DOKKEL Febri Asma

64
Diagnosis Kedokteran Keluarga Dermatitis Numularis Disusun oleh: Faaris Hario Wicaksana 0808015055 Pembimbing: Dr. dr. Swandari Paramita M.Kes

Transcript of DOKKEL Febri Asma

Page 1: DOKKEL Febri Asma

Diagnosis Kedokteran Keluarga

Dermatitis Numularis

Disusun oleh:

Faaris Hario Wicaksana 0808015055

Pembimbing:

Dr. dr. Swandari Paramita M.Kes

Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Komunitas

Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman

2014

Page 2: DOKKEL Febri Asma

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis numularis merupakan salah bentuk dari eksema atau dermatitis.

Arti numular yaitu coin-shaped atau mata uang logam. Karakter lesi dermatitis

numularis adalah plak eritematosa berbentuk bulat-lonjong dan umum ditemukan

pada tangan dan kaki. Lesi yang sering muncul pertama kali berupa papula, yang

kemudian menyatu menjadi plak. Lesi awal dermatitis numular juga dapat berupa

vesikel yang mengandung eksudat serosa. Lesi juga biasanya terasa sangat gatal

(Miller, 2013).

Prevalensi penyakit dermatitis numularis didunia adalah 2 kasus per 1000

penduduk. Prevalensi yang sama didapatkan di Amerika Serikat. Penyakit ini

tersering pada dewasa, pria lebih banyak, tersering pada usia 50-65 tahun di kedua

jenis kelamin, pada wanita puncaknya pada 15-25 tahun. Jarang pada bayi dan

anak-anak, puncak pada anak-anak di usia 5 tahun. Bila ada timbulnya jarang

pada usia sebelum satu tahun, umumnya meningkat seiring dengan betambahnya

usia (Burgin, 2008).

Di Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo

tahun 2006 insidens 4,77%, terbanyak 25-44 tahun 33,89%, wanita 60,74%, anak-

anak 19,46%. Tahun 2007 insidens 4,39%, terbanyak 25-44 tahun 24,12%, wanita

63,03%, anak-anak 20,62% (RSU Dr. Soetomo, 2007).

Penyebab dari dermatitis numularis belum diketahui, tapi sering

berhubungan dengan xerosis atau kekeringan kulit. Lingkungan dengan

kelembapan rendah menyebabkan peningkatan hilangnya kandungan air dalam

kulit, selanjutnya terjadi perubahan komposisi lipid sawar epidermis yang

menyebakan kulit menjadi kering dan xerosis. Sehingga insiden dermatitis

numularis meningkat pada musim kering dengan kelembapan rendah (Sularsito

dan Djuanda, 2009).

Page 3: DOKKEL Febri Asma

Apabila sudah terkena dermatitis numularis dan penderita tidak

mendapatkan pengobatan yang baik maka dapat menyebabkan komplikasi yang

tidak seharusnya, padahal prognosis dari penyakit ini baik. Maka sebagai tenaga

kesehatan sangat penting untuk mengetahui diagnosis, tatalaksana, dan

pencegahan dermatitis numularis dengan baik, sehingga komplikasi yang tidak

diharapkan dapat dicegah.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

2.1.1. Definisi Status Gizi

Menurut Hammond (2004), status gizi berarti penggolongan suatu hasil

pengukuran ke dalam tingkat kebutuhan gizi fisiologis seseorang. Sedangkan

pengertian lain menyebutkan, status gizi merupakan ekspresi dari keadaan

keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari status tubuh

yang berhubungan dengan gizi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, Bakri,

dan Fajar, 2002).

Jadi intinya, terdapat suatu variabel yang diukur (misalnya berat badan dan

tinggi badan) yang dapat digolongkan ke dalam kategori gizi tertentu (misalnya

baik, kurang, buruk, dan sebagainya). Pertumbuhan seorang anak bukan hanya

Page 4: DOKKEL Febri Asma

sekedar gambaran perubahan ukuran tubuh, tetapi lebih dari itu memberikan

gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi (status gizi).

Oleh karena itu, pertumbuhan merupakan indikator yang baik dari perkembangan

status gizi anak (Depkes RI, 2002).

2.1.2. Penilaian Status Gizi

1. Definisi Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan

menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau

individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (Hartriyanti dan

Triyanti, 2007)

2. Tujuan Penilaian Status Gizi

Tujuan penilaian status gizi menurut Hammond (2004) adalah untuk :

a. Mengidentifikasi individu yang membutuhkan dukungan nutrisi yang

cukup.

b. Mempertahankan status gizi seseorang.

c. Mengidentifikasi penatalaksanaan medis yang sesuai.

d. Memonitor efektivitas intervensi yang telah dilakukan tersebut.

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, Peneliti akan melakukan penilaian

status gizi anak gizi buruk yang telah diberi intervensi berupa pemberian

makanan tambahan.

3. Metode dalam Penilaian Status Gizi

- Penilaian Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik (Hartriyanti

dan Triyanti, 2007).

a. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau

dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan

dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposi si

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri

secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan

protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola

Page 5: DOKKEL Febri Asma

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan

jumlah air dalam tubuh.

b. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk melihat

status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-

perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupn zat

gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial ephitel

tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-

organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

c. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen

yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam

jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah,

urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

d. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status

gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan

melihat perubahan struktur dari jaringan tubuh.

- Penilaian Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung adalah berdasarkan survei

konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

a. Survey Konsumsi Makanan

Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi

secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang

dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat

memberikanan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada

masyarakat, keluarga dan individu. Survey ini dapat mengidentifikasi

kelebihan dan kekurangan zat gizi.

b. Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian

Page 6: DOKKEL Febri Asma

berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab

tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

c. Faktor Ekologi

Bengoa mengungkap bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi

sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan

budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari

ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.

Adapun metode yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah dengan

pengukuran antropometri dan pemeriksaan tanda-tanda klinis.

