Dr Satya G - Gangguan Yang Biasa Dijumpai Pada
-
Upload
ichsan-safwannoor -
Category
Documents
-
view
144 -
download
15
Transcript of Dr Satya G - Gangguan Yang Biasa Dijumpai Pada
Gangguan Yang Biasa Dijumpai Pada Neuro-Optalmologi
Sejumlah gangguan neurologik atau sistemik biasa dijumpai dalam
neuro-optalmologi.
Pasien dengan gangguan neurologis biasa, misalnya multiple
sclerosis, stroke, cedera otak traumatik atau tumor otak, mungkin
mengalami hilang penglihatan atau diplopia. Tetapi penting untuk
disadari bahwa pasien ini sering kali dapat juga mempunyai
gangguan okuler rutin (misalnya kesalahan refraksi, penyakit
permukaan kornea, atau katarak) yang dapat diobati dengan mudah.
Disamping itu, bahkan pasien yang mempunyai gangguan neurologis
mungkin mempunyai gangguan okuler akut urgen misalnya tanggalnya
retina, oklusi vaskuler retina, atau hipertensi intraokuler.
Kata mutiara:
Dokter saraf yang mengevaluasi pasien neurologi yang mengalami
hilang penglihatan yang baru-berawal sebaiknya tidak secara
otomatis mengasumsikan bahwa hilangnya penglihatan adalah
berkaitan dengan penyakit neurologik. Mereka harus melakukan
konsultasi mata sebelum melakukan tatalaksana dan membuat
keputusan terapi.
Sejumlah gangguan, misalnya tumor pituitary, lesi oksipital,
aneurisma intrakranial, dan meningkatnya tekanan intrakranial,
biasanya mempengaruhi jalur penglihatan. Follow-up neuro-optal-
mologik sistimatik dengan pemeriksaan cermat terhadap fungsi
penglihatan (termasuk lapangan pandang berulang) dapat memberi
bukti tentang memburuknya proses intrakranial.
Beberapa penyakit mempunyai temuan patognomonik okuler yang
membantu diagnosis dini. Pasien ini sering dikirim ke neuo-
optalmologi untuk “skrining”. Kasusnya sering seperti ini apabila
diagnosis penyakit Wilson, penyakit Whipple, atau neuro-
fibromatosis tipe 1 dipertimbangkan, atau untuk menentukan apakah
suatu temuan insidentil (misalnya malformasi Chiari atau
1
aneurisma intrakranial) adalah simptomatik, dan, oleh karena itu,
harus diobati.
Penyakit Serebrovaskuler
Istilah stroke mencakup iskhemia serebral (serangan iskhemik
transien dan infark serebral) dan perdarahan serebral. Stroke
dicurigai apabila pasien memperlihatkan gejala dan tanda
neurologis akut (akut biasanya berarti bahwa mekanismenya adalah
vaskuler). Pasien stroke sering mempunyai keluhan neuro-optalmik,
termasuk kehilangan penglihatan, defek lapangan pandang, dan
diplopia. Gangguan vaskuler retina adalah serupa dengan stroke
yaitu melibatkan berbagai teritori vaskuler okuler.
Pada saat diagnosis stroke telah diduga, maka langkah
pertama adalah menentukan apakah kejadian vaskuler tersebut
iskhemik atau hemoragik. Pada mata, ini dapat dilakukan dengan
melihat ke fundus; untuk otak, ini membutuhkan neuroimaging,
biasanya CT scan kepala tanpa media kontras (Gambar 20.1 dan
20.2).
Pertanyaan yang harus dijawab untuk pasien dengan suspek
penyakit serebrovaskuler (dan penyakit vaskuler retina) meliputi
yang berikut ini:
1. Apakah ini kejadian vaskuler?
2. Dimana, didalam otak atau mata, peristiwa vaskuler itu
terjadi (parenkim dan topografi vaskuler)?
3. Kejadian vaskuler tipe apakah itu (patologi)?
4. Apa yang telah menyebabkan kejadian vaskuler itu (meka-
nisme)?
5. Apakah konsekuensi kejadian vaskuler itu (gangguan, dis-
abilitas, dan rintangan)?
6. Apa masalah medis lain yang ada bersamaan?
Pada saat stroke telah dikonfirmasi dan mekanismenya (iskhemik
atau hemoragik) ditentukan, maka penyebab itu harus diklarifikasi
untuk memberikan pencegahan sekunder terbaik untuk pasien (Gambar
20.3).
Penyebab infark serebral (Gambar 20-3):
2
- Trombosis pada sebuah pembuluh:
Penyakit pembuluh besar atau makrovaskuler (arterial)
Penyakit pembuluh kecil atau mikrovaskuler (arterial)
- Emboli
Emboli bersumber di jantung
Arteri ke arteri
- Hipoperfusi
- Trombosis vena
Manifestasi okuler penyakit karotis:
- Emboli retina asimptomatik- Hilangnya penglihatan monokuler transient- Oklusi arteri retina pusat atau cabang- Oklusi arteri optalmik- Dilatasi arteri episkleral- Retinopati stasis vena- Sindrom iskhemik okuler- Neuropati optikus iskhemik (langka)- Kompresi nervus optikus (langka)- Sindrom Horner- Paresis saraf motorik okuler (langka)- Nyeri
Diagnosis banding penyakit arteri karotis- Dinding arteri
ateroma Diseksi Dysplasia fibromuskuler Arteritis
i. Infeksiii. Non-infeksi (takayasu, arteritis sel raksasa)
Trauma Radiasi eksternal Tumor (glomus karotis)
- Kompresi eksternal Tumor Trauma
- Aliran darah Gangguan koagulasi Emboli (jantung, arteri ke arteri)
3
Gambar 20.1. CT scan otak tanpa media kontras yang memperlihatkan
hipodensitas pada ketinggian kedua lobus oksipital adalah
konsisten dengan infark oksipital bilateral.
Gambar 20.2. CT scan otak tanpa media kontras yang memperlihatkan
hiperdensitas pada lobus frontal kiri dan ventrikel, konsisten
dengan perdarahan intraparenkim yang meluas ke ventrikel.
Gambar 20.3. Mekanisme iskhemia serebral dan okuler.
Gambar 20.4. (A) MRI yang ditimbang T1 aksial yang memperlihatkan
hipersignal pada dinding arteri karotis interna kanan yang
didiseksi (panah). Perhatikan signal kembali yang normal (kosong
aliran) pada arteri karotis interna kiri normal. (B) Ultrasound
karotis (pandangan sagital dikiri dan potongan aksial dikanan)
yang memperlihatkan aliran normal residual didalam arteri yang
didiseksi (berwarna) dan hematoma di dinding arteri (panah). (C)
Angiografi resonansi magnetik pada kepala memperlihatkan
berkurangnya signal di arteri serebral tengah (panah) ipsilateral
terhadap arteri karotis yang didiseksi. Temuan ini menunjukkan
bahwa pasien berisiko untuk infark serebral hemodinamik. Pasien
ini harus diterima dan harus istirahat ditempat tidur sampai
aliran darah normal dipulihkan (ini terlihat dengan baik dengan
Doppler transkranial).
Gambar 20-5. MRI yang ditimbang T1-axial yang memperlihatkan
hipersignal di dinding arteri karotis interna yang didiseksi
(panah). Pasien ini mempunyai sindrom Horner bilateral akut dan
nyeri.
Diseksi Arteri Servikal
Diseksi arteri karotis interna biasanya ada pada sindrom Horner
ipsilateral akut yang berkaitan dengan nyeri pada orbita, wajah,
atau kepala. Pasien ini berisiko untuk infark serebral dan harus
dievaluasi dan dirawat secara darurat (Gambar 20-4 dan 20-5).
4
Diseksi yang melibatkan arteri vertebral dan karotis
ekstrakranial adalah lebih sering dari pada arteri intrakranial.
Ini dapat terjadi secara spontan atau setelah trauma servikal
(kecelakaan mobil, tercekik, manipulasi chiropractic). Seringkali
ada interval bebas-gejala selama beberapa hari antara trauma dan
tanda pertama diseksi tersebut. Nyeri sering timbul segera
setelah trauma.
Sumber Emboli dan Risiko Emboli JantungRisiko Tinggi
- Atrial Fibrilasi atrial Atrial flutter yang berlanjut Sindrom sinus sakit Trombus atrium kiri Trombus asesori atrium kiri Miksoma atrium kiri
- Penyakit Klep Jantung Stenosis mitral Klep prostesis
1. mekanik2. Bioprostesis
Endokarditis1. infektif2. non-infektif
i. Maranticii. Liebman Sachs (sistemik lupus eritematosus;
antibodi antifosfolipid)- Ventrikel
Infark miokard anterior yang belum lama terjadi Trombus ventrikel kiri Miksoma ventrikel kiri Dilatasi kardiomiopati
- Iatrogenik Kateterisasi jantung Bedah jantung
Risiko Rendah atau Tidak Pasti- Atrial
patent foramen ovale aneurisma septum atrium kontras echo spontan pada ekhokardiogram transekho-
fageal- Penyakit klep jantung
Kalsifikasi annulus mitral Prolaps klep mitral Stenosis aorta dan kalsifikasi
5
Fibroelastoma Ekskresens Lambl raksasa
- Ventrikel Segmen dinding ventrikel akinetik/dyskinetik Kardiomiopati subaorta hipertrofik Gagal jantug kongestif
Klasifikasi Penyakit Pembuluh Kecil
Infark serebral mungkin berkaitan dengan oklusi pembuluh
intrakranial besar (misalnya arteri serebral posterior atau
arteri serebral tengah), atau mungkin berkaitan dengan penyakit
yang mempengaruhi pembuluh intrakranial kecil.
Penyakit pembuluh kecil meliputi:
Kelainan pada isi pembuluh
- Keadaan hiperkoagulabel
Kelainan dinding pembuluh (arteri dan vena)
- Akut
vaskulitis
Vaskulopati non-radang
- Kronis
Sklerosis arteriolar (“lacuna” yang disebabkan hiper-
tensi)
Angiopati amyloid serebral
Arteriopati serebral otosomal dominan disertai infark
subkorteks dan leukoensefalopati (CADASIL)
Ensefalopati mitokondrial disertai asidosis laktat dan
episode yang seperti stroke (MELAS)
Faktor Risiko untuk Stroke Iskhemik
Faktor risiko vaskuler sebaiknya dievaluasi pada semua pasien
iskhemia serebral atau okuler. Terapi agresif terhadap faktor
risiko yang dapat dimodifikasi adalah esensial dalam pencegahan
sekunder.
Faktor risiko untuk stroke iskhemik meliputi:
- Tidak dapat dimodifikasi Umur Jenis kelamin (pria > wanita)
6
Etnisitas (Afrika dan Spanyol > Kaukasus) Hereditas Migren
- Dapat dimodifikasi Hipertensi Penyakit kardiovaskuler Diabetes Hiperlipidemia Merokok Penyalahgunaan alcohol Obesitas Gaya hidup santai Stanosis karotis asimptomatik Hiperhomocysteinemia Infeksi kronis Kontrasepsi oral
Tes Diagnostik dan tes laboratorium yang direkomendasikan untuk pasien
suspek stroke
Sejumlah tes dapat diperoleh secara sistimatis diruang gawat
darurat untuk pasien suspek stroke. Test lainnya akan diputuskan
atas dasar karakteristik pasien dan factor risiko.
Test ini meliputi (*test diindikasikan hanya untuk pasien
tertentu tergantung kepada tipe stroke dan situasi klinik).
