Doc1
-
Upload
la-ode-abdul-salim -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
description
Transcript of Doc1
PERMANGANOMETRI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permanganometri merupakan metode titrasi menggunakan kalium permanganat,
yang merupakan oksidator kuat sebagi titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi
reduksi dan oksidasi atau redoks.
Analisa permanganometri ini merupakan salah satu dari banyak metode analisis
kuantitatif lainnya, sehingga penggunaan analisa ini cukup erat hubungannya
dengan disiplin ilmu keteknikkimiaan.
Percobaan ini merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip umum mengenai
permenganometri yang didapat dikuliah, sehingga praktek yang sebenarnya sangat
membantu pemahaman mahasiswa.
Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat.
Oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan alkalis.
MnO4- + 8H+ + 5e → Mn 2+ + 4H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya
titrasi dilakukan dalam suasan asam karena karena akan lebih mudah
mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih
mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin,
sulfit, sulfida, sulfida dan tiosulfat .
Reaksi dalam suasana netral yaitu
MnO4 + 4H+ + 3e → MnO4 +2H2O
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan
Reaksi dalam suasana alkalis :
MnO4- + 3e → MnO42-
MnO42- + 2H2 O + 2e → MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2 O + 3e → MnO2 +4OH-
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan
netral. Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan
melarutkan jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat
dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk
memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan
mendiamkannya diatas penangas uap selama satu /dua jam lalu menyaring
larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca
yang telah dimurnikan atau melalui krus saring dari kaca maser.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan
pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi.
Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat berjalan
lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam
penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur
pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida Mn(II) menjadi MnO2
sesuai dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi
cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 .
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan
permanganat. Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan
permanganate. Jejak-jejak dari MNO2 yang semula ada dalam
permanganat. Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan
jejak-jejak dari agen-agen produksi didalam air, mengarah pada
dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-kristalnya,
pemanasan untuk menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan
penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter untuk
menghilangkan MNO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi dan jika
disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak akan
banyak berubah selama beberapa bulan.
Penentuan besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting
dalam titrasi-titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan biji besi
adalah asam klorida dan timah (II) klorida sering ditambahkan untuk
membantu proses kelarutan.
Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi
menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones atau
dengan timah (II) klorida. Reduktor jones lebih disarankan jika asam yang
tersedia adalah sulfat mengingat tidak ada ion klorida yang masuk .
Jika larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi
reduksi dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida
ditambahkan kedalam larutan panas dari sampelnya dan perkembangan
reduksi diikuti dengan memperhatikan hilangnya warna kuning dari ion
besi.
URAIAN BAHAN
1.KMnO4 ( FI III ,330 )
Nama resmi = KALII PERMANGANAS
Nama lain = Kalium permanganate
RM = KMnO4
BM = 158,03
Pemerian = Hablur mengkilap, ungu tua /hampir hitam, tidak berbau, rasa
manis /sepat.
Kelarutan = Larut dalam 16 bagian air, mudah larut dalam air mendidih .
Kegunaan = Sebagai sampel
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
2. Aquadest ( FI III,96 )
Nama resmi = AQUADESTILLATA
Nama lain = Air suling
RM = H2O
BM = 18,02
Pemerian = Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.
Kelarutan = Larut dalam etanol dan gliserol
Kegunaan = Sebagai pelarut
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
3. Asam oksalat (FI III,651)
Nama lain = Asam oksalat
RM = (CO2H)2.2H2O
Pemerian = Hablur ,tidak berwarna .
Kelarutan = Larut dalam air dan etanol
Kegunaan = Sebagai zat tambahan
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
5. Asam sulfat (FI III,58)
Nama resmi = ACIDUM SULFURICUM
Nama lain = Asam sulfat
RM = H2 SO4
BM = 98,07
Pemerian = Cairan kental, seperti minyak, korosif tidak berwarna, jika
ditambahkan kedalam air menimbulkan panas.
Kegunaan = Sebagai larutan titer.
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat.
1.2. Tujuan Percobaan
a. Mengetahui Normalitas suatu zat dengan cara permanganometri.
b. Mengetahui proses pembuatan larutan baku primer oxalat,
c. Menetahui pengenceran larutan baku sekunder (KMnO4)
d. Mencari normalitas KMnO4 yang sebenarnya
e. Mengetahui perhitungan konsentrasi suatu sampel.
f. Menentukan Nitrit
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip praktikum ini yaitu berdasarkan titrasi redoks (reduksi-oksidasi), yaitu
titrasi yang didasari oleh reaksi oksidasi dan reduksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh
kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan
reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan
KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan
dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam
oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak
dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti:
(1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat.
Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga
terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya
dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
(2) ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku
FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya
dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak
pada: Larutan pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam
waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai
menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan
presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah
rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti
H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara
MnO4- dengan Mn2+¬. MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 +
4H+ Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti
H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan
oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air. H2C2O4
+ O2 ↔ H2O2 + 2CO2↑
H2O2 ↔ H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk
titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang
dilaksanakan.
2.1. Pengertian Oksidasi-Reduksi
Bilangan oksidasi (atau tingkat oksidasi) ialah berapa electron (muatan)
dianggap ada/dipunyai oleh atom tersebut, seakan-akan dalam ikatan kimia,
electron sepenuhnya pindah dari atom satu ke atom yang lain, tetapi sedemikian
rupa, sehingga molekul secara keseluruhan tak bermuatan. Valensi dan bilangan
oksidasi (BO) merupakan pengertian tidak sama. Valensi dalam perkembangan
histories Ilmu Kimia diartikan sebagai “daya ikat” atau berapa banyak atom H
diikat oleh satu atom unsure yang bersangkutan (atau, sebagai ganti atom H,
berapa atom univalent lain atau 2x jumlah atom O).
Maka valensi dalam arti sempitnya itu merupakan bilangan bulat dan harus
positif dan punya akar dalam kenyataan, walaupun tidak mencerminkan teori.
Valensi penting dalam pengertian rumus bagun. Sebaliknya bilangan oksidasi
dapat positif maupun negative; umumnya nilainya sama dengan nilai valensi
tetapi ada kalanya berbeda, malahan tidak selalu bulat, dapat juga pecahan.
Perbedaan ini terjadi karena BO merupakan hasil perhitungan dan sebenarnya
tidak punya dasar riil. Perbedaan nilai ini dengan valensi terjadi antara lain kalau
dalam molekul terdapat ikatan antara atom-atom unsure sejenis (misalnya dalam
ikatan organik). BO sangat membantu untuk mengerti reksi oksidasi-reduksi
(redoks) dan perhitungan yang bersangkutan dengan redoks, misalnya dalam
penentuan koefesien reaksi.
Oksidasi ialah reksi yang menaikkan BO suatu unsure dalam zat yang
mengalami oksidasi, dapat juga dilihat sebagai kenaikan muatan
positif (penurunan muatan negatif) dan umumnya juga kenaikan valensi.
Sebaliknya ialah reduksi, yaitu reaksi yang menurunkan BO atau muatan positif
(menaikkan muatan negatif) dan umumnya menurunkan valensi unsure dalam zat
yang direduksi . Jadi sekalipun kita mereduksi atau mengoksidasi suatu
persenyawaan, sebenarnya yang dioksidasi atau reduksi itu ialah unsure tertentu
yang terdapat di dalam pesenyawaan tersebut. Miasalnya:
MnO2 + 4 HCl MnCl2 + Cl2 + 2 H2O
Dalam reaksi ini, MnO2 ialah oksidator dan HCl, sedang HCL mereduksi atau
dioksidasi oleh MnO2. Tetapi, seperti disebut di atas, yang dioksidasi ataupun
direduksi ialah suatu unsure dalam persenyawaan-persenyawaan yang
bersangkutan. Dalam hal ini, yang dioksidasi ialah unsure Cl karena tampak
berubah (naik muatan positifnya) dari Cl di dalam HCl, menjadi Cl dalam
molekul Cl2. Yang diredusi ialah unsure Mn karena berubah (turun) BO-nya dari
+4 dalam MnO2 menjadi +2 dalam MnCl2.
2.2. Kemungkinan Terjadinya Suatu Reaksi Redoks
Bila zat A direkasikan dengan zat B, bagaimana diketahui apakah akan
terjadi reaksi redoks atau bukan redoks? Untuk menjawab pertanjaan ini harus
diperhatiakan:
1. tingkat oksidasi/valensi unsure-unsur dalam A maupun B, apakah ada
yang dapat naik dan ada yang turun BO-nya.
2. bila ada, apakah A oksidator cukup kuat dan B reduktor cukup kuat,
ataupun sebaliknya;
3. hal-hal lain.
A harus berisi unsure yang dapat dioksidasi dan B berisi unsure yang dapat
direduksi atau sebaliknya. Misalnya reaksi antara asam nitrat dan ferrioksida
HNO3 + Fe2O3 ?
Bukan reaksi redoks karena H,N, dan Fe sudah mempunyai BO tertinggi sehingga
kedua zat tidak dapat dioksidasi, hanya dapat direduksi (untuk reaksi redoks, satu
harus dapat dioksidasi dan satu harus dapat direduksi). Juga reaksi antara asam
nintrat dan kalium hidroksida
HNO3 + KOH
Tidak mungkin redoks.
Lain halnya dengan reaksi :
FeSO4 + I2 ?
Yang mungkin berlangsung sebagai reaksi redoks, karena Fe (+2) dapat naik BO
menjadi Fe (+3), dan di pihak lain I (0) masih dapat turun menjadi I (-1). Maka
mungkin terjadi reaksi redoks dengan FeSO4 sebagai reduktor dan I2 sebagai
oksidator.
