DOSIS PASIEN PADA PEMERIKSAAN SINAR-X MEDIK...
Transcript of DOSIS PASIEN PADA PEMERIKSAAN SINAR-X MEDIK...
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 21
DOSIS PASIEN PADA PEMERIKSAAN SINAR-X MEDIK RADIOGRAFI
Eri Hiswara, Heru Prasetio, dan Hasnel Sofyan
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - BATAN
ABSTRAK
DOSIS PASIEN PADA PEMERIKSAAN SINAR-X MEDIK RADIOGRAFI. Teknik diagnosis untuk melihat kondisi fisik seorang pasien dengan menggunakan pesawat sinar-X merupakan teknik yang paling banyak digunakan di dunia. Berdasar Badan PBB untuk Efek Radiasi Atom (UNSCEAR), aplikasi diagnostik dan mammografi dengan pesawat sinar-X memberikan kontribusi terbesar bagi penerimaan dosis radiasi oleh penduduk dunia. Untuk kepentingan keselamatan pasien, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), telah merekomendasikan penggunaan tingkat panduan agar dosis radiasi yang diterima pasien tersebut optimum sambil tetap mempertahankan kualitas citra film yang dihasilkan dari aplikasi ini. Dalam kaitan ini telah dilakukan studi kesesuaian kinerja pesawat sinar-X diagnostik yang digunakan dan penentuan tingkat dosis radiasi yang diterima oleh pasien. Hasil studi dibandingkan dengan standar yang ada untuk menentukan kelaikan kinerja pesawat sinar-X diagnostik, sementara data dosis pasien dibandingkan dengan tingkat panduan untuk pajanan medik yang diberikan IAEA. Studi dilakukan dengan melakukan pengukuran di berbagai jenis pesawat sinar-X yang ada di beberapa rumah sakit di Indonesia. Hasil studi menunjukkan bahwa hampir seluruh pesawat lolos semua uji, kecuali tiga pesawat sinar-X konvensional dan tiga pesawat gigi panoramik yang tidak lolos uji akurasi kVp. Untuk penerimaan dosis pasien, hasil pengukuran menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat panduan yang direkomendasikan IAEA, dan telah diadopsi oleh BAPETEN, tidak dilampaui. Perbandingan dosis pasien yang diperoleh pada studi ini dengan hasil yang diperoleh di beberapa negara maju memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya. Informasi ini dengan demikian membantah anggapan umum bahwa bahwa dosis pasien di negara berkembang selalu lebih besar dari dosis pasien di negara maju. Kata kunci: pesawat sinar-X diagnostik, dosis pasen, kinerja pesawat sinar-X
ABSTRACT
PATIENT DOSES IN X-RAYS MEDICAL RADIOGRAPHIC EXAMINATIONS. Diagnostic technique to study physical condition of a patient using X-rays is the most common technique used in the world. According to the United Nations Scientific Committee on Effects of Atomic Radiation (UNSCEAR), applications of diagnostic and mammography using X-rays contribute to the biggest portion of radiation doses received by world’s population. For the purposes of safety to the patient, the International Atomic Energy Agency (IAEA) recommends to use guidance levels so that radiation doses received by patient be optimized while maintaining quality of film image produced by these procedures. In this regard study on compliance test of diagnostic X-ray machine and determination of the level of radiation doses received by patient, has been carried out. Results of study are compared to the existing standard to determine the performance of diagnostic X-rays , whereas data on doses received by patient are compared to the guidance levels for medical exposures recommended by the IAEA. The study was carried out in several hospitals in Indonesia. The results show that most of guidance levels recommended by the IAEA, and adopted by BAPETEN, are not exceeded. Comparison of patient doses obtained in this study with those obtained in several developed countries shows no significant difference between the two. This information, therefore, rebutts the general assumption that patient doses in developing countries are always higher than those in developed countries.
Keywords : diagnostic X-ray machine, patient doses, performance of X-rays machine.
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 22
1. PENDAHULUAN
Kontribusi terbesar dosis radiasi
yang diterima oleh penduduk dunia adalah
dari aplikasi radiasi di bidang medik, dan
lebih dari 90% kontribusi ini berasal dari
sinar-X diagnostik. Salah satu penyebab dari
kenyataan ini adalah banyaknya pemeriksaan
sinar-X yang dilakukan setiap tahunnya.
