Diktat Fonologi Revisi
description
Transcript of Diktat Fonologi Revisi
Menurut buku Linguistik Umum bahasa Indonesia, Fonologi adalah bidang linguistik
yang mempelajari, menganalisis,dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa.
Fonologi berasal dari kata fon yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. objek
studi fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Fonetik adalah cabang studi
fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi
tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda arti atau tidak. Sedangkan fonemik
adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bnyi bahasa dengan memperhatikan
fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna (Chaer, 2003 : 102).
Sedangkan menurut buku Fonologi Jepang, Fonetik adalah ilmu yang mempelajari
bunyi-bunyi bahasa secara fisik. Dan Fonologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi
dan kondisi bunyi-bunyi bahasa secara khusus di dalam tata bunyi bahasa
berdasarkan data-data yang diperoleh dari ilmu fonetik (Tjandra, 2004 : 1).
Menurut buku ini, fonologi diartikan sama dengan fonemik.
Menurut buku Dasar-Dasar Lingusitik Bahasa Jepang, fonetik dalam bahasa Jepang
disebut Onseigaku, yaitu ilmu yang mengkaji tentang ilmu bahasa (ujaran) yang
digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi (Sutedi, 2008 : 11). Sedangkan
fonologi dalam bahasa Jepang disebut On’inron, yaitu cabang linguistik yang
mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan fungsinya (Sutedi, 2008 : 36).
Fonetik
Menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa, fonetik dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditoris.
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis,
mempelajari mekanisme alat ucap manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi
bahasa, serta mengklasifikasikan bunyi bahasa tersebut. Fonetik artikulatoris dalam
bahasa Jepang disebut cho’on onseigaku.
Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena
alam. Bunyi-bunyi ini diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya
dan timbrenya. Dalam bahasa Jepang disebut onkyo onseigaku.
Fonetik auditoris mempelajari mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga
kita. Dalam bahasa Jepang disebut chokaku onseigaku.
Yang dipelajari dalam ilmu linguistik adalah fonetik artikulatoris. Fonetik akustik
dipelajari dalam ilmu fisika sedangkan fonetik auditoris dibahas dalam ilmu
kedokteran.
Alat Ucap (onsei kikan)
Alat ucap adalah organ tubuh yang berlokasi di dalam rongga mulut dan sekitarnya,
bekrja atau berfungsi selama proses pembentukan bunyi bahasa berlangsung
(Tjandra, 2004 : 7). Alat ucap disebut juga artikulator.
Klasifikasi Bunyi
Vokal (Bo’in)
Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan melalui tahapan para ucapan tanpa
hambatan dan merupakan suara yang dihasilkan pita suara kemudian dibawa oleh
gelombang udara beresonansi di rongga mulut (Tjandra : 22)
Bunyi vokal dalam bahasa Jepang ada lima, yaitu a, i, u, e dan o.
Jenis bunyi vokal dalam bahasa Jepang ditentukan oleh lima hal berikut :
Tinggi-rendahnya posisi lidah, yaitu tergantung pada bentuk terbukanya mulut.
Posisi lidah, yaitu pada bagian depan atau belakang.
Bentuk bibir, yaitu bulat atau tidak
Getaran rongga hidung
Getaran pita suara (Sutedi : 17)
Berdasarkan penjelasan di atas, cara pengucapan vocal-vokal dalam bahasa Jepang
adalah sebagai berikut :
: vocal (a) diucapkan dengan cara membuka mulut cukup besar (lebih bedar
dari pada waktu mengucapkan vocal-vokal lain), tetapi bentuk bibir tidak
bulat melainkan dalam keadaan rata atau datar (heishin boin). Lidah bagian
belakang dinaikkan (okujita boin) sehingga posisinya lebih tinggi dari lidah
bagian tengah dan depan. Ujung lidah menempel pada (sekitar) gusi
belakang gigi bawah.
: vocal (i) diucapkan dengan cara membuka mulut sedikit. Bentuk bibir agak
merentang ke samping (kiri dan kanan) sehingga bentuknya menjadi rata
atau datar agar lebar (heishin boin). Bentuk bibir tidak bulat. Lidah bagian
depan naik hampir mendekati langit-langit keras (maejita boin) dan ujung
lidah turun hingga menempel pada gigi bawah bagian belakang.
