DISTRIBUSI DAN DOMINASI ZOOPLANKTON DI PERAIRAN LAGUNA SEGARA ANAKAN CILACAP BAGIAN BARAT (Bab 2)
-
Upload
heri-irvansyah -
Category
Documents
-
view
250 -
download
8
Transcript of DISTRIBUSI DAN DOMINASI ZOOPLANKTON DI PERAIRAN LAGUNA SEGARA ANAKAN CILACAP BAGIAN BARAT (Bab 2)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laguna
Laguna adalah bentuk teluk semi tertutup yang merupakan
salah satu tipe dari perairan estuaria. Pada perairan laguna terjadi
pertemuan serta percampuran antara air tawar dan air laut yang
mengakibatkan hubungan bebas antara laut dengan sumber air
tawar (Nybakken, 1992). Laguna ditandai oleh fluktuasi yang besar
pada salinitas, suhu, dan kecerahan, dibandingkan perairan laut
atau tawar, sehingga sangat mempengaruhi biota yang hidup di
perairan tersebut (Asadi, 2006).
Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) esturia umumnya
memiliki keragaman faktor-faktor lingkungan yang lebih besar
daripada laut lepas, baik musiman maupun geografik. Hal ini
berkaitan dengan perairan laguna atau estuaria yang dangkal dan
letaknya dekat dengan aliran sungai dari daratan (Asadi, 2006).
Romimohtarto dan Juwana (1999) menyatakan bahwa pengaruh
cahaya pada daerah laguna atau estuaria sangat besar, lebih besar
daripada di bagian laut lainnya, kecuali air permukaan laut bebas.
Faktor ini memberikan pengaruh terhadap tumbuhan-tumbuhan air,
termasuk fitoplankton yang ada di perairan laguna atau estuaria.
Hal tersebut dikarenakan tumbuhan sangat membutuhkan cahaya
8
matahari untuk mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa
organik dalam proses fotositesis (Asadi, 2006).
Faktor utama yang mempengaruhi perairan laguna selain
cahaya, adalah salinitas. Salinitas dapat menentukan komposisi
utama dan produktivitas biota yang ada di laguna. Siklus pergantian
air di laguna sehari-hari sangat dipengaruhi oleh pasang surut yang
terjadi (Ketchum, 1992 dalam Siregar et al., 2005). Nybakken
(1992) menyatakan bahwa perairan laguna kaya akan unsur hara,
karena disebabkan oleh adanya akumulasi bahan organik dan
anorganik yang berasal dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai
(run off).
2.2 Terminologi Plankton
Plankton merupakan istilah umum untuk biota yang hidup
terhanyut, melayang atau mengambang dalam air secara bebas di
daerah pelagik, kemampuan geraknya sangat terbatas atau
penyaebarannya cenderung lebih banyak diatur oleh pergerakan
air, seperti arus, gelombang dan lain sebagainya (Arinardi et al,
1997). Secara garis besar plankton dibedakan atas fitoplankton
(plankton tumbuhan) dan zooplankton (plankton hewan).
Fitoplankton terdiri dari algae mikroskopik dan bakteria, dapat
berbentuk sel tunggal, koloni atau rangkaian sel. Sebagian besar
fitoplankton dapat melakukan proses fotosintesis dan merupakan
9
mangsa bagi zooplankton dan hewan akuatik lainnya. Fitoplankton
dilaut umumnya didominasai oleh diatom, dinoflagellata,,
coccolithophore dan criptomonas. Sedangkan zooplankton terdiri
dari berbagai jenis hewan mulai dari Fillum Protozoa (hewan bersel
tunggal) hingga Fillum Chordata (hewan bertulang belakang).
Zooplankton dikelompokan atas berbagai faktor seperti ukuran,
habitat, distribusi maupun daur hidupnya. Kelompok zooplankton
berdasarkan daur hidupnya dibedakan menjadi holoplankton dan
meroploankton (Arinardi, 1997).