Contoh lain yang mungki menghasilkan reaksi redoks ialah :
MNO2 + NaBr + H2SO4 ?
Karena Mn (+4) dapat menjadi (+2); Br (-1) dapat menjadi (0) atau lebih.
2.3. Kurva Titrasi Redoks
Bahwa pada setiap titrasi selalu terbentuk kesetimbangan antara titrant
yang sudah ditambahkan dan titrat. Ini merupakan dasar utama perhitungan titik-
titik kurva titrant. Dalam hal ini, ordinat ialah potensial larutan, sebab inilah yang
mencirikan keadaan larutan pada setiap saat titrant dan berubah bersama dengan
penambahan titrant.
Dalam membentuk kurva titrasi dengan titrasi redoks, biasanya diplot
grafik E sel (terdapat SCE) dengan volume dari titrant. Seperti diketahui
sebagaian besar indicator redoks redoks memang sensitive tetapi indicator ini
sendiri merupakan oksidator atau reduktor, sehingga perubahan potensial sistem
indicator juga perlu dipertimbangkan selama titrasi. Oleh karena itu pada titrasi
potensiometri, dimana E sel (dibandingkan terhadap elektroda pembanding)
dibaca selama titrasi, titik ekivalen ditentukan dari kurva titrasinya. Perubahan
potensial akibat penambahan Nernst asalkan potensial elektroda standar diketahui.
Misalnya pada suatu jenis kurva titrasi dengan mempertimbangkan potensial
reduktor oksidasi pada titik kesetimbangan (Eeg). Persamaan Nernst menyatakan:
E = E - log
Untuk reaksi:
Fe + Ce = Fe + Ce
Pada kesetimbangan potensial elektroda untuk dua setengah reaksi adalah
sama.Ece = EFe = Esistem. Ini adalh potensialnya dari sistem. Untuk indicator
redoks berlaku pula: Ece = EFe = Esistem.
2.4. Jenis-jenis Titrasi Oksidasi-Reduksi
Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasar pemakaiannya:
1. Na2S2O3 sebagai titrant; dikenal sebagai yodometri tak langsung
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metode ini
analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2 inilah dititrasi dengan
Na2S2O3:
OKsanalat + I Red analat I2 (…1)
2 S2O3 + I2 S4O6 + 2 I (…2)
Daya reduksi ion yodida cukup besar dan titrasi ini banyak diterapkan. Reaksi
S2O3 dengan I2berlangsung baik dari segi kesempurnaannya, berdasarkan
potensial redoks masing-masing:
S4O6 + 2 e 2 S2O3 E = 0,08 volt (…3)
I2 + 2 e 2 I E = 0,536 volt (…4)
Selain itu, reaksi berjalan cepat dan bersifat unik karena oksidator lain tidak
mengubah S2O3 menjadi S4O6 melainkan menjadi SO3 seluruhmya atau
sebagaian menjadi SO4 .
Titrasi dapat dilakukan tanpa indicator dari luar karena warna I2 yang dititrasi itu
akan lenyap bila titik akhir tercapai; warna itu mula-mula coklat agak tua, menjadi
lebih muda, lalu kuning, kuning-muda, dan seterusnya, samapai akhirnya lenyap.
Bila diamati dengan cermat perubahan warna tersebut, maka titik akhir dapat
ditentukan dengn cukup jelas. Konsentrasi 5 x 10 M yod masih tepat dapat
dilihat dengan mata dan memungkinkan penghentian titrasi dengan kelebihan
hanya senilai 1 tetes yod 0,05 M. Namun lebih amudah dan lebioh tegas bila
ditambahakan amilum kedalam larutan sebagai indicator. Amilum dengan
I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang masih sangat jelas
sekalipun I2 sedikit sekali. Pada titik akhir, yod yang terikat itu pun hilang
bereaksi dengan titrant sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan
warnanya tampak sangat jelas. Penambahan amilum ini harus menunggu sampai
mendekati titik akhir titrasi (bila yod sudah tinggal sedikit yang tanpa
dari warnanya yang kuning-muda). Maksudnya ialah agar amilum tidak
membungkus yod dan menyebabkan sukar lepas kembali. Hal ini akan berakibat
warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila
yod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian
ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir.
a. Larutan Na2S2O3
Larutan ini biasanya dibuat dari garam, Na2S2O3. 5 H2O. Karena BE =
BM-nya (248,17) maka dari segi ketelitian penimbangan, hal ini menguntungkan.
