file · Web viewpersonal adalah suatu kondisi kepribadian seseorang dalam berinteraksi...

62
MENELADANI KECERDASAN INTERPERSONAL RASULULLAH SAW MUHAMMAD SOLEH Setelah aku merenungi satu sisi diriku, yaitu emosiku, dan merefleksikannya pada intrapersonal Rasulullah, maka sepatutnya harus ku lengkapi dengan meneladani sisi lain dari panutan kita, yaitu sisi interpersonal Rasulullah saw. A. PENDAHULUAN Interpersonal adalah suatu kondisi kepribadian seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Interpersonal sangat berkaitan erat dengan intrapersonal yang keduanya memang berada dalam wilayah emosi. Kita dapat merasakan atau menyaksikan, jika kondisi intrapersonal kita sedang negatif, semisal sedih, marah, takut, atau galau, maka hubungan kita dengan orang lain akan dipengaruhi oleh kondisi itu, sehingga orang lain dapat merasakan aura negatifnya. Demikian juga jika kondisi kita sedang positif, maka orang lain akan merasakan aura positifnya. Kemampuan seseorang untuk mengendalikan kondisi intrapersonalnya disebut kecerdasan intrapersonal. Bila telah terkendalikan, lalu dikembangkan untuk berinteraksi positif kepada orang lain, dan orang lain itu tidak merasakan aura negatif, malahan merasakan aura positif, maka inilah yang disebut kecerdasan interpersonal. Kecerdasan ini dapat diasah, dilatih dan dibiasakan. Bagaimana mengasah, melatih dan membiasakannya? Kecerdasan Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw. Page 1

Transcript of file · Web viewpersonal adalah suatu kondisi kepribadian seseorang dalam berinteraksi...

MENELADANI KECERDASAN INTERPERSONAL RASULULLAH SAWMUHAMMAD SOLEH

Setelah aku merenungi satu sisi diriku, yaitu emosiku,dan merefleksikannya pada intrapersonal Rasulullah,

maka sepatutnya harus ku lengkapi dengan meneladani sisi lain dari panutan kita,

yaitu sisi interpersonal Rasulullah saw.

A. PENDAHULUANInterpersonal adalah suatu kondisi kepribadian seseorang dalam

berinteraksi dengan orang lain. Interpersonal sangat berkaitan erat dengan intrapersonal yang keduanya memang berada dalam wilayah emosi. Kita dapat merasakan atau menyaksikan, jika kondisi intrapersonal kita sedang negatif, semisal sedih, marah, takut, atau galau, maka hubungan kita dengan orang lain akan dipengaruhi oleh kondisi itu, sehingga orang lain dapat merasakan aura negatifnya. Demikian juga jika kondisi kita sedang positif, maka orang lain akan merasakan aura positifnya.

Kemampuan seseorang untuk mengendalikan kondisi intrapersonalnya disebut kecerdasan intrapersonal. Bila telah terkendalikan, lalu dikembangkan untuk berinteraksi positif kepada orang lain, dan orang lain itu tidak merasakan aura negatif, malahan merasakan aura positif, maka inilah yang disebut kecerdasan interpersonal. Kecerdasan ini dapat diasah, dilatih dan dibiasakan. Bagaimana mengasah, melatih dan membiasakannya? Kecerdasan interpersonal telah dipraktikkan Rasulullah dan menjadi pembelajaran bagi kita. Sesungguhnya pada diri Rasululah terdapat teladan yang baik.

Interpersonal atau hablum minan naas Rasulullah, dapat dipisahkan dalam dua keadaan. Pertama, interpersonal dalam rangka mengemban ar-Risalah. Dalam hal ini, Rasulullah langsung dituntun oleh Allah swt, dan tidak ada yang diucapkan, dilakukan atau

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 1

didiamkan, kecuali dengan wahyu Allah. Kedua, interpersonal Rasulullah sebagai pribadi yang bermasyarakat. Rasulullah tetap menjadi teladan dalam bergaul kepada sesama.

B. KISAH INTERPERSONAL RASULULLAH DALAM MENGEMBAN AR-RISALAH

1. Risalah Pertama yang Menggetarkan.

Kondisi intrapersonal Rasulullah mengalami ketakutan yang maha dahsyat,

ketika didatangi Jibril yang menyuruhnya membaca (Iqro’). Kondisi kesepian dan

kesendirian di gua itu, berbalik 180o, mendorongnya untuk mencari orang lain, dan

orang yang paling menyejukkannya adalah istrinya, Khadijah. Ia bergegas pulang ke

rumah, dan mengadukan keadaan dirinya, sambil berucap, “Selimuti aku, selimuti aku”. Dengan lembut Khadijah menyelimuti Nabi, sambil berkata, “Sungguh Allah tidak akan menyia-nyiakan dikau, sebab engkaulah yang mempererat tali persaudaraan, jujur dalam perkataan, engkaulah yang mau memikul beban orang lain dan menghormati tamu, menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan kebenaran” . Betapa sejuknya ungkapan itu, sampai Nabi pun tertidur pulas.

Dari kisah ini, dapat ditelusuri, bahwa sebelum mendapat risalah pertama, Interpersonal Rasulullah sudah sangat mulia, yaitu mempererat tali persaudaraan, jujur dalam perkataan, memikul beban orang lain dan menghormati tamu, menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan kebenaran” . Beliau menyepi dan menyendiri di gua Hira, bukan mengingkari interpersonalnya, tetapi beliau merenungkan kondisi bangsanya yang jahiliyyah; yang menyembah banyak tuhan, dan tuhannya buatan sendiri, dan tuhannya tidak memberi manfaat atau mudarat, dan tuhannya membiarkan saja makhluknya tidak

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 2

beradab bahkan biadab; Hubungan sesama manusia disandarkan pada kekuatan fisik, pengaruh dan gender; perempuan diperlakukan sebagai benda, kelahiran anak perempuan dipandang sebagai aib maka harus dikubur hidup-hidup; mabuk, judi dan perempuan sebagai puncak kebahagiaan dalam pesta pora. Lalu mereka kembali menghadap tuhannya, dan mempersembahkan sesajian, meminta keberkahan. Keadaan ini benar-benar membuat Rasulullah galau. Beliau merasakan, ini tidak masuk akal dan tidak fitrah. Beliau meyakini, itu semua bukan tuhan. Beliau meyakini adanya tuhan dan tuhan haruslah satu dan tidak serupa dengan makhluknya. Beliau galau. Dalam kondisi galau inilah, Tuhan yang sesungguhnya, Allah swt, datang menyentuh sanubari Rasulullah, dan mengenalkan diri-Nya sebagai Pencipta Manusia, Tuhan yang Maha Mulia, Yang Mengajarkan Manusia dengan qalam, Mengajarkan Manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS Al-‘Alaq:1-5)

اقرأ باسم ربك الذي خلق خلق اإلنسان من علق اقرأ وربك األكرم الBذي علم بBBالقلم علماإلنسان ما لم يعلم

Istrinya, Khadijah mengembangkan interpersonal Rasulullah dengan membawa

Rasulullah kepada pamannya, seorang alim yang berpaham ajaran Nabi Ibrahim, yaitu

Waraqah bin Naufal. Waraqah meyakini bahwa Rasulullah telah mendapat wahyu, yang

dibawa oleh Jibril, dan Rasulullah akan mengemban amanah menyampaikan ar-Risalah, yang

konsekuensianya akan dimusuhi kaumnya dan bahkan akan terusir dari Mekkah. Waraqah

juga memberi penguatan, bahwa bila ia masih hidup ketika Nabi dimusuhi, ia akan menjadi

pembelanya, dan juga memberi penguatan bahwa ar-Risalah akan berjaya pada akhirnya.

Dengan penguatan ini, ia rindu sekali ingin didatangi Jibril lagi, dan bersedia menerima

perintah berikutnya. Dan benarlah, Beliau memang mendapat perintah, QS Al-Mudatsir:1- 7

ولربك تستكثر تمنن وال فاهجر والرجز فطهر وثيابك فكبر وربك فأنذر قم المدثر أيها يافاصبرHai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan

Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 3

berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh

(balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

2. Interpersonal dengan Santun dan Kekeluargaan.

Dengan kejelasan wahyu ini, beliau mulai berdakwah. Khadijah yang pertama

mengimaninya, (pastinya juga semua anggota keluarga di rumah itu, anak-anaknya dan

sepupunya Ali bin Abu Thalib dan pembantu/anak angkatnya Zaid bin Haritsah), kemudian

sahabat terdekatnya Abu Bakar. Beliau ingin semua kerabat, termasuk paman-pamannya

mendengarkan perintah Allah ini. Maka Beliau mengundang semua kerabat untuk makan

malam di rumahnya. Suasana kekeluargaan sangat ceria bahagia; Khadijah melayani tamu-

tamunya dengan senyum ramah. Selesai makan, Beliau menyampaikan sepatah kata, “Tuhan

telah menyuruh aku mengajak kerabat sekalian, untuk menjalani kehidupan di dunia dan

akhirat yang terbaik. Siapa di anatara kerabatku yang mau mendukungku dalam hal ini?”

Tak satupun dari paman-pamannya, termasuk Abu Thalib, menyambutnya. Suasana berubah

menjadi beku. Tetapi, tak lama kemudian, dalam suasana kebekuan yang senyap, tiba-tiba

saja Ali, putra Abu Thalib, berdiri dan berkata, “Rasulullah, saya akan membantumu, saya

adalah lawan siapa saja yang engkau tentang”. Semua hadirin tertawa, menertawakan Ali,

sambil menengok kearah Ali dan Abu Thalib silih berganti, karena Ali masih kanak-kanak

ketika itu. Sambil tertawa mengejek, mereka berdiri dan meninggalkan jamuan itu. Tetapi,

sejarah kemudian menegaskan bahwa ajakan itu ternyata menyentuh juga hati dua

pamannya, Hamzah dan Abbas. Sebaliknya, ajakan itu juga membangkitkan kebencian yang

meledak pada diri salah satu pamannya, yaitu Abu Lahab.

3. Interpersonal dengan Atraksi Menarik Perhatian.

Ketika ada perintah berdakwah secara terang-terangan, beliau memikirkan strategi mengumpulkan khalayak masyarakat Arab. Beliau dibimbing Allah untuk menaiki ketinggian bukit Shafa, dan melontarkan pertanyaan yang mengundang rasa ingin tahu. ia berseru sekeras-kerasnya agar masyarakat Quraisy berkumpul.

Ia memulai dengan sebuah pertanyaan: “percayakah kalian kalau aku mengatakan bahwa di balik bukit ini ada sekelompok musuh yang akan menyerang?” mereka menjawab: “percaya, engkau al-

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 4

Amin, tak pernah berdusta”. Rasulullah melanjutkan: “sesungguhnya aku Rasulullah. utusan Allah kepada kalian”.

Sungguh, strategi yang sangat jitu, memanfaatkan ketinggian dan kepercayaan

masyarakat kepadanya sebagai al-Amin, karena prilaku mulianya selama ini. Ketinggian

bermakna, kalaupun ada orang yang mau membantahnya, orang itu berada di bawahnya.

Pertanyaan dimulai dengan percayakah kalian ..... yang memancing jawaban percaya,

karena memang selama ini Muhammad tidak pernah berdusta. Barulah pesan utama

disampaikan. Ini mengagetkan hadirin, tetapi nada ucapan pesan itu keluar dengan suara

sahdu yang menggetarkan kalbu. Suara itu tidak keluar dari emosinya atau logikanya. Maka

suara itu menyentuh kalbu pada sebagian orang yang hadir, atau membuat termangu-mangu

orang yang tidak mengerti, dan hanya Abu Lahab, pamannya sendiri yang marah tak terkira.

Perlahan tetapi pasti, getaran cahaya iman itu merambah kepada beberapa orang dan segera

menjadi pengikut Rasulullah saw.

4. Interpersonal dengan Keteguhan Prinsip

Ketika pengikut Rasulullah semakin banyak, hal ini merisaukan para pembesar Quraisy. Mereka meminta Abu Thalib sebagai paman Rasulullah sekaligus sebagai pelindungnya, agar menasihati keponakannya itu. Berbagai bujukan dan iming-iming ditawarkan kepada Rasulullah. Tetapi Rasulullah berpegang teguh pada prinsip. Abu Thalib menyampaikan kepada kemenakannya: “pembesar Quraisy akan memberikan apa saja kepada ananda, jika ananda mau menghentikan risalah ini”. Allahu akbar. suatu jawaban agung meluncur dari mulut Nabi : “sekiranya mereka meletakkan Matahari di tangan kananku dan Bulan di tangan kiriku, agar aku menghentikan hal ini, niscaya aku tidak akan menghentikannya, sampai tegaknya al-haq atau aku mati karenanya”

Ada lagi satu ajakan dari kafirun itu: ”mari berdamai, sehari kami ikut agamamu, sehari berikutnya kamu ikut agama kami” Allah langsung menjawabnya:

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 5

“qul ya ayyuhal kafirun. la a’budu ma ta’budun. wa la antum ‘abidu nama a’bud. wa la ana ‘abidum ma ‘abadtum. wa la antum ‘abidu nama a’bud. lakum dinukum waliadin”

5. Interpersonal Menjalin Hubungan dengan Pihak yang Bersesuaian.

Dengan pengikut yang makin banyak, dan pada umumnya kaum yang lemah yakni para

budak, perempuan dan lansia, hal ini makin meningkatkan kekejaman dari kaum yang kuat

yakni majikan, orang kaya, bangsawan, dan penguasa. Pengikut Rasulullah semakin

teraniaya. Maka Rasululah memikirkan strategi untuk menyelamatkan keimanan yang baru

tumbuh itu. Bimbingan Allah swt datang dengan menganjurkan berhijrah ke negeri yang ada

kesesuaian iman. Negeri itu adalah Abesinia (Habasyah), yang rajanya memeluk agama

Kristen yang samawi, dan berjiwa melindungi kemanusiaan. Maka dikirimlah beberapa orang

mukminin ke Abesinia, yang dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib. Pembesar Quraisy

mengutus utusan pula yaitu Amr bin Ash dan Abdullah bin Abu Rabi’a. Kedua utusan itu

membawa hadiah-hadiah untuk mempengaruhi pembesar-pembesar kerajaan Abesinia, yang

mengantarkannya menghadap Raja Negus (Najasi). Utusan itu meminta Raja mengembalikan

para pengungsi Arab itu, sambil berkata, “mereka yang datang ke negeri paduka ini adalah

budak-budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan

tidak pula menganut agama paduka. Mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri,

yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka”.

