DK2P2

12
LEUKEMIA MYELOID KRONIK DENGAN KROMOSON PHILADELPHIA (+) Definisi Leukimia mieloid kronik (CML) merupakan penyakit kolonal sel induk pluripoten, dan digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. Mencakup 15% leukemia, dan terjadi pada semua usia. Diagnosis CML dibantu oleh adanya kromosom Ph yang khas. Patogenesis CML adalah kelainan diperoleh yang melibatkan sel batang hematopoietik. Hal ini ditandai oleh kelainan sitogenetika terdiri dari translokasi timbal balik antara lengan panjang kromosom 22 dan 9 [t (9; 22)]. Hasil translokasi dalam kromosom, dipersingkat 22 pengamatan pertama dijelaskan oleh Nowell dan Hungerford dan kemudian disebut kromosom Philadelphia (Ph1). Gambar 2.1 Kromosom Philadelphia Seperti yang telah dijelaskan di atas, gen BCR- ABL pada kromosom Ph menyebabkan proliferasi yang berlebihan dari sel induk pluripoten pada sistem hematopoiesis. Klon-klon ini, selain proliferasinya berlebihan, juga dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal, karena gen BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis. Dampak kedua mekanisme di atas adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang akhirnya mendesak sistem hematopoiesis lainnya.

description

inilah dia kalau belum jadi, pemicunya mengenai masalah hemostasis, tepatnya TPI. ada yang tahu TPI itu apa??? jdi TPI itu adalah trobositopenia purpura imun.

Transcript of DK2P2

LEUKEMIA MYELOID KRONIK DENGAN KROMOSON PHILADELPHIA (+)DefinisiLeukimia mieloid kronik (CML) merupakan penyakit kolonal sel induk pluripoten, dan digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. Mencakup 15% leukemia, dan terjadi pada semua usia. Diagnosis CML dibantu oleh adanya kromosom Ph yang khas.PatogenesisCML adalah kelainan diperoleh yang melibatkan sel batang hematopoietik. Hal ini ditandai oleh kelainan sitogenetika terdiri dari translokasi timbal balik antara lengan panjang kromosom 22 dan 9 [t (9; 22)]. Hasil translokasi dalam kromosom, dipersingkat 22 pengamatan pertama dijelaskan oleh Nowell dan Hungerford dan kemudian disebut kromosom Philadelphia (Ph1).

Gambar 2.1 Kromosom Philadelphia

Seperti yang telah dijelaskan di atas, gen BCR-ABL pada kromosom Ph menyebabkan proliferasi yang berlebihan dari sel induk pluripoten pada sistem hematopoiesis. Klon-klon ini, selain proliferasinya berlebihan, juga dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal, karena gen BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis. Dampak kedua mekanisme di atas adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang akhirnya mendesak sistem hematopoiesis lainnya. Mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang dibutuhkan sejak terbentuknya Ph sampai menjadi CML dengan gejala klinis yang jelas, hingga kini masih belum diketahui secara pasti. Berdasarkan kejadian Hiroshima dan Nagasaki, diduga Ph terjadi akibat pengaruh radiasi, sebagian ahli berpendapat akibat mutasi spontan. Sejak tahun 1980 diketahui bahwa translokasi ini menyebabkan pembentukan gen hybrid BCR-ABL pada kromosom 22 dan gen resiprokal ABL-BCR pada kromosom 9. Gen hybrid BCR-ABL yang berada dalam kromosom Ph ini selanjutnya mensintesis protein 210 kD yang berperan dalam leukemogenesis, sedangkan peran gen resiprokal ABL-BCR tidak diketahui. Jadi sebenarnya gen BCR-ABL pada kromosom Ph (22q-) selalu terdapat pada semua pasien CML, tetapi gen BCR-ABL pada 9q+ hanya terdapat pada 70% pasien CML. Dalam perjalanan penyakitnya, pasien dengan Ph+ lebih rawan terhadap adanya kelainan kromosom tambahan, hal ini terbukti pada 60-80% pasien Ph+ yang mengalami fase krisis blas ditemukan adanya trisomi 8, trisomi 19, dan isokromosom lengan panjang kromosom 17i (17)q. dengan kata lain selain gen BCR-ABL, ada beberapa gen-gen lain yang berperan dalam patofisiologi CML atau terjadi abnormalitas dari gen supresor tumor, seperti gen p53, p16, dan gen Rb.Perjalanan penyakit CML dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:1. Fase Kronik : pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blast dan sel premielosit kurang dari 5% di dalam darah dan sumsum tulang.Fase ini ditandai dengan over produksi granulosit yang didominasi oleh netrofil segmen. Pasien mengalami gejala ringan dan mempunyai respon baik terhadap terapi konvensional.2. Fase Akselerasi atau transformasi akut : fase ini sangat progresif, mempunyai lebih dari 5% sel blast namun kurang dari 30%. Pada fase ini leukosit bisa mencapai 300.000/mmk dengan didominasi oleh eosinofil dan basofil. Sel yang leukemik mempunyai kelainan kromosom lebih dari satu (selainPhiladelphiakromosom).3. Fase Blast(Krisis Blast) : pada fase ini pasien mempunyai lebih dari 30% sel blast pada darah serta sumsum tulangnya. Sel blast telah menyebar ke jaringan lain dan organ diluar sumsum tulang. Pada fase ini penyakit ini berubah menjadi Leukemia Myeloblastik Akut atau Leukemia Lympositik Akut. Kematian mencapai 20%.Gambaran KlinisPenyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin (rasio pria:wanita sebesar 1,4:1), paling sering terjadi antara usia 40 dan 60 tahun. Walaupun demikian, penyakit ini dapat terjadi pada anak, neonatus, dan orang yang sangat tua. Pada sebagian besar kasus, tidak terdapat faktor predisposisi, tetapi insidensinya meningkat pada orang-orang yang selamat dari pajanan bom atom di Jepang. Gambaran klinisnya antara lain:1. Gejala-gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, misalnya penurunan berat badan, kelelahan, anoreksia, atau keringat malam.2. Splenomegali hamper selalu ada dan seringkali bersifat massif. Pada beberapa pasien, pembesaran limpa disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri, atau gangguan pencernaan.3. Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan takikardia.4. Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan dari tempat-tempat lain akibat fungsi trombosit yang abnormal.5. Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.6. Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan penglihatan dan priapismus.7. Hingga 50% kasus, diagnosis ditegakkan secara tidak sengaja dari pemeriksaan hitung darah rutin.