Larutan ini perlu distandardisasi. Kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh Ph
rendah, sinar matahari, dan terutama adanya bakteri yang memanfaatkan S. Pada
PH rendah (<5)>
S2O3 + H HSO3 + S
Tetapi karena reaksi ini berjalan lambat, kesalahan tidak perlu dikuartirkan
walaupun larutan yang dititrasi cukup asam asal titrasi dilakukan dengan
penambahan titrant yang tidak terlalu cepat. Bakteri dapat menyebabkan
perubahan S2O3 menjadi SO3 , SO4 dan S . S ini tanpa sebagian endapan
koloida yang membuat larutan menjadi keruh; ini pertanda larutan harus diganti.
Untuk mencegah aktivitas bakteri, pada pembuatan larutan hendaknya dipakai air
yang sudah dididihkan; selain itu dapat ditambahakan pengawet seperti misalnya
klorofom, natrium benzoate, atau HgI2.
Kestabilan larutan Na2S2O3= dalam penyimpangan ternyata paling baik
bila mempunyai pH antara 9 dan 10, mungkin karena aktivitas bakteri yang
minimal. Untuk kebutuhan biasa, pH 7 sudah sangat memadai. Walupun
demikian, larutan Na2S2O3 harus sering distandardisasi ulang.
b. Sumber kesalahan Titrasi
● Kesalahan Oksigen: Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi
terlalu tinggi karena dapat mengoksidasi ion yodida menjadi I2 juga sebagai
berikut :
O2 + 4 + 4 H 2 I2 + 2 H2O
● Pada Ph tinggi muncul bahan lain, yaitu bereaksinya I2 yang berbentuk
dengan air (hidrodisa) dan hasil reaksinya lanjut:
I2 + H2O HOI + I + H (a)
4 HOI + S2O3 + H2O 2 SO4 + 4 I + 6 H (b)
● Di atas sudah disebutkan bahaya kesalahan karena pemberian amilum terlalu
awal.
● Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan agak lambat. Karena itu sering
kali harus ditunggu sebelum titrasi; sebaliknya menunggu terlalu lama tidak
baik karena kemungkinan yod menguap.
C. Berat ekivalen
Dalam titrasi ini, BE suatu zat dihitung dari banyaknya zat mol) yang
menghasilkan atau membutuhkan satu mol atom yod (bukan ion yodida).
BE =
c. Bahan Baku Primer
● I2 murni atau dimurnikan dengan jalan disublimasikan. BE cukup tinggi
(126,9). Yod mudah menguap, maka bahan ini harus ditimbang dalam botol
tertutup
● KIO3 kemurnianya baik, tetapi Be agak terlalu rendah (35,67)
● K2 Cr2O7 juga mudah sekali diperoleh dalam keadaan murni, tetapi juga
agak rendah BE-nya (49,03). Reaksinya dengan KI harus ditunggu beberapa
lama senelumnya dititrasi.
2. I2 sebagai titrant; dikenal sebagai titrasi yodometri langsung dan kadang-
kadang dinamakan yodimetri
Dalam metode ini, analat dioksidasi oleh I2 sehingga I2 tereduksi menjadi ion
yodida:
Ared + I2 Aoks + I , Yod meruapakan oksidator yang tidak terlalu kuat ,
sehingga hanya zat-zat yang merupakan dari tak berwarna menjadi warna
biru.
a. Larutan Baku Yod
Yod (I2) sebagai zat padat sukatr larut dalam air , yaitu hanya sekitar 0,0013
mol per liter pada 25 C, tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI karena
membentuk ion I3 sebagai berikut:
I2 + I I3 (ion triyodida)
Maka larutan dibuat dengan KI sebagai pelarut. Larutan yod ini tidak stabil,
sehingga standardisasi perlu dilakukan berulang kali.
b. Kesempurnaan Reaksi
Sebagai oksidator lemah, yod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna. Karena
itu sering dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan kea rah hasil reaksi
antara lain dengan mengatur Ph atau menambahkan bahan pengkomleksan
seperti yang dilakukan pada titrasi Fe dengan pemberian EDTA atau P2O7.
3. Suatu oksidator kuat sebagai titrant. Diantaranya yang paling sering
dipakai ialah:
a. KMnO4
b. K2Cr2O7
c. Ce (IV)
4. Suatu reduktor kuat sebagai titrant
Larutan bahan pereduksi sering penggunaanya karena sangat mudah
teroksidasi oleh udara. Akibatnya, kadang-kadang titrasi harus dilakukan
dalam atmosfer insert, misalnya dengan mengalirkan N2 atau CO2 ke dalam
atau ke atas titrat. Juga penyimpangan larutan memerlukan lingkaran inert.
