Diseksi Aorta ssm

download Diseksi Aorta ssm

of 31

description

Diseksi Aorta ssm

Transcript of Diseksi Aorta ssm

BAB IPENDAHULUAN

Aorta adalah pembuluh darah besar yang memiliki peranan vital sebagai pembawa darah keluar dari ventrikel kiri ke berbagai jaringan di tubuh untuk kebutuhan nutrisinya. Secara umum, aorta memiliki dinding tebal yang tersusun oleh tiga lapisan otot yang mampu menahan perubahan tekanan yang dihasilkan pada setiap jantung berdenyut. Ketidakmampuan lapisan dinding aorta menahan tekanan yang tinggi menyebabkan timbulnya robekan pada lapisan tersebut. Keadaan ini yang disebut Diseksi aorta.1Diseksi aorta ditandai oleh robekan lapisan intima dinding aorta yang diawali oleh suatu proses degenerasi atau disertai nekrosis kistik dari lapisan tunika media. Darah akan mengalir melalui robekan yang memisahkan lapisan intima dengan lapisan media atau lapisan adventisia, yang kemudian membentuk ruang palsu (false lumen). 1,2Secara epidemiologis menurut Global Burden Disease pada tahun 2010, penyakit Aneurisma aorta dan Diseksi aorta memiliki angka kematian global sebanyak 2,49 per 100.000 orang pada tahun 1990, dan pada tahun 2010 angkanya meningkat hingga 2,78 per 100.000 orang, dengan rasio laki-laki yang lebih tinggi dari wanita. Prevalensi Diseksi aorta kurang dari 1% pada temuan autopsi. Di Amerika Serikat, Diseksi aorta ditemukan pada 1-3% dari semua otopsi (1 dari 350 kadaver). 1Diseksi aorta merupakan salah satu kondisi kegawatdaruratan dalam dunia medis dengan gambaran klinis yang bervariasi. Meskipun terdapat kemajuan dalam modalitas diagnostik dan terapi, tetapi angka kematian masih tinggi pada Diseksi aorta. Mortalitas Diseksi aorta tinggi pada 7 hari pertama, banyak pasien meninggal sebelum sampai ke IGD atau sebelum diagnosis dibuat di IGD. 1,3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN HISTOLOGI AORTAAorta adalah pembuluh darah besar yang memiliki peranan vital sebagai pembawa darah keluar dari ventrikel kiri ke berbagai jaringan di tubuh untuk kebutuhan nutrisinya. Aorta berjalan melintasi rongga thorax dan abdomen, dan segmen-segmen aorta diberi nama sesuai dengan lokasinya. 1,2Aorta berada di bagian atas dari ventrikel kiri, dengan diameter sekitar 3 cm, dan setelah naik (ascending), aorta melengkung (arch) ke belakang dan ke sisi kiri, tepat pada pangkal paru kiri, kemudian turun (descending) dalam thoraks pada sisi kiri kolumna vertebralis, masuk rongga abdomen lewat hiatus diafragmatikus dan berakhir dengan diameter mulai berkurang (1,75 cm) setingkat dengan vertebra lumbalis IV, aorta bercabang menjadi arteri iliaka komunis dextra dan sinistra. Dari uraian di atas maka aorta dapat dipisahkan menjadi beberapa bagian: aorta ascenden, arcus aorta, dan aorta descenden.1,2

Gambar 1. Anatomi Aorta.Aorta ascenden memiliki panjang sekitar 5 cm, menyusun bagian atas dari basis ventrikel kiri, setinggi batas bawah kartilago kosta ke-3 di belakang kiri pertengahan sternum; aorta melintas ke atas secara oblik, ke depan, dan ke kanan, searah aksis jantung, setinggi batas atas dari kartilago kosta ke-2. Pada pangkal asalnya, berlawanan dengan segmen valvula aortikus, terdapat tiga dilatasi kecil disebut sinus aortikus. Saat pertemuan aorta ascenden dengan arcus aorta kaliber pembuluh darah meningkat, karena bulging dinding kanannya. Segmen dilatasi ini disebut bulbus aortikus, dan pada potongan transversal menunjukkan bentuk yang oval. Aorta ascenden terdapat dalam perikardium. Satu-satunya cabang dari aorta ascenden adalah arteria coronaria yang mensuplai jantung; muncul dekat commencement aorta tepat di atas pangkal valvula semilunaris. 4Arcus aorta dilindungi oleh pleura di anterior dan margo anterior dari pulmo. Saat pembuluh melintas ke belakang sisi kirinya bersentuhan dengan pulmo sinistra dan pleura. Melintas ke bawah pada sisi kiri bagian tersebut pada arcus terdapat 4 nervus: nervus frenikus sinistra, kardiakus superior cabang nervus vagus sinistra, cabang nervus kardiakus superior dari trunkus simpatikus sinistra, dan trunkus vagus sinistra. Saat nervus terakhir tadi melintasi arcus ia memberikan cabang rekuren, yang melingkar di bawah pembuluh dan melintas ke atas pada sisi kanan. Vena interkostalis melintas oblik ke atas dan ke depan pada sisi kiri arcus, di antara nervus frenikus dan vagus. Pada sisi kanan terdapat pleksus kardiakus profunda, nervus rekuren sinistra, esofagus, dan duktus torasikus; trachea berada di belakang kanan dari pembuluh. Di atas adalah arteri inominata, karotis komunis sinistra, dan arteri subklavia sinistra, yang muncul dari lengkungan arcus dan bersilangan berdekatan di pangkalnya dengan vena inominata sinistra. Di bawah adalah bifurkasio arteri pulmonalis, bronkus sinistra, ligamentum arteriosum, bagian superfisial dari pleksus kardiakus, dan nervus rekuren sinistra. Ligamentum arteriosum menghubungkan arteri pulmonari sinistra dengan arcus aorta. 4Di antara awal arteri subclavia dan perlekatan ductus arteriosus, lumen aorta bayi sedikit menyempit, membentuk bangunan yang disebut sebagai isthmus aorticus, yang pada saat diatas ductus arteriosus pembuluh membentuk dilatasi yang disebut aortic spindle. Arcus Aorta mempercabangkan 3 buah pembuluh darah: arteri innominata, carotis comunis sinistra, dan subclavia sinistra. 4Aorta desenden dibagi menjadi dua bagian, thoracica dan abdominalis. Aorta thoracalis terdapat dalam cavum mediatinum posterior. Dimulai pada batas bawah dari vertebra thoracic ke IV yang merupakan lanjutan dari arcus aorta, dan berakhir di depan batas bawah dari vertebra thoracic ke XII pada hiatus aorticus diafragma. Aorta Thoracalis mempercabangkan antara lain Cabang pericardial (rami pericardiaci), Arteri brochialis (aa. bronchiales), Arteri esophageal (aa. sophage), Cabang mediastinal (rami mediastinales), Arteri intercostalis (aa. intercostales), Arteri subcostalis, cabang phrenicus superior. 4Aorta abdominalis dimulai pada hiatus aortikus diafragma, di depan batas bawah dari korpus vertebrae thoracic terakhir dan turun didepan kolumna vertebralis, berakhir pada korpus vertebra lumbalis ke IV, sedikit ke kiri dari garis tengah tubuh, kemudian terbagi menjadi dua arteri iliaca comunis. Aorta semakin berkurang ukurannya dengan semakin banyak ia mempercabangkan pembuluh darah. Aorta Abdominalis dibatasi, anterior, oleh omentum minus dan gaster, di belakang cabang dari arteri celiaca dan plexus celiaca, dibawah vena lienalis, pankreas, vena ranalis sinistra, bagian inferior dari duodenum, pleksus mesenterium dan pleksus aortikus. Posterior dipisahkan dari vertebrae lumbalis dan fibrokartilago intervertebrae oleh ligamentum longitudinalis anterior dan vena lumbalis sinistra. Pada sisi kanan terdapat vena azygos, cisterna chyli, ductus thoraksikus, crus dekstra diafragma yang memisahkan aorta dari bagian atas vena cava inferior dan dari ganglion celiaca dekstra; vena cava inferior bersentuhan dengan aorta dibawahnya. Pada sisi kiri adalah crus sinistra diafragma, ganglion celiaca sinistra, bagian ascending dari duodenumdan sedikit bagian intestinum. 4Aorta memiliki dinding yang tebal dengan tiga lapisan otot yang memungkinkan pembuluh darah ini tahan terhadap tekanan tinggi yang dihasilkan ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Ketiga lapisan tersebut adalah tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia. Tunika intima adalah lapisan yang paling dalam yang berkontak dengan darah. Lapisan ini dibentuk terutama oleh sel endothelial. Tunika media di lapisan tengah terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and jaringan elastic. Tunika adventisia di lapisan paling luar tersusun oleh jaringan ikat. 4

