DNA Rekombinan 3A

68
MATA KULIAH REKAYASA GENETIKA PROGRAM PASCASARJANA TUGAS DNA REKOMBINAN Oleh : KELOMPOK III A 1. Nana Juniarti N.D. 2. Sukarmi 3. Jef Gishard Kalalo 4. Syarifah Zahra

Transcript of DNA Rekombinan 3A

Page 1: DNA Rekombinan 3A

MATA KULIAH REKAYASA GENETIKA

PROGRAM PASCASARJANA

TUGAS

DNA REKOMBINAN

Oleh :

KELOMPOK III A

1. Nana Juniarti N.D.

2. Sukarmi

3. Jef Gishard Kalalo

4. Syarifah Zahra

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2014

Page 2: DNA Rekombinan 3A

BAB I

PENDAHULUAN

Teknologi rekayasa genetika mencakup berbagai teknik termasuk

teknologi DNA rekombinan untuk memperoleh organisme baru dengan sifat

yang dikehendaki. Salah satu aplikasi teknologi rekayasa genetika adalah

proses pemindahan gen ke dalam sel makhluk hidup sehingga organisme

penerima transfer gen dapat memproduksi protein yang disandi oleh gen

yang dimasukkan ke dalam organisme tersebut (1).

Objek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan organisme,

mulai dari bakteri, fungi, hewan tingkat rendah, hewan tingkat tinggi hingga

tumbuh-tumbuhan. Bidang kedokteran dan farmasi paling banyak

berinvestasi di bidang yang relatif baru ini (2).

Tujuan mempelajari teknologi DNA rekombinan ialah supaya dapat

memahami metode isolasi DNA, ekspresi gen rekombinan pada sel prokariot

dan eukariot, hibdridisasi, sekuensing, amplifikasi fragmen DNA (PCR) dan

mutasi terarah (3).

Page 3: DNA Rekombinan 3A

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Umum Teknologi DNA Rekombinan

Pada tahun 1971-1973, penelitian genetika kembali bergairah dengan

dikembangkannya metodologi baru oleh Herbert Boyer dan Stanley Cohen,

suatu revolusi dalam percobaan biologi. Metode ini dinamakan Teknologi

DNA Rekombinan dengan pokok proses adalah kloning gen.

Boyer dan Cohen berhasil mengekspresikan gen dari suatu bakteri

dalam Escherichia coli. Fragmen DNA disisipkan pada vektor,

ditransformasikan ke dalam sel dan dilakukan penapisan terhadap koloni

bakteri yang tumbuh. Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetik,

yang juga dinamakan kloning gen atau kloning molekular merupakan istilah

yang meliputi sejumlah cara kerja yang mengarah kepada pemindahan

informasi genetik (DNA) dari satu organisme ke organisme lainnya (2).

II.2 Komponen Penting dalam Teknologi DNA Rekombinan

II.2.1 Sumber DNA

Sebagaimana telah diketahui bahwa struktur kimia protein manusia telah

dipetakan. Apabila ingin mengetahui susunan DNA yang mengkode urutan

asam amino dalam suatu protein maka harus diketahui sekuen basa-basa

DNA yang digunakan dalam mengkonstruksi DNA rekombinan (1).

Page 4: DNA Rekombinan 3A

Strategi yang dilakukan untuk mendapatkan sumber DNA yang

diinginkan adalah dengan dengan cara (1):

a. Mensintesis molekul DNA. Hal ini dapat dilakukan apabila jumlah basa-

basa DNA yang akan disintesis tidak terlalu besar. Hanya DNA yang

menyandi protein yang berukuran kecil saja yang dapat disintesis.

Sebagai contoh, sintesis DNA telah dilakukan untuk mendapatkan DNA

yang menyandi ekspresi gen insulin, sehingga menghasilkan insulin

manusia dalam skala besar.

b. Membuat cDNA. Seperti telah diketahui bahwa mRNA ditranslasi

menjadi protein berdasarkan sandi genetik yang dibawa oleh mRNA.

Dengan demikian, mRNA merupakan sumber yang tepat untuk

mendapatkan DNA. Dengan ditemukannya enzim reverse transcriptase,

dapat dibuat cDNA (copy DNA) menggunakan cetakan mRNA. Sebagai

contoh, dengan cara mengisolasi mRNA manusia yang menyandi

protein atau hormon tertentu misalnya hormon pertumbuhan, kita dapat

membuat cDNA sehingga didapatkan gen yang menyandi ekspresi

hormon pertumbuhan. Untuk gen eukariot, cDNA yang tidak lagi

mengandung fragmen intron, memiliki keuntungan karena langsung bisa

dimasukkan ke dalam sel prokariot yang tidak memiliki sistem splicing

DNA.

Page 5: DNA Rekombinan 3A

c. Pustaka DNA (DNA Libraries). Pendekatan untuk memperoleh sumber

DNA melalui produksi cDNA tidak dapat dilakukan jika tidak diketahui

secara pasti mRNA yang menyandi produksi protein yang dikehendaki.

Untuk itu, cara yang dilakukan untuk memperoleh sumber DNA adalah

melalui pustaka DNA. Pustaka DNA merupakan kumpulan fragmen-

fragmen DNA yang berasal dari genom suatu sistem biologis tertentu,

yang dipotong dengan enzim restriksi endonuklease, dan secara acak

digabung dengan vektor yang sesuai. Fragmen-fragmen DNA dengan

berbagai ukuran tersebut digabung secara individual dengan vektor,

sehingga membentuk ratusan DNA rekombinan yang berbeda.

Pustaka DNA diasumsikan dapat mewakili seluruh fragmen DNA

yang terdapat dalam kromosom sel, yang telah terpotong-potong

dengan ukuran yang berbeda, sehingga apabila dimasukkan ke dalam

sel hospes yang sesuai, diharapkan sel hospes mengandung fragmen

gen yang secara acak telah ditransfer ke dalam sel hospes. Dengan

demikian, melalui proses seleksi, dapat diketahui gen yang bertanggung

jawab dalam mengekspresi jenis protein tertentu yang dikehendaki.

Dengan cara mengisolasi kembali fragmen DNA dari sel hospes yang

mengandung DNA rekombinan tersebut, dapat diperoleh sumber DNA

yang dikehendaki.

Page 6: DNA Rekombinan 3A

d. Struktur dan sekuen DNA yang diinginkan dapat juga diperoleh dari

bank gen apabila genom organisme yang diinginkan telah secara utuh

dipetakan. Dengan mengetahui sekuen DNA dari gen yang dikehendaki,

dapat dirancang suatu primer oligonukleotida yang komplementer

terhadap urutan basa-basa DNA gen yang diinginkan, sehingga melalui

teknik amplifikasi DNA secara polymerase chain reaction (PCR) dapat

diklon fragmen DNA yang dikehendaki.

II.2.2 Enzim-Enzim dalam Manipulasi Gen

Hampir semua teknik manipulasi DNA menggunakan enzim yang telah

dimurnikan. Enzim-enzim ini berperan dalam proses penting di dalam sel,

seperti replikasi dan transkripsi DNA, DNA proofreading, enzim kelompok ini

dapat mengidentifikasi, memotong dan memperabiki urutan basa nukleotida

terhadap mutasi yang ada di molekul DNA, degradasi DNA/RNA asing serta

rekombinasi antara molekul-molekul DNA yang berbeda. Enzim-enzim untuk

manipulasi ini dapat dikelompokkan menjadi lima golongan besar, tergantung

dari jenis reaksi yang dikatalisis (2):

1) Nuklease, kelompok enzim ini dapat memotong, memendekkan, atau

mendegradasi molekul DNA. Enzim kelompok ini mempunyai sifat

eksonuklease (menghilangkan nukleotida satu persatu dari ujung bebas

molekul DNA) dan endonuklease (memecah ikatan fosfodiester internal

Page 7: DNA Rekombinan 3A

pada molekul DNA). Contoh enzim ini misalnya S1-Nuclease, DNaseI dan

enzim restriksi.

2) Ligase, menyambung potongan DNA menjadi satu.

3) Polimerase, mampu mensintesis untai DNA baru yang komplementer dari

cetakan DNA. Contoh enzim ini misalnya fragmen Klenow, T4-DNA

polimerase, dan reverse transcriptase.

4) Enzim modifikasi, berperan untuk menghilangkan atau mengubah gugus

kimiawi. Contoh enzim ini ialah alkalin fosfatase (memotong gugus fosfat

pada ujung-5’ molekul DNA), polinukleoid kinase (menambah gugus fosfat

pada ujung-5’ yang bebas); dan deoksinukleotidil transferase terminal

(menambah satu atau lebih deoksinukleotida pada ujung-3’ molekul DNA).