Raja Najasi meminta para pengungsi itu menghadap, dan bertanya kepada Ja’far.

“Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan

sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan menganut agamaku atau agama lain?”

Ja’far menjawab, “Paduka Raja, ketika itu kami masyarakat yang bodoh, menyembah

berhala, bangkai pun kami makan, segala kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan

dengan kerabat, dengan tetangga kami tidak baik, yang kuat menindas yang lemah.

Demikian keadaan kami sampai Tuhan mengutus seorang rasul dari kalangan kami yang

telah kami kenal asal-usulnya, dia jujur, dapat dipercaya dan bersih. Ia mengajak kami

menyembah hanya kepada Allah yang Maha Esa, meninggalkan batu-batu dan patung-

patung yang selama ini kami dan nenek moyang kami menyembahnya. Ia menganjurkan kami

untuk tidak dusta, untuk berlaku jujur serta mengadakan hubungan keluarga dan tetangga

yang baik, serta menyudahi pertumpahan darah dan perbuatan jahat lainnya. Ia melarang

kami melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, memakan harta anak

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 6

yatim piatu, atau mencemarkan wanita-wanita yang bersih. Ia minta kami menyembah Allah

dan tidak mempersekutukannya, selanjutnya disuruhnya kami melakukan salat dam puasa.

Kami pun membenarkannya, Kami turut segala yang diperintahkan Allah, lalu yang kami

sembah hanyalah Allah yang tunggal. Tidak mempersekutukannya dengan apa dan siapapun

juga. Segala yang diharamkan kami jauhi, dan segala yang dihalalkan kami lakukan. Karena

itulah masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami, dan menghasut supaya kami

meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala, supaya kami melakukan segala

keburukan yang pernah kami lakukan dahulu. Oleh karena mereka memaksa, menganiaya,

dan menekan kami, dan menghalang-halangi kami dari agama kami, maka kami pun keluar

pergi kenegeri tuan ini. Tuan jugalah yang menjadi pilihan kami, senang sekali kami berada

di negeri tuan, dengan harapan disini tidak ada penganiayaan”.

Raja bertanya, “Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu, yang dapat tuan bacakan

kepada kami?”.

“Ada” jawab Ja’far. Ia lalu membacakan surat Maryam sampai pada firman Allah,

فريا شيئا جئت لقد مريم يا قالوا تحمله قومها به فأتتبغيا أمك كانت وما سوء امرأ أبوك كان ما هارون أخت ياصبيا المهد في كان من نكلم كيف قالوا إليه فأشارت

نبيا وجعلني الكتاب آتاني الله عبد إني قالحيا دمت ما والزكاة بالصالة وأوصاني كنت ما أين مباركا وجعلني

شقيا جبارا يجعلني ولم بوالدتي وبراحيا أبعث ويوم أموت ويوم ولدت يوم علي والسالم

Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya

berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.

Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu

sekali-kali bukanlah seorang pezina", maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka

berkata: "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?"

Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia

menjadikan aku seorang nabi. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja

aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat

selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang

sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku

dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali".

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 7

Raja Najasi berkata, “Kata-kata ini dan yang dibawa oleh Musa keluar dari sumber

cahaya yang sama. Tuan-tuan (ditujukan kepada Amr bin Ash dan Abdullah bin Abu Rabia)

pergilah, kami tak akan menyerahkan mereka kepada tuan-tuan”. (Haekal,1990)

6. Interpersonal dengan Menanggung ResikoBegitu sulitnya mengajak kaum Quraisy untuk beriman kepada Allah

swt. Rasululah berniat untuk berdakwah keluar Mekkah. Beliau pergi menuju Ta’if, dan menemui pemimpin mereka. Ternyata mereka menolaknya. Bahkan mereka menyuruh orang-orang pandir dan anak-anak untuk mengusirnya dan melemparinya dengan batu-batu. Rasulullah menghindar dan akhirnya masuk ke kebun dan beristirahat di bawah pohon. Beliau berdo’a,

“Allahumma, ya Allah, kepada-Mu jua aku mengadukan kelemahanku dan kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia. Tuhan, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah pelindungku. Kepada siapa hendak kuserahkan diriku, Kepada orang yang jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka, aku tidak peduli. Sebab sungguh luas kenikmatan yang Kau berikan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan karenanya membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat, daripada kemurkaan-Mu yang akan Kau timpakan kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu. Dan tiada daya upaya selain dengan Engkau juga.” (Haekal,1990)

Peristiwa ini, begitu dalamnya terekam dalam bawah sadar Rasulullah. Maka, pada suatu ketika, Aisyah bertanya, peristiwa apa yang paling menyedihkan Rasulullah dalam menyampaikan ajaran Islam? Beliau langsung teringat peristiwa ini. Kita juga akan terharu, kalau di benak kita terlintas, Nabi disoraki, dikejar-kejar, dan dilempari dengan batu-batu. Nabi lari pontang panting, kepala dan kakinya berdarah-darah. Masya Allah. Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.

Page 8

7. Interpersonal kepada Orang Asing dengan Bai’atPada musim haji, banyak pendatang dari luar Mekkah mengunjungi

Ka’bah. Nabi berinisiatif menemui 12 orang dari kota Yatsrib di pegunungan (Aqabah), sebelum mereka sampai ke Mekkah. Rasulullah berdakwah menyampaikan nilai-nilai Islam yang membuat mereka tertarik. Mereka menyatakan ikrar, tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah, Ini dikenal sebagai Bai’at Aqabah pertama. Tahun berikutnya, kedua belas orang tadi datang lagi bersama 75 orang (termasuk 2 wanita). Rasulullah bermaksud selain menyampaikan nilai-nilai Islam, beliau meminta ikrar untuk turut melindungi Islam dan Nabinya dari serangan Quraisy dan Yahudi. Mereka menjawab, “Rasulullah, kami berikrar akan membela Islam dan Nabinya, kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami warisi dari leluhur kami”

Sungguh, strategi Bai’at yang sangat jitu, yang akan menjadi kekuatan Nabi, untuk mempersiapkan kaum muslimin hijrah ke Yatsrib (Madinah), sebagai cara menghindari kekejaman Quraisy. Sejarah telah mencatat, Ternyata sepuluh tahun kemudian, kaum muslimin berbalik kembali ke Mekkah dengan penaklukan yang gemilang, menakjubkan.

8. Interpersonal dengan MempersaudarakanSetelah peristiwa hijrah, dan dibangunnya Masjid Nabawi, Masjid ini

menjadi tempat berkumpulnya pemeluk Islam dari Madinah yang digelari sebagai kaum Anshor (penolong) dengan pendatang dari Mekkah yang digelari sebagai kaum Muhajirin (pehijrah). Dari kaum Anshor sendiri, sebenarnya terdiri dari 2 suku, Aus dan Khazraj, yang sebelumnya selalu bermusuhan, tetapi kini mereka bersatu dalam cahaya Islam. Sementara itu, di luar pihak kaum muslimin, ada penduduk Madinah bangsa Yahudi, yang merasa lebih terhormat dari bangsa Arab, dan merasa bahwa agama Yahudi lebih mulia daripada Islam. Nabi mulai berpikir, mencari strategi untuk memperkokoh persatuan umat Islam dan menegakkan kekuatan Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.

Page 9

agar tidak diremehkan Yahudi. Kecerdasan interpersonalnya mengagumkan. Kepada masyarakat umum dinyatakan, tidak ada paksaan dalam agama. Dijamin kebebasan beragama, Yahudi, Kristen dan Islam bebas menjalankan ibadahnya masing-masing dan bebas berinteraksi sosial. Kepada kaum muslimin dicanangkan, Islam adalah agama persaudaraan, tidak membedakan suku, Aus atau Khazraj, Anshor atau Muhajirin semua sama di mata Allah swt. Maka Rasulullah mengumumkan, “Aku bersaudara dengan Ali, Hamzah bersaudara dengan Zaid, Abu Bakr bersaudara dengan Kharija, Umar bersaudara dengan Itban. Maka, silakan setiap orang Muhajirin dan Anshor mencari pasangan saudaranya, satu Muhajirin dengan satu Anshor”. Subhanallah, gerakan persaudaraan ini, sangat mengharukan, pupuslah sudah dendam keturunan antarsuku di Madinah, dan pupuslah sudah keterasingan Muhajirin di tanah rantau. Sampai-sampai terjadi, Saad bin Rabi (Anshor) yang bersaudara dengan Abdurrahman bin Auf (Muhajirin), Saad menawarkan untuk memilih salah satu dari dua istrinya. Jika Abdurrahman berkenan dengan salah satunya, Saad akan menceraikan dan menikahkannya kepada Abdurrahman bin Auf. Dan ia juga membagi seluruh hartanya atas 2 bagian, yang separuhnya untuk Abdurrahman bin Auf. Apa jawab Abdurrahman bin Auf. “Tidaklah saudaraku, tunjukkan saja letak pasar kepadaku, aku akan mencari nafkah di pasar saja”. Kisah yang sangat mengharukan.

9. Interpersonal dengan Penataan Tertulis dalam PiagamSebagai kelanjutan dari strategi persaudaraan ini, dibuatlah sebuah

piagam yang mengatur hubungan antara kaum muslimin dari Quraisy dan Madinah, dan pernyataan sikap damai kepada bangsa Yahudi dengan menyebutkan hak dan kewajiban dari masing-masing suku Yahudi, dalam bermasyarakat di Madinah ini. Perjanjian ini menjamin kedamaian dan kebebasan adat istiadat dan agama masing-masing serta mengikat kewajiban bersama dalam menjaga keamanan negeri. Inilah piagam antar bangsa yang moderat yang pertama kali tercetuskan di dunia internasional. Semua suku di Madinah ini sepakat menandatangani Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.

Page 10

piagam ini. Sungguh suatu prestasi kecerdasan yang luar biasa. Madinah benar-benar menjadi negara yang damai, sejahtera. Sekarang dikenal sebagai masyarakat madani. Sampai pada suatu saat, kaum Quraisy dari Mekkah mulai mengusik-usik Madinah dan mulailah Yahudi berbelot mengingkari janjinya. Ini mulai terlihat ketika perang Uhud. Mereka munafik, berbalik ke belakang, tidak mau ikut berperang. Lebih jelas lagi, ketika perang Khandaq, mereka benar-benar berpihak pada Quraisy. Ketika perang Khandaq selesai dengan kemenangan kaum Muslimin, Rasulullah bertindak sangat tegas, menyuruh pasukannya untuk mengusir Yahudi, keluar dari Madinah. Inilah konsekuensi dari pelanggaran piagam Madinah.

10. Interpersonal dengan Menegakkan Etika BerperangInterpersonal Rasulullah lebih menyukai damai daripada

peperangan. Ini sangat menggemaskan kaun Muhajirin, ketika kaum Quraisy Mekkah sudah keterlaluan, memporakporandakan harta warisan Muhajirin yang tertinggal di Mekkah dan menganiaya muslimin yang belum sempat hijrah. Bahkan mereka sudah mulai menyusun barisan untuk menyerang Madinah. Rasulullah diam saja, dan dalam tafakkurnya, beliau menunggu perintah Allah. Akhirnya, wahyu turun yang memerintahkan berperang. Dalam persiapan perang, Beliau mensabdakan etika dalam berperang. “Luruskan niat, kita berperang membela agama Allah; Jangan menyerang lebih dahulu, menyeranglah kalau kita diserang; Jangan membunuh anak-anak, perempuan dan orang yang sudah tua; Jangan menyakiti hewan, jangan merusak tumbuh-tumbuhan”. Demikian juga setelah perang, beliau mengatur perlakuan terhadap tawanan dan pembagian hasil rampasan perang. Padahal kebiasaan sebelumnya, tawanan perang dirantai, rampasan perang dimiliki oleh yang membunuh pemiliknya. Nabi melarang hal itu. Tawanan jangan dirantai, rampasan perang dikumpulkan terlebih dahulu.