Gambar 2. Histologi Aorta.

B. DEFINISIDiseksi aorta didefinisikan sebagai disrupsi tunika media yang disebabkan oleh perdarahan intramural, menyebabkan pemisahan dinding aorta serta pembentukan true layer dan false layer. 1Diseksi aorta merupakan robekan yang memisahkan bagian dinding aorta, terutama intima dan media dengan adventitia. Kerusakan dimulai pada lapisan intima dan dapat mencapai lapisan media, darah mengadakan penetrasi ke lapisan media, membelah kedua lapisan tersebut secara longitudinal dan darah tersebut membentuk lumen baru (false lumen) pada dinding aorta. Hal ini menyebabkan penekanan pada muara cabang-cabang aorta atau menimbulkan penekanan pada struktur di sekitar ruang palsu tersebut. Robekan awal pada intima biasa terjadi di daerah aortic root atau isthmus aorta dan dapat menimbulkan robekan luas yang mengenai daerah sepanjang aorta. 1,2,5

C. EPIDEMIOLOGIDi Amerika Serikat, Diseksi aorta merupakan penyakit yang jarang. Frekuensi sebenarnya sangat sulit diperkirakan Bukti Diseksi aorta ditemukan pada 1-3 % dari semua otopsi (1 dari 350 kadaver). Insiden Diseksi aorta berkisar 5-30 kasus per 1 juta orang setiap tahun. 6Diseksi aorta sering terjadi pada orang berkulit hitam dari pada berkulit putih dan kurang umum pada orang Asia. Lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2-3:1. Hampir 75% diseksi aorta terjadi pada usia 40-70 tahun, dengan puncak pada usia 50-65 tahun. Pasien dengan sindrom Marfan menunjukkan gejala yang lebih cepat, biasanya pada dekade ketiga dan keempat kehidupan. 6Diseksi aorta merupakan kelainan aorta yang berbahaya dengan frekuensi 2-3 kali lebih sering dibanding ruptur aorta abdominal. Bila tidak ditatalaksana, sekitar 33% pasien meninggal pada 24 jam pertama, dan 50% meninggal setelah 48 jam. Kematian setelah 2 minggu mencapai 75% pada pasien dengan Diseksi aorta asenden yang tidak terdiagnosis. Angka kematian pasien dengan diseksi aorta adalah 1-2% per jam dalam 24-48 jam. 7