Tabel 1. Pengelompokan plankton berdasarkan ukuran menurut Dussart (1965) dalam omori dan ikeda (1984)
No
Kelompok Ukuran Organisme
1 Ultrananoplankton
< 2 µm bakteri bebas
2 Nanoplankton 2 µm-20 µm fungi,flagellate kecil, diatom kecil
3 Mikroplankton 20 µm - 200 µm spesies fitoplankton, foraminifera, cilliata, rotifer
4 Mesoplankton 200 µm - 2mm cladocera, nauplius copepoda, larva
5 Makroplankton 2 mm – 20 mm Pteropoda, copepod dewasa, euphausiida, chaetognata
6 Mikronekton 20 mm – 200 mm
chepalopoda, euphausiida, sergestida, myctophida
7 Megaloplankton > 200mm scyphozoa, thaliacea* : Kelompok 1-3 merupakan plankton yang diperoleh dengan menggunakan botol sampel, sedangkan kelompok 4-6 menggunakan plankton net.
10
2.3. Tinjauan Umum Zooplankton
Plankton yang bersifat hewani sangat beranekaragam dan
terdiri dari bermacam-macam larva dan bentuk dewasa yang
mewakili hampir seluruh fillum-fillum hewan. Zooplankton tidak
dapat menghasilkan zat-zat organik dari zat anorganik. Oleh
karenanya zooplankton harus mendapatkan bahan-bahan organik
dari makanannya. Hal ini dapat diperoleh secara langsung maupun
tidak langsung dari tumbuh-tumbuhan. Zooplankton yang bersifat
herbivora akan memanfaatkan mereka secara tidak langsung yaitu
dengan memakan golongan herbivora atau karnivora yang lain
(Hutabarat, 1989).
Berdasarkan daur hidup zooplankton dibedakan berdasarkan
holoplankton dan meroplankton. Holoplankton (plankton permanen)
merupakan plankton yang seluruh daur hidupnya bersifat
planktonik, artinya adalah biota laut yang hidup sebagai plankton
dari lahir sampai mati. Jadi jika larva tersebut berasal dari induknya
yang planktonik, maka jika larva tersebut bermetamorfosis menjadi
hewan muda dan kemudian menjadi dewasa ia tetap hidup sebagai
plankton. Holoplankton meliputu plankton udang atau Euphausiid,
Cladocera, Ostracoda dan Copepoda. Selain itu terdapat pula
11
kelompok yang berupa ubur-ubur dan sebangsanya, Siphonophora,
Ctenophora dan Chaetognata (Romimohtarto, 2004). Meroplankton
(temporal plankton) merupakan plankton yang hidupnya sebagai
plankton hanya sebagian dari daur hidupnya (terdiri dari larva
invertebrata bentik, seperti trokhofor, veliger, nauplius teritip, larva
echinodermata). Romimohtarto (2004) menyatakan meroplankton
sebenarnya merupakan salah satu fase atau tingkat perkembangan
dari daur hidup avertebrata dan ikan. Bentuknya sangat berbeda
dari bentuk induk, juga pada tahap plankton mereka berganti
bentuk beberapa kali, sebelum menjadi anak hewan dan hewan
dewasa. Kebanyakan benthos, dan banyak nekton (ikan) dalam fase
larva bentuknya kecil sekali dan tergabung menjadi plankton yang
dalam waktu tertentu sebelum menetap didasar atau menjadi
organism yang bebas melayang. Selanjutnya Odum (1971)
menjelaskan bahwa meroplankton secara musiman berbeda-beda
tergantung kepada kebiasaan bertelur induknya, namun cukup
terdapat tumpang tindih untuk memastikan sejumlah meroplankton
pada setiap musim.