5) Topoisomerase, membuat atau mengubah DNA-supercoiled yang tertutup

secara kovalen.

II.2.2.1 Endonuklease (1)

Pada tahun 1960-an, enzim restriksi endonuklease ditemukan oleh

Werner Arber dan Hamilton Smith yang diisolasi dari mikroorganisme. Secara

alamiah bakteri menghasilkan enzim endonuklease untuk mempertahankan

diri dari keberadaan DNA asing yang masuk ke dalam sel bakteri. Jika ada

DNA asing masuk ke dalam bakteri melalui proses transfer genetik yang

terjadi secara alamiah, misalnya virus bakteriofaga, maka untuk

mempertahankan dirinya dari keberadaan DNA asing tersebut, sel bakteri

Page 8: DNA Rekombinan 3A

melepaskan enzim endonuklease yang dapat memotong DNA asing pada

situs yang sangat spesifik dan restriktif. Oleh sebab tersebut enzim tersebut

dikenal dengan ‘enzim restriksi endonuklease’.

Setiap enzim mengenali rangkaian 4-8 pasang basa tertentu yang

terdapat dalam untai DNA. Bagian atau situs pada molekul DNA yang

dikenali oleh enzim ini dikenal sebagai sekuen situs pemotongan enzim.

Rangkaian-rangkaian situs pemotongan DNA oleh enzim ini apabila terdapat

dalam gugus metil pada residu basa adenin (A) dan sitosin (C) sehingga tidak

dapat dipotong oleh enzim nuklease yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri.

Enzim restriksi endonuklease yang berbeda memiliki situs pemotongan

yang berbeda, namun ada beberapa jenis enzim ini yang diisolasi dari

sumber yang berbeda namun memiliki situs pemotongan yang sama, hal ini

disebut dengan isoschizomer.

Sekuen basa pada situs pemotongan memiliki urutan basa yang sama

pada untai DNA heliks ganda, yang dikenal dengan sekuen palindromik.

Misalnya enzim EcoRI, yang diisolasi pertama kali oleh Herbert Boyer pada

tahun 1969 dari E.coli yang memotong DNA pada bagian antara basa G dan

A pada sekuen GAATTC. Hasil pemotongan enzim restriksi endonuklease

ada dua macam yaitu menghasilkan ujung tumpul (blunt) dan ujung lengket

(sticky) atau kohesif. Enzim yang memotong molekul DNA heliks ganda tidak

berhadapan langsung tetapi berselisih 2-4 pasang basa menghasilkan

Page 9: DNA Rekombinan 3A

potongan dengan ujung lengket, sedangkan enzim yang memotong pada

tempat yang berhadapan menghasilkan ujung tumpul.

Pada dasarnya, enzim restriksi endonuklease yang digunakan harus

dipilih dengan baik berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain:

1. Mudah didapat.

2. Enzim hanya memotong DNA di bagian hulu dan hilir dari gen dan tidak

boleh memotong di bagian tengah gen. jika enzim yang digunakan

memotong bagian tengah gen maka akan merusak gen penyandi protein

yang diinginkan.

3. Enzim biasanya dipilih dari enzim yang memiliki situs pemotongan yang

juga terdapat pada vektor plasmid.

4. Enzim yang digunakan dalam kloning biasanya terdiri dari 2 jenis enzim

restriksi endonuklease yang berbeda. Hal ini untuk menghindari

keterbalikan arah transkripsi atau translasi gen yang disisipkan ke dalam

plasmid.

Tabel 2.1. Sekuen Pengenalan Beberapa Restriksi EndonukleaseBakteri Enzim Lokus Pengenalan

Bacillus amyloliquefaciens H BamHI GGATCCBacillus globigii BglII AGATCT

Escherichia coli RY13 EcoRI GAATTCHaemophillus aegyptius HaeIII GGCCKlebsiella pneumoniae KpnI GGTACC

Providencia stuartii PstI CGTGAGSerratia marcescens SmaI CCCCCC

Xanthomonas malvacearum XmaI CCCGGG

Page 10: DNA Rekombinan 3A

II.2.2.2 Enzim Ligase

Fragmen-fragmen DNA heliks ganda yang telah dipotong oleh enzim

restriksi endonuklease tidak dapat dengan sendirinya bereaksi kembali

membentuk ikatan fosfodiester menjadi untai DNA, sehingga diperlukan

suatu katalisator yang dapat mereaksikan kembali fotongan fragmen DNA

tersebut. Enzim yang dapat mengkatalisis reaksi potongan fragmen DNA

yang telah dipotong oleh enzim restriksi endonuklease adalah enzim DNA

ligase. Enzim DNA ligase pertama kali ditemukan oleh Gellert pada tahun

1967, yaitu enzim yang terdapat pada sistem biologis yang dapat

mengkatalisis pembentukan ikatan kovalen yang merekatkan kembali

fragmen-fragmen DNA. Enzim DNA ligase merupakan salah satu enzim yang

sangat penting dalam perkembangan teknologi DNA rekombinan (1).

Ligase T4 (diisolasi dari bakteriofaga T4) mengkatalisis ikatan

fosfodiester antara kedua ujung DNA sehingga kedua fragmen DNA menjadi

satu. Ligase T4 memerlukan kofaktor ATP yang kemudian membentuk

kompleks enzim-AMP. Kompleks ini menempel dan menyambung gugus 5’-

fosfat dan 3’-hidroksi dengan ikatan kovalen sehingga terbentuk rantai

fosfodiester. Temperatur optimum untuk ligasi adalah 37°C, tetapi pada suhu

ini ikatan hidrogen antara kedua ujung kohesif kurang stabil. Ujung yang

dihasilkan EcoRI hanya dilekatkan oleh ikatan hidrogen dari empat pasang A-

T. Hal ini tidak cukup kuat jika ada kenaikan suhu. Suhu optimum untuk ligasi

Page 11: DNA Rekombinan 3A

merupakan kompromi antara kecepatan aksi enzim dan penyambungan

kedua ujung dan telah diperoleh berdasarkan percobaan sekitar 4-15°C (2).

II.2.3 Vektor

Dalam menghantarkan gen yang diinginkan ke dalam hospes, DNA

harus disisipkan terlebih dahulu dalam suatu ‘kendaraan’ yang dikenal

dengan nama vektor (4). Jenis vektor yang digunakan untuk menghantar gen

ke dalam nukleus sel adalah vektor viral dan vektor non-viral (1). Vektor yang

paling sering digunakan adalah bakteriofag, plasmid, kosmid (5). Saat ini

telah dikembangkan vektor baru yang dapat membawa DNA berukuran

kurang lebih 1.000.000 pasang basa. Vektor tersebut dikenal sebagai Yeast

Artificial Chromosom (YAC) (4).

Tabel 2.2. Tipe Vektor yang Sering Digunakan dalam DNA Rekombinan

II.2.3.1 Plasmid

Salah satu vektor untuk pengklonan gen yang sering digunakan adalah

plasmid. Plasmid merupakan gen ekstrakromosomal yang dimiliki oleh bakteri

Page 12: DNA Rekombinan 3A

Gram negatif, Gram positif, khamir dan fungi. Plasmid DNA terdiri dari DNA

untai ganda yang berbentuk sirkuler. Plasmid dapat melakukan replikasi

secara otonom di dalam sel hospesnya (1). Plasmid banyak terdapat di

kelompok prokariot dengan ukuran yang sangat bervariasi antara kurang dari

1 juta dalton sampai 200 juta dalton, dan biasanya sifat fenotip dari plasmid

telah teridentifikasi, misalnya resisten terhadap antibiotik, memproduksi

antibiotik, degradasi aroma, tahan terhadap logam berat, fermentasi gula dan

lain-lain (4).

Setiap plasmid mempunyai suatu urutan basa tertentu yang berfungsi

sebagai daerah awal replikasi (replikon), yang tanpa lokus ini plasmid tidak

dapat memperbanyak diri dalam sel inang. Jenis replikon ini menentukan

jumlah duplikat plasmid dalam setiap sel inang. Beberapa plasmid terdapat

dalam jumlah 10, 30, sampai 100 molekul plasmid dalam setiap sel. Plasmid

jenis ini dinamakan plasmid berduplikat tinggi. Sedangkan plasmid jenis lain

terdapat 2,4, dan 8 duplikasi persel yang dinamakan plasmid berduplikat

rendah. Beberapa mikroorganisme membawa 8 sampai 10 macam plasmid.