Cara lain ialah menambahkan pereduksi berlebih, lalu menitrasikannya
kembali dengan oksidator untuk menentukan kelebihannya; oksidator yang
dipakai dapat misalnya kalium bikhromat baku. Disamping itu dilakuakan
titrasi blangko atas pereduksi tersebut untuk menentukan konsentrasinya yang
tepat.
a. Pereduksi-pereduksi kuat yang dapat dipakai sebagai titrant antara lain ialah
titrant (III) dan khrom (II) yang cepet sekali bereaksi dengan udara
sehingga harus digunakan dengan gas inert N2 atau CO2.
b. Natrium tiosulfat sebagai titrant untuk yodometri tak langsung sudah
dibicarakan.
c. Larutan Fe dengan mudah dapat dibuat dari garam Mohr, Fe(NH4)2 (SO4)2.6
H2O atau garam Oesper, FeC2H4 (NH4)2.4 H2O (ferro etilendiammonium
sulfat). Dalam larutan netral, Fe (II) cepat teroksidasi oleh udara, tetapi hal
itu dapat dicegah bila larutan diasami dan larutan paling stabil dibuat
dengan H2SO4 sekitar 0,5 M. Larutan demikian perlu distandarisasi setiap
kali hendak dipakai.
2.6. Penentuan Titik Akhir pada Titrasi Redoks
Biasanya dua jenis indicator digunakan untuk menentukan titik akhir.
Indikator tersebut adalah indicator eksternal maupun indicator internal. Biasanya
indicator eksternal digunakan dalam uji bercak.Contohnya : K3Fe(CN)6 untuk Fe.
UO2(NO3)2 untuk Zn. Indikator eksternal dapat digantikan oleh indicator redoks
internal. Indikator terdiri dari jenis ini harus menghasilkan perubahan potensial
oksidasi di sekitar titik ekivalen reaksi redoks. Yang terbaik adalah indicator 1.10-
fenantrolin, indicator ini mempunyai potensi oksidasi pada harga antara potensial
larutan yang titrasi dan penitrannya sehingga memberikan titik akhir yang jelas.
(fen)3Fe + e (fen)3 Fe E = 1,06 V – 1,11 V
Biru Merah
Garam kompleks yang diperoleh dari pencampuran secara ekivalen 1.10-
fenantrolin dan FeSO4membentuk kompleks khelat yang disebut “ferroin”.
Pertukaran electron berlangsung melalui cincin aromatic. Kompleks Fe dengan
5-nitro-1, 10-fenantrolin dan 5-metil-1-10-fenantrolin masing-masing dikenal
sebagai nitroferrolin (E = 1,25 V) dan metal-ferroin (E = 1,02 V). Kompleks
Fe dengan 4-7 dimetil fenantrolin mempunyai harga E = 0,921 V dalam 0,5 M
H2SO4. Turunan-turunan lain yang sering digunakan adalah 5,6-dimetil; 3,5,7
trimetil; 3,4,6,7-tetrametil; 5 fenil; 5-khloroferroin. Kemudian indicator trimetil
metana; turunan ini digunakan dalam suasan larutan alkalis dan netral. Misalnya
saja eroglaucine A (0,98 V), erigren B (0,99 v), eriogren semuanya berubah
warnanya dari kuning ke jingga pada peristiwa oksidasi. Pada keadaan tersebut
titrasi kembali tidak mungkin dilakukan karena perubahan warnanya tidak
reversible. Difenil amin dalam H2SO4 juga merupakan indicator yang sering
digunakan.
2.7.Pemakaian Iodium Sebagai Regen Redoks
Karena harga E iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem
iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. Jika E tidak
tergantung pada pH (pH <>
I2 + 2 e 2 I , E = 0,535 V
I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodide secara relative merupakan reduktor
lemah. Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida [KI3].
Oleh karena itu
I2 + 2 e 2 I , E = 6,21 adalah reaksi pada permulaan reaksi. Iodium
dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus disimpan
dalam tempat yang dingin dan gelap. Dapat distandarisasi adalah As2O3.
Berkurangnya iodium akibat penguapan dan oksidasi udara menyebabkan banyak
kesalahan analisis. Cara lain standarisasi dengan Na2S2O3. 5H2O. Larutan
thiosulfat distandarisasi lebih dahulu terhadap K2CrO7. Reaksinya :
Cr2O7 + 14 H + 6 I 3 I2 + 2Cr + 7H2O
Biasanya indicator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi
< style="position: relative; top: 2pt;"> M dapat dengan mudah ditelan oleh
amilum.
Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks
iodium-amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya
ditambahkan pada titik akhir reaksi. Dengan formamida penyerangan kanji oleh
mikroorganisma paling sedikit. Kita akan membahas beberapa pilihan reaksi
iodometrik.
a. reaksi iodium-tiosulfat : Jika larutan iodium di dalam KI pada suasana
netral maupun asam dititrasi maka : I3 + 2S2O3 3 I + 2S4O6
sealam reaksi zat antara S2O3 I yang tidak berwarna adalah terbentuk
sebagai
S2O3 + I3 S2O3 I + 2 I warna yang terus menjadi
2S2O3 I + I S4O6 + I3 warna indicator muncul kembali pada
S2O3 I + S2O3 S4O6 + I Reaksi berlangsung baik dibawah pH =
5,0, sedangkan pada larutan alkali, larutan asam hpoiodus (HOI) terbentuk.
b. Reaksi dengan tembaga : Kelebihan KI bereaksi dengan CU (II) untuk
membentuk CuI dan melepaskan sejumlah ekivalen I2.
