DISERTASI -...
Transcript of DISERTASI -...
i
DISERTASI
SPIRITUAL HEALING DALAM PARIWISATA BALI:
ANALISIS TENTANG KEUNIKAN,
PENGEMBANGAN, DAN KONTRIBUSINYA
DALAM PARIWISATA
I GEDE SUTARYA
NIM 1290771005
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
ii
SPIRITUAL HEALING DALAM PARIWISATA BALI:
ANALISIS TENTANG KEUNIKAN,
PENGEMBANGAN, DAN KONTRIBUSINYA
DALAM PARIWISATA
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor
pada Program Studi Doktor Pariwisata,
Program Pascasarjana, Universitas Udayana
I GEDE SUTARYA
NIM 1290771005
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
iii
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : I Gede Sutarya
NIM : 1290771005
Alamat : Jalan Brigjen Ngurah Rai Gang VIIIA No.4 Bangli, Bali,
Telp.0366.92018
Dengan ini menyatakan disertasi ini asli, dan tidak mengandung unsur-unsur
plagiat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Demikian pernyataan ini dibuat, apabila di kemudian hari ada yang
mempermasalahkan keaslian karya ini, saya siap bertanggung jawab dan
menanggung konsekuensinya.
Denpasar, 9 Agustus 2016
Yang membuat pernyataan,
I Gede Sutarya
iv
HALAMAN PERSETUJUAN DISERTASI
Lembar Persetujuan Promotor/Kopromotor
DISERTASI INI TELAH DISETUJUI PADA 18 AGUSTUS 2016
Promotor, Kopromotor,
Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt
NIP 19440929 197302 1001 NIP 19611205 198603 1004
Mengetahui
Ketua Program S3 Pariwisata Direktur
Program Pasca Sarjana Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP 19490811 197303 1001 NIP 19590215 198510 2001
v
Disertasi ini telah Diuji dan Dinilai
oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Panitia Penguji Disertasi adalah:
Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Sirtha,SH.,MS
Anggota :
1.Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra,M.Litt
2.Prof. Dr. I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E.
3.Prof. Dr. I Wayan Ardika,M.A.
4.Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH., PFK., Sp.Erg.
5.Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP.
6.Dr. Ir. AAP. Agung Suryawan Wiranatha, MSc.
7.Dr. I Made Suradnya, SE.,M.Sc
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastyastu,
Puji syukur kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan anugrah sehingga disertasi ini bisa selesai.
Pada kesempatan ini, perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada
Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS selaku promotor yang telah dengan sabar
bersedia berdiskusi, dan memberikan masukan dari tahap gagasan sampai sampai
penulisan disertasi. Terima kasih juga kepada Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra,
M.Litt selaku Kopromotor yang telah memberikan banyak masukan dalam
penulisan disertasi, dan dengan teliti telah mensinkronkan bab demi bab dalam
disertasi ini. Untuk mendiang Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc yang sempat menjadi
Kopromotor II sampai seminar kelayakan naskah disertasi, saya juga berterima
kasih karena pandangan-pandangan yang komprehensif terhadap berbagai
kupasan teori-teori pariwisata yang ada dalam disertasi ini.
Terima kasih juga kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut
Suastika, SpPD-KEMD, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Ketua Program Studi S3 Pariwisata, Prof.
Dr. I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E, dan Sekretaris Program Studi S3
Pariwisata, Dr. Ir. AAP. Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc atas fasilitas yang
diberikannya. Ucapan yang sama juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. I Wayan
Ardika, M.A, Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP, dan Dr. I Made Suradnya,
SE.,M.Sc selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Dirjen Bimmas Hindu,
Prof. I Ketut Widnya, MA.,M.Fill.,Ph.D, Rektor Institut Hindu Dharma Negeri
(IHDN) Denpasar, Prof. Dr. I Nengah Duija, M.Si c/q Kementerian Agama RI
yang telah memberikan izin belajar, dan membantu penyelesaian disertasi ini
dengan kesempatan untuk mengikuti Sandwich ke KITLV, Leiden pada Oktober
sampai Desember 2014.
Ketika mengucapkan terima kasih kepada keluarga, dan teman-teman, saya
menjadi teringat kepada mendiang ayah saya, Drs. I Nyoman Singgin Wikarman
yang telah banyak memberikan inspirasi dalam semangatnya yang tak pernah
surut, sehingga saya mengucapkan terima kasih juga kepadanya. Terima kasih
juga saya sampaikan kepada ibu saya, Ni Ketut Kantun, dan istri saya, AA.Sagung
Sri Darmayanthi, SE yang telah banyak memberikan semangat, dan dorongan
untuk menyelesaikan disertasi ini.
Kepada teman-teman seperjuangan di S3 Pariwisata, Unud, seperti I Putu
Sudana, dan I Wayan Duarta, saya juga mengucapkan terima kasih karena
berbagai diskusinya yang banyak memberikan inspirasi. Untuk teman-teman
sejawat di IHDN Denpasar, saya juga mengucapkan terima kasih karena
dorongannya yang sangat besar. Ada banyak lagi, pihak yang membantu yang tak
bisa saya sebutkan satu per satu, untuk itu saya mengucapkan terima kasih juga.
Semoga Ida Sanghyang Widhi Wasa membalas semua kebaikan yang telah
diberikannya kepada saya.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
vii
ABSTRACT
Spiritual Healing in the Tourism of Bali:
Analysis of Uniqueness, Development and Contribution
in Tourism
Spiritual healing is an alternative tourism for healthy body, mind, and spirit
that has trend to increase the income of local people by increasing the length of
stay and the expenditure of foreign tourists with high dependence on the
environment, culture, and the local people. The trends are evident from the cases
of Munivara Ashram and Ratu Bagus Ashram where tourists who follow the
classes at least stay for seven days.
In the tourist area of Ubud, spiritual healing has been initiated by foreigners
like in the Yoga Barn and Radiantly Alive. The foreigner involvement turn into
the gap between reality with the tourism theories about the searching of tourists
for spiritual healing that emphasize authenticity. The gap between reality and
theory has not been studied so that this study is considered to be new in terms of
research subject and the research location. The gap between reality and theory
raises the research problems of the uniqueness, development, and the contribution
of spiritual healing in Bali for the sustainability of Bali tourism.
This research of purposes is to eximine the uniqueness, analyze the
developments, and formulate contributions of spiritual healing in Bali tourism.
The issues discussed with the theory of tourism products development for
uniqueness, the theory of psychoanalysis to the problems of development, the
theory of tourism area life cycle and the sustainable tourism for the contributions
of spiritual healing in Bali tourism. This research was qualitative research with
data collection through literature study, observation and interview. The data were
analyzed qualitatively.
The uniqueness of spiritual healing in Bali, classified in terms of tangible and
intangible aspects. Its appearance that uses the nature and assets of the Balinese
culture are the uniqueness in terms of tangible. The intangible aspects are the
knowledge of healers and experiences of tourists. Its business uses the spiritual
movement, middle ground, and pure business patterns as the ways of
development. The ways of development is based on the authenticity of the
product, with the development of new markets through a network of students.