Beberapa plasmid hanya dapat bereplikasi dalam satu spesies tertentu.

Sedangkan plasmid jenis lain dapat melakukan replikasi pada sejumlah

spesies bakteri. Hal ini tergantung pada jenis replikon yang dibawanya.

Plasmid tersebut berturut-turut dinamakan plasmid rentang inang sempit dan

plasmid rentang inang luas (3).

Page 13: DNA Rekombinan 3A

Plasmid alami dapat dikelompokkan berdasarkan sifat yang disandinya.

Ada lima jenis plasmid yaitu (3):

1. Plasmid F, membawa gen tra dan tidak mempunyai hal yang spesifik

kecuali kemampuannya melakukan pemindahan secara konjugasi,

misalnya plasmid F.

2. Plasmid R, membawa gen resistensi terhadap satu antibiotik atau lebih,

seperti kloramfenikol dan ampisilin.

3. Plasmid Col, menyandi kolisin, suatu protein yang dapat membunuh

bakteri lain, misalnya ColE1.

4. Plasmid degradatif, menyebabkan bakteri pembawa plasmid itu dapat

memetabolisme molekul yang biasanya tidak dapat dimetabolisme,

seperti toluen dan asam salisilat. Sebagai contoh adalah plasmid TOL

pada Pseudomonas putida.

5. Plasmid virulen, membawa sifat patogen pada sel inang, seperti plasmid

Ti Agrobacterium tumifaciens yang menginduksi tumor pada tanaman

dikotil.

Plasmid ideal yang digunakan sebagai vektor kloning harus mempunyai

sifat (4):

a) Mampu melakukan replikasi sendiri.

Page 14: DNA Rekombinan 3A

b) Mempunyai ukuran relatif kecil sehingga mudah diisolasi dan ditransfer ke

dalam sel organisme tertentu. Efisiensi transformasi ini menurun sesuai

dengan kenaikan ukuran plasmid (3).

c) Plasmid mempunyai situs pemotongan yang beragam (multiple cloning

site) untuk memasukkan gen yang akan disisipkan.

d) Mempunyai gen marker selektif yang mudah untuk diseleksi. Pada

umumnya gen yang digunakan sebagai marker selektif adalah gen yang

resisten terhadap antibiotika tertentu.

Salah satu plasmid yang digunakan sebagai vektor adalah pBR322.

Pada umumnya, plasmid ditandai dengan p yang berarti plasmid, dan

beberapa singkatan seperti BR yang menunjukkan pembuatnya: F. Bolivar

dan R. Rodrigues; dan 3222 adalah angka yang menunjukkan urutan

pembuatannya. Plasmid pBR322 mempunyai ukuran 4.361 pasang basa,

mempunyai dua gen resistensi terhadap antibiotik ampisilin (ampr) dan

tetrasiklin (tetr). Plasmid ini juga mempunyai lokus tunggal untuk BamHI,

HindIII, dan SalI dalam gen tetr dan lokus PstI terdapat dalam gen ampr.

Page 15: DNA Rekombinan 3A

Gambar 2.1 Restriksi Peta Plasmid pBR322Plasmid lain yang sangat terkenal adalah pUC18 dan pUC19 yang

merupakan vektor yang sama, kecuali susunan pada lokus kloning yang

tersusun dengan arah yang berlawanan. plasmid jenis ini juga dinamakan

plasmid ekspresi karena plasmid ini membawa promoter yang menghadap

pada lokus kloning. Plasmid ini berukuran 2.686 pasang bawa dan membawa

gen resistensi terhadap ampisilin, promoter dari operon laktosa dari E. coli,

membawa gen lacZ, sebagian gen lacZ yaitu ujung amino dari β-

galaktosidase, bagian yang dinamakan lokus untuk kloning (EcoRI, SacI,

KpnI, XmaI, SmaI, BamHI, XbalI, SalI, PstI, SphI dan HindIII) dan replikon

pMB1 yang telah dimutasi pada gen rop sehingga jumlah duplikatnya

mencapai 500 per sel (3).

Page 16: DNA Rekombinan 3A

Gambar 2.2 Restriksi Peta Plasmid pUC19

II.2.3.2 Virus

Vektor plasmid biasanya hanya dapat disisipi sampai 10 kb fragmen

DNA sedangkan untuk keperluan pembentukan pustaka dari organisme

dengan ukuran genom yang besar, diperlukan vektor yang dapat disispi

fragmen DNA berukuran besar (3). Virus dapat digunakan sebagai

biotranspor, karena virus dalam siklus hidupnya hanya dapat berkembang

biak pada sel organisme lain. Di antara bermacam-macam virus, Lamda

Bacteriophage merupakan jenis virus yang berkembang biak di dalam sel

bakteri Escherichia coli dan kemudian merusaknya (4).

Sejak pertama digunakan sebagai vektor kloning pada tahun 1974,

bakteriofaga telah berkembang menjadi vektor yang sangat baik. Genom

Page 17: DNA Rekombinan 3A

bakteriofaga adalah DNA untai ganda dengan ukuran sekitar 50 kb. DNA

dalam partikel bakteriofaga merupakan molekul DNA untai ganda linier

dengan ujung kohesif 12 nukleotida (cos). Setelah masuk dalam bakteri

inang, ujung kohesif berpasangan membentuk molekul sirkular. Selama

tahapan ini, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi (3):

a. Masuk siklus lisis, DNA virus sirkuler bereplikasi berkali-kali, sejumlah

protein disintesis dan dalam waktu sekitar 20 menit terbentuk 100 partikel

bakteriofaga . Berikutnya sel lisis dan melepaskan partikel virus yang

siap menginfeksi sel tetangga yang sedang tumbuh.

b. Masuk dalam siklus lisogenik, genom bakterofaga dalam sel

berintegrasi dalam DNA kromosom bakteri inang dengan cara

rekombinasi pada lokus spesifik. DNA bakteriofaga ini akan diturunkan

kepada bakteri anakan seperti halnya kromosom bakteri.

Sepertiga bagian dari genom yang berukuran 50.000 pasang basa

(atau sekitar 15.000 pasang basa) membawa gen-gen yang tidak penting

sedangkan dua pertiga lainnya membawa gen-gen yang penting untuk

kelangsungan hidup virus (4). Gen berukuran 15.000 pasang basa tersebut

dapat digantikan dengan 15.000 pasang basa DNA yang tiklon. Molekul ini

dinamakan bakteriofaga rekombinan yang tidak dapat masuk dalam siklus

lisogenik tetapi pasti masuk dalam siklus lisis (3).

Page 18: DNA Rekombinan 3A

Gambar 2.3 Siklus Hidup fag

II.2.3.3 Cosmid

Cosmid adalah plasmid yang telah direkayasa yang membawa sekuen

cos yang diperlukan untuk memasukkan DNA ke dalam partikel bakteriofaga

. Cosmid membawa replikon seperti ColE1 dan gen resistensi terhadap

antibiotik. Cosmid dapat dimasukkan ke dalam E. coli dengan cara

transformasi dan diperlakukan seperti plasmid (3).

Page 19: DNA Rekombinan 3A

Plasmid yang berukuran kecil (kira-kira 5.000 pasang basa) dan

mengandung gen resistensi antibiotik digunakan sebagai bahan dasar

pembuatan cosmid. Selanjutnya gen cos (berukuran sekitar 30 pasang basa)

digabungkan ke dalam plasmid tersebut. Telah diuraikan sebelumnya bahwa

genom virus yang bisa masuk ke partikel virus adalah sekitar 50.000 pasang

basa sedangkan cosmid berukuran 5030 pasang basa, sehingga agar kosmid

dapat dimasukkan ke dalam partikel virus dibutuhkan sekitar 45.000 pasang

basa yang harus ditambahkan pada cosmid.

Dalam keadaan normal, cosmid berbentuk lingkaran seperti pada

plasmid. Agar dapat disisipkan dengan gen klon, cosmid harus dibuat linear

dengan cara pemotongan pada satu tempat tertentu. Kemudian gen klon

yang berukuran 45.000 pasang basa digabungkan dengan cosmid yang linier

tadi dengan bantuan enzim penggabung. Melalui reaksi kimia, rekombinan

cosmid dimasukkan ke dalam partikel virus. Selanjutnya, partikel virus yang

berisi rekombinan cosmid ini akan diinfeksikan secara in-vitro pada sel

bakteri Escherichia coli (4).