Sungguh interpersonal yang mulia, Islam bukan kekerasan. Islam cinta damai.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 11

11. Interpersonal dengan Musyawarah Memilih Strategi PerangPerang tak dapat dihindari lagi. Rasulullah mengerahkan kaum

muslimin untuk mengangkat senjata. Rasulullah melarang anak-anak, perempuan dan orang-orang lansia, ikut berperang. Rasulullah menjebutkan perang sebagai jihad fi sabilillah, siapa rela mati karena Allah, dia menjadi syuhada dan ahli surga. Ternyata hanya sekitar 300 orang yang terkumpul. Mereka bergerak menuju Badar. Ketika Rasulullah memerintahkan berhenti di suatu tempat, salah seorang sahabat bertanya, apakah berhenti di sini merupakan perintah Allah atau kehendak Rasulullah. Ketika dijawab bahwa ini bukan perintah Allah, sahabat tadi mengusulkan agar terus berjalan dan nanti berhenti di wadi’ (sumur) Badar, agar kita dapat menguasai air sumur itu. Rasulullah memuji ide bagus itu dan memerintahkan pasukan untuk bergerak ke sana. Interpersonal Rasulullah bersifat terbuka terhadap pemikiran para sahabatnya, sepanjang itu bukan urusan yang diatur oleh Allah swt.

Demikian juga terjadi pada perundingan perang Uhud. Sebagian sahabat mengusulkan agar tetap berdiam di kota, dengan membentuk sistem pertahanan di sekeliling kota. Sebagian lagi mengusulkan, keluar dari kota, menyongsong musuh di balik pegunungan di luar kota. Nabi cenderung pilihan pertama, karena pengusulnya lebih banyak dan umumnya orang dewasa yang matang. Pengusul kedua (kebanyakan pemuda), protes dan berargumen lebih rasional, yakni demi keselamatan kota dan warga yang tidak ikut berperang seperti anak-anak, perempuan dan lansia. Dengan kerasnya semangat pemuda, Rasulullah membujuk pengusul pertama, bahwa argumen itu lebih menjamin keamanan, dan beliau setuju dengan argumen itu. Beliau segera memakai baju perangnya dan akhirnya diikuti oleh para sahabat. Sekali lagi, interpersonal Rasulullah menghargai pendapat sahabatnya.

12. Interpersonal dengan Mempertaruhkan Keluarga Ketika Islam sudah cemerlang dengan banyak pengikutnya, para

pendeta dari Kristen dan Rahib dari Yahudi, sering mengirim utusan untuk bertukar pikiran (berdebat) tentang ajaran masing-masing agama. Rasulullah melayaninya dengan santun, dan selalu tak terbantahkan. Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.

Page 12

Suatu ketika terjadi perdebatan yang agak nyeleneh dari Nasrani, tentang Nabi Isa. Pendeta mengatakan bahwa Isa anak Tuhan, Muhammad mengatakan Isa hamba Allah dan utusan Allah. Dialog keduanya disarikan oleh Nurrohmah (http,2013) yang mengutip dari buku Biografi Ali bin Abu Thalib, karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi,

Mereka berkata kepada Rasulullah, “Kami telah terlebih dahulu muslim sebelum kalian.”

Rasulullah menimpali, “Kalian tidak mau mengikuti kebenaran Islam disebabkan 3 hal. Pertama, karena kalian menyembah Salib. Kedua, karena kalian memakan daging babi. Dan ketiga, karena anggapan kalian bahwa Allah memiliki anak.”

Mereka berkata “Mengapa engkau mencela Tuhan kami (‘Isa) dan engkau mengatakannya sebagai hamba Allah!”

Rasulullah menjawab, “Betul. Dia adalah hamba Allah, rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang ditiupkan kepada Maryam.”

Mereka semakin murka dan berkata, “Apakah engkau pernah melihat ada manusia tanpa memiliki bapak? Jika engkau benar-benar seorang nabi maka tunjukan kepada kami contohnya!”

Maka kemudian Allah menurunkan kepada Rasulullah ayat Al-Qur’an untuk menjawab pertanyaan tersebut, firman-Nya:“Sesungguhnya misal (penciptaan) ‘Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia. (Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Rabbmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu.” QS. Ali Imran: 59-60

Ayat ini menjadi hujjah yang telak bagi mereka yang semakin meragukan keyakinan mereka. Saat mereka tidak mampu menghadapi hujjah dan perdebatan yang ada dengan cara bijaksana dan nasehat yang baik, maka mereka pun menentang Rasulullah dengan bermubahalah (sumpah saling melaknat,( agar Allah langsung mengazab yang berdusta)).

Selanjutnya Rasulullah datang dengan mengajak Hasan, Husain, dan Fathimah. Beliau berkata, “Jikalau saya membacakan doa, maka katakanlah aamiin!”. Melihat sikap Rasulullah, mereka lalu bermusyawarah untuk menentukan sikap. Mereka takut akan kehancuran yang akan menimpa mereka karena sebenarnya mereka meyakini kebenaran nubuwah Rasulullah. Mereka pun tahu bahwa setiap kaum yang pernah bermubahalah dengan nabinya pasti hancur, akhirnya mereka menolak bermubahalah. Mereka memilih jalan damai dengan membayar 2000 Hullah kepada kaum muslimin. Seribu dibayarkan di bulan Rajab dan seribu lagi dibayarkan di bulan Shafar.

Ada lagi kisah, Rasulullah menjadikan Fatimah sebagai jaminan keadilannya.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 13

Rasulullah sangat marah, ketika Usamah bin Zaid, kesayangan Rasulullah, diutus kaum Quraisy untuk menyampaikan berita bahwa ada wanita Quraisy yang sangat berpengaruh, telah mencuri. Usamah disuruh meminta kepada Nabi, agar hukuman kepada wanita ini diperingan (tidak sampai potong tangan). Dengan marah Rasulullah menyuruh Usamah untuk memanggil semua orang Quraisy yang ada disitu berkumpul, dan beliau berpidato:

“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa, karena apabila terdapat orang terhormat kedapatan mencuri, maka mereka membiarkannya. Namun apabila mereka yang lemah kedapatan mencuri, maka mereka menegakkan hukum hudud. Sesungguhnya aku, demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, maka niscaya aku potong tangannya”.

13. Interpersonal dalam Perundingan HudaybiahSetelah Islam berkembang cemerlang, memiliki kekuatan yang patut

diperhitungkan oleh musuh, Rasulullah merasa rindu dengan tanah leluhurnya Mekkah. Allah swt mewahyukan melalui mimpi bahwa beliau memasuki Mekkah dengan damai. Beliau segera mengumpulkan semua sahabatnya untuk melaksanakan haji ke Mekkah tanpa membawa senjata, hanya berpakaian ihram dan membawa hewan qurban (Hadyu). Rombongan bergerak dengan semangat menggelora, karena rindu tanah leluhur akan terobati.

Sesampainya di pegunungan yang menaungi lembah Mekkah, beliau mengisyaratkan berhenti, dan mengutus utusan untuk memberitahukan bahwa Rasulullah akan beribadah haji di Ka’bah dengan damai. Utusan itu ternyata tidak kembali. Malahan Khalid bin Walid (Prajurit berkuda) dengan beberapa anggotanya mendatangi perkemahan Muslimin. Tetapi Khalid gundah, karena kudanya meringkik, tidak mau bergerak maju, mengangkat kaki depannya ke atas seperti mau menjatuhkan tuannya. Semua prajurit berkuda mengalami hal yang sama. Akhirnya mereka kembali.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 14

Rasulullah kemudian mengutus Utsman ibn Affan, sosok yang dikenal lembut, dan masih banyak kerabatnya di Mekkah yang melindungi Ustman. Ustman pun tidak kembali. Rasulullah gelisah. Beliau mengumpulkan para sahabat untuk berbai’at, akan menghadapi kaum Quraisy sebagai jihad, bila Ustman dibunuh. Rupanya, Utsman menjalankan tugasnya dengan lama berdiskusi, agar Quraisy memahami bahwa Rasulullah dan rombongan benar-benar hanya ingin berhaji, Quraisy juga berusaha memberi pemahaman kepada Utsman bahwa banyak faktor yang membuat keberatan Quraisy membiarkan Rasulullah memasuki Mekkah, karena sebagian pasukannya sudah ada yang memulai isyarat perang. Quraisy memberi waktu, tahun depan boleh datang kembali. Akhirnya Ustman kembali, dan menyampaikan hasil pembicaraannya kepada Rasulullah.

Bai’at tadi sampai juga ke telinga Abu Sufyan, pemimpin Quraisy. Abu Sufyan mengirim utusan untuk membuat perjanjian tertulis. Utusan itu adalah Suhail bin Amr, yang terkenal sangat ulung berdiplomasi. Perundingan berlangsung sangat alot, karena Suhail sangat memasalahkan detail-detail.

Akhirnya tibalah saat penulisan kesepakatan itu. Rasulullah berkata kepada Ali bin Abi Thalib. Tulislah bismillahirahmanirrahim. Dengan congkak, Suhail berkata, Stop, Nama Rahman dan Rahim tidak saya kenal. Tulislah Bismikallahu. Rasulullah berkata kepada Ali, Tulislah. Rasulullah melanjutkan, Tulislah, Inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad Rasulullah dan Suhail bin Amr. Suhail menyela lagi, Stop, Kalau aku sudah mengakui Engkau Rasulullah, tentu aku tidak akan memerangimu.Tetapi tulislah namamu dan nama bapakmu.Rasulullah berkata lagi kepada Ali, Tulislah Muhammad bin Abdullah.Demikian selanjutnya, tertulislah perjanjian Hudaybiah, bahwa kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata selama 10 tahun; bahwa barang siapa dari golongan Quraisy menyeberang kepada Muhammad

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 15

tanpa seizin walinya, harus dikembalikan kepada mereka; dan barang siapa dari pengikut Muhammad menyeberang kepada Quraisy, tidak akan dikembalikan; bahwa barang siapa dari masyarakat Arab yang senang mengadakan persekutuan dengan Muhammad, diperbolehkan, dan yang senang mengadakan persekutuan dengan Quraisy, diperbolehkan; bahwa untuk tahun ini, Muhammad dan sahabat-sahabatnya harus kembali meninggalkan Mekkah, dengan ketentuan akan kembali pada tahun berikutnya, mereka dapat memasuki kota dan tinggal selama tiga hari, dan senjata yang dapat dibawa hanya pedang yang tersarung.

Sungguh kecerdasan interpersonal Rasulullah melampaui logika orang biasa, termasuk Umar yang sangat kecewa, lalu berdialog dengan Abu Bakar.Umar: Abu Bakar, bukankah ia Rasulullah?Abu Bakar: Ya, memangUmar: Bukankah kita ini muslimin?Abu Bakar: Ya, memangUmar: Kenapa kita mau direndahkan dalam soal agama kita?Abu Bakar: Umar, duduklah, Aku bersaksi bahwa dia Rasulullah.Umar penasaran. Ia langsung menemui Rasulullah, dan menanyakan seperti yang ia tanyakan kepada Abu Bakar. Rasulullah menjawab, “saya hamba Allah dan Rasul-Nya, dan Dia tidak akan menyesatkan saya” (Haekal,1990)

“Dia tidak akan menyesatkan saya” Umar tersadar, ia berburuk sangka, pada hal ada rahasia Allah dibalik itu. Allah akan mengangkat kaum muslimin melalui perjanjian ini. Sungguh kecerdasan interpersonal Rasulullah yang sangat di luar jangkauan logika kita. Rasulullah dalam bimbingan Allah menyetujui butir-butir itu, karena di balik itu, muslimin akan jaya. Antara lain, damai dalam 10 tahun, adalah kesempatan untuk berdakwah ke seantero Arab, bahkan ke luar Arab. Bolehnya persekutuan dengan suku-suku yang senang bergabung, ini menambah kekuatan. Tentang orang Quraisy yang menyeberang harus dikembalikan, Rasul Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.

Page 16

yakin jika seseorang telah mendapat hidayah, Allah akan menjaganya dan tetap akan melawan Quraisy. Ini terbukti oleh masuk islamnya Abu Jandal bin Suhail bin Amr, putra perunding tadi. Ia lari dari Quraisy dan membentuk kelompok sendiri di pesisir dan mengganggu Quraisy. Pengikut Muhammad yang menyeberang ke Quraisy, tidak dikembalikan. Memang orang ini belum berguna bagi Islam, karena masih plin plan. Dan mengenai tahun depan boleh berhaji, ini suatu kesempatan emas, rencana Tuhan yang hanya Nabi yang tahu, bahwa pada tahun kedua, saat mendekati masa berhaji, Quraisy akan melanggar perjanjian, dan Muslimin marah, dan Quraisy ketakutan dan terjadilah penaklukan Mekkah tanpa pertumpahan darah. Luar biasa skenario Allah dibalik perjanjian ini.

14. Interpersonal dalam Penaklukan MentalPelanggaran perjanjian oleh Quraisy terjadi ketika kabilah sekutu

Quraisy menyerang dan membunuh kabilah sekutu Muhammad. Perjanjian sangat jelas, gencatan senjata selama 10 tahun, termasuk dengan sekutu-sekutunya. Abu Sufyan sendiri sangat jengkel kepada kabilah sekutunya yang gegabah. Ia lalu berusaha berdialog dengan Muhammad, ia langsung datang ke Madinah. Tiba di Madinah, semua sahabat menghindar darinya, tidak ada yang mau diajak bicara, Ia langsung ke Masjid, menemui Rasul, Rasul pun diam seribu basa, Ia kemudian digiring keluar Masjid oleh para sahabat, Ia menuju rumah salah satu istri Nabi yang tidak lain adalah anaknya sendiri, Ummu Habibah. Ummu Habibah mengangkat tikar yang biasa diduduki Rasulullah, sambil berkata, Abii tidak layak duduk di tikar Rasulullah. Abu Sufyan kecewa, ia keluar kembali ke pekarangan Masjid, menemui Abu Bakar, Umar, Bilal dan sahabat lainnya, semua mendiamkannya. Ia berteriak, mengapa aku dihinakan seperti ini?. Mentalnya ambruk sama sekali. Ia lemah dan dengan lunglai menarik kudanya dan kembali ke Mekkah. Sungguh, kekuatan interpersonal Rasulullah dengan sikap “diam” mampu melumpuhkan mental Abu Sufyan, dan itu terus membekas, menimbulkan

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 17

rasa takut yang semakin mencekam, menyaksikan kompaknya, setianya dan tangguhnya para sahabat Rasulullah.