(u) : vocal (u) diucapkan dengan cara membuka mulut sedikit, sama besarnya
pada waktu mengucapkan (i) (heishin boin). Tetapi bentuk bibir dalam
keadaan normal, tidak direntangkan ke samping kiri dan kanan. Dalam
bahasa Indonesia, vocal (u) diucapkan dengan kedua bibir agak maju ke
depan dan sedikit membundar, tetapi dalam bahasa Jepang, bibir tidak maju
dan dan tidak membulat. Lidah bagian belakang dinaikkan ke atas kea rah
langit-langit lunak (okujita boin)
(e) : vocal (e) diucapkan dengan cara membuka mulut cukup besar, lebih kecil
dari pada waktu mengucapkan vocal (a)tapi lebih besar dari pada waktu
mengucapkan vocal 9i) dan (u). bentuk bibir sedikit merentang ke samping
kiri dan kanan (heishin boin). Lidah bagian depan agak dinaikkan (maejita
boin).
(o) : vocal (o) diucapkan dengan cara membuka mulut sama besarnya pada
waktu mengucapkan vocal (e). Bentuk bibir agak bulat (enshin boin). Lidah
bagian belakang dinaikkan ke arah langit-langit lunak (okujita boin)
(Sudjianto, : 29).
Ciri-Ciri Vokal Bahasa Jepang
Jenis Vokal Terbukanya Mulut Bagian Lidah Bentuk Bibir
/i/ (i) Menyempit Depan Tidak bulat
/e/ (e) Agak menyempit Depan Tidak bulat
/a/ (a) Lebar Tengah Tidak bulat
/o/ (o) Agak menyempit Belakang Bulat
/u/ ( )ш Menyempit Belakang Tidak bulat
Dari kelima vocal di atas, yang berbeda dengan bahasa Indonesia adalah vocal (u).
karena vocal (u) dalam bahasa Jepang diucapkan dengan bentuk bibir tidak bulat,
sedangkan dalam bahasa Indonesia pada umumnya diucapkan dengan bentuk bibir
bulat (Sutedi : 18).
Bunyi Vokal Panjang
Bunyi vokal panjang diucapkan lebih lama dari vokal biasa atau vokal pendek.
Contohnya kaa pada kata okaasan atau oo pada kata ookii. Contoh lainnya yaitu :
(chiisai)
(obaasan)
(kenkyuu)
(oneesan)
(otoosan)
Pelesapan Bunyi Vokal
Semua bunyi vokal dalam bahasa Jepang termasuk bunyi yang bersuara (yuuseion).
Namun dalam pemakaiannya sehari-hari adakalanya terjadi perubahan. Vokal yang
harusnya bersuara menjadi vokal yang tidak bersuara. Penghilangan atau
perubahan bunyi vokal sering ditemukan pada vokal-vokal seperti berikut :
1. Vokal (i) dan (u) yang diapit dengan konsonan-konsonan yang tidak bersuara,
misalnya :
(kisha)
(kuchi)
2. Vokal (i) dan (u) yang berada setelah konsonan yang tidak bersuara pada akhir
kata atau kalimat, misalnya :
(desu)
(masu)
3. Penghilangan atau perubahan bunyi suara pada vokal yang berada pada posisi
sebagai berikut :
a. Vokal (i) dan (u) yang berada sebelum konsonan yang tidak bersuara pada awal
kata, misalnya :
(ikimasu)
(utsuru)
b. Apabila pengapitan vokal dengan konsonan yang tidak bersuara terjadi secara
berturut-turut dalam satu kata, misalnya :
(kikitsukeru)
c. Adakalanya vokal (a) dan (o) yang diapit dengan konsonan yang tidak bersuara,
misalnya :
(kokoro)
(kakashi)
Konsonan (Shi’in)
Konsonan adalah bunyi suara yang dibentuk dengan arus udara pernapasan yang
keluar melewati pita suara yang mengalami rintangan, hambatan, halangan atau
gangguan seperti dengan penutupan atau penyempitan alat ucap manusia (Katoo,
1991 : 26) (dikutip dari Sudjianto, 2009 : 32).
Ada dua macam klasifikasi konsonan dalam bahasa Jepang :
1. Klasifikasi konsonan berdasarkan jenis hambatan, rintangan, halangan atau
gangguan alat ucap
2. Klasifikasi konsonan berdasarkan cara keluarnya arus udara pernapasan
Klasifikasi konsonan berdasarkan jenis hambatan, rintangan, halangan atau
gangguan alat ucap
1) Ryooshin’on (bilabial), yaitu bunyi suara yang dikeluarkan dengan
menggunakan kedua belah bibir. Konsonan yang termasuk dalam kelompok
ini adalah konsonan pada silabel deret ma, deret pa, deret ba dan fu.