2.4. Zooplankton dalam rantai makanan
Plankton sangat penting bagi organisme di laut. Plankton
merupakan salah satu komponen dalam mata rantai makanan di
12
ekosisten perairan. Dasar pertama dari mata rantai tersebut adalah
fitoplankton sebagai produktivitas primer di laut karena dapat
membentuk zat organik sendiri, selanjutnya diikuti oleh hewan
herbivora. Zooplankton menempati tingkatan kedua, tiga dan
empat serta penyusun bagian terbesar pada produktivitas sekunder
(Bougis, 1976 ; Arinardi, 1977). Zooplankton herbivora mempunyai
peranan yang penting dalam proses ini, karena mereka adalah
penghubung antara produsen dengan hewan-hewan pada tingkat
tropik yang lebih tinggi (Tait, 1981).
Suatu penelitian pada jenis-jenis ikan di beberapa tempat di
dunia menunjukan banyak ikan pelagik dan hamper semua anak
ikan merupakan pemakan plankton. Telah terbukti di beberapa
perairan bahwa ada suatu korelasi positif antara densitas plankton
dan densitas populasi ikan pemakan plankton. Sehingga di negara-
negara yang perikanannya sudah maju, data plankton dan hidrologi
banyak digunakan untuk tujuan penangkapan ikan (Arinardi, 1977).
Sebaran plankton herbivora sangat tergantung pada
fitoplankton, dimana terdapat pemusatan fitoplankton diharapkan
terjadi kelimpahan zooplankton pemakannya. Pada musim
penghujan banyaknya zat hara mendorong melimpahnya
fitoplankton yang merupakan makanan zooplankton herbivora,
13
kelimpahan herbivora itu pula yang mendorong kelimpahan
zooplankton karnivora (Romimohtarto, 1982).
Gambar 1. Jaring-jaring makanan organisme mikroskopik di perairan (sumber : Stewart (2004))
Levinton (1982) menyatakan bahwa apabila pemangsaan
fitoplankton lebih besar dari pertumbuhannya maka zooplankton
akan memangsa fitoplankton sampai habis, karena fitoplankton
mempunyai jangka waktu hidup yang lebih pendek dari
14
zooplankton. Berkurangnya fitoplankton akan mengakibatkan
ketidakstabilan dari komunitas planktonik di laut sehingga akan
menyebabkan naik turunnya populasi zooplankton.
2.5. Distribusi Horisontal dan Vertikal dari Zooplankton
Plankton di perairan laut tidak hidup secara menyebar
melainkan hidup secara berkelompok (patchiness) (Arianardi et al.,
1996). Pengelompokan plankton dapat terjadi pada jarak kurang
dari 20 meter (berskala kecil) atau dapat juga mencapai beberapa
kilometer (berskala besar). Pengelompokkan tersebut sebagian
besar diakibatkan karena adanya proses fisika dan kimia di perairan
pantai. Oleh karena itu distribusi pengelompokkan plankton secara
horisontal lebih sering dijumpai di perairan neritik, terutama pada
perairan yang dipengaruhi oleh perairan payau (estuaria) daripada
perairan oseanik (Asadi, 2006).
Distribusi zooplankton secara vertikal biasanya tergantung
pada fitoplankton adalah fakta yang umum karena zooplankton
adalah organisme holozoik yaitu mendapatkan makanan dengan
cara memakan. Dalam hal ini zooplankton herbivora memakan
15
fitoplankton, sedangkan zooplankton karnivora memakan
zooplankton herbivora. Zooplankton terkumpul pada zona fotik,
dimana di zona ini terdapat fitoplankton yang mendapatkan cahaya
matahari dan nutrien yang cukup untuk melakukan proses
fotositesis. Sebaran zooplankton secara vertikal dipengaruhi oleh
keberadaan fitoplankton dan beberapa faktor fisika dan kimia.
Faktor tersebut diantaranya adalah intesitas cahaya matahari,
kepekaan terhadap perubahan salinitas, arus, densitas air dan
nutrien (Arianardi et al., 1996).
2.5.1. Kelimpahan Zooplankton
Kelimpahan plankton merupakan jumlah individu plankton per
satuan luas atau volume (Odum, 1971). Menurut Chapman dan
Chapman (1973) kelimpahan plankton pada suatu perairan
tergantung pada reproduksi, proses fotosintesis, temperatur,
banyaknya cahaya matahari dan tersedianya unsur hara.