2.1.3. Klasifikasi Status Gizi

Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku (reference). Baku

antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah Baku World Health

Organization-National Centre for Health Statistics (WHO-NCHS). Terakhir,

berdasarkan Temu Pakar Gizi di Bogor tanggal 19-21 Januari dan di Semarang

tanggal 24-26 Mei 2000, merekomendasikan baku WHO-NCHS untuk digunakan

sebagai baku antropometri di Indonesia (Depkes RI, 2000 dalam Arisman, 2004).

Menurut WHO, data berat dan tinggi badan yang dikumpulkan oleh United States

- National Centre for Health Stastics merupakan pilihan terbaik baku rujukan

(Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia membuat rujukan penilaian

status gizi anak balita yang terpisah antara anak laki-laki dan perempuan. Hal ini

sesuai dengan yang telah disampaikan di atas. Kriteria jenis kelamin inilah yang

membedakan baku WHO-NCHS dengan Baku Harvard yang sebelumnya

digunakan. Adapun baku WHO 2005 belum digunakan di Indonesia sebagai

rujukan pengganti baku WHO-NCHS (Sudiman, 2006).

Penggolongan status gizi pada tabel indeks berat badan menurut umur dan

berat badan menurut tinggi badan didasarkan kepada deviasi standar (DS). Dari

indeks berat badan menurut umur (BB/U), status gizi dapat digolongkan menjadi

empat kelas yaitu gizi buruk (BB/U < -3 DS), gizi kurang (- 3 DS <BB/U< -2

DS), gizi baik (-2 DS <BB/U< +2 DS), dan gizi lebih (BB/U > +2 DS).

Page 7: DOKKEL Febri Asma

Status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB) juga dibagi menjadi empat kelas, yaitu kurus sekali ( BB/TB < -3 DS),

kurus ( - 3 DS <BB/TB< -2 DS), normal (2 DS <BB/TB<+2 DS), dan gemuk

( BB/TB > +2 DS).

Untuk melakukan pengawasan pertumbuhan anak, dapat didahului dengan

pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita. Bila pada KMS tersebut didapati

BB/U < -3 deviasi standar (DS) ataupun < 60 % median NCHS (atau di bawah

garis merah), maka ditentukan status gizinya melalui indeks BB/TB. Jika BB/TB

< -3 DS (< 70 % median NCHS), ditambah dengan tanda klinis yang sesuai,

maka status gizi anak tersebut adalah buruk.

Tabel 2.1. Penentuan status gizi anak

Status Gizi KlinisAntropometri

(BB/TB-PB)

Gizi Buruk

Tampak sangat kurus dan atau edema

pada kedua punggung kaki sampai

seluruh tubuh

< -3 SD

Gizi Kurang Tampak kurus -3 SD - < -2 SD

Gizi Baik Tampak sehat -2 SD - 2 SD

Gizi Lebih Tampak gemuk > 2 SD

Sumber : Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk I, DiREKTORAT Bina

Gizi. Hlm.2. BB/TB-PB=Berat badan menurut tinggi (panjang) badan

2.2. Gizi Buruk

2.2.1. Definisi Gizi Buruk

Page 8: DOKKEL Febri Asma

Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh

kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran (Pudjiadi, 2005). Gizi buruk adalah

kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata (Almatsier, 2001). Hal

ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi

menahun (Pudjiadi, 2005).

Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur

(BB/U) < -3 SD (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Keadaan balita dengan

gizi buruk sering digambarkan dengan adanya busung lapar (Pudjiadi,

2005).

2.2.2. Klasifikasi Gizi Buruk

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 :

1. Marasmus

Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering

ditemukan pada balita (Kliegman, 2007). Hal ini merupakan hasil akhir dari

tingkat keparahan gizi buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak

kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak

di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng

dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga gambang

(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007).

Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi

otot serta menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses

fisiologis.Tubuh membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan

makanan untuk kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan

energi cadangan protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada

defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga

untuk sistesis glukosa (Walker, 2004).

2. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat

disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan

protein yang inadekuat (WHO, 2009). Hal ini seperti marasmus,

kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk

Page 9: DOKKEL Febri Asma

(Kliegman, 2007). Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan

terganggu, perubahan mental, pada sebagian besar penderita ditemukan

oedema baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal, rambut kepala

mudah dicabut, kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-

garis kulit yang lebih mendalam dan lebar, sering ditemukan

hiperpigmentasi dan persikan kulit, pembesaran hati, anemia ringan, pada

biopsi hati ditemukan perlemakan (Departemen Kesehatan RI, 2002).

Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan

hati dan oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses

katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat

dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup dalam asupan makanan.

Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan asam amino

esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Asupan makanan yang terdapat

cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian

asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan

disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan

oleh berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan

oedema (Walker, 2004).

3. Marasmiks-Kwashiorkor

Marasmik-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari

beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat

Badan (BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang

disertai oedema yang tidak mencolok (Dini, 2000).

2.2.3. Faktor risiko

Faktor risiko gizi buruk antara lain :

1. Asupan makanan

Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara

lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah

mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah (Pudjiadi,

2005). Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein,

lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Setiap gram protein menghasilkan

4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4 kalori.Distribusi kalori dalam

Page 10: DOKKEL Febri Asma

makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari

lemak, dan 50% dari karbohidrat.Kelebihan kalori yang menetap setiap hari

sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam

seminggu (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007).

Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya

pada golongan umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim

walaupun tidak perlu disaring.Hal ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu

telah lengkap apabila sudah berumur 2-2,5 tahun.Lalu pada umur 3-5 tahun

balita sudah dapat memilih makanan sendiri sehingga asupan makanan

harus diatur dengan sebaik mungkin. Memilih makanan yang tepat untuk

balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien,menentukan

jenis bahan makanan yang dipilih, dan menentukan jenis makanan yang

akan diolah sesuai dengan hidangan yang dikehendaki (Staf Pengajar Ilmu

Kesehatan Anak FK UI, 2007).

Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang

kurang beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa

balita tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak

memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan

pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung

unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara

jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan buah (Soekirman,

2000). Menurut penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang,

konsumsi protein (OR 2,364) dan energi (OR 1,351) balita merupakan

faktor risiko status gizi balita (Rumiasih, 2003).

2. Status sosial ekonomi

Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan

ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk

mencapai kemakmuran hidup (Pius, 2001). Sosial ekonomi merupakan suatu

konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari

variabel tingkat pekerjaan (Notoatmodjo, 2003). Rendahnya ekonomi

keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga

tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan,

Page 11: DOKKEL Febri Asma

merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.

Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan

yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi

berbagai masalah tersebut (Effendi, 1998). Balita dengan gizi buruk pada

umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi (Soekirman, 2000).

Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu

yang bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas

ekonomi yang mencari penghasilan baik dari sektor formal atau informal

yang dilakukan secara reguler di luar rumah yang akan berpengaruh

terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan pelayanan

terhadap anaknya. Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu

meninggalkan anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan pemberian ASI

tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya (Departemen Kesehatan RI,

2002).

Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja

akan lebih dihargai secara sosial ekonomi di masyarakat. Pekerjaan dapat

dibagi menjadi pekerjaan yang berstatus tinggi yaitu antara lain tenaga

administrasi tata usaha,tenaga ahli teknik dan ahli jenis, pemimpin, dan

ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah maupun swasta dan

pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani dan operator alat

angkut.33 Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kampar

Kepulauan Riau terdapat hubungan bermakna status ekonomi dengan

kejadian gizi buruk p=0,0001 (Taruna, 2002).

3. Pendidikan ibu

Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan

pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.

Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan

faktor penting dalam masalah kurang gizi. Salah satu faktor yang

menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah.

Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang

mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan (Abu,

1997). Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan

Page 12: DOKKEL Febri Asma

dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas

konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan

gizi pada anak balita (Departemen Kesehatan RI, 2004).

Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi

derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas

pengasuhan anak. Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seseorang

mudah untuk menyerap informasi dan mengamalkan dalam perilaku sehari-

hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana dan sadar untuk mewujudkan

suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri

sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara (Departemen Kesehatan RI, 2004).

Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa

saling melengkapi. Tingkat pendidikan formal merupakan pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan

tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan menengah. Tingkat

pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama

atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan pendidikan menengah adalah

lanjutan dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Menengah Atas atau bentuk

lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan tingkat pendidikan setelah

pendidikan menengah yang terdiri dari program diploma, sarjana, magister,

spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi

(Departemen Kesehatan RI, 2004). Tingkat pendidikan berhubungan dengan

status gizi balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan

meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan.

Pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat

meningkatkan kualitas hidup seseorang (Abu, 1997).

4. Penyakit penyerta

Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan

terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru

menambah rendahnya status gizi anak (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak

FK UI, 2007). Penyakit-penyakit tersebut adalah:

Page 13: DOKKEL Febri Asma

Diare persisten : sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari

atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).

Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan

infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau

diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi dan

penyakit Blind loop (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007).

Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup

terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang

mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan

terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari.

Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru

maupun di luar paru (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007).

HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari ’human

immunodeficiencyvirus’. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti

sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan

macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan

menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini

mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-

menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem

kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi

menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit (Staf

Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007).

Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui

gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi

esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit

dan gizi kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan

gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan

terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan cenderung

menderita gizi buruk (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007).

Menurut penelitian yang dilakukan di Jogjakarta terdapat perbedaan

Page 14: DOKKEL Febri Asma

penyakit yang bermakna antara balita KEP dengan balita yang tidak

KEP(p=0,034) CI 95% (Razak, Gunawan, dan Budiningsari, 2009).

5. Pengetahuan ibu

Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi

makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang

dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga.

Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragaman

makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak membeli barang

karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan

gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan

informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari (Abu, 1997).

6. Berat Badan Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang

dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah

berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Kosim, 2008).

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Bayi yang

lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu ini pada umumnya

disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat menahan janin,

gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat dari

waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum

berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin

muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan

prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering

mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ karena premature

(Tim Paket Pelatihan Klinik PONED, 2008).

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir

kecil untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan

pertumbuhan saat berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh

keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang baik. Kondisi bayi lahir kecil ini

sangat tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan. Peningkatan

mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan anak merupakan

faktor utama yang disebabkan oleh BBLR (Tim Paket Pelatihan Klinik

Page 15: DOKKEL Febri Asma

PONED, 2008). Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang. Pada

BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena

penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang

nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi

berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk (Kosim, 2008). Menurut

penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur BBLR terdapat

hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk (95%CI) p=0.02.

(Anwar, Juffrie, dan Julia, 2005).

7. Kelengkapan imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi

terhadap suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit

tersebut sehingga bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita

tersebut tidak akan sakit dan untuk menghindari penyakit lain diperlukan

imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting untuk dicegah dengan

imunisasi (Hidayat, 2008). Imunisasi merupakan suatu cara untuk

meningkatkan kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi

imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman

atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang

tubuh memproduksi antibodi sendiri sedangkan imunisasi pasif adalah

penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh

meningkat (Supartini, 2002).

Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh

penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan

dan psikologi pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat

kesehatan,dan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk

melanjutkan pembangunan negara (Taruna, 2002). Kelompok yang paling

penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka

yang paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih

belum sebaik dengan orang dewasa (Hidayat, 2008).

Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak

terjangkit sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan

tubuh balita akan berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini

Page 16: DOKKEL Febri Asma

mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi

tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara bertahap dan

lengkap terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan

dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit (Supartini, 2002).

Macam- macam imunisasi antara lain (Hidayat, 2008).

BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang dianjurkan diberikan saat

berumur 2 bulan sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang

dari 1 tahun dan 0,1 ml pada anak disuntikkan secara intrakutan (Hidayat,

2008).

