwa tingkat ketelitian peta untuk tiap hirarki penataan ruang

berbeda-beda (pasal 9). Dijelaskan dalam pasal tersebut (pasal 9 ayat 1), Peta rencana tata ruang wilayah

meliputi tingkat ketelitian peta untuk:

1. Peta rencana tata ruang wilayah nasional;

2. Peta rencana tata ruang wilayah daerah provinsi;

3. Peta rencana tata ruang wilayah daerah kabupaten; dan

4. Peta rencana tata ruang wilayah daerah kota.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Peta wilayah daerah kota berpedoman pada tingkat ketelitian minimal berskala

1:50.000 (pasal 30) dan untuk wilayah daerah kota yang sempit digunakan peta wilayah dengan tingkat

ketelitian peta dengan skala 1:25.000 atau skala 1:10.000.

2.1.13. SNI No. 1733-2000 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan

SNI ini sering digunakan sebagai acuan dalam penghitungan kebutuhan prasarana dan sarana dasar kegiatan

perkotaan dalam penataan ruang, karena penataan ruang pada dasarnya merupakan penataan pusat-pusat

permukiman beserta segala prasarana dan sarana yang mendukung terciptanya kegiatan pada pusat-pusat

permukiman yang ada.

Dalam merencanakan kebutuhan lahan untuk sarana lingkungan, didasarkan pada beberapa ketentuan khusus,

yaitu:

1. Besaran standar ini direncanakan untuk kawasan dengan kepadatan penduduk <200 jiwa/ha;

Bab 2 - Hal 14

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

2. Untuk mengatasi kesulitan mendapatkan lahan, beberapa sarana dapat dibangun secara bergabung dalam

satu lokasi atau bangunan dengan tidak mengurangi kualitas lingkungan secara menyeluruh; dan

3. Untuk kawasan yang berkepadatan >200 jiwa/ha, diberikan reduksi 15-30% terhadap persyaratan

kebutuhan lahan.

Perencanaan prasarana lingkungan, utilitas umum dan sarana lingkungan harus direncanakan secara terpadu

dengan memperhatikan keberadaan prasarana dan sarana yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas

dan kuantitas secara menyeluruh.

2.1.14. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

A. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang

berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus penanggulangan bencana adalah sebagai

berikut :

Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga tahapan yakni :

1. Pra bencana yang meliputi situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi bencana

2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana

3. Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana

Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami sebagai suatu pembagian tahapan yang

tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi

harus dipahami bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan porsi kegiatan

yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan

pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.

Gambar 2. 5 Konsep Penyelenggaraan Bencana

Sumber: Perkep BNPB No 4/2008

B. Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Secara umum perencanaan dalam penanggulangan bencana dilakukan pada setiap tahapan dalam

penyelenggaran penanggulangan bencana. Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap

kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang spesifik pada

setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana

Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh

yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan

mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi

Bencana Banjir DKI Jakarta.

2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan Rencana

Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana

tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).

3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan

operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun

sebelumnya.

4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi rencana

rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi,

maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk

/pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.

Bab 2 - Hal 15

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 2. 6 Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Sumber: Perkep BNPB No 4/2008

C. Perencanaan Penanggulangan Bencana

Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya

penanggulangannya yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian

anggarannya.

Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan. Setiap rencana

yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan,

mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka

Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan.

Rencana penanggulangan bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:

1. BNPB untuk tingkat nasional;

2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan

3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.

Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila

terjadi bencana.

D. Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

Secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :

Gambar 2. 7 Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan

Sumber: Perkep BNPB No 4/2008

E. Uraian Proses Perencanaan Penanggulangan Bencana

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa langkah pertama adalah pengenalan bahaya / anaman bencana yang

mengancam wilayah tersebut. Kemudian bahaya / ancaman tersebut di buat daftar dan di disusun langkah-

langkah / kegiatan untuk penangulangannya. Sebagai prinsip dasar dalam melakukan Penyusunan Rencana

Penanggulangan Bencana ini adalah menerapkan paradigma pengelolaan risiko bencana secara holistik. Pada

hakekatnya bencana adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan. Pandangan ini memberikan

arahan bahwa bencana harus dikelola secara menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan setelah kejadian

bencana.

F. Pengenalan Dan Pengkajian Ancaman Bencana/ Bahaya Dan Kerentanan

Pada Bab ini diuraikan unsur-unsur bahaya/ancaman risiko bencana berupa ancaman bencana/bahaya (hazard),

dan kerentanan (vulnerability) yang dihadapi oleh wilayah tersebut.

1. Pengenalan Bahaya (hazard)

Bab 2 - Hal 16

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency)

yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan

komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir,

tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai,

wabah penyakit, kegagalan teknologi dan konflik sosial. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat

dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya

ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta

rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona

gempa yang rawan, peta kerentanan bencana tanah longsor, peta daerah bahaya bencana letusan gunung api,

peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.

Pada sub bab ini agar disebutkan jenis-jenis ancaman bahaya yang terdapat di wilayah / daerah yang diperoleh

dari data kejadian bencana di daerah yang bersangkutan.

1. Gempa Bumi

Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau kehancuran bangunan (rumah,

sekolah, rumah sakit dan bangunan umum lain), dan konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, bendungan,

pelabuhan laut/udara, jaringan listrik dan telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder yaitu kebakaran dan

korban akibat timbulnya kepanikan.

2. Tsunami

Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa bumi di laut, letusan gunung api

bawah laut atau longsoran di laut. Namun tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami.

Syarat utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi (perubahan bentuk yang berupa pengangkatan

atau penurunan blok batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah laut.. Terdapat

empat faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami, yaitu: 1). pusat gempa bumi terjadi di Iaut,

2). Gempa bumi memiliki magnitude besar, 3). kedalaman gempa bumi dangkal, dan 4). terjadi deformasi

vertikal pada lantai dasar laut. Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800 km per jam,

dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m.

3. Letusan Gunung Api

Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan oleh jatuhan material letusan, awan panas, aliran lava,

gas beracun, abu gunung api, dan bencana sekunder berupa aliran Iahar.

Luas daerah rawan bencana gunung api di seluruh Indonesia sekitar 17.000 km2 dengan jumlah penduduk yang

bermukim di kawasan rawan bencana gunung api sebanyak kurang lebih 5,5 juta jiwa. Berdasarkan data

frekwensi letusan gunung api, diperkirakan tiap tahun terdapat sekitar 585.000 orang terancam bencana

letusan gunung api.

4. Banjir

Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam maupun ulah manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi

di Indonesia, yang paling dominan adalah banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam

terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan, kondisi sungai,

kondisi daerah hulu, kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut.

Potensi terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah longsor saat Ini disebabkan keadaan badan sungai rusak,

kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah, pelanggaran hukum meningkat,

perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin masyarakat yang rendah.

5. Tanah Longsor

Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya,

menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.

Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi serta kelerengan tebing.

Bencana tanah longsor sering terjadi di Indonesia yang mengakibatkan kerugian jiwa dan harta benda. Untuk

itu perlu ditingkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi jenis bencana ini.

Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana tanah longsor yang ditampilkan dalam

bentuk peta, serta jika data memungkinan ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah

dialami.

6. Kebakaran

Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup besar. Hampir setiap musim kemarau Indonesia

menghadapi bahaya kebakaran lahan dan hutan dimana berdapak sangat luas tidak hanya kehilangan keaneka

ragaman hayati tetapi juga timbulnya ganguan asap di wilayah sekitar yang sering kali mengganggu negara-

negara tetangga.

Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu terjadi. Hal tersebut memang berkaitan dengan banyak

hal. Dari ladang berpindah sampai penggunaan HPH yang kurang bertanggungjawab, yaitu penggarapan lahan

dengan cara pembakaran. Hal lain yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan adalah kondisi tanah di

daerah banyak yang mengandung gambut. Tanah semacam ini pada waktu dan kondisi tertentu kadang-

kadang terbakar dengan sendirinya.

7. Kekeringan

Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia hampir setiap musim kemarau. Hal ini erat terkait

dengan menurunnya fungsi lahan dalam menyimpan air. Penurunan fungsi tersebut ditengarai akibat rusaknya

ekosistem akibat pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dampak dari kekeringan ini adalah gagal panen,

kekurangan bahan makanan hingga dampak yang terburuk adalah banyaknya gejala kurang gizi bahkan

kematian.

8. Epidemi dan Wabah Penyakit

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya

meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat

menimbulkan malapetaka.

Epidemi baik yang mengancam manusia maupun hewan ternak berdampak serius berupa kematian serta

terganggunya roda perekonomian. Beberapa indikasi/gej ala awal kemungkinan terjadinya epidemi seperti

Bab 2 - Hal 17

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

avian influenza/Flu burung, antrax serta beberapa penyakit hewan ternak lainnya yang telah membunuh

ratusan ribu ternak yang mengakibatkan kerugian besar bagi petani.

9. Kebakaran Gedung dan Pemukiman

Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim kemarau. Hal ini terkait dengan

kecerobohan manusia diantaranya pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan

bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api akibat

lilin/lentera untuk penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran permukiman/gedung.

10. Kegagalan Teknologi

Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian

dan kesengajaan manusia dalam menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak yang ditimbulkan dapat

berupa kebakaran, pencemaran bahan kimia, bahan radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan

transportasi yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda.

Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana kegagalan teknologi ini serta jika data

memungkinan ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah dialami.

G. Pemahaman Tentang Kerentanan Masyarakat

Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan

ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:

1. Kerentanan Fisik

Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu,

misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul

pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.

2. Kerentanan Ekonomi

Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap

ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan

terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya

pencegahan atau mitigasi bencana.

3. Kerentanan Sosial

Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi

pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat

kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan

menghadapi bahaya.

4. Kerentanan Lingkungan

Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah

yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau

pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.

H. Analisis Kemungkinan Dampak Bencana

Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan masyarakat, akan dapat

memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda. Hubungan

antara ancaman bahaya, kerentanan dan kemampuan dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)

Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana.

Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula

tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko

yang dihadapinya.

Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh

daerah yang bersangkutan.

Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang

bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan

terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian :

• 5 Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).

• 4 Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10 tahun mendatang)

• 3 Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100 tahun)

• 2 Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 100 tahun)

• 1 Kemungkian sangat kecil (hingga 20%)

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu memang terjadi dengan

pertimbangan faktor dampak antara lain:

• Jumlah korban;

• Kerugian harta benda;

• Kerusakan prasarana dan sarana;

• Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan

• Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan, maka, jika dampak inipun diberi bobot sebagai berikut:

• 5 Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total)

• 4 Parah (60 80% wilayah hancur)

• 3 Sedang (40 - 60 % wilayah terkena berusak)

• 2 Ringan (20 – 40% wilayah yang rusak)

• 1 Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah rusak)

Maka akan di dapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini.

Tabel 2. 4 Analisis Kemungkinan Dampak Bencana

No Jenis ancaman bahaya Probabilitas Dampak

1. Gempa Bumi Diikuti Tsunami 1 4

2. Tanah Longsor 4 2

3. Banjir 4 3

Bab 2 - Hal 18

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Jenis ancaman bahaya Probabilitas Dampak

4. Kekeringan 3 1

5. Angin Puting Beliung 2 2

Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.4 Tahun 2008

Gambar 2. 8 Matrik Kemungkinan Dampak Bencana

Sumber: Perkep BNPB No 4/2008

Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman bahaya yang perlu ditangani.

Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)

• Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)

• Bahaya/ancaman sedang nilai 2

• Bahaya/ancaman rendah nilai 1

I. Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana

Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya penanggulangan yang akan dilakukan

berdasarkan perkiraan ancaman bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan. Secara

lebih rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

A. Pencegahan dan Mitigasi

Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan untuk menghindari

terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari

sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.

Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:

1. Penyusunan peraturan perundang-undangan

2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.

3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur

4. Pembuatan brosur/leaflet/poster

5. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana

6. Pengkajian / analisis risiko bencana

7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan

8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana

9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum

10. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:

1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana

dsb.

2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin mendirikan bangunan

(IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.

3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.

4. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.

5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.

6. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.

7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak

yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan

sejenisnya.

Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat non-struktural (berupa peraturan,

penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).

B. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari

jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan

dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:

1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.

2. Pelatihan siaga/ simulasi/ gladi/ teknis bagi setiap sektor Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan,

prasarana dan pekerjaan umum).

3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan

4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.

5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.

6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)

7. Penyusunan rencana kontinjensi (contingencyplan)

8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

C. Tanggap Darurat

Bab 2 - Hal 19

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu

masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:

1. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya;

2. penentuan status keadaan darurat bencana;

3. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;

4. pemenuhan kebutuhan dasar;

5. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan

6. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

D. Pemulihan

Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi

adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi

normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:

1. perbaikan lingkungan daerah bencana;

2. perbaikan prasarana dan sarana umum;

3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;

4. pemulihan sosial psikologis;

5. pelayanan kesehatan;

6. rekonsiliasi dan resolusi konflik;

7. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;

8. pemulihan keamanan dan ketertiban;

9. pemulihan fungsi pemerintahan; dan

10. pemulihan fungsi pelayanan publik

Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak

akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui

suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.

1. Pembangunan kembali prasarana dan sarana;

2. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;

3. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat

4. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;

5. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;

6. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;

7. Peningkatan fungsi pelayanan publik; atau

8. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

Mekanisme Kesiapan Dan Penanggulangan Dampak Bencana

Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:

• Tahap prabencana,

• Saat tanggap darurat, dan

• Pasca bencana.

2.2 Peraturan Perundangan Terkait Kehutanan

2.2.1. Umum

Pemerintah saat ini lebih memprioritaskan upaya konservasi kawasan hutan guna mewujudkan pelestarian dan

perlindungan sumberdaya alam hutan, daripada mengalihfungsikan kawasan hutan. Kebijakan

pengalihfungsian kawasan hutan di masa lalu dilakukan melalui kegiatan perubahan fungsi kawasan hutan dari

fungsi hutan konservasi dan atau hutan lindung menjadi hutan produksi untuk tujuan pembangunan

kehutanan (hutan alam, hutan tanaman) maupun non kehutanan (pertambangan dan non kehutanan lainnya).

Dalam UU No. 41 tahun 1999 pasal 19, istilah alih fungsi dikenal sebagai perubahan peruntukan dan fungsi

kawasan hutan;

1. Perubahan peruntukan kawasan hutan, terjadi melalui proses tukar menukar kawasan hutan dan

pelepasan kawasan hutan;

2. Alih fungsi kawasan hutan, yang terjadi melalui perubahan peruntukan kawasan hutan terfokus untuk

mendukung kepentingan di luar kehutanan (pertanian, perkebunan, transmigrasi, pengembangan wilayah,

dan non kehutanan lainnya). Alih fungsi kawasan hutan dapat pula melalui perubahan fungsi hutan namun

tidak mengurangi luas kawasan hutan, misalnya untuk tujuan pembangunan kehutanan (konservasi

kawasan hutan alam/tanaman, hutan pendidikan/penelitian, dan sebagainya); dan

3. Alih fungsi kawasan hutan yang berimplikasi terhadap berkurangnya luas kawasan hutan produksi adalah

kegiatan pelepasan hutan. Kebijakan di masa lalu, dalam upaya mendukung pembangunan di luar sektor

kehutanan telah ditetapkan Rencana Penatagunaan dan Pengukuhan Hutan (RPPH) yang tertuang dalam

TGHK (tahun 1980) bahwa kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dialokasikan sebesar + 30 juta

hektar.

UU No.41/99 tentang Kehutanan Pasal 19 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa untuk melakukan

perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan harus didasarkan atas penelitian terpadu yang secara

operasional prosedurnya diatur melalui SK MENHUT No. 70/KPTS-II/2000. Sedangkan pengkajiannya dilakukan

oleh tim terpadu sesuai SK MENHUT No. 1615/KPTS-VII/2001.

Dengan terbitnya UU No.41/99, kegiatan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan tidak dengan

mudah dilaksanakan mengingat di samping perubahan tersebut didasarkan atas kriteria-kriteria sebagaimana

tercantum dalam PP No. 47 tahun 1997, PP No. 68 tahun 1998, KEPPRES No. 32 tahun 1992, Keputusan-

keputusan Menteri/SKB, juga perlu mendapat rekomendasi pemerintah provinsi dan kabupaten, serta harus

didasarkan atas pengkajian secara terpadu oleh tim terpadu tersebut. Dan apabila berdampak penting dan

cakupan yang luas serta bernilai strategis diperlukan persetujuan legislatif (DPR/DPRD).

Bab 2 - Hal 20

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

2.2.2. Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Undang-undang mengenai kehutanan pada dasarnya mengatur mengenai penyelenggaraan kehutanan di

Indonesia. Hal yang melatarbelakangi keberadaan undang-undang ini adalah bahwa hutan, sebagai salah satu

penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh

karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan

diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggungjawab.

Dengan adanya undang-undang kehutanan, maka penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:

1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;

2. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi

untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari;

3. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;

4. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara

partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan

ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan

5. Menjamn distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu:

1. Fungsi konservasi

Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok

pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Hutan konservasi dapat dibagi menjadi:

a. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai

kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi

sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam dapat dibagi menjadi:

1) Cagar Alam adalah Hutan Suaka Alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas

termasuk alam hewani dan alam nabati, perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan

kebudayaan; dan

2) Suaka Margasatwa adalah Hutan Suaka Alam yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa

yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan

kebanggaan nasional.

b. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok

perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,

serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

c. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.

2. Fungsi lindung

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga

kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan

memelihara kesuburan tanah.

3. Fungsi produksi

Hutan produksi kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

Mengingat pentingnya keberadaan hutan, maka pengelolaan hutan dilakukan melalui mekanisme

pembentukan wilayah pengelolaan hutan menurut tingkatannya, yaitu:

1. Tingkat provinsi;

2. Kabupaten/kota; dan

3. Unit pengelolaan.

Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan

karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi,

kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi Pemerintahan.

Pembentukan unit pengelolaan hutan yang melampaui batas administrasi Pemerintahan karena kondisi dan

karakteristik serta tipe hutan, penetapannya diatur secara khusus oleh Menteri.

Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk

setiap daerah aliran sungai dan atau pulau, guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat

ekonomi masyarakat setempat. Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% (tiga puluh

persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.

2.2.3. Keputusan Menteri Kehutanan No.70/KPTS-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan

Status dan Fungsi Kawasan Hutan

A. Pengertian Terkait

1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

dipisahkan;

2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk

dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap;

3. Penetapan kawasan hutan adalah pemberian kepastian hukum mengenai status, letak, batas dan luas

suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap dengan

Keputusan Menteri;

4. Perubahan fungsi kawasan hutan adalah merubah sebagian atau seluruh fungsi hutan, dalam suatu

kawasan hutan;

5. Perubahan status kawasan hutan adalah merubah status sebagian kawasan hutan menjadi bukan kawasan

hutan;

6. Relokasi fungsi kawasan hutan dengan kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) adalah

perubahan fungsi kawasan hutan tetap menjadi HPK dan kawasan HPK menjadi kawasan hutan tetap.

Bab 2 - Hal 21

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Kawasan hutan yang direlokasi fungsi adalah kawasan hutan tetap dan HPK berdasarkan Peta Penunjukan

Kawasan Hutan (dan Perairan) yang ditetapkan oleh Menteri;

7. Kepentingan umum terbatas adalah kepentingan masyarakat antara lain untuk keperluan jalan umum,

saluran air, waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, fasilitas pemakaman umum, fasilitas

keselamatan umum, yang tujuan penggunaannya tidak untuk mencari keuntungan;

8. Kepentingan umum komersial adalah kepentingan anggota masyarakat antara lain untuk repeater

telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relay televisi, instalasi air, listrik, yang tujuan

penggunaannya untuk mencari keuntungan; dan

9. Kepentingan strategis adalah kepentingan yang mempunyai pengaruh besar bagi kemajuan perekonomian

nasional dan kesejahteraan rakyat serta diprioritaskan oleh pemerintah, antara lain untuk bangunan

industri, pelabuhan atau bandar udara.

B. Perubahan Status Kawasan Hutan

Pada dasarnya kawasan hutan yang.dapat dirubah statusnya adalah kawasan Hutan Produksi yang dapat di-

Konversi (HPK).

Dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perubahan status kawasan hutan produksi apabila memenuhi

persyaratan:

1. Digunakan untuk kepentingan strategis;

2. Tidak berdampak negatif terhadap lingkungan yang didasarkan hasil penelitian terpadu;

3. Tidak menimbulkan enclave atau tidak memotong kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang tidak layak

untuk satu unit pengelolaan;

4. Hasil skoring berdasarkan kriteria dan standar penatagunaan kawasan hutan mempunyai nilai kurang dari

125;

5. Tidak mengurangi kecukupan luas minimal kawasan hutan dalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu

30% dari luas DAS;

6. Mendapat persetujuan dari DPRD Kabupaten/Kota dan atau DPRD Provinsi .

7. Apabila berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis harus mendapat persetujuan

DPR;

8. Pada wilayah kabupaten/kota atau provinsi yang mempunyai kawasan HPK harus didahului dengan

relokasi fungsi kawasan hutan dengan HPK; dan

9. Pada wilayah kabupaten/kota atau provinsi yang tidak mempunyai HPK harus disediakan tanah pengganti

yang "clear and clean" dengan ratio:

a. 1 : 1 untuk pembangunan kepentingan umum terbatas oleh pemerintah;

b. 1 : 2 untuk pembangunan proyek strategis yang diprioritaskan pemerintah;

c. 1 : 1 untuk penyelesaian okupasi atau enclave; dan

d. Minimal 1 : 3 untuk yang sifatnya komersial.

Perubahan status kawasan hutan ditetapkan dengan Keputusan Menteri dilampiri peta dengan skala minimal 1

: 100.000. Perubahan status kawasan hutan dilakukan dengan cara:

1. Pelepasan kawasan Hutan Produksi yang dapat di-Konversi (HPK); dan

2. Tukar menukar kawasan hutan.

C. Perubahan Fungsi Kawasan Hutan

Perubahan fungsi kawasan hutan hanya dapat dilakukan apabila areal/kawasan yang dirubah fungsi memenuhi

kriteria dan standar penetapan fungsi hutannya. Fungsi kawasan hutan yang akan dirubah fungsinya harus

didasarkan atas Peta Penunjukan Kawasan Hutan (dan Perairan) provinsi yang ditetapkan oleh Menteri.

Perubahan fungsi kawasan hutan didasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Tim Terpadu.

Permohonan perubahan fungsi kawasan hutan diajukan kepada Menteri dilampiri:

1. Saran/pertimbangan teknis Dinas Kehutanan kabupaten/kota atau provinsi untuk yang lintas

kabupaten/kota;

2. Rekomendasi Bupati/Walikota atau Gubernur untuk yang lintas kabupaten/kota;

3. Persetujuan DPRD kabupaten/kota dan DPRD Provinsi untuk yang lintas kabupaten/kota; dan

4. Peta skala minimal 1:100.000.

Atas permohonan tersebut, Eselon I terkait lingkup Kementerian Kehutanan memberikan saran/pertimbangan

teknis kepada Menteri. Berdasarkan saran/pertimbangan teknis tersebut, Menteri menolak atau menyetujui

permohonan perubahan fungsi kawasan hutan.

Apabila permohonan disetujui, Badan Planologi menyiapkan konsep Keputusan Menteri tentang perubahan

fungsi kawasan hutan dilampiri peta dengan skala minimal 1 : 100.000. Menteri menetapkan Keputusan

tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan beserta peta lampiran.

2.2.4. Badan Planologi Kehutanan (BAPLAN) dan Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)

Dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan kehutanan untuk mencapai pelaksanaan pengelolaan

hutan yang lestari dibutuhkan kemantapan prakondisi pengelolaan hutan. Dalam lingkup Kementerian

Kehutanan penanggung jawab terwujudnya kemantapan prakondisi tersebut adalah Badan Planologi

Kehutanan. Dengan demikian Badan Planologi Kehutanan dapat dikatakan merupakan “supporting agency”

bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan yang akan dilakukan oleh instansi-instansi lingkup

Kementerian Kehutanan lainnya.

Kemantapan prakondisi pengelolaan hutan meliputi hal-hal antara lain :

1. Kemantapan status dan fungsi kawasan hutan;

2. Ketersediaan data dan informasi kehutanan yang lengkap dan up to date; dan

3. Ketersediaan rencana-rencana kehutanan.

Tugas pokok Badan Planologi Kehutanan sesuai dengan Surat Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.13/MENHUT-II/2005 tanggal 6 Mei 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan meliputi

dua hal yaitu perencanaan makro dan pemantapan kawasan hutan.

Sedangkan Tugas pokok Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 6188/KPTS-II/2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pemantapan

Kawasan Hutan (BPKH) adalah melaksanakan pemantapan kawasan hutan, penilaian perubahan status dan

fungsi hutan serta penyajian data dan informasi sumberdaya hutan.

Bab 2 - Hal 22

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tabel 2. 5 Unit Pelaksana Teknis (Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Sampai Dengan XI)

No Nama Lokasi Wilayah Kerja

1 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I

Medan Provinsi: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat.

2 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah II

Palembang Provinsi: Jambi, Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Bengkulu dan Lampung

3 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III

Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.

4 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IV

Samarinda Provinsi Kalimantan Timur

5 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah V

Banjarbaru Provinsi: Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah

6 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI

Manado Provinsi: Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah.

7 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII

Makassar Provinsi: Sulawesi Selatan dan Sulawsi Tenggara.

8 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII

Denpasar Provinsi: Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

9 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IX

Ambon Provinsi: Maluku dan Maluku Utara.

10 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah X

Jayapura Provinsi Papua.

11 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI

Yogyakarta Provinsi: Banten, DKI. Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta dan Jawa Timur.

Sumber: SK MENHUT No.6188/KPTS-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPKH.

2.2.5. Penetapan Kawasan Hutan

A. Kriteria Penetapan Hutan Lindung

1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas kelas intensitas hujan

setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total nilai (skor) 175 atau lebih besar;

2. Kawasan hutan yang mempunyai kelas lereng lapangan 40% atau lebih;

3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian lapangan di atas permukaan laut 2.000 m atau lebih;

4. Menyimpang dari ketentuan butir 1 sampai dengan 3 di atas, kawasan hutan perlu dibina dan dipertahankan

sebagai hutan lindung apabila memenuhi salah satu atau beberapa syarat sebagai berikut:

a. Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol, organosol dan renzina dengan lereng

lapangan lebih besar (>) 15%;

b. Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya 100 meter di kiri dan kanan sungai/aliran

air tersebut;

c. Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut;

dan

d. Guna keperluan/kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri sebagai hutan lindung.

B. Kriteria Penetapan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap.

1. Hutan Produksi Terbatas (HPT)

Kawasan Hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas intensitas hujan setelah

masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total nilai (skor) 125-174.

2. Hutan Produksi Tetap (HP)

Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas intensitas hujan setelah

masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total nilai (skor) kurang dari 124.

C. Kriteria Cagar Alam

1. Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan ekosisitem;

2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusun;

3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;

4. Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan efektif dengan daerah penyangga yang

cukup luas; dan

5. Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya

memerlukan upaya konservasi.

D. Kriteria Suaka Margasatwa

1. Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan berkembangbiak dari suatu jenis satwa yang perlu

dilakukan upaya konservasinya;

2. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;

3. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan

4. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

E. Kriteria Hutan Wisata

1. Kawasan hutan yang ditunjuk memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alamiah maupun buatan

manusia;

2. Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan olah raga serta terletak dekat pusat-pusat pemukiman

penduduk;

3. Mengandung satwa buru yang dapat dikembang biakkan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur

dengan mengutamakan segi rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa; dan

4. Mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan.

Bab 2 - Hal 23

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

2.2.6. Mutasi Kawasan Hutan

Mutasi kawasan hutan adalah perubahan kawasan hutan akibat perubahan fungsi kawasan hutan menjadi

fungsi lainnya atau perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan dan perubahan peruntukan kawasan

hutan dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan serta penunjukan parsial areal penggunaan lain

menjadi kawasan hutan.

Ruang lingkupnya meliputi :

1. Perubahan fungsi kawasan hutan;

2. Perubahan peruntukan kawasan hutan; dan

3. Penunjukan parsial areal penggunaan lain menjadi kawasan hutan.

Tujuan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan adalah terwujudnya optimalisasi dan manfaat fungsi kawasan hutan

secara lestari dan berkesinambungan.

Prosedur dan mekanisme perubahan fungsi kawasan hutan:

1. Permohonan diajukan kepada Menteri Kehutanan dengan dilampiri persyaratan administrasi berupa

rekomendasi Bupati/walikota, Gubernur dan peta lokasi minimal skala 1 : 100.000;

2. Dilakukan pengkajian terpadu oleh Tim terpadu (KEMHUT, LIPI, KLH, PEMPROV, PEMKAB dan Lembaga terkait

lainnya) dengan mengacu Keputusan Menteri Kehutanan No.1615/KPTS-VII/2001 jo.8637/KPTS-VII/2002;

3. Pengkajian oleh Tim Terpadu menghasilkan rekomendasi Tim Terpadu kepada Menteri Kehutanan;

4. Badan Planologi Kehutanan menyampaikan hasil dan rekomendasi Tim Terpadu kepada Menteri Kehutanan;

5. Menteri Kehutanan menolak atau menyetujui permohonan perubahan fungsi kawasan hutan;

6. Apabila permohonan disetujui, Badan Planologi Kehutanan menyampaikan rancangan (draft) Keputusan

Perubahan Fungsi Kawasan Hutan beserta peta lampirannya kepada Sekretaris Jenderal Kementerian

Kehutanan; dan

7. Menteri Kehutanan menetapkan keputusan tentang Perubahan fungsi kawasan hutan.

Tahapan kegiatan perubahan fungsi kawasan hutan:

1. Permohonan diajukan kepada MENHUT dengan dilampiri saran pertimbangan teknis Dishut

Kabupatan/Kotamadya atau Provinsi, Rekomendasi Bupati/Walikota atau Gubernur dan peta skala minimal 1 :

100.000;

2. Eselon I terkait memberikan pertimbangan teknis kepada menteri Kehutanan;

3. MENHUT menolak dan menyetujui permohonan perubahan fungsi kawasan hutan;

4. Apabila disetujui, BAPLANHUT menyiapkan konsep kepada MENHUT dan dilampiri peta dengan skala 1 :

100.000; dan

5. MENHUT menetapkan keputusan tentang perubahan fungsi kawasan hutan beserta peta lampiran.

Tahapan kegiatan perubahan peruntukan kawasan hutan:

1. Permohonan diajukan kepada Menteri Kehutanan dengan dilampiri rekomendasi Gubernur atau

Bupati/Walikota dan peta dengan skala minimal 1 : 100.000;

2. Eselon I terkait memberikan pertimbangan teknis kepada MENHUT apabila areal yang dimohon bukan HPK

maka harus dilengkapi dengan hasil penelitian Tim terpadu;

3. Menteri menolak atau menyetujui permohonan pelepasan;

4. Perubahan yang disetujui ditindaklanjuti dengan penataan batas di lapangan oleh Panitia Tata Batas;

5. Hasil Berita Acara Tata Batas dan Peta Tata Batas dilakukan penelaahan hukum oleh Sekretariat Jenderal

Kementerian Kehutanan dan telaahan teknis oleh Eselon I terkait;

6. Badan Planologi Kehutanan menyiapkan konsep kepada Menteri Kehutanan; dan

7. Menteri Kehutanan menetapkan perubahan peruntukan kawasan hutan dan Keputusan penetapan batas

kawasan hutan yang baru beserta peta lampirannya.

Penanggung jawab kegiatan mutasi kawasan hutan melibatkan instansi kehutanan di Pusat dan daerah

(pemerintah daerah) dengan Tim terpadu/lembaga pemerintah yang mempunyai kompetensi dan memiliki

otoritas ilmiah (Scientific authority).

Khusus kegiatan perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta

bernilai strategis, ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Peraturan yang mendasari kegiatan mutasi kawasan hutan adalah:

1. UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan;

2. Surat Keputusan MENHUT No. 70/KPTS-II/2001 Jo No. 48/MENHUT-VII/2004;

3. Surat Keputusan MENHUT No. 1615/KPTS-VII/2001 Jo. 8637/KPTS-VII/2002; dan

4. SKB Menteri Pertambangan dan Menteri Kehutanan No. 126/MEN/1994 dan No. 422/KPTS-II/1994.

2.2.5. Perubahan Kawasan Hutan

Terkait dengan perubahan kawasan hutan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Pengertian:

Perubahan kawasan hutan adalah suatu proses perubahan terhadap suatu kawasan hutan tertentu menjadi

bukan kawasan hutan atau menjadi kawasan hutan dengan fungsi hutan lainnya.

2. Kegiatan Perubahan Kawasan Hutan

a. Perubahan status/peruntukan kawasan hutan.

Perubahan status/peruntukan kawasan hutan adalah merupakan suatu proses perubahan kawasan hutan

menjadi bukan kawasan hutan, kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara:

1) Pelepasan kawasan hutan pada hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK); dan

2) Tukar menukar kawasan hutan dilakukan apabila di wilayah yang bersangkutan tidak tersedia HPK dan hanya

pada hutan produksi.

b. Perubahan fungsi kawasan hutan

Perubahan fungsi kawasan hutan adalah suatu proses perubahan fungsi kawasan hutan tertentu menjadi

fungsi kawasan hutan lainnya.

Bab 2 - Hal 24

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3. Perubahan status/peruntukan kawasan hutan (pelepasan kawasan hutan):

a. Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Transmigrasi

Mekanisme:

1) Prosedur pelepasan areal hutan untuk transmigrasi mengacu pada SKB Menteri Transmigrasi dan PPH dan

Menteri Kehutanan Nomor SKB 126/MEN/1994 dan nomor 422/KPTS-II/1994.

2) Diajukan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi (d/h Kakanwil Deptrans dan PPH) kepada

Menteri Kehutanan melalui Kepala Dinas Kehutanan Provinsi (d/h Kakanwil Kemhut) dengan dilengkapi

persyaratan administrasi berupa: rekomendasi Bupati dan atau Gubernur, studi rencana teknis lokasi yang

diusulkan, dan peta lokasi.

b. Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Pertanian.

Mekanisme:

1) Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Pertanian mengacu pada SKB MENHUT, Mentan dan BPN No.

364/KPTS-II/1990, 519/KPTS/ JK.050/7/1990 tanggal 23-8-1990 tentang Ketentuan Pelepasan Kawasan Hutan

dan Pemberian HGU untuk Pengembangan Usaha Pertanian;

2) Permohonan disampaikan kepada MENHUT dengan dilampiri data permohonan, peta kawasan hutan yang

dimohon, rekomendasi Disbun Tingkat I, pertimbangan teknis dari Instansi Kehutanan, surat pernyataan tidak

mengalihkan kepemilikan; dan

3) Pertimbangan Teknis dari Baplan, Ditjen BPK (apabila arealnya termasuk HPH/HTI), dan Sekjen sebagai Ketua

Tim Pertimbangan, Persetujuan prinsip dari MENHUT, Penilaian oleh instansi kehutanan dan perkebunan di

Tingkat I.

4. Tukar Menukar Kawasan Hutan

Mekanisme:

a. Mengacu kepada SK MENHUT No. 292/KLPTS-II/1995 tanggal 12 Juni 1995 tentang Tukar Menukar Kawasan

Hutan jo. SK Menteri Kehutanan No. 70/KPTS-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 jo SK MENHUT No. 48/KPTS-II/2004

tanggal 23 Maret 2004;

b. Permohonan tukar menukar kawasan hutan yang diajukan kepada MENHUT dilampiri peta dengan skala

minimal 1 : 100.000, rekomendasi Gubernur atau Bupati/Walikota, peta usulan tanah pengganti;

c. Eselon I terkait lingkup Kementerian Kehutanan menyampaikan saran/pertimbangan teknis, Penelitian Tim

terpadu terhadap kawasan hutan, atas dasar saran/pertimbangan teknis atau hasil penelitian Tim terpadu,

MENHUT memberikan penolakan atau persetujuan, apabila permohonan disetujui dilakukan Clear dan Clean,

Pembuatan Berita Acara Tukar Menukar, Penunjukan Tanah Pengganti sebagai Kawasan Hutan dengan

Keputusan Menteri; dan

d. Berdasarkan BATB dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan yang telah dilakukan penelaahan hukum dan teknis

oleh eselon I terkait lingkup Kementerian Kehutanan Badan Planologi menyiapkan konsep Keputusan Menteri

beserta lampiran skala minimal 1 : 100.000 tentang Pelepasan Kawasan Hutan, Penetapan Batas kawasan

hutan yang baru yang berbatasan dengan kawasan hutan yang dilepas dan Penetapan Tanah Pengganti

sebagai Kawasan Hutan.

5. Perubahan Fungsi Kawasan Hutan

Mekanisme:

a. Prosedur perubahan fungsi kawasan hutan mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/KPTS-

II/2001 jo Nomor SK 48/MENHUT-II/2004;

b. Diajukan oleh pemohon (Bupati/Gubernur) kepada Menteri Kehutanan, dengan dilengkapi persyaratan

administrasi berupa: rekomendasi Bupati dan atau Gubernur, kajian potensi kawasan hutan yang diusulkan,

dan peta lokasi skala minimal 1:100.000; dan

c. Pengkajian oleh Tim Terpadu sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1615/KPTS-VII/2001.

BAB 3 GAMBARAN UMUM DAN KAWASAN

Kegiatan usaha tani yang dilakukan penduduk meliputi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan

perikanan. Sistem usaha tani yang dilakukan masih sederhana yang dilakukan di lahan pekarangan (di sekitar

rumah) yang dimanfaatkan untuk usaha tani sayuran dan tanaman pangan dengan pola tanam campuran dan di

lahan usaha yang lokasi agak jauh dari permukiman. Sistem kepemilikan dan pengelolaan lahan bersifat komunal

(hak ulayat), sehingga pola pengembangan usaha tani sangat tergantung pada ketua suku. Sistem usaha tani

mengikuti pola tanam campuran atau lebih dikenal dengan sistem agroforestri, hal ini mengingat kondisi

topografi lahan mempunyai kelerengan yang curam, sehingga sistem agroforestri sesuai diterapkan pada kondisi

lahan tersebut sekaligus sebagai upaya konservasi.

Bab 3 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Bab 3 Gambaran Umum dan Kawasan Pada bab ini akan dibahas Gambaran Umum Wilayah dan Gambaran Kawasan, akan dikaji dalam 2 (dua)

kelompok yakni kajian gambaran umum yakni Wilayah Kabupaten Tolikara dan kajian gambaran umum

kawasan perkotaan Bokondini yang telah ditetapkan deliniasi kawasan perkotaannya.

3.1. Gambaran Umum Kabupaten Tolikara

Pada sub bahasan gambara umum Kabupaten Tolikara akan dipaparkan mengenai kondisi umum mulai dari

administrasi kepemerintahan, kependudukan, kondisi fasilitas umum dan sosial, kondisi perekonomian,

penggunaan lahan, status kawasan hutan, kawasan rawan bencana serta kondisi transportasi yang ada.

3.1.1. Kondisi Kabupaten Tolikara

3.1.1.1. Letak Geografis Kabupaten Tolikara

Kabupaten Tolikara merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya berdasarkan Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten

Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten

Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten

Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua. Secara geografis,

Kabupaten Tolikara terletak antara garis koordinat 138° 00’57” - 138°54’32” BT dan 2° 52’58” - 3° 51’2” LS.

Wilayah administrasi Kabupaten Tolikara terdiri dari 46 (empat puluh enam) distrik dengan ibukota

kabupatennya berkedudukan di Distrik Karubaga. Untuk lebih jelas nama distrik yang ada di Kabupaten

Tolikara dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. 1 Nama Distrik di Tolikara

No. Nama Distrik No. Nama Distrik No. Nama Distrik

1 Karubaga 17 Kaboneri 33 Danime

2 Bokondini 18 Bewani 34 Taginere

3 Kanggime 19 Nabunage 35 Yuneri

4 Kembu 20 Gilubandu 36 Wakuwo

5 Goyage 21 Air Garam 37 Telenggeme

6 Wunin 22 Geya 38 Lianogoma

7 Wina 23 Numba 39 Biuk

8 Umagi 24 Dow 40 Wenam

9 Panaga 25 Wari / Taiyeve 41 Aweku

10 Woniki 26 Dundu 42 Anawi

11 Poganeri 27 Gundage 43 Wugi

12 Kubu 28 Egiam 44 Gika

13 Kondaga 29 Timori 45 Bogonuk

14 Nelawi 30 Nunggawi 46 Yuko

No. Nama Distrik No. Nama Distrik No. Nama Distrik

15 Kuari 31 Kai

16 Bokoneri 32 Tagime

Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011

Hingga kini permasalahan batas wilayah menjadi masalah utama di Kabupaten Tolikara, dan bisa menimbulkan

konflik. Saat ini terdapat 4 sumber peta wilayah Kabupaten Tolikara yang memiliki luasan berbeda, yaitu:

1 Peta Wilayah Kabupaten Tolikara seluas 14.564 Km2 yang berdasarkan UU No.26 Tahun 2002 tentang tentang

Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat,

Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten

Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan

Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua;

Peta Wilayah Kabupaten Tolikara berdasarkan Draf PERDA RTRW Provinsi Papua seluas lebih kurang 6.130

Km²;

Peta RBI dari Badan Informasi Geospasial Tahun 2011, seluas lebih kurang 4.364 Km²; dan

Peta Kehutanan dari KEMENHUT Tahun 2011, seluas lebih kurang 6.196,7 Km².

Ketiga peta tersebut memiliki luas yang berbeda-beda. Mengingat permasalahan peta ini nantinya dapat

berpotensi munculnya konflik, maka konsultan melakukan ratifikasi dengan merujuk pada peta RBI Tahun 2011,

peta administrasi berdasarkan UU No.26 Tahun 2002, hasil survei, serta diskusi dengan para pemangku

kepentingan di Kabupaten Tolikara. Berdasarkan hasil ratifikasi di tahun 2012, maka diperoleh Luas Wilayah

Kabupaten Tolikara adalah 6.357,55 Km².

Tabel 3. 2 Luas Kabupaten Tolikara Menurut Sumbernya

No Sumber Luas

1 Undang-undang No 26 Tahun 2002 14.564 km2

2 Draf Perda RTRW Provinsi Papua 6.130 km2

3 Peta RBI BIG Tahun 2011 4.364 km2

4 Peta Kehutanan dari KEMENHUT tahun 2012

6.196,7 km2

5 Ratifikasi Pemangku Kepentingan 6.357,55 km2

Sementara itu batas wilayah administrasi Kabupaten Tolikara ini, adalah:

1. Sebelah Utara : Kabupaten Mamberamo Raya

2. Sebelah Timur : Kabupaten Mamberamo Raya dan Mamberamo Tengah

3. Sebelah Selatan : Kabupaten Lanny Jaya dan Jayawijaya

4. Sebelah Barat : Kabupaten Puncak Jaya.

Adapun peta wilayah Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada gambar 3.1

Bab 3 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 1 Wilayah Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 3

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.1.1.2. Topografi

A. Kondisi Topografi dan Kemiringan Lereng

Ditinjau dari kondisi topografinya, Kabupaten Tolikara umumnya berada pada wilayah yang berbukit-bukit

sampai bergunung, berkisar antara 1000 mdpl sampai dengan 3.300 mdpl. Namun terdapat juga sebagian kecil

wilayah yang berada pada dataran rendah dengan kondisi tanah rawa, yaitu pada bagian selatan wilayah

Kabupaten Tolikara, dengan ketinggian < 500 mdpl.

Ditinjau dari kemiringan lerengnya, maka umumnya wilayah Kabupaten Tolikara berada pada kemiringan

lereng >15%, bahkan sebagian kawasan pada bagian tengah wilayah kabupaten, berada pada kemiringan lereng

>30%.

Secara alami faktor ketinggian suatu wilayah diatas permukaan laut (dpl) berpengaruh terhadap lingkungan

fisik seperti suhu dan jenis flora dan fauna yang mendiaminya dan faktor kemiringan lereng akan berdampak

pada potensi pengembangan penggunaan lahan.

Kondisi ketinggian dapat dilihat pada peta 3.2 dan kondisi kemiringan lerengnya pada peta 3.3.

B. Jenis Tanah

Tanah merupakan tubuh alam yang terbentuk sebagai hasil proses terhadap faktor-faktor pembentuk tanah.

Faktor pembentuk tanah yang dimaksud adalah bahan induk, iklim, topografi, organisme dan waktu. Oleh

karena faktor pembentuk tanah tersebut mempengaruhi perkembangan tanah, maka tanah (jenis tanah)

bervariasi dari satu tempat ketempat lain, demikian juga produktivitas dalam pemanfaatannya.

Berdasarkan jenis tanah yang ada di kawasan Perkotaan Bokondini terdiri atas 2 jenis, yaitu:

1. Dominasi Dystrudepts, dengan campuran Udorthents

2. Dominasi Haplustolls, dengan campuran Haplustepts

Tanah dengan dominasi Dystrudepts dan Endoaquepts masuk ke dalam Ordo Inseptisols. Tanah ini merupakan

tanah yang belum matang, perkembangan profilnya lemah dan masih banyak menyerupai bahan induknya.

Penggunaannya untuk pertanian dan non pertanian adalah beragam, daerah berlereng untuk hutan dan untuk

pertanian perlu drainase. Jenis tanah dengan dominasi Dystrudepts tersebar di Distrik Wina, Gudagi, Dundu,

Umagi, Panaga, Kembu, Timori dan Kaboneri. Sementara Jenis tanah dengan dominasi Endoaquepts tersebar

di Distrik Dow dan Wari.

Tanah dengan dominasi Hapludox masuk ke dalam Ordo Spodosols. Tanah yang mempunyai horison spodik dan

bahan albik pada 50 persen atau lebih dari setiap pedon-nya. Horison spodik-nya memiliki ketebalan 10 cm atau

lebih dengan batas atas di dalam kurang dari 200 cm dan horison albik berada langsung di atasnya. Spodosol

merupakan tanah yang telah berkembang lanjut, biasanya pada bahan induk pasir kuarsa, berdrainase tidak

baik, struktur tanah lepas atau masif, sangat miskin unsur hara, dan peka terhada perosi. Potensi tanah ini

tergolong rendah dan tidak digunakan untuk usaha pertanian. Penyebarannya di daerah peralihan antara rawa

gambut. Jenis tanah ini banyak ditemui di Distrik Gudagi, Dundu dan Egiam.

Tanah dengan dominasi Hapludulst masuk ke dalam Ordo Ultisols. Tanah yang mempunyai horison argilik atau

kandik dan memiliki kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 125 cm atau lebih di bawah batas

atas horison argilik atau kandik. Tanah ini telah mengalami pelapukan lanjut dan terjadi translokasi liat pada

bahan induk yang umumnya terdiri dari bahan kaya aluminium-silika dengan iklim basah. Sifat-sifat utamanya

mencerminkan kondisi telah mengalami pencucian intensif, diantaranya: miskin unsur hara N, P, dan K, sangat

masam sampai masam, miskin bahan organik, lapisan bawah kaya aluminium (Al), dan peka terhadap erosi.

Potensinya bervariasi dari rendah sampai sedang dan biasanya digunakan untuk tanaman keras. Jenis tanah ini

tersebar di Distrik Egiam.

Tanah dengan dominasi Haplustolss masuk ke dalam Ordo Mollisols. Tanah ini terbentuk dari adanya proses

pembentukan tanah yang berwarna gelap karena penambahan bahan organik. Akibat pelapukan bahan

organik di dalam tanah membentuk senyawa-senyawa yang stabil dan berwarna gelap. Warna gelap yang

terbentuk, dengan adanya aktivitas mikro organisme tanah maka terjadi pencampuran bahan organik dan

bahan mineral tanah sehingga terbentuk kompleks mineral-organik yang berwarna kelam. Tanah ini

merupakan tanah yang subur dengan hanya sedikit pencucian sehingga kejenuhan basa tinggi. Sebagian besar

tanah ini digunakan untuk pertanian. Jenis tanah ini tersebar di Distrik Gilombandu, Woniki, Kanggime,

Nunggawi, Goyage, Nabunage, Kuari, Geya, Kondaga, Numba, Kubu, Bokoneri, Bokondini, Bewani dan

Kaboneri.

Tanah dengan dominasi Udorthents masuk ke dalam Ordo Entisols. Dari lima sub ordo dalam kelompok entisol,

tanah pertanian utamanya adalah Aquents (selalu jenuh air dan drainase terhambat); fluvents (terbentuk dari

endapan di dataran banjir sungai); psamments (bertekstur pasir atau pasir berlempeng); orthents

(berpenampung dangkal dan berbatu di lereng yang curam). Aquents, kandungan bahan organiknya sedang

sampai tinggi di seluruh lapisan, reaksi tanahnya masam sampai agak masam. Fluvents dan orthents reaksi

tanahnya cenderung masam sampai agak masam. Psamments, kandungan liatnya tinggi, reaksi tanahnya

sangat masam sampai masam, dan kandungan bahan organiknya sangat rendah sampai rendah. Penggunaan

tanah Aquents biasanya di gunakan untuk persawahan. Fluvents digunakan untuk sawah pengairan dan tadah

hujan selain itu juga untuk tegalan dan pertanian pangan lahan kering. Psamments untuk tegalan, kebun

campuran, dan lahan pertanian kering. Orthents digunakan sebagai ladang berpindah, daerah pengembalaan

ternak, ditanami kayu-kayuan, sebagian lagi untuk hutan pinus, semak dan hutan sekunder. Jenis tanah ini

tersebar di Distrik Poganeri dan Gilombadu.

Kondisi jenis tanah dapat dilihat pada peta 3.5.

Bab 3 - Hal 4

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 2 Ketinggian Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 5

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 3 Kelerengan Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 6

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

C. Jenis Geologi

Struktur Geologi Kabupaten Tolikara didominasi oleh struktur Malihan Darewo di bagian tengah ke selatan,

disusul oleh batuan Ultrafamik dan batuan terobosan timepa pada bagian tengah ke utara. Potensi dari

masing-masing struktur geologi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 3. Potensi Airtanah, Keberadaan Mineral Logam, Mineral Non Logam, Kondisi Geoteknik dan Bencana Geologi

Air Tanah Mineral Material Fondasi Longsor

Aluvium: Kerikil, pasir, lumpur, lanau dan gambut Kuarter Sangat Baik Emas Pasir, Kerikil Dangkal/Dalam Stabil

Endapan Terbiku: Konglomerat, Breksi dan Pasir Kuarter Sangat Baik Emas Pasir, Kerikil Dangkal/Dalam Stabil

QfFanglomerat: Konglomerat oligomiktik, Batupasir dan

BatulumpurKuarter Baik Emas Pasir, Kerikil Dangkal/Dalam Rendah

Ketidak Selarasan

Tmpt Batuan Terobosan Timepa: Diorit, Granodiorit Emas, Perak,

(d.g.a) dan Andesit Platinum

Ketidak Selarasan

Ketidak Selarasan

Tema

Batuan Gunung Api Auwewa: Lava Basal, Diabas dan

Andesit, Breksi, Tuf berselingan dengan Rijang, Napal,

Perlit dan Perlit Tufaan

Eosen BurukEmas, Perak,

Platinum,Batu Dangkal Rendah

Ketidak Selarasan

Batuan Malihan Darewo: Batusabak, Filit, Sekis kuarsa

mika, Sekis klorit.Tersier Buruk Dangkal Tinggi

Kelompok Kambelangan Tak Terpisahkan:

Batulempung, Batusabak, sedikit sisipan Batulanau,

setempat Batugamping lumpuran dan Batupasir

Jura Sedang Dangkal Tinggi

MuBatuan Ultramafik: Dunit, Serpentinit, Peridotit,

Piroksenit, Harzburgit, Batuan Metabasal, Spilit.Mesozoikum Buruk

Nikel, Chromit,

Bijih BesiBatu Dangkal Rendah

Sesar Geser Mata Air

Sesar Naik Mata Air

Td

Qt

Dangkal Rendah

STRATIGRAFI FORMASI UMUR

JKk

POTENSI

Formasi Makats: Grewak, Batulanau dan Batulempung Miosen Buruk Dangkal Rendah

Miosen Buruk Batu

Qa

Tmm

Sumber: Tim Penyusun Geologi, Tolikara, 2012

Kondisi jenis geologi dapat dilihat pada peta 3.6.

Bab 3 - Hal 7

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 4 Jenis Tanah Kabupaten Tolikara

Bab 8 - Hal 8

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 5 Geologi Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 9

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.1.1.3. Curah Hujan

Intensitas curah hujan di Kabupaten Tolikara termasuk tinggi, di mana curah hujan terkecil mencapai 2.421

mm/tahun dan yang terbesar mencapai 3.681 mm/tahun. Kawasan dengan intensitas curah hujan terendah

terdapat di kawasan pusat kabupaten di Distrik Karubaga dan hinterlandnya seperti Distrik Wunin, Bewani,

Kaboneri, Kubu, Nelawi, Numba, Kuari, Nabunage, Kanggime, Goyage dan Geya. Sementara kawasan dengan

intensitas curah hujan sedang berada di Woniki, Nunggawi, Gilombandu, Timori, Kembu, Panaga dan Poganeri.

Kawasan dengan intensitas curah hujang tinggi berada di Distrik Dow, Wari, Wina, Gundagi, Dundu, Umage,

Egiam.

Kondisi curah hujan di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.7.

3.1.1.4. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdapat di Kabupaten Tolikara adalah DAS Mamberamo. DAS tersebut

bermuara di Wilayah Sungai (WS) Lintas Negara Mamberamo – Tami – Apauvar.

Kondisi daerah aliran sungai di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.8.

3.1.1.5. Hidrogeologi

Ditinjau dari hidrogeologinya, maka Kondisi Hidrogeologi Kabupaten Tolikara umumnya adalah Daerah Air

Tanah Langka. Hal ini menjelaskan bahwa tidak cukup banyak kandungan air tanah di Kabupaten Tolikara, yang

dapat dimanfaatkan. Kondisi air tanah langka ini ditemui di bagian tengah ke selatan, mencakup hampir

seluruh distrik. Hanya dua distrik saja yang berada pada akuifer sedang, yaitu Distrik Dow dan Wari, pada

bagian utara wilayah Kabupaten Tolikara, dan dekat dengan areal tanah rawa.

Kondisi Hidrogeologi di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.9.

Bab 3 - Hal 10

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 6 Kondisi Curah Hujan di Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 11

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) Di Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 12

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 8 Hidrogeologi Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 13

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.1.2. Administrasi Kawasan Perkotaan Bokondini

Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan, menggunakan karakteristik fisik dasar, lingkup kawasan

permukiman, aksesibilitas eksisting, dan diskusi dengan masyarakat serta arahan dari instansi setempat, maka

diidentifikiasi Kawasan Perkotaan Bokondini mencakup 4 Distrikk dengan luas 100,65 Km2. Adapun luasan dan

nama distrik tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. 4 Nama Distrik dan Luasan di Kawasan Perkotaan Bokondini

No Nama

Distrik BWP

Luas Distrik Luas Distrik

dalam BWP % Luas

Distrik

Thd BWP (km2) % (km2) %

1 Bokondini I 20,95 9,71 20,95 20,82 100,00

2 Bewani II 97,78 45,33 21,92 21,78 22,42

3 Bokoneri III 80,41 37,28 42,18 41,90 52,45

4 Kaboneri IV 16,58 7,68 15,60 15,50 94,10

Jumlah 215,72 100,00 100,65 100,00

Sumber : Hasil Analisis Konsultan 2013

Dari tabel 3.4 terlihat jelas bahwa Distrik Bokondini merupakan kawasan yang secara keseluruhan termasuk

dalam Kawasan Perkotaan Bokondini yaitu sekitar 20,95 km2, diikuti dengan Distrik Kaboneri seluas 15,60 km2

(94,1%), Distrik Bokoneri dengan luas 42,18 (52,45%) dan luasan terkecil di Distrik Bewani seluas 21,92 km2

(22,42%).

3.1.3. Kependudukan

A. Jumlah Penduduk

Data penduduk Tolikara cukup bervariasi, namun dalam hal ini data penduduk secara keseluruhan

menggunakan data penduduk dari hasil SENSUS penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Pemerintah

Provinsi Papua. Adapun jumlah penduduk Kabupaten Tolikara di tahun 2010 adalah 114 427 Jiwa, dengan

jumlah penduduk laki-laki 61.801 jiwa dan perempuan 52.626 jiwa.

B. Struktur Penduduk

Struktur penduduk Kabupaten Tolikara dikelompokkan menurut dua aspek, yaitu struktur penduduk menurut

jenis kelamin, dan menurut umur. Kedua aspek tersebut menunjukkan karakteristik masyarakat Kabupaten

Tolikara, yang nantinya dapat menentukan arahan pengembangan.

Ditinjau menurut jenis kelaminnya, maka penduduk Kabupaten Tolikara masih didominasi oleh penduduk

berjenis kelamin pria. Ditinjau dari kelompok umurnya, maka penduduk Kabupaten Tolikara didominasi oleh

penduduk kelompok umur 0 – 4 tahun. Kelompok umur tersebut masuk dalam kategori kelompok umur non

produktif.

C. Indikator Pendidikan

Indikator Pendidikan pada suatu wilayah ditinjau dari 3 aspek, yaitu:

1 Angka Melek Huruf: angka yang menunjukkan persentase jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang

sudah bisa membaca

2 Rata-rata Lama Sekolah: angka yang menunjukkan lamanya penddidikan yang ditempuh, dapat disetarakan

dengan jenjang pendidikan

3 Angka Partisipasi Sekolah: angka yang menunjukkan tingkat partisipasi sekolah penduduk pada kelompok usia

sekolah

Berdasarkan Statistik Kabupaten Tolikara Tahun 2010 diperoleh data sebagai berikut:

1 Angka Melek Huruf sebesar 32,87% pada thn 2009, artinya hanya sebagian kecil masyarakat Kabupaten

Tolikara yang dapat membaca, sedangkan sebagian besar tidak dapat membaca.

2 Rata-rata Lama Sekolah sebesar 2,94 pada thn 2009 artinya rata-rata masyarakat Tolikara hanya bersekolah

sampai kelas 3 SD (hampir 3 tahun).

3 Angka Partisipasi Sekolah

a. Angka Partisipasi Sekolah usia 7-12 thn sebesar 75,97%, pada thn 2009 artinya walaupun kelompok usia SD

partisipasinya paling besar, namun belum semua anak usia SD yang bersekolah, hanya sebagian besarnya

saja yang bersekolah.

b. Angka Partisipasi Sekolah usia 13-15 thn sebesar 15,39% pada thn 2009, artinya hanya sebagian kecil anak

usia SLTP yang bersekolah, sebagian besarnya tidak bersekolah

c. Angka Partisipasi Sekolah usia 16-18 thn sebesar 5,76% pada thn 2009, artinya artinya hanya sebagian kecil

anak usia SLTA yang bersekolah, sebagian besarnya tidak bersekolah.

D. Indikator Kesehatan

Indikator kesehatan suatu wilayah dapat ditinjau dari banyaknya sarana kesehatan, tenaga medisnya, seta

Angka Harapan Hidupnya. Angka Harapan Hidup adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan

asumsi tidak ada pola mortalitas menurut umur.

Berdasarkan Statistik Kabupaten Tolikara Tahun 2010 diperoleh data sebagai berikut:

1 Tempat berobat di Kabupaten Tolikara pada tahun 2009 masih sangat terbatas, yang tersedia hanya

puskesmas dan balai pengobatan. Sedangkan rumah sakit dan praktek dokter belum tersedia di Kabupaten

Tolikara.

2 Penolong Kelahiran di Kabupaten Tolikara pada tahun 2009 masih sangat terbatas, dimana sebagian besar

masih menggunakan tenaga Famili dan Dukun. Sedangkan hanya sebagian kecil masyarakat yang

menggunakan tenaga dokter dan bidan sebagai penolong kelahiran.

3 Angka harapan hidup di Kabupaten Tolikara pada tahun 2009 relatif tinggi yaitu sebesar 65,8 tahun, artinya

rata-rata masyarakat Tolikara dapat hidup hingga usia 66 tahun, dimana angka harapan hidup tertinggi adalah

85 tahun

Untuk lebih detailnya Indikator Kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 5 Indikator Kesehatan Kabupaten Tolikara Tahun 2010

Uraian 2007 (%) 2009 (%)

Tempat Berobat

Rumah Sakit 0 0

Praktek Dokter 0 0

Puskesmas 100 41.86

Bab 8 - Hal 14

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Uraian 2007 (%) 2009 (%)

Balai Pengobatan

58.14

Penolong Kelahiran

Dokter 0.01 5.4

Bidan 28.01 9.45

Tenaga Medis Lain 1.75 0

Famili 33.33 43.26

Dukun 36.84 41.89

Lainnya 0 0

Angka Harapan

Hidup 65.6 65.8

Sumber: Hasil SUSENAS Kabupaten Tolikara, 2008-2009

E. Indikator Ketenagakerjaan

Pada tahun 2009, sebagian besar (95,23 persen) penduduk usia kerjanya (15-64 tahun) termasuk ke dalam

angkatan kerja. Hal ini menunjukkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kabupaten Tolikara

sangatlah besar. Jika angka TPAK ini dibandingkan dengan angka kesempatan kerja, dapat diidentifikasi bahwa

angkatan kerja yang bekerja di Kabupaten Tolikara mengalami peningkatan dari tahun 2008 – 2009, yaitu dari

97,89% naik menjadi 99,47%. Akan tetapi jika dilihat dari sektor pekerjaannya, hampir semua penduduk tolikara

(99,11%) masih bekerja di sektor pertanian di mana notabene merupakan petani gurem (luas lahan kurang dari

0,5 hektar) yang hanya menanam tanaman palawija, khususnya untuk umbi-umbian (petatas). Sehingga

dengan demikian walaupun bekerja, namun penghasilan yang mereka dapatkan sangatlah kecil karena hasil

pertanian yang didapat sangat kecil dan tidak sebanding dengan biaya produksinya.

Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 6 Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Tolikara Tahun 2009

Indikator Tahun (%)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 2008 95,45

2009 95,23

Tingkat Pengangguran (%) 2008 2,11

2009 0,53

Persentase Bekerja (%) 2008 97,89

2009 99,47

Persentase Bekerja Sektor Pertanian (%) 2008 95,91

2009 99,11

Persentase Bekerja Sektor Manufaktur (%) 2008 3,04

Indikator Tahun (%)

2009 0,29

Persentase Bekerja Sektor Jasa & Lainnya (%) 2008 1,05

2009 0,60

Sumber: Hasil SUSENAS Kabupaten Tolikara, 2008-2009

3.1.4. Kondisi Fasilitas Umum dan Sosial

3.1.4.1. Sarana Pemerintahan

Sarana pemerintahan yang ada di Wilayah Kabupaten Tolikara umumnya terdapat di Ibu Kota Distrik. Sarana

pemerintahan tingkat kabupaten ada di Distrik Karubaga, sementara beberapa sarana pemerintahan tingkat

lokal (Kantor Distrik) ada di masing-masing distrik.

Saat ini Sarana Pemerintahan skala kabupaten yang ada sudah cukup lengkap, di mana seluruh dinas ataupun

badan sudah memiliki kantor sendiri.

Sebaran sarana kepemerintahan dapat dilihat pada peta 3.13.

Gambar 3. 1 Sarana Pemerintahan Tolikara

Sumber: Survey Lapangan, 2012

3.1.4.2. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan di Kabupaten Tolikara umumnya adalah sarana pendidikan dasar (SD), di mana hampir

setiap distrik memiliki SD. Jumlah sarana pendidikan untuk SMP cukup terbatas sementara SMA masih sangat

kurang. Sudah terdapat 66 SD, 17 SMP dan 4 SMA. Jika dilihat dari jangkauan pelayanannya, di mana kondisi

geografis berbukit-bukit, maka SMA yang ada hanya dapat menampung peserta didik yang ada di sekitaranya

saja.

Pada umumnya sarana pendidikan yang ada merupakan bangunan bantuan pendidikan dari pemerintah pusat,

sehingga berbentuk SD, SMP, maupun SMA Inpres. Beberapa bangunan sarana pendidikan membutuhkan

perbaikan, karena sudah berusia lama.

Bab 8 - Hal 15

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 3. 2 Sarana Pendidikan Kabupaten Tolikara

Sumber: Hasil Survei , 2012

Sebaran sarana pendidikan dapat dilihat pada peta 3.14.

3.1.4.3. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Tolikara terdiri dari Rumah Sakit, Balai Pengobatan,

Puskesmas/Pustu dan Posyandu. Rumah Sakit hanya terdapat di Distrik Karubaga. Rumah Sakit ini sebelumnya

merupakan bagian dari Puskesmas. Sementara Puskesmas/Pustu tersebar di seluruh distrik. Namun Posyandu

yang sangat terkait dengan kebutuhan pelayanan kesehatan anak-anak balita tidak terdapat di seluruh distrik.

Gambar 3. 3 Sarana Kesehatan Kabupaten Tolikara

Sumber: Hasil Survei , 2012

Sebaran sarana kesehatan dapat dilihat pada peta 3.16.

3.1.4.4. Sarana Perdagangan dan Jasa

Sarana perdagangan dan jasa di Kabupaten Tolikara terdiri dari 2 pasar linkungan, 2 pertokoan dan sekitar 354

toko/warung.

Gambar 3. 4 Sarana Perdagangan dan Jasa Kabupaten Tolikara

Sumber: Hasil Survei , 2012

Sebaran sarana perdagangan dan jasa dapat dilihat pada peta3.15.

Bab 3 - Hal 16

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 9 Sebaran Fasilitas Pemerintah di Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 17

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 10 Sebaran Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 18

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 11 Sebaran Fasilitas Perdagangan Dan Jasa di Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 19

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 12 Sebaran Fasilitasi Kesehatan di Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 20

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.1.4. Kondisi Perekonomian

3.1.4.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Perkembangannya

Berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB Kabupaten Tolikara Tahun 2010 mencapai 505.028 milyar

rupiah atau mengalami kenaikan sebesar 30,72% dari tahun sebelumnya. Sebaliknya berdasarkan harga

konstan PDRB Kabupaten Tolikara mengalami perkembangan yang menurun yakni dari 16,86% pada tahun

2007 menjadi 11,39% pada tahun 2010. Hal ini berarti bahwa peningkatan PDRB di Kabupaten Tolikara secara

signifikan dipengaruhi oleh kenaikan inflasi dan bukan pada kenaikan produksi nyata.

Tabel 3. 7 PDRB Kabupaten Tolikara Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2006-2010

Tahu

n

PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku Perkembangan

PDRB Atas Dasar Harga

Konstan Perkembangan

Jumlah (Juta Rupiah) Persentase (%) Jumlah (Juta Rupiah) Persentase (%)

2006 187.030

Data tidak

tersedia 126.377

Data tidak

tersedia

2007 241.242 28,98 147.694 16,86

2008 304.831 26,35 168.166 13,86

2009 386.329 26,73 187.223 11,33

2010 505.028 30,72 208.548 11,39

Sumber: PDRB Kab. Tolikara 2006-2010

3.1.4.2. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tolikara

Rata-rata pertumbuhan PDRB Kabupaten Tolikara atas dasar harga konstan pada kurung waktu 2006-2010

adalah sebesar 13,36%. Jika dilihat pertumbuhan rata-rata (r) tiap-tiap sektor maka sektor jasa-jasa mengalami

pertumbuhan yang lebih tinggi yaitu sebesar 42,58% disusul dengan sektor bangunan sebesar 39,61% serta

pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 33,4%. Sementara itu sektor pertanian mengalami pertumbuhan

yang menurun dalam kurung waktu 2006-2010 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,87% diikuti sektor

industri pengolahan dan pertambangan. Hal ini menjadikan kelompok sektor primer (pertanian; pertambangan

dan penggalian) memiliki angka pertumbuhan yang rendah (19,65%) dibandingkan dengan kelompok sektor

sekunder (industri pengolahan; listrik dan air bersih; serta bangunan) sebesar 52,76% serta kelompok sektor

tersier (perdagangan, hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, jasa perusahaan,

dan jasa-jasa lainnya) yakni memiliki angka pertumbuhan tertinggi yaitu 105,09%.

Tabel 3. 8 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tolikara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2010

No. Lapangan Usaha Tahun (dalam persen)

2006 2007 2008 2009 2010 r

1 Pertanian 6,44 6,18 6,65 1,70 3,38 4,87

2 Pertambangan dan Galian 20,37 10,81 11,32 16,29 15,10 14,78

3 Industri Pengolahan 15,66 13,11 13,42 12,58 11,00 13,15

4 Listrik dan Air Bersih - - - - - -

5 Bangunan 37,26 71,81 29,19 33,09 26,72 39,61

No. Lapangan Usaha Tahun (dalam persen)

2006 2007 2008 2009 2010 r

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 11,97 14,94 15,02 16,13 6,51 12,91

7 Pengangkutan dan Komunikasi 15,25 73,56 40,71 29,81 7,87 33,44

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 14,56 15,47 18,58 16,34 15,88 16,17

9 Jasa-Jasa 7,25 94,91 39,38 38,6 32,74 42,58

PDRD - 16,86 13,86 11,33 11,39 13,36

Primer 26,81 16,99 17,97 17,99 18,48 19,65

Sekunder 52,92 84,92 42,61 45,67 37,72 52,76

Tersier 49,03 198,88 113,69 100,88 63 105,09

Sumber: PDRB Kab. Tolikara 2006-2010

3.1.4.3. PDRB Perkapita

Untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh masyarakat biasanya digunakan indikator pendapatan

perkapita, namun penghitungan pendapatan perkapita suatu wilayah belum dapat dilakukan karena ketiadaan

informasi tentang pendapatan faktor produksi yang masuk dan keluar. Atas dasar hal tersebut PDRB Perkapita

dapat digunakan sebagai proxy bagi pendapatan perkapita, dengan asumsi bahwa pendapatan faktor produksi

dan transfer yang mengalir keluar sama dengan pendapatan faktor produksi dan transfer yang masuk. Angka

PDRB perkapita diperoleh dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh PDRB Perkapita Kabupaten Tolikara mengalami kenaikan dari tahun

ke tahun, dan di tahun 2010 PDRB Perkapita telah mencapai Rp. 1.868.219,- per tahun atau Rp. 155.685,- per

bulan. Angka ini sangat kecil dibandingkan dengan angka UMP Provinsi Papua sebesar Rp.1.710.000,- per

bulan. Bahka jika dibandingkan dengan standar Kemiskinan Berdasarkan Bank Dunia USD2/hari (Rp.

540.000/bulan) masih jauh lebih kecil.

Detail mengenai PDRB Perkapita di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 9 Pertumbuhan PDRB Perkapita Kabupaten Tolikara 2008-2010

2008 2009 2010

PDRB ADHB (Rp miliar) 304,83 386,33 505,03

Jumlah Penduduk (Jiwa) 248.603 262.201 270.327

PDRB Per Kapita (Rp /th) 1.226.172 1.473.412 1.868.219

Pertumbuhan (%)

20% 27%

PDRB Per Kapita (Rp /bln) 102.181 122.784 155.685

Sumber: RTRW Kabupaten Tolikara 2012-2033

Bab 8 - Hal 21

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.1.4.4. Potensi Sektor Unggulan Kabupaten Tolikara

Dalam mengidentifikasi peran dan pengaruh Kabupaten Tolikara terhadap sistem ekonomi regional Provinsi

Papua dapat digunakan metoda analisis Location Quotient (LQ). Analisis ini didasarkan pada kontribusi PDRB

Kabupaten Tolikara untuk sektor tertentu (PDRBi) dibandingkan dengan besarnya PDRB secara keseluruhan

(PDRBt) di Kabupaten Tolikara pada tahun yang sama. Selanjutnya dari hasil perhitungan tersebut

dibandingkan dengan kontribusi PDRB Provinsi Papua dari jenis sektor yang sama (PDRBi) terhadap sektor

secara keseluruhan (PDRBt) pada tahun yang sama. Untuk lebih jelasnya perhitungan LQ dapat dilihat pada

rumus sebagai berikut :

(PDRBi/PDRBt) Kab. Tolikara

LQ = ------------------------------------------

(PDRBi/PDRBt) Provinsi Papua

Keterangan :

PDRB i = PDRB sektor i

PDRB t = PDRB total seluruh sektor

Dengan menggunakan data PDRB Kabupaten Tolikara maupun Provinsi Papua atas dasar harga konstan tahun

2000 periode 2006-2010 dapat diketahui hasil perhitungan LQ.

Tabel 3. 10 Nilai LQ PDRB per Sektor Tahun 2006-2010

No. Lapangan Usaha Nilai LQ

2006 2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 4,569 4,254 3,772 4,038 3,488

2 Pertambangan dan Galian 0,011 0,010 0,011 0,011 0,012

3 Industri Pengolahan 0,214 0,218 0,212 0,245 0,199

4 Listrik dan Air Bersih 0,000 0,000 0,000 0,000 0,244

5 Bangunan 1,061 1,397 1,328 1,673 1,506

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,734 0,684 0,621 0,705 0,591

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,270 0,360 0,386 0,478 0,394

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,265 0,186 0,165 0,145 0,137

9 Jasa-Jasa 0,895 1,414 1,569 1,853 1,858

Sumber: RTRW Kabupaten Tolikara Tahun 2012-2033

Keterangan: Jika LQ > 1 : sektor basis; LQ < 1 : bukan sektor basis; LQ = 1 : bersifat netral.

Nilai LQ diatas menunjukkan bahwa 3 (tiga) sektor ekonomi di Kabupaten Tolikara memiliki nilai lebih besar

dari 1 (satu) yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa selama kurun waktu tahun 2006

sampai dengan 2010. Dengan demikian, ketiga sektor tersebut memenuhi syarat sebagai sektor basis dan

memiliki keunggulan komparatif jika dibandingkan dengan sektor yang sama dalam konteks regional Provinsi

Papua. Dengan demikian ketiga sektor tersebut dapat menjadi andalan dan mempunyai prospek untuk

dikembangkan pada masa yang akan datang oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara.

Sebagai tindak lanjut dari hasil analisis LQ, selayaknya Pemerintah Daerah perlu memperhatikan

pengembangan ketiga sektor yang potensial tersebut melalui alokasi pembiayaan pembangunan, sehingga

diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan masing-masing sektor maupun nilai PDRB secara keseluruhan.

3.1.4.5. Sektor Produktif Kabupaten Tolikara

Berdasarkan hasil survei baik pengamatan secara langsung, hasil disuksi, maupun pengumpulan data

sekunder, dapat diidentifikasi bahwa potensi sektor produktif di Kabupaten Tolikara yang perlu diperhatikan

terdiri dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, perindustrian, perdagangan dan

jasa, serta sektor pertambangan.

A. Sektor Pertanian

Sektor pertanian mempunyai peranan besar dalam pembangunan perekonomian di Kabupaten Tolikara. Pada

tahun 2010, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai 42,61%

yang menduduki peringkat pertama. Tercatat pertumbuhan sektor pertanian tahun 2010 mencapai 3,38%

terhadap tahun lalu (PDRB Kabuapaten Tolikara, 2010).

Praktek atau budaya bertani di Kabupaten Tolikara masih sangat sederhana, petani dikelompokkan menjadi

petani peramu, ladang berpindah dan petani menetap subsisten. Praktek usaha tani seperti ini menjadi salah

satu hambatan dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Petani meramu adalah

kegiatan pencarian bahan makanan di hutan tanpa melakukan budidaya. Praktek pertanian seperti ini

menyebabkan petani sangat bergantung kepada alam tanpa upaya pemberdayaan terhadap sumberdaya

alam. Praktek pertanian ladang berpindah, biasanya lahan yang sudah diusahakan beberapa lama dan

produktivitas lahan mulai menurun ditinggalkan oleh petani dalam keadaan tidak ditanami (gundul), hal ini

menjadi penyebab utama meluasnya lahan kritis dan kerusakan hutan. Kondisi seperti ini akan diperparah oleh

faktor-faktor jenis tanah, kelerengan lahan dan curah hujan yang tinggi. Beberapa alasan berkembangnya

praktek ladang berpindah, diantaranya : a) masih luasnya lahan yang tersedia dan kurangnya penduduk, b)

status pemilikan lahan komunal (hak ulayat), c) rendahnya pendidikan dan ketrampilan petani, d) sikap petani

yang hanya menerima dari alam. Praktek pertanian menetap sudah mulai berkembang, namun kebanyakan

masih bersifat subsisten atau untuk memenuhi kebutuhan sendiri/ keluarga belum bersifat komersial.

Teknologi pertanian yang diterapkan dalam kegiatan usaha tani masih sangat tradisional yang meliputi

pembukaan hutan dengan peralatan sederhana dan manual, pembersihan lahan, pembakaran sisa-sisa

tanaman dan perakaran, selanjutnya dilakukan penanaman tanpa pemberian pupuk. Praktek usaha tani seperti

ini mengakibatkan produksi dan rata-rata produktivitasnya masih sangat rendah. Peningkatan produksi dan

produktivitas usaha tani dapat diperbaiki dengan penerapan paket teknologi spesifik lokasi yang telah teruji.

Sistem kepemilikan dan pengelolaan lahan bersifat komunal (hak ulayat), sehingga keputusan pengelolaan

lahan sangat ditentukan oleh ketua suku. Hal ini menjadi salah satu penghambat dalam peningkatan dan

pengembangan usaha tani yang diusahakan oleh petani. Dengan demikian, upaya perbaikan dan

pengembangan usaha tani harus mempertimbangkan aspek teknis, sosial, ekonomi dan budaya setempat.

Ubi jalar merupakan komoditas pangan utama penduduk di Kabupaten Tolikara, sehingga sebagian besar

lahan yang ada dimanfaatkan untuk mengusahakan komoditas tersebut. Budaya bertani ubi jalar yang dianut

oleh penduduk meliputi : a) usaha tani ubi jalar di lahan datar sekitar perumahan (pekarangan), b) usaha tani

ubi jalar di lereng dengan kemiringan >40%, c) usaha tani ubi jalar di lahan rendah/ lembah. Lahan pekarangan

Bab 8 - Hal 22

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

dimanfaatkan secara terus menerus oleh petani dan sebagian petani telah menerapkan sistem tanam gilir

antara ubi jalar dengan sayuran. Lahan di lereng dengan kemiringan >40% biasanya merupakan ladang

berpindah yang dimanfaatkan untuk usaha tani antara 1-2 tahun dengan masa istirahat 5-7 tahun. Sementara

itu, lahan di lembah juga merupakan ladang berpindah yang diusahakan selama 3-4 tahun dengan masa

istirahat 4-5 tahun.

1) Pertanian Tanaman Pangan

Penduduk asli Kabupaten Tolikara bukan konsumen beras, pada umumnya penduduk mengkonsumsi umbi-

umbian dan sagu. Dengan demikian, usaha tani tanaman pangan yang banyak diusahakan adalah umbi-umbian,

seperti ubi jalar, ubi kayu dan keladi. Namun secara umum, penduduk mengusahakan hampir semua komoditas

tanaman pangan, yaitu: padi ladang, jagung, kacang tanah dan kedelai. Luas panen, produksi dan produktivitas

untuk masing-masing komoditas tanaman pangan disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 11 Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2010

No Komoditas Luas Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Produktivitas

(Ton/Ha)

1 Padi Ladang 6 7,3 1,22

2 Jagung 120,44 283,20 2,35

3 Ubi Kayu 277,75 1.518,90 5,47

4 Ubi Jalar 1.823,29 10.246,50 5,63

5 Keladi 454,54 2.673,50 5,88

6 Kacang

Tanah

364 974,50 2,67

7 Kedelai 136,09 285,80 2,10

J u m l a h 3.182,11 15.989,70 5,02

Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011

Tabel 3.11 menunjukkan bahwa budidaya ubi jalar mendominasi usaha tani tanaman pangan dengan luas panen

1.823,29 Ha, produksi 10.246,50 ton dengan produktivitas 5,63 ton/Ha, selanjutnya keladi dengan luas panen

454,54 Ha, produksi 2.673,50 ton dan produktivitas 5,88 ton/Ha. Hal ini dapat dipahami karena ubi jalar dan

keladi sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di Kabupaten Tolikara. Namun demikian,

petani juga menanam komoditas tanaman pangan lainnya sebagai sumber pangan alternatif. Komoditas

tanaman pangan banyak diusahakan di distrik Bokondini, Kanggime, Goyage, Bokoneri, Wunin, Poganeri, Geya

dan Kembu.