- Laboratorium
Hitung jenis
Hitung platelet
Kadar glukosa darah
Elektrolit serum, termasuk magnesium dan kalsium
Kadar kreatinin serum
Masa protrombin dan masa protrombin parsial terakti-
vasi, rasio normal internasional
Urinalisis (dapat mendeteksi darah samar yang menun-
jukkan terjadinya emboli di ginjal)
Tes fungsi hati*
Skrining toksikologi*
Penentuan alcohol darah*
Test kehamilan*
- Test lainnya
Elektrokardiogram
7
Foto toraks (membantu dalam menilai penyakit jantung
dan pneumonia aspirasi)
CT atau MRI otak
Ultrasound duplex karotis*
Monitor Holter*
Ekhokardiogram transtorakal atau transesofageal*
CT atau angiogram resonansi magnetic*
Pungsi lumbal*
Keadaan hiperkoagulabel
Keadaan hiperkoagulabel dapat menimbulkan infark serebral atau
retinal dengan mengoklusi arteri. Banyak dari faktor-faktor ini
adalah kongenital (trombofilia), dan episode trombosis dipicu
oleh faktor akuisita. Sebagai contoh, seorang wanita yang lahir
dengan mempunyai resistensi protein C teraktivasi kongenital
mungkin mempunyai masa anak yang normal dan mungkin mengalami
trombosis vena serebral hanya ketika ia memulai pil kontrasepsi
oral atau ketika ia hamil.
Keadaan hiperkoagulabel hanya kadang-kadang saja menyebabkan
iskhemia arteri serebral atau okuler. Pemeriksaan sebaiknya hanya
dilakukan dalam situasi spesifik, misalnya yang berikut ini:
- Pasien muda- Tidak ada faktor risiko yang jelas untuk iskhemia serebral
atau okuler- Riwayat keluarga tentang trombofilia, atau trombosis yang
terjadi bersamaan- Riwayat trombosis sebelumnya- Episod trombosis rekuren yang tidak terjelaskan- Trombosis vena pada tempat yang tidak lazim (misalnya
trombosis vena serebral)
Faktor risiko untuk trombosis- Faktor congenital
Defek/defisiensi protein C Defek/defisiensi protein S Defisiensi antitrombin III Resistensi protein C teraktivasi (factor V Leiden) Mutasi gen protrombin (factor II 20210A) Defisiensi heparin cofactor II Dysfibrinogenemia
8
Polimorfisme gen PAI-1 (plasminogen activator inhibit-tor)
Defisiensi plasminogen congenital Mutasi gen trombomodulin Penyakit sel sabit Defek platelet
- Faktor akuisita Sinrom antifosfolipid Gangguan mieloproliferatif Hemoglobinuria nocturnal paroksismal Purpura trombositopenik trombotik Koagulasi intraveskuler diseminata Malignansia Sepsis Sindrom hiperviskositas Trauma Immobilisasi Pembedahan Kehamilan Kontrasepsi oral Trombositopenia yang diinduksi-heparin
- Risiko kombinasi (baik faktor akuisita maupun genetik) Hiperhomocysteinemia Meningkatnya kadar factor VIII Meningkatnya kadar fibrinogen
Kata mutiara
Trombofilia kongenital multipel sering berkoeksistensi pada
seorang pasien: oleh karena itu semua pasien yang berisiko harus
diskrining untuk semua trombofilia.
Angiopati pada sistim saraf pusat berkaitan dengan manifestasi
okuler.
Tabel 20.1. memuat daftar angiopati pada sistim saraf pusat yang
berkaitan dengan manifestasi okuler.
Trombosis Vena Serebral
Karena sebagian besar cairan serebrospinal didrainase kedalam
sinus vena dan vena jugularis interna (Gambar 20.6 dan 20.7),
maka trombosis pada sinus vena intrakranial biasanya mengaki-
batkan naiknya tekanan intrakranial yang disertai nyeri kepala
dan papiledema. Akhirnya thrombus mungkin meluas ke vena serebral
9
yang dalam dan vena korteks, mengakibatkan infark vena serebral
akut dan perdarahan.
Vena korteks didrainase kedalam sinus vena dural, yang
mempunyai drainase anteroposterior kedalam sinus transversus dan
vena jugularis. Oklusi pada sinus biasanya mengakibatkan aliran
balik disejumlah vena, menimbulkan manifestasi klinik spesifik
berdasarkan lokasi anatomik sinus yang mengalami trombosis
(misalnya jika sinus kavernosa mengalami trombosis, maka drainase
vena orbita adalah anterior bukan posterior dan terjadi kongesti
orbita yang disertai proptosis). Pada kebanyakan kasus, drainase
cairan serebrospinal berkurang, dan ada gejala dan tanda
meningkatnya tekanan intrakranial.
Dilatasi dan trombosis vena korteks menimbulkan infark vena
yang membawa bencana dan seringkali hemoragik.
Ada banyak vena yang mendrainase serebellum dan batang otak
(Gambar 20.8). Trombosis pada sejumlah vena dapat mengakibatkan
dilatasi vena ini dan kompresi atau iskhemia saraf kranial yang
berdekatan. Ini menjelaskan mengapa trombosis sinus petrosal
dapat menimbulkan beberapa palsi saraf kranial misalnya palsi
saraf keenam, kelima, ketujuh dan ketiga. Diplopia saja yang
disertai nyeri mungkin kadang-kadang merupakan tanda pertama
trombosis vena serebral.
Gambaran klinik klasik trombosis vena serebral meliputi yang
berikut ini:
- Naiknya tekanan intrakranial (nyeri kepala, papiledema,
palsi saraf keenam).
- Kejang.
- Perubahan status mental.
- Defisit neurologik (hemiparesis, afasia, berdasarkan lokasi
infark serebral).
- Defisit dapat terjadi pada salah satu sisi atau bilateral
(berbeda dengan iskhemia arteri serebral).
Terapi dibutuhkan secara mendesak untuk mencegah beberapa infark
serebral dan kematian.
10
Kata mutiara
Hilangnya penglihatan secara permanen akibat papiledema adalah
komplikasi klasik trombosis vena serebral. Terapi dini terhadap
hipertensi intrakranial adalah perlu. Jika mungkin, pungsi lumbal
harus dilakukan sebelum antikoagulasi untuk mengurangi tekanan
intrakranial dan membantu mempreservasi penglihatan.
Diagnosis trombosis vena serebral
MRI dan MRV (magnetic resonance venography) biasanya memungkinkan
visualisasi non-invasif yang sangat baik terhadap sinus vena
intrakranial (Gambar 20.9 dan 20.10). Artefak adalah umum dan
suatu CT-venogram sering melengkapi test ini. Kateter venogram
serebral jarang diperlukan.
Perdarahan Intrakranial
Perdarahan intrakranial diklasifikasikan sebagai berikut (Gambar
20.11):
- Perdarahan Epidural (antara tempurung kepala dan menings):
Biasanya disebabkan fraktur tempurung kepala (tulang
temporalis dengan rupture pada arteri menings tengah).
Mungkin terjadi ekspansi cepat hematoma disertai herniasi
uncal, palsi saraf ketiga ipsilateral, dan kematian jika
hematoma tidak didrainase secara darurat.
- Perdarahan subdural (antara dura dan ruang sub-arachnoid):
Biasanya disebabkan oleh trauma kepala ringan atau mungkin
spontan (ruptur vena yang menjembatani). Khususnya sering
terjadi pada orang lanjut usia. Ekspansi hematoma relatif
lambat disertai nyeri kepala dan effek massa pada hemisfer
serebral yang berbatasan. Defek lapangan pandang biasa
terjadi. Hematoma subdural mungkin subakut (beberapa hari)
atau kronis (beberapa bulan).
- Perdarahan subarachnoid (diruang subarachnoid): Biasanya
disebabkan oleh rupture aneurisma, atau mungkin spontan atau
dari trauma kepala. Darah diruang subarachnoid dapat
menimbulkan spasme arterial disertai ischemia serebral, atau
11
mungkin memblokade perjalanan cairan serebrospinal dan
menyebabkan hidrosefalus obstruktif.
- Perdarahan intraparenkim (Gambar 20-12 dan 20-13): Perdara-
han intraparenkim biasanya disebabkan oleh perdarahan pada
arteri kecil yang mengalami perforasi dan paling sering
melibatkan ganglia basal. Perdarahan intraserebral super-
fisial sering berkaitan dengan perdarahan subarachnoid dari
rupture malformasi aneurismal atau arteriovena.
Faktor risiko untuk perdarahan intraserebral
- Hipertensi arterial- Malformasi vaskuler
Malformasi arteriovena Hemangioma kavernosa Aneurisma
- Angiopati amiloid serebral- Tumor otak - Gangguan perdarahan
Koagulopati Trombositopenia Antikoagulan Terapi trombolisis
- Trauma kepala- Vaskulitis- Endokarditis- Trombosis vena serebral- Obat (simpatomimetik)- Penggunaan alcohol- Kolesterol rendah
Gambar 20.6. (A).Pandangan sagittal sistim vena intrakranial. (B)
Drainase anteroposterior darah vena intracranial.(C).Drainase
cairan serebrospinal kedalam sinus sagittal superior.
Gambar 20.7. Sinus vena intrakranial. Pandangan dari atas.
Gambar 20.8. Vena batang otak (pandangan anterior)
Gambar 20.9. Magnetic resonance venogram (sagittal, ¾ pandangan
posterior, dan padangan posterior) yang memperlihatkan sinus vena
serebral normal.
12
Gambar 20.10. (A).MRI sagittal yang ditimbang-T1 terhadap otak
yang memperlihatkan signal hiperintensif di sinus transversus
kiri pada penderita nyeri kepala dan papiledema. Ini menunjukkan
trombosis sub-akut pada sinus transversus.(B).Magnetic resonance
venogram (pandangan posterior) yang memperlihatkan tidak adanya
signal di sinus transversus kiri yang mengalami trombosis.
Gambar 20.11. Klasifikasi perdarahan intrakranial.
Gambar 20.12. CT scan axial otak tanpa kontras yang memperli-
hatkan perdarahan intraparenkim oksipital kiri (panah kuning) dan
hematoma subdural kiri (panah merah) pada penderita endokarditis
backterial dan beberapa aneurisma mikosis.
Gambar 20-13. CT scan axial otak tanpa kontras yang memperlihat-
kan perdarahan parenkim kiri pada penderita hipertensi arterial
yang tidak dikontrol.
Gambar 20-14. MRI otak axial yang ditimbang-T2 yang memperlihat-
kan perdarahan pada suatu hemangioma kavernosa pada pons kanan
(panah). Pasien ini mempunyai palsi saraf keenam kanan akut.
Gambar 20.15. MRI otak axial yang ditimbang-T2 memperlihatkan
perdarahan hemangioma kavernosa pada otak tengah kiri (panah)
yang menimbulkan palsi saraf keempat kanan.
Gambar 20.16. (A).Hemangioma kavernosa retina (hemangioma yang
seperti anggur) pada penderita hemangioma kavernosa serebral dan
retina familial. (B). MRI otak axial yang ditimbang-T2 memperli-
hatkan beberapa hemangioma kavernosa (panah).
Gambar 20.17. (A). Malformasi vaskuler retina (malformasi
arteriovena yang sesungguhnya) dalam situasi sindrom Wyburn-
Mason. Perhatikan pembuluh yang sangat kusut. (B) MRI sagittal T1
13
otak tanpa kontras yang memperlihatkan malformasi vaskuler
intrakranial besar (daerah berwarna hitam menunjukkan tidak
adanya aliran pada pembuluh yang mengalami dilatasi).
Gambar 20.18. (A) MRI axial ditimbang-T2 pada otak pada penderita
hemianopia homonymous kiri, yang memperlihatkan malformasi
arteriovena besar di lobus oksipital kanan. (B) Angiogram kateter
sagittal dengan kateterisasi selektif pada arteri serebral yang
memperlihatkan malformasi arteriovena oksipital.
Gambar 20-19. CT scan axial otak tanpa kontras yang memperlihat-
kan perdarahan subarachnoid. Perhatikan hiperdensitas yang
mengisi ruang subarachnoid (panah).
Gambar 20.20. Lokasi aneurisma intrakranial yang paling umum.
Gambar 20.21. Edema nervus optikus dan perdarahan peripapiler
pada penderita ruptur aneurisma dan perdarahan subarachnoid
(Sindrom Terson).