Hepatitis B : salah satu imunisasi yang diwajibkan dengan

diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan antara suntikan

pertama dan kedua kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.

Usia pemberian dianjurkan sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir

(Hidayat, 2008).

Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksi oral polio dan

inactivated polio vaccine.Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah

diberikan dan murah sehingga banyak digunakan (Hidayat, 2008).

DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang

dimurnikan serta bakteri pertusis yang diinaktivasi (Hidayat, 2008).

Campak : imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya

penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular.

Pemberian yang dianjurkan adalah sebanyak 2 kali yaitu pada usia 9

bulan dan pada usia 6 tahun (Hidayat, 2008).

MMR : diberikan untuk penyakit measles,mumps,dan rubella

sebaiknya diberikan pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan

sampai 11 bulan yang dilakukan pengulangan pada usia 15 bulan-18

bulan (Hidayat, 2008).

Typhus abdominal : terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di

Indonesia yaitu kuman yang dimatikan, kuman yang dilemahkan, dan

antigen capsular Vi polysaccharide (Hidayat, 2008).

Page 17: DOKKEL Febri Asma

Varicella : pemberian vaksin diberikan suntikan tunggal pada usia

diatas 12 tahun dan usia 13 tahun diberikan 2 kali suntikan dengan

interval 4-8 mg (Hidayat, 2008).

Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya

hepatitis A yang diberikan pada usia diatas 2 tahun (Hidayat, 2008).

HiB : Haemophilus influenzae tipe b yang digunakan untuk

mencegah terjadinya influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali

suntikan (Hidayat, 2008).

Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur,

imunisasi yang tidak lengkap terdapat hubungan yang bermakna dengan

kejadian gizi buruk OR (95%CI) dari 10,3; p<0.001 (Anwar, Juffrie, dan

Julia, 2005).

8. ASI

Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI)

eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia

hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan. Hasil yang

dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia periode 1997-

2003 yang cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI

eksklusif sangat rendah (WHO, 2009). Sebanyak 86% bayi mendapatkan

makanan berupa susu formula, makanan padat, atau campuran antara ASI

dan susu formula (Kliegman, 2007).

Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI

merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan

disempurnakan sampai umur dua tahun (Soekirman, 2000). Memberi ASI

kepada bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena

praktis, mudah, murah, sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan

menjalin hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting

dalam perkembangan psikologi anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu

merupakan makanan alam atau natural, ideal, fisiologis, nutrien yang

diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan

Page 18: DOKKEL Febri Asma

mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan

pertumbuhan bayi (Walker, 2004)

Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung

antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi.

Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap

penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status gizi balita. Selain itu,

ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat

terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang

diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus

bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan susu

formula tidak steril, bayi akan rawan diare (Soekirman, 2000).

2.3. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

2.3.1. Tujuan PMT

Tujuan dari program PMT adalah mempertahankan dan meningkatkan

status gizi anak dari keluarga miskin.

2.3.2. Proses PMT

Seperti yang dikutip dari Handayani, Mulasari, dan Nurdianis (2008),

proses PMT terdiri dari tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan, yang harus disesuaikan dengan petunjuk teknis Program

Jaring Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) bagi Puskesmas.

1. Perencanaan

Pada tahap perencanaan dilakukan penentuan balita sasaran PMT dan

penentuan jadwal pendistribusian program PMT.

2. Pelaksanaan

Kegiatan pelaksanaan meliputi penentuan jenis makanan, pembelian

bahan makan dan pemberian paket PMT kepada sasaran. (Depkes

RI, 2002).

3. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian

Pada proses ini dilakukan pencatatan dan pelaporan dengan mengisi

register yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Untuk melaksanakan proses tersebut diperlukan juga unsur lain berupa:

Page 19: DOKKEL Febri Asma

1. Tenaga

Tenaga adalah orang yang bertanggung jawab dan mengkoordinir

program PMT sasaran di wilayah kerja Puskesmas. Tenaga berupa

Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) di Puskesmas dan bidan di desa, yang

bertugas melaksanakan pembinaan teknis di lapangan (Depkes RI,

1999 dalam Handayani, Mulasari, dan Nurdianis, 2008).

2. Dana

Menurut Hasibuan (2003) dalam Handayani, Mulasari, dan Nurdianis

(2008) besarnya biaya untuk pengadaan paket PMT tergantung dari

jumlah sasaran penerima program. Menurut Handayani, Mulasari,

dan Nurdianis (2008) sumber dana didapatkan dari Pemerintah

Daerah atau dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

3. Sarana

Kartu pencatatan dan formulir pelaporan merupakan sarana untuk

pemantauan yang sangat penting (Hasibuan, 2003 dalam Handayani,

Mulasari, 2008). Selain itu diperlukan juga KMS dan timbangan

(Handayani, Mulasari, dan Nurdianis, 2008).

4. Bahan

Bahan paket berisi kacang hijau, biskuit, gula, susu, telur, dan

multivitamin. Isi paket harus berkualitas baik. Bahan paket makanan

yang bisa dibawa pulang adalah beras, telur, gula, dan kacang-

kacangan (Depkes RI, 1999 dalam Handayani, Mulasari, dan

Nurdianis, 2008).

5. Metode

Metode berarti cara penyelengaraan pemberian paket PMT kepada

sasaran program (Handayani, Mulasari, dan Nurdianis, 2008).

2.3. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) pada Gizi Buruk

PMT merupakan bagian penatalaksanaan balita gizi kurang. PMT ini

disebut PMT pemulihan (PMT-P). PMT-P dilaksanakan oleh Pusat

Pemulihan Gizi (PPG) di Posyandu dan secara terus menerus di rumah

tangga. Keseluruhannya berjumlah 90 hari.