Kelimpahan plankton pada suatu perairan sedikit banyak
menggambarkan tingkat kesuburan perairan tersebut. Perairan
dikatakan mempunyai kesuburan yang baik, apabila nilai
kelimpahannya rendah dan nilai indeks keragamannya tinggi.
Perairan yang dikatakan kurang subur, apabila nilai kelimpahannya
tinggi dan nilai indeks keragamannya rendah (Odum, 1971).
16
2.5.2Indeks Keragaman
Keragaman merupakan pembeda di antara anggota-anggota
suatu kelompok (Mc. Naughton dan Wolf, 1990). Keragaman jenis
merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas organisme
biologisnya dan dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keragaman
tinggi apabila komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan
kelimpahan yang sama atau hampir sama, sebaliknya jika
komunitas disusun dengan sangat sedikit jenis dan hanya sedikit
jenis yang dominan maka keragaman jenisnya rendah. Berikut
adalah tabel kriteria indeks keragaman:
Tabel 2. Kriteria Indeks Keragaman (Stim, 1981 dalam Pirzan et al., 2008)
Indeks Keragaman (H’)
Kriteria
> 3 Stabilitas komunitas biota stabil (prima)
1 < H’ < 3Stabilitas komunitas biota sedang (moderat)
< 1Stabilitas komunitas biota tidak stabil (rendah)
2.5.3Indeks Dominansi
Indeks dominansi (D) digunakan untuk mengetahui nilai dari
dominasi suatu biota di suatu perairan. Artinya, indeks ini
17
memberikan gambaran terhadap biota yang dominan di stasiun
pengamatan, dan umumnya masih menyangkut dengan indeks
kelimpahan. Jika indeks kelimpahan tinggi, berarti indeks
dominasinya juga tinggi (Romimohtarto dan Juwana 1999). Indeks
Dominansi juga dapat mengetahui pengaruh kualitas lingkungan
terhadap komunitas zooplankton dan memperoleh informasi
mengenai jenis zooplankton yang mendominasi pada suatu
komunitas pada tiap habitat (Ludwig and Reynold, 1988).
Pengaruh kualitas lingkungan terhadap kelimpahan
zooplankton selalu berbeda-beda tergantung pada jenis
zooplanktonnya, karena tiap jenis zooplankton memiliki adaptasi
dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya. Untuk
menginterpretasikan nilai indeks dominansi, Odum (1971) membagi
kriteria indeks dominansi menjadi dua kriteria yang terdiri dari:
1. D = 0, berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi atau
struktur komunitas dalam keadaan stabil
2. D = 1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies
lainya atau struktur komunitas dalam keadaan labil.
2.5.4Indeks Kemerataan
Indeks kemerataan adalah perbandingan antara nilai indeks
keragaman dan keragaman maksimum yang dinyatakan sebagai
18
keseragaman populasi. Indeks ini menunjukan pola sebaran biota,
yaitu merata atau tidak. Indeks kemerataan disimbolkan dengan
huruf E, dimana nilai indeks kemerataan berkisar antara 0-1. Nilai E
= 0 berarti kemerataan antar spesies rendah, sehingga distribusi
antar spesiesnya tidak seragam. E = 1, menyatakan bahwa
distribusi antar spesies relatif seragam (Odum, 1971).
2.6. Faktor Fisika dan Kimia Air
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran
zooplankton di perairan yaitu sinar matahari, arus, oksigen terlarut,
suhu, salinitas, pH, kandungan zat hara (Odum, 1971), upwelling,
kedalaman perairan, kegiatan grazing dan adanya percampuran
dua massa air (Davis, 1955 ;Wickstead, 1965).
2.6.1. Temperatur
Temperatur atau suhu merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran
organisme (Nybakken, 1988). Koesoebiono (1980) menyatakan
bahwa suhu air laut pada umumnya dipengaruhi oleh keadaan
lingkungannya, seperti iklim dan cuaca di daerah perairan tersebut.
