DM Tipe2

78
PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS TIPE II DAN KOMPLIKASI OLEH : Tiffano Taufan Firdaus (1210211033) Pembimbing : dr. Djunaidi Ruray Sp.PD, MARS, FINASIM Periode 11 Agustus – 18 Oktober 2014 DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM 1

description

medical

Transcript of DM Tipe2

Page 1: DM Tipe2

PRESENTASI KASUS

DIABETES MELITUS TIPE II

DAN KOMPLIKASI

OLEH :

Tiffano Taufan Firdaus (1210211033)

Pembimbing :

dr. Djunaidi Ruray Sp.PD, MARS, FINASIM

Periode 11 Agustus – 18 Oktober 2014

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

1

Page 2: DM Tipe2

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UPN “VETERAN” JAKARTA

2014

LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus

Diabetes Melitus Tipe II dan Komplikasi

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto

Disusun Oleh:

Tiffano Taufan Firdaus 121.0211.033

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. Djunaidi Ruray, Sp.PD, MARS, FINASIM ....................... .............................

2

Page 3: DM Tipe2

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan pembuatan presentasi kasus dengan judul “Diabetes Melitus Tipe II dan Komplikasi”, yang merupakan salah satu syarat dalam melaksanakan kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Djunaidi Ruray, Sp.PD, MARS, FINASIM selaku pembimbing dalam pembuatan presentasi kasus ini dan berbagai pihak yang telah membantu pembuatan laporan kasus ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan teman-teman sejawat dokter muda yang telah membantu sehingga terselesaikannya referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini banyak terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Jakarta, 20 September 2014

Penulis

3

Page 4: DM Tipe2

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4

1. Nefropati diabetikum.......................................................................... 4

a. Definisi Diabetes Melitus............................................................... 4

b. Klasifikasi Diabetes Melitus ......................................................... 4

c. Patofisiologi Diabetes Melitus....................................................... 4

d. Diagnosis Diabetes Melitus ........................................................... 6

e. Penatalaksanaan Diabetes Melitus................................................. 8

2. Nefropati diabetikum.......................................................................... 9

a. Definisi Nefropati diabetikum........................................................ 9

b. Etiologi Nefropati diabetikum ....................................................... 9

c. Patofisiologi Nefropati diabetikum................................................ 10

d. Gambaran Klinik Nefropati diabetikum ........................................ 12

e. Penatalaksanaan Nefropati diabetikum.......................................... 12

3. Ulkus Diabetikum ........................................................................................ 17

a. Definisi Ulkus diabetikum ............................................................. 18

b. Patofisiologi Ulkus diabetikum ..................................................... 19

c. Klasifikasi Ulkus diabetikum ........................................................ 23

d. Pengelolaan Ulkus diabetikum ...................................................... 25

e. Pencegahan Ulkus diabetikum ...................................................... 26

BAB III STATUS PASIEN ............................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA

4

Page 5: DM Tipe2

BAB I

PENDAHULUAN

1. Pendahuluan

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama

mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.1

Diagnosis klinis diabetes melitus umumnya dipikirkan bila ada keluhan khas diabetes

melitus berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah

lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae

pada wanita.1

Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa

darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis diabetes melitus.

Untuk kelompok tanpa keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa

darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan

diagnosis diabetes melitus. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapati

sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar

glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi

glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200

mg/dl.1

Penderita diabetes mellitus terjadi gangguan berupa kerusakan sistem saraf,

kerusakan sistem saraf (neurophati) dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu

kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan sistem saraf otonom dan kerusakan sistem

saraf motorik. Kerusakan sistem saraf perifer pada umumnya dapat menyebabkan

5

Page 6: DM Tipe2

kesemutan, nyeri pada tangan dan kaki, serta berkurangnya sensitivitas atau mati

rasa. Kaki yang mati rasa (insensitivity) akan berbahaya karena penderita tidak dapat

merasakan apa-apa sekalipun kakinya terluka, sehingga pada umumnya penderita

diabetes mellitus terlambat untuk menyadari bahwa telah terjadi luka pada kakinya,

hal ini semakin diperparah karena kaki yang terluka tersebut tidak dirawat dan

mendapat perhatian serius, serta ditambah dengan adanya gangguan aliran darah ke

perifer kaki yang disebabkan karena komplikasi makrovaskular, mengakibatkan luka

tersebut sukar untuk sembuh dan akan menjadi ulkus. Ulkus tersebut dapat

berkembang menjadi kematian jaringan, yang apabila tidak ditangani dengan baik

secara intensive dapat menyebabkan gangren, yang pada penderita diabetes mellitus

disebut dengan gangren diabetik.

Gangren diabetik merupakan suatu komplikasi yang ditimbulkan akibat infeksi atau

suatu proses peradangan luka pada tahap lanjut yang disebabkan karena perubahan

degeneratif atau perawatan yang kurang intensive, yang dikaitkan dengan penyakit

diabetes mellitus. Infeksi pada kaki diabetes dapat terjadi pada kulit, otot dan tulang

yang umumnya dapat disebabkan oleh kerusakan dari pembuluh darah, syaraf dan

menurunnya aliran darah kedaerah luka.

Nefropati diabetik terjadi akibat komplikasi diabetes yang menyebabkan timbulnya

penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisologis

dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

progresif, dan pada umumnya berakhir dengan kegagalan fungsi ginjal. Selanjutnya,

gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal

yang ireversibel dan pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang

tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.2

Diagnosis penyakit ginjal kronik dapat mengacu pada kriteria National Kidney

Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) didasarkan

atas 2 kriteria, yaitu:3

6

Page 7: DM Tipe2

1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan

atau tanpa penurunan penurunan laju filtrasi glomerolus; berdasarkan kelainan

patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti adanya kelainan pada

komposisi darah atau urin, atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan.

2. Laju filtrasi glomerolus < 60 ml/min/1,73 m3 selama ≥ 3 bulan, dengan atau

tanpa kerusakan ginjal.

Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien

diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau

200 µg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6

bulan.2

Nefropati diabetik dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal hingga tahap akhir,

oleh karenanya penanganan kasus ini harus dilakukan secara optimal agar dapat

mencegah perusakan ginjal ke tahap yang lebih buruk.

7

Page 8: DM Tipe2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Diabetes Melitus

a. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan

metabolisme karbohidrat, yakni penurunan penggunaan glukosa yang rendah

sehingga mengkibatkan adanya penumpukan glukosa di dalam darah

(hiperglikemia). Adapun penyebab terjadinya penimbunan kadar glukosa di

dalam darah tersebut ialah adanya gangguan berupa kurangnya sekresi enzim

insulin pada pancreas (DM tipe 1), atau terjadin gangguan fungsi pada enzim

insulin tersebut dalam metabolisme glukosa (DM tipe 2)1,2,3

b. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010 diabetes melitus dibagi

menjadi 4 berdasarkan etiologinya yakni; diabetes melitus tipe 1 (DMT1) karena

defisiensi insulin absolut, diabetes melitus tipe 2 (DMT2) karena defek sekresi

insulin dan/atau resistensi insulin, diabetes melitus gestasional pada saat

kehamilan dan diabetes melitus tipe lain yang disebabkan oleh penyakit endokrin

pankreas, endokrinopati, penggunaan obat atau zat kimia, infeksi maupun

kelainan imunologi.

c. Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang progresif, dimulai

dengan resistensi insulin yang mengarah ke peningkatan produksi glukosa hepatik

dan berakhir dengan kerusakan sel beta. Resistensi insulin didefinisikan sebagai

ketidakmampuan jaringan target seperti otot dan jaringan adiposa untuk merespon

8

Page 9: DM Tipe2

sekresi insulin endogen dalam tubuh. Lipotoxicity dapat berkontribusi terhadap

resistensi insulin. Lipotoxicity mengacu kepada tingginya konsentrasi asam

lemak bebas yang terjadi sebagai akibat tekanan hambatan hormone sensitive

lipase (HSL). Normalnya insulin menghambat lipolisis dengan menghambat HSL,

namun pada resistensi insulin tidak terjadi secara efisien. Hasil dari peningkatan

lipolisis adalah peningkatan asam lemak bebas, dan inilah yang menyebabkan

obesitas dan peningkatan adiposa. Asam lemak bebas menyebabkan resistensi

insulin dengan mempromosikan fosforilasi serin pada reseptor insulin yang dapat

mengurangi aktivitas insulin signalling pathway. Fosforilasi reseptor insulin pada

asam amino tirosin penting untuk mengaktifkan insulin signalling pathway, jika

tidak, maka GLUT-4 akan gagal untuk translocate, dan penyerapan glukosa ke

jaringan akan berkurang, menyebabkan hiperglikemia. Pada individu non-diabetik

sel beta mampu menangkal resistensi insulin dengan meningkatkan produksi dan

sekresi insulin. Pada penderita DM apabila keadaan resistensi insulin bertambah

berat disertai tingginya glukosa yang terus terjadi, sel beta pankreas dalam jangka

waktu yang tidak lama tidak mampu mensekresikan insulin dalam jumlah cukup

untuk menurunkan kadar gula darah, disertai dengan peningkatan glukosa hepatik

dan penurunan penggunaan glukosa oleh otot dan lemak akan mempengaruhi

kadar gula dara puasa dan postpandrial. Akhirnya sekresi insulin oleh sel beta

pankreas akan menurun dan terjadi hiperglikemia berat

9

Page 10: DM Tipe2

Gambar 2.2 Patofisiologi DM Tipe 2

Hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang terjadi pada DM-2 menyebabkan

resistensi adiponektin melalui penurunan regulasi ekspresi reseptor AdipoR1. Hal

ini menyebabkan C-terminal globular domain (gAd), produk gen adiponektin

yang memilik efek metabolik yang poten terutama pada otot skeletal, mengalami

resistensi sehingga kemampuan gAd untuk meningkatkan translokasi GLUT-4,

penyerapan glukosa, penyerapan asam lemak dan oksidasi, serta fosforilasi AMP-

activated protein kinase (AMPK) dan asetil-CoA karboksilase (ACC) mengalami

penurunan.

hiperinsulinemia menyebabkan peningkatan sensitivitas full-length adiponectin

(fAd) melalui peningkatan eskpresi reseptor AdipoR2. Hiperinsulinemia

menginduksi kemampuan fAd untuk meningkatkan penyerapan asam lemak dan

meningkatkan oksidasi asam lemak sebagai respon dari fAd sehingga

meningkatkan resiko komplikasi vaskular pada DM-2.

d. Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas DM

berupa poliuria, polidipsia, polofagi, lemas dan berat badan yang menurun.

Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata

kabur dan impotensia pada pasien pria serta pruritus vulvae pada pasien

wanita.4

10

Page 11: DM Tipe2

Gambar 2. Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus.

Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan jika5:

1. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada orang yang memiliki tanda

klinis diabetes mellitus, atau

2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Puasa berarti tidak ada asupan kalori

selama 10 jam sebelum pengambilan sampel darah vena, atau

3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberian beban

glukosa oral 75g pada TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) hasilnya lebih

sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan darah puasa, namun

11

Page 12: DM Tipe2

memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang

dalam praktek karena membutuhkan persiapan khusus.

Cara pelaksanaan TTGO :

3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan

jasmani seperti biasa.

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum

pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa.

Diberikan glukosa 75 gr (orang dewasa), atau 1,75 gr/kgBB (anak-

anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk

pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.

Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan

tidak merokok.

e. Tata Laksana Diabetes Melitus

a. Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1) Pemicu sekresi insulin.

2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.

3) Penghambat glukoneogenesis.

4) Penghambat glukosidase alfa.

b. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

1) Penurunan berat badan yang cepat.

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3) Ketoasidosis diabetik.

4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

c. Terapi Kombinasi

12

Page 13: DM Tipe2

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,

untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar

glukosa darah.

2. Nefropati Diabetika

a. Definisi Nefropati Diabetika

Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang merupakan

penyebab utama gagal ginjal di Eropa dan USA.2 Ada 5 fase Nefropati Diabetika.

Fase I, adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albumin ekretion rate)

dan hipertropi ginjal. Fase II ekresi albumin relative normal (<30mg/24j) pada

beberapa penderita mungkin masih terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko

lebih tinggi dalam berkembang menjadi Nefropati Diabetik. Fase III, terdapat mikro

albuminuria (30-300mg/24j). Fase IV, Dipstick positif proteinuria, ekresi albumin

>300mg/24j, pada fase ini terjadi penurunan GFR dan hipertensi biasanya terdapat.

Fase V merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika

GFRnya sudah turun sampai 15ml/mnt.4

b. Etiologi Nefropati Diabetika

Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit DM

dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung terjadinya Nefropati

Diabetika. Hipertensi yang tak terkontrol dapat meningkatkan progresifitas untuk

mencapai fase Nefropati Diabetika yang lebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).5

c. Patofisiologi Nefropati Diabetika

Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran ukuran

ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus dan

sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada IDDM

dan endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan

13

Page 14: DM Tipe2

menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes,

arteriole eferen, lebih sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole

aferen,dan mungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang

tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.6

d. Gambaran Klinik Nefropati Diabetika

Diagnosis PGD dimulai dari dikenalinya albuminuria pada penderita DM baik tipe I

maupun tipe II. Bila jumlah protein atau albumin di dalam urin masih sangat rendah,

sehingga sulit untuk dideteksi dengan metode pemeriksaan urin yang biasa, akan

tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun >20µg/menit disebut juga sebagai

mikroalbuminuria. Hal ini sudah dianggap sebagai nefropati insipien. Derajat

albuminuria atau proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan rationya terhadap

kreatinin dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin atau kreatinin

ratio (ACR). Tingginya ekskresi albumin atau protein dalam urine selanjutnya akan

menjadi petunjuk tingkatan kerusakan ginjal seperti terlihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 1. Tingkat Kerusakan Ginjal2

Kategori Kumpulan Urin

24 jam (mg/24

jam)

Kumpulan Urin

sewaktu

(µg/menit)

Perbandingan

Albumin/Urin

Kreatinin (µg/mg)

Normal <30 <20 <30

Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299

Albuminuria klinis ≥300 ≥200 ≥300

Tahap I

Pada tahap ini LFG meningkat sampai dengan 40% di atas normal yang disertai

pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya

normal. Tahap ini masih reversible dan berlangsung 0 – 5 tahun sejak awal diagnosis

14

Page 15: DM Tipe2

DM tipe I ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat, biasanya

kelainan fungsi maupun struktur ginjal akan normal kembali.2

2. Tahap II

Terjadi setelah 5 -10 tahun diagnosis DM tegak, saat perubaan struktur ginjal

berlanjut, dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat

setelah latihan jasmani, keadaan stress atau kendali metabolik yang memburuk.

Keadaan ini dapat berlangsung lama. Hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap

berikutnya. Progresivitas biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolik.

Tahap ini selalu disebut sebagai tahap sepi (silent stage).7

3. Tahap III

Ini adalah tahap awal nefropati (insipient diabetic nephropathy), saat

mikroalbuminuria telah nyata. Tahap ini biasanya terjadi 10-15 tahun diagnosis DM

tegak. Secara histopatologis, juga telah jelas penebalan membran basalis glomerulus.

LFG masih tetap tinggi dan tekanan darah masih tetap ada dan mulai meningkat.

Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun dan progresivitas masih mungkin dicegah

dengan kendali glukosa dan tekanan darah yang kuat.

4. Tahap IV

Ini merupakan tahapan saat dimana nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis

dengan proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, tekanan darah sering

meningkat secara LFG yang sudah menurun di bawah normal. Ini terjadi setelah 15 –

20 tahun DM tegak. Penyulit diabetes lainnya sudah pula dapat dijumpai seperti

retinopati, neuropati, gangguan profil lemak dan gangguan vascular umum.