Total luas panen tanaman pangan sebesar 3.182,11 Ha. Tingkat produktivitas komoditas yang diusahakan masih

rendah dibanding dengan rata-rata produktivitas nasional, diantaranya produktivitas padi ladang sebesar 1,22

ton/Ha masih sangat rendah jika dibanding dengan rata-rata produktivitas nasional sebesar 4,98 ton/Ha,

produktivitas jagung sebesar 2,35 ton/Ha masih sangat rendah jika dibanding dengan rata-rata produktivitas

nasional sebesar 4,57 ton/Ha, produktivitas ubi kayu sebesar 5,47 ton/Ha masih sangat rendah jika dibanding

dengan rata-rata produktivitas nasional sebesar 20,30 ton/Ha dan produktivitas ubi jalar sebesar 5,63 ton/Ha

masih sangat rendah jika dibanding dengan rata-rata produktivitas nasional sebesar 12,33 ton/Ha. Rendahnya

tingkat produktivitas komoditas pangan yang diusahakan disebabkan oleh praktek usaha tani yang masih

sangat sederhana, diantaranya tidak menggunakan varitas unggul, tidak dilakukan pemupukan yang

berimbang dan pola tanam campuran. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan pengelolaan usaha tani dengan

penerapan paket teknologi spesifik lokasi yang sesuai dengan kondisi di Kabupaten Tolikara.

Ubi jalar sebagai bahan pangan lokal utama dengan total produksi per tahun sebesar 10.246,50 ton, jumlah

penduduk Kabupaten Tolikara tahun 2010 sebanyak 114.427 jiwa, rata-rata konsumsi ubi jalar penduduk sebesar

38,36 gram/hari atau sekitar 14 kg/orang/tahun, sehingga total konsumsi per tahun sebesar 1.602 ton. Dengan

demikian, total produksi ubi jalar mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan penduduk di Kabupaten

Tolikara bahkan berlebih, sehingga kelebihan produksi dapat dijual ke luar wilayah atau dijadikan menjadi

produk olahan yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi.

2) Pertanian Hortikultura

Tanaman hortikultura meliputi tanaman buah-buahan dan sayuran. Komoditas tanaman hortikultura yang

diusahakan di Kabupaten Tolikara meliputi buah-buahan diantaranya : jeruk manis, nenas, pisang, nangka,

jambu biji, alpokat dan mangga, sedangkan sayuran diantaranya bayam, cabe, buncis, wortel, bawang merah,

timun, kubis dan terong. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman hortikultura disajikan pada tabel di

bawah ini.

Tabel 3. 12. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Buah-buahan Tahun 2010

No Komoditas Luas Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Produktivitas

(Ton/Ha)

1 Jeruk

Manis

30,19 138,6 4,59

2 Nenas 37,2 182,2 4,9

3 Pisang 52,22 284,7 4,81

4 Nangka 46,2 143,2 3,09

5 Jambu Biji 11,71 20,60 1,76

6 Alpokat 41,25 60,60 1,46

7 Mangga 31,94 43,60 1,36

8 Pepaya 19,40 34,69 1,79

9 Markisa 49,02 107,1 2,18

J u m l a h 368,15 1.015,29 2,76

Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011

Tabel 3. 13. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Sayuran Tahun 2010

No Komoditas Luas Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Produktivitas

(Ton/Ha)

1 Bayam 24,93 62,3 2,72

2 Cabe 25,17 68,4 2,72

3 Buncis 22,14 71,60 3,24

4 Wortel 22,59 75,70 3,51

5 Daun Bawang 28,80 133,87 4,64

6 Bawang

Merah

33,78 140,20 4,15

7 Timun 47,05 181,81 3,86

8 Kentang 31,40 96,30 3,07

Bab 8 - Hal 23

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Komoditas Luas Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Produktivitas

(Ton/Ha)

9 Kubis 71,66 223,90 3,21

10 Terong 40,31 91,30 2,27

11 Bawang Putih 29,53 57,60 1,95

12 Ubi-ubian 29,43 94,60 3,21

13 Sawi 31,40 79,90 2,54

14 Tomat 32,02 79,00 2,47

J u m l a h 440,68 1.456,47 3,30

Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011

Tabel 3.12 menunjukkan total luas lahan yang diusahakan untuk tanaman buah-buahan seluas 368,15 Ha

dengan total produksi sebesar 1.015,29 ton. Tanaman buah-buahan biasanya diusahakan di lahan pekarangan

dan di lahan kebun tersendiri. Tanaman pisang mendominasi tanaman buah-buahan dengan total luasan 52,22

Ha dengan produksi 284,70 ton, disusul dengan nangka dengan total luasan 46,2 dengan produksi 143,20 ton

serta alpokat dengan total luasan 41,25 Ha dengan produksi 60,60 ton. Komoditas buah-buahan banyak

diusahakan di distrik-distrik, diantaranya jeruk manis di Karubaga dan Bokondini, nanas di Bokondini dan

Nabunage, pisang di Bokondini dan Karubaga, alpokat di Karubaga dan Nabunage serta manga di Numba dan

Wunin. Hasil produksi buah-buahan biasanya dikonsumsi sendiri dan sebagian dipasarkan di pasar lokal atau

dibawa ke luar wilayah.

Jika produksi buah-buahan seluruhnya dikonsumsi penduduk Kabupaten Tolikara, maka tingkat konsumsi tiap

penduduk sebesar 7,94 kg/ orang/ tahun. Nilai ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan rata-rata

konsumsi buah-buahan nasional sebesar 40,06 kg/orang/tahun.

Tabel 3.13 menunjukkan bahwa total lahan yang diusahakan untuk tanaman sayuran seluas 440,68 Ha dengan

total produksi 1.456,47 ton dan rata-rata produktivitas 3,30 ton/Ha. Tanaman kubis mendominasi sayuran yang

diusahakan dengan total luasan 71,66 Ha, total produksi 223,90 ton dan produktivitasnya 3,21 ton/Ha, disusul

dengan tanaman timun dengan total luasan 47,05 Ha, total produksi 181,81 ton dan produktivitasnya 3,86

ton/Ha serta tanaman terong dengan total luasan 40,31 Ha, total produksi 91,30 ton dan produktivitasnya 2,27

ton/Ha. Beberapa tanaman sayuran banyak diusahakan, diantaranya bayam di distrik Bokondini, cabe di distrik

Nunggawi, buncis di distrik Karubaga serta bawang merah di distrik Bokondini.

Secara umum, produktivitas tanaman sayuran yang diusahakan masih sangat rendah dibanding dengan rata-

rata produktivitas nasional. Produktivitas tanaman kubis sebesar 3,21 ton/Ha masih sangat rendah jika

dibandingkan dengan rata-rata prroduktivitas nasional sebesar 20,51 ton/Ha, produktivitas tanaman cabe

sebesar 2,72 ton/Ha masih sangat rendah jika dibandingkan dengan rata-rata prroduktivitas nasional sebesar

5,60 ton/Ha, produktivitas tanaman wortel sebesar 3,51 ton/Ha masih sangat rendah jika dibandingkan dengan

rata-rata prroduktivitas nasional sebesar 14,87 ton/Ha. Pada dasarnya kondisi fisik dan lingkungan (suhu,

ketinggian dan curah hujan) di wilayah Kabupaten Tolikara sangat mendukung usaha tani tanaman sayuran.

Untuk itu, peningkatan produksi dan produktivitas usaha tani sayuran dapat dilakukan melalui perbaikan

sistem usaha tani dengan penerapan teknologi spesifik lokasi.

Hasil produksi sayuran biasanya dikonsumsi sendiri dan sebagian di jual ke pasar lokal. Jika produksi sayuran

seluruhnya dikonsumsi penduduk Kabupaten Tolikara, maka tingkat konsumsi tiap penduduk sebesar 12,73 kg/

orang/ tahun. Nilai ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan rata-rata konsumsi sayuran nasional

sebesar 40,80 kg/orang/tahun.

B. Perkebunan

Usaha tani perkebunan belum banyak dikembangkan di Kabupaten Tolikara. Sampai saat ini penduduk hanya

menanam komoditas kopi arabika, meskipun kondisi fisik dan lingkungan mendukung untuk beberapa

komoditas perkebunan, diantaranya: kakao, vanili, kelapa sawit.

Tabel 3. 14 Luas Panen, Produksi Kopi di Kabupaten Tolikara Tahun 2010

No Komoditas Luas Tanam

(Ha)

Produksi

(Ton)

1 Kopi 26,48 14,5

Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011

Tabel 3.14 menunjukkan bahwa total luas lahan usaha tanaman kopi seluas 26,48 Ha dengan produksinya 14,5

ton. Tanaman kopi biasanya diusahakan di lahan usaha/ hutan (bukan pekarangan) jauh dari permukiman. Di

kabupaten Tolikara, kopi banyak diusahakan di distrik Bokondini, Kanggime dan Kembu. Kondisi fisik dan

lingkungan (suhu, ketinggian, kelerengan lahan >40%) di Kabupaten Tolikara sangat cocok untuk usaha tani

komoditas perkebunan tertentu, diantara kopi, kakao, vanili dan sebagainya. Pola tanam perkebunan yang

memperhatikan kondisi fisik dan lingkungan lahan dimaksudkan sebagai cara usaha tani konservasi yang akan

menjaga kelestarian hutan. Untuk itu perlu peningkatan usaha tani perkebunan melalui ekstensifikasi dengan

bibit unggul dan pola tanam konservasi agar tidak menganggu kelesatian hutan.

C. Peternakan

Secara umum, usaha ternak di Kabupaten Tolikara masih sangat sederhana dengan cara diliarkan di lahan

kosong tanpa ada perlakuan apapun. Hewan ternak yang diusahakan diantaranya sapi potong, kuda, kambing,

babi dan jenis unggas, diantaranya ayam ras, itik/entok dan kelinci. Populasi ternak dan produksi daging ternak

di Kabupaten Tolikara disajikan pada Tabel berikut ini.

Tabel 3. 15 Populasi Ternak di Kabupaten Tolikara Tahun 2010

No Jenis Ternak/ Unggas Populasi (ekor)

1 Sapi 373

2 Kuda 5

3 Kambing 211

4 Babi 52.782

5 Ayam Ras 44.871

6 Itik 139

7 Kelinci 8.226

J u m l a h 106.607

Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011

Bab 8 - Hal 24

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tabel 3. 16 Produksi Daging Ternak di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 (Kg)

No Jenis Ternak/ Unggas Produksi (Kg)

1 Sapi 2.760

2 Kuda -

3 Kambing 658

4 Babi 137.332

5 Ayam Ras 1.382

6 Itik 56

7 Kelinci 407

J u m l a h 142.595

Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011

Tabel 3.15 menunjukkan bahwa total populasi ternak di Kabupaten Tolikara sebanyak 106.607 ekor. Jumlah

ternak babi mendominasi populasi ternak sebanyak 52.782 ekor (50%), disusul dengan ternak ayam ras

sebanyak 44.871 ekor (42%) serta ternak kelinci sebanyak 8.226 ekor (7,7%). Ternak sapi banyak diusahakan di

distrik Nabunage, Bokondini, kambing di distrik Karubaga, Woniki dan Bokondini, sedangkan kuda hanya

diusahakan di Karubaga. Sementara itu, ternak babi diusahakan di semua distrik di Kabupaten Tolikara.

Di daerah pedalaman pegunungan tengah Papua termasuk Kabupaten Tolikara, babi merupakan hewan

piaraan penduduk. Setiap keluarga mempunyai piaraan babi antara 3 – 5 ekor. Selain ditujukan untuk produksi

daging, ternak babi juga mempunyai hubungan erat dengan status sosial dan budaya di wilayah tersebut,

diantaranya : a) mas kawin (In Nin), salah satu syarat dalam upacara perkawinan adalah pembayaran maskawin

dengan ternak babi, karena ternak babi mempunyai fungsi sebagai alat bayar mas kawin untuk melepaskan

seorang gadis dari tangung jawab orang tuanya kepada keluarga suami, b) alat tukar, ternak babi digunakan

untuk mengembalikan apa yang pernah diberikan oleh sanak saudara kepada keluarga saat mengadakan

upacara adat, atau saat kesulitan seekor ternak pada saat pesta, sanak saudara famili, maka harus melakukan

makan bersama dengan menggunakan ternak babi. c) pesta perdamaian konflik atau pertikaian antar

kelompok, ternak babi dipandang sebagai lambang perdamaian biasanya orang yang mengalami permusuhan,

atau peperangan dan perselisihan akan berupaya mengatasi persoalan tersebut dengan mengorbankan ternak

babi sebagai simbol perdamaian, d) alat denda, budaya di masyarakat pedalaman pegunungan tengah apabila

terjadi pelangaran terhadap tata pergaulan atau norma – norma adat. e) penentu status sosial, dimana

kelompok masyarakat yang memiliki banyak ternak babi, sebagai orang ternama di kalangan masyarakat

seperti kepala suku harus memiliki ternak babi sehingga dianggap mempunyai kedudukan lebih tinggi.

Tabel 3.16 menunjukkan bahwa total produksi daging ternak di Kabupaten Tolikara sebesar 142.595 kg yang

didominasi oleh daging babi sebesar 137.332 kg (96%) dan disusul oleh daging sapi sebesar 2.760 kg (2%).

Konsumsi daging ternak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan protein hewani bagi penduduk.

Jika total produksi daging untuk konsumsi penduduk Kabupaten Tolikara, maka tingkat konsumsi daging

sebesar 1,25 kg/orang/tahun dan hal ini masih lebih rendah dari rata-rata konsumsi daging (sapi) nasional

sebesar 1,87 kg/orang/tahun. Untuk itu perlu peningkatan usaha ternak, khususnya jenis ruminansia melalui

pembibitan dan pengembangan hijauan pakan ternak (HPT) di wilayah tersebut sebagai upaya meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan penduduk di Kabupaten Tolikara.

D. Perikanan

Potensi perikanan darat di Kabupaten Tolikara cukup baik karena didukung oleh ketersediaan sumber air dari

sungai-sungai yang mengalir di wilayah tersebut. Praktek usaha perikanan dilakukan dalam bentuk kolam ikan

yang dilakukan oleh kelompok tani. Jenis ikan yang dibudidayakan, diantaranya : mas, mujair, nila, lele dan

udang. Jenis ikan dan produksi serta kelompok tani di Kabupaten Tolikara disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 17 Jenis Ikan, Produksi di Kabupaten Tolikara Tahun 2010

No Jenis Ikan Produksi (Kg)

1 Mas 420

2 Mujair 200

3 Nila 121

4 Lele 80

5 Udang 10

J u m l a h 831

Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011

Tabel 3. 18 Luas Kolam, Kelompok Tani dan Jumlah Anggota di Kabupaten Tolikara Tahun 2010

No Distrik

Luas Lahan

Dalam Kolam

(Ha)

Jumlah

Kelompok Tani Anggota

1 Karubaga 21,35 25 430

2 Kanggime 14,70 30 665

3 Kembu 14,65 45 951

4 Bokondini 40,65 55 932

J u m l a h 90,85 155 2.978

Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011

Tabel 3.17 menunjukkan bahwa total produksi ikan sebesar 831 kg, dimana ikan mas mendominasi usaha tani

perikanan dengan produksi 420 kg (51%) disusul dengan ikan mujair sebesar 200 kg (24%). Ikan sangat baik

dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi dan protein penduduk. Jika total produksi ikan dikonsumsi

seluruh penduduk, maka tingkat konsumsinya sebesar 0,7 kg/orang/tahun dan nilai ini masih sangat rendah jika

dibandingkan dengan rata-rata konsumsi ikan nasional sebesar 30,48 kg.

Tabel 3.18 menunjukkan total luas lahan dalam kolam di Kabupaten Tolikara seluas 90,85 Ha, dengan jumlah

kelompok sebanyak 155 kelompok dan seluruh anggota sebanyak 2.978 KK. Tidak semua distrik

mengembangkan usaha perikanan, hal ini disebabkan tidak tersedianya sumber air yang cukup diwilayah

tersebut. Dari 36 distrik yang terdapat di Kabupaten Tolikara hanya 4 distrik yang mengembangkan usaha

perikanan, yaitu Distrik Karubaga, Distrik Kanggime, Distrik Kembu dan Distrik Bokondini

E. Sektor Kehutanan

Berdasarkan peta status hutan, kawasan hutan di Kabupaten Tolikara yang dapat dimanfaatkan untuk

kegiatan sektor produktif adalah:

1. Hutan Produksi: 32.026,45 Ha,

Bab 8 - Hal 25

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

2. Hutan Produksi Konversi: 57.904,94 Ha,

Potensi hasil hutan yang ada di kabupaten Tolikara antara lain:

1. Potensi Kayu Lawang

Informasi tentang kayu lawang (Cinamonum spp) belum akurat (penyebaran alami sporadis).

Pengelolaan minyak lawang masih dilakukan dalam skala terbatas, bahkan dapat dikatakan masih dalam

taraf eksplorasi. Sentra-sentra produksi dan penyebaran kayu lawang pada umumnya tersebar di wilayah

perbatasan DAS Baliem dan DAS Mamberamo.

2. Potensi Lebah Madu

Potensi lebah madu cukup besar dan telah dapat dikembangkan oleh masyarakat di seluruh wilayah

Kabupaten Tolikara

3. Potensi Buah Merah

Potensi buah merah (Pandanus Lam) cukup dikenal luas dimasyarakat di Kabupaten Tolikara. Buah merah

ini biasanya diambil langsung masyarakat dari pohonnya di hutan dan dikonsumsi, terutama pada acara-

acara pesta adat

Namun demikian pengelolaan terhadap suatu kawasan hutan harus mengacu pada aspek kelestarian alam,

karena hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Kawasan hutan

dapat dikatakan lestari apabila dikelola secara lestari pula. Dalam pengelolaan hutan lestari terkait pada 3

(tiga) komponen yang harus dipenuhi sebagai indikator pengelolaan hutan lestari, yaitu lestari

produksi/ekonomi, lestari ekologi/lingkungan dan lestari sosial budaya. Komponen-komponen tersebut

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.

F. Sektor Perdagangan Dan Jasa

Kegiatan perdagangan dan jasa di Kabupaten Tolikara, umumnya masih berada di masing-masing Ibukota

Distrik. Pasar regional skala besar dan pertokoan terdapat di Distrik Karubaga, yang melayani beberapa distrik

di sekitarnya. Pasar skala regional ini hanya buka pada hari senin dan kamis setiap minggunya. Sementara itu

untuk melayani kegiatan perdagangan dan jasa skala lokal di masing-masing distrik juga telah tersedia pasar

dan toko/warung.

G. Sektor Industri

Perindustrian merupakan sektor yang belum berkembang di Tolikara. Berdasarkan data dari Dinas Peridagkop

Kabupaten Tolikara, pada tahun 2010 perkembangan industri justru mengalami penurunan karena tidak ada

satu pun industri yang dapat bertahan.

E. Sektor Kepariwisataan

Kabupaten Tolikara memiliki potensi obyek wisata yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan

perekonomian daerah dan pendapatan masyarakat. Beberapa obyek wisata yang juga sangat potensial adalah

wisata penjelajahan alam untuk dikembangkan di wilayah Kabupaten Tolikara adalah sebagai berikut:

a) Objek Wisata Danau Biuk, yang berlokasi dekat kota Karubaga dan Kuari, dimana dapat digunakan

untuk olahraga dan pemancingan dengan pemandangan alam yang indah

b) Suaka Margasatwa Foja, yang terletak sekitar Sungai Mamberamo dan memiliki keanekaragaman

hayati yang tinggi dan beberapa spesies di dalamnya termasuk langka dan dilindungi.

c) Gunung Timorini (Lembah Hitam), yang berlokasi di Distrik Panaga yang merupakan sebagai tempat

ekspedisi tahap II pendakian gunung Trikora dan merupakan pintu masuknya Injil di daerah pedalaman

.

Kabupaten Tolikara juga memiliki potensi wisata budaya, yaitu ritual adat, kultur kehidupan dan hasil kerajinan

tradisional masyarakat. Selain itu Wisata MICE juga dapat dikembangkan. Wisata MICE: merupakan wisata

sambil melakukan kegiatan Meeting (Pertemuan), Invention (Pameran), Convention (Rapat) dan Exhibition

(Eksebisi) dengan tujuan mempromosikan aktivitas pariwisatanya.

3.1.6. Penggunaan Lahan

Tutupan lahan di Kabupaten Tolikara didominasi Hutan Primer yaitu mencapai 47,12% dari total luas lahan atau

299.594,03 Ha. Sedangkan penggunaan lahan terkecil adalah semak belukar dengan luas 1.315,72 Ha.

Berdasarkan peta tutupan lahan tersebut, dapat diidentifikasi bahwa masih banyak lahan yang belum

terbangun di Kabupaten Tolikara. Kondisi tutupan lahan di Kabupaten Bokondini dapat dilihat pada peta 3.17.

Tabel 3. 19. Tutupan Lahan Kabupaten Tolikara

Tutupan lahan Luas Persentase

Awan 26,88 0,004%

Hutan Primer 299.594,03 47,125%

Hutan Rawa Primer 205.115,92 32,264%

Hutan Rawa Sekunder 15.370,89 2,418%

Hutan Sekunder 21.224,18 3,339%

Permukiman 6.321,37 0,994%

Pertanian Lahan Kering + Semak 54.536,50 8,578%

Rawa 2.887,77 0,454%

Semak Belukar 1.315,72 0,207%

Semak Belukar Rawa 12.035,99 1,893%

Tanah Terbuka 3.898,79 0,613%

Tubuh Air 13.411,90 2,110%

Jumlah 635.739,94 100,000%

Sumber: Peta Tutupan Lahan Kabupaten BPKH X 2009 dan

Citra Satelit Geoeye2 Karubaga dan Bokondini 2012

3.1.7. Status Kawasan Hutan

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.458 Tahun 2012, Kawasan Hutan di Kabupaten Tolikara terbagi menjadi

lima, yaitu Areal Penggunaan Lain, Hutan Produksi Konversi, Hutan Produksi Terbatas, Suaka Marga Satwa

Pegunungan Foja, dan Hutan Lindung. Dari kelima klasifikasi kawasan hutan tersebut, hanya Areal Penggunaan

Lain yang nantinya dapat dikembangkan sebagai kawasan permukiman dan area terbangun lainnya. Detail

Luasan Kawasan menurut Status Hutan di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Bab 8 - Hal 26

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tabel 3. 20. Status Kawasan Hutan Di Kabupaten Tolikara

Status Kawasan Hutan Luas (ha) %

Arel Penggunaan Lain 11.360,63 1,79%

Hutan Produksi Konversi 62.761,01 9,87%

Hutan Produksi Terbatas 52.524,55 8,26%

Suaka Marga Satwa Pegunungan Foja 229.154,43 36,04%

Hutan Lindung 279.953,76 44,03%

Jumlah 635.754,39 100%

Sumber: SK Menhut No. 458 Tahun 2012

Status Kawasan Hutan di wilayah kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.18.

Bab 3 - Hal 27

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 13 Tutupan Lahan Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 28

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 14 Status Kawasan Hutan Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 29

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.1.8. Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana di Kabupaten Tolikara adalah gempa bumi dan kawasan rawan longsor. Dimana

untuk kawasan rawan longsor terbagi atas 2 tingkatan, terdiri atas:

a. Tingkat kerawanan longsor rendah sampai sedang, meliputi:

1) Distrik Poganeri,

2) Distrik Kubu,

3) Distrik Bokoneri,

4) Distrik Kaboneri,

5) Distrik Bokondini; dan

6) Distrik Bewani.

b. Tingkat kerawanan longsor sedang sampai tinggi, meliputi

1) Distrik Wina;

2) Distrik Gudagi;

3) Distrik Dundu;

4) Distrik Egiam;

5) Distrik Umage;

6) Distrik Panaga;

7) Distrik Kembu;

8) Distrik Timori;

9) Distrik Wunin;

10) Distrik Numba;

11) Distrik Kondaga;

12) Distrik Karubaga;

13) Distrik Geya;

14) Distrik Nelawi;

15) Distrik Kuari;

16) Distrik Nabunage;

17) Distrik Goyage;

18) Distrik Kanggime;

19) Distrik Woniki;

20) Distrik Nunggawi; dan

21) Distrik Gilombandu.

Kawasan Rawan Bencana pada wilayah Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.19.

Bab 3 - Hal 30

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 15 Rawan Bencana di Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 31

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.1.9. Kondisi Transportasi

3.1.9.1 Kondisi Transportasi Darat

Sistem transportasi darat berupa jaringan jalan sudah terdapat di Kabupaten Tolikara, dan setidaknya sudah 10

distrik yang dapat dihubungkan dengan jalan darat menggunakan angkutan roda 4W (Four Wheel Drive)

maupun roda 2 dengan volume mesin kendaraan CC (centimeter cubic) besar. Identifikasi dan gambaran

Kondisi Jaringan Jalan di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini.

Tabel 3. 21 Data Teknis Jalan Di Kabupaten Tolikara Tahun 2012

No

Nama Ruas Jalan

Nomor Ruas

Status Ruas

Panjang Ruas

Satuan

Keterangan

A. JALAN KABUPATEN 368,780 Km

I JALAN DALAM KOTA 21,750 Km

1 Gereja Yerusalem - Pertigaan 001 K 3,30 Km Permukaan Lapen

2 Gereja Yerusalem - Ktr.Bupati - Pertigaan 002 K 4,00 Km Permukaan Lapen

3 Jalan Komp. Kediaman Bupati 003 K 0,12 Km Permukaan Lapen

4 Gereja Yerusalem - Giling Batu 004 K 0,75 Km Permukaan Lapen

5 Gereja Yerusalem - BPD 005 K 0,60 Km Permukaan Lapen

6 BPD - Giling Batu 006 K 0,80 Km Permukaan Lapen

7 Jalan Lingkar Bandara 007 K 1,80 Km Permukaan Lapen

8 Jalan Stadion 008 K 0,12 Km Permukaan Lapen

9 Jalan Polres 009 K 0,65 Km Permukaan Lapen

10 Jalan Gereja Ebenheizer 010 K 0,12 Km Permukaan Tanah

11 Jalan GIDI 011 K 0,12 Km Permukaan Lapen

12 Jalan Ebenheizer - Stadion 012 K 0,16 Km Permukaan Tanah

13 Jalan Komp. Mess GIDI 013 K 0,65 Km Permukaan Lapen

14 Jalan Komp. Ivargunung 014 K 1,50 Km Permukaan Tanah

15 Jalan Hotel Nawi Arigi Karubaga 015 K 0,65 Km Permukaan Lapen

16 Jalan Pasar Baru - Nelawi - Hotel 016 K 8,50 Km Permukaan Tanah

17 Jalan Lingkar Konda Muara 017 K 0,91 Km Permukaan Tanah

II JALAN LUAR KOTA 347,30 Km

1 Bokondini - Kelila 018 K 8,00 Km Permukaan Tanah

2 Karubaga - Goyage - Air Garam 019 K 65,00 Km Permukaan Tanah

3 Karubaga - Wunin - Kanero 020 K 42,00 Km Permukaan Tanah

4 Kanggime - Kembu - Dou 021 K 18,00 Km Permukaan Tanah

5 Karubaga - Taiyeve 022 K 125,00 Km Permukaan Tanah

6 Pidelo - Bokoneri - Bokondini 023 K 35,00 Km Permukaan Tanah

7 Gileme - Kolengger 024 K 4,53 Km Permukaan Tanah

8 Minage - Pidelo 025 K 6,00 Km Permukaan Tanah

9 Yuneri - Air Garam 026 K 7,50 Km Permukaan Tanah

10 Bokoneri (Tolikara) - Tagime (Jayawijaya) 027 K / P 36,00 Km Permukaan Tanah

III B. JALAN NASIONAL / PROVINSI 322,50 Km

No

Nama Ruas Jalan

Nomor Ruas

Status Ruas

Panjang Ruas

Satuan

Keterangan

1 Karubaga - Illu - Mulia 068 N / P 71 Km Permu.

Lapen/Tanah

2 Karubaga - Taiyeve 080 N / P 26,5 Km Permukaan Tanah

3 Krbga-Kembu-Taiyeve-Mamberamo Raya N / P 225 Km Permukaan Tanah

JUMLAH TOTAL ( A + B ) 691,280 Km

Sumber: Data Teknis Jalan Kabupaten Tolikara, 2012

Gambar 3. 5 Kondisi Jalan di salah satu Distrik di Kabupaten Tolikara

Sumber: Hasil Survei , 2013

3.1.9.2. Kondisi Transportasi Udara

Dengan topografi wilayahnya yang berupa pegunungan, Kabupaten Tolikara sulit dicapai melalui darat,

sehingga umumnya dicapai dengan moda angkutan udara. Penerbangan komersial yang melayani Kabupaten

Tolikara adalah Maskapai milik gereja seperti Mission Aviation Fellowship (MAF).

Transportasi udara menjadi salah satu peluang investasi di kabupaten Tolikara ini, distrik Karubaga sebagai

ibukota kabupaten, telah memiliki lapangan terbang perintis yang di gunakan untuk landasan pesawat jenis

Twin Otter atau Fokker berkapasitas 1.000 – 1.500 Kg.

Kondisi eksisting transportasi di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.20. berikut ini.

Bab 3 - Hal 32

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 16 Transportasi Di Kabupaten Tolikara

Bab 3 - Hal 33

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.2. Gambaran Umum Kawasan Perkotaan Bokondini

Beberapa distrik yang termasuk dalam kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan

Perkotaan Bokondini yaitu Distrik Bokondini, sebagian Distrik Bokoneri, sebagian Distrik Kaboneri, dan

sebagian Distrik Bewani dengan luasan sekitar 100,65 hektar.

3.2.1. Letak Geografis

Kawasan perkotaan Bokondini berada diantara 138035’40” - 138043’53” BT dan 3038’56”- 3044’29” LS, dengan

batasan administrasi sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan distrik Bewani

Sebelah Selatan berbatasan dengan distrik Tagineri

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Mamberamo Tengah

Sebelah Barat berbatasan dengan Bokoneri

Adapun Luas wilayah kawasan perkotaan seluas 100,65 ha, dengan wilayah terbesar di BWP 3 dengan luas

4216.86 sekitar 42% dari total keseluruhan kawasan perkotaan, kemudian diikuti oleh BWP 1 seluas 2197.09 ha

atau sekitar 22%. untuk lebih jelas batas administrasi kawasan perkotaan Bokondini dapat dilihat pada tabel

3.22 dan peta 3.17.

Tabel 3. 22 Luas dan Persentasi BWP didalam Kawasan Perkotaan

No Bagian Wilayah Pengembangan

Luas %

1 BWP I 2197.09 22%

2 BWP II 2140.08 21%

3 BWP III 4216.86 42%

4 BWP IV 1512.63 15%

5 Total 10066.65 100% Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

3.2.2. Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Bokondini

3.2.2.1 Topografi

Ditinjau dari kondisi topografinya, Kawasan Perkotaan umumnya berada pada wilayah yang berbukit-bukit

sampai bergunung, berkisar antara 1000 mdpl sampai dengan 2.500 mdpl. Namun terdapat juga sebagian kecil

wilayah yang berada pada dataran rendah dengan kondisi tanah rawa, yaitu pada bagian selatan kawasan

perkotaan, dengan ketinggian < 500 mdpl.

Ditinjau dari kemiringan lerengnya, maka umumnya kawasan perkotaanBokondini berada pada kemiringan

lereng >2%, bahkan sebagian kawasan pada bagian barat kawasan perkotaan Bokondini, berada pada

kemiringan lereng >30%.

Kondisi ketinggian dan kelerengan pada kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada peta 3.18 dan 3.19.

3.2.2.2 Geologi dan Jenis Tanah

Kawasan Pengembangan Bokondini secara geologi terdiri dari Endapan Aluvial, Endapan Longsor dan Endapan

Terbiku (Terrace Deposit) yang berumur Holosen (0 – 10 ribu tahun yang lalu). Endapan tersebut menindih

secara tidak selaras Batuan Malihan Derewo yang berumur Eosen – Oligosen (25,2 juta – 54 juta tahun yang

lalu).

Kota Bokondini saat ini, umumnya dibangun di atas Endapan Terbiku atau Terrace Deposit karena relatif datar

dengan ruang yang cukup lebar (mencapai 250 m) dan memanjang barat – timur sepanjang lebih dari 2 km.

Dari hasil pengamatan lapangan, secara stratigrafi kesemua batuan dan/ endapan tersebut dapat dilihat pada

Gambar 3.6 berikut:

Gambar 3. 6 Stratigrafi Rencana Kawasan Kota Bokondini

Sumber: Tim Tenaga Ahli Penyusun, 2012

Rincian kondisi geologi endapan dan batuan (formasi) yang mengalasi Kawasan Pengembangan Bokondini

tersebut dari yang berumur tertua hingga yang paling muda adalah sebagai berikut:

a. Batuan Malihan Derewo, berumur Eosen-Oligosen (25,2 juta – 54 juta tahun yang lalu), terdiri dari

batusabak, filit, sekis kuarsa mika, dan sekis klorit. Batuan malihan tersebut karena umumnya berofoliasi

dan terkekarkan kuat, terdapat dengan lereng yang terjal dan curah hujan di daerah Tolikara yang relatif

tinggi serta terletak pula pada daerah dengan kegempaan yang agak tinggi (percepatan permukaan pada

batuan dasar mencapai 0,4g) maka batuan tersebut sangat berpotensi longsor seperti yang dijumpai pada

Bab 8 - Hal 34

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

tebing di sebelah barat-laut kota Bokondini. Namun demikian daya dukung masa tanah/ masa batuan di

daerah ini sangat lebih dari cukup untuk dibebani oleh bangunan berlantai dua atau lebih, tetapi cukup sulit

untuk digali secara manual.

Potensi air tanah pada batuan malihan ini hampir tidak ada atau sangat langka, demikian pula potensi mata

air diduga kuat tidak ada yang besar, kalaupun ada sangat mungkin debitnya kecil dan sangat terpengaruh

oleh musim . Batuan ini terdapat di bagian selatan dan utara kota Bokondini berupa perbukitan yang terjal

yang top soil dan tanah pelapukannya sangat tipis (kurang dari 0,5 m).

Daerah yang di alasi oleh batuan malihan ini tidak baik untuk dikembangkan sebagai daerah pemukiman,

perkantoran apalagi untuk lokasi rumah sakit. Namun dengan pemilihan lokasi secara hati-hati dengan

menghindari daerah yang benar benar berpotensi longsor (agak datar) dan dengan selalu memperhatikan

kaidah membangun dengan prinsip sadar bencana maka beberapa lokasi yang relatif agak datar dengan

luasan yang terbatas mungkin masih dapat diperuntukan bagi pemukiman.

Sementara itu, kebutuhan akan air bersih harus dipenuhi dari aliran permukaan (sungai), dan/ atau

menampung air hujan. Pembuatan sumur resapan tidak disarankan pada daerah ini karena akan semakin

meningkatkan potensi longsor.

b. Secara tidak selaras di atas Batuan Malihan Derewo diendapkan Endapan Terbiku (Terrace Deposit) yang

berumur Holosen (0 – 10 ribu tahun yang lalu), terdiri dari konglomerat, breksi dan pasir dengan ketebalan

total dapat mencapai 50 m. Endapan ini terdapat dengan lereng yang landai dan bahkan digunakan untuk

penempatan landasan pacu bandara Bokondini yang ada sekarang termasuk kota Bokondini sendiri.

Endapan ini diduga kuat memiliki potensi air tanah tak tertekan – dengan kategori potensi sedang dengan

kedalaman muka air tanah mencapai sekitar lima meter di bawah permukaan tanah. Daya dukung Endapan

Terbiku cukup untuk bangunan dua lantai atau lebih.

Umumnya potensi longsor pada batuan ini adalah kecil kecuali pada bagian yang terletak di tebing sungai

yang terjal.

Pada lokasi yang dialasi oleh endapan Terbiku inilah kota Bokondini dibangun dan hingga kini umumnya

terlihat stabil tanpa gangguan longsor yang berarti kecuali pada tepi sungai seperti telah dijelaskan di atas.

Oleh karena itu, Kawasan Pengembangan Bokondini harus diusahakan sedapat mungkin diletakkan pada

Endapan Terbiku. Kebutuhan air baku dapat diharapkan dari air tanah tidak tertekan dan bila masih kurang

dapat dipenuhi dari air permukaan seperti yang umumnya digunakan sekarang dan/ atau penampungan air

hujan. Pembuatan sumur resapan sangat disarankan pada lokasi ini kecuali pada bagian tepi sungai yang

lerengnya terjal.

c. Endapan Longsor (Tallus Deposit), berumur Holosen (0 – 10 ribu tahun yang lalu), terdiri campuran

lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah yang umumnya berasal dari batuan malihan atau

Endapan Terbiku yang melongsor. Tebal endapan ini sangat bervariasi tergantung kepada luasan dan

kedalaman masa tanah dan/atau masa batuan yang melongsor. Endapan longsor ini diendapkan secara

tidak selaras di atas batuan Malihan Derewo dan/atau Endapan Terbiku.

Potensi air tanah umumnya sedang hingga tinggi dan biasanya di bagian elevasi terendah dari endapan ini

ditemukan mata air yang besaran debitnya sangat dipengaruhi oleh musim.

Di atas endapan ini sama sekali tidak disarankan untuk dibagun pemukiman atau bangunan lainnya

termasuk kolam kolam ikan kecuali untuk budidaya tanaman pertanian atau hutan kota.

d. Endapan Aluvial yang berumur Holosen (0 – 10 ribu tahun yang lalu) merupakan endapan sungai yang

terdapat di sepanjang aliran sungai di daerah ini. Endapan ini terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir,

lanau dan lumpur. Ketebalannya bervariasi hingga mungkin sekitar tiga meter. Endapan ini seumur dengan

Endapan Longsor dan juga terdapat secara tidak selaras di atas Batuan Malihan Derewo dan/atau Endapan

Terbiku.

e. Pasir dan kerikil dari endapan ini tidak baik digunakan untuk bahan beton karena relatif lunak dan berbutir

pipih karena umumnya berasal dari bahan rombakan Batuan Malihan Derewo. Bongkah dan kerakal yang

juga berasal dari batuan malihan tersebut, juga tidak baik untuk bahan beton karena kuat tekan uniaxial

batuan tersebut hanya sekitar 250 kg/ cm2 sehingga diperkirakan hanya akan mendapatkan beton dengan

kuat tekan uniaxial 75 kg/ cm2 (K-75).

Bab 3 - Hal 35

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 17 Administrasi Kawasan Perkotaan Bokondini

Distrik Bewani

Distrik Bokoneri

Distrik Tagineri

Kab. Mamberamo Tengah

Bab 3 - Hal 36

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 18 Peta Ketinggian Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 - Hal 37

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 19 Peta Kelerengan Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 - Hal 38

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.2.2.3 Curah Hujan

Intensitas curah hujan di Kawasan Perkotaan Bokondini memiliki intensitas dengan curah hujan rendah yang

meliputi Distrik Bokondini, Bokoneri, Kaboneri dan Bewani.

Kondisi curah hujan di Kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada gambar 3.20.

3.2.2.4 Hidrologi

Seperti yang telah dijelaskan dalam kajian hidrogeologi secara umum di Kabupaten Tolikara, untuk Kawasan

Perkotaan Bokondini berkondisi sebagai Daerah Air Tanah (DAT) Langka.

Kondisi Hidrogeologi di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada gambar 3.21.

3.2.2.5 Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdapat di Kawasan Perkotaan Bokondini adalah DAS Mamberamo. DAS

tersebut bermuara di Wilayah Sungai (WS) Lintas Negara Mamberamo – Tami – Apauvar.

Kondisi daerah aliran sungai di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada peta 3.22.

Bab 3 - Hal 39

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 20 Curah Hujan Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 - Hal 40

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 21 Hidrogeologi Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 - Hal 41

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 22 Daerah Aliran Sungai Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 - Hal 42

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.2.2.6 Tutupan Lahan

Dengan menggunakan data pencitraan satelit quickbird pada tahun 2013, teridentifikasi bahwa dari total luas

lahan kawasan perkotaan yang mencapai 10.061, 82 Ha, 0,06%-nya adalah bangunan atau seluas 5,75 hektar.

Sedangkan sisanya yakni sebesar 99,94% atau seluas 10056,07 hektar adalah tutupan lahan dengan kelompok

vegetasi, air, lahan pertanian, dan lahan kering.

Tabel 3. 23 Tutupan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini

No BWP Tutupan Lahan Luas (Ha)

1 BWP I

Bangunan 3.56

Lahan Kosong 221.11

Lahan Pertanian / Lahan Kering 1549.94

Tubuh Air 19.31

Vegetasi 299.96

BWP I Total 2093.89

2 BWP II

Bangunan 0.38

Lahan Kosong 29.28

Lahan Pertanian / Lahan Kering 1509.02

Tubuh Air 36.78

Vegetasi 615.34

BWP II Total 2190.80

3 BWP III

Bangunan 1.38

Lahan Kosong 215.15

Lahan Pertanian / Lahan Kering 2267.06

Tubuh Air 41.91

Vegetasi 1692.13

BWP III Total 4217.64

4 BWP IV

Bangunan 0.44

Lahan Kosong 95.81

Lahan Pertanian / Lahan Kering 1418.64

Vegetasi 44.61

BWP IV Total 1559.49 Sumber: Hasil Analisis Konsultan, Citra Satelit Quickbird, 2013

Kondisi tutupan lahan Kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada peta 3.23.

3.2.2.7 Potensi Bencana

Tektonik aktif yang terdapat di Kabupaten Tolikara tidak lepas dari kondisi tektonik regional yang ada di

Papua, dimana ada beberapa sesar aktif yang mempengaruhi kondisi kegempaan di kawasan kabupaten

Tolikara (Gambar 3.7).

Masyur Irsyam dkk (2010) menyatakan bahwa provinsi Papua yang terletak di bagian barat Papua Nugini sering

dipertimbangkan sebagai salah satu daerah yang memiliki kondisi tektonik yang kompleks di dunia. Hal ini

diakibatkan benturan dengan sudut miring antara lempeng Samudera Pasifik–Lempeng Caroline yang

bergerak ke selatan dengan kecepatan antara 110 mm – 125 mm/thn terhadap tepian lempeng Benua Australia.

Benturan miring lempeng-lempeng tersebut menghasilkan gerak patahan-patahan kombinasi thrusting dan

geser di seluruh pulau Irian meliputi jalur sesar naik Membramo di utara Papua, jalur anjak perdataran tinggi

(the highland thrust belt) Papua Tengah, Sesar Sorong, Ransiki, Yapen, dan Zone Sesar Tarera–Aiduna yang

terkonsentrasi di sekitar Papua Barat, kepala dan leher burung Papua. Dengan kata lain, dapat disimpulkan

bahwa Parit Nugini merupakan fitur tektonik utama yang dapat menggambarkan batas antara Lempeng

Pasifik dan Lempeng Australia.

Dari peta tektonik aktif Indonesia yang dibuat oleh Masyur Irsyam dkk (2010), terlihat bahwa di sekitar

provinsi Papua terdapat banyak sesar aktif dan zona penunjaman aktif, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.7

dan Tabel 3.24

Kondisi tektonik seperti yang dimiliki Papua menyebabkan wilayah ini rawan akan gempa tektonik, terutama

gempa dangkal yang sering merusak dan menimbulkan tsunami.

a. Kejadian Gempa

Kondisi tektonik seperti yang dimiliki Papua menyebabkan wilayah ini rawan akan gempa tektonik, terutama

gempa dangkal yang sering merusak dan menimbulkan tsunami.

Kejadian gempa yang pernah terjadi di Papua telah direkam dan diterbitkan oleh Badan Geologi Amerika

Serikat (USGS) dan disajikan seperti pada Gambar 3.8. Titik-titik berwarna di dalam peta menunjukkan

kedalaman pusat gempa.

b. Resiko Gempa

Berdasarkan Peta Resiko Bencana Gempa di Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan

Bencana, Kabupaten Tolikara sebagai bagian dari wilayah Papua mempunyai resiko gempa dengan ukuran

sedang hingga agak tinggi (Gambar 3.9).

Gempa yang terjadi di wilayah Kabupaten Tolikara secara tektonik akan dipengaruhi oleh pergerakan sesar

aktif di sekeliling wilayah tersebut.

Bab 3 - Hal 43

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 23 Tutupan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 - Hal 44

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 3. 7 Tektonik Aktif Papua

Sumber: Irsyam, Mashur (dkk), Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Gempa Indonesia, 2010

Tabel 3. 24 Data dan parameter sumber gempa fault untuk daerah Papua dan sekitarnya.

Fault Slip Rate Sense

Mechanism Dip Top Bottom

L

(km) Mmax

No Name mm/year weight

1 Yapen 46 1 Strike-slip 90 3 18 391.4 7.90

2 Tarera Aidun 20 1 Strike-slip 90 3 18 102.2 7.30

3 Sula 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 753.6 7.70

4 West Sorong 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 292.5 7.90

5 East Sorong 17 1 Strike-slip 90 3 18 420.7 7.60

6 Ransiki 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 225.8 7.60

7 West Mamberambo

22 1 Reverse-slip 30 3 20 150.4 7.12

8 East Mamberambo 22 1 Reverse-slip 30 3 20 113.3 7.90

9 Manokwari 10 1 Reverse-slip 20 3 20 218.1 7.90

10 Waipago 2 1 Strike-slip 90 3 20 203.5 6.80

11 Highland thrust belt

10 1 Reverse-slip 20 3 18 522.0 7.20

12 North Papua thrust

12 1 Normal-slip 20 3 20 1176.1 8.20

Sumber: Irsyam, Mashur (dkk), Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Gempa Indonesia, 2010

Bab 8 - Hal 45

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 3. 8 Kejadian Gempa di Papua

Sumber: USGS, 2010

Gambar 3. 9 Resiko Gempa Papua

Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2011

c. Beban Gempa

Beban gempa untuk wilayah Kabupaten Tolikara merupakan bagian dari beban gempa dari Provinsi Papua

berdasarkan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010 dengan ketua tim adalah Prof. Mansyur Irsyam.

Penentuan parameter sumber gempa yang digunakan berasal dari katalog gempa terbaru dan informasi sesar

aktif. Katalog gempa yang digunakan mulai dari tahun 1900 hingga 2009 serta katalog yang telah direlokasi

hingga tahun 2005. Pemodelan sumber gempa yang digunakan meliputi sumber gempa sesar, sumber gempa

subduksi dan sumber gempa background.

Sumber gempa sesar dan subduksi menggunakan model tiga dimensi (3D) yang sudah memperhitungkan hasil

tomografi untuk kondisi geometri dan data GPS untuk nilai slip-rate sedangkan sumber gempa background

menggunakan model gridded seismicity. Fungsi atenuasi yang digunakan adalah Next Generation Attenuation

(NGA), dimana fungsi atenuasi ini disusun dengan menggunakan data gempa global (worldwide data).

Hasil analisis berupa data dan parameter fault Indonesia dalam studi ini terangkum pada Tabel 3.24 untuk

daerah Papua dan sekitarnya.

Gambar 3.10 memberikan ilustrasi hasil studi untuk data dan parameter sumber gempa sesar meliputi nama,

lokasi, nilai slip-rate dan maksimum magnituda desain yang digunakan untuk PSHA (Probabilistic Seismic

Hazard Analysis).

Peta hasil studi PSHA untuk percepatan puncak (PGA), spektra 0.2 detik, dan 1.0 detik di batuan dasar untuk

kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun (atau gempa 475 tahun) dapat dilihat dalam Gambar 3.11.

Bab 8 - Hal 46

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 3. 10 Beban Gempa Papua

Sumber: Irsyam, Mashur (dkk), Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Gempa Indonesia, 2010

d. Resiko Gerakan Tanah

Berdasarkan peta resiko gerakan tanah yang dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun

2011, wilayah Kabupaten Tolikara mempunyai resiko gerakan tanah sedang hingga tinggi (Gambar 3.11).

Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Tolikara di bagian selatan dibentuk oleh

batuhan malihan (metamorf) formasi Derewo dimana distrik-distrik seperti Karubaga, Kanggime, Kembu dan

Bokondini berada.

Batuan Malihan (metamorf) Derewo ini umumnya mempunyai foliasi dan terkekarkan sangat kuat

membentuk bidang yang lemah, ditambah dengan curah hujan yang tinggi dan berkembangnya sesar aktif

dan gempabumi menyebabkan batuan tersebut menjadi tidak stabil dan mudah longsor.

e. Resiko Gunung Api

Berdasarkan peta resiko gunung api yang dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional

tahun 2011 (Gambar 3.12) dan pengamatan lapangan awal tidak ditemukan adanya gunung api disekitar

wilayah Kabupaten Tolikara.

f. Resiko Tsunami

Berdasarkan peta resiko Tsunami yang dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional tahun

2011 (Gambar 3.13) dan pengamatan lapangan awal tidak adanya pantai di wilayah Kabupaten Tolikara

sehingga bencana Tsunami tidak akan terjadi disekitar wilayah Kabupaten Tolikara.

Gambar 3. 11 Resiko Gerakan Tanah di Papua

Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 2011

Bab 8 - Hal 47

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 3. 12 Resiko Gunung Api

Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), 2011

Gambar 3. 13 Resiko Tsunami di Papua

Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 2011

3.2.3. Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini

Penggunaan lahan di kawasan Bokondini berdasarkan analisis dengan menggunakan Citra Satelit terdiri atas

beberapa fungsi/zona yakni sarana pelayanan umum, rencana kawasan industri, permukiman, perdagangan

dan jasa, perkantoran, peruntukan khusus serta sarana pelayanan umum. Untuk lebih detailnya penggunaan

lahan dimasing-masing BWP dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3. 25 Penggunaan Lahan di BWP I

BWP Fungsi Eksisting Uraian Luas (Ha)

Lapangan Olah Raga 0.09

Sarana Pendidikan 4.41

Sarana Peribadatan 1.57

Sarana Perribadatan 0.25

Sosial Budaya 2.19

Transportasi/Jalan 16.48

Hutan Lindung 449.42

RTH 2.28

Sempadan Sungai 240.35

Permukiman Permukiman 151.3

Perdagangan Jasa Pertokoan 1.32

Perkantoran Pemerintah 4.78

Khusus Hankam 0.3

Hutan Produksi 998.13

Perkebunan 86.41

Pertanian 237.79

2197.07BWP I Total

BWP I

Sarana Pelayanan Umum

Kawasan Lindung

Lainnya

Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

Tabel 3. 26 Penggunaan Lahan di BWP II

BWP Fungsi Eksisting Uraian Luas (Ha)

Hutan Lindung 342.76

Rawan Bencana Longsor 18.37

Sempadan Sungai 55.09

Permukiman Permukiman 48.36

Lainnya Hutan Produksi 1675.48

2140.06BWP II Total

BWP II

Kawasan Lindung

Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

Bab 8 - Hal 48

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tabel 3. 27 Penggunaan Lahan di BWP III

BWP Fungsi Eksisting Uraian Luas (Ha)

Hutan Lindung 1168.51

Sempadan Sungai 117.61

Permukiman Permukiman 251.6

Kesehatan 0.25

Sarana Peribadatan 0.48

Transportasi 0.42

Hutan Produksi 2512.04

Pertanian 165.96

2679.15BWP III Total

BWP III

Kawasan Lindung

Sarana Pelayanan Umum

Lainnya

Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

Tabel 3. 28 Penggunaan Lahan di BWP IV

BWP Fungsi Eksisting Uraian Luas (Ha)

Permukiman Permukiman 47.25

Kawasan Lindung Sempadan Sungai

Lainnya Hutan Produksi 1465.37

1512.62BWP IV Total

BWP V

Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

Bab 3 - Hal 49

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 24 Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2013

Bab 3 - Hal 50

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.2.4. Kependudukan Kawasan Perkotaan Bokondini

3.2.4.1 Jumlah Penduduk

Kawasan Perkotaan Bokondini terdiri dari 4 Distrik dan 50 Kampung/Desa dengan luas 100,65 Km2. Jumlah

Penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini pada Tahun 2011 adalah 12.694 jiwa, berdasarkan Data Podes

Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2011. Setelah dilakukan analisis oleh Tim Penyusun, maka proyeksi jumlah

penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2013 adalah 13.804 jiwa. Terlihat pula bahwa jumlah penduduk

laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan, yaitu dengan sex rasio 113,60.

Tingkat kepadatan penduduk, yaitu 126 jiwa/ Km2. Jumlah penduduk tertinggi ada pada Distrik Bewani,

sedangkan Distrik terpadat adalah Distrik Bokondini dengan tingkat kepadatan 178 jiwa/ Km2, sedangkan

Distrik dengan jumlah penduduk terendah adalah Kamboneri dengan jumlah penduduk 1.280 jiwa dan

kepadatan 82 jiwa/ Km2.

3.2.4.2 Struktur Penduduk

Struktur penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini dapat dikelompokan ke dalam dua aspek, menurut jenis

kelamin dan menurut kelompok usia. Melalui kedua aspek tersebut yang merupakan karakteristik masyarakat

Kawasan Perkotaan Bokondini dapat ditentukan arah pengembangan dan pembangunan Kawasan Perkotaan

Bokondini.

Tabel 3. 29 Jumlah Penduduk Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2011

No Distrik Banyaknya

Sex ratio Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Bokondini 1.979 1.740 3.719 113,74

2 Bokoneri 2.034 1.797 3.831 113,19

3 Bewani 2.059 1.805 3.864 114,o7

4 Kaboneri 679 601 1.280 112,98

Kawasan Perkotaan Bokondini

6.751 5.943 12.694 112,98

Sumber : Potensi Desa (PODES) Tahun 2011

Pada tabel 3.29 , penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini, ditinjau dari jenis kelaminnya masih didominasi oleh

laki-laki dengan sex rasio 113,60 yang artinya adalah terdapat 114 laki-laki diantara 100 perempuan. Bila ditinjau

dari kelompok umur, maka didominasi oleh kelompok umur 0 – 4 tahun, dimana kelompok umur tersebut

masuk dalam kelompok umur non produktif.

Jumlah penduduk di Kabupaten Tolikara sebesar 270.327 jiwa pada tahun 2010, sedangkan pada kawasan

perkotaan Bokondini adalah sebesar 12.694 jiwa (tahun 2011) menurut jumlah penduduk pada Distrik

Bokondini, Distrik Kaboneri, Distrik Bewani dan Distrik Kaboneri.

Tabel 3. 30 Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2011

No Distrik Luas BWP

(km2)

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kepadatan (Jiwa/Km2)

Rasio Luas thd Luas

1 Bokondini 20,95 3.719 178 20,81

2 Bokoneri 42,18 3.831 91 41,91

3 Bewani 21,92 3.864 176 21,78

4 Kaboneri 15,60 1.280 82 15,50

Kawasan Perkotaan Bokondini 100,65 12.694 126 100 Sumber : Potensi Desa (PODES) Tahun 2011

Tingkat kepadatan di Kawasan Perkotaan Bokondini hanya sekitar 126 jiwa/km2 dan terhadap kepadatan

penduduk yang ada di Kabupaten Tolikara sekitar 21,8 6%.

3.2.5. Sejarah dan Sosial Budaya

Sosial mengandung arti sesuatu yang dibangun dan terjadi dalam sebuah situs komunitas (Keith Yacobs).

Budaya bisa dimaknakan sebagai daya dari budi yang berupa cipta dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah

hasil dari cipta rasa, karsa, dan rasa tersebut (Koentjaraningrat 1976:28).

Analisis sosial budaya adalah suatu usaha untuk memperoleh gambaran lengkap mengenai situasi sosial dan

budaya dengan menelaah kaitan sejarah dan struktur sosial dalam masyarakat. Bila dikaitkan dengan

penyusunan rencana tata ruang, analisis sosial budaya merupakan analisis terhadap kondisi sosial budaya

masyarakat akibat adanya suatu pembangunan atau pun aktivitas kegiatan. Analisis sosial budaya akan menilai

kondisi sosial budaya yang mengalami perubahan atau pun tidak mengalami perubahan akibat adanya suatu

kegiatan dan atau proses pembangunan.

Analisis sosial budaya dapat diartikan sebagai kajian untuk mengenali struktur sosial budaya serta prasarana

dan sarana budaya; kajian ini dilakukan untuk mencapai pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan

bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bersifat lahiriah, batiniah atau spiritual (DPU, 2011)

1.2.5.1. Sejarah Distrik Bokondini

Secara etimologi, Bokondini bukanlah nama asli. Nama Bokondini terbentuk oleh pengaruh logat bahasa dari

penduduk yang bukan penduduk asli, atau pengaruh penduduk pendatang. Nama asli untuk sebutan

Bokondini adalah “Bogotini”, yang terdiri atas 2 (dua) suku kata, yaitu Bogo dan Tini. Bogo diambil dari nama

Sungai Bogo, sedangkan Tini berarti suatu tempat datar/lembah. Jadi Bogotini (sekarang Bokondini) berarti

suatu tempat tanah datar atau sebuah lembah yang terletak di tepi Sungai Bogo.Lembah Bogo atau Bokondini

merupakan satu-satunya lembah tanah datar yang dimiliki oleh penduduk di daerah Bokondini. Selain Lembah

Bogo, terdapat dua lembah lain, yaitu Lembah Wunin dan Lembah Abena. Namun kedua lembah ini luasnya

lebih kecil dibanding luas Lembah Bogo dan letaknya tidak di tengah wilayah Bokondini.

Lembah Bogo ini terletak di tengah-tengah wilayah Bokondini, sehingga sangat strategis dan dimungkinkan

melakukan berbagai kegiatan kemasyarakatan di lembah ini. Adapun beberapa kegiatan yang dapat dilakukan

di atas tanah datar/lembah Bogo ini dari zaman purbakala hingga sekarang antara lain:

a. Tempat perkemahan pertama nenek moyang penduduk Bokondini. Menurut cerita turun-temurun, nenek

moyang penduduk Bokondini dari Laut Arafura masuk ke tanah Papua pegunungan Tengah melalui Sungai

Digul tiba di Lembah Balim, kemudian terakhir tiba di Lembah Bogo lalu berkemah dan menetap di sana hingga

turun-temurun;

b. Tempat dimulainya kebudayaan baru. Nenek moyang penduduk Bokondini, yang tadinya bermata pencaharian

sebagai nelayan di laut, setelah mereka tiba di Lembah Bogo mereka harus mulai menyesuaikan diri dengan

lingkungan baru, yaitu membuat kebun, membuat rumah/honai, membuat pagar, dan sebagainya. Singkat

Bab 8 - Hal 51

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

kata, kebudayaan nenek moyang sebagai nelayan/pelaut, setelah mereka tiba di Lembah Bogo, berubah

menjadi penduduk agraris/petani dan peternak;

c. Tempat pembagian hak ulayat/tanah adat. Dari Lembah Bokondinilah nenek moyang penduduk Bokondini

membagi-bagi tanah menurut suku dan marga. Suku Gem mendapat bagian tanah/hak ulayat di sebelah

Timurnya, suku Bok mendapat bagian tanah/hak ulayat di sebelah Utaranya, sedangkan suku Lani mendapat

bagian tanah/hak ulayat di sebelah Barat, Selatan, dan Tengahnya;

d. Tempat perdagangan. Karena letak Lembah Bokondini yang sangat strategis -- berada di tengah-tengah

daerah Bokondini--, maka secara otomatis tempat ini menjadi tempat perdagangan/pasar. Penduduk dari arah

Utara, Selatan, Timur, Barat, dan Tengah dapat berkumpul melakukan tukar-menukar, jual-beli hasil-hasil

pertanian/peternakan, dan barang-barang berharga lainnya di tempat ini;

e. Tempat digelarnya pesta rakyat/pesta adat. Pada saat tiba panen hasil pertanian, seperti buah merah, jagung,

kacang-kacangan, ubi, keladi, tebu, dan lainnya serta pemotongan babi masal/pesta bakar batu juga selalu

digelar di tempat ini;

f. Tempat pelaksanaan ritual/penyembahan berhala. Lembah Bokondini sebagai tempat perkemahan pertama

nenek moyang penduduk Bokondini, sekaligus tempat pemakaman nenek moyang tersebut, maka secara

otomatis penduduk Bokondini dari berbagai tempat datang melakukan ritual/sembahyang minta berkat

perlindungan kepada roh-roh nenek moyang di tempat ini. Dalam doa kepada roh nenek moyang, mereka

antara lain meminta: kesuburan tanah, supaya tanaman tidak diserang hama, supaya peternakan tidak

diserang wabah penyakit, supaya penduduk tidak diserang wabah penyakit/tidak diserang musuh, supaya

mendapat jodoh, supaya melahirkan anak dengan selamat; dan

g. Tempat digelarnya perang dan damai antarsuku/marga. Apabila terjadi bentrokan/benturan antara suku/antara

marga di wilayah Bokondini, yang dipicu oleh berbagai faktor seperti pencurian hasil ternak, pencurian hasil

bumi, perzinahan/perkosaan perempuan, masalah tanah adat, dan sebagainya, sehingga berakibat pecahnya

perang suku, maka kegiatan perang suku dilakukan di Lembah Bokondini dan setelah berakhir dan harus

berdamai, maka acara perdamaian pun dilakukan di tempat ini.

1.2.5.2. Status Kepemilikan Tanah

Ihwal status kepemilikan tanah, bagi masyarakat Distrik Bokondini, Kabupaten Tolikara, khususnya, dan

umumnya rakyat Provinsi Papua, tidak mengenal jual-beli atau sewa-menyewa tanah. Dalam kepercayaan

mereka, tanah adalah “milik Tuhan”. Sebagaimana milik Tuhan dan bukan milik manusia-, maka tanah tidak

selayaknya diperjualbelikan atau disewakan. Bila ada yang memperjual-belikan tanah milik Tuhan, maka dia

berdosa besar.

Berdasarkan hal itu, bila seseorang berminat hendak memanfaatkan tanah di Bokondini, baik untuk tempat

tinggal atau usaha, prosedurnya cukup menemui Ketua Adat atau Lembaga Masyarakat Adat (LMA). LMA

kemudian meminta pengelola tanah untuk menyediakan tanah sesuai kebutuhan. Prosesnya tidak berbelit-

belit, selama tujuan pemohon tanah adalah demi kemajuan/kebaikan masyarakat Bokondini sendiri.

Berdasarkan keterangan salah seorang “pengelola” tanah di Bokondini, bagi si pemohon penggunaan tanah

tidak dikenai biaya apa pun. Paling tidak, untuk ke depannya si pemohon tanah tersebut bisa terlibat dalam

kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat. Dalam kepedulian sosial, mereka diperkenankan memberikan

sumbangan bila ada warga masyarakat lainnya yang terkena musibah. Dalam pemikiran masyarakat Bokondini,

oleh siapa pun pemanfaatan tanah, lokasinya tidak akan berpindah, tetap berada di Bokondini. Bila suatu

ketika ada yang berniat pindah kembali ke tempat lain, tanahnya tidak berpindah. Bahkan bangunannya dapat

menjadi aset masyarakat.

1.2.5.3. Pola Pemukiman Suku Lani

Masyarakat Lani di Papua, tidak mengenal konsep keluarga batih, yaitu bapak, ibu, dan anak, tinggal dalam

satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang

menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah

sili.

Pada dasarnya sili/silimo merupakan kompleks tempat kediaman yang terdiri atas beberapa unit bangunan

(rumah/honai) beserta perangkat lainnya.

Suku Lani sering membangun rumah adat mereka sesuai dengan apa yang ada di daerahnya pada masa

lampau. Pada umumnya orang gunung di Provinsi Papua memiliki rumah adat yang sering disebut Honai.

Istilah honai sendiri berasal dari dua kata, yakni “Hun” yang berarti pria dewasa dan “Ai” yang berarti rumah.

Dari klasifikasinya, terdapat dua jenis honai, yakni honai bagi kaum laki-laki dan perempuan.

Gambar 3. 14 Rumah Honai Suku Lani

Sumber: Hasil Survey, 2013

Bahan yang biasanya digunakan untuk membuat honai, yaitu kayu besi (oopir), kayu buah besar, kayu batu

yang paling besar, kayu buah sedang, jagat (mbore/pinde), tali (kedle), alang-alang (wakngger), papan yang

dikupas (oo nggege nggagalek), papan las, dan lain-lain.

Orang Lani mempunyai tiga honai, yakni honai bagi kaum laki-laki, honai perempuan, dan honai yang

dikhususkan untuk memberi makan atau memelihara ternak seperti babi (wam dabukla). Jadi tidak benar jika

sejauh ini ada anggapan miring bahwa masyarakat asli di Pegunungan Tengah Papua biasanya tidur bersama

ternak babi di dalam honai mereka, sebab ada honai yang dibangun khusus untuk memelihara babi.

Honai memang memiliki nilai filosofis yang mendalam, sebab pada rumah tradisional inilah tempat generasi

awal masyarakat pegunungan tengah Papua dilahirkan dan dibesarkan. Honai juga menjadi tempat belajar

mengenai arti kehidupan dan hubungan timbal balik antara manusia dengan alam sekitar maupun dengan

Sang Pencipta. Jadi, keunikan honai patut dijaga agar tidak cepat tergerus perkembangan zaman. Namun yang

perlu diperhatikan, dalam rumah honai tradisional umumnya tidak memiliki cerobong (saluran) pembuangan

Bab 8 - Hal 52

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

asap hasil pembakaran. Inilah masalah terbesar penyebab gangguan kesehatan pernafasan pada masyarakat

lokal yang kini masih mempertahankan honai sebagai rumah tinggal.

Pemukiman suku Lani biasanya berupa satu unit kecil dari suatu kelompok klen. Satu unit ini terdiri atas empat

bentuk bangunan yang disesuaikan berdasarkan fungsinya. Keempat bentuk bangunan ini terdiri atas:

1 Rumah khusus bagi pria yang dinamakan kunume;

2 Rumah tinggal bagi wanita dinamakan ome; dan

3 Kandang babi sekaligus dapur disebut wam ome.

Kesatuan keluarga inti tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Anak laki-laki berusia maksimal 10 tahun

masih tinggal bersama ibu dan saudara wanitanya. Sedangkan anak laki-laki di atas 10 tahun harus tinggal

bersama ayah dan saudara laki-laki lainnya dalam honai laki laki.

Bentuk perkampungan mereka biasanya persegi panjang dengan dikelilingi pagar setinggi 1-1,5 meter. Satu

kampung (otinime) merupakan perkampungan kelompok. Rumah laki-laki berada tepat di hadapan pintu

masuk perkampungan. Tujuannya untuk mengawasi keamanan atau mengamati gerak-gerik tamu yang

mencurigakan. Rumah perempuan selalu berada di sisi halaman rumah sebelah kiri. Sedangkan dapur yang

merangkap kandang babi terletak di belakang dengan pintu babi menghadap ke luar pagar. Posisi ini

dimaksudkan supaya babi piaraannya bisa bebas keluar masuk hutan tanpa memasuki halaman

perkampungan. Kebun petatas, buah merah, atau pisang berada di pemukiman atau pagar halaman.

Rumah adat suku Lani (honai) berbentuk bulat dengan tinggi bangunan dua meter, serta atapnya menyerupai

payung setinggi dua meteran dari lingkaran atas bangunan. Menurut pemahaman mereka, bentuk bulat utuh

dalam keadaan tertutup yang diwujudkan dalam bentuk rumah honai ini dimaksudkan sebagai simbol

hubungan satu kesatuan antara alam, lingkungan, masyarakat serta para leluhurnya. Baik rumah pria maupun

rumah wanita tidak ada sekat, yang ada hanya para buat menyimpan kayu bakar tepat di atas tungku

pembakaran. Tungku pembakaran pria hanya sebagai penghangat, sedangkan tungku rumah wanita selain

penghangat sekaligus untuk memasak.

Gambar 3. 15 Pola Permukiman Suku Lani di Tolikara

Sumber: Hasil Survey, 2013

Pola pemukiman suku Lani di Tolikara dengan Suku Dani yang mendiami sebagian Kabupaten Jayawijaya

berbeda, baik letak maupun istilah penamaannya. Sebagai gambaran, pemukiman Suku Dani dinamakan

usilimo yang di dalamnya terdapat honai laki laki (pilamo) dan sejumlah honai perempuan (ebeai) yang

disesuaikan dengan jumlah istri mereka. Dapur (hunila) berbentuk memanjang dan kandang babi (dabula).

Gambar 3. 16 Pola Permukiman Usilimo Suku Dani di Kabupaten Tolikara

Sumber: Hasil Survey, 2013

3.2.6. Fasilitas Umum Kawasan Perkotaan Bokondini

3.2.6.1. Pendidikan

Jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Tolikara tahun 2010 mencapai 88 unit, yang terdiri dari 66 Sekolah

Dasar (SD), 17 Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 4 Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 1 Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK).

Pada kawasan Perkotaan Bokondini, jumlah sarana pendidikan dasar (SD) sebanyak 7 unit, terbagi atas 6

sekolah dasar negeri dan 1 sekolah dasar swasta. Sedangkan untuk sekolah lanjutan tingkat pertama terdapat

2 unit sekolah lanjut tingkat pertama, 253 murid dan 7 orang guru. Dan jumlah sekolah menengah umum hanya

terdapat 1 unit sekolah menengah umum, 89 murid dan 10 orang guru. Untuk sekolah menengah kejuruan

hanya terdapat di Distrik Kuari terdiri 10 unit sekolah menengah kejuruan dan 10 orang guru.

Kondisi sebaran sarana pendidikan di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada gambar 3.25.

Tabel 3. 31 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar (SD) Negeri Dan Menurut Distrik Tahun 2011

No Distrik Jumlah Sekolah Dasar

Jumlah Negeri Swasta

1 Bokondini 2 1 3

2 Bokoneri

3 Bewani 3 0 3

4 Kaboneri 1 0 1

Kawasan Perkotaan Bokondini 6 1 7

Kabupaten Tolikara 61 5 66

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Bab 8 - Hal 53

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tabel 3. 32 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar Menurut Distrik Tahun 2011

No Distrik

Jumlah

Sekolah

beroperasi Murid Guru

1 Bokondini 3 598 12

2 Bokoneri

3 Bewani 3 540 10

4 Kaboneri 1 217 3

Kawasan Perkotaan Bokondini 7 1.138 25

Kabupaten Tolikara 61 14.743 196

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 3. 33 Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Menurut Distrik Tahun 2011

No Distrik Jumlah

Sekolah Murid Guru

1 Bokondini 2 253 7

2 Bokoneri

3 Bewani 0 0 0

4 Kaboneri 0 0 0

Kawasan Perkotaan Bokondini 2 253 7

Kabupaten Tolikara 18 2.535 50

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 3. 34 Jumlah Sekolah Menengah Umum Menurut Distrik Tahun 2011

No Distrik Jumlah

Sekolah Murid Guru

1 Bokondini 1 89 10

2 Bokoneri

3 Bewani 0 - -

4 Kaboneri 0 0 0

Kawasan Perkotaan Bokondini 1 89 10

Kabupaten Tolikara 4 687 27

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

3.2.6.2. Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar suatu masyarakat. Oleh karena itu pelayanan kesehatan

yang memadai sangatlah diperlukan. Mengenai Pelayanan Kesehatan, Tolikara hanya mengandalkan

PUSKESMAS dan Balai Pengobatan Pemerintah saja karena tidak terdapat rumah sakit.

Pada kawasan Perkotaan Bokondini hanya terdapat 1 Puskesmas, 2 Puskesmas Pembantu dan 3 Balai

Pengobatan Pemerintah. Guna melayani beberapa daerah yang masih belum terjangkau tersedia juga

Puskesmas Keliling roda dua 1 unit. Disamping itu, kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan juga

dipengaruhi oleh banyaknya tenaga kesehatan yang tersedia. Di Tolikara, jumlah dokter yang tersedia hanya

orang yang terdiri dari 1 dokter spesialis, 16 dokter umum, dan 2 dokter gigi. Untuk penolong kelahiran, di

Tolikara juga terdapat 56 bidan.

Pada kawasan Perkotaan Bokondini untuk jumlah tenaga kesehatan yang ada yaitu 3 dokter umum, 1 dokter

gigi dan 8 bidan.

Tabel 3. 35 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu Dan Balai Pengobatan Menurut Distrik Tahun 2011

No Distrik Puskesmas Puskesmas

Pembantu

Balai pengobatan

Pemerintah Swasta Gigi

1 Bokondini 1 0 1 0 0

2 Bokoneri

3 Bewani 0 1 1 0 0

4 Kaboneri 0 1 1 0 0

Kawasan Perkotaan

Bokondini

1 2 3 0 0

Kabupaten Tolikara 15 20 23 0 0

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 3. 36 Jumlah Puskesmas Keliling Menurut Distrik Tahun 2011

No Distrik Puskesmas keliling

Jumlah Roda empat Roda dua

1 Bokondini 0 1 1

2 Bokoneri

3 Bewani 0 0 0

4 Kaboneri 0 0 0

Kawasan Perkotaan

Bokondini

0 1 1

Kabupaten Tolikara 2 5 7

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 3. 37 Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Distrik Tahun 2011

No Distrik

Tenaga kesehatan

Dokter

Spesialis

Dokter

Umum

Dokter

Gigi

Perawat

Gigi Bidan

1 Bokondini 0 3 1 0 3

2 Bokoneri

3 Bewani 0 0 0 0 4

4 Kaboneri 0 0 0 0 1

Kawasan Perkotaan

Bokondini

0 3 1 0 8

Kabupaten Tolikara 1 16 2 1 56

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Bab 8 - Hal 54

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.2.6.3 Peribadatan

Sebagian besar masyarakat di kawasan Perkotaan Bokondini memeluk agama Kristen dan sebagian kecil

memeluk agama Islam. Dengan jumlah sarana peribadatan gereja 3 unit, 1 unit klasis dan 1 unit mesjid.

Hal ini dapat ditemukan dengan banyaknya jumlah peribadatan yang tersebar di kawasan Perkotaan

Bokondini. Adapun untuk jelas kondisi sebaran sarana peribadatan dapat dilihat pada gambar 3.26.

Bab 3 - Hal 55

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 25 Sebaran Sarana Pendidikan Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 - Hal 56

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 26 Sebaran Sarana Kesehatan Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 - Hal 57

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 27 Sarana Peribadatan Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 - Hal 58

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.2.7. Kondisi Kepariwisataan

Kondisi kepariwisataan kota Bokondini, sebenarnya belum terbentuk bahkan belum memberi sumbangan

terhadap kinerja pembangunan didaerah Tolikara. Berdasarkan analisis dari produk domestik regional bruto

pada tahun 2000-2011, kontribusi sektor pariwisata belum ada. Tingkat hunian perhotelan bahkan kunjungan

wisman ke kabupaten Tolikara khususnya kawasan Perkotaan Bokondini masih nol.

Berdasarkan sejarahnya Bokondini merupakan kota kunci bagi pengembangan wilayah kepada distrik-distrik di

wilayah pegunungan tengah papua. Kota ini menjadi kota kunci untuk membuka akses informasi, budaya,

agama ke luar daerah, regional, dan internasional. Bokondini menjadi kota kunci persebaran injil dimasa

pemerintahan Belanda hingga tahun 1962. Kota Bokondini menjadi tempat utama (base camp) para misionaris

untuk menyebarkan injil di wilayah Pegunungan Papua.

Bukti fisik masih terlihatnya kota bokondini menjadi kota inijl adalah masih adanya kawasan klasis gereja milik

MAF (Mission Aviation Fellowship) yang terdiri atas bangunan rumah tinggal para pastor, dan pilot pesawat

MAF gereja dan tugu salib kristus yang bertuliskan Monumen Injil Masuk di Wilayah Bogoga Papua tanggal 1

Mei 1956 Oleh Pendeta Bert Power dkk.

Gambar 3. 17 Kondisi di sekitar Kawasan Klasis Bogoga

Sumber: Hasil Survei , 2013

Berdasarkan hasil catatan pembicaraan dengan pengelola kawasan klasis sekaligus sebagai direktur sekolah

Ob Anggen Bapak Scotty Willy, aktifitas yang masih berlangsung adalah konferensi-konferensi gereja klasis

Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang sering dilakukan di Bokondini. Kawasan klasis sendiri terdiri atas bangunan

tempat tinggal para pastoral, penginapan dengan kapasitas 100 orang lengkap dengan air panas, elektrik dan

internet serta sekolah dasar internasional bagi anak-anak unggulan di Kota Bokondini.

Sejarah terbentuknya kota Bokondini, seperti yang telah dijelaskan diatas telah memiliki nilai pariwisata dan

nilai religious. Nilai-nilai yang dibuktikan dengan peningggalan fisik dan aktifitas yang masih ada dapat dijadikan

potensi pariwisata religious bagi Kota Bokondini. Kawasan klasis yang memiliki pengaruh dalam pembangunan

kawasan perkotaan dapat dijadikan indikator penggerak perekonomian dari sisi kepariwisataan. Namun

dukungan dari peranan pemerintah perlu dilakukan untuk menambah nilai lainnya seperti kepariwisataan alam

dan perkebunan.

Gambar 3. 18 Kondisi Objek Daya Tarik Potensi Wisata Bokondini

Sumber: Hasil Survei , 2013

Berikut ini disampaikan tabel indikasi potensi eksisting objek wisata di Kawasan perkotaan Bokondini.

Tabel 3. 38. Data Potensi Objek Wisata di Kawasan Perkotaan Bokondini

No Nama Objek Kawasan

1 Salib Injil Masuk Klasis

2 Gereja Klasis Klasis

3 Lapangan upacara adat Luar Klasis

4 Sekolah dasar internasional Klasis

5 Perkebunan nenas Luar Klasis

6 Perkebunan buah merah/kuning Luar klasis Sumber : Hasil Pengamatan di lapangan tahun 2013

3.2.8. Prasarana Perkotaan dan Lingkungan Kawasan

3.2.8.1. Prasarana Jaringan Jalan dan Jembatan

A. Jaringan Jalan

Jaringan jalan didalam kawasan perkotaan Bokondini terdiri atas jaringan jalan kolektor primer (K3), kolektor

sekunder (K4), Jaringan jalan lokal sekunder, dan jalan setapak. Berdasarkan hasil survei lapangan jaringan

Bab 8 - Hal 59

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

jalan kolektor primer yang ada didalam kawasan pusat perkotaan bokondini berdimensi 7 m dengan drainase

terbuka tanah di kiri dan kanan jalan. Sedangkan jaringan jalan kolektor sekunder yang dimulai dari pintu

masuk menuju pusat perkotaan bokondini berdimensi 6 m tanpa drainase di kiri dan kanan jalan. Semua

jaringan jalan di dalam kawasan perkotaan bokondini masih menggunakan perkerasan tanah, dan pada musim

hujan cenderung berlumpur.

Kondisi jalan menuju kawasan perkotaan Bokondini, yakni pusat kota sangat buruk. Ini diakibatkan tidak

adanya jaringan drainase pada kiri dan kanan jalan yang mengakibatkan tanah aliran air baik itu dari mata air

permukaan mengaliri jalan dan membuat jalan semakin berlumpur ketika dimasuki oleh kendaraan umum.

