DK P4_Mikosis Superfisialis
description
Transcript of DK P4_Mikosis Superfisialis
Mikosis Superfisialis
Mikosis superfisialis adalah penyakit kulit yang disebabkan jamur, yang
mengenai lapisan kulit paling atas (epidermis). Penyakit ini dapat menyerang
kulit, rambut, ata kuku. Mikosis superfisial digolongkan menjadi dua :
a. Dermatofitosis
Adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
kroneum pada epidermis, rambut, kuku yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita.
Contoh : Tinea Kapitis, Tinea Kruris, Tinea Korporis, Tinea Pedis, Tinea
Ungunium, Tinea Barbae
b. Non Dermatofitosis
Adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur yang bukan golongan dermatofita.
Contoh : Tinea Versicolor, Tinea Nigra Palmaris, Piedra, Trichomycosis,
Otomikosis
Dermatofitosis
Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, seperti kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis, yang
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.1
Etiologi
Dermatofitosis termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3
genus, yaitu Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton.2 Yang terbanyak
ditemukan di Indonesia adalah Trichophyton rubrum. Dermatofita yang lain
adalah Epidermophyton floccosum, Tricophyton mentagrophytes, Microsporum
canis, Microsporum gypseum, Tricophyton concentricum, Tricophyton
schoenleini dan Tricophyton tonsurans.1
Gambaran Klinis
Golongan jamur dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang khas. Satu
jenis dermatofita dapat menghasilkan bentuk klinis yang berbeda, bergantung
pada lokalisasi anatominya. Bentuk-bentuk klinis tersebut adalah tinea kapitis,
tinea favosa, tinea korporis, tinea imbrikata, tinea kruris, tinea manus et
pedis dan tinea unguium.1 Selain itu terdapat juga tinea barbe, dermatofitosis
pada dagu dan jenggot; tinea aksilaris pada ketiak, tinea fasialis pada wajah dan
tinea inkognito yang berarti dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh
karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.2
Diagnosis2
Pada sediaan kulit dan kuku dengan 1 tetes larutan KOH 20 % yang
terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang,
maupun spora berderet (artospora) pada kelainan kulit lama dan/atau sudah
diobati.
Pada sediaan rambut dengan 1 tetes larutan KOH 10 % yang terlihat
adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun
di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang
dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.
I. TINEA KAPITIS1
Definisi
Tinea kapitis adalah kelainan kulit pada daerah kepala berambut yang
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton
dan Microsporum, misalnya T.violaceum, T.gourvili, T.mentagrophytes,
T.tonsurans, M.audonii, M.Canis dan M.ferrugineum.
Gambaran Klinis
Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak, yang dapat ditularkan dari
binatang peliharaan misalnya anjing dan kucing. Keluhan penderita berupa bercak
pada kepala, gatal dan sering disertai rontoknya rambut di tempat lesi tersebut.
Ada 3 bentuk klinis dari tinea kapitis:
1. “Grey patch ringworm”: merupakan tinea kapitis yang biasanya
disebabkan oleh genus Microsporum dan ditemukan pada anak-anak.
Penyakit ini biasanya dimulai dengan timbulnya papula merah kecil di
sekitar folikel rambut. Papula ini kemudian melebar dan membentuk
bercak pucat karena adanya sisik. Penderita mengeluh gatal, warna rambut
menjadi abu-abu, tidak berkilat lagi. Rambut menjadi mudah patah dan
juga mudah terlepas dari akarnya. Pada daerah yang terserang oleh jamur
terbentuk alopesia setempat dan terlihat sebagai “grey patch”. Bercak
abu-abu ini sulit terlihat batas-batasnya dengan pasti, bila tidak
menggunakan lampu Wood. Pemeriksaan dengan lampu Wood
memberikan fluoresensi kehijau-hijauan sehingga batas-batas yang sakit
dapat terlihat jelas.
2. Kerion: merupakan tinea kapitis yang disertai dengan reaksi peradangan
yang hebat. Lesi berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan
serbukan sel radang disekitarnya. Kelainan ini menimbulkan jaringan
parut yang menetap. Biasanya disebabkan jamur zoofilik dan geofilik.