Setibanya dirumah, ia mengeluh kepada istrinya, Hindun, dan berkata, “tidak ada harapan lagi, Mekkah pasti diserang”. Hindun mencemoohkannya. Tambah sakitlah hatinya.

Benar saja, Rombongan Nabi sekitar 10.000 orang bergerak dengan semangat perang, lengkap dengan persenjataan dan pasukan berkuda. Tiba dipegunungan yang mengelilingi Mekkah sudah malam, Nabi mengatur strategi agar setiap pasukan mengambil posisi berkelompok-kelompok dan berpencar di lereng pegunungan membentuk lengkungan yang sempurna mengelilingi Mekkah. Buat Api Unggun, dan suarakan gema takbir. Abu Sufyan bersama istrinya, keluar rumah, melihat pemandangan kobaran api unggun yang mengagumkan itu, dan mendengar gemuruhnya takbir, membuat ciut Hindun yang tertular dari ciutnya hati suaminya. Abu Sufyan segera menemui Abbas, paman Nabi, minta ditemani untuk menemui Nabi, Abbas menemaninya. Sebelum sampai ke kemah Nabi, Abbas sengaja mengajak berhenti di celah gunung, dan menyaksikan gerak gerik pasukan Muslimin. Bertambah gentar hatinya. Abbas minta izin kepada pasukan untuk menemui Nabi dan mengatakan ia bersama Abu Sufyan. Nabi menyambut pamannya dan mempersilakan Abu Sufyan duduk. Abu Sufyan memulai bicara, Muhammad, aku bersaksi, tidak ada tuhan selain Allah. Tetapi tidak dilengkapinya dengan bersaksi, Muhammad Rasulullah. Masih gengsi rupanya. Abbas berbisik kepada Nabi, Abu Sufyan suka disanjung. Maka Nabi bersabda, Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, akan aman, siapa yang menutup rumahnya akan aman, siapa yang berkumpul di Ka’bah akan aman. Dengan lega, Abu Sufyan undur diri dan kembali ke rumahnya. Paginya, pasukan Muslimin bergerak dari segala arah memasuki semua pintu kota Mekkah. Penduduk Mekkah gemetar ketakutan dan berlarian, sementara terdengar suara juru bicara Nabi, mengulang-ulang, Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, akan aman, siapa yang menutup rumahnya akan aman, siapa yang berkumpul di Ka’bah akan aman. Ada yang segera menutup rumahnya, ada yang lari ke Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.

Page 18

rumah Abu Sufyan, dan membuat Abu Sufyan bangga, dan ada yang lari ke Masjidil Haram. Semua gemetar dengan wajah pucat pasi. Pasukan muslimin bergerak dengan gagahnya, gema talbiyyah bergemuruh. Tanpa perlawanan, pasukan memasuki Masjid, berkumpul di pelataran Ka’bah. Rasulullah mulai bertawaf dengan berlari-lari kecil, diikuti semua pasukan. Selesai itu, Bilal diminta menaiki Ka’bah, Tiba-tiba suasana menjadi senyap, dan menggemalah suara azan. Semua orang yang menyaksikan itu terpaku dan mencucurkan air mata. Subhanallah. Luar biasa. Sejarah kemenangan yang tiada duanya di dunia sampai akhir zaman. Interpersonal Rasulullah melumpuhkan mental orang Quraisy yang angkuh, sombong, bengis dan jahat.

15. Interpersonal dalam Penaklukan Fisik.Tak terbayangkan suasana hati kaum musyrikin menyaksikan

rangkaian peristiwa itu. Rasa takut semakin mencekam karena Rasulullah belum juga berbicara. Rasulullah sangat memahami gejolak ksatria para sahabatnya, yang hampir-hampir tak kuat menahan fisiknya untuk melampiaskan kemarahan yang terpendam. Rasulullah bergerak, dan memegang tongkatnya, diacungkannya, dan diarahkannya ke patung besar yang berada di dalam Ka’bah. Dipukulnya dan ditariknya patung itu sehingga roboh. Nabi membacakan firman Allah dengan keras, WA QUL JA’AL

HAQQU, WAZAHAQAL BATHILA. INNAL BATHILA KANA ZAHUQA. Setelah itu, bergeraklah dengan sengit, pasukan muslimin mengangkat pedangnya dan menghantamkannya ke patung-patung yang berserakan di sekeliling Ka’bah sekitar 360 patung, tambahan lagi dengan segala bentuk sesajian hewan dan makanan. Kaum Quraisy semakin ciut hatinya. Subhanallah, kecerdasan Rasulullah melumpuhkan fisik musuhnya.

16. Interpersonal dalam PengampunanSuara gemuruh kini mereda dan kembali sunyi senyap, karena Nabi

memberi isyarat ia akan berbicara. Hening mencekam bagi Musyrikin, Hening mengharukan bagi Muslimin. Hening yang mengancam bagi Musyrikin, hening yang menyejukkan bagi Muslimin. Air mata penyesalan Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.

Page 19

bagi Musyrikin, airmata bersyukur bagi Muslimin. Tibalah saatnya, Nabi mengangkat suara. Dengan sangat berwibawa, Nabi memulai dengan pertanyaan, suatu metode yang menarik konsentrasi pendengar.

“Wahai Orang-orang Quraisy. Menurut pendpat kamu, apa yang akan kuperbuat terhadap kamu sekarang?”Mereka menjawab, “yang baik-baik, saudara yang pemurah, sepupu

yang pemurah”Nabi melanjutkan, “Pergilah kamu sekalian, Kamu sekarang sudah

bebas”.Alangkah indahnya pengampunan itu, dikala ia mampu. Alangkah

besarnya jiwa ini, jiwa yang telah melampaui segala kebesaran, melampaui segala rasa dengki, jiwa yang telah dapat menjauhi segala perasaan dunia, telah mencapai segala yang di atas kemampuan insani. (Haekal,1990). Subhanallah, interpersonal Rasulullah mengatasi insani, dan duniawi.

17. Interpersonal dalam Pesan TerakhirSuasana damai sejahtera benar-benar terasa dalam diri setiap orang

di Mekkah saat itu. Muslimin bersyukur demikian dalamnya, janji Allah akan kemenangan agama yang dianutnya telah menjadi kenyataan. Mereka kembali bernostalgia mengingat masa kecilnya dan kehidupannya di Mekkah sebelum peristiwa hijrah. Warga Mekkah yang musyrik bergembira karena mendapat pengampunan tak terkira, dan dengan ikhlas mereka berbondong-bondong menyatakan masuk Islam. Persaudaran yang selama ini terputus kembali tersambung.

Mulai saat ini, musim haji dipenuhi oleh kaum muslimin dan berhaji dengan ritual/syariah yang diajarkan Nabi. Bahkan Nabi menerima wahyu, bahwa mulai tahun ini, non muslim dilarang memasuki kota Mekkah. Tidak ada lagi tawaf di Ka’bah dengan bersiul dan bertepuk tangan.

Tahun berikutnya rombongan hajji dari Madinah dipimpin oleh Abu Bakar. Baru pada tahun berikutnya lagi, Nabi melaksanakan ibadah Hajji. Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.

Page 20

Nabi memimpin pelaksanaan hajji, dan diikuti ribuan jamaah dari segala penjuru kota Madinah, yang bergabung dalam perjalanan. Ketika berkumpul di padang Arafah, di lembah Namirah, Nabi berkhutbah, dan ternyata itulah khutbah terakhir di depan massa. Khutbah itu dikenal dengan khutbah wada’. Nabi berkhotbah, dimulai dengan pertanyaan,

Hari apakah ini? Hadirin menjawab, hari hajji akbar. Rasulullah melanjutkan,

”Wahai manusia sekalian. Perhatikanlah kata-kataku ini. Aku tidak tahu, kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi aku akan bertemu dengan kamu sekalian.Saudara-saudara, bahwasanya darah kamu dan harta-benda kamu sekalian adalah suci buat kamu. Seperti hari ini dan bulan ini yang suci, sampai datang masanya kamu sekalian menghadap Tuhan. Dan pasti kamu akan menghadap Tuhan. Pada waktu itu kamu diminta pertanggungjawaban atas segala perbuatanmu. Ya, aku sudah menyampaikan ini. Barang siapa telah diserahi amanah, tunaikanlah amanah itu kepada yang berhak menerimanya. Bahwa semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak menerima kembali modalmu, Janganlah kamu berbuat aniaya terhaap orang lain. Dan jangan pula kamu teraniaya. Allah telah menentukan bahwa tidak boleh lagi ada riba. Dan bahwa riba Abbas bin Abdul Muthalib semua sudah tidak berlaku.Bahwa semua tuntutan darah selama masa jahiliyyah tidak berlaku lagi, dan bahwa tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah darah ibn Rabi’a bin al Harits bin Abdul Muthalib.Kemudian daripada itu saudara-saudara, Hari ini nafsu setan yang minta disembah di negeri ini sudah putus buat selama-lamanya. Tetapi kalau kamu turutkan dia walaupun dalam hal yang kamu anggap kecil, yang berarti merendahkan segala amal perbuatanmu, niscaya akan senanglah dia, Oleh karena itu peliharalah agamamu itu baik-baik. Saudara-saudara. Menunda-nunda berlakunya larangan bulan suci berarti memperbesar kekufuran. Dengan itulah orang-orang kafir

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 21

itu tersesat. Pada satu tahun mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan jumlah yang sudah disucikan Tuhan. Kemudian mereka menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah dan mengharamkan mana yang sudah dihalalkan.Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi ini. Jumlah bilangan bulan menurut Tuhan ada dua belas bulan. Empat bulan diantaranya ialah bulan suci, tiga bulan berturut-turut dan bulan Rajab itu antara bulan jumadil akhir dan sya’ban. Kemudian daripada itu saudara-saudara, sebagaimana kamu mempunyai hak atas istri kamu, juga istrimu sama mempunyai hak atas kamu. Hak kamu atas mereka ialah untuk tidak mengizinkan orang yang tidak kamu sukai menginjakkan kaki ke atas lantaimu. Dan jangan sampai mereka secara jelas membawa perbuatan keji. Kalau sampai mereka melakukan semua itu Tuhan mengizinkan kamu berpisah tempat tidur dengan mereka dan boleh memukul mereka dengan suatu pukulan yang tidak sampai mengganggu. Bila mereka sudah tidak lagi melakukan itu maka kewajiban kamulah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan sopan santun. Berlaku baiklah terhadap istri kamu. Mereka itu kawan-kawan yang membantumu. Mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka. Kamu mengambil mereka sebagai amanat Tuhan dan kehormatan mereka dihalalkan buat kamu dengan nama Tuhan.Perhatikanlah kata-kataku ini, saudara-saudara. Aku sudah menyampaikan ini. Ada risalah yang kutinggalkan di tanganmu, yang jika kamu berpegang taguh, kamu takkan sesat selama-lamanya. Kitabullah dan sunnah Rasulullah.Wahai manusia sekalian, dengarkan kata-kataku ini. Kamu akan mengerti bahwa setiap muslim adalah saudara muslim yang lain. Dan kaum muslim semua bersaudara. Tetapi seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 22

Ya Allah sudahkah kusampaikan? Hadirin menjawab, Ya.Ya Allah, saksikanlah ini. (Haekal,1990)

Di lembah itu beliau berdiam sampai ‘asar, kiranya di saat-saat itu turun wahyu, dan ketika Nabi menaiki untanya kembali dan bergerak sebentar, lalu berhenti lagi dan berbicara, hari ini telah turun wahyu, maka dibacakanlah ayat itu.

دينا اإلسالم لكم ورضيت نعمتي عليكم وأتممت دينكم لكم أكملت اليومPada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Abu Bakar menangis tersedu-sedu ketika mendengarkan ayat ini dibaca, ia merasa, bahwa risalah Nabi sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya Nabi hendak menghadap Tuhan.

Pesan paling terakhir adalah di saat-saat sakratul maut. Nabi masih mengingat dan mengingatkan ummatnya, karena cintanya, karena tidak ingin umatnya tersesat, dan ingin sekali semuanya masuk surga. Ini terekam dalam penuturan Ali bin Abi Thalib, dan diilustrasikan sebagai berikut. (Sudarmojo, A.H. 2013)Badan Rasulullah saw mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan-akan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya, “ushikum bisshalati, wama malakat aimanukum. –peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu. Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya. Dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah saw yang mulai kebiruan. “ummati, ummati, ummati”, -ummatku, ummatku, ummatku.Berakhirlah hidup manusia mulia yang menjadi panutan seluruh isi

semesta alam ini, bergetarlah hati manusia yang mendengarnya. Kini mampukah kita mencintai seperti beliau mencintai kita? Allahumma shalli ‘ala Muhammad waalihi wasahbihi wasallim. Betapa cintanya Rasulullah saw kepada kita. Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.