Laporan Komite Ilmiah PBB untuk Efek
Radiasi Atom (UNSCEAR) 1 memperkirakan
bahwa pada tahun 2000 pemeriksaan sinar-X
diagnostik mencapai 2100 juta pemeriksaan,
atau sekitar 360 pemeriksaan untuk setiap
1000 penduduk di seluruh dunia. Angka ini
sekitar 10% lebih tinggi dari 330 per 1000
penduduk untuk periode tahun 1991-1995 2,
yang berarti telah terjadi peningkatan jumlah
pemeriksaan setiap tahunnya.
Pemeriksaan sinar-X diagnostik pada
dasarnya dilakukan untuk memperoleh citra
obyek tubuh yang diperiksa. Citra diperoleh
dari proyeksi obyek pada layar oleh berkas
sinar-X yang diatur pada kondisi statis.
Variasi intensitas sinar-X akan diperoleh
akibat proses pelemahannya oleh obyek.
Variasi intensitas ini oleh layar diubah
menjadi variasi dalam bentuk berkas cahaya
tampak, dan selanjutnya cahaya dari layar
akan dideteksi oleh film dan dirubah menjadi
citra radiografi. Teknologi ini dikenal sebagai
citra dua dimensi.
Pada saat ini teknologi pencitraan
diagnostik dengan pesawat sinar-X telah
mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Teknologi citra dua dimensi dalam waktu
singkat disusul oleh teknologi citra yang
bergerak secara real time dengan teknik
fluoroskopi, dan kemudian disempurnakan
dengan citra tiga dimensi melalui Computed
Tomography Scan, atau CT-Scan. Saat ini
teknologi pencitraan bahkan telah mampu
menampilkan aktivitas kimia yang sedang
berlangsung di dalam organ.
Perkembangan teknologi pencitraan
yang semakin canggih menuntut proses kerja
dengan tingkat akurasi yang tinggi. Untuk
mencegah kesalahan yang mungkin terjadi,
Badan Kesehatan Sedunia (WHO) telah
memperkenalkan program jaminan mutu
(PJK) di bidang radiologi diagnostik sejak
tahun 1982 3. Salah satu unsur dari PJK
adalah penerapan uji kesesuaian untuk
memastikan bahwa pesawat sinar-X yang
digunakan masih berfungsi dengan baik,aman
bagi pasien dan dapat menghasilkan citra
yang baik.
Parameter penting uji kesesuaian
yang berhubungan dengan radiasi dalam
pengambilan citra adalah akurasi tegangan
kerja, waktu, dan kualitas berkas radiasi.
Tegangan kerja yang dikeluarkan oleh
pesawat sinar-X harus sesuai dengan yang
ditampilkan oleh panel generator sinar-X,
karena perbedaan antara pengaturan di panel
dengan yang dihasilkan oleh pesawat sinar-X
akan mengakibatkan terjadinya pemberian
dosis yang tidak perlu dan kualitas citra yang
dihasilkan tidak sesuai dengan yang
diharapkan oleh operator. Akurasi waktu
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 23
panel dengan yang dikeluarkan dari generator
sinar-X juga sangat dibutuhkan agar dosis
radiasi dan citra yang diperoleh tidak
mengalami pajanan berlebih atau kurang,
sementara kualitas berkas radiasi akan
menunjukkan kemampuan radiasi menembus
obyek, yang dinyatakan dalam HVL.
Semakin besar HVL daya tembus sinar-X
semakin besar, dan dosis yang dihasilkan
lebih rendah karena radiasi yang memiliki
energy rendah lebih sedikit. Tegangan kerja,
waktu dan kualitas radiasi yang tidak sesuai
dengan standar minimal spesifikasi pesawat
sinar-X akan sangat mempengaruhi kualitas
citra dan dosis yang diberikan ke pasien.
Kecanggihan teknologi citra juga
membawa dampak meningkatnya potensi
penerimaan dosis radiasi oleh pasien. Untuk
mengendalikan penerimaan dosis pasien ini
Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA)
telah memberikan rekomendasi mengenai
tingkat panduan dosis yang diberikan tidak
hanya untuk radiografi diagnostik, namun
juga untuk CT, mamografi dan fluoroskopi 4.
Di Indonesia, nilai tingkat panduan yang
direkomendasikan IAEA ini telah diadopsi
dan diberlakukan oleh Badan Pengawas
Tenaga Nuklir (BAPETEN) 5.
