Diktat Histologi Modul Indera (FK-UNPAR)-2013 Part 2
-
Upload
farida-maksum-lz -
Category
Documents
-
view
48 -
download
2
description
Transcript of Diktat Histologi Modul Indera (FK-UNPAR)-2013 Part 2
asing seperti partikel debu. Penguapan air mata yang berlebihan dicegah oleh suatu lapisan/film
mukus (dari sel goblet konjungtiva tarsal) di atas film air dan minyak (dari kelenjar meibom). Air
mata disapukan ke arah medial dan kelebihannya memasuki pungta lakrimal (lacrimal puncta)
yang terletak disetiap sudut medial palpebra superior dan inferior. Dari sini air mata kemudian
masuk ke kanalikuli lakrimal (lacrimal canaliculi), dan akhirnya masuk sakus lakrimal.
Dinding kanalikuli lakrimal tersusun oleh epitel bertingkat silindris bersilia. Sakus lakrimalis
merupakan bagian superior duktus nasolakrimalis yang melebar. Air mata kemudian masuk ke
duktus nasolakrimal yang juga dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia. Dari sini air mata
kemudian dikeluarkan ke meatus inferior yang terletak di dasar rongga hidung.
TELINGA
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga
terdiri atas 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam (Gb-1). Secara histologi telinga
merupakan struktur yang rumit dan halus terdiri atas bagian tulang dan membran. Telinga
terletak pada pars perosus tulang timpani.
Gambar-1 Telinga
Gelombang suara yang diterima oleh telinga luar di ubah menjadi getaran mekanis oleh
membran timpani. Getaran ini kemudian di perkuat oleh tulang-tulang padat di ruang telinga
tengah (tympanic cavity) dan diteruskan ke telinga dalam. Telinga dalam merupakan ruangan
labirin tulang yang diisi oleh cairan perilimf yang berakhir pada rumah siput / koklea (cochlea).
Di dalam labirin tulang terdapat labirin membran tempat terjadinya mekanisme vestibular yang
bertanggung jawab untuk pendengaran dan pemeliharaan keseimbangan. Rangsang sensorik
yang masuk ke dalam seluruh alat-alat vestibular diteruskan ke dalam otak oleh saraf akustik
(N.VIII).
TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri atas daun telinga (auricle/pinna), liang telinga luar (meatus accus-
ticus externus) dan gendang telinga (membran timpani) (Gb-1).
Daun telinga /aurikula (Gb-2) disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi oleh kulit
tipis yang melekat erat pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat beberapa lembar otot
lurik yang pada manusia rudimenter (sisa perkembangan), akan tetapi pada binatang yang lebih
rendah yang mampu menggerakan daun telinganya, otot lurik ini lebih menonjol.
Gambar-2 Daun Telinga Gambar-3 struktur histologis liang telinga
Liang telinga luar (Gb-1dan 3) merupakan suatu saluran yang terbentang dari daun telinga
melintasi tulang timpani hingga permukaan luar membran timpani. Bagian permukaannya
mengandung tulang rawan elastin dan ditutupi oleh kulit yang mengandung folikel rambut,
kelenjar sebasea dan modifikasi kelenjar keringat yang dikenal sebagai kelenjar serumen. Sekret
kelenjar sebacea bersama sekret kelenjar serumen merupakan komponen penyusun serumen.
Serumen merupakan materi bewarna coklat seperti lilin dengan rasa pahit dan berfungsi sebagai
pelindung.
Membran timpani (Gb-4) menutup ujung dalam meatus akustiskus eksterna. Permukaan
luarnya ditutupi oleh lapisan tipis epidermis yang berasal dari ectoderm, sedangkan lapisan sebelah
dalam disusun oleh epitel selapis gepeng atau kuboid rendah turunan dari endoderm. Di antara
keduanya terdapat serat-serat kolagen, elastis dan fibroblas. Gendang telinga menerima gelombang
suara yang di sampaikan lewat udara lewat liang telinga luar. Gelombang suara ini akan
menggetarkan membran timpani. Gelombang suara lalu diubah menjadi energi mekanik yang
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran di telinga tengah.
TELINGA TENGAH (Gb-4)
Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian
petrosum tulang pendengaran. Ruang ini berbatasan di sebelah posterior dengan ruang-ruang udara
mastoid dan disebelah anterior dengan faring melalui saluran (tuba auditiva) Eustachius.
Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya merupakan epitel selapis
gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada pada celah tuba auditiva (tuba
Eustachius) epitelnya selapis silindris bersilia. Lamina propria tipis dan menyatu dengan
periosteum.