The contributions of spiritual healing to achieve the sustainability of Bali
tourism can be seen from the products that has sustainability dimension, because
these products are based upon destinations, and oriented towards resources in
destination of Bali. Destination-based products and oriented to the resources on
the destination of Bali are a discovery of products, in which position has the
founding of this study.
Keywords: Spiritual Healing, Uniqueness, Development, Contributions
viii
ABSTRAK
Spiritual Healing dalam Pariwisata Bali: Analisis Tentang
Keunikan, Pengembangan, dan Kontribusinya
dalam Pariwisata
Spiritual healing adalah pembangunan kesehatan badan, pikiran, dan spirit
yang telah menjadi pariwisata alternatif, yang berpeluang meningkatkan
pendapatan masyarakat lokal melalui lama tinggal dan pengeluaran wisman.
Peluang pendapatan melalui lama tinggal ini terbukti di Ashram Munivara, Ubud
dan Ashram Ratu Bagus, Muncan yang lama tinggal wismannya kebanyakan
sekitar tujuh hari.
Peluang orang lokal ini mendapatkan tantangan di Kawasan Pariwisata Ubud,
sebab pariwisata spiritual healing ini mulai dirambah orang-orang asing seperti di
Yoga Barn dan Radiantly Alive. Keikutsertaan orang-orang asing ini menjadi
perhatian, sebab merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan teori-teori
pariwisata tentang pencarian wisman pada authenticity (keaslian) dalam
pariwisata.
Kesenjangan antara kenyataan healers asing dan teori pariwisata tentang
authenticity ini belum pernah diteliti sehingga merupakan penelitian baru dari segi
subjek dan lokasi penelitian. Kesenjangan ini memunculkan masalah-masalah
penelitian tentang keunikan, pengembangan, dan kontribusi spiritual healing di
Bali untuk pariwisata Bali yang berkelanjutan.
Tujuan penelitian tentang spiritual healing ini adalah mengkaji keunikan,
menganalisis pengembangan, dan merumuskan kontribusi spiritual healing dalam
pariwisata. Masalah-masalah tersebut dibahas melalui Teori Tourism Products
Development untuk masalah keunikan, Teori Psikoanalisis untuk masalah
pengembangan, Teori Tourism Area Life Cycle, dan Teori Pariwisata
Berkelanjutan untuk masalah kontribusi spiritual healing dalam pariwisata Bali.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pengumpulan data melalui studi
pustaka, observasi, dan wawancara. Data tersebut dianalisis secara kualitatif.
Keunikan spiritual healing di Bali, dapat dipilah secara tangible dan
intangible. Penampilan spiritual healing yang berbasis lingkungan dan aset-aset
budaya Bali merupakan keunikan secara tangible. Pengetahuan healers dan
pengalaman wisman adalah keunikan secara intangible. Pola bisnisnya
menggunakan pola gerakan spiritual, pola jalan tengah, dan pola bisnis murni.
Pola bisnis ini berbasis authenticity produk, dengan pengembangan pasar baru
melalui jaringan murid-murid di luar negeri.
Kontribusi spiritual healing dalam mewujudkan pariwisata Bali yang
berkelanjutan, terletak pada produk spiritual healing yang berbasis destinasi, dan
berorientasi sumber daya dalam destinasi Bali. Produk spiritual healing yang
berbasis destinasi, dan berorientasi sumber daya pada destinasi Bali ini merupakan
temuan dalam penelitian ini.
Kata Kunci: Spiritual Healing, Keunikan, Pengembangan, Kontribusi
ix
Ringkasan
Spiritual Healing dalam Pariwisata Bali: Analisis tentang
Keunikan, Pengembangan, dan Kontribusinya dalam Pariwisata
1.Pendahuluan
Spiritual healing adalah pembangunan kesehatan badan, pikiran dan spirit
yang telah menjadi pariwisata alternatif yang berskala kecil, tetapi mampu
meningkatkan pendapatan dari pariwisata dengan menambah lama tinggal, dan
memperbesar pengeluaran wisman. Perbandingan Indonesia dan India
membuktikan bahwa jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang lebih besar
tidak berbanding lurus dengan pendapatannya, misalnya pada tahun 2014,
Indonesia menerima kunjungan wisman 9,435 Juta, penerimaannya dari
pariwisata sebesar 9,848 Juta US Dollar. India pada tahun 2014, menerima
kunjungan wisman 7,703 Juta, penerimaannya dari pariwisata adalah 19,700 Juta
US Dollar (UNWTO, 2015).
Besarnya pendapatan India disebabkan oleh lama tinggal wisman ke India
yang mencapai 31,2 hari, sedangkan lama tinggal wisman ke Indonesia rata-rata
3,09 hari (UNCTAD, 2010). Karena itu, perlu dikembangkan jenis pariwisata
yang bisa mengundang lama tinggal yang lebih besar, seperti India yang
mengembangkan yoga yang ternyata mampu mengundang lama tinggal wisman
selama satu bulan di India (Maddox, 2014).
Berdasarkan penelitian awal, kunjungan wisman untuk tujuan spiritual
healing di Ashram Ratu Bagus memerlukan waktu empat hari (I Wayan Sujana,
wawancara 3 Agustus 2014), sehingga kalau ditambah istirahat dan berkeliling ke
tempat-tempat wisata menjadi tujuh hari. Lama tinggal ini sudah lebih tinggi dari
lama tinggal wisman ke Bali yang hanya 3,30 hari tahun 2014.
Pariwisata untuk spiritual healing telah mulai dipromosikan Novel Eat Pray
Love pada 2006. Novel ini diikuti festival Bali Spirit tahun 2008 yang telah
memposisikan Bali sebagai destinasi spiritual (Kartajaya-Indro M, 2009:206-207).
Promosi ini kemudian menyemarakkan pariwisata dengan tujuan spiritual healing
ke Bali, dengan ditandai pertumbuhan pelayanan yoga, pengobatan tradisional,
dan Shaking di Bali.
Kawasan Pariwisata Ubud adalah titik sentral perkembangan ini, dengan
perkembangan Yoga Barn, Radiantly Alive, I Ketut Liyer, Ni Wayan Nuriasih,
Four Season-Sayan, Ubud, Bagus Jati-Sebatu, Tegallalang, dan yang lainnya. Di
luar Kawasan Pariwisata Ubud ini, Ashram Ratu Bagus menjadi pusat spiritual
healing di bagian timur Bali, sehingga melengkapi munculnya pelayanan spiritual
healing di berbagai tempat di Karangasem, seperti di Sidemen, Manggis, dan
sekitarnya.
Pencarian wisman terhadap spiritual healing, berkaitan dengan pencarian
terhadap keunikan yang dalam studi-studi pariwisata berhubungan dengan
pencarian authenticity (Apostolakis, 2003:802). Cohen (dalam Hall, 2003:287)
menyatakan authenticity dapat diidentifikasi melalui persepsi wisatawan, dan apa
x
yang disediakan tuan rumah. Karena itu, Apostolakis (2003:801) menyatakan
authenticity dipisahkan menjadi dua yaitu pengalaman wisatawan (tourist
experience) dan objek perjalanan (tour object). Negosiasi antara keduanya
merupakan authenticity.