Gambar 3. 19 Kondisi Jaringan Jalan Menuju Kawasan Perkotaan Bokondini

Sumber: Hasil Survei , 2013

Tabel 3. 39 Kondisi Jalan di Dalam Kawasan Prioritas

No Fungsi Panjang

(m) BWP Drainase

Dimensi (m)

Kondisi Jenis

perkerasan

1 Jalan Kolektor Primer

875,2 I Ada, Ki-Ka 8,6 Baik tanah

2 Jalan Kolektor Sekunder

7.682 I Tidak ada 6 Rusak berat

tanah

3 Lokal sekunder 32.834,14 BWP I, II, III, IV

Tidak ada 2,8 Tanah tanah

4 Setapak 21.342,86 BWP I, II, III Tidak ada 1,5 Rusak berat

tanah

5 Lingkungan Klasis 349,5 BPW I ada 1,2 - 1,5 baik bebatuan Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013

Kondisi jalan di Kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada peta 3.28.

Bab 3 - Hal 60

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 28 Jaringan Jalan Eksisting Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 - Hal 61

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

B. Jembatan

Berdasarkan hasil kunjungan lapangan yang dilakukan, terdapat jembatan didalam kawasan perkotaan yang

digunakan untuk menghubungkan jaringan darat agar dapat masuk ke kawasan perkotaan Bokondini.

Jembatan-jembatan tersebut terdapat di BWP I dan BWP II, sedangkan aksesibilitas ditempat lainnya tidak

memiliki jembatan sehingga harus ditembus dengan kendaraan yang mampu menembus sungai.

Kondisi jalan dan jembatan disaat musim hujan

Kontruksi jembatan berupa kayu

Putusnya jembatan kayu menuju Bokondini,

harus melintasi sungai

Kondisi konstruksi jembatan kayu menuju

kampung Malala dan Kanairo

Gambar 3. 20 Kondisi Jembatan Kawasan Perkotaan Bokondini

Sumber: Hasil Survei , 2013

Tabel Sebaran Jembatan di Kawasan Perkotaan Bokondini

No Jembatan Eksisting Kontruksi Dimensi Sungai (L)

1 Jembatan No 3 Kayu 52

2 Jembatan No 5 Kayu 12

3 Jembatan No 7 Belum ada 47 Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013

Bab 3 - Hal 62

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 29 Sebaran Jembatan Eksisting di Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 - Hal 63

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.2.8.2. Prasarana Energi dan Kelistrikan

Prasarana Energi di Kawasan Perkotaan Bokondini masih belum tertata dengan baik, masih mengandalkan

pola distribusi konvensional. Berdasarkan survei yang dilakukan konsultan dilapangan, dikawasan perkotaan

Bokondini tidak terdapat SPBU PT. Pertamina untuk melayani penjualan BBM. Untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari, penduduk dikawasan perkotaan Bokondini membeli BBM di Wamena dan menjualnya secara

eceran di warung-warung yang ada. Untuk kebutuhan memasak mayoritas masyarakat dikawasan perkotaan

Bokondini masih mengandalkan kayu bakar yang banyak tersedia serta kompor minyak tanah. Untuk

penggunaan Gas sebagai bahan bakar masih belum ditemui selama survei.

Penjualan Bensin/Premium Eceran

Penjualan Bensin/Premium Eceran

Penggunaan Kayu bakar Sebagai Bahan Bakar

Memasak

Penggunaan Kayu bakar Sebagai Bahan Bakar

Memasak

Gambar 3. 21 Penjualan BBM Eceran

Sumber : Hasil Survei, Tahun 2013

Untuk memenuhi kebutuhan energi di kawasan perkotaan Bokondini, penggunaan sumber energi nabati

(bioenergi) merupakan pilihan yang paling tepat, mengingat kondisi lahan yang mendukung serta sebagian

besar penduduknya bertumpu pada sektor pertanian. Pengembangan bioenergi ini, disamping dalam rangka

diversifikasi energi untuk mengatasi krisis sumber energi, juga untuk menunjang upaya diversifikasi

pengelolaan hasil pertanian.

Tiga jenis bioenergi terbarukan (renewable) yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang dapat dikembangkan

antara lain :

1) bioetanol yang dibuat dari bahan-bahan bergula seperti singkong, tetes tebu, nira sorgum, ganyong, ubi jalar,

digunakan untuk menyubstitusi bensin

2) biodiesel yang dibuat dari minyak nabati seperti jarak pagar, kelapa sawit, kapuk, dan sejumlah tanaman lain,

digunakan sebagai pengganti solar, dan

3) biogas yang memanfaatkan sampah dan kotoran hewan, digunakan untuk menyubstitusi minyak tanah dan

elpiji yang banyak dikembangkan dalam skala rumah tangga.

Dari ketiga jenis bioenergi tersebut bioetanol dan biodiesel berpotensi untuk dapat dikembangkan dalam skala

besar jika bahan bakunya dapat dibudidayakan secara luas dan kontinyu. Kedua jenis bioenergi ini ramah

lingkungan.Penggunaan bahan bakar nabati untuk mesin diesel sebenarnya bukan hal yang baru, hanya

dikhawatirkan akan bersaing dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Prasarana kelistrikan di kawasan perkotaan Bokondini tidak terkoneksi dengan jaringan kelistrikan di Pusat

Kota Kabupaten yakni Kota Karubaga, maupun sistem kelistrikan Kota Wamena. Berdasarkan hasil

pengamatan survei dilapangan, jaringan kelistrikan di Kota Bokondini dulunya mengandalkan turbin atau

pembangkit listrik tenaga mikro hidro milik MAF (Mission Aviation Fellowship) sebesar 15 Kva dan PLTM milik

pemerintah daerah sebesar 17 Kva. Namun dilakukan survei ke lokasi, pembangkit dari MAF (Mission Aviation

Fellowship) sudah rusak parah dan tidak digunakan lagi. Namun untuk kawasan klasis/Gereja sendiri

menggunakan PLMTH sendiri sebesar 15 Kva untuk seluruh kawasannya. Otomatis seluruh kota belum teraliri

listrik kembali. Gambar dibawah memperlihatkan turbin milik MAF yang rusak dan rumah pembangkit yang

mulai rusak.

Kondisi Rumah Pembangkit yang terbengkalai dan mulai

rusak.

Mesin Generator PLMTH yang mengalami kerusakan,

sehingga masyarakat tidak dapat menikmati aliran listrik.

Gambar 3. 22 Kondisi Rumah Pembangkit

Sumber: Hasil Survei, tahun 2013

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat lokal dan tokoh masyarakat, beberapa permasalahan yang

dihadapi dalam pengelolaan energi di kawasan perkotaan Bokondini adalah :

1) Tidak tersedianya tenaga yang mengerti soal mesin turbin.

2) Kurangnya pelatihan bagi tenaga perawat mesin turbin.

Bab 8 - Hal 64

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3) Belum ada manajemen pengelolaan termasuk biaya retribusi masyarakat dan upah bagi tenaga perawat mesin.

4) Subsidi pemerintah yang sudah semakin berkurang bahkan tidak ada lagi.

Gambar 3. 23. Ilustrasi Layout Sistem PLTMH

Sumber : www. google.co.id

Tabel 3. 40 Sebaran dan Kondisi Jaringan Kelistrikan di Kawasan Perkotaan Bokondini

No Jaringan

kelistrikan Lokasi Milik Volume Kondisi Ket

1 PLTMH 1 Sungai Bokondini

Klasis/MAF 15 KVa Rusak Jaringan kabel masih ada, Perlu UPT

2 PLTMH 2 Sungai Bokondini

Pemda 17 Kva Rusak parah/hilang

Jaringan kabel masih ada Perlu UPT

3 PLTMH 3 Sungai Bokondini

Klasis/MAF 15 KVa Baik Perlu UPT

4 PLTS Tersebar Individual/ honai

75-85 Wp Baik individual

Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013

Sistem kelistrikan lain yang masih digunakan di kawasan perkotaan Bokondini adalah sistem jaringan

kelistrikan mandiri berupa tenaga matahari yang tersebar di BWP II, III, dan IV. Penggunaan tenaga matahari

ini banyak dimanfaatkan secara individual terutama di honai-honai.

Pemilik Honai di Bokondini yang telah mendapat bantuan

PLTS Individual

Pemilik Rumah di Bokondini yang telah mendapat bantuan

PLTS Individual

Gambar 3. 24 Penggunaan PLTS Individual

Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013

Untuk memenuhi kebutuhan listrik di kawasan perkotaan Bokondini dapat memanfaatkan potensi sungai yang

ada dengan menggunakan Pembangit Listrik Tenaga Air dengan skala Pico, Micro dan Mini. Pembangunan

Pembangit Listrik Tenaga Air dapat dilakukan dengan pendekatan komunal dan jika jaringan listrik sudah

tersedia dapat dikoneksikan kedalam jaringan listrik yang sudah ada.

3.2.8.3. Prasarana Telekomunikasi

Kabupaten Tolikara hanya mengandalkan sarana telekomunikasi nirkabel (wireless) sebagai alat komunikasi

penduduk. Berdasarkan data buku Statistik Potensi Desa Prov Papua 2011, di tahun 2010 keberadaan Base

Transceiver Station (BTS) Telkomsel di Kabupaten Tolikara hanya ada di 5 desa dari total 507 desa. Coverage

sinyal dari 5 BTS tersebut bisa ditangkap dengan kuat di 91 desa namun lemah di 49 desa. Adapun ketersediaan

sarana komunikasi lainnya di Kabupaten Tolikara adalah 2 telepon umum koin/kartu, 2 wartel, dan 1 pos

keliling.

Tabel 3. 41. Sarana Telekomunikasi Di Kabupaten Tolikara

No Jenis Sarana

Telekomunikasi Jumlah (Desa) Keterangan

1 Telepon Umum Koin/Kartu

2 Tahun 2010

2 Wartel 2 Tahun 2010

3 Pos Keliling 1 Tahun 2010

4 BTS 5 Tahun 2010 Sumber: Statistik Potensi Desa Prov. Papua 2011

Tabel 3. 42 Pelayanan Sinyal Telekomunikasi dari BTS Telkomsel Di Kabupaten Tolikara

No Distrik Keterangan

1 Distrik Karubaga Sinyal kuat

Bab 8 - Hal 65

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Distrik Keterangan

2 Distrik Gilubandu Sinyal lemah

3 Distrik Geya Sinyal lemah

4 Distrik Nabunage Sinyal lemah

5 Distrik Nelawi Sinyal lemah

6 Distrik Kembu Sinyal lemah

7 Distrik Kubu Sinyal lemah

8 Distrik Konda Sinyal lemah

9 Distrik Numba Sinyal lemah

10 Distrik Timori Sinyal lemah Sumber: Statistik Daerah Kab. Tolikara 2010

Berdasarkan hasil survei pengamatan di lapangan, kawasan perkotaan Bokondini belum terlayani oleh sistem

jaringan telekomunikasi yang baik. Berdasarkan temuan dilapangan kebutuhan masyakarat kawasan

perkotaan Bokondini masih mengandalkan sistem jaringa radio antar penduduk yang dimiliki oleh Bapak

Scotty Willy (Direktur Sekolah OB Anggen/Klasis). Banyak masyakat kota Bokondini yang meminta bantuan

melalui sistem radio ini meminta pertolongan ke Wamena untuk kebutuhan pelayanan mendesak seperti

masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat.

Sistem radio Komunikasi Radio Antar Penduduk adalah komunikasi radio yang pada awalnya menggunakan

band frekuensi 26.968 - 27.405 MHz yang di negara asalnya Amerika Serikat terkenal dengan nama Citizen Band

Radio (CB). Sejak tahun 1958, di Amerika, secara resmi radio CB telah dilegalisir penggunaannya sebagai alat

komunikasi radio antar penduduk, sebagai organisasi pengelolanya adalah Federal Communication Commission

(FCC) yang bertugas mengendalikan dan membina serta membina para penggemarnya yang semakin banyak.

Mulai era tahun 70-an penggunaan CB merambah bumi Nusantara, Indonesia dan terus berkembang walaupun

penggunaannya masih belum terkendali karena belum ada ketentuan yang mengaturnya.

Perangkat radio antar penduduk (Citizen Band Radio)

Perangkat antenna yang berada diluar rumah/bangunan

Gambar 3. 25. Ilustrasi Penggunaan Radio Antar Penduduk

Sumber : www. google.com dan Survei Lapangan Tahun 2013

Tabel 3. 43. Tabel Jaringan Telekomunikasi

No Jaringan Telekomunikasi Milik

1 Radio Antar Penduduk (CB) Klasis/Scotty Willy

2 BTS (Telkom, dll) Tidak ada

3 Jaringan internet nirkabel Klasis/Scotty Willy Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013

Kondisi jaringan telekomunikasi di Kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada peta 3.30.

Bab 3 - Hal 66

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 3. 30 Jaringan Telekomunikasi Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 - Hal 67

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.2.8.4. Prasarana Drainase

Sistem prasarana drainase didalam kawasan perkotaan Bokondini, berdasarkan hasil survei yang dilakukan

oleh konsultan sudah terdapat jaringan didalam pusat kota Bokondini. Pada jaringan jalan utama kota

(Kolektor Primer K3) dimensi jaringan drainase hingga 1 meter dengan tinggi 80 cm, namun kontruksinya tidak

menggunakan beton maupun paving drainase. Drainase yang ada di jalan K4 (Kolektor Sekunder) hanya

berupa saluran tanah dan terbuka. Sedangkan untuk sistem jaringan di jalan lokal rata-rata berdimensi 40 cm

dengan tinggi 60-80 cm berupa saluran tanah terbuka. Sedangkan di jalan lingkungan di kawasan klasis

cenderung berkondisi baik dengan dimensi 30 x 15 cm. Untuk dikawasan permukiman (dalam lingkungan) di

beberapa saluran drainase di pasar dan dibelakang puskesmas berkondisi buruk, dimana drainase tidak

berfungsi dengan baik.

Jaringan drainase di kiri dan kanan jalan tanpa konstruksi

dan terbuka dengan dimensi (l) 1 m

Jaringan drainase di kiri jalan menuju permukiman

Klasis/MAF. Dimensi 80 cm dan terbuka.

Gambar 3. 26 Kondisi Jaringan Drainase di Jalan Utama (Kolektor Primer & Sekunder)

Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013

Tidak adanya jaringan drainase yang baik didalam kawasan

permukiman menimbulkan genangan dan menyulitkan masyarakt berjalan di lingkungan permukiman

Kondisi jalan lingkungan yang tidak dilengkapi dengan

jaringan drainase sehingga berdampak timbulnya genangan di jalan dan merusak perkerasan jalan yang ada.

Gambar 3. 27 Kondisi Jaringan Drainase di Jalan Lingkungan (Kondisi Buruk)

Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013

Gambar 3. 28 Penampang Drainase Eksistingi Jalan Utama

Kondisi jaringan drainase terbuka yang ada di dalam

kawasan klasis dirawat dengan baik.

Kondisi jaringan drainase terbuka dengan dimensi 40 cm didalam komplek perumahan klasis/MAF dirawat dengan

baik.

Gambar 3. 29 Kondisi Jaringan Drainase di Lingkungan Klasis

Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013

Tabel 3. 44 Tabel Kondisi Jaringan Drainase di Kawasan Perkotaan Bokondini

No Jaringan jalan Jenis saluran Dimensi (cm) Kondisi drainase

1 Utama Kota (Kolektor Sekunder/K3)

Saluran terbuka tanah

100 x 80 Baik

2 Lokal sekunder Saluran terbuka tanah

40 x 20 Kurang baik

3 Lingkungan klasis Saluran terbuka tanah

30 x 15 Baik

4 Lingkungan perumahan Saluran terbuka tanah

30 x 15 Kurang baik/Buruk

Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013

80 cm

80 cm

Bab 3 - Hal 68

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.2.8.5. Jaringan Air Bersih

Prasarana perkotaan jaringan air bersih di kawasan pusat kota Bokondini terdiri atas 3 sumber, yakni dari

sungai yang ditampung oleh masyarakat dan MAF lalu mengalirkannya kedalam kota dengan menggunakan

pipa distribusi. Berdasarkan hasil survei pengamatan di lapangan, belum semua rumah terlayani air bersih

melalui pipa distribusi tersier. Artinya pipa distribusi masih dialirkan kepada Bak Air Komunal yang kemudian

masyarakat dapat mengambil sesuai keperluannya.

Sumber yang kedua yakni melalui pemanfaatan bak penampung air hujan. Beberapa pemilik rumah di kawasan

perkotaan yang memiliki tingkat perekonomian yang relatif baik juga menggunakan bak penampung air hujan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, tingkat curah hujan di Bokondini juga relatif lebih banyak.

Untuk itu sumber air bersih dari hujan juga dimanfaatkan oleh warga.

Sumber air yang ketiga adalah pemanfaatan mata air yang berada pada jalan-jalan lokal terutama kawasan

perkotaan yang berada di BWP II, III dan IV. Pemanfaatan mata air menjadi solusi dari masyarakat karena selain

mata airnya yang tidak pernah kering/mengalir, mata air ini juga dijaga baik oleh masyarakat.

Jaringan pipa air bersih dari generator PLTMH

Yang dialirkan ke permukiman warga di distrik Bokondini

Tangki penampungan air hujan

Kapasitas hingga 1000 lt

Kondisi mata air (air permukaan) yang

Berada di perkampungan distrik

Bak Retensi yang dimanfaatkan sebagai Sumber air PLTM dan air bersih warga

Gambar 3. 30 Kondisi Jaringan Perpipaan, Tangki Penampung Air Hujan, dan Sumber Air

Sumber : Hasil survei, Tahun 2013

Tabel 3. 45 Kondisi Jaringan Air Bersih di Kawasan Perkotaan Bokondini

No Kawasan Sistem Jaringan Kondisi

1 Kawasan pusat kota bokondini

Perpipaan, gravitasi dan bak penampung

Rusak

2 Kawasan klasis Perpipaan Baik

3 Kawasan permukiman pusat kota

tidak teraliri Kurang baik

4 BWP II (Bewani) Mata air, bak penampung Baik

5 BWP III (Bokoneri) Mata air Baik

6 BWP IV (Kaboneri) Mata air Baik Sumber : Survei Lapangan, Tahun 2013

3.2.8.6. Limbah dan persampahan

Kondisi jaringan limbah dan persampahan di kawasan perkotaan bokondini terdiri atas limbah padat individual

dan penanganan limbah puskesmas. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan untuk penanganan limbah

puskesmas di Kawasan perkotaan Bokondini telah menggunakan mini insenerator, yaitu pembakaran hingga

menjadi abu. Sedangkan untuk sampah domestik seperti kertas dan plastik dilakukan dengan metoda

pengumpulan di belakang pekarangan dan dibakar hingga habis. Metode pengumpulan dan pembakaran ini

banyak di lakukan oleh masyarakat di kawasan pusat perkotaan Bokondini.

Tabel 3. 46. Jenis Penanganan Persampahan di Kawasan Perkotaan Bokondini

No Kawasan Jenis Penanganan Sampah

Metoda

1 Pusat Perkotaan Individual Pengumpulan dan dibakar

2 BWP II (Bewani) Individual Pengumpulan dan dibakar

3 BWP III (Bokoneri)

Individual Pengumpulan dan dibakar

4 BWP IV (Kaboneri)

Individual Pengumpulan dan dibakar

5 Puskesmas Insenerator Pemilahan dan pembakaran Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013

Untuk penanganan limbah padat, masyakarat kawasan pusat perkotaan bokondini telah mengenal

pengelolaan model individual. Dimana tiap rumah memiliki ruang MCK (mandi, cuci dan kakus). Namun belum

semua masyarakat di kawasan perkotaan seperti di Bewani, Kaboneri dan Bokoneri mengenal konsep

pengelolaan model individual MCK. Rata-rata masyarakat yang masih tinggal di honai belum mengenal konsep

ini dan cenderung membuang limbah/padat (membuang hajat) di kebun dan di hutan.

Bab 8 - Hal 69

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Incenerator Mini yang

Digunakan oleh puskesmas Bokondini

Ilustrasi teknis desain bak limbah padat yang digunakan masyarakat Bokondini

Gambar 3. 31. Kondisi Insenerator Puskesmas dan Ilustrasi Bak Limbah Padat

Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013 dan www.google.com

Tabel 3. 47. Jenis Penanganan Limbah di Kawasan Perkotaan Bokondini

No Kawasan Jenis Penanganan

Limbah Keterangan

1 Pusat Perkotaan MCK Tiap rumah (tipe rumah sehat)

2 Kawasan klasis MCK Tiap rumah

3 BWP II (Bewani) Belum terlayani -

4 BWP III (Bokoneri) Belum terlayani -

5 BWP IV (Kaboneri) Belum terlayani - Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013

3.2.9. Sistem Transportasi Kawasan Perkotaan

3.2.9.1 Sistem Transportasi Regional

A. Sistem Transportasi Darat

Sistem transportasi perkotaan di kawasan Bokondini terdiri atas transportasi darat dan udara. Untuk sistem

transprotasi darat, kawasan perkotaan Bokondini dilayani oleh kendaraan jenis 4 WD (Wheel Drive) seperti

Turbo Storm Mitsubishi maupun jenis Toyota, kendaraan ini memiliki rute Bokondini – Kelila – Wamena (pp)

dengan frekuensi sebanyak 1-2 kali dalam sehari dan sangat bergantung kepada kondisi cuaca di lokasi. Rata-

rata kendaraan yang menuju ke wamena dari Bokondini berjumlah 2-5 unit kendaraan dengan kapasitas angkut

(duduk) 4 (empat penumpang) dan kapasitas bagasi hingga 300 kg dibagian belakang. Tarif angkutan ini

adalah Rp 150.000,- untuk penumpang duduk di dalam dan Rp. 100.000,- untuk penumpang duduk di belakang.

Perjalanan Wamena-Bokondini dapat ditempuh kurang lebih tiga jam.

Adapun jaringan jalan yang mendukung sarana transportasi ini adalah jaringan jalan dengan fungsi sebagai

kolektor sekunder. Sedangkan terminal didalam kawasan sendiri belum ada, dan masih menggunakan tempat

umum milik masyarakat atau disebut pangkalan mobil.

Jenis kendaraan yang melayani masyarakat

masuk/keluar dari kawasan perkotaan Bokondini

Pangkalan terminal kendaraan yang mengangkut masyarakat dan komoditas dari Bokondini ke Kelila dan juga ke Wamena

Masyarakat petani Bokondini yang sedang berkumpul

menantikan angkutan umum

Jenis kendaraan yang melayani angkutan barang dan orang

dari dan ke Bokondini

Gambar 3. 32 Kondisi Pangkalan Kendaraan Umum Kawasan Perkotaan Bokondini

Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013

Tabel 3. 48. Rute Kendaraan, Frekuensi dan Biaya Perjalanan Angkutan Darat Bokondini-Wamena

No Rute Kendaraan Biaya Perjalanan Frekuensi

1 Bokondini - Wamena Mitsubishi Turbo 4WD Rp. 100.000.00 (p) 1-2 kali sehari

2 Bokondini - Wamena Toyota Turbo 4WD Rp. 100.000.00 (p) 1-2 kali sehari Sumber: Wawancara di lapangan tahun 2013

B. Sistem Transportasi Udara

Bab 8 - Hal 70

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Pada sistem transportasi udara, kawasan perkotaan Bokondini telah memiliki satu landasan udara pacu

dengan kode IATA/ICAO : BUI/WAJB. Menurut Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Udara Republik

Indonesia, kategori Bandar udara Bokondini masuk dalam kategori bandara domestic, kelas IV yang dikelola

oleh UPT (Unit Pengelola Teknis) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Bandar udara Bokondini memiliki

panjang runway 800 meter dengan tipe perkerasan landasan pacu aspal.

Pada dasarnya pelayanan transportasi udara di kawasan perkotaan Bokondini terbagi menjadi dua, yaitu

penerbangan perintis dan penerbangan sewa. Penerbangan perintis adalah penerbangan non komersial yang

disediakan oleh pemerintah yang menghubungkan bandar udara bukan pusat penyebaran (BPP) dengan

bandar udara bukan pusat penyebaran (BPP) yang terletak pada daerah terisolasi/tertinggal. Penerbangan

perintis yang melayani Wamena-Bokondini dilayani oleh Merpati Nasional Airlines dengan masing-masing

pelayanan adalah dua kali seminggu, yaitu Rabu dan Kamis. Biaya perjalanan dari Bandar Udara Bokondini –

Bandar Udara Wamena adalah Rp. 200.000,00.

Sedangkan penerbangan sewa atau charter adalah penerbangan yang melayani kebutuhan perorangan atau

instansi/perusahaan tertentu yang membutuhkan perjalanan udara ke lokasi tertentu yang sulit dicapai dengan

jalan darat. Perusahaan yang melayani penerbangan sewa ini di antaranya adalah Susi Air, AMA, MAP, dan

Trigana. Selain itu terdapat pula maskapai penerbangan MAF biasanya melayani pesanan khusus untuk

penerbangan komersialnya. Tugas utama dari MAF sendiri dalam organisasinya adalah untuk pelayanan

pengkabaran injil di daerah-daerah yang terpencil termasuk Bokondini.

Runway Bandar Udara Bokondini dengan panjang 800 m. direncanakan akan diperpanjang hingga mencapai 1200 m sehingga jenis pesawat berbadan besar dapat mendarat

untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Bokondini/Tolikara

Maskapai yang melayani penerbangan Bokondini –

Wamena

Kantor dan Terminal Bandar Udara Bokondini

Ruang Tunggu Penumpang yang berada di dalam Kantor

dan Terminal Penumpang Bandar Udara Bokondini

Kondisi Bandar Udara dan Sekitarnya Tampak dari Udara

Maskapai Susi Air yang melayani penerbangan dari

Wamena - Bokondini

Gambar 3. 33 Kondisi Bandar Udara dan Maskapai di Bokondini

Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013

Tabel 3. 49. Rute Penerbangan, Frekuensi dan Biaya Perjalanan Bokondini-Wamena

No Rute Maskapai Ongkos Frekuensi

1 Bokondini - Wamena SusiAir Rp. 200.000.00 (p) Kamis dan Jumat

2 Bokondini - Wamena MAF Charter Charter Sumber : Hasil survei 2013

3.2.9.2 Sistem Transportasi didalam Kawasan Perkotaan

Walaupun kawasan Bokondini telah memiliki sistem transportasi regional, untuk didalam kawasan

perkotaannya sendiri belum terbentuk termasuk sistem transportasi darat dari pusat kota bokondini menuju

pusat kawasan Bewani, Bokoneri, dan Kaboneri. Selain faktor jaringan jalan yang belum terhubung baik itu

jalan darat dan jembatannya, jaringan yang menghubungkan antar pusat pelayanan kawasan belum terbentuk

dengan baik. Untuk itu didalam perencanaan kawasan perkotaannya akan disusun program dan kegiatan yang

Bab 8 - Hal 71

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

bertujuan untuk membentuk jaringan didalam kawasan perkotaan Bokondini ( 4 BWP), agar terjadi interaksi

yang kuat baik didalam struktur ekonomi maupun sosial budaya.

Jaringan jalan di suatu wilayah dapat merupakan jalan yang menghubungkan antar kawasan dengan pola

perjalanan sebagai berikut:

1) Perjalanan di dalam wilayah (Internal - internal).

2) Perjalanan dari dalam wilayah ke luar wilayah (internal - eksternal)

3) Perjalanan dari luar ke dalam wilayah (eksternal - internal)

4) Perjalanan melalui wilayah, dari luar ke luar wilayah melalui akses yang berbeda (eksternal - eksternal)

Tabel 3. 50 Contoh Pola Perjalanan Untuk Perkotaan Agro Bokondini

1 2

Perjalanan didalam satu wilayah dari kawasan A ke B (Internal - internal).

Perjalanan didalam Kawasan Perkotaan Agro Bokondini sendiri, seperti: Pusat Perkotaan Bokondini – Kaboneri, Bewani – Bokondini, dll.

Perjalanan dari dalam wilayah ke luar wilayah dari Kawasan A ke C (internal - eksternal)

Perjalanan dari dalam Kawasan Perkotaan Agro Bokondini keluar Kawasan, seperti Pusat Perkotaan Bokondini – Wamena.

3 4

Perjalanan dari luar wilayah ke dalam wilayah dari Kawasan A ke B (eksternal - internal)

Perjalanan dari luar Kawasan Perkotaan Agro Bokondini ke dalam Kawasan, seperti Wamena – Kaboneri atau Wamena – Bokondini.

Perjalanan dari luar ke luar wilayah melalui akses yang berbeda dari Kawasan C ke D (eksternal - eksternal)

Perjalanan melalui Kawasan Perkotaan Agro Bokondini dari luar Kawasan ke luar Kawasan, seperti dari Wamena – Bokondini – Wamena kembali.

Sumber: Analisis Konsultan tahun 2013

Bab 3 - Hal 72

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 3. 34 Peta Pola Perjalanan didalam Kawasan Perkotaan Bokondini

Pola Perjalanan Internal-internal Internal – Eksternal Eksternal – internal Eksternal-eksternal

Peta Pola Perjalanan

Bab 3 - Hal 73

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 3. 35. Potensi Sistem Jaringan Transportasi Eksisting dalam Kawasan Perkotaan Bokondini

Sumber : Hasil Analisis

Sumber : Hasil Olahan Konsultan, Tahun 2013

3.2.10. Kondisi Sektor Pertanian

Deliniasi rencana pengembangan Kawasan Perkotaan Bokondini seluas 100,65 km2 yang meliputi 4 (empat)

distrik, yaitu Distrik Bokondini seluas 20,95 km2 (20,81%), Distrik Bewani seluas 21,92 km2 (21,78%), Distrik

Bokoneri seluas 42,18 km2 (41,91%) dan Distrik Kamboneri seluas 15,60 km2 (15,5%). Secara umum, kondisi

Kawasan Perkotaan Bokondini relatif lebih maju dibanding dengan distrik-distrik lainnya di Kabupaten Tolikara.

Sebagian besar kegiatan penduduknya berpencaharian sebagai petani.

Kegiatan usaha tani yang dilakukan penduduk meliputi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan

dan perikanan. Sistem usaha tani yang dilakukan masih sederhana yang dilakukan di lahan pekarangan (di

sekitar rumah) yang dimanfaatkan untuk usaha tani sayuran dan tanaman pangan dengan pola tanam

campuran dan di lahan usaha yang lokasi agak jauh dari permukiman. Sistem kepemilikan dan pengelolaan

lahan bersifat komunal (hak ulayat), sehingga pola pengembangan usaha tani sangat tergantung pada ketua

suku. Sistem usaha tani mengikuti pola tanam campuran atau lebih dikenal dengan sistem agroforestri, hal ini

mengingat kondisi topografi lahan mempunyai kelerengan yang curam, sehingga sistem agroforestri sesuai

diterapkan pada kondisi lahan tersebut sekaligus sebagai upaya konservasi.

3.2.10.1 Tanaman Pangan

Komoditas tanaman pangan yang diusahakan meliputi padi ladang, ubi kayu, ubi jalar, keladi, kacang tanah dan

kedelai. Luas panen, produksi dan produktivitas komoditas tanaman pangan di Kawasan Perkotaan Bokondini

disajikan pada tabel 3.52.

Tabel 3. 51 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Tahun 2010

Komoditas

Distrik : Bokondini, Bewani, Bokoneri dan Kamboneri

Luas Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Produktivitas

(Ton/Ha)

Padi ladang 2 2 1

Ubi kayu 78,69 493,82 6,28

Ubi jalar 168,56 1.632,27 9,68

Jagung 27,81 57,58 2,07

Keladi 63,70 325,22 5,11

Kacang Tanah 62,01 107,20 1,73

Kedelai 29,28 58,52 1,99

Perkotaan Bokondini 432,05 2.676,61 6,20

Kab. Tolikara 3.182,11 15.989,70 5,02

Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Pada tabel 3.52 menunjukkan bahwa total luas panen tanaman pangan sebesar 432,05 Ha, produksi sebesar

2.676,61 ton dan rata-rata produktivitasnya sebesar 6,20 ton/Ha. Jika dibandingkan dengan Kabupaten

Tolikara, maka prosentase total luas panen sebesar 13,58 % dan produksi 16,74%. Hal ini menunjukkan bahwa

keragaan tanaman pangan di kawasan Perkotaan Bokondini mempunyai kontribusi cukup besar terhadap

capaian di tingkat kabupaten.

Rata-rata produktivitas tanaman pangan di kawasan Perkotaan Bokondini sebesar 6,2 ton/Ha atau lebih tinggi

jika dibandingkan dengan di Kabupaten Tolikara sebesar 5,02 ton/ Ha, namun secara umum masih lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional. Rata-rata produktivitas ubi kayu sebesar 6,28 ton/ha

masih sangat rendah jika dibanding dengan rata-rata produktivitas nasional sebesar 20,3 ton/ha, demikian juga

ubi jalar sebesar 9,68 ton/ha sedangkan rata-rata produktivitas nasional sebesar 12,32 ton. Hal ini juga

ditunjukkan oleh komoditas tanaman pangan lainnya, sehingga perlu upaya peningkatan produksi dan

produktivitas melalui penerapan teknologi pertanian yang sesuai dengan lokasi.

3.2.10.2 Tanaman Hortikultura

Tanaman hortikultura meliputi buah-buahan dan sayuran. Tanaman buah-buahan yang diusahakan di kawasan

Perkotaan Bokondini, diantaranya jeruk manis, nenas, pisang, mangga, nangka, markisa, sedangkan tanaman

sayuran diantaranya bayam, cabe, kubis, wortel dan sebaginya. Luas panen, produksi dan produktivitas

tanaman hortikultura di kawasan Perkotaan Bokondini disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Bab 8 - Hal 74

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tabel 3. 52 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Tanaman Buah-buahan Tahun 2010

Komoditas

Distrik : Bokondini, Bewani, Bokoneri dan Kamboneri

Luas Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Produktivitas

(Ton/Ha)

Jeruk manis 5,30 22,16 4,18

Nenas 12,53 56,79 4,53

Pisang 15,38 77,96 5,07

Nangka 11,82 33,91 2,87

Jambu biji 3,72 5,55 1,49

Alpokat 7,73 10,91 1,41

Mangga 6,80 7,60 1,12

Pepaya 4,38 7,30 1,67

Markisa 12,39 25,30 2,04

Perkotaan Bokondini 80,05 247,48 3,09

Kabupaten Tolikara 368,15 1.015,29 2,76

Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Pada tabel 3.53 menunjukkan total luas panen buah-buahan sebesar 80,05 Ha, total produksi sebesar 247,48

ton dan rata-rata produktivitas sebesar 3,09 ton/ha. Jika dibandingkan dengan di Kabupaten Tolikara,

prosentase terhadap luas dan produksi buah-buahan berturut-turut sebesar 21,73% dan 15,24% serta rata-rata

produktivitasnya lebih tinggi sebesar 3,09 ton/Ha . Hal ini menunjukkan peran dan kontribusi yang signifikan

tanaman buah-buahan di kawasan Perkotaan Bokondini terhadap Kabupaten Tolikara.

Tabel 3. 53 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Tanaman Sayuran Tahun 2010

Komoditas

Distrik : Bokondini, Bewani, Bokoneri dan Kamboneri

Luas Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Produktivitas

(Ton/Ha)

Bayam 3,97 7,86 1,98

Cabe 3,97 10,51 2,65

Buncis 4,37 13,21 3,02

Wortel 4,36 14,25 3,27

Daun Bawang 6,57 21,51 3,28

Bawang merah 7,44 2,34 0,31

Timun 11,17 42,45 3,80

Kentang 7,44 20,18 2,71

Kubis 14,88 41,79 2,81

Terong 9,92 17,65 1,78

Bawang putih 6,82 7,70 1,13

Sawi 6,19 14,33 2,32

Tomat 6,19 12,04 1,95

Perkotaan Bokondini 93,29 225,82 2,42

Kabupaten Tolikara 440,68 1.456,47 3,30

Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Pada tabel 3.54 memperlihatkan bahwa total luas panen sayuran seluas 49,23 Ha dengan produksi 143,62 ton

dan rata-rata produktivitas 2,92 ton/Ha. Prosentase luas lahan dan produksi sayuran di Perkotaan Bokondini

terhadap Kabupaten Tolikara sebesar 11,17% dan 9,9%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi sayuran di

Perkotaan Bokondini cukup besar.

Rata-rata produktivitas sayuran di kawasan Perkotaan Bokondini lebih rendah jika dibanding dengan rata-rata

produktivitas di Kabupaten Tolikara. Demikian pula jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional,

diantaranya : cabe produktivitasnya sebesar 2,65 ton/ha lebih rendah dibanding rata-rata produktivitas

nasional sebesar 5,60 ton/ha, kentang produktivitas sebesar 2,71 ton/ha lebih rendah dibanding rata-rata

produktivitas nasional sebesar 15,94 ton/ha, sedangkan komoditas kubis produktivitas sebesar 2,81 ton/ha

lebih rendah dibanding rata-rata produktivitas nasional sebesar 20,51 ton/ha. Peningkatan produksi dan

produktivitas sayuran perlu dilakukan melalui penerapan teknologi pertanian yang spesifik lokasi.

3.2.10.3 Perkebunan

Subsektor perkebunan belum banyak dikembangkan di kawasan Perkotaan Bokondini, bahkan juga di

Kabupaten Tolikara. Padahal kondisi fisik dan lingkungan sangat mendukung diusahakan beberapa komoditas

perkebunan. Tanaman perkebunan dapat diusahakan pada lahan dengan kelerengan >40% sekaligus sebagai

sistem usaha tani konservasi. Dengan demikian, upaya ini akan mampu mengembangkan dan meningkatkan

tanaman perkebunan, juga sebagai upaya menjaga kelestarian lahan/ hutan. Luas panen, produksi dan

produktivitas perkebunan disajikan pada tabel 3.55.

Tabel 3. 54 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Kopi Tahun 2010

Distrik

Kopi

Luas Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Produktivitas

(Ton/Ha)

Bokondini 8,17 8,07 0,98

Bewani - - -

Bokoneri 1,23 1,73 1,41

Kamboneri 1,06 0,17 0,16

Perkotaan Bokondini 10,46 9,97 0,95

Kabupaten Tolikara 26,46 14,50 3,30

Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Saat ini komoditas perkebunan yang diusahakan dan telah menghasilkan adalah kopi, meskipun potensi

pengembangan komoditas perkebunan lainnya cukup baik, misalnya kakao, vanili dan sebagainya. Seperti

ditunjukkan pada Tabel 4, bahwa total luas lahan panen kopi 10,46 Ha atau 39,50% dan produksi sebesar 9,97

ton atau 68,76% terhadap luas panen dan produksi kopi di Kabupaten Tolikara. Hal ini menunjukkan bahwa

produksi kopi di Perkotaan Bokondini memberikan sumbangan cukup besar terhadap Kabupaten Tolikara.

Bab 8 - Hal 75

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3.2.10.4 Peternakan

Secara umum, usaha ternak masih dilakukan sebagai usaha sampingan dengan cara diliarkan tanpa perlakukan

apapun, sehingga populasi ternak belum banyak berkembang. Populasi dan daging ternak serta unggas

disajikan pada tabel 3.56 dan tabel 3.57.

Tabel 3. 55 Populasi dan Produksi Daging Ternak Tahun 2010

Distrik

Populasi (ekor) Daging (kg)

Sapi Kambing Babi Sapi Kambing Babi

Bokondini 57 25 2.779 292 75 4.373

Bewani 0 0 1.998 - - 4.049

Bokoneri 19 17 2.043 260 33 3.725

Kamboneri 0 0 1.499 184 0 4.049

Perkotaan Bokondini 76 42 8.319 736 105 16.196

Kab. Tolikara 373 211 52.782 2.760 658 137.332

Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 3. 56. Populasi dan Produksi Daging Ternak Tahun 2010

Distrik

Populasi (ekor) Daging (kg)

Ayam Itik Kelinci Ayam Itik Kelinci

Bokondini 822 19 764 52 5 67

Bewani 1.024 11 73 40 3 39

Bokoneri 770 18 94 52 4 37

Kamboneri 109 0 838 19 8 59

Kota Bokondini 2.725 48 1.769 163 20 202

Kab. Tolikara 44.871 139 8.226 1.382 56 407

Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Pada tabel 3.56 menunjukkan bahwa ternak babi mendominasi ternak yang diusahakan di kawasan Perkotaan

Bokondini, hal yang sama juga di Kabupaten Tolikara. Babi sebagai hewan peliharaan selain ditujukan untuk

produksi daging, namun juga untuk tujuan sosial masyarakat Papua pada umumnya. Hampir semua keluarga

memelihara babi sebanyak 3 – 5 ekor per keluarga, sehingga populasi babi mendominasi ternak di Perkotaan

Bokondini. Populasi babi di kawasan Perkotaan Bokondini tercatat sebanyak 8.319 ekor atau 15,76%, sapi

sebanyak 76 ekor atau 20,38% dan kambing sebanyak 42 ekor atau 19,90% terhadap populasi ternak di

Kabupaten Tolikara. Untuk produksi daging, maka daging babi sebanyak 16.196 kg atau 11,79%, daging sapi

sebanyak 736 kg atau 26,67% dan daging kambing sebanyak 105 kg atau 15,96% terhadap produksi daging di

Kabupaten Tolikara.

Pada tabel 3.57 menunjukkan bahwa populasi ayam buras mendominasi jenis unggas di kawasan Perkotaan

Bokondini sebanyak 2.725 ekor atau 6,07%, disusul kelinci sebanyak 1.769 ekor atau 21,50%, kemudian itik

sebanyak 48 ekor atau 34,53% terhadap populasi unggas di Kabupaten Tolikara. Sementara itu, produksi

daging ayam 163 kg atau 11,79%, daging kelinci sebanyak 202 kg atau 49,63% dan daging itik sebanyak 20 kg

atau 35,71% terhadap produksi daging unggas di Kabupaten Tolikara.

3.2.10.5 Perikanan

Secara umum, usaha bidang perikanan belum banyak berkembang di kawasan Perkotaan Bokondini. Melihat

kondisi kawasan, usaha perikanan mempunyai potensi pengembangan yang baik karena kawasan tersebut

dilewati aliran Sungai Bogo dan Sungai Pun sebagai sumber air dalam usaha perikanan. Jenis ikan yang

diusahakan, diantaranya ; ikan mas, mujair, nila, lele dan udang. Produksi ikan, luas kolam dan kelompok tani di

kawasan Perkotaan Bokondini disajikan pada tabel 3.58 dan tabel 3.59.

Tabel 3. 57. Jenis dan Produksi Ikan Tahun 2010

Distrik

Produksi Jenis Ikan (kg)

Mas Mujair Nila Lele Udang

Bokondini 22 15 8 - -

Bewani 5 5 - - -

Bokoneri 11 6 - - -

Kamboneri 8 5 - - -

Perkotaan Bokondini 46 31 8 - -

Kabupaten Tolikara 420 200 121 80 10

Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 3. 58. Luas Kolam Budidaya Ikan Tawar, Banyak Kelompok Tani dan Anggotanya Tahun 2010

Distrik

Kegiatan Perikanan Darat

Luas Lahan Kolam

(Ha)

Kelompok Tani Anggota

Bokondini 40,65 55 932

Bewani - - --

Bokoneri - - -

Kamboneri - - -

Perkotaan Bokondini 40,65 55 932

Tolikara 90,85 155 2.978

Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Pada tabel 3.58 jenis ikan yang banyak diusahakan adalah ikan mas sebanyak 46 kg, disusul ikan mujair 31 kg

dan selanjutnya ikan nila 8 kg. Prosentase produksi ikan di kawasan Perkotaan Bokondini terhadap Kabupaten

Tolikara menunjukkan ikan mas, mujair, nila berturut-turut 10,95%, 15,50% dan 6,6%.

Tabel 5.59 menunjukkan kegiatan perikanan darat di Perkotaan Bokondini, luas lahan kolam seluas 40,65 ha

atau 44,74 %, kelompok tani sebanyak 55 kelompok atau 35,48% dan jumlah anggotanya 932 KK atau 31,30%

terhadap Kabupaten Tolikara. Hal ini menunjukkan bahwa peran usaha perikanan darat di kawasan Perkotaan

Bokondini cukup besar di wilayah Kabupaten Tolikara.

BAB 4 ANALISIS

Dilihat dari sisi lokasi, Kawasan Perkotaan Bokondini dikelilingi oleh distrik lainnya seperti distrik Wari, Egiam, Panaga, Wunin,

Kaiga, Anawi, Tagineri, Danime, Yuneri dan Yuko. Selain itu juga pada sisi timur Kawasan Perkotaan Bokondini adalah Kabupaten

Mamberamo Tengah. Dengan posisi lokasi yang tidak terlalu strategis dari sisi potensi sumber daya alam dan jaringan sistem

transportasinya kawasan perkotaan Bokondini semakin jauh dari aksesibilitas masyarakat luar. Untuk itu dukungan infrastruktur

jaringan jalan sangat diperlukan untuk dapat berinteraksi antar distrik dan kabupaten lainnya.

Bab 4 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Bab 4 Analisis

4.1 Analisis Wilayah Regional

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Berdasarkan PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional,

Kabupaten Tolikara masih berada didalam sistem interaksi wilayah Wamena. Berdasarkan analisis terhadap

RTRW Nasional, terdapat 2 hal penting yang dihasilkan yakni struktur ruang wilayah nasional dan pola ruang

nasional. Untuk struktur ruang nasional terdaapat 2 (dua) hal yakni sistem perkotaan nasional dan prasarana

utama nasional sedangkan untuk pola ruang nasional arahan kawasan lindung nasional, kawasan andalan, dan

kawasan strategis nasional.

A. Sistem Perkotaan

1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berada di Timika, Jayapura

2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) berada di Biak, Nabire, Muting, Bade, Merauke, Sarmi, Arso, Wamena

3. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) berada di Jayapura, Tanah Mera, Merauke

B. Prasarana Utama

Sistem prasarana utama adalah jaringan transportasi yang menghubungkan antar kabupaten dan provinsi

yang dibutuhkan dalam interaksi antar wilayah. Terdapat 2 prasarana utama yang terdapat didalam arahan

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN/PP No 26 tahun 2008) yakni;

1. Sistem Jaringan Transportasi Laut

a) Pelabuhan Pomako sebagai Pelabuhan Internasional

b) Pelabuhan Biak sebagai Pelabuhan Nasional

c) Pelabuhan Jayapura sebagai Pelabuhan Nasional

d) Pelabuhan Merauke sebagai Pelabuhan Nasional

2. Sistem Jaringan Transportasi Udara

a) Bandara Sentani sebagai pusat penyebaran sekunder

b) Bandara Mopah sebagai pusat penyebaran sekunder

c) Bandara Wamena sebagai pusat penyebaran sekunder

d) Bandara Wamena sebagai pusat penyebaran tersier

e) Bandara Timika sebagai pusat penyebaran tersier

Berdasarkan arahan struktur ruang nasional tersebut, terlihat bahwa kabupaten Tolikara memiliki peranan

“tersier” didalam pengembangan wilayah nasional. Peranan tersier yang dimaksud adalah belum memiliki

peranan strategis nasional namun menjadi satu kesatuan sistem struktur wilayah nasional yang terhubung

melalui Wamena.

Sedangkan berdasarkan arahan pola ruang, didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Kabupaten Tolikara

menjadi satu kesatuan wilayah yang tidak lepas dalam ruang kawasan lindung yakni kawasan Konservasi

Memberamo Foja.

A. Kawasan Lindung Nasional

a) Suaka Margasatwa: Pulau Dolok, Jayawijaya, Mamberamo Foja, Danau Bian, Anggromeos, Komolon

b) Cagar Alam: Cycloops, Enarotali, Bupul

c) Cagar Alam Laut Pegunungan Wayland

d) Taman Nasional: Lorentz, Wasur

e) Taman Wisata Alam Teluk Youteta

B. Kawasan Andalan

a) Kawasan Timika (Tembagapura) dan sekitarnya

b) Kawasan Biak,

c) Kawasan Nabire dan Sekitarnya (Aran, Moswaren, dan Lagare)

d) Kawasan Merauke dan sekitarnya

e) Kawasan Mamberamo-Lereh (Jayapura) dan sekitarnya,

f) Kawasan Wamena dan sekitarnya,

g) Kawasan Andalan Laut Teluk Cendrawasih-Biak dan sekitarnya,

h) Kawasan Andalan Laut Jayapura –Sarmi

C. Pusat Kawasan Strategis Nasional

a) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak

b) Kawasan Stasiun Bumi Satelit Cuaca dan Lingkungan

c) Kawasan Stasiun Telemetry Tracking and Command Wahana Peluncur Satelit

d) Kawasan Timika

e) Kawasan Taman Nasional Lorentz

f) Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Teluk Bintuni

g) Kawasan Perbatasan Darat RI dengan negara Papua Nugini

h) Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 20 pulau kecil terluar

i) Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 8 pulau kecil terluar

Gambar 4. 1. Peranan Kabupaten Tolikara dalam Struktur RTRW Nasional

Sumber: PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRWN Republik Indonesia

Tolikara

Bab 8 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 4. 2. Peranan Pola Ruang Kabupaten Tolikara dalam RTRW Nasional

Sumber: PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRWN Republik Indonesia

Rencana Tata Ruang Provinsi Papua (RTRW). Berdasarkan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

Papua, beberapa peranan penting yang diarahkan kepada Kabupaten Tolikara sebagai berikut;

A. Sistem Perkotaan

a) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) ditetapkan di Timika, Jayapura

b) Pusat Kegiatan Nasional Promosi (PKNp) ditetapkan di Biak, Merauke

c) Pusat Kegiatan Wilayah Nasional (PKW) ditetapkan di Nabire, Bade, Merauke, Sarmi, Wamena, Yamas

d) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) ditetapkan di Jayapura, Tanah Mera, Merauke

e) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) ditetapkan di Genyem, Waiya, Ongan Jaya, Topo, Karadiri, Mimika Baru, Mimika

Barat Jauh, Andei, Yomdori, Ofdori, Yemburu, Pasi, Keppi, Waemeaman, Eci, Sumuraman, Kotiak, Dekai,

Obalma, Yahulikma, Muting, Wanam, Okaba, Harapan Makmur, Muli, Serui, Tanah Merah, Mindiptanah,

Asiki, Kouh, Agats, Oksibil, Karubaga, Botawa, Sorendeweri, Kasoneweja, Dabra, Gesabaru, Kobakma,

Elelim, Abenai, Tiom, Kenyam, Ilaga, Kigamani, Waghete, Kapiraya, Bowobado

B. Prasarana Utama

1. Sistem Jaringan Jalan:

a) Lintas Tengah Nabire - Weghete – Enarotali

b) Tengah Timika Mapurujaya, Pomako

c) Lintas Tengah Serui -Manawi – Saubeba

d) Lintas Tengah Jayapura - Wamena – Mulai

e) Lintas Tengah Jayapura – Sarmi

f) Lintas Tengah Jayapura - Hamadi - Holtekamp - Batas PNG

g) Lintas Timurmerauke – Waropka

h) Lintas Timur Ring Road Jayapura Sentani

i) Lintas Timur Depapre – Bongrang

j) Lintas Tengah Wamena - Habema - Nduga - Kenyem – Yoguru

k) Lintas Tengah Timika - Fotawaiburu – Enarotali

l) Lintas Tengah Sarmi – Nabire

m) Lintas Timur Waropka - Oksibil – Muaranawa

n) Lintas Tengah Waghete - Sugapa - Ilaga - Mulia

2. Terminal:

a) Tipe A: Nabire, Merauke Kota, Jayapura

b) Tipe B: Jayapura, Keerom, Sarmi, Jayawijaya, Puncak Jaya, Boven, Digoel, Mimika, Biak, Pegunungan

Bintang, Waropen, Yalimo

3. Dermaga :

a) Sungai: Mamberamo Raya, Yahukimo, Merauke, Boven Digul, Mimika, Mappi, Nduga, Puncak

4. Danau:

a) Jayapura, Paniai

5. Pelabuhan Penyeberangan:

a) Biak Numfor, Kep. Yapen, Nabire, Waropen, Jayapura, Merauke, Timika

6. Pelabuhan Nasional:

a) Jayapura, Biak Numfor

7. Pelabuhan Lokal:

a) Seluruh Kabupaten

8. Bandara Pelayanan Primer:

a) Jayapura, Biak, Numfor, Mimika, Merauke

9. Bandara Perintis:

a) Seluruh Kabupaten

10. Pembangkit Listrik:

a) PLTA: Mimika, Boven Digoel, Mamberamo Raya, Jaywijaya, Nabire, Paniai

b) PLTD: seluruh kabupaten

Bab 8 - Hal 3

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 4. 3. Peranan Kabupaten Tolikara dalam Skala Provinsi

Sumber: RTRW Provinsi Papua

Gambar 4. 4. Peranan Kabupaten Tolikara dalam Pola Ruang Provinsi Papua

Sumber: RTRW Provinsi Papua

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tolikara. Didalam wilayah regional Kabupaten Tolikara,

Kawasan Perkotaan Bokondini menjadi bagian penting didalam pembentukan struktur dan pola ruang wilayah.

Berdasarkan analisis dari dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tolikara terdapat beberapa

peranan penting dari Kawasan Perkotaan Bokondini sebagai berikut;

A. Sistem Perkotaan.

a) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Promosi, yakni yang melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten

ditetapkan distrik Karubaga.

b) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) promosi, yakni yang melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan

ditetapkan di Dow, Teiyeve, Kembu, Kanggime, Bokondini

c) Pusat Pelayanan Kecamatan/kawasan (PPK), yakni yang melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa

desa ditetapkan di Gudagi, Egiam, Bewani, Nunggawi, Poganeri

Berdasarkan analisis fungsinya Kawasan Perkotaan Bokondini yang terdiri atas Distrik Bokondini, Sebagian

Wilayah Distrik Bewani, Sebagian Wilayah Distrik Kaboneri dan Sebagian Wilayah Distrik Kamboneri ditetapkan

sebagai PKLp (Distrik Bokondini dan Kamboneri), PPL (Distrik Bokoneri), PPK (Bewani).

B. Prasarana Utama

1. Sistem Jaringan Jalan Strategis Nasional:

a. Ruas Jalan Ilu (Kabupaten Puncak) – Woniki;

b. Ruas Jalan Woniki – Kanggime;

c. Ruas Jalan Kanggime – Karubaga;

d. Ruas Jalan Karubaga – Tagime;

e. Tagime – Kelila (Kabupaten Mamberamo Tengah);

f. Kelila (Kabupaten Mamberamo Tengah) - Bokondini

2. Sistem Jaringan Jalan Kolektor Primer:

a. Karubaga - Bokondini;

b. Karubaga – Dow;

c. Karubaga – Teiyeve;

d. Karubaga – Kembu

e. Karubaga – Kanggime

3. Sistem Jaringan Jalan Lokal Primer:

a. Ruas Jalan Batas Kabupaten Mamberamo Raya – Yagweme – Kembu - Kurupu

b. Ruas Jalan Kembu – Nolopur;

c. Ruas Jalan Kembu – Gelok – Gika – Egiyam;

d. Ruas Jalan Gelok – Yibinu – Panaga – Tirip – Bulobur;

e. Ruas Jalan Nolopur – Umagi – Kalarin – Woraga – Wamolo – Kembu – Mamit – Telenggeme – Kagi –

Dulunggun – Tinggon – Lerewere – Egoni – Kupara – Logoni – Dombogu – Martelo – Larugwi;

f. Ruas Jalan Dimbogu – Marlo;

g. Ruas Jalan Kembu – Alkuni – Tenek – Biuk – Wokiluk – Kuari – Timijnu – Kogimage – Karubaga;

h. Ruas Jalan Karubaga – Aburage – Molera – Longgobama;

i. Ruas Jalan Karubaga – Konda;

Bab 8 - Hal 4

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

j. Ruas Jalan Karubaga – Ampera – Alopur – Bangeri – Aruku;

k. Ruas Jalan Karubaga – Geya – Goyage – Tiri – Doge – Yemarima – Dugi; Dan

l. Ruas Jalan Mondangul – Yalipura – Arulo – Konda – Wurineri – Wunin – Pogeku - Genelub

4. Terminal

a. Tipe B: Karubaga

b. Tipe C: Bokondini, Dow, Teiyeve, Kembu, Kanggime

5. Trayek Angkutan Antar Kota Dalam Kabupaten

a. Wamena – Karubaga

b. Mulia – Karubaga

6. Trayek Angkutan Dalam Kota di Kabupaten:

a. Trayek Karubaga - Bokondini

b. Trayek Karubaga – Dow

c. Trayek Karubaga – Teiyeve

d. Trayek Karubaga – Kembu

e. Trayek Karubaga – Kanggime

7. Bandara:

a. Bandar Udara Pengumpul Tersier di Distrik Karubaga, Teiyeve, Bokondini

b. Lapangan Terbang di seluruh distrik

8. Pembangkit Listrik:

a. PLTA memanfaatkan air terjun Distrik Geya

b. PLTMH di Distrik Konda, Poga, Distrik Goyage

c. PLTS di seluruh distrik

Sedangkan berdasarkan struktur ruang dalam skala kabupaten, Kawasan Perkotaan Bokondini didalam jaringan transportasi daratnya akan terintegrasi melalui Jalan Strategis Nasional (JSN) melalui Distrik Kelila (Kabupaten Memberamo Tengah) Ke Bokondini. Sedangkan untuk interaksi dengan Ibukota Kabupaten akan terintegrasi melalui jaringan Jalan Kolektor Primer (JKP) melintasi antara Karubaga dan Bokondini yang juga dilengkapa dengan terminal angkutan dan bandar udara.

Gambar 4. 5. Peranan Kawasan Perkotaan Bokondini Skala Kabupaten

Sumber: RTRW Kabupaten Tolikara, 2013

Berdasarkan analisis pola ruang wilayah Kabupaten Tolikara, Kawasan Perkotaan Bokondini memiliki peranan

penting terutama kontribusinya terhadap kebutuhan tanaman pangan holtikultura. Selain itu fungsi-fungsi

utama didalam kawasan juga tetap diarahkan untuk dapat melayani kebutuhan masyarakat.

Tabel 4. 1 Peranan Kawasan Perkotaan Bokondini Skala Kabupaten

Hirarki Fungsional

Fungsi Utama Pola Ruang

PKLp Bokondini

1. Pusat Pelayanan Pemerintahan Distrik

2. Pusat Pengembangan Pertanian 3. Pusat Perkantoran 4. Pusat Permukiman

1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan

2. Industri 3. Pariwisata 4. Peternakan (Sapi) 5. Perkebunan 6. Pertanian Holtikultura 7. Tanaman Pangan 8. Rawan Bencana Longsor 9. Perlindungan Setempat 10. Lindung Geologi 11. Permukiman

Bab 8 - Hal 5

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Hirarki Fungsional

Fungsi Utama Pola Ruang

PPL Bokoneri

1. Pusat Permukiman 2. Pusat Komersial Skala Kampung

3. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan

4. Pertanian Holtikultura 5. Tanaman Pangan 6. Rawan Bencana Longsor 7. Perlindungan Setempat 8. Lindung Geologi 9. Hutan Produksi 10. Permukiman

PPK Bewani

1. Pusat Pelayanan Pemerintahan Distrik

2. Pusat Permukiman 3. Pusat Komersial Skala Kampung

1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan

2. Pariwisata 3. Pertanian Holtikultura 4. Tanaman Pangan 5. Rawan Bencana Longsor 6. Perlindungan Setempat 7. Lindung Geologi 8. Hutan Produksi 9. Permukiman

PKLp Kamboneri

1. Pusat Pelayanan Pemerintahan Distrik

2. Pusat Pengembangan Pertanian 3. Pusat Perkantoran 4. Pusat Permukiman

1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan

2. Perkebunan 3. Pertanian Holtikultura 4. Tanaman Pangan 5. Rawan Bencana Longsor 6. Perlindungan Setempat 7. Lindung Geologi 8. Hutan Produksi 9. Permukiman

Sumber: Hasil olahan konsultan, 2013

Gambar 4. 6 Posisi Kawasan Perkotaan dalam skala Regional

Sumber: Olahan Konsultan, 2013

Tabel 4. 2 Analisis Fungsi dan Peran Kawasan Perkotaan Bokondini

No Uraian Kawasan Perkotaan Bokondini

RTRWN (PP No 26 Tahun 2008)

RTRW Provinsi Papua

RTRW Kabupaten Tolikara

1 Struktur Ruang Wilayah

Sistem Perkotaan X PKL Karubaga PKLp

Prasarana Utama X √ √

Sistem transportasi darat, dan udara

√ √

Sistem jaringan energy dan telekomunikasi

√ √

Sistem Sarana Pelayanan Umum

√ √

Sistem Pengelolaan Lingkungan

√ √

2 Pola Ruang Wilayah

Kawasan Lindung: -

Kawasan Lindung Nasional Memberamo Foja

Hutan Lindung - - √

Sempadan sungai - - √

Kawasan Budidaya: - -

Permukiman - - √

Pertanian - - √

Perkebunan - - √

Perdagangan Jasa - - √

Pertahanan dan Keamanan - - √ Sumber: Hasil olahan konsultan, 2013

Dilihat dari sisi lokasi, Kawasan Perkotaan Bokondini dikelilingi oleh distrik lainnya seperti distrik Wari, Egiam,

Panaga, Wunin, Kaiga, Anawi, Tagineri, Danime, Yuneri dan Yuko. Selain itu juga pada sisi timur Kawasan

Perkotaan Bokondini adalah Kabupaten Mamberamo Tengah. Dengan posisi lokasi yang tidak terlalu strategis

dari sisi potensi sumber daya alam dan jaringan sistem transportasinya kawasan perkotaan Bokondini semakin

jauh dari aksesibilitas masyarakat luar. Untuk itu dukungan infrastruktur jaringan jalan sangat diperlukan untuk

dapat berinteraksi antar distrik dan kabupaten lainnya. (Lih Gambar 4.6).

Dengan melihat kajian RTRW Nasional, RTRW Provinsi Papua dan RTRW Kabupaten Tolikara maka Kawasan

Perkotaan Bokondini merupakan salah satu kawasan perkotaan yang masih memerlukan dukungan

infrastruktur yang kuat agar masyarakatnya dapat lebih produktif dan kota menjadi semakin baik untuk dihuni.

(lihat table 4.2)

4.1.3 Analisis Potensi , Permasalahan, Peluang dan Tantangan Pembangunan Skala Regional

Analisis potensi, permasalahan, peluang dan tantangan dalam pembangunan dilihat dari sisi regional/wilayah

dilakukan untuk mendapatkan factor-faktor strategi internal maupun eksternal yang diukur dengan

menggunakan teknik pembobotan dan pemberian ranking (skor) antar factor. Hal ini dilakukan untuk

mendapatkan gambaran apakah factor-faktor kekuatan dan factor-faktor kelemahan kota sudah ditingkatkan

dan atau perlu dikaji ulang peranan dan fungsi kota berdasarkan potensi kota yang ada. Matrik analisis ini

Bab 8 - Hal 6

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

dikenal dengan nama IFAS dan EFAS. IFAS adalah Internal Factor Strategic sedangkan EFAS adalah External

Factor Strategic.

Tabel 4. 3 Matrik IFAS

No Faktor-faktor Strategi Internal Bobot Rating B X R

1 Kekuatan;

Lokasi yang strategis 0.15 4 0.80

Memiliki produk unggulan yang pasarannya hingga ekspor 0.10 3 0.30

Lahan pertanian yang luas 0.15 3 0.45

Sarana transportasi, komunikasi dan teknologi yang mendukung 0.05 3 0.15

Memiliki 3 sektor potensial, yaitu sector pertanian, bangunan, perdagangan dan sektor pengangkutan

0.05 4 0.20

Adanya otonomi daerah 0.10 3 0.30

Jumlah 2.2

2 Kelemahan:

Lahan pertanian luas namun pemanfaatan belum maksimal 0.12 1 0.12

Belum terbentuk industry pertanian 0.15 2 0.30

Struktur kegiatan masuh terbentuk di kawasan pusat kota 0.13 2 0.26

Jumlah 0.68

TOTAL (1 + 2) 1.00 2.88 Sumber: Hasil olahan konsultan, 2013

Dari matrik IFAS diatas terlihat bahwa bobot yang paling besar adalah factor strategis internal lokasi dengan

total bobot rangking mencapai 0.8. ini memperlihatkan bahwa keberadaan Kawasan Perkotaan Bokondini

memiliki peranan penting dalam skala regional/kabupaten terutama di wilayah sekitarnya yakni berada

diantara Kabupaten Mamberamo Tengah dan Kabupaten Jayawijaya. Sedangkan pada faktor kelemahan

terlihat angka yang paling besar adalah factor belum terbentuknya industry pertanian (0,30), struktur kegiatan

yang masih berada di pusat kawasan (0.26) dan factor lahan pertanian yang belum dimanfaatkan secara

maksimal (0.12).

Tabel 4. 4 Matrik EFAS

No Faktor-faktor Strategi External Bobot Rating B X R

1 Peluang;

Kota Bokondini yang berdekatan dengan Kelila (Memberamo Tengah) 0.15 3 0.80

Adanya pembangunan disekitar Kota Bokondini 0.10 4 0.40

Kedekatan dengan Ibukota Jayawijaya yakni Wamena 0.15 3 0.45

Memiliki situs dan sejarah kota pekabaran injil di Pegunungan Tengah Papua untuk dapat dikembangkan sebagai wisata rohani dan pengembangan pendidikan sosial budaya.

0.05 3 0.15

Kebutuhan komoditas holtikultura di regional wilayah 0.15 4 0.6

Jumlah 2.4

2 Ancaman;

Mudah tersaingi dengan daerah lainnya 0.12 1 0.12

Tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat rendah 0.15 2 0.30

Kondisi keamanan dan kenyamanan 0.13 2 0.26

Jumlah 0.68

TOTAL (1 + 2) 1.00 3.08 Sumber: Hasil olahan konsultan, 2013

Berdasarkan matrik EFAS tersebut, terlihat bahwa masyarakat di Kawasan Perkotaan Bokondini telah

memanfaatkan peluang yang ada melalui berbagai interaksi ekonomi dimana total skor bobot yang dihitung

mencapai 0,8 dan 0,6. Hal ini perlu terus mendapatkan dukungan pemerintah agar peluang ini terus bertahan

dan meningkat produktif sehingga mampu meningkatkan taraf penerimaan pendapatan masyarakat. Factor

eksternal kelompok peluang yang perlu dikembangkan adalah adanya situs sejarah, catatan sejarah,

dokumentasi sejarah mengenai Kota Bokondini dalam penyebaran injil di Pegunungan Tengah Papua. Factor

peluang eksternal ini harus dikembangkan dan didorong oleh berbagai elemen termasuk didalamnya adalah

pemerintah sebagai regulator dan fasilitator pengembangan Kawasan Perkotaan Bokondini sebagai bagian

dari situs kawasan penyebaran injil di Pegunungan Tengah Papua.

Tabel 4. 5 Matrik SWOT

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kekuatan;

Lokasi yang strategis

Memiliki produk unggulan yang pasarannya hingga ekspor

Lahan pertanian yang luas

Sarana transportasi, komunikasi dan teknologi yang mendukung

Memiliki 3 sektor potensial, yaitu sector pertanian, bangunan, perdagangan dan sektor pengangkutan

Adanya otonomi daerah

Kelemahan;

Lahan pertanian luas namun pemanfaatan belum maksimal

Belum terbentuk industri pertanian

Struktur kegiatan masih terbentuk di kawasan pusat kota

Peluang;

Kota Bokondini yang berdekatan dengan Kelila (Memberamo Tengah)

Adanya pembangunan disekitar Kota Bokondini

Kedekatan dengan Ibukota Jayawijaya yakni Wamena

Memiliki situs dan sejarah kota pekabaran injil di Pegunungan Tengah Papua untuk dapat dikembangkan sebagai wisata rohani dan pengembangan pendidikan sosial budaya.

Kebutuhan komoditas holtikultura di regional wilayah

KP:

Pengembangan industri pertanian pangan/holtikultura.

Pengembangan pertanian guna menarik investor

Menggunakan kewenangan pemerintah daerah dalam mendorong masuknya pengusaha industri pangan/holtikultura

Pengembangan industri kecil yang terkoneksi dengan pembeli (buyer) diluar kawasan perkotaan

LP:

Pemanfaatan lahan secara optimal melalui pengembangan komoditas pertanian.

Penyiapan rencana kawasan industri kecil dan menengah di kawasan perkotaan Bokondini dan rencana bisnis UKM.

Mulai mengembangakan pusat-pusat pertumbuhan baru yang menyebar terintegrasi dengan pusat kawasan.

Ancaman;

Mudah tersaingi dengan daerah lainnya

Tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat rendah

Kondisi keamanan dan kenyamanan

KA:

Fokus kepada pengembangan produk komoditas basis kawasan

Pengembangan, penelitian produk komoditas basis pertanian

Pengembangan basis kurikulum pendidikan yang berorientasi

LA:

Menyusun kajian kelayakan industri dan memorandum antara pengusaha dan kelompok tani masyarakat kota dalam perdagangan komoditas pertanian.

Menyusun rencana kerja strategis bidang bisnis pertanian di

Bab 8 - Hal 7

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

kepada praktek dan hasil.

Sosialisasi dan kerjasama dalam stabilitas politik, sosial dan budaya.

kawasan pertanian yang terintegrasi antara pengusaha, pendidikan, dan kelompok masyarakat tani.

Sumber: Hasil analisis dan olahan konsultan, 2013

4.2 Analisis Sumber Daya Alam Dan Fisik Di Kawasan Perkotaan

Pada sub bahasan ini, akan dibahas beberapa kelompok analisis sumber daya alam pada kawasan perkotaan

Bokondini. Diantaranya adalah analisis sumber daya air yang berkaitan dengan sungai, sumber daya tanah

yang berkaitan dengan jenis tanah dan potensinya, analisis topografi dan kelerengan, analisis geologi

lingkungan, analisis klimatologi, analisis sumber daya alam dan

4.2.1. Analisis Sumber Daya Air

Berdasarkan analisis wilayah cakupan daerah aliran sungainya. Pada peta kawasan perkotaan Bokondini

terdapat daerah aliran sungai yang utama yakni sungai Niyo Bogo yang melintasi distrik Bokoneri, Bokondini

dan Bewani. DAS Niyo Bogo ini memiliki peranan penting dalam pembentukan tekstur air pada kawasan

perkotaan Bokondini. Sungai ini bermuaran pada selatan kawasan perkotaan yang kemudian menyatu dengan

DAS Mamberamo. Selain itu terdapat beberapa sungai kecil yang mengalir tanpa henti dan menjadi sumber air

utama kawasan yakni sungai Bokondini, dan Sungai Anggok. Sungai Bokondini dimanfaatkan sebagai

pembangkit listrik tenaga mikro hidro dan air minum kawasan perkotaan Bokondini. Demikian juga halnya

dengan sungai Niyo Bogo yang dimanfaatkan menjadi sumber pembangkit energy mikro hidro.

Tabel 4. 6 Nama Sungai di Kawasan Perkotaan

BWP Sungai

BWP I (Distrik Bokondini) Bokondini dan Niyo Bogo

BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) Niyo Anggok, Niyo Bogo

BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) Niyo Bogo

BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) Kamboneri Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.2.2. Analisis Sumber Daya Tanah

Berdasarkan analisis keseuaian lahan pada kawasan perkotaan Bokondini didapati bawha sumber daya tanah

yang ada adalah tanah dengan dominasi Haplustolss masuk ke dalam Ordo Mollisols. Tanah ini terbentuk dari

adanya proses pembentukan tanah yang berwarna gelap karena penambahan bahan organik. Akibat

pelapukan bahan organik di dalam tanah membentuk senyawa-senyawa yang stabil dan berwarna gelap.

Warna gelap yang terbentuk, dengan adanya aktivitas mikro organisme tanah maka terjadi pencampuran

bahan organik dan bahan mineral tanah sehingga terbentuk kompleks mineral-organik yang berwarna kelam.

Tanah ini merupakan tanah yang subur dengan hanya sedikit pencucian sehingga kejenuhan basa tinggi.

Sebagian besar tanah ini digunakan untuk pertanian.

Berdasarkan hasil pemantauan dan pengecekan ke lapangan dapat dinyatakan bahwa sumber daya tanah pada

kawasan perkotaan Bokondini didominasi dengan Haplustolss yang berpotensi kepada tanaman pertanian

holtikultura seperti sayuran dan buah-buahan. Sesuai dengan tabel dibawah ini, maka kawasan perkotaan

Bokondini didominasi oleh jenis tanah Dystrudepts dan Hapludults.

Tabel 4. 7 Klasifikasi Jenis Tanah

BWP KlasifikasI Luas (Ha)

BWP I (Distrik Bokondini) Dystrudepts, Hapludults 558.74

Haplustolls, Haplustepts 1538.79

BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) Dystrudepts, Hapludults 923.566

Haplustolls, Haplustepts 1272.41

BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) Haplustolls, Haplustepts 4205.65

BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) Dystrudepts, Hapludults 456.162

Haplustolls, Haplustepts 1105.42 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.2.3. Analisis Topografi dan Kelerengan

Berdasarkan hasil analisis topografi dan kelerengan dengan melakukan proses tumpang tindih untuk

mendapatkan kawasan yang berada pada ketinggian tertentu didapatkan bawah dominasi kawasan perkotaan

memiliki kawasan yang berada pada ketinggian >2000 mdpl (meter diatas permukaan laut). Sedankan

kawasan yang berada ketinggian dibawah <1000 hanya terdapat pada distrik Bokondini, dan distrik Bewani.

(lihat tabel 4.8)

Tabel 4. 8 Luas Wilayah Menurut Ketinggian Per BWP

BWP Ketinggian (mdpl) Luas (Ha)

BWP I (Distrik Bokondini) < 1000 0.30

1000 - 1500 1178.79

1501 - 2000 843.84

2001 - 2500 61.27

BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) < 1000 4.79

1000 - 1500 1056.79

1501 - 2000 984.21

2001 - 2500 137.55

BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) 1000 - 1500 255.46

1501 - 2000 1874.76

2001 - 2500 1983.03

> 2500 100.12

BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) 1000 - 1500 349.49

1501 - 2000 1043.72

2001 - 2500 164.85 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Sedangkan analisis geografis dengan metoda tumpang tindih, untuk kemiringan lereng didapatkan kawasan-

kawasan yang dapat dikategorikan landau (<2%) dan <5% berada pada BWP I,II, III dan IV. Namun luas dari

kawasan yang landai ini tidak banyak. Malahan semua distrik yang masuk dalam kawasan perkotaan Bokondini

didominasi oleh kemiringan lereng > 30% atau sangat curam/lereng. Dengan memperhatikan data tersebut

dapat disimpulkan bahwa lahan dengan kelandaian <5% sangat terbatas dan pengembangan kawasan sangat

terbatas, sehingga diperlukan pendekatan tertentu dalam pengembangan kawasan perkotaan Bokondini.

Bab 8 - Hal 8

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tabel 4. 9 Luas Kawasan Menurut Kemiringan Lereng Per BWP

BWP Kemiringan Lereng (%) Luas (Ha)

BWP I (Distrik Bokondini) < 2 4.83

2 - 4.99 68.14

5 - 7.99 72.20

8 - 14.99 267.50

15 - 29.99 571.06

> 30 1,095.92

BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) < 2 1.44

2 - 4.99 18.11

5 - 7.99 22.38

8 - 14.99 103.28

15 - 29.99 320.96

> 30 1,715.78

BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) < 2 1.12

2 - 4.99 18.20

5 - 7.99 23.25

8 - 14.99 143.95

15 - 29.99 617.86

> 30 3,407.84

BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) < 2 0.80

2 - 4.99 11.13

5 - 7.99 19.39

8 - 14.99 128.85

15 - 29.99 498.78

> 30 898.42 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.2.4. Analisis Geologi Lingkungan

Berdasarkan hasil analisis dari geologi lingkungan, kawasan perkotaan Bokondini dilingkupi oleh formasi

geologi yang terdiri atas Alluvium Terbiku dan Batuan Malihan Derewo. Kedua formasi ini merupakan formasi

utama geologi kawasan perkotaan Bokondini. Berdasarkan hasil perhitungan pada BWP I, luas kawasan yang

dilingkupi formasi paling dominan yaitu Batuan Malihan Derewo seluas 2075.77 ha. Terletak di sisi utara dan

selatan distrik Bokondini. Sedangkan pada BWP II yakni sebagian dari distrik Bewani dilingkupi oleh batuan

geologi berformasi Batuan Malihan Derewo. Formasi ini tidak direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai

kawasan pembangunan, namun lebih diarahkan kepada pertanian dan perkebunan.

Formasi yang sama yakni Batuan malihan Derewo juga terdapat di BWP III yakni sebagian wilayah distrik

Bokoneri. Distrik ini merupakan distrik yang berada pada kawasan status Hutan Lindung menurut penetapan

dari Kementerian Kehutanan. Namun masih terdapat kawasan yang dilingkupi formasi batuan Aluvium Terbiku

yakni seluas 392.37 ha. Terakhir adalah BWP IV yakni sebagian wilayah dari distrik Kamboneri, kawasan

perkotaan ini juga didominasi oleh formasi Batuan Malihan Derewo seluas 1415.31 ha yang berada di sisi utara

dan selatan. Sedangkan formasi Alluvium Terbiku terdapat di pusat kawasan kota Kamboneri.

Tabel 4. 10 Formasi Geologi Kawasan

Ket Formasi Luas (Ha)

BWP I (Distrik Bokondini) Alluvium Terbiku 18.08

Batuan Malihan Derewo 2075.77

BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) Batuan Malihan Derewo 2160.49

BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) Alluvium Terbiku 392.37

Batuan Malihan Derewo 3825.28

BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) Alluvium Terbiku 144.17

Batuan Malihan Derewo 1415.31 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.2.5. Analisis Klimatologi

Berdasarkan analisis klimatologi dengan menggunakan data curah hujan pada wilayah kabupaten Tolikara,

teridentifikasi bahwa pada BWP I Distrik Bokondini mengalami curah hujan yang rendah yakni sekitar 2421-2721

pada luas kawasan mencapai 1250.09 ha. Sedangkan kawasan yang mengalami curah hujan yang tinggi yakni

seluas 404.98 ha. Sedangkan pada BWP II yakni Sebagian Wilayah Distrik Bewani kawasan yang mendapatkan

curah hujan tahunan yang rendah mencapai 1484.79 ha. Untuk kawasan yang mendapatkan curah hujan yang

tinggi mencapai 426.83 ha.

Untuk kawasan curah hujan di BWP III yakni sebagian wilayah distrik Bokoneri hanya mengalami curah hujan

rendah seluas 3831.44 ha dan curah hujan sedang seluas 386.20 ha. Sedangkan untuk BWP IV yakni sebagian

dari wilayah distrik Kamboneri, curah hujan rendah dialami oleh kawasan dengna luas mencapai 1451.88 ha.

Sedangkan kawasan yang mendapatkan curah hujan tahunan yang rencah mencapai 1.57 ha.

Tabel 4. 11 Curah Hujan Menurut Luas BWP

BWP Curah Hujan (Mm/Tahun) Luas (Ha) Kelompok

BWP I (Distrik Bokondini) 2421-2721 1250.09 Rendah

2722-2915 438.81 Sedang

2916-3070 404.98 Tinggi

BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) 2421-2721 1484.79 Rendah

2722-2915 280.62 Sedang

2916-3070 426.83 Tinggi

BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) 2421-2721 3831.44 Rendah

2722-2915 386.20 Sedang

BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) 2421-2721 1451.88 Rendah

2722-2915 97.04 Sedang

2916-3070 10.57 Tinggi

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Bab 8 - Hal 9

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 4. 7 Agro Klimatologi Papua

Sumber: Balai Agro Klimatologi Indonesia, 2013

4.2.6. Analisis Sumber Daya Alam

Berdasarkan hasil analisis pencitraan satelit dan dengan menggunakan pendekatan intrepetasi dan digitasi

dengan menggunakan perangkat lunak sistem informasi geografis serta pedoman dalam identifikasi dan

penyusunan blok plan kawasan perkotaan. Maka Kawasan lindung terdapat di semua BWP (Bagian Wilayah

Perencanaan). Hutan Lindung terdapat di BWP 1 Distrik Bokondini, BWP 2 Sebagian Wilayah Distrik Bewani,

BWP 3 Sebagian Wilayah Distrik Bokoneri. Sedangkan kawasan lindung dengan klasifikasi perlindungan

setempat berupa sempadan sungai, terdapat disemua BWP.

