Download [701.60 KB]

14
Biaya Kuliah Tunggal oleh Ali Zainal Abidin (Staf Kajian BK MWA UI UM 2016) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Bunyi Pasal 31 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini merupakan fondasi kuat yang memberikan arahan tegas kepada pemerintah bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pendidikan. Pemerintah benar-benar dituntut perannya dalam pemenuhan haknya dalam tercapainya cita-cita besar negara ini dalam meningkatkan kualitas hidup tiap-tiap warga negaranya. Pendidikan tinggi menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi negara dalam pelaksana perannya. Dari sisi calon mahasiswa perguruan tinggi, mahalnya biaya kuliah yang harus dibayarkan menjadi alasan dominan untuk dapat berpartisipasi dalam pendidikan tinggi. Dari sisi pemerintah, minimnya dana dalam membiayai operasional perguruan tinggi menjadi salah satu penyebab sulit terealisasinya amanat UUD 1945. Namun, Pemerintah selalu memiliki gagasan-gagasan yang dianggap mampu menjadi solusi, yaitu memaksimalkan peran perguruan tinggi dan calon mahasiswa dalam pembiayaan yang besar ini. Kementerian Riset dan Teknologi menerapkan metode perhitungan biaya kuliah yang disebut dengan Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Metode ini merupakan sebuah konsep perhitungan berdasarkan Student Unit Cost (SUC), indeks kemahalan wilayah, jenis program studi, dan capaian Standar Nasional Perguruan Tinggi. SUC merupakan biaya yang dibutuhkan oleh tiap-tiap mahasiswa dalam menjalani masa perkuliahan di kampus dalam jangka waktu 8 semester. SUC yang berlaku saat ini didasarkan pada Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) yang diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Negeri Badan Hukum (SSBOPTN-BH). Permen tersebut merupakan turunan dari UU No. 12 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.

Transcript of Download [701.60 KB]

Page 1: Download [701.60 KB]

Biaya Kuliah Tunggal

oleh Ali Zainal Abidin (Staf Kajian BK MWA UI UM 2016)

Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Bunyi Pasal 31 ayat (1) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini merupakan fondasi kuat yang

memberikan arahan tegas kepada pemerintah bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas

pendidikan. Pemerintah benar-benar dituntut perannya dalam pemenuhan haknya dalam

tercapainya cita-cita besar negara ini dalam meningkatkan kualitas hidup tiap-tiap warga

negaranya.

Pendidikan tinggi menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi negara dalam

pelaksana perannya. Dari sisi calon mahasiswa perguruan tinggi, mahalnya biaya kuliah yang

harus dibayarkan menjadi alasan dominan untuk dapat berpartisipasi dalam pendidikan tinggi.

Dari sisi pemerintah, minimnya dana dalam membiayai operasional perguruan tinggi menjadi

salah satu penyebab sulit terealisasinya amanat UUD 1945. Namun, Pemerintah selalu

memiliki gagasan-gagasan yang dianggap mampu menjadi solusi, yaitu memaksimalkan peran

perguruan tinggi dan calon mahasiswa dalam pembiayaan yang besar ini.

Kementerian Riset dan Teknologi menerapkan metode perhitungan biaya kuliah yang

disebut dengan Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Metode ini merupakan sebuah konsep

perhitungan berdasarkan Student Unit Cost (SUC), indeks kemahalan wilayah, jenis program

studi, dan capaian Standar Nasional Perguruan Tinggi. SUC merupakan biaya yang dibutuhkan

oleh tiap-tiap mahasiswa dalam menjalani masa perkuliahan di kampus dalam jangka waktu 8

semester.

SUC yang berlaku saat ini didasarkan pada Standar Satuan Biaya Operasional

Pendidikan Tinggi (SSBOPT) yang diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan

Pendidikan Tinggi Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Standar Satuan Biaya

Operasional Pendidikan Tinggi Negeri Badan Hukum (SSBOPTN-BH). Permen tersebut

merupakan turunan dari UU No. 12 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun

2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.