Progresivitas ke arah tahap akhir penyakit ginjal hanya dapat diperlambat dengan

pengendalian glukosa darah, lemak darah dan tekanan darah.2

5. Tahap V

15

Page 16: DM Tipe2

Ini adalah tahap akhir penyakit ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga

penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik, dan memerlukan tindakan

khusus yaitu terapi pengganti, dialisis maupun cangkok ginjal.2

e. Penatalaksanaan Nefropati Diabetika

Terapi dasar adalah kendali kadar gula darah, kendali tekanan darah, dan kendali

lemak darah. Disamping itu, perlu pula dilakukan mengubah gaya hidup seperti

pengaturan diet, penurunan berat badan bila berlebih, latihan fisik, dan menghentikan

kebiasaan merokok. Semua tindakan ini adalah juga tindakan preventif terhadap

penyakit kardiovaskuler.

Secara non farmakologis terdiri dari 3 pengelolaan penyakit ginjal diabetik yaitu:2,8,9

1. Edukasi.

Hal ini dilakukan untuk mencapai perubahan prilaku, melalui pemahaman tentang

penyakit DM, makna dan perlunya pemantauan dari pengendalian DM, penyulit DM,

16

Page 17: DM Tipe2

intervensi farmakologis dan non-farmakologis, hipoglikemia, dan masalah khusus

yang dihadapi.

2. Perencanaan makan.

Perencanaan makan pada penderita DM dengan komplikasi penyakit ginjal diabetik

disesuaikan dengan penatalaksanaan diet pada penderita gagal ginjal kronis.

Perencanaan diet yang diberikan adalah diet tinggi kalori, rendah protein dan rendah

garam. Dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet rendah

protein sangat penting.

Dalam suatu penelitian klinik selama 4 tahun pada penderita DM Tipe I diberi diet

mengandung protein 0,9 gr/kgBB/hari selama 4 tahun menurunkan resiko terjadinya

penyakit gagal ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD) sebanyak 76 %. Pada umumnya

dewasa ini disepakati pemberian diet mengandung protein sebanyak 0,8

gr/kgBB/hari2 yaitu sekitar 10 % dari kebutuhan kalori pada penderita dengan

nefropati overt, akan tetapi bila LFG telah mulai menurun, maka pembatasan protein

dalam diet menjadi 0,6 gr/kgBB/hari mungkin bermanfaat untuk memperlambat

penurunan LFG selanjutnya. Jenis protein sendiri juga berperan dalam terjadinya

dislipidemia. Pemberian diet rendah protein ini harus diseimbangkan dengan

pemberian diet tinggi kalori, yaitu rata-rata 40-50 Kal/24 jam. Untuk pembatasan

asupan garam adalah 4-5 g/hari. Penderita DM sendiri cenderung mengalami

keadaan dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat bila diperlukan.

Dislipidemia diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol < 100mg/dl pada

penderita DM dan < 70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskuler.8,9

3. Latihan Jasmani.

Dilakukan teratur 3-4 kali seminggu, selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani

dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, tapi

tetap harus disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani penderita. Contoh

latihan jasmani yang dimaksud adalah jalan, sepeda santai, joging, berenang.

17

Page 18: DM Tipe2

Prinsipnya CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance).

Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adalah berjalan 3-5 km/hari dengan kecepatan

sekitar 10-12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu.2

Intervensi Farmakologis yang perlu dilakukan adalah :

1. Pengendalian DM

Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun) dengan melibatkan ribuan

penderita telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif

akan mencegah progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskuler, baik

pada DM tipe I maupun tipe II. Oleh karena itu, perlu sekali diupayakan agar terapi

ini dilaksanakan sesegera mungkin. Diabetes terkendali yang dimaksud adalah

pengendalian secara intensif kadar gula darah, lipid dan kadar HbAlc sehingga

mencapai kadar yang diharapkan. Selain itu pengendalian status gizi dan tekanan

darah juga perlu diperhatikan.10,11

Tabel. 2. Pengendalian DM

Indikator Target

Gula darah puasa 80-100 g/dl

Gula darah 2 jam post prandial 80-144 g/dl

HbA1C <6.5%

Kolesterol total <200

LDL <100

HDL >45

Trigliserida <150

2. Pengendalian Tekanan Darah

18

Page 19: DM Tipe2

Pengendalian tekanan darah merupakan hal yang penting dalam pencegahan dan

terapi nefropati diabetik. Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi

efek perlindungan yang besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi maupun terhadap

organ kardiovaskuler. Makin rendah tekanan darah yang dicapai, makin baik pula

renoproteksi.

Banyak panduan yang menetapkan target yang seharusnya dicapai dalam

pengendalian tekanan darah pada penderita diabetes.

Pada penderita diabetes dan kelainan ginjal, target tekanan darah yang dianjurkan

oleh American Diabetes Association dan National Heart, Lung, and Blood Institute

adalah < 130/80 mmHg, akan tetapi bila proteinuria lebih berat ≥ 1 gr/24 jam, maka

target lebih rendah yaitu < 125/75 mmHg.2

Pengelolaan tekanan darah dilakukan dengan dua cara, yaitu non-farmakologis dan

famakologis. Terapi non-farmakologis adalah melalui modifikasi gaya hidup antara

lain menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok,

serta mengurangi konsumsi garam. Harus diingat bahwa untuk mencapai target ini

tidak mudah. Sering harus memakai kombinasi berbagai jenis obat dengan berbagai

efek samping dan harga obat yang kadang sulit dijangkau penderita. Hal terpenting

yang perlu diperhatikan adalah tercapainya tekanan darah yang ditargetkan apapun

jenis obat yag dicapai. Akan tetapi karena Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

(ACE-I) dan Angiotensin Reseptor blocker (ARB), dikenal mempunyai efek

antiprotein uric maupun renoproteksi yang baik, maka selalu disukai pemakaian obat-

obatan ini sebagai awal pengobatan hipertensi pada penderita DM. Pada penderita

hipertensi dengan mikroalbuminuria atau makroalbuminuria, ACE inhibitor dan ARB

merupakan terapi utama yang paling dianjurkan. Jika salah satu tidak dapat diterima

atau memberikan hasil yang kurang maksimal maka dapat dianjurkan penggunaan

Non Dihydropyridine Calcium–Channel Blockers (NDCCBs).12,13,14

3. Penanganan Gagal Ginjal

19

Page 20: DM Tipe2

Dasar penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

Terapi konservatif dan terapi pengganti.15

a. Terapi Konservatif

1. Memperkecil beban ginjal atau mengurangi kadar toksin uremik:

a. keseimbangan cairan

b. diet tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam bila ditemukan

adanya oedema atau hipertensi

c. menghindarkan obat-obat nefrotoksik (NSAID, aminoglikosida,

tetrasiklin)

2. Memperbaiki faktor-faktor yang reversible

d. mengatasi anemia

e. menurunkan tekanan darah

f. mengatasi infeksi

3. Mengatasi hiperfosfatemia dengan memberikan Ca(CO)3 dan diet rendah

fosfat.