D. ETIOLOGIDiseksi aorta dapat diakibatkan oleh baik faktor kelainan kongenital maupun kelainan didapat. Diseksi aorta lebih umum terjadi pada pasien dengan hipertensi, kelainan jaringan ikat, stenosis aorta kongenital atau stenosis katup bikuspid, serta pada orang-orang dengan riwayat pembedahan thoraks. 1,3Hipertensi merupakan faktor predisposisi penting pada diseksi aorta. Pasien dengan diseksi aorta 70% memiliki tekanan darah tinggi. Kehamilan juga dapat menjadi faktor risiko diseksi aorta, terutama pada pasien dengan sindrom Marfan. Diperkirakan 50% dari semua kasus diseksi aorta terjadi pada wanita hamil dengan usia kurang dari 40 tahun. Kebanyakan kasus terjadi pada trimester ketiga atau pada periode awal postpartum. 91. Kelainan Jaringan IkatBerbagai mekanisme yang melemahkan lapisan medial dari aorta melalui apopleksi mikro dari dinding pembuluh darah serta berbagai macam penyakit yang berbeda menyebabkan peningkatan tegangan pada dinding aorta, yang kemudian dapat menyebabkan dilatasi aorta dan pembentukan aneurisma. Perdarahan intramural, diseksi aorta dan ruptur dinding aorta dapat terjadi. Tiga penyakit jaringan ikat yang diturunkan diketahui mempengaruhi dinding arteri, yakni Sindroma marfan, sindroma Ehler Danlos dan famililal aneurisma dan diseksi aorta torakalis. 1,9,10Diantara penyakit-penyakit herediter, sindroma marfan merupakan kelainan dengan prevalensi tertinggi yakni 1/7000. Pada penyakit ini lebih dari 100 mutasi pada gen fibrillin 1 telah diidentifikasi menyebabkan kecacatan fibrilin pada matriks ekstraseluler, yang berpengaruh pada mata, kardiovascular, skeletal, paru, juga kulit dan duramater. Sindrom Marfan hasil dari mutasi pada gen-1 fibrillin (FBN1) pada kromosom 15, yang mengkode untuk fibrillin glikoprotein. Fibrillin adalah sebuah blok bangunan utama mikrofibril, yang merupakan komponen struktural dari ligamentum suspensori lensa dan berfungsi sebagai substrat untuk elastin dalam aorta dan jaringan ikat lainnya. Kelainan melibatkan mikrofibril melemahkan dinding aorta sehingga terjadi dilatasi aorta atau diseksi aorta. Peningkatan aktivitas metaloproteinase pada sel otot polos pembuluh darah aorta pada pasien dengan sindroma marfan menyebabkan fragmentasi pada tunika media. Disamping itu terdapat peningkatan ekspresi reseptor proliferator peroksisom (PPAR ) pada sel otot polos aorta penderita dengan sindroma marfan. Ekspresi PPAR inilah yang kemungkinan berperan pda patogenesis dan perkembangan degenerasi kistik tunika media pada penderita sindroma marfan. 1,9,10Sindroma Ehler Danlos termasuk dalam kelompok kelainan bawaan jaringan ikat, dengan karakterisitik hipermobilitas, hiperekstensibilitas kulit dan fragilitas jaringan. Insiden penyakit ini 1/5000 kelahiran. Sindrom Ehler-Danlos merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh defisiensi kolagen tipe III, dan individu dengan penyakit ini dapat memiliki risiko terbentuknya aneurisma di bagian manapun dari aorta. Jika aneurisma mengembang secara cepat, maka terjadi robekan (ruptur aneurisma) atau kebocoran darah di sepanjang dinding pembuluh darah (diseksi aorta). 1,9,10Kelainan bawaan aneurisma/diseksi aorta abdominal dan torakalis sulit dibedakan. Pada kelainan ini dijumpai mutasi pada gen COL3A1. Pada pasien- pasien dengan kelainan ini dijumpai gangguan pengkodean gen pembentuk kolagen, fibrilin, fibrulin, glikoprotein miofibril, matriks metaloproteinase dan inhibitornya. Patogenesis yang sama ditemukan pada koarktasio aorta dan aorta dengan arsitektur bikuspis. 1,9,102. Hipertensi Kronis Dan AterosklerosisHipertensi kronis mempengaruhi komposisi dinding arteri menyebabkan penebalan, fibrosis, kalsifikasi dan deposisi asam lemak ekstraseluler. Bersamaan dengan itu matriks ekstraseluler mengalami degradasi, apoptosis dan hialinisasi kolagen yang lebih cepat. Kedua mekanisme ini menyebabkan gangguan tunika intima,terutama pada tepi plak. Terjadi peningkatan ketebalan tunika intima, yang kemudian dapat menyebabkan gangguan aliran nutrisi dan oksigen ke dinding arteri. Fibrosis pada tunika adventisia dapat menyebabkan obstruksi aliran darah yang mensuplai nutrisi dan oksigen. Kedua proses ini kemudian menyebabkan nekrosis sel otot polos dan fibrosis struktur elastis pada dinding pembulu darah yang kemudian menyebabkan kekakuan yang meningkatkan kerentanan terjadinya aneurisma dan diseksi. 1,9,10Aterosklerosis merupakan penyebab utama aneurisma aorta pada 435 kasus yang diteliti. Tunika intima aorta menunjukkan fibrosis hebat dan meningkatkan jumlah asam lemak pada matriks ekstraseluler. Sel histiosit kemudian mendegradasi matriks seluler yang kemudian dapat menggangu integritas tunika intima. Mekanisme ini kemudian mengarah pada ruptur tunika intima. Penebalan tunika intima menyebabkan peningkatan jarak antara lapisan endotel dan tunika media, yang kemudian menyebabkan gangguan aliran nutrisi dan oksigen. Semua perubahan-perubahan ini berkontribusi dalam meningkatkan kekakuan pembuluh darah dan peningkatan kerentanan terhadap terjadinya aneurisma dan diseksi. Ruptur lebih sering terjadi pada aorta pars ascendens (65%) dan lebih jarang pada aorta abdominalis (32%). Ruptur aorta ditemukan pada 0,9 % kasus kematian mendadak. Pada 62% diantaranya ditemukan diseksi aorta, aneurisma aterosklerosis sebanyak 37% dan pseudoaneurisma sebanyak 1,6%. 1,9,103. Trauma dan Penyebab IatrogenicKematian akibat kecelakan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi berhubungan dengan trauma pada aorta. Sekitar 95% cedera timbul pada tempat dengan tekanan yang tinggi yakni pada isthmus aorta dan hanya 5% pda aorta pars ascendens. Cedera aorta dapat terbatas pada tunika intima atau dapat mengenai seluruh lapisan dinding arteri. Ruptur aorta pasca trauma tumpul dada, sering berkaitan dengan jejas pada miokardyang kemudian menyebabkan gagal jantung, infark miokard dan tamponade. 1,9,10Pembentukan aneurisma dan ruptur aorta dapat juga terjadi setelah tindakan bedah yang melibatkan aorta dan bahkan pasca resusitasi kardiopulmoner. Tindakan ESWL pada penghancuran batu saluran kemih juga dapat menyebabkan cedera aorta. Penyebab cedera aorta yang lain ialah tindakan kateterisasi jantung, baik yang bertujuan untuk diagnostik maupun prosedur intervensi. Diseksi aorta dapat pula terjadi pada pasien pasien yang pernah menjalani operasi katup aorta. 1,9,10Inflamasi dapat pula menyebabkan kerusakan tunika media dinding aorta yang kemudian mengarah kepada lemahnya dinding aorta, pelebaran dan terjadinya diseksi aorta. Diseksi aorta iatrogenic biasanya berkaitan dengan kateterisasi retrogade yang invasive, atau dapat timbul pada saat tindakan atau setelah tindakan operasi aorta. 1,9,10