Namun demikian, nilai tingkat
panduan yang diberikan IAEA belum tentu
sesuai dengan kondisi negara tertentu
mengingat kondisi fisik setiap orang di setiap
negara tidak sama. Untuk itu diharapkan
setiap negara juga memiliki data mengenai
dosis yang diterima oleh pasien yang
menjalani pemeriksaan medik yang
kemudian dapat digunakan sebagai tingkat
panduan pada negara tersebut.
Dalam penelitian ini telah dilakukan
kajian keselamatan radiasi yang meliputi
pengujian kesesuaian kinerja pesawat sinar-X
diagnostik dan penentuan dosis radiasi yang
diterima oleh pasien diagnostik. Kajian
dilakukan pada beberapa rumah sakit yang
ada di Indonesia. Hasil kajian penerimaan
dosis radiasi oleh pasien diagnostik ini
selanjutnya akan digunakan untuk
mengembangkan suatu metode standar untuk
mengumpulkan data penerimaan dosis pasien
tersebut. Metode yang dikembangkan ini
diharapkan dapat diadopsi secara luas oleh
setiap lembaga yang memiliki kemampuan
dalam mengumpulkan data dosis tersebut,
sehingga data Indonesia tentang penerimaan
dosis pasien diagnostik secara lebih cepat
dapat terkumpul dan tingkat panduan medik
diagnostik untuk Indonesia dapat ditetapkan
berdasar data yang valid.
2. METODOLOGI
Uji kesesuaian pesawat sinar-X
diagnostik dilakukan sesuai dengan protokol
yang dikembangkan oleh Dewan Radiologik
Australia Barat 6. Dalam hal ini dilakukan
pengukuran untuk parameter akurasi
tegangan kerja, waktu pajanan radiasi,
kedapatulangan tegangan kerja, waktu dan
keluaran radiasi, linieritas arus dan keluaran,
dan kualitas berkas radiasi. Peralatan yang
digunakan adalah non-invasive beam
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 24
analyzer untuk pengukuran tegangan kerja,
waktu dan keluaran, dan filter aluminium
untuk pengukuran kualitas berkas. Hasil
pengukuran kemudian dibandingkan dengan
standar atau batas toleransi yang
direkomendasikan oleh BC Centre for
Disease Control, Kanada 7. Gambar 1
memperlihatkan konfigurasi pengukuran
untuk uji kesesuaian pesawat sinar-X ini,
sementara Tabel 1 memperlihatkan batas
toleransi yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi BC CDC Kanada.
Gambar 1. Konfigurasi pengukuran untuk uji kesesuaian pesawat sinar-X.
Lembaran filter Al digunakan hanya
untuk pengukuran kualitas berkas radiasi.
Penentuan tingkat penerimaan dosis pasien
dilakukan dengan protokol yang
dikembangkan IAEA 8. Untuk pesawat sinar-
X konvensional dilakukan dengan
menempelkan langsung alat ukur dosis TLD
(thermoluminescence dosimeter) di tubuh
pasien, sementara untuk pesawat sinar-X gigi
hasil pengukuran dengan TLD dikoreksi lagi
perangkat lunak yang sesuai, sementara
untuk pesawat sinar-X mamografi penentuan
dosis dilakukan dengan perkiraan berdasar
nilai dosis glandular rata-rata (MGD, mean
glandular dose) sebesar 50%. Penentuan
dosis pasien dilakukan pada jenis
pemeriksaan lumbo sakral (AP, LAT),
abdomen (AP), pelvis (AP), sendi panggul
(AP), paru (PA, lateral), thoraks (AP, LAT,
PA), BNO (AP), gigi (intraoral), ekstremitas,
servik (AP,LAT), dan kepala. Hasil
penentuan dosis pasien ini kemudian
dibandingkan dengan tingkat panduan untuk
pajanan medik yang direkomendasikan oleh
IAEA 4 atau BAPETEN 5.
Kajian dilakukan di beberapa rumah
sakit di Indonesia, yaitu di Jakarta (RS
Kanker Dharmais, RS Fatmawati dan RS
Islam), Bandung (RS Kebon Jati),
Yogyakarta (RSGM Prof. Sudomo, RSUD
Tidar, RS PKU Muhammadiyah, RS Dr.
Sardjito), Surabaya (RS Haji, RSAL
Ramelan), Padang (RS M. Jamil, RS Yos
Sudarso, RS Siti Rahmah, RS Bunda Medica
Center, Poliklinik FKG Baiturrahmah) dan
Banjarmasin (RS Ulin).