Pencarian authenticity sesuai teori-teori pariwisata tersebut ternyata tidak
menjadi kenyataan di Bali, sebab perkembangan spiritual healing di Bali, ditandai
dengan berdatangannya jenis spiritual healing dari luar, seperti yang terjadi di
Yoga Barn dan Radiantly Alive. Healers-nya pun kebanyakan dari luar.
Berdasarkan pengamatan, dari 25 healers yang bekerja di Yoga Barn, Ubud hanya
3 orang yang berasal dari Bali, sedangkan sisanya 22 orang berasal dari luar
negeri (Yoga Barn, 2016). Di Radiantly Alive, dari lima healers yang
diperkenalkan hanya satu orang yang berasal dari Bali (Radiantly Alive, 2016).
Dari 25 healers ini tak satu pun yang mengajarkan healing tradisional Bali.
Kenyataan ini merupakan kesenjangan dari teori tentang pencarian authenticity
dan pembangunan pariwisata budaya di Bali menurut Perda No.2 tahun 2002 yang
menyatakan usaha pariwisata harus bercirikan budaya Bali, memiliki visi
pemeliharaan budaya Bali, dan berpartisipasi dalam pengembangan budaya Bali.
Kesenjangan antara teori dan kenyataan, serta antara harapan Perda No.2
tahun 2012 merupakan masalah baru yang belum pernah diteliti. Dari kesenjangan
antara teori dan kenyataan, serta antara harapan dan kenyataan tersebut muncul
tiga rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu tentang keunikan spiritual
healing di Bali, pengembangan spiritual healing di Bali, dan kontribusinya dalam
pariwisata Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keunikan spiritual
healing di Bali, menganalisis pengembangan spiritual healing di Bali, dan
merumuskan kontribusinya dalam pariwisata Bali.
Masalah-masalah tersebut dibahas melalui Teori Tourism Products
Developmet untuk menjelaskan perlunya keunikan dalam membangun produk
pariwisata spiritual healing, Teori Psikoanalisis untuk menjelaskan pola
pengembangan spiritual healing, Teori Tourism Area Life Cycle untuk
menjelaskan tentang perlunya diversifikasi produk dalam pola pengembangan
pariwisata Bali pada fase konsolidasi untuk mencegah kejenuhan, dan Teori
Pariwisata Berkelanjutan untuk menjelaskan kontribusi spiritual healing dalam
mewujudkan pariwisata Bali yang berkualitas dengan melihat potensi-potensi
keberlanjutannya.
Berdasarkan beberapa penelitian tentang spiritual healing di berbagai negara,
penelitian ini menjadi penting sebab meneliti produk yang berorientasi kepada
destinasi, dan sumber daya pada destinasi. Penelitian-penelitian sebelumnya, baru
berkutat pada eksplorasi, komodifikasi, motivasi, daya tarik, produk jalan tengah,
dan pengembangan produk. Penelitian tentang produk yang berorientasi kepada
destinasi, dan sumber daya pada destinasi, belum pernah dilakukan.
Model penelitian ini berangkat dari perkembangan pariwisata Bali yang
memiliki kecenderungan menjadi pariwisata massal, sehingga muncul pariwisata
alternatif, yaitu wellness tourism yang memunculkan produk spiritual healing
dalam pariwisata Bali. Dalam pengembangan produk spiritual healing ini muncul
tiga masalah yang lahir dari kesenjangan teori dan kenyataan, serta kesenjangan
harapan dan kenyataan. Masalah-masalah tersebut adalah tentang keunikan yang
xi
dicari wisman ke Bali untuk spiritual healing padahal produknya hampir mirip di
seluruh dunia, pengembangan produk spiritual healing di Bali dalam menghadapi
persaingan global, dan kontribusi spiritual healing dalam pariwisata Bali.
Masalah-masalah ini dijelaskan melalui Teori Tourism Products
Development, Psikoanalisis, Tourism Area Life Cycle, dan Pariwisata
Berkelanjutan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yang pengumpulan
datanya melalui studi pustaka, wawancara, dan observasi. Analisis datanya
menggunakan analisis data kualitatif melalui klasifikasi data, dan interpretasi data.
Teknik penyajiannya bersifat deskriptif melalui penjelasan, penafsiran, dan
penyimpulan.
2.Perkembangan Spiritual Healing di Bali
Perkembangan spiritual healing sebagai produk pariwisata sama sekali tak
terlihat pada fase-fase awal pariwisata Bali (1920 – 1950), yang berkonsentasi
pada pariwisata budaya. Pada fase itu hanya ada cerita-cerita tentang leak. Pada
1970-1980, pencarian wisman terhadap spiritual healing mulai tampak, sehingga I
Ketut Arsana, Guru Made Sumantra, dan yang lainnya mulai melakukan kegiatan
dalam skala kecil di rumahnya masing-masing dan di hotel-hotel berbintang
berdasarkan undangan. Pada 1980-1990, kegiatan ini mulai bertumbuh.
Pertumbuhan ini semakin besar pada 1990 – 2000. Pada fase 2000 – sekarang,
pertumbuhannya sangat pesat, terutama pasca Novel Eat Pray Love pada 2006.
Pada fase ini tumbuh berbagai pusat-pusat kegiatan spiritual healing seperti Yoga
Barn, Radiantly Alive, dan yang lainnya.
Perkembangan ini tidak hanya terjadi di Kawasan Pariwisata Ubud, tetapi
juga merambah kawasan Bali Utara, Jembrana, Karangasem, Bangli, Denpasar,
Badung, dan yang lainnya. Pada penelitian ini dipilih Kawasan Pariwisata Ubud,
dan Kawasan Muncan untuk menjadi perwakilan Bali secara keseluruhan, sebab
telah memotret perkembangan di wilayah yang sangat pesat (Ubud), dan di
wilayah yang perkembangannya masif pada satu ashram yaitu Ashram Ratu
Bagus (Muncan).
Potensi spiritual healing di Bali cukup besar, seperti yang tersimpan dalam
lontar-lontar Usadha, dan Tenung. Mereka yang mempelajari jenis-jenis
pengobatan ini disebut dengan balian, yang terdiri dari Balian Usada, Balian
Kapica, Balian Katakson, Balian Tenung, dan Balian dengan keahlian khusus
(Nala, 2006). Perkenalan pengobatan Bali ke luar negara, terutama ke Belanda
mulai 1923 melalui penerjemahan Lontar Usada Sari, tetapi Hobart (2003)
menyatakan perkenalan pengobatan Bali ke luar negeri mulai 1930-an.
Dari teknik-teknik pengobatan tersebut hanya sedikit yang berkembang dalam
Pariwisata Bali. Perkembangan spiritual healing di Bali, kebanyakan didominasi
oleh perkembangan spiritual healing dari luar negeri. Yoga, termasuk spiritual
healing yang paling populer, sehingga semua teknik spiritual healing
menyebutkan dirinya yoga, padahal yoga memiliki batasan-batasan yang jelas dari
asana, pranayama sampai samadhi (pencapaian meditasi).