E. PATOFISIOLOGIDiseksi aorta sering berkaitan dengan perubahan struktur dari tunika media. Perubahan histopatologis berupa medionecrosis, nekrosis kistik tunika media, fibrosis dan fragmentasi serabut elastin terjadi pada penyakit ini. Studi mengenai aorta yang tidak mengalami diseksi menunjukkan bahwa perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses penuaan. Perubahan-perubahan tersebut tidak spesifik untuk diseksi dan perubahan tersebut dominan terjadi pada pasien-pasien dengan hipertensi. 3,5,6Diseksi aorta terjadi ketika lapisan intima robek dan menyebabkan darah masuk pada lapisan antara intima dan adventitia. Nekrosis kistik medial (pelemahan tunika media) dan hipertensi berkontribusi dalam proses ini yaitu sebanyak 75%. Peningkatan tekanan arteri dapat menyebabkan penebalan lapisan intima, fibrosis, dan kalsifikasi. Proses ini dapat mengurangi suplai darah dinding arteri, sehingga matriks ekstraselular mengalami modifikasi kehilangan kemampuan elastisitasnya (elastolisis) dan apoptosis. Nekrosis pada sel otot polos dan fibrosis pada struktur elastis yang terdapat pada tunika media menyebabkan pembuluh darah akan tegang dindingnya, rapuh, dan mudah mengalami robekan. Sebanyak 90% seluruh kasus diseksi terjadi pada dinding lateral kanan bagian proksimal aschending aorta, sisanya terjadi pada distal arteri subklavia kiri. 11,12Didapatkan bahwa lesi yang melibatkan serabut elastin dan kolagen dominan terjadi pada individu diatas usia 40 tahun dan pada pasien-pasien dengan sindroma marfan dan kelainan jaringan ikat. Defek yang terjadi pada matriks ekstraseluler ini menyebabkan hilangnya integritas/keutuhan dari dinding pembuluh darah. Kejadian diseksi pada pasien-pasien dengan lesi abnormal tersebut diatas umumnya terjadi pada pasien yang tidak mengalami hipertensi. Perubahan degeneratif pada sel otot polos ditemukan lebih banyak pada pasien- pasien usia tua. Hal ini mempunyai efek yang lebih ringan dalam mengakibatkan hilangnya integritas aorta dibandingkan lesi kolagen dan serabut elastin. Hipertensi telah diidentifikasi sebagai predisposisi utama pada pasien-pasien yang mengalami degenerasi sel-sel otot polos. 3,5,6,11,12Proses diseksi melibatkan fase inisial, yakni saat timbul robekan pada tunika intima, dan fase kedua ketika robekan menyebar. Beberapa faktor hemodinamik seperti komponen intrinsik dinding aorta turut menentukan kecenderungan untuk timbulnya robekan primer. Gerakan dan lengkungan eksternal terbesar terjadi pada aorta ascendens tiap kali ejeksi ventrikel. Muatan yang bersifat pulsatif (yang ditentukan oleh kontraktilitas jantung, isi sekuncup, elastisitas dinding arteri dan tekanan darah) didapati paling besar pada aorta pars ascendens. Bagian teratas dari aorta torakal pars descendens juga mengalami puntiran dan melengkung pada tiap siklus jantung. Pada posisi ini arcus aorta bersifat relatif tidak bergerak terhadap aorta pars descendens. 3,5,6,11,12Perambatan diseksi dipengaruhi oleh laju peningkatan tekanan darah. Saluran yang salah berkembang dan merambat secara cepat, biasanya melibatkan setengah sampai duapertiga diameter pembuluh darah. Dinding dari pembuluh darah yang dipercabangkan aorta dapat terpengaruh oleh diseksi atau dapat terlepas dari lumen yang sesungguhnya menyebabkan titik re-entri diantara dua lumen. Cabang yang mengalami avulsi dapat tetap terbuka, terhubung dengan lumen yang salah, atau dapat tertutup akibat diseksi. Perluasan ke arteri perifer yang terkena membantu menjelaskan variasi gejala dan tanda yang ditemukan. 3,6Diseksi biasanya terdiri dari lapisan tipis pada bagian terluar tunika media dan tunika adventisia aorta. Saluran yang salah biasanya mengalami ruptur kedalam pericardium atau rongga pleura kiri. Sebelum terjadi ruptur, pada banyak kasus darah mengalami ekstravasasi dan membentuk hematom yang luas pada daerah mediastinum. Trombosis pada saluran yang salah jarang terjadi. Pada kebanyakan pasien yang selamat dari kejadian diseksi aorta, lumen patologis yang terbentuk melebar dan mencapai ukuran aneurisma, rupture dapat timbul dikemudian hari. 3,5,6,11,12Gambar 3. Proses diseksi pada dinding aorta.

F. KLASIFIKASIBeberapa klasifikasi telah dikembangkan untuk kalsifikasi diseksi aorta. Dua klasifikasi yang paling umum digunakan ialah sistem klasifikasi Stanford dan klasifikasi De Bakey. 3Perjalanan alamiah dari lesi tergantung hampir sepenuhnya pada ada tidaknya keterlibatan aorta pars ascendens. Sistem klasifikasi stanford jauh lebih sederhana dan hanya berdasarkan ada tidaknya keterlibatan aorta pars descendens terlepas dari primer lokasi robekan tunika intima dan perluasan diseksi kedistal. 3Klasifikasi Stanford membagi diseksi aorta ke dalam dua tipe yaitu: 3 Tipe A: diseksi aorta meliputi aorta ascenden dan desenden (diseksi proksimal). Tipe B: diseksi aorta hanya terjadi di aorta desenden (diseksi distal).Klasifikasi De Bakey mengkategorikan pasien dengan diseksi aorta menjadi 3 kelompok, berdasarkan lokasi dan perluasan dari diseksi. 3 Tipe I: Diseksi melibatkan seluruh bagian aorta. Tipe II: Diseksi hanya melibatkan aorta ascenden. Tipe III: Diseksi hanya melibatkan aorta descenden.Beberapa penelitian terkini menunjukkan bahwa perdarahan intramural, hematoma intramural dan ulkus aortic merupakan tanda-tanda yang menyertai suatu proses diseksi. Klasifikasi terkini membagi diseksi aorta kedalam lima tipe. Klasifikasi DeBakey yang diperbarui: 3 Tipe I: Diseksi aorta klasik dengan katup pada lapisan intima yang terletak diantara True lumen dan False lumen. Tipe II: pembentukan hematom intramular Tipe III: diseksi tanpa hematom, membentuk gelembung pada lokasi diseksi aorta. Tipe IV: Ruptur plak yang diikuti oleh ulserasi aorta dan dikelilingi oleh hematom, biasanya di lapisan subadventisia. Tipe V: diseksi iatrogenik dan traumatik.Diseksi aorta akut tipe B klasifikasi Stanford memiliki tingkat mortalitas yang lebih rendah dibanding tipe A. Pasien dengan diseksi aorta tipe B tanpa komplikasi, angka mortalitasnya 10% dalam 30 hari. Pasien yang mengalami komplikasi iskemik pada organ ginjal atau visceral hingga.7