Page 23

Demikianlah, kecerdasan interpersonal Rasulullah dalam mengemban ar-Risalah, yang melalui cobaan dan rintangan, penghinaan dan penganiayaan, fisik dan mental. Tetapi semua dilalui dengan kesabaran, ketabahan dan kecerdasan. Banyak butir-butir pembelajaran yang dapat dipetik dari kisah–kisah ini. Insya Allah.C. KISAH INTERPERSONAL RASULULLAH SEBAGAI PRIBADI BERSOSIAL.

Demikian banyaknya kisah kasih sayang Rasulullah kepada ummatnya: keluarganya,

kerabatnya, sahabatnya, dan masyarakat umumnya. Banyak buku yang menceritakannya,

antara lain: Bilik-Bilik Cinta Muhammad saw, karya Nizar Abazah, 2014Muhammad Sang idola, karya Aidh Al-Qarni,2006Sejarah Hidup Muhammad, karya Muhammad Husain Haekal, 1990.

Aku mencoba menuliskan pointer-pointer saja.

1. Interpersonal dengan Kasih Sayang Kepada Anak-anak

a. Bila pulang dari perjalanan, beliau langsung menemui Fatimah dan menciumnya.

Bila Fatimah berkunjung ke rumah Nabi, beliau berdiri menyambutnya, mencium

kepala atau keningnya, memuliakan dan mendudukkannya di tempat duduk beliau.

Fatimah dipanggilnya dengan julukan ‘Ummu Abiha’.

Ketika Fatimah dan Ali meminta seorang pembantu, Nabi menolaknya dengan lembut

dan mengajarkan,. maukah kalian kuberitahu sesuatu yang lebih baik dibanding apa

yang kalian minta? Bacalah Subhanallah 33x, alhamdulillah 33x, Allahu Akbar 33x

setiap mau tidur.

b. Dalam perjalanan perang Khaibar, ada anak perempuan berlari-lari mengejar prajurit

untuk menyampaikan bekal makanan. Nabi berhenti dan mengajak anak itu

membonceng di belakangnya, agar prajurit itu bisa ditemuinya.

c. Adik cilik dari Anas bin Malik, pembantunya, menangis karena burung

kesayangannya mati. Nabi menghiburnya dengan bertanya, Hai Abu Umair, apa yang

terjadi dengan Nughair? (Nughair =burung kecil)

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 24

d. Abdullah bin Abbas dinasehati sambil dibonceng di untanya, Hai anak muda, Jagalah

Allah, niscaya Dia menjagamu, Jagalah Allah niscaya Dia selalu di depanmu. Jika

mau minta sesuatu, mintalah kepada Allah, Jika mau minta pertolongan, mintalah

pertolongan kepada Allah, Ketahuilah, andaikata seluruh ummat bersatu untuk

memberimu keberuntungan, niscaya mereka takkan memberimu keberuntungan di

luar yang telah ditetapkan Allah untukmu. Demikian pula seandainya mereka bersatu

untuk mencelakakanmu, niscaya mereka takkan mencelakakanmu di luar yang telah

ditetapkan Allah untukmu.

e. Rasul menyuapkan kurma yang telah dikunyahnya sampai lembut kepada bayi

Abdullah bin Zubair, bayi pertama dari Muhajirin yang lahir di Madinah. Saat ini,

kurma jenis ini disebut kurma Nabi atau kurma ‘Ajwa.

f. Nabi sering mengusap-uasap kepala anak-anak, dan menciuminya. Hal ini tidak biasa

di kalangan orang Arab yang keras. Ketika sahabat mempertanyakannya, Nabi

bersabda, jangan-jangan Allah telah mencabut cinta dan kasih sayang dari hati

kalian.

g. Ketika cucunya dari Zainab, meninggal, Nabi menangis, dan ditanya oleh sahabatnya.

Nabi bersabda, Inilah kasih sayang yang ditanam Allah dalam hati hamba-hambanya

yang Dia kehendaki, Allah tidak menyayang hamba-hambaNya, kecuali yang

pengasih dan penyayang.

Cucunya, Umamah dari Zainab, suatu ketika mendekati Nabi yang sedang salat, Nabi

memanggulnya, dan dilepaskan ketika ruku, dan dipanggul lagi ketika berdiri, dan

dilepaskan lagi ketika sujud, begitu seterusnya.

h. Beliau keluar menemui sahabat, dengan membawa kedua cucunya, Hasan dan Husein,

satu dipundak kiri, satu di pundak kanan, Beliau menciumi keduanya, sambil berkata,

mencintai keduanya, berarti mencintaiku, membenci keduanya, berarti membenciku.

Bukan sekali dua kali Hasan dan Husein menunggangi Nabi ketika beliau sedang

sujud. Sahabat berkata kepada keduanya, sebaik-baik tunggangan adalah tunggangan

kamu berdua. Nabi membalas, dan sebaik-baik penunggang adalah mereka berdua.

2. Interpersonal dengan Kemesraan kepada Istri

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 25

a. Keluarga Muhammad dan Khadijah, damai tentram, sakinah mawaddah warahmah.

Ada dua anak Khadijah yang menjadi anak tiri Muhammad, Hindun dan Hallah.

Keduanya merasa seperti punya Bapak sendiri. Muhammad amat menyayangi

mereka. Muhammad dengan Khadijah dikaruniai 6 anak, 2 putra yaitu Qasim dan

Abdullah, 4 putri, yaitu Zainab, Ruqayya, Ummu Kulsum dan Fatimah. Rumah itu

dipenuhi cinta dan rasa bahagia luar biasa, dihuni orang-orang suci dan mulia.

Setiap kali Muhammad hendak berangkat ke gua, khadijah menyiapkan bekal

secukupnya, Tak lupa ia berpesan agar hati-hati dan menjaga diri.

Ketika Muhammad pulang dengan sangat ketakutan, sambil berkata, “Selimuti aku, selimuti aku”. Dengan lembut Khadijah menyelimuti Nabi, sambil berkata, “Sungguh Allah tidak akan menyia-nyiakan dikau, sebab engkaulah yang mempererat tali persaudaraan, jujur dalam perkataan, engkaulah yang mau memikul beban orang lain dan menghormati tamu, menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan kebenaran” . Betapa sejuknya ungkapan itu, sampai Nabi pun tertidur pulas.

Atas dedikasinya mendampingi Nabi, Jibril menyampaikan wahyu khusus untuk Khadijah. “Sampaikan berita gembira kepada Khadijah, ia disediakan sebuah rumah dari permata di surga, tak ada kebisingan, tak ada kelelahan di dalamnya.

Ketika Bani Hasyim dan klan Abu Thalib diasingkan, Khadijah berdiri tegar, hartanya dikerahkan untuk makanan pengungsi yang diboikot itu. Selepas pembebasan dari boikot itu, Khadijah jatuh sakit, dan wafat, membuat Nabi sedih tak terkira. Maka tahun itu dijuluki sebagai tahun kesedihan.

b. Dalam kesedihan dan kesendirian, Nabi didatangi Khaulah binti Hasyim, istri dari

sahabat yang ikut hijrah ke Habasyah. Dia punya ide cemerlang, menawarkan agar

Muhammad memperistri 2 calon sekaligus. Pertama, Saudah, janda yang ditinggal

suaminya ketika di Habasyah. Kedua, Aisyah, putri Abu Bakar yang masih kanak-

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 26

kanak, demi kekerabatan dengan Abu Bakar. Dengan Aisyah, Nabi harus menunggu

sampai Aisyah baligh. Jadi yang mengurus rumah tangga Nabi adalah Saudah. Nabi

menyetujuinya. Dalam jalinan perkawinan dengan Saudah, keduanya merasakan

curahan cinta dan kasih sayang yang cukup. Saudah dapat melupakan kesedihannya

ditinggal suami yang wafat di negeri Habasyah. Nabi juga menemukan kemesraan,

tawa ceria, dan kebahagiaan. Saudah dapat berperan sebagai ibu dari Fatimah yang

masih kecil.

c. Ketika telah selesai pembangunan Masjid Nabawi, dibangun pula dua bilik untuk

tempat tinggal Nabi, satu untuk Saudah, satunya untuk Aisyah. Nabi mengajak Aisyah

untuk tinggal di biliknya. Ketika itu Aisyah sudah baligh, beranjak remaja. Nabi

menyesuaikan diri dengan keceriaan remaja. Beliau mengundang teman-teman Aisyah

untuk bermain, bernyanyi, dan bercanda. Senyum beliau mengembang untuk mereka.

Teman-teman Aisyah terbiasa di rumah Nabi. Ketika Nabi masuk rumah, anak-anak itu

hanya mundur sebentar, dan Nabi menyuruh meneruskan permainannya. Hanya saja,

orangtua Aisyah, Abu Bakar dan istrinya, gerah melihat tingkah laku Aisyah yang

belum juga meninggalkan kekanak-kanakannya.

Dalam suatu perjalanan, Nabi mengajak Aisyah berlomba lari. Aisyah setuju, dan

akhirnya Aisyah yang menang, karena badannya masih ramping. Beberapa tahun

kemudian, juga dalam perjalanan, Nabi mengajak lomba lari lagi. Kali ini Nabi yang

menang, karena Aisyah sudah padat berisi. Nabi berkata, ini balasan atas kekalahanku

dulu. Impas 1-1.

Nabi berkata kepada Aisyah, “Aku tahu, kapan kamu marah, kapan kamu bahagia”

Aisyah penasaran dan bertanya, Bagaimana bisa tahu?. Nabi menjawab, Jika sedang

marah, kau bersumpah, “Demi Tuhan Ibrahim, Jika hatimu sedang lapang, kamu

bersumpah, Demi Tuhan Muhammad” Aisyah tersipu, tawanya lepas tak tertahan,

“Demi Allah, wahai Rasulullah, Hanya namamu yang kutinggalkan”, akunya polos.

Aisyah dijuluki Humayra’ nisbah untuk kulitnya yang seperti bunga, putih kemerah-

merahan. Julukan yang melambangkan kecantikannya, dan betapa Nabi terpesona

olehnya. Aisyah sangat menyukai julukan ini.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 27

Aisyah sering melontarkan kebanggaannya sebagai satu-satunya istri Nabi yang

perawan, dan menguji kecintaan Nabi kepada dirinya. Nabi sadar, ini tidak boleh

mengganggunya untuk tidak bersikap adil kepada istri-istri yang lain. Maka beliau

berdoa, “ Ya Allah, inilah pembagian yang mampu aku lakukan, maka jangan siksa aku

dalam hal yang tak mampu kulakukan”. Tersirat, Nabi tak mampu menepis

kecenderungannya kepada Aisyah.

Tetapi bila Aisyah cemburu keterlaluan, Nabi menunjukkan kemarahannya. Pernah

Aisyah mencela istrinya yang lain, Shafiyyah. “Cukuplah padamu kalau shafiyyah itu

hanyalah perempuan kerdil (pendek)” Nabi marah. Dan berkata, Tutup mulutmu, kau

telah melontarkan kata-kata, yang seandainya diaduk dengan air laut, niscaya air itu

akan ternoda”.

Pernah Aisyah bersekongkol dengan Hafshah, mengatakan madu yang diberikan

Zainab, mengandung penyakit dan berbau tak sedap. Akibatnya Nabi bersumpah, tidak

akan minum madu lagi dari Zainab. Allah menegur Nabi, dengan turunya QS at

Tahrim, 1-4. Begitu persekongkolan kedua istrinya diungkap al Qur’an, Nabi murka

dan mencela kedua istrinya itu.

Anehnya, Aisyah juga cemburu kepada Khadijah, Dalam sebuah riwayat, Aisyah mengisahkan, “Rasulullah hampir tidak pernah keluar rumah tanpa menyebut dan memuji Khadijah. Hal itu membuatku cemburu. Kukatakan, ‘Bukankah ia hanya seorang wanita tua renta dan engkau telah diberi pengganti yang lebih baik daripadanya?’ Mendengar itu, beliau murka hingga bergetar bagian depan rambutnya. Beliau katakan, “Tidak, Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada Khadijah. Ia yang beriman kepadaku, ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku, tatkala semua orang mendustakanku. Ia yang memberiku harta, pada saat semua orang enggan memberi. Dan darinya aku memperoleh keturunan, sesuatu yang tidak kuperoleh dati istri-istri yang lain”. Tiga kali Aisyah

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 28

mencela istri-istri Nabi, tiga kali juga ia dimarahi Nabi. Akhirnya ia bersumpah tidak berani lagi mencela istri Nabi.

Dengan kecemburun Aisyah ini, Nabi merasa semakin kasih dan kasihan kepada

Aisyah. Beliau menangkap bahwa tak terbayangkan kehidupan Aisyah bila tidak

bersamanya.