Dipastikan bahwa pada kawasan lindung yang ada di kawasan perkotaan Bokondini terdapat berbagai macam

fauna dan flora yang masuk dalam perlindungan hukum. Diantaranya adalah;

1. Burung Cenderawasih

2. Anggrek Papua

3. Giant Bent-Toed Gecko

4. Fleshy-Flowered Orchid

5. Kadal biru kehijauan

6. Kuskus bermata biru

7. Wattled Smoky Honeyeater

8. “Magnificent” Orchid

9. Katak Pohon

10. Kasuari Gelambir Tunggal

11. Kayu Matoa

Berdasarkan data dari Conservation International (CI) disampaikan bahwa Papua memiliki tingkat

keanekaragaman hayati dan endemisitas yang tinggi dan unik. Perhitungan baru memperkirakan sekitar 20-

25.000 spesies tumbuhan berkayu (55% endemik), 164 spesies mamalia (58% endemik), 329 spesies amphibia

dan reptilia (35% endemik), 650 spesies burung (52% endemik), dan 1.200 spesies ikan laut. Diperkirakan ada

sekitar 150.000 spesies serangga, dan ratusan spesies hewan avertebrata air tawar dan laut.

Giant Bent-Toed Gecko

Fleshy-Flowered Orchid

Kuskus Bermata Biru

Fleshy-Flowered Orchid

Burung Cenderawasih

Buah Merah

Bab 8 - Hal 10

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 4. 8 Fauna dan Flora Papua

Sumber: WWF, Conservation International, 2013

Tabel 4. 12 Kawasan Lindung

BWP Kawasan Lindung Luas (HA)

BWP I (Distrik Bokondini) Hutan Lindung 454.66 Perlindungan

Setempat 143.28

BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) Hutan Lindung 331.46

Perlindungan Setempat 105.11

Rawan Gerakan Tanah 57.68

BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) Hutan Lindung 926.09

Perlindungan Setempat 274.95

BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) Perlindungan Setempat 60.04

Total 2353.27 Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

4.2.7. Analisis Sumber Daya Alam dan Fisik Wilayah Lainnya

Berdasarkan hasil analisis pencitraan satelit dan dengan menggunakan pendekatan intrepetasi dan digitasi

dengan menggunakan perangkat lunak sistem informasi geografis serta pedoman dalam identifikasi dan

penyusunan blok plan kawasan perkotaan. Maka teridentifikasi bahwa kawasan budidaya yang ada di kawasan

perkotaan Bokondini mencakup kawasan perdagangan dan jasa, perumahan, ruang terbuka hijau, sarana

pelayanan umum, perkantoran distrik dan hutan produksi.

Luas kawasan budidaya pada BWP 1 yakni Distrik Bokondini adalah 1505.82 ha dengan dominasi oleh

peruntukan lainnya seluas 1421.28. direncanakan pada kawasan ini akan dilakukan konversi kepada

penggunaan lahan industry, pertanian dan perkebunan.

Sedangkan pada BWP 2 yakni sebagian wilayah distrik Bewani total luas kawasan budidaya mencapai 1698.16

ha. Dengan dominasi lahan berupa Hutan Produksi Konversi. Sesuai dengan potensi dan kemampuan lahannya

pada distrik ini akan dikembangkan lahan untuk pertanian dan perkebunan yang diarahkan kepada tanaman

holtikultura yang didukung dengan pengembangan untuk wisata alamnya.

Untuk BWP 3 yakni sebagian dari wilayah distrik Bokoneri, kawasan budidayanya mencakup hutan produksi,

jasa, perkantoran distrik, perumahan dan sarana pelayanan umum, total luas kawasan budidaya mencapai

3003.44 Ha. Dengan dominasioleh kawasan Hutan Produksi Konversi seluas 2510.86 ha. Berdasarkan hasil

analisis tumpang tindih antara status hutan dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dengan

intrepetasi citra satelit, terdapat perumahan pada kawasan lindung di distrik Bokoneri. Hal ini sejalan dengan

isu utama bahwa terdapat hunian pada kawasan lindung seperti yang telah disampaikan pada laporan

pendahuluan dan kerangka acuan kerja yang menjadi penanganan didalam kawasan lindung.

Sedangkan pada BWP 4 yakni sebagian dari wilayah distrik Kamboneri, total luas kawasan budidaya mencapai

1504.58 dengan dominasi kawasan peruntukan lainnya sebesar 1416.84 ha. Didalam analisis potensinya

sebagian wilayah distrik Kamboneri yang masuk dalam kawasan perkotaan Bokondini akan dikembangkan

menjadi kawasan agroforestry dan diarahkan untuk dikembangkan menyatu menjadi kawasan wisata agro.

Tabel 4. 13 Kawasan Budidaya

BWP Kawasan Budidaya LUAS (HA)

BWP I (Distrik Bokondini) Campuran 3.46

Perdagangan dan Jasa 3.66

Perkantoran 5.73

Perumahan 32.89

Peruntukan Khusus 2.30

Peruntukan Lainnya (Pertanian Perkebunan) 1421.28

Ruang Terbuka Hijau 3.51

Sarana Pelayanan Umum 32.99

Jumlah 1505.82

BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) Hutan Produksi Konversi 1184.50

Perdagangan dan Jasa 11.40

Perkantoran 0.94

Perumahan 72.12

Peruntukan Lainnya (Pertanian Perkebunan) 426.41

Sarana Pelayanan Umum 2.79

Jumlah 1698.16

BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) Hutan Produksi Konversi 2510.86

Perdagangan dan Jasa 3.55

Perkantoran 0.34

Perumahan 486.44

Sarana Pelayanan Umum 2.25

Jumlah 3003.44

BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) Perdagangan dan Jasa 0.22

Perkantoran 0.02

Perumahan 76.48

Peruntukan Lainnya (Pertanian Perkebunan) 1416.84

Sarana Pelayanan Umum 11.02

Jumlah 1504.58

Total 7712 Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

Bab 8 - Hal 11

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

4.3. Analisis Sektor Pertanian

A. Komoditas Unggulan Pertanian

Menurut Handewi Rachman (2003) komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi

strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah. Posisi strategis ini didasarkan pada pertimbangan teknis

(kondisi tanah dan iklim), sosial ekonomi dan kelembagaan. Penentuan ini penting dengan pertimbangan

bahwa ketersediaan dan kemampuan sumberdaya (alam, modal dan manusia) untuk menghasilkan dan

memasarkan semua komoditas yang dapat diproduksi di suatu wilayah secara simultan relatif terbatas.

Sementara itu, Daryanto dan Hafizrianda (2010) menjelaskan bahwa komoditas unggulan mempunyai kriteria

sebagai berikut : 1) Harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian,

dengan kata lain, komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada

peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran; 2) Mempunyai keterikatan ke depan dan ke belakang

(forward and backward langkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya; 3)

Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain (competitiveness) di pasar nasional dan pasar

internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualiatas pelayanan; 4) Memiliki keterkaitan

dengan wilayah lain (regional lingkages), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku; 5)

Memiliki status teknologi (state of the art) yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi; 6)

Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya; 7) Dapat bertahan

dalam jangka panjang tertentu, mulai fase kelahiran, fase pertumbuhan fase kejenuhan/ penurunan; 8) Tidak

rentan terhadap gejolak eksternal dan internal; 9) Pengembangannya harus mendapat berbagai bentuk

dukungan, misalnya : keamanan, sosial, budaya, informasi, peluang pasar, kelembagaan, fasilitas intensif-

disintensif, dll dan 10) Pengembangannya berorentasi pada kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa komoditas unggulan adalah komoditas yang layak diusahakan

karena memberikan keuntungan kepada petani baik secara biofisik, sosial dan ekonomi. Komoditas tertentu

dikatakan layak secara biofisik jika komoditas tersebut diusahakan sesuai dengan zona agroekologi, layak

secara sosial jika komoditas tersebut memberi peluang berusaha, bisa dilakukan dan diterima oleh masyarakat

setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Sedangkan layak secara ekonomi artinya

komoditas tersebut memberi keuntungan. Pada era pasar bebas seperti saat ini, baik ditingkat pasar lokal,

nasional maupun global hanya komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial

ekonomi serta mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif yang akan mampu bersaing secara

berkelanjutan dengan komoditas yang sama dari wilayah lain.

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan komoditas unggulan adalah dengan metode Location

Quotient (LQ) yang diakomodasi dari Miller and Wright (1991), Isserman (1997) dan Ron Hood (1998) yang

merupakan suatu pendekatan tidak langsung untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis

atau non basis. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang paling umum digunakan dalam model

ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor yang menjadi pemacu pertumbuhan. Teori

ekonomi basis mengkelompokkan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis dan non

basis. Kegiatan basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya (barang atau jasa) yang ditujukan untuk

ekspor atau beorentasi keluar regional, nasional dan internasional. Sedangkan, kegiatan non basis merupakan

kegiatan masyarakat yang hasilnya ditujukan bagi masyarakat itu sendiri. Teknik LQ banyak digunakan untuk

membahas kondisi perekonomian mengarah pada identifikasi kegiatan perekonomian atau untuk mengukur

konsentrasi relatif kegiatan perekonomian untuk mengukur konsentrasi relatif sebagai upaya mendapatkan

gambaran dalam menetapkan sektor unggulan sebagai leading sector.

Metode LQ ini merupakan perbandingan antara pangsa relatif produksi komoditas ‘i’ pada tingkat provinsi

terhadap total produksi di provinsi tersebut dengan pangsa relatif produksi komoditas ‘i’ pada tingkat

nasional terhadap total produksi di tingkat nasional. Jika ingin dijabarkan sampai tingkat kabupaten berarti

komoditas ‘i’ pada tingkat kabupaten dibandingkan dengan total produksi di kabupaten tersebut kemudian

dibandingkan lagi dengan produksi komoditas ‘i’ pada tingkat provinsi terhadap total produksi di tingkat

provinsi, demikian seterusnya untuk tingkat kecamatan terhadap kabupaten/ kota. Untuk komoditas yang

berbasis lahan, seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan

pertanian (areal tanam atau areal panen), produksi atau produktivitas, sedangkan komoditas yang tidak

berbasis lahan, usaha ternak, dasar perhitungannya menggunakan jumlah populasi.

Produksi dijadikan indikator utama dalam perhitungan LQ, karena produksi suatu komoditas adalah resultan

akhir dari semua proses sistem budidaya. Jika produksi suatu komoditas tinggi dan cenderung meningkat

setiap tahun, maka diasumsikan bahwa komoditas tersebut sangat diminati oleh masyarakat, sehingga

berdampak pada peningkatan pendapatan petani secara nyata. Minat yang tinggi terhadap suatu komoditas

ini tentunya akan diikuti dengan perawatan yang lebih baik dibanding komoditas lain yang produksinya lebih

rendah.

Secara matematis perhitungan LQ dapat diformulasikan sebagai berikut :

Dimana :

pi = Produksi komoditas ‘i’ pada tingkat kabupaten atau kota atau kecamatan;

pt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat kabupaten, kecamatan;

Pi = Produksi komoditas ‘i’ pada tingkat provinsi, kabupaten/kota

Pt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat provinsi , kabupaten/kota

Kriteria :

LQ > 1 : Sektor basis artinya komoditas i disuatu wilayah memiliki keunggulan komparatif

LQ = 1 : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan, produksinya hanya

cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri

LQ < 1 : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri,

sehingga perlu pasokan dari luar

Penjelasan : Semakin tinggi nilai LQ sektor disuatu wilayah, semakin tinggi potensi keunggulan sektor

tersebut.

t

i

t

i

PP

pp

LQ

Bab 8 - Hal 12

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

B. Komoditas Unggulan Pertanian Di Kawasan Perkotaan Bokondini

Hasil perhitungan masing-masing komoditas yang diusahakan di Kawasan Perkotaan Bokondini, Kabupaten

Tolikara menggunakan metode LQ disajikan pada tabel 4.6

Tabel 4. 14 Komoditas Unggulan

No Subsektor/ Komoditas

Nilai LQ Keterangan

A TANAMAN PANGAN

1 Padi ladang 2,7 Basis

2 Jagung 0,98 Non Basis

3 Ubi kayu 2,19 Basis

4 Ubi jalar 0,92 Non Basis

5 Keladi 0,69 Non Basis

6 Kacang tanah 0,68 Non Basis

7 Kedelai 1,38 Basis

B HORTIKULTURA

1 Jeruk Manis 0,6 Non Basis

2 Nenas 1,65 Basis

3 Pisang 1,1 Basis

4 Nangka 0,64 Non Basis

5 Jambu Biji 0,84 Non Basis

6 Alpokat 0,64 Non Basis

7 Mangga 0,68 Non Basis

8 Pepaya 0,87 Non Basis

9 Markisa 0,69 Non Basis

10 Bayam 0,68 Non Basis

11 Cabe 0,84 Non Basis

12 Buncis 1,00 Basis

13 Wortel 0,98 Non Basis

14 Daun Bawang 0,98 Non Basis

15 Bawang Merah 1,98 Basis

16 Timun 0,87 Non Basis

17 Kentang 2,43 Basis

19 Kubis 0,54 Non Basis

20 Terong 0,28 Non Basis

21 Bawang Putih 1,59 Basis

22 Ubi-ubian 0,72 Non Basis

23 Sawi 1,15 Basis

24 Tomat 0,85 Non Basis

C PERKEBUNAN

1 Kopi 0,55 Non Basis

D TERNAK DAN UNGGAS

1 Sapi 1,68 Basis

2 Kuda -

3 Kambing 1,28 Basis

4 Babi 1,00 Basis

5 Ayam Ras 0,81 Non Basis

6 Itik 3,08 Basis

No Subsektor/ Komoditas

Nilai LQ Keterangan

7 Kelinci 2,06 Basis

E PERIKANAN

1 Mas 0,96 Non Basis

2 Mujair 1,55 Basis

3 Nila 0,97 Non Basis Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

Berdasarkan nilai LQ masing-masing komoditas pertanian, komoditas dengan nilai LQ > 1 dikatakan sebagai

komoditas unggulan pertanian di kawasan Perkotaan Bokondini. Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa

komoditas unggulan pertanian di kawasan Perkotaan Bokondini untuk kelompok komoditas tanaman pangan

adalah padi ladang, ubi kayu, kedelai, kelompok tanaman komoditas hortikultura adalah nenas, pisang, buncis,

bawang merah, kentang, bawang putih dan sawi, kelompok komoditas ternak dan unggas adalah sapi,

kambing, itik dan kelinci, sedangkan kelompok komoditas perikanan adalah ikan mujair. Hasil identifikasi

komoditas unggulan dengan menggunakan metode LQ perlu dilakukan paduserasi dengan pemangku

kepentingan (stakeholders) pembangunan di kawasan Perkotaan Bokondini, sehingga didapatkan komoditas

unggulan yang menjadi prioritas pengembangan sektor pertanian. Namun demikian, untuk komoditas non

basis (LQ <1) juga perlu diusahakan untuk memenuhi kebutuhan di dalam kawasan Perkotaan Bokondini.

C. Arah Kebijakan Pengembangan Komoditas Unggulan di Kawasan Perkotaan Bokondini

Dengan mempertimbangkan berbagai hal terkait dengan pembangunan sektor pertanian, maka arah kebijakan

prioritas pengembangan komoditas unggulan pertanian di kawasan Perkotaan Bokondini, yaitu :

1. Pengembangan kelompok komoditas tanaman pangan, yaitu padi ladang dan ubi kayu;

2. Pengembangan kelompok komoditas hortikultura, yaitu nenas dan kentang;

3. Pengembangan kelompok komoditas ternak dan unggas, yaitu sapi dan itik;

4. Pengembangan kelompok komoditas perikanan, yaitu ikan mujair.

D. Konsep Kawasan Pertanian

Menurut Arsyad (1989) pengertian penggunaan lahan adalah suatu bentuk intervensi manusia terhadap lahan

dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan material maupun kebutuhan spiritual. Anwar

(1980) berpendapat bahwa penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu: a)

penggunaan lahan untuk pertanian, b) penggunaan lahan bukan untuk pertanian. Sementara itu, penggunaan

lahan untuk pertanian dibedakan ke dalam jenis penggunaan berdasarkan atas ketersediaan air dan bentuk

pemanfaatan di atas lahan tersebut, sehingga dikenal macam penggunaan lahan, yaitu : a) tegalan, b) sawah,

c) perkebunan, d) padang rumput, e) hutan produksi, f) hutan lindung dan g) padang alang-alang. Sedangkan

penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan ke dalam beberapa bagian, yaitu: a) permukiman, b) industri, c)

tempat rekreasi dan d) pertambangan.

Bab 8 - Hal 13

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Menurut Sandy (1985) mengatakan bahwa penggunaan/ pemanfaatan lahan pertanian dikelompokkan ke

dalam beberapa macam, yaitu :

1. Pekarangan, yaitu merupakan areal lahan kosong yang biasanya terdapat di sekitar rumah/ permukiman

dan biasanya ditanami dengan berbagai tanaman, seperti sayuran, buah-buahan, tanaman pangan dan

sebagainya dengan sistem campuran (multicropping);

2. Sawah, dibuat dengan tujuan terutama untuk tanaman padi dan juga palawija

3. Ladang berpindah, biasanya terjadi pada kawasan dengan jumlah penduduk yang kurang;

4. Kebun campuran, jenis pemanfaatan yang sebenarnya kurang intensif, meskipun jumlah tanaman yang

terdapat di lahan tersebut cukup banyak;

5. Tegalan, jenis pemanfaatan lahan kering yang cukup intensif, biasanya ditanami dengan tanaman semusim

dan biasanya terdapat di daerah penduduk yang cukup padat;

6. Perkebunan, ditanami dengan tanaman perkebunan dan biasanya dilihat dari skala usahanya dibedakan

menjadi perkebunan rakyat dan perkebunan besar (swasta atau Negara).

Sementara itu, menurut Direktorat Tataguna Tanah (1984) mengemukaan bahwa penggunaan lahan adalah

sebagai berikut :

1. Permukiman, adalah kelompok bangunan untuk tempat tinggal dengan lahan pekarangannya, termasuk

disini perumahan dan emplasemen (stasiun, pasar dan pabrik);

2. Sawah, tanah berpematang terdapat saluran pengairan yang ditanami padi atau tanaman semusim yang

lainnya (palawija);

3. Tanah kering, yaitu terdiri atas tegalan (tanah kering yang diusahakan menetap dengan tanaman semusim)

dan ladang berpindah yaitu tanah pertama yang ditanami tanaman semusim.

E. Konsep Pola Penggunaan Lahan di Kawasan Perkotaan Bokondini

Secara umum sistem pemilikan dan penguasaan lahan di Kabupaten Tolikara, Papua ditentukan oleh sistem

kepemimpinan suatu etnis/ suku. Terdapat tiga tipologi sistem pemilikan dan penguasaan lahan umumnya di

Papua, yaitu: 1) klen, subklen lineage, 2) individu subklen dan 3) individu.

Pada sistem pemilikan lahan kelompok 1, tanah dimiliki secara bersama-sama oleh masing-masing klen, tetapi

berada dibawah kekuasaan kepala klen atau yang sering disebut Ondoafi. Perkembangan individu dalam

pemanfaatan lahan sepenuhnya tergantung pada kelompok subklen masing-masing. Sedangkan

perkembangan kelompok/ klen sangat tergantung pada kebijakan kepala klen/ Ondoafi. Kelompok 2

mempunyai kekuasaan dalam pengelolaan kebun. Pada kelompok ini, tiap kampong mempunyai batas sungai,

rawa, hutan atau padang rumput yang merupakan batas wilayah kekuasaan klen. Tipe kepemilikan lahan

kelompok ini susah memberi kesempatan pada anggota masyarakat untuk emmiliki hak individu atas lahan.

Pemilikan tipe 3 tidak memberi tempat bagi pemilikan secara bersama, tetapi hak individu mempunyai tempat

tertinggi. Masyarakat kelompok ini sudah banyak memperoleh kemajuan, namun kepedulian terhadap orang

lain mulai berkurang, sehingga kehidupan individu cukup menonjol.

Dalam menentukan konsep penggunaan lahan di kawasan Perkotaan Bokondini sebaiknya memperhatikan

sistem kepemilikan lahan yang dianut masyarakat setempat agar tidak menimbulkan permasalahan antar

individu atau kelompok/ klen. Kepala suku/ Ondoafi harus dilibatkan dalam menentukan pola penggunaan/

pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian. Melihat pola penggunaan lahan yang saat ini dilakukan

masyarakat di Bokondini, maka hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep pola

penggunaan lahan di kawasan Perkotaan Bokondini. Pola penggunaan lahan terdiri atas : a) pekarangan yaitu

luasan lahan tertentu yang terdapat disekitar rumah/ permukiman penduduk yang dimanfaatkan untuk usaha

tani untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari, diantaranya mengusahakan tanaman sayuran, tanaman

pangan (ubi kayu, ubi jalar, keladi), buah-buahan dengan sistem campuran. Selain itu juga dapat dimanfaatkan

untuk memelihara hewan piaraan, seperti ayam, babi dalam jumlah beberapa ekor, b) lahan usaha berupa

kebun campuran yang cukup luas dan dikelola secara bersama serta lokasinya jauh dari permukiman yang

diusahakan untuk tanaman pangan, sayuran, buah-buahan atau tanaman perkebunan dengan sistem

agroforestri. Pengelolaan usaha tani sistem agroforestri sangat sesuai karena untuk diterapkan di kawasan ini

mengingat kondisi topografi, ketinggian dan kelerengan lahan yang curam, sehingga dapat menjadi sistem

usaha tani konservasi.

Sistem agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan,

yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu

(pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang

dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis

antar berbagai komponen yang ada (Lundgren dan Raintree, 1982). Pengertian agroforestri menitikberatkan

pada dua karakter pokok yang umum dipakai pada seluruh bentuk agroforestri yang membedakan dengan

sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu : 1) adanya pengkombinasian yang terencana/disengaja dalam satu

bidang lahan antara tumbuhan berkayu (pepohonan), tanaman pertanian dan/atau ternak/hewan baik secara

bersamaan (pembagian ruang) ataupun bergiliran (bergantian waktu), 2) ada interaksi ekologis dan/atau

ekonomis yang nyata/jelas, baik positif dan/atau negatif antara komponen-komponen sistem yang berkayu

maupun tidak berkayu.

Lundgren dan Raintree, (1982) selanjutnya menyatakan terdapat beberapa ciri penting sistem agroforestri

adalah:

1. Sistem agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan), paling

tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu.

2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.

3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.

4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-

buahan, obat-obatan.

5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung,

penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.

6. Untuk sistem pertanian masukan rendah (low external input and sustainable agriculture = LEISA) di daerah

tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan

mengoptimalkan penggunaan sisa panen.

Beberapa keunggulan sistem agroforestri dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu dalam hal,

yaitu:

1. Produktivitas (Productivity): Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam

agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran

(output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya

tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat

ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.

Bab 8 - Hal 14

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

2. Diversitas (Diversity): Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestri

menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi

ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat

menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).

3. Kemandirian (Self-regulation): Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi

kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan

terhadap produk- produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak

memerlukan banyak input dari luar (a.l. pupuk, pestisida), dengan diversitas yang lebih tinggi daripada

sistem monokultur.

4. Stabilitas (Stability): Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu

memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan

kesinambungan) pendapatan petani.

Bab 4 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 4. 1 Kesesuaian Lahan Pertanian, Tanaman Pangan dan Perkebunan

Bab 8 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

4.4. Analisis Sosial Budaya

4.4.1. Analisis Elemen Kota

Landmark bagi sebuah kota atau kawasan merupakan elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang

menonjol dari kota, misalnya gunung atau bukit, gedung tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah dan lain

sebagainya yang dapat dijadikan sebagai titik orientasi di dalam kota sehingga dapat membantu orang untuk

mengenali suatu daerah. Selain sebagai pembentuk identitas/ citra kota, landmark juga bisa digunakan sebagai

penanda, misalnya dalam konteks perkotaan bisa diimplemetasikan dalam bentuk skala landmark. Secara

umum dalam lingkup kota/ perkotaan, skala landmark dibedakan menjadi skala kota, skala kawasan dan skala

lingkungan. Keberadaan 3 skala tersebut seolah sebagai penanda eksistensi ruang yang ada di sekitarnya.

Tabel 4. 15. Skema Analisis Landmark

No BWP Distrik Fungsi Distrik Luas Kawasan

Potensi Landmark

Skala

1 I/Prioritas Bokondini Pemerintahan skala distrik, Jasa Perdagangan, Wisata, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/Agroforestry, Pendidikan, Pusat Perdagangan Komoditas Unggulan, Pusat Perkantoran dan Permukiman

2197.09

Gereja Distrik, Gerbang Selamat Datang di Jalan Masuk ke Distrik (Kamboneri), Gerbang Selamat Datang di Bandar Udara, Tugu Injil, Bandar Udara

Kota

2 II Sebagian Wilayah Bewani

Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran dan Permukiman

2140.08

Gereja, Kantor Distrik

Kawasan dan Lingkungan

3 III Sebagian Wilayah Bokoneri

Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran dan Permukiman

4216.86

Gereja, Kantor Distrik

Kawasan dan Lingkungan

4 IV Sebagian Wilayah Kamboneri

Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran

1512.63

Gereja, Kantor Distrik

Kawasan dan Lingkungan

No BWP Distrik Fungsi Distrik Luas Kawasan

Potensi Landmark

Skala

dan Permukiman Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

Node merupakan komponen yang biasanya berupa obyek simpangan. Obyek ini bisa berupa lahan yang besar,

maupun yang kecil, yang biasanya berguna sebagai titik pertemuan dari berbagai jalur. Sebagai ilustrasi,

beberapa bentuk node ini antara lain bisa berupa terminal. Dalam posisi yang berbeda, node ini juga menjadi

komponen yang menghubungkan dua hal yang memiliki sifat berbeda. Seperti juga landmark, node juga

mengenal skala, yaitu node skala kota, skala kawasan, dan node skala lingkungan

Tabel 4. 16. Skema Analisis Node

No BWP Distrik Fungsi Distrik Luas Kawasan

Potensi Node Skala

1 I/Prioritas Bokondini Pemerintahan skala distrik, Jasa Perdagangan, Wisata, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/Agroforestry, Pendidikan, Pusat Perdagangan Komoditas Unggulan, Pusat Perkantoran dan Permukiman, Pusat Industri Agroforestry

2197.09

Simpul jalan kolektor sekunder (K4) dan kolektor primer (K3)

Simpul jalan kolektor dengan local

Simpul jalan local dengan lingkungan

Kota

2 II Sebagian Wilayah Bewani

Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran dan Permukiman

2140.08

Simpul jalan kolektor sekunder dengan jalan local

Simpul jalan local dan lingkungan

Kawasan dan Lingkungan

3 III Sebagian Wilayah Bokoneri

Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran dan Permukiman

4216.86

Simpul jalan kolektor sekunder dengan jalan local

Simpul jalan local dan lingkungan

Kawasan dan Lingkungan

4 IV Sebagian Wilayah Kamboneri

Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran

1512.63

Simpul jalan kolektor sekunder dengan jalan local

Simpul jalan

Kawasan dan Lingkungan

Bab 8 - Hal 3

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No BWP Distrik Fungsi Distrik Luas Kawasan

Potensi Node Skala

dan Permukiman local dan lingkungan

Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

Tujuan utama dari pembagian distrik ini seperti memberi “tema‟ bagi lingkup spasial yang dimaksud, dengan

harapan hal ini menjadi ciri khas kegiatannya. Penetapan tema/ ciri dari distrik menjadi inspirasi bagi

pengelolaan dan perencanaan lingkup spasial ini di masa mendatang. Kebutuhan data dari komponen ini

adalah berupa luasan lahan/spasial, fungsi distrik, elemen fisik penunjang fungsi, serta potensi-masalah yang

dipunyainya.

Tabel 4. 17. Skema Analisis Distrik/Blok

No BWP Distrik Fungsi Distrik Luas

Lahan (ha)

Elemen penunjang

1 I/Prioritas Bokondini

Pemerintahan 4,78 Kantor distrik

Jasa Perdagangan 1,32 Warung, took

Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/Agroforestry

1278,13

Pertanian, perkebunan

Pusat Permukiman

210,83 Rumah

Pusat Industri Agro 32

Kawasan industri

2 II Sebagian Wilayah Bewani

Pemerintah 1 Kantor distrik

Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,

1529.2

Pertanian, perkebunan

Permukiman Pusat

194.3 Rumah

3 III Sebagian Wilayah

Bokoneri

Pemerintah 1 Kantor distrik

Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,

1529.2

Pertanian, perkebunan

Pusat Permukiman 492.5 Rumah

4 IV Sebagian Wilayah

Kamboneri

Pemerintah 1 Kantor distrik

Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,

2518.6

Pertanian, perkebunan

Pusat Permukiman 77.3 Rumah Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

Edges merupakan komponen citra kota yang didefinisikan sebagai batas. Batas yang dimaksud bisa berupa

elemen fisik, maupun elemen non fisik. Bentuk elemen fisik dari edge bisa berupa sungai, jalan, garis pantai,

vegetasi/ green belt, pagar, gapura dan lain sebagainya. Fungsi dari elemen edge ini bisa menjadi pembatas

antar fungsi, antar blok/ distrik, antar kota, dan juga antara kota dengan luar kota. Batas non fisik bisa terjadi,

misalnya berupa garis imaginer, yang hanya kelihatan pada tampilan peta. Berdasarkan kajian citra kota,

elemen edge sangat berfungsi untuk bisa membedakan antara blok/zona/sub zona 1 dengan lainnya.

Pembedaan ini berkaitan dengan aspek pengkuatan citra kota/kawasan yang mau diangkat. Batas (edge) yang

jelas akan membuat orang akan terbantu dalam mendefinisikan karakteristik/citra kawasan yang ada di

sekelilingnya. Perwujudan dan desain edge yang jelas yang konsisten dengan citra yang akan diangkat, serta

diusahakan serasi dengan lingkungan sekitarnya.

Tabel 4. 18 Skema Analisis Edges

No BWP Distrik Fungsi Distrik Issue Blok Komponen

Lokal

1 I/Prioritas Bokondini

Pemerintahan Revitalisasi

kembali

Kayu, ilalang, pohon buah

Jasa Perdagangan Penataan

Pagar, vegetasi

Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/Agroforestry

Ekstensifikasi dan

intensifikasi

Sayuran kol, tomat, bawang, umbi, wortel, buah nenas, buah merah, pisang, cabe

Pusat Permukiman

Pengembangan dan

peningkatan rumah sehat

dan jalan lingkungan

Batuan dan tenaga lokal

Pusat Industri Agro Pengembangan lahan

-

2 II Sebagian Wilayah Bewani

Pemerintah Revitalisasi

kembali

Kayu, ilalang, pohon buah

Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,

Ekstensifikasi dan

intensifikasi

Sayuran kol, tomat, bawang, umbi, wortel, buah nenas, buah

Bab 8 - Hal 4

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No BWP Distrik Fungsi Distrik Issue Blok Komponen

Lokal

merah, pisang, cabe

Pusat Permukiman

Pengembangan dan

peningkatan rumah sehat

dan jalan lingkungan

Batuan dan tenaga lokal

3 III Sebagian Wilayah

Bokoneri

Pemerintah Revitalisasi

kembali

Kayu, ilalang, pohon buah

Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,

Ekstensifikasi dan

intensifikasi

Sayuran kol, tomat, bawang, umbi, wortel, buah nenas, buah merah, pisang, cabe

Pusat Permukiman Pengembangan dan

peningkatan rumah sehat

dan jalan lingkungan

Batuan dan tenaga lokal

4 IV Sebagian Wilayah

Kamboneri

Pemerintah Revitalisasi

kembali

Kayu, ilalang, pohon buah

Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,

Ekstensifikasi dan

intensifikasi

Sayuran kol, tomat, bawang, umbi, wortel, buah nenas, buah merah, pisang, cabe

Pusat Permukiman Pengembangan dan

peningkatan rumah sehat

dan jalan lingkungan

Batuan dan tenaga lokal

Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

Path merupakan komponen berupa jalur penghubung, yang secara fisik bisa berupa jaringan jalan, (rel) kereta

api, sungai sebagai jalur transportasi kapal dan lain sebagainya.

Tabel 4. 19 Skema Analisis Path

No BWP Distrik Fungsi Distrik Elemen

penghubung

1 I/Prioritas Bokondini

Pemerintahan, Jasa Perdagangan, Pusat Permukiman, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/Agroforestry

Transportasi udara, jalan

kolektor primer (K3),

dan jalan kolektor

sekunder (K4) dan lokal

Pusat Industri Agro jalan kolektor sekunder (K4)

2 II Sebagian Wilayah Bewani

Pemerintah, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Permukiman.

Transportasi udara, jalan

kolektor primer (K3),

dan jalan kolektor

sekunder (K4) dan lokal

3 III Sebagian Wilayah

Bokoneri

Pemerintah, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Permukiman

Transportasi udara, jalan

kolektor primer (K3),

dan jalan kolektor

sekunder (K4) dan lokal

4 IV Sebagian Wilayah

Kamboneri

Pemerintah, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Permukiman

Transportasi udara, jalan

kolektor primer (K3),

dan jalan kolektor

sekunder (K4) dan lokal

Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

4.4.2. Analisis Sosial dan Budaya

4.4.2.1. Fungsi dan Kegunaan Analisis Sosial Budaya

Fungsi dan kegunaan analisis sosial budaya dalam menyusun rencana tata ruang, yaitu;

Bab 8 - Hal 5

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

1) Sebagai dasar penyusunan rencana tataruang wilayah/atau kawasan serta pembangunan sosial budaya

masyarakat;

2) Mengidentifikasi struktur sosial budaya masyarakat;

3) Menilai pelayanan sarana dan prasarana sosial budaya yang mendukung pengembangan wilayah dan atau

kawasan;

4) Menentukan prioritas-prioritas utama dalam formulasi kebijakan pembangunan sosial budaya masyarakat;

5) Memberikan gambaran situasi dan kondisi objektif dalam proses perencanaan;

6) Sebagai acuan pelaksanaan pemantauan, pelaporan, dan penilaian program-program pembangunan sosial

budaya secara integratif. (DPU Dirjen Penataan Ruang 2007).

4.4.2.2 . Unsur-unsur Budaya Lokal

Bertolak dari pandangan ini, maka adalah penting untuk mengidentifikasi dan mengkaji kearifan‐kearifan lokal

apa yang ada dalam kebudayaan‐kebudayaan di Tanah Papua, sehingga dapat dijadikan modal sosial bagi

pembangunan. Kearifan lokal sebagaimana yang dimaksud, terkandung dalam unsur‐unsur budaya, seperti

pengetahuan lokal, kesenian, bahasa, dan nilai‐nilai budaya.

A. Unsur Budaya Kesenian

Unsur budaya yang mengandung kearifan lokal, di antaranya unsur budaya kesenian (seni tari, seni arsitektur

bangunan rumah, seni suara (lagu‐lagu tradisional seperti wor), dan seni ukir. Kearifan lokal yang tersimpan

dalam bidang kesenian ini merupakan potensi yang dapat ditingkatkan untuk menunjang pembangunan

daerah, misalnya dalam bidang kepariwisataan, arsitektur bangunan (rum sram), industri kerajinan tangan,

dunia tari, dan dunia musik. Selain itu, pesan‐pesan moral yang terkandung dalam berbagai bentuk kesenian

itu dapat djadikan pegangan hidup dalam membina kehidupan bersama yang berahlak dan bermoral.

Pemanfaatan potensi‐potensi seni budaya seperti ini sangat penting, sebab di satu sisi dapat mendatangkan

keuntungan ekonomis dan pada sisi yang lain melalui upaya‐upaya seperti ini nilai‐nilai estetika dan pesan‐

pesan moral yang terkandung di dalamnya dapat dikembangkan dan dilestarikan untuk tetap dihayati dan

dipedomani oleh generasi sekarang maupun generasi‐generasi penerus di kemudian hari.

1. Honai

Kesenian masyarakat suku Dani dapat dilihat dari cara membangun tempat kediaman, seperti disebutkan

dalam satu silimo ada beberapa bangunan, seperti Honai, Ebeai, dan Wamai.

Masyarakat Dani di Papua, tidak mengenal konsep keluarga batih, yaitu bapak, ibu, dan anak, tinggal dalam

satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang

menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah

sili.

Pada dasarnya Sili/Silimo merupakan kompleks tempat kediaman yang terdiri atas beberapa unit bangunan

(rumah/honai) beserta perangkat lainnya.

Suku Dani sering membangun rumah adat mereka sesuai dengan apa yang ada di daerahnya pada masa

lampau. Pada umumnya orang gunung di Provinsi Papua memiliki rumah adat yang sering disebut Honai.

Istilah honai sendiri berasal dari dua kata, yakni “Hun” yang berarti pria dewasa dan “Ai” yang berarti rumah.

Dari klasifikasinya, terdapat dua jenis honai, yakni honai bagi kaum laki-laki dan perempuan.

Bahan yang biasanya digunakan untuk membuat honai, yaitu kayu besi (oopir), kayu buah besar, kayu batu

yang paling besar, kayu buah sedang, jagat (mbore/pinde), tali (kedle), alang-alang (wakngger), papan yang

dikupas (oo nggege nggagalek), papan las, dan lain-lain.

Orang Dani mempunyai tiga honai, yakni honai bagi kaum laki-laki, honai perempuan, dan honai yang

dikhususkan untuk memberi makan atau memelihara ternak seperti babi (wam dabukla). Jadi tidak benar jika

sejauh ini ada anggapan miring bahwa masyarakat asli di Pegunungan Tengah Papua biasanya tidur bersama

ternak babi di dalam honai mereka, sebab ada honai yang dibangun khusus untuk memelihara babi.

2. Noken

Perempuan rata-rata senang sekali memakai tas. Hal tersebut, juga terjadi pada perempuan Papua, yang

memiliki tas tradisional bernama Noken. Tas tersebut memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan

kesuburan.

Noken tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan Papua. Kita bisa melihat orang memakai Noken di mana-mana,

mulai dari di kampung, di kota, di jalan raya, hingga di hutan. Ada 250 etnis dan bahasa di Papua, namun semua

suku memiliki tradisi kerajinan tangan Noken yang sama. Fungsi Noken sangat beragam dan serba guna. Para

Mama (wanita) biasa memakai Noken untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen,

sampai barang-barang belanjaan. Noken yang kecil biasa dipakai untuk membawa kebutuhan pribadi. Tidak

hanya itu, Noken dipakai dalam upacara dan sebagai kenang-kenangan untuk tamu.

Hal menarik dari Noken adalah hanya orang Papua yang boleh membuat Noken. Membuat Noken sendiri

dahulu bisa melambangkan kedewasaan seorang perempuan. Jika perempuan Papua belum bisa membuat

Noken, dia tidak bisa dianggap dewasa dan itu merupakan syarat untuk menikah. Dahulu Noken dibuat karena

suku Papua membutuhkan sesuatu yang dapat memindahkan barang ke tempat yang lain. Tetapi sekarang,

para wanita di Papua sudah jarang yang bisa membuat Noken, padahal itu adalah warisan budaya yang

menarik.

Meski bentuknya sederhana, pembuatan noken ternyata tidak mudah dan makan waktu. Ada proses

pengumpulan bahan, pengolahan, hingga merajut. Merajutnya juga tidak sembarang orang bisa. Kebanyakan

pengrajin adalah perempuan.

Berbagai suku di Papua menyebut Noken dengan berbagai nama. Kayu yang digunakan sebagai bahan baku

juga berbeda-beda. Ada kulit kayu pohon Manduam, pohon Nawa, bahkan anggrek hutan. Namun demikian,

bahan-bahan pembuatan Noken asli terdiri atas kayu pohon Hekel atau Yangkik.

Prosesnya; kulit dikupas, kemudian batangnya dijemur selama 3-4 hari. Setelah kering, batang dipilih lagi

menurut kualitasnya. Batang yang bagus itu nanti diambil seratnya untuk dijadikan benang rajutan. Setelah

bahan terkumpul, barulah pengrajin mulai merajut. Noken bisa dirajut dalam berbagai macam ukuran, mulai

dari sekecil tas pinggang hingga yang muat untuk angkut manusia—para wanita suka menggendong anak

pakai Noken. Mereka bahkan suka mengangkut babi di dalamnya. Butuh waktu dua bulan untuk membuat

Noken ukuran besar.

Bab 8 - Hal 6

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Seiring perkembangan zaman, pembuatan noken semakin kreatif. Pengrajin Noken zaman sekarang suka

memadukan dengan benang yang berwarna-warni, atau menambahkan hiasan dari buah Hilimpa. Ia jadi

terlihat lebih memikat. Tujuan pembuatan Noken juga menjadi lebih luas. Selain sebagai alat pengangkut atau

mas kawin, kini Noken diproduksi sebagai cinderamata bagi para turis. Noken dijual dengan harga bervariasi.

Noken berbahan benang nilon dan serat kulit kayu misalnya, dijual dengan harga rata-rata Rp 100 ribu-Rp 300

ribu, bergantung ukuran dan motif. Warna-warni nan ceria dari tas ini menjadi kekhasan tersendiri.

Di kota-kota besar sudah tidak ada yang menjual Noken tradisional. Hanya di Pasar Wamena yang masih

menjual Noken tradisional. Padahal Noken merupakan salah satu ikon budaya Papua.

Kendala lain adalah semakin sedikit orang yang bisa membuat Noken. Kalau pun ada, sebagian besar adalah

wanita berusia di atas 40 tahun. Selain itu, para perajin kesulitan mendapatkan bahan. "Banyak yang memakai

plastik karena susah mencari bahan kayu," kata Yonas Kogoya, seorang tenaga pendidik dari Karubaga,

Kabupaten Tolikara.

Yoko –demikian biasa Yonas Kogoya dipanggil--, bersyukur karena Noken telah diusulkan pemerintah

Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk masuk dalam nominasi warisan budaya tak

benda Unesco. Ia diusulkan dalam Daftar yang Membutuhkan Perlindungan Mendesak (Urgent Safeguarding of

Intangible Cultural Heritage).

Yoko menuturkan imbas dari pengusulan ini selain rasa bangga masyarakat Papua karena pengakuan, juga dari

aspek ekonomi dapat terbantu. Dengan pengusulan tersebut, ia berharap Noken semakin terkenal dan banyak

orang akan membeli Noken, karena Noken juga menjadi salah satu cenderamata untuk para wisatawan yang

berkunjung ke Papua.

3. Saly

Saly adalah pakaian bawahan perempuan suku Dani, di Pegunungan Tengah Papua, terbuat dari serat kayu

atau serat pelepah pisang. Batang serat (pelepah) pisang dihaluskan kemudian diiris dalam bentuk tali-tali

panjang, dikeringkan, kemudian dirajut menyerupai pakaian bawahan perempuan. Belakangan bahan dasar

saly dari benang dan kulit kayu berkualitas.

Seorang perempuan suku Dani mengenakan saly pada usia lima tahun. Bagian atas tidak ada pakaian khusus.

Bagi anak-anak gadis saly yang sama juga sering digunakan untuk menutup bagian dada. Tetapi, bagi

kebanyakan kaum ibu, bagian atas (dada) sengaja tidak tertutup dengan maksud supaya mudah menyusui

sang bayi.

Tetapi dalam perkembangan terakhir, seiring kemajuan pembangunan di daerah itu, sejumlah alat-alat

tradisional Papua tersebut mulai dipadukan dengan beberapa pakaian hasil produksi pabrik. Misalnya, saly

dipadukan dengan celana pendek, bra, dan pakaian perempuan jenis lainnya. Di kalangan perempuan

terpelajar di Pegunungan Tengah, pakaian perempuan tradisional ini tidak lagi digunakan. Bahkan, perempuan

suku Dani pun sudah sangat jarang terlihat mengenakan saly kecuali pada upacara adat tertentu.

Di beberapa pemerintah daerah setempat menganggap, noken, saly, koteka, busur panah, umbi-umbian, dan

sejumlah keunikan lain di Pegunungan Tengah adalah suatu simbol “keterbelakangan”. Karena itu, tidak ada

perhatian serius dari pemda setempat untuk melestarikan keunikan-keunikan tersebut. Bahkan, ada upaya

pemda menghapus keunikan itu karena dinilai sebagai bagian dari ketertinggalan pembangunan.

Belum ada satu konsep terpadu bagaimana mempertahankan sejumlah keunikan ini sambil terus

meningkatkan pembangunan, kemajuan dan kesejahteraan di kalangan masyarakat pedalaman. Seharusnya,

keunikan–keunikan Papua tidak harus dikorbankan demi pembangunan atau sebaliknya.

4. Ritual Bakar Batu

Lubang digali, batu dibakar, babi dipanah. Ratusan lelaki berlarian berkeliling memanggul babi, ratusan lelaki

dan perempuan lain berlarian membawa daun singkong, daun pakis, dan dedaunan lain. Para perempuan,

sanak saudara, yang lama tidak bersua melepas rindu dengan bersenda-gurau. Para gadis saling menggoda,

sementara ibu-ibu mengupas ubi atau menjaga bayi mereka. Persiapan pesta yang riuh. Itulah ritual bakar batu

yang secara turun-temurun dilakukan masyarakat Papua.

Bakar batu adalah cara khas masyarakat tradisional Papua memasak babi dengan batu yang dibakar dalam

tungku perapian besar, biasanya berukuran 2 x 8 meter. Proses ini awalnya dengan cara menumpuk batu

sedemikian rupa, lalu mulai dibakar sampai kayu habis terbakar dan batu menjadi panas. Setelah itu, babi yang

telah di persiapkan dipanah terlebih dahulu. Biasanya yang memanah adalah kepala suku dan dilakukan secara

bergantian.

Pada tradisi ini ada pemandangan yang cukup unik dalam ritual memanah babi. Ketika semua kepala suku

sudah memanah babi dan langsung mati, pertanda acara akan sukses dan bila babi yang dipanah tersebut

tidak langsung mati, diyakini acara tidak akan sukses.

Setelah mati, seluruh isi perut babi dikeluarkan, menyisakan daging dan lemak tebal yang menempel di kulit

babi. Beberapa anak segera berebut usus babi yang biasa mereka tiup layaknya balon.

Dari tungku pembakaran, batu dipindahkan ke dalam galian yang dialasi dedaunan itu, kemudian ditutup

dedaunan lagi. Daging dan lemak babi yang masih menempel di kulitnya dimasukkan ke dalam galian itu,

ditimbun dengan daun singkong, umbi-umbian, dan dedaunan. Batu panas kembali diletakkan di atas

”adonan” itu dan galian pun ditutup rapat.

Setelah makanan itu matang, semua suku yang hadir pada saat acara bakar batu ini, berkumpul dengan

kelompoknya masing-masing dan mulai makan bersama. Tradisi ini dipercaya bisa mengangkat solidaritas dan

kebersamaan rakyat Papua.

Bakar batu adalah salah satu acara adat terpenting di Papua, biasanya menyertai pesta kegembiraan

menyambut kelahiran, merayakan kematian, atau mengumpulkan prajurit untuk berperang. Bakar batu juga

jadi sarana memulihkan keharmonisan hidup manusia yang terganggu dendam peperangan atau kematian.

Prosesi bakar batu juga bisa untuk menghimpun dukungan politik atau sekadar mengumpulkan massa

menyambut pejabat dan petinggi negeri. Karena itu, tidak jarang politisi di Papua berkampanye dengan

menyelenggarakan bakar batu. Namun, keindahan sesungguhnya prosesi bakar batu adalah persaudaraan,

kebersamaan, dan berbagi kebahagiaan.

Pada perkembangannya, tradisi bakar batu ini mempunyai berbagai nama, misalnya ada yang menyebutnya

Gapiia, ada yang menyebutnya Kit Oba Isogoa.

Bab 8 - Hal 7

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Merunut pada asal-usul ritual bakar batu, pada zaman dahulu nenek moyang mereka berkebun. Saat mereka

panen dan hasil panennya hendak dimasak, tetapi tidak ada pancinya. Salah satu pasangan suami-istri berpikir

dan mengambil batu di kali, lalu batu itu dimasukkan dalam tungku api. Ia menunggu selama beberapa menit,

sampai batu itu menjadi panas/arang. Kemudian ia membuat kolam bundaran kecil di dalam rumah itu dan

mengambil dedaunan, lalu menyiapkan alas di kolam bundaran kecil itu. Selanjutnya menyusun batu di kolam

sesuai dengan ukuran kolam; sayuran dan umbian itu dituangkan ke dalam kolam bundaran itu, kemudian

menutupinya dengan daunan. Setelah beberapa jam, lalu di buka. Hasilnya ternyata baik untuk dimakan.

Dari situ mereka mulai berkembang untuk membuat bakar batu. Semakin lama semakin berkembang di

seluruh pelosok daerah Pegunungan Tengah sampai kini. Walaupun masakannya dengan dedaunan maupun

sayuran sembarangan, tetapi mereka tidak bisa meninggalkan, karena ini merupakan makanan khas mereka

dan makanan ini pun tidak mengandung zat kimia dan proteinnya lebih tinggi.

Pada setiap tahun, banyak pengunjung dari dalam negeri maupun luar negeri datang ke Papua untuk

merasakan masakan hasil bakar batu itu. Dengan demikian, ritual bakar batu telah menjadi aset wisata. Kini

tinggal pemerintah daerah mengemasnya, sehingga ritual ini lebih berdaya fungsi untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat setempat.

4.4.2.3. Budaya Bahasa

Bahasa merupakan modal dalam pembangunan di bidang pendidikan. Misalnya menjadikan bahasa lokal

sebagai muatan lokal bagi mata pelajaran bahasa dalam pendidikan, terutama pada pendidikan tingkat dasar.

Melalui cara seperti ini, bahasa lokal tetap dilestarikan sebagai suatu warisan budaya dan jati diri kesatuan

etnik yang tidak boleh dibiarkan punah. Selain itu, perlu dicatat bahwa di Tanah Papua terdapat lebih dari 250

bahasa lokal, sehingga menjadikan Tanah Papua sebagai laboratorium bahasa terbesar di Indonesia bagi para

ahli bahasa di negeri ini untuk mengembangkan teori‐teori baru dalam bidang bahasa yang kiranya menjadi

sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan di dunia.

Ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok etnik yang ada di Papua pun, telah menyebabkan

kesulitan dalam berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik lainnya. Oleh sebab itu,

Bahasa Indonesia digunakan secara rasmi oleh masyarakat-masyarakat di Papua bahkan hingga ke pedalaman.

Bahasa Dani sendiri terdiri atas 3 sub keluarga bahasa, yaitu Sub keluarga Wano di Bokondini, Sub keluarga

Dani Pusat yang terdiri atas logat Dani Barat dan logat lembah Besar Dugawa, dan Sub keluarga Nggalik dan

Ndash.

4.4.2.4. Budaya Kepemilikan Tanah

Norma‐norma adat yang menata pemanfaatan sumber daya alam, seperti misalnya sistem kepemilikan tanah

atau hak ulayat yang berlaku di masyarakat merupakan modal penting yang harus dipakai sebagai dasar

hukum dalam memperlancar sekaligus untuk menjamin kepastian proses penglepasan tanah bagi kepentingan

projek‐projek pembangunan.

Ihwal status kepemilikan tanah, bagi masyarakat Distrik Bokondini, Kabupaten Tolikara, khususnya, dan

umumnya rakyat Provinsi Papua, tidak mengenal jual-beli atau sewa-menyewa tanah. Dalam kepercayaan

mereka, tanah adalah “milik Tuhan”. Sebagaimana milik Tuhan –dan bukan milik manusia--, maka tanah tidak

selayaknya diperjualbelikan atau disewakan. Bila ada yang memperjual-belikan tanah milik Tuhan, maka dia

berdosa besar.

Berdasarkan hal itu, bila seseorang berminat hendak memanfaatkan tanah di Bokondini, baik untuk tempat

tinggal atau usaha, prosedurnya cukup menemui Ketua Adat atau Lembaga Masyarakat Adat (LMA). LMA

kemudian meminta pengelola tanah untuk menyediakan tanah sesuai kebutuhan. Prosesnya tidak berbelit-

belit, selama tujuan pemohon tanah adalah demi kemajuan/kebaikan masyarakat Bokondini sendiri.

Berdasarkan keterangan salah seorang “pengelola” tanah di Bokondini, bagi si pemohon penggunaan tanah

tidak dikenai biaya apa pun. Paling tidak, untuk ke depannya si pemohon tanah tersebut bisa terlibat dalam

kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat. Dalam kepedulian sosial, mereka diperkenankan memberikan

sumbangan bila ada warga masyarakat lainnya yang terkena musibah. Dalam pemikiran masyarakat Bokondini,

oleh siapa pun pemanfaatan tanah, lokasinya tidak akan berpindah, tetap berada di Bokondini. Bila suatu

ketika ada yang berniat pindah kembali ke tempat lain, tanahnya tidak berpindah. Malahan bangunannya

menjadi aset masyarakat.

Secara lebih jauh, bagi masyarakat adat Papua, tidak ada kehidupan diatas muka bumi ini jika tidak ada tanah.

Tanah menjadi segala sumber kehidupan di muka bumi ini. Itulah filosofi tanah bagi orang Papua, sehingga jika

masyarakat modern memandang tanah terpisah dari segala sesuatu yang ada di atas maupun di dalam tanah

sebagai bentuk-bentuk sumber daya alam, masyarakat adat Papua justru memandang tanah sebagai

keseluruhan dari sumber daya alam itu. Tanah menjadi satu kesatuan dengan apa yang ada di atas maupun di

dalamnya. Kepemilikan atas tanah pada masyarakat adat Papua adalah kepemilikan komunal berdasarkan klan,

marga, atau keret. Dijumpai pula kepemilikan komunal berdasarkan gabungan beberapa klan seperti di Sentani

dan Genyem.

Dalam kepemilikan komunal yang berdasarkan satu klan, berlaku hak kesulungan. Hak yang diberikan kepada

anak sulung laki-laki untuk mengatur pemanfaatan tanah dan kekuasaan tersebut dapat diwariskan kepada

keturunan berikutnya dalam sistem patrilinear. Meski dalam beberapa kelompok masyarakat hukum adat

(MHA) ditemui kepemilikan individu, namun secara mendasar kepemilikan individu tersebut merupakan akibat

dari bertambahnya keturunan sebuah klan. Pendistribusian tanah dari seorang orangtua kepada anak-anaknya

seringkali diartikan sebagai kepemilikan individu, namun sesungguhnya kepemilikan atas tanah-tanah yang

didistribusikan tersebut berada pada sebuah klan atau gabungan klan.

Secara turun-temurun tanah bagi orang Papua merupakan sumber kehidupan dan identitas orang Papua,

sehingga mereka tidak mengenal jual beli tanah. Namun perubahan dan perkembangan telah membuat

masyarakat adat harus rela melepaskan beribu hektar lahan kehidupan mereka sebagai tempat mata

pencaharian.

Seperti dikatakan Dosen Antropolog Universitas Cenderawasih (Uncen), Dr. J.R. Mansoben, MA., bagi orang

Papua, tanah itu sangat penting karena sama dengan kehidupan manusia dan juga sebagai identitas dari setiap

kelompok etnis yang memiliki wilayah tertentu. Kalau ada pemanfaatan terhadap tanah itu oleh pihak lain,

maka itu akan menjadi persoalan besar, karena setiap kelompok etnis mempunyai cara-cara tertentu untuk

memanfaatkan tanah. Ada bagian-bagian yang dipakai untuk berkebun, ada bagian lain yang dibiarkan tetap

hutan alami agar menjadi tempat tinggal hewan untuk berburu atau tempat mencari kayu untuk bahan-bahan

membangun rumah. Jadi ada bagian-bagian tanah tertentu yang harus mereka tebang atau dijaga

pelestariannya.

Sebenarnya orang Papua dari berbagai suku dan etnis memiliki persepsi tentang tanah yang berbeda-beda.

Antara lain ada yang menyebut tanah itu sama dengan mama. Tanah sama dengan manusia dan tanah itu

adalah kehidupan. Tanpa tanah orang Papua tidak akan hidup. Di tanah orang Papua menjadikannya sebagi

Bab 8 - Hal 8

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

tempat tinggal, tempat untuk mencari tumbuh-tumbuhan untuk makanan, tempat menyimpan jutaan tanaman

obat-obatan yang berguna bagi kesehatan dan menyembuhkan penyakit. Jadi lumrah kalau tanah itu sangat

penting.

Tanah menurut sebagian besar klen adalah milik hak bersama. Setiap klen mempunyai hak milik atas wilayah-

wilayah tertentu dan bukan milik pribadi. Oleh karena itu, pemakaian hak milik bersama jika dimanfaatkan oleh

mereka sendiri yang mempunyai hak atas tanah itu tidak jadi masalah. Namun yang jadi soal adalah kalau ada

pihak lain yang dengan sengaja mengklaim tanah tersebut menjadi hak milik. Sebenarnya harus ada

perundingan terlebih dahulu secara kekeluargaan.

Banyak terjadi pilihan dari norma-norma adat. Norma adat itu adalah hak milik bersama atau hak kegunaan. Itu

artinya bahwa warga yang berada dalam kelompok yang memiliki hak guna pakai. Biasanya kelompok klen saja

yang menempati bersama, tetapi hanya hak pakai.

Hak penglepasan tanah tidak bisa dilakukan secara perseorangan, harus dilakukan melalui perundingan secara

bersama karena pemilikannya secara kolektif atau bersama. Karena itu, semua harus duduk dan bicara

bersama mencari jalan keluar atau solusi yang terbaik agar di kemudian hari tidak ada permusuhan antara klen

pemakai dan klen pemilik.

Tetapi dalam hal budaya orang Papua, tidak mengenal apa yang namanya hak pemilikan dan penglepasan

tanah. Ini sebenarnya merupakan budaya baru karena ada mobilisasi karena kepentingan dari pemerintah atau

perusahaan dan pembangunan yang membutuhkan tanah.

Begitu tanah dilepas, sama saja dengan kita membunuh orang Papua sebab di atas tanah mereka hidup

terkecuali ada subsitusi atau penganti mata pencaharian. Kalau ada orang yang punya keahlian dan bekerja di

kantor atau mempunyai kemampuan berusaha mungkin tidak jadi masalah. Tetapi bagi orang Papua yang lahir

dan mempunyai kehidupan sangat tergantung pada tanahnya, maka mau tidak mau hak bersama harus diatur.

Ini artinya dalam melepaskan tanah tersebut harus diatur secara baik dan transparan secara nersama.

Sekarang ini banyak terjadi benturan-benturan atau konflik karena ada kepentingan pribadi. Sering kali ada

yang mengatakan mereka memiliki hak atas tanah tersebut, sehingga secara sewenang-wenang melepaskan

tanah demi kepentingan mereka.

Kebudayaan berkaitan erat sekali dengan nilia-nilai atau norma-norma yang mengatur nilai hak kepemilikan. Itu

yang menjadi kepentingan bersama dan kebudayaan juga merupakan jati diri orang Papua. Kalau sampai ada

yang merampas hak kepemilikan tanah, berarti mereka telah merampas kebudayaan asli orang Papua.

Mansoben menilai, saat ini banyak masyarakat Papua yang rela melepaskan tanah mereka begitu saja,

mungkin karena ada kepentingan-kepentingan pribadi atau tekanan ekonomi. Misalnya membangun rumah

yang bagus, ingin mendapat uang yang banyak dalam seketika. Mau mengubah taraf hidup, sehingga mereka

melepaskan tanah tersebut. Namun ada warga masyarakat yang sudah tidak mematuhi norma-norma atau

nilai-nilai tanah sebagai kebudayaan orang Papua, sehingga mau melepaskan begitu tanpa bicarakan secara

bersama.

Tetapi ada juga yang dilepaskan untuk kepentingan umum, seperti membangun kantor pemerintahan, bandar

udara, rumah sakit, dan sekolah. Semua itu harus melalui prosedur dan ganti rugi bagi si pemilik tanah secara

kolektif. Hasil ganti rugi tanah itu boleh dikatakan jumlahnya sangat besar bisa mencapai miliaran rupiah.

Tetapi jangan lupa kalau itu hanya bisa dinikmati sesaat saja. Sesudah uang itu habis, mereka akan kembali

kekehidupan semula, yaitu mengantungkan hidup pada tanah, mereka sudah tidak ada tempat tinggal di kota

dan kalah bersaing dengan orang non-Papua. Hal ini membuat mereka tersisih dan akhirnya hidup menjauh

dari keramain kota. Tetapi bagi mereka yang hidup di kampung, mereka tidak akan menjual tanah sebagai milik

pusaka, karena tanah memberi mereka tempat untuk hidup.

Masyarakat asli Papua sudah mengetahui bahwa tanah dan kebudayaan sangatlah penting bagi kelangsungan

hidup mereka. Tetapi kadang-kadang ada warga masyarakat tertentu yang dalam kelompok sendiri tidak

mengerti peraturan tentang aturan adat mereka, sehingga melepaskan tanah itu secara perseorangan.

Padahal tanah itu sebenarnya milik bersama atau kolektif, sehingga terjadi ketidakjelasan antar warga lain

dalam kelompok mereka sendiri.

Kalau memang ada kepentingan dari dunia usaha atau pemerintah, kata Mansoben, harus dicari solusi yang

terbaik agar tidak merugikan masyarakat. Mereka tidak mempunyai pilihan lain, sehingga melepaskan tanah

tersebut. Tetapi seharusnya tanah tidak perlu dilepaskan atau sebagai hak kepemilikan seseorang begitu saja.

Sebaiknya tanah itu diberikan masa kontrak dengan jangka waktu tertentu yang sudah disepakati, sehingga

kita bisa memiliki tanah itu sebagai hak paten bagi orang Papua.

4.4.2.5. Budaya Hubungan Antar Manusia

Demikian pula bentuk kearifan lokal yang terkait dengan nilai yang mengatur hubungan antarmanusia yang

terwujud dalam nilai budaya menghargai dan mengakui kemampuan dan kapasitas pribadi individu yang

dijadikan sebagai dasar untuk menentukan atau menetapkan status sosial tertentu bagi seseorang.

Selain itu, nilai kepedulian sosial atau berbagi kasih adalah suatu nilai yang sangat tinggi dijunjung oleh orang

Papua. Dalam budaya orang Papua, seseorang menduduki posisi penting tertentu di dalam masyarakat

hendaknya menggunakan kedudukan dan kewenangnanya untuk mengayomi, melindungi, dan

menyejahterakan seluruh masyarakatnya, dan bukan hanya melindungi dan menyejahterakan keluarga atau

kelompoknya sendiri.

Nilai‐nilai budaya seperti contoh‐contoh tersebut, hendaknya dijaga, dilestarikan, dan diaktualisasikan dalam

kehidupan sehari‐hari sebab sesuai dengan nilai‐nilai dan norma-norma yang dijadikan acuan bagi suatu

kehidupan bermasyarakat modern dewasa ini.

A. Sistem Kekerabatan

Masyarakat Dani tidak mengenal konsep keluarga batih, yaitu bapak, ibu, dan anak tinggal dalam satu rumah.

Mereka adalah masyarakat komunal. Jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung

aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah sili.

Sistem kekerabatan masyarakat Dani ada tiga, yaitu kelompok kekerabatan, paroh masyarakat, dan kelompok

teritorial.

1 Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat suku Dani adalah keluarga luas. Keluarga luas ini terdiri

atas tiga atau dua keluarga inti bersama-sama menghuni suatu kompleks perumahan yang ditutup pagar

(lima).

2 Paroh masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa ukul (klen kecil) yang disebut

ukul oak (klen besar)

Bab 8 - Hal 9

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3 Kelompok teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks

perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-

laki).

Masyarakat Dani senantiasa hidup berdampingan dan tolong-menolong. Kehidupan masyarakat Dani memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

1. Masyarakat Dani memiliki kerjasama yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong

2. Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah yang dipimpin oleh seorang penata adat

atau kepala suku

3. Organisasi kemasyarakat pada suku Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan keturunan dan

berdasarkan kesatuan teritorial.

B. Kepala Suku

Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar, yaitu disebut Ap Kain yang memimpin desa adat

watlangka. Selain itu, ada 3 kepala suku yang posisinya berada di bawah Ap Kain dan memegang bidang

sendiri-sendiri. Mereka adalah Ap. Menteg, Ap. Horeg, dan Ap Ubaik. Silimo biasa yang dihuni oleh masyatakat

biasa dikepalai oleh Ap. Waregma. Dalam masyarakat Dani tidak ada sistem pemimpin, kecuali istilah kain

untuk pria yang berarti kuat, pandai, dan terhormat.

Pada tingkat uma, pemimpinnya adalah laki-laki yang sudah tua, tetapi masih mampu mengatur urusannya

dalam satu halaman rumah tangga maupun kampungnya. Urusan tersebut antara lain pemeliharaan kebun dan

babi serta melerai pertengkaran.

Pemimpin federasi berwenang untuk memberi tanda dimulainya perang atau pesta lain. Pertempuran dipimpin

untuk para win metek. Pemimpin konfederasi biasanya pernah juga menjadi win metek, meski bukan syarat

mutlak, syarat menjadi pemimpin masyarakat Dani; pandai bercocok tanam, bersifat ramah dan murah hati,

pandai berburu, memiliki kekuatan fisik dan keberanian, pandai berdiplomasi, dan pandai berperang.

C. Peran Gender

Gender adalah ciri atau sifat yang melekat pada kaum lelaki maupun perempuan yang dikonstuksional secara

sosial dan kultural (Faqih Mensoer, 1996). Gender bukanlah perempuan. Gender berkaitan dengan peran apa

saja yang dianggap wajar bagi laki-laki dan peran apa yang dianggap wajar bagi perempuan. Karakteristik yang

dianggap khas perempuan dan laki-laki tersebut merupakan hal-hal yang telah ditanamkan melalui sosialisasi.

Dengan adanya konstruksi sosial dan budaya, maka mestinya gender dapat berubah, diubah, atau

dipertukarkan.

Berbeda dengan pengertian jenis kelamin (seks), yang adalah merupakan kategori perempuan atau laki-laki

yang dibawa sejak lahir, sering di sebut sebagai ketentuan ilahi atau kodrati, sehingga tidak dapat di

pertukarkan satu dengan yang lainnya.

Sejarah perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terbentuk melalui sosialisasi, diperkuat dan

dikembagakan baik secara sosial, kultural, maupun ajaran keagamaan, bahkan oleh negara sehingga sering

dianggap bahwa ketentuan gender tersebut tidak dapat diubah karena diannggap sebagai ketentuan

sewajarnya.

Masyarakat Papua umumnya telah menetapkan karakteristik laki-laki dan perempuan (gender) berdasarkan

nilai-nilai budaya yang dianut, termasuk di dalamnya adalah peran apa yang harus dilakukan oleh laki-laki dan

perempuan, serta sumber daya apa saja yang dapat dijangkau dan dikontrol oleh laki-laki dan perempuan.

Pada zaman dahulu, peran tradisional laki-laki dan perempuan dikatakan cukup seimbang. Laki-laki dan

perempuan memiliki tanggung jawab yang sama beratnya. Laki-laki bertanggung jawab terhadap urusan

politik (perang, membuat negosiasi dengan musuh, menggelar perdamaian), menjaga keamanan kampung,

mengawal/menjaga perempuan di kebun, mengurus upacara adat, menyiapkan ladang baru, dan mencari kayu

bakar, berburu, berdagang. Perempuan bertanggung jawab terhadap pencarian makan di kebun, menyiapkan

makanan bagi keluarga, mengurus ternak babi, mengurus anak-anak dan pekerjaan rumah tangga serta

membantu laki-laki dalam menyiapkan upacara adat.

Saat ini, setelah adanya akulturasi (kontak budaya) dengan dunia luar, peran-peran tersebut berubah.

Sebagian besar peran laki-laki berkurang atau hilang, seperti urusan perang, menjaga keamanan, dengan

adanya teknologi baru yang diperkenalkan. Dengan demikian, saat ini laki-laki memiliki banyak waktu luang.

Dengan demikian, di satu sisi laki-laki bertangan kosong karena perannya berkurang/hilang. Di sisi lain

perempuan memiliki beban kerja yang cukup berat. Laki-laki dikatakan pada kondisi yang sedang

“kebingungan” untuk mengisi kekosongan perannya. Bahkan bisa dikatakan laki-laki Papua dari daerah

pegunungan, saat ini sedang berada pada tahap kehilangan identitas (mempertanyakan keberadaan dirinya).

Dapat dibilang bahwa pada saat ini telah terjadi ketimpangan/ketidakadilan dalam pembagiaan peran antara

laki-laki dan perempuan yang berada pada posisi yang berbeban berat.

Pembedaan gender dalam masyarakat Papua sangat dipengaruhi oleh budaya patriarki. Patriarki merupakan

kekuasaan bapak (kaum lelaki) yang mendominasi, menyubordinasikan, dan mendiskriminasikan kaum

perempuan. Segala bidang terpusat pada laki-laki, perempuan memiliki peran untuk mengurus pangan, ternak,

anak, dan pekerjaan rumah tangga (urusan domestik). Sedangkan segala urusan publik berada di kaum lelaki.

Perempuaan kurang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, baik dalam keluarga maupun dalam

masyarakat.

Perempuan menghasilkan hampir 80% kegiatan produktif (pertanian dan peternakan), namun kontrol

terhadap hasil tersebut ada di tangan laki-laki. Kondisi ini sama, baik sebelum ada kontak dengan dunia luar

maupun saat ini. Bahkan dapat dikatakan bahwa kini dominasi/tekanan laki-laki terhadap perempuan lebih kuat

sebagai kompensasi dari keadaan lelaki yang sedang kehilangan identitas diri.

Ada dua faktor penyebab terjadinya ketimpangan gender, yakni pertama, budaya masyarakat sendiri, dan ke

dua, kontak dengan dunia luar. Penyebab pertama, antara lain: (a) budaya patriarki, yakni segala bidang

kehidupan terpusat pada kekuasaan laki-laki; (b) budaya denda, yakni segala persoalan dalam masyarakat

harus diselesaikan dengan pembayaran denda uang/babi. Kaum perempuan dituntut untuk dapat

menghasilkan banyak uang/babi untuk keluarga/kerabatnya; (c) sistem pembayaran mas kawin, yakni laki-laki

membayar mas kawin terhadap pihak perempuan yang disertai dengan sejumlah kewajiban yang harus

dipenuhi oleh perempuan tersebut; (c) sistem keluarga besar, yakni seorang perempuan tidak hanya milik

Bab 8 - Hal 10

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

suami atau anaknya tetapi juga kaum kerabatnya, sehingga kaum perempuan pun juga harus

memberikan/memperhatikan kaum kerabatnya; (d) keterpisahan hidup perempuaan dan laki-laki, yakni dalam

pemisahan tempat tidur dan kelakuan saling menghindar antara laki-laki dan perempuaan. Karena takut akan

bahaya yang disebabkan oleh kaum perempuaan, laki-laki harus melindungi dirinya dengan tabu-tabu; (e)

pandangan atau nilai bahwa perempuan adalah lambang kesuburan, yakni hal ini sering dimanfaatkan kaum

lelaki untuk memperoleh harta lebih banyak dan kebun yang luas dan melimpah; dan (f) tabu, yakni laki-laki

dianggap tidak pantas mengerjakan tugas yang selama ini dianggap sebagai tugas perempuan dan lainnya.

Penyebab ke dua adalah kontak dengan budaya luar, antara lain: (a) pendekatan, yakni pendekatan dalam

pengenalan religi baru yang cenderung mengganti/membuang unsur-unsur agama asli; (b) sistem politik, yakni

saat ini laki-laki tidak perlu setiap saat dengan tombak/anak panah untuk perang/menjaga keamanan kampung;

(c) perubahan sistem ekonomi dari tribal ke ekonomi pasar, yakni banyak produk yang ditawarkan, kebutuhan

menjadi meningkat, dan kaum perempuan harus bekerja lebih keras lagi untuk bersaing dalam sistem ekonomi

ini untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya; dan (d) teknologi baru, yakni adanya teknologi yang

diperkenalkan, yang cenderung menolak laki-laki.

D. Lembaga Upacara Perkawinan

Konstruksi upacara perkawinan dalam masyarakat Lani memiliki beberapa fungsi, yakni sebagai pendidikan,

spiritual, keteraturan sosial, ekonomi, dan reproduksi.

Pada masyarakat Lani, termasuk di Bokondini, terdapat beberapa lembaga penyelenggara upacara

perkawinan:

1. Perkawinan Adat

Perkawinan adat dimaksudkan sebagai sarana untuk memaknai dan mewarisi nilai identitas suku Lani.

Biasanya, mas kawin berupa 5 ekor babi yang diberikan mempelai pria sebagai tanda keseriusan dan

kesanggupan sekaligus menunjukkan kejantanannya. Artinya, berapa pun jumlah yang diminta pihak

perempuan sebagai harta mas kawin, dapat dibayar dengan tuntas. Mas kawin biasanya diterima oleh saudara

laki-laki dari mempelai perempuan sebagai pewaris harta mas kawin. Oleh saudara pria itulah mas kawin

kemudian dibagikan esok harinya.

2. Perkawinan Gereja

Biasanya yang melaksanakan pernikahan di gereja adalah kaum intelektual yang sudah mengenyam pendidikan

tinggi, dan para pekerja gereja. Kedua mempelai dengan mengenakan pakaian resmi dikawinkan oleh pastor.

Besarnya pembayaran harta mas kawin ditetapkan oleh gereja melalui Konferensi Gereja Sinode Gereja Injil di

Indonesia (GIDI), yakni 5 ekor babi. Jumlah babi ini, empat ekor untuk pihak perempuan dan satu ekor untuk

dibagikan ke gereja.

3. Pola Perkawinan Pemerintah

Perkawinan Pemerintah dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan hukum positif, mendapat akta nikah dan

akte anak dari Pencatatan Sipil.

Bentuk Bentuk Perkawinan Suku Lani:

1. Perkawinan monogami (akui ambir); Di zaman sekarang, terutama setelah ajaran Injil masuk ke Tolikara

dan Bokondini, perkawinan bentuk akui ambir merupakan suatu keharusan sebagai tanda kesetiaan

suami-istri.

2. Perkawinan poligami (akuwi abugwa); Poligami memiliki dua bentuk, yaitu poligini dan poliandri. Poligini

adalah seorang lelaki menikahi lebih dari satu perempuan. Upacara ini dilangsungkan hanya secara adat.

Poligini biasa dilakukan oleh mereka yang memiliki harta berlebih atau seorang kepala perang (wim anuak)

yang menang dalam sebuah peperangan.

3. Perkawinan eksogami (amiya ambi); Awuluk Oweluk, yakni perkawinan dengan saudara kandung sangat

ditentang oleh Suku Lani. Suku Lani pun melarang perkawinan dengan semua marga sejenis atau eksogami

marga.

4. Perkawinan endogami: Perkawinan antaretnis, klan suku, kekerabatan dalam lingkungan yang sama.

Masyarakat Lani menggolongkan dua kelompok marga besar, seperti Wenda dan Kogoya. Setiap klan dalam

satu marga satu sama lainnya tidak diperbolehkan melakukan ikatan perkawinan. Klan yang termasuk marga

Wenda antara lain Bogum, Liwiya, Yanengga, Enambe. Sedangkan klan yang tergolong marga Kogoya adalah

Tabuni, Wanimbo, Tabo, Wandik.

4.4.2.6. Budaya Agama

Dalam pemahaman disiplin‐disiplin antropologi dan sosiologi, agama adalah juga salah satu unsur budaya.

Unsur budaya agama ini amat penting dan terdapat dalam setiap kebudayaan. Oleh karena unsur ini amat

penting, maka dapat dijadikan pula modal dalam pembangunan, terutama pembangunan mental spiritual

penduduk. Berkaitan dengan itu, agama‐agama besar yang telah diakui oleh negara dan dipeluk, seperti agama

Kristen (Kristen Protestan dan Katolik), agama Islam, yang telah diterima dan diyakini oleh penduduk di Tanah

Papua sudah berabad‐abad lamanya, perlu dijadikan aset dalam pembangunan mental spiritual penduduknya.

Agar kualitas kehidupan beragama benar‐benar terwujud dalam kehidupan keseharian penduduk, maka

diperlukan upaya‐upaya tertentu untuk meningkatkan dan melindungi penduduk dalam melaksanakan

keyakinannya. Upaya‐upaya termaksud, antara lain dapat berupa penggunaan metoda-metoda pelayanan yang

bersifat kontekstual menurut ajaran masing‐masing agama, pembinaan kerukunan antaragama, menjamin

kebebasan masing‐masing penganut agama untuk menjalankan ajaran agamanya sesuai dengan amanat UU

No.21 Tahun 2001 pasal 54 sebagai jaminan hukumnya. Secara lengkap Pasal 54 dari UU No. 21 Tahun 2001

memuat ketentuan‐ketentuan itu sebagai berikut.

Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban untuk:

1. menjamin kebebasan, membina kerukunan, dan melindungi semua umat beragama untuk menjalankan ibadah

sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;

2. menghormati nilai‐nilai agama yang dianut oleh umat beragama;

3. mengakui otonomi lembaga keagamaan;

Bab 8 - Hal 11

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

4. memberikan dukungan kepada setiap lembaga keagamaan secara proporsional berdasarkan jumlah umat dan

tidak bersifat mengikat.

Semua modal sosial dari komponen kebudayaan seperti itu secara hukum dijamin perlindungan dan

pemanfaatnya oleh UU Otsus (seperti tertera dalam pasal 57 ayat 1: Pemerintah Provinsi wajib melindungi,

membina, dan mengembangkan kebudayaan asli Papua; dan Pasal 58 ayat 1: Pemerintah Provinsi Papua

berkewajiban membina, mengembangkan, dan melestarikan keragaman bahasa dan sastra daerah guna

mempertahankan jati diri orang Papua).

Dasar religi masyarakat Dani adalah menghormati roh nenek moyang dan juga diselenggarakannya upacara

yang dipusatkan pada pesta babi. Konsep kepercayaan/keagamaan yang terpenting adalah Atou, yaitu

kekuatan sakti para nenek moyang yang diturunkan secara patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).

Kekuasaan sakti ini antara lain kekuatan menjaga kebun, kekuatan menyembuhkan penyakit dan menolak bala,

kekuatan menyuburkan tanah.

Untuk menghormati nenek moyangnya, suku Dani membuat lambang nenek moyang yang disebut Kaneka.

Selain itu, adanya Kaneka Hagasir yaitu upacara keagamaan untuk menyejahterakan keluarga masyarakat serta

untuk mengawali dan mengakhiri perang

4.4.2.7. Trilogi : Manusia, Ubi , Babi

A. Manusia

Sejak awal tahun ’70-an, ketika rezim Orde Baru berjaya, makanan pokok orang Papua bergeser ke beras. Ubi

pun perlahan-lahan ditinggalkan. Pergeseran pola makanan pokok itu semakin kentara memasuki akhir tahun

1990-an hingga saat ini. Beras yang mulanya hanya dikonsumsi masyarakat di perkotaan, kini juga dikonsumsi

oleh warga yang tinggal di pedalaman Papua.

Sebenarnya tidak ada yang salah dari fenomena pergeseran pola makan pokok ini. Terlebih, selain karena

kebijakan rezim sejak Orde Baru, pergeseran pola makan ini didorong semakin banyaknya kaum pendatang

dari luar Papua. Namun jika “invasi” beras ini mematikan perkembangan pangan lokal, maka ketahanan

pangan masyarakat Papua sebenarnya terancam.