Gambar 4. Klasifikasi Diseksi Aorta.

G. GAMBARAN KLINISDiseksi dikatakan akut bila awal timbulnya klinis diseksi dialami penderita selama kurang dari 2 minggu dan dikaitkan dengan morbiditas dan tingkat kematian yang tinggi. Sedangkan Diseksi aorta kronis bila lebih dari 2 minggu dan memiliki prognosis yang lebih baik. 3Pasien-pasien dengan diseksi tipe A biasanya berusia lebih muda (rata-rata 49 tahun, dimana pasien diseksi tipe B umumnya berusia 60 tahun) dan lebih sedikit dengan riwayat hipertensi. 3Seandainya semua pasien dengan diseksi aorta datang dengan keluhan klasik maka diseksi aorta dapat dengan mudah dibedakan dengan sindroma akut lainnya. Namun, pada kenyataannya hanya sekelompok kecil pasien yang datang dengan gejala dan tanda klasik yang khas. Dan berbeda dengan pendapat umumnya, pada kebanyakan kasus tidak ada aktivitas khusus yang memicu timbulnya diseksi. Hanya sekelompok kecil pasien dilaporkan sedang melakukanaktivitas fisik yang berat sebelum diseksi aorta terjadi. 3Gejala yang bisa dijumpai pada pasien diseksi aorta antara lain:1. NyeriCiri khas diseksi yang ditemukan pada hampir semua kasus ialah nyeri. Sekitar 96% pasien dilaporkan datang dengan keluhan nyeri. Tiga perempatnya mengeluhkan nyeri didada, baik anterior, interskapula ataupun keduanya dan terkadang nyeri meluas keleher. Setengahnya mengalami nyeri pada punggung, dan sepertiganya mengeluhkan nyeri perut. Ada beberapa pasien yang mengeluhkan nyeri pada tungkai, walaupun nyeri ini hanya bersifat sementara. 13,14Perlu ditanyakan mengenai karakteristik nyeri karena pada diseksi aorta terjadi dua mekanisme yakni pertama ketika lapisan intima mengalami sobekan, diinterpretasikan dengan rasa nyeri serta kehilangan stroke volume, dan kedua yakni ketika tekanan sudah mencapai ambang batas dan terjadi ruptur aorta. Nyeri pada diseksi aorta sangat khas, yaitu sensasi tertusuk, robekan yang terlokalisir pada dada (tipe A) dan punggung (tipe B). 13,14Perlu ditanyakan mengenai onset nyeri. Karena pada diseksi aorta, nyeri hebat berlangsung tiba-tiba, dan terjadi langsung saat onset diseksi terjadi. 13,142. SinkopWalaupun nyeri merupakan gejala yang umum ditemukan, pasien mungkin datang dengan gejala yang kurang umum terjadi. Pasien dapat datang dengan berbagai gejala neurologis. Sinkop dijumpai pada 13% kasus. Pada tipe A manifestasi sinkop lebih banyak dijumpai yaitu 19% dibandingkan hanya 3% pada kasus-kasus diseksi tipe B. Mekanisme pasti belum diketahui, namun beberapa kemungkinan penyebab terjadinya sinkop termasuk hemoperikardium akibat ruptur, insufisiensi aorta yang akut, gangguan aliran darah keotak dan adanya respons vagal akibat nyeri hebat. 13,143. Sesak nafasPasien dapat datang dengan gejala-gejala edema paru, seperti dispnea dan orthopnea. 13,14

Gejala-gejala diseksi aorta

Keluhan nyeri Lokasi nyeri

Derajat nyeriOnset nyeriKualitas nyeri Iskemia jantung

Nyeri perut Iskemia ginjal Nyeri tungkai Paraplegia

Sinkop Dispnea 96% pasien mengeluhkan nyeriNyeri pada sisi anterior menggambarkan diseksi pars ascendensNyeri pada sisi posterior mengambarkan diseksi pars descendens10 dari skala 1 sd 10Mendadak (bedakan dengan miokard infark)Seperti disayatGejala angina/infark dapat timbul bila melibatkan Arteri koronaria kananGambaran iskemia intestinalBiasanya asimptomatikTerjadi akibat keterlibatan arteri iliaka pada proses diseksiAkibat iskemia medula spinalis dan iskemia sistem saraf periferAkibat Keterlibatan pembuluh darah otak, tamponade, insufusiensi aorta akut, respons vasovagal terhadap nyeriDiakibatkan insufisensi akut aorta yang ditoleransi buruk