2Cu + 4 I 2CuI + I2 ; 2Cu + 3 I 2CuI + I3 Iodida berperan
sebagai reduktor. Reaksi dengan Cu
Cu + e Cu E = 0,15 V; I2 + 2 e = 21 E =0,54 V dan Cu
+ I + e CuI E = 0,86 V Hasil yang terbaik diperoleh dalam 4%
KI. pH optimum adalah 4,0.Cu (II) pada medium alkali akan lebih sulit
dioksidasi. Na2S2O3 di tambahkan secara perlahan-lahan karena iodium
yang teradsorbsi dilepaskan sedikit demi sedikit. Adanya ion klorida dapat
mengganggu karena iodide tidak dapat mereduksi Cu (II) secara
kuantitatif.
c. Oksigen terlarut : Dengan menggunakan metode Winkler, oksigen terlarut
(DO) dapat ditentukan. Dasarnya adalah reaksi antara O2 dan Mn (II)
hidroksida yang tersuspensi pada media alkali. Pada penambahan asam
Mn (OH)2 berubah menjadi Mn-iodida.
d. Air dengan metode Kerl Fischer : Ini meliputi titrasi sampel dalam
methanol. Titik akhir titrasi sesuai dengan munculnya kelebihan I2, yang
dapat dideteksi secara manual maupun dengan cara-cara elektrokimia.
Reaksi adalah :
C5H5N.I2 + C5H5N.SO2 + C5H5N + H2O 2C5H5N H I + C5H5N.
SO2 (Piridin N – asam sulfonat)
C5H5N.SO3 + CH3OH C5H5NO. SO2OCH3 (Piridium metal sulfat)
C5H5N.SO3 + H2O C5H5NHO. SO2OH (Piridium hydrogen sulfat)
Reaksi totalnya :
I2 + SO2 + H2O + CH3OH + 3 pyH I 2 pyH I + pyHOSO2OCH3
Metode ini sangat untuk menentukan kelembapan dan kandungan H2O dari
beberapa materi. Metode dua reagen lebih baik bila sampel dan piridin
methanol serta SO2 dititrasi dengan iodium dalam metanol.
2.8. Beberapa Sistem Redoks
a. Ce (IV) sulfat adalah oksidator yang sangat baik dengan indicator o-fenantrolin.
Pada reaksi Ce Ce + e electron orbital 4f-lah yang dibebaskan. Laju
reaksi dipengaruhi oleh pelarut dan pembentukan kompleks. Ce (IV) selama
reaksi dalam medium H2SO4, HNO3 dan HCLO4 berada dalam bentuk kompeks.
Potensial formal pasangan Ce (IV)-Ce (III) adalah 1,70 V dalam HCIO4; 1,60 V
dalam HNO3 dan 1,42 V dalam larutan H2SO4.
b. Kalium permanganate : adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan indicator.
Kelemahanya adalah dalam medium HCI CI dapat teroksidasi. Demikian juga
kelarutannya, mempunyai kestabilan yang terbatas. Biasanya digunakan pada
medium asam 0,1N; MnO4 + 8 H + 5 e 4 H2O E = 1,51 V. Reaksi
oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperature ruang.
c. Kalium dikromat : reaksi ini berproses seperti
Cr2O7 + 14 H + 6 e Cr + 7 H2O E = 1,33 V Zat ini mempunyai
keterbatasan dibandingkan KMnO4 atau Ce (IV), yaitu kekuatan oksidasinya lebih
lemah dan reaksinya lambat. K2Cr2O4 bersifat stabil dan inert terhadap HCI.
Mudah diperoleh dalam kemurniaan tinggi dan merupakan standar primer.
Biasanya indicator yang digunakan adalah asam difenilamin-sulfonat. Terutama
digunakan untuk analisis besi (III) menurut reaksi :
6 Fe + Cr2O7 + 14 H 6 Fe + 2 Cr + 7 H2O
d. Kalium bromate : ini adalah oksidator kuat. Reaksinya: BrO + 6 H Br
+ 3H2O E = 1,44 V. BrO3 adalah standar primer dan sifatnya stabil. Methyl
orange atau red digunakan sebagai indicator tetapi tidak sebaik
nafthaflavon,quinoline yellow. Kalium Bromat banyak digunakan dalam kimia
organic, missal titrasi dengan oksin. Sebagian besar titrasi meliputi titrasi kembali
dengan asam arsenic.
e. Kalium iodat : banyak dipakai dalam kimia analitik IO3 + 5 I + 6 H 3
I2 + 3 H2O dan reaksi dalam titrasi Adrew’s: IO3 + Cl + 6 H +4 e ICI + 3
H2O E = 1,20 V. titrasi Andrew dilakukan pada suasana asam HCI 6 M dalam
CCI4. Titik akhir ditetapkan pada saat earna unggu menghilang . Untuk
mendapatkan warna titik akhir yang tepat perlu dilakukan pengocokan.