Berdasarkan keterangan Oxfam Papua Programme (Gatra, No. 35 Tahun XVIII, 2012), angka kebergantungan

kalori terhadap beras secara umum di Papua sudah sangat tinggi, yaitu mencapai 80-90%. Ini sangat

mengkhawatirkan di masa mendatang, karena konsumsi beras di tingkat rumah tangga bertambah besar,

sedangkan konsumsi pangan lokal cenderung menurun. Kaitan antara semakin hilangnya pangan lokal dan

kerawanan pangan, memang sangat erat.

Terlebih, ketersediaaan pangan lokal ini terkait erat dengan kebudayaan masyarakat Papua. Kebudayaan

masyarakat Papua sudah lama mengenal trilogi antara manusia-ubi-babi. Kebudayaan ini berkembang,

sehingga ubi dan babi menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan 13 suku Melanesia yang hidup di Papua

yang terpola dalam 13 daerah budaya atau teritori pemerintahan adat.

B. Ubi

Sejak ratusan tahun silam, ubi telah menempati posisi yang sangat unik dalam peri kehidupan dan peri

kebudayaan masyarakat Papua. Terutama ubi jalar atau petatas, berkembang menjadi makanan pokok

masyarakat yang tinggal di pegunungan, pesisir pantai, dan kepulauan. Sedangkan sagu menjadi makanan

sekunder. Misalnya di wilayah pegunungan tengah Papua, ubi jalar diusahakan sejak dahulu dengan

pengetahuan lokal yang tidak kalah oleh teknologi pertanian modern.

Masyarakat di pegunungan tengah Papua sejak lama sudah mengenal teknik bertani ubi jalar yang maju,

seperti proses pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, pemupukan, dan pengolahan hasil panen. Bagi

masyarakat di dataran rendah dan pinggiran sungai, sagu menjadi makanan pokok, sebaliknya ubi jalar menjadi

makanan sekunder.

Seperti umumnya masyarakat di pegunungan tengah, kontribusi utama perekonomian daerah di Kabupaten

Tolikara datang dari pertanian. Di daerah pedalaman yang merupakan ulayat mereka secara turun temurun,

kegiatan pertanian dilakukan secara tradisional. Lahan tanaman bahan pangan sebagian besar ditanami ubi

jalar. Tanaman rambat ini memang merupakan makanan pokok penduduk kabupaten ini. Sentra penghasil ubi

jalar berada di Distrik Karubaga.

Ubi jalar merupakan makanan pokok masyarakat di pedalaman pegunungan tengah. Di samping itu, petani

menggunakan ubi jalar dan daunnya sebagai pakan ternak babi. Untuk menghindari persaingan dalam hal

pakan babi dengan pangan manusia, maka pakan yang diberikan pada ternak babi adalah ubi jalar dan daunnya

yang telah dimasak maupun masih mentah. Model ini di samping dapat meningkatkan produktivitas ternak --

karena pakan tersedia dari kebun ubi jalar--, demikian juga kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk

ubi jalar setelah areal tersebut diolah kembali.

Namun, menghilangnya ubi jalar telah mengikis kekayaan hayati yang terdapat di tanah Papua. Dari sekitar

300-an jenis umbi-umbian yang pernah tumbuh, kini sebagian besar sudah punah. Bukan tidak mungkin suatu

saat ubi akan punah sama sekali bila didiamkan. Oleh karena itu, saat beberapa waktu lalu Pemerintah

Kabupaten Tolikara berencana akan mengangkat “kejayaan” ubi jalar Papua.

Sejak ada beras, ubi dianggap makanan tidak bergizi dan hanya dimakan orang miskin. Padahal, di Papua dulu

ukuran kekayaan adalah berapa babi yang dia punya dan berapa luas lahan ubi yang dia punya.

Petatas memang tidak hanya menjadi makanan khas orang Papua yang mempunyai nilai gizi, protein, dan

mineral yang tinggi, namun melengkapi referensi makanan khas Indonesia. Untuk itu, Usman merencanakan

untuk mengupayakan industri pengolahan ubi jalar. Nantinya, industri ubi jalar dapat membantu

pembangunan dalam sektor perekonomian khususnya di Tolikara dan dapat memberikan harapan untuk

membantu pembangunan di Papua.

Apabila sektor pertanian ini dibuka –industri pengolahan ubi jalar--, maka akan menyerap banyak tenaga kerja,

sehingga dapat mengurangi angka pengangguran. Selain itu, sektor ekonomi masyarakat akan berubah

menjadi lebih baik.

Dengan dilakukannya pemberdayaan kepada para petani, diyakini dapat mengangkat sektor ekonomi secara

kuat bila produk pertanian yang dihasilkan banyak dan berkesinambungan. Contohnya, dengan adanya hasil

produksi tepung ubi jalar dan produksi lainnya yang diambil dari ubi jalar, bisa membantu membangun sektor

ekonomi yang dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Papua.

Bab 8 - Hal 12

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

C. Babi

Di beberapa daerah di Indonesia, ternak babi memberikan manfaat yang besar bagi peternak, misalnya daerah

Toraja, Bali, Ambon, Nusa Tengara Barat, Nusa Tengara Timur, dan Papua. Masyarakat di Kabupaten Tolikara

memelihara ternak babi merupakan kegiatan turun-temurun, yang mana dikaitkan dengan adat-istiadat di

daerah ini. Selain itu, ternak babi berperan penting dalam upacara adat dan ritual keagamaan. Umumnya

mereka menganggap ternak babi sebagai hewan yang mempunyai nilai sosial tinggi. Nilai sosial ternak babi

sangat tinggi, karena budaya masyarakat memelihara hewan ini erat kaitannya dengan praktek adat istiadat

dan upacara ritual budaya setempat. Hewan yang dianggap sakral ini, sering digunakan dalam berbagai

kegiatan ritual budaya, termasuk untuk mas kawin dan sebagai alat tukar. Selain itu, jumlah babi yang dimiliki

biasanya dijadikan sebagai ukuran kekayaan seseorang (status sosial). Semakin banyak babi yang dimiliki,

berarti semakin tinggi pula status sosial orang yang bersangkutan.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua melaporkan, pada 2010 kebutuhan protein hewani asal daging di

Papua adalah 28.617.148,10 kg atau 28.617,15 ton/tahun. Kondisi ini menjadi peluang bagi pengusaha di bidang

peternakan untuk menyediakan produk-produk asal ternak, salah satunya adalah ternak babi yang merupakan

salah satu jenis ternak potong yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi gizi masyarakat.

Ternak babi di Papua umumnya dipelihara oleh masyarakat, baik yang berdomisili di daerah pesisir pantai dan

pegununungan atau pun masyarakat di perdesaan maupun perkotaan. Hal ini dilakukan, karena ternak babi

dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan meningkatkan pendapatan keluarga. Ternak babi juga mempunyai

beberapa keuntungan, antara lain dapat mengonsumsi semua bahan makanan dan bisa diubah menjadi

daging, lemak, secara sangat efisien. Ternak babi sangat peridi (prolific), yaitu satu kali beranak bisa mencapai

6-12 ekor dan setiap induk bisa beranak dua kali dalam satu tahun.

Peternakan di Papua yang masih bersifat tradisional dan turun-temurun, dalam ketersediaan pakannya masih

apa adanya dari limbah pertanian, sedangkan pengolahan dan pencegahan penyakit masih belum

diperhatikan. Pemberian vaksin dan obat-obatan kurang dikenal oleh masyarakat peternak, sehingga angka

kematian tinggi dan pertumbuhan yang kurang optimal. Ternak babi yang dominan adalah jenis babi lokal (Sus

papuaensis), babi ras Vereedelde Deutse Landvanken (VDL).

Untuk kandang ternak babi di pegunungan tenggah Papua sampai saat masih menggunakan honai. Hal ini

masih tradisional turun-temurun dari orangtua mereka, sedangkan masyarakat yang sudah beradaptasi

dengan lingkungan kota, mereka tidak lagi menggunakan kandang honai, namun membangun kandang

sebagaimana selayaknya, tetapi belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan atau syarat kandang lazimnya.

Sama seperti daerah lain di Papua, peternakan di Tolikara didominasi oleh peternakan babi . Karubaga dan

Kanggime merupakan distrik yang terbanyak memelihara ternak ini. Babi tersebut kebanyakan dipelihara oleh

keluarga sebagai hewan peliharaan. Menurut data Dinas Peternakan Kabupaten Tolikara, jumlah populasi

ternak babi di Tolikara pada 2010 berjumlah 52.782 ekor.

Memang diketahui bahwa dalam upaya budidaya ternak atau hewan, diperlukan kearifan pengetahuan

kehewanan secara komprehensif. Namun, seperti masyarakat petani di Tolikara tentunya memiliki local

knowledge yang patut diaplikasikan dan dikembangkan menjadi locally scienctific knowledge, sehingga dengan

demikian upaya-upaya adaptasi dan behaviour dalam penangkaran atau ranch tentunya dapat membantu

masyarakat petani untuk budidaya ternak babi.

Di beberapa daerah di Indonesia, ternak babi memberikan manfaat yang besar bagi peternak, termasuk di

Papua. Seperti masyarakat di Kabupaten Tolikara memelihara ternak babi merupakan kegiatan turun-temurun,

yang mana dikaitkan dengan adat-istiadat di daerah ini. Selain itu, ternak babi berperan penting dalam

upacara adat dan ritual keagamaan. Umumnya mereka menganggap ternak babi sebagai hewan yang

mempunyai nilai sosial tinggi, seperti untuk mas kawin, alat tukar, alat denda, dan penentu status sosial.

1. Mas Kawin (In Nin)

Salah satu syarat dalam upacara perkawinan adalah pembayaran mas kawin dengan ternak babi, karena ternak

babi mempunyai fungsi sebagai alat bayar mas kawin untuk melepaskan seorang gadis dari tangung jawab

orangtuanya kepada keluarga suami. Untuk masyarakat pedalaman pegunungan tengah, ternak babi

merupakan salah satu bentuk mas kawin. Selain ternak babi, berbagai macam peralatan lain yang

dipergunakan sebagai mas kawin, antara lain kulit biah, kampak, parang, dan garam.

2. Alat Tukar

Sebagai alat tukar, ternak babi digunakan untuk mengembalikan apa yang pernah diberikan oleh sanak

saudara kepada keluarga saat mengadakan upacara adat, saat kesulitan, atau pada saat pesta. Saat sanak

saudara famili, ipar keluarga terdekat datang dari jauh, maka harus melakukan makan bersama dengan

menggunakan ternak babi. Jika tidak ada ternak babi, maka ternak ayam. Bila kedua belah pihak sudah

mencapai kata sepakat, barulah mereka mengadakan hubungan tukar menukar itu bisa terjadi. Dalam pesta

perdamaian konflik atau pertikaian antarkelompok, ternak babi dipandang sebagai lambang perdamaian.

Biasanya orang yang mengalami permusuhan, peperangan, dan perselisihan akan berupaya mengatasi

persoalan tersebut dengan mengorbankan ternak babi sebagai simbol perdamaian.

3. Alat Denda

Budaya di masyarakat pedalaman pegunungan tengah, apabila terjadi pelanggaran terhadap tata pergaulan

atau norma-norma adat yang berlaku pada masyarakat, maka tindakan tersebut dianggap sebagai menyalai

aturan adat. Pelanggaran aturan adat harus diproses lewat jalur hukum adat. Selain itu, perjinahan dengan

isteri orang lain juga harus didenda dengan sejumlah ekor ternak babi. Dampak konflik sosial pertikaian antar-

kelompok atau suku biasanya diselesaikan dengan pengunaan ternak babi.

4. Penentu Status Sosial

Ternak babi sebagai penentu status sosial. Sebagai orang ternama di kalangan masyarakat --seperti kepala

suku--, harus memiliki ternak babi, sehingga dianggap mempunyai kedudukan lebih tinggi, mempunyai istri

lebih dari satu, mempunyai kemampuan dan naluri perang yang baik secara fisik maupun secara ekonomis

yang biasa sebut Nagawan.

Jika ubi berkembang menjadi makanan pokok, dalam perkembangannya babi menjadi makanan untuk

memenuhi kebutuhan protein, khususnya protein hewani. Sejak itu, ubi dan babi menjadi tulang punggung

penghidupan secara turun-temurun bagi masyarakat Papua. Trilogi manusia-ubi-babi telah menciptakan

sebuah keseimbangan dalam sistem kehidupan masyarakat Papua.

Trilogi manusia-ubi-babi secara turun-temurun berkembang menjadi unsur yang saling berkait dan saling

membutuhkan satu sama lain, membentuk satu kesatuan ekologis. Ubi berperan sentral bagi kehidupan orang

Bab 8 - Hal 13

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Papua dan juga menjadi sumber pakan bagi ternak babi. Selanjutnya, babi menjadi sumber protein bagi

manusia.

Di sisi lain, ubi dan babi membutuhkan manusia untuk merawat dan membudidayakannya demi

keberlangsungan hidupnya. Begitulah seterusnya siklus itu tercipta. Orang Papua, terutama di wilayah

pegunungan, pesisir pantai, dan kepulauan mengenal istilah: Mbingga inikime time wam wonage, wuu wonage

niniebe op wonoge, kwe wonoge, ninamindik-ninamendek abok aret wonage menggerak!” Artinya, kira-kira:

Tanaman ubi memberikan harapan hidup dan berkembang biak bagi babi dan manusia, tanaman ubi dari sisi

ekonomi adalah penghasil uang, sehingga memungkinkan orang memiliki apa saja yang dibutuhkan. Karena

rantai yang saling mengait inilah, jika salah satu unsur hilang, maka keseimbangan akan terganggu. Hilangnya

keseimbangan, tentu akan memunculkan berbagai masalah sosial.

Sejak beras perlahan-lahan menggantikan ubi jalar sebagai makanan pokok masyarakat Papua, ubi jalar pelan-

pelan semakin ditinggalkan dan terabaikan. Hal ini ternyata tidak saja membawa dampak pada masalah

kerawanan pangan, secara keseluruhan keseimbangan ekologis juga menjadi terganggu.

Hilangnya ubi secara langsung ternyata membawa dampak menurunnya produktivitas ternak babi. Pakannya

jadi tidak memadai bagi babi, sehingga pada 2003 ribuan ternak babi mati akibat kolera.

Hilangnya babi dalam rantai kehidupan masyarakat Papua, bukan hanya berarti kehilangan sumber protein,

melainkan juga identitas budaya. Babi memiliki posisi yang tidak kalah unik daripada ubi jalar dalam

kebudayaan masyarakat Papua. Selain sebagai sumber pangan, babi menjadi bagian penting dalam semua

peristiwa kehidupan orang Papua, dari kelahiran, perkawinan, hingga kematian. Semua peristiwa itu ditandai

dengan penyembelihan babi.

Hilangnya dua sumber makanan masyarakat Papua ini, juga sangat berpengaruh pada munculnya berbagai

masalah, seperti kelaparan, kurang gizi, bahkan penyakit. Sejak beras menggantikan ubi, secara tidak sadar

masyarakat Papua menggantungkan pakannya pada makanan pokok yang tidak ditanamnya sendiri.

Masyarakat kemudian bergantung pada makanan yang harus didatangkan dari luar.

Infrastruktur alam Papua yang tidak mungkin dilakukannya budi daya padi secara luas, membuat kebutuhan

konsumsi beras pertahun yang mencapai 132.000 ton, sebagian besar (74%) harus dipenuhi dari luar Papua.

Pasokan lokal hanya bisa memenuhi 25% kebutuhan. Akibatnya, beras menjadi komoditas yang sangat mahal.

Harga sekilo beras di Papua bisa mencapai Rp 25.000, bahkan di pedalaman mencapai Rp 50.000. Karena pola

makan yang sudah bergeser ke beras, sementara masyarakat asli –terutama kaum petani, peternak, dan

pemburu yang ada di pedalaman—tidak memiliki cukup uang, maka masalah kekurangan gizi, kelaparan, dan

busung lapar pun terjadi.

Keseimbangan alam juga terganggu, karena sistem pertanian ubi yang berdasarkan pengetahuan lokal yang

memanfaatkan pupuk organik dan menabukan pestisida, juga ikut menghilang. Sebagai gantinya adalah sistem

pertanian modern yang banyak menggunakan pupuk kimia dan juga pestisida. Selain itu, kebutuhan air yang

besar dari sistem ini mengganggu keamanan air.

“Invasi” beras di Tanah Papua nyatanya telah mengancam perkembangan pangan lokal. Telah dan nyaris

merusak keseimbangan sistem kehidupan masyarakat Papua, dalam trilogi manusia-ubi-babi. Beruntung –

sebelum semuanya terlambat--, kesadaran untuk mengangkat harkat masyarakat Papua itu, telah muncul dari

para pemimpin baru di Papua, terutama di Kabupaten Tolikara. Untuk hal ini, kita boleh turut bangga.

4.5. Analisis Kependudukan

4.5.1. Analisis Proyeksi Pertumbuhan dan Perkembangan Penduduk

Proyeksi penduduk kawasan Perkotaan Bokondini hingga 20 tahun mendatang, yaitu hingga tahun 2033

menggunakan beberapa asumsi, antara lain:

1. Pertumbuhan alami, dengan asumsi masih dalam tahap persiapan pembangunan, yaitu sekitar 4,28%.

Asumsi ini digunakan untuk proyeksi tahun 2013-2023.

2. Pertumbuhan meningkat pesat, dengan asumsi telah terjadi pembangunan yang meningkat pesat,

menggunakan pertumbuhan penduduk Provinsi Papua yaitu 5,5%. Asumsi ini duginakan untuk proyeksi

tahun 2024 – 2033.

3. Hingga Tahun 2033 jumlah penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini diproyeksikan akan berjumlah 35.854

jiwa. Tingkat kepadatan penduduk diproyeksikan akan mencapai 356 jiwa/ Km2. Distrik dengan jumlah

penduduk tertinggi adalah Distrik Bewani dengan jumlah penduduk diproyeksi akan mencapai 10.914,

sedangkan Distrik terpadat adalah Distrik Bokondini dengan tingkat kepadatan 501 jiwa/ Km2.

4.5.2. Analisis Proyeksi dan Distribusi Penduduk

Dengan menggunakan metoda regresi linier dan pertumbuhan sebesar (r) 4.28% maka proyeksi jumlah

penduduk kawasan Perkotaan Bokondini pada tahun 2033 mencapai 35,854 jiwa. Dimana jumlah penduduk

terkecil mencapai 3,615 jiwa di BWP IV distrik Kaboneri. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan

metoda tersebut, didapatkan bahwa persentase penduduk flat mendatar sebesar 29,30% untuk BWP 1 distrik

Bokondini, untuk BWP II Distrik Bewani sebesar 30,44%, untuk BWP III Distrik Bokoneri sebesar 30,18% dan

terakhir BWP IV Kamboneri sebesar 0,1%.

Tabel 4. 20 Proyeksi dan Distribusi Penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini Hingga 2033

No Distrik Proyeksi Jumlah Penduduk Kepadatan

Pddk/Km2 2013 2018 2023 2028 2033

1 Bokondini 4,044 4,987 6,149 8,037 10,504 501

2 Bokoneri 4,166 5,137 6,335 8,279 10,821 257

3 Bewani 4,202 5,181 6,389 8,350 10,914 498

4 Kamboneri 1,392 1,716 2,117 2,766 3,615 232

Jumlah 13,804 17,022 20,990 27,433 35,854 356 Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

Bab 8 - Hal 14

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 4. 9 Kepadatan Penduduk Pada Tahun 2033 Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013

4.5.3. Analisis Kebutuhan Fasilitas Umum Kawasan Perkotaan Bokondini

Analisis kebutuhan fasilitas umum kawasan perkotaan bokondini terdiri atas analisis kebutuhan besaran

jumlah fasilitas yang terdiri atas fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas

perdagangan jasa, fasilitas pemerintahan, fasilitas rekreasi olah raga, fasilitas ruang terbuka hijau, dan utilitas

lainnya seperti drainase.

4.5.5.1. Fasilitas Pendidikan

A. Taman Kanank-Kanak

Berdasarkan hasil survey dan data dari badan pusat statistik baik itu Tolikara dan BPS Pusat Jakarta, kawasan

perkotaan Bokondini belum memiliki fasilitas pendidikan taman kanak-kanak. Dengan menggunakan standar

pelayanan kota KepMen PU No 534/kpts/M/2001 tentang pedoman penentuan standar pelayanan minimal

bidang penataan ruang perumahan permukiman dan pekerjaan umum diharapkan semua kota-kota di

Indonesia memiliki fasilitas pendidikan ini. Dengan menggunakan pedoman tersebut didapat bahwa pada

tahun 2018 ada 4 unit Taman Kanak-Kanak di masing-masing distrik/BWP. Dan fasilitas ini akan terus

berkembang dan bertumbuh sejalan dengan pertambahan penduduk di dalam kawasan perkotaan.

Tabel 4. 21 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Taman Kanak-Kanak

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini - - 4 0.20 5 0.25 7 0.35 9 0.45

2 Bokoneri - - 4 0.20 5 0.25 7 0.35 9 0.45

3 Bewani - - 4 0.20 5 0.25 7 0.35 9 0.45

4 Kamboneri - - 4 0.20 5 0.25 7 0.35 9 0.45

0.80 1.00 1.40 1.80

1,250 0.05

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Taman Kanak-kanak (TK)

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

B. Sekolah Dasar

Untuk sekolah dasar, berdasarkan data BPS Tolikara pada tahun 2010, terdapat 2 unit di distrik Bokondini, 3

unit di distrik Bokoneri, 3 unit di distrik Bewani dan 3 unit di distrik Kamboneri. Dengan menggunakan

pedoman yang sama, maka pada tahun 2023 akan ada pertumbuhan jumlah siswa sekolah dasar. Untuk itu jika

lahan di kawasan masing-masing distrik ada dan tersedia, maka dapat dicarikan lokasi yang baru. Dan jika tidak

tersedia lahan yang cukup, dapat ditingkatkan sekolah dasar yang ada melalui pertambahan kelas maupun

peningkatan bangunan yang ada menjadi 2 lantai atau lebih dengan konstruksi yang aman.s

Tabel 4. 22 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Sekolah Dasar hingga tahun 2033

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 2 - 3 0.60 4 0.80 5 1.00 7 1.40

2 Bokoneri 3 - 3 0.60 4 0.80 6 1.20 7 1.40

3 Bewani 3 - 3 0.60 4 0.80 6 1.20 7 1.40

4 Kamboneri 3 - 3 0.60 4 0.80 6 1.20 7 1.40

2.40 3.20 4.60 5.60

Proyeksi Kebutuhan

Sekolah Dasar (SD)

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

1,500 0.20

No Distrik / BWP

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

C. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan pada fasilitas sekolah lanjutan tingkat pertama, pada tahun 2033

diproyeksikan pada masing-masing BWP dan atau distrik akam mengalami pertumbuhan kebutuhan fasilitas

bangunan sekolah yakni 1 unit pada masing-masing distrik/BWP. Peningkatan ini akan terjadi pada tahun 2028.

Kebutuhan lahannya masing-masing adalah 1,80 hektar. Pengembangan lahan sekolah lanjutan tingkat

pertama dapat dilakukan dengan lokasi eksisting yang ada atau juga mencari lokasi yang baru. Peningkatan

kebutuhan diharapkan juga dipersiapa prasarana lainnnya seperti guru dan perangkat pengajaran lainnya.

Tabel 4. 23 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)

Bab 8 - Hal 15

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 1 - 1 0.90 1 0.90 2 1.80 2 1.80

2 Bokoneri 1 - 1 0.90 1 0.90 2 1.80 2 1.80

3 Bewani 1 - 1 0.90 1 0.90 2 1.80 2 1.80

4 Kamboneri 1 - 1 0.90 1 0.90 2 1.80 2 1.80

3.60 3.60 7.20 7.20

Proyeksi Kebutuhan

No Distrik / BWP

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

4,800 0.90

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

D. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

Sekolah lanjutan tingkat atas merupakan tahapan bagi para siswa di Kawasan Perkotaan Bokondini untuk

mendapatkan pengetahuan dan kemampuan yang lebih spesifik. Saat ini, di dalam kawasan perkotaan

bokondini, fasilitas 1 unit SLTA hanya berada di Pusat Kawasan Perkotaan yakni Bokondini. Walaupun telah ada

fasilitas swasta SLTA, fasilitas yang dimiliki yayasan gereja ini telah lama tidak aktif. Untuk itu fasilitas SLTA

yang ada agar dimaksimalkan dan disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan dalam skala kawasan perkotaan.

Dan pada tahun 2028 akan membutuhkan peningkata jumlah fasilitas sebesar 1 unit. Asumsikan jika tingkat

pencapaian terhadap pendidikan dan kemampuan ekonomi masyarakat serta keinginan yang kuat dari siswa-

siswa yang ada di deistrik lainnya untuk mau mendapatkan pengajaran di tingkat SLTA.

Tabel 4. 24 Proyeksi Kebutuhan Sekolah Menengah Umum

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 1 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50

2 Bokoneri 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50

3 Bewani 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50

4 Kamboneri 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50

5.00 5.00 10.00 10.00

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Sekolah Menengah Umum (SMU)

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

4,800 1.25

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

E. Sekolah Menengah Kejuruan

Walaupun di dalam kawasan perkotaan bokondini belum memiliki fasilitas sekolah menengah kejuruan,

diharapkan pada tahun 2018 pemerintah dapat mewujudkan sekolah kejuruan ini dengan berbasis kepada

potensi pengembangan ekonomi local. Yaitu agroforestry. Pemerintah dapat bekerja dengan Kementerian

Kehutanan dan Pertanian serta Universitas dan Perguruan Tinggi yang ada di Provinsi Papua untuk

membangun Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Potensi Ekonomi Lokal. Yakni Sekolah Menengah Kejuruan

Pertanian/Perkebunan.

Tabel 4. 25 Proyeksi Kebutuhan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50

2 Bokoneri 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50

3 Bewani 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50

4 Kamboneri 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50

5.00 5.00 10.00 10.00

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

4,800 1.25

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

F. Taman Bacaan/Perpustakaan Kota

Taman bacaan merupakan fasilitas kota yang paling penting dalam pengembangan pengetahuan anak-anak di

dalam kota. Diharapkan fasilitas ini dimiliki oleh seluruh BWP/Distrik dan bila diperlukan dapat disatukan

dengan kantor distrik dan atau kantor kepala kampung yang berada di pusat distrik. Diharapkan fasilitas ini

menjadi tempat bagi anak-anak perkotaan untuk dapat bertukar informasi.

Tabel 4. 26 Proyeksi Kebutuhan Taman Bacaan

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 0 - 2 0.04 2 0.04 3 0.06 4 0.08

2 Bokoneri 0 - 2 0.04 3 0.06 3 0.06 4 0.08

3 Bewani 0 - 2 0.04 3 0.06 3 0.06 4 0.08

4 Kamboneri 0 - 2 0.04 3 0.06 3 0.06 4 0.08

0.16 0.22 0.24 0.32

No Distrik / BWP

2,500 0.02

Proyeksi Kebutuhan

Taman Bacaan

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.5.5.2. Fasilitas Kesehatan

A. Posyandu

Untuk fasilitas kesehatan, diharapkan ada fasilitas Posyandu ditiap distrik/BWP. Namun berdasarkan data dari

Biro Pusat Statistik Tolikara 2010, semua distrik di Kawasan Perkotaan Bokondini tidak memiliki Posyandu. Jika

ada kebijakan yang kuat dari Dinas untuk memelihara kesehatan balita dan batita, maka fasilitas ini dapat

diaktifkan. Dan pada tahun 2018 ditiap distrik/BWP diproyeksikan dipenuhi sebesar 4 unit tiap distrik. Dan jika

pertumbuhan penduduk dan tingkat fertilitas masyarakat baik, maka pada tahun 2033 harus dipersiap

posyandu sebesar 8-9 unit ditiap distrik/BWP.

Tabel 4. 27 Proyeksi Kebutuhan Posyandu

Bab 8 - Hal 16

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini - - 4 0.04 5 0.05 6 0.06 8 0.08

2 Bokoneri - - 4 0.04 5 0.05 7 0.07 9 0.09

3 Bewani - - 4 0.04 5 0.05 7 0.07 9 0.09

4 Kamboneri - - 4 0.04 5 0.05 7 0.07 9 0.09

0.16 0.20 0.27 0.35

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

Posyandu

1,250 0.01

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

G. Balai Pengobatan

Balai pengobatan adalah balai yang memberikan pelayanan medik dasar secara rawat jalan. Berdasarkan data

yang bersumber dari BPS Tolikara, 2010 terdapat 1 unit balai pengobatan pada masing-masing distrik/BWP.

Diharapkan fasilitas ini dimiliki oleh setiap distrik/BWP dimana pada tahun 2033 berjumlah 4 unit/per distrik-

BWP.

Tabel 4. 28 Proyeksi Kebutuhan Balai Pengobatan

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 1 - 2 0.06 2 0.06 3 0.09 4 0.12

2 Bokoneri 1 - 2 0.06 3 0.09 3 0.09 4 0.12

3 Bewani 1 - 2 0.06 3 0.09 3 0.09 4 0.12

4 Kamboneri 1 - 2 0.06 3 0.09 3 0.09 4 0.12

0.24 0.33 0.36 0.48

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Balai Pengobatan

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

2,500 0.03

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

H. Klinik Bersalin/BKIA

Walaupun ditiap distrik tidak memiliki klinik bersalin, namun diharapkan pada tahun 2028 disetiap distrik dapat

dipenuhi dengan jumlah 1 unit/distrik.

Tabel 4. 29 Proyeksi Kebutuhan Klinik Bersalin/BKIA

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini - - - - - - 1 0.30 1 0.30

2 Bokoneri - - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 1 0.30

3 Bewani - - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 1 0.30

4 Kamboneri - - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 1 0.30

0.90 0.90 1.20 1.20

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Klinik Bersalin/BKIA

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2033

30,000 0.30

2018 2023 2028

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

B. Puskesmas Pembantu (PUSTU)

Puskesmas pembantu adalah puskesmas yg bertugas memberi pelayanan kepada masyarakat di daerah

terpencil dan berfungsi sebagai pembantu puskesmas induk. Berdasarkan data dari BPS dan lapangan yang

ada, terdapat 1 unit puskesmas pembantu di distrik Bokondini. Dengan menggunakan pedoman perhitungan

kebutuhan maka pada tahun 2018 semua distrik diharapkan memiliki puskesmas pembantu. Dan pada tahun

2033 semua distrik/BWP akan memiliki puskesmas sejumlah 3 unit.

Tabel 4. 30 Proyeksi Kebutuhan Puskesmas Pembantu (PUSTU)

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 1 - 3 0.90 3 0.90 3 0.90 3 0.90

2 Bokoneri 0 - 1 0.30 3 0.90 3 0.90 3 0.90

3 Bewani 0 - 1 0.30 3 0.90 3 0.90 3 0.90

4 Kamboneri 0 - 1 0.30 3 0.90 3 0.90 3 0.90

1.80 3.60 3.60 3.60

2033

30,000 0.30

2018 2023 2028No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Puskesmas Pembantu (PUSTU)

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

C. Puskesmas

Puskesmas adalah pusat kesehatan masyarakat dan atau poliklinik di tingkat kecamatan tempat rakyat

menerima pelayanan kesehatan dan penyuluhan mengenai keluarga berencana. Berdasarkan data dari BPS

Tolikara dan hasil survey lapangan semua distrik belum memiliki pusat kesehatan masyarakat. Namun dengan

pertumbuhan penduduk dan kebutuhan terhadap layanan kesehatan, maka pada tahun 2018 dapat dibangun

dimasing-masing distrik/BWP sebesar 1 unit/distrik.

Tabel 4. 31 Proyeksi Kebutuhan Puskesmas

Bab 8 - Hal 17

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 0 - 1 0.10 1 0.10 1 0.10 1 0.10

2 Bokoneri 0 - 1 0.10 1 0.10 1 0.10 1 0.10

3 Bewani 0 - 1 0.10 1 0.10 1 0.10 1 0.10

4 Kamboneri 0 - 1 0.10 1 0.10 1 0.10 1 0.10

0.40 0.40 0.40 0.40

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

PUSKESMAS

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

120,000 0.10

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

D. Praktek Dokter

Praktek dokter adalah praktik umum dokter yg memiliki kemampuan mengobati berbagai penyakit dan

melakukan praktik medis untuk umum. Biasanya praktek dokter ini merupakan praktek pribadi maupun

swasta. Kebutuhan fasilitas ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat kota di masing-masing

distrik/BWP dan kesesuaian ekonomi dan potensi kebutuhan masyarakat.

Tabel 4. 32 Proyeksi Kebutuhan Praktek Dokter

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 0 - 1 - 1 - 2 - 2 -

2 Bokoneri 0 - 1 - 1 - 2 - 2 -

3 Bewani 0 - 1 - 1 - 2 - 2 -

4 Kamboneri 0 - 1 - 1 - 2 - 2 -

0.00 0.00 0.00 0.00

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Praktek Dokter

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

5,000

dis

esua

ikan

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

E. Apotik/Rumah Obat

Apotik adalah balai atau rumah obat yang berfungsi untuk menyediakan obat-obatan yang berdasarkan

rujukan maupun non rujukan untuk pemenuhan pemulihan kesehatan pasien. Saat ini disemua distrik tidak

memiliki apotik/rumah obat. Semua fasilitas layanan kesehatan termasuk layanan obat-obatan ditangani

langsung oleh puskesmas pembantu.

Tabel 4. 33 Proyeksi Kebutuhan Apotik/Rumah Obat

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 0 - 1 0.03 1 0.03 2 0.06 2 0.06

2 Bokoneri 0 - 1 0.03 1 0.03 2 0.06 2 0.06

3 Bewani 0 - 1 0.03 1 0.03 2 0.06 2 0.06

4 Kamboneri 0 - 1 0.03 1 0.03 2 0.06 2 0.06

0.12 0.12 0.24 0.24

30,000 0.03

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Apotik/Rumah Obat

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.5.5.3. Fasilitas Peribadatan

Fasilitas peribadatan di kawasan perkotaan bokondini terdiri atas gereja, gereja skala rukun warga, gereja skala

kampung , gereja skala distrik, dan sarana ibadah lainnya. Secara prinsip pemenuhan kebutuhan terhadap

fasilitas peribadatan disesuaikan dengan kebutuhan dimasing-masing distri/BWP. Perbedaan klasifikasi gereja

tersebut didasarkan atas adanya sarana dukungan kebutuhan masyarakat seperti sekolah dan klinik.

Standar pemenuhan kebutuhan tersebut disesuaikan dengan jumlah dimasing-masing distrik/BWP dan jumlah

penduduk yang ada. Indicator lainnya adalah tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas juga menjadi

syarat.

A. Gereja

Gereja dengan kapasitas bangunan sebanyak 250 jiwa, memiliki fungsi untuk ibadah dihari minggu dan

perayaan hari khusus. Berdasarkan hasil perhitungan maka dengan kapasitas gereja tersebut maka pada tahun

2033, seluruh distrik/BWP di kawasan perkotaan mencapai 42 dan 43 per distriknya.

Tabel 4. 34 Proyeksi Kebutuhan Gereja

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini - - 20 0.20 25 0.25 32 0.32 42 0.42

2 Bokoneri - - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43

3 Bewani - - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43

4 Kamboneri - - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43

0.83 1.00 1.31 1.71

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

Gereja

250 0.01

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

B. Gereja Skala Kampung

Bab 8 - Hal 18

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Adalah gereja dengan kapasitas 30,000 jiwa. Saat ini berdasarkan data lapangan terdapat 4 unit di distrik

Bokondini, 3 unit di distrik Bokoneri, 3 unit di distrik Bewani dan 3 unit distrik Kamboneri. Untuk tahun 2033,

dengan proyeksi jumlah penduduk yang telah dilakukan maka pada tahun 2033 jumlah gereja yang ada masih

cukup dan dapat digunakan.

Tabel 4. 35 Proyeksi Kebutuhan Gereja Skala Kampung

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 4 - 4 1.44 4 1.44 4 1.44 4 1.44

2 Bokoneri 3 - 3 1.08 3 1.08 3 1.08 3 1.08

3 Bewani 3 - 3 1.08 3 1.08 3 1.08 3 1.08

4 Kamboneri 3 - 3 1.08 3 1.08 3 1.08 3 1.08

4.68 4.68 4.68 4.68

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Gereja Kampung

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2033

30,000 0.36

2018 2023 2028

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

C. Gereja Skala Distrik

Gereja skala distrik adalah gereja dengan kapasitas bangunan mencapai 120,000 jiwa. Berdasarkan data yang ada (BPS dan survey lapangan) maka kapasitas yang ada dan jumlah bangunan yang ada masih dapat difungsikan sebagai bangunan ibadah hingga tahun 2033. Masing-masing per distrik memiliki gereja skala distrik sebanyak 1 unit dan berada di pusat distrik.

Tabel 4. 36 Proyeksi Kebutuhan Gereja Skala Distrik

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54

2 Bokoneri 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54

3 Bewani 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54

4 Kamboneri 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54

2.16 2.16 2.16 2.16

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Gereja Distrik

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2033

120,000 0.54

2018 2023 2028

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

D. Rumah Ibadah Lainnya

Rumah ibadah lainnya adalah rumah ibadah selain Kristen, seperti Mesjid. Berdasarkan data dan hasil survey

lapangan yang ada terdapat 1 bangunan Mesjid di Kawasan Perkotaan yakni di Pusat Kota Bokondini.

Bangunan rumah ibadah dapat dibangun sesuai dengan kapasitas dan lokasi yang berdekatan dengan Jemaah

berada. Dan dalam perijinan mengacu kepada keputusan bersama menteri.

Tabel 4. 37 Proyeksi Kebutuhan Sarana Ibadah lainnya.

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54

2 Bokoneri 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54

3 Bewani 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54

4 Kamboneri 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54

2.16 2.16 2.16 2.16

120,000 0.54

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Sarana Ibadah Lainnya

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.5.5.4. Fasilitas Perdagangan dan Jasa

Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan terhadap fasilitas perdagangan dan jasa di Kawasan Perkotaan

Bokondini diperlukan warung/toko pada tahun 2033 berjumlah 43 unit. Sedangkan pertokoan akan dibutuhkan

higga 2 unit pada BWP 1 dan BWP 2 sedangkan pada BWP 3 dan BWP 4 hanya 1 unit masing masing. Untuk

kebutuhan pusat pertokoan pada kawasan perkotaan diperhitungkan akan dibutuhkan 6 unit yang tersebar

dimasing- masing pusat pelayanan. Sedangkan kebutuhan pusat perbelanjaan dan niaga pada hingga pada

tahun 2028 belum dapat dipenuhi dan baru pada tahun 2033 kawasan pusat perbelanjaan dapat dipenuhi yakni

sebanyak 2 unit, dengan prasayarat jumlah penduduk didalam kawasan telah mencapai 120.000 jiwa.

Tabel 4. 38 Proyeksi Kebutuhan Warung/Toko

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 10 - 20 0.20 25 0.25 33 0.33 43 0.43

2 Bokoneri 10 - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43

3 Bewani 10 - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43

4 Kamboneri 10 - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43

0.83 1.00 1.32 1.72

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

Toko / Warung

250 0.01

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Tabel 4. 39 Proyeksi Kebutuhan Pertokoan

Bab 8 - Hal 19

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 1 - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 2 0.60

2 Bokoneri 0 - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 2 0.60

3 Bewani 0 - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 1 0.30

4 Kamboneri 0 - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 1 0.30

1.20 1.20 1.20 1.80

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Pertokoan

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

6,000 0.30

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Tabel 4. 40 Proyeksi Pusat Pertokoan/Pasar Lingkungan

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 0 - 1 1.00 1 1.00 1 1.00 1 1.00

2 Bokoneri 0 - 1 1.00 1 1.00 1 1.00 1 1.00

3 Bewani 0 - 1 1.00 1 1.00 1 1.00 1 1.00

4 Kamboneri 0 - 1 1.00 1 1.00 1 1.00 1 1.00

4.00 4.00 4.00 4.00

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Pusat Pertokoan + Pasar Lingkungan

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2033

30,000 1.00

2018 2023 2028

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Tabel 4. 41 Proyeksi Pusat Perbelanjaan dan Niaga

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 0 - 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00

2 Bokoneri 0 - 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 3.60

3 Bewani 0 - 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 3.60

4 Kamboneri 0 - 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 3.60

0.00 0.00 0.00 10.80

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Pusat Perbelanjaan dan Niaga

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2033

120,000 3.60

2018 2023 2028

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.5.5.6. Fasilitas Rekreasi dan Olahraga

Untuk fasilitas rekreasi dan olah raga diperkirakan pada tahun 2018 mulai diperlukan untuk dapat

meningkatkan kebutuhan interaksi sosial masyarakat melalui saran ataman dan lapangan olah raga. Dengan

kebutuhan hingga pada tahun 2033 masih sekitar 4 unit dan dapat diletakkan pada masing-masing pusat

pelayanan kawasan.

Tabel 4. 42. Proyeksi Kebutuhan Taman dan Lapangan Olah Raga Kampung

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 0 - 1 0.90 1 0.90 1 0.90 1 0.90

2 Bokoneri 0 - 1 0.90 1 0.90 1 0.90 1 0.90

3 Bewani 0 - 1 0.90 1 0.90 1 0.90 1 0.90

4 Kamboneri 0 - 1 0.90 1 0.90 1 0.90 1 0.90

3.60 3.60 3.60 3.60

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Taman dan Lapangan Olahraga Kampung

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2033

30,000 0.90

2018 2023 2028

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.5.5.7. Fasilitas Ruang Terbuka Hijau

Walaupun di dalam kawasan perkotaan Bokondini belum terbentuk taman-taman kota berdasarkan bagian

wilayah kotanya (BWP), diharapkan melalui perhitungan standar pemenuhan kebutuhan penduduk dalam

satuan kawasan tertentu diharapakan pemerintahan distrik didalam kawasan perkotaan Bokondini dapat

memulai untuk menetapkan dan membangun taman-taman kota berdasarkan pola sebaran penduduk dan

kawasan permukiman yang ada. Berdasarkan hasil perhitungan, pada tahun 2033 seluruh BWP akan

membutuhan 171 unit taman kota, dengan asumsi bahwa didalam satuan wilayah penduduk yang berjumlah

250 orang.

Sedangkan untuk satuan wilayah penduduk yang lebih luas yakni sebesar 2500 jiwa di tetapkan harus dipenuhi

taman warga. Hal ini dapat ditetapkan menurut bagian wilayah masing-masing. Berdasarkan hasil

perhitugannya maka pada tahun 2033 jumlah taman warga yang dibutuhkan untuk masing-masing bagian

wilayah perencanaan adalah 16 unit taman warga.

Tabel 4. 43 Proyeksi Kebutuhan Taman Kota

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 0 - 20 0.60 25 0.75 32 0.96 42 1.26

2 Bokoneri 0 - 21 0.63 25 0.75 33 0.99 43 1.29

3 Bewani 0 - 21 0.63 25 0.75 33 0.99 43 1.29

4 Kamboneri 0 - 21 0.63 25 0.75 33 0.99 43 1.29

2.49 3.00 3.93 5.13

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

Taman Warga

250 0.03

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Bab 8 - Hal 20

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tabel 4. 44 Proyeksi Kebutuhan Taman Rukun Warga

UnitLahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)Unit

Lahan

(Ha)

1 Bokondini 0 - 2 0.26 2 0.26 3 0.39 4 0.52

2 Bokoneri 0 - 2 0.26 3 0.39 3 0.39 4 0.52

3 Bewani 0 - 2 0.26 3 0.39 3 0.39 4 0.52

4 Kamboneri 0 - 2 0.26 3 0.39 3 0.39 4 0.52

1.04 1.43 1.56 2.08

No Distrik / BWP

Proyeksi Kebutuhan

Taman RW

Standar

jmlh

penduduk

(jiwa)

Standar

lahan

minimal

(Ha)

2013 2018 2023 2028 2033

2,500 0.13

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.5.4. Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Prasarana Kawasan Perkotaan Bokondini

Analisis ketersediaan dan kebutuhan prasarana kawasan perkotaan bokondini terdiri atas prasarana air bersih,

persampahan, drainase, energi, dan kelistrikan.

4.5.6.1. Analisis Ketersediaan Air Bersih dan Timbulan Air Limbah

A. Air Bersih

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan asumsi bahwa setiap distrik memiliki sumber air yang cukup

(10 lt/dtk) dan menggunakan sistem gravitasi dan perpipaan yang menjangkau dalam pusat kawasan

distrik/BWP. Maka dengan menggunakan proyeksi penduduk yang ada dan asumsi cakupan pelayanan yang

sebesar 20% maka pada tahun 2023 di BWP I/Prioritas penduduk yang akan terlayani akan mencapai 997 jiwa.

Sedangkan pada tahun 2033 diharapkan jumlah penduduk yang terlayani akan dilayani mencapai 6,828 jiwa.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4. 45 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP I Hingga Tahun 2033 (SL)

Uraian 2018 2023 2028 2033

Jumlah Penduduk (Jiwa) 4.987 6.149 8.037 10.504

Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km2) 501,39 501,39 501,39 501,39

Cakupan Pelayanan (%) 20% 35 50 65

Penduduk Terlayani (Jiwa) 997 2.152 4.019 6.828

Penduduk Domestik Terlayani (% = Jiwa) 80 = 798 80 = 1.722

80 = 3.215

80 = 5.462

Penduduk Non Domestik Terlayani (%) 20 20 20 20

Kebutuhan air sebanyak (lt/dtk) 10 10 10 10 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Sedangkan untuk BWP II yang mencakup kawasan perkotaan Bewani dan sebagian wilayah lainnya,

diharapkan dengan menggunakan model penyediaan fasilitas air bersih yang sama yaitu gravitasi, dengan

cakupan layanan paling kecil 20% maka penduduk yang dapat dilayani adalah 1,036 jiwa.

Tabel 4. 46. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP II Hingga Tahun 2033 (SL)

Uraian 2018 2023 2028 2033

Jumlah Penduduk (Jiwa) 5.181 6.389 8.350 10.914

Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km2) 497,89 497,89 497,89 497,89

Cakupan Pelayanan (%) 20 35 50 65

Uraian 2018 2023 2028 2033

Penduduk Terlayani (Jiwa) 1.036 2.236 2.236 7.094

Penduduk Domestik Terlayani (% = Jiwa) 80 = 1.036 80% = 1.789

80% = 1.789

80% = 5.675

Penduduk Non Domestik Terlayani (%) 20 20 20 20

Kebutuhan air sebanyak (lt/dtk) 10 10 10 10 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Untuk BWP III yang terdiri atas kampung Kanaero sebagai pusat distrik, diharapkan jangkaun pelayanan sistem

penyediaan air bersihnya mencapai 1,027 jiwa.

Tabel 4. 47. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP III Hingga Tahun 2033 (SL)

Uraian 2018 2023 2028 2033

Jumlah Penduduk (Jiwa) 5.137 6.335 8.279 10.821

Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km2) 256,53 256,53 256,53 256,53

Cakupan Pelayanan (%) 20 35 50 65

Penduduk Terlayani (Jiwa) 1.027 2.217 4.140 7.033

Penduduk Domestik Terlayani (% = Jiwa) 80% = 822 80% = 1.419

80% = 3.312

80% = 5.627

Penduduk Non Domestik Terlayani (%) 20 20 20 20

Kebutuhan air sebanyak (lt/dtk) 10 10 10 10 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Untuk BWP IV Distrik Kamboneri, sama halnya dengan asumsi dan pendekatan cakupan layanan yang

dilakukan diharapkan pada tahun 2023 akan terlayani sebesar 343 jiwa dan pada tahun 2033 akan diharapkan

dapat terlayani sebesar 2,350 jiwa.

Tabel 4. 48. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP IV Hingga Tahun 2033 (SL)

Uraian 2018 2023 2028 2033

Jumlah Penduduk (Jiwa) 1.716 2.117 2.766 3.615

Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km2) 231,75 231,75 231,75 231,75

Cakupan Pelayanan (%) 20 35 50 65

Penduduk Terlayani (Jiwa) 343 741 1.384 2.350

Penduduk Domestik Terlayani (% = Jiwa) 80% = 220

80% = 593

80% = 1.106

80% = 1.880

Penduduk Non Domestik Terlayani (%) 20 20 20 20

Kebutuhan air sebanyak (lt/dtk) 5 5 5 5 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.5.6.2. Analisis Prasarana Drainase

Definisi drainase secara umum yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang

berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. Sedangkan drainase perkotaan adalah sistem

prasarana drainase dalam wilayah kota yang intinya berfungsi selain untuk mengendalikan dan mengalirkan

limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga untuk mengendalikan dan mengalirkan kelebihan air

lainnya yang mempunyai dampak mengganggu dan /atau mencemari lingkungan perkotaan, yaitu air buangan

atau air limbah lainnya (Hardjosuprapto dan.Masduki, 1999).

Bab 8 - Hal 21

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tidak tersedianya data curah hujan tahunan pada kawasan perencanaan sangat menyulitkan tim konsultan

untuk melakukan analisis dalam perencanaan drainase di dalam kawasan perkotaan Bokondini. Namun dengan

menggunakan metoda yang dapat diterima dan asumsi yang digunakan seperti ;

1. Curah hujan yang mencapai 2421 – 2721 mm/tahun.

2. Kawasan perkotaan yang didominasi dengan topografi yang curam dan ekstrim.

3. Sistem drainase yang ada tercampur, yakni limpasan air hujan dan air buangan rumah tangga.

4. Saluran yang ada adalah saluran terbuka.

5. Saluran terdiri dari saluran tersier, sekunder dan primer

6. Dimensi dari saluran bervariasi tergantung dari debit yang ditampung.

7. Perencanaan drainase di kawasan perkotaan Bokondiini langsung dibuang ke muara sungai didaerah

selatan Kota.

8. Perencanaan ini tidak diperlukan sumur resapan dan kolam retensi ataupun polder karena tempat

pengaliran sangat mudah dan tidak ada potensi genangan serta dari sis geologi tanah yang tidak

disarankan/rekomendasi.

Maka, beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan acuan dalam perencanaan drainase bagi kawasan perkotaan

Bokondini adalah saluran terbuka. saluran terbuka segi empat karena saluran drainase yang berbentuk segi

empat tidak banyak membutuhkan ruang dan berfungsi untuk saluran air hujan, air rumah tangga maupun air

irigasi.

Sistem jaringan drainase selain sistem tertutup juga bisa berupa sistem terbuka dengan pertimbangan bahwa

pada saluran tertutup tidak terlalu banyak memakan lahan karena lahan di atasnya masih dapat digunakan

untuk keperluan yang lain seperti jalan atau trotoar di samping itu dari segi estetika dan kesehatan lingkungan

pada saluran tertutup diharapkan tidak menimbulkan bau dan meningkatkan populasi nyamuk. Namun pada

kenyataannya saluran drainase perkotaan banyak yang memakai sistem terbuka dengan pertimbangan untuk

memudahkan dalam operasional dan pemeliharaan.

Tujuan pada perencanaan ini adalah untuk mengalirkan genangan air sesaat yang terjadi pada musim hujan serta untuk

mengalirkan air kotor hasil buangan dari rumah tangga. Kelebihan air atau genangan air sesaat yang terjadi pada daerah

studi karena keseimbangan air pada daerah tersebut terganggu. Yang disebabkan air yang masuk ke dalam daerah

tersebut lebih besar dari yang ke luar. Pada daerah perkotaan termasuk di dalamnya pada daerah studi ini sendiri

kelebihan air ini terjadi biasanya dikarenakan oleh kelebihan air hujan, disamping itu kapasitas infiltrasi pada daerah

perkotaan sangat kecil akibat adanya banyak pembebasan lahan untuk mendukung kepentingan sosial ekonomi, sehingga

menyebabkan terjadinya limpasan air sesaat setelah hujan turun. Untuk itu sangat dibutuhkan perencanaan sistem

drainase yang baik yang meliputi besar dimensi berdasarkan debit air hujan, bentuk saluran, macam material disamping

aspek ekonomi dan teknis lainnya harus dipertimbangkan dengan matang.

Berikut ini disampaikan beberapa alternative tata letak saluran drainase yang dapat dilaksanakan di kawasan perkotaan Bokondini.

1. Pola Alamiah

Letak drain (b) ada di bagian terendah (lembah) dari suatu daerah yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul

dari anak cabang saluran/collector drain (a), dengan collector dan conveyor drain merupakan saluran alamiah.

Gambar 4. 10 Pola Alamiah Saluran Drainase

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

2. Pola siku

Conveyor drain (b) terletak di lembah dan merupakan saluran alamiah, sedangkan collector drain (a) dibuat

tegak lurus dari conveyor drain.

Gambar 4. 11 Pola Siku

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

3. Pola Paralel

Collector drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih kecil, dibuat sejajar satu sama lain dan

kemudian masuk ke dalam conveyor drain.

Gambar 4. 12 Pola Paralel

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

4. Pola Grid Ion

Beberapa interceptor drain (a) dibuat satu sama lain sejajar, kemudian ditampung di collector drain (b) untuk

selanjutnya masuk ke dalam conveyor drain (c)

Bab 8 - Hal 22

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 4. 13 Pola Grid Ion

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

5. Pola Radial

Suatu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa collector drain dari satu titik menyebar ke segala arah

(sesuai dengan kondisi topografi daerah).

Gambar 4. 14 Pola Radial

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

6. Pola Jaring-Jaring

Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat

beberapa interceptor drain (a) yang kemudian ditampung ke dalam saluran collector (b), dan selanjutnya

dialirkan menuju saluran conveyor (c).

Gambar 4. 15 Pola Jaring-Jaring

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

Dalam pengertian jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem kerjanya, jenis saluran dapat

dibedakan menjadi :

1. Interceptor drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu

daerah terhadap daerah lain di bawahnya.

2. Collector drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase

yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran conveyor (pembawa).

3. Conveyor drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi

pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.

Letak conveyor di bagian terendah lembah dari suatu daerah, sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai

pengumpul dari anak saluran yang ada.

4.5.6.3. Analisis Prasarana Energi dan Kelistrikan

A. Energi non Listrik

Prasarana Energi dikawasan perkotaan bokondini masih belum tertata dengan baik, masih mengandalkan pola

distribusi konvensional. Berdasarkan survai yang dilakukan konsultan dilapangan, dikawasan perkotaan

Bokondini tidak terdapat SPBU PT.Pertamina untuk melayani penjualan BBM. Untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari, penduduk dikawasan perkotaan Bokondini membeli BBM di Wamena dan menjualnya secara

eceran di warung-warung yang ada. Untuk kebutuhan memasak mayoritas masyarakat dikawasan perkotaan

Bokondini masih mengandalkan kayu bakar yang banyak tersedia serta kompor minyak tanah. Untuk

penggunaan Gas sebagai bahan bakar masih belum ditemui selama survai.

Dalam melakukan analisa kebutuhan Energi non listrik, maka harus disusun asumsi sebagai berikut:

1. Sektor industri

a) Sektor industri yang berkembang adalah industri pengelolaan hasil pangan dan pengelolaan hasil

hutan dan bersifat Industri Rumah Tangga

b) Industri pengelolaan hasil pangan membutuhkan 20 liter solar/bensin perhari atau 4800 liter/tahun

dengan assumsi kenaikan 2.5 % / tahun untuk efisiensi peralatan.

c) Industri pengelolaan hasil hutan membutuhkaan 25 liter solar/bensin perhari atau 6000 liter/tahun

dengan assumsi kenaikan 2.5 % /tahun untuk efisiensi peralatan.

d) Peningkatan pertumbuhan sektor sekitar 3,5 % pertahun

2. Sektor rumah tangga

a) Sektor rumah tangga membutuhkan 2 liter minyak tanah atau 672 liter/tahun untuk memasak dan

membutuhkan 1 liter minyak tanah atau 336 liter/tahun untuk penerangan dan hanya tercukupi 25 %.

Sisanya menggunakan kayu bakar untuk memasak dan listrik untuk penerangan

b) Asumsi pertumbuhan sektor rumah tangga sekitar 4 %

3. Sektor transportasi

a) Berdasarkan hasil survei pada tahun 2012, didapati jumlah mobil Angkutan yang melayani angkutan

penduduk dari/ke bokondini adalah 8 mobil perhari. Mobil angkutan diperkirakan menempuh

perjalanan total sepanjang 268.800 km.

Bab 8 - Hal 23

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

b) Berdasarkan hasil survei, mobil pribadi mempunyai rata-rata jumlah penumpang (load factor) 10 orang.

c) Survei juga menemukan bahwa mobil pribadi mengkonsumsi bahan bakar 1 liter untuk perjalanan

sejauh 2 km.

d) Pertumbuhan sektor transportasi sebesar 15 % pertahun

Gambar 4. 16 Proyeksi Kebutuhan Energi Non Listrik Hingga Tahun 2033

Tabel 4. 49 Kebutuhan BBM hingga tahun 2033

Sektor Tahun

2012 2017 2022 2027 2032 2033

1. Industri 10,800 12,219 13,825 15,642 17,697 18,139

- Pengelolaan hasil pangan 4,800 5,431 6,144 6,952 7,865 8,062

- Pengelolaan hasil Hutan 6,000 6,788 7,681 8,690 9,832 10,077

2. Rumah Tangga 475,263 581,354 707,306 860,546 1,046,986 1,088,865

3. Transportasi 134,300 270,125 543,318 1,092,807 2,198,026 2,527,730

Total 622,375 865,716 1,266,472 1,971,022 2,648,895 2,648,895 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Untuk memenuhi kebutuhan energi di kawasan perkotaan Bokondini, penggunaan sumber energi nabati

(bioenergi) merupakan pilihan yang paling tepat, mengingat kondisi lahan yang mendukung serta sebagian

besar penduduknya bertumpu pada sektor pertanian. . Pengembangan bioenergi ini, disamping dalam rangka

diversifikasi energi untuk mengatasi krisis sumber energi, juga untuk menunjang upaya diversifikasi

pengelolaan hasil pertanian.

Empat jenis bioenergi terbarukan (renewable) yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang dapat dikembangkan

antara lain :

(1) Bioetanol yang dibuat dari bahan-bahan bergula seperti singkong, tetes tebu, nira sorgum, ganyong, ubi

jalar, digunakan untuk menyubstitusi bensin

(2) Biodiesel yang dibuat dari minyak nabati seperti jarak pagar, kelapa sawit, kapuk, dan sejumlah tanaman

lain, digunakan sebagai pengganti solar, dan

(3) Biogas yang memanfaatkan sampah dan kotoran hewan, digunakan untuk menyubstitusi minyak tanah

dan elpiji yang banyak dikembangkan dalam skala rumah tangga.

(4) Biomassa yang menanfaatkan sisa organik dari hasil pertanian atau sampah. Umumnya digunakan secara

komunal atau industri dan dapat diubah menjadi panas dan listrik.

Dari keempat jenis bioenergi tersebut bioetanol dan biodiesel berpotensi untuk dapat dikembangkan dalam

skala besar jika bahan bakunya dapat dibudidayakan secara luas dan kontinyu. Kedua jenis bioenergi ini ramah

lingkungan.Penggunaan bahan bakar nabati untuk mesin diesel sebenarnya bukan hal yang baru, hanya

dikhawatirkan akan bersaing dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Untuk potensi pengembangan bioenergi, dapat menggunakan lahan kritis dan/atau alokasi lahan pertanian

yang dikembangkan khusus untuk sektor energi. Untuk pengembangan potensi bioenergi dan tanaman yang

cocok harus dilakukan studi lebih lanjut.

4.6. Analisis Daya Tampung Maksimal

Analisis daya tampung maksimal adalah analisis mengenai luasan wilayah budidaya yakni kawasan permukiman

yang dapat menampung penduduk pada tahun proyeksi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran di

masa depan terhadap ketersediaan kawasan permukiman. Ketersediaan lahan ini menjadi penting bagi

kawasan perkotaan untuk menghasilkan rekomendasi apakah diperlukan perluasan kawasan perkotaan, atau

diperlukannya konversi lahan budidaya pada kawasan perkotaan. Metoda yang digunakan adalah dengan

menggunakan formulasi dari SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan

Umum, Menteri Perumahan Rakyat Nomor 648-384 Tahun 1998 tentang pedoman pembangunan perumahan

dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang (1:3:6).

Gambar 4. 17 Analisis Daya Tampung Maksimal

Sumber: Hasil analisis dan olahan konsultan, 2013

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut (lihat gambar 4.8), maka pada tahun ke-20 diperlukan luas lahan baru

seluas 82.72 hektar. Jika dianalisis berdasarkan kelerengan lahan yang sesuai untuk permukiman dan analisis

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 2028 2030 2032

Vo

lum

e (

Lite

r) 1. Industri

Series2

Series3

2. Rumah Tangga

3. Transportasi

Bab 8 - Hal 24

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

kerentanan gerakan tanah, maka lahan untuk kawasan permukiman di perkotaan Bokondini sangat terbatas,

untuk diperlukan pengembangan kawasan permukiman baru di distrik Bewani dan Kamboneri.

4.7. Analisis Kebutuhan Rumah Hingga Tahun 2033

Rumah Sehat Papua merupakan bantuan sosial dari Kementerian Sosial Republik Indonesia kepada masyarakat

Papua. Rumah Sehat Papua berkontruksi kayu, panggung dan non panggun dengan ukuran berdiameter 6 dan

atau rumah standar sehat berukuran 6 m x 6 m (Luas Lahan = 60 m), sesuai dengan Keputusan Menteri

Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 403/KPTS/M/2002.

Gambar 4. 18 Contoh Rumah Homese di Yahukimo (Honai Menuju Sehat)

Sumber: www.kompasiana.com, 2013

Tabel 4. 50 Proyeksi dan Asumsi Jiwa/Rumah

Tipe Rumah

Asumsi Jumlah Jiwa/Rumah

Proyeksi Jumlah Penduduk (Jiwa) Pada Tahun

2013 2018 2023 2028 2033

Tipe 36 (6 x 6) (Rumah Sehat Papua)

5 13,804 17,022 20,990 27,433 35,854

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Tabel 4. 51 Kebutuhan Rumah Sehat Papua Hingga Tahun 2033

Tipe Rumah

Asumsi Jumlah

Jiwa/Rumah

Kebutuhan Rumah Pada Tahun (Unit)

2013 2018 2023 2028 2033

Tipe 36 (6 x 6) (Rumah Sehat Papua)

5 2761 3404 4198 5487 7171

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

4.8. Analisis Kerentanan Gerakan Tanah

Didalam membuat arahan rencana pola ruang kawasan perkotaan Bokondini, issue strategis yang menjadi

dasar menyusun pola ruang adalah analisis kebencanaan. Salah satu aspek kebencanaan yang ada di wilayah

Kawasan Perkotaan Bokondini adalah adanya kerentanan gerakan tanah pada seluruh wilayah kawasan

perkotaan Bokondini. Sesuai dengan pedoman penataan ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi

dan kawasan rawan gempa bumi, peraturan menteri pekerjaan umum no.21/PRT/M/2007 perlu untuk

menghasilkan tipologi kerentanan gerakan tanah. Berdasarkan hasil kajian pedoman dan hasil

survey/pengamatan di lapangan dan diskusi antar ahli yang ada, maka dilakukan penyesuaian indikasi dan

parameter khususnya pada kawasan perkotaan Bokondini. Hal ini dilakukan agar indicator dan parameter yang

ada sesuai/mendekati kondisi yang ada dilapangan.

Tabel 4. 52 Penyesuaian Tipologi Kerentanan Gerakan Tanah

Sifat fisik Kemiringan

lereng

Kegempa

an

Struktur

Geologi Tipologi

Sifat

fisik

Kemiringan

lereng

Kegempaa

n

Struktur

Geologi Tipologi

nilai 1.0 3.5 4.0 2.5 3.5 3.5 4.0 2.5

bobot 3.0 3.0 5.0 4.0 3.0 3.0 5.0 4.0

skor 3.0 10.5 20.0 10.0 43.5 10.5 10.5 20.0 10.0 51.0

nilai 1.0 2.5 4.0 2.5 3.5 2.5 4.0 2.5

bobot 3.0 3.0 5.0 4.0 3.0 3.0 5.0 4.0

skor 3.0 7.5 20.0 10.0 40.5 10.5 7.5 20.0 10.0 48.0

nilai 1.0 2.0 4.0 2.5 3.5 2.0 4.0 2.5

bobot 3.0 3.0 5.0 4.0 3.0 3.0 5.0 4.0

skor 3.0 6.0 20.0 10.0 39.0 10.5 6.0 20.0 10.0 46.5

nilai 1.0 1.0 4.0 2.5 3.5 1.0 4.0 2.5

bobot 3.0 3.0 5.0 4.0 3.0 3.0 5.0 4.0

skor 3.0 3.0 20.0 10.0 36.0 10.5 3.0 20.0 10.0 43.5

Kerentanan

Penyesuaian dari Permen PU

Ket

Sesuai Permen PU

B bawah C

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat

Rendah

C E bawah

C bawah D

B atas D bawah

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2013

Selain itu setelah menetapkan penyesuaian indikasi dan parameter tersebut, maka dengan menggunakan

matrik tipologi kerusakan gempa dan zona kerentanan gerakan tanah. Didapatkanlah rekomendasi bangunan

yang dapat dibangun. (lih table dibawah ini)

Tabel 4. 53 Tipologi Kerusakan Oleh Gempa dan Kerentanan Gerakan Tanah

Tipologi Kawasan Rawan Gempa Bumi

(PerMen PU No.21 tahum 2007)

Peta Zona Kerentanan Tanah (SNI 13-682-1999)

Pola Ruang

(PerMen PU No.21 tahum 2007)

Kawasan Bukan Rawan Gempa ( skor <30)

Tipe A

Skor 31 - 35

a. Jauh dari daerah sesar yang rentan terhadap getaran gempa

b. Kombinasi saling melemahkan dari faktor dominan yang

Perkotaan: perdagangan dan perkantoran, pemukiman, hutan kota , parawisita dan industri dgn kerentanan rendah. Pedesaan: permukiman, pertanian, perkebunan, pertambangan

Bab 8 - Hal 25

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tipologi Kawasan Rawan Gempa Bumi

(PerMen PU No.21 tahum 2007)

Peta Zona Kerentanan Tanah (SNI 13-682-1999)

Pola Ruang

(PerMen PU No.21 tahum 2007)

Kawasan Bukan Rawan Gempa ( skor <30)

berpotensi saling merusak, c. Efek merusak gempa

intensitas kuat akan diredam oleh batuan yang kompak dan kuat

rakyat, hutan produksi dan hutan rakyat serta perdagangan dan perkantoran. Dengan Syarat kerentanan rendah - sedang

Tipe B

Skor 36 - 40

a. Kerusakan disebabkan oleh lebih dari satu faktor dominan yang menyebabkan kerawanan tinggi, antara lain: intensitas gempa tinggi dan kekuatan batuan menengah

b. Kawasan ini rusak cukup parah terutama bangunan konstruksi sederhana

Kerentanan Tanah Sangat Rendah a. Gerakan tanah

jarang atau tidak pernah terjadi

b. Tidak ditemukan gejala gerakan tanah lama

a. Safety Factor > 2,00

Kawasan Perkotaan: seperti tipologi A namun harus memenuhi syarat kerentanan sedang dan tinggi

Tipe C

Skor 41 - 45

a. Kerusakan disebabkan dua atau tiga faktor yang saling mempengaruhi, yaitu: Intensitas gempa dan kekuatan batuan lemah atau batuan lemah terletak dekat zona sesar yang cukup merusak

b. Kawasan ini rusak cukup parah dan bangunan konstuksi beton terutama yang berada pada zona sesar

Kerentanan Tanah Rendah b. Gerakan tanah

jarang terjadi kecuali bila diganggu dan pada gerakan tanah lama

c. Safety Factor 1,70 – 2,00

Kawasan Perkotaan: seperti tipologi A kecuali kegiatan pertambangan rakyat namun harus memenuhi syarat kerentanan sedang dan tinggi

Tipe D

Skor 46 - 50

a. Kerusakan disebabkan akumulasi dua atau tiga faktor dominan yang saling melemahkan, contoh: kemiringan lereng curam, intensitas gempa tinggi dan kekuatan batuan lemah

b. Kawasan ini cenderung rusak parah untuk segala bangunan terutama yang berada pada zona sesar

Kerentanan Tanah Menengah a. Gerakan tanah

terjadi pada lembah sungai, gawir, tebing galian jalan

b. Gerakan tanah lama mungkin bergerak kembali karena hujan

c. Safety Factor 1,20 - 1,70

Tidak diperbolehkan sebagai kawasan budidaya kecuali untuk kawasan parawisata terbatas dengan bangunan tahan gempa dgn kerentanan sedang dan tinggi

Tipe E

Skor 51 – 55

a. Kerusakan disebabkan berada pada jalur sesar yang dekat dengan epicentrum yang berintensitas gempa tinggi. Sifat fisik batuan dan kelerengan rentan terhadap goncangan gempa

Kerentanan Tanah Tinggi a. Gerakan tanah

sering terjadi b. Safety Factor < 1,20

Tidak diperbolehkan sebagai kawasan budidaya dan kawasan ini harus dilindungi

Tipologi Kawasan Rawan Gempa Bumi

(PerMen PU No.21 tahum 2007)

Peta Zona Kerentanan Tanah (SNI 13-682-1999)

Pola Ruang

(PerMen PU No.21 tahum 2007)

Kawasan Bukan Rawan Gempa ( skor <30)

b. Kawasan ini cenderung rusak fatal pada saat terjadi gempa

Tipe F

Skor 56 – 60

a. Kerusakan disebabkan berada pada landaan tsunami merusak, pada zona sesar sangat merusak, intensitas gempa tinggi, sifat fisik batuan lunak dan lereng curam

b. Kawasan ini rusak fatal pada saat terjadi gempa

Tidak diperbolehkan sebagai kawasan budidaya dan diutamakan sebagai kawasan lindung

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2013

Berdasarkan hasil penyesuaian tersebut dan proses pengolahan di perangkat lunak sistem informasi geografis

(GIS), maka didapatkan bahwa untuk wilayah BWP 1 Bokondini dominasi kerentanan gerakan tanah adalah

menengah sebesar 51% atau seluas 1.167 Ha. Sedangkan di BWP 2 sebagian wilayah dari distrik Bewani juga

didominasi dengan kerentanan tinggi sebesar 41% dengan luas area mencapai 1.089 ha. Sedangkan di BWP3

sebagian wilayah distrik Bokoneri didominasi dengan kerentanan gerakan tanah yang tinggi sebesar 49% atau

seluas 2.071 ha. Dan terakhir adalah sebagian wilayah distrik Kamboneri (BWP 4) didominasi oleh kerentanan

gerakan tanah menengah yakni sebesar 55% atau seluas 858 Ha.

Bab 8 - Hal 26

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 4. 19 Tipologi Kerentanan Gerakan Tanah Menurut BWP

Sumber: Hasil Analisis dan Olahan Konsultan, 2013

4.9. Analisis Ekonomi

Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi 5 tahap yang berurutan yang dimulai dari

masa berburu, masa berternak, masa bercocok taman, masa berdagangan, dan tahap masa industri. Menurut

teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional kemasyarakat modern yang kapitalis. Dalam

prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku

ekonomi. Adam Smith memandang pekerja sebagai salah satu input bagi proses produksi, pembagian tenaga

kerja merupakan titik sentral pembahasan dalam teori ini, dalam upaya peningkatan produktifitas kerja.

Akumulasi modal akan menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu

negara. Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkaitan satu sama

lainnya. Timbulnya peningkatan kinerja pada suatu sektor akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan

modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi dan memperluas pasar. Hal ini akan

mendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Proses pertumbuhan ekonomi sebagai suatu fungsi

tujuan pada akhirnya harus tunduk pada pada fungsi kendala yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi

(Mudrajat Kuncoro,1997).

Untuk mendorong peningkatan pendapatan daerah, diperlukan strategi peningkatan sektoral. Sektor primer

yang menjadi prioritas diarahkan pada persentase tertentu untuk memaksimalkan dukungan. Pada tahun 2013

sektor primer memiliki kontribusi sebesar 42,97 persen. Sektor primer didorong untuk dapat meningkatkan

nilai tambah sehingga tidak terlalu menggantungkan pada luasan lahan yang dapat tergarap. Untuk

meningkatkan nilai tambah tersebut, dibutuhkan peran dari sektor sekunder, seperti industri pengolahan yang

semakin efisien, sehingga peran sektor sekunder dapat ditingkatkan. Sedangkan sektor tersier yang semakin

meningkat peranannya, didorong untuk terus meningkat. Adapun perkiraan struktur perekonomian pada

tahun 2033 adalah sebagai berikut.

Tabel 4. 54 Perkiraan Perubahan Struktur Ekonomi Distrik Bokondini

No Sektor

2013 2033

% Rp Juta % Rp Juta

1 Primer 42,97 14.899.758.072,96 40,00 263.710.229.241,96

2 Sekunder 13,02 4.514.657.903,42 15,00 98.891.335.965,74

3 Tersier 44,00 15.256.908.429,37 45,00 296.674.007.897,21

Jumlah 100,00 34.674.791.884,94 100,00 659.275.573.104,90

Sumber: Hasil Analisis dan Olahan Konsultan, 2013

4.9.1. Analisis Pembiayaan Pembangunan

Gambaran struktur ekonomi 2033 diatas bisa dianggap sebagai petunjuk jalan yang akan memandu kemana

pembiayaan diarahkan menuju ke sasaran-sasaran yang lebih sistematis, konsisten, efektif dan efisien. Namun

jika tidak ada pembiayaan yang memadai baik dari swasta, pemerintah maupun masyarakat, hanyalah menjadi

anggan-angan kosong yang tidak banyak manfaatnya.

Pembagian menurut klasifikasi sektor tersebut maksudnya untuk mempermudah perhitungan-perhitungan

dalam mencapai sasaran makro. Sektor ini kecuali mempunyai cirri-ciri yang berbeda satu sama lain, juga

pengalokasian investasi pada masing-masing sektor akan menghasilkan daya dorong yang berbeda-beda.

Dalam bahasa teknis dapat juga dikatakan bahwa Incremental Capital Output Ratio (ICOR) pada masing-

masing sektor berbeda. Dengan kata lain, modal dengan jumlah yang sama diinvestasikan pada dua sektor

yang berbeda, misalnya sektor industry dan sektor pertanian, akan menghasilkan tambahan pendapatan

masyarakat yang berbeda pula. Investasi yang dibutuhkan untuk masing-masing sektor dapat diperkirakan

apabila kita mengetahui berapa pertumbuhan sektor yang kita inginkan dan angka ICOR pada masing-masing

sektor yang bersangkutan.

ICOR merupakan sebuah koefisien yang digunakan untuk mengetahui berapa kebutuhan investasi guna

menghasilkan penambahan output sebanyak 1 unit. Selain itu juga dapat dilihat terjadinya inefficiency dalam

investasi, yaitu bila koefisien ICOR bernilai relatif besar. Kondisi investasi yang efisien akan terjadi pada

koefisien ICOR yang nilainya relatif kecil. Besarnya ICOR dipengaruhi oleh strategi pembangunan, kombinasi

pemanfaatan sumberdaya, tingkat teknologi yang digunakan, dan sebagainya. Karena itu besarnya ICOR antar

sektor antar wilayah juga berbeda-beda.

Dalam konsep ICOR, investasi yang dimaksud adalah total dari pembentukan modal tetap (fixed capital

formation) dan stok barang yang terdiri dari gedung, mesin dan perlengkapan, kendaraan, stok bahan baku

dan barang modal lainnya. Sedangkan output adalah Nilai Tambah Bruto (NTB) yang merupakan selisih antara

nilai produksi dengan biaya–biaya untuk bahan baku dan penolong. Dalam penggunaan koefisien ICOR

diasumsikan bahwa faktor faktor lain yang dapat meningkatkan tambahan output seperti penambahan tenaga

kerja dan penggunaan teknologi pada mesin mesin produksi dianggap konstan.

Secara matematis ICOR dinyatakan sebagai rasio antara penambahan modal (investasi) terhadap tambahan

output. ICOR dapat dinotasikan sebagai berikut:

Bab 8 - Hal 27

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

ICOR = ∆K/∆Y,

dimana :

K : Investasi atau penambahan kapasitas, dan

Y : Pertumbuhan output (PDRB).

Untuk mengetahui nilai ICOR Distrik Tolikara tentu memerlukan penelitian tersendiri pada kesempatan yang

lain. Namun demikian dengan belum tersediannya data ini untuk sementara “meminjam” hasil kajian-kajian lain

untuk memperkirakan. Berdasarkan pengamatan berbagai kajian di Kawasan Barat Indonesia nilai ICOR kurang

lebih 4, sedangkan di Kawasan Timur Indonesia kurang lebih 6. Artinya barang dan jasa diproduksi lebih efisien

di Kawasan Barat Indonesia dibandingkan dengan Kawasan Timur. Hal ini sesuai dengan perbedaan tingkat

kualitas sumberdaya dan teknologi yang digunakan dikedua kawasan. Kemudian dengan meminjam angka-

angka ICOR hasil penelitian BPS di wilayah tertinggal lain Kawasan Timur Indonesia yang memiliki karakteristik

kurang lebih serupa dengan kondisi yang Distrik Tolikara, maka kebutuhan investasi Distrik Tolikara bisa

diperkirakan. Kebutuhan investasi keseluruhan dan per sektor Distrik Tolikara kurang lebih digambarkan pada

tabel ...

ICOR yang digunakan disini diadaptasi dari penelitian ICOR disalah satu daerah tertinggal di Kawasan Timur

Indonesia yaitu Kabupaten Bone Bolango tahun 2005 (hasil kerjasama antara Bappeda dan BPS setempat).

Diperkirakan ICOR daerah-daerah tertinggal lain di Kawasan Timur Indonesia nilainya tak jauh berbeda.

Tabel 4. 55 Perkiraan Kebutuhan Investasi Distrik Tolikara Hingga Tahun 2033

No Sektor 2013 2033 Y

ICOR I I /th

% (Rp Juta) % (Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta)

1 Pertanian 42,61 14.774,93 39,5 260.413,85 245.638,92 7,04 1.729.298,01 86.464,90

2 Pertambagan dan Penggalian

0,36 124,83 0,5 3.296,38 3.171,55 12,47 39.549,21 1.977,46

3 Industri pengolahan 0,34 117,89 1,0 6.592,76 6.474,86 5 32.374,31 1.618,72

4 Listrik,gas,air bersih 0,03 10,40 1,0 6.592,76 6.582,35 15,8 104.001,18 5.200,06

5 Bangunan 12,65 4.386,36 13,0 85.705,82 81.319,46 1,99 161.825,73 8.091,29

6 Perdagangan, hotel dan restouran

3,92 1.359,25 4,0 26.371,02 25.011,77 19,03 475.974,00 23.798,70

7 Pengangkutan dan komunikasi

2,52 873,80 2,5 16.481,89 15.608,08 1,02 15.920,25 796,01

8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahan

0,35 121,36 1,0 6.592,76 6.471,39 6,59 42.646,49 2.132,32

9 Jasa-jasa 37,21 12.902,49 37,5 247.228,34 234.325,85 4,29 1.005.257,90 50.262,89

Sumber: Hasil Analisis dan Olahan Konsultan, 2013

4.9.2. Analisis Besaran Biaya Pembangunan, Alokasi Dana dan Sumber Pembiayaan

Berdasarkan tabel tersebut, maka perkiraan besarnya kebutuhan investasi pembiayaan untuk pengembangan

masing-masing sektor perekonomian di Distrik Tolikara dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pertanian

Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor pertanian setiap tahunnya kurang lebih Rp 86,46 milyar. Sektor

ini mencakup subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan

perikanan. Subsektor tanaman bahan makanan terdiri dari kegiatan pertanian yang menghasilkan komoditi

padi, jagung, ketela pohon, umbi-umbian lain., kacang-kacangan, sayur-sayuran, buah-buahan dan pertanian

bahan makanan lain. Kegiatan yang dicakup dalam subsektor tanaman perkebunan meliputi kegiatan

pertanian yang mengusahakan tanaman perkebuanan, baik yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan

maupun yang dilakukan oleh rakyat.