Tabel 1. Gejala- gejala diseksi aorta. 13,14

H. PEMERIKSAAN FISIK1. Tekanan darah yang abnormalSeparuh dari keseluruhan pasien dengan diseksi aorta yang akut mengalami hipertensi yang signifikan pada saat datang (Tekanan darah sistolik >150 mmHg), memuat hal ini sebagai salah satu tanda diagnostik yang umum. Pada saat datang hipertensi dapat berat atau bahkan sangat berat dengan tekanan darah sistolik berkisar 180-200 mmHg. Prevalensi hipertensi berbeda secara signifikan pada masing-masing tipe diseksi. Dapat juga dijumpai takikardi yang disertai dengan hipertensi jika pasien sudah memiliki riwayat hipertensi primer. Takikardi dan hipotensi sebagai hasil dari ruptur aorta, tamponade jantung, regurgitasi aorta, dan infark miokard akut. 13,14Diantara pasien-pasien dengan diseksi aorta tipe B dijumpai sekitar 70% dengan hipertensi pada saat datang dan hanya 36% dijumpai pada penderita dengan diseksi tipe A. Pada tipe A yang umumnya terjadi ialah hipotensi, 12% datang dengan hipotensi (Tekanan darah sistolik berkisar 81-99 mmHg) dan 13% dengan syok (Tekanan darah sistolik 80 mmHg). Kejadian hipotensi hanya dijumpai sejumlah 2% pada kasus-kasus diseksi tipe B. 13,142. Aorta insufisiensiDiseksi yang melibatkan pangkal aorta atau aorta pars ascendens, sering disertai dengan insufisiensi aorta yang akut. Insufisiensi yang ringan sulit diketahui pada auskultasi jantung, namun pada keadaaan insufisiensi yang berat, murmur diastolik decresendo biasanya terdengar. Ditemukannya murmur diastolik decresendo mengarahkan pemeriksa pada pemikiran adanya suatu insufisiensi aorta. Suatu keadaan insufisiensi aorta yang akut dan berat terbatas hanya pada diseksi aorta ataupun endokarditis katup aorta, sehingga pemeriksa harus dapat membedakan kedua keadaan tersebut secara cepat berdasarkan klinis yang ada. 13,14Adanya insufisiensi aorta dapat berakibat pada kejadian oedem paru akut, sehingga pasien dapat datang dengan klinis takipnea, hipoksemia, saturasi O2 yang rendah dan takikardi. Pada pasien dengan ronki basah akibat udem paru dan sulit untuk bernafas, murmur diastolik mungkin sulit ditemukan walaupun insufiensi yang terjadi sangat berat. Tekanan nadi yang luas dapat menjadi petunjuk adanya suatu insufisiensi aorta. Namun kadang tekanan nadi yang luas tidak dijumpai pada keadaaan akut. 13,14Dari keseluruhan pasien, gagal jantung kongestif terjadi pada 6% pasien- pasien yang mengalami diseksi aorta. 80% dari pasien-pasien diseksi yang mengalami gagal jantung kongestif merupakan pasien dengan tipe A, dan 20% pasien-pasien dengan diseksi tipe B. Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung kongestif kemungkinan berkaitan dengan hipertensi yang signifikan, adanya disfungsi diastolik. 13,143. Pulsus deficitKetika diseksi aorta menyebabkan gangguan aliran darah ke salah satu ekstremitas, tekanan darah yang berbeda antar ekstremitas dapat timbul yang dikenal dengan istilah pulsus defisit. Pulsus defisit lebih sering terdeteksi pada lengan dan oleh karena diseksi aorta tipe B berlokasi distal dari arteri subclavia, maka keadaan ini jarang menyebabkan gangguan aliran darah kelengan. Pulsus defisit dijumpai dua kali lebih banyak pada keadaan diseksi aorta tipe A (30%-20%). Pengukuran tekanan darah hanya pada satu sisi yang mengalami pulsus defisit akan dibaca sebagai keadaan tekanan darah rendah. Yang kemudian akan mengarah kepada diagnosa dan pemberian terapi yang salah. 13,144. Tanda lainnyaPasien-pasien dengan diseksi aorta dapat datang dengan keluhan demam, yang disertai leukositosis dan peningkatan sedimentasi eritrosit; penyebab demam belum dapat dijelaskan. Ada beberapa kasus, diseksi aorta juga dapat menyebabkan suara serak, obstruksi jalan nafas atas, hemoptisis (akibat ruptur kedalam percabangan trakeobronkhial), hematemesis (sehubungan dengan ruptur ke esofagus) serta adanya massa yang berpulsasi pada leher. Pasien bisa juga mengalami sinkope karena malperfusi otak. Kehilangan pulsasi ekstremitasdapat terjadi. 13,14

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. LaboratoriumPada pasien yang masuk ke rumah sakit dengan nyeri dada dan kecurigaan dari Diseksi aorta, pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk diagnosis atau deteksi komplikasi. 13,15Jika D-dimer meningkat, kecurigaan Diseksi aorta meningkat. Biasanya, level D-dimer sangat meningkat dengan segera, dibandingkan dengan gangguan lain dengan peningkatan level D-dimer secara bertahap. D-dimer menghasilkan nilai diagnostik tertinggi selama satu jam pertama. Jika D-dimer negatif, IMH dan PAU mungkin masih ada. Namun, keuntungan dari tes ini adalah adanya peningkatan kewaspadaan untuk diferensial diagnosis. 13,15Karena Diseksi aorta mempengaruhi dinding medial aorta, beberapa biomarker telah dikembangkan berkaitan dengan cedera endotel vaskular atau sel otot polos (myosin otot polos), interstitium pembuluh darah (calponin, matriks metalloproteinase 8), lamina elastis (fragmen elastin larut) dari aorta, dan tanda-tanda peradangan (tenascin-C) atau trombosis, Semua hal ini adalah bagian dari tes namun belum memasuki area klinis. 13,152. ElektrokardiogramElektrokardiogram (EKG) 12 lead harus dilakukan untuk melihat ada tidaknya gambaran iskemia pada setiap pasien yang datang dengan nyeri dada atau yang disangkakan diseksi aorta. EKG berguna dalam memberikan informasi prognostik. Dari suatu studi observasional pada pasien-pasien dengan diseksi akut ditemukan bahwa abnormalitas EKG berperan sebagai faktor prediktor independen terhadap angka kematian di rumah sakit. 1,13,15Hal yang dilematis, ialah dalam membedakan antara sindroma koroner akut dan sindroma aorta akut. Dimana, umumnya pasien pada kedua keadaan tersebut mempunyai faktor resiko yang saling tumpang tindih serta memberikan manifestasi klinis yang sama. 1,13,15Pada keadaan ini, suatu gambaran EKG normal dapat meyakinkan klinisi untuk lebih mengutamakan diagnosa diseksi aorta dibandingkan suatu sindroma koroner akut. Namun abnormalitas repolarisasi yang nonspesifik (Segmen ST dan gelombang T) merupakan temuan paling sering pada kasus-kasus diseksi aorta. Dalam persentase kecil, pasien dengan diseksi aorta dirumitkan dengan adanya keadaan yang terjadi bersamaan dengan sindroma koroner akut. Hal ini yang kemudian membatasi kemampuan EKG dalam membuat suatu diferensial diagnosis. 1,13,153. Foto ThoraksFoto thoraks mempunyai keterbatasan dalam mengkonfirmasi suatu keadaan diseksi aorta, dengan sensitivitas dan spesifitasnya masing-masing 64% dan 86%. Secara klasik ditemukan pelebaran mediastinum atau adanya abnormalitas kontur aorta pada 75% subjek dengan diseksi aorta. kardiomegali (efusi perikard), dan kekaburan sudur costo-phrenic yang disebabkan olehadanya hemothoraks. Jika dijumpai gambaran kalsifikasi pada aorta, pemisahan jarak dari bagian yang mengalami kalsifikasi pada tunika intima ke bagian terluar dari aorta lebih dari 1 cm yang disebut sebagai Calcium Sign merupakan suatu gambaran sugestif walaupun bukan diagnosa pasti adanya diseksi aorta. Namun penting untuk diketahui 15% pasien-pasien diseksi aorta memberikan gambaran foto thoraks yang normal. Petunjuk lain yang berkaitan dengan adanya diseksi aorta ialah efusi perikard dan efusi pleura serta adanya deviasi trakea keatas, namun temuan ini tidak spesifik. Oleh karena itu adanya gambaran foto thoraks yang normal tidak serta merta menyingkirkan diagnosis suatu sindroma akut aorta. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan modalitas pencitraan aorta yang jauh lebih sensitif. 1,13,15