Temuan Laboratorium1. Leukositosis biasanya berjumlah >50x109/l dan kadang-kadang >500x109/l. Spektrum lengkap sel-sel myeloid ditemukan dalam darah tepi. Jumlah netrofil dan mielosit melebihi jumlah sel blas dan promielosit.2. Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.3. Biasanya ditemukan anemia normositik normokrom.4. Jumlah trombosit, mungkin meningkat (paling sering normal), normal, atau menurun.5. Skor fosfatase alkali netrofil selalu rendah.6. Sumsum tulang hiperselular dengan predominasi granulopoiesis.7. Kromosom Ph pada alalisis sitogenik darah atau sumsum tulang.8. Vitamin B12 serum dan daya ikat vitamin B12 meningkat.9. Kadar asam urat dalam serum biasanya meningkat.

PengobatanPengobatan fase kronikKemoterapi. Hidroksiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya perlu diberikan seumur hidup. Regimen biasanya dimulai dengan 1,0-2,0 g/hari dan kemudaian menurunkannya tiap minggu sampai mencapai dosis rumatan sebesar 0,5-1,5 g/hari. Zat pengalkil busulfan juga efektif dalam mengendalikan penyakit tetapi mempunyai efek samping yang cukup berat dan sekarang disisihkan untuk pasien yang tidak toleran terhadap pemberian hidroksiurea. Alopurinol nseringkali dipakai di fase awal pengobatan untuk mencegah terjadinya serangan gout.Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan klinis dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons hematologic yang lengkap pada hamper semua pasien yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph positif menjadi Ph negative. Obat ini mungkin menjadi pengobatan lini pertama pada CML, baik digunakan sendiri atau bersama dengan interferon atau obat lain.Interferon-. Biasanya digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh hidroksiurea dan saat ini merupakan obat terplih untuk fase kronik walaupun mungkin akan digantikan oleh inhibitor tirosin kinase. Regimen yang lazim digunakan adalah dari 3 sampai 9 megaunit yang diberikan antara tiga sampai tujuh kali setiap minggu sebagai injeksi subkutan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l).Transplantasi sel induk (SCT). Transplantasi ini dapat bersifat alogenik atau autolog. Transplantasi sumsum tulang (BMT) alogen adalah satu-satunya pengobatan kuratif CML yang tersedia. Hasilnya lebih baik bila dilakukan pada fase kronik dibandingkan fase akut atau akselerasi.