Nabi lebih mesra lagi kepada Aisyah, setelah terbukti Aisyah lulus dari cobaan berat,

mendapat fitnah yang keji, yaitu berselingkuh. Dalam kesedihan tak terkira, Aisyah

menunjukkan keteguhan dan kecerdasan yang gemilang dalam membalas pertanyaan

Nabi. Ketika itu Nabi juga sangat galau, tetapi Nabi dapat mengendalikan

intrapersonalnya, yaitu menahan marah, sedih dan galau. Beliau mencari bukti dari

saksi-saksi para sahabat, yang semuanya tidak memperkuat tuduhan itu. Beliau

langsung menanyakan kepada Aisyah, disitulah Aisyah dengan curahan air mata yang

deras, ia membalas pertanyaan Nabi dengan sangat mengagumkan. “ Demi Allah, aku tak kan pernah bertobat dari apa yang baru saja kau ucapkan. Demi Allah, jika aku mengakui - Allah Maha Mengetahui bahwa aku tidak begitu - niscaya kau akan membenarkan. Dan jika aku mengingkari, kau pasti tidak akan percaya. Aku hanya bisa berkata seperti apa yang dulu dikatakan Yusuf. “Maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku. Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.”

Terakhir, ketika Nabi merasakan ajalnya sudah dekat, ia minta izin kepada istri-istrinya

untuk selama sakitnya, ia tinggal di rumah Aisyah. Istri-istrinya mengabulkannya. Dan

disitulah, dipangkuan Aisyah, Nabi menghembuskan nafasnya yang terkahir.

d. Nabi sangat terpukul atas meninggalnya Abu Salamah dalam perang Uhud. Abu Salamah, mukmin pertama yang ikut hijrah ke Habasyah. Sepanjang hidupnya, keluarga ini penuh kesederhanaan dengan empat orang anaknya. Nabi empati kepada Ummu Salamah, dan melamarnya untuk diperistri Nabi. Rasulullah merangkul putra putri Ummu Salamah dan hidup berkumpul dalam keluarga beliau. Yang bungsu

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 29

bahkan masih menyusui. Kisah fenomenal dengan Ummu Salamah terjadi ketika perjanjian Hudaybiah, yang membatalkan Nabi berhaji, para sahabat tidak mau melepaskan ihramnya, Nabi kesal dan mengadukan hal itu kepada istrinya. Ummu Salamah memberikan jalan keluar dari kebekuan itu dengan mengatakan, mengapa tidak kita mulai saja betahallul dan memotong hewan hadyu, kita lihat reaksi mereka. Benar saja, selesai Nabi bertahallul dan memotong hewan, semua sahabat bergegas ikut bertahallul dan memotong hewan. Inilah contoh peran istri yang bijak.

e. Salah satu korban perang Uhud adalah Khunais ibn Hazafah. Ia meninggalkan seorang

istri yang usianya belum genap 18 tahun. Ia adalah Hafshah binti Umar ibn Khattab,

sahabat Nabi terkemuka. Umar gundah dan berusaha mencarikan suami untuk Hafshah,

dan hasilnya nihil. Ia mengadu kepada Nabi, “Rasulullah, kutawarkan Hafshah kepada

Abu Bakar untuk diperistri. Ia bergeming seperti batu, lalu tersenyum tanpa

mengatakan sesuatu. Ia seolah menghinaku. Kemudian kudatangi Utsman, dan

kutawarkan Hafshah menjadi istrinya, Ia malah kelihatan jemu padaku dan menatap

lekat wajahku”

Rasulullah tersenyum, lalu bersabda mengejutkan, “Umar, Hafsah akan diperistri

orang yang lebih baik dari Utsman, dan Utsman akan kawin dengan orang yang lebih

baik dari Hafshah” Umar menangkap yang tersirat dari ungkapan itu. Ternyata yang

dmaksud Nabi, Hafshah akan diperistri Nabi, sedangkan Utsman akan dijadikan

menantunya kembali. Setelah Ruqayyah wafat, maka Utsman dijadikan turun ranjang,

menikahi Ummu Kulsum, adiknya Ruqayyah.

Hafshah bisa menulis. Otaknya cerdas, hatinya jernih. Rasulullah menugasinya untuk

menulis ayat-ayat Surah yang turun. Inilah satu-satunya Naskah Agung Al-Qur’an di

bawah pengawasan langsung Rasulullah saw. Pada masa khalifah Abu Bakar, ketika

akan mengkodifikasi Al-Qur’an, naskah Hafshah menjadi rujukan utama. Kodifikasi

Abu Bakar ini disempurnakan lagi, pada masa Khalifah Utsman, terutama dalam hal

cara membacanya. Hafshah juga penghafal Qur’an.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 30

Hafshah berusaha akrab dengan Aisyah, karena ia merasakan, Aisyah tidak patut

disaingi, karena ia kecintaan Rasul yang utama. Ia ikut bersekongkol dengan Aisyah

mencela Zainab. Ia pernah dimarahi demikian kerasnya oleh ayahnya, Umar bin

Khattab, karena membantah Nabi. Tetapi Nabi ridha kepadanya.

f. Satu lagi janda yang suaminya gugur di medan Uhud, Zainab binti Khuzaimah. Nabi

memujinya karena ia banyak berbuat baik dan sangat peduli kepada kaum papa,

sehingga ia disebut ‘ibu kaum miskin’. Nabi memperistrinya.

g. Nabi sangat kasihan kepada seorang tawanan wanita dari bangsa Yahudi yang baru saja

digempur pasukan Muslim. Nabi menawarkan tawanan itu, untuk dibebaskan atau

dijadikan istri. Wanita itu adalah Raihanah.

h. Satu lagi tawanan wanita Yahudi, Juwairiyyah, dari Bani Musthaliq, yang mengingkari

perjanjian dengan Nabi. Bani Musthaliq digempur dan diluluhlantakkan. Pemimpinnya

tewas, dan istri pemimpin itu menjadi tawanan sorang prajurit muslim. Sebagai

bangsawan ia minta dibebaskan dengan tebusan. Prajurit itu meminta tebusan yang

sangat tinggi. Wanita ini sangat berani, ia bergegas menghadap Nabi, dan

menceriitakan soal tebusan yang cenderung memeras itu. Nabi kasihan dan

menawarkan pembebasan dan dijadikan istri.

i. Kisah rumah tangga Zainab binti Yahsi, yang masih kerabat Rasulullah, yang

dinikahkan kepada Zaid bin Haritsah, pembantu Nabi di masa Khadijah, memang nyata

dalam skenario Allah. Pada masa itu, Nabi sangat sayang kepada Zaid sehingga

diikrarkan di muka umum bahwa Zaid adalah putra Muhammad, sehingga berhak

menyebut Zaid bin Muhammad. Allah menegurnya, bahwa hal itu tidak boleh. Zaid

adalah tetap anak dari Haritsah. Begitu sayangnya Nabi, Zaid dikawinkan dengan

Zainab binti Yahsyi, kerabatnaya sendiri. Zainab tergolong cantik. Ia merasa tidak

sepadan dengan Zaid yang mantan budak itu. Rumah tangganya tidak harmonis. Zaid

mengadukannya kepada Nabi. Nabi menyuruh mempertahankannya. Pertengkaran

makin menjadi. Zaid mengadukan lagi dan menyatakan tak sanggup lagi menjadi suami

Zainab. Kala itulah Nabi menerima wahyu, bahwa bila Zaid telah menyelesaikan

urusan cerainya, Allah menikahkan Nabi dengan Zainab, untuk menegaskan lagi bahwa

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 31

Zaid bukan anak Nabi. Sungguh takdir Allah memberi pelajaran kepada umat

Muhammad saw.

Zainab juga ahli sedekah, sampai mengundang decak kagum Rasulullah. Suatu hari,

Rasulullah berkata kepada istri-istrinya, “Yang paling cepat di antara kalian bertemu

denganku (di alam barzach) adalah yang paling panjang tangannya”. Lalu semua istri

itu mengukur dan membanding-bandingkan tangan-tangan mereka. Tetap saja itu

menjadi misteri bagi mereka. Setelah Nabi wafat, ternyata istrinya yang paling cepat

wafat menyusul Nabi adalah Zainab binti Yahsyi. Mereka sadar bahwa yang dimaksud

‘panjang tangan’ adalah yang paling banyak bersedekah dengan hasil kerja tangannya.

Dan itu adalah Zainab binti Yahsyi.

j. Ketika Islam sudah jaya, Rasulullah berdakwah mengajak Raja-Raja di semenanjung

Arab, Afrika dan Asia. Salah satunya adalah suku Qibthi, Mesir, yang pemimpinnya

bernama Muqauqis. Muqauqis membalas surat ajakan itu dengan damai dan

menghadiahkan dua budak perempuan yang bersaudara, Mariah al-Qibtiyyah, dan

Sirin, disertai saudara laki-laki mereka Ma’bur. Nabi menerima hadiah ini, dan

membebaskannya dari perbudakan. Sirin diperistri oleh salah satu prajurit, dan Mariah

al-Qibtiyyah diperistri beliau.

Nabi mencintai Mariyah. Beliau sangat bahagia, lebih-lebih ketika tahu ia hamil. Naluri

kebapakannya, bangkit di hati. Ketika si bayi lahir dan laki-laki, Nabi memberi nama

Ibrahim, demi mengabadikan kenangan akan pendiri Masjid Haram, yaitu Nabi Ibrahim

a.s.

k. Kisah mengharukan ketika kaum muslimin hijrah ke Habasyah. Salah satunya adalah

Ubaydillah bin Yahsyi dengan istrinya Ramlah binti Abu Sufyan. Kita tahu Abu Sufyan

adalah pembesar Quraisy yang sangat memusuhi Islam. Ramlah masuk Islam dan ikut

hijrah bersama suaminya. Tragisnya, sang suami berbalik meninggalkan Islam dan

masuk Kristen dan meninggalkan istrinya begitu saja. Istrinya tetap memeluk Islam dan

dapat perlindungan dari Raja Habasyah. Mendengar ini, Nabi melamar Ramlah melalui

raja Habasyah, maka dilakukan ijab qabul nikah in absentia, tanpa kehadiran Nabi,

Nabi diwakili oleh Ja’far bin Abu Thalib, dengan saksi sang Raja, Raja menyiapkan

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 32

hadiah-hadiah kepada pengantin wanita, yang namanya digelari Nabi dengan Ummu

Habibah. Ummu Habibah diberangkatkan ke Mekkah dengan pengawalan pasukan Raja

Habasyah dan dihadiahi budak-budak untuk mengurusi keperluan istri Nabi.

Ketika perjanjian Hudaybiyah dilanggar Quraisy, Abu Sufyan segera mendatangi

Madinah untuk berdialog dengan Nabi, ia mampir terlebih dahulu ke rumah Ummu

Habibah, putrinya itu, tetapi Ummu Habibah mengangkat dan melipat tikar tempat

duduk Nabi, sambil mengatakan “Abi tak pantas duduk di tempat duduk Rasulullah”

Betapa kecewanya Abu Sufyan.

l. Ada lagi suku Yahudi yang diperangi, yang dikenal dengan perang Khaibar. Putri dari

pemimpin Yahudi yaitu Shafiyyah binti Huyay tertawan. Bilal membawanya kepada

Nabi, melewati mayat-mayat Yahudi termasuk mayat bapak dan saudara-saudaranya.

Melihat itu, Nabi iba seiba-ibanya. Lalu beliau membebaskannya dan memperistrinya.

Kehadiran Shafiyyah di sisi Nabi tidak disenangi istri-istri Nabi lainnya. Aisyah pernah

mencelanya sebagai orang kerdil (pendek). Zainab membantah Nabi ketika diminta

meminjamkan kudanya kepada Shafiyyah. Aisyah dan Hafshah pernah berkata kepada

Shafiyyah, “Kami lebih mulia di sisi Rasulullah, Kami, istri Rasulullah sekaligus putri

sahabat beliau”. Shafiyyah mengadu kepada Rasulullah, dan Rasulullah berkata,

“mengapa tidak kau jawab, Bagaimana kalian lebih baik daripadaku, suamiku

Muhammad, ayahku Harun dan pamanku Musa”. Semua istri yang merendahkan

Shafiyyah dimarahi Nabi.

Ketika Nabi sakit menjelang ajal, semua istri Nabi berkumpul. Shafiyyah yang

menangis resah sambil berkata, “Demi Allah, Kuingin akulah yang menanggung

sakitmu ini, dan kaulah yang sehat, wahai Rasulullah”. Istri-istri yang lain melirik dan

saling berbisik, meragukan kata-kata Shafiyyah. Nabi melihat itu, dan berkata,

”Shafiyyah berkata benar, kalian semua bersihkan mulut kalian”. Bersihkan dari apa

ya Rasululullah”. Mereka bertanya. “Bersihkan dari apa yang kalian katakan.”

m. Ketika Nabi umrah setelah perjanjian Hudaybiah, Nabi melamar Maimunah binti al-

Harits, janda muslim yang tetap tinggal di Mekkah karena tidak bisa ikut hijrah. Ia

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 33

menjalani kehidupan yang berat di tengah-tengah masyarakat Quraisy. Nabi

melamarnya dan memboyongnya ke Madinah. Di Madinah, ia menyibukkan diri dalam

ibadah, tenggelam dalan zikir kepada Allah.

3. Interpersonal dengan Penghormatan kepada Kerabat

Kerabat Rasulullah adalah orang-orang yang ada pertalian keturunan dengan Rasulullah,

atau pertalian keluarga akibat pernikahan.

a. Fatimah binti Asad adalah istri dari pamannya, Abu Thalib. Di masa kecilnya sebagai

anak yatim piatu, Rasulullah diasuh oleh bibinya ini. Ia benar-benar merasakan kasih

sayang, yang dapat menggantikan kasih sayang ibu kandungnya. Ketika Fatimah

menyusul berhijrah ke Madinah dalam rombongan akhir, Nabi melonjak girang,

disambutnya dengan wajah berbinar-binar penuh kehangatan dan kemuliaan.