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 25
Tabel 1. Batas toleransi uji kesesuaian pesawat sinar-X diagnostik.
No. Parameter Pengujian Batas toleransi 1. Akurasi tegangan (kVpanel –kVterukur)/kVpanel = ± 10% 2. Akurasi waktu (tpanel –tterukur)/tpanel = ± 10% 3. Linieritas keluaran Koefisien Linieritas
Dimana X1 dan X2 sensitivitas paparan (mGy/mAs) dari dua pengukuran yang berurutan
4. Kedapatulangan kV, waktu, dan keluaran
Koefisien variasi (C )
5. Kualitas berkas (HVL) Pesawat diagnostik konvensional 70 kV ≥ 2,1 mm Al, 80 kV ≥ 2,3 mm Al
Pesawat dental 50 kV ≥ 1,5 mm Al, 60 kV ≥ 1,8 mm Al
Pesawat mamografi (kVp/100) ≤ HVL ≤ (kVp/100 + C)
dengan c = 0,12 untuk kombinasi target/filter Mo/Mo
6. Kesesuaian dan kelurusan berkas Perbedaan ukuran berkas cahaya dan berkas sinar x ≤ 2% SID
Akurasi dimensi bidang sinar-X ≤ 2% SID
Perbedaan titik pusat bidang sinar-X dengan titik pusat berkas cahaya ≤ 2% SID
7. Kebocoran tabung ≤ 1 mGy/jam atau 115 R/jam pada jarak 1 meter dari titik focus, kecuali pesawat sinar-X dental ≤ 0,25 mGy/jam atau 28,5 mR/jam pada jarak 1 m dari titik focus.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebanyak 36 pesawat sinar-X
diagnostik dari 16 rumah sakit dan poliklinik
telah digunakan untuk kajian keselamatan
radiasi ini. Rincian jenis pesawat sinar-X
tersebut adalah 18 buah konvensional, 7 buah
mammografi, 4 gigi intraoral, dan 7 gigi
panoramik.
Tabel 2, 3, 4 dan 5 masing-masing
memperlihatkan hasil uji kesesuaian pesawat
sinar-X konvensional, mammografi, sinar-X
gigi intraoral dan sinar-X panoramik. Dengan
membandingkan data hasil uji kesesuaian
pada keempat tabel dengan batas toleransi
yang diberikan pada Tabel 1, terlihat hampir
seluruh pesawat lolos semua uji, kecuali
untuk uji akurasi tegangan kerja (kVp). Pada
pesawat sinar-X konvensional tiga pesawat
tidak lolos uji akurasi kVp ini, sementara
pada pesawat gigi panoramik tiga pesawat
juga tidak lolos uji yang sama. Pada uji
kualitas berkas untuk pesawat sinar-X
konvensional, seperti terlihat pada Gambar 2,
semua pesawat mampu memenuhi
persyaratan.
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 26
Tabel 2. Hasil uji kesesuaian pesawat sinar-X konvensional.
No. Kode Pesawat
Kedapatulangan Akurasi Linieritas keluaran Tegangan
kerja (%) Waktu
pajanan (%) Keluaran
radiasi (%) Tegangan kerja (%)
Waktu pajanan (%)
1 A1a 0.570 0.180 0.540 4.340 0.350 0.021 2 A1b 0.410 0.160 0.120 1.180 - 0.000 3 A2a 0.270 0.510 3.580 3.410 9.570 0.035 4 A3a 1.360 2.350 0.900 2.550 - 0.001 5 A3b 0.540 0.650 0.180 0.560 - - 6 A4a 0.330 0.150 0.930 6.890 5.570 0.042 7 A4b 0.500 0.620 0.230 2.150 1.900 0.237 8 A5a 0.120 0.470 1.380 9.690 4.080 0.016 9 A5b 1.700 0.060 2.610 5.810 4.010 0.133 10 A6a 0.612 0.172 0.417 11.315 - 0.041 11 A7a 0.101 0.000 0.049 1.689 5.446 0.017 12 A8a 1.615 0.118 1.409 2.051 1.480 0.208 13 A7b 0.067 0.000 1.281 1.953 3.169 0.002 14 A9a 0.743 0.000 2.231 9.480 8.502 0.043 15 A10a 0.791 0.304 1.437 10.856 - -* 16 A10b 4.353 0.151 0.999 20.086 0.002 0.002 17 A10c 0.798 0.000 1.544 5.109 5.029 0.114 18 A10d 0.347 0.000 0.293 0.844 - 0.010
* Tidak dilakukan karena pesawat menggunakan metode capacitor discharge untuk menghasilkan tegangan dan arus.