II.3 Tahapan Dalam Teknologi DNA Rekombinan

II.3.1 Isolasi dan Purifikasi DNA Genom (1)

Molekul DNA yang sering digunakan dalam teknologi DNA rekombinan

adalah DNA plasmid dan DNa genom yang berasal dari sel bakteri. Pada

Page 20: DNA Rekombinan 3A

dasarnya, isolasi DNA genom total dari sel bakteri, terdiri dari beberapa tahap

yaitu: (1) kultivasi sel dalam media yang sesuai, (2) pemecahan dinding sel,

(3) ekstraksi DNA genom dan (4) purifikasi DNA.

Pemecahan dinding sel bakteri dilakukan secara fisik misalnya dengan

cara sonikasi, maupun dengan cara kimia yaitu dengan menggunakan enzim

lisozim, etilendiamin tetra asetat (EDTA) atau kombinasi dari keduanya. Pada

kondisi tertentu, pemecahan dinding sel cukup dilakukan dengan lisozim dan

EDTA, akan tetapi sering ditambahkan bahan lain yang dapat melisiskan

dinding sel antara lain deterjen triton X-100 atau sodium dodesil sulfat (SDS).

Setelah sel mengalami lisis, tahap selanjutnya adalah memisahkan sel debris

dengan sentrifugasi. Komponen sel yang tidak larut diendapkan dengan

sentrifugasi sehingga meninggalkan ekstrak sel dalam supernatan yang

jernih.

Tahap akhir dari isolasi DNA adalah pemurnian DNA. Disamping DNA,

ekstrak sel mengandung protein dan RNA dalam jumlah yang cukup besar.

Umumnya cara pemurnian DNa dilakukan dengan penambahan larutan fenol

atau campuran fenol dan kloroform dengan perbandingan 1:1, untuk

mengendapkan protein dengan cara disentrifugasi dan dihancurkan secara

enzimatis dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein masih

tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk

membersihkan DNA dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut

Page 21: DNA Rekombinan 3A

kemudian dimurnikan dengan cara presipitasi etanol. Dengan adanya larutan

garam (kation monovalen seperti Na+), pada suhu -20°C etanol absolut dapat

mengendapkan DNA dengan baik sehingga mudah dipisahkan dengan cara

sentrifugasi.

Pada isolasi dan purifikasi DNA sel total yang berasal dari sel eukariot,

misalnya sel tanaman atau sel hewan, walaupun pada dasarnya tahapan

isolasi dan purifikasinya sama, namun memerlukan suatu modifikasi cara

isolasi sehubungan dengan sifat-sifat khusus dari sel yang digunakan.

Modifikasi yang sering dilakukan adalah pada proses pemecahan sel

eukariot. Senyawa kimia yang digunakan untuk memecah sel bakteri, tidak

selalu dapat digunakan untuk memecah sel tanaman atau sel hewan. Untuk

memecah sel tanaman dibutuhkan enzim-enzim degeneratif yang spesifik

dan sering dikombinasi degan cara pemecahan dinding sel secara fisik

antara lain menggunakan butiran-butiran gelas (glass beads). Sedangkan

untuk mengisolasi DNA total dari sel hewan yang tidak memiliki dinding sel

umunya hanya digunakan deterjen untuk memecah membran sel dan

membran nukleusnya.

Page 22: DNA Rekombinan 3A

Gambar 2.4 Bagan Cara Isolasi dan Purifikasi Genom DNA Total Dari Kultur Bakteri

II.3.2 Isolasi dan Purifikasi DNA Plasmid (1)

Isolasi dan purifikasi DNA plasmid dari sel bakteri pada dasarnya sama

dengan cara isolasi DNA genom. Sel bakteri yang mengandung DNA plasmid

dibiakkan dan dipanen. Sel bakteri dilisiskan dengan penambahan deterjen

(EDTA) dan enzim lisozim kemudian disentrifugasi untuk memecahkan debris

sel dengan ekstrak sel. Proses selanjutnya adalah memisahkan protein dan

RNA dari DNA plasmid. Namun demikian terdapat perbedaan penting dalam

isolasi DNA plasmid dengan isolasi DNA genom. Isolasi DNA plasmid harus

memperhatikan keberadaan DNA genom yang berasal dari sel bakteri.

Pemisahan antara DNA plasmid dengan DNA genom sangat penting untuk

Page 23: DNA Rekombinan 3A

dilakukan apabila DNA plasmid akan digunakan sebagai vektor kloning.

Adanya sedikit kontaminasi DNA genom bakteri dalam jumlah kecilpun dapat

mempengaruhi keberhasilan kloning DNA.

Beberapa cara untuk menghilangkan DNA genom pada pemurnian DNA

plasmid telah banyak dikembangkan. Cara pemisahan DNA plasmid dengan

DNA genom pada prinsipnya berdasarkan ukuran dan konformasinya.

Ukuran DNA plasmid sangat kecil dibandingkan dengan ukuran DNA genom.

Ukuran DNA plasmid yang terbesar, kurang dari 8% ukuran DNA genom

bakteri, dan sebagian besar DNA plasmid berukuran lebih kecil daripada

ukuran tersebut. Dengan demikian teknik yang dapat memisahkan molekul

DNA yang kecil dengan DNA yang berukuran besar akan sangat efektif untuk

memisahkan DNA plasmid.

Salah satu cara yang lazim digunakan untuk memisahkan DNA plasmid

dengan DNA genom adalah dengan menggunakan cara sentrifugasi gradien

densitas. Teknik sentrifugasi gradien densitas etidium bromia sesium klorida,

yang berkecepatan tinggi, merupakan cara yang sangat efektif untuk

memperoleh DNA plasmid murni. Dengan teknik tersebut, DNA plasmid akan

membentuk pita pada titik tertentu yang terpisah dengan pita DNA genom,

dimana protein akan mengapung pada permukaan gradien, dan RNA akan

berada pada dasar tabung. Posisi pita-pita DNA dalam tabung dapat terlihat

melalui pendaran etidium bromida yang disinari dengan sinar UV. DNA

Page 24: DNA Rekombinan 3A

plasmid dapat diambil dengan menusukkan jarum suntik pada dinding tabung

dimana pita DNA plasmid terlihat dan menyedotnya. Sedangkan etidium

bromida yang terikat pada DNA plasmid dapat diekstraksi dengan n-butanol

dan sesium klorida dapat dihilangkan dengan cara dialisis. Teknik pemisahan

ini dapat memperoleh DNA plasmid murni yang dapat digunakan sebagai

vektor kloning.

II.3.3 Pembuatan Vektor Rekombinan

DNA dari organisme donor yang telah diekstraksi dipotong dengan

enzim restriksi endonuklease, disambung (ligasi) dengan DNA vektor

sehingga membentuk molekul DNA rekombinan (DNA donor tersisipkan pada

DNA vektor) (3).

Misalnya pada plasmid pBR322, molekul pBR322 dipotong dengan

enzim restriksi endonuklease, misalnya BamHI yang mempunyai lokus

pengenal pada gen tetr. Pemotongan ini menghasilkan fragman DNA linier

berujung kohesif. Molekul ini dicampur dengan DNA kromosom yang juga

dipotong dengan enzim yang sama. Campuran ini diinkubasi dengan ligasi

DNA T4 dengan tambahan ATP. Dalam kondisi ini berbagai kombinasi akan

dihasilkan, termasuk resirkulerisasi plasmid. Untuk mengurangi jumlah

plasmid resirkuler ini, plasmid linier terlebih dahulu diinkubasi dengan

fosfatase (Calf Intestinal Phosphatase, CIP) untuk mengubah ujung 5’-fosfat

menjadi 5’-hidroksi. Sifat ligase T4 tidak dapat menyambung ujung-ujung

Page 25: DNA Rekombinan 3A

DNA yang tidak mempunyai ujung fosfat. Akan tetapi, dua ikatan fosfodiester

akan terbentuk oleh ligase yang cukup kuat menyambung dua molekul, di

samping masih ada dua noktah. Setelah transformasi, kedua celah ini akan

disambung oleh sistem ligase sel inang. Di samping itu ada kemungkinan

bahwa fragmen dari DNA kromosom akan saling bersambungan karena kerja

ligase (3).

Untuk vektor bakteriofaga, galur virus bakteriofaga dimodifikasi secara

genetik sedemikian rupa sehingga didapat bakteriofaga yang memiliki sifat

diinginkan dan menghilangkan sifat-sifat virus yang merugikan. DNA

bakteriofaga dibungkus dengan cara mencampur partikel kepala kosong,

DNA (50 kb) dan partikel ekor akan menghasilkan partikel bakteriofaga .