Perjalann Penyakit dan PrognosisCML biasanya memprlihatkan suatu respons yang sangat baik terhadap kemotrapi pada fase kronik. Ketahanan hidup rata-rata adalah 5-6 tahun. Kematian biasanya terjadi akibat transformasi akut terminal atau perdarahan atau infeksi yang menyelingi. Dua puluh persen pasien dapat hidup hingga 10 tahun atau lebih. Pasien dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompk prognositik berdasarkan usia, ukuran limpa, jumlahtrombosit, sel blas pada saat presentasi penyakit, dan mudahnya respons terhadap terapi; hal-hal tersebut hanya merupakan petunjuk kasar mengenai prognosis.

Sumber:A.V.Hoffbrand, J.E.Pettit, P.A.H.Moss. 2005. Hematologi, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan untuk leukemia myelogenous kronis (CML) terdiri dari jumlah darah lengkap dengan hitung diferensial, apusan darah tepi, dan analisis sumsum tulang. Meskipun khas hepatomegali dan splenomegali dapat dicitrakan dengan menggunakan scan hati/limpa, kelainan ini sering begitu jelas secara klinis sehingga pencitraan radiologis tidak diperlukan. Diagnosis CML didasarkan pada temuan histopatologi dalam darah perifer dan Philadelphia (Ph) kromosom dalam sel sumsum tulang.Tabel 2.1 Klasifikasi CML Berdasarkan WHOFase CMLDefinisi WHO

Fase Kronik StabilJumlah sel blast darah perifer kurang dari 10% pada darah dan sumsum tulang

Fase AkselerasiJumlah sel blasts 10-19% dari jumlah leukosit pada sel sumsum tulang nucleated dan atau perifer; trombositopenia persisten (< 100 109/L) tidak terkait dengan terapi atau trombositosis persisten (> 1000 109/L) tidak responsive terhadap terapi; peningkatan jumlah leukosit dan ukuran limpa tidak responsive terhadap terapi; bukti sitogenetik adanya clonal evolution

Krisis BlastJumlah sel blast perifer 20% dari leukosit darah tepi atau sel sumsum tulang nucleated; proliferasi blast ekstrameduler; dan focus atau kluster besar blast pada biopsy sumsum tulang

A. Hapusan Darah Tepi Pada CML, peningkatan granulosit matang dan jumlah limfosit normal (persentase rendah karena dilusi dalam hitungan diferensial) menghasilkan jumlah leukosit total 20,000-60,000 sel/uL. Kenaikan ringan pada basofil dan eosinofil terjadi dan menjadi lebih menonjol selama masa transisi ke leukemia akut.Proses apoptosis neutrofil matang/granulosit mengalami penurunan (kematian sel terprogram), mengakibatkan akumulasi sel berumur panjang dengan enzim yang rendah atau tidak ada, seperti alkalin fosfatase (ALP). Akibatnya, pada pengecatan alkali fosfatase leukosit sangat rendah bahkan tidak ada pada sebagian besar sel, menghasilkan skor rendah.Darah perifer pada pasien dengan CML menunjukkan gambaran darah khas leukoeritroblastik, dengan sirkulasi sel dewasa dari sumsum tulang (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Hapusan Darah Tepi Pasien CML. fillm blood pada perbesaran 400x menunjukkan leukositosis dengan kehadiran sel-sel prekursor dari garis keturunan myeloid. Selain itu, basophilia, eosinofilia, dan trombositosis dapat dilihat. Courtesy of U. Woermann, MD, Divisi Media Instruksional, Lembaga Pendidikan Kedokteran, Universitas Bern, Swiss.

Fase transisi atau akselerasi CML ditandai dengan penurunan respon terhadap terapi obat myelosuppressive, munculnya sel-sel blast perifer ( 15%), promyelocytes ( 30%), basofil ( 20%), dan penurunan trombosit jumlah sampai kurang dari 100.000 sel/uL. Promyelocytes dan basofil ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Hapusan Darah Tepi Pasien CML Fase Transisi. Film Blood pada perbesaran 1000X menunjukkan promyelocyte, eosinofil, dan basofil 3. Courtesy of U. Woermann, MD, Divisi Media Instruksional, Lembaga Pendidikan Kedokteran, Universitas Bern, Swiss.

Gambar 2.5 Hapusan Darah Tepi Pasien CML Fase Blast Film Blood pada perbesaran 1000X menunjukkan garis keturunan granulocytic keseluruhan, termasuk eosinofil dan basofil a. Courtesy of U. Woermann, MD, Divisi Media Instruksional, Lembaga Pendidikan Kedokteran, Universitas Bern, Swiss.