3. “Black dot ringworm”: adalah tinea kapitis dengan gambaran klinis
berupa terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya
rambut yang terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah
dan penuh spora terlihat sebagai titik hitam. Biasanya disebabkan oleh
genus Tricophyton.
grey patch ringworm kerion black dot ringworm
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan
lampu Wood, dan pemeriksaan mikroskopis rambut langsung dengan KOH. Pada
pemeriksaan mikroskopis, akan terlihat spora di luar rambut (ectotrics) atau di
dalam rambut (endotrics).
Diagnosis Banding
Tinea kapitis sering dikelirukan dengan berbagai penyakit, seperti
psoariasis vulgaris, dermatitis seboroik dan alopesia areata.
Terapi
Pengobatan pada anak biasanya diberikan per oral dengan griseofulvin 10-
25 mg/kg berat badan per hari selama 6 minggu. Dosis pada orang dewasa adalah
500 mg/hari selama 6 minggu. Penggunaan antijamur topikal dapat mengurangi
penularan pada orang yang ada di sekitarnya.
Selain antijamur, pada bentuk kerion dapat diberikan kortikosteroid dalam
jangka pendek, misalnya prednison 20 mg /hari selama 5 hari dengan
pertimbangan bahwa obat tersebut dapat mempercepat resolusi dan
menghindarkan terjadinya reaksi id.
II. TINEA FAVOSA1
Definisi
Tinea favosa adalah infeksi jamur kronis, terutama oleh T.schoenleini,
T.violaceum dan M.gypseum. Penyakit ini merupakan bentuk lain tinea kapitis,
yang ditandai oleh skutula berwarna kekuningan dan bau seperti tikus (mousy
odor) pada kulit kepala. Biasanya, lesinya menjadi sikatrik alopesia permanen.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis mulai dari gambaran ringan, berupa kemerahan pada kulit
kepala dan terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan, hingga skutula dan
kerontokan rambut, serta lesi menjadi lebih merah dan lebih luas. Setelah itu,
terjadi kerontokan rambut luas, kulit mengalami atrofi dan sembuh dengan
jaringan parut permanen.
tinea favosa pada anak-anak
Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan
menemukan miselium, “air bubbles” yang bentuknya tidak teratur. Pada
pemeriksaan dengan lampu Wood tampak fluoresensi hijau pudar (“dull green”).
Terapi
Prinsop pengobatan sama dengan tinea kapitis. Untuk menghilangkan
skutula dan debris, higiene harus dijaga dengan baik.
III. TINEA KORPORIS1
Definisi
Tinea korporis adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit tidak berambut
(glaborous skin) di daerah muka, badan, lengan dan tungkai.
Etiologi
Penyebab tersering penyakit ini adalah T.rubrum dan T.mentagrophytes.
Gambaran klinis
Bentuk klinis biasanya berupa lesi yang terdiri atas bermacam-macam
eflorosensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar atau polisiklik.
Bagian tepi lebih aktif dengan tanda perdangan yang lebih jelas. Daerah sentral
biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara di tepi lesi makin meluas
ke perifer. Kadang-kadang bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap
meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar.
Tinea korporis yang menahun ditandai dengan sifat kronik. Lesi tidak
menunjukkan tanda-tanda radang yang akut. Kelainan ini biasanya terjadi pada
bagian tubuh dan tidak jarang bersama-sama dengan tinea kruris. Bentuk kronik
yang disebabkan oleh T.rubrum kadang-kadang terlihat bersama dengan tinea
unguium.
tinea korporis pada punggung dan lengan
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya, serta
pemeriksaan kerokan kulit dan larutan KOH 10-20 % dengan mikroskop untuk
melihat hifa atau spora jamur.
Diagnosis Banding
Tinea korporis mempunyai gambaran klinis yang mirip dengan pitiriasis
rosea, psoariasis, lues stadium II, morbus Hansen tipe tuberkuloid, dan dermatitis
kontak.
Terapi
Pengobatan sistemik berupa griseofulvin dosis 500 mg/hari selama 3-4
minggu; dapat juga ketokonazol 200 mg/hari selama 3-4 minggu; itrakonazol 100
mg/hari selama 2 minggu; atau terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu.
Pengobatan dengan salep Whitfeld masih cukup baik hasilnya. Dapat juga
diberikan tolnaftat, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol, dan
naftifin HCl.