Tabel 3. Hasil uji kesesuaian pesawat sinar-X mammografi.
No. Kode Pesawat
Kedapatulangan Akurasi Linieritas keluaran Tegangan
kerja (%) Waktu
pajanan (%) Keluaran
radiasi (%) Tegangan kerja (%)
Waktu pajanan (%)*
1 B1a 0.371 1.117 - 0.014 2 B2a 0.668 0.030 0.920 1.056 - 0.003 3 B3a 0.129 0.268 0.148 3.789 - 0.001 4 B4a 0.028 0.365 0.137 1.905 - 0.002 5 B5a 0.040 0.010 0.014 2.493 - 0.005 6 B4b 0.028 0.365 0.137 1.905 - 0.002 7 B4c 0.028 0.365 0.137 1.905 - 0.002
*Kontrol arus dan waktu menjadi satu parameter mAs.
Tabel 4. Hasil uji kesesuaian pesawat sinar-X gigi intraoral.
No. Kode Pesawat
Kedapatulangan Akurasi Linieritas keluaran Tegangan
kerja (%) Waktu
pajanan (%) Keluaran
radiasi (%) Tegangan kerja (%)
Waktu pajanan (%)*
1 C1a 0.226 0.044 0.397 2.167 0.019 2 C2a 0.100 1.428 2.620 0.155 3 C3a 0.410 0.240 0.080 6.728 0.090 4 C4a 0.140 0.000 1.460 0.970 0.046 0.002
*Beberapa pesawat tidak memiliki indikator waktu pada panel.
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 27
Tabel 5. Hasil uji kesesuaian pesawat sinar-X gigi panoramik.
No. Kode Pesawat
Kedapatulangan Akurasi Linieritas keluaran Tegangan
kerja (%) Waktu
pajanan (%) Keluaran
radiasi (%) Tegangan kerja (%)
Waktu pajanan (%)
1 D1a 1.046 0.000 0.973 15.878 0.116 0.024 2 D2a 2.285 0.942 6.199 12.415 3 D3a 0.372 0.179 0.410 27.512 4 D4a 0.560 0.060 0.460 3.825 2.390 0.003 5 D4b 0.560 0.060 0.460 3.825 2.390 0.040 6 D5a 0.270 0.040 0.180 1.360 0.590 0.005 7 D5b 0.270 0.040 0.180 1.360 0.590 0.005
Meski pun ada pesawat sinar-X yang
akurasi tegangan kerjanya tidak lolos uji, dalam pengambilan data dosis pasien semua data yang diperoleh dari semua pesawat tetap digunakan. Hal ini karena dalam kegiatan rutin para operator pesawat sinar-X telah mengetahui kondisi penyimpangan tersebut dan mereka telah melakukan koreksi agar kondisi penyinaran yang digunakan sesuai dengan kebutuhan radiografi dan citra yang dihasilkan.
Gambar 3 memperlihatkan hasil uji kedapatulangan kV, waktu pajanan dan keluaran semua pesawat sinar-X yang diukur,
Gambar 4 memperlihatkan hasil uji akurasi kV dan waktu pajanan semua pesawat sinar-X yang diukur, dan Gambar 5 memperlihatkan hasil uji linieritas semua pesawat sinar-X yang diukur. Dengan membandingkan hasil yang diberikan pada ketiga gambar ini dengan batas toleransi, dapat diketahui bahwa semua pesawat sinar-X yang diukur memenuhi batas toleransi yang diberikan.
Gambar 2. Hasil uji kualitas berkas untuk pesawat sinar-X konvensional.
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 28
Gambar 3. Hasil uji kedapatulangan kV, waktu pajanan dan keluaran semua pesawat sinar-X yang diukur.
Gambar 4. Hasil uji akurasi kV dan waktu pajanan semua pesawat sinar-X yang diukur.
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 29
Gambar 5. Hasil uji linieritas semua pesawat sinar-X yang diukur.