Perkembangan spiritual healing dalam dunia pariwisata Bali kebanyakan
merupakan bentuk modifikasi dari bentuk-bentuk aslinya, seperti Asana menjadi
senam, Pranayama menjadi pernapasan, Dyana menjadi meditasi, Tantra menjadi
xii
holistic healing, Usada menjadi Balinese Holistic Healing, Tenung menjadi
Balinese Astrology, Bayu Suci menjadi Shaking, dan Malukat menjadi Goddess
Within atau Bathing Ritual. Modifikasi terjadi melalui campur tangan orang luar
negeri seperti Margareth yang memodifikasi pengobatan Kanda Pat dan Usada Ni
Wayan Nuriasih, dengan pengetahuan pengobatan herbal modern. Seorang
wisman asal Italia juga memodifikasi Bayu Suci dari Ashram Ratu Bagus menjadi
Shaking yang sesuai dengan perkembangan dunia. Modifikasi tersebut dilakukan
sebagai bentuk dari reduksi pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, sehingga bisa
dinikmati wisman.
Dari semua kegiatan spiritual healing tersebut, Pemkab Gianyar baru
memiliki data 10 kegiatan di Kawasan Pariwisata Ubud. Pemkab Karangasem,
tidak memiliki data sama sekali terhadap usaha spiritual healing. Secara faktual,
Karangasem memiliki tempat spiritual healing yang cukup ramai di Desa
Muncan, Kecamatan Selat, Karangasem, yaitu Ashram Ratu Bagus.
3.Keunikan Spiritual Healing di Bali
Keunikan spiritual healing di Bali dapat dilihat secara tangible dan
intangible. Secara tangible dapat dilihat dari penampilannya yang berupa eko-
spiritual healing menampilkan keunikan lingkungan alam seperti Yoga Barn, dan
Radianly Alive. Penampilan budaya-spiritual healing menampilkan keunikan
ritual, dan daya dukung budaya komunitas setempat. Penampilan eko-budaya
spiritual healing menampilkan keunikan tradisi ashram, dan lingkungan ashram.
Penampilan konstruksi eko-budaya spiritual healing menampilkan keunikan
lingkungan, dan budaya hasil konstruksi seperti produk mandi di sungai.
Secara intangible, keunikan-keunikan ini terbangun dari pengetahuan healers,
dan pengalaman wisman. Pengetahuan healers yang mampu membantu
kesembuhan stress, HIV/AIDS, membangkitkan cakra, dan menghubungkan
wisman dengan energi alam merupakan keunikan-keunikan spiritual healing di
Bali. Pengalaman wisman yang berupa perasaan gembira, hilangnya
kekhawatiran, perubahan prilaku, pikiran yang lebih fokus, kebangkitan diri, dan
munculnya perasaan kasih sayang merupakan keunikan.
Keunikan-keunikan ini lahir dari hubungan wisman dengan guru, komunitas,
dan lingkungan ashram. Keunikan ini mendorong wisman melakukan kunjungan
kembali, sebab pengalaman tentang kegembiraan dan ketenangan biasanya
bersifat sementara. Ketika wisman kembali bersentuhan dengan kehidupan sehari-
hari, kegembiraan dan ketenangan tersebut hilang kembali. Perasaan-perasaan
yang seperti kekhawatiran, dan emosi akan kembali. Keinginan untuk
mendapatkan pengalaman yang pernah dirasakan ini berupa kegembiraan dan
ketenangan, membuat wisman rindu untuk melakukan kunjungan kembali.
Keinginan untuk melakukan kunjungan kembali tersebut terbukti dari Ashram
Ratu Bagus, dan Ashram Munivara. Di Ashram Ratu Bagus, wisman yang sudah
merasakan Shaking kembali lagi untuk kunjungan dalam waktu yang lebih lama
untuk tinggal di ashram tersebut. Di Ashram Munivara, wisman yang sudah
merasakan manisnya pengalaman spiritual bersama Arsana biasanya kembali
untuk merasakannya lagi dengan tinggal lebih lama di Ashram Munivara.
Kunjungan kembali itu terjadi karena ketenangan kehidupan dalam ashram
xiii
merupakan pencapaian sementara. Jika wisman kembali kepada kegiatan rutinitas,
pengaruh-pengaruh negatif karena pekerjaan akan membuat pikirannya tidak
stabil lagi. Keadaan tidak stabil ini membuat wisman rindu untuk kembali kepada
kehidupan ashram yang tenang.
Keunikan-keunikan ini diidentifikasi berdasarkan faktor-faktor yang menjadi
daya tarik pariwisata (Mill dan Morrison, 2012) yaitu faktor etnis, budaya, dan
alam. Keunikan yang muncul dari eko-spiritual healing terjadi karena faktor alam,
keunikan yang muncul dari budaya-spiritual healing terjadi karena faktor budaya
dan etnis, keunikan eko-budaya spiritual healing terjadi karena faktor etnis,
budaya dan alam, serta keunikan konstruksi eko-budaya terjadi karena faktor
alam. Keunikan tangible ini merupakan explicit intangible dari pencarian terhadap
keunikan intangible yang salah satu contohnya adalah ketenangan.
Alam, budaya, dan etnis menjadi faktor-faktor yang membangun keunikan.
Alam, budaya, dan etnis merupakan faktor-faktor yang membangun kesehatan dan
ketenangan. Karena itu, core produk pariwisata spiritual healing di Bali, adalah
kesehatan dan ketenangan yang menjadi kebutuhan dasar setiap manusia.
Tangible produknya adalah ashram, healers, dan tempat-tempat kegiatan spiritual
healing, serta augmented-nya adalah etnis, dan budaya asli Bali yang melahirkan
keunikan-keunikan spiritual healing di Bali.
3.Bisnis Spiritual Healing di Bali
Pengembangan bisnis spiritual healing di Bali terbangun ke dalam pola
gerakan spiritual, jalan tengah, dan bisnis murni. Pola gerakan spiritual dilakukan
Ashram Ratu Bagus, Agus Indra Udayana, dan Ambar Ashram. Pola jalan tengah
dikembangkan Ashram Munivara, I Ketut Liyer, Ni Wayan Nuriasih. Pola bisnis
murni dikembangkan Yoga Barn, Radiantly Alive, Four Seasons, dan Bagus Jati.
Pola pengembangan bisnis spiritual healing ini dikembangkan untuk
diversifikasi produk pariwisata Bali, sebab pariwisata Bali berdasarkan kunjungan
wisman yang terus meningkat telah mencapai fase konsolidasi. Pada fase
konsolidasi, pariwisata Bali memerlukan diversifikasi produk agar tidak
mengalami kejenuhan (stagnasi).
Diversifikasi produk dengan spiritual healing ini dapat dilakukan melalui
pembangunan keotentikan produk, dengan menampilkan guru asli dan komunitas
asli, serta pembukaan pasar baru melalui murid-murid, dan jaringan murid-murid
di luar negeri. Pembangunan pasar baru melalui biro perjalanan, jejaring hotel,
dan internet juga bisa dilakukan, tetapi pembangunan pasar baru melalui murid-
murid, dan jaringan murid-murid yang membangun tempat kegiatan di luar negeri
merupakan usaha yang paling dominan mendatangkan wisman, sebab wisman
yang datang adalah wisman yang sudah pernah merasakan spiritual healing
tersebut di negara asalnya.