Gambar 20.22. Perdarahan vitreus di mata kiri pada pasien rupture
aneurisma dan perdarahan subarachnoid (sindrom Terson). Perha-
tikan penampilan fundus yang terhalang oleh darah intravitreal.
Ketika mengevaluasi penderita perdarahan intraparenkim akut,
adalah penting menentukan sumber perdarahan. Dalam keadaan akut,
ini kadang tidak mungkin karena perdarahan mungkin menyembunyikan
lesi yang mendasari. Imaging otak ulangan beberapa minggu
kemudian (pada saat darah telah disingkirkan secara parsial)
kadang memungkinkan visualisasi suatu hemangioma kavernosa atau
adanya massa (benjolan) (Gambar 20.14 dan 20.15).
Pemeriksaan funduskopik kadang berguna karena dapat memper-
lihatkan malformasi vaskuler retina (Gambar 20.16 dan 20.17).
Lapangan pandang sering dapat memperlihatkan adanya defek
homonymous kontralateral apabila malformasi vaskuler melibatkan
jalur penglihatan retrokiasmal (Gambar 20.18).
14
Perdarahan subarachnoid
Perdarahan di ruang subarachnoid (Gambar 20.19) biasanya
terungkap oleh adanya nyeri kepala eksplosif akut. Mungkin ada
palsi saraf ketiga jika perdarahan subarchnoid tersebut berkaitan
dengan rupture aneurisma pada arteri posterior yang menghubungkan
(Gambar 20.20).
Prognosis perdarahan subarachnoid adalah buruk. Diagnosis
dan terapi dengan segera adalah esensial. Perdarahan subarachnoid
harus dicurigai pada semua pasien yang memperlihatkan nyeri
kepala yang sangat hebat. Gejala neurologis dan tanda lainnya
tergantung kepada penyebab perdarahan subarchnoid tersebut dan
lokasi aneurisma (jika berkaitan dengan ruptur aneurisma).
Komplikasi yang paling umum adalah vasospasme disertai infark
serebral dan hidrosefalus obstruktif.
Etiologi perdarahan subarachnoid
- Ruptur aneurisma
- Perdarahan malformasi vaskuler
- Diatesis perdarahan
- Trauma
- Obat (kokain, metamfetamin)
- Angiopati amiloid
- Hipertensi
- Tumor otak
- Lesi tulang belakang
Aneurisma
Malformasi arteriovena
Tumor
Sindrom Terson
Perdarahan subarachnoid menimbulkan peningkatan tekanan intrakra-
nial yang sangat akut, yang kadang berkaitan dengan sindrom
Terson (perdarahan retina dan vitreus – lihat Gambar 20.21 dan
15
20.22). Sindrom terson adalah penyebab klasik hilangnya pengli-
hatan unilateral atau bilateral pada penderita perdarahan
subarachnoid. Karena pasien seperti ini sering-kali dalam keadaan
tidak sadar, maka diagnosis sindrom Terson biasanya ditunda
kecuali jika pemeriksaan funduskopik dilaksanakan secara
sistimatik.
Temuan klasik meliputi yang berikut ini:
- Edema nervus optikus kepala, sering disertai perdarahan
- Perdarahan retina
- Perdarahan subhyaloid
- Perdarahan vitreus
Pada banyak kasus, perdarahan akan sembuh secara spontan dalam
beberapa minggu atau beberapa bulan. Perdarahan makular dapat
mengakibatkan hilangnya penglihatan secara permanen. Perdarahan
vitreus persisten mungkin memerlukan vitrectomy untuk menying-
kirkan darah. Tanggalnya retina oleh tarikan mungkin terjadi.
Aneurisma intracranial
Aneurisma intrakranial merupakan penyebab paling umum untuk
perdarahan subarachnoid. Itulah sebabnya angiogram kateter selalu
dilakukan dengan segera apabila perdarahan subarachnoid didiag-
nosa: Terapi dini terhadap rupture aneurisma memungkinkan
pencegahan komplikasi dan perdarahan ulang. Semua pembuluh
intrakranial diperiksa karena kira-kira 20% pasien mempunyai
aneurisma intrakranial lebih dari satu.
Aneurisma intrakranial (Tabel 20.2 dan Gambar 20-23) mungkin
manifes dalam berbagai cara:
- Mungkin asimptomatik, ditemukan saat imaging yang dilakukan
karena alasan lain
- Kompresi pada struktur yang berdekatan (effek massa
aneurisma)
- Emboli distal dari kantung aneurisma
- Ruptur dengan disertai perdarahan subarachnoid yang membawa
bencana
16
Vaskulitis (Angiitis)
Vaskulitis serebral dapat terjadi secara primer (tanpa
manifestasi sistemik) atau mungkin sekunder terhadap vaskulitis
sistemik. Istilah vaskulitis dan angiitis menyimpulkan bahwa ada
radang di atau disekitar pembuluh darah. Ini adalah suatu istilah
patologis dan diagnosis angiitis serebral atau vaskulitis
sebaiknya ditegakkan hanya setelah ini dikonfirmasi oleh biopsy
serebral atau leptomeningeal. Semua kasus lainnya sebaiknya
disebut vaskulopati serebral.
Evaluasi Pasien
Gejala klinik klasik meliputi yang berikut ini:
- Nyeri kepala
- Kejang
- Gejala dan tanda neurologik lokal (serangan iskhemia tran-
sien, infark serebral, atau perdarahan serebral)
- Perubahan status mental
- Vaskulitis retina (langka dan biasanya menunjukkan adanya
vaskulitis sistemik)
Kondisi pasien sering memburuk dengan cepat. Pemeriksaan dan
terapi sering perlu dilaksanakan secara darurat.
Konfirmasi diagnosis melibatkan langkah-langkah sebagai
berikut:
- MRI otak dengan kontras dan imaging yang ditimbang-difusi
(Gambar 20.24A).
Meningkatnya signal T2 yang melibatkan benda putih dan
benda kelabu (sering kecil dan beberapa).
Infark serebral, perdarahan serebral, atau perubahan
benda putih difusa.
- Elektroensefalogram: sering abnormal.
- Pungsi lumbal: sering abnormal (meningitis limfositik)
- Imaging vaskuler memperlihatkan iregularitas arteri intra-
kranial.
MRA (magnetic resonance angiography) dan CTA (CT
angiography) kurang sensitif karena sebagian besar
17
angiitis serebral melibatkan pembuluh kecil intra-
kranial, yang tidak dapat divisualisasikan dengan baik
oleh MRA dan CTA.
Angiogram kateter diperlukan pada sebagian besar kasus
(Gambar 20.24B).
- Biopsi serebral dan leptomenings mengkonfirmasi diagnosis.
Diagnosis angiitis serebral sebaiknya ditegakkan hanya setelah
dikonfirmasi oleh biopsy serebral dan leptomenings.
Klasifikasi
Klasifikasi angiitis sistim saraf pusat:
- Angiitis serebral yang berkaitan dengan penyakit sistemik Vaskulitid sistemik Penyakit jaringan ikat
- Angiitis serebral yang berkaitan dengan infeksi Bakterial
1. Meningitis bakterial2. Endokarditis bakterial3. Penyakit Lyme4. Chlamydia pneumoniae5. Mycoplasma pneumoniae6. Tuberculosis7. sifilis8. Penyakit dicakar kucing (Bartonella henselae
Virus1. Herpes zoster dan herpes simpleks2. Sitomegalovirus3. HIV
Parasit1. Toksoplasmosis2. Cysticercosis
Jamur1. Aspergillosis2. Coccidiomycosis3. Histoplasmosis4. Cryptococcosis5. Mucormycosis
- Angiitis serebral yang berkaitan dengan neoplasma Meningitis karsinomatosa Limfoma
- Angiitis primer Angiitis granulomatosa primer Angiitis serebral benigna Angiitis serebral benigna postpartum
Kondisi tertentu yang menyerupai angiitis serebral:
18
- Vaskulopati non-radang Angiopati serebral benigna Emboli kolesterol Sindrom Susac Arteriopati serebral otosomal dominant disertai infark
subkorteks dan leukoensefalopati (CADASIL) Vasospasme (perdarahan subarachnoid, feokhromositoma,
hipertensi sistemik maligna, ergotisme, vasokonstrik-tor obat semprot hidung)
Diseksi intrakranial Displasia fibromuskuler Penyakit Moyamoya Sindrom Sneddon
- Vaskulopati yang berkaitan dengan obat Vasokonstriktor Amfetamin Kokain
- Koagulopati Sindrom antibodi antifosfolipid Koagulasi intravaskuler diseminata Purpura trombotik trombositopenik Penyakit sel sabit Sindrom hiperviskositas
- Emboli jantung- Infeksi berat
Meningococcemia Demam berdarah Malaria Leptospirosis
- Neoplasia Limfoma sistim saraf pusat Limfoma endovaskuler
- Penyakit metabolik Penyakit Fabry Xantomatosis serebrotendinosa Ensefalopati mitokondrial disertai asidosis laktat dan
episode yang seperti stroke (MELAS)
Arteritis sel raksasa
Arteritis sel raksasa (arteritis temporal, arteritis kranial,
atau penyakit Horton) adalah vaskulopati radang pada medium dan
arteri besar, dengan kecenderungan melibatkan aorta dan cabang
ekstrakranialnya. Ini adalah vaskulitis primer yang paling umum
pada orang dewasa, terjadi hampir semata-mata pada orang yang
berumur lebih dari 50 tahun dan jauh lebih sering pada pasien
yang berumur lebih dari 70 tahun. Ini lebih prevalen pada orang
19
kulit putih, relatif jarang pada kulit hitam, dam langka pada
keturunan Spanyol.
Evaluasi pasien
Penderita arteritis sel raksasa gejala kliniknya sebagai berikut:
- Gejala sistemik (vaskulitis)
- Gejala okuler disertai hilangnya penglihatan secara perma-
nen (biasanya terjadi setelah gejala sistemik, tetapi dapat
diisolasi pada 25% kasus).
Kata mutiara
- Diagnosis arteritis sel raksasa harus ditegakkan sebelum
penglihatan hilang.
- Nyeri kepala atau hilangnya penglihatan pada pasien yang
berumur lebih dari 50 tahun harus dianggap sebagai kemung-
kinan arteritis sel raksasa.
- AION (Neuropati optik iskhemik anterior) adalah manifestasi
optalmik yang paling umum dari arteritis sel raksasa (Gambar
20.25 dan 20.26). PION (posterior ischemic optic neuropathy)
juga dapat terjadi pada arteritis sel raksasa, tetapi
sebaiknya hati-hati ketika menegakkan diagnosis karena
aneurisma arteri optalmik, apopleksi pituitary, dan
infiltrasi tumor adalah juga penyebab klasik neuropati optic
retrobulbar akut dan subakut pada kelompok umur ini.
- Selalu pertimbangkan arteritis sel raksasa pada diagnosis
pasien lanjut usia yang menderita diplopia. Diplopia yang
berkaitan dengan arteritis sel raksasa mungkin bersifat
transien, khususnya apabila penyebabnya adalah ischemia otot
ekstraokuler.
Manifestasi non neuro-optalmik dari arteritis sel raksasa
- Nyeri kepala (paling sering)
- Kelainan arteri temporalis (prominensia, nyeri tekan, tanpa
denyut)
20
- Gejala dan tanda sistemik vaskulitis (polimialgia rheuma-
tica):
Demam Astenia Artralgia, sinovitis tepi Mialgia Berat badan turun/Anoreksia Batuk
- Komplikasi iskhemik Klaudikasi rahang Nekrosis kulit kepala Nekrosis lidah Nyeri tenggorokan Suara parau Infark serebral atau serangan iskhemik transient Angina, infark miokard Iskhemia ekstremitas atas (nyeri, klaudikasi)
- Perubahan status mental Depresi Delusi Daya ingat berkurang/dementia
Manifestasi neuro-optalmik arteritis sel raksasa- Hilangnya penglihatan secara permanent terjadi pada 15
sampai 20% dari pasien arteritis sel raksasa.