Hasil pengukuran penerimaan dosis
pasien dalam dosis masuk permukaan (ESD,
entrance surface dose) pada pemeriksaan
dengan pesawat sinar-X konvensional terlihat
pada Tabel 6. Data terimaan dosis pasien
yang diperoleh cukup bervariasi tergantung
kondisi klinis dan parameter pajanan yang
digunakan. Jenis pemeriksaan yang dilakukan
meliputi foto thorak AP (15), thorak PA (86),
thorak lateral (5), pelvis AP (10), abdomen
AP(19), servik AP(10), servik lateral (5),
lumbo sakral AP (7), lumbo sakral lateral (7),
kepala AP/PA (3), kepala lateral (4),
eksterimitas (atas dan bawah) (48). Data
pasien terbanyak berasal dari jenis
pemeriksaaan foto thorak PA, sedangkan
jumlah data terendah yaitu untuk jenis
pemeriksaan foto kepala.
Seperti terlihat pada Tabel 6, data
yang diperoleh sangat bervariasi dan sangat
dipengaruhi oleh kondisi klinis dan parameter
pemeriksaan. Pada pemeriksaan gigi yang
meliputi intraoral, panoramik dan
chepalometri, parameter penyinaran berada
pada rentang 50-62kV dan 5.6-10mAs, 50-
82kV dan 5.6-11.2mAs, 90-95kV dan 4.5-
5.2mAs. Kondisi penyinaran dipengaruhi
oleh kebutuhan klinis yang dibutuhkan oleh
dokter, dosis rata-rata yang diperoleh untuk
pemeriksaan gigi intraoral, chepalometri dan
panoramik adalah 4.035mGy, 2.047mGy dan
0.04mGy.
Berdasar rekomendasi IAEA dan
BAPETEN, tingkat dosis untuk pemeriksaan
gigi intraoral dan chepalometri masing-
masing adalah 7 mGy dan 5mGy. Data
pengukuran memperlihatkan bahwa hasil
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 30
yang diperoleh masih lebih rendah
dibandingkan dengan rekomendasi IAEA
atau BAPETEN tersebut. Pada pemeriksaan
panoramik, pada saat ini belum ada
rekomendasi tentang batasan dosis yang
boleh diterima oleh pasien. Pada pemeriksaan
gigi kondisi berat badan pasien kurang
berpengaruh karena area penyinaran yang
diamati adalah bagian kepala. Parameter
yang penting adalah ukuran kepala. Sebagian
besar pasien pada radiodiagnostik gigi berada
pada rentang umur 16-40 tahun dengan
jumlah 57%, sedangkan pada rentang umur
0-15 tahun sebanyak 30% dan sisanya 13%
pada rentang umur > 40 tahun.
Secara umum, dosis pasien rata-rata
yang diterima masih di bawah tingkat
panduan dosis yang direkomendasikan oleh
BAPETEN. Namun ada beberapa pasien
yang menerima dosis di atas nilai panduan
dosis seperti pada pemeriksaan gigi intraoral
(maksimum pada 13,516 mGy) dan
chefalometri (maksimum pada 7,132 mGy).
Walaupun masih dapat dibenarkan, tetapi
harus dipikirkan upaya untuk mengurangi
dosis yang diterima oleh pasien. Terutama
untuk foto gigi, karena daerah yang terpajan
radiasi terdapat banyak organ kritik seperti
mata, tiroid, dan calvaria. Organ-organ ini
sensitif terhadap radiasi, sehingga
dikhawatirkan bila terjadi pemberian dosis
yang berlebihan akan mengakibatkan
kerusakan pada organ-organ tersebut.
Tabel 6. Hasil pengukuran penerimaan dosis pasien pada pemeriksaan dengan sinar-X konvensional dan gigi.
Jenis pemeriksaan ESD (mGy) ESD rata-rata (mGy)
Tingkat panduan IAEA/BAPETEN Maksimum Minimum Deviasi
Intra oral 13,52 0,94 2,73 4,51 7 Panoramik 0,09 0,01 0,03 0,04 * Cefalometri 7,13 0,25 3,39 2,05 5 Thoraks AP 0,80 0,02 0,23 0,30 10 Thoraks PA 0,39 0,01 0,30 0,39 0.4
Thoraks LAT 16,97 0,08 7,34 3,86 20 Pelvis AP 3,26 0,30 0,86 1,59 10
Abdomen AP 2,19 0,28 0,70 1,67 10 Servik AP 0,72 0,31 0,16 0,52 *
Servik LAT 1,12 0,30 0,34 0,67 * Lumbo sakral AP 4,07 0,63 1,051 2,05 10
Lumbo Sakral LAT 6,23 0,24 2,34 4,23 30 Kepala AP/PA 1,74 0,77 0,48 1,25 5 Kepala LAT 1,35 0,16 0,56 0,85 3 Ekstrimitas 1,23 0,03 0,23 0,29 *
*) Tingkat panduan tidak diberikan.