19
Suhu dapat berperan (meskipun bukan satu-satunya faktor) dalam
penentuan suksesi jenis disuatu perairan (Raymont, 1963). Suhu air
laut terutama di lapisan permukaan sangat tergantung pada jumlah
panas yang diterima dari matahari. Suhu menurun secara teratur
sesuai dengan pertambahan kedalaman (Hutagalung, 1988).
Levinton (1982) menyatakan bahwa semua organisme laut
kecuali mamalia bersifat poikilothermik yaitu tidak dapat mengatur
suhu tubuhnya. Selama hidupnya suhu tubuh organisme perairan
sangat tergantung pada suhu air laut tempat hidupnya. Oleh karena
itu adanya perubaha suhu air laut akan membawa akibat yang
kurang menguntungkan bagi organisme perairan (Hutagalung,
1988).
Suhu air laut merupakan kontrol utama dari distribusi dan
aktivitas dari organisme laut. Suhu air laut di daerah tropis
umumnya berkisar antara 20 ºC – 30 ºC (Hardy, 1970 ; Tait, 1981 ;
Nontji, 1987). Zooplankton yang dapat mentolerir kisaran suhu yang
sangat luas disebut eurythermal dan yang mentolerir kisaran suhu
sempit disebut stenothermal (Odum, 1971). Pada umumnya kisaran
suhu yang dapat ditolerir oleh organisme laut sangat kecil (Kinne,
1963).
2.6.2. Salinitas
20
Odum (1971) menyatakan bahwa salinitas akan
mempengaruhi penyebaran organisme perairan baik secara
horisontal maupun vertikal, dengan demikian akan berpengaruh
terhadap susunan plankton, selain itu variasi salinitas di daerah
estuari (pada teluk dan muara) sangat bervariasi menurut
musimnya. Organisme yang hidup di lautan terbuka biasanya
stenohaline, yaitu memiliki batas toleransi terhadap yang kecil
untuk perubahan salinitas. Sedangkan organisme pada perairan air
payau biasanya euryhaline, artinya memiliki toleraansi yang tinggi
terhadap perubahan salinitas.
Toleransi organisme perairan laut terhadap salinitas
tergantung pada tingkatan umur, tingkat dalam siklus hidup dan
jenis kelamin (Kinne, 1963). Variasi salinitas air laut dapat
mempengaruhi organisme laut melalui perubahan dalam berat jenis
air laut dan lewat perubahan dalam tekanan osmotik (Koesoebiono,
1981).
Arinardi dan Adnan (1980) menyatakan ada hubungan antara
banyaknya plankton dan salinitas. Pada perairan yang letaknya
dekat dengan pantai memiliki salinitas lebih rendah sehingga
banyaknya plankton lebih tinggi daripada perairan yang letaknya
jauh dari pantai yang bersalinitas tinggi. Kisaran salinitas di
21
permukaan air laut adalah 31 – 37 0/00, sedangkan salinitas yang
baik untuk pertumbuhan plankton berkisar antara 25 – 35 0/00
(Hardy, 1970).
Tabel 3. Tipe perairan berdasarkan kisaran salinitas (Sumber : Koesoebiono, 1989)
Tipe perairan Salinitas ‰
Tawar 0 - 0,5
Payau
oligohaline
0,5 - 3,0
Payau
mesohaline
3,0 - 10,0
Payau polihaline 10,0 - 17,0
Laut oligohaline 17,0 - 30,0
Laut mesohaline 30,0 - 34,0
22
Laut polihaline 34,0 - 38,0
Laut hipersaline > 38
2.6.3. Cahaya
Bagi zooplankton cahaya mempunyai pengaruh tidak
langsung, dimana sumber energi berasal dari cahaya matahari yang
kemudian digunakan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis.