IV. TINEA IMBRIKATA1
Definisi
Tinea imbrikata adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur
dermatofita yang memberikan gambaran khas berupa kulit bersisik dengan sisik
yang melingkar-lingkar dan terasa gatal.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan jamur dermatofita T.concentricum.
Gambaran Klinis
Penyakit ini dapat menyerang seluruh permukaan kulit yang tidak
berambut, sehingga sering digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula
sebagai makula eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama yang agak tebal
dan konsentris dengan susunan seperti genting. Lesi makin lama makin melebar
tanpa meninggalkan penyembuhan di bagian tengah.
tinea imbrikata pada lengan
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang sangat khas
berupa lesi konsentris.
Diagnosis Banding
Diagnosis bandingnya ialah eritroderma dan pemfigus foliaseus.
Terapi
Pengobatan sistemik griseofulvin dengan dosis 500 mg/hari selama 4
minggu. Sering terjadi kambuh setelah pengobatan, sehingga memerlukan
pengobatan ulang yang lebih lama. Obat sistemik lain adalah ketokonazol 200
mg/hari, itrakonazol 100 mg/hari dan terbinafin 250 mg/hari selama 4 minggu.
Pengobatan topikal tidak begitu efektif karena daerah yang terserang luas.
Dapat diberikan preparat yang mengandung keratolitik kuat dan antimikotik,
misalnya salep Whitfeld, Castellani paint, atau campuran salisilat 5 % dan sulfur
presipitatum 5 %, serta obat-obat antimikotik berspektrum luas.
V. TINEA KRURIS1
Definisi
Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat
paha, genitalia, dan sekitar anus, yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian
bawah.
Etiologi
Penyebab umumnya adalah E.floccosum, kadang-kadang dapat juga
disebabkan oleh T.rubrum. Keluhan penderita adalah rasa gatal di daerah lipat
paha sekitar anogenital.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya berupa lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri,
namun dapat juga unilateral. Mula-mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan
gatal, yang lama kelamaan meluas hingga skrotum, pubis, glutea, bahkan sampai
seluruh paha. Tepi lesi aktif, polisiklik, ditutupi skuama dan terkadang disertai
banyak vesikel-vesikel kecil.
tinea kruris pada lipat paha dan paha
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas dan
ditemukannya elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopik
langsung memakai larutan KOH 10-20 %.
Diagnosis Banding
Tinea kruris dapat menyerupai dermatitis seboroik, kandidosis kutis,
eritrasma, dermatitis kontak dan psoariasis.
Terapi
Pengobatan sistemik menggunakan griseofulvin 500 mg/hari selama 3-4
minggu. Obat lain adalah ketokonazol. Pengobatan topikal memakai salep
Whitfeld, tolnaftat, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol dan
naftifin HCl.
VI. TINEA MANUS ET PEDIS1
Definisi
Tinea manus et pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
jamur dermatofita di daerah kulit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan
kaki, jari-jari tangan dan kaki, serta daerah interdigital.
Etiologi
Penyebab tersering adalah T.rubrum, T. mentagrophytes dan E.floccosum.
Gambaran Klinis
Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa yang setiap hari harus
memakai sepatu tertutup dan pada orang yang sering bekerja di tempat yang
basah, mencuci, bekerja di sawah dan sebagainya. Keluhan penderita bervariasi
mulai dari tanpa keluhan sampai mengeluh sangat gatal dan nyeri karena
terjadinya infeksi sekunder dan peradangan.
Dikenal 3 bentuk klinis yang sering dijumpai, yaitu:
1. Bentuk intertriginosa. Manifestasi kliniknya berupa maserasi,
deskuamasi dan erosi pada sela jari. Tampak warna keputihan basah dan
dapat terjadi fisura yang terasa nyeri bila tersentuh. Infeksi sekunder oleh
bakteri dapat menyertai fisura tersebut dan lesi dapat meluas sampai ke
kuku dan kulit jari. Pada kaki, lesi sering mulai dari sela jari III, IV dan V.
2. Bentuk vesikular akut. Penyakit ini ditandai terbentuknya vesikel-vesikel
dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit dan sangat gatal. Lokasi
yang sering adalah telapak kaki bagian tengah dan kemudian melebar serta
vesikelnya memecah. Infeksi sekunder dapat memperburuk keadaan ini.
