Disseminated Intravascular Coagulation

download Disseminated Intravascular Coagulation

of 23

Transcript of Disseminated Intravascular Coagulation

DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC)

I. DEFINISI Disseminated intravascular coagulation (DIC) merupakan suatu keadaan di mana sistem koagulasi dan atau fibrinolitik teraktivasi secara sistemik, menyebabkan koagulasi intravaskular luas dan melebihi mekanisme antikoagulan alamiah.1 DIC merupakan kelainan trombohemoragik akut, subakut atau kronik, yang terjadi sebagai komplikasi sekunder berbagai penyakit. Keadaannya ditandai oleh aktifnya rangkaian proses pembekuan yang menimbulkan endapan fibrin di seluruh sirkulasi mikro. Sebagai akibat meluasnya trombosis tersebut, terdapat pemborosan trombosit dan faktor pembekuan, lalu secara sekunder terjadi pengaktifan fibrinolisis. Jadi, DIC dapat menyebabkan hipoksia jaringan dan infark mikro sebagai akibat mikrotrombi yang sangat banyak maupun kelainan perdarahan yang berkaitan dengan kekurangan unsur-unsur yang diperlukan untuk hemostasis.2,3 II. FISIOLOGI HEMOSTASIS Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak. Hemostasis melibatkan 3 langkah utama: (1) vasokonstriksi, (2) reaksi dan pembentukan sumbat hemostasis primer, dan (3) koagulasi.4,5 Vasokonstriksi Pembuluh darah yang mengalami cedera akan segera berkonstriksi akibat respon vaskular inheren terhadap cedera dan diinduksi oleh rangsang simpatis. Konstriksi ini akan memperlambat aliran darah melalui defek, sehingga pengeluaran darah dapat diperkecil. Karena permukaan endotel (bagian dalam) pembuluh darah saling menekan satu sama lain akibat spasme vaskular awal ini, endotel tersebut menjadi lengket dan melekat satu sama lain. Hal ini saja tidak cukup untuk secara total mencegah pengeluaran darah selanjutnya, tetapi penting untuk memperkecil pengeluaran darah dari pembuluh yang rusak sampai proses hemostasis lainnya mampu menyumbat defek tersebut.4,6

70972652.doc 1

Reaksi dan Pembentukan Sumbat Hemostasis Primera. Adhesi trombosit

Setelah cedera pembuluh darah, trombosit melekat pada jaringan ikat subendotel yang terbuka. Mikrofibril subendotel mengikat multimer von-Willebrand factor (vWF) yang lebih besar, yang berikatan dengan kompleks glikoprotein Ib membran trombosit. Trombosit bergerak di sepanjang permukaan pembuluh darah sampai glikoprotein Ia/IIa (integrin 21) mengikat kolagen dan menghentikan translokasi. Setelah adhesi, trombosit menjadi lebih sferis dan menonjolkan pseudopodia- pseudopodia panjang yang memperkuat interaksi antar trombosit yang berdekatan. Aktivasi trombosit kemudian dicapai melalui glikoprotein IIb/IIIa (integrin IIb3) yang mengikat fibrinogen untuk menghasilkan agregasi trombosit. Kompleks reseptor IIb/IIIa juga membentuk tempat pengikatan sekunder dengan vWF yang menyebabkan adhesi lebih lanjut.6,7 b. Reaksi pelepasan trombosit Pemajanan kolagen atau kerja trombin menyebabkan sekresi isi granula trombosit ke dalam plasma. Endoglikosidase dan enzim pemecah heparin dilepaskan dari lisosom; kalsium, serotonin, adenosin difosfat (ADP) dilepaskan dari granula padat; dan beberapa protein termasuk vWF, fibronektin, trombospondin, faktor pertumbuhan yang berasal dari trombosit (PDGF), dan protein penetral heparin (faktor trombosit 4) dilepaskan dari granula alfa. ADP menyebabkan permukaan trombosit dalam sirkulasi yang lewat menjadi lengket dan melekat ke lapisan trombosit pertama (berperan dalam agregasi trombosit). PDGF yang dilepaskan akan merangsang pertumbuhan dan migrasi fibroblas dan sel otot polos di dalam dinding pembuluh darah. 6,7 Kolagen dan trombin mengaktifkan sintesis prostaglandin trombosit. Terjadi pelepasan diasilgliserol (DAG) yang mengaktifkan fosforilasi protein melalui protein kinase C dan pelepasan inositol trifosfat yang menyebabkan pelepasan ion kalsium intrasel. Kedua-duanya menyebabkan pembentukan suatu senyawa yang labil yaitu tromboksan A2, yang menurunkan kadar adenosin monofosfat siklik (cAMP) dalam trombosit serta mencetuskan reaksi pelepasan. Tromboksan A2 tidak hanya70972652.doc 2