2. Pertambangan dan penggalian

Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor pertambangan dan penggalian setiap tahunnya kurang lebih Rp

1,98 milyar. Sektor pertambangan dan penggalian sebenarnya terdiri dari tiga subsektor, yaitu pertambangan

minyak dan gas bumi (migas), pertambangan bukan migas dan penggalian. Namun khusus untuk Distrik

Tolikara, sektor ini hanya terdiri dari satu subsektor saja, yaitu penggalian. Kegiatan yang dicakup dalam

subsektor penggalian meliputi pengambilan segala jenis barang galian seperti batu-batuan, pasir dan tanah

yang pada umumnya berada di permukaan bumi.

3. Industri pengolahan

Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor industri pengolahan setiap tahunnya kurang lebih Rp 1,63

milyar. Sektor industri pengolahan sebenarnya mencakup subsektor industri migas dan bukan migas.

Sedangkan yang relevan untuk Distrik Tolikara hanyalah industri bukan migas. Kegiatan pada subsektor

industri bukan migas dapat dikelompokkan lebih jauh berdasarkan barang atau komoditas yang dihasilkan;

antara lain industri makanan, minuman dan tembakau; indutri barang kulit; industri barang dari kayu dah hasil

hutan lainnya; industri barang galian bukan logam; industri barang lainnya; dan lain-lain.

4. Listrik, gas dan air bersih

Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor listrik, gas dan air bersih setiap tahunnya kurang lebih Rp 5,2

miliyr. Sesuai dengan namanya, sektor ini terdiri dari tiga subsektor, yaitu subsektor listrik, subsektor gas dan

subsektor air bersih. Subsektor listrik mencakup kegiatan pembangkitan dan penyaluran listrik baik yang

diselenggarakan oleh PLN maupun oleh perusahaan non-PLN seperti PLTMH. Subsektor gas meliputi kegiatan

penyediaan dan penyaluran gas kota kepada konsumen dengan menggunakan pipa. Sedangkan kegiatan yang

dicakup oleh subsektor air bersih meliputi proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lain untuk

menghasilkan air bersih, serta kegiatan pendistribusian dan penyalurannya secara langsung melaui pipa dan

alat lain langsung ke konsumen.

5. Bangunan

Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor bangunan setiap tahunnya kurang lebih Rp 8,09 miliar. Kegiatan

ekonomi pada sektor bangunan meliputi berbagai kegiatan seperti pembuatan, pembangunan, pemasangan,

dan perbaikan semua jenis bangunan/ konstruksi.

6. Perdagangan, hotel dan restoran

Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran setiap tahunnya kurang lebih

Rp 23,79 milyar. Sektor ini sesuai dengan namanya terdiri dari tiga sub sektor, yaitu perdagangan besar dan

Bab 8 - Hal 28

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

eceran, hotel, dan restoran. Kegiatan pada sub sektor perdagangan besar dan eceran terdiri dari semua jenis

kegiatan membeli dan menjual barang (baik baru maupun bekas) tanpa mengubah bentuk dan sifat barang

tersebut. Sedangkan kegiatan pada subsektor hotel mencakup semua jenis kegiatan penyediaan akomodasi

baik yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan. Subsektor restoran mancakup kegiatan penyediaan

makanan dan minuman jadi, pada umumnya langsung dikonsumsidi tempat penjualan. Kegiatan ekonomi yang

termasuk dalam subsektor restoran misalnya rumah makan, warung nasi, kantin, catering dan sejenisnya.

7. Pengangkutan dan komunikasi

Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor pengangkutan dan komunikasi setiap tahunnya kurang lebih Rp

769 juta. Sektor ini terdiri dari dua subsektor, yaitu subsektor pengangkutan dan subsektor komunikasi.

Kegiatan subsektor pengangkutan mencakup angkutan jalan raya angkutan udara dan jasa penunjang

angkutan. Sedangkan kegiatan yang dicakup oleh subsektor komunikasi terdiri dari kegiatan pos dan

telekomunikasi dan jasa penunjang komunikasi seperti wartel.

8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan setiap tahunnya

kurang lebih Rp 2,1 miliar. Sektor ini terdiri dari enam subsektor, yaitu subsektor bank (kegiatannya

memberikan jasa keuangan kepada pihak lain), lembaga keuangan bukan bank (asuransi, dana pension, dan

pegadaian), jasa penunjang keuangan, sewa bangunan (usaha persewaan bangunan dan tanah baik untuk

tempat tinggal maupun bukan), dan jasa perusahaan (jasa hukum, akuntansi, pengolahan data, persewaan

mesin, dan sejenisnya).

9. Jasa-jasa

Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor jasa-jasa setiap tahunnya kurang lebih Rp 50,26 milyar. Sektor

ini terdiri dari dua subsektor, yaitu jasa pemerintahan umum dan jasa swasta. Jasa pemerintahan umum

mencakup kegiatan yang dilakukan oleh semua instansi (departemen, non departemen, dinas, dan

sebagainya). Sementara kegiatan pada subsektor jasa swasta antara lain mencakup jasa social

kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi yang diselenggarakan oleh swasta (bukan pemerintah), serta jasa

perorangan dan rumah tangga.

Berdasarkan hasil penelitian kemampuan pembiayaan oleh pemerintah dalam pembangunan yang tercermin

dari rasio APBD terhadap PDRB hanyalah kecil. Dari hasil penelitian kota-kota besar di Indonesia, rata-rata rasio

APBD terhadap PDRB-nya sebesar 4 %. Untuk ukuran kota-kota sedang sebesar 9,8 %. Sedangkan kota-kota

kecil sebesar 20 %. Artinya, semakin maju suatu daerah maka semakin kecil peranan pemerintah dalam

perekonomian. Sebaliknya semakin terbelakang suatu daerah, maka semakin besar peranan pemerintah dalam

perekonomian. Hal ini bisa dipahami karena di daerah yang sudah maju pelaku ekonomi swasta sangatlah

besar. Sebaliknya di daerah terbelakang pelaku ekonomi swasta sangat sedikit.

Dengan data tersebut jika diasumsikan bahwa peranan pembiayaan pembangunan tahunan oleh pemerintah

di Distrik Tolikara adalah 20 % dari seluruh kebutuhan dana Rp 180,23 milyar, maka kira-kira yang harus

ditanggung oleh pemerintah sekitar Rp 36 milyar. Karena itu agar pembiayaan tersebut tepat guna dan tepat

sasaran, maka pemerintah haruslah menetapkan program-program prioritas yang diharapkan dapat

menimbulkan dampak manfaat yang sebesar dan seluas mungkin dalam pembangunan serta dapat

menstimulir kegiatan ekonomi produktif masyarakat lainnya lebih lanjut

Nilai Pendapatan Daerah di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011 mengalami peningkatan

dari Rp. 547,63 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 635,64 miliar pada tahun 2011, walaupun mengalami

penurunan pada tahun 2008 dan 2010. Nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) di dalam APBD Kabupaten Tolikara

tahun 2007 dan 2008 belum tercatat, dimana baru tercatat mulai tahun 2009 dengan proporsi yang sangat

kecil yaitu 2%, 3% dan 1% pada tahun 2009, tahun 2010 dan tahun 2011. Hal ini memperlihatkan kemandirian

daerah dalam hal keuangan masih sangat lemah.

Nilai Perimbangan di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011 memiliki proporsi terbesar

dalam APBD, yaitu mencapai 65% pada tahun 2007 hingga 85% pada tahun 2011. Hal ini memperlihatkan

Kabupaten Tolikara masih sangat bergantung pada dana perimbangan dari pemerintah pusat. Nilai Lain-Lain

Pendapatan Daerah yang Sah di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011 memiliki proporsi

yang cukup besar, yaitu mencapai 31% tahun 2007 dan 14% tahun 2011. Dalam hal ini Kabupaten Tolikara juga

masih sangat bergantung pada dana otonomi khusus yang termasuk di dalamnya.

Nilai Belanja Daerah di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011 mengalami peningkatan dari

Rp. 516,25 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 631,19 miliar pada tahun 2011, walaupun mengalami penurunan

pada tahun 2010. Nilai Belanja Tidak Langsung di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011

mengalami peningkatan dari Rp. 174,89 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 220,14 miliar pada tahun 2011,

walaupun mengalami penurunan pada tahun 2010. Nilai Belanja Langsung di dalam APBD Kabupaten Tolikara

tahun 2007 sampai 2011 mengalami peningkatan dari Rp. 341,35 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 411,05

miliar pada tahun 2011, walaupun mengalami penurunan pada tahun 2008, 2009 dan 2010 .

Proporsi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai

2011 secara rata-rata 40:60, artinya porsi untuk pembiayaan program pembangunan di Kabupaten Tolikara

tahun 2007 sampai 2011 lebih besar dari pembiayaan rutin. Dalam kacamata pembangunan, hal ini dapat

dipandang sebagai hal yang positif, artinya porsi anggaran untuk pembangunan lebih besar dibandingkan porsi

untuk belanja rutin. Kondisi positif ini perlu dipertahankan dalam kebijakan keuangan daerah ke depannya

dalam rangka percepatan pembangunan daerah.

Proyeksi pertumbuhan APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan sangat diperlukan

untuk mengetahui seberapa besar kemampuan keuangan daerah untuk membiayai program pembangunan

selama 5 tahun ke depan. Proyeksi pertumbuhan APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke

depan didasarkan pada kondisi APBD tahun 2011 dan tren dari data 5 tahun ke belakang dari tahun 2007.

Proyeksi pertumbuhan APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan menggunakan angka

pertumbuhan sebesar 4%, yaitu rata-rata yang diperhitungkan dari tren 5 tahun terakhir. Sehingga berdasarkan

angka pertumbuhan sebesar 4% tersebut diperkirakan nilai APBD Kabupaten Tolikara akan meningkat dari Rp.

689,33 Miliar pada tahun 2013 hingga mencapai Rp. 810,69 Miliar pada tahun 2017.

4.9.3. Proyeksi Struktur Pendapatan Daerah

Struktur pendapatan daerah Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan diproyeksikan

berdasarkan hasil proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan, sebagaimana

telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun

ke depan, maka diproyeksikan proporsi PAD terhadap struktur pendapatan daerah dapat meningkat setiap

tahunnya mulai dari 5% menjadi 9% pada tahun 2017. Perkiraan ini didasarkan pada adanya pergerakan

perekonomian akibat pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah maupun swasta, sehingga dapat

mendorong peningkatan PAD.

Bab 8 - Hal 29

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peningkatan proporsi PAD tentunya akan diimbangi dengan menurunnya proporsi dari dana perimbangan dan

dana lain-lain yang sah, sehingga memperlihatkan penurunan ketergantungan daerah terhadap pusat

walaupun masih sangat kecil penurunannya.

4.9.4. Proyeksi Struktur Belanja Daerah

Berdasarkan proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan, maka diproyeksikan

proporsi belanja langsung terhadap struktur belanja daerah dapat meningkat setiap tahunnya mulai dari 60,0%

menjadi 64,0% pada tahun 2017. Perkiraan ini didasarkan bahwa dengan adanya peningkatan pendapatan

daerah yang ada dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan pembangunan. Peningkatan proporsi belanja

langsung tentunya akan diimbangi dengan menurunnya proporsi dari belanja tidak langsung, sehingga struktur

belanja daerah yang positif untuk proporsi pembangunan dapat ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan

daerah.

Kebutuhan dana investasi berdasarkan penghitungan dengan pendekatan ICOR, per tahun dibutuhkan dana

sebesar Rp 180,34 miliar. Dana tersebut akan diusahan dari berbagai sumber yaitu Pendapatan Asli Daerah,

Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, PMDN dari swasta atau masyarakat bantuan luar negeri dan sumber

lain. Mengingat PAD diproyeksikan tumbuh, maka persentasenya akan semakin meningkat. Begitu juga

dengan dana dari masyarakat, semakin kondusif ekonomi Bokondini, akan semakin tinggi minat swasta untuk

berinvestasi. Ke depan diharapkan invesatasi akan terus meningkat hingga pada tahun 2033 akan mampu

berkontribusi 35% dari kebutuhan pembangunan. Adapun dana dari pemerintah pusat, provinsi dan bantuan

asing masih diperlukan untuk memperbanyak kapital yang ada. adapun skenario persentase sumber

pembiayaan disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4. 56 Kebutuhan dan Persentase Sumber Pembiayaan Pembangunan hingga 2033

Tahun Kebutuhan Dana

(miliar per tahun)

Persentase (%)

PAD Pusat Provinsi Swasta/

Masyarakat Bantuan

Luar Negeri Sumber Lain

2013 180.342,35 30 20 10 20 10 10

2014 180.342,35 30 20 10 20 10 10

2015 180.342,35 30 20 10 20 10 10

2016 180.342,35 30 20 10 20 10 10

2017 180.342,35 30 20 10 20 10 10

2018 180.342,35 35 20 5 20 10 10

2019 180.342,35 35 20 5 25 5 10

2020 180.342,35 35 20 5 25 5 10

2021 180.342,35 35 20 5 25 5 10

2022 180.342,35 35 20 5 25 5 10

2023 180.342,35 35 20 5 25 5 10

2024 180.342,35 40 10 5 30 5 10

2025 180.342,35 40 10 5 30 5 10

2026 180.342,35 40 10 5 30 5 10

2027 180.342,35 40 10 5 30 5 10

2028 180.342,35 40 10 5 30 5 10

2029 180.342,35 45 5 5 35 0 10

Tahun Kebutuhan Dana

(miliar per tahun)

Persentase (%)

PAD Pusat Provinsi Swasta/

Masyarakat Bantuan

Luar Negeri Sumber Lain

2030 180.342,35 45 5 5 35 0 10

2031 180.342,35 45 5 5 35 0 10

2032 180.342,35 45 5 5 35 0 10

2033 180.342,35 45 5 5 35 0 10 Sumber: Hasil Analisis dan Olahan Konsultan, 2013

4.9.5. Analisis Pembiayaan Rencana Pemanfaatan Ruang

Nilai Pendapatan Daerah di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011 mengalami peningkatan

dari Rp. 547,63 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 635,64 miliar pada tahun 2011, walaupun mengalami

penurunan pada tahun 2008 dan 2010. Dalam hal ini Kabupaten Tolikara juga masih sangat bergantung pada

dana otonomi khusus yang termasuk di dalamnya. Nilai Belanja Daerah di dalam APBD Kabupaten Tolikara

tahun 2007 sampai 2011 mengalami peningkatan dari Rp. 516,25 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 631,19

miliar pada tahun 2011, walaupun mengalami penurunan pada tahun 2010.

Proyeksi pertumbuhan APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan menggunakan angka

pertumbuhan sebesar 4%, yaitu rata-rata yang diperhitungkan dari tren 5 tahun terakhir. Sehingga

berdasarkan angka pertumbuhan sebesar 4% tersebut diperkirakan nilai APBD Kabupaten Tolikara akan

meningkat dari Rp. 689,33 Miliar pada tahun 2013 hingga mencapai Rp. 810,69 Miliar pada tahun 2017.

Struktur pendapatan daerah Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan diproyeksikan

berdasarkan hasil proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan, sebagaimana

telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun

ke depan, maka diproyeksikan proporsi PAD terhadap struktur pendapatan daerah dapat meningkat setiap

tahunnya mulai dari 5% menjadi 9% pada tahun 2017. Perkiraan ini didasarkan pada adanya pergerakan

perekonomian akibat pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah maupun swasta, sehingga dapat

mendorong peningkatan PAD.

Berdasarkan proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan, maka diproyeksikan

proporsi belanja langsung terhadap struktur belanja daerah dapat meningkat setiap tahunnya mulai dari 60,0%

menjadi 64,0% pada tahun 2017. Perkiraan ini didasarkan bahwa dengan adanya peningkatan pendapatan

daerah yang ada dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan pembangunan.

Peningkatan proporsi belanja langsung tentunya akan diimbangi dengan menurunnya proporsi dari belanja

tidak langsung, sehingga struktur belanja daerah yang positif untuk proporsi pembangunan dapat ditingkatkan

untuk mengejar ketertinggalan daerah.

Berdasarkan dokumen RPJMD Kabupaten Tolikara Tahun 2006-2010 dapat diketahui proporsi anggaran biaya

untuk setiap SKPD dalam kurun waktu 5 tahun. Proporsi biaya untuk setiap SKPD selama kurun waktu 5 tahun

dibutuhkan sebagai pertimbangan kebijakan penganggaran 5 tahun ke depan. Proporsi biaya untuk setiap

SKPD secara prinsip dapat memperlihatkan sektor yang diprioritaskan dalam pembangunan daerah.

Dengan mengetahui struktur penerimaan dan pembiayaan daerah, alokasi pembiayaan pembangunan

kawasan perkotaan Bokondini dapat dihitung. Persentase pembiayaan masing-masing SKPD diperkirakan

Bab 8 - Hal 30

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

akan berubah. Untuk mendukung pengembangan agro-forestri, maka persentase pembiayaan untuk dinas

pertaniandan perkebunan, kehutanan, pariwisata dan perhubungan akan ditingkatkan. Peningkatan ini

dialokasikan dari dinas pekerjaan umum, karena diasumsikan bahwa sarana dan prasarana sudah selesai

dikerjakan dan persentase penyerapan biayanya akan semakin berkurang. Adapun proporsi anggaran untuk

setiap SKPD disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4. 57 Proporsi Anggaran Biaya SKPD Hingga Tahun 2033

No. SKPD Proporsi Per Lima Tahun

2013 2018 2023 2028 2033

1 SEKRETARIAT DAERAH 22.42% 22.32% 22.32% 22.32% 22.32%

2 BAPPEDA 2.44% 2.44% 2.44% 2.44% 2.44%

3 BAWASDA 0.47% 0.47% 0.47% 0.47% 0.47%

4 SEKRETARIAT DPRD 0.87% 0.87% 0.87% 0.87% 0.87%

5 DINAS PEKERJAAN UMUM 43.44% 41.54% 40.04% 39.04% 35.04%

6 DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 5.85% 5.85% 5.85% 5.85% 6.85%

7 DINAS KESEHATAN 7.43% 7.43% 7.43% 7.43% 7.43%

8 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN 1.49% 3.49% 3.49% 3.49% 4.49%

9 DINAS PERIKANAN DAN PETERNAKAN 1.01% 1.01% 1.01% 1.01% 1.01%

10 DINAS KEHUTANAN 0.44% 0.44% 0.44% 1.44% 2.44%

11 DINAS PERINDAGKOP 2.60% 2.60% 2.60% 2.60% 2.60%

12 DINAS KEPENDUDUKAN DAN NAKER 0.31% 0.31% 0.31% 0.31% 0.31%

13 DINAS PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA 4.23% 4.23% 5.73% 5.73% 6.73%

14 DINAS KESEJAHTERAAN SOSIAL 5.36% 5.36% 5.36% 5.36% 5.36%

15 DINAS PENDAPATAN DAERAH 0.12% 0.12% 0.12% 0.12% 0.12%

16 KANTOR PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 0.21% 0.21% 0.21% 0.21% 0.21%

17 KANTOR PEMUDA DAN OLAH RAGA 0.49% 0.49% 0.49% 0.49% 0.49%

18 KANTOR KESBANG DAN LINMAS 0.82% 0.82% 0.82% 0.82% 0.82% Sumber: Hasil Analisis dan Olahan Konsultan, 2013

4.10. Analisis Kelembagaan

Kabupaten Tolikara merupakan salah satu Daerah Otonom yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Tolikara di Provinsi Papua. Dengan amanat Undang-

Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa Pemerintah Daerah dalam hal ini Kabupaten

Tolikara mempunyai kewenangan untuk menyusun rencana detail tata ruang didalam wilayahnya.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kepala Daerah dibantu oleh Perangkat Daerah yang terdiri dari

unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam sekretariat, unsur pengawas

yang diwadahi dalam bentuk inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan, unsur

pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik,

diwadahi dalam lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam dinas

daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun

tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa kabupaten/kota

merupakan daerah otonom, yaitu daerah yang memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk

memberi pelayanan, peningkatan partisipasi, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada

pemberdayaan daerah dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Permendagri No 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah memuat

ketentuan-ketentuan terkait kelembagaan SKPD. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut

SKPD adalah satuan kerja perangkat daerah Kabupaten Tolikara yang terdiri dari Kepala Daerah, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Badan, Inspektorat, Dinas, Kantor

dan Distrik

Tabel 4. 58 Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kabupaten Tolikara Periode 2012-2017

Jenis Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Skpd) Periode 2012-2017

1 Sekretariat 1 Sekretariat Daerah

2 Sekretariat DPRD

2 Badan-Badan

3 Inspektorat

4 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

5 Badan Kepegawaian Daerah Dan Diklat

6 Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung

3 Dinas-Dinas 7 Dinas Pekerjaan Umum

8 Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga

9 Dinas Kesehatan

10 Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi

11 Dinas Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja

12 Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil

13 Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Ukm

14 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah

15 Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata

16 Dinas Pertanian Dan Perkebunan

17 Dinas Peternakan Dan Perikanan

18 Dinas Kehutanan

4 Kantor-Kantor

19 Kantor Kesbanglinmas

20 Kantor Pemberdayaan Perempuan

21 Kantor Perpustakaan, Arsip Dan Dokumentasi

22 Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian

Sumber: Bagian Tata Pemerintahan, 2012

Selain unsur-unsur Kedinasan/SKPD tersebut diatas di Kabupaten Tolikara juga sudah terbentuk Jajaran dari

Kesatuan TNI dan Polri yang bertanggung jawab atas stabilitas Pertahanan dan Keamanan, masing-masing

kesatuan tersebut terdiri dari :

1. Komando Distrik Militer (KODIM) di Distrik Karubaga

2. Kepolisian Resort (Polres) di Distrik Karubaga;

Bab 8 - Hal 31

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

3. Komando Rayon Militer (Koramil) di setiap ibukota distrik

4. Kepolisian Sektor (Polsek) di setiap ibukota distrik

Sedangkan untuk mendukung pelaksanaan program-program percepatan pembangunan di Kabupaten

Tolikara juga perlu melibatkan peran serta masyarakat setempat, serta kerja sama yang melibatkan potensi-

potensi organisasi masyarakat seperti :

Dari kalangan agama/gereja/missionaris (Pemuda GIDI) tetapi juga melibatkan pula dari

Kalangan akademisi perguruan tinggi yang ada di Indonesia umumnya dan Papua serta Papua Barat

khususnya. Hal tersebut sangat bermanfaatan terutama untuk kegiatan-kegiatan penelitian,

pengembangan, dan peningkatan mutu pendidikan serta kegiatan penyuluhan program pembangunan

pemerintah kabupaten Tolikara.

Lembaga Swadaya Masyarakat

4.10.1. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Persampahan

Dalam penanganan timbulan sampah domestik, dilakukan rencana pembangunan TPA dengan sistem sanitary

landfil perlu memperhatikan topografi kawasan agar tidak mencemari sumber-sumber air (sungai, mata air,

danau) dibangun sebaiknya pada kawasan yang topografinya lebih rendah dan tidak dibangun pada areal

rawan longsor.

Sistem pengelolaan sampah di Kabupaten Tolikara masih belum menggunakan Sistem Pengelolaan

Persampahan yang terintegrasai (Tempat Sampah, Pengangkutan dan TPS). Pengelolaan masih bersifat

individual (dikumpulkan dimasing-masing halaman rumah atau kantor kemudian dibakar), sebagian dibuang

langsung di sungai. Tempat sampah umum jarang ditemui, sebagian kecil hanya terdapat di pasar dan Jenis

sampah umumnya merupakan sampah organik dengan volume yang sangat kecil.

Kelembagaan dan Perundangan

Mengenai Sektor Sampah diatur dalam peraturan perundangan yaitu :

- Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

- Peraturan Pemerintah No 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah

Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Menurut Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah merupakan

kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan

sampah yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan

sampah sebagai sumber daya.

Pengurangan sampah dapat dilakukan melalui pembatasan timbulan sampah (reduce), pemanfaatan kembali

sampah (reuse) dan pendauran ulang sampah (recycle).

Kegiatan penanganan sampah meliputi :

a. Tempat Pemrosesan Akhir sampah (TPA) di Distrik Karubaga;

b. Tempat Pengolahan Sementara Terpadu (TPST) di Distrik Bokondini dan Distrik Kembu

c. Penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun (B 3) mengacu pada peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Kelembagaan yang terkait adalah:

- SKPD terkait Penorganisasian Kedinasan adalah Sekretaris Daerah

- SKPD terkait Pengawasan adalah Inspektorat Daerah

- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah

- SKPD terkait Kesehatan dan Pengendali Lingkungan adalah Dinas Kesehatan dan Dinas PU

- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi

- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan

Dan Aset Daerah

- SKPD terkait pemberdayaan usaha kecil menengah adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi

Dan Ukm

- SKPD terkait pemberdayaan Masyarakat adalah

a. Kepala Pemberdayaan Masyarakat Kampung

b. Kepala Distrik Karubaga ( ibukota Kabupaten )

c. Kepala Distrik Bokondini; dan Distrik-distrik Lain, serta

d. Kelompok-kelompok Masyarakat

Gambar 4. 20 Kelembagaan Sektor Persampahan

Sumber: Analisis Konsultan, 2013

Sekretaris Daerah

Dinas Kesehatan

Bappeda

Dis UKM

Pemberdayaan Masy Kampung

Ka Distrik

Dinas PU Dis Hub Info Dis Pen Da

Inspektorat

Bab 8 - Hal 32

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

4.10.2. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Air Bersih

Pelayanan kebutuhan air bersih yang dilakukan oleh pemerintah daerah Tolikara dengan sistem perpipaan

masih sangat terbatas dimana pelayanan yang dilakukan untuk air bersih perkotaan baru sebagian dari

masyarakat yang ada di Karubaga (Ibukota Kabupaten).

Sedangkan untuk distrik-distrik lain langkah-langkah yang telah dilaksanakan program air bersih baru terdapat

di sebagian wilayah yaitu:

a. peningkatan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) dan pompa hidran di Distrik Karubaga, Bokondini,

Kanggime, Geya, Wina, Wunin, Woniki, Kembu, Gilubandu, Kuari, Nelawi, Nunggawi, Nabunage,

Kubu, Kondaga, Timori, Gundagi, Goyage, Numba, Kamboneri, Panaga, Bokoneri, Bewani, Umagi,

Wari/Tayeve, Wumage, Poganeri, Air Garam, Dow, Egiam, dan Distrik Ndundu

b. Penyediaan Modul Tangki Air Minum yang terdapat di Distrik Bewani, Bokoneri, Goyage, Gundagi,

Kamboneri, Kondaga, Kuari,Kubu,Nabunage, Nelawi, Numba, Nunggawi, dan Distrik Umagi

c. Pembangunan hidran umum yang terdapat di Distrik Timori, Wari/Tayeve, Wumage, Poganeri, Air

Garam, Dow, Egiam, Ndundu, dan Distrik Umagi

d. Pendirian Organisasi Masyarakat Lokal Air Minum di setiap distrik

Kelembagaan dan Perundangan

Pemerintah melalui Direktorat Pengembangan Air Minum (PAM), Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan

Umum, sejak tahun 2007 telah membangun Sistem Penyediaan Air Minum Ibu Kota Kecamatan (SPAM IKK) di

berbagai daerah.

Di daerah yang telah mempunyai perusahaan daerah air minum (PDAM), SPAM IKK dikelola oleh PDAM

Kabupaten/kota pemekaran yang belum memiliki PDAM, Pemerintah Daerah membentuk Unit Pelayanan

Terpadu Daerah Sistem Penyediaan Air Minum (UPTD SPAM) di bawah Dinas PU sebagai pengelola SPAM IKK.

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah,

yanga menyatakan bahwa UPTD berada di dalam struktur organisasi Dinas PU, yaitu di bawah Kepala Dinas PU

Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya.

Apabila UPTD belum masuk dalam struktur organisasi Dinas PU, maka harus dibuat Perda Perubahan struktur

organisasi Dinas PU terlebih dahulu.

Jajaran Kedinasan yang terkait adalah :

- SKPD terkait pengorganisasian kedinasan adalah Sekretariat Daerah

- SKPD terkait Pengawasan adalah Inspektorat Daerah

- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah

- SKPD terkait Kesehatan dan Pengendali Lingkungan adalah Dinas Kesehatan dan Dinas PU

- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi

- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan

Dan Aset Daerah

- Organisasi Masyarakat Lokal Air Minum/Air Bersih disetiap Distrik

Gambar 4. 21 Kelembagaan SPAM

Sumber: Analisis Konsultan, 2013

4.10.3. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Sanitasi

Masih sangat buruknya kondisi sanitasi di Wilayah Kabupaten Tolikara menimbulkan dampak negatif yang

telah ditimbulkannya, maka dipandang perlu adanya suatu upaya percepatan pembangunan sanitasi yang

komprehensif dan terintegrasi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Pusat telah mencanangkan Program Percepatan Pembangunan

Sanitasi (PPSP).

Kelembagaan dan Perundangan

Untuk mengatasi masalah sanitasi di kawasan perkotaan/distrik di Kabupaten Tolikara selain dinas terkait

sangat penting kiranya juga melibatkan peran serta Masyarakat dimulai dari Kepala Distrik Karubaga sebagai

Ibukota Kabupaten dan kemudian diikuti distrik- distrik lainnya untuk memulai kegiatan Sanitasi Berbasis

Masyarakat.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut dan mengacu pada program yang dicanangkan oleh

Pemerintah Pusat yaitu Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), langkah awalnya

Sekretaris Daerah

Bappeda

Dinas Kesehatan Dinas PU Dis Hub Info Tel

Organisasi Masyarakat lokal

Dispenda

Inspektorat

Bab 8 - Hal 33

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

untuk di daerah-daerah kabupaten/kota pemekaran, perlu dibentuk atau pendayagunakan Kelompok Kerja

(POKJA).

Beberapa ketentuan dari POKJA adalah sebagai berikut:

Berbentuk Pokja yang legitimate

Prinsip Tugas : membantu SKPD, dan tidak mengambil alih tugas SKPD.

Tugas dan struktur yang jelas

Anggota yang mencakup perwakilan SKPD, masyarakat, dan institusi pendidikan

Anggaran yang jelas dan memadai

Sekretariat yang jelas (ideal berkedudukan di Bappeda)

Peran POKJA Kab/Kota:

Koordinator pembangunan sanitasi

Perwakilan seluruh stakeholder pembangunan sanitasi

Mewadahi koordinasi dan membangun sinergi antar pelaku pembangunan sanitasi kabupaten/kota

Mengawal dan memudahkan proses pencapaian target pembangunan sanitasi kabupaten/kota

Membantu Pemerintah Kabupaten/Kota dan tidak mengambil alih tugas SKPD

Fungsi POKJA Kab/Kota:

Menyusun Buku Putih Sanitasi

Menyusun Strategi Sanitasi Kab/Kota

Koordinasi pembangunan sanitasi

Melakukan upaya penyadaran pentingnya sanitasi

Menyampaikan keputusan Pokja kepada SKPD

Mengawal pembangunan sanitasi ke depan

Anggota POKJA Kab/Kota

1) Pemerintah Kab/Kota:

SKPD terkait penyedia layanan sanitasi adalah Dinas Pekerjaan Umum

SKPD terkait dengan perencanaan & penganggaran adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

SKPD terkait penguatan kesehatan dan pengendalian lingkungan hidup adalah Dinas Kesehatan

SKPD terkait pemberdayaan masyarakat adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung

SKPD terkait dengan penyebarluasan & pengelolaan informasi / komunikasi adalah Dinas Perhubungan,

Informasi dan Telekomunikasi

SKPD penanggungjawab anggaran dan program adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan

Aset Daerah

2) Masyarakat :

Tokoh Masyarakat / Adat/Gereja (GIDI), Kepala Kampung dan Para Kepala Distrik

LSM, Pers, dll yang terkait

3) Institusi Pendidikan:

Pusat Studi Lingkungan Hidup

Jurusan Lingkungan Hidup

Gambar 4. 22 Kelembagaan SANIMAS

Sumber: Analisis Konsultan, 2013

4.10.4. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Listrik dan Energi

Untuk sektor kelistrikan, Kabupaten Tolikara sudah mempunyai Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) milik

Pemerintah Kabupaten Tolikara dengan daya 2,5 MWh. Daerah yang dialiri listrik di Kabupaten Tolikara hanya

ada di 3 Distrik yaitu Karubaga, Bokondini, dan Kembu. Listrik di Karubaga menggunakan sumber dari PLTD

milik Pemda, di Bokondini menggunakan sumber dari mini hidro milik Pemda, sedangkan di Kembu

menggunakan sumber PLTD milik swasta.

Selain PLTD, sebagian masyarakat mendapatkan bantuan dari Pusat berupa Solar Cell dengan kapasitas 80 Wp

dan beberapa bangunan sudah menggunakan PLTS dengan kapasitas 75 KWp.

Tolikara Bersinar adalah salah satu program Bupati untuk memberikan pelayanan terkait penerangan listrik

bagi warga masyarakat di kabupaten tolikara 1×24 jam. Untuk itu perlu segera memaksimalkan segala potensi

terkait energi kelistrikan

Adapun potensi tenaga listrik yang dapat terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan seluruh

masyarakat Tolikara sebagai berikut :

- Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), memanfaatkan air terjun Geya yang terdapat di Distrik Geya;

- Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), terdapat di Distrik Konda, Distrik Poga, dan Distrik

Goyage. Potensi mikrohidro di Kabupaten Tolikara tersedia dan memiliki prospek yang sangat baik

untuk dikembangkan sebagai alternatif pemenuhan energi listrik masyarakat.

Bappeda

Dinas PU

Tokoh Masyarakat

Kepala Distrik

LSM

DinKes

Pusat Studi Lingk Hidup

Dishubtel Dispenda BPM

Kampung

Bab 8 - Hal 34

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

- Potensi energi mikrohidro yang telah terukur dan dapat dikembangkan menjadi PLTMH di Kabupaten

Tolikara

- Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), terdapat di Distrik Nelawi, Distrik Kubu, Distrik Kanggime,

Distrik Kembu, Distik Wunin, Distrik Nabunage, Distrik Woniki, Distrik Panaga

Pemanfaatan energi matahari memiliki prospek yang sangat baik untuk di kembangkan di Kabupaten

Tolikara. Pengembangan PLTHS dapat menjadi solusi yang terbaik dalam upaya pemerintah memenuhi

kebutuhan listrik bagi masyarakat pedalaman

Kelembagaan dan Perundangan

- Undang-undang no 30 tahun 2009 mengenai ketenagalistrikan ( pasal 5 (3) )

- Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

SKPD terkait adalah:

- SKPD Dinas ESDM Propinsi Papua adalah yang membidangi Kelistrikan di Propinsi Papua

- SKPD terkait pengorganisasian kedinasan adalah Sekretariat Daerah

- SKPD terkait Pengawasan adalah Inspektorat Daerah

- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah

- SKPD terkait Kesehatan dan Pengendali Lingkungan adalah Dinas Kesehatan dan Dinas PU

- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi

- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan

Dan Aset Daerah

Gambar 4. 23 Kelembagan Sektor Listrik dan Energi

Sumber: Analisis Konsultan, 2013

4.10.5. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Telekomunikasi

Di Kabupaten Tolikara Sistem Jaringan Telekomunikasi terdiri atas :

a. sistem jaringan kabel; dan

b. sistem jaringan nirkabel

Sistem jaringan kabel sebagaimana terdapat di perkotaan Karubaga Sedangkan sistem jaringan nirkabel ,

terdiri atas :

a. menara Base Transceiver Sistem (BTS) terpadu yang mampu melayani seluruh ibukota distrik; dan

adalah Telekomunikasi Seluler

b. komunikasi radio SSB atau HT pada wilayah perkampungan.--> Sisitem Radio

Sistem Komunikasi Satelit umumnya terdapat di Kantor Pemerintah. Sementara dari sisi komunikasi seluler,

penduduk di Kabupaten Tolikara dapat menggunakan provider Telkomsel di beberapa distrik. Sistem Radio

terdapat di Kantor-kantor Kontraktor ataupun masyarakat secara mandiri.

Kelembagaan dan Perundangan

Tentang Telekomunikasi diatur dalam Permenkominfo No 17 Tahun 2009 tentang Diseminasi Informasi

Nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Dalam Bab IV Bagian Pertama Permenkominfo No 17 Tahun 2009 diatur mengenai Kelembagaan Kominfo

Pemerintah Daerah

Instansi Pemerintah Daerah yang terkait adalah sebagai berikut:

- SKPD terkait pengorganisasian kedinasan adalah Sekretariat Daerah

- SKPD terkait Pengawasan adalah Inspektorat Daerah

- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah

- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi

- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan

Dan Aset Daerah

Masyarakat Umum

- Provider-provider Telekomunikasi

- Media Massa Nasional dan Lokal

- Media Massa Komunitas Gereja/Missionaris

- Media Massa Swasta Nasional dan Lokal

Dinas ESDM Prop Papua

Bappeda Dinas PU

Dinas Kesehatan

Dishubtel

Dispenda

Sekretaris Daerah

Bab 8 - Hal 35

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 4. 24 Kelembagaan Sektor Telekomunikasi

Sumber: Analisis Konsultan, 2013

4.10.6. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Kesehatan

Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Tolikara terdiri dari Rumah Sakit, Balai Pengobatan,

Puskesmas/Pustu dan Posyandu. Rumah Sakit hanya terdapat di Distrik Karubaga. Rumah Sakit ini sebelumnya

merupakan bagian dari Puskesmas. Sementara Puskesmas/Pustu tersebar di seluruh distrik. Namun Posyandu

yang sangat terkait dengan kebutuhan pelayanan kesehatan anak-anak balita tidak terdapat di seluruh distrik.

Kelembagaan dan Perundangan

- Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan

- Kepmenkes no 128 Tahun 2004 tentang kebijakan dasar Pusat Kesehatan Masyarakat

- Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa penyelenggaraan

pembangunan kesehatan harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, berkesinambungan dan

dilaksanakan bersama antara pemerintah dan masyarakat. Selain dari pada itu, peran serta masyarakat

dalam penyelenggaraan kesehatan termasuk pembiayaannya perlu didayagunakan dan diarahkan

sehingga dapat berdayaguna dan berhasil guna.

- Dalam Bab III huruf A 2 Kepmenkes no 128 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Sistem Kesehatan

Kabupaten/Kota adalah Kedudukan Puskesmas dalam sistem Pemerintahan Daerah adalah sebagai

Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

sebagian tugas pembangunan kesehatan kabupaten/kota di wilayah kerjanya

- Peran masyarakat. Dalam pembangunan kesehatan di wilayahnya, dirasa perlu untuk mengembangkan

suatu lembaga perwakilan masyarakat yang "peduli" kesehatan, yang selain berfungsi sebagai

"penyantun" sekaligus membantu meningkatkan kinerja Puskesmas.

Program yang harus dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Tolikara adalah segera melakukan langkah-langkah

untuk peningkatan Pelayanan Puskesmas di distrik Karubaga dan Distrik Bokondini menjadikan PUSKESMAS

RAWAT INAP yang sudah dilengkapi dengan ruang operasi tersendiri di Distrik-distrik yang sudah ada

Pelayanan Kesehatan. diharapkan dengan dibangunnya PUSKESMAS ini dapat melayani kebutuhan kesehatan

masyarakat secara cepat, sehingga masyarakat tidak lagi harus berjalan jauh sampai Wamena dan Jayapura

untuk pelayanan kesehatan.

Kedinasan yang terkait adalah :

- SKPD terkait pengorganisasian kedinasan adalah Sekretariat Daerah

- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah

- SKPD terkait Kesehatan dan Pengendali Lingkungan adalah Dinas Kesehatan dan Dinas PU

- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi

- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan

Dan Aset Daerah

- SKPD terkait Pemberdayaan Masyarakat Kampung

Dari Masyarakat :

- Para Kepala Distrik

- Tokoh Masyarakat dari masing-masing Distrik

- Akademisi Ilmu Kesehatan

Gambar 4. 25 Kelembagaan Sektor Kesehatan

Sumber: Analisis Konsultan, 2013

Sekretaris Daerah

Bappeda Dishubtel

Provider

Dispenda

Inspektorat Daerah

Sekretaris Daerah

Dinas Kesehatan

Dinas Dishubtel

Dispenda

Pemberdayaan Masyarakat Kampung

Dinas PU

Inspektorat

Bab 8 - Hal 36

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

4.10.7. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Rawan Bencana

Kabupaten Tolikara mempunyai wilayah yang dapat dikategorikan sebagai wilayah rawan bencana, hal

tersebut dapat dirinci sebagai berikut

(1) Kawasan rawan bencana alam , terdiri atas :

a. kawasan rawan tanah longsor;

b. kawasan rawan banjir.

(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud , meliputi seluruh distrik kecuali di Distrik Bokondini

dan Distrik Taiyeve.

(3) Kawasan rawan tanah longsor dengan resiko tertinggi terdapat di Distrik Panaga, Kembu, Umagi, Distrik

Wina, dan sekitarnya

(4) kawasan rawan banjir terdapat di sekitar sungai-sungai besar

Sehubungan dengan hal tersebut maka telah diantisipasi antara lain dengan menyiapkan Jalur evakuasi

bencana dengan memanfaatkan jalan menuju ruang evakuasi bencana di dataran Distrik Bokondini dan

Distrik Taiyeve

Kelembagaan dan Perundangan

Untuk menangani masalah bencana tersebut, maka Pemerintah Pusat menerbitkan peraturan perundangan

untuk pembentukan suatu badan yang dinamakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang dapat

khusus menangani segala aspek yang berkaitan dengan Bencana Alam. Perundangan tersebut antara lain

adalah:

- Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

- Permendagri No 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan

Bencana Daerah

- Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No 3 Tahun 2008 tentang Pedoman

Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Di dalam Pasal 18, ayat 2b Undang Undang no 24 Tahun 2007 dinyatakan bahwa di tingkat kabupaten/kota

BPBD dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah Bupati/walikota atau setingkat eselon IIa, pejabat

setingkat eselon IIa di tingkat kabupaten/kota adalah setara dengan Sekretaris Daerah (Sekda).

Kedinasan yang terkait adalah :

- SKPD terkait pengorganisasian kedinasan adalah Sekretariat Daerah

- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah

- SKPD terkait Kesehatan dan Pengendali Lingkungan adalah Dinas Kesehatan dan Dinas PU

- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi

- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan

Dan Aset Daerah

- SKPD terkait Pemberdayaan Masyarakat Kampung

Koordinasi dengan :

- Jajaran dari Kesatuan TNI dan Polri

- Organisasi organisasi Pencinta Alam

Gambar 4. 26 Kelembagaan Sektor Kebencanaan

Sumber: Analisis Konsultan, 2013

4.10.8. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Agroforestri

Sektor Agroforestri

Dengan adanya agroforestri diharapkan dapat menjaga fungsi hutan dalam bentuk proses pertanian selain

juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemenuhan produksi pertanian.

Kelembagaan dan Perundangan

- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementrian Kehutanan

- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.28/menhut-II/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai

Penelitian Agroforestri Kementrian Kehutanan

Dinas / SKPD terkait

1. Sekretariat Daerah

2. Inspektorat Daerah

3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

4. SKPD Dinas Kehutanan

5. SKPD Dinas Pertanian Dan Perkebunan

6. SKPD Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan

7. SKPD Dinas Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja Dan Aset Daerah

8. SKPD Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Ukm

Pusat BNPB

Bappeda BPBD

Dishubtel

Pemberdayaan

Masyarakat Kampung

TNI Polri

Organisasi Pecinta Alam

Dinas Kesehatan

Dinas PU

Bab 8 - Hal 37

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

9. SKPD Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi

10. SKPD Dinas Pekerjaan Umum

11. SKPD Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga

12. SKPD Dinas Kesehatan

Gambar 4. 27 Kelembagaan Sektor Agroforestri

Sumber: Analisis Konsultan, 2013

Dalam hal pengenbangan Distrik Bokondini dijadikan sebagai Kota Agro akan melibatkan banyak Instansi

Pemerintah Daerah baik itu tingkat Propinsi maupun tingkat Kabupaten yang berarti pula akan melibatkan

banyak Peraturan Perundangan yang terlibat di dalamnya.

Untuk mendukung kegiatan ini dapat dilakukan langkah-langkah dengan membuat serangkaian arahan yang

dituangkan dalan Renstra 5 tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan rencana tahunan. Meskipun

kegiatan tersebut dilakukan oleh SKPD yang bersangkutan namun dana-dana untuk kegiatan tersebut pada

umumnya masih didanai oleh pemerintah pusat, hal ini terutama karena pemerintah daerah hanya memiliki

anggaran yang sangat terbatas terutama untuk kegiatan tersebut yang tentunya banyak membutuhkan biaya,

disamping itu pemerintah daerah cenderung berorientasi pada meningkatkan target PAD.

Dalam program kegiatan tersebut Instansi/ SKPD yang terlibat adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah Pusat Dalam hal ini Kementrian Kehutanan

Sebagai unit pelaksana teknis Kementrian Kehutanan, organisasi ini memiliki' tugas pokok membuat arahan

teknik rehabilitasi Iahan pada daerah yang menjadi wilayah kerjanya.

2. Dinas Kehutanan Propinsi

Lembaga ini memiliki tanggung jawab membuat rencana kegiatan 5 tahunan yang kini disebut Rencana

Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RPRHL).

3. Bappeda Kabupaten

Menjadi organisasi yang penting karena arahan pengembangan wilayah dan pembangunan daerah menjadi

tanggung jawab lembaga ini. Selanjutnya lembaga ini juga bertanggung jawab mengontrol setiap kegiatan

yang dilakukan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), oleh karenanya Bappeda kemudian

menjadi Instansi yang keterlibataanya cukup signifikan dalam Program Kota Agro ini.

4. Dinas Kehutanan Kabupaten Tolikara bersama dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten

Tolikara

Dua Instansi ini memiliki tanggung jawab dan terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan langsung.

5. Dinas Pekerjaan Umum

Dinas Pekerjaan Umum selain berperan sebagai SKPD terkait, juga menjalankan fungsi sebagai pelaksana

program kegiatan. Dinas PU akan bertanggung jawab antara lain apabila ada aliran sungai utama yang

melintasi wilayah tersebut mengalami gangguan.

6. Masyarakat dan Petani

Masyarakat dan Petani adalah merupakan pelaku utama dari program ini melalui kegiatan penanaman pohon

dengan sistem agroforestry yang diterapkannya.

Pada saat ini kesadaran masyarakat mengenai penanaman pohon sudah semakin meningkat, namun

meningkatnya kesadaran menanam pohon ini utamanya bukan karena motivasi untuk memperbaiki

lingkungan namun karena manfaat ekonomi.

Hal-hal lain yang patut juga untuk menjadi perhatian dan pedoman adalah sebagai berikut

Menggunakan rencana tata ruang yang sudah ditetapkan sebagai pedoman penyusunan program-

program pembangunan dan penerbitan perijinan pemanfaatan ruang, serta alat kendali dalam

pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang.

Penguatan peran Gubernur dan Bupati dalam penataan ruang yang didukung oleh masyarakat,

peningkatan kapasitas dan pemahaman para anggota DPRD dalam penataan ruang,peningkatan

kapasitas dan kemampuan aparat perencana didaerah, dunia usaha yang memahami rencana tata

ruang.

Sekretaris Daerah

Dinas PU Dispenda Dishubtel Dinas

Kesehatan

Dinas Perindagkop/U

KM

Inspektorat Daerah

Bappeda

Dinas Pertanian dan Perikanan

Dinas Kehutanan

Bab 8 - Hal 38

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Perlu komitmen semua pihak untuk melakukan kosolidasi antara Provinsi dan Kabupaten/Kota serta

melakukan suatu langkah-langkah kebijakan bersama guna menjadi arahan Bokondini sebagai Kota

Agro.

4.10.9. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Pelayanan Masyarakat

Dikarenakan masih minimnya sarana jalan dan sarana transportasi antar Distrik/Kota di kabupaten Tolikara, hal

tersebut menyebabkan masyarakat yang membutuhkan pelayanan seperti pengurusan perijinan, pembayaran

retribusi/pajak, dll sering terhambat, oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Tolikara harus segera menjalankan

Pusat Pola Pelayanan Publik.

Pola Terpusat adalah Pola Pelayanan Publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan

berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan .

Pola terpadu terbagi 2 yaitu :

a. Terpadu Satu Atap, Pola Pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang

meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui

beberapa pintu.

b. Terpadu Satu Pintu, Pola Pelayanan terpadu satu pintu diselenggarkan pada satu tempat yang meliputi

berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu;

Untuk Tolikara idealnya menerapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan bertempat di distrik Karubaga

sebagai Ibukota Kabupaten dan Distrik Bokondini yang menjadi kota Pusat Pelayanan untuk melayani

Kebutuhan Masyarakat dari distrik-distrik sekitarnya.

Manfaat Keberadaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Bagi Masyarakat : Dengan adanya PTSP masyarakat dapat memperoleh pelayanan publik yang lebih baik

serta mendapatkan kepastian dan jaminan hukum dari formalitas yang dimiliki

Bagi Dunia Usaha :

a. Diharapkan mampu memberikan kemudahan dalam perizinan usaha akan meningkatkan minat pelaku

usaha untuk melakukan investasi dan pengembangan usaha

b. Diharapkan memperoleh manfaat dalam bentuk efisien pelayanan yang menghasilkan pengurangan

waktu dan biaya membuat pelaku usaha dapat mengalokasikan lebih banyak waktu dan biaya pada

kegiatan produktif

Kelembagaan dan Perundangan

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ;

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja

Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah

7. Peraturan Daerah

Pelayanan Terpadu satu Pintu dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dibawah Koordinasi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kedinasan terkait :

1. SKPD Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Ukm

2. SKPD Dinas Pekerjaan Umum

3. SKPD Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga

4. SKPD Dinas Kesehatan

5. SKPD Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi

6. SKPD Dinas Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja

7. SKPD Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil

8. SKPD Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah

9. SKPD Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata

10. SKPD Dinas Pertanian Dan Perkebunan

11. SKPD Dinas Peternakan Dan Perikanan

12. SKPD Dinas Kehutanan

Bab 8 - Hal 39

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 4. 28 Kelembagaan Sektor Pelayanan Masyarakat

Sumber: Analisis Konsultan, 2013

Tabel 4. 59 Matrik Analisis Kelembagaan Pengembangan Kawasan Perkotaan Bokondini

No SKPD/ Instansi Air Bersih Persampahan Sanitasi Listrik Dan Energi Telekomunikasi Kesehatan Kepariwisataan Kebencanaan

Agroforestri/ Pertanian/ Perikanan/

Peternakan/ Perkebunan

1 Sekretariat Daerah Pengorganisasian Kedinasan

Pengorganisasian Kedinasan

Pengorganisasian Kedinasan

Pengorganisasian Kedinasan

Pengorganisasian Kedinasan

Pengorganisasian Kedinasan

Pengorganisasian Kedinasan

Pengorganisasian Kedinasan

Pengorganisasian Kedinasan

2 Inspektorat Pengawasan Fungsi Pengawasan

Pengawasan

Fungsi Pengawasan

Fungsi Pengawasan

3 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Perencanaan Dan Anggaran

Perencanaan Dan Anggaran

Perencanaan & Penganggaran

Perencanaan Dan Anggaran

Perencanaan Dan Anggaran

Perencanaan Dan Anggaran

Perencanaan Dan Anggaran

Perencanaan Dan Anggaran

Perencanaan Dan Anggaran

4 Badan Kepegawaian Daerah Dan Diklat

Pengembangan Dan Mutasi Pegawai

Pengembangan Dan Mutasi Pegawai

Pengembangan Dan Mutasi Pegawai

Pengembangan Dan Mutasi Pegawai

Pengembangan Dan Mutasi Pegawai

Pengembangan Dan Mutasi Pegawai

Pengembangan Dan Mutasi Pegawai

Pengembangan Dan Mutasi Pegawai

Pengembangan Dan Mutasi Pegawai

5

Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung

Mempeloporori Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Potensi Masyarakat

Pemberdayaan Potensi Masyarakat

Pemberdayaan Potensi Masyarakat

Pemberdayaan Potensi Masyarakat

Sekretaris Daerah

Dis Pen Capil Dispenda

Dishubinfotel Dinas Pertanian dan

Perkebunan

Dinas Kehutanan

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Dinas Kesehatan

Dinas Peternakan dan Perikanan

DisPerindag-UKM

Inspektorat Bappeda

Bab 8 - Hal 40

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No SKPD/ Instansi Air Bersih Persampahan Sanitasi Listrik Dan Energi Telekomunikasi Kesehatan Kepariwisataan Kebencanaan

Agroforestri/ Pertanian/ Perikanan/

Peternakan/ Perkebunan

6 Dinas Pekerjaan Umum

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Penyedia Layanan Sanitasi

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Pelaksana Dan Pengendali Lingkungan

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

7 Dinas Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga

Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda

Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda

Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda

Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda

Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda

Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda

Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda

Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda

Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda

8 Dinas Kesehatan Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Penguatan Kesehatan Dan Pengendalian Lingkungan Hidup

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan

9 Dinas Perhubungan, Informasi Dan Telekomunikasi

Informasi Dan Komunikasi

Informasi Dan Komunikasi

Penyebarluasan & Pengelolaan Informasi / Komunikasi

Informasi Dan Komunikasi

Informasi Dan Komunikasi

Informasi Dan Komunikasi

Penyebarluasan & Pengelolaan Informasi / Komunikasi

Penyebarluasan & Pengelolaan Informasi / Komunikasi

Penyebarluasan & Pengelolaan Informasi / Komunikasi

10 Dinas Kesejahteraan Sosial Dan Tenaga Kerja

Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja

Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja

Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja

Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja

Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja

Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja

Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja

Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja

Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja

11 Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil

Administrasi Kependudukan

Administrasi Kependudukan

Administrasi Kependudukan

Administrasi Kependudukan

Administrasi Kependudukan

Administrasi Kependudukan

Administrasi Kependudukan

Administrasi Kependudukan

Administrasi Kependudukan

12 Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Ukm

Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah

Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah

Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah

Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah

Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah

Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah

Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah

Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah

Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah

13

Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah

Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran

Penanggung Jawab Pelaksanaan Anggaran Daerah

Penanggungjawab Anggaran Dan Program

Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran

Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran

Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran

Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran

Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran

14 Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata

Pengelola Lokasi Pariwisata

Pengelola Lokasi Pariwisata

Pengelola Lokasi Pariwisata

Pengelola Lokasi Pariwisata

Pengelola Lokasi Pariwisata

Pengelola Lokasi Pariwisata

Pengelola Lokasi Pariwisata

Pengelola Lokasi Pariwisata

Pengelola Lokasi Pariwisata

15 Dinas Pertanian Dan Perkebunan

Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

16 Dinas Peternakan Dan Perikanan

Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat

17 Dinas Kehutanan Pembuat Kebijakan Agroforestry

Pembuat Kebijakan Agroforestry

Pembuat Kebijakan Agroforestry

Pembuat Kebijakan Agroforestry

Pembuat Kebijakan Agroforestry

Pembuat Kebijakan Agroforestry

Pembuat Kebijakan Agroforestry

Pembuat Kebijakan Agroforestry

Pembuat Kebijakan Agroforestry

18 Kantor Kesbanglinmas

Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik

Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik

Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik

Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik

Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik

Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik

Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik

Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik

Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik

19 Kantor Pemberdayaan Perempuan

Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat

Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat

Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat

Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat

Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat

Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat

Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat

Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat

Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat

20 Kantor Perpustakaan, Arsip

Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi

Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi

Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi

Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi

Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi

Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi

Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi

Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi

Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi

Bab 8 - Hal 41

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No SKPD/ Instansi Air Bersih Persampahan Sanitasi Listrik Dan Energi Telekomunikasi Kesehatan Kepariwisataan Kebencanaan

Agroforestri/ Pertanian/ Perikanan/

Peternakan/ Perkebunan

Dan Dokumentasi

21

Kantor Ketahanan Pangan Dan Penyuluhan Pertanian

Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan

Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan

Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan

Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan

Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan

Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan

Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan

Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan

Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan

Sumber: Analisis Konsultan, 2013

BAB 5 POTENSI DAN PERMASALAHAN

Didalam bab ini, dibahas potensi dan permasalahan setiap aspek dalam upaya mewujudkan visi, misi, tujuan,

kebijakan dan strategi rencana program pembangunan pemerintah kabupaten Tolikara. Tujuan dari

pembahasan ini adalah untuk mendapatkan tujuan, kebijakan dan strategi serta pola dan struktur ruang

penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini dalam upaya kota ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari

Kabupaten Tolikara. Beberapa aspek yang akan dibahas adalah sebagai berikut regional, keruangan fisik alam

dan penggunaan lahan, kependudukan dan tenaga kerja, perkotaan, kelembagaan/Kemasyarakatan, sarana dan

infrastruktur;

Bab 5 - Hal 1

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Bab 5 Potensi dan Permasalahan Didalam bab ini, dibahas potensi dan permasalahan setiap aspek dalam upaya mewujudkan visi, misi, tujuan,

kebijakan dan strategi rencana program pembangunan pemerintah kabupaten Tolikara. Tujuan dari

pembahasan ini adalah untuk mendapatkan tujuan, kebijakan dan strategi serta pola dan struktur ruang

penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini dalam upaya kota ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dari Kabupaten Tolikara. Beberapa aspek yang akan dibahas adalah sebagai berikut;

1. Regional;

2. Keruangan fisik alam dan penggunaan lahan;

3. Kependudukan dan tenaga kerja;

4. Perkotaan;

5. Kelembagaan/Kemasyarakatan;

6. Sarana dan infrastruktur;

5.1 Potensi Dan Permasalahan Regional

Potensi regional adalah kemampuan sosial , budaya, politik dan ekonomi masyarakat regional yang

bersinggungan langsung dengan kawasan perkotaaan bokondini. Potensi ini dapat saling menguatkan

interaksi regional dalam pembangunan dimasing-masing wilayah distriknya. Interaksi ini dapat dimulai dari

interaksi sosial , budaya, ekonomi dan politik. Berdasarkan hasil analisis dan data sekunder yang ada, beberap

potensi regional yang dapat dipaduserasikan dalam pembangunan kawasan perkotaan Bokondini adalah

sebagai berikut :

1) Kemampuan lahan sebagai pertanian pangan, holtikultura dan perkebunan berkarakter hutan yang dimiliki

oleh seluruh distrik yang berbatasan langsung dengan kawasan perkotaan bokondini.

2) Penyebaran permukiman berupa kampung-kampung.

3) Keterpaduan kekuatan politik pemerintahan kampung di semua distrik dan kampung yang memiliki

interaksi kuat ke dalam pemerintahan kabupaten Tolikara di pusat kota Karubaga.

4) Persebaran prasarana keagamaan seperti gereja dari klasis GIDI yang menjadi alat perubahan sosial dan

budaya masyarakat.

5) Kepemilikan modal sosial di masyarakat papua dalam pola kehidupan bermasyarakat, baik itu dalam

pembangunan sarana kelompok/komunal dan individual.

6) Kepemilikan nilai-nilai pemahaman local dalam pola bercocok tanam untuk dapat mampu hidup mandiri

dan bergenerasi didalam setiap kelompok masyarakat.

7) Kepemilikan nilai-nilai budaya yang kuat terikat disetiap kelompok masyarakat dalam berperilaku toleransi

dan menghargai.

Tabel 5. 1. Kelompok Potensi Regional

No Aspek Kelompok Potensi

1 Sosial Jumlah penduduk, kelompok marga dan suku,

2 Budaya Kekuatan modal kemasyarakatan, toleransi,

gotong royong, kemampuan bercocok tanam,

3 Politik Pemerintahan level pusat, distrik dan kampung,

tokoh masyarakat/kepala suku adat.

4 Ekonomi Kemampuan lahan, jaringan jalan local,

No Aspek Kelompok Potensi

pelabuhan udara regional

Sumber: Olahan konsultan, 2013

5.1.2. Permasalahan Regional

Permasalahan regional adalah permasalahan yang dihadapi antar distrik dan yang berbatasan dengan kawasan

perkotaan bokondini baik itu permasalahan sosial , politik, ekonomi dan budaya. Permasalahan yang dihadapi

dapat mengakibatkan pelemahan terhadap interaksi antar kota yang mengakibatkan pembangunan kota

semakin tidak terarah dan tidak mencapai visi dan misi kepala daerah. Beberapa permasalahan regional yang

didapat dari lapangan dan beberapa diskusi yang dilakukan dengan tokoh masyarakat dan pemangku

kepentingan di pemerintahan adalah sebagai berikut;

1) Jangkauan ke pusat ibukota mencapai 5 jam perjalanan darat dengan kendaraan roda 4 (empat)

wheeldrive;

2) Adanya isu pemisahan diri dari kabupaten tolikara;

3) Kondisi jaringan jalan menuju Bokondini yang rusak berat;

4) Jaringan jalan antar distrik yang belum terbentuk secara utuh;

5) Aksesibilitas terhadap sarana pendidikan yang masih jauh dari harapan

6) Aksesibilitas terhadap sarana kesehatan yang masih jauh dari harapan

7) Pola hidup sehat masyarakat yang masih perlu di dorong.

8) Tidak adanya perangkat komunikasi antar distrik yang dapat memberi perkembangan antar distrik dan

antar wilayah;

9) Sistem transportasi antar distrik yang tidak terbentuk baik itu dari sisi darat dan udara. Sementara dari

kawasan perkotaan bokondini dengan kabupaten jayawijaya telah terbentuk sistem transportasi udara

dengan frekuensi penerbangan yang regular.

10) Tidak adanya kegiatan sosial dan budaya antar distrik dan atau antar kawasan perkotaan regional yang

dilandasi atas kesamaan visi dan misi yang dapat meningkatkan interaksi sosial dan budaya yang lebih

harmonis dan humanis.

Tabel 5. 2. Kelompok Isu Permasalahan Regional

No Aspek Kelompok Masalah

1 Sosial Sarana sosial kemasyarakat, pemerintah distrik,

pemerintah kampung, lembaga adat/suku.

2 Budaya Kesehatan, Pendidikan.

3 Politik Kemiskinan, keamanan.

4 Ekonomi Komoditas perdagangan, infrastruktur jalan,

telekomunikasi.

Sumber: Olahan konsultan, 2013

5.2 Potensi Dan Permasalahan Fisik Alam dan Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan adalah rangkaian kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang tanah/lahan menurut

jangka waktu tertentu. Penggunaan lahan tersebut diselenggarakan secara bertahap maupun massive yang

dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama, tanpa perencanaan

tata ruang maupun adanya perencanaan tata ruang. Dalam hal ini kegiatan pemanfaatan ruang seharusnya

Bab 8 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

disesuaikan dengan produk rencana tata ruang yang telah disusun, namun pada kenyataannya masih banyak

terjadi permasalahan-permasalahan pemanfaatan ruang. Permasalahan tersebut dapat terjadi akibat tiga

faktor, yaitu tidak adanya produk rencana tata ruang, atau adanya rencana tata ruang tetapi tidak

memperhatikan aspek perkembangan kota dan terjadinya perkembangan kota yang terlalu cepat, sehingga

rencana tata ruang yang telah tersusun menjadi tidak sesuai lagi. Untuk mengetahui lebih detail maka

permasalahan pemanfaatan ruang yang terjadi di kawasan perkotaan dilihat berdasarkan 5 (lima) aspek yaitu

aspek hukum/norma, tata ruang, aspek transportasi, aspek perumahan, dan aspek industri.

5.2.3. Aspek Hukum

Seperti yang diketahui oleh khalayak umum, bahwa permasalahan dalam pengelolaan lahan di Papua pada

umumnya adalah permasalahan kepemilikan lahan/tanah yang dimiliki oleh adat/suku dengan batas-batas alam

atau kesepakatan antar kepala suku. Hal ini juga terdapat di dalam isu strategis dalam pengembangan wilayah

kabupaten Tolikara pada umumnya yakni;

1. Potensi masalah lahan pembangunan yang terbatas, karena seluruh lahan pada umumnya dimiliki oleh

adat/tanah ulayat. Lahan pembangunan untuk kantor-kantor dinas merupakan hibah dari tanah ulayat atas

persetujuan suku-suku yang ada. Penyediaan lahan pembangunan untuk kepentingan bersama, perlu

dirumuskan bersama dengan ketua adat, agar memperoleh solusi dalam penyediaan lahan untuk

pengembangan.

2. Potensi konflik kepemilikan lahan untuk bermukim, karena masyarakat pendatang ataupun dari luar suku

adat, tidak dapat memiliki lahan adat.

3. Permasalahanan sistem persil yang tidak beraturan, menyebabkan inefisiensi lahan, karena terdapat

beberapa bagian lahan yang tidak ada kepemilikannya.

Ketiga (3) persoalan diatas menjadi permasalahan pembangunan disetiap sektor khususnya juga di kawasan

perkotaan Bokondini.

5.2.4. Aspek Penggunaan Ruang

Permasalahan lainnya dalam permasalahan di kawasan perkotaan adalah sebagai berikut;

1. Adanya kecenderungan pemusatan kegiatan (over-concentration) pada kawasan-kawasan tertentu;

2. Perkembangan penggunaan lahan yang bercampur (mixed-use); dan

3. Terjadinya alih fungsi lahan (land conversion) dari ruang terbuka, lahan konservasi, atau ruang terbuka

hijau menjadi kawasan terbangun intensif (permukiman, industri, perkantoran, prasarana).

Sedangkan permasalahan besar yang dihadapi oleh kawasan sub urban adalah :

1. Terjadinya pengalihan fungsi kawasan resapan air menjadi kawasan terbangun;

2. Terjadinya pembangunan fisik kawasan secara terpencar (urban sprawl); dan

3. Banyaknya lahan tidur di wilayah sub urban dan wilayah transisi.

Tabel 5. 3. Permasalahan Penggunaan Lahan di Kawasan Perkotaan Bokondini

No Permasalahan Lokasi

1 Kepemilikan tanah berdasarkan hak atas

ulayat/suku/marga

Seluruh kawasan perkotaan

2 Mixed use (bercampur) Pusat perkotaan

No Permasalahan Lokasi

3 Urban sprawl Distrik Bokondini, Distrik Bewani,

Distrik Kaboneri, Distrik Bokoneri

4 Land conversion di dalam Hutan Lindung Distrik Bokoneri, Kampung Kanaero

Sumber : Hasil Analisis Konsultan Tahun 2013

5.2.5. Aspek Transportasi

Didalam kawasan perkotaan Bokondini sendiri, aspek transportasi belum mengalami permasalahan seperti

pada umumnya di perkotaan besar. Kawasan perkotaan Bokondini masih menjadi dikategorikan sebagai kota

urban/town. Namun untuk mengantisipasi permasalahan penggunaan lahan dari aspek transportasi,

diharapkan seluruh jaringan transportasi di kawasan perkotaan memenuhi ketentuan perencanaan dan

prediksi volume arus barang dan orang di dalam kawasan perkotaan.

Beberapa permasalahan yang harus diantisipasi sebagai berikut;

1. Kemacetan lalu lintas yang terjadi di pusat-pusat aktivitas;

2. Berkembangnya kegiatan on street parking.

Sedangkan permasalahan transportasi yang terjadi di kawasan suburban adalah :

1. Terjadinya kemacetan di daerah kawasan industri;

2. Kemacetan lalu lintas pada daerah perbatasan kawasan urban dan sub urban; serta

3. Berkembangnya angkutan umum plat hitam.

Tabel 5. 4. Antisipasi Permasalahan Aspek Transportasi

No Permasalahan Lokasi

1 Kemacetan Pusat Kota Agro Bokondini

2 Street parking Pusat Kota Agro Bokondini

3 Angkutan tidak resmi Kawasan Perkotaan

Sumber : Hasil Analisis Konsultan Tahun 2013

5.2.6. Aspek Perumahan

Aspek perumahan merupakan aspek yang penting dalam kegiatan dan aktivitas perkotaan. Hal ini disebabkan

perumahan merupakan pemakai lahan terbesar dari lahan terbangun perkotaan, sekitar 40 % dari lahan,

sedangkan penggunaan lainnya adalah untuk ruang terbuka hijau, olah raga dan industri. Dari kondisi di atas,

terlihat bahwa aspek perumahan berpotensi menimbulkan permasalahan dalam pemanfaatan lahan

perkotaan.

Pertambahan penduduk perkotaan dan sub urban serta perkembangan aktivitas perkotaan membutuhkan

supply perumahan yang tidak sedikit, namun saat ini supply untuk perumahan murah masih belum mencukupi.

Kondisi seperti inilah yang memunculkan permasalahan permukiman, ketidakseimbangan antara permintaan

dan penyediaan rumah murah. Selain itu, penurunan kualitas lingkungan, tidak meratanya distribusi

perumahan, dan tidak tercukupinya fasilitas perumahan akan berujung pada permasalahan permukiman

Bab 8 - Hal 3

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

kumuh. Selain itu, akibat tidak adanya supply lahan dan perumahan murah di perkotaan, mengakibatkan

munculnya permukiman-permukiman liar.

Dilihat dari kondisi tersebut, permasalahan pengendalian untuk sektor permukiman termasuk permasalahan

yang cukup berat, dimana tuntutan kebutuhan rumah murah selalu naik, sedangkan penyediaan selalu kurang.

Selama permasalahan tersebut belum terselesaikan masalah permukiman masih akan selalu ada.

Secara garis besar permasalahan permukiman perkotaan antara lain : (1) percampuran fungsi

bangunan/kawasan; (2) alih fungsi bangunan; (3) permukiman liar; dan (4) permukiman kumuh. Sedangkan

permasalahan permukiman yang terjadi di wilayah sub urban adalah (5) pembangunan perumahan di kawasan

rawan bencana.

Permasalahan utama dalam hal pembangunan perumahan di Papua, khususnya di kawasan perkotaan

Bokondini adalah mahalnya harga pembangunan rumah sehat tipe 36, bahkan sangat tinggi.

Pembangunan perumahan rakyat layak huni type 36 untuk wilayah pantai dan kepulauan minimal berkisar Rp.

100-150 juta/ unit, sedangkan di wilayah pegunungan dan daerah yang berawa berkisar Rp. 250-300 juta/ unit

untuk setiap keluarga.

Gambar 5. 1. Contoh Rumah Rakyat Layak Huni Tipe 36 di Papua

Sumber : Hasil Survei Konsultan Tahun 2013

5.2.7. Aspek Industri

Walaupun didalam kawasan perkotaan Agro Bokondini belum ada kegiatan industry skala besar namun, sudah

ditetapkan arahan spasial kawasan industri, dan didalam rencana tata ruang kawasan perkotaanya juga

disiapkan kawasan industri/pergudangan/perkantoran agribisnis. Maka diharapkan dapat diantisipasi

permasalahan-permasalahan yang akan timbul pasca kegiatan investasi masyarakat/swasta di sektor

agroforestry. Beberapa permasalahan yang biasanya akan timbul dalam kawasan industri adalah (1)

pencemaran lingkungan dan penurunan cadangan air tanah; dan (2) penurunan kualitas fisik dan tingkat

pelayanan jalan.

Untuk itu disiapkan badan layanan kawasan industri khusus menangani kawasan industri agroforestry bisnis ini

kedepan. Beberapa badan layanan pemerintah yang akan berada di Bokondini adalah (1) Badan Penelitian

Teknologi Agroforestry; (2) UPT Perhubkomintel; (3) UPT Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan,

Peternakan; (3) Kantor Pemerintah Distrik; dan (4) UPT Lingkungan Hidup.

Tabel 5. 5. Aspek Permasalahan Kawasan Perkotaan

Aspek

Penggunaan

Lahan Aspek Transportasi Aspek Industri Aspek Perumahan

1. Over

concentration

2. Mixed-use

3. Land

Conversion

4. Urban Sprawl

5. Lahan tidur

1. Kemacetan

2. On street parking

3. Perkembangan

angkutan umum plat

hitam

1. Pencemaran

lingkungan

2. Penurunan

cadangan air

tanah

3. Penurunan

kualitas fisik dan

tingkat pelayanan

jalan

1. Percampuran fungsi

kawasan/bangunan

antara kawasan

permukiman dengan non

permukiman

2. Alih fungsi bangunan,

penurunan kualitas

estetika bangunan

3. Permukiman kumuh

4. Munculnya permukiman

di kawasan rawan

bencana

Sumber : Hasil Analisis Konsultan Tahun 2013

5.3 Potensi dan Masalah Kependudukan/tenaga kerja;

Permasalahan didalam sektor kependudukan yang paling krusial adalah ketiadaan informasi yang tepat

tentang populasi penduduk yang merupakan asli penduduk papua. Selain itu juga soal perdasi nomor 15 tahun

2008 tentang kependudukan yang pada prakteknya tidak seluruhnya dapat dilaksanakan, pembatasan

penduduk yang masuk ke Papua tidak serta merta dapat dilakukan, karena melanggar hak asasi manusia, yakni

hak untuk hidup layak dan bertempat tinggal dimana saja di Indonesia.

Dalam bidang tenaga kerja, walaupun telah banyak program dilakukan seperti pelatihan keterampilan dan

bantuan pembinaan tenaga kerja di papua, belum dapat mempengaruhi lebih luas dari program-program

ketenagakerjaan ini. Program ketenagakerjaan dari pemerintah provinsi, kabupaten dan kota belum

menyentuh kebutuhan masyarkat yang sebenarnya. Untuk itu diperlukan kajian yang lebih mendalam

terhadap kebutuhan keterampilan kepada masyarakat dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Faktor lain yang menghambat adalah faktor budaya yang menetapkan bahwa para lelaki papua yang tidak

diposisikan sebagai pekerja (ladang, kebun, pertanian, swasta, jasa/dagang) namun sebagai pejuang-pejuang

perang suku. Untuk itu perlu transformasi budaya yang bertahap untuk mengasimilasi peran lelaki di dalam

keluarga.

Bab 8 - Hal 4

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tabel 5. 6 Potensi dan Permasalahan Kependudukan/Tenaga Kerja

Potensi Permasalahan Rekomendasi

1 Jumlah penduduk usia produktif yang tinggi.

2 Sektor pekerjaan yang masih terbuka lebar.

3 Potensi sumber daya alam dan mineral yang besar.

1 Tingkat pendidikan 2 Tingkat ekonomi

masyarakat 3 Faktor budaya peran laki-

laki dan perempuan.

1. Transformasi budaya masyarakat papua

2. Asimilasi budaya melalui keterbukaan mobilitas antar dan intra wilayah di Republik Indonesia

3. Pelaksanaan kegiatan/program pemberdayaan ekonomi lokal

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

5.4 Potensi Dan Masalah Aspek Perkotaan

Tabel 5. 7. Potensi dan Masalah Perkotaan

Potensi Permasalahan Rekomendasi

1. Suku budaya yang khas dan kuat

2. Terdapat rumah honai yang merupakan salah satu ciri khas bangunan lokal

3. Kawasan gereja menjadi pusat komunitas sosial, agama dan olahraga

1. Pola sebaran rumah yang tidak terpusat (komunal) dan cenderung menyebar

2. Beberapa rumah (komunal) berada dalam kawasan lindung

1. Peningkatan jaringan jalan antar kampung yang nyaman, aman dan dapat mengakses pusat pelayanan (kesehatan, sosial, peribadatan, pendidikan) di Distrik atau kawasan gereja.

2. Memberi kompensasi atas pinjam pakai kawasan lindung dengan meningkatkan fungsi kawasan lindung (Kanaero) menjadi TWA (Taman Wisata Alam), jika berpotensi menjadi Kebun Raya dapat dimulai dengan skala kecil (< 50 ha).

3. Memberikan arahan/ rekomendasi KDB/KLB bagi kawasan permukiman yang berada dalam kawasan lindung dan penetapan peraturan zonasi.

4. Penguatan dan peningkatan sarana dan prasarana kawasan gereja menjadi pusat komunitas sosial, agama, pendidikan dan kesehatan.

5. Mengarahkan pembentukan kampung mandiri yang terintegrasi dengan gedung/gereja klasis dimasing-masing wilayah.

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

5.5 Potensi Dan Masalah Sarana dan Infrastruktur

Tabel 5. 8. Potensi dan Masalah Energi Kelistrikan

Potensi Permasalahan Rekomendasi

1. Sungai disekitar kawasan berpotensi sebagai PLTMH

1. Tidak tersedianya data tentang potensi sungai dan curah hujan

2. Tidak terawatnya PLTMH eksisting dikarenakan kurang Maintenance dari komunitas

3. Tidak tersedia SDM Lokal yang dapat me-maintain PLTMH Eksisting

1. Dilakukan studi potensi sungai disekitar kawasan perkotaan Bokondini

2. Dilakukan perawatan berkala dan dukungan dari pemerintah daerah

3. Pelatihan SDM lokal

2. Sungai disekitar kawasan berpotensi sebagai PLTMH

1. Intensitas matahari yang kurang lama.

2. Kurangnya SDM lokal yang dapat me-maintain PLTS Eksisting

3. Harga investasi yang mahal

1. Dilakukan desain teknologi yang sesuai dengan kondisi alam

2. Pelatihan SDM Lokal 3. Bantuan dan dukungan dari

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

3. Pertanian dan hasil Hutan sebagai sumber nergi biomassa

1. Tidak tersedianya data tentang potensi pertanian dan hasil hutan sebagai suber energi biomassa

2. Implementasi skala komunal dan/atau terpusat

3. Biaya investasi yang mahal 4. Tidak tersedianya SDM Lokal

1. Dilakukan kajian tentang potensi pertanian dan hasil hutan sebagai suber energi biomassa

2. Implementasi skala komunal dan/atau terpusat

3. Bantuan dan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah

4. Pelatihan SDM Lokal

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Tabel 5. 9. Potensi dan Masalah Telekomunikasi

Potensi Permasalahan Rekomendasi

1. Bokondini di Distrik Bokondini telah ditetapkan menjadi PKLp, Distrik Kaboneri sebagai PKLp, Kaniro di Distrik Bokoneri sebagai PPK, dan Bilubaga di Distrik Bewani sebagai PPL.

2. Jumlah penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini yang terdiri dari 4 distrik diproyeksikan mencapai 35.854 jiwa pada tahun 2033.

Jaringan sistem telekomunikasi baik kabel maupun nirkabel (wireless) bisa dikatakan masih sangat terbatas

Mengembangkan sistem telekomunikasi nirkabel (wireless) dalam jangka pendek dan sistem kabel dalam jangka panjang yang bisa menjangkau sebagian besar warga

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Bab 8 - Hal 5

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tabel 5. 10. Potensi dan Masalah Transportasi

Potensi Permasalahan Rekomendasi

1. Terdapat jaringan jalan eksisting di kawasan perkotaan Agro Bokondini.

2. Dari jaringan jalan eksisting yang belum menyambung, masih dapat disambungkan sehingga dapat memenuhi pola perjalanan yang diinginkan.

1. Kondisi tanah yang kurang stabil, sehingga harus dapat memilih trase jalan yang terbaik untuk pembangunan jalan.

2. Jalan-jalan yang ada tidak memiliki saluran drainase yang baik

3. Terdapat sungai-sungai yang memotong jalan.

4. Pembangunan jalan di Papua membutuhkan biaya yang sangat besar

1. Menyambungkan ruas simpul dari Wunin ke Bokondini dan Kubu ke Bokondini

2. Menyiapkan pembangunan jembatan di beberapa titik lokasi yang potensial

3. Peningkatan jalan eksisting dan pembangunan jalan baru di lingkungan industri

4. Pembangunan terminal Tipe C

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Tabel 5. 11. Potensi dan Masalah Air Bersih

Potensi Permasalahan Rekomendasi

1. Pertumbuhan penduduk akan di sertai dengan pertumbuhan infrastruktur dasar perkotaan yang menuntut pemenuhan kebutuhan air, sehingga pengembangan pengelolaan air minum akan menjadi prioritas utama dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

2. Tingginya curah hujan yang bisa dijadikan sumber utama untuk air baku air minum masyarakat.

3. Masih banyak tersedia lahan kosong yang luasannya bisa digunakan sebagai tempat untuk membangun bak penampung air hujan komunal, yang pengelolaanya bisa dilaksanakan oleh dinas terkait melalui sistem perpipaan secara gravitasi.