II.3.4 Transfer DNA

Sebagaimana telah disebutkan di atas, transfer molekul DNA

rekombinan ke dalam sel merupakan tahap yang paling penting pada

teknologi DNA. Beberapa spesies bakteri antara lain Bacillus subtilis,

Escherichia coli dan Saccharomyces cerevisiae sering digunakan dalam

industri bioteknologi. Beberapa teknik transfer yang telah disebutkan di atas

pada dasarnya tidak selalu efisien sehingga banyak sel yang mengalami

kematian pada saat ditransformasi. Di samping itu, keberhasilan transfer gen

ke dalam sel hospes tidak dapat diprediksi secara tepat. Sebagai contoh

Page 26: DNA Rekombinan 3A

misalnya DNA yang akan ditransfer dalam banyak kasus sering terdegradasi

oleh adanya enzim nuclease yang ada dalam sel hospes. Demikian pula

pada transfer DNA ke dalam sel hewan atau tanaman seringkali tidak dapat

terintegrasi dengan tepat ke dalam genom hewan atau tanaman sehingga

tidak dapat mengekspresikan protein yang disandi oleh DNA rekombinan.

(1).

Supaya DNA yang masuk ke dalam E. coli tidak mengalami perubahan

susunan, sel inang E. coli yang digunakan dipilih tidak membawa

endonuklease dan tidak terjadi rekombinasi antara molekul DNA. Dalam hal

ini dipilih sel inang yang gen restriksi endonukleasenya dan gen recA telah

dihilangkan tetapi masih mempunyai gen modifikasi (3).

Proses transfer DNA rekombinan ke dalam sel hospes tergantung pada

jenis vektor yang digunakan. Beberapa cara transefer DNA adalah (1):

1. Transformasi. Apabila vektor yang dipakai adalah plasmid DNA dapat

dapat ditransformasi ke dalam sel inang dengan cara:

a. Induksi kimia menggunakan perlakuan kejut panas (heat shock)

dengan CaCl2 pada suhu 42°C dalam waktu 90 detik. Adanya ion Ca2+

dapat menyebabkan perubahan permeabilitas dinding sel bakteri

sehingga plasmid DNA rekombinan yang berada media akan masuk

ke dalam sel bakteri yang dindingnya lebih permeabel tersebut.

Page 27: DNA Rekombinan 3A

b. Elektroporasi. Selain induksi kimia, permeabilitas dinding sel bakteri

dapat ditingkatkan dengan cara menempatkan sel bakteri di medan

listrik yang kuat. DNA dan sel bakteri dimasukkan bersama-sama

dalam kuvet khusus yang kemudian ditempatkan di bawah medan

listrik (1,8 kv), dalam waktu yang sangat singkat sekitar 4-5 detik. Di

bawah medan listrik ini, dinding sel bakteri dipaksa terbuka dengan

sendirinya, sehingga DNA dapat masuk ke dalam sel bakteri melalui

‘lubang’ yang terbentuk tersebut. Teknik elektroporasi dapat

menyebabkan sebagian besar bakteri mati, namun sel yang bertahan

hidup akan menerima DNA. Dewasa ini, elektroporasi sering

digunakan untuk transfer DNA karena prosesnya lebih cepat.

c. Konyugasi. Proses transfer DNA ke dalam sel bakteri melalui

konyugasi umumnya terjadi secara alamiah antar sel bakteri melalui

pili. Pada transfer DNA melalui konyugasi diperlukan jenis plasmid

khusus yang disebut dengan plasmid konyugatif. Apabila sel bakteri

memiliki plasmid tersebut (sel donor) bertemu dengan bakteri yang

tidak memiliki plasmid (sel penerima), maka akan terjadi agregasi sel

dari keduanya. Pada saat itu akan terjadi transfer plasmid dari sel

donor ke dalam sel penerima. Manipulasi terhadap plasmid konyugatif

dapat dilakukan untuk membuat plasmid konyugatif membawa molekul

DNA rekombinan yang dikehendaki sehingga dapat ditransfer kepada

Page 28: DNA Rekombinan 3A

sel bakteri lain melalui kontak antar sel bakteri. Salah satu cara teknik

konyugasi khusus yang berhasil dilakukan adalah teknik konyugasi

menggunakan bakteri Agrobacterium tumifaciens yang mengandung

plasmid konyugatif yang disebut dengan plasmd Ti (tumor inducing).

Jika bakteri Agrobacterium tumifaciens menginfeksi bagian tertentu

dari tanaman, maka fragmen plasmid Ti akan ditransfer ke dalam sel

tanaman menyerupai proses konyugasi dimana fragmen DNA yang

ditransfer kemudian akan terintegrasi ke dalam kromosom tanaman.

Bagian sel tanaman yang terinfeksi akan kehilangan kontrol terhadap

pertumbuhan sel normal, sehingga menyebabkan terbentuknya sel

tumor pada tanaman yang disebut dengan ‘crown gall’. Plasmid Ti

dapat dimanipulasi dengan cara menghilangkan sifat yang dapat

menginduksi sel tumornya dan menggabungkan fragmen DNA asing

ke dalam plasmid Ti. Berbagai fragmen DNA asing dapat ditransfer

dengan baik melalui bakteri Agrobacterium tumifaciens ke dalam sel

tanaman yang dikehendaki.

2. Transfeksi. Transfer DNA melalui proses transfeksi apabila vektor yang

digunakan adalah virus bakteriofag. DNA rekombinan yang akan

ditransfer dikemas terlebih dahulu dalam kapsid bakteriofaga, kemudian

diinfeksikan ke dalam sel penerima. Proses transfer DNA melalui

transfeksi ini menyerupai proses infeksi oleh virus yangterjadi secara

Page 29: DNA Rekombinan 3A

alamiah. Replikasi dan propagasi sel penerima akan meningkatkan jumlah

DNA rekombinan.

3. Mikroinjeksi. Teknik mikroinjeksi digunakan untuk mentransfer DNA

secara langsung ke dalam sel menggunakan jarum suntik yang berukuran

sangat kecil atau mikro. Umumnya teknik ini digunakan untuk mentransfer

DNA ke dalam sel hewan atau sel tanaman, karena sel tersebut

berukuran relatif lebih besar daripada sel bakteri. DNA rekombinan yang

akan ditransfer diinjeksikan langsung ke dalam nukleus sel penerima.

4. Mikroprojektil. Teknik ini umumnya digunakan untuk mentransfer DNA ke

dalam sel atau jaringan tanaman. Partikel DNA ditembakkan langsung

dengan suatu alat penembak khusus langsung ke dalam sel tanaman.

Dewasa ini terdapat berbagai jenis alat penembak gen, salah satunya

antara lain adalah pistol penembak gen.

II.3.5 Seleksi/Penapisan Transforman

Pada dasarnya, terdapat 3 kemungkinan yang terjadi setelah

transformasi DNA, yaitu (i) sel hospes tidak dapat menerima DNA, (ii) sel

hospes hanya menerima vektor yang tidak mengandung DNA rekombinan,

(iii) sel hospes menerima vektor yang mengandung DNA rekombinan yang

dikehendaki. Oleh sebab itu, teknik seleksi sel transforman yang membawa

gen yang dikehendaki merupakan tahapan yang sangat penting dalam

Page 30: DNA Rekombinan 3A

teknologi DNA. Seleksi sel transforman biasanya didasarkan pada marker

selektif yang terdapat dalam vektor (1).

Masalah utama untuk mendapatkan suatu klon yang diinginkan terletak

pada strategi identifikasi yang mudah dan cepat untuk membedakan satu

koloni yang membawa klon yang diinginkan darii sekian ribu koloni yang ada.

Bahkan organisme yang sederhana seperti E. coli untuk mendapat suatu

fragmen DNA yang diinginkan diperlukan ribuan koloni yang membawa

plasmid rekombinan (3).

Ada dua cara pokok untuk mengidentifikasi klon (3):

1. Komplementasi, digunakan mutan bakteri sebagai sel inang dan seleksi

pada media tertentu sehingga koloni yang hidup berarti membawa gen

yang termutasi itu.