Gambar-4 Telinga luar, tengah dan dalam Gambar-5 Rongga telinga (telinga tengah)
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran (Gb-4) yaitu tulang maleus,
inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang
maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di
atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada
dinding dalam. Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor
timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior
kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding
medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari
tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke
dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran
berfrekuensi tinggi.
Tingkap oval (Gb-5) pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes, memisahkan
rongga timpani dari perilimf dalam skala vestibuli koklea. Oleh karenanya getaran-getaran
membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-tulang pendengaran ke perilimf telinga dalam.
Untuk menjaga keseimbangan tekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup pengaman
yang terletak dalam dinding medial rongga timpani di bawah dan belakang tingkap oval dan diliputi
oleh suatu membran elastis yang dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum)(Gb-5).
Membran ini memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea.
Gambar-6 Tuba auditiva Eustachius
Tuba auditiva (Eustachius) (Gb-6) menghubungkan rongga timpani dengan nasofarings
lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling
berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia
dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling terpisah sehingga lumen
terbuka dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada
kedua sisi membran timpani menjadi seimbang.
TELINGA DALAM (Gb-6 dan Gb-7)
Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang
temporalis. Telinga tengah di bentuk oleh labirin tulang (labirin oseosa) yang di da-lamnya
terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi cairan perilimf sedangkan labirin
membranasea berisi cairan endolimf.
LABIRIN TULANG (Gb-6 dan Gb-7)
Labirin tulang terdiri atas 3
komponen yaitu kanalis semisirkularis,
vestibulum, dan koklea tulang. Labirin
tulang ini di sebelah luar berbatasan
dengan endosteum, sedangkan di bagian
dalam dipisahkan dari labirin
membranasea yang terdapat di dalam
labirin tulang oleh ruang perilimf yang
berisi cairan endolimf.
Vestibulum merupakan bagian
tengah labirin tulang, yang berhubungan
dengan rongga timpani melalui suatu
membran yang dikenal sebagai tingkap
oval (fenestra ovale). Ke dalam
vestibulum bermuara 3 buah kanalis
semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis
anterior, posterior dan lateral yang masing-
masing saling tegak lurus. Setiap saluran
semisirkularis mempunyai pelebaran atau
ampula. Walaupun ada 3 saluran tetapi
muaranya hanya lima dan bukan enam,
karena ujung posterior saluran posterior
yang tidak berampula menyatu dengan
ujung medial saluran anterior yang tidak
berampula dan bermuara ke dalam bagian
medial vestibulum oleh krus kommune.
Gambar-7 Telinga dalam, Labirin tulang (atas)
Labirin membran (bawah)
Ke arah anterior rongga vestibulum berhubungan dengan koklea tulang dan tingkap bulat
(fenestra rotundum).
Koklea (Gb-7 dan 8) merupakan tabung berpilin mirip rumah siput. Bentuk keseluruhannya
mirip kerucut dengan dua tiga-perempat putaran. Sumbu koklea tulang di sebut mediolus.
Tonjolan tulang yang terjulur dari modiolus membentuk rabung spiral dengan suatu tumpukan
tulang yang disebut lamina spiralis. Lamina spiralis ini terdapat pembuluh darah dan ganglion
spiralis, yang merupakan bagian koklear nervus akustikus.
Gambar-8 Koklea
LABIRIN MEMBRANASEA (Gb-7b dan 8)
Labirin membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem saluran yang
saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin ini dipisahkan dari labirin
tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf. Pada beberapa tempat terdapat
lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah melintasi ruang perilimf
untuk menggantung labirin membranasea.
Labirin membranasea terdiri atas:
1. Kanalis semisirkularis membranasea
2. Ultrikulus
3. Sakulus
4. Duktus endolimfatikus merupakan saluran penghubung duktus ultrikularis dan duktus
sakularis.
5. Sakus endolimfatikus merupakan ujung buntu duktus endolimfatikus
6. Duktus reuniens, saluran kecil penghubung antara sakulus dengan duktus koklearis
7. Duktus koklearis mengandung organ Corti yang merupakan organ pendengaran.
Terdapat badan-badan akhir saraf sensorik dalam ampula kanalis semisirkularis pada
bangunan yang dikenal sebagai krista ampularis) (Gb-9). Pada ultrikulus dan sakulus juga
terdapat badan-badan akhir saraf yang terdapat pada bangunan yang dikenal sebagai makula
sakuli dan ultrikuli (Gb-9) yang berfungsi sebagai indera statik dan kinetik.