BAB III
BAHAN, ALAT DAN METODE
3.1. Bahan Percobaan
Beberapa bahan yang digunakan untuk praktikum ini yaitu : asam oksalat,
KMnO4, dan sampel (sampel I)
3.2. Alat Percobaan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu : pembakar bunsen,
termometer, kaki tiga, kasa, neraca elektrik, labu erlemeyer, buret, gelas
ukur, pipet, kertas, labu ukur, dan corong
3.3 Metode/prosedur Percobaan
Metode Percobaannya yaitu :
1. Pembuatan Larutan Baku Primer asam oksalat, (H2C2O4.2H2O) (BM 126)
0,05 N. Asam oksalat ditimbang seberat + 0,315 gram, lalu dimasukkan
ke dalam labu ukur seukuran kemudian larutkan dengan menambahkan
aquadest sampai volume 100 ml.
2. Pengenceran larutan baku sekunder KMnO4 0,1 N menjadi 0,05 N 50 ml
kalium permanganat (KMnO4) diadakan sampai volume 100 ml.
3. Pembakuan KMnO4
Pipet 25 ml asam oksalat, masukkan ke dalam labu Erlemenyer,
kemudian tambahkan 15 ml H2SO4 panaskan. Titrasi dengan larutan baku
KMnO4 sampai terbentuk warna ros. Catat volume akhir KMnO4 pada
buret. Ulangi, kemudian cari volume rata-rata KMnO4 yang terpakai.
Catat Volum rata-rata KMnO4 yang terpakai.
4. Perhitungan Konsentrasi Sampel (Sampel I)
Pipet 25 ml sampel, tambahkan H2SO4 kemudian panaskan sampai
letupan yang pertama. Titrasi dengan larutan baku KMnO4 sampai
terbentuk warna ros. Catat akhir KMnO4. Ulangi kemudian cari volume
rata-rata KMnO4.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Percobaan
Pada percobaan ini, asam oksalat 25 ml ditambahkan H2SO4 pekat
kemudian dipanaskan mencapai suhu 60-65o C ternyata mempunyai
warna larutan tetap bening.
Tabel Hasil Titrasi Asam Oksalat dengan H2SO4 oleh KMnO4
Percobaan Titik Ekivalen (mL)
1 5,7 mL
2 5,7 mL
Rata-rata TE 5,7 mL
Keterangan :
Warna berubah menjadi warna ros.
V1 . N1 = V2 . N2
N asam oksalat . Vasam Oksalat = N KMnO4 . V KMnO4
N1 = N2 . V 2
V1
= 0,03 . 5,7 mL
25 mL
= 0,171
25
= 0,00684 N
= 6,84 X 10-3
Jadi N asam oksalat adalah 6,84 X 10-3 N
4.2. Pembahasan
Pereaksi kalium permanganat ukan pereaksi aku primer. Sangat sukar
untuk mendapatkan perekasi ini dalam keadaan murni, bebas dari
mangan dioksida. Kalium permanganat merupakan zat pengoksid kuat
yang berlainan menurut pH medium, kalium permanganat merupakan zat
padat coklat tua yang menghasilkan larutan ungu bila dilarutkan dalam
air, yang merupakan ciri khas untuk ion permanganat.
Timbulnya mangan dioksida ini justru akan mempercepat reduksi
pemanganat. Demikian juga adanya ion mangan (II) dalam larutan akan
mempercepat reduksi permanganat menjadi mangan oksida. Reaksi
tersebut berlangsung sangat cepat dalam suasana netral. Oleh karena itu
larutan kalium permanganat harus dibakukan dahulu dengan
menggunakan asam oksalat (H2C2O4) dan H2SO4.
Pembakuan larutan KMnO4 ini dapat dilakukan dengan titrasi
permanganometri secara langsung, biasanya dilakukan pada analit yang
dapat langsung dioksida.
Kalium permanganat merupakan zat pengoksidasi yang sangat kuat.
Pereaksi ini dapat dipakai tanpa penambahan indikator, karena mampu
bertindak sebagai indikator. Oleh karena itu pada larutan ini tidak
ditambahkan indikator apapun dan langsung dititrasi dengan larutan
KMnO4.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain
terletak pada: Larutan pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan
dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang
terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi
akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah
larutan berwarna merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat
pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada
larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan
cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+¬. MnO4- +
3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+ Penambahan KMnO4 yang terlalu
lambat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu
lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah
dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk
peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
Raeksi antara permanganat dengan asam oksalat berjalan agak lambat
pada suhu kamar. Tetapi kecepatan meningkat setelah ion mangan (II)
terbentuk mangan (II) bertindak sebagai suatu katalis dan reaksinya
diberi istilah otokatalitik karena katalis menghasilkan reaksinya sendiri.