memperkuat agregasi trombosit tetapi juga mempunyai aktivitas vasokonstriksi yang kuat. Reaksi pelepasan dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan kadar cAMP trombosit. Salah satu zat yang berfungsi demikian adalah prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh sel endotel vaskular. Prostasiklin merupakan inhibitor agregasi trombosit yang kuat dan mencegah deposisi trombosit pada endotel vaskular normal.6-8 c. Agregasi trombosit ADP dan tromboksan A2 yang dilepaskan menyebabkan makin banyak trombosit beragragasi pada tempat cedera vaskular. ADP menyebabkan trombosit membengkak dan mendorong membran trombosit pada trombosit yang berdekatan untuk melekat satu sama lain. Bersamaan dengan itu, terjadi reaksi pelepasan lebih lanjut yang melepaskan lebih banyak ADP dan tromboksan A2 yang menyebabkan agregasi trombosit sekunder. Proses umpan balik positif ini menyebabkan terbentuknya massa trombosit yang cukup besar untuk menyumbat daerah kerusakan endotel. 6,7 Koagulasi Pembekuan darah melibatkan suatu sistem amplifikasi biologik; pada sistem ini zat-zat pencetus yang relatif sedikit secara berurutan mengaktifkan suatu kaskade protein prekursor yang bersirkulasi (enzim-enzim faktor koagulasi) melalui proteolisis yang memuncak pada pembentukan trombin. Trombin pada gilirannya merubah fibrinogen plasma yang terlarut menjadi fibrin. Fibrin menjaring agregat trombosit pada tempattempat cedera vaskular dan merubah sumbat trombosit primer yang tidak stabil menjadi sumbat hemostatik akhir yang padat dan stabil.6a. Faktor-faktor pembekuan

Faktor-faktor pembekuan, kecuali faktor III (tromboplastin jaringan) dan faktor IV (ion kalsium), merupakan protein plasma yang berada dalam sirkulasi darah sebagai molekul inaktif. Tabel di bawah ini menunjukkan faktor-faktor koagulasi dengan menggunakan angka Romawi yang baku dan diterima secara internasional.5

70972652.doc 3

Faktor I II

Nama Deskriptif Fibrinogen Protrombin Tromboplastin atau faktor jaringan (tissue factor, TF) Ion Kalsium Akselerator plasma globulin atau faktor labil Akselerator konversi protrombin serum atau prokonvertin Globulin antihemolitik (AHG)

Fungsi Prekursor fibrin (protein terpolimerisasi) Prekursor enzim proteolitik trombin dan mungkin akselerator lain dalam konversi protrombin Aktivator lipoprotein jaringan pada protrombin Diperlukan untuk aktivasi protrombin dan pembentukan fibrin Suatu faktor plasma yang mempercepat konversi protrombin menjadi trombin Suatu faktor serum yang mempercepat konversi protrombin Suatu faktor plasma yang berkaitan dengan faktor III dan IX Faktor serum yang berkaitan dengan faktor faktor trombosit III dan faktor VIIIAHG ; mengaktivasi protrombin Suatu faktor plasma dan serum; akselerator konversi protrombin Suatu faktor plasma yang diaktivasi oleh faktor XII; akselerator pembentukan trombin Suatu faktor plasma; mengaktivasi faktor XI (PTA) Faktor plasma; menghasilkan bekuan fibrin yang lebih kuat yang tidak larut di dalam urea Faktor pengaktivasi kontak Faktor pengaktivasi kontak

III IV V VII VIII

IX

Faktor Christmas

X

Faktor Stuart Power Prekursor tromboplastin plasma (plasma thromboplastin antecedent = PTA) Faktor Hageman

XI

XII

XIII __ __

Faktor penstabil fibrin Prakalikrein (fakor Fletcher) High molecule weight kininogen = HMWK (faktor Fitzgerald)

Tabel 1. Faktor-faktor pembekuan plasma5,6

Prakalikrein dan HMWK, bersama faktor XII dan XI disebut faktor-faktor kontak dan diaktivasi pada saat cedera melalui kontak dengan permukaan jaringan. Faktor-faktor tersebut berperan dalam pemecahan bekuan-bekuan pada saat terbentuk.5