Gambar 5. Gambaran radiologi Diseksi aorta Temuan Radiologis pada kasus-kasus Diseksi Aorta Torakalis

1. Pelebaran mediastinum (pelebaran aorta ascendens, pelebaran pangkal aorta dan pelebaran aorta pars descendens)2. Gambaran Pangkal aorta yang kabur3. Pelebaran bayangan paraspinal4. Efusi pleura (ipsilateral aorta)5. Pergeseran trakhea atau distorsi cabang utama bronkus kiri6. Kalsifikasi tunika intima yang terpisah

4. EchocardiographySalah satu metode pemeriksaan yang dapat digunakan untuk pasien tak stabil adalah Transthoracic echocardiography (TTE) dan Transesophageal echocardiography (TOE). TTE dapat memvisualisasikan ascending aorta dan arkus aorta dengan jelas, namun memiliki kendala untuk pasien dengan trauma dada dan obesitas, karena dapat mengaburkan bayangan obyek. Transthoracic echocardiography (TTE) dapat mengidentifikasi secara cepat komplikasi potensial yang terjadi, seperti regurgitasi aorta, tamponade jantung dan gangguan fungsi ventrikel kiri. TTE dapat digunakan untuk skrining kejadian diseksi aorta pada pasien-pasien yang datang dalam keadaan syok atau sinkop yang tidak dijelaskan. Pada TOE, pemeriksaan ini berguna untuk memvisualisasikan aorta thorakal, dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Walaupun kegunaannya untuk mengevaluasi jantung dan aorta bagian proksimal. Transesophageal echocardiography (TOE) memberikan gambaran aorta yang sangat baik mulai dari pangkal sampai dengan distal dari aorta pars descendens. Sebagai tambahan, adanya color flow doppler memugkinkan penilaian aliran darah diseluruh aorta dan aliran darah antara lumen yang sebenarnya dengan pseudolumen. Sensitivitas dan spesifitas TEE dalam mendiagnosis diseksi aorta mencapai 99% dan 89%. 1,13,15

Gambar 6. Transthoracic echocardiogram aorta descendens seorang pasien usia muda dengan sindroma marfan. Lapisan yang mengalami diseksi jelas terlihat pada lumen aorta (Tanda panah,gambar A dan B). Pemetaan menunjukkan perbedaan aliran kecepatan darah antara true lumen (ditunjukkan bintang kecil) dan false lumen (bintang besar).5. CT scanGenerasi terbaru CT scan memberikan gambaran aorta yang sangat baik pada sindroma aorta akut dengan sensitivitas lebih dari 95%. CT scan juga berguna dalam memvisualisasikan panjang aorta dan percabangan pembuluh darah yang terkait, ada tidaknya perdarahan pada rongga perikardium, efusi pleura, ulkus aorta yang berpenetrasi dan hematom intramural. CT scan sering digunakan sebagai pencitraan lanjutan awal pada kasus-kasus diseksi aorta. Keterbatasan CT scan terletak pada ketidakmampuannya dalam memberi gambaran fungsi jantung dan katup katup, zat kontras yang bersifat nefrotoksik, dan terbatas dalam mengidentifikasi robekan tunika intima yang kecil. 1,13,15Pada diseksi aorta, CT scan dapat membedakan lumen yang sebenarnya dengan lumen yang palsu. Lumen yang sebenarnya biasanya kecil dan karena kecepatan aliran darah lebih tinggi pada daerah ini dibandingkan lumen palsu maka dijumpai gambaran penyangatan kontras pada CT scan dengan kontras. Pada pengambilan gambar secara potong lintang/cross sectional lapisan yang mengalami diseksi membentuk sudut terhadap lapisan terluar dari lumen yang salah membentuk gambaran seperti paruh burung Beak sign. 1,13,15Temuan CT scan pada Diseksi Aorta

Tanpa KontrasDengan kontras

1. Pergeseran tunika intima yang mengalami kalsifikasi dari dinding pembuluh darah2. Gambaran trombosis pada lumen yang salah3. Hematom periaorta4. Perubahan kontur aortaIntimal flap

6. Magnetic Resonance Imaging (MRI)Alat ini menawarkan resolusi gambar yang sangat baik dan mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi, namun MRI tidak sering digunakan sebagai studi pencitraan awal. Ketidakmampuan memonitor pasien yang tidak stabil, ketersediaan alat yang terbatas dan tidak kompatibel dengan alat-alat implan ataupun prostesis merupakan hal- hal yang menjelaskan mengapa alat ini jarang digunakan. Alat ini idealnya digunakan pada pasien stabil yang membutuhkan pencitraan lebih tinggi. 1,13,15

Gambar 7. Gambaran MRI Diseksi Aorta.