Gambar-9 Krista Ampularis (Atas) dan Makula (Bawah)
SAKULUS DAN ULTRIKULUS (Gb-7 dan 9)
Dinding sakulus dan ultrikulus dibentuk oleh lapisan jaringan ikat tebal yang mengandung
pembuluh darah, sedangkan lapisan dalamnya dilapisi epitel selapis gepeng sampai selapis
kuboid rendah. Pada sakulus dan ultrikulus terdapat reseptor sensorik yang disebut makula
sakuli dan makula ultrikuli. Makula sakuli terletak paling banyak pada dinding sehingga
berfungsi untuk mendeteksi percepatan vertikal lurus sementara makula ultrikuli terletak
kebanyakan di lantai /dasar sehingga berfungsi untuk mendeteksi percepatan horizontal lurus.
Makula disusun oleh 2 jenis sel neuroepitel (disebut sel rambut) yaitu tipe I dan II (Gb-9
dan 10) serta sel penyokong (Gb-9 dan 10) yang duduk di lamina basal. Serat-serat saraf dari
bagian vestibular nervus vestibulo-akustikus (N.VIII) akan menerima impuls saraf dari sel-sel
neuroepitel ini.
Gambar 10 Sel Rambut
Sel rambut I berbentuk seperti kerucut dengan bagian dasar yang membulat berisi inti dan
leher yang pendek. Sel ini dikelilingi suatu jala terdiri atas badan akhir saraf dengan beberapa
serat saraf eferen, mungkin bersifat penghambat/ inhibitorik. Sel rambut tipe II berbentuk
silindris dengan badan akhir saraf aferen maupun eferen menempel pada bagian bawahnya.
Kedua sel ini mengandung stereosilia pada apikal, sedangkan pada bagian tepi stereosilia
terdapat kinosilia. Sel penyokong (sustentakular) (Gb-9) merupakan sel berbentuk silindris
tinggi, terletak pada lamina basal dan mempunyai mikrovili pada permukaan apikal dengan
beberapa granul sekretoris.
Pada permukaan makula (Gb-9) terdapat suatu lapisan gelatin dengan ketebalan 22
mikrometer yang dikenal sebagai membran otolitik. Membran ini mengandung banyak badan-
badan kristal yang kecil yang disebut otokonia atau otolit yang mengandung kalsium karbonat
dan suatu protein. Mikrovili pada sel penyokong dan stereosilia serta kinosilia sel rambut
terbenam dalam membran otolitik. Perubahan posisi kepala mengakibatkan perubahan dalam
tekanan atau tegangan dalam membran otolitik dengan akibat terjadi rangsangan pada sel
rambut. Rangsangan ini diterima oleh badan akhir saraf yang terletak di antara sel-sel
rambut.
KANALIS SEMISIRKULARIS (Gb-9,10, 11)
Kanalis semisirkularis membranasea mempunyai penampang yang oval. Pada permukaan
luarnya terdapat suatu ruang perilimf yang lebar dilalui oleh trabekula.
Pada setiap kanalis semisirkularis ditemukan sebuah krista ampularis, yaitu badan akhir
saraf sensorik yang terdapat di dalam ampula (bagian yang melebar) dari kanalis
semisirkularis (Gb-10).. Tiap krista ampularis di bentuk oleh sel-sel penyokong dan dua tipe sel
rambut yang serupa dengan sel rambut pada makula. Mikrovili, stereosilia dan kinosilianya
terbenam dalam suatu massa gelatinosa yang disebut kupula (Gb-9 dan11) serupa dengan
membran otolitik tetapi tanpa otokonia.
Gambar-11 Krista ampularis
Dalam krista ampularis, sel-sel rambutnya di rangsang oleh gerakan endolimf akibat
percepatan sudut kepala. Gerakan endolimf ini mengakibatkan tergeraknya stereosilia dan
kinosilia. Dalam makula sel-sel rambut juga terangsang tetapi perubahan posisi kepala dalam
ruang mengakibatkan suatu peningkatan atau penurunan tekanan pada sel-sel rambut oleh
membran otolitik.
KOKLEA (Gb-7 dan 8)
Koklea tulang berjalan spiral dengan 23/4 putaran sekiitar modiolus yang juga merupakan
tempat keluarnya lamina spiralis. Dari lamina spiralis menjulur ke dinding luar koklea suatu
membran basilaris. Pada tempat perlekatan membran basilaris ke dinding luar koklea terdapat
penebalan periosteum yang dikenal sebagai ligamentum spiralis. Di samping itu juga terdapat
membran vestibularis (Reissner) yang membentang sepanjang koklea dari lamina spiralis ke
dinding luar. Kedua membran ini akan membagi saluran koklea tulang menjadi tiga bagian yaitu
1. Ruangan atas (skala vestibuli)
2. Ruangan tengah (duktus koklearis)
3. Ruang bawah (skala timpani).
Antara skala vestibuli dengan duktus koklearis dipisahkan oleh membran vestibularis
(Reissner). Antara duktus koklearis dengan skala timpani dipisahkan oleh membran basilaris.
Skala vesibularis dan skala timpani mengandung perilimf dan di dindingnya terdiri atas jaringan
ikat yang dilapisi oleh selapis sel gepeng yaitu sel mesenkim, yang menyatu dengan periosteum
disebelah luarnya. Skala vestibularis berhubungan dengan ruang perilimf vestibularis dan akan
mencapai permukaan dalam fenestra ovalis. Skala timpani menjulur ke lateral fenestra rotundum
yang memisahkannya dengan ruang timpani. Pada apeks koklea skala vestibuli dan timpani akan
bertemu melalui suatu saluran sempit yang disebut helikotrema.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakulus melalui duktus reuniens tetapi berakhir buntu
dekat helikotrema pada sekum kupulare.
Pada pertemuan antara lamina spiralis tulang dengan modiolus terdapat ganglion spiralis
yang sebagian diliputi tulang. Dari ganglion keluar berkas-berkas serat saraf yang menembus
tulang lamina spiralis untuk mencapai organ Corti. Periosteum di atas lamina spiralis menebal
dan menonjol ke dalam duktus koklearis sebagai limbus spiralis. Pada bagian bawahnya
menyatu dengan membran basilaris.
Membran basilaris yang merupakan landasan organ Corti dibentuk oleh serat-serat kolagen.
Permukaan bawah yang menghadap ke skala timpani diliputi oleh jaringan ikat fibrosa yang
mengandung pembuluh darah dan sel mesotel.
Membran vestibularis merupakan suatu lembaran jaringan ikat tipis yang diliputi oleh epitel
selapis gepeng pada bagian yang menghadap skala vestibuli.
DUKTUS KOKLEARIS (Gb-7 dan 8)
Epitel yang melapisi duktus koklearis beragam jenisnya tergantung pada lokasinya, diatas
membran vestibularis epitelnya gepeng dan mungkin mengandung pigmen, di atas limbus
epitelnya lebih tinggi dan tak beraturan. Di lateral epitelnya selapis silindris rendah dan di
bawahnya mengandung jaringan ikat yang banyak mengandung kapiler. Daerah ini disebut stria
vaskularis dan diduga tempat sekresi endolimf.
ORGAN CORTI (Gb-10 dan Gb-11)
Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang terdapat di organ
Corti adalah
1. Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian basal
yang lebar mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian leher yang
sempit dan agak melebar di bagian apeks.
2. Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya lebih
panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam (Terowongan Corti)
3. Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada membrana
basilaris. Bagian puncaknya berbentuk mangkuk untuk menopang bagaian basal sel
rambut luar yang mengandung serat-serat saraf aferen dan eferen pada bagian
basalnya yang melintas di antara sel-sel falangs dalam untuk menuju ke sel-sel rambut
luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut luar terdapat dalam suatu ruang yaitu
terowongan Nuel. Ruang ini akan berhubungan dengan terowongan dalam.
4. Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel falangs
luar sel ini juga menyanggah sel rambut dalam.
5. Sel batas membatasi sisi dalam organ corti
6. Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak antara
sel falangs luar dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel Claudius ter-
letak di atas sel-sel Boettcher yang berbentuk kuboid rendah.
Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana tektoria yang
merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan hidup membran ini
menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.
Gambar-12 Organ Corti
GANGLION SPIRALIS (Gb-6, Gb-10 dan Gb-11)
Ganglion spiralis merupakan neuron bipolar dengan akson yang bermielin dan berjalan
bersama membentuk nervus akustikus. Dendrit yang bermielin berjalan dalam saluran-saluran
dalam tulang yang mengitari ganglion, kehilangan mielinnya dan berakhir dengan memasuki
organ Corti untuk selanjutnya berada di antara sel rambut. Bagian vestibular N VIII memberi
persarafan bagian lain labirin. Ganglionnya terletak dalam meatus akustikus internus tulang
temporal dan aksonnya berjalan bersama dengan akson dari yang berasal dari ganglion spiralis.