2) Ha-Hagukion atau Shikeion (dental-alveolar), yaitu bunyi yang dikeluarkan
dengan menggunakan alat ucap antara gigi atas dan gusi (alveolum) dengan
ujung lidah.
3) Shikei kookoogaion (alveolar-palatal), yaitu bunyi yang dikeluarkan dengan
menggunakan alat ucap antara gusi (alveolum) dan langit-langit keras
(palatum) dengan lidah bagian depan.
4) Kookoogaion (palatal), yiatu bunyi yang dikeluarkan dengan menggunakan
langit-langit keras (palatum) dengan lidah bagian tengah.
5) Nankoogaion (velar), yaitu bunyi yang dikeluarkan dengan menggunakan
langit-langit lunak (velum) dengan lidah bagian belakang.
6) Seimon’on (glottal), yaitu bunyi yang keluar dari celah yang sempit di anata
kedua pita suara (bunyi yang keluar dari celah suara atau glottis yang
menyempit).
Klasifikasi konsonan berdasarkan cara keluarnya arus udara pernapasan
1) Haretsuon / heisaon (konsonan hambat), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan
cara menahan atau menghambat sejenak arus udara pernapasan yang kelaur
dari paru-paru pada suatu bagian alat ucap tertentu. Lalu arus udara
pernapasan yang tertahan itu dikeluarkan secara tiba-tiba dengan cara
membuka alat ucap yang menghambatnya.
2) Bion (konsonan nasal), yaitu bunyi yang dihasilkan dari arus udara
pernapasan yang keluar melalui rongga hidung karena penutupan rongga
mulut oleh suatu bagian alat ucap.
3) Masatsuon (konsonan frikatif), yaitu bunyi yang terjadi apabila arus udara
pernapasan keluar melewati celah-celah jalannya pernapasan (pada alat
ucap) yang menyempit sehingga menimbulkan suara desis.
4) Hasatsuon (konsonan hambat frikatif atau afrikatif), yaitu bunyi yang terjadi
berdasarkan dua cara keluarnya arus udara pernapasan, yakni seperti yang
terjadi pada haretsuon (konsonan hambat) dan masatsuon (konsonan
frikatif). Bunyi ini dihasilkan dengan cara memulai pengucapan seperti pada
waktu mengucapkan haretsuon, setelah itu langsung dilanjutkan dengan cara
seperti pada waktu mengucapkan masatsuon.
5) Hajikion (konsonan jentikan), yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara
merapatkan ujung lidah di sekitar gusi (alveolum), lalu dengan ringan
menjentikkan ujung lidah ke arah sekitar gigi. (Sudjianto, 2009 : 33)
Semi Vokal (hanboin)
Semi vocal adalah bunyi yang dihasilkan dengan variasi artikulasi seperti pada
kasus konsonan tetapi tidak sempurna sehingga memiliki warna suara menyerupai
vocal. Pada proses produksi semi vocal, alat ucap berupa artikulator yakni lidah
bergerak menuju a;at ucap titik artikulasi untuk membentuk hambatan. Namun,
artikulator lidah tidak sampai menempel betul pada titi artikulasi sehingga
terbentuk celah sempit yang menyebabkan suara yang dibawa dari pita suara
bergelincir di celah sempit tersebut, sehingga menimbulkan bunyi yang membawa
warna suara seperti vocal.
Ada dua jenis semi vocal, yaitu semi vocal palatal dan semi vocal bilabial.
Semi vocal palatal dihasilkan dengan cara lidah diangkat menuju palatum tetapi
tidak sampai menempel sehingga terbentuk celah sempit di palatum; arus udara
yang membawa suara ketika melewati celah sempit itu bergelincir sehingga
menimbulkan suara mirip vocal (i). Yang termasuk semi vocal palatal adalah (y)
Semi vocal bilabial dihasilkan dengan cara lidah belakangdiangkat menuju velum
tapi tidak sampai menempel sehingga terbentuk celah sempit pada velum dan pada
saat yang sama kedua bibir dikerucutkan sedikit sehingga lubang mulut menjadi
mengecil dan ini pun merupakan celah sempit; makan celah sempit pada semi voka
bilabial ada dua: satu berada di velum bersama dengan lidah belakang, dan satu lagi
berada di kedua bibir; arus udara yang membawa suara ketika melewati kedua
celah sempit itu bergelincir keluar menimbulkan suara mirip vocal (u). Yang
termasuk semi vocal bilabial adalah (w) (Tjandra, 2004 : 37).