Page 20: DOKKEL Febri Asma

2.3.1. Lama PMT-P

Pemberian PMT-P diberikan setiap hari kepada anak selama tiga bulan

(90 hari)

2.3.2. Bentuk Makanan PMT-P

Makanan yang diberikan berupa:

1. Kudapan (makanan kecil), yang dibuat dari bahan makanan setempat

(lokal)

2. Bahan makanan mentah berupa tepung beras, tepung susu, gula,

minyak, kacang-kacangan, sayur, telur, dan lauk-pauk lainnya.

3. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P)

yang dibawa pulang.

2.3.3. Cara Penyelenggaraan

1. Makanan kudapan diberikan setiap hari di PPG, atau

2. Seminggu sekali kader mendemonstrasikan pembuatan MP-ASI makanan anak,

dan membagikan makanan tersebut kepada balita gizi kurang, selanjutnya kader

membagikan paket bahan makanan mentah untuk kebutuhan enam hari (Depkes

RI 2000).

Bentuk lain dari PMT untuk balita adalah PMT penyuluhan. PMT penyuluhan

diberikan bagi balita yang berat badannya tidak naik pada satu kali penimbangan

Posyandu (Depkes RI, 2000).

Page 21: DOKKEL Febri Asma

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 25 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jln. Manunggal 2 Mugirejo.

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SMA

Suku : Jawa

Agama : Islam

2.2. Anamnesis

Anamnesis dilakukan pada tanggal 10 dan 11 September 2014. Pasien

memeriksakan diri ke Puskesmas pada tanggal 10 Mei 2014

2.2.1. Keluhan Utama

Sesak nafas.

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan sesak nafas telah dialami oleh pasien sejak ± 3 hari sebelum

memeriksakan diri ke Puskesmas Lempake. Keluhan muncul terutama apabila

pasien terpapar dengan udara dingin, dan pasien mengaku dalam minggu ini

mendapat shift kerja malam. Bila serangan sesak datang pasien sulit menarik

nafas dan nafasnya berbunyi “ngik, ngik”. Keluhan sesak memang sering berulang

dan pertama kali dialami pasien saat masih SMP.

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku sering mengalami keluhan serupa terutama bila terpapar udara

dingin.

Page 22: DOKKEL Febri Asma

2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga

Kedua orangtua pasien memiliki keluhan serupa dan sudah terdiagnosis sebagai

asma bronkial. Adik laki-lakinya juga menderita asma bronkial dengan

manifestasi yang lebih berat.

2.2.5. Genogram

Keterangan :

= Perempuan

= Laki-Laki

= Pasien

2.3. Pemeriksaan Fisik

2.3.1. Status Generalisata

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Berat Badan : 58 kg

Page 23: DOKKEL Febri Asma

Tanda Vital

Nadi : 88 kali/menit, regular, kuat angkat

Frekuensi Nafas : 24 kali/menit, reguler

Suhu : 36,8 oC

Kepala dan Leher:

Kepala : Mata : anemis (-), ikterik (-), cekung (-)

Hidung : dalam batas normal

Mulut : lidah kotor (-), faring hiperemi (-), pembesaran tonsil (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Toraks:

Inspeksi : Paru : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-/-)

Jantung : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Paru : fremitus raba dextra = sinistra

Jantung : ictus cordis teraba

Perkusi : Paru : sonor pada seluruh lapangan paru

Jantung : batas kanan ICS III PSL dextra, batas kiri ICS VI MCL

sinistra

Auskultasi : Paru : suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (+/+)

Jantung : S1S2 tunggal-reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

Inspeksi : tidak distensi

Palpasi : soefl, nyeri tekan (-), organomegalli (-), massa (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) kesan normal

Genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan.

Ekstremitas

Atas : Edema (-/-), akral hangat

Bawah : Edema (-/-), akral hangat

Page 24: DOKKEL Febri Asma

2.4. Diagnosa Kerja

Asma Bronkial

2.5. Penatalaksanaan

2.5.1. Edukasi

- mengenali allergen penyebab serangan asma,selain udara dingin allergen dapat

berasal dari makanan ataupun lingkungan sekitar.

- Menggunakan jaket apabila sedang bekerja di malam hari.

- Menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi dan istirahat

yang cukup.

- Menjalankan pengobatan sesuai dengan anjuran dokter dan apabila keluhan

memberat dan atau obat habis segera datang ke dokter.

2.5.2. Medikamentosa

- Salbutamol tab 4 mg, 3 dd tab 1 prn selama 7 hari.

- Ambroksol tab 30 mg, 3 dd tab 1 prn selama 7 hari.

- Deksamethason tab 0,5 mg, 3 dd tab 1 selama 7 hari.

2.6. Prognosis

Prognosis dubia ad bonam.

Page 25: DOKKEL Febri Asma

ANALISIS KEDOKTERAN KELUARGA

KUNJUNGAN RUMAH

Kunjungan rumah dilakukan pada hari 11 September 2014.

Kondisi Pasien: Keluhan sesak (-), Batuk berdahak berkurang

IDENTITAS KELUARGA

No I. KEPALA KELUARGA II. PASANGAN

1 Nama Tn. S Ny. R

2. Umur 25 tahun 23 tahun

3. Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

4. Status perkawinan Kawin Kawin

5. Agama Islam Islam

6. Suku bangsa Jawa Jawa

7. Pendidikan SMA SMA

8. Pekerjaan Swasta Mahasiswi

9. Alamat lengkap Jl Madala 2, Mugirejo

PENGHUNI RUMAH

No PENGHUNI Usia Pekerjaan

Status

dengan

pasien

Stt.