- Hilangnya penglihatan yang berkaitan dengan arteritis sel
raksasa biasanya akibat dari satu atau lebih dari yang
berikut ini:
Iskhemia nervus optikus (keterlibatan vaskulitik pada
arteri silier posterior pendek)
Iskhemia koroidal (juga divaskularisasi oleh arteri
silier posterior)
Infrak retina jarang terjadi (vaskulitis yang melibat-
kan arteri retina pusat)
Infark oksipital bilateral (sangat langka pada arteri-
tis sel raksasa).
- Diplopia terjadi pada sampai dengan 15% dari pasien arteri-
tis sel raksasa.
Paling sering akibat dari ischemia otot ekstraokuler
(ischemia orbita), walaupun keterlibatan saraf kranial
21
atau ischemia batang otak mungkin juga terjadi pada
arteritis sel raksasa.
Kata mutiara
Berkurangnya penglihatan pada neuropati optic iskhemik arteritik
biasanya parah (tidak dapat melihat gerakan tangan sampai tidak
dapat melihat cahaya) dan biasanya permanen. Ini mungkin
didahului oleh episode rekuren berkurangnya penglihatan monokuler
transien atau diplopia transien (Gejala visual pra-pemantauan
terjadi pada sekitar 65% pasien, biasanya pada minggu sebelum
hilangnya penglihatan secara permanen).
Ringkasan manifestasi Neuro-optalmik arteritis sel raksasa
- Neuropati optic Neuropati optic iskhemik anterior Neuropati optic iskhemik posterior
- Iskhemia retina Oklusi arteri retina pusat Oklusi arteri retina cabang Iskhemia retina fokal atau difusa Cotton wool spots Perdarahan retina
- Iskhemia khoroidal- Sindrom iskhemik okuler
edema kornea uveitis anterior katarak meningkatnya tekanan intraokuler (glaucoma neovasku-
ler) Hipotoni okuler Perdarahan retina (retinopati stasis vena) Neovaskularisasi retina
- Iskhemia orbita Nyeri orbita Diplopia (ischemia otot ekstraokuler) Proptosis
- Iskhemia saraf cranial Diplopia (ischemia saraf ketiga, keempat dan keenam)
- Iskhemia serebral Iskhemia batang otak Infark lobus oksipital (kebutaan serebral) Halusinasi visual
- Kelainan pupil Pupil tonik Sindrom Horner
22
Angiografi fluoresens memperlihatkan iskhemia khoroidal (pengi-
sian khoroid lambat dan tidak merata) pada banyak pasien arteri-
tis sel raksasa (Gambar 20.27). Walaupun tidak khas, gambaran ini
sangat mengisyaratkan adanya arteritis sel raksasa pada pasien
lanjut usia yang mengalami hilang penglihatan tetapi arteri
karotis normal.
Angiogram fluoresen menjadi normal dalam waktu 2 mingu terapi
steroid.
Kata mutiara
Neuropati optik iskhemik pada arteritis sel raksasa sering
berurutan secara bilateral dan mungkin berkaitan dengan infark
khoroid atau retina yang terjadi bersamaan. Kombinasi antara
neuropati optic iskhemik dan infark retina atau ischemia khoroid
dengan kuat mengisyaratkan diagnosis arteritis sel raksasa.
Gambar 20.23. (A). MRI axial otak (ditimbang-difusi) memperli-
hatkan infark oksipital kanan (sebagai hiper intensitas) akibat
oklusi arteri serebral posterior kanan yang disebabkan oleh
embolus dari kantung aneurisma proksimal pada arteri serebral
posterior. (B) Angiogram kateter (pandangan frontal) yang
memperlihatkan aneurisma besar pada arteri serebral posterior
kanan (panah).
Gambar 20.24. (A). MRI otak axial yang ditimbang T2 memperli-
hatkan beberapa hiper signal kecil pada benda putih pada pasien
dengan vaskulitis sistim saraf pusat primer. (B). Angiogram
kateter (pandangan lateral, sirkulasi posterior) yang memperli-
hatkan pembuluh intrakranial ireguler disertai dilatasi dan
stenosis yang menunjukkan vaskulitis (panah).
Gambar 20.25. Neuropati optic iskemik anterior akut akibat
arteritis sel raksasa. Diskus sudah berwarna pucat.
Gambar 20.26. Neuropati optic iskhemik anterior akut dan oklusi
arteri retina cabang akibat arteritis sel raksasa.
23
Gambar 20.27. Angiogram fluoresen pada penderita arteritis sel
raksasa dan hilangnya penglihatan. Pengisian khoroid tidak
merata.
Gambar 20.28. Iskhemia okuler berat akut pada arteritis sel
raksasa. Pasien tidak dapat melihat cahaya. Ada oklusi arteri
retina pusat disertai edema nervus optikus pucat dan arteri yang
sangat mengecil.
Gambar 20.29. Biopsi arteri temporalis superfisial. Kulit terbuka
sehingga arteri terlihat.
Gambar 20.30.konfirmasi patologis arteritis sel raksasa. Lumen
arteri menyempit dan ada infiltrate radang didinding arteri. Ada
sel raksasa dan interupsi terhadap lamina elastis interna.
Tanda optalmik yang menunjukkan risiko tinggi untuk arteritis sel raksasa
- AION (anterior ischemic optic neuropathy) disertai satu atau
lebih dari yang berikut ini:
Rasio cup-terhadap-diskus besar (tidak ada diskus yang
berisiko untuk AION non arteritik).
Edema diskus optik putih pucat/seperti air susu/
seperti kapur secara akut.
Cotton wool spot menunjukkan ischemia retina yang
terkait.
Iskhemia khoroid
Hilangnya penglihatan transien sebelum AION.
Diplopia transien sebelum AION.
Nyeri kepala, nyeri orbita, nyeri okuler
- PION (posterior ischemic optic neuropathy) dalam keadaan
tidak ada pembedahan sebelumnya, perdarahan massif, atau
hipotensi – bermanifestasi secara akut sebagai hilangnya
penglihatan disertai defek pupil aferen relatif ipsilateral
dan nervus optikus terlihat normal.
24
- Kombinasi kejadian vaskuler optalmik apapun yang sangat
berdekatan dengan temporal, khususnya yang mempengaruhi
teritori vaskuler terpisah (yaitu silier posterior dan
arteri retina) atau mempengaruhi kedua mata secara simultan
atau secara berurutan (Gambar 20.28).
- Oklusi arteri silioretinal (khususnya pada AION).
Kata Mutiara
Pada orang lanjut usia, kaitan antara berkurangnya penglihatan
yang sangat parah dengan ischemia okuler dan edema kepala nervus
optikus pucat secara akut adalah diagnostik secara esensial.
Steroid harus dimulai dengan segera untuk mencegah hilangnya
penglihatan orang tersebut (metilprednisolon intravena dimulai
segera di ruang gawat darurat sebelum pasien diterima untuk
pemeriksaan dan terapi lebih lanjut).
Diagnosis
- suspek klinik (umur, manifestasi klinik)
Manifestasi okuler saja pada sampai 25% dari kasus
- Terlihatnya sindrom radang biologis:
Laju endap eritrosit meningkat – mungkin normal pasa
20% kasus
CRP (C-reactive protein) meningkat
Hematokrit rendah
Hitung platelet meningkat
Fibrinogen meningkat
- Biopsi arteri temporalis (Gambar 20.29 dan 20.30)
Hanya konfirmasi definitif untuk diagnosis
Harus selalu dilaksanakan
Negatif-salah pada sekitar 4 sampai 5% kasus
- Angiogram fluoresen:
Lambatnya pengisian khoroid
Berguna jika diagnosis tidak menyakinkan
- Imaging aorta dan cabang-cabangnya:
25
Berguna jika diagnosis tidak meyakinkan
Biopsi arteri temporalis superfisial (Gambar 20.29 dan 20.30)
dilaksanakan dengan anestesi lokal dan ini adalah prosedur yang
relatif tidak invasif. Arteri diidentifikasi dibawah kulit dengan
palpasi atau ultrasonografi Doppler. Insisi superfisial dilakukan
disepanjang bentangan arteri. Diseksi memungkinkan visualisasi
segmen arteri yang cukup panjang untuk disingkirkan sekurang-
kurangnya 2 sampai 3 cm untuk pemeriksaan patologi. Arteri
tersebut diligasi atau dikauterisasi pada ujung proksimal dan
distal dari sediaan tersebut dan kulit ditutup. Benang jahitan
disingkirkan seminggu kemudian. Komplikasi langka dan meliputi
cedera pada cabang frontal pada saraf wajah (paralisis dahi
ipsilateral), infeksi, perdarahan, dan nekrosis kulit.
Kriteria rematologi untuk diagnosis arteritis sel raksasa
Diagnosis arteritis sel raksasa memerlukan sekurang-kurangnya
tiga dari lima kriteria dibawah ini:
1. Umur saat awitan penyakit 50 tahun atau lebih.
2. Nyeri kepala awitan baru atau tipe baru
3. Nyeri pada arteri temporalis oleh palpasi atau berkurangnya
denyut, tidak berkaitan dengan arteriosclerosis arteri
servikal.
4. Meningkatnya laju pengendapan (50 mm/jam atau lebih)
menurut metoda Westergren.
5. Kelainan biopsi arteri yang memperlihatkan vaskulitis yang
ditandai oleh predominansi infiltrasi sel mononuklear atau
radang granulomatosa, biasanya disertai sel raksasa multi
nukleus.
Terapi
Terapi suspek arteritis sel raksasa adalah mendesak dan tes
sering dilakukan setelah terapi dimulai. Tes laboratorium
sebaiknya dilakukan sebelum memulai terapi; biopsi arteri
temporalis dapat ditunda sampai setelah beberapa hari pemberian
26
steroid. Angiogram fluoresen akan menjadi normal dalam beberapa
hari terapi.
Terapi dengan steroid akan menyembuhkan arteritis, dan tanda
patologis tipikal arteritis sel raksasa akan sembuh dalam
beberapa minggu. Idealnya biopsy arteri temporalis dilaksanakan
dalam 2 minggu terapi steroid.
Arteritis sel raksasa sangat responsif terhadap steroid.
Steroid harus dimulai segera setelah diagnosis untuk mencegah
hilangnya penglihatan (biopsy arteri temporalis dilakukan
beberapa hari kemudian untuk mengkonfirmasi diagnosis). Dosis dan
route tergantung kepada manifestasi klinik. Pasien ini perlu
dirawat dengan steroid sampai tidak ada bukti tentang aktivitas
penyakit (tidak ada gejala klinis dan tidak ada sindrom radang
biologis) – total durasi terapi sekurang-kurangnya 1 sampai 2
tahun, selama itu dosis steroid diturunkan secara bertahap. Pada
semua kasus, pemantauan yang cermat dan terapi terhadap kompli-
kasi pemberian steroid adalah wajib.
Bentuk sistemik arteritis sel raksasa (polimialgia rematika)
biasanya hanya memerlukan prednisone oral dosis rendah. Kompli-
kasi iskhemik arteritis sel raksasa (hilang penglihatan) biasanya
memerlukan arteritis dosis tinggi (1 sampai 2 mg prednisone/
kg/hari). Terapi intravena dengan metilprednisolon (1 sampai 2
gram/hari selama 3 hari) yang diikuti oleh prednisone oral (1
mg/kg/hari) sering dipilih untuk pasien yang mengalami hilang
peglihatan akut apabila tidak ada kontraindikasi.
Sebagai rumus umum, penurunan dosis harus perlahan (-10 mg
per gram) sehingga pasien mencapai 20 mg prednison setelah 6
bulan, dan 10 mg prednisoon per hari setelah 1 tahun. Pasien
diperiksa setiap bulan pada saat menurunkan dosis prednisone
(untuk pemeriksaan neuro-optalmik, evaluasi effek samping,
penanda biologis). Indikasi klinis atau biologia apapun tentang
adanya aktivitas penyakit harus mengakibatkan ditingkatkannya
steroid dan memperlambat penurunan dosis.