Page 2: Download [701.60 KB]

Biaya Kuliah Universitas Indonesia

Sebelum tahun 2008, Universitas Indonesia menerapkan mekanisme biaya pendidikan

flat yang dikenal dengan Biaya Operasional Pendidikan (BOP). Pada tahun 2008, UI mulai

membuat perombakan dalam sistem pembayaran dengan mengubah sistem BOP menjadi Biaya

Operasional Pendidikan Berkeadilan (BOPB). Sistem BOPB ini bertujuan agar setiap

mahasiswa dapat membayar biaya pendidikan sesuai dengan kemampuan ekonomi orang tua,

wali, atau penanggung biaya mahasiswa tersebut.

Untuk saat ini, UI masih menerapkan sistem BOPB dalam sistem pembayarannya.

Sedangkan, untuk nominal yang dibayarkan oleh satu orang mahasiswa ditentukan oleh

perhitungan BKT yang telah diterapkan oleh Pemerintah. Maka, peran UI dan Negara dalam

tercapainya Hak pendidikan tinggi Warga Negara sangat ditentukan oleh kebijakan

perhitungan yang efektif dan efisien agar mahasiswa membayar biaya kuliah dengan fasilitas

yang sesuai dan disubsidi oleh pemerintah serta sistem pembayaran yang mudah.

Dasar Hukum

Dalam melihat permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan BKT sebagai

sebuah kebijakan, tentunya kita tidak akan terlepas dari payung kebijakan yang menjadi dasar

diberlakukannya kebijakan tersebut. Ada beberapa payung kebijakan baik berupa undang-

undang maupun yang berbentuk Peraturan yang dikeluarkan oleh kementrian. Dasar hukum

tersebut dibentuk berproses sejak tahun 2012 hingga saat ini.

Pada tahun 2012, dikeluarkanlah Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi. Melalui undang-undang ini, beberapa perguruan tinggi negeri yang tadinya

berstatus BHMN (Badan Hukum Milik Negara) maupun PTN kemudian berubah menjadi

PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum). Dalam kaitannya dengan Biaya Kuliah

Tunggal (BKT), kita perlu menyoroti Pasal 88 UU No. 12 Tahun 2012. Pasal ini sesungguhnya

mengamanatkan agar pemerintah menetapkan suatu standar tertentu untuk biaya operasional

peniddikan tinggi dan sistem pembayaran biaya pendidikan bagi mahasiswa. Amanat ini

kemudian kita kenal dengan UKT yang menghapuskan adanya pembayaran uang pangkal dan

mengintegrasikan komponen-komponen biaya pendidikan menjadi satu, yaitu Uang Kuliah

Tunggal.

Page 3: Download [701.60 KB]

Konsep UKT yang berlaku secara nasional sesungguhnya merupakan sistem yang

sejalan dengan sistem pembiayaan yang diberlakukan di UI, yakni BOPB. Perbedaannya

terletak pada istilah dan rumus perhitungan SUC. Secara lebih jelas, kita dapat meninjau

kembali Pasal 88 UU No. 12 Tahun 2012 :

(1) Pemerintah menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi

secara periodik dengan mempertimbangkan:

a. Capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi

b. Jenis program studi

c. Indeks kemahalan wilayah

(2) Standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada

ayat 1 menjadi dasar untuk mengalokasikan anggaran dalam Anggran Pendapatan

dan Belanja Negara untuk PTN.

(3) Standar satuan biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat 2 digunakan

sebagai dasar oleh PTN untuk menetapkan biaya yang ditanggung oleh

mahasiswa.

(4) Biaya yang ditanggung oleh mahasiswa sebagaimana maksud pada ayat 3 harus

disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau

pihak lain yang membiayainya.

Pada titik ini, kita dapat melihat bahwasanya BKT sebagai keseluruhan biaya

operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri secara

substansi merupakan konsep yang sama dengan SUC apabila kita mengasumsikan ketiga

indeks yang terdapat dalam Pasal 88 ayat 1 sama dengan 1.

Dengan menganalisis Pasal 88 UU No. 12 Tahun 2012 tersebut, kita dapat mengambil

kesimpulan perbedaannya terletak pada komponen-komponen perhitungannya. Rumus

perhitungan BKT mempertimbangkan komponen-komponen yang tertulis dalam Pasal 88 ayat

1 UU No. 12 Tahun 2012, sementara SUC sebagai basis perhitungan dapat kita samakan

dengan SSBOPTbasis.