Pengembangan melalui murid-murid dan jaringan murid-murid di luar negeri,
sangat efektif berlangsung di Ashram Ratu Bagus. Ashram ini hanya sedikit
memiliki jaringan hotel dan biro perjalanan. Pengembangannya hanya melalui
murid-murid, dan jaringan murid-murid di luar negeri. Pengembangan spiritual
healing di Ashram Ratu Bagus ini berlangsung sangat masif. Ashram Ratu Bagus
xiv
ini terus menambah fasilitas untuk murid-muridnya yang berkunjung, mulai dari
kamar sampai villa khusus.
Ashram Munivara di Ubud menggunakan penggabungan jaringan, murid-
murid, dan jejaring hotel-biro perjalanan, tetapi ashram yang terletak di
Junjungan-Ubud ini lebih banyak menggunakan promosi melalui murid-murid dan
jaringan kerjanya. Rombongan wisman melalui jaringan biro perjalanan dan hotel
juga datang ke ashram ini, tetapi biasanya ditampung di hotel Omham Retreat.
Wisman yang serius untuk menjadi murid spiritual baru mendapatkan tempat di
Ashram Munivara. Karena itu, Ashram Munivara ini menggunakan pola
pengembangan jalan tengah.
Pengembangan dengan bisnis murni dilakukan dominan melalui jaringan biro
perjalanan, hotel, dan internet. Pengembangan pola bisnis murni ini tidak
mengandalkan guru, dan komunitas, sehingga tidak memiliki murid-murid dan
jaringan. Pengembangan pola bisnis murni hanya menjaring wisman yang
memiliki minat untuk mengikuti spiritual healing yang berada di lokasi tersebut.
Pola ini dikembangkan Yoga Barn, Radiantly Alive, Four Seasons-Sayan dan
Bagus Jati-Sebatu.
Oleh karena itu, pola pengembangan spiritual healing yang ideal dapat
dilakukan dalam rangka diversisifikasi produk pariwisata Bali, melalui
pengembangan keotentikan, dan pasar baru. Pengembangan keotentikan dapat
dilakukan dengan menguatkan guru-guru asli Bali (healers), ashram dan
komunitas asli. Pengembangan pasar baru dapat dilakukan dengan pembangunan
jaringan, dan murid-murid di luar negeri. Jaringan, dan murid-murid ini akan
mengembangkan pasar produk spiritual healing di luar negeri. Pola-pola
pengembangan pasar baru ini telah dilakukan untuk mendatangkan wisman ke
ashram-ashram di Bali.
Pengembangan spiritual healing menjadi produk pariwisata menghadapi
persaingan global. Persaingan ini terjadi di rumah sendiri (Bali) dengan masuknya
spiritual healing dari luar negeri ke Bali. Persaingan ini juga terjadi dengan
destinasi lainnya yang mengembangkan produk sejenis seperti Thailand, India,
Afrika dan Amerika. Thailand misalnya telah mengembangkan meditasi. India
telah mengembangkan Yoga dan Ayurweda. Afrika mengembangkan pengobatan
tradisional Sangoma, dan Amerika juga mengembangkan pengobatan tradisional
Ayuascha.
Dalam menghadapi persaingan global ini sertifikasi internasional menjadi
sangat diperlukan. Healers lokal, dan pemerintah belum menggarap sertifikasi
internasional ini. Sertifikasi internasional ini bisa menjadi kendala dalam
menghadapi persaingan global, sebab produk-produk pariwisata selalu dikaitkan
dengan sertifikasi untuk membangun produk yang terjamin keamanannya bagi
wisman. Sertifikasi juga menjamin tentang keamanan produk untuk dikonsumsi
wisman.
4.Kontribusi Spiritual Healing terhadap Pariwisata Bali
Kontribusi spiritual healing terhadap pariwisata Bali dilihat dari peran
spiritual healing dalam membangun pariwisata yang berkelanjutan. Dalam
membangun pariwisata berkelanjutan, terdapat tiga tujuan yang harus terpenuhi
xv
yaitu untuk komunitas lokal, ekonomi lokal, dan menjaga ketahanan lingkungan
alam. Ketiga tujuan ini merupakan pilar utama untuk membangun pariwisata Bali
yang berkualitas.
Spiritual healing sebagai produk yang berbasis komunitas dapat terlihat dari
sifat produk yang berbasiskan kepada pengetahuan orang lokal, dan aset-aset
orang lokal. Karena itu, produk spiritual healing berorientasi kepada sumber daya
dalam destinasi. Pengetahuan orang lokal terhadap Shaking, Kundalini Tantra
Yoga, Pengobatan Tradisional Bali, dan Astrologi Bali menjadi kunci utama dari
pengembangan spiritual healing. Aset-aset komunitas lokal pada tempat-tempat
malukat seperti yang berlokasi di Sebatu adalah aset-aset yang harus
dikerjasamakan jika pariwisata massal ingin bermain pada tempat itu. Karena itu,
partisipasi masyarakat lokal sangat besar dalam pengembangan spiritual healing.
Wisman juga sangat menyukai suasana dengan orang-orang lokal yang dianggap
sebagai komunitas spiritual asli. Karena itu, produk ini sangat berbasis komunitas
lokal.
Sebagai produk yang berbasiskan komunitas lokal maka produk ini sangat
berperan dalam pembangunan ekonomi lokal, sebab bahan-bahan, dan sumber
dayanya tergantung kepada masyarakat lokal. Bahan-bahan makanan yang
digunakan untuk wisman yang mengikuti spiritual healing sebagian besar
merupakan bahan-bahan lokal, seperti beras, sayuran, ikan, dan ayam. Bahan-
bahan luar (impor) sangat sedikit, terutama pada lingkungan ashram. Pada kasus
di Yoga Barn, makanan India masih ada, dan juga makanan Eropa, tetapi bahan-
bahan lokal masih mendominasi mulai dari minuman kunyir sampai sayuran.
Penggunaan bahan-bahan lokal ini memberikan manfaat ikutan untuk para
petani sayuran lokal. Manfaat ekonomi lainnya adalah terbukanya kesempatan
kerja baru, dan peluang usaha baru. Kesempatan kerja baru muncul pada hotel-
hotel berbintang, hotel melati, dan tempat-tempat usaha spiritual healing untuk
menjadi guru yoga.
Peluang usaha baru muncul pada healers lokal untuk mengembangkan usaha
menjadi lebih luas lagi. Arsana misalnya adalah healers yang telah berhasil
menggunakan peluang ini, sehingga sudah memiliki usaha hotel Omham Retreat.
Peluang usaha baru ini juga muncul pada industri rumah tangga untuk membuat
kerajinan lokal sebagai cenderamata. Peluang usaha cenderamata ini tampak di
Ashram Ratu Bagus dimana warga sekitar ashram membuat koperasi untuk
menjual buku-buku, dan cenderamata di Ashram Ratu Bagus.
Oleh karena itu, spiritual healing memberikan manfaat langsung kepada
hotel, ashram, dan tempat kegiatan spiritual healing berupa pendapatan. Manfaat
tidak langsung didapatkan healers, tenaga kerja, dan pedagang lokal penyedia
bahan-bahan makan lokal. Manfaat ikutannya adalah untuk petani yang menanam
dan menjual sayur-sayuran. Karena itu, manfaat ekonominya memiliki multiplyer
effect.