1. Kualitas lingkungan semakin menurun sehingga sumber air baku berkurang, di sisi lain pengaturannya kurang tepat

2. Tidak adanya prsarana air bersih yang memadai mengakibatkan masyarakat kurang mampu mengaksesnya

3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan air dan menjaga kelestarian lingkungan sebagai sumber air

4. Kurangnya sosialisasi tentang pemanfaatan dan pemeliharaan secara efektif dan efisiensi

5. Luasnya kawasan perkotaan 6. Rendahnya tingkat

kepadatan penduduk 7. Rendahnya angka

pertumbuhan penduduk

1 Air baku yang akan menjadi prioritas dimanfaatkan adalah air hujan

2 Pegembangan SPAM dikelompokan menjadi SPAM Perkotaan dan SPAM Pedesaan

3 Untuk masyarakat yang berada jauh di luar kawasan perkotaan baik BWP I – BWP IV dan tidak terlayani sistem perpipaan PAH komunal, perlu menyediakan bak penampung (tong plastik 1 m3) secara individual dan atau mendapat bantuan hibah dari pemda.

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Tabel 5. 12.Potensi dan Masalah Persampahan

Potensi Permasalahan Rekomendasi

1. Pertumbuhan penduduk akan di sertai dengan pertumbuhan infrastruktur dasar perkotaan yang pada setiap aktivitas/kegiatan masyarakat akan menghasilkan sampah baik sampah rumah tangga, sampah industri maupun sampah B3 serta membiasakan masyarakat dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS)

2. Tingginya tingkat kebersamaan masyarakat dalam mencapai tujuan hidup bersama khususnya yang memiliki nilai ekonomi.

3. Masih banyak tersedia lahan kosong yang luasannya bisa digunakan sebagai tempat untuk membangun TPS/TPST yang pengelolaanya berbasis masyarakat.

1. Minimnya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan yang dimiliki pemerintah daerah

2. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan

3. Rendahnya masyarakat yang memiliki sarana penampung sampah

4. Kurangnya sosialisasi tentang pengelolaan persampahan yang memiliki nilai ekonomi

5. Luasnya kawasan perkotaan

1 80% cakupan pelaanan ditangani oleh dinas terkait, 20% individual

2 Seluruh kawasan BWP, dibutuhkan sarana dan prasarana pengelolaan sampah :

Timbulan sampah : 642 Ton

Hibah BIN (pemda) : 586 unit

Gerobak Sampah 1 m3 : 3 unit

TPS/Container 2 m3 : 3 unit

Truck Sampah 6 m3 : 1 unit

TPST : 6 unit

TPA : 1 unit 1 unit

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

Tabel 5. 13.Potensi dan Masalah Air Limbah

Potensi Permasalahan Rekomendasi

1. Pertumbuhan penduduk akan di sertai dengan pertumbuhan infrastruktur dasar perkotaan serta perumahan yang pada setiap aktivitas/kegiatan masyarakat akan menghasilkan limbah rumah tangga baik grey water maupun black water yang menuntut pemenuhan kebutuhan pengelolaan air limbah yang baik guna menghindari pencemaran air tanah sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat serta membiasakan masyaarakat dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS)

2. Tingginya curah hujan sehingga ketersediaan air bersih untuk MCK dapat terpenuhi.

3. Masih banyak tersedia lahan kosong yang luasannya bisa digunakan sebagai tempat untuk membangun IPAL/IPLT yang pengelolaanya diawah dinas terkait.

1. Minimnya sarana dan

prasarana pengelolaan

air limbah yang dimiliki

pemerintah daerah

6. Kurangnya kesadaran

masyarakat terhadap

kebersihan

7. Kurangnya sosialisasi

tentang pengelolaan

air limbah yang baik

dan benar

8. Luasnya kawasan

perkotaan

1. 80% cakupan pelaanan ditangani oleh dinas terkait, 20% individual

2. Sistem on-site 3. Seluruh kawasan BWP,

dibutuhkan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah :

Jamban/Septic Tank : 586 KK

Truck Tinja : 1 unit

IPLT : 1 unit

Bab 8 - Hal 6

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Potensi Permasalahan Rekomendasi

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

5.6 Potensi Dan Masalah Kelembagaan/Kemasyarakatan

Tabel 5. 14. Potensi dan Masalah Kelembagaan/Masyarakat

Potensi Permasalahan Rekomendasi

1. Sudah memiliki data tata Pemerintahan

2. Terdapat kantor instansi Pemerintah

3. Sudah ada data pemberdayaan masyarakat Kampung

4. Sudah mempunyai Kepala-kepala Distrik

5. Terdapat pusat kegiatan di wilayah Kota

6. Memiliki kekayaan sumberdayaan yang melimpah

1. Tidak ada data organisasi masyarakat, LSM, dll

2. Komunikasi antar dinas/SKPD sering terhambat karena faktor alam, sarana prasarana, dan sarana telekomunikasi

3. Perlu peningkatan Mutu SDM dari masyarakat setempat terutama untuk mengisi personil Kedinasan Kabupaten.

1. Pembentukan kelembagaan swadaya masyarakat, perguruan tinggi, asosiasi, dan lembaga masyarakat adat papua (LMAP)

2. Meningkatkan dinas SKPD yang belum terdapat di kawasan perencanaan

3. Menyiapkan dan penguatan kelembagaan dan koordinasi antar SKPD terhadap sektor pembangunan

4. Melakukan bimbingan teknis dan pemantapan tata pemerintahan guna mendapatkan mutu sumber daya masyarakat yang lebih baik

5. Menyiapkan kelembagaan dalam sektor agropolitan

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

5.7 Potensi Dan Masalah Ekonomi

Tabel 5. 15. Potensi dan Masalah Ekonomi Makro

Potensi Permasalahan Rekomendasi

1. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sektor) di antara lain Perdagangan dan pertanian.

2. Kegiatan pertanian khususnya pertanian Palawija dan Ladang yang merupakan penyumbang terbesar PDRB di Kabupaten Tolikara.

3. Kawasan hutan terdiri dari Hutan

1. Bencana alam merupakan ancaman besar mengingat kondisi topografi yang berbukit-bukit dengan kemiringan umumnya >15% bahkan beberapa wilayah memiliki kemiringan lebih dari >40%. Tanah longsor menjadi ancaman utama

1. Perlu pengembangan dan peningkatan kegiatan sarana perdagangan dan jasa agar dapat lebih merangsang pertumbuhan kota

2. Upaya mitigasi bencana yang efektif dapat memberikan kontribusi

Potensi Permasalahan Rekomendasi

Lindung,Hutan Produksi Konversi, Hutan Produksi Biasa dan Kawasan Cagar alam dapat dikembangkan untuk wisata dan juga wisata edukasi. Fakta tersebut memberikan pengaruh pada kegiatan perdagangan dan jasa di Bokondini yang berbasis pada komoditas pertanian, perkebunan dan hasil hutan. Cadangan lahan budidaya dan lahan untuk lingkungan terbangun masih cukup besar, tanpa harus mengalih-fungsikan hutan, pertanian umbi-umbian termasuk sektor yang potensial untuk dikembangkan.

2. Kurangnya dukungan infrastruktur kelistrikan, air bersih, sanitasi, komunikasi dan transportasi, serta kerusakan infrastruktur fisik yang selanjutnya akan meningkatkan biaya operasional dalam menjalankan bisnis.

bagi kepercayaan investor guna peningkatan perekonomian di Bokondini.

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

5.8 Potensi Dan Masalah Pertanian

Tabel 5. 16.Potensi dan Masalah Pertanian

Potensi Permasalahan Rekomendasi

1. Tersedianya sumberdaya lahan pertanian yang cukup luas

2. Menyediakan lapangan kerja bagi penduduk

3. Memberikan kontribusi terhadap perekonomian wilayah

1. Sistem usaha tani masyarakat masih tradisional, sehingga produktivitas dan produksinya rendah

2. Pengetahuan dan ketrampilan serta penguasaan teknologi pertanian penduduk/ petani masih rendah

3. Belum tersedianya prasarana dan sarana serta infrastruktur pendukung pertanian

4. Belum tersedianya kelembagaan petani, perbankan, penyuluhan yang mendukung kegiatan pertanian

1. Menerapkan sistem usaha tani yang benar dan teknologi spesifik lokasi (penggunaan bibit unggul, pemupukan, pemeliharaan dan pasca panen) untuk meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian

2. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan penduduk/ petani dalam penguasaan teknologi pertanian dan praktek usaha tani yang produktif melalui pelatihan dan sekolah lapang

3. Membangun prasarana jalan desa untuk meningkatkan akses ke kawasan produksi dan pemasaran hasil pertanian

4. Membentuk kelompok tani atau gabungan kelompok tani, lembaga keuangan, penyuluhan pertanian untuk meningkatkan

Bab 8 - Hal 7

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Potensi Permasalahan Rekomendasi

kinerja usaha tani 5. Menyusun kebijakan

pemerintah daerah dan menyediakan anggaran yang cukup untuk pengembangan sektor pertanian

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013

BAB 6 USULAN KONSEP PENGEMBANGAN

Berdasarkan arahan dari rencana tata ruang wilayah kabupaten Tolikara tahun 2013-2033, Kawasan Perkotaan

Bokondini yang terdiri atas distrik Bokondini, sebagian wilayah Bewani, sebagian wilayah Bokoneri, sebagian

wilayah Kamboneri merupakan kawasan yang berfungsi utama sebagai pusat pelayanan pemerintahan distrik,

pusat pengembangan pertanian, pusat perkantoran, pusat permukiman, dan pusat komersial skala kampong.

Selain itu berdasarkan hasil analisisnya, hirarki fungsional kota adalah PKLp (promosi) untuk distrik Bokondini dan

Distrik Kamboneri, PPL distrik Bewani dan PPK adalah distrik Bokoneri.

Bab 6 - Hal 1

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Bab 6 Usulan Konsep Pengembangan

6.1 Dasar Konsep Pengembangan

Untuk mewujudkan kawasan perkotaan Bokondini yang aman, nyaman dan berkelanjutan perlu disusun

beberapa konsep pengembangan yang menjadi landasan dalam mengembangan struktur dan pola ruang

kawasan perkotaan Bokondini. Landasan atau dasar ini merupakan aspek penting dalam mengarahkan

pengembangan kota yang diharapkan dapat berperan dalam konstelasi intra dan inter-regional.

Konsep dasar pengembangan kawasan perkotaan Bokondini didasarkan atas beberapa hal;

1. Arahan dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tolikara;

2. Analisis aspek sosial budaya, ekonomi, infrastruktur, sarana, permukiman/perkotaan;

3. Potensi, masalah dan rekomendasi aspek pengembangan kota.

Selain itu juga dilakukan penetapan kawasan prioritas didalam kawasan perkotaan Bokondini yang menjadi

bagian dari pengembangan kawasan perkotaan.

Berdasarkan arahan dari rencana tata ruang wilayah kabupaten Tolikara tahun 2013-2033, Kawasan Perkotaan

Bokondini yang terdiri atas distrik Bokondini, sebagian wilayah Bewani, sebagian wilayah Bokoneri, sebagian

wilayah Kamboneri merupakan kawasan yang berfungsi utama sebagai pusat pelayanan pemerintahan distrik,

pusat pengembangan pertanian, pusat perkantoran, pusat permukiman, dan pusat komersial skala kampong.

Selain itu berdasarkan hasil analisisnya, hirarki fungsional kota adalah PKLp (promosi) untuk distrik Bokondini

dan Distrik Kamboneri, PPL distrik Bewani dan PPK adalah distrik Bokoneri.

Tabel 6. 1. Arahan Hirarki dan Fungsi Utama RTRW Tolikara

Kawasan Perkotaan Hirarki

Fungsional Fungsi Utama Pola Ruang

Distrik Bokondini PKLp 1. Pusat Pelayanan Pemerintahan Distrik

2. Pusat Pengembangan Pertanian

3. Pusat Perkantoran 4. Pusat Permukiman

1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan

2. Industri 3. Pariwisata 4. Peternakan (Sapi) 5. Perkebunan 6. Pertanian Holtikultura 7. Tanaman Pangan 8. Rawan Bencana Longsor 9. Perlindungan Setempat 10. Lindung Geologi

Sebagian Wilayah Distrik Bewani

PPL 1. Pusat Permukiman 2. Pusat Komersial Skala

Kampung

1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan

2. Pertanian Holtikultura 3. Tanaman Pangan 4. Rawan Bencana Longsor 5. Perlindungan Setempat 6. Lindung Geologi 7. Hutan Produksi

Sebagian Wilayah PPK 1. Pusat Pelayanan 1. Permukiman Perkotaan Dan

Distrik Bokoneri Pemerintahan Distrik 2. Pusat Permukiman 3. Pusat Komersial Skala

Kampung

Perdesaan/Perkampungan 2. Pariwisata 3. Pertanian Holtikultura 4. Tanaman Pangan 5. Rawan Bencana Longsor 6. Perlindungan Setempat 7. Lindung Geologi 8. Hutan Produksi

Sebagian Wilayah Distrik Kamboneri

PKLp 1. Pusat Pelayanan Pemerintahan Distrik

2. Pusat Pengembangan Pertanian

3. Pusat Perkantoran 4. Pusat Permukiman

1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan

2. Perkebunan 3. Pertanian Holtikultura 4. Tanaman Pangan 5. Rawan Bencana Longsor 6. Perlindungan Setempat 7. Lindung Geologi 8. Hutan Produksi

Sumber: Hasil olahan konsultan, 2013

6.2 Konsep Pengembangan Struktur Ruang

Pengembangan yang mendasar dalam pembentukan struktur kawasan perkotaan Bokondini adalah sebagai

berikut;

1. Adanya rencana perpanjangan landasan pacu bandar udara Bokondini yang semula sepanjang 800 m

menjadi 1200 m. rencana ini akan membawa dampak kepada perubahan kepada fungsi jalan menuju

bandar udara serta berdampak kepada pola ruang kota dimana rencana perpanjangan landasan pacu

tersebut mengharuskan berpindahnya fasilitas pelayanan pendidikan SMP dan SMA Bokondini.

2. Adanya kawasan permukiman berkepadatan rendah pada kawasan lindung Kanairo menjadikan kawasan

permukiman ini berstatus sebagai kawasan yang dikendalikan/dipenuhi sarana prasarana namun tidak

didorong untuk berkembang yang berimplikasi kepada beralih fungsinya kawasan lindung.

3. Implikasi pengembangan lainnya terhadap struktur kawasan perkotaan adalah peningkatan fungsi jalan

yakni Kolektor Primer (K3) yang menghubungkan antara distrik Wunin melalui distrik Bewani hingga distrik

Bokondini (Kp. Galala). Pengembangan jaringan jalan ini menggunakan kawasan lindung sepanjang 4,3 km.

dan sesuai dengan peraturan pemerintah no 24 tahun 2010 tentang penggunaan kawasan hutan, hal ini

dapat dilakukan dengan mempertimbangkan keberlangsungan kehidupan liar hutan lainnya. Membuat

design jalan meninggi yaitu sebagai underpass crossing untuk satwa liar lainnya.

4. Adanya potensi pengembangan taman botani (Botanical Garden) di sebagian distrik Bokoneri (Kampung

Kanairo). Potensi ini dapat dikembangkan dengan mengintegrasi pengembangan kawasan Taman Wisata

Alam sekaligus sebagai kawasan penelitian, koleksi dan pemeliharaan tumbuhan. Pengembangan kawasan

ini dapat dimulai dengan luas kawasan 40 hektar yang kemudian dapat terus dikembangkan sesuai dengan

kebutuhannya.

5. Implikasi pengembangan struktur kawasan perkotaan berikutnya adalah rencana penetapan kawasan

klasis dan pusat perkotaan (Pusat Pelayanan Primer) Bokondini menjadi kawasan yang harus dikendalikan

lingkungannya karena memiliki ruang terbuka hijau, situs sejarah agama, topografi yang indah, vegetasi

pepohonan yang tua, permukiman MAF (Mission Aviation fellowship), gereja klasis Bogoga dan kawasan

perkantoran distrik yang menyatu (kompak) rapi, asri dan indah. Kawasan yang kompak ini diarahkan

Bab 8 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

menjadi kawasan potensi wisata. Maka struktur ruang kawasan yakni jaringan jalan yang dikembangkan

yakni Kolektor Primer (K3) tidak melintasi di kawasan ini.

6. Implikasi berikutnya adalah adanya arahan dan rencana kawasan industri berbasis agro (pertanian dan

perkebunan) didalam kawasan perkotaan distrik Bokondini seluas 32 ha. Kawasan industri ini berada di sisi

tenggara. Dengan adanya kawasan industri, agar tidak terjadi degradasi lingkungan didalam pusat

perkotaan maka dibuatkan jaringan jalan baru (outer road) dengan fungsi kolektor sekunder (K4) yang

menghubungkan kawasan industry menuju sisi barat daya terkoneksi ke terminal tipe C dan terhubung ke

jaringan jalan kolektor primer (K3) di simpang Kp. Galala.

Gambar 6. 1 Rencana Perpanjangan Runway Bandar Udara Bokondini

Sumber: Tim Master Plan dan DED Bandar Udara Karubaga, 2013

Berdasarkan dari laporan studi kelayakan, master plan dan detail desain bandar udara Bokondini, diajukan 3

opsi pengembangan yang secara langsung berimplikasi kepada alokasi ruang di Pusat Kawasan Perkotaan

Bokondini. Untuk itu pada tahap ini pemilihan konsep pengembangan akan diarahkan pada konsep yang

mempertahankan situs sejarah kota, kawasan yang telah terbangun. Dan pengembangan bandar udara

Bokondini akan mengembangkan ke kawasan yang belum terbangun, yakni opsi pengembangan nomor 2 dan

atau nomor 3. Diharapkan dengan adanya pengembanga landasan pacu bandar udara Bokondini, pesawat

berbadan besar seperti ATR 72 dapat mendarat dan dapat menstimulasi pergerakan orang dan barang dari

kawasan perkotaan Bokondini dan masyarakat di pegunungan tengah yang berbatasan langsung yakni

Kabupaten Memberamo Tengah. Lihat gambar 6.2.

Gambar 6. 2 Spesifikasi Pesawat Yang Mendarat Sumber: Tim Master Plan dan DED Bandar Udara Karubaga, 2013

Selain itu, untuk mendapatkan struktur hirarki kota yang kuat juga dilakukan analisis sederhana dengan

metoda skalogram. Analisis skalogram merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi pusat pertumbuhan

wilayah berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan demikian dapat ditentukan hirarki pusat-pusat

pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap merupakan

pusat pelayanan, sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang akan menjadi daerah belakang (hinterland).

Skalogram pada umumnya digunakan untuk menganalisis pusat-pusat permukiman, khususnya hirarki atau

orde pusat-pusat permukiman. Subjek dalam analisis ini merupakan pusat permukiman (settlement),

sedangkan obyek diganti dengan fungsi atau kegiatan. Dengan beberapa tambahan analisis, misalnya aturan

Marshall, atau algoritma Reed-Muench, tabel skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan pelayanan

setiap fungsi dan pusat permukiman yang dihasilkan.

Bab 8 - Hal 3

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 6. 1 Kawasan KKOP

Bab 6 - Hal 4

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Alat analisis skalogram membahas mengenai fasilitas perkotaan yang dimiliki suatu daerah sebagai indikator

difungsikannya daerah tersebut sebagai salah satu pusat pertumbuhan. Tujuan digunakannya analisis ini

adalah untuk mengidentifikasi kota-kota yang dapat dikelompokkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan

berdasarkan pada fasilitas kota yang tersedia (Blakely, 1994: 94-99).

Analisis skalogram mengelompokkan klasifikasi kota berdasarkan tiga komponen fasilitas dasar yang

dimilikinya yaitu :

A. Differentiation

Adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi. Fasilitas ini menunjukkan bahwa adanya struktur

kegiatan ekonomi lingkungan yang kompleks, jumlah dan tipe fasilitas komersial akan menunjukkan derajat

ekonomi kawasan/kota dan kemungkinan akan menarik sebagai tempat tinggal dan bekerja.

B. Solidarity

Adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktifitas social. Fasilitas ini menunjukkan tingkat kegiatan social dari

kawasan/kota. Fasilitas tersebut dimungkinkan tidak seratus persen merupakan kegiatan social namun

pengelompokkan tersebut masih dimungkinkan jika fungsi sosialnya relative lebih besar dibandingkan sebagai

kegiatan usaha yang berorientasi pada keuntungan (benefit oriented).

C. Centrality

Adalah fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi-politik/pemerintahan. Fasilitas ini menunjukkan

bagaimana hubungan dari masyarakat dalam sistem kota/komunitas. Sentralitas ini diukur melalui

perkembangan hierarki dari insitusi sipil, misalnya kantor pos, sekolahan, kantor pemerintahan dan sejenisnya.

Hirarki kota akan berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan baik skala regional maupun lokal. Tahapan

penyusunan analisis skalogram adalah sebagai berikut (Rondinelli, 1985:115 dan Budiharsono, 2005:151).

Tabel 6. 2. Kelengkapan Fungsi Fasilitas Distrik Kawasan Perkotaan

No Distrik Jumlah

Penduduk

Kelengkapan Fungsi (Fasilitas) Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Bokondini 3,719 3 2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14

2 Bokoneri 3,831 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 4

3 Bewani 3,864 3 0 0 0 1 0 0 0 0 6 1 0 11

4 Kaboneri 1,280 1 0 0 1 3 0 0 0 0 6 1 0 12

1=SD, 2=SLTP, 3=SMU, 4=Puskesmas, 5=Pustu, 6=Puskesmas Keliling, 7=Pasar Lingkungan, 8=Pertokoan, 9=Hotel, 10=Gereja Kampung, 11=Gereja Distrik, 12=Lainnya Sumber: Hasil analisis konsultan, 2014

Tabel 6. 3. Perhitungan Indeks Sentralitas

No Distrik Jumlah

Penduduk

Kelengkapan Fungsi (Fasilitas) Jumlah Indeks Sentralitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Bokondini 3,719 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 11

2 Bokoneri 3,831 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2

3 Bewani 3,864 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 4

4 Kaboneri 1,280 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 5

1=SD, 2=SLTP, 3=SMU, 4=Puskesmas, 5=Pustu, 6=Puskesmas Keliling, 7=Pasar Lingkungan, 8=Pertokoan, 9=Hotel, 10=Gereja Kampung, 11=Gereja Distrik, 12=Lainnya

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2014

Maka, berdasarkan hasil perhitungan pada table 6.2 dan 6.3 dapat ditetapkan bahwa pusat pelayanan kawasan

perkotaan Bokondini adalah Distrik Bokondini (Pusat), sedangkan daerah hinterland nya adalah sebagian

wilayah dari distrik Bokoneri, sebagian wilayah distrik Bewani dan sebagian wilayah Distrik Kamboberi.

Tabel 6. 4. Hirarki Pelayanan Perkotaan

No Wilayah Hirarki Keterangan

1 Distrik Bokondini Pusat Pelayanan Kawasan (Primer)

PPP Pusat Pertumbuhan

2 Sebagian Distrik Bokoneri

Pusat Pelayanan Kawasan (Tersier)

PPT Hinterland

3 Sebagian Distrik Kamboneri

Pusat Pelayanan Kawasan (Sekunder)

PPS Hinterland

4 Sebagian Distrik Bewani Pusat Pelayanan Kawasan (Sekunder)

PPS Hinterland

Sumber: Hasil analisis konsultan, 2014

6.3 Konsep Pengembangan Pola Ruang

6.3.1. Konsep Kota Berbasis Wisata Agro

Dikatakan oleh Beatley dan Manning (1997) bahwa penyebab perkembangan suatu kota tidak disebabkan oleh

satu hal saja melainkan oleh berbagai hal yang saling berkaitan seperti hubungan antara kekuatan politik dan

pasar, kebutuhan politik, serta faktor-faktor sosial budaya.

Teori Central Place dan Urban Base merupakan teori mengenai perkembangan kota yang paling populer dalam

menjelaskan perkembangan kota-kota. Menurut teori central place seperti yang dikemukakan oleh Christaller

(Daldjoeni, 1992), suatu kota berkembang sebagai akibat dari fungsinya dalam menyediakan barang dan jasa

untuk daerah sekitarnya. Teori Urban Base juga menganggap bahwa perkembangan kota ditimbulkan dari

fungsinya dalam menyediakan barang kepada daerah sekitarnya juga seluruh daerah di luar batas-batas kota

tersebut. Menurut teori ini, perkembangan ekspor akan secara langsung mengembangkan pendapatan kota.

Disamping itu, hal tersebut akan menimbulkan pula perkembangan industri-industri yang menyediakan bahan

mentah dan jasa-jasa untuk industri-industri yang memproduksi barang ekspor yang selanjutnya akan

mendorong pertambahan pendapatan kota lebih lanjut (Hendarto, 1997).

Bab 8 - Hal 5

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Konsep dasar pengembangan kota agro bokondini terdiri atas beberapa hal;

1. Penetapan peran dan fungsi kawasan perkotaan dalam konstelasi regional (Kabupaten).

2. Potensi sejarah, sosial dan budaya.

3. Sarana dan prasarana yang mendukung peran dan fungsi kota.

Gambar 6. 3 Konsep Dasar Pengembangan Kota Agro Bokondini

Sumber: Olahan Konsultan, 2013

6.3.2. Konsep Kota Agro Bokondini

Kota Agro Bokondini akan menjadi kota dengan basis pertanian dan perkebunan tanaman pangan dan

holtikultura. Kota Agro Bokondini akan dipersiapkan dengan dukungan infrastruktur perekonomian yang

mampu untuk meningkatkan kinerja peran dan fungsi kawasannya dalam konstelasi regional (kabupaten) dan

interregional (antar kabupaten) hingga ke provinsi. Beberapa dukungan infrastruktur yang akan disiapkan

adalah jasa keuangan perbankan (Bank Papua, Bank BRI), jasa pertokoan/perdagangan, kawasan industri

pertanian dan perkebunan, sarana pendidikan dasar, menengah, atas dan kejuruan pertanian, dinas pertanian,

dinas peternakan, dinas perkebunan, puskesmas plus rawat inap, perpustakaan milik kota, agro demo center,

cultural center milik kota, gymnasium milik kota, lapangan olah raga sebagai sport, social and cultural activity

place, tempat menonton milik kota.

Beberapa bagian wilayah kota yang akan menjadi kota agro adalah;

1. BWP Agro Pusat Kota Bokondini,

Pusat Kawasan Kota Bokondini akan menjadi pusat kawasan jasa/perdagangan komoditas pertanian

pangan dan perkebunan dengan jumlah penduduk 3.719 jiwa. Kawasan produksi agro hingga 10.504 ha.

Bokondini akan menjadi pusat kawasan perkotaan yang dilengkapi dengan Bandar udara dengan panjang

runway 1200 m yang dapat didarati oleh pesawat ATR 72, terminal angkutan umum dan barang dengan

tipe C, sekolah taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah menengah atas, sekolah

kejuruan pertanian, perguruan tinggi pertanian, perguruan tinggi Kristen, puskesmas plus dengan

kemampuan rawat inap dan dokter, gymnasium milik kota, lapangan olah raga sekaligus sebagai tempat

kegiatan social dan budaya, fasilitas peribadatan, perbankan, perkantoran pemerintah seperti kepala

distrik, dinas pertanian, dinas perkebunan, dinas peternakan, dinas perikanan, perkantoran swasta,

perhotelan/penginapan, jaringan internet dan telekomunikasi, jaringan kelistrikan, kawasan perumahan.

Selain itu pusat kota Bokondini akan dipersiapkan untuk menjadi kota wisata berbasis agro dimana akan

diintegrasikan antara kawasan produksi agro dengan kegiatan cinta alam seperti outbond. Konsep wisata

ini dapat menarik pengunjung skala regional dan interregional terutama untuk kegiatan-kegiatan

pengembangan diri organisasi. Dukungan berupa hotel dan penginapan akan dipersiapkan dengan baik di

dalam pusat kota. Dan saat inipun telah ada penginapa dan rumah-rumah milik MAF (mission aviation

fellowship) dan penginapan milik klasis yang telah beraktifitas dalam memberkan pelayanan dalam skala

kota Bokondini.

Selain itu menurut catatan sejarah terbentuknya kota Bokondini, bukti fisik berupa tugu injil, lokasi

pembaptisan air, Bandar udara perintis menjadi bukti otentik catata sejarah perkembangan kota yang

dapat di dokumentasikan dan dijadikan objek wisata rohani dengan bekerjasama pihak Klasis dan

missionaris dari luar negeri yang masih berada di Kota Bokondini. Catatan sejarah ini dapat dipublikasikan

di pusat informasi budaya kota di kawasan perkantoran distrik dan perlu dipelihara.

2. BWP Agro Bewani,

Kawasan agro Bewani berpenduduk 10.914 jiwa pada tahun 2033 dengan kawasan produksi agro hingga

1654,3 hektar lahan produksi.

Kawasan ini akan menjadi kawasan penyokong pusat pengolahan dan industry di Bokondini, yang telah

dilengkapi dengan infrastruktur kawasan agro. Bewani akan memiliki pusat perkantoran distrik,

puskesmas, perpustakaan milik kota, taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, kantor pos

dan gereja.

Pengembangan BWP Agro Bewani juga diarahkan untuk pengembangan pariwisata berbasis cinta alam

seperti olah raga alam ganthole/terbang laying. Bewani memiliki puncak dengan ketinggian 2000 mdpl,

dengan tujuan ke pusat kawasan kota Bokondini, pecinta olah raga terbang layang dapat menikmati

seluruh kawasan perkotaan, sungai, dan perkebunan. Keindahan alam ini menjadi daya tarik bagi

pengunjung.

3. BWP Agro Kaboneri,

Kawasan agro Kaboneri berpenduduk 3.615 jiwa pada tahun 2033 dengan kawasan produksi agro hingga

2714,26 hektar lahan produksi.

Kawasan ini akan menjadi kawasan penyokong komoditas unggulan baik itu pertanian pangan dan

perkebunan di Bokondini. Kawasan ini akan didukung dengan fasilitas pendidikan seperti taman kanak-

kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, fasilitas kesehatan puskesmas, kantor pos, dan kantor

pemerintahan distrik.

4. BWP Agro Bokoneri,

Kawasan agro Bokoneri berpenduduk 10.821 jiwa pada tahun 2033 dengan kawasan produksi agro hingga

1486,4 ha.

Kawasan ini akan menjadi kawasan penyokong komoditas unggulan baik itu pertanian pangan dan

perkebunan di Bokondini. Kawasan ini akan didukung dengan fasilitas pendidikan seperti taman kanak-

kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, fasilitas kesehatan puskesmas, kantor pos dan kantor

pemerintahan distrik.

Peran & Fungsi

Sejarah, Sosial, Budaya

Sarana & Prasarana

Bab 8 - Hal 6

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Tabel 6. 5 Rencana Kebutuhan Sarana Dan Prasarana Kawasan Agro

No Sarana/Prasarana Kawasan BWP Agro Bokondini

BWP Agro Bewani

BWP Agro Kaboneri

BWP Agro Bokoneri

1 Jumlah Penduduk Rencana 2033 10.504 10.914 3.615 10.821

2 Kawasan Produksi Agro (Ha) 1340,79 1654,3 2714,26 1486,4

3 Kawasan Industri Agro (Ha) 4 - - -

4 Kawasan Wisata Agro-Outbond √ - - -

5 Kawasan Wisata Alam - √ - -

6 Kawasan Wisata Rohani √ - - -

7 Bandar Udara √ - - -

8 Terminal C √ - - -

9 Sekolah Taman Kanak √ √ √ √

10 Sekolah Dasar √ √ √ √

11 Sekolah Menengah pertama √ √ √ √

12 Sekolah menengah atas √ - - -

13 Sekolah kejuruan pertanian/perkebunan

√ - - -

14 Sekolah Teknik Pertanian √ - - -

15 Puskesmas Plus Rawat Inap √ - - -

16 Apotik √ - - -

17 Puskesmas √ √ √ √

18 Perpustakaan kota √ - √ -

19 Gymnasium kota √ - - -

20 Lapangan √ - - -

21 Gereja √ √ √ √

22 Mesjid √ - - -

23 Perbankan √ - - -

24 Kantor Pemerintah Distrik √ √ √ √

25 Kantor UPT Dinas Pertanian √ - - -

26 Kantor UPT Dinas Perkebunan √ - - -

28 Kantor UPT Dinas Peternakan √ - - -

29 Kantor UPT Dinas Pariwisata √ - - -

30 Kantor Pos √ √ √ √

31 Fasilitas internet dan telekomunikasi

√ - - -

32 Jaringan listrik √ √ √ √

33 Jaringan air bersih √ √ √ √

34 TPST √ - - -

35 IPAL √ - - -

36 Kantor Polisi dan Koramil √ - - -

37 Tempat Pemakaman Umum (TPU)

√ √ √ √

Sumber : Olahan Konsultan, 2013

Gambar 6. 4. Konsep Interaksi Kota Agro Sumber : Olahan Konsultan, 2013

6.3.3. Konsep Wisata Agro

Konsep wisata agro adalah wisata yang berada ditengah-tengah kawasan pertanian kehutanan (agroforestry)

Bokondini. Tema wisata buah seperti nenas, jeruk, mangga, strawberry, apel dan sayuran seperti brokolli akan

menjadi tematik di kawasan agro Bokondini. Kawasan wisata ini akan dilengkapi dengan dukungan dari sarana

prasarana perkotaan di Bokondini seperti:

1. Kawasan Agro Bogoga;

a. Nenas, Buah Merah/Kuning

b. Mangga, Jeruk, Kopi, Strawberry, Tomat, Brokoli

c. Umbi/Petatas, Ketela, dll

2. Balai teknologi agroforestri

3. Hotel/penginapan

a. Restaurant

b. Bar, coffee shop, souvenir

4. Fasilitas pendukung

a. Sepeda gunung

b. Gymnasium

c. Dll

Kota Agro; Wisata Agro Wisata Rohani Taman Botani

Bab 8 - Hal 7

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 6. 5. Potensi Komoditas Lokal Wisata Agro Sumber: Survey dan Olahan Konsultan, 2013

Gambar 6. 6. Potensi Komoditas yang perlu dikembangkan Sumber: Olahan Konsultan dan www.google.com, 2013

6.3.4. Konsep Outbond-Agro

Outbound adalah program manajemen pelatihan untuk meningkatkan kinerja organisasi melalui pengalaman

belajar. Program-program tersebut sering juga disebut sebagai pelatihan petualangan perusahaan dan

pengembangan manajemen outdoor. Program-program ini umumnya berkisar kegiatan yang dirancang untuk

meningkatkan kepemimpinan, kemampuan komunikasi, perencanaan, manajemen perubahan, delegasi, kerja

sama tim, dan motivasi.

Dengan memanfaat potensi kawasan perkotaan berbasis agro, maka model-model pelatihan petualangan

dialam dapat diintegrasi di dalam kawasan Agro Bokondini. Beberapa kegiatan outbond yang dapat di buat

adalah;

1. High rope (Flying Fox, Two line Bridge, Spider Net)

2. Air Soft Gun+outbound

3. Paralayang/Paragliding

Kegiatan outbound berupa flying fox

Kegiatan Outbound berupa

olah raga Air Soft Gun Combat

Kegiatan outbound berupa SpiderNet

Kegiatan Olah Raga Paralayang

Gambar 6. 7. Kegiatan Outbound yang dapat dikembangkan Sumber: Olahan Konsultan dan www.google.com, 2013

6.3.5. Konsep Wisata Rohani Kristen

Seperti yang diketahui, bahwa Kota Bokondini merupakan kota utama penyebaran injil di kawasan

pengunungan tengah papua (Kab. Jayawijaya, Tolikara, Yahukimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Memberamo

Tengah, Yalimo, Nduga, Pegunungan Bintang, Puncak, Memberamo Raya) yang memiliki nilai sejarah dalam

pembukaan kawasan di pegunungan tengah. Kota Bokondini memiliki arti dan peran penting dalam konstelasi

perubahan social dan budaya masyarakat pegunungan tengah papua. Untuk itu Kawasan Klasis Bogoga yang

Bab 8 - Hal 8

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

berada di Bokondini diharapkan dapat dijadikan kawasan warisan budaya/social masyarakat pegunungan

tengah papua.

Untuk itu bangunan yang telah ada di kawasan klasis seperti cottage (dulunya rumah tinggal para pilot udara

MAF) dapat dimanfaat untuk penginapan umum dengan fasilitas pemanas air, listrik 24 jam, internet, dll.

Gambar 6. 8. Potensi Objek Wisata Sumber: Survey dan Olahan Konsultan, 2013

Objek yang perlu dikembangkan di kawasan klasis Bogoga;

1. Gedung/bangunan social budaya (Culture building) perkembangan sejarah injil, social, budaya

masyarakat pegunungan tengah papua.

2. Perpustakaan sejarah, budaya dan social masyarakat pegunungan papua masa masuknya misionaris

tahun 1950 – hingga tahun 2000 dan sekarang.

3. Dokumentasi rute dan perjalanan para misionaris dalam mengabarkan injil di pegunungan tengah

papua.

4. Revitalisasi dan penataan bangunan/objek sejarah seperti kolam baptis, tugu baptis, lokasi

pembakaran alat-alat mistik, gereja. Yang kemudian di tata dalam bentuk perjalanan suku papua di

Bokondini yang mengalami perubahan sosial dan budaya.

Gambar 6. 9. Objek yang perlu di revitalisasi/pugar Sumber: Survey dan Olahan Konsultan, 2013

Konsep pengembangan pola ruang kawasan perkotaan yang dikembangkan berlandaskan kepada arahan

rencana tata ruang wilayah kabupaten Tolikara seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 5.1. selain itu

dengan tingkat kedalaman yang lebih mendetail dengan skala peta 1:5000 maka pola ruang kawasan

perkotaan Bokondini akan semakin jelas baik itu kondisi eksisting dan arahan rencana pengembangannya.

6.3.6. Konsep Taman Botani (Botanical Garden)

Kebun botani (atau taman botani) adalah suatu lahan yang ditanami berbagai jenis tumbuhan yang ditujukan

untuk keperluan koleksi, penelitian, dan konservasi ex-situ (di luar habitat). Selain untuk penelitian, kebun

botani dapat berfungsi sebagai sarana wisata dan pendidikan bagi pengunjung. Arboretum adalah semacam

kebun botani yang mengkoleksi pepohonan.

Dalam kebun botani, tumbuhan koleksi dipelihara dan diberi keterangan nama dan beberapa informasi lainnya

yang berguna bagi pengunjung. Dua tambahan penting bagi suatu kebun botani adalah perpustakaan dan

herbarium. Keduanya diperlukan untuk kegiatan penelitian dan dokumentasi. Identifikasi/klasifikasi adalah hal

yang umum dilakukan di kebun botani. Kebun botani dapat pula memiliki bangunan khusus untuk

menumbuhkan koleksi yang tidak dapat hidup pada iklim alami tempat itu atau memerlukan perawatan

khusus. Bangunan khusus ini dapat berupa rumah kaca atau klimatron dan iklim buatan dapat dibuat di

dalamnya.

Bab 8 - Hal 9

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Umumnya kebun botani dapat dikunjungi umum. Pemilik kebun botani dapat suatu lembaga tertentu, negara,

maupun perorangan. Namun demikian, tidak semua kebun botani dibuka untuk umum, contohnya Chelsea

Physic Garden.

Kebun botani di Indonesia tidak banyak. Kebun botani milik negara di Indonesia memakai nama "Kebun Raya"

karena ukurannya yang luas. Di bawah LIPI/negara terdapat empat kebun botani, yaitu Kebun Raya Bogor,

Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi di utara Malang, dan Kebun Raya Eka Karya Bali di Bedugul, Bali.

Puspiptek Serpong juga memiliki Kebun Botani Puspiptek Serpong. Taman Buah Mekarsari adalah kebun

botani yang mengkhususkan diri bagi tanaman buah-buahan. Di Tawangmangu juga terdapat taman koleksi

tanaman obat-obatan milik Balittro.

Kebun Botani terkenal lainnya di luar negeri adalah di Brooklyn yang disebut dengan Brooklyn Botanical

Garden, di New York America disebub dengan New York Botanical Garden, di Australia dikenal adalah The Blue

Mountains Botanic Garden, Mount Tomah, di Hongkong dikenal dengan The Hong Kong Zoological and

Botanical Gardens (HKZBG). Di Singapore yang dikenal dengan SBG (Singapore Botanic Gardens).

Gambar 6. 10 Kebun Raya Bogor

Sumber: http://www.bogorbotanicgardens.org/

Gambar 6. 11 Brooklyn Botanical Garden

Sumber: http://www.bbg.org/discover/gardens

Gambar 6. 12 Tanaman di Brooklyn Botanical Garden Sumber: http://www.bbg.org/discover/gardens

Bab 8 - Hal 10

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 6. 13 Singapore Botanical Garden

Sumber: http://www.sbg.org.sg/visitorinfo/mapofground.asp

Gambar 6. 14 Tanaman dan Atraksi di Singapore Botanical Gardens Sumber: http://www.google.com

Gambar 6. 15 Mount Tomah Botanical Garden, New South Wales, Australia

Sumber: http://www.mounttomahbotanicgarden.com.au/the-jungle/maps/

Gambar 6. 16 Tanaman dan Aktifitas di MTH Botanical Garden Sumber : http://www.mounttomahbotanicgarden.com.au/the-garden/images/

Bab 8 - Hal 11

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

6.3.7. Rencana Alokasi Pola Ruang

6.3.7.1. Zona Lindung

Zona kawasan lindung terdapat di semua distrik. Kelompok zona kawasan lindung terdiri atas Hutan Lindung

(HL) dan Kawasan Perlindungan Setempat. Luas zona kawasan lindung di kawasan perkotaan seluas 2,261.51

ha. Selain itu diusulkan adanya Kebun Botani (Botanical Garden) seluas 100,64 ha di distrik Bokondini sebagai

bentuk konpensasi terhadap penggunaan kawasan lindung sebagai permukiman dan pengembangan jaringan

jalan kolektor primer (K3) dan potensi keindahan topografi.

6.3.7.2. Zona Permukiman

Zona kawasan permukiman terdapat disemua distrik. Permukiman terdiri atas permukiman perkotaan dan

permukiman perdesaan. Permukiman perdesaan terdapat di BWP II, III, dan IV. Sedangkan permukiman

perkotaan terdapat di pusat perkotaan Bokondini.

6.3.7.3. Zona Perkantoran

Zona perkantoran berada di pusat kawasan perkotaan Bokondini dan BWP IV Kamboneri. Luas kawasan

perkantoran 5,72 ha.

6.3.7.4. Zona Sarana Pelayanan Umum

Zona sarana pelayanan umum berada di semua distrik, berupa kantor distrik dan kantor kampung. Luas zona

sarana pelayanan umum 40,49 ha.

6.3.7.5. Zona Industri

Zona industry terdapat di Kawasan Perkotaan Bokondini dengan luas 32 ha. Zona Industri ini diarahkan dan

ditetap sebagai kawasan industri berbasis agro (agroforestry). Dan sesuai dengan arahan dari rencana tata

ruang wilayah provinsi Papua, industri diarahkan kepada industri berbasis low carbon.

6.3.7.6. Zona Kebun Botani (Botanical Garden)

Zona Pariwisata kebun Botani akan diarahkan di Distrik Bokoneri berdampingan dengan kampong Kanairo.

Lokasi diarahkan untuk pengembangan kawasan Taman Botani yang terintegrasi dengan kawasan wisata agro

di Bokoneri, Kamboneri, Bewani dan Bokondini. Luas Taman Botani ini dirancang dengan luas awal mencapai

40 hektar.

6.3.7.7. Zona Peruntukan Lainnya

Zona peruntukan lainnya terdiri atas kegiatan yang bersifat khusus seperti pertahanan dan keamanan dan

pertanian, hutan produksi, lahan terbuka, Tempat Pemakaman Umum (TPU) di masing-masing distrik, Instalasi

Pengolahan Limbah Terpadu (IPLT) di dalam Kawasan Industri, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST),

dan alokasi kawasan bagi rumah pembangkit, telekomunikasi, dan lainnya. Terdapat di seluruh distrik yang

berada di dalam kawasan perkotaan Bokondini, yakni seluas 6750,20 ha.

Tabel 6. 6 Alokasi Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini

BWP POLA RUANG LUAS (HA)

BWP I (Distrik Bokondini)

Campuran 3.46

Hutan Lindung 354.66

Industri 28.37

Perdagangan dan Jasa 3.66

Perkantoran 5.73

Perlindungan Setempat 143.28

Perumahan 32.89

Peruntukan Khusus 2.30

Peruntukan Lainnya 1392.91

Ruang Terbuka Hijau 3.51

Sarana Pelayanan Umum 32.99

Botanical Garden/Taman Wisata Alam 100.64

BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani)

Hutan Lindung 331.46

Hutan Produksi Konversi 1184.50

Perdagangan dan Jasa 11.40

Perkantoran 0.94

Perlindungan Setempat 105.11

Perumahan 72.12

Peruntukan Lainnya 426.41

Rawan Gerakan Tanah 57.68

Sarana Pelayanan Umum 2.79

BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri)

Hutan Lindung 926.09

Hutan Produksi Konversi 2510.86

Perdagangan dan Jasa 3.55

Perkantoran 0.34

Perlindungan Setempat 274.95

Perumahan 486.44

Sarana Pelayanan Umum 2.25

BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri)

Perdagangan dan Jasa 0.22

Perkantoran 0.02

Perlindungan Setempat 60.04

Perumahan 76.48

Peruntukan Lainnya 1416.84

Sarana Pelayanan Umum 11.02 Sumber : Analisis dan Olahan Konsultan, 2013

Bab 6 - Hal 12

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Peta 6. 2 Konsep Struktur Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 6 - Hal 13

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Peta 6. 3 Konsep Pengembangan Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 6 - Hal 14

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Peta 6. 4 Konsep Pengembangan Pola Ruang Kawasan BWP Bewani

Bab 6 - Hal 15

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Peta 6. 5 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Bokondini

Bab 6 - Hal 16

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Peta 6. 6 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Bokoneri

Bab 6 - Hal 17

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Peta 6. 7 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Kaboneri

Bab 6 - Hal 18

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

6.4 Konsep Jaringan Jalan dan Jembatan

Dengan berpedoman kepada Undang-Undang No.38 Tahun 2004 Tentang Jalan, serta arahan dari rencana

tata ruang wilayah kabupaten Tolikara beberapa fungsi jalan yang dikembangkan di Kawasan Perkotaan

Bokondini adalah;

1. Jalan Kolektor Primer (K3)

2. Kolektor Sekunder (K4)

3. Jalan Lokal

4. Jalan Lingkungan

Selain itu didalam Kawasan Perkotaan Bokondini, juga akan dikembangkan jalan bagi ;

1. Pejalan kaki/pedestrian

2. Sepeda/Bycylce

Tabel 6. 7 Jaringan Jalan

No Fungsi Jalan No Ruas Nama Ruas Panjang (M)

1 Kolektor Primer (K3) Kp01 Karubaga – Wunin – Galala (B0kondini) 10.281,30

2 Kolektor Sekunder (K4) Ks01 B0kondini – Kab0neri – Kelila / Wamena 7.214,57

3 Kolektor Sekunder (K4) Ks02 Kandang - Wanggulam 3.807,24

4 Lokal Sekunder Ls01 B0kondini – Bewani – Wanggulam 9719,36

5 Lokal Sekunder Ls02 B0kondini – Mairini 1425,14

6 Lokal Lo1 Bagoga1 94,00

7 Lokal Lo2 Bagoga2 94,00

8 Lokal Lo3 Bagoga3 51,20

9 Lokal Lo4 Bagoga4 970,28

10 Lokal L05 Bagoga5 129,87

11 Lokal L06 Bagoga6 184,84

12 Lokal L07 Bagoga7 129,69

13 Lokal L08 Bagoga8 70,42

14 Lokal L09 Bagoga9 156,26

15 Lokal L010 Bagoga10 105,67

16 Lokal L011 Bagoga11 89,87

17 Lokal L012 Bagoga12 353,93

18 Lokal L013 Bagoga13 95,03

19 Lokal L014 Bagoga14 382,94

20 Lokal L015 Bagoga15 149,76

21 Lokal L016 Bagoga16 146,30

22 Lokal L017 Bagoga17 517,60

23 Lokal L018 Bagoga18 344,48

24 Lokal L019 Bagoga19 208,30

25 Lokal L020 Bagoga20 37,17

26 Lokal L021 Bagoga21 61,00

27 Lokal L022 Bagoga22 183,63

28 Lokal L023 Bagoga23 135,43

29 Lokal L024 Bagoga24 143,00

30 Lokal L025 Bagoga25 743,92

31 Lokal L026 Bagoga26 243,22

32 Lokal L027 Bagoga27 188,76

33 Lokal L028 Bagoga28 269,74

34 Lokal L029 Bagoga29 182,58

35 Lokal L030 Bagoga30 165,28 Sumber : Analisis dan Olahan Konsultan, 2013

Tabel 6. 8 Pengembangan Jembatan

No Distrik BWP Ruas Panjang Jembatan (m) Rencana Pembangunan

1 Bokondini BWP I K3.1.3 30.20 Jembatan Belly

2 Bokondini BWP I K3.1.2 34.05 Jembatan Belly

3 Bokondini BWP I K3.1.1 12.50 Jembatan Belly

4 Bewani BWP II K4.2.1 30.50 Jembatan Belly

5 Bokoneri BWP III K4.3.1 20.90 Jembatan Belly

6 Bokoneri BWP III L.3.1 42.50 Jembatan Kayu

7 Bokoneri BWP III LK.3.12 15.00 Jembatan Kayu

8 Bokoneri BWP III LK.3.13 22.70 Jembatan Kayu

9 Bokoneri BWP III LK.3.14 11.50 Jembatan Kayu

10 Bokoneri BWP III K3.3.1 40.20 Jembatan Belly

11 Bokoneri BWP III K3.3.1 45.00 Jembatan Belly

12 Bokoneri BWP III K3.3.1 24.00 Jembatan Belly

13 Bokoneri BWP III K3.3.1 15.00 Jembatan Belly

14 Bokoneri BWP III K3.3.2 20.00 Jembatan Belly

15 Bokoneri BWP III K3.3.2 51.00 Jembatan Belly Sumber : Analisis dan Olahan Konsultan, 2013

Bab 6 - Hal 19

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Peta 6. 8 Peta Konsep Pengembangan Jaringan Jalan Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 6 - Hal 20

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Peta 6. 9 Konsep Pengembangan Jaringan Jalan dan Jembatan di Kawasan Prioritas (BWP 1)

Bab 6 - Hal 21

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

6.5 Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas

Sesuai dengan amanat dari undang-undang penataan ruang nomor 26 tahun 2007 pasal 1 butir 30 dan

pedoman penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, Peraturan Menteri nomor 20 PRT M

2011 tentang kawasan prioritas. Maka didalam penyusunan RDTR, harus ditetapkan kawasan prioritas.

Kawasan prioritas menurut amanat undang-undang tersebut adalah kawasan yang memiliki peranan penting

dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan. Untuk itu dalam sub ini

hal pertama yang harus dilakukan sebelum menetapkan kawasan prioritas tersebut adalah menyusun matrik

analisis penetapan kawasan prioritas yang kemudian menyusun konsep pengembangan kawasannya.

6.4.1. Penetapan Kawasan Prioritas

Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan upaya dalam rangka operasionalisasi

rencana tata ruang yang diwujudkan ke dalam rencana penanganan Sub BWP yang diprioritaskan. Penetapan

Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya bertujuan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi,

memperbaiki, mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan, dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan

yang bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan Sub BWP lainnya.

Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan lokasi pelaksanaan salah satu program prioritas dari

RDTR. Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya berfungsi sebagai:

a) Dasar penyusunan RTBL dan rencana teknis pembangunan sektoral; dan

b) Dasar pertimbangan dalam penyusunan indikasi program prioritas RDTR.

Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan berdasarkan:

a) Tujuan penataan BWP;

b) Nilai penting Sub BWP yang akan ditetapkan;

c) Kondisi ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan Sub BWP yang akan ditetapkan;

d) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup BWP; dan

e) Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan dengan kriteria:

a) Merupakan faktor kunci yang mendukung perwujudan rencana pola ruang dan rencana jaringan prasarana,

serta pelaksanaan peraturan zonasi di BWP;

b) Mendukung tercapainya agenda pembangunan dan pengembangan kawasan;

c) Merupakan Sub BWP yang memiliki nilai penting dari sudut kepentingan ekonomi, sosial-budaya,

pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, fungsi dan daya dukung lingkungan hidup,

dan/atau memiliki nilai penting lainnya yang sesuai dengan kepentingan pembangunan BWP; dan/atau

d) Merupakan Sub BWP yang dinilai perlu dikembangkan, diperbaiki, dilestarikan, dan/atau direvitalisasi agar

dapat mencapai standar tertentu berdasarkan pertimbangan ekonomi, sosial-budaya, dan/atau

lingkungan.

Tabel 6. 9 Matrik Penetapan Kawasan Prioritas

BWP/Sub

BWP

Fungsi Utama

BWP/Sub BWP

Tingkat

Kesesuaian

Dengan

Tujuan BWP

Nilai Penting

BWP/Sub BWP

Kondisi

Sosial,

Ekonomi Dan

Lingkungan

Daya

Dukung

Dan Daya

Tampung

Ketentuan

Peraturan

Perundangan

Terkait

Tota

l

Skor

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Distrik

Bokondini

1. Pusat

Pelayanan

Pemerinta

han

Distrik

2. Pusat

Pengemb

angan

Pertanian

3. Pusat

Perkantor

an

4. Pusat

Permukim

an

Sangat Tinggi

– Merupakan

Kawasan

Utama

Dengan Fungsi

Perkantoran,

Perdagangan

– Jasa,

Pendidikan,

Kesehatan,

Peribadatan,

Dan Olah Raga

Sangat Penting,

Kondisi

sesuai Dan

Sangat

Potensial Dalam

Pengembangan

Perkotaan

Cukup

Menunjang,

Memiliki

Karakter

Dasar Cukup

(SDM Cukup,

Ekonomi

Rendah Dan

Kondisi

Lingkungan

Cukup

Menunjang)

Kebutuha

n DD:

4202 ha.

Kebutuha

n DT:

2.101 jiwa

Sangat Sesuai

Dan

Mendukung

Arahan RTRW

19

Skor : 5 Skor : 5 Skor : 3 Skor : 1 Skor : 5

Sebagian

Wilayah

Distrik

Bewani

1. Pusat

Permukim

an

2. Pusat

Komersial

Skala

Kampung

Rendah –Tidak

Memiliki

Hubungan

Langsung

Dengan

Pengembanga

n

Perdagangan

Dan

Pendidikan

Kurang Penting,

Kondisi Kurang

Didukung Oleh

Sarana

Pelayanan

Umum

Pengembangan

Perkotaan

Kurang

Menunjang,

Memiliki

Karakter

Dasar Yang

Rendah (SDM

Rendah/Kura

ng, Ekonomi

Rendah Dan

Kondisi

Lingkungan

Cukup

Menunjang)

Kebutuha

n DD:

4366 ha.

Kebutuha

n DT:

2183 jiwa

Cukup Sesuai,

Terdapat

Beberapa

Fungsi Yang

Mendukung

Pengembanga

n Perkotaan

10

Skor : 2 Skor : 2 Skor :2 Skor : 1 Skor :3

Sebagian

Wilayah

Distrik

Bokoneri

1. Pusat

Pelayanan

Pemerinta

han

Distrik

2. Pusat

Permukim

an

3. Pusat

Komersial

Skala

Sedang –

Menunjang

Pengembanga

n Kota Dengan

Pengembanga

n Perumahan

Dan Prasarana

Umum

Kurang Penting,

Kondisi Kurang

Didukung Oleh

Sarana

Pelayanan

Umum

Pengembangan

Perkotaan

Kurang

Menunjang,

Memiliki

Karakter

Dasar Yang

Rendah (SDM

Rendah/Kura

ng, Ekonomi

Rendah Dan

Kondisi

Lingkungan

Kebutuha

n DD:

4328 ha.

Kebutuha

n DT:

2164 jiwa

Cukup Sesuai,

Terdapat

Beberapa

Fungsi Yang

Mendukung

Pengembanga

n Perkotaan

11

Bab 8 - Hal 22

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

BWP/Sub

BWP

Fungsi Utama

BWP/Sub BWP

Tingkat

Kesesuaian

Dengan

Tujuan BWP

Nilai Penting

BWP/Sub BWP

Kondisi

Sosial,

Ekonomi Dan

Lingkungan

Daya

Dukung

Dan Daya

Tampung

Ketentuan

Peraturan

Perundangan

Terkait

Tota

l

Skor

Kampung

Cukup

Menunjang)

Skor : 3 Skor : 2 Skor :2 SKOR : 1 Skor : 3

Sebagian

Wilayah

Distrik

Kamboner

i

1. Pusat

Pelayanan

Pemerinta

han

Distrik

2. Pusat

Pengemb

angan

pertanian

3. Pusat

Perkantor

an

4. Pusat

Permukim

an

Tinggi –

Menunjang

Pengembanga

n Kota Dengan

Perkantoran,

Perdagangan

Jasa Dan

Prasarana

Pelayanan

Umum,

Potensial

Berkembang

Menjadi

Perdagangan

– Jasa Skala

Wilayah

Penting,

Pengembangan

Kota Didukung

Oleh Sarana

Pelayanan

Umum Dan

Sesuai Dengan

Pengembangan

Perkotaan

Kurang

Menunjang,

Memiliki

Karakter

Dasar Yang

Rendah (SDM

Rendah/Kura

ng, Ekonomi

Rendah Dan

Kondisi

Lingkungan

Cukup

Menunjang)

Kebutuha

n DD:

1446 ha.

Kebutuha

n DT:

723 jiwa

Sesuai,Sebagia

n Besar Fungsi

Sesuai Dan

Mendukung

Pengembanga

n Perkotaan

16

SKOR : 4 SKOR : 4 SKOR :2 SKOR : 2 SKOR : 4

Sumber : Analisis dan Olahan Konsultan, 2013

Berdasarkan hasil perhitungan pada table 6.5 tersebut, maka kawasan yang dipriotaskan dalam penanganan

kawasannya adalah BWP I Bokondini. Didalam perhitungan ini beberapa konstrain yang menjadi kendala dalam

penyusunannya adalah ketiadaan batas unit administrasi skala desa atau unit kampung yang definitive.

Sehingga berdampak terhadap proses penyusunan kriteria dan penetapan kawasannya. Untuk itu didalam

pekerjaan ini direkomendasikan kepada pemberi pekerjaan agar dibuatkan sebuah kajian mendalam

penetapan tapal batas administrasi desa dan atau tapal batas administrasi kampung. Hal ini penting untuk

mewujudkan penataan ruang yang berbasis keruangan (spasial) yang dapat diukur dan akurat.

6.4.2 Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas

Konsep pengembangan kawasan prioritas diarahkan kepada pengembangan Kota Berbasis Agro dengan

kegiatan komplementaris berupa wisata, pendidikan dan pengembangan sosial & budaya (cultural heritage).

Konsep dari pengembangan kawasan prioritas tidak terlepas dari konsep pengembangan kawasan perkotaan

yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.

6.4.3 Struktur Ruang

Struktur ruang kawasan prioritas akan diarahkan untuk menyiapkan kawasan perkotaan Bokondini sebagai

kota berbasis agro. Untuk itu hirarki pusat pelayanan kawasan akan terdiri atas;

1. Pusat Pelayanan Kawasan Prioritas (PPKP), dan

2. Sub Pusat Pelayanan Kawasan Prioritas (SPPKP)

Sedangkan dukungan prasarana dan sarana kawasan prioritas yang terintegrasi dengan dukungan prasarana

dan sarana kawasan perkotaan Bokodini terdiri atas;

1. Jaringan Jalan Kolektor Primer (K3).

2. Jaringan Jalan Kolektor Sekunder (K4).

3. Jalan Lokal.

4. Jalan Lingkungan.

5. Jalan Sepeda, Pejalan Kaki.

6. Jaringan Drainase.

7. Bandar Udara Bokondini.

8. Jembatan, yang menghubungkan antar pusat pelayanan.

9. Instalasi Pengolahan Air Bersih dan Jaringan Perpipaannya.

10. Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu di Kawasan Industri Agro.

11. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).

12. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro/Piko Hidro.

13. Satelit Komunikasi dan atau BTS (Base Transceiver Station), serta Jaringan Radio Antar Penduduk.

6.4.4 Pola Ruang Kawasan Prioritas

Usulan pola ruang kawasan prioritas akan menyatu kompak dengan pengembangan kawasan perkotaan

Bokondini, untuk itu alokasi alokasi ruang didalam kawasan prioritas akan diarahkan mendukung tujuan

penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini yakni mewujudkan Kota Berbasis Agro. Adapun alokasi ruang di

dalam kawasan prioritas terdiri atas beberapa Zona yakni;

1. Zona Budidaya; Wisata, Perkantoran, Perumahan, Sarana Pelayanan Umum, Perdagangan & Jasa, industry,

Peruntukan Khusus, dan Campuran

2. Zona Lindung; RTH yang didorong terus untuk dipertahankan dan dipelihara, dan Sempadan Sungai

sebagai kawasan perlindungan setempat.

Tabel 6. 10 Usulan Alokasi Pola Ruang Kawasan Prioritas

Kawasan Kegiatan

Wisata Kawasan Klasis (Warisan Sosial & Budaya Pegunungan Tengah) : 1. Keagamaan (Gereja) 2. Pendidikan (Internasional) 3. Gymnasium 4. Penginapan/ Inn 5. Wisata Rohani 6. Tugu Sejarah Injil di Pegunungan Tengah

Perkantoran 1. Kantor Distrik 2. Kantor Pemerintahan 3. Pusat Kesehatan 4. Rumah Dinas

Bab 8 - Hal 23

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Kawasan Kegiatan

5. UPT : a. UPT Air Bersih b. UPT Lingkungan Hidup c. UPT Kelistrikan d. UPT Pos, Telekomunikasi, Perhubungan Dan Telematika e. UPT Kepariwisataan f. UPT Penanggulangan Bencana Daerah g. UPT Penelitian Teknologi Agroforestri & BBIA h. UPT Perkebunan i. UPT Pertanian j. UPT Perikanan k. UPT Kehutanan l. UPT Kesehatan m. UPT Pendidikan

Perumahan 1. Perumahan Padat, 2. Perumahan sedang dan 3. Perumahan rendah

Pelayanan Umum

1. Peribadatan Mesjid dan Gereja 2. Pendidikan (+SMK Pertanian) 3. Kesehatan 4. Demplot Agro 5. Demo Center

Perdagangan & Jasa

1. Hotel 2. Pasar (Tradisional dan Kerajinan) 3. Ruko/Toko 4. Cafe & Resto 5. Perbankan (Bank Papua dan atau BRI) 6. Kantor Swasta

Industri 1. Kawasan Perindustrian 2. Terminal Agribisnis/ Peti Buah dan Sayur 3. IPLT

Peruntukan Khusus

1. Kodim/ TNI 2. Polsek 3. Pos TNI

RTH 1. Taman / Landmark/ Tugu 2. Lapangan Olahraga

Campuran 1. Kawasan Pergudangan Agroforestry 2. Sarana Produksi Pertanian

Lainnya 1. Tempat Pemakaman Umum (TPU) 2. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) 3. Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu (IPLT) 4. Instalasi Pengolahan Air Sungai (IPAS) 5. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro/Piko Hidro (PLTMH) 6. Jaringan Telekomunikasi

Sumber : Analisis dan Olahan Konsultan, 2013

Bab 6 - Hal 24

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

Peta 6. 10 Usulan Konsep Struktur dan Pola Ruang Kawasan Prioritas

Bab 8 - Hal 25

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Gambar 6. 17 Ilustrasi Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas Bokondini

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Kover Bab 7 dari Pak Legowo

Bab 6 - Hal 2

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

BAB 7 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Dengan memperhatikan hasil analisis mikro pada kawasan perkotaan yang ada maka, dirumuskan bahwa tujuan

penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini sebagai berikut; Tujuan ke – 1 : “ Pengembangan Kawasan

Pertanian Pangan Berskala Regional yang terintegrasi dengan hutan produksi dan pengendalian kawasan

budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta adaptif terhadap bencana

alam”. Tujuan ke – 2 : “ Pengembangan Kawasan Pariwisata, Kawasan Kampung Adat dan ekosistem”. Tujuan

ke – 3 : “ Peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan Negara”.

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Bab 7 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini

7.1. Umum

Dengan memperhatikan arahan kawasan strategis dalam Rencana Tata Ruang Provinsi Papua yakni Kabupaten

Tolikara yang berada dalam irisan kawasan ;

1. Kawasan Strategis Pengelolaan ekonomi rendah karbon,

2. Kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, serta

3. Kawasan strategis sosial dan budaya.

arahan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tolikara

yakni;

“Mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Tolikara sebagai Pintu Gerbang wilayah pegunungan tengah yang

aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berbasis pada potensi dan keunggulan komoditas lokal berupa

pertanian , kehutanan, dan pariwisata Melalui melalui peningkatan pelayanan sarana dan prasarana wilayah,

peningkatan peran dan fungsi perkotaan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kemerataan serta

memperhatikan daya dukung lingkungan dan faktor kebencanaan”.

Dengan kebijakan dan strategi sebagai berikut;

1. Pengembangan pertanian, perkebunan, kehutanan dan Pariwisata sebagai sektor unggulan kabupaten

a. Mewujudkan kawasan agroforestri untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian

b. Meningkatkan produktivitas dan pengolahan hasil perkebunan

c. Mempertahankan lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan

d. Meningkatkan usaha pengembangan peternakan

e. Meningkatkan sarana produksi pertanian dan pembinaan petani

f. Meningkatkan kegiatan pariwisata melalui peningkatan prasarana dan sarana pendukung,

pengelolaan objek wisata yang lebih profesional serta pemasaran yang lebih agresif dan efektif

g. Menyediakan sarana dan prasarana penunjang kegiatan sekunder berbasis pertanian yang ramah

lingkungan

2. Peningkatan pelayanan prasarana wilayah ke seluruh wilayah kabupaten

a. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi

darat (termasuk transportasi sungai) dan udara dengan skala prioritas terkait dengan daya dukung

lingkungan

b. Meningkatkan kualitas pelayanan jaringan energi sesuai dengan daya dukung lingkungan

c. Meningkatkan kualitas jaringan telekomunikasi dengan skala prioritas pengembangan jaringan

nirkabel dan satelit untuk membuka keterisolasian wilayah

d. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya air dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas

sumber-sumber air baku yang ada

e. meningkatkan jaringan pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan daya dukung wilayah

3. Peningkatan peran dan fungsi perkotaan sebagai pusat permukiman, pelayanan sosial, dan pelayanan

pemerintah secara berimbang dan hirarki

a. Meningkatkan dan memantapkan peran pusat-pusat kegiatan yang sudah ada dan

mengembangkan pusat-pusat kegiatan baru yang melayani daerah sekitarnya

b. Mengembangkan infrastruktur dasar perkotaan yang layak dan memadaidan Penertiban

Pelanggaran terhadap Pengaturan.

c. Mengakomodasi dan memantapkan sistem permukiman perkotaan dan perkampungan sebagai

representasi keberadaan masyarakat

4. Pengembangan sarana wilayah perkotaan dan perkampungan untuk mendukung pengembangan wilayah,

dan peningkatan kualitas pelayanan public

a. Meningkatkan sarana permukiman

b. Meningkatkan sarana pelayanan publik khususnya pendidikan dan kesehatan.

c. Mengembangkan skema kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan

pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur khususnya di kawasan perbatasan.

5. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta pencegahan dampak negatif

kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.

a. Menetapkan dan memantapkan fungsi kawasan lindung

b. Mewujudkan kawasan berfungsi lindung sesuai dengan kondisi ekosistemnya

c. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun dalam rangka

mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah.

d. Membatasi kegiatan di sekitar kawasan lindung yang dapat memberikan dampak terhadap

penurunan fungsi lindung kawasan

e. Meningkatkan nilai pemanfaatan dari kawasan lindung yang ada khususnya menyangkut

keberadaan kawasan Suaka Margasatwa Mamberamo – Foja di bagian utara wilayah kabupaten.

6. Peningkatan pelayanan prasarana wilayah ke seluruh wilayah kabupaten

a. Memantapkan kegiatan permukiman yang terintegrasi di pusat-pusat kegiatan wilayah

b. Mengembangkan infrastruktur perkotaan yang layak dan memadai

c. Mewujudkan kawasan budidaya yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung serta mampu

menjaga keseimbangan ekosistem wilayahnya

7. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara

a. Mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan

keamanan

b. Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun disekitar kawasan

khusus pertahanan dan kemanan.

c. Turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan Negara.

7.2. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini

Dengan memperhatikan hasil analisis mikro pada kawasan perkotaan yang ada maka, dirumuskan bahwa

tujuan penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini sebagai berikut;

Tujuan ke – 1 : “ Pengembangan Kawasan Pertanian Pangan Berskala Regional yang terintegrasi dengan

hutan produksi dan pengendalian kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup serta adaptif terhadap bencana alam”.

Adapun kebijakan dan strategi yang diambil sebagai berikut;

1. Pemertahanan kawasan pertanian tanaman pangan untuk ketahanan pangan.

a. Mempertahankan luas lahan pertanian tanaman pangan.

b. Mempertahankan kawasan pertanian pangan dengan kelerengan 25 % - 35 % melalui penerapan

sistem agroforestry.

Bab 8 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

c. Pengembangan kawasan pertanian pangan melalui sistem tanaman organik

2. Pengendalian budidaya peternakan, holtikultura dan perkebunan berbasis masyarakat dan ramah

lingkungan.

a. Mengendalikan kawasan budidaya peternakan dengan berbasis perdagangan/ bisnis dan

masyarakat yang ramah lingkungan.

b. Mengembangkan jenis tanaman budidaya perkebunan yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim

setempat.

c. Mengendalikan perkembangan kawasan budidaya pertanian holtikultura yang potensi

menyebabkan kawasan hutan lindung dan hutan produksi.

3. Pengembangan kerjasama pengelolaan dan pemeliharaan kawasan lingkungan hidup, pemasaran

produksi dan peningkatan pelayanan sarana dan prasarana.

a. Mengembangkan dan mengelola kawasan pertanian tanaman pangan upaya peningkatan produksi

dan pengemasan komoditas unggulan di kawasan perkotaan Bokondini.

b. Mengembangaan dan meningkatkan kerjasama pengelolaan jaringan air limbah, air minum dan

prasarana persampahan kawasan.

c. Mengembangkan dan meningkatkan kerjasamana pengelolaan kawasan industri berbasis agro

yang telah direncanakan dalam kawasan perkotaan Bokondini.

d. Memberi insentif kepada investor lokal, nasional dan internasional yang dapat mengelola kawasan

industri agro Bokondini.

e. Mengembangkan, meningkatkan dan memantapkan sistem jaringan jalan didalam kawasan

perkotaan.

f. Mengembangkan, meningkatkan dan memantapkan sistem jaringan telekomunikasi, energi

kelistrikan dan air minum.

g. Mengembangkan pola kerjasama pengelolaan energi kelistrikan berbasis masyarakat.

h. Mengendalikan kawasan perlindungan setempat (DAS dan Sungai) sebagai bagian yang vital dalam

sistem jaringan energi kelistrikan berbasis mikro/ piko hidro kawasan perkotaan Bokondini.

Tujuan ke – 2 : “ Pengembangan Kawasan Pariwisata, Kawasan Kampung Adat dan ekosistem”.

Adapun kebijakan dan strategi yang akan diambil sebagai berikut;

1. Pengembangan dan pengendalian pemanfaatan kawasan pariwisata alam dan taman botani berdaya tarik

regional, nasional dan internasional.

a. Pengembangan kawasan pariwisata yang berkonsep tantangan alam di distrik bewani, distrik

Bokoneri dan Kamboneri.

b. Merevitalisasi bukti fisik dan kawasan klasis sebagai bagian yang menyatu menjadi kawasan wisata

rohani sejarah masuknya injil di Pengunungan Tengah Papua.

c. Mengembangkan kawasan pariwisata rohani klasis Bogoga di pusat kawasan perkotaan Bokondini.

d. Mengembangkan kawasan taman botani terintegrasi di dalam kawasan hutan lindung dengan

memperhitungkan ekosistem yang ada.

e. Mengembangkan kawasan kampong adat di Kanairo dan Bewani.

f. Mengembangkan dan meningkatkan sarana perbankan, perhotelan dan jasa di kawasan perkotaan

g. Mengembangkan, meningkatkan dan memantabkan kuantitas dan kualitas prasarana umum

mendukung kawasan pariwisata seperti sistem air minum, pengolahan air limbah, persampahan,

drainase dan ruang terbuka hijau.

h. Mengembangkan, meningkatkan dan memantabkan kuantitas dan kualitas sistem jaringan

telekomunikasi satelit dan jaringan energy kelistrikan berbasis mikro dan piko hidro.

i. Mengembangkan dan meningkatkan bandar udara Bokondini agar dapat diakses oleh pesawat

ATR 42.

j. Mengendalikan aktifitas yang memberi tekanan lingkungan di dalam kawasan pusat perkotaan

Bokondini yang telah terintegrasi kompak alami dan asri dengan kawasan wisata rohani serta

alamnya melalui pembangunan jalan kolektor sekunder lingkar luar.

k. Mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di kawasan

kampong adat.

l. Menerapkan syarat kawasan terbangun dengan konsep langgam arsitektur papua.

Tujuan ke – 3 : “ Peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan Negara”.

1. Pengembangan, peningkatan dan pemantapan kawasan pertahanan dan keamanan Negara

a. Menetapkan kawasan bandar udara Bokondini sebagai kawasan fungsi pertahanan dan keamanan

Negara.

b. Mengembangkan dan meningkatkan kawasan bandar udara Bokondini

7.3. Rencana Struktur Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini

Seperti yang telah dijelaskan pada bab 6 Usulan Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan Bokondini,

bahwa indeks sentralitas dukungan sarana dan prasarana perkotaan membentuk struktur pusat pusat

pelayanan didalam kawasan perkotaan dimana Bokondini menjadi pusat pelayanan primer, Kamboneri dan

Bewani menjadi pusat pelayanan sekunder serta pusat pelayanan tersier kawasan perkotaan adalah Bokoneri.

Tabel 7. 1. Sistem Pusat Pelayanan

No Kawasan Hirarki Keterangan

1 Distrik Bokondini Pusat Pelayanan Kawasan (Primer)

PPP Pusat Pertumbuhan

2 Sebagian Distrik Bokoneri

Pusat Pelayanan Kawasan (Tersier)

PPT Hinterland

3 Sebagian Distrik Kamboneri

Pusat Pelayanan Kawasan (Sekunder)

PPS Hinterland

4 Sebagian Distrik Bewani Pusat Pelayanan Kawasan (Sekunder)

PPS Hinterland

Sumber: Rencana, 2013

7.3.1. Rencana Pusat –Pusat Kegiatan Utama Kawasan Perkotaan

Rencana pusat pusat kegiatan utama kawasan perkotaan bokondini terdiri atas;

1. Kegiatan Pertanian Pangan berbasis kehutanan (agro forestry) berada di distrik Bokondini, Sebagian

disktrik Bewani, sebagian distrik Kamboneri dan sebagian distrik Kaboneri.

2. Kegiatan Industri pertanian pangan berada di distrik Bokondini.

3. Kegiatan wisata tantangan alam berada di sebagian distrik bewani dan sebagian distrik Bokoneri.

4. Kegiatan wisata alam taman botani (botanical garden) berada di distrik Bokondini.

5. Kegiatan wisata rohani berada di distrik Bokondini.

6. Kegiatan perdagangan, jasa, dan keuangan berada di distrik Bokondini.

Bab 8 - Hal 3

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Sedangkan sektor-sektor pendukung seperti ;

1. Pendidikan dasar dan sekolah menengah akan berada di seluruh distrik yakni Bewani, Bokoneri, Kamboneri

dan Distrik Bokondini

2. Pendidikan Menengah Atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan pertanian berada di distrik Bokondini.

3. Pelayanan Kesehatan berupa puskesmas plus berada di distrik Bokondini.

4. Pelayanan kesehatan berupa puskesmas pembantu (PUSTU) berada di distrik Bewani, Kaboneri dan

Bokoneri.

5. Pelayanan dasar pemerintah berupa kantor distrik berada di distrik Bokondini, Bewani, Bokoneri dan

Kaboneri.

6. Sedangkan dalam upaya untuk meningkatkan daya produktifitas kota berbasis pertanian dan kehutanan

(agro forestry) maka fungsi kepemerintahan akan ditempatkan Unit Pelayanan Teknis dari Satuan

Perangkat Daerah Kabupaten Tolikara di Pusat Perkantoran Distrik Bokondini.

Berikut ini adalah tabel fungsi dari pusat pusat pelayanan didalam kawasan perkotaan Bokondini.

Tabel 7. 2. Fungsi Pusat – Pusat Pelayanan Kawasan

No Hirarki Pusat Pelayanan Fungsi

1 Pusat Pelayanan Primer (PPP) Bokondini 1. Permukiman.

2. Pemerintahan Skala Perkotaan. 3. Pertanian pangan berbasis kehutanan

(agroforestry). 4. Industri Pertanian Pangan. 5. Perdagangan, Jasa, Perhotelan,

Perbankan Perkotaan. 6. Wisata Alam. 7. Wisata Rohani.

2 Pusat Pelayanan Sekunder (PPS)

Kamboneri dan Bewani

1. Permukiman.

2. Pemerintahan Skala Distrik & Kampung.

3. Pertanian pangan berbasis kehutanan (agroforestry).

4. Perdagangan skala lokal. 5. Wisata Alam.

3 Pusat Pelayanan Sekunder (PPT) Bokoneri 1. Permukiman.

2. Pemerintahan Skala Distrik & Kampung.

3. Pertanian pangan berbasis kehutanan (agroforestry).

4. Perdagangan skala lokal. 5. Wisata Alam.

Sumber: Rencana, 2013

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 1. Rencana Struktur Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 2. Rencana Pusat Pusat Kegiatan Kawasan

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

7.3.2. Rencana Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kawasan

Rencana distribusi penduduk kawasan perkotaan Bokondini dibagi menjadi 5 masa tahapan pengembangan,

yakni tahun 2013, 2018, 2023, 2028 dan 2033. Pengaturan dari distribusi penduduk ini tidak serta merta

membatasi perpindahan penduduk (migrasi) antar distrik dan antar wilayah. Namun demikian, berdasarkan

hasil perhitungan daya tampung dan daya dukung dengan memperhitungkan kebutuhan akan tempat tinggal

(hunian) dan tempat untuk bermata pencaharian didalam kawasan perkotaan, maka akan terjadi konversi

lahan dengan dampak berkurangnya lahan pertanian pangan dan kawasan lindung. Untuk itu diharapkan

pengembangan kawasan perkotaan bokondini diharapkan dapat diperluas hingga keseluruhan distrik

Kamboneri dan Bewani. Selain itu pengendalian permukiman yang berada didalam kawasan lindung di Kanairo

harus terus dilakukan untuk mengurangi dampak ekologis kawasan perkotaan.