Seperti diketahui fitoplankton akan menjadi sumber makanan bagi
zooplankton diperairan. Banyaknya cahaya matahari yang
menembus permukaan perairan dan menerangi lapisan permukaan
setiap hari memegang peranan penting dalam menentukan
pertumbuhan fitoplankton. (Romimohtarto, 2004)
Selain menjadi faktor yang mempengaruhi keberadaan
zooplankton, cahaya juga merupakan perangsang utama penyebab
migrasi secara vertikal zooplankton (Nybakken, 1988). Keruhnya
suatu perairan yang diakibatkan karena terdapatnya partikel-
partikel yang melayang akan berpengaruh terhadap penetrasi
cahaya ke dalam perairan. Kekeruhan air sebagai akibat partikel-
partikel tanah seringkali merupakan faktor pembatas utama bagi
perkembangan jasad nabati di perairan. Sebaliknya jika kekeruhan
ini disebabkan karena banyaknya jasad-jasad hidup, maka
23
pengukuran terhadap kecerahan air merupakan indeks bagi
produktivitasnya (Odum, 1971). Selain untuk fotosintesa, cahaya
berkaitan pula dengan tingkah laku zooplankton. Ruaya siang-
malam telah banyak diketahui terjadi pada zooplankton yakni
berada pada lapisan bawah pada siang hari dan berada pada
lapisan atas pada malam hari.
2.6.4. Arus
Arus adalah air yang berpindah dari suatu tempat ke tempat
lain dalam lingkungan perairan. Arus sangat berpengaruh terhadap
pergerakan dan distribusi zooplankton pada suatu perairan. Adanya
perpindahan massa air ini akan mempengaruhi sebaran dari
plankton (Raymont, 1963). Odum (1971) menyatakan bahwa
zooplankton adalah organisme yang hidup bebas dalam air dan
pergerakannya tergantung pada arus air.
Perbedaan antara arus di lapisan dasar dengan di permukaan
menyebabkan penyebaran zooplankton yang tidak merata di suatu
perairan (Wickstead, 1965). Arus di perairan akan membantu
perpindahan massa air termasuk didalamnya jasad renik yang tidak
mempunyai kemampuan untuk berenang. Arus akan menyebabkan
massa air di lapisan permukaan terbawa mengalir, dimana di laut
terbuka arah dan kekuatan arus di lapangan permukaan sangat
24
dipengaruhi oleh angin (Nontji, 1993). Untuk daerah muara sungai
penyebab terjadinya arus adalah besarnya masukan air dari sungai
dan pasang surut di daerah tersebut, sehingga kecepatan dan arah
arus senantiasa berubah-ubah (Perkins, 1974). Hal ini diperkuat
oleh Davis (1955) yang menyatakan bahwa arus dapat
menyebabkan perpindahan plankton.
2.6.5. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut adalah konsentrasi gas yang terlarut dalam
air yang berasal dari hasil proses fotosintesis oleh fitoplankton atau
oleh tumbuhan air dan difusi udara (APHA, 1995). Lebih lanjut
Welch (1980) menjelaskan bahwa kelarutan oksigen di perairan
sungai dipengaruhi oleh adanya aliran air masuk, air hujan dan hasil
dari fotosintesis fitoplankton dan tunbuhan air lainnya.
Masuknya air tawar adan air laut secara teratur ke daerah
laguna yang merupakan perairan dangkal serta terjadinya proses
pengadukan oleh angin mempengaruhi ketersediaan oksigen dalam
kolom air yang dibutuhkan oleh organisme perairan. Kelarutan
oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas,
maka jumlah oksigen terlarut dalam air akan bervariasi sesuai
dengan variasi parameter tersebut (Nybakken, 1992). Ditinjau dari
segi ekosistem, kadar oksigen terlarut menentukan kecepatan
25
metabolisme dan respirasi sehingga sangat penting bagi
kelangsungan dan pertumbuhan organisme air (Sachlan, 1988).
2.6.6. TSS (Total Suspended Solid)
Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi
(diameter >1 μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan
diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta
jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau
erosi yang terbawa ke dalam badan air. Masuknya padatan
tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air.