2. Hibridisasi, baik dengan pelacak DNA maupun dengan antibodi.

II.3.5.1 Komplementasi

Marker yang terdiri gen yang resisten terhadap jenis antibiotika tertentu,

seringkali digunakan untuk menyeleksi sel transforman, yaitu dengan cara

membiakkan dalam medium yang mengandung antibiotika. Apabila sel

menangkap vektor yang membawa DNA rekombinan, maka sel akan kebal

terhadap antibiotika yang terdapat di dalam medium sehingga sel

transforman dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan sel yang tidak

Page 31: DNA Rekombinan 3A

mendapatkan transfer DNA, sensitif terhadap antibiotika sehingga akan mati,

tidak dapat tumbuh dalam media yang mengandung antibiotika (1).

Sebagai contoh untuk identifikasi terhadap sel yang membawa fragmen

DNA kromosom pada BamHI, identifikasi dilakukan dalam dua tahap.

Pertama, sel dari campuran transformasi ditumbuhkan pada media padat

yang mengandung ampisilin. Hanya sel yang membawa pBR322 atau

pBR322 rekombinan yang dapat hidup karena plasmid ini gen ampr masih

utuh. Sel yang tidak tertransformasi peka terhadap ampisilin. BamHI pada

pBR322 terletak dalam gen tetr sehingga penyisipan dalam gen ini merusak

gen tetr. Oleh karena itu sel yang membawa plasmid rekombinan resisten

terhadap ampisilin dan peka terhadap ampisilin dan tetrasiklin. Tahap kedua

adalah membedakan antara kedua jenis transforman itu. Sel yang tumbuh

dalam medium yang mengandung ampisilin dipindahkan ke dalam medium

yang mengandung tetrasiklin. Sel yang hidup pada medium yang

mengandung tetrasiklin berarti membawa pBR322 utuh. Sedangkan sel yang

tidak hidup pada medium yang mengandung tetrasiklin, peka terhadap

tetrasiklin, membawa pBR322 rekombinan.

Sedangkan pada penggunaan plasmid pUC19, sel yang membawa

vektor ini ditumbuhkan dalam medium yang mengandung X-gal dan IPTG.

Isopropiltiogalaktosida (IPTG) akan menginduksi ekspresi gen lacZ karena

repressor LacI tidak dapat menempel pada operator lac. IPTG ini merupakan

Page 32: DNA Rekombinan 3A

induser yang tidak dimetabolisme oleh sel (gratuitous). Vektor ini membawa

gen lacZ yang merupakan bagian ujung amino dengan 146 asam amino β-

galaktosidase yang meliputi lokus kloning. Penggunaan vektor jenis ini

memerlukan sel inang yang menyandi ujung karboksi β-galaktosidase. Baik

protein yang dihasilkan oleh sel inang maupun vektor merupakan bagian β-

galaktosidase yang tidak aktif. Kedua protein ini dapat bergabung

membentuk β-galakosidase aktif. Jenis komplementasi ini dinamakan

komplementasi β. Bakteri Lac+ yang merupakan hasil komplementasi β

mudah dikenali karena mereka membentuk koloni biru jika ada senyawa

kromogenik 5-bromo-4-kloro-3-indolil-D-galaktosida (X-gal). akan tetapi

penyisipan suatu fragmen DNA pada lokus kloning akan mengganggu

ekspresi lacZ sehingga tidak terjadi komplementasi. Bakteri membawa

plasmid rekombinan akan membentuk koloni putih (3).

Bila digambarkan secara keseluruhan maka cara penapisan klon

menggunakan metode komplementasi ialah sebagai berikut (4):

Molekul DNA plasmid yang berbentuk bulat dan berukuran sekitar 3 kb

dipotong dengan enzim restriksi endonuklease yang sama dengan enzim

endonuklease yang digunakan untuk memotong gen X tersebut di atas. Yang

terpenting diperhatikan disini adalah tempat pemotongan pada molekul DNA

plasmid yaitu pada lokasi gen lacZ. Pentingnya pemotongan pada lokasi gen

ini akan dijelaskan kemudian. Kedua jenis potongan molekul DNA tersebut

Page 33: DNA Rekombinan 3A

kemudian digabungkan oleh enzim ligase. Penggabungan kedua macam

molekul dapat terjadi secara acak, sehingga sedikitnya ada dua kemungkinan

yang terjadi, yaitu:

a. Molekul DNA plasmid bergabung kembali seperti bentuk semula dan tidak

membawa gen X. pada kasus ini molekul DNA tetap 5 kb.

b. Molekul DNA plasmid bergabung dengan gen X. ini merupakan DNA

rekonbinan yang dikehendaki, dengan ukuran 5 kb + 3 kb = 8 kb.

Untuk mengetahui ketiga kemungkinan yang terjadi pada sel kompeten,

tiga cawan yang berisi media padat disiapkan, yang masing-masing dilabel A,

B, dan C. cawan A hanya berisi media padat, cawan B berisi media padat

yang mengandung antibiotik, cawan C berisi media padat yang mengandung

antibiotik, X-gal dan IPTG. Masing-masing cawan digunakan untuk

menumbuhkan sel kompeten hasil transformasi. Ketika sel ditumbuhkan pada

ketiga cawan tersebut, jumlah koloni terbanyak diperoleh pada cawan A,

karena semua sel kompeten dapat hidup semua. Pada cawan B, jumlah

koloni jauh lebih sedikit daripada jumlah koloni pada cawan A karena sel

kompeten kosong akan mati semua. Hanya sel pembawa plasmid yang dapat

hidup karena pada plasmid terdapat gen resistensi antibiotik. Pada cawan C

jumlah koloni relatif sama dengan jumlah koloni pada cawan B tetapi ada dua

macam warna koloni, yaitu putih dan biru. Adanya perbedaan warna koloni ini

terjadi akibat adanya zat kimia X-gal dan IPTG yang bereaksi dengan produk

Page 34: DNA Rekombinan 3A

gen lacZ pada plasmid. Warna putih pada koloni diakibatkan adanya

kerusakan pada gen lacZ yang disisipi oleh gen X.

Secara teoritis, koloni berwarna putih dapat diyakinkan merupakan sel

yang membawa DNA rekombinan. Untuk meyakinkan hal itu, ada langkah

berikutnya yang meliputi isolasi DNA rekombinan dari sel E. coli, pemotongan

DNA dengan enzim restriksi yang digunakan dalam pembuatan DNA

rekombianan, pemisahan DNA melalui gel elektroforesis dan visualisasi DNA.

Satu koloni berwarna putih dan satu berwarna biru masing-masing

diambil dan ditumbuhkan secara terpisah di dalam labu Erlenmeyer

berkapasistas 100 mL. Erlenmeyer tersebut diisi dengan media cair yang

mengandung antibiotik. Dengan menyimpan labu tersebut di dalam inkubator

pada suhu 37°C semalam, koloni akan tumbuh dengan pesat sehingga

diperoleh DNA dalam jumlah besar. Melalui prosedur standar, DNA dari

koloni putih maupun koloni biru diisolasi dan dimurnikan. Masing-masing

DNA diotong dengan enzim restriksi yang juga digunakan ketika dalam

proses pembuatan DNA rekombinan.

Pada tahap akhir, gel-agarose disiapkan untuk pemisahan DNA

tersebut. Adapun DNA yang akan dielektroforesis meliputi: (1) DNA yang

berasal dari koloni biru (yang dipotong dan yang tidak dipotong dengan enzim

restriksi), (2) DNA yang ebrasal dari koloni putih (yang dipotong maupun

yang tidak), dan (3) DNA marker. Masing-masing DNA tersebut dimasukkan

Page 35: DNA Rekombinan 3A

ke dalam gel yang telah ditempatkan di dalam tangki elektroforesis dan

proses elektroforesis dilakukan selama kurun waktu tertentu. Segera setelah

elektroforesis, gel yang mengandung kelima macam DNA tadi diinkubasi

dalam larutan yang mengandung etidium bromida. Terakhir gel ini

ditempatkan di bawah sinar ultra violet yang kemudian akan tampak pita

dengan ukuran bervariasi.

Pada lajur M ada beberapa yang masing-masing berukuran 1, 2, 3, 4, 5,

6, 7, dan 8 kb seperti ditulis pada sisi kanan gambar. Pada lajur A1 dan A2,

masing-masing hanya terdapat satu pita saja berukuran sekitar 3 kb (dengan

cara menarik garis lurus posisi pita tersebut dengan pita pada lajur M). Kedua

pita tersebut merupakan representasi dari DNA plasmid yang tidak membawa

gen X. Pada lajur B1 terdapat satu pita berukuran 8 kb yang merupakan

representasi dari DNA plasmid yang membawa gen X (DNA rekombinan

yang tidak dipotong dengan enzim restriksi). Pada lajur B2 terdapat dua pita

masing-masing berukuran 5 kb dan 3 kb (DNA rekombinan yang telah

dipotong dengan enzim restriksi). Pita berukuran 3 kb merupakan

representasi dari DNA plasmid dan pita berukuran 5 kb merupakan

representasi dari DNA asing (gen X) (4).