70972652.doc 4

Aktivasi faktor-faktor koagulasi diyakini terjadi karena enzim-enzim memecahkan fragmen bentuk prekursor yang tidak aktif, oleh karena itu disebut prokoagulan. Tiap faktor yang teraktivasi, kecuali faktor I, III, V, VIII, dan XIII, merupakan enzim pemecah protein (protease serin), yang mengaktivasi prokoagulan berikutnya. Hati merupakan tempat sintesis semua faktor koagulasi kecuali faktor VIII dan mungkin faktor XI dan XIII. Vitamin K penting untuk sintesis faktor II (protrombin), VII, IX, dan X.5b. Jalur koagulasi

Fibrin merangkap agregat trombosit pada tempat-tempat cedera vaskular dan merubah sumbat trombosit primer yang tidak stabil menjadi sumbat hemostatik akhir yang padat dan stabil. Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa, seiring dengan terbentuknya bentuk aktif suatu faktor. Faktor X dapat diaktivasi melalui dua rangkaian reaksi.5,6 Rangkaian pertama memerlukan faktor jaringan (tissue factor, TF) atau tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah pada saat cedera. Karena faktor jaringan tidak terdapat di dalam darah, maka faktor ini merupakan faktor ekstrinsik koagulasi, dengan demikian rangkaian ini disebut jalur ekstrinsik. Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi faktor X adalah jalur intrinsik, disebut demikian karena rangkaian ini menggunakan faktor-faktor yang terdapat di dalam sistem vaskular plasma. Dalam rangkaian ini terjadi reaksi kaskade (berjenjang), dimana setelah faktor pertama dalam rangkaian tersebut diakifkan, faktor tersebut kemudian mengaktifkan faktor lain, demikian seterusnya, sampai trombin mangkatalisasi perubahan akhir fibrinogen menjadi fibrin. Jalur intrinsik diawali dengan plasma yang keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di dalam pembuluh darah yang rusak. Faktor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang melekat pada kolagen turut berperan. Seperti yang terlihat pada gambar berikut, faktor-faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat-zat prakalikrein (PK) dan HMWK juga turut berpartisipasi, dan diperlukan ion kalsium.4,5

70972652.doc 5

Common pathway

Gambar 1. Jalur Koagulasi

Dari hal tersebut di atas, koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama. Seperti yang terlihat pada gambar di atas, aktivasi faktor X menjadi Xa terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik. Faktor Xa dibantu oleh fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi memecah protrombin membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecah fibrinogen membentuk fibrin dan mengaktivasi faktor XIII menjadi XIIIa. Fibrin ini yang awalnya merupakan jeli yang dapat larut distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan memerangkap sel darah merah sehingga terbentuk bekuan darah (blood clot formation). Untaian fibrin kemudian memendek (retraksi bekuan), mendekatkan tepi-tepi dinding pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah tersebut.5

70972652.doc 6

A

B

Gambar 2. A.B. Pembentukan bekuan darah (blood clot formation) yang terdiri dari fibrin, trombosit, dan sel darah merah

c. Pembatasan fisiologis pembekuan darah

Pembekuan darah yang tidak terkendali akan menyebabkan terjadinya oklusi pembuluh darah (trombosis) jika mekanisme protektif ini tidak bekerja.6 1. Inhibitor faktor pembekuan Yang merupakan hal penting adalah bahwa efek trombin terbatas pada lokasi cedera. Inhibitor pertama yang bekerja adalah inhibitor jalur faktor jaringan (tissue factor pathway inhibitor, TFPI) yang terdapat dalam plasma dan trombosit dan terakumulasi pada lokasi cedera yang disebabkan oleh aktivasi trombosit lokal. TFPI menghambat Xa dan VIIa serta faktor jaringan untuk membatasi jalur utama in vivo. Terjadi inaktivasi langsung trombin dan faktor protease serin lainnya oleh inhibitor lain yang bersirkulasi; diantara inhibitor-inhibitor tersebut, antitrombin III merupakan yang paling kuat. Antitrombin III menginaktifkan protease serin dengan cara bergabung dengannya melalui ikatan peptida untuk membentuk kompleks berberat molekul besar yang stabil. Heparin memperkuat kerja antitrombin III secara bermakna. Protein lain yaitu kofaktor heparin II juga menghambat trombin. 2-antiplasmin, inhibitor C1-esterase dan 1-antitripsin juga memberi efek inhibisi pada protease serin yang bersirkulasi.6,7