Sebaliknya betapa berduka beliau saat mendengar sang bibi kembali ke haribaan Sang

Maha Kuasa. Beliau sendiri yang mengkafani dengan baju gamisnya, beliau sendiri

yang turun ke liang lahad, dengan berharap agar sang bibi dikelilingi para malaikat.

b. Abbas bin Abu Thalib adalah pamannya yang tidak segera masuk Islam seperti halnya

Hamzah. Tetapi Nabi merasakan sebenarnya hati kecil Abbas cenderung ke Islam.

Maka ketika perang Badar, Abbas enggan ikut berperang, tetapi tak kuasa menolak

ajakan Quraisy. Sesungguhnya, Rasulullah juga sangat khawatir akan keselamatan

Abbas dalam peperangan itu. Maka beliau menginstruksikan prajuritnya untuk

menghindari kontak dengan pasukan yang ada pamannya disitu. Selesai perang,

Abbas tertawan dan Nabi menyuruh pasukan untuk melepas rantai yang mengikat

Abbas. Nabi berkata, “Ini pamanku, saudara ayahku”. Semua sahabat, menghormati

Abbas dan akhirnya Abbas menyatakan masuk Islam.

c. Ali bin Abu Thalib, saudara sepupu. Ketika Muhammad belum menerima wahyu,

tetapi sudah berkeluarga dengan Khadijah dengan kehidupan yang mapan, Nabi

merasa prihatin dengan kehidupan Abu Thalib yang banyak anaknya. Beliau

berunding dengan Abbas, pamannya yang juga mapan, untuk meringankan beban Abu

Thalib. Beliau akan membawa Ali ke rumah keluarganya, tinggal bersama anak-

anaknya. Abbas juga setuju akan membawa Ja’far ke rumahnya. Justru setelah Nabi

menerima wahyu, kedua anak muda ini, termasuk sebagai anak muda yang pertama

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 34

mengimani Nabi. Ali selalu menemani Nabi dalam berdakwah. Ja’far mendapat

kehormatan memimpin rombongan muslimin yang berhijrah ke negeri Habasyah, dan

di sana, pidatonya meyakinkan sang Raja, bahwa Muhammad adalah penerima

wahyu, seperti Nabi Musa. Begitu cintanya Nabi kepada Ali, Nabi menunggu takdir

Allah agar Ali mau melamar anaknya, Fatimah, sehingga ketika Fatimah dilamar Abu

Bakar dan Umar, Nabi mendiamkannya.

d. Hamzah adalah paman Nabi yang segera masuk Islam ketika kelompok Islam masih

sedikit dan takut-takut. Dengan keislaman Hamzah, pemeluk Islam makin bergairah

dan berani menampakkan keislamannya, karena Hamzah terkenal dengan

keberaniaannya dan keperkasaannya. Hamzah yang memimpin hijrah, Hamzah yang

memimpin pembangunan masjid, Hamzah yang memimpin perang Badar dan Uhud.

Di medan Uhud inilah beliau gugur sebagai Syuhada. Nabi menangisinya,

mendoakannya, dan memberi julukan “Pemimpin Syuhada” dan “Singa Allah”.

e. Abdullah ibn Abbas, putra pamannya Abbas ibn Abdul Muthalib, masih remaja.

Sambil memeluknya, Nabi mendoakannya, “Ya Allah, ajarkanlah kepadanya

hikmah”. Tahu kalau Abdullah ibn Abbas ini mempunyai kecerdasan luar biasa, Nabi

mengarahkannya secara khusus dan membuatnya selalu dekat dengan beliau.

Abdullah pernah disuruh ayahnya menemui Nabi, tetapi kemudian balik ke rumah,

dan memberitahukan ayahnya, bahwa ia tidak menemui Nabi karena Nabi sedang

bersama seseorang pria yang tak dikenalnya. Abbas menemui Nabi dan menceritakan

kejadian itu. Nabi memanggil Abdullah masuk ke kamarnya, dan diusap usap

kepalanya dan mendokan agar Abdullah diberi pengetahuan. Akhirnya Abbas dan

Abdullah paham bahwa yang bersama Nabi tadi adalah malaikat.

f. Ja’far ibn Abi Thalib,juga sepupunya yang keimanannya paling awal, yang diangkat

Nabi untuk memimpin perjalanan hijrah ke Habasyah. Ja’far baru pulang dari

Habasyah ketika Nabi sudah di Madinah, dan pasukannya menuju Madinah. Nabi

menyambutnya dengan gembira, mencium keningnya dan mengucapkan kata-kata

yang kesohor, “Aku tidak tahu manakah yang lebih membuatku bahagia, penaklukan

Khaibar atau kembalinya Ja’far”.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 35

Ketika perang Mu’tah, Ja’far ditunjuk sebagai peminpin pasukan, dan dalam

peperangan yang dahsyat, Ja’far terkepung dan gugur. Nabi di Madinah sedang

berkhutbah, tetapi ia ditampakkan Allah suasana peperangan itu, dan langsung

berkata-kata tentang kejadian pertempuran itu seperti siaran pandangan mata. Para

sahabat terkesima, dan semua akhirnya berdo’a. Ketika pasukan dari Mu’tah kembali

ke Madinah, Nabi terharu dan merangkul semua putra-putra Ja’far dan menciuminya,

dan mendoakannya, “Ya Allah, jadikanlah anak-anak Ja’far sebagai penggantinya,

berkahilah Abdullah ibn Ja’far sebagai tangan kanannya, dan akulah walinya di

dunia dan akhirat”

g. Abu Sufyan ibn al Harits. Adalah sepupu Nabi dari Harits ibn Abdul Muthalib. Ia

berpihak kepada Abu Lahab, paman Nabi yang memusuhi Nabi. Ia yang memimpin

perang Uhud, dimana Hamzah menjadi Syuhada. Ketika terjadi penaklukan Mekkah,

ia mendapat hidayah, masuk Islam. Nabi sangat menyayangi Abu Sufyan dan

mendoakannya masuk surga, sambil berkata, “kuharap engkau menjadi pengganti

Hamzah”. Ucapan ini terbukti, ketika perang Hunain, tak lama sesudah penaklukan

Mekkah, Abu Sufyan ini berjuang habis-habisan melindungi Nabi.

h. Ummu Hani, salah seorang anggota keluarga Abu Thalib, di mana Nabi tinggal

bersamanya pada masa kecilnya. Tetapi Ummu Hani baru masuk Islam setelah

penaklukan Mekkah. Pada saat penaklukan Mekkah, ia melindungi seorang pasukan

Quraisy yang bersembunyi di rumahnya. Ummu Hani melaporkan kepada Nabi

tentang hal itu. Nabi membebaskannya, sambil berkata, siapapun yang kamu lindungi,

akan kubebaskan. Disinilah Ummu Hani masuk Islam.

i. Keluarga Halimah al Sa’diyyah, ibu yang menyusuinya. Ketika terjadi perang Hunain,

tertangkaplah seorang wanita, Syaima bint al-Harits. Wanita itu berteriak, “Kalian

tahu, demi Allah, aku adalah saudari susuan Nabi kalian, ketika tinggal bersama

Halimatus Sya’diyyah”. Prajurit melaporkannya, dan Nabi bertanya, “apa

buktinya?” Wanita itu menjawab, “Ingatkah kau, Nabi Allah, ketika aku memukul

pahamu, ketika kita bermain di tenda keluarga Bani Sa’ad, kau naik kepunggungku

dan kau menggigitklu dengan gigitan kasih sayang?” Wajah Nabi berubah cerah,

mata beliau indah berkaca-kaca, dihampirinya wanita itu, disambutnya dengan riang

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 36

dan penuh penghormatan. Selain wanita ini, banyak lagi keluarga Halimah atau

saudara sesusuannya datang menemui Nabi.

j. Tsuwaibah adalah pembantu Abu Thalib. Perempuan ini pernah menyusui Nabi

sebelum Nabi diserahkan kepada Halimah. Selepas dari Abu Thalib, Tsuwaibah

diambil menjadi pembantu Abu Lahab. Khadijah bersama Nabi berusaha untuk

membeli pembantu ini, untuk dibebaskan dan tinggal bersama keluarganya. Tetapi

Abu Lahab tak pernah mengabulkannya. Setelah Nabi hijrah, barulah ia dibebaskan

oleh Abu Lahab. Tak henti-hentinya Nabi menjalin silaturrahim kepada ibu susuan

pertamanya ini.

k. Ummu Haram bint Mulhan. Perempuan ini juga bibi susuan Nabi. Beliau sangat

menghormatinya, mengunjungi kediamannya, bahkan tidur di rumahnya. Pada saat

tertidur, Nabi diperlihatkan Allah kejadian masa datang, dimana pasukan muslim akan

berlayar di laut yang biru, bak raja dalam keluarga. Ummu Haram berkata, “Ya

Rasulullah, doakan agar aku termasuk di anatara mereka” Nabi menjawab, “Kamu

seorang di antara mereka”. Ini menjadi kenyataan, ketika pasukan muslimin

menaklukkan Cyprus, dengan menyeberangi selat Cyprus, Ummu Haram bersama

suaminya ikut dalam pasukan itu, dan menikmati kejayaan Islam di Cyprus.

l. Para pembantunya, Ummu Aiman, Anas ibn Malik, Tsauban, Hunain, Safinah,

Syuqran, Bakir ibn Sydzakh, Rabiah ibn Ka’b Barirah, Abu Hudzaifah, Abdul

Quddus. Nabi bersabda, “pembantu kalian adalah saudara kalian. Allah menjadikan

mereka di bawah kekuasaan kalian. Barang siapa yang saudaranya berada di bawah

kekuasaannya, hendaklah ia memberi makan seperti yang ia makan dan memberi

pakaian seperi yang ia pakai. Jangan membebani mereka melebihi kemampuan, atau

bantulah jika kalian memberi beban berlebih”.

Anas ibn Malik mengatakan, “ Aku melayani Rasulullah selama 10 tahun dan dia

tidak pernah mengomentari apapun yang kulakukan dengan ucapan, “kenapa kamu

melakukan ini?. Dan tidak pula mengomentari apapun yang tidak kulakukan dengan

ucapan,”kenapa kamu tidak melakukan ini?”

4. Interpersonal dengan Empati dan Solidaritas kepada Sahabat.

Sahabat Nabi adalah kaum muslimin yang hidup bersama Nabi.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 37

a. Abu Bakar ash-Shiddiq. Sahabat Nabi sejak sebelum Nabi menerima wahyu. Ia pria

dewasa yang pertama kali mengimani risalah Nabi. Ia yang membebaskan Bilal dari

siksaan majikannya, Umayyah. Ia yang menemani Nabi kemanapun Nabi bergerak.

Ia yang menemani Nabi ketika hijrah dan bersembunyi di Gua Tsur, Ini diabadikan

dalam Al Qur’an, QS At Taubah: 40.

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah

menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah)

mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika

keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah

kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan

ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang

kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah

yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana.

Dialah yang menangis tersedu-sedu ketika Nabimembacakan ayat terakhir, QS Al

Maidah: 3. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah

Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama

bagimu.

Dialah satu-satunya sahabat yang Nabi inginkan menjadi khalilnya, dengan

sabdanya, “jika aku boleh memilih sahabat tersayang, maka aku pilih Abu Bakar sebagai khalil ku, tetapi cukuplah abu bakar sebagai sahabatku.”

Dialah sahabat yang dijadikan mertua Nabi, dengan mempersunting anaknya, Aisyah.

b. Umar ibn Khattab, Sahabat Nabi yang semula sangat keras memusuhi Islam. Ia

merupakan jawaban Allah atas do’a Nabi, agar Islam diperkuat dengan salah satu

dari dua ksatria Arab. Dengan Umar, dakwah Islam mulai secara terang-terangan.

Dia selalu menyertai Nabi kemanapun beliau bergerak, seolah-olah Nabi dikelilingi

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 38

dua karakter yang saling melengkapi, kelembutan Abu Bakar dan kekerasan Umar.

Nabi pernah bersabda, “jin pun menyingkir jika berjumpa dengan Umar”.

Dia hampir tidak percaya dengan kebijakan Rasulullah dalam perjanjian

Hudaibiyyah yang dianggapnya merupakan kelemahan, tetapi ia diingatkan oleh

Abu Bakar. Ia pula yang hampir tidak percaya Rasulullah wafat, tetapi kemudian ia

disadarkan oleh Abu Bakar.

Dia pula sahabat yang dijadikan mertua Nabi dengan mempersunting putrinya,

Hafshah

c. Ustman ibn Affan. Sahabat Nabi yang bersifat pemalu dan halus budi pekertinya.

Dia memeluk Islam sejak awal, bersama Abu Bakar. Dia dijadikan menantu Nabi

menjadi suami putri Rasulullah dan Khadijah, yakni Ruqayyah. Dia bersama

istrinya, ikut hijrah ke Habasyah menyelamatkan keimanannya dari fitnah Quraisy.

Ketika Ruqayyah wafat, Ia diangkat menantu kembali oleh Rasulullah dengan

menikahkannya dengan Ummu Kulsum, adiknya Ruqayyah. Dia pandai berdagang,

dan termasuk saudagar kaya. Dia sangat dermawan, dan menghibahkan hartanya

untuk jalan Allah. Dia membeli sumur Yahudi untuk keperluan ummat Islam akan

air minum.

d. Sahabat-Sahabat Lainnya

Beliau pernah meminta Ibnu Mas’ud agar membacakan al-Qur’an dihadapannya.