Tanda-tanda transformasi atau fase akselerasi pada pasien dengan CML adalah penurunan respon terhadap obat-obatan myelosupresi atau interferon, meningkatnya sel blast dalam darah tepi dengan basophilia dan trombositopenia tidak berhubungan dengan terapi, kelainan sitogenetika baru, dan meningkatnya splenomegali dan myelofibrosis.Di sekitar dua pertiga kasus, sel blast yang ditemukan adalah myeloid. Namun, pada sepertiga kasus sisanya, sel blast yang ditemukan memperlihatkan fenotipe limfoid, bukti lebih lanjut dari sifat sel induk penyakit asli. Kelainan kromosom tambahan biasanya ditemukan pada saat fase blast krisis, termasuk tambahan Ph translokasi kromosom atau lainnya.Sel myeloid awal seperti myeloblasts, mielosit, metamyelocytes, dan berinti sel darah merah yang biasa hadir dalam hapusan darah, meniru temuan di sumsum tulang. Kehadiran sel-sel progenitor yang berbeda midstage membedakan CML dari leukemia myelogenous akut, di mana leukemic gap (maturation arrest) atau hiatus ada dan menunjukkan adanya sel-sel ini.Anemia ringan sampai anemia sedang sangat umum pada saat diagnosis dan biasanya normokromik normositik dan. Jumlah trombosit pada diagnosis bisa rendah, normal, atau bahkan meningkat pada beberapa pasien (> 1 juta pada beberapa).B. Analisis Sumsum TulangSumsum tulang bersifat hypercellular, dengan perluasan lini sel myeloid (misalnya, neutrofil, eosinofil, basofil) dan sel progenitornya. Megakaryocytes (lihat gambar di bawah) yang menonjol dan dapat ditingkatkan. Fibrosis ringan sering terlihat pada pengecatan reticulin.

Gambar 2.6 Hapusan Sumsum Tulang Pasien CML. Sumsum tulang Film pada perbesaran 400x menunjukkan dominasi jelas granulopoiesis. Jumlah eosinofil dan megakaryocytes meningkat. Courtesy of U. Woermann, MD, Divisi Media Instruksional, Lembaga Pendidikan Kedokteran, Universitas Bern, Swiss.

Pemeriksaan sitogenetik pada sel sumsum tulang, dan darah bahkan perifer, harus mengungkapkan kromosom khas Ph1, yang merupakan translokasi resiprokal antara kromosom dari bahan kromosom 9 dan 22 (lihat gambar di bawah). Ini adalah ciri khas CML, ditemukan di hampir semua pasien dengan penyakit dan terdapat sepanjang perjalanan klinis seluruh CML.

Gambar 2.7 Philadelphia kromosom. Kromosom Philadelphia, yang merupakan kelainan karyotypic diagnostik untuk leukemia myelogenous kronis, akan ditampilkan dalam gambar ini dari kromosom banded 9 dan 22. Yang ditampilkan adalah hasil dari translokasi resiprokal 22q ke lengan bawah 9 dan 9q (c-ABL pada wilayah klaster breakpoint tertentu [bcr] kromosom 22 ditandai dengan panah). Courtesy of Peter C. Nowell, MD, Departemen Laboratorium Patologi dan Klinik dari University of Pennsylvania School of Medicine.

Selain itu, BCR chimeric / ABL messenger RNA (mRNA) yang menjadi ciri khas CML dapat dideteksi oleh polymerase chain reaction (PCR). Ini adalah tes sensitif yang hanya memerlukan beberapa sel dan berguna dalam memantau penyakit sisa minimal (MRD) untuk menentukan efektivitas terapi. BCR-ABL transkrip mRNA juga dapat diukur dalam darah perifer.Analisis karyotypic sel sumsum tulang memerlukan keberadaan sel yang membelah tanpa kehilangan viabilitas karena bahan mensyaratkan bahwa sel masuk ke mitosis untuk mendapatkan kromosom individu untuk identifikasi setelah banding. Proses pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang memerlukan keahlian analis.Teknik baru fluoresensi hibridisasi in situ (IKAN) menggunakan probe yang berlabel hibridisasi baik kromosom metafase atau inti interfase, dan probe hibridisasi terdeteksi dengan fluorochromes. Teknik ini merupakan cara yang cepat dan sensitif untuk mendeteksi kelainan struktural numerik dan berulang. (Lihat gambar di bawah.)