3. Bentuk moccasin foot. Pada bentuk ini seluruh kaki dari telapak, tepi,
sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan berskuama. Eritem
biasanya ringan, terutama terlihat pada bagian tepi lesi.
bentuk intertriginosa bentuk vesikular akut moccasin foot
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan gambaran klinis dan
pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10-20 % yang menunjukkan
elemen jamur.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding adalah hiperhidrosis, akrodermatitis, kandidosis, serta
lues stadium II.
Terapi
Pengobatan pada umumnya cukup topikal saja dengan obat-obat antijamur
untuk bentuk interdigital dan vesikular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk
moccasin foot yang kronik memerlukan pengobatan yang lebih lama, paling
sedikit 6 minggu dan kadang-kadang memerlukan antijamur per oral, misalnya
griseofulvin, itrakonazol, atau terbenafin.
VII. TINEA UNGUIUM1
Definisi
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur
golongan dermatofita.
Etiologi
Penyebab penyakit yang sering adalah T.mentagrophytes dan T.rubrum.
Gambaran Klinis
Dikenal 3 bentuk gejala klinis, yaitu:
1. Bentuk subungual distalis. Penyakit ini mulai dari tepi distal atau
distolateral kuku. Penyakit akan menjalar ke proksimal dan di bawah kuku
terbentuk sisa kuku yang rapuh.
2. Leukonikia trikofita atau leukonikia mikofita. Bentuk ini berupa bercak
keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk membuktikan
adanya elemen jamur.
3. Bentuk subungual proksimal. Pada bentuk ini, kuku bagian distal masih
utuh, sedangkan bagian proksimal rusak. Kuku kaki lebih sering diserang
daripada kuku tangan.
subungual distalis subungual proksimal leukonikia trikofita
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan kerokan
kuku dengan KOH 10-20 % atau dilakukan biakan untuk menemukan elemen
jamur.
Diagnosis Banding
Dignosis banding dari tinea unguium adalah kandidosis kuku, psoariasis
kuku dan akrodermatitis.
Terapi
Pengobatan penyakit ini memakan waktu yang lama. Pemberian
griseofulvin 500 mg/hari selama 3-6 bulan untuk kuku jari tangan dan 9-12 bulan
untuk kuku jari kaki merupakan pengobatan standar. Pemberian itrakonazol atau
terbenafin per oral selama 3-6 bulan juga memberikan hasil yang baik. Bedah
skalpel tidak dianjurkan terutama untuk kuku jari kaki, karena jika residif akan
menggangu pengobatan berikutnya. Obat topikal dapat diberikan dalam bentuk
losio atau kombinasi krim bifonazol dengan urea 40 % dan dibebat.
Non Dermatofitosis
PITIRIASIS VERSIKOLOR
Definisi
Pitiriasis versikolor merupakan infeksi jamur kulit superfisial yang umum,
tidak berbahaya bagi kesehatan alias jinak (benign) biasanya ditandai oleh makula
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan patches di dada dan punggung. Pada
pasien dengan kecenderungan (predisposition), keadaan penyakit dapat berulang
atau kambuh lagi. Penyakit infeksi jamur ini berlokasi di stratum korneum.
Definisi lainnya adalah:
1. Infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama
halus, disertai rasa gatal.
2. Infeksi jamur superfisialis yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh
Malassezia furfur menyerang stratum korneum dari epidermis.
3. A common chronic usually symptomless disorder, characterized only by
multiple macular patches, of all sizes, and shapes, varying from white in
pigmented skin to tan or brown in pale skin). Usually seen in hot, humid tropical
regions, and caused by Malassezia furfur.
4. A chronic symptomatic scaling epidermomycosis associated with the
superficial overgrowth of the hyphal form of Malassezia furfur, characterized by
well-demarcated scaling patches with variable pigmentation, occuring most
commonly on the trunk.