70972652.doc 7

2. Protein C dan protein S Terdapat juga inhibitor kofaktor pembekuan V dan VIII. Trombin berikatan dengan reseptor permukaan sel endotel yaitu trombomodulin. Kompleks yang terjadi mengaktifkan protein C yang merupakan protease serin tergantung-vitamin K, yang mampu menghancurkan faktor V dan VIII yang aktif, sehingga mencegah pembentukan trombin lebih lanjut. Kerja protein C diperkuat oleh protein S, yaitu protein lain yang bergantung pada vitamin K, yang mengikat protein C pada permukaan trombosit. Selain itu, protein C aktif meningkatkan fibrinolisis. 6,7 3. Plasmin dan produk pemecahan fibrin Pembentukan plasmin pada tempat terjadinya cedera juga membatasi besarnya trombus yang terbentuk. Produk pemecahan fibrinolisis merupakan inhibitor kompetitif terhadap trombin dan polimerasi fibrin. Secara normal, 2-antiplasmin menghambat semua plasmin bebas lokal. 6 Fibrinolisis Lisis bekuan (fibrinolisis) dan pemulihan pembuluh darah dimulai segera setelah terjadi pembentukan sumbat hemostatik definitif. Ada 3 aktivator utama sistem fibrinolitik yaitu faktor Hageman (Faktor XII), urokinase (UK), dan aktivator plasminogen jaringan (tissue plasminogen activator, tPA). Jalur yang terpenting terjadi setelah pelepaan tPA dari sel endotel. tPA adalah protease serin yang mengikat fibrin. Proses ini meningkatkan kemampuannya untuk mengubah plasminogen yang terikat pada trombus menjadi plasmin.4-7 Plasmin mampu memecah fibrinogen, fibrin, faktor V, VIII, serta banyak protein lain. Pemecahan ikatan peptida pada fibrin dan fibrinogen menghasilkan berbagai produk degradasi fibrin/fibrinogen (fibrin degradation products, FDP), yang mengganggu aktivitas trombin, fungsi trombosit, dan polimerasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Sel-sel darah putih fagositik (makrofag dan neutrofil) secara bertahap membersihkan FDP. Fragmen terkecil D dan E dapat dideteksi dalam jumlah besar dalam plasma pasien dengan koagulasi vaskular diseminata (DIC).4-7

70972652.doc 8

Gambar 3. Diagram skematik jaras fibrinolitik . tPA dibebaskan dari sel endotel, memasuki bekuan fibrin dan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Setiap plasmin bebas berikatan dengan inhibitor 2-plasmin (2PI) membentuk kompleks 2PI plasmin. Fibrin dipecah menjadi FDP.

Selain membersihkan bekuan yang tidak lagi diperlukan, plasmin secara terusmenerus berfungsi mencegah pembentukan bekuan yang berlebihan dan tidak sesuai. Aktivator plasminogen jaringan (tPA) diinaktifkan oleh inhibitor aktivator plasminogen (plasminogen activator inhibitor, PAI). Plasmin yang bebas berikatan dengan inhibitor 2plasmin (2PI) membentuk kompleks 2PI plasmin. Protein C aktif merangsang fibrinolisis dengan menghancurkan inhibitor tPA dalam plasma. Di sisi lain, trombin menghambat fibrinolisis dengan mengaktifkan inhibitor fibrinolisis yang diaktifkan trombin (thrombin-activated fibrinolysis inhibitor, TAFI).4,6,7

70972652.doc 9

Gambar 4. Tahap-tahap hemostasis. (1) ,(2) Hemostasis primer. (3) Hemostasis sekunder. dan (4),(5) Hemostasis tersier

70972652.doc 10

III.PATOFISIOLOGI Pembentukan fibrin secara sistemik terjadi akibat peningkatan pembentukan trombin, bersamaan dengan mekanisme supresi antikoagulan fisiologis dan destruksi fibrin yang terlambat, pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan fibrinolisis.9 Hampir semua respon inflamasi sistemik , gangguan koagulasi dan fibrinolisis pada DIC dimediasi oleh beberapa sitokin proinflamasi. Mediator yang terlibat dalam aktivasi koagulasi terutama interleukin 6 (IL-6). Tumor necrosis factor (TNF) secara tidak langsung mempengaruhi pengaktifan koagulasi karena efeknya pada IL-6 dan merupakan mediator yang penting dalam disregulasi jalur antikoagulan fisiologis dan defek fibrinolisis.9 Ada 3 proses yang terlibat dalam terjadinya DIC, yaitu sebagai berikut. Pembentukan Trombin Pembentukan trombin sistemik pada binatang percobaan dengan DIC