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 31
Studi penerimaan dosis pasien yang
melibatkan 12 negara Asia, Afrika dan Eropa
Timur telah dilakukan oleh IAEA [9]. Hasil
studi yang dibandingkan dengan hasil dari
beberapa negara lain diberikan pada Tabel 7.
Tabel 7 juga memberikan hasil yang
diperoleh pada studi ini. Seperti terlihat,
kecuali untuk dosis pada pemeriksaan thoraks
PA yang relatif sama, beberapa dosis pada
pemeriksaan yang lain umumnya lebih
rendah dari hasil yang diperoleh IAEA.
Perbandingan dengan hasil yang diperoleh
dari beberapa negara maju juga
memperlihatkan bahwa dosis pasien di
negara berkembang relatif tidak berbeda
dengan dosis pasien di negara-negara maju
tersebut.
Untuk pemeriksaan mammografi,
seperti terlihat pada Tabel 8, kondisi
pemeriksaan sangat bervariasi bergantung
pada kondisi pasien.
Terlihat setiap rumah sakit
menggunakan teknik pengambilan gambar
yang berbeda-beda. Beberapa rumah sakit
menggunakan kondisi penyinaran (kV dan
mAs) disesuaikan dengan kondisi ketebalan
payudara, dan beberapa rumah sakit
menggunakan kondisi penyinaran yang sama
untuk semua kondisi ketebalan payudara.
Kondisi tegangan kerja berada pada rentang
25-33 kV dengan rata-rata 27.25 kV, dan
kondisi mAs berada pada rentang 4-90 mAs
dengan rata-rata 26.72 mAs untuk semua
sumah sakit untuk semua sumah sakit.
Ketebalan payudara pasien juga bervariasi
dengan ketebalan terkecil 2.8-7.4 cm dengan
ketebalan rata-rata 4.9 cm untuk semua
rumah sakit. Ketebalan payudara sangat
mempengaruhi dosis yang akan diterima oleh
pasien.
Tabel 7. Perbandingan dosis pasien di beberapa negara untuk jenis pemeriksaan yang sama.
Negara ESD (mGy)
Thoraks PA
Lumbo AP
Lumbo LAT
Abdomen AP
Pelvis AP
Kepala AP dan PA
AS 0,25 5,0 - 4,5 - - Inggeris 0,15 5,0 11,7 4,7 3,6 2,3 Australia 0,12 6,1 15,1 4,2 3,9 1,9 Kanada 0,11 3,34 - 2,35 - - Finlandia 0,24 8,8 18,2 7,1 6,2 3,4 Yunani 0,18 - - 1,36 - - Korea 0,21 2,8 6,17 2,33 2,44 2,04 Taiwan 0,52 5,91 18,9 4,77 5,13 2,6 Selandia Baru 0,22 22,8 35,5 20,4 21,4 3,0 IAEA *) 0,33 4,07 8,53 3,64 3,68 2,41 Studi ini 0,39 2,05 4,23 1,67 1,59 - *) Rata-rata dari 12 negara.
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 32
Dalam penelitian ini faktor koreksi
kelenjar payudara menggunakan nilai 50%,
dan dosis MGD yang didapat adalah MGD
pada kondisi 50% jumlah kelenjar payudara.
Nilai dosis untuk rumah sakit yang
menggunakan fasilitas Automatic Exposure
Control (AEC) pada umumnya lebih rendah
dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak
menggunakan fasilitas AEC. Nilai MGD50%
rata-rata pada rumah sakit yang
menggunakan AEC adalah 0.15 mGy, 1.53
mGy dan 0.86 mGy, pada rumah sakit yang
tidak menggunakan fasilitas AEC nilai
MGD50% rata-rata adalah 4.05 mGy dan
nilai ini melebihi batas toleransi yang
direkomendasikan oleh badan pengawas
yaitu 3mGy. Ini menunjukkan bahwa
penggunaan AEC sebaiknya dioptimalkan
untuk mengurangi dosis pada kelenjar
payudara. Secara keseluruhan MGD50%
untuk semua rumah sakit adalah 0.84 mGy,
dengan dosis maksimal 4.376 mGy, minimal
0.076 mGy dan standar deviasi 1.37 mGy.