4. Terapi penyakit dasar seperti DM.

5. Terapi keluhan:

g. untuk mual/muntah diberikan Metoklopramid

h. untuk gatal-gatal diberikan Dipenhydramin

6. Terapi komplikasi

i. payah jantung dengan Diuretik, vasodilator, dan hati-hati terhadap

pemberian digitalis

b. Terapi pengganti

1. Dialisis

a. hemodialisis

b. dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan

c. indikasi : bila Klirens Kreatinin kurang dari 5 cc/menit. \

2. Cangkok ginjal

20

Page 21: DM Tipe2

4. Penanganan Multifaktorial

Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Center di Copenhagen mendapatkan

bahwa penanganan intensif secara multifaktorial pada penderita DM tipe II dengan

mikroalbuminuria menunjukkan pengurangan faktor resiko yang jauh melebihi

penanganan sesuai panduan umum penanggulangan diabets nasional mereka. Juga

ditunjukkan bahwa penurunan yang sangat bermakna pada kejadian kardiovaskuler,

termasuk stroke yang fatal dan nonfatal. Demikian pula kejadian yang spesifik seperti

nefropati, retinopati, dan neuropati autonomik lebih rendah. Yang dimaksud dengan

intensif adalah energi yang dititrasi sampai mencapai target, baik tekanan arah, kadar

gula darah, lemak darah dan mikroalbuminuria juga disertai pencegahan penyakit

kardiovaskuler dengan pemberian aspirin. dalam kenyataanya penderita dengan terapi

intensif lebih banyak mendapat obat golongan ACE-I dan ARB. Demikian juga

dengan obat hipoglikemik oral atau insulin. Untuk pengendalian lemak darah lebih

banyak mendapat statin. Bagi penderita yang sudah berada dalam tahap V gagal

ginjal maka terapi yang khusus untuk gagal ginjal perlu dijalankan, sepeti pemberian

diet rendah protein, pemberian obat pengikat fosfat dalam makanan, pencegahan dan

pengobatan anemia dengan pemberian eritropoietin dan lain-lain.16

3. Ulkus Diabetikum

a. Definisi Ulkus Diabetikum

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.

Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola

maupun penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes berakhir dengan

kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetes masih merupakan

masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena sedikit sekali orang

berminat menggeluti kaki diabetes. Juga belum ada pendidikan khusus untuk

mengelola kaki diabetes. Di samping itu, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki

diabetes masih sangat mencolok, lagi pula adanya permasalahan biaya pengelolaan

21

Page 22: DM Tipe2

yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya, semua menambah

peliknya, masalah kaki diabetes.

b. Patofisiologi Ulkus Diabetikum

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang

menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik

neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai

perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan

distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya

ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak

menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut

menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.1

Gambar 1. Patofisiologi terjadinya ulkus pada kaki diabetik

(Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III.Edisi V. Jakarta: Interna Publishing;2009 p.1966)

c. Klasifikasi Ulkus Diabetikum

22

Page 23: DM Tipe2

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti

klasifikasi Edmonds dari King`s College Hospital London, klasifikasi Liverpool yang

sedikit lebih ruwet sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan pengelolaan

kaki diabetes, dan juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks tetapi juga lebih

mengacu kepada pengelolaan kaki diabetes. Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan

oleh International Working Group on Diabetic Foot.1,4

Tabel 3 Klasifikasi Texas4

StadiumTingkat

0 1 2 3

A

Tanpa tukak

atau pasca

tukak, kulit

intak/utuh

tulang

Luka

superfisial,

tidak sampai

tendon atau

kapsul sendi

Luka sampai

tendon atau

kapsul sendi

Luka sampai

tulang atau

kapsul sendi

B Dengan infeksi

C Dengan iskemia

D Dengan infeksi dan iskemia

Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III.Edisi V. Jakarta: Interna Publishing;2009 p.1966

Tabel 4 Klasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic Foot 2003

Impaired Perfusion

0 = None

1 = PAD + but no critical

2 = Critical limb ischemia

Size/Extent in mm2

Tissue Loss/Depth

1 = Superficial full thickness, not deeper than

dermis

2 = Deep ulcer, below dermis, involving

subcutaneous structures, fascia, muscle or tendon

3 = All subsequent layer of the foot involved

23

Page 24: DM Tipe2

including bone and or joint

Infection

1 = No symptoms or signs of infection

2 = Infection of skin and subcutaneous tissue only

3 = Erytheme > 2 cm or infection involving

subcutaneous structure(s). No systemic sign(s) of

inflammatory response

4 = Infection with systemic manifestation: fever,

leukocytosis, shift to the left, metabolic instability,

hypotension, azotemia

Impaired Sensation1 = Absent

2 = Present

Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III.Edisi V. Jakarta: Interna Publishing;2009 p.1966

Tabel 5 Klasifikasi Wagner (Klasifikasi yang saat ini masih banyak dipakai)4

0 = Kulit intak atau utuh

1 = Tukak superfisial

2 = Tukak dalam (sampai tendon, tulang)

3 = Tukak dalam dengan infeksi

4 = Tukak dengan gangrene pada 1-2 jari kaki

5 = Tukak dengan gangrene luas seluruh kaki

Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III.Edisi V. Jakarta: Interna Publishing;2009 p.1966

Tabel 6 Klasifikasi Liverpool

24

Page 25: DM Tipe2

Klasifikasi primer

Vaskular

Neuropati

Neuroiskemik

Klasifikasi sekunderTukak sederhana, tanpa komplikasi

Tukak dengan komplikasi

Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III.Edisi V. Jakarta: Interna Publishing;2009 p.1966

Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua pihak akan

mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian dari berbagai

tempat di muka bumi. Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa

yang lebih dominan, vascular, infeksi atau neuropatik, sehingga arah pengelolaan pun

dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangrene dengan critical limb

ischemia (P3) tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki

keadaan vaskularnya dahulu. Sebaliknya kalau faktor infeksi menonjol (I4), tentu

pemberian antibiotik harus adekuat. Demikian juga kalau faktor mekanik yang

dominan (insensitive foot, S2), tentu koreksi untuk mengurangi tekanan plantar harus

diutamakan.1

Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan pengelolaan

adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes (Edmonds

2004-2005):1

Stage 1: Normal Foot

Stage 2: High Risk Foot

Stage 3: Ulcerated Foot

Stage 4: Infected Foot

Stage 5: Necrotic Foot

Stage 6: Unsalvable Foot

25

Page 26: DM Tipe2

Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat

dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist maupun

oleh dokter umum maupun dokter keluarga.1

Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan

kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik.1

Untuk stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus rawat inap dan jelas sekali

memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter bedah,

utamanya dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi.1

Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetes, pada setiap tahap harus diingat

berbagai faktor yang harus dikendalikan, yaitu:1

Mechanical control-pressure control

Metabolic control

Vascular control

Educational control

Wound control

Microbiological control-infection control

Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi yang berbeda pula. Misalnya pada

stadium 1 dan 2 tentu saja faktor wound control dan infection control belum

diperlukan, sedangkan untuk stadium 3 dan selanjutnya tentu semua faktor tersebut

harus dikendalikan, disertai keharusan adanya kerjasama multidisipliner yang baik.

Sebaliknya, untuk stadium 1 dan 2, peran usaha pencegahan untuk tidak terjadi ulkus

sangat mencolok. Peran rehabilitasi medis dalam usaha mencegah terjadinya ulkus

dengan usaha mendistribusikan tekanan plantar kaki memakai alas kaki khusus, serta

berbagai usaha untuk non-weight bearing lain merupakan contoh usaha yang sangat

bermanfaat untuk mengurangi kecacatan akibat deformitas yang terjadi pada kaki

diabetes.1

d. Pengelolaan Ulkus Diabetikum

26

Page 27: DM Tipe2

Infeksi adalah masalah yang penting dan sangat sering terjadi sebagai komplikasi

yang serius pada kaki diabetik, perlu penanganan segera yang dimulai dari lesi yang

minimal. Mudahnya terjadi infeksi pada penderita kaki diabetik diakibatkan oleh

adanya iskemia, mikrotrombus, sebelumnya hingga akhirnya terbentuk abses,

gangren, sepsis, dan osteomielitis.2,3

Setiap penderita DM memiliki respon terhadap infeksi yang berbeda-beda. Tanda-

tanda infeksi yang umum dapat berupa demam, edema, eritema, pernanahan, atau

berbau dan leukositosis. Penderita DM dengan infeksi kaki sekalipun berat tidak

selalu diikuti dengan peningkatan temperature tubuh dan jumlah leukosit. Di samping

itu sering sekali luasnya infeksi melebihi yang tampak secara klinis. Menurut

Gibbons dan Eliopoulus, 1984 pada infeksi kaki yang berat pada 2/3 penderita DM

tidak dijumpai tanda-tanda infeksi seperti temperature tubuh < 37,8 dan jumlah

leukosit < 10,103/mm3.2,3

Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu:2

a. Faktor imunologi

- Produksi antibodi menurun

- Peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal

- Daya fagositosis granulosit menurun

b. faktor metabolik

- Hiperglikemia

- Benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya

- Glikogen hepar dan kulit menurun

c. Faktor angiopati diabetika

d. Faktor neuropati

Kuman penyebab infeksi meliputi polimikrobial yang bersifat aerob dan anaerob,

gram negative dan gram positif. Leicher dkk, 1988 mendapatkan hasil pemeriksaan

kultur bakteriologi dijumpai mikroorganisme yang tersering adalah gram positif 72%