Multiple sclerosis
27
Multiple sclerosis (MS) adalah penyakit demielinasi yang
mempengaruhi benda putih pada sistim saraf pusat (otak, nervus
optikus, dan medulla spinalis). Wanita muda lebih banyak terkena.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada orang Kaukasua dari pada
ras lain.
Evaluasi pasien
Gejala dan tanda umum multiple sclerosis
- Neuritis optic (sering disertai fenomena Uhthoff)
- Vertigo
- Neuralgia trigeminal
- Diplopia
- Gangguan sensori
- Sindrom serebellar disertai ataksia
- Tanda Lhermitte (sensasi yang seperti kejutan listrik pada
belakang leher yang sedang fleksi)
- Spastisitas dan keadaan lemah
- Inkontinensia urin
Gejala sering ada beberapa, dan gejala itu datang dan pergi dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu. Tidak ada manifestasi
sistemik MS (tidak ada organ selain dari sistim saraf pusat yang
terkena). Nyeri kepala jarang terjadi begitu juga kejang (yang
terpengaruh biasanya hanya benda putih). Perubahan status mental
jarang terjadi.
Kata mutiara
Kaitan antara tanda neurologis dengan gagal organ lainnya, nyeri
kepala, perubahan status mental, atau kejang, semestinya
mengisyaratkan diagnosis selain MS, misalnya vaskulitis.
Manifestasi neuro-optalmik Multiple Sklerosis
- Neuritis optikus sangat sering terjadi
Posterior (retrobulbar) pada 65%
Anterior (disertai edema diskus) pada 35%
28
- Uveitis (yang paling sering adalah pars planitis) adalah
jarang
- Periflebitis retina (asimptomatik)
- Defek lapangan pandang (lesi traktus optikus)
- Palsi saraf kranial (palsi saraf keenam, ketiga, atau
keempat) jarang terjadi.
- Vertiga sangat sering ditemukan
- Nystagmus sangat sering ditemukan
- Optalmoplegia internuklear (bilateral > unilateral) sangat
sering ditemukan
- Deviasi penglihatan
Kata mutiara
Neuritis optikus sering menjadi tanda pertama multiple sclerosis.
Hampir semua penderita multiple sclerosis mengalami keterlibatan
pada nervus optikus selama perjalanan penyakit (Gambar 20.31).
Selubung vena tepi dan pars planitis biasanya asimptomatik
dan hanya didapati ketika pemeriksaan dilatasi funduskopik yang
cermat dilakukan (Gambar 20.32 dan 20.33). Ini tidak spesifik
untuk MS, dan ini sering ditemukan secara terpisah atau pada
penderita sarcoidosis.
Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit yang disertai relaps dan remisi adalah
tipikal: Gejala dan tanda neurologis MS cenderung membaik spontan
dalam waktu beberapa minggu. Ini mungkin sembuh total atau hanya
membaik secara parsial. Masing-masing relaps mungkin berkaitan
dengan suatu tipe defisit yang berbeda dan mungkin meninggalkan
defisit residual (defisit neurologis atau berkurangnya pengli-
hatan)(MS dari bentuk relaps-remisi).
Pada bagian lebih akhir dari perjalanan penyakit, defisit
tersebut (khususnya keadaan lemah dan spastisitas) cenderung ber-
progresi secara lambat, tanpa remisi (bentuk progresif sekunder
dari MS). Pada minoritas kasus, defisit tersebut progresif secara
perlahan mulai dari awal (bentuk progresif primer dari MS).
29
Diagnosis
Diagnosis MS ditegakkan apabila ada bukti tentang diseminasi lesi
dalam ruang (lebih dari satu tipe defisit atau lebih dari satu
lesi radiologik) dan waktu (relaps kejadian).
Diagnosis diduga secara klinis dan dikonfirmasi berdasar MRI
otak. Apabila pasien pada awalnya memperlihatkan satu sindrom
klinik saja (misalnya neuritis optikus), maka diagnosis klinis MS
tidak dapat dikonfirmasi sampai terjadinya kejadian klinik kedua
(MS yang definitive secara klinik). Tabel 20.3 memberikan
kriteria McDonald tahun 2005 yang telah direvisi untuk diagnosis
MS.
Tabel 20.3. Kriteria McDonald tahun 2005 yang telah direvisi
untuk diagnosis multiple sclerosis
Gejala Klinik Data tambahan yang dibutuhkan untuk diagnosis
MS
Dua serangan atau lebih disertai Tidak ada
bukti obyektif tentang dua lesi
atau lebih.
Dua serangan atau lebih disertai Diseminasi dalam ruang yang
diperlihatkan oleh MRI*
bukti obyektif tentang satu lesi atau
Dua lesi atau lebih yang karakteristik MS pada
MRI
dengan cairan serebrospinal positif (kelompok
oligo-
klonal atau meningkatnya indeks IgG).
Satu serangan disertai bukti klinik Diseminasi dalam waktu yang diperlihatkan oleh
MRi*
tentang dua lesi atau lebih atau
menunggu serangan klinik kedua.
Satu serangan disertai bukti klinik Diseminasi dalam ruang yang diperlihatkan oleh
MRI,
obyektif tentang satu lesi atau dua lesi atau lebih yang karakteristik MS
dengan
(sindron yang secara klinik cairan serebrospinal positif.
30
berdiri sendiri)
Progresi neurologik tanpa gejala Cairan serebrospinal positif dan diseminasi
dalam ruang
yang menunjukkan MS dan
waktu yang diperlihatkan oleh MRI
dan
progresi berlanjut sekurang-kurangnya satu
tahun
*Diseminasi lesi MRI dalam ruang = sekurang-kurangnya tiga dari
yang berikut ini:
1. atu lesi yang ditingkatkan gadolinium atau sembilan lesi
hiperintensif-T2
2. Sekurang-kurangnya satu lesi infratentorial (termasuk batang
otak dan medulla spinalis)
3. Sekurang-kurangnya satu lesi juxtakortikal
4. Sekurang-kurangnya tiga lesi periventrikel
*Diseminasi lesi MRI dalam waktu = sekurang-kurangnya satu dari
yang berikut ini:
1. Jika MRI diperoleh lebih dari 3 bulan setelah kejadian klinik,
maka lesi yang ditingkatkan-gadolinium pada suatu tempat yang
berbeda dengan kejadian klinis pertama adalah cukup. Jika tidak
ada peningkatan gadolinium, maka suatu scan follow-up harus
dilakukan lebih dari 3 bulan kemudian. Suatu lesi T2 baru atau
lesi yang ditingkatkan gadolinium pada MRI berikutnya akan
memenuhi persyaratan.
2. Jika MRI diperoleh krang dari 3 bulan setelah awitan kejadian
klinik, maka suatu scan kedua, lebih dari 3 bulan kemudian yang
memperlihatkan satu lesi baru yang meningkatkan gadolinium sudah
memenuhi persyaratan. Jika tidak ada lesi yang meningkatkan
gadolinium yang terlihat pada scan kedua, maka satu scan lebih
lanjut yang dilakukan lebih dari 3 bulan setelah scan pertama
yang memperlihatkan lesi baru yang meningkatkan gadolinium, atau
lesi hiperintensif T2 baru sudah memenuhi persyaratan.
31
SARKOIDOSIS
Sarkoidosis adalah radang granulomatosa yang dapat mempengaruhi
setiap organ, khususnya paru, nodus limfe, kulit, dan mata.
Evaluasi pasien
Gejala sarkoidosis yang paling umum
- Gejala respirasi pada 50%
- Gejala menyeluruh pada 20% (lelah, demam, berat badan turun)
- Gejala ekstratorakal pada 5 sampai 10%
- Asimptomatik (kelainan foto toraks, kelainan tes fungsi
hati, hiperkalsemia) pada 20%).
Manifestasi klinik sarkoidosis
- Keterlibatan paru pada 90%- Gejala menyeluruh (lelah, demam, berat badan turun) pada
20%.- Limfadenopati tepi pada 75%- Manifestasi kutaneus- Keterlibatan hati- Manifestasi neurologis pada 5%- Manifestasi muskuloskeletal pada 5%- Keterlibatan okuler pada 20%- Disfungsi jantung- Manifestasi pada ginjal- Sindrom Heerfordt (demam uveoparotis):
Uveitis Pembesaran parotis Demam Kadang disertai palsi saraf ketujuh
Manifestasi neurologik sarkoidosis (neurosarkoidosis) yang kami susun mulai dari manifestasi yang paling sering sampai yang paling jarang (Gambar 20.34, 20.35 dan 20.36):
- Neuropati kranial Palsi saraf ketujuh (keadaan lemah pada wajah) Palsi saraf kedelapan (ketulian) Saraf motorik okuler (diplopia) Neuropati optikus (neuritis optikus)
- Meningitis limfositik aseptic- Penebalan menings (pachymeningitis)- Disfungsi hipotalamus- Massa intrakranial (granuloma)- Massa intraspinal (granuloma)- Kejang- Ensefalopati- Neuropati tepi
32
Manifestasi neuro-optalmik sarkoidosis sistemik adalah umum, dan
sarkoidosis sistemik mungkin memperlihatkan manifestasi okuler
atau neuro-optalmik (Gambar 20.37, 20.38, dan 20.39.
Manifestasi okuler dan neuro-optalmik sarkoidosis, yang kami
susun secara anatomik, meliputi:
- Pembesaran kelenjar lakrimal Pseudoptosis Sindrom mata kering
- Uveitis granulomatosa anterior Hilangnya penglihatan Hipertensi intraokuler Synechiae posterior Katarak
- Pars planitis (uveitis intermediate)- Uveitis posterior- Vaskulitis retina- Infiltrat retina (granuloma)- Granuloma nervus optikus- Neuritis optikus- Neuritis kiasma- Papil edema (akibat meningkatnya tekanan intrakranial)Gambar 20.31: (A) Neuritis optikus akut kiri. Kedua nervus
optikus normal. (B) Beberapa minggu kemudian, nervus optikus
kiri menjadi pucat secara temporal. (C) MRI orbita axial yang
ditimbang T1 yang menggunakan kontras dan supresi lemak
memperlihatkan pembesaran difusa pada nervus optikus kiri. (D)
MRI otak memperlihatkan beberapa signal pada benda putih,
ovoid dan periventrikuler, ini dengan kuat menunjukkan
multiple sclerosis.
Gambar 20.32: Selubung vaskuler ginjal (periflebitis) di
retina tepi.
Gambar 20.33: Pars planitis pada penderita multiple sclerosis
(perhatikan bintik-bintik putih kecil didalam vitrous ditepi
retina sebelah inferior)(panah).
Gambar 20.34: MRI orbita axial yang ditimbang-T1 yang menggu-
nakan media kontras dan supresi lemak memperlihatkan perluasan
difusa nervus-optikus kiri pada penderita sarkoidosis.
33
Gambar 20.35: MRI orbita axial yang ditimbang-T1 yang menggu-
nakan kontras memperlihatkan meluasnya regio hipotalamus pada
penderita sarkoidosis (panah bawah).
Gambar 20.36: (A) Palsi saraf ketiga kiri pada penderita sar-
koidosis. Pasien tersebut juga mempunyai neuropati optikus
kiri. (B). MRI korona yang ditimbang T1 yang menggunakan kon-
tras memperlihatkan meluasnya leptomenings secara difusa
(panah).
Gambar 20.37: (A) Uveitis granulomatosa anterior unilateral
(mata kanan) pada sarkoidosis. Mata tampak merah dan pandangan
bilik anterior tampak berkabut. (B).Pandangan dengan sinar
lampu melalui celah sempit pada pasien yang sama, memper-
lihatkan endapan keratin granulomatosa “lemak biri-biri”.
Gambar 20.38. Granuloma nervus optikus dari sarkoidosis.
Perhatikan peninggian nervus optikus kiri oleh suatu massa
keputih-putihan.
Gambar 20.39. Vaskulitis retina yang disertai iskhemia retina
dan neovaskularisasi yang bertanggung-jawab atas perdarahan
subhyaloid diatas nervus optikus pada penderita sarkoidosis.