Konsonan Rangkap (sokuon)
Sokuon adalah bunyi tertutup atau bunyi yang tersumbat, dalam bahasa Indonesia
dapat disebut konsonan rangkap yaitu pemakaian bunyi konsonan yang sama
dengan konsonan pada sebuah silabel yang ada pada bagian berikutnya. Dalam
bahasa Jepang, sokuon ditulis dengan huruf tsu dengan ukuran kecil. Sokuon dapat
membentuk sebuah mora.
Sokuon secara konkrit dapat dinyatakan dengan bunyi konsonan sebagai berikut :
1) (p), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat bilabial yang tidak
bersuara (p), misalnya ;
(ippai)
(kippu)
(happyo)
2) (t), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat dental-alveolar yang
tidak bersuara (t), bunyi konsonan hambat frikatif dental-alveolar yang tidak
bersuara (ts) atau sebelum bunyi konsonan hambat frikatif alveolar-palatal
yang tidak bersuara (ts), misalnya :
(zettai)
(ittsu)
(icchaku)
3) (k), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan yang tidak bersuara (k),
misalnya :
(gakko)
(hakken)
(ikkai)
4) (s), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan frikatif-alveolar yang tidak
bersuara (s), misalnya :
(hassen)
(sassoku)
(hassai)
5) (∫), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan frikatif alveolar-palatal yang
tidak bersuara (∫), misalnya :
(issho)
(kessho)
Selain dinyatakan pada konsonan di atas, sokuon juga dapat dinyatakan pada
konsonan seperti berikut ini :
(g), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat velar yang bersuara (g),
misalnya :
(handobaggu)
(hottodoggu)
(d), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat dental-alveolar yang bersuara
(d), misalnya :
(beddo)
(j), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan frikatif alveolar-palatal yang bersuara
(j), misalnya :
(hajji)
(h), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan frikatif glottal yang tidak bersuara (h),
misalnya :
(mahha)
Untuk contoh konsonan di atas, semua adalah konsonan dalam kata-kata bahasa
Jepang yang berasal dari bahasa asing (gairaigo)
Konsonan Nasal (hatsuon)
Konsonan nasal berbeda dengan konsonan lain dalam bahasa Jepang yang biasanya
terdapat dalam sebuah silabel. Konsonan nasal tidak menjadi sebuah silabel.
Hatsuon dapat menjadi sebuah silabel bila ada sebuah silabel sebelum hatsuon.
Bunyi hatsuon sangat dipengaruhi oleh bunyi konsonan atau vocal yang ada pada
bagian berikutnya. Pengaruh-pengaruh itu akan mengakibatkan perubahan bunyi
hatsuon menjadi bunyi-bunyi seperti berikut ini :
(m), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat bilabial (p) dan (b) atau bunyi
konsonan nasal biabial yang bersuara (m), misalnya :
(shimbun)
(sampo)
(samman)
(n), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat dental-alveolar (t) dan (d),
konsonan hambat frikatif dental-alveolar (ts) dan (dz), konsonan hambat frikatif
alveolar-palatal (t∫) dan (d3), konsonan jentikan dental alveolar yang bersuara (r)
dan konsonan nasal dental alveolar yang bersuara (n). misalnya :
(hantai)
(hondana)
(annai)
(ny), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan nasal palatal yang bersuara (ny),
misalnya :
(hannya)
(ng), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat velar (k) dan (g) dan bunyi
nasal velar yang bersuara (ng), misalnya:
(ginnko)
(on'ngaku) atau (onggaku)
(N), bunyi konsonan nasal hambat/ tutup secara longgar yang dibentuk dengan
lidah bagian belakang dan anak tekak (uvula), bunyi konsonan ini dipakai pada
bagian akhir kata, misalnya :
(hoN)
(paN)
Bunyi Konsonan + Semi Vokal (Y) + Vokal (Yoo'on)
Yoo'on terbentuk dari penggabungan dua buah silabel yaitu silabel ki, chi, shi, dll,
dengan silabel ya, yu, dan yo yang ditulis dengan huruf berukuran kecil, misalnya :
(kyooshitsu)
(ocha)
Aksen
Menurut buku Fonologi Jepang, aksen adalah penonjolan ucapan yang bersifat
relatif dan terbentuk berdasarkan kebiasaan sosial dari suatu masyarakat bahasa
dan dikenakan pada pengucapan kata (Tjandra, 2004 : 42).
Dalam buku Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang, aksen adalah tinggi rendahnya
tekanan suara (pitch) pada setiap kata sebagai ciri pembeda, yang merupakan suatu
aturan yang ditetapkan karena kebiasaan masyarakat pada suatu wilayah.