Tempat-tempat untuk spiritual healing memerlukan lingkungan alam yang
baik, sehingga menjadi kewajiban bagi setiap penyedia jasa untuk memelihara
lingkungan sekitar. Hampir pada setiap ashram, hotel, dan tempat kegiatan
spiritual healing memiliki pola pengelolaan sampah. Pola pengelolaan sampahnya
ada yang partisipatif dengan wisman seperti yang dilakukan Ashram Ratu Bagus
xvi
yang mengajak wisman untuk melakukan kebersihan secara bersama-sama. Yoga
Barn juga memiliki program kebersihan dan penghijauan yang mengajak wisman
untuk berpartisipasi, dengan melakukan kegiatan di luar Ubud.
Radiantly Alive, Four Seasons-Sayan, Ubud, dan Bagus Jati-Sebatu,
Tegallalang juga sangat tergantung kepada alam sekitar untuk membangun
ketenangan. Radiantly Alive sangat tergantung dengan suasana hijau dan alami di
dekat pusat kegiatannya. Four Season, Sayan, Ubud sangat tergentung dengan
suasana Sungai Ayung yang rimbun dan alami. Bagus Jati-Sebatu tergantung
kepada kerimbunan lembah Sungai Wos yang hijau dan alami. Karena itu, usaha-
usaha spiritual healing ini berusaha untuk memelihara lingkungan sekitarnya
dengan baik agar suasana tempat kegiatannya ini mengandung unsur-unsur
ketenangan yang muncul dari alam. Karena itu, memelihara ketahanan lingkungan
sekitar menjadi kewajiban bagi penyedia jasa spiritual healing ini.
Berdasarkan fakta-fakta tentang produk spiritual healing yang berbasis
komunitas lokal, ekonomi lokal, dan tergantung kepada ketahanan lingkungan,
maka spiritual healing berkontribusi dalam pariwisata yang keberlanjutan.
Kontribusi keberlanjutan ini merupakan kontribusi bagi pembangunan pariwisata
yang berkualitas, sebab kualitas suatu pembangunan terletak kepada potensinya
untuk membangun keberlanjutannya.
5.Simpulan, Temuan, dan Saran
Keunikan spiritual healing di Bali tampak dari secara tangible dan intangible.
Secara tangible dapat dilihat dari penampilannya, sedangkan dari segi intangible
dapat dilihat dari pengetahuan healers, dan pengalaman wisman. Keunikan pada
penampilannya terletak pada lingkungan alam yang erotis, budaya ritual, tradisi
ashram, lingkungan buatan, dan kontruksi budaya lokal. Keunikan pada
pengalaman wisman terletak pada hubungan wisman dengan guru, komunitas, dan
lingkungan ashram, yang membangun ketenangan, dan kebahagiaan. Ketenangan
dan kebahagiaan ini menimbulkan keinginan wisman untuk kembali sebab
ketenangan dan kebahagiaan yang didapatkan tersebut hanya bersifat sementara.
Hubungan kembali dengan aktivitas rutin akan mengembalikan kekhawatiran dan
emosi yang semula. Karena itu, wisman biasanya rindu untuk melakukan
kunjungan kembali.
Pola bisnis spiritual healing di Bali adalah pola gerakan spiritual, jalan
tengah, dan bisnis murni. Pengembangannya yang ideal melalui pembangunan
keotentikan produk, dan pengembangan pasar baru. Pengembangan keotentikan
dapat dilakukan melalui penguatan guru-guru (healers) asli, ashram, dan
komunitas asli. Pengembangan pasar baru dapat dilakukan dengan pembangunan
jaringan, dan murid-murid di luar negeri. Pengembangan ini memiliki kendala
sertifikasi internasional untuk menghadapi persaingan global.
Kontribusi spiritual healing terhadap pariwisata Bali terlihat dari produk
spiritual healing yang berdimensi keberlanjutan. Produk yang berdimensi
keberlanjutan itu adalah produk yang berbasis komunitas terutama pada
pengetahuan lokal dan aset-aset lokal. Sebagai produk yang berbasis komunitas
lokal, spiritual healing sangat mendukung ekonomi lokal dari segi penggunaan
bahan-bahan lokal. Spiritual healing juga merupakan produk yang tergantung
xvii
kepada lingkungan alam sekitarnya, sehingga memiliki dimensi untuk menjaga
ketahanan lingkungan.
Penelitian ini telah mencakup ruang lingkup tentang unsur-unsur yang
menentukan keunikan spiritual healing Bali, pola-pola pengembangannya, dan
kontribusinya dalam pembangunan pariwisata Bali yang berkualitas. Akan tetapi,
penelitian ini belum mengukur keefektifan unsur-unsur pembangun keunikan, dan
pola pengembangan produk dalam meningkatkan kunjungan wisman, dan
pendapatan dari wisman yang datang ke Bali. Penelitian ini juga belum mengukur
hal-hal yang paling signifikan yang berpengaruh terhadap pembangunan
pariwisata Bali yang berkualitas. Hal-hal yang belum tercakup dalam penelitian
ini dapat dilanjutkan pada penelitian-penelitian lainnya.
Penelitian ini juga telah mencakup usaha untuk menemukan produk yang
berorientasi kepada destinasi, dan sumber daya yang berbasis kepada destinasi
tersebut (Cooper, 2012:101). Dari ruang lingkup penelitian tersebut, dihasilkan
tiga temuan. Pertama bahwa hubungan wisman dengan guru asli, komunitas asli,
dan lingkungan ashram merupakan unsur-unsur yang membuat wisman
merasakan ketenangan, dan kebahagiaan. Perasaan ini bersifat sementara,
sehingga unsur-unsur ini yang mengundang wisman melakukan kunjungan
kembali. Temuan hubungan antara wisman dengan guru asli, dan lingkungan
ashram melengkapi penelitian sebelumnya (Lalonde, 2012; Maddox, 2014;
Schedneck, 2014) yang belum mengungkapkan tentang apa yang membuat
wisman merasakan ketenangan, dan kebahagiaan.
Kedua: dalam penelitian tentang spiritual healing dalam pariwisata Bali ini,
telah ditemukan bahwa ashram-ashram di Bali memiliki basis pengembangan
pasar baru melalui pembangunan murid-murid dan jaringan di luar negeri.
Temuan pengembangan pasar baru ini telah menguatkan sebuah wacana arus balik
dari pariwisata, yaitu persebaran budaya-budaya lokal ke negara wisman, dan
penghargaan terhadap budaya-budaya lokal. Pembangunan jaringan melalui
murid-murid ini merupakan temuan yang melengkapi penelitian Ramstedt (2008)
yang mengungkapkan bahwa pada tahun 1960-an, persebaran Neo-Hindu didanai
pengusaha India ke Eropa dan Amerika, tetapi pada penelitian spiritual healing di
Bali ini ditemukan bahwa pembangunan jaringan spiritual healing Bali di luar
negeri didanai dari pariwisata.
Ketiga: penelitian ini telah menemukan bahwa spiritual healing berperan
dalam diversifikasi produk pariwisata Bali, dari perannya untuk membangun
pariwisata Bali yang berkelanjutan, karena ketergantungan produk ini terhadap
komunitas lokal yang menguasai aset-aset spiritual healing, dan lingkungan alam
sekitarnya. Ketergantungan ini membangun ekonomi lokal secara keseluruhan.