Nikah

Serumah

Ya Tdk Kdg

1 Tn. S 25 thn Swasta Pasien Menikah √

2 Ny. R 23 thn Mahasisiwi Istri Menikah √

25

Page 26: DOKKEL Febri Asma

GENOGRAM

Keterangan :

= Perempuan

= Laki-Laki

= Pasien

STATUS FISIK, SOSIAL, EKONOMI KELUARGA DAN LINGKUNGAN

No EKONOMI KELUARGA Keterangan

1 Luas tanah 8 x 10 m

2 Luas bangunan 6 x 8 m2

3 Pembagian ruangan Rumah terdiri dari 4 ruangan yaitu

1 ruang tamu, 1 kamar tidur, 1

kamar mandi, dan 1 dapur

4 Besarnya daya listrik 450 watt

5 Tingkat Pendapatan Keluarga :

a. Pengeluaran rata-rata/bulan Rp.1.500.000,00

26

Page 27: DOKKEL Febri Asma

Bahan makanan : Beras, lauk/ikan,

tempe-tahu dan sayur mayur

Diluar bahan makanan :

Pendidikan

Kesehatan

Listrik

Air bersih

b. Penghasilan keluarga/bulan

(Penghasilan Tetap)

Rp. 800.000,00

Rp. 200.000,00

Rp.50.000,00

Rp. 100.000,00

Rp.100.000,00

Rp. 2.000.000,00

No PERILAKU KESEHATAN

1 Pelayanan promotif/preventif Menjaga kebersihan rumah dari

debu.

2 Pemeliharaan kesehatan anggota keluarga

lain

Puskesmas

3 Pelayanan pengobatan Puskesmas dan Praktik dokter

umum

4 Jaminan pemeliharaan kesehatan Jamkesda

No POLA MAKAN KELUARGA

1 Kepala keluarga dan ibu Makan 3 kali sehari (pagi, siang

dan malam). Nasi, tahu, tempe,

ikan dan sayur. Buah jarang.

No AKTIVITAS KELUARGA

1 Aktivitas fisik

a. Bapak

b. Ibu

Bekerja di luar rumah. Istirahat

dirumah setelah beraktivitas dan

rutin berolahraga

Mencuci baju, masak, menyapu

dan kuliah. Istirahat pada malam

hari, jarang berolahraga

27

Page 28: DOKKEL Febri Asma

2 Aktivitas mental Anggota keluarga taat dalam

beragama.

No LINGKUNGAN

1 Sosial Hubungan dengan lingkungan

sekitar baik

2 Fisik/biologic

Perumahan dan fasilitas

Luas tanah

Luas bangunan

Jenis dinding terbanyak

Jenis lantai terluas

Sumber penerangan utama

Sarana MCK

Sarana pembuangan air limbah (SPAL)

Sumber air sehari-hari

Pembuangan sampah

Sederhana

8 x 10 m

6 x 8 meter ( kontrak)

Beton

Beton

Lampu listrik

Buang air dan mandi dilakukan di

jamban di dalam rumah.

Parit

Air PDAM

Dibuang di tempat pembuangan

sampah

3 Lingkungan kerja

a. Ayah

b. Ibu

Di luar rumah

Di rumah

28

Page 29: DOKKEL Febri Asma

POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT KELUARGA

No. Indikator Pertanyaan Keterangan Jawaban

Ya Tidak

A. Perilaku Sehat

1 Tidak merokok

Ada yang memiliki kebiasaan

merokok

Tidak ada yang memiliki kebiasaan

merokok

2 Persalinan

Dimana ibu melakukan

persalinan?

Ditolong tempat bidan, rumah sakit. -

3 Imunisasi

Apakah bayi ibu sudah di

imunisasi lengkap?

Imunisasi lengkap (BCG, DPT 1,2,3,

Polio, hepatitis, campak) dilakukan

semua

-

4 Balita di timbang

Apakah balita ibu sering

ditimbang? Dimana?

Penimbangan di Posyandu -

5 Sarapan pagi

Apakah seluruh anggota keluarga

mempunyai kebiasaan sarapan

pagi?

Makanan yang dikonsumsi setiap

pagi hari✓

6 Dana sehat / ASKES

Apakah anda ikut menjadi peserta

ASKES?

Jamkesda ✓

7 Cuci tangan

Apakah anggota keluarga

mempunyai kebiasaan mencuci

tangan menggunakan sabun

sebelum dan sesudah buang air

besar?

Seluruh anggota keluarga

mempunyai kebiasaan mencuci

tangan dengan air bersih dan sabun✓

8 Sikat gigi

Apakah anggota keluarga

memiliki kebiasaan gosok gigi

Seluruh anggota keluarga melakukan

29

Page 30: DOKKEL Febri Asma

menggunakan odol? kebiasaan menggosok gigi

9 Aktifitas fisik / Olah raga

Apakah anggota keluarga

melakukan aktivitas fisik atau

olah raga teratur?

Seluruh anggota keluarga melakukan

aktivitas fisik setiap hari minimal 30

menit? Atau minimal 3x seminggu

B. Lingkungan Sehat

1 Jamban

Apakah dirumah tersedia jamban

dan seluruh keluarga

menggunakannya?

Bila di rumah tidak ada tapi

menggunakan MCK untuk BAB

maka jawabannya “Ya”

2 Air bersih dan bebas jentik

Apakah dirumah tersedia air

bersih dengan tempat/tandon air

tidak ada jentik?

Bila rumah tidak memiliki sumber air

tetapi menggunakan MCK/kran

umum untuk mendapatkan air bersih

maka jawabannya “Ya”

3 Bebas sampah

Apakah dirumah tersedia tempat

sampah? Dan dilingkungan

disekitar rumah tidak ada sampah

berserakan?

Rumah terlihat bersih/bebas sampah

dan tersedia tempat sampah didalam /

diluar rumah

4 SPAL

Apakah ada/tersedia SPAL

disekitar rumah?

Lingkungan yang bersih tidak ada air

limbah yang menggenang

5 Ventilasi

Apakah ada pertukaran udara

didalam rumah?

Ukuran ventilasi lebih kurang 1/10

luas lantai untuk tiap ruangan

6 Kepadatan

Apakah ada kesesuaian luas

rumah dengan jumlah anggota

keluarga?