Gambar 20.40. Foto toraks yang memperlihatkan limfadenopati
hilar bilateral.
Gambar 20.41. Scan gallium yang memperlihatkan pengambilan
oleh kelenjar lakrimal (panah).
Gambar 20.42. Papiledema bilateral pada penderita sifilis
sekunder dan meningitis limfositik kronis. Pasien ini didapati
positif HIV.
34
Gambar 20.43. (A) Edema kepala nervus optikus berat pada pen-
derita meningitis cryptococcal. (B) Atrofi optik dan berku-
rangnya penglihatan yang parah setelah terapi meningitis
cryptococcal.
Gambar 20.44. Cotton wol spot pada pasien positif HIV
Gambar 20.45. Retinitis sitomegalovirus pada penderita AIDS.
Diskus membengkak dan hemoragik. Ada keterlibatan separuh
inferior retina.
Gambar 20.46. PORN (progressive outer retinal necrosis) adalah
retinopati akut yang disertai nekrosis yang paling sering
adalah sekunder terhadap infeksi herpes zoster (juga mungkin
oleh herpes simpleks dan sitomegalovirus) pada pasien yang
mengalami immunodefisiensi. Seluruh retina mengalami nekrosis
(kuning) disertai perdarahan dan arteri sangat mengecil. Ini
berprogresi dengan cepat dalam beberapa hari yang berawal di
tepi retina.
Gambar 20.47. Granuloma konjungtival dari penyakit dicakar
kucing.
Gambar 20.48. Edema nervus optikus dan bintang makular
(neuroretinitis) akibat penyakit dicakar kucing.
Diagnosis
- Standar emas diagnosis adalah konfirmasi histologis granu-
loma sarkoid.
- Foto toraks adalah skrining dan test diagnostik yang paling
berguna untuk sarkoidosis (Gambar 20.40).
Adenopati hilar bilateral
Infiltrat parenkim
- CT dada
Fibrosis dini
35
Adenopati hilar
- Scan gallium (Gambar 20.41)
Meningkatnya aktivitas metabolic pada paru, mediasti-
num, dan kelenjar lakrimal, parotis dan submandibular.
- PET (positron emission tomography) seluruh tubuh yang
disertai FDG sering dipergunakan sebagai ganti scan gallium.
- ACE (angiotensin converting enzyme) didalam darah
Sering meninggi pada sarkoidosis (tidak khas)
- Hiperkalsemia, hiperkalsiuria
- Anergi kutaneus pada tes kulit
- Lavase bronkoalveolar
Limfositosis pada cairan lavase bronkoalveolar
Terapi
- Sarkoidosis secara klasik sangat sensitif terhadap steroid.
- Disamping terapi lokal yang diberikan untuk komplikasi
okuler sarkoidosis (terapi uveitis), steroid sistemik juga
diperlukan. Dosis, route, dan durasi terapi tergantung
kepada beratnya manifestasi.
- Neurosarkoidosis biasanya dirawat secara lebih agresif.
Terapi imunosupresi lain biasanya diperlukan.
Penyakit Infeksi
Infeksi sistemik dapat menimbulkan berbagai manifestasi neuro-
optalmik. Infeksi dapat menginvasi ruang intrakranial, orbita,
dan mata dan dapat mengakibatkan berkurangnya penglihatan, defek
lapangan pandang, dan diplopia.
Semua infeksi bacterial (bakteri, virus, jamur, parasite)
dapat menginvasi sistim saraf pusat dan mata, walaupun sebagian
mempunyai tropisme khusus untuk organ ini. Sebagai contoh,
infeksi cryptococcal (jamur) adalah penyebab klasik meningitis
akut pada pasien imunodefisiensi; Sifilis sekunder dan tertier
(spirochete) adalah penyebab klasik meningitis, uveitis, dan
neuritis optikus; infeksi virus zoster menimbulkan tanda-tanda
36
okuler dan seringkali optalmoplegia apabila melibatkan cabang
pertama saraf trigeminal; penyakit dicakar kucing (infeksi
Bartonella henselae) adalah penyebab klasik neuroretinitis.
Komplikasi neurologik dan okuler infeksi sistemik meliputi:
- Infeksi intrakranial:
Abses serebral Empyema serebral Meningitis infeksius Neuritis optikus Ensefalitis Ventrikulitis Vaskulitis
1. infark serebral2. perdarahan serebral
Abses sinus kavernosa atau trombosis- Selulitis orbita- Infeksi okuler
Endoptalmitis Retinitis Khoroiditis
- Endokarditis Infark serebral Aneurisma mikosis intracranial Emboli retina (noda Roth)
- Trombosis vena serebral Meningkatnya tekanan intrakranial (papiledema) Infark vena
Kata Mutiara
Meningitis infeksius sering menimbulkan peningkatan tekanan
intrakranial dan papiledema berat. Berkurangnya penglihatan
akibat papiledema yang tidak diketahui adalah penyebab umum untuk
hilangnya penglihatan non-reversibel dalam meningitis. Pungsi
lumbal berulang dan perawatan hipertensi intrakranial adalah
sangat penting dalam situasi ini. Meningitis bakterial akut,
meningitis tuberkulosa, dan meningitis cryptococcal pada khusus-
nya sering berkaitan dengan papiledema berat dan hilangnya
penglihatan.
Sifilis
37
Komplikasi neuro-optalmik dari sifilis (Gambar 20.42 dan 20.43
meliputi:
- Uveitis (semua tipe)- Retinitis- Khoroiditis- Neuritis optikus- Meningitis limfositik:
Papiledema Meningitis basiler disertai palsi saraf cranial Vaskulitis
1. Infark serebral- Massa intrakranial (gumma)(Gambar 20.42)
AIDS
Manifestasi segmen posterior dari AIDS meliputi (Gambar 20.43,
20.44, 20.45, 20.46, 20.47, dan 20.48):
- Infeksius
Herpes zoster ophthalmicus dan neuritis optikus
Neuritis optikus herpes simpleks
PORN (progressive outer retinal necrosis)
Retinitis sitomegalovirus dan neuritis optikus
Toksoplasmosis khorioretinitis dan neuritis optikus
Retinitis sifilis dan neuritis optikus
Khoroiditis carinii pneumokistik
Khoroiditis fungal
Papiledema dari meningitis (yang paling umum meningi-
tis cryptococcal)
- Non-infeksius
Mikrovaskulopati retina
Cotton wool spot retina
Limfoma okuler
Neuritis optikus HIV
Penyakit dicakar kucing (infeksi Bartonella Henselae)
Infeksi Bartonelle henselae menimbulkan berbagai manifestasi
okuler, yang meliputi radang segmen anterior, retinitis, dan
neuritis optikus. Oklusi pembuluh retina juga sering terjadi.
38
Penyakit Whipple
Penyakit yang langka ini sering dibicarakan dalam neuro-
optalmologi karena ini sering berkaitan dengan kelainan gerakan
mata. Ini disebabkan oleh basil positif gram (Trophyrema
whipplelii), yang kebanyakan tinggal didalam usus.
Gejala klinik
- Berat badan turun, demam
- Diare, nyeri abdomen
- Artralgia
- Limfadenopati
- Manifestasi neurologis (mungkin terisolasi):
Berkurangnya daya ingat secara progresif lambat
disertai penurunan kognitif
Gerakan okulomastikatorik (mioritmia)
Palsi pandangan vertikal supranuklear (lebih dari
horizontal)
Diagnosis
- PCR positif untuk Trophyrema Whippelii dalam cairan
serebrospinal
- Biopsi mukosa jejunum dengan PAS (periodic acid-Schiff
stain) (organisme positif PAS)
- PCR positif untuk Trophyrema Whippelii pada biopsy jejunum.
Terapi
Terapi terdiri dari antibiotik jangka-panjang.
TUMOR
Tumor intrakranial (semua tipe) sering menimbulkan gejala dan
tanda neuro-optalmik.
Mekanisme
39
- Meningkatnya tekanan intrakranial (dari massa atau dari
hidro-sefalus obstruktif)
Papiledema
Diplopia
- Effek massa atau infiltrasi
Metastasis khoroidal
Nervus optikus intrakranial (neuropati optikus)
Kiasma (hemianopia bitemporal)
Jalur visual retrokiasmal (hemianopia homonymous)
Saraf kranial motor okuler (diplopia)
- Meningitis karsinomatosa
Naiknya tekanan intrakranial
Beberapa palsi saraf kranial
- Sindrom paraneoplastik akibat kanker
Retinopati
Neuropati optikus
Nystagmus, opsoklonus
- Toksisitas dari pengobatan
Komplikasi pasca-bedah
Radiasi
1. Nekrosis radiasi pada otak
2. Neuropati optikus radiasi (baca Bab 8)
3. Retinopati radiasi
Kemoterapi
1. Toksisitas nervus optikus
Penderita kanker yang mengalami gejala dan tanda neuro-optalmik
(misalnya neuropati optikus, papiledema, defek lapangan pandang,
diplopia, atau nystagmus) segera membutuhkan neuro-imaging (MRI
otak, sering dengan orbita, dan dengan kontras). Jika hasil
imaging normal, maka pungsi lumbal cairan serebrospinal tekanan
terbuka dan sitologi perlu dilaksanakan.
Meningitis Karsinomatosa
40
Meningitis karsinomatosa harus dikesampingkan pada semua pasien
yang mengalami peningkatan tekanan intrakranial dan diketahui
mempunyai riwayat kanker. Imaging sering normal atau mungkin
memperlihatkan pembesaran leptomenings. Pungsi lumbal cairan
serebrospinal tekanan terbuka dan analisis cairan serebrospinal,
termasuk sitologi dan sitometri aliran adalah wajib. Jika normal
maka pungsi lumbal harus diulang untuk pemeriksaan sitologi
ulangan. Kadang, pungsi lumbal ini perlu dilaksanakan sekurang-
kurangnya tiga kali untuk menegakkan diagnosis meningitis
karsinomatosa.
Tempat yang paling umum atau tipe kanker yang paling umum
pada penderita meningitis karsinomatosa adalah sebagai berikut:
- Payudara
- Paru
- Limfoma
- Melanoma
- Adenokarsinoma yang asalnya tidak diketahui
Kata Mutiara
Tiga penyebab klasik untuk meningkatnya tekanan intrakranial pada
pasien yang diketahui mempunyai kanker adalah (1) metastasis, (2)
meningitis karsinomatosa, (3) trombosis vena serebral (dari
keadaan hiperkoagulabel yang diinduksi kanker).
Sindrom paraneoplastik
Sindrom paraneoplastik merupakan komplikasi langka non-metastatik
dari kanker, yang dapat mempengaruhi beberapa tingkat pada sistim
saraf. Otoantibodi biasanya ditemukan di cairan serebrospinal
atau serum. Sindrom paraneoplastik dapat memperburuk kanker yang
sudah diketahui atau mungkin merupakan tanda pertama dari suatu
kanker yang sangat terlokalisir.
Gejala dan tanda neuro-optalmik relatif umum dan meliputi:
- Gerakan mata abnormal
Opsoklonus (antibodi Ri)
41
Flutter okuler (antibody Ri)
Degenerasi serebellar (antibodi Yo)
Nystagmus
Saccade lambat, gerakan vertical terbatas (antibodi
Hu, Ma/Ta)
- Gangguan taut neuromuskuler (Lambert Eaton atau miastenia)
Antibodi kanal kalsium gerbang-voltase
- Hilangnya penglihatan
Degenerasi retina
1. Antibodi CAR (cancer-associated retinopathy)
2. Antibodi MAR (Melanoma-associated retinopathy)
Neuropati-optikus disertai edema diskus dan radang
intraokuler
1. Antibodi CRMP-5
CEDERA OTAK TRAUMATIK
Manifestasi neuro-optalmik cedera otak traumatik meliputi:
- Hilangnya penglihatan
Monokuler
1. Trauma pada mata
2. Trauma orbita
3. Cedera nervus optikus (langsung/tidak langsung)
Binokuler
1. Trauma pada kedua mata atau kedua nervus optikus
2. Kiasmopati traumatik (hemianopia bitemporal)
3. Trauma pada jalur visual retrokiasmal (hemianopia
homonymous)
Gangguan fungsi korteks yang lebih tinggi akibat
cedera otak
- Diplopia
Trauma orbita (terjepit, fibrosis otot ekstraokuler)
Palsi saraf kranial (keempat, keenam dan ketiga)
Lesi intracranial
42
Penyebab hilangnya penglihatan akut post-traumatik:
- Kesalahan refraksi
kacamata atau lensa kontak hilang atau rusak pada saat
trauma (mungkin tidak diketahui pada pasien yang
mempunyai kesulitan berkomunikasi)
- Cedera okuler
Ruptur bola mata (anterior disertai laserasi kornea
atau posterior disertai laserasi sclera)
Badan asing intraokuler
Keratopati pemaparan (sekunder terhadap proptosis,
laserasi kelopak mata, atau disfungsi saraf ketujuh).
Edema kornea (akibat cedera oleh kantung udara)
Abrasi kornea
Hyphema (darah di bilik anterior)
Iritis traumatik (sering tertunda tetapi sekitar 24
jam)
Mydriasis traumatic (dan berkurangnya akomodasi)
Subluksasi atau luksasi lensa
Perdarahan vitreus
Commotio retinae
Tanggalnya retina
Iskhemia retina akibat diseksi karotis
Emboli lemak retina
Ruptur khorid
- Nervus optikus
Neuropati optikus traumatik direk
Neuropati optikus traumatik indirek
Hematoma intraselubung
Terpisahnya kepala nervus optikus
Cedera penetrasi pada orbita dengan cedera nervus
optikus langsung
Badan asing intraorbital
Iskhemia nervus optikus akibat diseksi karotis
- Orbita
43
Fraktur orbita (kerusakan langsung pada nervus
optikus)
Perdarahan orbita (iskhemia nervus optikus)
Emfisema orbita (ischemia nervus optikus)
Fistula kavernosa karotis(naiknya tekanan intraokuler)
Perdarahan subperiosteum (kerusakan nervus optikus
langsung atau ischemia nervus optikus)
- Jalur optik intrakranial
Cedera langsung kiasma atau retrokiasma
Cedera tidak langsung kiasma atau retrokiasma
Perdarahan atau hematoma yang menekan kiasma
Cedera akson difusa serebral disertai hemianopia homo-
nimous
Perdarahan intraparenkim disertai hemianopia homoni-
mous
Infark serebral (arteri serebral posterior) akibat
meningkatnya tekanan intrakranial/herniasi disertai
hemianopia homonymous atau kebutaan serebral
Infark serebral akibat diseksi arteri servikal diser-
tai hemianopia homonymous.
HILANGNYA PENGLIHATAN SELAMA PEMBEDAHAN
Kerusakan pada jalur visual intrakranial atau pada nervus optikus
dapat terjadi selama pembedahan. Hilangnya penglihatan khususnya
sering terjadi selama bedah okuler dan intrakranial, tetapi ini
dapat terjadi sebagai komplikasi dari prosedur bedah apapun.
Langkah pertama ketika mengevaluasi pasien yang kehilangan
penglihatan postoperative adalah melokalisir lesi dengan
memeriksa mata.
Hilangnya penglihatan selama bedah mata mungkin akibat dari:
- Neuropati optikus
Kerusakan langsung pada nervus optikus retrobulbar
akibat anesthesia retrobulbar, bedah orbita,
perdarahan orbita setelah blefaroplasty.
44
Fluktuasi pada tekanan intraokuler selama bedah okuler
Hipertensi intraokuler postoperative
- Diplopia
Kerusakan langsung pada otot ekstraokuler akibat
1. Anestesia retrobulbar
2. Bedah orbita
3. Perdarahan orbita setelah blefaroplasti
4. Buckle skleral yang dipasang untuk merawat tanggal-
nya retina.
- Ptosis
Kerusakan pada otot levator oleh speculum okuler
Hilangnya penglihatan selama bedah kranial mungkin akibat dari
lesi, kompresi, edema, ischemia, atau perdarahan pada nervus
optikus intrakranial, kiasma, atau jalus visual retrokiasma
intrakranial.
Hilangnya penglihatan selama bedah nonokuler, nonkranial
mungkin akibat dari:
- Lesi segmen anterior
Abrasi kornea
Trauma (tekanan pada mata selama pembedahan)
Toksisitas retina reversibel setelah bedah prostat
(larutan irigasi)
- Iskhemia okuler
Oklusi arteri retina pusat
Neuropati optikus iskhemik (anterior dan posterior)
- Lesi kiasma
Apoplexy pituitary
- Iskhemia intrakranial (hemianopia homonymous atau kebutaan
serebral).
Neuropati optikus iskhemik sangat sering terjadi setelah graft
pemintasan arteri koroner dan setelah bedah tulang belakang.
Mekanismenya masih diperdebatkan.
Iskhemia retina dan nervus optikus dapat juga terjadi selama
prosedur apapun yang dipersulit oleh perdarahan massif disertai
45
hipotensi parah dan setelah prosedur yang melibatkan pembuluh
servikal atau diseksi leher.
FAKOMATOSIS
Fakomatosis adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh adanya
beberapa hamartoma pada sistim saraf pusat dan tepi, mata, kulit,
dan visera. Lesi sistim saraf pusat pada fakomatosis mempunyai
riwayat alamiah dan prognosis yang sangat berbeda dari pada yang
ditemukan pada pasien lain (sebagai contoh, glioma yang terlihat
pada fakomatosis, yaitu neurofibromatosis tipe 1, adalah sering
benigna, sedangkan glioma pada pasien yang tanpa neurofibroma-
tosis mungkin adalah tumor yang lebih agresif.
Neurofibromatosis tipe 1
Neurofibromatosis tipe 1 (NF1; yang juga dikenal sebagai penyakit
von Recklinghausen) adalah fakomatosis yang paling umum (1/5000),
dan otosomal dominan (gen NF1 terlokalisir pada kromosom 17)
dengan penetrasi tinggi dan ekspresivitas bervariasi.
Kriteria diagnosis untuk NF1 meliputi dua atau lebih dari
yang berikut ini:
- Makula café au lait (>6)(Gambar 20.49)
- Neurofibroma (>2)(Gambar 20.50 dan 20.51)
- Freckling (aksiler, inguinal)
- Nodul Lisch (hamartoma epithelium pigmen iris)(Gambar 20.52)
- Glioma nervus optikus (Gambar 20.53)
- Displasia sphenoid (Gambar 20.54)
- Ada kerabat derajat pertama yang memepunyai NF1
Manifestasi yang paling prominen dari NF1 adalah keterlibatan
saraf cranial dan saraf tepi oleh dua tipe tumor:
- Schwannoma (neuroma, neurinoma, neurilemmoma)
Mempengaruhi saraf kranial (kelima, ketiga, keempat,
dan keenam adalah yang paling umum)
- Neurofibroma
Neurofibroma pleksiform
46
Neurofibroma terlokalisir
Tumor sistim saraf pusat (Gambar 20.53) adalah umum pada NF1.
- Glioma nervus optikus atau glioma kiasma (pada 15 sampai 20%
dari pasien NF1).
Sering asimptomatik
Dapat mengakibatkan hilangnya penglihatan secara
progresif
Dapat membaik secara spontan
Terapi (kemoterapi, radiasi) hanya dilakukan pada
kasus yang disertai bukti memburuknya fungsi pengli-
hatan.
- Tumor astrositik derajat rendah
Penderita NF1 mungkin juga mempunyai displasia sphenoid atau
tidak adanya sayap sphenoid (Gambar 20.54).
- Exophthalmos pulsatil atau enophthalmos
- Herniasi dura, cairan serebrospinal, dan otak kedalam orbita
(ensefalocele)
- Mungkin (jarang) mengakibatkan kompresi otot ekstraokuler
disertai diplopia, dan kompresi nervus optikus disertai
berkurangnya penglihatan.
Neurofibromatosis tipe 2
Neurofibromatosis tipe 2 jauh lebih jarang dibandingkan NF1
(1/50.000), dan merupakan penyakit otosomal dominan (gen NF2
dilokalisir pada kromosom 22), dengan penetrasi tinggi.
Kriteria diagnosis untuk neurofibromatosis tipe 2 (NF2)
meliputi:
- benjolan saraf kranial kedelapan bilateral ditemukan pada
imaging atau kerabat derajat pertama mempunyai NF2 dan
- Benjolan saraf kedelapan unilateral atau dua atau lebih dari
yang berikut ini:
Neurofibroma Meningioma Glioma Schwannoma Katarak subkapsuler posterior juvenile
47
- Nodul Lisch dan lesi kulit lebih jarang ditemukan pada NF2
dibandingkan NF1
- Manifestasi paling prominen dari NF2 adalah neuroma akustik
bilateral (Gambar 20.55).
Sklerosis Tuberosa (Penyakit Bourneville)
Sklerosis tuberosa adalah penyakit otosomal dominan, dengan
penetrasi tinggi, dan ekspresivitasnya bervariasi.
Penderita memperlihatkan suatu trias klasik yang meliputi:
- Adenoma sebaseum
- Retardasi mental
- Epilepsi
Diagnosis
Diagnosis definitif memerlukan satu gambaran primer dan dua
gambaran sekunder atau satu gambaran sekunder dan dua gambaran
tertier.
- Gambaran primer
Angiofibroma pada wajah (Gambar 20.56)
Sejumlah fibroma ungula
Benjolan serebral: tuber korteks, astrositoma sel
raksasa, nodul subependymal yang mengalami kalsifikasi
yang menonjol ke ventrikel
Sejumlah astrositoma retina (Gambar 20.57)
- Gambaran sekunder
Diderita oleh kerabat derajat-pertama
Rhabdomiosarkoma jantung
Hamartoma retina atau bercak akhromatik pada retina
Shagreen patch
Plakat pada dahi
Limfangiomiomatosis pulmoner
Angiomiolipoma renal, kista ginjal
- Gambaran tertier
Makula hipomelanotik
Lesi kulit “Confetti”
Kista ginjal, tulang
48
Angiomiolipoma nonrenal
Polip rektal hamartomatosa
Limfangiomiomatosis pulmoner
Lipoma gusi
Spasme infantil
Traktus migrasi benda putih serebral atau heterotopia
Kejang adalah gejala yang paling umum atau sklerosis tuberosa.
Retardasi mental terjadi pada lebih dari 50% pasien.
Manifestasi okuler yang paling prominen adalah
hamartoma pada retina dan nervus optikus. Ini ditemukan pada
sampai 50% pasien tetapi jarang mengakibatkan hilangnya
penglihatan.
Penyakit Von Hippel Lindau
Penyakit Von Hippel Lindau adalah penyakit otosomal dominan yang
berkaitan dengan sejumlah angioma retina bilateral dan hemangio-
blastoma intrakranial (paling sering di serebellum) (Gambar
20.58). 25% pasien akan mempunyai karsinoma sel renal. Lima
persen pasien akan mempunyai feokhromositoma.
- Angioma retina
Pembuluh feeder
Banyak eksudat
Tanggalnya retina secara eksudatif
Ataksia Telangiektasia (Sindrom Louis Bar)
Ataksia telangiektasia adalah penyakit otosomal resesif yang
berkaitan dengan ataksia serebeller, telangiektasia, defisiensi
imun, dan suseptibilitas kepada neoplasma.
Manifestasi optalmologis klasik meliputi yang berikut ini:
- Telangiektasia pembuluh konjungtiva (Gambar 20.59).
- Apraksia okulomotor
Sindrom Sturge-Weber (Angiomatosis ensefalotrigeminal)
49
- Ditandai oleh hemangioma hemifasial kutaneus yang berkaitan
dengan hemangioma pada menings ipsilateral dan otak (Gambar
20.60)
- Gangguan non-herediter
- Hemangioma pada wajah telah ada saat lahir (mengikuti
innervasi V1 dan V2).