(Staphylococcus dan Streptococcus grup B) dan gram negative 49% (E. coli,

Klebsiela species, Pseudomonas aeruginosa, Proteus species, Bacteriodes species, dan

Peptostreptococcus). Peneliti lain mendapatkan kuman yang tersering adalah kokus

27

Page 28: DM Tipe2

gram positif aerobic 89% basil gram negative aerob 36% dan anaerob 17%. Penyebab

tersering yang lain adalah jamur candida albicans dan trichopiton walaupun tidak

bersifat sistemik.2,3

Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk mengetahui

adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah

dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya

insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah

menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari

arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan

normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi

dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial). Pada keadaan di mana

terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi penurunan tekanan. ABI

dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachial.

Dalam kondisi normal, harga normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi

iskemia ringan, ABI 0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40

telah terjadi obstruksi vaskuler berat.2

Pengobatan terhadap infeksi ditujukan kepada kuman penyebab yang bersifat

polimikrobial dengan antibiotic yang bersifat polifarmasi. Antibiotik yang

direkomendasi sebagai terapi empiris pada ulkus KD sebelum diperoleh hasil kultur

dan uji resistensi dapat dilihat pada tabel-1.

Tabel 7 Regimen terapi antibiotik empiris untuk ulkus pada kaki diabetic5

Skenario Drug of Choice Alternatives

Mild to moderate,

Localized cellulitis

(outpatient)

Dicloxacillin (Pathocil) Cephalexin (keflex); amoxicillin/clavulanate

potassium (augmentin); oral clindamycin

(cleocin)

Moderate to severe cellulitis Nafcillin (Unipen) or

oxacillin

Cefazolin (ancef); ampicilin/sulbactam

(unasyn), clindamycin IV, vancomycin

28

Page 29: DM Tipe2

(inpatient) (vancocin)

Moderate to severe celulitis

with ischemia or significant

local necrosis

Ampicilin/sulbactam Ticarcilin/clavulanat (timentin);

piperacilin/tazobactam (zosyn); clindamycin

plus ciprofloxacin (cipro); cefreazidime

(fortaz) or cefepime (maxipime)

orcefotaxime (claforan) or ceftriaxon

(rocephin) plus metronidazole (flagyl);

cefazolin (for Staphylococcus aureus);

nafcilin (unipen); oxacilin

Life or limb threatening

infection

Ticarcilin/clavulanate

orpoperacilin/tazobactam,

with or without an

aminoglycoside

Clindamycin plus ciprofloxacin or

tobramycin (nebcin); clindamycin plus

ceftazidime or cefepime or cefotaxime or

ceftriaxone; imipenem/cilastin (primaxin) or

meropenem (merrem); vancomycin plus

aztreonam (azactam) plus metronidazole;

vancomycin plus cefepime, ceftazidime plus

metronidazole.

Persons with serious

betalactam allergy may be

given alternative agents

Sumber: 3. Bronze M.S.Diabetic Foot Infection.2011.

http://emedicine.medscape.com/article/237378-overview#showall Diakses tangal 8 Juli

2012

e. Pencegahan Ulkus Diabetikum

Pencegahan Primer

29

Page 30: DM Tipe2

Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk pencegahan kaki

diabetes. Penyuluhan ini harus dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dengan

penyandang DM, dan harus selalu diingatkan kembali tanpa bosan. Anjuran ini

berlaku untuk semua pihak terkait pengelolaan DM, baik para perawat, ahli gizi, ahli

perawatan kaki, maupun dokter sebagai dirigen pengelolaan. Khusus untuk dokter,

sempatkan selalu melihat dan memeriksa kaki penyandang Dm sambil mengingatkan

kembali cara pencegahan dan cara perawatan kaki yang baik. Berbagai

kejadian/tindakan kecil yang tampak sepele dapat mengakibatkan kejadian yang

mungkin fatal. Demikian pula pemeriksaan yang tampaknya sepele dapat

memberikan manfaat yang sangat besar. Periksalah selalu kaki pasien setelah mereka

melepaskan sepatu dan kausnya.1

Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasar risiko terjadinya dan risiko

besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetes berdasar risiko

terjadinya masalah (Frykberg):1

1. Sensasi normal tanpa deformitas,

2. Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi,

3. Insensitivitas tanpa deformitas,

4. Iskemia tanpa deformitas,

5. Kombinasi/complicated,

a. Kombinasi insensitivitas, iskemia dan/atau deformitas,

b. Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.

Pengelolaan kaki diabetes terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak,

disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai

dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Peran ahli rehabilitasi medis terutama dari

segi ortotik sangat besar pada usaha pencegahan terjadinya ulkus. Dengan

memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor

mekanik akan dapat dicegah.1

30

Page 31: DM Tipe2

Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang kurang

merasa/insensitif (kategori 3 dan 5), alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk

melindungi kaki yang insensitif tersebut.1

Kalau sudah ada deformitas (kategori risiko 2 dan 5), perlu perhatian khusus

mengenai sepatu/alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada

kaki.1

Untuk kasus dengan ketegori risiko 4 (permasalahan vaskular), latihan kaki perlu

diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki.1

Untuk ulkus yang complicated, tentu saja semua usaha dan dana seyogyanya perlu

dikerahkan untuk mencoba menyelamatkan kaki dan usaha ini masuk ke usaha

pencegahan sekunder.1

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik yang sudah terjadi,

yakni pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah.1

a. Kontrol metabolik : kontrol kadar gula darah, kadar albumin serum, kadar Hb

dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. Semua factor tersebut akan

dapat mneghambat kesembuhan luka jika tidak diperhatikan dan tidak

diperbaiki.

b. Kontrol vaskular : kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali secara

sederhana seperti : warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis dan

arteri tibialis posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah.

Pengelolaannya bisa berupa modifikasi faktor risiko (memperbaiki faktor

risiko arterosklerosis dan walking program), terapi farmakologis

(memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM)

dan revaskularisasi (terapi bedah).

c. Wound control : debridement yang adekuat dan terapi topical (cairan salin

sebagai pembersih luka, atau cairan yodine encer, senyawa silver sebagai

bagian dari dressing).

31

Page 32: DM Tipe2

d. Microbiological control : pemberian antibiotic dengan spectrum luas,

mencakup kuman Gram positif dan negative, dikombinasikan dengan obat

yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol).

e. Pressure control : jika tetap kaki dipakai untuk berjalan, luka yang selalu

mendapat tekanan tidak akan sempat menyembuh, palagi kalau luka tersebut

terletak di bagian plantar seperti luka pada kaki Charcot. Untuk mencapai

kedaan non weight-bearing dapat dilakukan antara lain : removable cast

walker, temporary shoes, wheelchair, total contact casting.

f. Education control : dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM atau

ulkus/gangrene diabetic maupun keluarganya diharapkan akan dapat

membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk

kesembuhan luka yang optimal.