Page 4: Download [701.60 KB]

Selain mengenai UKT dan BKT, UU No. 12 Tahun 2012 juga menetapkan adanya

Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Secara sederhana, BOPTN

merupakan bantuan dana yang diberikan oleh pemerintah untuk menutupi kekurangan

pembiayaan operasional PTN. Dari penjelasan tersebut kita dapat memahami adanya kaitan

antara ketiga konsep tersebut (UKT, BKT, dan BOPTN) melalui sebuah rumus sederhana :

Selanjutnya, beranjak dari UU No. 12 Tahun 2012 dasar hukum lainnya yang perlu

dicermati ialah Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme

Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Dalam PP tersebut dibahas bagaimana

sumber pendanaan dan mekanisme lain seperti peruntukan dana tersebut. Sumber pendanaan

PTN BH berdasarkan Pasal 2 PP No. 26 Tahun 2015 ialah berasal dari APBN dan non APBN.

Selanjutnya bentuk pendanaan tersebut berdasarkan pasal berikutnya dinyatakan bahwa bentuk

pendanaan tersebut ialah bantuan pendanaan PTN BH dan atau bentuk lain yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Sebagai salah satu payung kebijakan yang berkaitan erat dengan BKT sebagai

pembiayaan yang berbasis aktivitas atau operasional, kita dapat mencermati biaya-biaya apa

saja yang termasuk dalam pendanaan yang dibiayai oleh negara dalam BKT melalui Pasal 5

PP No. 26 Tahun 2015.

Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum digunakan untuk mendanai:

a. biaya operasional;

b. biaya dosen;

c. biaya tenaga kependidikan;

d. biaya investasi; dan

e. biaya pengembangan.

BKT = UKT + BOPTN

Page 5: Download [701.60 KB]

Dasar hukum yang berkaitan dengan BKT lainnya yang perlu diperhatikan ialah

Peraturan Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi No. 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah

Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada PTN di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi,

dan Pendidikan Tinggi. Dasar hukum tersebut merupakan turunan aturan yang menjabarkan

bagaimana diberlakukannya UKT dan BKT pada Perguruan Tinggi Negeri. Di dalam lampiran-

lampiran yang terdapat dalam Permen tersebut juga dijelaskan secara rinci bagaimana

pemberlakuan UKT dan BKT yang berlaku secara nasional untuk masing-masing PTN dan

jurusannya.

Selanjutnya dasar hukum yang perlu dicermati adalah Permenristekdikti No. 5 Tahun

2016 tentang Tata Cara Penetapan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi

Negeri Badan Hukum. Pada Permen tersebut dijelaskan adanya Standar Satuan Biaya

Operasional Pendidikan Tinggi Negeri Badan Hukum (SSBOPTNBH) yang merupakan

besaran biaya operasional penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi yang sesuai dengan

standar pelayanan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Pada Permen ini kita juga

menemukan dalam lampiran-lampiran yang termuat di dalamnya penjelasan mengenai biaya

operasional pendidikan.

Lebih jelasnya, secara sederhana SSBOPTN ini dapat kita temukan dalam rumus :

BKT = Biaya Kuliah Tunggal

SSBOPTN = Standar Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum

K1 = Capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi

K2 = Jenis program studi

K3 = Indeks kemahalan wilayah

BKT= SSBOPTN x K1 x K2 x K3

Page 6: Download [701.60 KB]

Permasalahan

Dalam bahasan Biaya Kuliah Tunggal, kita tentunya akan menemukan permasalahan-

permasalahan yang berkaitan dan terjadi di dalamnya. Permasalahan-permasalahan tersebut

meliputi pemangku kepentingan (pemerintah, rektorat, dan mahasiswa) yang terdapat di

dalamnya, relevansi SUC, matriks perhitungan dan penentu besaran, serta pos-pos aliran dana.

Masing-masing bagian memiliki masalah yang berkaitan satu sama lain yang tentunya

memengaruhi bagaimana besaran BKT tersebut ditentukan.