Kalium permanganat merupakan pengoksidasi yang kuat sehingga dapat
memakainya tanpa penambahan indikator. Hal ini dikarenakan kalium
permanganat dapat ertindak sebagai indikator atau autoindikator.
Diperoleh volume yang menggunakan KMnO4 sebesar 1 mL, dengan
perubahan larutan menjadi warna ros.
Reaksi yang terjadi adalah :
2MnO4- + 5H2C2O4 + 6H+ à 2Mn2 +10 CO2 + 8 H2O
Berdasarkan reaksi diatas diperoleh sesuai dengan konsep awal bahwa
normalitas KMnO4 yang digunakan adalah 0,03 N maka untuk
dihasilkan perhitungan sebagai berikut :
V1 . N1 = V2 . N2
N asam oksalat . Vasam Oksalat = N KMnO4 . V KMnO4
N1 = N2 . V 2
V1
= 0,03 . 5,7 mL
25 mL
= 0,171
25
= 0,00684 N
= 6,84 X 10-3
Jadi N asam oksalat adalah 6,84 X 10-3 N
Permanganat akan memberikan warna merah ros yang jelas pada volume
larutan biasa dipergunakan dalam larutan yang biasa dipergunakan
dalam sebuah titrasi. Warna ini dipergunakan untuk mengidikasi
kelebihan reagen tersebut. Permanganat berekasi secara cepat dengan
banyak agen pereduksi, namun beberapa substansi membutuhkan
pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi.
Tabel Hasil Titrasi Asam Oksalat dengan H2SO4 oleh KMnO4
Percobaan Titik Ekivalen (mL)
1 5,7 mL
2 5,7 mL
Rata-rata TE 5,7 mL
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari
titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah
MnO2. Bagaimanapun juga, mengingat reaksinya berjalan lambat,
MnO2 tidak diendapkan secara normal pada titik akhir titras-titrasi
permanganat. Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam
pembuatan larutan permanganat. Jejak-jejak dari MnO2 yang semula ada
dalam permanganat, atau terbentuk akiat dari reaksi antara permanganat
dengan jejak-jejak dari agen-agen pereduksi didalam air, mengarah pada
dekomposisi. Tindakan-tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-
kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi-substansi yang
dapat direduksi.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan maka praktikan dapat menarik beberap
kesimpulan yang penting, yaitu :
a. Permanganometri adalah metode titrasi menggunakan larutan
KMnO4 sebagai titran
b. Larutan KMnO4 dibakukan dengan H2C2O4. 2H2O dan diperoleh
konsentrasi KMnO4standarisasi sebesar 0,03 N. Konsentrasi H2C2O4.
2H2O adalah 6,84 X 10-3 N
c. Reaksi titrasi kalium permanganat tidak memerlukan indikator
d. Titrasi ini berjalan agak lambat pada temperatur ruangan
e. Dilakukan pemanasan untuk mempercepat titrasi
B. SARAN
Pada praktikum kali ini, praktikan menyadari banyak kekurangan.
Dalam hal ini diharapkan supaya prosedur serta ala-alat yang digunakan itu
sesuai dengan penuntun praktikum, sehingga saat pembuatan jurnal maupun
untuk pembuatan laporan atau bahkan saat praktikum itu sedang berjalan
praktikan tidak bingung. Praktikan juga menyadari akan kesulitan untuk lebih
teliti dalam membaca angka-angka yang ada dalam buret, karena posisi
penyangga buretnya miring yang sulit untuk diluruskan. Sehingga praktikan
berharap untuk kedepannya sarana dan alat-alat praktikum yang sekira sudah
kurang layak, atau rusak harap bisa cepat diperbaiki, agar para praktikan
lainnya pada umumnya, khususnya saya bisa mendapatkan data yang benar-
benar akurat. Demikianlah laporan praktikum saya. Dalam hasil ini
tentulah masih banyak kekurangan maupun kesalahan yang disengaja maupun
tak disengaja, maka dari pada itu praktikan mohon maaf apabila ada dari
pembaca yang kurang berkenan terhadap laporan saya ini, kritik dan saran yang
bersifat membangun selalu saya harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. Dkk.199. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta
Haryadi.1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia: Jakarta.
Purba, Michael 1995. Ilmu Kimia untuk SMU Kelas 2 Jilid 2A. Jakarta :
Erlangga.
Sutresna, Nana. 2003. Pintar Kimia Jilid 3 untuk SMU Kelas 3. Jakarta :
Ganeca Exact.
Pudjaatmaka, Hadyana.1989. KIMIA UNTUK
UNIVERSITAS. ERLANGGA: Jakarta.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta