Diplomasi Publik.docx
-
Upload
imam-taufik-bur -
Category
Documents
-
view
120 -
download
0
Transcript of Diplomasi Publik.docx
Diplomasi Publik
Berdasarkan kerangka teori yang digunakan, Diplomasi publik didefinisikan sebagai
upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara melalui understanding, informing, and
influencing foreign audiences. Jika proses diplomasi tradisional dikembangkan melalui
mekanisme government to government relations, maka diplomasi publik lebih ditekankan
pada government to people atau bahkan people to people relations. Diplomasi publik
bertujuan untuk mencari teman di kalangan masyarakat negara lain, yang dapat memberikan
kontribusi bagi upaya membangun hubungan baik dengan negara lain.
Diplomasi publik merupakan upaya suatu negara, melalui perorangan maupun
lembaga, untuk berkomunikasi dengan publik di Negara-negara lain , termasuk dengan
masyarakat setempat[5].Diplomasi publik ‘second track diplomacy’, didefinisikan sebagai
upaya diplomasi yang dilakukan oleh elemen-elemen non-government secara tidak resmi
(unofficial). Dalam hal ini second track diplomacy bukan berarti bertindak sebagai pengganti
first track diplomacy, akan tetapi turut melancarkan jalan bagi negosiasi. Selain itu peranan
second track diplomacy ini juga untuk melancarkan persetujuan yang dilaksanakan oleh first
track diplomacy, dengan cara mendorong para diplomat untuk memanfaatkan informasi
penting yang diperoleh pelaku-pelaku second track diplomacy.
Sedangkan di sisi lain, diplomasi publik (second track diplomacy) juga dilibatkan
dalam diplomasi total (multi-track diplomacy). Hal ini dibutuhkan dalam rangka mencapai
kesuksesan dalam menjalankan misi politik luar negeri. Diplomasi publik (second-track
diplomacy) di dalam pelaksanannya melibatkan berbagai aktor dengan latar belakang yang
berbeda-beda, sesuai dengan bidangnya masing-masing, contohnya kaum bisnis atau
profesional, warga negara biasa, kaum akademisi (peneliti, pendidik), NGO, lembaga-
lembaga keagamaan dan keuangan, dan jalur kesembilan yakni media massa. Media massa
dinilai memiliki fungsi yang sangat strategis karena memainkan peran sebagai pemersatu
seluruh aktor diplomasi publik melalui aktivitas komunikasi yang dibuat olehnya.
Seiring dengan perjalanannya, diplomasi publik tentunya memiliki tujuan-tujuan yang
ingin dicapai, salah satunya adalah agar masyarakat internasional memiliki sebuah pandangan
yang baik terhadap suatu Negara. Hal itu dapat ditinjau melalui aspek masyarakat sipil.
Memiliki persepsi baik tentang suatu negara, yang ditinjau dari aspek civil society.
Tujuan lain dari terlaksananya diplomasi publik adalah :
Untuk mengurangi atau menyelesaikan konflik melalui pemahaman komunikasi dan
saling pengertian serta mempererat jalinan hubungan antar aktor internasional,
Mengurangi ketegangan, kemarahan, ketakutan, dan salah persepsi,
Menambah pengalaman dalam berinteraksi,
Mempengaruhi pola pikir dan tindakan pemerintah dengan menjelaskan akar
permasalahan, perasaan, kebutuhan, dan mengeksplorasi pilihan-pilihan diplomasi
tanpa prasangka, dan
Memberikan landasan bagi terselenggaranya negosiasi-negosiasi yang lebih formal
serta merancang kebijakan pemerintah.
Melalui peningkatan aktivitas diplomasi publik, pemerintah berharap upaya diplomasi
akan berjalan lebih efektif dan memberikan dampak yang lebih luas dan besar pada
masyarakat internasional. Intinya, publik memegang peranan yang semakin vital dalam
menjalankan misi diplomasi sebuah Negara, terlebih pada situasi yang semakin terintegrasi
dengan beragam bidangnya yang sangat variatif. Bagaimanapun juga, misi diplomasi tidak
akan pernah berjalan dengan efektif tanpa keterlibatan publik.
First Track Diplomacy dan Second Track Diplomacy
Dalam pelaksanannya first track diplomacy maupun second track diplomacy memiliki
perbedaan. Perbedaan tersebut salah satunya adalah fokus kepada hasil yang cepat,
sedangkansecond track memulai aksinya dengan proses dialog yang panjang, tanpa ada
kepentingan untuk memperoleh hasil dengan cepat. Second track diplomacy dianggap
sebagai sebuah komplementer.
Keberadaan first track diplomacy maupun second track diplomacy merupakan proses
yang saling menguntungkan dalam menciptakan perdamaian dalam manajemen konflik.
Keduanya merupakan dua putaran yang saling melengkapi satu sama lain serta memiliki
karakter dan tanggung jawab umum dalam konflik. Masing-masing track memiliki efektivitas
dan memiliki metode yang sama yang tidak saling tergantikan satu sama lain.
Gambar Track I dan Track II Diplomacy
Track I Track II
Aktor Perwakilan resmi,
pemerintah, organisasi
Multinasional, Elit,
pemimpin lawan
Perwakilan tidak rsmi, NGO,
pemimpin lokal dan regional,
kelompok Grassroots
Metode Insentif positif dan negative,
mediasi, dukungan politik
dan ekonomi
Diskusi dua-arah, workshop
pendidikan, rekonsiliasi
Grassroots
Arena Konflik Hadir dalam semua arena
akan tetapi lebih menekankan
pada Peacemaking dan
Peacekeeping ketika aktor
resmi memutuskan untuk
menghentikan-pertikaian,
kedamaian dimungkinkan
dan adanya langkah untuk
bernegosiasi dalam
perjanjian.
Hadir di semua arena tetapi
lebih berperan dalam
pencegahan konflik dan
Peacebuilding ketika aktor
lokal dan regional
mendeteksi adanya tanda
bahaya terkait dengan
kekerasan dan dengan segera
dapat mendukung teknik
rekonsiliasi personal antara
pihak yang berlawanan.
Publik dan Pengaruhnya Terhadap Pembuatan Kebijakan Luar Negeri
Dewasa ini, isu-isu dalam hubungan internasional meningkat sangat signifikan
sehingga memacu aktivitas diplomasi. Hal itu akhirnya menyebabkan, hubungan
internasional yang selama ini hanya dipandang sebagai hubungan antar Negara, menjadi luas
pandangannya yaitu meliputi hubungan antarmasyarakat internasional.
Peranan aktifitas pemerintah dalam menjalankan misi-misi diplomasi tentu saja tidak
akan efektif dalam menyampaikan pesan-pesan diplomasi terhadap suatu Negara, apabila
pemerintahan tersebut masih menggunakan first track diplomacy[6]. Olehkarena itu, peranan
publik sangat dibutuhkan dalam melengkapi aktivitas yang dilakukan menggunakan first
track diplomacy.
Munculnya publik sebagai salah satu kekuatan diplomasi bermula dari asumsi bahwa
pemerintah dalam pelaksanaan misi diplomasinya tidak selalu dapat menjawab tantangan
yang ada di dalam isu-isu internasional. Hal ini disebabkan sifat kaku yang telah melekat
ddari pemerintahan itu sendiri. Tentunya peranan publik dalam diplomasi ini juga diharapkan
dapat membawa upaya diplomasi yang lebih efektif dan memberikan dampak secara
langsung kepada masyarakat luas. Selain itu, dengan kehadiran publik dalam dunia diplomasi
juga diharapkan dapat memberikan sumbangsih masukan dan cara pandang yang berbeda
dalam memandang suatu masalah.
Dalam mencapai kepentingan nasionalnya, setiap Negara dapat menggunakan hard
power maupunsoft power. Setelah Perang Dunia II usai, penggunaan hard power lebih
diminimalisir, sehingga lebih menekankan pada peranan soft power dalam penyelesaian
sebuah masalah. Dalam soft power, peranan publik tidak dapat dilepaskan, karena turut
memberikan andil dalam proses pembuatan sebuah kebijakan. Hal tersebut mendukung
bahwa peranan opini publik memberikan andil yang cukup berpengaruh dalam pembuatan
kebijakan politik luar negeri sebuah Negara.
Di sisi lain, publik juga dapat dikategorikan sebagai sebuah soft power yang berjalan
beriringan dengan hard power. Hard power disini dapat diartikan sebagai kekuatan
persenjataan atau kekuatan diplomasi dari suatu negara di tataran internasional. Sedangkan
yang dimaksud dengan soft poweradalah kekuatan negara dalam membentuk sebuah
paradigma yang akan mendukung terlaksananya sebuah kebijakan politik luar negeri.
Media pelaksanaan dari soft power ini antara lainnya terdiri dari peran media
internasional, budaya dan pendidikan. Muncul pula pertimbangan bahwa publik perlu
dilibatkan dalam negosiasi ataupun pembuatan keputusan karena segala bentuk kebijakan
politik luar negeri yang akan diterapkan oleh suatu negara harus mendapatkan dukungan yang
kuat dari publik.
Pada akhirnya, apabila opini publik internasional telah dapat dikuasai, maka aktor
negara akan mendapatkan dua keuntungan utama. Pertama, proses pembuatan dan perumusan
kebijakan politik luar negeri negara tersebut tidak akan melalui sebuah proses yang sulit
(karena telah memahami situasi publik). Kedua, keputusan kebijakan politik luar negeri juga
akan dapat diwujudkan secara optimal, karena telah tercapainya faktor pertama dengan baik.
Media sebagai Salah Satu Alat Publik untuk Mempengaruhi Sebuah Kebijakan
Pendekatan yang terpusat media massa dalam diplomasi publik masih memegang
peran penting. Setiap hari pemerintah harus mengoreksi penyajian-penyajian yang keliru
pemberitaannya, sekaligus menyampaikan pesan tentang strategi jangka panjangnya.
Kekuatan utama pendekatan media massa adalah pada jangkauan audiensnya dan pada
kemampuannya membentuk kesadaran publik.
Sementara itu, kelemahan media massa terletak pada bahwa pesan yang
disampaikannya yang tidak selalu berhasil dipahami dalam konteks budaya setempat
Pengirim pesan tahu apa yang dikatakannya, namun penerima pesan tidak selalu paham.
Hambatan budaya kerap mendistorsi pesan tersebut[7].
Komunikasi jejaring, di pihak lain, bisa mengambil keuntungan komunikasi dua arah
dan memelihara hubungan kesetaraan untuk mengatasi hambatan budaya itu. Namun bagi
pemerintah, tipe desentralisasi dan fleksibel ini sulit dicapai mengingat sifat struktur sentralis
pemerintah.
Tingkat fleksibilitas yang tinggi dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam
memanfaatkan jejaring telah menimbulkan sebuah paham diplomasi baru yang disebut
dengan "diplomasi baru" (new public diplomacy). Jenis diplomasi ini tidak hanya terbatas
pada kegiatan mengirim pesan, kampanye promosi, atau bahkan pada kontak langsung
pemerintah dengan publik luar negeri. Diplomasi baru ini juga berkaitan dengan membangun
hubungan dengan tokoh-tokoh masyarakat madani di negeri lain dan memfasilitasi jejaring
LSM lokal dengan LSM luar negeri.
Dalam pendekatan ini, kebijakan pemerintah tidak lagi untuk mengontrol, tetapi
ditujukan untuk memajukan dan berpartisipasi dalam jejaring lintas negara. Memang, terlalu
banyaknya kontrol pemerintah, atau kemunculan pemerintah dalam dimensi itu, bisa
menggerus kredibilitas pemerintah itu sendiri. Padahal fungsi jejaring justru untuk
menciptakan kredibilitas itu. Evolusi diplomasi publik dari komunikasi satu arah menjadi
dialog dua arah mengajak publik untuk menjadi partisipan (co-creator) dalam menciptakan
makna dan komunikasi.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah mengenai bagaimana cara yang efektif
bagi suatu negara dalam menguasai suatu opini publik. Dalam kasus ini, aktor media
merupakan aktor yang memiliki akses terbesar dalam menguasai opini publik masyarakat.
Contoh konkretnya antara lain dapat terlihat dalam kasus Al-Jazeera. Sejak tenarnya stasiun
televisi ini pada tahun 2003 dengan memberikan pemberitaan yang berbeda dari media
internasional lainnya mengenai perang Irak, kantor berita ini dapat dikategorikan sebagai
pembentuk opini publik oposisi yang paling kuat di tataran dunia internasional, selain CNN
dan BBC. Bukti pembentukan opini publik dari Al Jazeera antara lainnya terlihat dalam acara
The Opposite Direction yang di-anchored oleh Dr. Faisal Al-Qassim.
Di berbagai episodenya, Dr. Qassim mengundang tokoh-tokoh dengan latar belakang
yang berbeda dan cenderung kontroversial. Di salah satu episode dari The Opposite
Direction, Dr. Qassim membawakan tema “Are Hezbollah are Resistance or Terrorist?”,
dengan dihadiri oleh dua scholars dari Mesir dan Lebanon. Episode ini kemudian berdampak
pada kecaman dari berbagai negara Arab seperti Suriah dan Mesir karena menganggap Al
Jazeera memprovokasi masyarakat Arab lainnya untuk menganggap Hezbollah sebagai
freedom-fighter dibandingkan sebagai rebellion.
DEFINISI, JENIS DAN FUNGSI
DIPLOMASI PUBLIK
Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Hubungan Masyarakat Internasional
Disusun oleh :
IMAM TAUFIK BUR
10080009352
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
2013