Aksen memegang peranan penting dalam bahasa Jepang karena dalam bahasa
Jepang banyak homonim (doo'on'igigo), yaitu beberapa kata yang bunyinya sama.
Homonim tersebut dalam bahasa tulisan dibedakan dengan huruf Kanji sedangkan
dalam bahasa lisan dibedakan oleh aksen. Ciri khas aksen dalam bahasa Jepang
adalah berupa aksen tinggi-rendah. Fungsi aksen dalam bahasa Jepang secara garis
besarnya ada dua macam, yaitu :
1. Sebagai pembeda arti dalam suatu kata
2. Sebagai pembeda arti dalam suatu frase atau klausa
Contoh Aksen sebagai Pembeda Arti
Buat tabel dulu
Tipe aksen dalam bahasa Jepang ada empat macam, yaitu :
Atamadaka-gata, yaitu aksen yang suku kata pertamanya naik sedangkan suku kata
berikutnya menurun.
Naka-gata, yaitu aksen yang suku kata pertama rendah, kemuian suku kata kedua
naik, dan suku kata berikutnya menurun.
Odaka-gata, yaitu aksen yang suku kata pertama dan terakhir rendah, sedangkan
yang tengah naik.
Heiban-gata, yaitu aksen yang suku kata terakhir saja yang tinggi (Sutedi, 2008 : 26).
Intonasi
Intonasi adalah perubahan tinggi rendahnya nada pada akhir kalimat yang
mengungkapkan sikap psikologis penutur. Dengan demikian, jika aksen ditemukan
pada pengucapan kata maka intonasi ditemukan pada pengucapan kalimat. Jika
aksen ditemukan berupa kuat lemahnya tenaga atau tingg rendahnya nada pada
pengucapan, maka intonasi hanya ditemukan berupa tinggi rendahnya nada.
Pola intonasi yang paling umum ditemukan dalam bahasa-bahasa di dunia ada dua,
yaitu:
Intonasi menurun, yaitu perubahan nada dari yang tinggi menjadi rendah pada
akhir kalimat, umumnya menandakan penutur bermaksud memberi penjelasan atau
jawaban.
Intonasi menaik, yaitu perubahan nada dari yang rendah menjadi tinggi pada akhir
kalimat, umumnya menandakan penutur bermaksud bertanya kepada lawan
bicaranya (Tjandra, 2004 : 48).
Contoh pemakaian intonasi dalam kalimat
帰ります。(pulang?)
帰ります。(pulang.)
Pada contoh kalimat (1) diakhiri dengan intonasi naik, menunjukkan kalimat tanya,
sedangkan contoh kalimat (2) diakhiri dengan intonasi menurun, menunjukkan
kalimat berita.
Fungsi intonasi dalam bahasa Jepang :
1. Fungsi gramatikal, yaitu untuk memperjelas makna kalimat atau bagian kalimat.
Makna suatu kalimat ditentukan oleh intonasinya. Misalnya, akhir kalimat yang
diucapkan dengan intonasi menurun menunjukkan kalimat berita, sedangkan jika
diucapkan dengan intonasi menaik menunjukkan kalimat tanya. Contoh intonasi
dalam kalimat sudah dijelaskan di atas. Berikut ini adalah contoh intonasi dalam
bagian kalimat, atau klausa (bunsetsu)
きれいな山田さんの妹
Perbedaan intonasi pada klausa di atas akan melahirkan makna yang berbeda.
Makna (1)
Adik dari Yamada yang cantik
Kalimat di atas bermakna Yamada yang cantik bila bagian kireina Yamada san
diucapkan dengan intonasi lebih tinggi.
きれいな 山田さん の妹
Makna (2)
Adik Yamada yang cantik
Kalimat di atas bisa bermakna adik yang cantik bila bagian Yamada san no imooto
diucapkan dengan intonasi lebih tinggi.
きれいな山田さんの妹
2. Menunjukkan nuansa atau perasaan
A : 今月の奨学金は出ないって。
B : そうですか。
Kalimat yang diucapkan B yakni : soo desuka bisa ducapkan dengan beberapa
intonasi, ada yang menurun, mendatar ataupun menaik. Artinya ketika B
mendengar informasi dari A bahwa beasiswa bulan ini tidak akan keluar, kita bisa
mengetahui perasaannya senang, kecewa atau biasa saja dari intonasi yang
diucapkannya.
3. Menyampaikan informasi baru atau lama (yang sudah diketahui)
Informasi baru biasanya diucapkan dengan intonasi tinggi, sedangkan informasi
lama yang sudah diketahui diucapkan dengan intonasi rendah. Misalnya, suatu
informasi yang disampaikan dalam kalimat nominal yang menggunakan partikel WA
dan GA.