32

Page 33: DM Tipe2

BAB III

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R

TTL : 19-09-1973

Umur : 41 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Sudah Menikah

Alamat : Kali pasir guru demar 04/01 cikini kec. menteng

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

No RM : 440914

Tgl MRS : 17 Agustus 2014, pk. 23.27 WIB (Datang ke IGD)

B. ANAMNESIS

Autoanamnesis dan Aloanamnesis pada tanggal 23 Agustus 2014, pukul 15.00

Keluhan Utama : Datang dengan nyeri pada luka kaki kanan sejak 2 minggu

SMRS

Keluhan Tambahan : nyeri dirasakan sampai tidak bisa untuk berdiri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto hari Sabtu 17 agustus 2014

dengan keluhan luka pada kaki kanan yang dirasakan sangat nyeri. Nyeri

dirasakan terus-menerus. Pasien merasakan nyeri pada saat pasien mencoba

mengeluarkan nanah pada lukanya. Luka pada pergelangan kaki kanan tersebut

diawali dari sebuah luka lecet yang berukuran kecil yang diabaikan oleh pasien

dan tidak diketahui penyebabnya, namun pasien mengaku saat dirumah sering

33

Page 34: DM Tipe2

duduk bersila mungkin akibat gesekan antara lantai dan kaki yg menyebabkan

luka tersebut timbul. Pasien kemudian berenang kurang lebih 1 jam. 2 hari

kemudian pasien merasakan luka pada pergelangan kaki kananya menjadi

semakin parah yg terdapat bengkak dan di dalamnya terdapat nanah. Pasien lalu

berobat ke dokter dan disarankan untuk di kompres. Namun, karena tidak

dirasakan membaik, pasien pun mengeluarkan sendiri nanah yang terdapat pada

lukanya tersebut. Setelah mengeluarkan nanah pada lukanya pasien pun

merasakan sangat nyeri. Waktu di temukannya luka sampai pasien datang ke IGD

waktunya 2 minggu. Pasien juga mengeluhkan sehari-hari sering merasa baal

pada kedua kaki, sampai saat memakai sendal pasien tidak menyadari sendal yang

dipakai terlepas sendiri.

Pasien memiliki riwayat sakit gula semenjak pasien berumur 19 tahun.

Pasien mengaku dahulu sering merasakan sering buang air kecil, sering

merasakan haus dan juga sering merasakan lapar. Pasien juga mengaku kalau

berat badannya turun dari 80 kg menjadi 55 kg.

Pasien juga merasakan keluhan, mata kabur sejak 2 tahun yang lalu dan

luka yang sulit sembuh sebelumnya, namun tidak sampai separah keluhan sperti

sekarang. Pasien tidak rutin memeriksakan penyakit gulanya. Pasien

mengkonsumsi obat gula yaitu glukophag dan insulin namun karena pasien

pernah memeriksa gula darah saat turun pasien memutuskan untuk menghentikan

insulin tanpa instruksi dokter, pasien mengaku tidak mengkonumsi obat gulanya

secara teratur

Pasien juga mengaku 3 tahun yang lalu saat periksa ke dokter dinyatakan

ada kebocoran ginjal, namun saat itu pasien mengabaikan. Pasien lupa obat yang

diberikan untuk kebocoran ginjalnya, pasien mengaku sering merasa lemas,

menyangkal adanya sesak, pasien mengaku BAK suka terdapat busa, bengkak

pada kaki disangkal.

34

Page 35: DM Tipe2

Pasien jarang berolahraga. Riwayat merokok dan minum alkohol

disangkal oleh pasien. BAB pada pasien normal.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat penyakit ginjal disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat stroke disangkal

Riwayat penyakit keluaga

Pasien mengaku kalau keluarganya (ibu , kaka dan adiknya) mengidap penyakit

yang sama seperti pasien.

Habitus

Pasien tidak merokok maupun mengkonsumsi alcohol.

Riwayat sosial ekonomi

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama anaknya yang

sudah berkeluarga di rumah anaknya.

C. PEMERIKSAAN UMUM

o Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

o Kesadaran : Compos mentis

o Tekanan Darah : 120/80 mmHg

o Nadi : 76 x/mnt, reguler.

o RR : 18 x/mnt, thorakoabdominal,nafas kussmaul(-)

o Suhu : 36,5 ⁰C

o BB : 54 kg

o TB : 160 cm

35

Page 36: DM Tipe2

o IMT (Asia) : 21,09 (Normoweight)

o Gizi : Baik

D. PEMERIKSAAN FISIK

- Kulit : Berwarna coklat muda, tidak terdapat kelainan warna kulit,

tidak ikterik, dan turgor kulit baik.

- Kepala : Normocephal.

- Rambut : Berwarna hitam dan beruban, distribusi merata, tidak mudah

dicabut.

- Alis : Hitam, tumbuh lebat.

- Mata : konjungtiva anemis, penurunan penglihatan +/+, sklera tidak

ikterik, pupil bulat dan isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan

bola mata baik.

- Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum,

tidak ada sekret, dan tidak hiperemis.

- Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, membran

timpani intak.

- Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, mukosa mulut basah,

tonsil T1-T1.

- Leher :Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada

submentalis, subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital,

sternokleidomastoideus, dan supraklavikula. Trakea tidak deviasi.

- Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan perbandingan trasversal :

antero posterior = 2:1, tidak ditemukan kelainan kulit, tidak terlihat

adanya massa.

Paru-paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat

statis dan dinamis, tidak terdapat retraksi dan pelebaran sela

iga.

36

Page 37: DM Tipe2

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, fremitus taktil dan

vokal kiri simetri kanan dan kiri.

Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru.

Auskultasi: Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : Iktus kordis teraba.

Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea parasternalis dextra,

batas jantung kiri pada ICS VI, 2 cm lateral linea midklavikula

sinistra, batas pinggang jantung pada ICS III linea sternalis

sinistra.

Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, tidak terdapat gallop dan

tidak terdapat murmur.

- Abdomen

Inspeksi : Tampak cembung, tidak terlihat massa, caput medusa (-),

sikatrik (-)

Auskultasi: Bising usus (+) normal.

Palpasi : Supel, turgor baik, tidak terdapat nyeri tekan. Tidak teraba

massa, hepatomegaly (-) splenomegaly (-), balotemen tidak

teraba ginjal.

Perkusi : Suara timpani di semua lapang abdomen, tidak terdapat nyeri

ketok CVA.

- Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

- Ekstremitas : akral hangat, edem (-)

Lihat status kaki diabetikum

ABI kanan : 0,9

ABI kiri : 1

37

Page 38: DM Tipe2

- Status kaki diabetikum:

o Perfusion impairment : 1 (PAD+)

o Extend : luka kiri 3x5 cm. Luka kanan 8x4cm

o Depth : 2

o Infection : 3

o Sensation : 2

38

Page 39: DM Tipe2

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan 18/8

(01.00)

19/8

(08.29)

Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 9.3 8.3 13 – 18 gr/dL

Hematokrit 27 26 37– 47 %

Eritrosit 3.4 3.0 4.3 -6 juta/uL

Leukosit 28700 35410 6000 – 10.800/uL

Trombosit 647000 560000 150.000 – 400.000/uL

MCV 81 86 80 – 96 fl

MCH 28 28 27 – 32 pg

MCHC 34 32 32 – 36 g/dL

Kimia

Darah

18/8

(01.00)

19/8

(08.29)

Nilai Rujukan

Ureum 149 135 20 -50 mg/dL

Kreatinin 2.0 2.7 0.5 – 1.5 mg/dL

Natrium 136 135 135 - 145

39

Page 40: DM Tipe2

mEq/L

Kalium 5.1 4.7 3.5 – 5.3 mEq/L

Klorida 107 106 97 – 107 mEq/L

Aseton -/negatif -/negatif

Protein total 6 – 8.5 g/dL

Albumin 3.5 – 5 g/dL

Globulin 2.5 – 3.5 g/dL

Kalsium (Ca) 8.6-10.3 mg/dL

Phosphate

Inorganic

2.5-5.0 mg/dL

Magnesium 1.8-3.0 mg/dL

Kimia Klinik

Analisa Gas Darah

20/8

(06.20)