menunjukkan bahwa secara eksklusif, proses ini diperantarai oleh jalur ekstrinsik yang melibatkan faktor jaringan (TF) dan faktor VIIa. Trombin di dalam sirkulasi memecah fibrinogen menjadi monomer fibrin. Trombin juga merangsang agregasi trombosit, mengaktivasi faktor V dan VIII, serta melepas aktivator plasminogen yang membentuk plasmin. Plasmin memecah fibrin membentuk produk degradasi fibrin dan selanjutnya menginaktivasi faktor V dan VIII. Aktivitas trombin yang berlebihan mengakibatkan berkurangnya fibrinogen, trombositopenia, faktor-faktor koagulasi, dan fibrinolisis, yang mengakibatkan perdarahan difus.5,9 Defek pada Inhibitor Koagulan Antikoagulan fisiologis terdiri atas antithombin III, protein C, dan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kadar antitrombin III dalam plasma menurun akibat koagulasi berkelanjutan, degradasi oleh elastase yang dilepaskan dari neutrofil yang teraktivasi, dan gangguan sintesis antitrombin III.7,9,10 Gangguan pada sistem protein C dapat mengganggu regulasi aktivitas koagulasi. Penurunan aktivitas protein C disebabkan oleh gabungan gangguan sintesis protein, penurunan aktivitas trombomodulin endotel yang diperantarai sitokin, dan kurangnya kadar fraksi bebas protein S (kofaktor penting protein C). Protein C diubah menjadi

70972652.doc 11

protease aktif oleh trombin setelah terikat pada trombomodulin. Tissue factor yang merupakan pencetus DIC dihambat oleh tissue factor-pathway inhibitor (TFPI).7,9 Defek Fibrinolitik Penelitian pada binatang percobaan dengan DIC mengindikasikan bahwa sistem fibrinolitik sebagian besar tertekan pada saat aktivasi koagulasi maksimal. Inhibisi ini disebabkan oleh peningkatan kadar plasminogen activator inhibitor type 1 (PAI-1) yang menetap. Penelitian klinis menunjukkan bahwa supresi fibrinolisis diperantarai oleh PAI1 dan walaupun ada beberapa aktivitas fibrinolitik dalam respon terhadap pembentukan fibrin, tingkat aktivitas ini terlalu rendah untuk mengimbangi deposisi fibrin sistemik.9

Gambar 5. Patogenesis terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC)9

DIC mempunyai dua akibat : (1) Endapan fibrin yang meluas dalam mikrosirkulasi. Keadaan ini meyebabkan iskemi alat-alat vital tubuh yang terkena lebih parah atau lebih peka dan menimbulkan hemolisis karena eritrosit mendapat trauma sewaktu melewati anyaman fibrin (anemia hemolisis mikroangiopati).2,6,11,12 (2) Diatesis perdarahan terjadi jika trombosit dan faktor pembekuan diboroskan. Keadaan menjadi

70972652.doc 12

lebih buruk kalau pembekuan ekstensif mengaktifkan plasminogen. Plasmin tidak hanya dapat memecah fibrin (fibrinolisis), tetapi juga mencerna faktor V dan VIII, sehingga lebih lanjut mengurangi konsentrasinya. Disamping itu fibrinolisis berakibat pembentukan produk degradasi fibrin yang mempunyai dampak menghambat pengendapan trombosit, memiliki aktivitas antitrombin dan merusak polimerasi fibrin. Semua keadaan ini dapat menyebabkan kegagalan hemostasis.2,12,13

Gambar 6. Patofisiologi perdarahan dan iskemia jaringan pada disseminated intravascular coagulation (DIC)12

IV. ETIOLOGI DIC berhubungan dengan berbagai kondisi klinis yang jelas, yang mendasari terjadinya DIC tersebut. Beberapa keadaan berikut berhubungan dengan DIC. Pada solusio plasenta, jaringan atau enzim plasenta, termasuk thromboplastin-like material, dilepaskan ke dalam uterus kemudian ke sirkulasi darah ibu dan menyebabkan aktivasi sistem koagulasi.1,9

70972652.doc 13

Tabel 2. Kondisi-kondisi medis yang mendasari terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC)9

Pada retained-fetus syndrome, hampir 50% terjadi DIC akibat fetus yang telah meninggal dipertahankan tetap ada dalam uterus lebih dari 5 minggu. Pada umumnya terjadi DIC kompensata, yang dapat berkembang menjadi trombohemoragik fulminan. Pada keadaan ini, jaringan fetus yang nekrosis beserta enzim-enzim yang dihasilkannya dilepaskan ke dalam uterus kemudian ke sirkulasi darah ibu dan mengaktivasi prokoagulan dan sistem fibrinolitik, sehingga memicu terjadinya DIC fulminan.9