Karena itu, penelitian ini telah menemukan bahwa produk spiritual healing
berperan besar dalam pembangunan pariwisata Bali yang berkualitas.
Spiritual healing Bali dalam perkembangannya memiliki banyak saingan dari
berbagai produk sejenis yang masuk ke Bali, dan berada di luar Bali. Karena itu,
perlu ada usaha-usaha sadar untuk membangun spiritual healing di Bali ini
sebagai upaya untuk mendukung peremajaan pariwisata Bali dalam rangka
peningkatan kualitas, dan kreativitas masyarakat Bali.
xviii
Usaha-usaha sadar yang perlu dilakukan ada tiga hal. Pertama: healers senior
(guru spiritual) di Bali perlu merumuskan standar-standar spiritual healing di
Bali, yang bisa digunakan untuk memberikan sertifikat kepada healers lokal yang
sedang bertumbuh, sehingga healers lokal memiliki keunggulan. Kedua:
pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah untuk merumuskan standar-
standar sertifikasi, untuk menjamin keamanan wisman dan masyarakat lokal yang
menggunakan jasa healers. Ketiga: potensi spiritual healing di Bali masih banyak
yang belum tergali, padahal permintaan yang lahir dari pesona agama, seni, dan
alam Bali yang erotis terus berkembang. Karena itu, masyarakat Bali perlu lebih
kreatif lagi untuk mengembangkan produk spiritual healing sehingga bisa
memberikan kontribusi bagi keberlanjutan pembangunan pariwisata Bali.
xix
DAFTAR ISI
Sampul Dalam.......................................................................................... i
Halaman Prasyarat Gelar………………………………………………. ii
Surat Pernyataan Tidak Plagiat………………………………………… iii
Halaman Persetujuan…………………………………………………... iv
Halaman Penetapan Panitia Penguji………………………………….... v
Ucapan Terima Kasih………………………………………………….. vi
Abstract………………………………………………………………… vii
Abstrak…………………………………………………………………. viii
Ringkasan………………………………………………………............. ix
Daftar Isi…………………………………………………………........... xix
Daftar Tabel……………………………………………………………. xxiii
Daftar Gambar…………………………………………………………. xxiv
Daftar Lampiran........................................................................................ xxvi
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………... 17
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………. 18
1.3.1 Tujuan Umum……………………………………………………… 18
1.3.2 Tujuan Khusus…………………………………………………….. 18
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………… 19
1.4.1 Manfaat Teoritis…………………………………………………… 19
1.4.1 Manfaat Praktis……………………………………………………. 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL
PENELITIAN…………………………………………………………... 20
2.1 Kajian Pustaka……………………………………………………….. 20
2.2 Konsep……………………………………………………………….. 38
2.2.1 Spiritual Healing…………………………………………................ 39
xx
2.2.2 Wellness Tourism……..………………………………………......... 43
2.3 Landasan Teori ………………………………………………………. 47
2.3.1 Teori Tourism Products Development…………………………. …. 47
2.3.2 Teori Psikoanalisis .………………………………………………... 49
2.3.3 Teori Tourism Area Life-Cycle ……….……………………………. 52
2.3.4 Teori Pariwisata Berkelanjutan…………………………………….. 55
2.4 Model Penelitian……………………………………………………… 57
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………….. 61
3.1 Pendekatan Penelitian……..…………………………………………. 61
3.2 Lokasi Penelitian……………………………………………………... 62
3.3 Jenis dan Sumber Data……………………………………………….. 63
3.4 Instrumen Penelitian…………………………………………………. 65
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data……………………………… 66
3.5.1 Studi Kepustakaan…………………………………………………. 66
3.5.2 Observasi…………………………………………………………... 67
3.5.3 Wawancara………………………………………………………… 68
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data.………………………………....... 70
3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data...………………… 72
BAB IV GAMBARAN UMUM SPIRITUAL HEALING DI BALI…… 74
4.1 Sejarah Pariwisata Bali………………………………………………... 74
4.2 Sejarah Spiritual Healing dalam Pariwisata Bali……………………... 77
4.3 Potensi Spiritual Healing di Bali……………………………………… 92
4.4 Spiritual Healing di Kawasan Pariwisata Ubud dan Kawasan Muncan 103
4.4.1 Spiritual Healing di Kawasan Pariwisata Ubud…………………….. 104
4.4.2 Spiritual Healing di Kawasan Muncan……………………………… 110
4.4.3 Perbandingan Kawasan Ubud dan Muncan…………………………. 116
BAB V KEUNIKAN SPIRITUAL HEALING DI BALI……………….. 121
5.1 Keunikan Tangible Spiritual Healing ………………………………… 124
xxi
5.1.1 Eko-Spiritual Healing……………………………………………… 126
5.1.2 Budaya-Spiritual Healing………………………………………….. 132
5.1.3 Eko-Budaya Spiritual Healing……………………………………... 139
5.1.4 Konstruksi Eko-Budaya Spiritual Healing………………………… 146
5.2 Keunikan Intangible Spiritual Healing ……….……………............... 149
5.2.1 Pengetahuan Healers……………………………………………….. 150
5.2.2 Pengalaman Wisman………………………………………………… 153
5.4 Kajian tentang Keunikan Spiritual Healing di Bali…………………… 161
BAB VI PENGEMBANGAN SPIRITUAL HEALING DALAM
MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL…………………………... 170
6.1 Bisnis Spiritual Healing …………………….……………………….. 172
6.1.1 Munculnya Permintaan Spiritual Healing…………………………. 173
6.1.2 Penawaran Spiritual Healing sebagai Diversifikasi Produk………... 177
6.2 Pola Bisnis Spiritual Healing di Bali…………………………………. 191
6.2.1 Pola Gerakan Spiritual……………………………………………….. 192
6.2.2 Pola Jalan Tengah……………………………………………………. 197
6.2.3 Pola Bisnis Murni……………………………………………………. 201
6.3 Analisis Pola Bisnis Spiritual Healing …………………………..……. 204
6.3.1 Usaha Menjaga Keotentikan ………..……………………………….. 211
6.3.2 Usaha Mencari Pasar Baru…………………………………………… 215
6.4 Pola Ideal Bisnis Spiritual Healing yang Kompetitif….….…………… 217
BAB VII KONTRIBUSI SPIRITUAL HEALING TERHADAP
PARIWISATA BALI……………………………………………………… 222
7.1 Produk Berbasis Lokal………………………………………………….. 223
7.2 Kontribusi untuk Ekonomi Lokal..……………………………………… 238
7.3 Manfaat untuk Lingkungan……………………………………………… 248