Nilai

Rujukan

Ph 7.320 7.37-7.45

pCO2 20.6 33-44 mmHg

pO2 98.8 71-104 mmHg

Bikarbonat (HCO3) 10.7 22-29 mmol/L

Base Excess -12.9 (-2) – 3 mmol/L

Saturasi O2 97 94%-98%

40

Page 41: DM Tipe2

Urinalisa

Urin lengkap

19/8

(11.48)Nilai Rujukan

pH 6.0 4.6 – 8.0

Berat Jenis 1.010 1.010 – 1.030

Protein + Negatif

Glukosa - Negatif

Bilirubin - Negatif

Nitrit - Negatif

Keton - Negatif

Eritrosit 2-2-2 < 2 / LPB

Leukosit 4-4-4 < 5 / LBP

Kristal - Negatif

Epitel - Positif

Lain-lain - Negatif

Pemeriksaan Gula Darah

19/8/2014 pukul 06:00, GDS 289 mg/dL

20/8/2014 pukul 07:00, GDS 225 mg/dL

21/8/2014 pukul 07:00, GDS 246 mg/dL

41

Page 42: DM Tipe2

PEMERIKSAAN KULTUR

1.Kultur Pus dan Resistensi

Didapatkan infeksi Coccus Gram positif

Streptococcus agalactie

Antibiotik Sensitif : Amikasin, Doxycycline dan Imipenem

2.Kultur Urine dan Resistensi

Jumlah kuman pada urine >1000/M

Didaptkan infeksi Coccus Gram positif

Granulicatella adiacens

Antibiotik Sensitif : Ampicilin, Amikasin, Doxycycline, Gentamycin, Imipenem,

Kanamycin, Diperacilin, Amoxicilin, Chloromycetin, Tobramycin, Ceftriazoxime dan

Amoxicilin kombinasi Clavunic Acid.

3.Kultur Darah dan Resistensi

Digunakan bahan Media BACTEC

Tidak ditemukan kuman dan tidak tampak pertumbuhan kuman

Tidak dilakukan pemeriksaan resistensi

42

Page 43: DM Tipe2

Gambaran EKG

43

Page 44: DM Tipe2

Sinus rhtym HR: 116X/min, Normoaxis, Gelombang P normal, PR interva 0,2s,

Kompleks QRS 0,08, ST segmen normal, tidak ada elevasi atau depresi.

Hasil Radiologi 18 Agustus 2014

Inspirasi kurang adekuat

Jantung kesan tidak membesar

Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

Trakea di tengah. Kedua hilus tidak menebal

Corakan bronkovaskuler baik

Tak tampak infiltrat atau nodul di kedua lapangan paru

Kedua hemidiafragma licin,sinus costofrenikus lancip

Tulang-tulang infark

Kesan : tak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru.

44

Page 45: DM Tipe2

Pemeriksaan radiografi ankle AP/Lateral dengan hasil sebagai berikut :

o Kedudukan tulang-tulang ankle baik, tidak tampak dislokasi/subluksasi

o Struktur tulang-tulang ankle intak, tidak tampang fraktur/lesi titik

o Densitas tulang baik.

o Tidak tampak formasi osteofil

o Celah sendi ankle yang tervisualisasi baik

o Tampak soft tissue swelling regio ankle kanan.

KESAN : soft tissue swellingregio ankle kanan, tidak tampak tanda-tanda

osteomyelitis saat ini.

F. RINGKASAN MASALAH

Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto hari Sabtu 17 agustus 2014 dengan

keluhan ulkus pada kaki kanan yang dirasakan sangat nyeri. Nyeri dirasakan

terus-menerus, sampai pasien tidak bisa untuk berdiri. Luka pada pedis dextra

tersebut diawali dari sebuah luka lecet yang diabaikan oleh pasien. Pasien

kemudian berenang kurang lebih 1 jam. 2 hari kemudian pasien merasakan ulkus

pada pergelangan kaki kananya menjadi bengkak dan di dalamnya terdapat pus.

Pasien lalu berobat ke dokter dan disarankan untuk di kompres. Namun, karena

tidak dirasakan membaik, pasien pun mengeluarkan sendiri pus yang terdapat

pada lukanya tersebut. Setelah mengeluarkan pus pada lukanya pasien pun

merasakan sangat nyeri. Waktu di temukannya luka sampai pasien datang ke IGD

waktunya 2 minggu. Pasien memiliki riwayat diabetes semenjak pasien berumur

19 tahun. Pasien mengaku dahulu sering merasakan sering poliuria, polifagia dan

polidipsi.Merasakan penurunan berat badannya dari 80 kg menjadi 55 kg . Pasien

juga merasakan keluhan berupa sering kesemutan pada kaki, mata kabur dan luka

45

Page 46: DM Tipe2

yang sulit sembuh. Pasien tidak rutin memeriksakan penyakit gulanya. Pasien

mengkonsumsi obat gula yaitu glukophag , pasien tidak mengkonsumsi obat dan

memeriksakan gulanya secara teratur. Pasien juga di diagnosis sudah adanya

kebocoran ginjal sejak 3 tahun yang lalu, pasien mengaku sering merasa lemas,

dan pasien mengaku BAK suka terdapat busa.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum

sakit sedang, Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, Laju pernafasan

20x/menit, Suhu 36.5 derajat Celcius, mata adanya penurunan penglihatan +/+,

conjunctiva anemis +/+.Paru dan Jantung dalam batas normal. Ulkus pada

ekstremitas bawah -/+

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium, didapatkan gula darah sewaktu 246

mg/dl dengan aseton negatif. Pada hematologi klinik didapatkan hemoglobin 8,3

mg/dl dan leukosit 35410, dan kimia darah ureum 135 dan kreatinin 2.7. Pada

pemeriksaan AGD juga didapatkan Ph 7.320, Pco2 20.6 dan Bikarbonat 10.7,

serta pada pemeriksaan analisis urinalisis didapatkan protein +1.

G. DAFTAR MASALAH

1. Ulkus DM pedis dextra post debridement

2. DM tipe 2, normoweight, dengan gula darah tidak terkontrol

3. Anemia normositik normokrom

4. CKD stage IV

5. Asidosis Metabolik

6. Susp Retinopati e.c DM tipe 2

46

Page 47: DM Tipe2

PENGKAJIAN :

1. Ulkus DM pedis post debridement

Menurut klasifikasi texas kasus ini adalah stadium 2

Menurut klasifikasi PEDIS

o Perfusion impairment : 1 (none)

o Extend : luka kiri 3x5 cm. Luka kanan

8x4cm

o Depth : 2

o Infection : 3

o Sensation : 2

Pada Kultur Pus dan Resistensi

o Didapatkan infeksi Coccus Gram positif

o Streptococcus agalactie

o Antibiotik Sensitif : Amikasin, Doxycycline dan Imipenem

Konsultasi dengan spesialis bedah dan rehabilitasi medik

Kontrol hiperglikemia, tanda-tanda ketosis dan sepsis berat.

Antibiotik Meropenem 3x1 gr IV

StadiumTingkat

0 1 2 3

A

Tanpa tukak

atau pasca

tukak, kulit

intak/utuh

tulang

Luka

superfisial,

tidak sampai

tendon atau

kapsul sendi

Luka sampai

tendon atau

kapsul sendi

Luka sampai

tulang atau

kapsul sendi

B Dengan infeksi

C Dengan iskemia

47

Page 48: DM Tipe2

D Dengan infeksi dan iskemia

2. Diabetes Melitus tipe II, Normoweight, dan Gula Darah Tidak

Terkontrol

Anamnesa :

- Riwayat diabetes melitus sejak berumur 19 tahun lalu dengan tidak

rajin meminum obat glukophag.