Tabel 7. 3. Rencana Distribusi Penduduk Kawasan

No Pusat Pelayanan Distribusi Penduduk Kepadatan

Pddk/Km2 2013 2018 2023 2028 2033

1 Primer - Bokondini 4,044 4,987 6,149 8,037 10,504 501

2 Tersier - Bokoneri 4,166 5,137 6,335 8,279 10,821 257

3 Sekunder - Bewani 4,202 5,181 6,389 8,350 10,914 498

4 Sekunder - Kamboneri 1,392 1,716 2,117 2,766 3,615 232

Jumlah 13,804 17,022 20,990 27,433 35,854 356 Sumber: Rencana, 2013

Tabel 7. 4. Rencana Kepadatan Penduduk Kawasan

No Distrik Luas BWP

(Km2)

Proyeksi Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk/Km2

2013 2018 2023 2028 2033

1 Bokondini 20.95 4,044 193 4,987 238 6,149 294 8,037 384 10,504 501

2 Bokoneri 42.18 4,166 199 5,137 245 6,335 302 8,279 395 10,821 257

3 Bewani 21.92 4,202 201 5,181 247 6,389 305 8,350 399 10,914 498

4 Kamboneri 15.60 1,392 66 1,716 82 2,117 101 2,766 132 3,615 232

Jumlah 100.65 13,804

17,022

20,990

27,433

35,854 356

Sumber: Rencana, 2013

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 3. Rencana Distribusi dan Kepadatan Penduduk

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

7.3.3. Rencana Sistem Transportasi

Rencana sistem transportasi di kawasan perkotaan Bokondini terdiri atas jaringan transportasi darat dan

jaringan transportasi udara.

7.3.3.1. Sistem Transportasi Darat

Sistem transportasi darat terdiri atas jaringan jalan kolektor primer (K3), jalan kolektor sekunder (k4), jalan

lokal sekunder (Ls) , jalan lingkungan dan jembatan penghubung antar distrik maupun penghubung antar

kampung.

1. Rencana Jaringan Jalan Kolektor Primer (K3)

Jalan kolektor primer (K3) yang menghubungka n Ibukota Kabupaten Tolikara yakni dari dari Distrik Karuba –

Distrik Wunin – Galala (Bokondini) sepanjang 10.3 Km.

2. Rencana Jaringan Jalan Kolektor Sekunder (K4)

1. Jalan kolektor sekunder yang menghubungkan Bokondini – Distrik Kamboneri –Kelila (Kabupaten

Mamberamo Tengah) menuju ke Wamena (Kabupaten Jayawijaya) sepanjang 7.3 Km.

2. Jalan Kolektor Sekunder wanggulan (Bokoneri) – Kp. Kandang (Kanairo/Bokoneri) sepanjang 3.8

Km.

3. Rencana Jaringan Jalan Lokal Sekunder (Ls)

1. Jalan Lokal Sekunder (Ls) Bokondini – Wania – Duma – Bilu – yibalo – Windik – Bambugaobak -

Nokombumbu – Wanggulam sepanjang 9.7 Km.

2. Jalan Lokal Sekunder (Ls) Simpang Industri Agro/Bokondini – Simpang (Sp) Mairini sepanjang 1.4

Km.

4. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan

Jalan lingkungan berada di seluruh kawasan perkotaan Bokondini, sbb;

Jalan lingkungan di Distrik Bokondini terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. 5. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan (LK) Jalan Lingkungan Industri (LKI) Distrik Bokondini

BWP Ruas Panjang (m)

BWP I

Bokondini LK.1.1 71.64

Bokondini LK.1.2 258.16

Bokondini LK.1.3 121.06

Bokondini LK.1.4 387.44

Bokondini LK.1.5 76.60

Bokondini LK.1.6 174.35

Bokondini LK.1.7 430.77

Bokondini LKI.1.1 761.13

Bokondini LKI.1.2 247.49

Bokondini LKI.1.3 285.81

Bokondini LKI.1.4 255.10

Bokondini LKI.1.5 217.74

Bokondini LKI.1.6 164.97 Sumber: Rencana, 2013

Jaringan jalan lingkungan di sebagian wilayah Bewani terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. 6. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan Di Sebagian Distrik Bewani

BWP Ruas Panjang (m)

BWP II

Bewani LK.2.1 369.50

Bewani LK.2.2 68.40

Bewani LK.2.3 245.45

Bewani LK.2.4 246.26 Sumber: Rencana, 2013

Jaringan jalan lingkungan di sebagian wilayah Bokoneri terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. 7. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan disebagian Distrik Bokoneri

BWP Ruas Panjang (m)

BWP III

Bokoneri LK.3.1 85.30

Bokoneri LK.3.10 111.84

Bokoneri LK.3.11 202.00

Bokoneri LK.3.12 972.40

Bokoneri LK.3.13 830.41

Bokoneri LK.3.14 240.68

Bokoneri LK.3.15 979.61

Bokoneri LK.3.16 271.67

Bokoneri LK.3.17 265.52

Bokoneri LK.3.18 209.81

Bokoneri LK.3.19 513.04

Bokoneri LK.3.2 225.13

Bokoneri LK.3.20 251.26

Bokoneri LK.3.21 183.53

Bokoneri LK.3.3 424.22

Bokoneri LK.3.4 458.16

Bokoneri LK.3.5 41.33

Bokoneri LK.3.6 135.14

Bokoneri LK.3.7 239.23

Bokoneri LK.3.8 187.73

Bokoneri LK.3.9 832.93 Sumber: Rencana, 2013

Jaringan jalan lingkungan di sebagian wilayah Kamboneri terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. 8. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan disebagian Distrik Kamboneri

BWP Ruas Panjang (m)

BWP IV Kaboneri LK.4.1 146.06

Kaboneri LK.4.2 179.16

Bab 8 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

BWP Ruas Panjang (m)

Kaboneri LK.4.3 292.02

Kaboneri LK.4.5 97.27 Sumber: Rencana, 2013

5. Jembatan

Jembatan sebagai penghubung antar distrik/ kawasan perkotaan dan penghubung antar kampong berada di

distrik Bokondini sebanyak 3 lokasi. Di sebagian distrik Bewani sebanyak 1 unit. Di sebagian distrik Bokoneri

sebanyak 11 lokasi.

Tabel 7. 9. Rencana Jembatan

No Distrik BWP Ruas Panjang Jembatan (m) Rencana Pembangunan

1 Bokondini BWP I K3.1.3 30.20 Jembatan Belly

2 Bokondini BWP I K3.1.2 34.05 Jembatan Belly

3 Bokondini BWP I K3.1.1 12.50 Jembatan Belly

4 Bewani BWP II K4.2.1 30.50 Jembatan Belly

5 Bokoneri BWP III K4.3.1 20.90 Jembatan Belly

6 Bokoneri BWP III L.3.1 42.50 Jembatan Kayu

7 Bokoneri BWP III LK.3.12 15.00 Jembatan Kayu

8 Bokoneri BWP III LK.3.13 22.70 Jembatan Kayu

9 Bokoneri BWP III LK.3.14 11.50 Jembatan Kayu

10 Bokoneri BWP III K3.3.1 40.20 Jembatan Belly

11 Bokoneri BWP III K3.3.1 45.00 Jembatan Belly

12 Bokoneri BWP III K3.3.1 24.00 Jembatan Belly

13 Bokoneri BWP III K3.3.1 15.00 Jembatan Belly

14 Bokoneri BWP III K3.3.2 20.00 Jembatan Belly

15 Bokoneri BWP III K3.3.2 51.00 Jembatan Belly Sumber: Rencana, 2013

7.3.3.2. Sistem Transportasi Udara

Bandar udara Bokondini ditetapkan sebagai bagian dari sistem transportasi udara dengan rencana

pengembangan landasan pacu mencapai 1200 m. Kawasan ini ditetapkan dengan menggunakan SNI No 03-

7115-2005 tentang kawasan keselamatan operasi penerbangan.

7.3.4. Rencana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Rencana lalu lintas dan angkutan jalan ditetapkan ke seluruh jaringan jalan dengan standar minimum sebagai

bagian dari keamanan dan kenyamanan berkendaraan dan bagi pejalan kaki. Pengembangan lalu lintas dan

angkutan jalan berupa ;

1. Jalur dan lajur kendaraan.

2. Pedestrian bagi pejalan kaki.

3. Terminal angkutan umum tipe C di Bokondini.

4. Pengembangan angkutan massal perkotaan.

7.3.5. Sistem Jaringan Energi

Sistem jaringan energi terdiri atas;

1. Pembangkit Listrik Mikro/ Piko Hidro dan jaringan distribusi

Pembangkit listrik mikro/ piko hidro berada di distrik Bokondini, sebagian distrik Bewani, disebagian distrik

Bokoneri dan sebagian distrik Kamboneri.

2. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) baik dalam skala individual dan skala komunal berada di Distrik

Bokondini, di sebagian distrik Bewani, di sebagian distrik Bokoneri dan sebagian distrik Kamboneri.

3. Rencana Integrasi Jaringan Energi dari kesisteman Ibukota Tolikara, yang juga diharapkan dapat

terintegrasi dari kesisteman energy PLN Wamena (Jayawijaya).

Integrasi jaringan energy kelistrikan PLN terdiri atas Gardu Induk (GI) yang berada di distrik Bokondini, di

sebagian distrik Bewani, di sebagian distrik Bokoneri dan di sebagian distrik Kamboneri. Sedangkan

jaringan distribusi baik tegangan tinggi dan tegangan rendah melalui jaringan distribusi dari Karubaga.

7.3.6. Sistem Jaringan Air Minum

Sistem jaringan air minum terdiri atas;

1. Untuk pengembangan jangka pendek sistem jaringan air minum/air bersih diarahkan kepada

pengembangan berbasis masyarakat berupa invidual dan kelompok. Pengembangan air minum individual

dilakukan melalui penampungan air hujan melalui tanki air bersih individual. Sedangkan untuk

pengembangan air minum/air bersih berbasis kelompok masyarakat dapat dilakukan terintegrasi dengan

sistem penyediaan air melalui pembangkit Mikro/Piko hidro yang dialirkan ke titik hidran umum.

2. Sedangkan untuk pengembangan jangka panjang dapat dilakukan melalui pengembangan sistem jaringan

perkotaan yang berada di distrik Bokondini, sebagian distrik Bewani, sebagian distrik Bokoneri dan

sebagian distrik Kamboneri.

7.3.7. Sistem Jaringan Telekomunikasi

Sistem jaringan telekomunikasi terdiri atas:

1. Radio Komunitas atau yang dikenal dengan Radio Antar Penduduk Indonesia.

Untuk jangka pendek dan menengah pengembangan radio antar penduduk di tetapkan di distrik

Bokondini, di sebagian distrik Bewani, di sebagian distrik Bokoneri dan di sebagian distrik Kamboneri.

2. BTS (Base Telecomunication Selular) berbasis satelit komunikasi.

BTS untuk komunikasi selular atau handphone berada di distrik Bokondini.

3. Sistem Telekomunikasi Otomat (STO) berupa jaringan kabel telekomunikasi untuk Pengembangan Jangka

Panjang berada di STO Bokondini, STO Bewani, STO Bokoneri dan STO Kamboneri.

7.3.8. Sistem Jaringan Persampahan

Rencana Sistem jaringan persampahan adalah kesatuan tahapan pengelolaan persampahan yang terdiri atas:

1. Individul/Komunal.

Sistem pengelolaan individu dan komunal terdapat di seluruh kawasan perkotaan berupa pemisahan dan

penginsenerasian secara individual maupun komunal.

2. Kawasan Perkotaan.

Didalan rencana jangka panjang, sistem pengelolaan persampahan didalam kawasan perkotaan akan

dimulai dari tersedianya TPS (Tempat Pengumpulan Sementara) yang terintegrasi dengan hunian

Bab 8 - Hal 3

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

kepadatan sedang (B2) yang diangkut melalui truk sampah dan dilanjutkan dengan pengumpulan,

pemisahan dan pengolahan sampah di TPST/TPA di Bokondini.

7.3.9. Sistem Jaringan Limbah/Sanitasi

Rencana sistem jaringan sanitasi/ limbah diharapkan pada masa jangka pendek dan jangka pendek dapat

dimulai dengan sistem setempat. Pengembangan jangka panjang dapat dilakukan dengna sistem terpusat

pada kawasan distrik Bokondini. Sistem setempat dilaksanakan diseluruh distrik yakni disebagian distrik

Bewani, di sebagian distrik Bokoneri, di sebagian distrik Kamboneri.

7.3.10. Sistem Jaringan Drainase

Rencana sistem jaringan drainase menggunakan sistem jaringan terbuka dan tertutup. Seluruh jaringan jalan

lingkungan menggunakan drainase tertutup demikian juga dengan jaringan jalan lokal sekunder, kolektor

sekunder dan kolektor primer.

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 4. Rencana Sistem Transportasi

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 5. Rencana Sistem Jaringan Energi

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 6.Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 7. Rencana Sistem Air Bersih

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 8. Rencana Sistem Jaringan Persampahan

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 9. Rencana Sistem Jaringan Limbah/ Sanitasi

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 10. Rencana Sistem Jaringan Drainase

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

7.4. Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini

Rencana pola ruang kawasan perkotaan Bokondini terdiri atas 2 (dua) zona, yakni Zona Lindung dan Zona

Budidaya.

7.4.1. Zona Lindung (L)

Zona lindung adalah Zona lindung adalah zona yang ditetapkan karakteristik pemanfaatan ruangnya

berdasarkan dominasi fungsi kegiatan masing-masing zona pada kawasan lindung. Zona Lindung yang

terdapat pada kawasan perkotaan Bokondini terdiri atas Hutan Lindung (L1), Perlindungan Setempat berupa

Sempadan Sungai (L2), Taman Botani atau dikenal dengan botanical garden, Kawasan Rawan bencana alam

berupa kawasan rawan gerakan tanah (L4).

7.4.1.1. Kawasan Hutan Lindung (L1) Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan

Dibawahnya

Hutan lindung (protection forest) adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau

kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi ekologisnya terutama menyangkut tata air

dan kesuburan tanah dan tetap dapat berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya.

Undang-undang RI no 41/1999 tentang Kehutanan menyebutkan hutan lindung adalah kawasan hutan yang

mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,

mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Dari

pengertian di atas tersirat bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah hulu sungai (termasuk

pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah tangkapan hujan (catchment area), di sepanjang aliran sungai

bilamana dianggap perlu, di tepi-tepi pantai (misalnya pada hutan bakau), dan tempat-tempat lain sesuai

fungsi yang diharapkan.

Dalam hal ini, undang-undang tersebut juga menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai kawasan hutan dalam

pengertian di atas adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk

dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

Kawasan Lindung yakni hutan lindung didalam kawasan perkotaan Bokondini berada di Distrik Bokondini

seluas 354.66 Ha, di Sebagian Distrik Bewani seluas 331.46 Ha, Di sebagian distrik Bokoneri seluas 926.09 Ha.

7.4.1.2. Kawasan Perlindungan Setempat (L2) Sempadan Sungai

Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya,

mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Garis sempadan adalah

garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.

Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 PP No 38 Tahun 2011 ayat (2) huruf a ditentukan:

1. Paling sedikit berjarak 10 m (sepuluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai,

dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 m (tiga meter);

2. Paling sedikit berjarak 15 m (lima belas meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai,

dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 m (tiga meter) sampai dengan 20 m (dua puluh meter); dan

3. Paling sedikit berjarak 30 m (tiga puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur

sungai,dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 m (dua puluh meter).

Kawasan perlindungan setempat (L2) yakni sempadan sungai yang berada di kawasan perkotaan Bokondini

berada di Distrik Bokondini seluas 146.64 Ha, di sebagian distrik Bewani seluas 105,11 ha, dii sebagian distrik

Bokoneri seluas 274,95 Ha dan di sebagian distrik Kamboneri seluas 60,64 Ha.

7.4.1.3. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang

penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun

yang sengaja ditanam. RTH yang massive dan kompak berada di Distrik Bokondini seluas 3.51 Hektar. RTH ini

berada di pusat kawasan perkotaan kompak dan kuat didalam rancangan tata bangunan dan lingkungan

kawasan perkotaan.

7.4.1.4. Kawasan Rawan Bencana Longsor

Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan

masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah.

Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor

pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah

faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah

gravitasi yang memengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut

berpengaruh:

1. Erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai-sungai atau gelombang laut yang

menggerus kaki lereng-lereng bertambah curam

2. Lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan hujan lebat

3. Gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral dan bidang lemah pada

massa batuan dan tanah yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng tersebut

4. Gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-debu

5. Getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir

6. Berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju

Seperti yang telah dijelaskan pada analisis geologi yakni kerentanan gerakan tanah yang terjadi untuk seluruh

wilayah di kabupaten Tolikara, maka kawasan rawan bencana ini berada di semua distrik yakni sebagian distrik

Bewani seluas 1974.21 ha, sebagian distrik Bokoneri seluas 3901.99 ha, sebagian distrik Kamboneri seluas

1249.63, Distrik Bokondini seluas 1491.19 Ha.

Tabel 7. 10. Rencana Luas Kawasan Lindung

No Wilayah

Pengembangan Kode Kawasan Luas (Ha)

1 BWP I

L1 Hutan Lindung 354.66

L2 Sempadan Sungai 146.33

L3 Botanical Garden atau Taman Botani 100.64

L4 Rawan Gerakan Tanah 1491.19

2 BWP II

L1 Hutan Lindung 331.46

L2 Sempadan Sungai 105.11

L4 Rawan Gerakan Tanah 1974.21

3 BWP III L1 Hutan Lindung 926.09

L2 Sempadan Sungai 274.95

Bab 8 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Wilayah

Pengembangan Kode Kawasan Luas (Ha)

L4 Rawan Gerakan Tanah 3901.99

4 BWP IV L2 Sempadan Sungai 60.04

L4 Rawan Gerakan Tanah 1249.63 Sumber: Rencana, 2013

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 11. Rencana Kawasan Lindung

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

7.4.2. Zona Budidaya (B)

Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini yang mengandalkan sektor

pertanian pangan berbasis agroforestry maka zona budidaya (B) didalam kawasan perkotaan terdiri atas;

1. Kawasan Perumahan Kepadatan Sedang (B2)

2. Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah (B3)

3. Kawasan Industri Agro (B5)

4. Kawasan Pariwisata Alam (B6.1)

5. Kawasan wisata Rohani (B6.2)

6. Kawasan Bandar Udara (B7.1)

7. Kawasan Pendidikan Riset Pertanian, Demplot Center (B7.2)

8. Kawasan Pertahanan dan Keamanan (B7.3)

9. Kawasan Perdagangan dan Jasa (Pertokoan, Jasa, Keuangan, Hotel) (B8)

10. Kawasan Kesehatan (B9.1)

11. Kawasan Olah raga (B9.2)

12. Kawasan Peribadatan (B9.3)

13. Kawasan Pendidikan (B9.4)

14. Tempat Pemakaman Umum (B9.5)

15. Tempat Pembuangan Sampah Akhir (B9.6)

16. Perkantoran Pemerintahan Distrik dan Kampung (B10)

17. Pertanian Pangan berbasis AgroForestry (B11)

7.4.2.1. Kawasan Perumahan Kepadatan Sedang (B2)

Kawasan Perumahan Kepadatan Sedang berada di Bokondini seluas 21,75 Ha, sebagian distrik Bewani seluas

35,89 Ha, sebagian distrik Bokoneri 171.09 Ha dan sebagian Distrik Kamboneri seluas 75.20 Ha. Kawasan

Perumahan Kepadatan Sedang (B2) yang berada di Bokoneri diarahkan menjadi kawasan permukiman yang

dikendalikan dan dibatasi pengembangannya, karena masuk dalam Kawasan Lindung yakni Hutan Lindung (L1)

atau dikenal dengan protection forest.

7.4.2.2. Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah (B3)

Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah berada di Bokondini seluas 11.15 ha, sebagian distrik bewani seluas

36.23 ha, dan di sebagian distrik Bokoneri seluas 315.35 Ha serta di sebagian distrik Kamboneri seluas 76.48 ha.

Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah (B3) yang berada di Bokoneri diarahkan menjadi kawasan

permukiman yang dikendalikan dan dibatasi pengembangannya, karena masuk dalam Kawasan Lindung yakni

Hutan Lindung (L1) atau dikenal dengan protection forest.

7.4.2.3. Kawasan Terpadu Industri Agro (B5)

Kawasan Industri Agro berada di distrik Bokondini seluas 28.37 ha. Kawasan Industri ini akan dipersiapkan

menjadi kawasan terpadu yang dilengkapi dengan sarana pergudangan, perkantoran, utilitas energy,

telekomunikasi dan pengolahan limbah. Diharapkan kawasan industry ini dapat menjadi andalan pengelolaan

komoditas pangan dan dapat berperan dalam skala regional di Pegunungan Tengah Papua.

7.4.2.4. Kawasan Pariwisata Alam (B6.1)

Kawasan Pariwisata Alam berupa wisata alami dengan konsep outbound dan belajar di alam berada di distrik

Bokondini seluas 50 ha, di sebagian distrik Bewani seluas 44.94 ha, dan di sebagian distrik Bokoneri seluas 50

ha.

7.4.2.5. Kawasan Pariwisata Rohani (B6.2)

Kawasan wisata rohani berupa komplek kawasan Klasis Bogoga yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana

pendukung berada di Bokondini seluas 11.99 Ha, sebagai kawasan wisata sejarah masuknya injil di Pegunungan

Tengah Papua.

7.4.2.6. Kawasan Bandar Udara (B7.1)

Kawasan bandar udara berada di Bokondini seluas 15.13 ha.

7.4.2.7. Kawasan Pendidikan Riset Pertanian dan Demplot Center (B7.2)

Kawasan Pendidikan Riset Pertanian dan Demplot Center berada di Distrik Bokondini seluas 1.09 Ha

7.4.2.8. Kawasan Pertahanan dan Keamanan (B7.3)

Kawasan Pertahanan dan keamanan berada di distrik Bokondini seluas 0.66 ha.

7.4.2.9. Kawasan Perdangangan dan Jasa (B8)

Kawasan Perdagangan dan jasa skala kawasan perkotaan berada di Bokondini seluas 9.06 ha, sedangkan

perdagangan dengan layanan skala distrik dan kampong berada di sebagian wilayah Bewani seluas 11.40 ha, di

sebagian distrik Bokoneri seluas 3.55 ha, dan disebagian distrik Kamboneri seluas 0.22 Ha.

7.4.2.10. Kawasan Kesehatan (B9.1)

Kawasan kesehatan skala kota berupa Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) Plus berada di distrik

Bokondini seluas 0.09 Ha, sedangkan skala distrik/ kampong berada di masing masing distrik di Bewani,

Bokoneri dan Kaboneri.

7.4.2.11. Kawasan Olah Raga (B9.2)

Kawasan olah raga berupa lapangan olah raga skala kawasan berada di Distrik Bokondini seluas 14.21 Ha dan

skala distrik/ kampong berada di sebagian distrik Bewani seluas 0.22 Ha, di sebagian distrik Bokoneri seluas

0.03 ha, di sebagian distrik Kamboneri 2.73 ha.

7.4.2.12. Kawasan Peribadatan (B9.3)

Kawasan peribadatan berupa Gereja skala kawasan dan skala distrik/ kampong berada di seluruh distrik sesuai

dengan tingkat pelayanannya, berada di distrik Bokondin seluas 0.38 ha, di sebagian distrik Bewani seluas 0.55

ha, di sebagian distrik Bokoneri seluas 1.10 dan di sebagian distrik Kamboneri seluas 2.70 ha.

7.4.2.13. Kawasan Pendidikan (B9.4)

Kawasan pendidikan berupa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan kejuruan

pertanian sesuai dengan tingkat pelayanan di masing-masing kawasan berada di Distrik Bokondini seluas 8.95

Ha, di sebagian distrik Bewani seluas 1.65 ha, di sebagian distrik Bokoneri seluas 0.7 Ha dan di sebagian distrik

Kamboneri seluas 2.15.

7.4.2.14. Kawasan Tempat Pemakaman Umum (B9.5)

Tempat pemakamanan umum kristen berada di Distrik Bokondini seluas 2.5 ha, sedangkan pemakaman umum

umat Islam diupayakankan untuk dapat diintegrasikan di kawasan Masjid Besar/Agung di distrik Bokondini.

7.4.2.15. Kawasan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) (B9.6)

Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) yang dilengkapi dengan TPST (Tempat Pengolahan Sampah

Terpadu) Skala Kawasan berada di Distrik Bokondini seluas 0.47 Ha.

Bab 8 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

7.4.2.16. Kawasan Perkantoran Pemerintah Distrik/ Kampung (B10)

Kawasan Perkantoran Skala Kawasan Perkotaan Bokondini berada di Distrik Bokondini seluas 3.79 Ha.

Sedangkan untuk skala distrik dan kampong berada di sebagian distrik Bewani seluas 0.94 ha, di sebagian

distrik Bokoneri seluas 0.32 ha dan di sebagian distrik Kamboneri seluas 1.02 ha.

7.4.2.17. Kawasan Pertanian Pangan Berbasis Agroforestry (B11)

Kawasan pertanian pangan berbasis agroforestry berada di distrik Bokondini seluas 1352.28 Ha, di sebagian

distrik Bewani seluas 381.47 ha, di sebagian distrik Bokoneri seluas 2460.86 ha dan di sebagian distrik

Kamboneri seluas 1415.84 ha.

Tabel 7. 11. Peruntukan Kawasan BWP 1 Bokondini

No

Wilayah Pengembangan

Kode Kawasan Peruntukan Luas

1 BWP I (Distrik

Bokondini)

B2 Kawasan perumahan kepadatan sedang 18.55

B3 Kawasan perumahan kepadatan rendah 12.40

B5 Industri Agro 27.71

B6.1 Pariwisata Alam 43.89

B6.2 Pariwisata Rohani 11.99

B7.1 Bandar udara 15.13

B7.2 Pendidikan Riset Pertanian dan Demplot Center 1.09

B7.3 Pertahanan dan Keamanan (Polsek & Koramil) 0.66

B8 Perdagangan dan Jasa (Pertokoan, Jasa, Keuangan, hotel) 6.83

B9.1 Kesehatan 0.52

B9.2 Olah Raga 1.15

B9.3 Pendidikan 3.73

B9.4 Peribadatan 1.56

B9.5 Tempat Pemakaman Umum (TPU) 2.11

B9.6 Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) & IPAL 0.47

B10 Perkantoran Pemerintahan Distrik & UPT Agro 3.78

B11 Pertanian Pangan Berbasis Agroforestry 1347.86

Jumlah 1499.44 Sumber: Rencana, 2013

Tabel 7. 12. Peruntukan Kawasan BWP II Sebagian Distrik Bewani

No Wilayah Pengembangan Kode Kawasan Peruntukan Luas

2 BWP II

B2 Kawasan perumahan kepadatan sedang 35.89

B3 Kawasan perumahan kepadatan rendah 36.23

B6.1 Pariwisata Alam 44.94

B8 Perdagangan 11.40

B9.1 Kesehatan 0.11

B9.2 Olah Raga 0.22

B9.3 Pendidikan 1.65

B9.4 Peribadatan 0.55

B9.7 Sosial Budaya (Gedung Serba Guna) 0.26

No Wilayah Pengembangan Kode Kawasan Peruntukan Luas

B10 Perkantoran Pemerintah Distrik dan Kampung 0.94

B11 Pertanian Pangan Berbasis Agroforestry 381.47

Jumlah 513.67 Sumber: Rencana, 2013

Tabel 7. 13. Peruntukan Kawasan BWP III Sebagian Distrik Bokoneri

No Wilayah Pengembangan Kode Kawasan Peruntukan Luas

3 BWP III

B2 Kawasan perumahan kepadatan sedang 171.09

B3 Kawasan perumahan kepadatan rendah 315.35

B6.1 Pariwisata Alam (B11/HPK) 50

B8 Perdagangan 3.55

B9.1 Kesehatan 0.42

B9.2 Olah Raga 0.03

B9.3 Pendidikan 0.70

B9.4 Peribadatan 1.10

B10 Perkantoran Pemerintah Distrik dan Kampung 0.32

B11 Pertanian Pangan Berbasis Agroforestry (B11/HPK) 2,460.86

Jumlah 3,003.41 Sumber: Rencana, 2013

Tabel 7. 14. Peruntukan Kawasan BWP IV Sebagian Distrik Kamboneri

No Wilayah

Pengembangan Kode Kawasan Peruntukan Luas

4 BWP IV

B3 Kawasan perumahan kepadatan rendah 76.48

B8 Perdagangan 0.22

B9.1 Kesehatan 3.43

B9.2 Olah Raga 2.73

B9.3 Pendidikan 2.15

B9.4 Peribadatan 2.70

B10 Perkantoran Pemerintah Distrik dan Kampung 1.02

B11 Pertanian Pangan Berbasis Agroforestry 1,415.84

Jumlah 4,507.99 Sumber: Rencana, 2013

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Peta 7. 12. Rencana Pola Ruang

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

BAB 8 INDIKASI PROGRAM

Indikasi program pembangunan kawasan perkotaan Bokondini dibagi menjadi 4 tahapan dimana setiap tahapan

pembangunan terdiri atas 5 tahun masa pembangunannya. Pada Jangka Pendek dan menengah, pembangunan di

kawasan perkotaan Bokondini akan dimulai dengan pengembangan program-program yang mengarahkan

kawasan Bokondini untuk lebih produktif dan bermultiplier ke luar kawasan perkotaan sehingga mulai

membentuk visi kota menjadi lumbung pangan regional dengan dukungan peningkatan pelayanan dasar dan

infrastruktur. Sedangkan dalam masa jangka panjang, program program pembangunan lebih dimantabkan untuk

mencapai visi kota menjadi kota Agro dan memiliki kawasan industri agro yang mantab mampu melayani

kebutuhan skala kawasan dan regional Papua.

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

BAB 8 Indikasi Program

8.2 Indikasi Program Pembangunan Kawasan Perkotaan Bokondini

Tabel 8. 1. Indikasi Program Pembangunan Kawasan Perkotaan Bokondini

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

A PERWUJUDAN RENCANA POLA RUANG

1. ZONA LINDUNG (L)

1.1. Zona L1 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Dibawahnya

Tahun Pertama dan Kedua

Pengembangan, rehabilitasi dan revitalisasi fungsi hutan lindung meliputi;

1. Mempertahankan, merehabiltiasi dan merevitalisasi hutan lindung

Sebagian distrik Bokondini,

Sebagian Distrik Bewani dan

sebagian distrik Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

Tahun Ketiga dan Keempat

1. Mempertahankan, merehabiltiasi dan merevitalisasi hutan lindung

Sebagian distrik Bokondini,

Sebagian Distrik Bewani dan

sebagian distrik Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

1.2. Zona L2 Kawasan Perlindungan Setempat

Tahun Pertama dan Kedua

Pengembangan, rehabilitasi dan revitalisasi fungsi-fungsi lindung meliputi;

1. Sempadan sungai di Sungai Bogo, Klasis Bogoga, Bokoneri, Kamboberi dan Bokodini.

Sebagian distrik Bokondini,

Sebagian Distrik Bewani dan

sebagian distrik Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

2. RTH di Pusat Perkotaan Bokondini Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

Tahun Ketiga dan Keempat

3. Sempadan sungai di Sungai Bogo, Klasis Bogoga, Bokoneri, Kamboberi dan Bokodini.

Sebagian distrik Bokondini,

Sebagian Distrik Bewani dan

sebagian distrik Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

4. RTH di Pusat Perkotaan Bokondini Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

1.3. Zona L3 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Kawasan Cagar Budaya

Bab 8 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

Tahun Pertama dan Kedua

Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi – fungsi lindung meliputi;

1. Taman Botani (Botanical Garden) selanjutnya disebut BT/L3

Sebagian wilayah Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

2. Kawasan Cagar Budaya dan Pengetahuan di Klasis Bogoga

Sebagian wilayah Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

Tahun Ketiga dan Keempat

Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi – fungsi lindung meliputi;

3. Taman Botani (Botanical Garden) selanjutnya disebut BT/L3

Sebagian wilayah Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

4. Kawasan Cagar Budaya dan Pengetahuan di Klasis Bogoga

Sebagian wilayah Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

1.4. Zona L4 Kawasan Rawan Bencana Alam

Tahun Pertama dan Kedua

Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi – fungsi lindung meliputi;

1. Kawasan rawan tanah longsor Sebagian wilayah bokondini,

bewani, bokoneri dan kamboneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

Tahun Kedua dan Ketiga

Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi – fungsi lindung meliputi;

1. Kawasan rawan tanah longsor Sebagian wilayah bokondini,

bewani, bokoneri dan kamboneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

1.5. Zona L5 Kawasan Lindung Geologi

Tahun Pertama dan Kedua

Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi – fungsi lindung meliputi;

1. Kawasan rawan gerakan tanah di jalur sesar

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan

Permukiman

Tahun Ketiga dan Keempat

Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi – fungsi lindung meliputi;

2. Kawasan rawan gerakan tanah di jalur sesar

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kehutanan, Dinas Tata

Bab 8 - Hal 3

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

Ruang dan Permukiman

2 PERWUJUDAN ZONA BUDIDAYA (B)

2.1. Zona B2 Kawasan Peruntukan Permukiman Kepadatan Sedang

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan, rehabilitasi dan revitalisasi fungsi kawasan peruntukan permukiman kepadatan sedang

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Tata Ruang dan

Permukiman, Dinas

Pekerjaan Umum

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi dan peningkatan fungsi kawasan peruntukan permukiman kepadatan sedang

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Tata Ruang dan

Permukiman, Dinas

Pekerjaan Umum

2.2 Zona B3 Kawasan Peruntukan Permukiman Kepadatan Rendah

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan, rehabilitasi dan revitalisasi fungsi kawasan peruntukan permukiman kepadatan rendah

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Tata Ruang dan

Permukiman, Dinas

Pekerjaan Umum

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi dan peningkatan fungsi kawasan peruntukan permukiman kepadatan rendah

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Tata Ruang dan

Permukiman, Dinas

Pekerjaan Umum

2.3 Zona B5 Kawasan Peruntukan Industri

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan peruntukan industry berbasis pertanian kehutanan (agro forestry)

Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perindustrian

dan perdagangan,

Dinas Pertanian,

Perkebunan dan

Peternakan

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan fungsi kawasan peruntukan industry berbasis pertanian kehutanan (agro forestry)

Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Perindustrian

dan perdagangan,

Dinas Pertanian,

Perkebunan

Bab 8 - Hal 4

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

dan Peternakan

2.4. Zona B6 Kawasan Peruntukan Pariwisata

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan Peningkatan kawasan peruntukan pariwisata

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Pariwisata

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan dan Peningkatan kawasan peruntukan pariwisata

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pariwisata

2.5. Zona B7 Kawasan Peruntukan Ekonomi, Sosial, Pertahanan dan Keamanan Negara, serta Transportasi

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan Peningkatan Kawasan Peruntukan Ekonomi, Sosial, Pertahanan dan Keamanan Negara serta Transportasi yang meliputi;

1. Kawasan Peruntukan Bandar Udara Bokondini

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perhubungan

2. Kawasan Pendidikan, riset dan teknologi pertanian, social budaya

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Pendidikan,

Dinas Pertanian,

Perkebunan dan

Peternakan

3. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan berupa Koramil

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Koramil, Kodim dan

Polse

4. Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perindustrian

dan Perdagangan

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan dan Peningkatan Kawasan Peruntukan Ekonomi, Sosial, Pertahanan dan Keamanan Negara serta Transportasi yang meliputi;

1. Kawasan Peruntukan Bandar Udara Bokondini

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Perhubungan

2. Kawasan Pendidikan, riset dan teknologi pertanian, social budaya

Sebagian Distrik Bewani,

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain Dinas

Pendidikan,

Bab 8 - Hal 5

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

yang sah Dinas Pertanian,

Perkebunan dan

Peternakan

3. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan berupa Koramil

Bokondini -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Koramil, Kodim dan

Polse

4. Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Perindustrian

dan Perdagangan

B PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG

1. RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL), MASTER PLAN KAWASAN

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan BWP Prioritas Kawasan Perkotaan Bokondini

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah Bappeda

Master Plan Kawasan Wisata Rohani Pegunungan Tengah

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah Bappeda

Master Plan Kawasan Industri Agroforestry

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah Bappeda

2. SISTEM PUSAT PELAYANAN

Pengembangan dan Peningkatan Fungsi Kegiatan Utama

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan pertanian pangan di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perkebunan,

Pertanian dan

Peternakan

Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan Industri pertanian pangan di Bokondini

Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Perkebunan,

Pertanian dan

Peternakan

Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan Jasa dan Perdagangan di Bokondini

Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Perindustrian

dan Perdagangan

Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan kepemerintahan di Bokondini

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

SetDa, Bappeda

Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan pariwisata alam di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Pariwisata

Bab 8 - Hal 6

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan wisata taman botani (botanical garden) di Bokondini

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kehutanan

Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan wisata rohani (pilgrimage) pegunungan tengah di Bokondini

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Pariwisata

Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan transportasi darat di Bokondini

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perhubungan

Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan pertahanan dan keamanan di Bokondini

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Kodim, Koramil, Polsek

Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan kesehatan di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kesehatan

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan pertanian pangan di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Perkebunan,

Pertanian dan

Peternakan

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan Industri pertanian pangan di Bokondini

Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Perkebunan,

Pertanian dan

Peternakan

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan Jasa dan Perdagangan di Bokondini

Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Perindustrian

dan Perdagangan

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan kepemerintahan di Bokondini

Bokondini -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

SetDa, Bappeda

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan pariwisata alam di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pariwisata

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan wisata taman botani (botanical garden) di Bokondini

Bokondini -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kehutanan

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan wisata rohani (pilgrimage) pegunungan tengah di Bokondini

Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pariwisata

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan transportasi

Bokondini -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

Dinas Perhubungan

Bab 8 - Hal 7

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

darat di Bokondini yang sah

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan pertahanan dan keamanan di Bokondini

Bokondini -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Kodim, Koramil, Polsek

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan kesehatan di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini

Sebagian Distrik Bewani,

Bokoneri, Kamboneri dan

Seluruh Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Kesehatan

3 PERWUJUDAN SISTEM JARINGAN PRASARANA

3.1. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI

3.1.1. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI DARAT

Tahap Pertama dan Kedua

Jaringan Jalan Kolektor Primer (K3):

Pengembangan Jaringan Jalan Karubaga – Wunin – Galala (B0kondini)

Wunin, Bokondini, Kaboneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

Jaringan Jalan Kolektor Sekunder (K4):

Pengembangan dan peningkatan Jaringan jalan (lingkar luar) Kawasan Indusrtri – Kp Galala

Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Bokondini – Kaboneri – Kelila/ Wamena

Bokondini, Kaboneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

Jaringan Jalan Lokal Sekunder (Ls):

Pengembangan dan Peningkatan Jaringan Jalan Kandang – Wanggulam

Bokondini

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

Pengembangan dan Peningkatan seluruh jaringan jalan lokal

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

Pengembangan Angkutan Umum Kota Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan Jaringan Jalan Karubaga – Wunin – Galala (B0kondini)

Wunin, Bokondini, Kaboneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

Jaringan Jalan Kolektor Sekunder (K4)

Pengembangan dan peningkatan Jaringan jalan (lingkar luar) Kawasan Indusrtri – Kp Galala

Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

Pengembangan dan peningkatan jaringan Bokondini, - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan Dinas

Bab 8 - Hal 8

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

jalan Bokondini – Kaboneri – Kelila/ Wamena

Kaboneri Sumber lain yang sah

Pekerjaan Umum/ Dinas Bina Marga

Jaringan Jalan Lokal Sekunder (Ls)

Pengembangan dan Peningkatan Jaringan Jalan Kandang – Wanggulam

Bokondini

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

Pengembangan dan Peningkatan seluruh jaringan jalan lokal

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

3.1.2 JEMBATAN

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan Peningkatan Seluruh Jembatan Penghubung Antar Distrik

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

Pengembangan dan Peningkatan Seluruh Jembatan Penghubung Antar Kampung

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan Peningkatan Seluruh Jembatan Penghubung Antar Distrik

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

Pengembangan dan Peningkatan Seluruh Jembatan Penghubung Antar Kampung

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Dinas Bina Marga

3.1.3. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI UDARA

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan peningkatan bandar udara

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perhubungan

Pengembangan jalur pelayanan penerbangan reguler

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan, Peningkatan dan Pemantapan bandar udara

Bokondini -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perhubungan

Pengembangan jalur pelayanan penerbangan reguler

Bokondini -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

3.1.4. LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan Peningkatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi;

1. Lajur, Jalur jalan khusus angkutan massal

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perhubungan

Bab 8 - Hal 9

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

2. Terminal Penumpang Tipe C Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perhubungan

3. Terminal Agro Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perhubungan

4. Penataan Sistem Parkir on-street Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan, Peningkatan dan Pemantapan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi;

1. Lajur, Jalur jalan khusus angkutan massal

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan

Sumber lain yang sah

Dinas Perhubungan

2. Terminal Penumpang Tipe C Bokondini -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perhubungan

3. Terminal Agro Bokondini -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Perhubungan

4. Penataan Sistem Parkir on-street Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

3.2. SISTEM JARINGAN ENERGI

3.2.1. JARINGAN KELISTRIKAN

Tahap Pertama dan Kedua

KELEMBAGAAN

Pengembangan kelembagaan energy kelistrikan berbasis masyarakat dan swasta

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

3.2.2. PEMBANGKIT TENAGA MIKRO/ PIKO

Pengembangan dan Peningkatan Sumber Energi Mikro/ Piko Hidro

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

3.2.3 JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Pengembangan dan Peningkatan Sistem Jaringan Distribusi Kawasan

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

Tahap Ketiga dan Keempat

3.2.4. KELEMBAGAAN ENERGI KELISTRIKAN

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan kelembagaan energy kelistrikan berbasis masyarakat dan swasta

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

3.2.5. PEMBANGKIT TENAGA MIKRO/ PIKO

Pengembangan, Peningkatandan pemantapan Sumber Energi Mikro/ Piko Hidro

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/

Dinas Pekerjaan

Umum/

Bab 8 - Hal 10

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

Bokoneri Masyarakat/ Swasta

Masyarakat/ Swasta

3.2.6. JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Pengembangan, Peningkatan dan Pemantapan Sistem Jaringan Distribusi Kawasan

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan jaringan energy kelistrikan terintegrasi dengan PLN Wamena

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

3.2.7. SISTEM JARINGAN TELEKOMUNIKASI

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan peningkatan jaringan telekomunikasi berbasis radio masyarakat (CB/Community Base Radio)

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

Pengembangan dan peningkatan jaringan telekomunikasi nirkabel (satelit)

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

Pengembangan dan peningkatan warung telekomunikasi dan warung internet oleh DepKomInfo

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan jaringan telekomunikasi berbasis radio masyarakat (CB/Community Base Radio)

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

Pengembangan dan peningkatan jaringan telekomunikasi nirkabel (satelit)

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

3.2.8. SENTRAL TELEPON OTOMAT

Pengembangan, Peningkatan dan Pemantapan STO

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

3.2.9. SISTEM JARINGAN SUMBER DAYA AIR

1 SUMBER AIR

Sistem Jaringan Sungai

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan peningkatan sungai Bokondini, - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ APBD dan Dinas

Bab 8 - Hal 11

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

Bogo, klasis, bokondini, kamboneri dan bokoneri

Bewani, Kamboneri,

Bokoneri

Sumber lain yang sah/

Masyarakat/ Swasta

Pekerjaan Umum/

Masyarakat/ Swasta

Tahap Kedua dan Ketiga

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan sungai Bogo, klasis, bokondini, kamboneri dan bokoneri

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

2 SISTEM JARINGAN PRASARANA KAWASAN PERKOTAAN

2.1 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)

2.1.1 JARINGAN PERPIPAAN

2.1.1.1 UNIT AIR BAKU

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan peningkatan jaringan perpipaan berupa unit air bersih yang dipasok dari Sungai Klasis, Bogo, Bokondini, Kamboneri, Bokoneri.

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah/ Masyarakat/

Swasta

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan jaringan perpipaan berupa unit air bersih yang dipasok dari Sungai Klasis, Bogo, Bokondini, Kamboneri, Bokoneri.

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum/ Masyarakat/

Swasta

3.2.10. SISTEM JARINGAN DRAINASE

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan peningkatan sistem jaringan drainase berupa saluran drainase primer dan sekunder

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan sistem jaringan drainase berupa saluran drainase primer dan sekunder

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Pekerjaan

Umum

3.2.11. SISTEM JARINGAN AIR LIMBAH

1 SISTEM PEMBUANGAN AIR LIMBAH

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan peningkatan IPAL Bewani, Bokoneri, Kamboneri dan Bokondini

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kebersihan

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan IPAL Bewani, Bokoneri, Kamboneri dan Bokondini

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kebersihan

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan IPAL Kawasan Industri Bokondini

Bokondini -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kebersihan

Bab 8 - Hal 12

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

No Program Utama Lokasi Besaran

Waktu Pelaksanaan Sumber

Dana Instansi

Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV

I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

3.2.12. SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

Tahap Pertama dan Kedua

Pengembangan dan peningkatan TPST Bokondini, Bewani, Bokoneri dan Kamboneri

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

- ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kebersihan

Pengembangan dan peningkatan TPA Bokondini

Bokondini - ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kebersihan

Tahap Ketiga dan Keempat

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan TPST Bokondini, Bewani, Bokoneri dan Kamboneri

Bokondini, Bewani,

Kamboneri, Bokoneri

-

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kebersihan

Pengembangan, peningkatan dan pemantapan TPA Bokondini

Bokondini -

██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██ ██

APBD dan Sumber lain

yang sah

Dinas Kebersihan

Sumber: Rencana, 2013

Bab 7 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

8.2 Rencana Pentahapan dan Prioritas Program Pembangunan

Tahapan pelaksanaan pembangunan merupakan suatu upaya mengidentifikasi langkah untuk

mengoperasionalisasikan rencana. Pentahapan pelaksanaan program pembangunan akan direncanakan dalam

tahapan/periode waktu pelaksanaan 5 (lima) tahunan, yaitu tahapan/waktu pelaksanaan I (2014-2018) yang

akan dirinci per tahun.

Sesuai dengan uraian di atas, dasar penentuan skala prioritas untuk setiap tahapan adalah unsur-unsur yang

bersifat strategis yang perlu dilaksanakan pembangunannya, dan pengarahan pelaksanaan pembangunan dari

unsur/sarana dan prasana yang akan dikembangkan/dilaksanakan pembangunannya oleh Pemerintah maupun

masyarakat.

Yang dimaksud dengan unsur-unsur strategi di sini adalah :

1. Yang berkaitan dengan perbaikan dan kelestarian lingkungan, misalnya untuk menangani kerusakan

lingkungan hidup, banjir, maupun pengamanan daerah konservasi dan sempadan (Strategi "Ekologis")

2. Yang berkaitan dengan kebutuhan penyediaan sarana dan prasarana yang sudah sangat mendesak sekali,

baik ditinjau dari skala kebutuhan maupun dari segi kelancaran sistem kegiatan Kabupaten (Strategi "Basic

Needs”)

3. Pengembangan sarana dan prasarana di sub BWK tertentu untuk menarik perkembangan ke daerah

tersebut, misalnya jaringan jalan atau jaringan penunjang lingkungan (Strategi "Insentif untuk

pengembangan”).

8.3 Pembiayaan Pembangunan

Secara garis besar, sumber-sumber dana pembiayaan pembangunan berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa

sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan asli daerah berupa :

a. Hasil pajak daerah,

b. Hasil retribusi daerah,

c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan,

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

2. Dana perimbangan berupa :

a. Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (90% dari penerimaan negara di daerah),

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (80% dari penerimaan negara di daerah), dan

Penerimaan dari sumber daya alam (20% dari penerimaan negara di daerah untuk sektor

kehutanan, perikanan, pertambangan umum, sedang dari sektor minyak bumi sebesar 15%, dan dari

pertambangan gas alam sebesar 30 %).

b. Dana Alokasi Umum, yang besarnya ditentukan dengan perhitungan khusus.

c. Dana Alokasi Khusus, yang besamya sesuai kebutuhan yang bersifat khusus atau prioritas nasional.

3. Pinjaman daerah.

4. Lain-lain penerimaan yang sah.

Sejalan dengan berlakunya otonomi daerah pada tanggal 1 Januari 2001, maka otonomi pembangunan daerah

pun menjadi nyata. Oleh karena itu, pembiayaan program-program pembangunan di Kawasan Perkotaan

Bokondini Kabupaten Tolikara pun sangat tergantung dari besarnya pendapatan daerah Kabupaten Tolikara.

Satu pertimbangan penting yang harus menjadi perhatian adalah bahwa pembangunan di Bagian Wilayah

Kawasan Perkotaan Bokondini Kabupaten Tolikara tentunya harus seimbang dengan pembangunan di bagian-

bagian wilayah lain di Kabupaten Tolikara.

Selain sumber-sumber pembiayaan di atas, terdapat sumber pembiayaan lain dengan menyertakan pihak

swasta. Dalam kenyataannya banyak sarana dan prasarana Kabupaten dapat dikelola dengan prinsip “cost

recovery”, yaitu biaya operasional dipungut dari masyarakat yang mendapat pelayanan. Tentunya kemampuan

masyarakat berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan subsidi silang melalui kebijaksanaan tarif berbeda antara

golongan kuat, menengah, dan lemah.

Kebijaksanaan pemerintah, dalam kaitan itu, dapat berperan melalui peraturan maupun penyertaan modal.

Cara yang dikenal, adalah BOT (Build, Operate and Transfer), artinya dibangun swasta, dioperasikan swasta dan

pada suatu saat diserahkan kepada pemerintah. Cara lain adalah BOO (Build, Own, Operate), yaitu suatu cara

penyertaan swasta. Modifikasi sistem tersebut cukup banyak, sepeti yang dikenal di Perancis, yaitu :

1. Concesions : swasta diberi hak membangun sarana, mengoperasikannya dan menarik retribusinya dengan

tarif ditentukan pemerintah. Konsesi ini umumnya jangka panjang, atara 10 -25 tahun.

2. After-merge : suatu bentuk kerjasama antara swasta dan pemerintah, bentuknya bisa bermacam-macam,

misalnya sarana dibangun pemerintah, pengoperasiannya oleh swasta. Jumlah persentase pembiayaan

tergantung dari sarana yang akan di after-marge-kan. Kontrak manajemen menunjukkan swasta sebagai

pengelola suatu sarana karena kerap dinilai lebih dapat bertindak efisien.

Untuk BOT yang dananya besar dan merupakan program jangka panjang, dapat dilaksanakan dengan

menggabungkan dengan kegiatan lain, misalnya dengan memberi izin lokasi pengelolaan plaza, gudang, pusat

olah raga, dan civic center.

Sedangkan dana masyarakat adalah dana yang bersumber dari masyarakat secara langsung untuk membiayai

sebagian anggaran proyek yang kerap dikenal sebagai swadaya. Pelibatan masyarakat secara langsung dalam

pembangunan (mulai dari informasi, perencanaan, dan pembiayaan) sangat penting, terutama pada

program/proyek yang menyangkut kepentingan masyarakat yang bersangkutan.

Bentuk partisipasi dapat bermacam-macam, antara lain :

1. Partisipasi dalam bentuk paling rendah, yaitu mengerti arti pembangunan yang sedang dilaksanakan tanpa

harus mengeluarkan biaya apapun dan mendukung kegiatan tersebut.

2. Merelakan sebagian tanah atau rumahnya untuk digunakan oleh proyek.

3. Ikut membiayai proyek yang dilaksanakan untuk kepentingan mereka.

Pada dasarnya pelayanan prasarana dan sarana dapat dibebankan kepada masyarakat pengguna, dengan

prinsip "quit pro qud'. Namun mengingat tidak semua penduduk berkemampuan sama, maka dalam hal ini

perlu pula diterapkan prinsip "subsidi silang". Untuk sarana makro, dapat dilaksanakan dengan sistem

perpajakan, misalnya kawasan strategis dan memiliki nilai ekonomis tinggi dikenai retribusi lebih besar.

Bab 8 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

Untuk prasarana dan sarana yang langsung melayani kebutuhan masyarakat, maka biaya atau sebagian

biayanya dapat dibebankan kepada mereka secara swadaya. Misalnya pembuatan jalan lokal di kompleks

perumahan baru, dapat dilaksanakan dengan pembiayaan dipikul bersama. Hal ini ternyata berdasarkan

pengalaman dapat membangkitkan dana swadaya relatif besar. Bantuan pemerintah berperan sebagai modal

dasar yang kemudian menstimulir swadaya masyarakat. Karena itu, dalam segi pembiayaan untuk program

mikro, maka swadaya masyarakat merupakan andalan untuk mengurangi beban anggaran pemerintah.

Dana pinjaman dapat diperoleh dari dalam negeri maupun luar negeri. Pinjaman luar negeri dapat

dikembangkan di Kabupaten Tolikara melalui perjanjian penerusan pinjaman atau sub loan management.

Arahan dalam meminjam dari dalam negeri maupun luar negeri, yaitu :

1. Program/proyek harus cost recover dihitung berdasarkan tingkat bunga yang berlaku dan kemudian

diberikan waktu mengangsur serta tenggang waktu bebas bunga.

2. Berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat maupun pertumbuhan Kabupaten, misalnya

pembangunan instalasi pengolahan air bersih, jalan arteri, atau perbaikan kampung kumuh.

3. Dapat menyediakan dana pendamping (bagi pinjaman luar negeri), sedangkan untuk pinjaman dalam

negeri telah ditentukan kriterianya (dalam hal ini pemda termasuk BUMD-nya).

Secara lebih lanjut, ketentuan pinjaman daerah ini didasarkan pada peraturan pemerintah yang berlaku.

Pinjaman bagi pemerintah daerah berfungsi sebagai :

1. Sumber dana untuk membiayai investasi prasarana dan sarana Kabupaten guna memenuhi kebutuhan dan

permintaan masyarakat.

2. Memacu laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten terutama dalam menciptakan iklim bagi

pengembangan usaha swasta.

3. Memperbesar anggaran pembangunan.

4. Memperbesar kemampuan daerah dalam pembangunan.

Pinjaman merupakan sumber dana yang dapat diandalkan, dengan catatan Debt Service Ratio (DSR) pinjaman

tidak melebihi maksimum yang ditentukan. Prinsip tersebut dikenal sebagai “Turn Key Project”.

Tidak semua prasarana dan sarana Kabupaten dapat dikelola oleh swasta. Untuk sektor prasarana dan sarana

Kabupaten yang dapat dikelola swasta, maka dalam pengelolaannya dapat diterapkan prinsip "cost recover".

Untuk prinsip "full cost recover", hanya ada beberapa prasarana dan sarana Kabupaten, karena biasanya

investasinya sangat besar dan jangka pengembaliannya lama. Namun dalam prinsip cost recover ini umumnya

tidak perlu full, tetapi cukup sebagian saja.

Untuk itu perlu didefinisikan lebih dahulu sektor-sektor yang dapat dikelola swasta, seperti terlihat pada tabel

berikut.

Tabel 8. 2. Sumber Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Kawasan

No Sektor/Sub Sektor Infrastruktur

Jenis Infrastruktur Alternatif Sumber Pembiayaan

Kriteria

SUMBER DAYA AIR

1 Sumber Daya Air Bangunan air dan

Saluran pembawa Kerjasama

Pemerintah Badan Usaha Swasta tidak

tertarik dengan pola

(SDA) air baku. Dan Swasta (KPS)

pembiayaan murni korporasi

Layak secara Ekonomi: Manfaat sosial ekonomi > Biaya

Insentif Pemerintah yang diperlukan 1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal: Keringanan biaya

perizinan pengadaan tanah Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10 Permen PU 13/2010).

2 2. BUMN Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola KPS

Layak secara Ekonomi: Manfaat sosial ekonomi > Biaya

Insentif Pemerintah yang diperlukan 1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan PPh

2) Insentif Non Fiskal: Keringanan biaya

perizinan pengadaan tanah Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial Memperoleh prioritas

penyertaan modal dari Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal sendiri) BUMN tersebut

Bab 8 - Hal 3

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

membaik. 3 3. APBN Badan Usaha Swasta ataupun

BUMN tidak tertarik dengan baik

pola pembiayaan murni korporasi

maupun pola KPS.

KECIPTAKARYAAN

1 Cipta Karya _ Air

Limbah

Instalasi pengolah

air limbah, Jaringan

pengumpul air

limbah, dan

Jaringan utama air

limbah.

1. Kerjasama

Pemerintah

Dan Swasta

(KPS)

Badan Usaha Swasta tidak

tertarik dengan pola

pembiayaan murni korporasi

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah

dibebankan kepada

Pemerintah agar

proyek layak secara

finansial (Pasal 10

Permen PU 13/2010).

2. BUMN Badan Usaha Swasta tidak

tertarik baik dengan pola

pembiayaan murni korporasi

maupun dengan pola KPS

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah

dibebankan kepada

Pemerintah agar

proyek layak secara

finansial

Memperoleh prioritas

penyertaan modal dari

Pemerintah agar

kinerja ekuitas (modal

sendiri) BUMN tersebut

membaik.

3. APBN Badan Usaha Swasta ataupun

BUMN tidak tertarik dengan baik

pola pembiayaan murni korporasi

maupun pola KPS.

2 Cipta Karya _

Persampahan

Sarana dan

Prasarana

persampahan

(Pengangkut dan

Tempat

Penampungan/

Pemrosesan).

1. Kerjasama

Pemerintah

Dan Swasta

(KPS)

Badan Usaha Swasta tidak

tertarik dengan pola

pembiayaan murni korporasi

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah

dibebankan kepada

Pemerintah agar

proyek layak secara

Bab 8 - Hal 4

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

finansial (Pasal 10

Permen PU 13/2010).

2. BUMN Badan Usaha Swasta tidak

tertarik baik dengan pola

pembiayaan murni korporasi

maupun dengan pola KPS

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah

dibebankan kepada

Pemerintah agar

proyek layak secara

finansial

Memperoleh prioritas

penyertaan modal dari

Pemerintah agar

kinerja ekuitas (modal

sendiri) BUMN tersebut

membaik.

3. APBN Badan Usaha Swasta ataupun

BUMN tidak tertarik dengan baik

pola pembiayaan murni korporasi

maupun pola KPS.

3

Cipta Karya _

Drainase

APBN Badan Usaha Swasta ataupun

BUMN tidak tertarik dengan baik

pola pembiayaan murni korporasi

maupun pola KPS.

PERHUBUNGAN

1 Kebandarudaraan Pelayanan jasa

kebandarudaraan.

1. Badan Usaha

Swasta

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Layak secara Finansial:

1) Net Present Value (NPV)

positif

2) IRR > Suku Bunga Acuan

BI

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

2. Kerjasama

Pemerintah

Dan Swasta

(KPS)

Badan Usaha Swasta tidak

tertarik dengan pola

pembiayaan murni korporasi

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah

dibebankan kepada

Pemerintah agar

proyek layak secara

finansial (Pasal 10

Permen PU 13/2010).

3. BUMN Badan Usaha Swasta tidak

tertarik baik dengan pola

Bab 8 - Hal 5

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

pembiayaan murni korporasi

maupun dengan pola KPS

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah

dibebankan kepada

Pemerintah agar

proyek layak secara

finansial

Memperoleh prioritas

penyertaan modal dari

Pemerintah agar

kinerja ekuitas (modal

sendiri) BUMN tersebut

membaik.

ENERGI

1 Ketenagalistrikan Pembangkit listrik,

Pengembangan

tenaga listrik yang

berasal dari panas

bumi, dan

Transmisi/Distribusi

tenaga listrik.

1. Kerjasama

Pemerintah

Dan Swasta

(KPS)

Badan Usaha Swasta tidak

tertarik dengan pola

pembiayaan murni korporasi

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah

dibebankan kepada

Pemerintah agar

proyek layak secara

finansial (Pasal 10

Permen PU 13/2010).

2. BUMN Badan Usaha Swasta tidak

tertarik baik dengan pola

pembiayaan murni korporasi

maupun dengan pola KPS

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah

dibebankan kepada

Pemerintah agar

proyek layak secara

finansial

Memperoleh prioritas

penyertaan modal dari

Pemerintah agar

kinerja ekuitas (modal

sendiri) BUMN tersebut

membaik.

TELEKOMUNIKASI

Telekomunikasi Jaringan

Telekomunikasi.

1. Badan Usaha

Swasta

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Layak secara Finansial:

Bab 8 - Hal 6

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

1) Net Present Value (NPV)

positif

2) IRR > Suku Bunga Acuan

BI

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

2. Kerjasama

Pemerintah

Dan Swasta

(KPS)

Badan Usaha Swasta tidak

tertarik dengan pola

pembiayaan murni korporasi

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah

dibebankan kepada

Pemerintah agar

proyek layak secara

finansial (Pasal 10

Permen PU 13/2010).

3. BUMN Badan Usaha Swasta tidak

tertarik baik dengan pola

pembiayaan murni korporasi

maupun dengan pola KPS

Layak secara Ekonomi:

Manfaat sosial ekonomi >

Biaya

Insentif Pemerintah yang

diperlukan

1) Insentif Fiskal:

Keringanan PPN dan

PPh

2) Insentif Non Fiskal:

Keringanan biaya

perizinan pengadaan

tanah

Sebagian atau seluruh

biaya pengadaan tanah

dibebankan kepada

Pemerintah agar

proyek layak secara

finansial

Memperoleh prioritas

penyertaan modal dari

Pemerintah agar

kinerja ekuitas (modal

sendiri) BUMN tersebut

membaik. Sumber: Olahan berdasarkan ketentuan dalam berbagai peraturan perundangan terkait infrastruktur Ke-PU-an, Perhubungan, Energi dan

Sumber Daya Mineral, dan Komunikasi dan Informasi.

8.4 Pengelolaan Pembangunan

Salah satu faktor penentu agar rencana dapat terlaksana adalah kesiapan dan kemampuan aparatur pelaksana

dalam mengelola dan mewujudkan tujuan-tujuan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada bagian ini akan

dibahas mengenai struktur organisasi dari badan-badan pengelola pembangunan di Kabupaten Tolikara serta

mekanisme pengelolaannya.

A. Struktur Organisasi Badan Pengelola Pembangunan

Susunan Perangkat Daerah di Kabupaten Tolikara adalah sebagai berikut:

1. Sekretariat Daerah,

2. Dinas Daerah, yang terdiri dari :

a. Dinas Pekerjaan Umum,

b. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga,

c. Dinas Kesehatan,

d. Dinas Tata Ruang Kabupaten,

e. Dinas Pekerjaan Umum,

f. Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi,

g. Dinas Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja,

Bab 8 - Hal 7

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

h. Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil,

i. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Ukm,

j. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah,

k. Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata,

l. Dinas Pertanian Dan Perkebunan,

m. Dinas Peternakan dan Perikanan,

n. Dinas Kehutanan

3. Lembaga Teknis Daerah yang berbentuk badan, terdiri atas :

a. Inspektorat

b. Badan Perencanaan Daerah,

c. Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung d. Badan Kepegawaian Daerah Dan Diklat

4. Lembaga Teknis Daerah yang berbentuk kantor, terdiri atas :

a. Kantor Kesbanglinmas,

b. Kantor Pemberdayaan Perempuan,

c. Kantor Perpustakaan, Arsip Dan Dokumentasi,

d. Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian,

B. Mekanisme Pengelolaan Pembangunan

1. Koordinasi Antar-instansi Dalam Pengelolaan Pembangunan

Dalam mekanisme pengelolaan pembangunan, koordinasi sangat diperlukan dalam upaya

mengimplementasikan dan mengendalikan rencana tata ruang.

Dalam perencanaan pembangunan ada beberapa aspek koordinasi yang penting diperhatikan, yaitu:

a. Aspek fungsional, yaitu adanya kaitan dan keterpaduan fungsional antar berbagai kegiatan adanya kaitan

dan keterpaduan fungsional antara suatu instansi dengan instansi yang lain adanya kaitan fungsional

antara program/proyek pada suatu wilayah dengan wilayah lain,

b. Aspek formal, dimaksudkan adanya kaitan antara program/proyek yang direncanakan dengan peraturan,

instruksi, edaran dan petunjuk dari instansi yang lebih tinggi.

c. Aspek struktural, dimaksudkan adanya kaitan dan koordinasi dalam bentuk penugasan pada setiap tingkat

instansi yang bersangkutan.

d. Aspek materiil, dimaksudkan adanya kaitan dan koordinasi antara program/proyek intra dan antar

instansi.

e. Aspek operasional, dimaksudkan adanya kaitan dan keterpaduan dalam penentuan langkah-langkah

pelaksanaan baik menyangkut waktu, lokasi maupun kebutuhan material.

Bab 6 - Hal 8

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

BAB 9 PEDOMAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN

RUANG

Indikasi program pembangunan kawasan perkotaan Bokondini dibagi menjadi 4 tahapan dimana setiap tahapan

pembangunan terdiri atas 5 tahun masa pembangunannya. Pada Jangka Pendek dan menengah, pembangunan di

kawasan perkotaan Bokondini akan dimulai dengan pengembangan program-program yang mengarahkan

kawasan Bokondini untuk lebih produktif dan bermultiplier ke luar kawasan perkotaan sehingga mulai

membentuk visi kota menjadi lumbung pangan regional dengan dukungan peningkatan pelayanan dasar dan

infrastruktur. Sedangkan dalam masa jangka panjang, program program pembangunan lebih dimantabkan untuk

mencapai visi kota menjadi kota Agro dan memiliki kawasan industri agro yang mantab mampu melayani

kebutuhan skala kawasan dan regional Papua.

Bab 9 - Hal 1

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

BAB 9 Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang

9.1. Mekanisme Perijinan

Setiap kegiatan harus memohonkan ijinnya sebelum melakukan pembangunan, sehingga pengembangan

kegiatan tersebut berlokasi pada ruang yang sesuai atau tidak menyimpang dari fungsi atau pemanfaatan

ruang yang telah ditetapkan. Sebagai kelengkapan dari ijin dari lokasi, guna melihat seberapa jauh

gangguannya terhadap fungsi kawasan dan lingkungan, perlu dilengkapi dengan analisis mengenai dampak

terhadap lingkungan dari pengembangan kegiatan tersebut.

Perijinan dimaksudkan sebagai konfirmasi persetujuan atas pemanfaatan ruang dalam proses pengendalian

pemanfaatan ruang. Perijinan yang terkait langsung dengan pemanfaatan ruang adalah:

1. Ijin Pemanfaatan Ruang (IPR), yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara dalam

rangka memanfaatkan ruang pada lokasi tertentu;

2. Ijin Lokasi (Pembebasan Tanah), yaitu persetujuan dari Kepala Daerah (Bupati) tentang pembebasan tanah

yang terletak pada lokasi yang ditentukan peruntukannya sesuai dengan rencana tata ruang yang

ditetapkan;

3. Pengesahan Rencana Tapak (Siteplan), yaitu persetujuan dari Kepala Dinas tentang rencana pemanfaatan

ruang dan rencana pemanfaatan prasarana dasar lingkungan (jalan, drainase, listrik, dll);

4. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara kepada

pemilik bangunan dalam rangka mendirikan bangunan gedung yang telah disahkan oleh instansi yang

berwenang;

5. Ijin Penggunaan Bangunan, yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara kepada pemilik

bangunan gedung dalam rangka menggunakan bangunan yang telah selesai dibangun sebagian atau

seluruhnya sesuai Ijin Mendirikan Bangunan, setelah terhadap bangunan tersebut dilakukan pengkajian

teknis dalam hal kelayakan fisik;

6. Ijin Merubah Bangunan, yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara kepada pemilik

bangunan gedung dalam rangka merubah bangunan sebagian atau seluruhnya;

7. Ijin Merobohkan Bangunan, yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara kepada pemilik

bangunan gedung dalam rangka merobohkan sebagian atau seluruhnya;

8. Ijin Menghapus Bangunan, yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara kepada pemilik

bangunan gedung dalam rangka menghapus atau membongkar bangunan sebagian atau seluruhnya.

9.2. Mekanisme Pemberian Insentif Dan Disinsentif

Pemberian insentif bertujuan untuk merangsang perkembangan yang sesuai dengan fungsi atau pemanfaatan

ruang. Sementara pemberian disinsentif adalah untuk menghambat atau membatasi perkembangan yang

tidak sesuai dengan fungsi atau pemanfaatan ruangnya.

Pemberian insentif yang sifatnya akan merangsang perkembangan dapat ditempuh dengan memberikan

kemudahan-kemudahan pengembangan sejak dari tahap pemberian perijinan sampai dengan tahap

pembangunan dan operasional. Selain itu dapat pula ditempuh upaya mendahulukan infrastruktur atau

prasarana yang memberikan kemudahan juga akan mengarahkan bentuk perkembangannya. Keberadaan

infrastruktur atau prasarana yang mendahului tersebut akan akan merangsang perkembangan kegiatan-

kegiatan yang ada didalamnya.

Pemberian disinsentif yang sifatnya akan menghambat atau membatasi perkembangan dapat ditempuh

dengan penolakan sejak dari tahap perijinan pemanfaatan ruang dan perijinan pembangunan lainnya sampai

dengan pemberian sanksi. Selain itu dapat pula ditempuh dengan cara tidak memberikan pelayanan

infrastruktur atau prasarana yang bersangkutan. Dalam hal ini badan atau lembaga yang bertanggung jawab

menangani infrastruktur atau prasarana tersebut harus konsisten dan konsekuen dengan penerapan

perangkat disinsentif tersebut.

9.3. Mekanisme Pemberian Kompensasi

Pemberian kompensasi ini merupakan mekanisme penggantian yang diberikan oleh pemerintah kepada

masyarakat pemegang hak atas tanah, hak pengelolaan sumber daya alam seperti hutan, tambang, bahan

galian, kawasan lindung yang mengalami kerugian akibat perubahan nilai ruang dan pelaksanaan

pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang.

Untuk mewujudkan pembangunan, pemberian kompensasi diperlukan supaya pembangunan yang

dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan tanpa ada pihak yang dirugikan.

Oleh karena itu kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah memegang peranan penting, mengingat

tanpa adanya kerjasama tersebut pembangunan yang dirtencanakan tidak dapat terwujud. Jika lahan yang ada

terbatas, maka harus dipertimbangakan diprioritaskan kebutuhan apa yang paling mendesak.

Pelaksanaan atau implementasi rencana pemanfaatan ruang berupa kawasan lindung pada lahan atau tanah

yang dimiliki atau dikelola oleh masyarakat atau pihak tertentu, perlu menerapkan mekanisme pemberian

kompensasi ini. Oleh karena kawasan lindung ini merupakan kepentingan publik, maka pihak yang

memberikan kompensasi adalah Pemerintah.

Begitu juga pada kawasan atau bagian kawasan yang dinamis sifatnya, dimana akan terjadi alih fungsi dan alih

kepemilikan lahan, akan diterapkan mekanisme pemberian kompensasi ini. Bila alih fungsi tersebut dilakukan

untuk kepentingan publik, maka pihak yang memberikan kompensasi adalah Pemerintah, dan bila untuk

kepentingan privat atau swasta/masyarakat lainnya, maka pihak yang memberikan kompensasi adalah pihak

yang diuntungkan dengan alih fungsi tersebut. Dalam mekanisme pemberian kompensasi ini tercakup juga

pola tukar - guling atau ruislag.

9.4. Mekanisme Pelaporan

Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah melaporkan kegiatan yang akan dilakukan dalam bentuk

laporan yang merupakan informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang yang dapat dilakukan oleh

masyarakat dan instansi yang berwenang. Sehingga dalam pelaksanaan pembangunan yang dilakukan

merupakan aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada pemerintah atau sebaliknya.

Dengan adanya informasi terhadap masyarakat tentang pembangunan yang akan dilaksanakan oleh

pemerintah, maka dalam pelaksanaannya pemerintah telah mendapat masukan dari masyarakat mengenai

aspirasinya dalam membantu mewujudkan pembangunan.

Bentuk pelaporan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang ini meliputi kegiatan pengumpulan data

atau penyampaian informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang, baik yang sesuai maupun yang

tidak sesuai dengan rencana. Pada prinsipnya setiap stakeholders atau pelaku pembangunan (pemerintah,

masyarakat, dan swasta) dapat menyampaikan pelaporan ini. Pelaporan tersebut disampaikan kepada pihak

Pemerintah Kabupaten yang dalam hal ini adalah instansi yang memberi wewenang pengendalian

pemanfaatan ruang. Atas dasar pelaporan ini akan dilakukan penilaian dan ditentukan tindak lanjutnya.

Bab 8 - Hal 2

LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i

B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a

9.5. Mekanisme Pemantauan

Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui program-program yang telah ditetapkan, terjadi

pemantauan yang mencakup pengamatan, pengawasan, pemeriksaan dengan cermat terhadap perubahan

kualitas dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan pemantauan dilakukan

oleh instasi yang berwenang.

Monitoring dilakukan supaya pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan anggaran yang

telah ditetapkan dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dilapangan. Di dalam menjamin konsistensi

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dengan pelaksanaan atau implementasi perlu dilakukan pemantauan.

Sebagai lanjutan dapat dilakukan pengendalian, yang ditujukan untuk menertibkan kegiatan dan

menyelesaikan kemungkinan permasalahan yang muncul.

Monitoring pelaksanaan perencanaan yang merupakan salah satu kegiatan yang penting didalam menilai dan

melihat sejauh mana rencana dilaksanakan dan tujuan yang dicapai, maka pemantauan mutlak dilaksanakan.

Dari monitoring tersebut, maka akan diperoleh berbagai data serta informasi yang merupakan umpan balik

(feedback) dari RDTR yang sekaligus sebagai bahan masukan (input) bagi perencanaan dan juga memberikan

informasi akan perlu atau tidaknya peninjauan kembali (review) RDTR tersebut.

Mekanisme monitoring ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari mekanisme pelaporan, ataupun yang dilakukan

secara berkala oleh instansi yang berwenang tersebut. Dalam pengamatan dan pemeriksaan, dilakukan

menurut metode, teknik, atau cara-cara yang sesuai (appropriate) dan hasilnya sedapat mungkin terukur dan

transparan.

Hasil monitoring berupa umpan balik (feedback) menjadi bahan masukan untuk perumusan kebijaksanaan dan

pengendalian serta pengawasan pelaksanaan rencana, yang memungkinkan adanya fleksibelitas dalam proses

perancangan, sehingga senantiasa dapat mengikuti keadaan atau perkembangan baru (up to date) dan tidak

kehilangan konteks permasalahan yang dihadapi (kontekstual).

Aspek yang perlu dicermati di dalam proses monitoring adalah sebagai berikut:

1. Monitoring terhadap aspek aktivitas serta intensitas kawasan, yang meliputi identifikasi kecenderungan

perubahan kegiatan, sehingga memungkinkan terjadinya pergeseran dari peruntukan ruang (lahan) yang

ada. Dengan adanya monitoring ini maka pengendalian atau kontrol terhadap perkembangan kegiatan

dapat diketahui sedini mungkin, sehingga dapat diantisipasi serta dapat dilakukan tindakan pengaturan

peruntukan sebagai umpan balik.

2. Monitoring terhadap perkembangan daerah yang terbangun, meliputi keteraturan desain lingkungan fisik,

pembanguna jaringan jalan. Hal ini penting terutama dalam hubungannya dengan pengaruh terhadap

perubahan-pembahan atau gangguan sistem yang sudah ada. Melalui pemantauan dapat dibuat sistem

pencegahan dan pengendalian atau kontroling terhadap penurunan fungsi pelayanan.

9.6. Mekanisme Evaluasi

Mekanisme evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan

rencana tata ruang. Dalam mekanisme evaluasi ini, terbuka kemungkinan bahwa:

1. Kegiatan pemanfaaatan ruang sesuai atau sejalan dengan tujuan rencana atau;

2. Kegiatan pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan atau tidak sejalan dengan tujuan rencana.

Kemungkinan pertama (sesuai dan sejalan), maka kegiatan pemanfaatan ruang dapat dilanjutkan dan rencana

tata ruang dipertahankan atau efektif.

Kemungkinan kedua (tidak sesuai atau tidak sejalan), maka perlu dilakukan evaluasi secara seksama mengenai

sebab-sebab ketidaksesuaian atau perbedaan wujud antara rencana dengan fakta implementasi, serta dinilai

sejauh mana penyimpangan yang terjadi. Dalam evaluasi ini perlu pula mempertimbangkan faktor-faktor

ekstemal yang dapat atau telah mempengaruhi kegiatan pemanfaatan ruang, antara lain :

1. Adanya kebijakan baru, yang berbada dengan kebijaksanaan pada rencana pemanfaatan ruang ini disusun

dan ditetapkan;

2. Adanya pengaturan atau rujukan teknis baru mengenai penataan ruang yang berbada dengan yang

dipakai pada rencana tata ruang yang berlaku sekarang;

3. • Adanya dinamika perkembangan yang kuat dan berpangaruh dalam kegiatan pemanfaatan

ruang yang harus diakomodasikan dalam perkembangan kawasan maupun Regional (Kabupaten);

4. Adanya perkembangan di wilayah sekitar yang signifikan mempengaruhi perkembangan kawasan maupun

Regional (Kabupaten).

Sebagai tindak lanjut dari evaluasi ini adalah penyesuaiain rencana ataupun revisi rencana secara parsial atau

total.

9.7. Mekanisme Pengenaan Sanksi

Dalam pelaksanaan pembangunan, pada tahap pelaporan dan tahap pemantauan terdapat penyimpangan

dalam melaksanakan pembangunan maka instansi yang berwenang berhak menegur dan menberikan sanksi

administrasi, sanksi pidana, dan sanksi perdata terhadap pihak yang melaksanakan pembangunan.

1. Sanksi administrasi, dapat berupa pencabutan atau pambatalan ijin. Sanksi administrasi ini diterapkan atas

penyimpangan kegiatan pemanfaatan ruang seperti dikemukanan pada mekanisme pemantauan di atas.

2. Sanksi pidana, dapat berupa hukuman kurungan atau hukuman denda yang dikenakan atas pelanggaran

atau penyimpangan kegiatan pemanfaatan ruang, yang berakibat pada terganggunya kepentingan

publik.

3. Sanksi perdata, dapat berupa penggantian rugi atau lainnya, yang dikenakan atas pelanggaran atau

penyimpangan kegiatan pemanfaatan ruang, yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang,

kelompok, atau badan hukum tertentu. Tetapi jika ada penggunaan lahan yang tidak berdampak negatif

terhadap orang lain dan kelompok lain maka, itu disebut hak, sehingga tidak dikenakan sanksi hukum.

Selama lahan tersebut tidak mengganggu kepentingan orang lain dan memiliki izin yang sah.

Sebelum pelaksanaan mekanisme pengenaan sanksi ini, terlebih dahulu harus dilakukan pemberian peringatan

atau teguran kepada pihak atau pelaku pelanggaran tersebut. Bila peringatan atau teguran (sampai 3 kali)

tidak diindahkan, maka barulah diterapkan mekanisme pengenaan sanksi ini.

Dalam mekanisme pengenaan sanksi ini terlebih dahulu diterapkan sanksi administrasi. Apabila sanksi

administrasi ini tidak diindahkan oleh pelanggar yang bersangkutan, maka ditindaklanjuti dengan pengaduan

ke lembaga peradilan. Dalam proses peradilan ini pelanggar dapat dikenai sanksi pidana dan atau sanksi

perdata. Dengan adanya pemberian sanksi terhadap pelanggaran atau penyimpangan dalam

melaksanakan pembangunan sangat penting supaya pihak yang melaksanakan pembangunan

berhati-hati dan melaksanakan sesuai aturan yang berlaku.