Bahan-bahan tersuspensi dalam perairan alami tidak bersifat toksik,
namun jika berlebihan akan menghambat penetrasi cahaya
matahari ke kolom perairan dan akhirnya akan berpengaruh
terhadap fotosintesis perairan. Kondisi ini akan mengurangi
pasokan oksigen terlarut dalam badan air (Effendi, 2003).
Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan
kecerahan air. Kekeruhan Segara Anakan di bagian barat, terutama
di muara Sungai Citanduy sangat tinggi. Hal ini disebabkan partikel
lumpur dan sampah yang terbawa massa air Sungai Citanduy, akan
terdistribusi ke perairan laguna dan pada saat air laut pasang
terdorong ke arah timur sampai dengan perairan sebelah timur
Motean (Saputra, 2003). Menurut Siregar et al. (2005) kandungan
26
TSS di Segara Anakan sebesar 436 - 1029 mg/L dengan rata-rata
sebesar 739 mg/L. Nilai TSS yang tinggi akan menyebabkan
respirasi organisme terganggu dan akan menurunkan nilai guna
suatu perairan. Kisaran TSS bagi kehidupan organisme akuatik
dalam perairan adalah 150-200 mg/L (BSN, 2006).
2.6.7. Derajat Keasaman (pH)
Menurut Saeni (1987) pH di suatu perairan mencirikan
keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan
pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Derajat
keasaman (pH) di daerah estuari menunjukan variable yang lebih
besar daripada di laut terbuka. Dalam keadaan yang tidak terpolusi
pH di muara berkisar antara 6,8 – 9,2. Di lapisan permukaan pH
lebih besar daripada di dasar perairan. Pada saat pasang dan
musim panas pH akan mencapai nilai maksimum (Perkins, 1974).
Arinardi (1978) mengatakan bahwa pada perairan estuari variasi pH
tidak terlalu besar, hal ini disebabkan karena air laut merupakan
penyanggah (buffer) yang baik terhadap keadaan asam atau basa
yang disebabkan datangnya air tawar dari sungai. Batas pH yang
masih mampu ditolerir oleh organisme perairan adalah 4 – 11
(Mintardjo, 1985). Tait (1972) menyatakan bahwa pH merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan biota dalam suatu
27
perairan. Lebih lanjut dinyatakan pH optimum untuk pertumbuhan
zooplankton adalah berkisar antara 5,6 – 9,4. Selanjutnya dijelaskan
bahwa derajat keasaman air berpengaruh terhadap pertumbuhan
hewan maupun tumbuhan di perairan dan digunakan sebagai
petunjuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan perairan
sebagai lingkungan hidup biota.
2.6.8. Nutrien
Zat-zat anorganik utama yang diperlukan untuk tumbuh dan
berkembang biak plankton adalah nitrogen dalam bentuk nitrat dan
fosfor dalam bentuk fosfat. Zat hara teutama nitrat dan fosfat di
perairan berasal dari aliran perairan dan berasal dari darat melalui
sungai.
Tabel 4. Kriteria kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfat (Sumber : Joshimura, 1969 dalam Nugroho, 1995)
Kesuburan perairan Kandungan fosfat
(mg/L)
Rendah 0’0000 – 0,020
28
Cukup 0,0210 – 0,050
Baik 0,0510 – 0,100
Sangat baik 0,1010 – 0,200
Sangat baik sekali > 0,200
Zat hara lain mungkin diperlukan bagi pertumbuhan plankton
namun dalam jumlah yang sangat kecil karena pengaruhnya
terhadap kepadatan fitoplankton tidak sebesar nitrat dan fosfat
(Nybakken, 1988). Zooplankton tidak dapat memproduksi zat
organik dari zat anorganik sehingga harus mendapatkan tambahan
bahan organik dari makanannya yaitu dengan cara memakan
fitoplankton (Hutabarat, 1989). Karena fitoplankton akan
dimanfaatkan oleh zooplankton sebagai makanannya maka secara
tidak langsung nutrien akan mempengaruhi keberadaan
zooplankton.
29