- Gejala klasik Diabetes mellitus seperti sering haus, sering buang air

kecil terutama saat malam hari, cepat lelah dan mengantuk

- Berat badan turun

- Kaki baal

Pemeriksaan fisik :

- Tekanan darah 120/80 mmHg

- Konjungtiva terlihat anemis

Pemeriksaan labolatorium

- GDS 246 mg/dl

Rencana diagnosis : Cek kurva gula darah harian, HbA1c, profil lipid,

asam urat, cek kurva gula darah Harian

Tata Laksana Insulin pasien di rumah sakit

Kebutuhan harian total :

0,5 IU x kgBB/hari

0,5 IU x 54kg = 27IU/hari, dengan 50 persen prandial dan 50 persen basal

13,5 IU prandial

13,5 IU basal

Terapi : Prandial = Novorapid 3x4IU

Basal = tidak diberikan karena kerja menengah/panjang yang dpt

memperburuk fungsi ginjal.

48

Page 49: DM Tipe2

Diet DM dengan rumus Brocha

BBI = 90% x (TB – 100) 1kg

= 90% x (160 – 100) 1kg

=54kg

Sehingga untuk wanita 25kal/kgBB : 25kal x 54kg : 1350kal

1350 – (umur10% 135) + (aktifitas ringan 20% 270)

Dibutuhkan kalori total 1485kal

Diet rendah protein pada pasien nefropati 0,8g/kgBB/hari

Yaitu 0.8x54 = 43,2g/hari

49

Page 50: DM Tipe2

3. Anemia normositik normokrom

Anamnesis : pasien merasa lemas

Pemeriksaan fisik : conjunctiva anemis

Lab : Hb : 8.3 gr/dL

Target Hb > 10 g/dL

Tata laksana : Terapi ESA 2000 IU subkutan, 2x seminggu selama

4 minggu.

Target respon yang diharapkan : Hb naik 1-2 g/dL dalam 4 minggu

50

Page 51: DM Tipe2

4. CKD stage IV dengan asidosis metabolik

Anamnesis : mual, mengaku sering merasa lemas, dan pasien mengaku

BAK suka terdapat busa.

Pemeriksaan fisik : konjungtiva pucat

Pemeriksaan darah : Ureum 135 mg/dl, kreatinin 2.7 mg/dl, pH 7.320.

Laju filtrasi glomerulus dengan metode Cockcroft Gault 23

mL/min/1.73m2

- Tata Laksana: IVFD NaCl 500cc/ 12 jam, Asam folat 1x15mg, B12

3x50mg, BicNat 1x2amp, ukur balance cairan/24 jam, Captopril

1x12,5mg

o Rencana diagnosis : Urine protein 24 jam, ureum, kreatinin,

elektrolit, urinalisis.

5. Susp. Retinopati e.c DM tipe 2

Anamnesis : penurunan penglihatan

Pemeriksaan fisik : -

Pemeriksaan lab : -

Konsul departemen mata

Rencana Edukasi

- Edukasi kepada pasien tentang penyakit tersebut, untuk mengikuti pola

makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani/aktivitas fisik,

51

Page 52: DM Tipe2

pengobatan yang sesuai dan rutin, serta melakukan pemantauan

melalui pemeriksaan secara berkala

- Edukasi pasien untuk mengubah pola hidupnya agar menjadi lebih

sehat.

- Edukasi kepada pasien untuk merawat kakinya agar tidak kering dan

melakukan aktivitas yang membuat kakinya luka.

Prognosis

Quo ad vitam = Dubia

Qou ad functionam = Dubia ad malam

Qou ad sanationam = Dubia ad malam

52

Page 53: DM Tipe2

19/08/2014 20/08/2014 21/08/2014

S: pasien tidak nafsu makan, makan seikit

O: CM/TSS

TD 120/80mmHg, HR 80 x/m, RR 20 x/m, S 36,5oC

Mata: CA +/+, SI -/-

Thorax: BJ I/II regular, murmur (-) gallop (-), SN vesikuler, rhonchi -/-, wheezing -/-.

Abd: bising usus (+)

Ext: Ulkus pd pedis dextra

GDS: 289 mg/dl

A: Ulkus dm pedis dextra

DM tipe II gula darah dalam regulasi

Anemia Normositik normokrom

P:KGDH, AGD, Keton, Debridemen ulkus pedis

Th/

IVFD NaCl 0.9% 20 tpm

Transfusi PRC 500cc target hb >10

Ampicillin sulbactam 1,5 gr

Novorapid 3 x 4 unit

Diet DM 1700 kkal/hari

S: Pasien tidak nafsu makan

O: CM/TSS

TD 120/70mmHg, HR 84 x/m, RR 18 x/m, S 36 oC

Mata: CA +/+, SI -/-

Thorax: BJ I/II regular, murmur (-) gallop (-), SN vesikuler, rhonchi -/-, wheezing -/-.

Abd: Bising usus (+)

Ext: Ulkus pedis dextra

GDS 225 mg/dL

A: Ulkus dm pedis dextra

DM tipe II gula darah dalam regulasi

Anemia Normositik normokrom

AKI dd Acute on CKD

P: KGDH, Debridemen ulkus pedis dextra

Th/

IVFD NaCl 0.9% 20 tpm

Transfusi PRC 500cc target hb >10

Ampicillin sulbactam 1,5 gr

Novorapid 3 x 4 unit Diet DM 1700 kkal/hari

S: makan pasien tidak habis.

O: CM/TSS

TD 120/70mmHg, HR 84 x/m, RR 18 x/m, S 36 oC

Mata: CA +/+ SI -/-

Thorax: BJ I/II regular, murmur (-) gallop (-), SN vesikuler, rhonchi -/-, wheezing -/-.

Abd: Datar, supel, BU dbn

Ext: Akral hangat, edema (-) ulkis pedis dextra

GDS 246 mg/dL

A: Ulkus dm pedis dextra

DM tipe II gula darah dalam regulasi

Anemia Normositik normokrom

AKI dd Acute on CKD

P: KGDH, Debridemen ulkus pedis sinistra.

Th/

IVFD NaCl 0.9% 20 tpm

Transfusi PRC 500cc target hb >10, Ampicillin sulbactam 1,5 gr

Novorapid 3 x 4 unit, Diet DM 1700 kkal/hari

53

Page 54: DM Tipe2

DAFTAR PUSTAKA

1. Soegono S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus terkini. Dalam

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

2004:17-28

2. Frykberg RG, Armstrong DG, Giurini J et al. Diabetic foot Disorders: A clinical

Practice Guide. Data trace USA 2004

3. Levy J, Gavin JR, Sowers JR. Diabetes Mellitus : A Disease of Abnormal

Cellular Calcium Metabolism? The American Journal of Medicine 1994;96:260-

273

4. PERKENI, Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia, Jakarta, 2006

5. Kadri. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Terpadu. Subbagian

Endokrinologi-Metabolik dan Diabetes, Bagian Ilmu penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM)

dalam buku penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta; FKUI 2002: h

161-167

6. Ketosis, diunduh dari http://www.news-medical.net/health/Ketosis, updated : 1

Februari 2013, diambil tanggal 20 Juni 2014

7. Fitzgerald. M.G, O’Sullivan. D. J, Malins. J. M, Fatal Diabetic Ketosis , in

British Medical Journal, 1961, Birmingham: The General Hospital, page 1,

diunduh dari http://www.brmedj.com, diambil tanggal 20 Juni 2014

8. Pyke. D. A, Diabetic Ketosis and Coma, in Jornal Clinic Phatologic, London:

The Diabetic Department, King’s College Hospital, page 57 – 65, diunduh dari

http:// www.pubmedcentral.nih. gov/articlerender.fcgi?artid=1347541 , diambil

tanggal 21 Juni 2014

54

Page 55: DM Tipe2

9. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

Jilid III, Edisi ke IV, 2006, Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FK UI. Hal 1896 – 1899

10. Kitabchi. A. E, Fisher. J. N, Murphy. M. B, et all. Diabetic Ketoacidosis and

Hypergycemic, Hyperosmolar Nonketotic State in Joslin’s Diabetes Mellitus,

edisi 13, Pennsylvania : Lea & Febiger. Hal 738 – 745

11. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes

Melitus Tipe 2. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2.

PB. PERKENI, Jakarta 2006

55