Dendrit-dendritnya berjalan ke ketiga kanalikulus semisirkularis dan ke makula sakuli dan
ultrikuli.
Telinga luar menangkap gelombang bunyi yang akan diubah menjadi getaran-getaran oleh
membran timpani. Getaran-getaran ini kemudian diteruskan oleh rangkaian tulang –tulang
pendengaran dalam telinga tengah ke perilimf dalam vestibulum, menimbulkan gelombang
tekanan dalam perilimf dengan pergerakan cairan dalam skala vestibuli dan skala timpani.
Membran timpani kedua pada tingkap bundar (fenestra rotundum) bergerak bebas sebagai katup
pengaman dalam pergerakan cairan ini, yang juga agak menggerakan duktus koklearis dengan
membran basilarisnya. Pergerakan ini kemudian menyebabkan tenaga penggunting terjadi antara
stereosilia sel-sel rambut dengan membran tektoria, sehingga terjadi stimulasi sel-sel rambut.
Tampaknya membran basilaris pada basis koklea peka terhadap bunyi berfrekuensi tinggi ,
sedangkan bunyi berfrekuensi rendah lebih diterima pada bagian lain duktus koklearis.
RESEPTOR PENGHIDU DAN PENGECAP
A. RESEPTOR PENGHIDU
Sensasi bau yang dikenal sebagai “Olfaction” dilakukan oleh organ penghidu yang terletak
di dalam rongga hidung pada bagian atap rongga hidung, bagian atas septum nasi dan pada
konka nasalis superior tulang etmoidalis.
Gb-1. Organ penghidu di dalam rongga hidung
Organ penghidu ini terdiri atas dua lapisan
1. Epitel olfaktorius yang terdiri atas sel reseptor penghidu (sel olfaktorius), sel penyokong
(sel sustentakular) dan sel basal. Epitel ini pada keadaan hidup tampak bewarna
kekuningan.
2. Lamina propria merupakan lapisan yang terdapat di bawah epitel olfaktorius dan disusun
oleh jaringan ikat longgar. Lapisan ini mengandung akson sel olfaktorius, pembuluh darah
dan kelenjar olfaktorius (dikenal sebagai kelenjar Bowman) yang menghasilkan sekret
serosa.
Sel olfaktoria merupakan sel saraf bipolar termodifikasi. Bagian ujung dendrit mengalami
penggembungan yang dikenal sebagai vesikel olfaktorius. Vesikel olfaktorius ini mempunyai 6-8
silia yang panjang dan tidak bergerak. Silia ini terbenam di dalam lapisan lendir yang
menyelimuti permukaan lapisan epitel. Akson dari sel olfaktorius akan berjalan menembus
lamina propia untuk bergabung dengan akson dari sel olfaktorius lainnya membentuk berkas
(bundle) serat saraf. Berkas saraf ini akan berjalan melintasi lempeng kribiformis (Cribiform
plate) pada atap rongga hidung untuk bersinap dengan sel saraf kedua pada bulbus olfaktorius.
Akson dari sel saraf kedua pada bulbus olfaktorius ini kemudian akan berjalan ke korteks
olfaktorius, hipothalamus dan bagian limbik sistim melalui traktus olfaktorius. Badan sel
olfaktorius ini mempunyai inti yang bulat dan lebih dekat ke arah lamina basal daripada ke
vesikel olfaktorius. Sitoplasmanya mengandung struktur-struktur yang sama dengan sel saraf
lainnya.
Gb-2. Gambaran skematis sel-sel pada organ penghidu
Sel penyokong merupakan sel-sel berbentuk silindris, berukuran 50-60 um dan mempunyai
mikrovili pada permukaannya. Intinya berbentuk bulat terletak pada 1/3 apikal sel. Sitoplasma
bagian apikalnya mempunyai granula yang mengandung pigmen bewarna kekuningan. Adanya
pigmen kekuningan ini menyebabkan epitel olfaktorius. tampak bewarna kekuningan pada
keadaan hidup. Fungsi sel ini adalah untuk menyokong, memberi nutrisi dan insulator listrik bagi
sel olfaktorius.
Sel basal merupakan sel kecil, basofilik, berbentuk piramid yang bagian apikalnya tidak
mencapai permukaan epitel. Inti sel terletak lebih ke arah basal. Sel basal diyakini sebagai sel
induk (stem cells) untuk sel olfaktorius dan sel sustentakular.