70972652.doc 14

Pada eklampsia terjadi vasospasme arteriola sehingga dapat terjadi perdarahan, infark, nekrosis, dan trombosis pembuluh darah kecil yang dapat ditemukan dalam berbagai organ tubuh. DIC sering terjadi pada organ spesifik yaitu pada mikrosirkulasi ginjal dan plasenta. Sekitar 10% sampai 15% wanita dengan eklampsia dengan DIC dapat berkembang menjadi DIC sistemik atau fulminan.9 Septikemia sering menyertai DIC. Awalnya organisme yang diduga berhubungan dengan proses terjadinya DIC adalah meningococcus. Belakangan ini, organisme gram negatif ternyata juga berperan dalam terjadinya DIC. Mekanisme pencetus terjadinya DIC adalah akibat inisiasi koagulasi oleh endotoksin (lipopolisakarida dari kapsul bakteri). Lipopolisakarida (LPS) mengaktivasi kaskade koagulasi melalui faktor jaringan (TF) yang dihasilkan oleh monosit dan atau sel endotel yang akhirnya menyebabkan pembentukan bekuan fibrin. LPS juga menginduksi upregulasi ICAM-1/Mac-1 menyebabkan peningkatan daya lekat neutrofil yang teraktivasi pada endotel vaskular. Setelah melekat pada endotel, neutrofil mensekresikan elastase, yang menghambat aktivitas trombomodulin, dengan demikian mengurangi aktivitas antikoagulan protein C. Selain itu, elastase juga dapat menyebabkan kerusakan endotel. Lebih dari itu, gabungan peningkatan kadar PAI-1 dan elastase neutrofil menyebabkan bekuan fibrin persisten. Interaksi antara sekresi elastase neutrofil, peningkatan kadar PAI-1, dan induksi faktor jaringan (TF), pada akhirnya menyebabkan DIC. 1,3,10

Gambar 7. Patomekanisme terjadinya DIC pada keadaan septikemia10

Selain itu, Endotoksin mengaktivasi faktor XII menjadi faktor XIIa dan menginduksi reaksi pelepasan trombosit menyebabkan pengelupasan endotel dengan aktivasi lanjut70972652.doc 15

faktor XII menjadi XIIa atau XI menjadi XIa dan pelepasan material prokoagulan granulosit, yang secara tidak langsung bisa mencetuskan terjadinya DIC. Endotoksin juga menginduksi pelepasan tumor necrosis alpha (TNF-), interleukin 1 (IL-1), dan aktivasi komplemen sehingga menimbulkan kerusakan dan gangguan endotel, permeabilitas endotel dan kerusakan multi organ tahap akhir (multi-end-organ damage). Kebanyakan organisme gram positif juga berhubungan dengan terjadinya DIC, mekanisme terjadinya mirip dengan mekanisme pada gram negatif. Mukopolisakarida dari kapsul bakteri gram positif menginduksi DIC melalui mekanisme yang sama dengan endotoksin.1,3 Mekanisme terjadinya DIC pada viremia seperti HIV, varicella, hepatitis atau infeksi sitomegalovirus tidak jelas tapi kemungkinan disebabkan oleh reaksi antigenantibodi yang mengaktivasi faktor XII, reaksi pelepasan trombosit atau pengelupasan endotel dengan melibatkan kolagen sub endotel dan membrana basalis.1,3 Hemolisis intravaskular dengan berbagai etiologi merupakan penyebab umum DIC. Reaksi transfusi hemolitik adalah pencetus terjadinya DIC. Selama proses hemolisis terjadi pelepasan adenosin difosfat (ADP) atau fosfolipoprotein membran eritrosit yang mengaktivasi sistem koagulasi.3

Gambar 8. Mekanisme pencetus terjadinya DIC3

Pasien dengan luka bakar yang luas sering berkembang menjadi DIC. Mekanisme terjadinya adalah mikrohemolisis disertai pelepasan fospolipid membran eritrosit atau ADP, juga disebabkan oleh pelepasan enzim atau substansi jaringan oleh jaringan nekrotik akibat luka bakar kedalam sirkulasi sistemik. Pasien dengan luka terbuka pada daerah kepala atau yang mengalami kraniotomi dapat berkembang menjadi DIC lokalisata maupun sistemik. Hal ini terjadi akibat pelepasan fospolipid otak ke area sekitarnya atau ke sirkulasi sistemik.1,3 Selain itu, otak memiliki konsentrasi tromboplastin jaringan yang70972652.doc 16