- Manifestasi okuler, ipsilateral terhadap hemangioma
Hipertensi intraokuler (meningkatnya tekanan vena epi-
skleral, sudut imatur, dan neovaskularisasi pada
sudut); pada khususnya glaucoma sering ditemukan jika
hemangioma melibatkan kelopak mata atas).
Hemangioma khoroidal
- Hemianopia homonimous yang kontralateral terhadap hemangioma
menings
- Kejang, nyeri kepala sering terjadi
- Naiknya tekanan intrakranial mungkin terjadi
Sindrom Wyburn-Mason
- Kaitan antara malformasi arteriovena retina dengan
malformasi arteriovena intrakranial, biasanya di batang otak
ipsilateral (lihat Gambar 20.17).
- Non-herediter
Sindrom Klippel-Trenaunay-Weber
- Hemangioma kutaneus besar disertai hipertrofi tulang terkait
dan soft tissue
- Terjadi angioma retina
GANGGUAN MITOKONDRIA
Penyakit mitokondria adalah suatu kelompok heterogen penyakit
dimana gambaran klinik, pewarisan, histopatologi, atau analisis
biokimia atau genetik menunjukkan disfungsi mitokondria primer.
Pada banyak penyakit seperti ini, gambaran yang prominen adalah
pada sistim saraf pusat dan mata. Tabel 20.4 memuat daftar
50
manifestasi neuro-optalmik dan sistemik beberapa penyakit
mitokondria.
Kelainan neuro-optalmik yang paling umum yang terlihat pada
penyakit mitokondria meliputi
- Neuropati optikus bilateral
- Optalmoplegia yang disertai ptosis (optalmoplegia eksternal
progresif kronis)
- Retinopati pigmenter
- MELAS (retrochiasmal visual loss)
Malformasi Chiari
Malformasi Chiari merupakan suatu kontinuum malformasi otak
belakang yang ditandai oleh herniasi tonsil serebellar kearah
bawah. Malformasi Chiari I (malformasi Arnold-Chiari) didefini-
sikan sebagai herniasi tonsil sekurang-kurangnya 3 sampai 5 mm
dibawah foramen magnum (Gambar 20.61). Ini kadang berkaitan
dengan siringomielia dan anomali lain pada taut kranioservikal.
Serebellum berdesakan didalam suatu fossa kranial posterior
kecil mengakibatkan herniasi tonsil kronis. Kondisi penuh sesak
ini diyakini bertanggung-jawab atas gejala dan tanda neurologis
yang sering berkembang selama dekade kedua atau ketiga dalam
kehidupan. Gejala dan tanda mungkin berkaitan dengan perubahan
pada aliran cairan serebrospinal dan kompresi langsung terhadap
batang otak.
Manifestasi klinis malformasi Chiari I ada banyak, dan
seringkali sulit menentukan kaitan langsung antara manifestasi
tidak-khas misalnya nyeri kepala atau pusing dan herniasi tonsil
moderat.
- Sering asimptomatik, ditemukan saat MRI otak yang dilakukan
karena alasan lain.
- Nyeri kepala (seringkali oleh Valsalva dan latihan fisik)
- Pusing, ataksia, vertigo
- Disfagia, suara parau
- Tinnitus
Manifestasi neuro-optalmik malformasi Chiari 1 meliputi:
51
- Nystagmus- Diplopia
Palsi saraf keenam unilateral atau bilateral Insufisiensi divergensi
Gambar 20.49 Noda café au lait pada neurofibromatosis tipe 1.
Gambar 20.50 Banyak neurofibroma kutaneus pada neurofibromatosis
tipe 1.
Gambar 20.51 Neurofibroma pleksiform pada kelopak mata atas kiri.
Gambar 20.53 Iris dilihat dengan lampu celah, ada bukti nodul
Lisch. Nodul Lisch tampak dalam masa anak.
Gambar 20.53 (A) MRI axial yang ditimbang-T1 terhadap orbita
tanpa menggunakan kontras, memperlihatkan nervus optikus
bilateral membesar yang konsisten dengan glioma nervus optikus.
Perhatikanlah perubahan pada nervus optikus kanan. (B) MRI korona
yang ditimbang-T1 terhadap orbita tanpa menggunakan kontras,
memperlihatkan nervus optikus intrakranial bilateral membesar
(panah) konsisten dengan glioma nervus optikus.
Gambar 20.54 (A) CT scan axial dan (B) coronal terhadap otak
tanpa menggunakan kontras (jendela tulang), memperlihatkan tidak
adanya sayap sphenoid disisi kanan (panah merah menunjukkan
dimana sayap sphenoid mestinya berada), disertai herniasi otak
kedalam orbita.
Gambar 20.55 MRI axial yang ditimbang-T1 terhadap otak dengan
menggunakan kontras, memperlihatkan neuroma akustik bilateral
(panah) pada penderita neurofibromatosis tipe 2.
Gambar 20.56 Angiofibroma wajah pada sclerosis tuberosa.
Gambar 20.57 Hamartoma astrositik retina pada penderita sklero-
sis tuberosa.
52
Gambar 20.58 (A) MRI sagittal yang ditimbang-T1 terhadap otak
dengan kontras, memperlihatkan hemangioblastoma serebellar. (B)
Angioma retina di retina tepi pada penderita penyakit Von Hippel
Lindau. Ada eksudat kuning pada tepi angioma.
Gambar 20.59 Telangiektasia pada pembuluh konjungtiva.
Gambar 20.60 Hemangioma wajah yang melibatkan sisi kanan wajah
seorang bayi yang menderita sindrom Sturge-Weber.
Gambar 20.61 (A) MRI sagittal terhadap otak, memperlihatkan
posisi normal tonsil serebellar pada orang sehat. Panah merah
memperlihatkan garis yang menembus foramen magnum (antara bagian
posterior clivus dan bagian bawah foramen magnum). (B). MRI
sagittal terhadap otak yang memperlihatkan herniasi tonsil
serebellar pada penderita malformasi Chiari I.
Gambar 20.62 (A) Cincin Kayser-Fleischer (lampu celah)
(perhatikan perubahan warna menjadi coklat pada tepi kornea)
( panah) (B) Cincin Kayser-Fleischer terlihat dengan baik dengan
gonioskopi.
Suatu teknik MRI spesifik (CINE MRI) memungkinkan visuali-
sasi cairan serebrospinal di fossa posterior. Aliran tersebut
abnormal pada pasien malformasi Chiari I simptomatik.
Terapi meliputi dekompresi suboksipital yang berkaitan
dengan laminektomy C1. Ini hanya dilakukan pada pasien malformasi
Chiari I simptomatik.
Malformasi Chari II dan III ada pada saat lahir dan terdiri
dari herniasi serebellum bawah kearah bawah dan medulla ke kanal
tulang belakang, dalam kaitan dengan anomali kompleks pada otak.
Penyakit Parkinson Idiopatik
Walaupun penyakit Parkinson idiopatik biasanya tidak secara
langsung menimbulkan komplikasi okuler atau neuro-optalmik yang
simptomatik secara klinik, tetapi penderita penyakit Parkinson
53
idiopatik mempunyai banyak keluhan okuler, yang berkaitan dengan
penyakit itu atau obat yang digunakan untuk merawat penyakit.
Manifestasi neuro-optalmik Penyakit Parkinson meliputi:
- Berkurangnya penglihatan dalam membaca atau ketidak-nyamanan
okuler yang berkaitan dengan
Iritasi permukaan okuler
1. mata kering
2. blefaritis
berkurangnya kedipan (hipokinesia)
insufisiensi konvergensi
- Gangguan fungsi penglihatan
berkurangnya kemampuan membedakan warna
berkurangnya sensitivitas kontras
deficit visuospatial
- Kalusinasi visual
- Kelainan gerak kelopak mata
berkurangnya kedipan spontan
blefarospasme
apraksia dalam membuka kelopak mata
- Kelainan gerakan mata
berkurangnya performan saccade
berkurangnya modifikasi adaptif amplitudo saccade
mikrotremor okuler
insufisiensi konvergensi
- Komplikasi pallidotomi atau stimulasi
hemianopia homonymous kontralateral
getaran gelombang-persegi
Manifestasi neuro-optalmik juga sering ditemukan pada sindrom
Parkinson lain. Sebagai contoh, penderita dementia badan Lewy
sering mengalami halusinasi visual yang menakutkan. Penderita
palsi supranuklear mempunyai kelainan gerak mata vertikal sejak
dini dalam perjalanan penyakit.
54
Penderita penyakit Parkinson dan sindrom yang serupa mungkin
akan mendapati bahwa yang berikut ini akan menguntungkan:
- Hindari obat yang berinteraksi dengan sekresi air mata dan
akomodasi.
- Perbaiki pencahayaan ambien untuk membaca untuk memperbaiki
kontras.
- Rekomendasikan penggunaan musik atau penyangga buku resep
masakan jika ada masalah tremor atau pandangan kebawah.
- Rawatlah penyakit permukaan okuler seperti blefaritis.
- Rekomendasikan air mata buatan.
- Pertimbangkan oklusi punctual untuk sindrom mata kering yang
parah.
- Hindari lensa bifikal atau lensa progresif.
meningkatkan risiko jatuh
tidak digunakan dengan benar jika kepala membungkuk
tidak dapat digunakan dengan tngkat kaki-empat
meningkatkan asthenopia
- Berikan kacamata tersendiri untuk melihat jarak jauh (ber-
jalan dan menonton TV) dan membaca (membaca, makan).
- Prisma base-in pada kacamata baca jika insufisiensi konver-
gensi simptomatik.
- Ketika membuat resep kacamata, setara sferis mungkin lebih
baik dari pada mengoreksi astigmatis karena kacamata
cenderung tidak stabil untuk pasien yang mempunyai tremor,
diskinesia, atau yang rentan jatuh.
- Perintahkan pasien untuk menggunakan jari untuk membimbing
mata melihat halaman buku dalam situasi kecepatan saccade
berkurang.
- Rawat blefarospasme dan apraxia saat membuka kelopak mata
dengan botulinum toksin dan/atau bedah jika tidak membaik
setelah perawatan iritasi permukaan okuler.
Penyakit Wilson (Degenerasi Hepatolentikuler)
55
- Gangguan herediter pada metabolisme tembaga (otosomal
resesif); gen tersebut ada pada kromosom 13
- Berkurangnya laju masuknya tembaga kedalam ceruloplasmin dan
berkurangnya ekskresi bilier tembaga mengakibatkan
pengendapan tembaga di jaringan
- Degenerasi progresif sistim saraf pusat yang berkaitan
dengan sirhosis hati; separuh penderita sudah simptomatik
pada umur 15
Diagnosis dini menghasilkan prognosis yang lebih baik
- Sindrom neurologis
Sindrom ekstrapiramidal yang disertai tremor,
disfungsi motorik, dan perubahan perilaku.
- Temuan okuler
Pengendapan tembaga pada cincin kornea tepi yang
melibatkan membran Descemet (cincin Kayser-Fleischer)
Pigmen tembaga dibawah kapsul lensa
Katarak bunga matahari
Berbagai gangguan gerakan mata
1. Paresis akomodasi
2. Osilasi mata bergetar, saccade lambat
Skrining untuk cincin Kayser-Fleischer membantu dalam diagnosis
penyakit Wilson. Ini dapat dilakukan dengan baik dengan pemerik-
saan dengan ‘lampu celah’ dan gonioscopy (Gambar 20.62). Cincin
berawal disebelah superior.
Cincin tersebut mungkin tidak ada pada tahap awal penyakit
hati. Cincin tersebut selalu ada pada saat tanda neurologis
menjadi manifes.
Test diagnostik lainnya meliputi:
- Kadar ceruloplasmin serum rendah, tembaga serum rendah,
ekskresi tembaga melalui urin meningkat
- Kelainan ganglia basal pada imaging otak
Chelator tembaga (D-penicillamine) digunakan untuk mengobati pe-
nyakit Wilson, dan cincin Kayser-Fleischer sembuh oleh perawatan.
#######
56
57