Efisiensi Kebutuhan dan Harga dalam Perhitungan SUC

SUC sebagai sebuah metode perhitungan berbasis kegiatan tentunya memasukkan

komponen-komponen yang bersifat operasional di dalam penghitungannya. Sebagai

komponen-komponen yang menentukan besaran tersebut tentunya perlu kita cermati kembali

bagaimana besaran-besaran tersebut ditentukan, atau dalam hal ini harga-harga atau unit

cost/semester. Selain itu, masalah yang berkaitan dengan SUC sendiri ialah penentuan besaran

harga-harga, pos-pos pembiayaan, atau unit cost harus efektif dan efisien.

Update SUC sesuai Kebutuhan dan Harga

Secara historis, tingkat dan volatilitas inflasi Indonesia lebih tinggi dibanding negara-

negara berkembang lain. Sementara negara-negara berkembang lain mengalami tingkat inflasi

antara 3% sampai 5% pada periode 2005-2014, Indonesia memiliki rata-rata tingkat inflasi

tahunan sekitar 8,5% dalam periode yang sama.1

1 http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/inflasi-di-indonesia/item254

Page 7: Download [701.60 KB]

Dari data tersebut, mengingat angka inflasi rata-rata pertahun Indonesia yang cukup

tinggi, kiranya SUC ini sangat perlu untuk ditinjau ulang secara berkala. Hal ini tentunya juga

mempertimbangkan pihak yang paling mendapatkan dampak langsung dari inflasi tersebut,

yaitu dosen yang pendapatannya termasuk dalam komponen SUC tersebut. Dampak tersebut

sangat jelas akan menurunkan kemampuan konsumsi dosen apabila terjadi kenaikan harga

tetapi tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan mereka.

Pantaskah SUC dari Tiap Rumpun atau Fakultas dianggap sama ?

Permasalahan lainnya yang berkaitan juga dengan BKT ialah peninjauan kembali

penentu besaran. Dalam melihat permasalahan ini kita perlu membedah Permenristekdikti No

5 Tahun 2016 tentang tata cara penetapan SSBOPTNBH. Penentu besaran tersebut tentunya

tidak terlepas dari metode yang digunakan dalam menentukan SSBOPTNBH yang

menggunakan metode pembiayaan berbasis kegiatan. Di dalam lampiran Permen tersebut

dijelaskan kelompok-kelompok berdasarkan kebutuhan pengoperasian dan pengoperasian

penyelenggaraan program studi yang memengaruhi bagaimana SSBOPTNBH tersebut

dirumuskan.

Page 8: Download [701.60 KB]

Melalui tabel tersebut, kita dapat mengetahui bagaimana pengelompokan program

sarjana ditentukan. Pengelompokan ini tentunya sangat penting untuk kita ketahui sebagai

bagian dari perhitungan BKT yang sejatinya merupakan metode pembiayaan yang berbasis

kegiatan. Sehingga, kita dapat mengetahui SSBOPTNBH bersumber darimana dan mengapa

ditentukan besaran biaya demikian yang tentunya tidak terlepas dari penggunaan operasional

berdasarkan pengelompokan tersebut. Jika kita menghitung dari aspek kegiatan, maka biaya di

tiap rumpun bisa berbeda, tiap fakultas bisa berbeda, dan bahkan tiap jurusan bisa berbeda

besarannya.

Page 9: Download [701.60 KB]

Perhitungan BKT yang diharapkan

Dalam lampiran Permenristekdikti No. 5 tahun 2016, terdapat faktor koreksi indeks

kemahalan berdasarkan kemahalan wilayah. Besarnya SSBOPT yang tidak sama di semua

tempat dikarenakan kondisi geografis Indonesia mempunyai pengaruh terhadap besarnya biaya

penyelenggaraan pendidikan di berbagai wilayah Indonesia. Untuk mengakomodasi

keragaman biaya satuan disebabkan tingkat kemahalan wilayah, kedua belas SSBOPT di atas

dilakukan penyekalan dengan menggunakan indeks kemahalan wilayah. Indeks kemahalan

wilayah tersebut dapat kita lihat melalui tabel berikut :

Sebagaimana yang kita ketahui melalui rumusan :

Indeks (K3) kemahalan wilayah menjadi salah satu faktor penentu besaran BKT.