A : この方は どなたですか。
B : この方は ニダさんです。
Bagian yang dicetak tebal pada kalimat di atas merupakan bagian intonasi yang
ditekankan. Bagian kono kata diucapkan dengan intonasi menurun, sedangkan
bagian donate diucapkan dengan intonasi tinggi. Hal ini berarti bahwa bagian depan
kalimat tersebut merupakan informasi lama yang sudah diketahui oleh A dan B.
Artinya keduanya sudah melihat orang yang sama-sama berada di sana, tetapi A
belum tahu siapa nama orang tersebut, dan ini merupakan informasi baru baginya
sehingga diucapkan dengan intonasi tinggi
4. Menunjukkan informasi secara individu
Setiap individu, ketika menyampaikan gagasan, ada perbedaan intonasi. Perbedaan
ini tergantung pada bagian mana yang akan ditekankan. Hal ini bisa dipengaruhi
oleh jenis kelamin, umur, pekerjaan atau status sosial dan lain-lain. Misalnya di
kalangan anak muda Jepang, sering terdengar dalam satu kalimat penekanan
intonasi diberikan hampir pada setiap kata.
きのう、みんなで、やったんだけ。
これは、換喩 というよりも、隠喩 のほうが。
Intonasi pada kedua contoh di atas sepertinya tidak beraturan, tetapi pembicara
mempunyai maksud tersendiri. Intonasi yang dikemukakan pembicara pada contoh
() mengandung makna bahwa ia menginginkan lawan bicara tahu bahwa pekerjaan
tersebut sudah dikerjakan oleh semuanya, waktunya kemarin. Sedangkan pada
contoh kalimat (), yang berintonasi naik hanya kan’yu (metonimi) dan in’yu
(metafora). Artinya ia ingin mengecek apakah istilah yang diucapkannya itu benar
atau tidak, karena mungkin baginya istilah tersebut merupakan istilah baru, atau ia
tidak memahami bidang tersebut (Sutedi, 2004 : 29)
Prominen
Dalam buku Fonologi Jepang, menurut Okumura Mitsuo, Prominen adalah
penekanan dengan suara yang tinggi secara khusus yang dikenakan pada bagian
tertentu dari suatu ujaran dengan maksud penyampaian informasi tentang bagian
itu secara khusus, agar lawan bicara juga dapat memperhatikannya secara khusus
pula. Jadi prominen merupakan tindakan bahasa sekaligus budaya yang bersifat
alami dan rasional.
Menurut Amanuma, Ootsubo dan Mizutani, prominen adalah unsure fonetis berupa
penekanan suara secara sengaja pada bagian tertentu dari kalimat dengan maksud
mempertegas acuan dari bagian itu.
Menurut buku Pengantar Linguistik Bahasa Jepang, prominen muncul dalam bentuk
pengucapan terutama untuk menonjolkan bagian yang ingin ditekankan oleh
pembicara. Sebagai cara untuk menonjolkan bagian tersebut di dalam bahasa
Jepang, selain dengan cara mengucapkannya dengan kuat, dapat dilakukan juga
dengan cara mengucapkan kata tersebut secara panjang. Misalnya mengucapkan
kata 小さい粒 dengan ujaran chiisaaai tsubu. Dengan cara penonjolan kata seperti
ini pembicara dapat menarik perhatian pendengar. Dengan kata lain prominen
adalah penguatan atau peninggian tekanan secara fonetis yang diterapkan pada satu
bagian kalimat.
Prominen bersifat universal, maksudnya prominen bisa ditemukan di berbagai
bahasa.
私は パクアン大学の 学生です。
Saya mahasiswa Univeritas Pakuan.
Pada kalimat di atas, bagian yang dicetak tebal, yaitu pakuan daigaku merupakan
bagian yang ditekankan. Artinya saya mahasiswa universitas pakuan (bukan
universitas lain).
Fonologi
Istilah fonologi dalam bahasa Jepang yaitu on’inron merupakan cabang ilmu
linguistic yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan fungsinya.
Dalam bahasa Jepang, kajian fonologi yaitu fonem (onso).
Fonem merupakan satuan bunyi terkecil yang berfungsi untuk membedakan arti
(Sutedi, 2008 : 36).
Ada juga yang merumuskan definisi fonem yaitu satuan terkecil berwujud abstrak
dengan ciri pembeda fonetis tertentu yang berfungsi membedakan makna dalam
bahasa lisan dan merupakan kristalisasi dari beberapa bunyi kongkrit sebagai
alofon dalam tata bunyi suatu bahasa (Tjandra, 2004 : 62).