Gb-4. Organ pengecap pada lidah
Indera pengecap memberikan informasi kepada kita tentang makanan dan minuman yang
kita konsumsi. Reseptor pengecap terletak pada permukaan atas lidah dan bagian faring dan
laring yang terletak didekatnya. Reseptor pengecap dan sel-sel epitel yang khas membentuk
struktur sensoris yang dikenal sebagai kuncup kecap (taste bud).
Kuncup kecap merupakan organ sensoris intraepitel yang berfungsi dalam persepsi rasa.
Permukaan lidah dan bagian belakang rongga mulut mengandung kira-kira 3000 kuncup kecap.
Kuncup kecap merupakan organ berbentuk bulat, lebih pucat dibandingkan dengan epitel
disekitarnya. Setiap kuncup kecap terdiri atas 40 reseptor pengecap berbentuk silindris yang
dikenal sebagai sel pengecap (gustatory cells) dan sel-sel penyokong. Pada bagian ujung sel
kecap yang menyempit terdapat mikrovili, yang dikenal sebagai rambut pengecap (taste hairs)
yang berjalan menuju permukaan lidah
Gb-5. Gambaran histologis lidah
melalui lubang pengecap (taste pore). Ada 4 macam sel pengecap yaitu sel basal (basal cell, sel
tipe IV), sel gelap (dark cell, sel tipe I), sel terang (light cell, sel tipe II), dan sel
pertengahan (intermediate cell, sel tipe III). Sel basal diyakini merupakan sel awal yang akan
berubah menjadi sel gelap yang kemudian menjadi matang sebagai sel terang, lalu berubah
menjadi sel pertengahan dan akhirnya akan mati. Serat-serat saraf akan masuk kedalam kuncup
kecap dan bersinap dengan sel tipe I, II dan III.
Gb-6. Gambaran histologis kuncup kecap
Di bawah mikroskop cahaya kuncup nampak sebagai struktur mirip irisan bawangdengan
sel-sel yang tersusun mirip lapisan-lapisan pada bawang yang dibelah tegak lurus melalui
dasarnya. Badan akhir serat saraf sensoris ini terdiri atas 2 macam sel yaitu sel pengecap dan sel
penyokong yang keduanya berbentuk gelendong langsing. Sel ini cukup panjang sehingga
tingginya hampir sama dengan tebal epitel. Sel penyokong lebih gemuk dan intinya berkromatin
halus sedangkan sel pengecap lebih langsing, intinya gepeng panjang dan berkromatin padat.
Pada ujung yang menghadap permukaan biasanya tampak berjumbai yang terdiri atas rambut-
rambut pengecap yang sebenarnya adalah berkas mikrovilus.
Saraf kranial ke VII akan mempersarafi kuncup kecap yang terdapat pada 2/3 anterior
lidah, dari akar lidah hingga ke garis papila sirkumvalata. Papila sirkumvalata dan 1/3 posterior
lidah akan dipersarafi oleh saraf otak ke IX. Saraf otak ke X akan mempersarafi kuncup kecap
yang tersebar pada permukaan epiglotis. Serat saraf sensorik afferent dari saraf –saraf kranial ini
akan bersinap di nukleus solitarius di medula oblongata. Akson dari sel saraf di nuleus solitarius
akan berjalan memasuki lemniskus medialis selanjutnya menuju ke talamus dan akhirnya
informasi akan diproyeksikan ke korteks sensoris primer.
RUJUKAN
1. Wonodirekso, S dan Tambajong J (editor) (1990), Organ-Organ Indera Khusus dalam
Buku Ajar Histologi Leeson and Leeson (terjemahan), Edisi V, EGC, Jakarta,
Indonesia Hal.538-574.
2. Fawcett, D.W (1994), The Eye in: A Textbook of Histology (Bloom and Fawcett), 12th
edition, Chapman and Hall, New York, USA, pp. 872-916
3. diFiore, MSH (1981), Organs of Special Sense and Associated Structures, in Atlas of
Human Histology, 5th edition, Lea and Febiger, Philadelphia, USA, pp.248-256.
4. Young, B and Heath, J.W. (2000), Special Sense Organs in Wheater’s Functional
Histology, 4th edition, Churchill Livingstone, London, UK, pp 380-405
5. Gartner, LP and Hiatt, J.L. (1997), Special Senses in: Color Textbook of Histology,
W.B. Saunder Company, USA, pp. 422-442