Sebagai salah satu faktor yang turut memengaruhi tentunya indeks kemahalan wilayah ini perlu

untuk ditinjau dan dipertimbangkan kembali relevansinya. Apakah klasifikasi kemahalan

menjadi empat kelompok tersebut sudah tepat dan paling menggambarkan realita yang

sebenarnya ataukah masih belum dan perlu disesuaikan Selain mempertimbangkan faktor

indeks wilayah, tentunya kita juga tidak bisa melupakan adanya satu faktor lain yang turut

berpengaruh pada besarnya BKT yang harus dibayarkan.

BKT = SSBOPTNBH x K1 x K2 x K3

Page 10: Download [701.60 KB]

Faktor berikutnya ialah capaian standar nasional pendidikan tinggi. Faktor ini

merupakan salah satu koefisien yang memengaruhi besarnya SSBOPTN sebagai angka pengali

yang secara sederhana dapat kita jumpai dalam rumusan :

Kemudian, untuk menentukan besarnya indeks kualitas PTN, kita akan menemukan

rumusan :

Besaran koefisien tersebut dapat kita temui pada tabel-tabel berikut :

Adanya besaran-besaran tersebut sebagai faktor pengali yang memengaruhi besaran

SSBOPT dan tentunya juga BKT sepatutnya membuat kita menijau kembali apakah koefisien

pengali tersebut sudah benar-benar sesuai dan relevan dengan kondisi yang ada saat ini

sehingga menggambarkan biaya kuliah yang benar-benar sesuai.

SSBOPT = SSBOPTN x Indeks Kualitas PTN.

Indeks kualitas PTN = 1+APS+AIPT+AI

Page 11: Download [701.60 KB]

Selain berkaitan dengan pertimbangan kembali koefisien-koefisien yang memengaruhi

besaran SSBOPTN maupun BKT, salah satu masalah yang perlu kita cermati ialah komponen

lain di luar rumus perhitungan BKT. Saat ini kita mengetahui bahwa :

UKT merupakan biaya kuliah yang dibayar oleh mahasiswa ataupun penanggung biaya

pendidikan mahasiswa. Sementara BOPTN merupakan biaya yang dikeluarkan oleh negara

yang bersumber dari APBN. Ketika hanya kedua komponen tersebut yang menopang

kebutuhan BKT, maka akan sangat jelas dampaknya jika terjadi penurunan jumlah BOPTN

maka dampaknya akan menaikkan besaran UKT untuk menutupi kebutuhan BKT. Oleh karena

itu selain kedua komponen yang menjadi rumusan BKT tersebut perlu ditambahkan adanya

satu komponen lagi yang dapat kita masukkan, yaitu Penerimaan Non-BOP.

Penerimaan Non-BOP merupakan penerimaan yang diperoleh universitas diluar dari

Bantuan Operasional Pendidikan (BOP). Penerimaan tersebut dapat bersumber dari APBN dan

APBD, hibah, ventura, maupun endowement fund, dan sebagainya. Penerimaan Non BOP ini

dapat dimasukkan sebagai komponen perhitungan BKT, maka tentunya akan sangat

meringankan pembenanan terhadap mahasiswa yang harus membayar UKT berlebih karena

harus menutupi kekurangan akibat menurunnya jumlah BOPTN. Oleh karena itu, kiranya

Penerimaan Non-BOP ini dapat ditinjau kembali agar dijadikan sebagai salah satu komponen

yang turut menanggung beban BKT agar pembebanan BKT tidak bertumpu di pihak

mahasiswa atau dalam konteks ini komponen UKT.

Maka, seharusnya rumusan baru untuk PTN-BH dalam penghitungan UKT adalah:

Artinya,

BKT = UKT + BOPTN

BKT = UKT + BOPTN + NON BP

UKT = BKT – BOPTN – NON BP

Page 12: Download [701.60 KB]

Stakeholders penentu kebijakan : Apa yang seharusnya dilakukan?

Permasalahan-permasalahan yang telah digambarkan di atas tentunya berkaitan dengan

pemangku kebijakan yang terlibat dalam penentuan kebijakan BKT ini, yaitu pemerintah,

rektorat, dan mahasiswa.