Pengukuran kepadatan dimana 1

orang penghuni membutuhkan

2mx2mx2m

7 Lantai

Apakah lantai bukan dari tanah? Seluruh lantai rumah disemen atau

ubin atau kayu

A. Indikator tambahan

30

Page 31: DOKKEL Febri Asma

1 ASI Eksklusif

Apakah ada bayi usia 0-6 bulan

hanya mendapatkan ASI saja

sejak lahir sampai 6 bulan?

Hanya untuk bayi keluarga yang

mempunyai bayi usia 0-6 bulan, bila

rumah tangga tidak ada bayinya

jawaban tetap “ya” tetapi dicatat

dalam lembar catatan

-

2 Konsumsi buah & sayur

Apakah dalam 1 minggu terakhir

anggota keluarga mengkonsumsi

buah dan sayur?

Semua anggota keluarga

mengkonsumsi buah dan sayur✓

Jumlah 11 2

Klasifikasi

SEHAT I : Dari 18 pertanyaan jawaban “Ya” antara 1-5 pertanyaan (merah)

SEHAT II : Dari 18 pertanyaan jawaban “Ya” antara 6-10 pertanyaan (kuning)

SEHAT III : Dari 18 pertanyaan jawaban “Ya” antara 11-15 pertanyaan (hijau)

SEHAT IV : Dari 18 pertanyaan jawaban “Ya” antara 16-18 pertanyaan (biru)

Kesimpulan:

Dari 18 indikator yang ada, yang dapat dijawab “Ya” ada 11 pertanyaan yang berarti

identifikasi keluarga dilihat dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehatnya masuk dalam

klasifikasi SEHAT III.

RESUME FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN KELUARGA

Faktor Resiko

Fisik Ventilasi cukup, pencahayaan matahari untuk ruangan baik,

namun kebersihan dari debu di sekitar ventilasi tidak terjaga.

31

Page 32: DOKKEL Febri Asma

Jalan disekitar rumah berdebu

BiologiAda keluarga yang sedang menderita sakit serupa

Psiko-sosio-

ekonomi

Pengetahuan tentang kesehatan dan gizi rendah.

Perilaku

Kesehatan

Suka tidur tanpa menggunakan pakaian

Gaya Hidup - Pemenuhan kebutuhan primer prioritas utama

- Alokasi khusus untuk kesehatan ada

Lingkungan

Kerja

Sering mendapat shift malam

DIAGNOSA KELUARGA (RESUME MASALAH KESEHATAN)

STATUS KESEHATAN DAN FAKTOR RISIKO (individu, keluarga, dan

komunitas)

1. Ada keluarga yang memiliki penyakit serupa

2. Pasien suka tidur tanpa menggunakan pakaian

3. Disekitar ventilasi terdapat debu

4. Jalan disekitar rumah berdebu

5. Sering mendapat shift malam

STATUS UPAYA KESEHATAN (individu, keluarga, dan komunitas)

1. Pemeriksaan kesehatan dilakukan di puskesmas.

2. Keluarga pasien kurang mengerti tentang faktor pemicu terjadinya

serangan asma pada pasien.

3. Memiliki jaminan kesehatan JAMKESDA.

STATUS LINGKUNGAN :

32

Page 33: DOKKEL Febri Asma

1. Lokasi tempat tinggal di sebelah jalan raya yang cukup padat dan berdebu.

2. Ventilasi berdebu

Diagnosis Keluarga :

Sebuah keluarga Tn. MA terdiri dari 4 orang anggota keluarga inti disertai 4

orang penghuni bangsal dalam satu rumah, dengan seorang anggota keluarga

An. RA pasien rawat jalan Puskesmas Sempaja yang didiagnosis gizi kurang.

Keluarga ini menempati rumah yang kurang sehat, masih perlu perbaikan di

bidang sanitasi. Keluarga ini juga memiliki kebiasaan hidup yang kurang sehat

sehingga memerlukan edukasi kesehatan.

RENCANA PENATALAKSANAAN MASALAH KESEHATAN

Terhadap status kesehatan indivdu dan keluarga

No Masalah

kesehatan

Pengobatan

1.

2

3

Gizi Kurang

Kondisi lingkungan

rumah yang kurang

sehat

Kebiasaan keluarga

Pengobatan varisela ditangani melalui

pendekatan farmakologis maupun non-

farmakologis. Yakni dengan pemberian

vitamin penambah nafsu makan dan dengan

edukasi pemberian perhatian yang lebih,

khususnya untuk makan cukup karbohidrat,

protein, lemak, dan vitamin.

Edukasi pentingnya menjaga kebersihan

lingkungan, identifikasi masalah penyebab,

mencoba mencari alternatif solusi yang ada.

Edukasi kepada anggota keluarga untuk

33

Page 34: DOKKEL Febri Asma

mencuci tangan setelah membersihkan

lingkungan. Edukasi mengenai alat proteksi

diri bila membersihkan tempat yang kotor.

Edukasi makanan sehat dan bergizi.Edukasi

untuk tidak merokok didalam rumah atau jika

bisa untuk menghentikan kebiasaannya.

34

Page 35: DOKKEL Febri Asma

Komunitas: - Pemukiman dan sanitasi kurang - Kepadatan hunian yang tidak sesuai standar

PASIEN

VARISELA

LINGK. PSIKO-SOSIO-EKONOMI-Pengetahuan tentang kesehatan dan gizi rendah.

- Pendapatan keluarga terganggu kalau ada anggota keluarga sakit.

LINGK. FISIK- Ventilasi kurang, pencahayaan matahari

untuk ruangan kurang

- Saluran pembuangan langsung ke parit

FAMILY

FAKTOR BIOLOGI-Riwayat beberapa penyakit berat yang mendukung keadaan gizi buruk/kurang

PELAYANAN KES.Jarak rumah-pusat pelayanan kes : 1km, ditempuh dengan angkutan umum

GAYA HIDUP- Pemenuhan kebutuhan

primer prioritas utama

- Alokasi khusus untuk kesehatan ada

LINGK. KERJATidak ada

PERILAKU KESEHATANKesadaran untuk menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat masih kurang

Mandala of Health

Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi, digunakan konsep Mandala of Health (Gambar 1).