Ibnu Mas’ud bertanya, “Bagaimana mungkin aku membacanya di hadapanmu,

sementara al-Qur’an diturunkan kepadamu?”. Nabi menjawab, “Bacalah, karena

aku ingin mendengarnya dari orang lain”. Ketika Ibnu Mas’ud membacakan

surah An-Nisaa sampai ayat 41, Nabi berseru, “cukuplah sudah”, sementara Ibnu

Mas’ud melihat kedua mata beliua bercucuran air mata. Ibnu Mas’ud ikut terharu

dan terlintas pula rasa syukur bahwa Nabi mau mendengarkan bacaannya.

Demikian juga terjadi, Nabi secara diam-diam mendengarkan bacaan Abu Musa al-

Asy’ari pada suatu malam dirumahnya. Besok paginya baru dikabarkan bahwa

semalam beliau mendengarkan bacaannya dan beliau memujinya.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 39

Beliau juga pernah membandingkan bacaan Abu Bakar dan Umar. Kepada Abu

Bakar, beliau berkata, “naikkan sedikit suaramu”, sedangkan kepada Umar beliau

berkata, “turunkan sedikit suaramu”.

Nabi juga pernah mencandai sahabatnya. Suatu ketika ada seorang sahabatnya

minta agar diizinkan menaiki unta sebagai kendaraannya. Nabi menjawab, “aku

tidak menemukan kendaraan untukmu, kecuali anak unta,” Orang itu lalu pergi

dengan malu-malu. Nabi segera memanggilnya kembali. Dan berkata, “ Bukankah

unta itu dilahirkan sebagai anak unta?” Maksudnya, silakan naiki unta itu,

walaupun dulunya ia anak unta.

Ada lagi wanita tua datang kepada beliau, meminta didoakan agar kelak masuk

surga. Nabi menjawab, “wanita tua tidak bisa masuk surga”. Lalu wanita itu pergi

dan menangis. Nabi segera memanggilnya kembali. Dan berkata, firman Allah

menyebutkan penduduk surga usianya sebaya, maksudnya semua manusia yang

masuk suraga akan dikembalikan muda kembali. Nenek itu tersenyum bahagia.

Beliau pernah ditanya oleh orang tua yang sudah mulai pikun, tentang amalan yang

bisa dikerjakannya secara rutin. Beliau menjawab dengan amalan yang ringan,

ibadah yang mudah, dan ketaatan yang cukup sesuai dengan kondisi orang tua itu.

Beliau bersabda, “ Lidahmu selalu basah karena dzikir kepada Allah (HR Ahmad,

Tirmidzi, dan Ibn Majah)

Pada ketika lain, beliau ditanya oleh orang yang posturnya kuat, badannya besar,

dan tubuhnya kekar, tentang amalan yang bisa membuatnya dekat dengan Allah.

Beliau menjawab, “Engkau harus berjihad di jalan Allah”

Ketika Abu Dzar meminta nasehat kepada beliau, Beliau hanya menjawab, “jangan

marah”. Nasehat ini sangat membekas bagi Abu Dzar yang memang bersifat

pemarah dan temperamental.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 40

Ketika beliau bersama Abu Musa Al Asy’ari mendaki gunung, beliau mengingatkan

Abu Musa, dengan berkata, “ucapakanlah La haula wa la quwwata illa billah”.

Ketika pembagian ghanimah (rampasan perang), ada seseorang berteriak, “berbuat

adillah Muhammad”. Beliau langsung besabda, “Aku kecewa dan merugi, siapa yang

berbuat adil bila aku tidak adil”.

Beliau pernah meminta sahabatnya, agar membalas apa yang pernah beliau lakukan

yang menyakiti sahabatnya. Rupanya ada seorang sahabatnya mengaku pernah terkena

tongkat Rasulullah ketika perang Badar. Rasulullah menyerahkan tongkatnya, dan

minta agar ia memukul Nabi dengan tongkat itu di tempat yang ia pernah terpukul.

Beliau membuka bajunya, dan.... sahabat itu memeluk Nabi dan menciuminya.

Beliau figur pendidik yang lembut. Ketika ada seorang Badui yang kencing di Masjid,

Beliau mencegah sahabatnya yang hendak memukul Badui itu. Beliau hanya

memanggil Badui itu, dan memberi pengertian tentang sucinya masjid.

Ketika makan bersama, beliau mengajarkan etika makan, antara lain, bacalah basmalah,

gunakan tiga jari tangan kanan, ambil makanan yang terdekat, jangan sampai makanan

tersisa, termasuk yang di jari-jarinya, minumlah dalam tegukan yang tidak sampai

menghembuskan nafas, ucapkanlah alhamdulillah.

Beliau memendekkan khutbah dan memanjangkan shalat. Beliau memberikan

kelonggaran penggunaan masjid untuk hal lain seperti pendidikan, musyawarah, bahkan

kesenian.

Beliau mendidik sahabatnya dengan teladan. Beliau menyeru takwa kepada Allah,

beliaulah yang paling takwa. Beliau melarang sesuatu, Beliaulah yang paling tegas

menghindarinya. Beliau menyerukan agar suka memberi dan berderma, beliaupun

menjadi orang yang paling dermawan dan murah hati. Beliau menyeru berbuat baik

kepada keluarganya, maka Beliau adalah orang yang paling baik kepada keluarganya.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 41

Beliau membawa kabar gembira. Antara lain, wudhu dapat menghapus kesalahan.

Shalat, puasa, haji, umrah, adalah kafarat (pelebur) bagi dosa-dosa yang terjadi di sela-

selanya. Penyakit dapat menghapus kesalahan, apapun yang menimpa manusia, mulai

dari penyakit, penderitaan, kesulitan, kecemasan, keresahan, kesedihan, duri yang

menusuknya, akan dijadikan Allah sebagai pelebur dosa bagi orang yang

mengalaminya.

Beliau menolak dihormati dengan cara berdiri dan tidak mau dikawal oleh ajudan. Dia

suka berbaur dengan banyak orang, dan seolah-olah menjadi bagian dari mereka. Dia

selalu memenuhi undangan.

Beliau selalu memperhatikan wanita yang biasa menghidmatkan dirinya dengan

menyapu lantai dan pekarangan masjid. Suatu hari, beliau merasakan sesuatu yang

tidak biasa, perempuan itu tidak datang-datang lagi ke masjid. Beliau menanyakan

sahabatnya, kemana perempuan tua itu. Sahabat menjelaskan bahwa perempuan itu

telah wafat. Beliau menegur dengan keras sahabat itu sambil berkata, “mengapa aku

tidak diberitahu?” , beliau menanyakan dimana perempuan itu dikebumikan. Langsung

beliau menuju ke pekuburan itu dan mendoakannya.

Beliau berbuat baik kepada tetangga. Jibril seringkali mengingatkan Nabi agar berbuat

baik kepada tetangga, sampai sampai Nabi hampir menduga, bahwa tetangga berhak

pula atas warisan. Tetapi beliau dicegah untuk beranggapan seperti itu. Ini artinya

tetangga itu seperti saudara.

Beliau bersabda, “ Tidaklah beriman barang sesaatpun di siang hari, orang yang tidur

kenyang sementara ia tahu tetangganya kelaparan.”

Beliau menyerahkan urusan satu perkara dunia kepada ahlinya. Pernah sahabat

membandingkan pohon kurma tanaman Nabi dengan pohon kurma tanaman seorang

sahabat. Pohon kurma sahabat itu berbuah lebih lebat dari pohon kurma Nabi. Beliau

menjawab, untuk urusan duniamu, serahkanlah pada ahlinya.

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 42

e. Interpersonal dengan Ketegasan dan Toleransi dengan Non Muslim

Beliau mempraktikkan pernyataan Allah swt dalam QS Al Fatih:29: Muhammad itu

adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap

orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk

dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada

muka mereka dari bekas sujud.

Beliau tegas dalam hal akidah, sesuai dengan Firman Allah, QS Al Kafirun:6.

Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku". Ini artinya Islam tidak mencampuri

urusan ibadah orang yang beragama lain. Tetapi juga, tidak ada toleransi dalam akidah.

Di lain sisi, beliau toleransi dalam hubungan sosial atau urusan dunia, sesuai dengan

QS Al Jumuah:10. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka

bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu

beruntung. Ini artinya dibolehkan mencari karunia Allah dari atau kepada siapapun,

termasuk yang berlainan agama.

D. PENUTUP

Tiada kata yang terucapkan dalam penutup ini, karena bahasa yang keluar dari hatiku adalah bahasa perasaan. Hanya ucapan terima kasih kepada Rasulullah yang telah memberi teladan bagaimana menyikapi berhubungan dengan orang lain. Ucapan terkhidmat adalah: اللهم ص��ل على محم��د وعلى آل محم��د كم��ا ص��ليت على إب��راهيم وعلى آل

آل محمد كما باركت على إبراهيم إنك حميد مجيد اللهم بارك على محمد وعلىإبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد

Dalam ungkapan berirama, aku bersenandung:Yaa Nabi salaam 'alaikayaa Rasul salaam 'alaika

yaa Habiib salam 'alaikasholawattullah 'alaika 3x

Sallallahu ala MuhammadSallallahu alaihi wasallam 3x

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 43

Dan kepada Allah swt aku berucap:

Astaghfirullah al -Azhim 3x.

subhanallah, walhamdulillah, wa la ilaha illallah, wallahu akbar, La haula wala quwwata illa billahil aliyyil azhim 3x.

DAFTAR PUSTAKASumber Utama

Abazah, Nizar. 2014, Bilik-Bilik Cinta Muhammad saw. Jakarta: ZamanAl-Qarni, Aidh.2006, Muhammad Sang idola, Surabaya: Fitrah MandiriHaekal, Muhammad Husain, 1990, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Litera Antar Nusa.

https://nururrohmahzainab.wordpress.com/2013/05/26/rasulullah-menjawab-nasrani-turunnya-ayat-mubahalah

Sumber Peninjang

Abu Aziz, Sa’ad Yusuf., 2002, Saat-Saat Rasulullah saw Menangis, Jakarta: AzanAl-Maliki, Sayyid Muhammad bin Alawi., 2007, Buku Pintar Sejarah Nabi Muhammad, Bandung: Pustaka Hidayah

Al-Maliki, Sayyid Muhammad bin Alawi., 2007, Inner Beauty Keluarga Nabi Muhammad SAW. Jakarta: Gaung Persada PressAn-Nadawi, Sulaiman., 2007, Aisyah, The True Beauty, Jakarta: Pena Pundi AksaraAs-Siba’iy, Musthafa., 2003, Sirah Nabawi, Jakarta: Studia PressAsy-Sya’rawi, Syekh Mutawalli, 2004, Mukjizat Rasulullah, Jakarta: Al-MawardiAsy-Syinwani, Abdul Aziz., 2004, Saat-Saat Berkesan Bersama Rasulullah, Jakarta: Insani Azimabdi, Badr., 2008, 300 Mukjizat Muhammad SAW, Jakarta: HikmahAzizia, 1999, Kearifan Siti Khadijah, Gresik: Putra Pelajar

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 44

Bahreisyy, KH. Salim., 1996, Menyaksikan 35 Mukjizat Rasulullah, Surabaya: ProgressifDepartemen Agama RI, 2010, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka, Al-Hidayah, Jakarta: Kalim

Hasan bin Ahmad Hasan Hamam, 2008, Story of The Great Husband: Muhammad, Jakarta: Nachlah Pustaka

Kauma, Fuad., 2002, Senyum Senyum Rasulullah, Yogyakarta: Mitra PustakaLing, Martin., 2007, Muhammad, Jakarta: Serambi Ilmu SemestaMarjan, Muhammad Majdy., 2006, Tuhan & Nabi Cinta, Jakarta: EmbunMuhammad bin ‘Ali Ali Mujahid, 2008, Ketika Rasulullah Marah, Yogyakarta: Al-FurqanMuhammad, Abdul Mun’im., 2007, Khadijah, The True Love Story of Muhammad, Jakarta: AksaraOrdoni, Abu Muhammad., 2007, Fathimah, Buah Cinta Rasulullah, Jakarta: ZahraQuthb, Muhammad Ali., 2009, 36 Perempuan Agung di Sekitar Rasulullah SAW, Bandung: MizaniaSudarmojo, Agus Haryo., 2013, DNA Muhammad, Aktivasi Gen Positif dengan Shalawat, Yogyakarta: BunyanSulaeman, Eman., 2007, Khadijah & Aisyah, Inspirasi Cinta di Balik Pribadi Rasulullah, Bandung: Madania Prima.Tarmidzi, Imam., 2008, Sama’il Muhammad SAW, Jakarta: Pena Pundi AksaraUsmani, Ahmad Rofi’., 2009, Muhammad Sang Kekasih, Bandung: MizaniaUwaidah, Kamil, 2008, Hadist Qudsi, Jakarta: Pena Pundi AksaraYamani, Muhammad Abduh., 2007, Hanya Fathimah, Bunga nan Jadi Bunda Ayahnya, Depok: Pustaka Iman

Muhammad Soleh, 2015, Meneladani Kecerdasan Inter Personal Rasullullah saw.Page 45