Salah satu cara untuk mengidentifikasi suatu fonem dapat dicari pasangan
minimalnya (saishootai). Misalnya fonem /k/, /s/, /t/, /h/, /d/ akan terlihat
perbedaannya jika digunakan pada awal kata seperti berikut :
/kaku/ (menulis)
/saku/ (mekar/berkembang)
/taku/ (menanak)
/naku/ (menangis)
/haku/ (memakai sepatu, dll)
/daku/ (memeluk)
Fonem /z/ dalam bahasa Jepang terdiri dari bunyi (dz) dan (z). Kedua bunyi ini
bukan merupakan dua f onem, melainkan satu fonem. Dalam satu fonem
memunculkan beberapa bunyi akibat letak fonem tersebut dalam suatu kata, yang
dipengaruhi oleh fonem yang ada di depan atau di belakangnya. Hal seperti ini
disebut ion (alofon).
Fonem
Bunyi dalam bahasa Jepang dibedakan atas vokal (V), konsonan (C) dan semi vokal
(Sv). Dalam bunyi tersebut ada yang termasuk ke dalam fonem, dan ada pula yang
termasuk ke dalam alofon. Fonem yang terdapat dalam bahasa Jepang terdiri dari
empat macam seperti berikut :
Vokal (V) : /a, i, u, e, o/
Konsonan (C) : /k, g, s, z, t, d, c, n, h, p, b, m, r/
Semi Vokal (Sv) : /w, j/
Fonem Khusus : /Q, N, R/
Dalam bahasa Jepang terdapat fonem khusus yang dilambangkan dengan /Q/, /N/,
dan /R/. Fungsi fonem /Q/ digunakan untuk menyatakan konsonan rangkap
(sokuon). Fonem /N/ sebenarnya digunakan untuk melambangkan huruf n dengan
berbagai variasinya. Dan fonem /R/ merupakan lambang bunyi vokal panjang.
Di atas sudah dijelaskan bahwa fonologi mengkaji lambang bunyi bahasa. Lambang
bunyi bahasa tersebut berupa huruf. Huruf dalam bahasa Jepang ada empat macam,
yaitu Kanji, Hiragana, Katakana dan Romaji.
a. Lambang Bunyi Chokuon
Chokuon ialah bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan bentuk tulisan yang
menggunakan sebuah huruf kana. Hiragana yang dapat dipakai untuk
melambangkan bunyi chokuon terdiri atas : (1) beberapa hiragana yang
melambangkan bunyi seion, (2) beberapa hiragana yang menggambarkan bunyi
dakuon, (3) beberapa hiragana yang menggambarkan bunyi handakuon.
Contohnya :
b. Lambang Bunyi Yoo'on
Yoo'on ialah bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan bentuk huruf hiragana
yang terdiri dari huruf き、し、ち、に、ひ、み、り、ぎ、じ、び、ぴ ditambah
huruf や、ゆ、よ ukuran kecil. Contohnya :
c. Lambang Bunyi Seion
Seion ialah bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan huruf kana yang tidak
memakai dakuten dan handakuten. Contohnya :
d. Lambang Bunyi Dakuon
Dakuon ialah bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan huruf kana yang
memakai dakuten ("). Contohnya :
e. Lambang Bunyi Handakuon
Handakuon ialah bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan huruf kana yang
memakai handakuten ( ). Contohnya :
f. Lambang Bunyi Tokushuon
Tokushuon dapat diartikan sebagai bunyi yang khas atau bunyi yang istimewa, yaitu
bunyi diucapkan secara khusus dan memiliki beberapa keistimewaan atau ciri-ciri
tertentu yang tidak dimiliki bunyi lain. Salah satu cirinya adalah bunyi ini hanya
terbentuk dari sebuah konsonan, tidak mengandung bunyi vokal, sehingga bunyi ini
tidak dapat berdiri sendiri membentuk sebuah silabel. Tokushuon terdiri atas
Hatsuon dan Sokuon.
1) Lambang Bunyi Hatsuon
Hatsuon disebut juga haneruon, yaitu bunyi yang digambarkan dengan huruf
hiragana n.
2) Lambang Bunyi Sokuon
Sokuon disebut juga tsumaruon, yaitu bunyi yang dapat digambarkan dengan huruf
hiragana tsu ukuran kecil.