paling tinggi, sehingga jika terjadi cedera kepala berat sering menyebabkan pelepasan tromboplastin yang akan menginisiasi koagulasi dan pemborosan penggunaan faktorfaktor pembekuan.14 Pada keganasan atau tumor, DIC terjadi akibat penekanan oleh tumor tersebut, faktor jaringan (TF) dan prokoagulan yang dilepaskan oleh sel tumor tersebut, atau melalui aktivasi sel endotel oleh sitokin (IL-1, vascular endothelial growth factor/VEGF, TNF). 1,3 Asidosis dapat mencetuskan terjadinya pengelupasan endotel dengan aktivasi faktor XII menjadi XIIa, dan faktor XI menjadi XIa, serta pelepasan trombosit yang merupakan dasar untuk aktivasi sistem prokoagulan yang diatur oleh TFPI, antitrombin, dan protein C. Asidosis beserta IL-1, IL-6, endotoksin, dan TNF, menghambat aktivitas endotel dan trombomodulin menyebabkan penghambatan semua aktivitas yang diperantarai oleh trombin dan sebagian dari antitrombin alami seperti protein C dan protein S, sehingga menimbulkan kecenderungan pembentukan trombus pada DIC. Penurunan kadar trombomodulin dihubungkan dengan peningkatan TNF-, yang juga menyebabkan gangguan dan kerusakan endotel lebih lajut, dan pada titik akhir terjadi kerusakan organ tahap akhir yang semakin meningkat.1,3 Penyakit-penyakit kardiovaskular dapat menyebabkan DIC derajat ringan (lowgrade DIC) atau DIC kompensata. Mekanisme terjadinya tidak jelas, tetapi mungkin disebabkan oleh syok, hipoksia, dan asidosis yang mengakibatkan pengelupasan endotel. Insersi alat-alat prostetik menimbulkan komplikasi hemostatik berupa aktivasi faktorfaktor koagulasi, konsumsi faktor-faktor koagulasi, trombosit dan protein plasma lainnya, serta pembentukan mikrotrombi. Juga dapat terjadi trombosis atau tromboemboli yang membahayakan jiwa. Pemasangan balon intra aorta dapat pula mengaktivasi sistem koagulasi dengan resiko low-grade DIC yang dapat berkembang menjadi DIC fulminan.1,3 V. TEMUAN KLINIS PADA OTOPSI Pemeriksaan Luar Manifestasi klinis DIC bervariasi. Kebanyakan pasien mengalami perdarahan yang luas pada kulit dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan yang tejadi dapat berupa petekia, purpura, ekimosis, atau hematoma. Dapat pula terjadi akrosianosis perifer,

70972652.doc 17

trombosis, dan pregangren sampai gangren pada jari-jari, genitalia, dan hidung yang disebabkan penurunan suplai darah akibat vasospasme atau mikrotrombi.2, 11-13,15

B A

C

D

Gambar 9. Manifestasi pada kulit yang ditemukan pada DIC. A. Perdarahan pada kulit , tampak purura dan ekimosis pada daerah posterior tubuh yang melintasi daerah spina iliaca posterior hingga gluteus. B. Tampak lesi pregangren pada daerah tangan, semua jari dan telapak tangan tampak kehitaman.C.Tampak ekimosis pada anggota gerak bawah D. Tampak lesi gangren berwarna hitam pada kedua tungkai.

Pemeriksaan Dalam a. Makroskopis Perubahan-perubahan anatomi DIC, di satu pihak berkaitan dengan endapan fibrin yang meluas dan di pihak lain dengan perdarahan. Mikrotrombi pada dasarnya terdapat dalam arteriol dan kapiler ginjal, adrenal, otak dan jantung. Tetapi organ lain juga dapat terkena seperti paru, hati dan mukosa gastrointestinal.2,12

70972652.doc 18

A

B

C

Gambar 10. A. Tampak area nekrosis baru berwarna kehitaman pada bagian craniolateral hepar. B. Tampak daerah nekrosis yang luas di bawah kapsul hepar. C.Tampak gangren yang nyata pada usus besar.

Kelainan makroskopis ginjal pada nekrosis infark masif adalah parenkim ginjal berwarna putih kekuningan terutama pada korteks. Pada daerah yang berbatasan dengan medula yang masih baik, biasanya mengandung infiltrasi leukosit yang masif. Trombosis intravaskular dapat menonjol dan kadang-kadang nekrosis akut dari arteriol kecil dan kapiler bisa ditemukan. Perdarahan terjadi dalam glomerulus bersama-sama dengan presipitasi fibrin.2,12

70972652.doc 19

A

B

Gambar 11. A. Nekrois kortikal ginjal bilateral: parenkim ginjal berwarna putih kekuningan terutama pada korteks. B. Perdarahan pada korteks ginjal.