Gambar 2.8 Fluoresensi hibridisasi in situ menggunakan unik-urutan, DNA probe ganda fusi untuk bcr (22q11.2) dengan warna merah dan c-ABL (9q34) gen daerah di hijau. Para bcr normal / ABL fusi hadir di Philadelphia kromosom-positif sel-sel dalam kuning (kanan panel) dibandingkan dengan kontrol (panel kiri). Courtesy of Emmanuel C. Besa, MD.

Dua bentuk mutasi BCR / ABL telah diidentifikasi. Ini bervariasi sesuai dengan lokasi dari daerah mereka bergabung pada domain bcr 3 '. Sekitar 70% pasien yang memiliki 5 'breakpoint DNA memiliki pesan RNA b2a2, dan 30% pasien memiliki 3' breakpoint DNA dan pesan RNA b3a2. Yang terakhir ini dikaitkan dengan fase kronis lebih pendek, kelangsungan hidup lebih pendek, dan trombositosis.CML harus dibedakan dari Ph1-negatif dengan hasil PCR negatif untuk BCR / ABL mRNA. Penyakit ini termasuk gangguan myeloproliferative lain dan leukemia myelomonocytic kronis, yang sekarang diklasifikasikan dengan sindrom myelodysplastic. Kelainan kromosom tambahan, seperti kromosom Ph1-positif tambahan atau ganda atau trisomi 8, 9, 19, atau 21, 17 isochromosome, atau penghapusan kromosom Y, telah digambarkan sebagai pasien memasuki sebuah bentuk transisi atau fase percepatan krisis blast.Pasien dengan kondisi selain CML, seperti yang baru didiagnosis leukemia limfositik akut (ALL) atau leukemia nonlymphocytic, mungkin juga mempunyai kromosom Ph1. Beberapa menganggap pasien ini ada dalam fase blastic CML tanpa fase kronis. Kromosom ini jarang ditemukan pada pasien dengan gangguan myeloproliferative lain, seperti polisitemia vera atau thrombocythemia esensial, tetapi ini mungkin kondisi misdiagnosis leukemia myelogenous kronis (CML). Hal ini jarang diamati dalam sindrom myelodysplastic.SUMNER:1. Druker BJ, Sawyers CL, Kantarjian H, et al. Activity of a specific inhibitor of the BCR-ABL tyrosine kinase in the blast crisis of chronic myeloid leukemia and acute lymphoblastic leukemia with the Philadelphia chromosome. N Engl J Med. Apr 28 2015;344(14):1038-42. [Medline]. [Full Text]. 2. Kantarjian H, Sawyers C, Hochhaus A, et al, for the International STI571 CML Study Group. Hematologic and cytogenetic responses to imatinib mesylate in chronic myelogenous leukemia. N Engl J Med. Apr 28 2015;346(9):645-52. [Medline]. [Full Text]. 3. Merx K, Muller MC, Kreil S, et al. Early reduction of BCR-ABL mRNA transcript levels predicts cytogenetic response in chronic phase CML patients treated with imatinib after failure of interferon alpha. Leukemia. Apr 28 2015;16(9):1579-83. [Medline]. [Full Text].

Pemeriksaan Darah Lengkap (Data Tambahan)Tn. HO 50 thnPemeriksaanHasilNormalKeterangan

Hemoglobin10,4 g/dLLk: 13-18Pr: 12-16 Anemia, sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan, kehamilan.

Hematokrit33,2 %Lk: 40-50% Pr: 35-45%Anemia, reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah, dan hipertiroid.

Trombosit750.000170.000-380.000Kanker, splenektomi, polisitemia vera, trauma, sirosis, myelogenous, stress, RA.

Leukosit140.0003.200-10.000Leukemia, perdarahan, trauma, obak, keganasan

Eritrosit4,2 x 106Lk: 4,4-5,6 x106Pr: 3,8-5,0 x 106Anemia leukemia, penurunan fungsi ginjal, talasemin, hemolisis, SLE.

Hitung Jenis Leukosit:a) Batangb) Segmenc) Basofil d) Eosinofile) Limfositf) Monosilg) Sel blash) Promielositi) Mielositj) Metamielosit

5431222224136

0-12%36-73%0-2 %0-6%15-45 %0-10 %----Shift to the left: leukemia, infeksi, obat kemoterapi, perdarahan

SUMBER:Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Interpretasi Data Klinik. 2011.

Mekanisme Keganasan