Sinonim
Di dalam berbagai literatur kedokteran ada beberapa istilah untuk menyebut
penyakit panu, seperti:
1. Tinea versikolor
2. Tinea versikolor
3. Pityriasis versicolor
4. Pitiriasis versikolor
5. Pitiriasis versikolor flava
6. Tinea flava
7. Chromophytosis
8. Kromofitosis
9. Dermatomycosis furfuracea
10. Dermatomikosis
11. Liver spots
12. Aeromia parasitica
13. Kleinenflechte
14. Hodi-Potsy
15. Cutaneous fungal infection
Penyebab (Etiologi)
Malassezia furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare,
Pityrosporum ovale) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin
kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu. Alasan
mengapa organisme ini menyebabkan panu, pada beberapa orang sementara tetap
sebagai flora normal pada beberapa orang lainnya, belumlah diketahui. Beberapa
faktor, seperti kebutuhan nutrisi organisme dan respon kekebalan tubuh inang
(host's immune response) terhadap organisme sangatlah signifikan.
Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak
(lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Lebih lanjut, tahap miselium dapat
dirangsang in vitro dengan penambahan kolesterol dan ester kolesterol pada
medium yang tepat. Karena organisme ini lebih cepat berkoloni/mendiami kulit
manusia saat pubertas dimana lemak kulit meningkat lebih banyak dibandingkan
pada masa remaja (adolescent) dan panu bermanifestasi di area yang "kaya
minyak" atau sebum-rich areas (misalnya: di dada, punggung), variasi lemak di
permukaan kulit individu dipercaya berperan utama dalam patogenesis penyakit.
Bagaimanapun juga, penderita panu dan subjek kontrol tidak
memperlihatkan perbedaan kuantitatif atau kualitatif pada lemak di permukaan
kulit. Lemak di permukaan kulit penting untuk kelangsungan hidup M furfur pada
kulit manusia normal, namun M furfur mungkin sedikit berperan pada
perkembangan (pathogenesis) panu. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa
dibandingkan lemak, asam amino lebih berperan di dalam kondisi sakit (diseased
state) atau dengan kata lain sedang terkena panu. Secara in vitro, asam amino
asparagin menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino lainnya,
glisin, menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Pada dua riset yang
terpisah, tampak bahwa secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit
pasien yang tidak terkena panu.
Faktor kausatif lainnya yang juga signifikan adalah sistem kekebalan
tubuh/imun penderita. Meskipun sensitization melawan antigen M furfur biasa
terlihat pada populasi umum (sebagaimana dibuktikan oleh studi/riset
transformasi limfosit), fungsi limfosit pada stimulasi organisme terbukti lemah
(impaired) pada penderita yang terserang panu. Hasil (outcome) ini sama dengan
situasi sensitization dengan Candida albicans. Singkatnya, kekebalan tubuh yang
diperantarai oleh sel (cell-mediated immunity) berperan pada penyebab
(timbulnya) penyakit.
Pemeriksaan Fisik
Efloresensi (Gambaran Ruam atau Lesi Kulit atau Ujud Kelainan Kulit)
Makula, berbatas tegas (sharply marginated), berbentuk bundar atau oval, dan
ukurannya bervariasi. Beberapa pasien disertai Malassezia folliculitis dan
dermatitis seboroik. Pada kulit yang tidak berwarna coklat (untanned skin), lesi
berwarna coklat terang. Pada kulit coklat (tanned skin), lesi berwarna putih. Pada
orang yang berkulit gelap, terdapat makula coklat gelap. Beberapa lesi panu
berwarna merah.
Selain itu, panu merupakan makula yang dapat hipopigmentasi, kecoklatan,
keabuan, atau kehitam-hitaman dalam berbagai ukuran, dengan skuama halus di
atasnya.
Manifestasi Klinis (Gejala, Keluhan)
Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna, dengan kata lain
terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, berbentuk tidak teratur sampai
teratur, berbatas jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal (ringan),
atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan), dan hanya gangguan kosmetik
saja. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan
pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan
penderita. Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita
datang berobat.
Predileksi atau Distribusi
Panu dapat terjadi di mana saja di permukaan kulit manusia, seperti: tubuh
bagian atas, lengan atas, leher, kulit kepala yang berambut, muka/wajah,
punggung, dada, perut (abdomen), ketiak (axillae), tungkai atas, lipat paha, paha,
alat kelamin (genitalia), dan bagian tubuh yang tak tertutup pakaian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harahap, Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000 : 73 –
80.
2. Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 92 – 99.