35

GIZI KURANG

Page 36: DOKKEL Febri Asma

Tabel Skoring Kemampuan Penyelesaian Masalah Dalam Keluarga

MasalahSkor

AwalUpaya Penyelesaian

Fungsi Biologi

Riwayat penyakit penyerta

yang mendukung keadaan

gizi kurang

5

3

Edukasi mengenai penyakit ini tentang

penyebabnya

Pengobatan

Faktor perilaku kesehatan

keluarga

- Kesadaran untuk

menjalankan perilaku

hidup bersih dan sehat

masih kurang

5 Edukasi tentang pentingnya hidup bersih.

Edukasi kepada anggota keluarga untuk

mencuci tangan dengan sabun. Edukasi

mengenai alat proteksi diri bila

membersihkan tempat yang kotor.

Faktor Lingkungan Fisik

- Ventilasi kurang,

pencahayaan matahari untuk

ruangan kurang.

- Saluran pembuangan

langsung ke parit

2

3

Memperbaiki ventilasi dan penerangan

dengan membuka pintu dan jendela

rumah pada siang hari.

Mengadakan gotong royong di

lingkungan sekitar tiap awal bulan.

Faktor Psiko-sosio-ekonomi

- Pengetahuan tentang

kesehatan dan gizi rendah.

Pendapatan keluarga

terganggu kalau ada

2 Penyuluhan dan edukasi untuk

masyarakat khususnya keluarga tersebut

Motivasi untuk menambah penghasilan

36

Page 37: DOKKEL Febri Asma

keluarga yang sakit 5

5

Motivasi mengenai perlunya tabungan

Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah

Skor 1 Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.

Skor 2 Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya

keinginan); penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya

oleh provider.

Skor 3 Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum

dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian

besar oleh provider

Skor 4 Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada

upaya provider

Skor 5 Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

37

Page 38: DOKKEL Febri Asma

38

Page 39: DOKKEL Febri Asma

PEMBAHASAN

Studi kasus dilakukan pada pasien An. RA usia 5 tahun dengan keluhan kontrol

keadaan gizi buruknya. An. PJ tinggal satu rumah dengan 8 orang anggota keluarganya,

dengan 4 keluarga inti. Keluarga ini terdiri dari 1 kepala keluarga (Tn. MA), 1orang istri,

1 orang adik, dan 4 orang penghuni bangsal lainnya. Kemungkinan faktor penyebab

keadaan ini adalah keadaan riwayat penyakit berat yang diderita pasien sebelum keadaan

permasalahan gizi ini (sekarang: gizi kurang),dan pengetahuan ibu yang kurang tentang

gizi.

Diagnosis Gizi kurang pada An. RA di tegakkan atas dasar perhitungan

berdasarkan metode behrman umur 5 tahun, dan presentasenya 61%, dan juga

berdasarkan Z Score PB/U,BB/U,BB/TB dimana keadaannya -3sd<status gizi<-2sd.

Pada pemeriksaan fisik berat badan pasien sebesar 11 kg dengan umur 5 tahun yang

seharusnya 18 kg menurut metode behrman, serta tinggi badannya sebesar 95 cm.

Penyakit ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pasien memiliki riwayat

atopik, anaknya pernah mengalami keluhan serupa dan pasien sedang ada masalah dalam

keluarga.

Rencana terapi yang diberikan pada pasien adalah memberikan pemberian

makanan tambahan pemulihan yang diberikan dari puskesmas melalui poli gizi, serta

memotivasi ibu untuk memberikan perhatian yang lebih pada anaknya, untuk mengejar

pertumbuhan dan perkembangannya dengan memberikan makanan yang sehat dan

bergizi, serta dapat mengikuti sekolah taman kanak- kanak atau bimbingan

perkembangan lainnya. Hal ini sudah sesuai dengan tatalaksana Varisela. Pada teori,

pada kondisi anak sehat,.

Masalah yang di hadapi pasien ini adalah keadaan riwayat penyakit beratnya

diantaranya saat lahir bilirubin yang tinggi, dicurigai epilepsi, dan pada umur 7 bulan

sempat dinyatakan penyakit paru-paru dan mendapatkan terapi obat selama 6 bulan,

namun sekarang keadaannya membaik, terkadang ada keluhan batuk dan pilek yang

berulang setiap bulannya disertai rasa sesak, namun keadaan seperti ini sudah berkurang

dirasakan.

Penghasilan yang diperoleh keluarga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari.

39

Page 40: DOKKEL Febri Asma

Masalah lain yang juga di hadapi adalah lingkungan rumah yang belum bersih

dan lembab. Ventilasi masih kurang terutama di kamar tidur. Keluarga perlu di motivasi

untuk membersihkan dan merapikan lingkungan rumahnya, serta keadaan hunian rumah

yang padat tidak sesuai standar, dan perlu diberikan solusi yang tepat agar hunian

rumahnya sesuai standar dengan luas rumah.

Daftar Pustaka

Kementerian kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta: Kementerian kesehatan Republik Indonesia.

Narendra, et al. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto

Pudjiadi S, 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru.

40

Page 41: DOKKEL Febri Asma

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi;

Sudaryat S, Soetjiningsih, 2000.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah.Denpasar:SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud Denpasar.

World Health Organisation, 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia.

Anwar K, Juffrie M, Julia M, 2005. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat.Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Diunduh 22 maret 2013 dari : http://ijcn.or.id/v2/content/view/33/40/

Effendi, 2001. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo S, 2003. Prinsip-Prinsip Dasar IlmuKesehatan Masyarakat.Jakarta : Rineka Cipta.

DOKUMENTASI

41

Page 42: DOKKEL Febri Asma

42

Page 43: DOKKEL Febri Asma

Rumah tampak depan Kamar Mandi

43

Page 44: DOKKEL Febri Asma

44

Page 45: DOKKEL Febri Asma

45