Keterlibatan kelenjar adrenalis menimbulkan gambaran sindrom WaterhouseFriderichsen, yang ditandai terjadinya perdarahan pada kelenjar adrenal akibat keadaan sepsis berat. Mikro infark secara umum juga di jumpai di dalam otak, dikelilingi fokus perdarahan mikro ataupun makro; keadaan ini dapat menimbulkan defisit neurologis. Perubahan-perubahan serupa tampak pada jantung dan sering pula pada hipofisis anterior. Bila kelainan yang mendasari adalah toksemia kehamilan, maka plasenta merupakan tempat trombosis kapiler. 2,12

Gambar 12. Tampak bintik-bintik perdarahan (petekia) pada perikardium akibat DIC

b. Mikroskopis

70972652.doc 20

Endapan fibrin yang meluas dalam mikrosirkulasi menimbulkan hemolisis karena eritrosit mendapat trauma sewaktu melewati anyaman fibrin yang disebut sebagai anemia hemolisis mikroangiopati. Eritrosit yang mengalami fragmentasi disebut sebagai schistocyte.2,6,9,11-13

Gambar 13. Sediaan apusan darah tepi pasien dengan DIC, tanda panah menunjukkan sel-sel darah merah yang mengalami fragmentasi (schistocyte)9

Glomerulus mengandung mikrotrombus fibrin, yang mungkin hanya menimbulkan pembengkakan reaktif sel-sel endotel atau mungkin dikelilingi oleh glomerulitis fokal yang nyata. Iskemia berakibat infark mikro dalam korteks ginjal. Pada kasus berat, iskemia dapat meluas dan merusak seluruh korteks ginjal (nekrosis korteks ginjal difus).2,9,12

A

B

70972652.doc 21

Gambar 14. Gambaran mikroskopis biopsi ginjal pada DIC. A. Terdapat bekuan fibrin dalam kapiler glomerulus. B. Fibrin intravaskular pada arteriol ginjal.

Gambar 15. Gambaran mikroskopis trombi/ bekuan fibrin pada pembuluh kapiler paru

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium dapat membantu untuk menunjang diagnosis DIC. Adapun pemeriksaan laboratorium yang diperlukan meliputi pemeriksaan hemostasis dan pemeriksaan sediaan apusan darah tepi. Pemeriksaan hemostasis, tidak begitu membantu jika dilakukan pada pasien yang telah meninggal. Karena pada saat pasien meninggal, proses hemostasis dalam tubuh juga secara otomatis terhenti. Sehingga sulit untuk menginterpretasikan didapatkan:6,11,15,16 1) Hitung trombosit rendah (trombositopenia) 2) Uji penyaring, titer atau pemeriksaan fibrinogen menunjukkan adanya defisiensi.3) Masa trombin memanjang. 4) Produk pemecahan fibrinogen (dan fibrin) seperti D-dimer dalam kadar yang tinggi

hasil

pemeriksaan

ini.

Pada

pemeriksaan

hemostasis

ditemukan dalam serum dan urine.5) PT dan aPTT memanjang pada sindrom akut.

70972652.doc 22

Sedangkan pada pemeriksaan sediaan apusan darah tepi dapat ditemukan anemia hemolitik mikroangiopati dan eritrosit memperlihatkan fragmentasi nyata (disebut schistocyte) karena kerusakan saat melewati benang-benang fibrin dalam pembuluh darah kecil.2,6,9,11-13 VII. PENATALAKSANAAN1) 2)

Pengobatan terpenting adalah mengobati penyebab yang mendasari.3,6,11,13,16 Terapi suportif dengan plasma beku segar dan konsentrat trombosit

diindikasikan pada pasien yang mengalami perdarahan yang berbahaya atau luas. cryopresipitate menyediakan sumber fibrinogen yang lebih terkonsentrasi, dan mungkin diperlukan transfusi trombosit.6,13,16 Penggunaan heparin atau obat-obatan antitrombosit untuk menghambat proses koagulasi biasanya tidak diindikasikan karena pada beberapa kasus perdarahan yang terjadi mungkin berat. Inhibitor fibrinolitik sebaiknya tidak dipertimbangkan karena kegagalan untuk melisiskan trombus dalam organ-organ seperti ginjal mungkin menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Penggunaan konsentrat antitrombin dan protein C untuk menghambat DIC pada kasus-kasus berat (misal septikemia) tampaknya memberikan hasil yang menjanjikan.6,11,16

70972652.doc 23