7.4 Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan……………………...………….. 253
xxii
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………… 266
8.1 Simpulan……………………………………………………………….. 266
8.2 Temuan………………………………………………………………… 268
8.3 Saran……………………………………………………………………. 271
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 274
LAMPIRAN I Gambar 2.2: Bagan Health Tourism………………………... 284
LAMPIRAN II Tabel 3.3: Pedoman Wawancara……………………………. 285
LAMPIRAN III DAFTAR INFORMAN…………………………………….. 287
BIODATA PENELITI……….………………………………………………. 289
xxiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Isu-isu Penelitian tentang Healing dalam Pariwisata di Dunia… 31
Tabel 3.1: Lokasi Penelitian dan Dasar Pemilihannya……………………. 63
Tabel 3.2: Kegiatan Observasi, Sasaran, dan Tujuan……………………… 68
Tabel 3.4: Langkah-langkah Analisis Data……..…………………………. 72
Tabel 4.1: Fase-fase Perkembangan Spiritual Healing di Bali……………. 88
Tabel 4.2: Perbandingan Jumlah dan Perubahan Wisman Per Bulan Tahun 2014
dan 2015…………………………………………………………………….. 94
Tabel 4.3: Teknik dan Penggolongan Pengobatan Tradisional Bali………… 100
Tabel 4.4: Modifikasi Spiritual Healing dalam Pariwisata Bali…………….. 104
Tabel 4.5: Jenis-jenis Usaha Spiritual Healing di Kawasan Pariwisata Ubud 105
Tabel 4.6: Daftar Usaha Spiritual Healing di Kawasan Pariwisata Ubud…… 107
Tabel 4.7: Perkembangan Teknik Spiritual Healing dalam Pariwisata Bali di
Kawasan Pariwisata Ubud dan Kawasan Muncan…………………………… 117
Tabel 4.8: Perbandingan Potensi Spiritual Healing di Kawasan Pariwisata Ubud
dan Kawasan Muncan……………………………………………………… 119
Tabel 5.1: Keunikan-keunikan Spiritual Healing di Bali………………….. 162
Tabel 5.2: Identifikasi Keunikan Spiritual Healing di Bali……………….. 165
Tabel 6.1: Permintaan Spiritual Healing di Bali dan Kategorinya………… 176
Tabel 6.2: Aset Spiritual sebagai Wellness Tourism……………………….. 191
Tabel 6.3: Jadwal Yoga Barn Juli 2015……………………………………. 202
Tabel 7.1: Jumlah Tenaga Kerja pada Usaha Spiritual Healing di Ubud….. 244
Tabel 7.2: Kontribusi Spiritual Healing dalam Pembangunan Pariwisata Bali
yang berkualitas……………………………………………………………. 254
xxiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Hubungan antara Wisatawan, Destinasi, dan Tingkat Toleransi 37
Gambar 2.2: Tourist Area Life-Cycle……………………………………….. 54
Gambar 2.4: Model Pariwisata Berkelanjutan..…………………………….. 56
Gambar 2.5: Model Penelitian………………………………………….......... 58
Gambar 3.1: Model Strategi Analisis Data Kualitatif……………………….... 70
Gambar 3.2: Alur Analisis Data…………………………………………….. 71
Gambar 4.1: Perkembangan Spiritual Healing sebagai Produk Pariwisata…. 87
Gambar 4.2: Peta Persebaran Pelayanan Healing untuk Pariwisata Bali……… 103
Gambar 4.3: Ashram Munivara, Ubud………………………………………… 106
Gambar 4.4: Pemandangan Depan Ashram Ratu Bagus………………………. 112
Gambar 5.1: I Made Gunarta dengan Lingkungan Yoga Barn…………………129
Gambar 5.2: Munculnya Keunikan Lingkungan Bali dalam Spiritual Healing 131
Gambar 5.3:Wisman Sedang Melaksanakan Ritual di Tempat praktek
Nuriasih…………………………………………………………………… 132
Gambar 5.4: I Nyoman Latra Sedang Berpraktek di Depan Foto I Ketut Liyer 135
Gambar 5.5: Lembu Nandini di Ashram Munivara, Ubud yang Memadukan
Lingkungan dan Budaya…………………………………………................ 140
Gambar 5.6: Latihan di Ambar Ashram. Tampak “tedung” yang Mencerminkan
Budaya Bali……………………….………………………………………. 142
Gambar 5.7: Ratu Bagus Sedang Melatih Muridnya……………………….. 144
Gambar 5.8: Landscape Buatan pada Tempat Yoga
di Four Seasons, Sayan, Ubud……………………………………………… 147
Gambar 5.9: Tiga Level Pembangunan Produk Pariwisata Spiritual Healing.. 164
Gambar 5.10: Suasana Gembira Wisman di Ashram Ratu Bagus………… 166
Gambar 5.11: Pesona dan Keunikan Spiritual Healing di Bali……………. 169
Gambar 6.1: Brosur Spiritual Healing di Bali di tengah persaingan global.. 170
Gambar 6.2: Posisi Id, Ego dan Superego dalam Permintaan Spiritual
Healing…………………………………………………………………….... 176
Gambar 6.3: Suasana Latihan Shaking di Ashram Ratu Bagus……………... 178
xxv
Gambar 6.4: Wisman Latihan di Ashram Munivara………………………. 181
Gambar 6.5: Tempat Latihan Yoga di Ashram Gandhi……………………. 182
Gambar 6.6: Guru Made Sumantra di Tempat Prakteknya, Lungsiakan,
Ubud………………………………………………………………………… 184
Gambar 6.7: I Made Suambara Bersama Murid-Muridnya di Ambar Ashram,
Ubud…………………………………………………………………………. 185
Gambar 6.8: Grafik Kunjungan Wisman ke Bali yang Menunjukkan Fase
Konsolidasi sesuai TALC……………………………………………………. 207
Gambar 6.9: Pola Bisnis Spiritual Healing di Bali…………..……………… 210
Gambar 6.10: Pola Ideal Bisnis Spiritual Healing yang kompetitif…...……. 220
Gambar 7.1: Healer I Ketut Arsana Duduk pada Restoran Modern
Omham Retreat………………………………………………………………. 225
Gambar 7.2: Ni Wayan Nuriasih Sedang Memohonkan Kesembuhan
untuk Wisman………………………………………………………………. 229
Gambar 7.3: Wisman Berbaur dengan Masyarakat Lokal………………….. 233
Gambar 7.4: Tipe Partisipasi Lokal dalam Pariwisata Spiritual Healing
di Bali………………………………………………………………………. 237
Gambar 7.5: Kebun Sayur Milik Ashram Munivara untuk Ekonomi Lokal.. 241
Gambar 7.6: Brosur tentang Makanan Lokal yang Ditawarkan
Omham Retreat…………………………………………………………….. 243
Gambar 7.7: Manfaat Spiritual Healing terhadap Ekonomi Lokal.………. 248
Gambar 7.8: Pemandangan Sawah dan Pohon Kelapa Omham Retreat…… 251
Gambar 7.9: Bahan-bahan Bekas Lokal yang Digunakan di Yoga Barn….. 252
Gambar 7.10: Pertumbuhan Spiritual Healing sebagai Pariwisata Berkualitas 260
Gambar 7.11: Kolam Renang Four Seasons, Sayan, Ubud dengan Lingkungan
Sungai Ayung……………………………………………………………. 261
xxvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I: Gambar 2.2: Bagan Health Tourism…………………….. 284
LAMPIRAN II: Tabel 3.3: Pedoman Wawancara…………..…………… 285
LAMPIRAN III: DAFTAR INFORMAN……………………………….. 287
BIODATA PENELITI…………………………………………………… 289