II.3.5.2 Hibridisasi

Metode lain yang juga dapat digunakan untuk menyeleksi klon sel yang

dikehendaki adalah dengan cara melacak fragmen DNA yang diinginkan

Page 36: DNA Rekombinan 3A

dengan teknik pelacak DNA (DNA probe). Setelah dikembangkannya teknik

sekuensing DNA, saat ini cara yang paling efektif untuk memastikan

keberadaan DNA rekombinan dalam sel transforman adalah dengan cara

mensekuen urutan basa-basa DNA rekombinan yang terdapat pada sel

hospes (1).

Pada identifikasi dengan hibridisasi dengan pelacak DNA, koloni

transforman dipindahkan pada membran nitroselulosa. Kemudian sel dipecah

dan DNA diikatkan pada membran. Pelacak DNA dengan urutan komplemen

dengan fragmen yang diinginkan dan berlabel diberi kesempatan untuk

menempel pada komplemennya. Koloni yang ditempeli pelacak itu berarti

membawa fragmen yang diinginkan. Metode ini hanya dapat digunakan jika

telah ada informasi tentang urutan DNA target. Jika yang ada adalah

informasi tentang sebagian urutan asam aminonya yang kemudian digunakan

utntuk membuat urutan asam aminonya telah diketahui. Sebagai contoh, jika

urutan asam aminonya telah diketahui, sedangkan urutan nukleotidanya

belum, maka perlu menentukan kemungkinan urutan nukleotida dengan

menggunakan kode genetik sesuai dengan urutan asam amino yang ada.

Metode hibridisasi lainnya adalah dengan antibodi dinamakan

penapisan imunologi. Metode ini mendeteksi protein yang disandi oleh gen

yang diklon. Teknik ini hanya dapat digunakan jika gen yang diklon

Page 37: DNA Rekombinan 3A

terekspresi dan protein itu terdapat secara utuh bukan hanya sebagian dari

seluruh protein.

Penapisan bakteriofaga dapat dilakukan dengan pelacak DNA atau uji

imunologi. Pada sistem kloning dengan plasmid, koloni bakteri digunakan

untuk diuji. Pada sistem dengan bakteriofag setiap daerah lisis (plaque)

mengandung bakteriofaga dan ditinggalkan dalam membran dan diproses.

Untuk uji imunologi, protein yang dihasilkan oleh gen terklon disintesis

selama siklus lisis. Protein ini dipindahkan dan kemudian diikatkan pada

membran. Bagian membran yang memberikan respon positif, diidentifikasi

dan dilacak pada plaque yang sesuai dengan lempeng asli. Kemudian

dihidupkan lagi sebagai sumber bakteriofaga rekombinan (3).

II.3.6 Kultur Sel (1)

Kultur sel berperan penting dalam bidang rekayasa genetika dan

bioteknologi. Teknik pengembangbiakan sel baik sel prokariot maupun sel

eukariot mendapat perhatian utama karena kultur sel merupakan sumber

produk biologis atau mediator dari berbagai reaksi biokonversi.

Mikroorganisme umumnya dapat dibiakkan pada media pembenihan cair

atau meda perbenihan padat yang mengandung agar. Selama proses

pertumbuhan mikroorganisme dalam kondisi media perbenihan tersebut,

jumlah sel secara bertahap akan menurun setelah mencapai pertumbuhan

yang stabil karena selain nutrisi dalam media perbenihan menipis juga

Page 38: DNA Rekombinan 3A

karena akumulasi metabolit mikroorganisme dapat menghambat

pertumbuhan. Dengan demikian, pada kondisi tersebut pertumbuhan

mikroorganisme akan berhenti setelah mencapai waktu tertentu.

Salah satu cara untuk mengatasi penurunan pertumbuhan

mikroorganisme yang sedang dibiakkan, telah dikembangkan suatu metode

yang mampu terus-menerus dapat membiakkan sel mikroorganisme yaitu

dengan menambahkan medium perbenihan segar secara

berkesinambungan. Kemudian sel yang telah tumbuh dan metabolitnya

dialirkan ke luar bejana perbenihan melalui pipa khusus yang dapat diatur

waktu alirannya. Dengan cara tersebut, akan dapat dibuat situasi dimana sel

mikroorganisme dapat terus-menerus dibiakkan. Metode kultivasi ini disebut

dengan ‘kultur berkesinambungan’ (continuous culture). Namun demikian,

sebagian besar industri bioteknologi masih menggunakan metode kulutr di

dalam tangki tanpa aliran masuk medium segar dan aliran keluar biakan

mikroorganisme. Metode kultur statis ini disebut dengan ‘batch culture’.

Pertumbuhan bakteri terdiri dari beberapa fase yaitu (i) fase lag, (ii) fase

log (eksponensial), (iii) fase pertumbuhan tetap dan (iv) fase

penurunan/kematian sel. Dalam rekayasa genetika, fase eksponensial

merupakan fase yang sangat penting karena pad afase ini, sebagian besar

mikroorganisme mensintesis metabolit sekunder.

Page 39: DNA Rekombinan 3A

Efektivitas dan efisiensi metode kultur sangat penting dalam pembuatan

sediaan farmasi berbasis rekayasa genetika. Oleh sebab itu, dalam kultivasi

mikroorganisme seringkali diupayakan agar (i) fase lag dapat berlangsung

sesingkat mungkin dan (ii) mengupayakan untuk menunda agar biakan tidak

cepat masuk pada fase pertumbuhan tetap. Untuk tujuan yang pertama

biasanya diupayakan dengan cara memasukkan sejumlah inokulum yang

tepat yang telah dilakukan prekultur sehingga inokulum dapat beradaptasi

secara optimal dengan volume medium perbenihan yang ada dalam tangki

kultur. Sedangkan untuk tujuan yang kedua, dapat diupayakan berbagai cara,

salah satunya yang berhasil adalah dengan cara menambahkan kembali

medium segar tepat pada waktu akhir fase eksponensial. Teknik

penambahan medium segar pada akhir fase eksponensial ini disebut dengan

‘fed batch culture’. Untuk mencapai pertumbuhan mikroorganisme yang

optimal, tidak hanya harus memberikan medium perbenihan dengan nutrisi

yang sesuai, tetapi juga harus diperhatikan beberapa faktor lainnya yaitu

kondisi pH medium, oksigen, dan suhu inkubasi. di samping itu, kultur

mikroorganisme juga harus bebas dari kontaminasi mikroorganisme lainnya.

Proses selanjutnya ialah isolasi serta pemurnian protein yang diinginkan

dari kultur menggunakan teknik yang seuai dengan sifat fisikokimia protein,

uji bioaktifitas, dan karakteristik protein yang telah dimurnikan, dan pemilihan

Page 40: DNA Rekombinan 3A

teknologi formulasi yang sesuai untuk membuat sediaan farmasi yang dapat

digunakan dalam pengobatan.

II.4 Pemanfaatan Teknologi DNA Rekombinan dalam Bidang Medis

II.4.1 Vaksin

Sebelum penemuan teknik DNA rekombinan, vaksin dibuat dari zat

berinfeksi yang dimatikan atau dilemahkan atau perubahan zat berinfeksi

sehingga tidak lagi dapat berkembang biak dalam individu yang

diinokulasikan dengan zat tersebut. Kedua jenis vaksin ini kemungkinan

besar berbahaya karena dapat tercemar oleh zat berinfeksi yang masih

hidup. Pada kenyataannya, terdapat sejumlah kecil kasus penyakit yang

disebabkan oleh vaksinasi.

Karena sistem kekebalan manusia berespon terhadap protein antigenik

yang terdapat pada permukaan berinfeksi, kemungkinan pembuatan antigen

ini melalui teknik DNA rekombinan sangat menarik. Dengan teknik DNA

rekombinan, dapat dihasilkan protein yang benar-benar bebas dari zat

berinfeksi dan digunakan sebagai vaksin. Vaksin DNA rekombinan pertama

yang berhasil dibuat adalah vaksin untuk virus hepatitis B (5).