7. AortografiPenggunaan aortografi invasif telah digantikan dengan modalitas pencitraan yang lebih praktis dan noninvasif seperti CT scan echocardiography. Walaupun mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi dalam mendiagnosa diseksi aorta, tindakan angiografi membutuhkan akses arteri, pemaparan pasien terhadap zat kontras dan mempunyai kemampuan terbatas dalam mendiagnosa hematom intramural. 1,13,15Pemeriksaan penunjang gold standar dari diseksi aorta adalah aortografi. Karena dengan aortografi dapat dibedakan antara true lumen dan false lumen. Namun kelemahannya, pemeriksaan ini tidak diperuntukkan untuk orang dengan kondisi hemodinamik tidak stabil, begitu juga CT scan dan MRI. 1,13,15

J. DIAGNOSA BANDING1. PneumotoraksGejala yang sering timbul baik pada pneumotoraks spontan maupun traumatik adalah sesak napas (80-100%), nyeri dada (75-90%), batuk-batuk atau tanpa gejala. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: suara napas biasanya melemah sampai menghilang,fremitus melemah, resonansi perkusi dapat normal atau meningkat,analisis gas darah biasanya memberikan gambaran hipoksemia. Pemeriksaan foto polos dada garis pleura viseralis tampak putih, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis.2. Emboli paruEmboli paru yang gejalanya mirip dengan diseksi aorta adalah emboli paru massif yang ditandai dengan nyeri dada pleuritik yang mendadak, sesak napas, sinkop, syok, pucat dan berkeringat. Denyut nadi cepat dan kecil. Tekanan darah turun dan dan akral dingin. Ditemukan adanya sianosis sentral, yang tidak responsive terhadap pemberian oksigen.3. Infark miokard (ACS)Gejala yang timbul pada infark miokard biasanya berupa nyeri substernal yang parah dan menetap yang menyebar hingga ke daerah leher, rahang, lengan kiri dan disertai dengan gejala otonom seperti mual, muntah, keringat dingin. Pada gambaran EKG biasanya terlihat adanya tanda-tanda elevasi segmen ST (pada STEMI) atau inversi gelombang T.

K. PENATALAKSANAANDiseksi aorta merupakan kegawatdaruratan medis dan harus diobati dengan prioritas tinggi. Terapi optimal harus diberikan pada pasien-pasien dengan diseksi aorta, pada saat diagnosa ditegakkan. Terapi obat-obatan yang cepat yang diikuti dengan terapi bedah yang tepat berkaitan dengan perbaikan angka harapan hidup yang signifikan. Semua pasien yang disangkakan mengalami diseksi aorta harus dievaluasi dan diobati secara emergensi. Tujuan awal ialah menstabilisasi perambatan diseksi dan mencegah ruptur. Tanpa memperhatikan lokasi diseksi, semua pasien harus mendapatkan terapi farmakologis secepat mungkin. Pasien-pasien yang disangkakan diseksi aorta harus segera mungkin dirawat diruang ICU untuk monitoring ketat tekanan arteri dan vena, jumlah pengeluaran urine dan perubahan gambaran elektrokardiogram. 1,13,15

Terapi MedikamentosaPenurunan tekanan arteri secara cepat tercapai secara efektif dengan penggunaan sodium nitroprusidde (2-10 mg/kgBB/menit IV). Dosis dititrasi sampai sesuai respons tekanan darah. Pembrian beta blocker secara rutin digunakan. Pemberian propanolol intra vena (1-2 mg/5 menit, sampai respons memuaskan) digunakan untuk menjaga frekuensi jantung pada kisaran 65-70 kali permenit. Ketika keadaan stabil tercapai, pasien harus dipersiapkan untuk pemeriksaan pencitraan aorta dan dikonsultasikan dengan ahli bedah kardiovaskular. 1,13,15Terapi obat-obatan merupakan satu-satunya terapi pada pasien-pasien diseksi aorta pars ascending dengan keadaaan serius yang menjadi kontraindikasi tindakan operatif. 1,13,15

Tatalaksana EmergensiDiseksi aorta tipe A dan tipe B yang mengalami komplikasi harus dilakukan tatalaksana pembedahan. Penanganan awal pada diseksi aorta thorakal adalah menurunkan tegangan pada dinding aorta dengan mengkontrol denyut jantung dan tekanan darah serta meredakan nyeri. Tujuan primer nya adalah mereduksi kontraksi ventrikel kiri tanpa mempengaruhi perfusi. Ketika GCS pasien kurang dari 8 atau tidak stabil secara hemodinamik, maka merupakan indikasi intubasi dan ventilasi. 2,11,15Manajemen Awal Diseksi Aorta

Oksigen (indikasi ABC) Lengkapi riwayat penyakit dahulu dan pemeriksaan fisik lengkap (jika mungkin) Monitor denyut nadi, tekanan darah, dan Spo2 EKG 12 lead (dokumentasi iskemia) Obat nyeri Infusi IV secara hati-hati (2 kateter 16 gauge) Tekanan darah diturunkan sampai 110-120 dengan beta blocker Sodieum nitropruside Pemeriksaan penunjang (CT, MRI, dll) Transfer menuju pusat bedah kardiothoraks untuk pembedahan

Ketika semua kontraindikasi sudah di eksklusi, penggunaan beta blocker IV harus diinisisasi untuk mencapai target denyut jantung sebanyak 60 kali denyut/menit. Pertama, pasien diberikan esmolol IV. Titrasi sampai dengan denyut jantung 60x/menit. Diikuti dengan pemberian mitroprusside IV dititrasi untuk mereduksi MAP sampai dengan 60-70 mmHg. Jika obat-obatan tersebut tidak tersedia, maka berikan labetolol IV 10-40 mg tiap 5 menit sampai dengan tekanan darah dan denyut nadi tercapai. Pada pasien dengan kontraindikasi beta blocker, pemberian nonhidopiridin kalsium channel blocker dapat dignakan sebagai alternatif. 2,11,15Pada kondisi tekanan sistolik >120 mmHg setelah terapi untuk mengkontrol denyut jantung sudah dilakukan, maka gunakan ACE inhibitor atau vasodilator lainnya secara intravena untuk menurunkan tekanan darah. Penggunaan beta blocker harus digunakan dengan hati hati pada regurgitasi aorta karena dapat menghilangkan mekanisme kompensasi takikardi. Tatalaksana nyeri dapat diberikan opiat IV yakni Fentanyl 50-100 mikrogram. 2,11,15

Mekanisme PerujukanPerujukan dilakukan setelah tekanan darah pasien dan denyut jantung dapat dikontrol. Untuk tekanan darah sistolik