Gojuuonzu
Gojuuonzu ialah daftar 50 bunyi silabel bahasa Jepang yang dilambangkan dengan
huruf kana. 50 silabel tersebut terdiri atas 5-dan (a-dan, i-dan, u-dan, e-dan, o-dan)
dan 10 gyoo (a-gyoo, ka-gyoo, sa-gyoo, ta-gyoo, na-gyoo, ha-gyoo, ma-gyoo, ya-gyoo,
ra-gyoo, wa-gyoo).
Daftar Gojuuonzu
Kanazukai
a. Partikel-partikel wa, e dan o ditulis
Contohnya :
b. Verba iu ditulis iu
Contohnya :
c. Ji da zu dipakai dalam kata-kata setelah chi untuk ji dan setelah tsu untuk zu
Contohnya :
Chijimi
Tsuzuku
d. Ji dan zu terjadi pada kata-kata yang merupakan gabungan dari dua buah kata
Contohnya :
Hanaji
Chikajika
Mikazuki
Niizuma
Kozukai
e. Vokal panjang o
Vokal o panjang seperti pada kata-kata koori, too, kooru, todokooru, tooru dan
sebagainya ditulis dengan o. Selain kata-kata itu, biasanya vokal o panjang ditulis
dengan u.
Okurigana
Okurigana ialah huruf kana yang ditulis langsung setelah huruf kanji untuk
menentukan cara baca pada waktu menulis wago yang menggunakan huruf kanji.
Misalnya mu pada kata yomu, huruf mi dan ki pada kata yomigaki.
Contoh lain :
u pada kata kuu
beru pada kata taberu
i pada kata akai
shii pada kata atarashii
Okurigana dipakai pada saat menulis kanji dengan sistem bacaan kunyomi pada saat
menuliskan wago dengan huruf kanji. Okurigana dipakai setelah huruf kanji untuk
menuliskan gobi (bagian dari verba,adjektiva-i dan adjektiva-na yang dapat
berubah). Okurigana juga dipakai untuk menghindari kesalahan atau kesulitan pada
saat membaca suatu kata yang ditulis dengan huruf kanji. Dengan menambahkan
kata beru setelah kanji taberu, maka akan mengarahkan pembaca agar membaca
kanji tersebut menjadi taberu dan bukan kuu atau yang lainnya.
Furigana
Furigana ialah huruf kana yang dipakai di atas atau di sebelah huruf kanji untuk
menunjukkan cara baca huruf kanji tersebut. Furigana disebut juga yomigana.
Penulisan furigana menggunakan huruf hiragana ukuran kecil, lebih kecil daripada
huruf kanji yang diberi furigana. Dalam sistem penulisan vertikal, furigana
diletakkan di sebelah kanan, sedangkan dalam sistem penulisan horisontal,
dilettakan di bagian atas huruf kanji . Contoh :
Mora dan Silabis dalam Bahasa Jepang
Setiap bunyi dalam bahasa Jepang jika ditulis dengan huruf kana, kecuali yoo'on,
setiap hurufnya dianggap sebagai satu mora atau ketukan. Contoh :
Kata bi-yo-u-i-n (salon kecantikan) terdiri dari 5 huruf hiragana dan dianggap
sebagai 5 mora.
Tetapi untuk kata byo-u-i-n (rumah sakit) meskipun terdiri dari 5 huruf hiragana,
karena huruf byo merupakan yoo'on, maka dianggap 4 mora.
Jadi untuk menentukan mora dalam bahasa Jepang, yang dijadikan acuannya yaitu
jumlah ketukan dalam satu kata.
Satuan mora dalam bahasa Jepang terdiri dari struktur mora sebagai berikut :
a) /V (R)/ :
b) /CV/
c) /CSvV/
d) /SvV/
e) /Q/, /N/
Silabis dalam bahasa Jepang disebut onsetsu, identik dengan suku kata dalam
bahasa Indonesia. Banyaknya huruf kana yangbdigunakan dalam suatu kata tidak
sama dengan jumlah silabis dalam kata tersebut. Misalnya
kata sakka (sepak bola), meskipun terdiri dari 4 huruf dan 4 ketukan (4 mora),
tetapi hanya memiliki 2 silabis yaitu sak dan kaa.
kata byouin (rumah sakit) terdiri dari 4 mora, tetapi hanya memiliki 2 silabis, yaitu
byou dan in. Dengan demikian , struktur silabis dalam bahasa Jepang terdiri dari
beberapa bentuk sebagai berikut :
a) V
b) VN
c) VQ
d) VR
e) CV
f) CVN
g) CVQ
h) CVR
i) SvV
j) SvVN
k) SvVQ
l) SvVR
m) CSvV
n) CSvVN
o) CSvVQ
p) CSvVR