Tabel 8. Kondisi parameter pajanan pemeriksaan mammografi dan
perkiraan nilai MGD 50%.
RS B4 RS B3
kV mAs Ketebalan (cm)
MGD50% (mGy) kV mAs
Ketebalan (cm)
MGD50% (mGy)
rerata 26.41 10.89 5.23 0.15 28.26 61.89 5.12 1.53 Standar deviasi 1.06 4.57 1.02 0.04 1.19 2.62 0.40 0.20 Max 29 27 7.4 0.24 30 63 5.9 1.88 Min 25 4 2.8 0.08 27 56 4.5 1.21 RS B5 RS B1
kV
mAs
Ketebalan (cm)
MGD50% (mGy)
kV
mAs
Ketebalan (cm)
MGD50% (mGy)
rerata 30 90 3.29 4.05 31.3 29.7 4.97 0.86 Standar deviasi 0 0 0.18 0.19 1.89 2.58 0.82 0.12 max 30 90 3.6 4.38 33 32 6 1.05 min 30 90 3 3.75 28 25 3.5 0.66
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 33
4. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari
hasil studi ini adalah:
1. Sebagian besar pesawat sinar-X yang
diukur menunjukkan kinerja yang
memuaskan, kecuali tiga pesawat sinar-X
konvensional dan tiga pesawat gigi
panoramik yang tidak lolos uji akurasi
kVp.
2. Sebagian besar data dosis pasien
menunjukkan relatif lebih rendah dari
rekomendasi IAEA, kecuali pada satu
pemeriksaan gigi intraoral dan satu pada
pemeriksaan chefalometri yang
melampauinya.
3. Perbandingan nilai dosis pasien yang
diperoleh pada studi ini dengan hasil
yang diperoleh dari beberapa negara
maju juga memperlihatkan bahwa dosis
pasien di negara berkembang relatif tidak
berbeda dengan dosis pasien di negara-
negara maju tersebut.
Untuk menyempurnakan hasil studi
ini dan untuk memperoleh tingkat panduan
dalam pemeriksaan medik diagnostik yang
representatif untuk Indonesia, disarankan
agar dilakukan studi dengan sampel pesawat
sinar-X yang lebih besar dari beberapa
provinsi lain.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih diucapkan kepada para
staf di rumah sakit tempat studi ini
dilaksanakan yang telah membantu
mengoperasikan pesawat sinar-X diagnostik,
dan kepada Sdr. Dyah D. Kusumawati, Helfi
Yuliati dan Suyati yang telah membantu
melakukan pengukuran. Studi ini juga tidak
akan terlaksana tanpa bantuan dana dari
Program Sinergi dan Sinkronisasi Penelitian
dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Nuklir DIKTI-BATAN tahun
2009.
DAFTAR PUSTAKA
1. UNSCEAR, Sources and Effects of
Ionizing Radiation: Reports to the General Assembly with Scientific Annexes, Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation, UN, New York (2000).
2. UNSCEAR, Sources and Effects of Ionizing Radiation (Reports to the General Assembly with Scientific Annexes). Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation, UN, New York (1996).
3. WHO, Quality Assurance in Diagnostic Radiology, WHO, Geneva (1982).
4. IAEA, Basic Safety Standards for Protection against Ionizing Radiation and for Safety of Radiation Sources, Safety Seres No.115, IAEA, Vienna (1996).
5. Keputusan Kepala BAPETEN No. 01-P/Ka-BAPETEN/I-03 tentang Pedoman Dosis Pasien Radiodiagnostik.
6. Radiological Council of Western Australia. Diagnostic X-Ray Equipment Compliance Testing. Program Requirements 2006.
7. Diagnostic X-Ray Unit QC Standards in BC: Summary of Standards/Limits for QC of Diagnostic X-Ray Equipment. BC Centre for Disease Control (2004).
8. IAEA. Dosimetry in Diagnostic Radiology: An International Code of Practice. Technical Report Series No. 457. IAEA, Vienna (2007).
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 34
9. MUHOGORA, WILBROAD E., et.al., Patient Doses in Radiographic Examinations in 12 Countries in Asia, Africa and Eastern Europe: Initial Results from IAEA Projects, Am.Journal.Radiol. (2008) pp. 1453-1461.