II.4.2 Protein Terapetik

Page 41: DNA Rekombinan 3A

Sebelum perkembangan teknologi DNA rekombinan, kebanyakan

protein farmasetik hanya terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas,

dengan ongkos produksi yang tinggi dan dalam banyak hal mekanisme

aksinya belum diketahui. Ketika teknologi DNA rekombinan berkembang,

maka teknik ini merupakan cara yang sangat penting untuk menghasilkan

sejumlah protein farmasetik dan jumlah cukup, baik untuk efikasi dan

kemudian penggunaan pada manusia. Sampai saat ini gen (cDNA) dari lebih

400 macam protein manusia yang berpotensi sebagai agen terapi telah

diklon. Kebanyakan dari gen itu telah diekspresikan dalam sel inang dan

sedang diuji untuk pengobatan berbagai penyakit (3).

Tabel II.1. Beberapa protein yang telah dibuat dengan teknologi DNA rekombinan untuk pengobatan berbagai kelainan

Protein KelainanΑ1-antitripsin Emfisema

Hormon adrenokortikotropik Penyakit reumatikFaktor tumbuh sel b Kelainan kekebalan

Faktor neurotropik (dari otak) Sklerosis lateralKalsitonin Osteomalasia

Faktor pemacu koloni KankerGonadotropin korionik Mandul pada wanitaEndorfin dan enkafalin Keju

Faktor viii HemofiliaFaktor ix HemofiliaInsulin Diabetes

Interferon (αβγ) Infeksi virus, kanker

Albumin serum Kekurangan protein plasmaUrokinase Penggumpalan darah

Page 42: DNA Rekombinan 3A

Relaksin Pernafasan

Insulin

Sekarang ini, teknik DNA rekombinan digunakan untuk menghasilkan

protein yang memiliki khasiat terapetik. Salah satu protein semacam ini yang

pertama kali diubat adalah insulin manusia. Karena tidak mengalami

glikosilasi, protein dapat dihasilkan dalam E. coli. DNA yang sesuai

dipersiapkan untuk rantai A dan B insulin manusia dan disisipkan ke dalam

plasmid yang digunakan untuk mengubah bentuk sel E. coli. Selanjutnya,

bakteri ini mensintesis rantai insulin yang kemudian dimurnikan dan dibiarkan

membentuk lipatan serta ikatan disulfida sehingga dihasilkan molekul insulin

yang aktif (5).

Beradasarkan informasi tentang struktur dan fungsi protein insulin

manusia, dirancang strategi kloning gen insulin manusia untuk memproduksi

protein insulin rantai A dan rantai B secara terpisah. Gen yang menyandi

protein rantai A dan rantai B dibuat secara sintesis dengan mensintesis

oligonukleotida yang sesuai dengan sekuen nukleotida gen A dan gen B.

untai DNA gen A dan untai DNA gen B, masing-masing kemudian difusikan

dengan operon laktosa, yaitu promoter, operator dan gen LacZ yang

menyandi β-galaktosidase pada plasmid pBR322. Masing-masing gen A dan

gen B disisipkan secara terpisah ke dalam plasmid, yaitu pada bagian

sebelah kanan gen LacZ, kemudian ditransfer ke dalam bakteri E. coli.

Page 43: DNA Rekombinan 3A

Ekspresi operon laktosa masing-masing menghasilkan protein β-

galaktosidase dan protein insulin A atau B yang saling terikat. Protein

gabungan antara β-galaktosidase dan protein insulin A atau B ini dimurnikan,

kemudian dihidrolisa dengan larutan sianogen bromide untuk memecah

ikatan insulin dengan protein β-galaktosidase. Dengan cara ini akan diperoleh

polipeptida insulin rantai A dan rantai B, yang apabila difusikan akan

membentuk protein insulin, dimana rantai A dan B dihubungkan oleh ikatan

bisulfida.

Insulin rekombinan manusia (Humulin®) pertama kali disetujui

penggunaannya untuk pengobatan DM pada tahun 1982 sekaligus

merupakan senyawa protein terapetik rekombinan manusia yang pertama kali

diproduksi secara komersial. Dewasa ini, berbagai jenis insulin rekombinan

manusia telah dikembangkan baik dalam proses produksi maupun

pengembangan formulasinya. Insulin “lispro”, merupakan salah satu contoh

hasil rekayasa protein insulin. Perbedaan rangkaian asam amino insulin

manusia alami dengan insulin lispro terletak pada posis B28 dan B29 dimana

urutan prolin-lisin dibalik menjadi lisin-prolin. Pembalikan urutan prolin-lisin

menjadi lisin-prolin (lispro) tersebut meningkatkan kerja insulin lispro menjadi

lebih cepat (1).

Page 44: DNA Rekombinan 3A

Gambar 2. Sintesis Insulin Menggunakan Teknik DNA Rekombinan

Page 45: DNA Rekombinan 3A

Gambar II.6 Sediaan Insulin Hasil Rekayasa Genetika yang Beredar.

Hormon Pertumbuhan

Strategi untuk mengklon dan memproduksi hormon pertumbuhan

rekombinan manusia berbeda dengan strategi rekayasa protein insulin

manusia. Gen untuk merekayasa protein hormon pertumbuhan didapat dari

cDNA yang dibuat dari mRNA dengan enzim reverse transcriptase. mRNA

yang digunakan sebagai cetakan DNA diisolasi dari kelenjar hormon manusia

yang menghasilkan hormon pertumbuhan.

Molekul cDNA yang menyandi ekspresi hormon pertumbuhan manusia,

yang terdiri dari 24 asam amino digabung dengan suatu plasmid vektor

bakteri, yang memiliki sekuen promotor yang kuat dan fragmen DNA

penuntun. Apabila gen hormon pertumbuhan manusia (gen hGH) digabung

dengan suatu fragmen DNA penuntun yang menyandi peptida penuntun

(sekitar 20 asam amino), ditransformasikan ke dalam sel bakteri E. coli,

Page 46: DNA Rekombinan 3A

molekul hormon pertumbuhan akan berada di antara lapisan membran luar

dan lapisan membran dalam, pada dinding sel bakteri E. coli yang disebut

dengan lapisan perifplasma. Dengan demikian proses purifikasi hormon

pertumbuhan yang diproduksi oleh E. coli dapat dilakukan dengan mudah,

yaitu dengan cara melisiskan lapisan membran luar dinding sel bakteri (1).

Protein Manusia Kompleks

Protein kompleks semakin banyak dihasilkan dalam biakan sel. Pada

individu yang menderita hemofilia, terjadi defek pada gen untuk faktor VIII,

suatu protein yang terlibat dalam pembekuan darah. Sebelum tersedianya

faktor VII yang dirancang secara genetik, banyak penderita hemofilia

meninggal akibat AIDS atau hepatitis yang mereka dapatkan saat transfusi

darah yang tercemar. Aktivator plasminogen jaringan atau TPA adalah suatu

protease dalam darah yang mengubah plasminogen menjadi plasmin (suatu

protease yang memutuskan fibrin sehingga bekuan darah larut). TPA

rekonbinan yang dihasilkan dalam biakan sel mamalia sering diberikan

selama atau segera setelah serangan jantung untuk melarutkan trombus

yang menyumbat arteri koroner dan menghambat aliran oksigen ke jantung

(5).

Page 47: DNA Rekombinan 3A

BAB III

KESIMPULAN

DNA rekombinan atau disebut juga dengan kloning gen merupakan

suatu eksperimen yang menunjukkan informasi transfer genetik (DNA) dari

satu organisme ke organisme lain. Pembuatan DNA rekombinan mengikuti

tahapan berikut ini:

a. DNA yang akan disispkan dari suatu organisme donor diekstraksi,

dipecah secara enzimatik dan digabung dengan vektor.

b. Vektor klon kemudian ditransfer ke dalam sel klon.

c. Sel yang membawa DNA diidentifikasi dan dilakukan kultur sel klon.

d. Hasil produk DNA rekombinan dipanen dan dipurifikasi.

Page 48: DNA Rekombinan 3A

DAFTAR PUSTAKA

1. Radji M. Rekayasa Genetika: Pengantar untuk Profesi Kesehatan. Sagung Seto. Jakarta. 2011.

2. Fatchiyah, Arumingtyas EL, Widyarti S, Rahayu S. Biologi Molekular: Prinsip Dasar Analisis. Erlangga. Jakarta. 2011.

3. Sudjadi. Bioteknologi Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta. 2008.

4. Mulandno. Teknologi Rekayasa Genetika. Edisi Kedua. IPB Press. Bogor. 2010.

5. Dinata I. Bioteknologi: Pemanfaatan Mikroorganisme & Teknologi Bioproses. Penerbit EGC. Jakarta. 2009.