Peran Negara

Secara ideal, pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah. Tanggung jawab

tersebut dalam konteks ini khususnya berupa pendanaan pendidikan. Negara tidak bisa

melepaskan begitu saja tanggung jawabnya tersebut dan oleh karenanya pemerintah wajib

menyediakan adanya pendanaan dari negara dalam pembiayaan PTN. Peran pendanaan negara

tersebut dalam UU No 12 Tahun 2012 ditemui dalam bentuk Bantuan Operasional Perguruan

Tinggi Negeri (BOPTN).

Pimpinan Universitas

Rektorat sebagai jajaran eksekutif yang berwenang dalam tataran universitas tentunya

memiliki andil besar dalam menentukan bagaimana kebijakan BKT ini. Dalam konteks UI,

rektorat memiliki andil dalam membentuk format SUC yang kita ketahui saat ini. Selain

membentuk format tersebut pihak rektorat juga membentuk asumsi-asumsi yang berkaitan

dengan SUC seperti harga-harga, pos-pos perhitungan, hingga asumsi-asumsi lainnya seperti

jumlah mahasiswa, penggunaan barang-barang operasional, dan sebagainya. Kemudian,

sebagai bentuk legalisasi bentuk dan mekanisme SUC menjadi suatu kebijakan, rektorat adalah

pihak yang mengesahkan bentuk dan mekanisme tersebut ke dalam bentuk Surat Keputusan

Rektor.

Peran Mahasiswa

Selain rektorat, pihak yang juga berperan sebagai pemangku kepentingan ialah

mahasiswa itu sendiri. Dalam penentuan kebijakan ini, masih berdasarkan paparan singkat

historis SUC pada bagian latar belakang, pihak rektorat sendiri melemparkan wacana pelibatan

mahasiswa dalam perhitungan SUC pada tahun 2008. Sejalan dengan hal tersebut, pada tahun

ini wacana perumusan kembali SUC telah digulirkan. Dalam hal ini, mahasiswa melalui

lembaga-lembaga yang terlegitimasi berhak turut andil dalam menentukan bagaimana konsep

SUC ke depannya.

Page 13: Download [701.60 KB]

Kesimpulan

Dari permasalahan-permasalahan yang dibahas di atas, dapat dilhat bahwa penentuan

besaran BKT dan UKT tidak sederhana. Dibutuhkan proses yang panjang untuk dapat

menemukan nominal yang sesuai untuk UKT yang dibayarkan oleh mahasiswa. Konsep

perhitungan yang telah dibuat oleh pemerintah seharusnya dapat dijalankan oleh Universitas.

Sehingga, universitas tidak sesat pikir dalam penentuan besaran UKT untuk mahasiswanya,

terutama di Universitas Indonesia.

Ada beberapa saran dan rekomendasi untuk dipertimbangkan dalam pembentukan

kebijakan ke depannya bagi universitas, yaitu :

1. Perlunya peninjauan kembali SUC untuk agar tercapainya perhitungan yang efektif dan

efisien sehingga biaya yang dikeluarkan benar-benar sesuai kebutuhan dan dapat

dimanfaatkan fasilitasnya.

2. Perlunya peninjauan kembali besaran-besaran serperti koefisien Indeks kemahalan

wilayah dan Indeks capaian perguruan tinggi atau komponen-komponen yang berkaitan

dengan SUC lainnya, hal ini dapat dilihat dari tingkat harga yang berubah dari waktu

ke waktu dan capaian perguruan tinggi yang meningkat dan menurun pula.

3. Penambahan komponen Penerimaan non-BOP dalam rumus perhitungan BKT terutama

untuk PTN BH.

4. Optimalisasi peran pemangku-pemangku kepentingan yang berpengaruh dalam

perumusan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dalam konteks ini pemerintah, rektorat, dan

mahasiswa.

Page 14: Download [701.60 KB]

Daftar Pustaka

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan

“Inflasi di Indonesia (Indeks Harga Konsumen)” http://www.indonesia-

investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/inflasi-di-indonesia/item254

(Akses : 28 Maret 2016)

www.tradingeconomics.com (Akses : 28 Maret 2016)

Permenristekdikti No. 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Standar Satuan

Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Rekomendasi Kebijakan BK MWA UI UM 2014