perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN TAHAP .../Hubungan... · Karakteristik sampel...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN TAHAP .../Hubungan... · Karakteristik sampel...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN TAHAP KEMOTERAPI PADA PENDERITA LEUKEMIA
LIMFOBLASTIK AKUT DENGAN STATUS GIZI DI BANGSAL
ILMU KESEHATAN ANAK RSUD DR. MOEWARDI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
MEGA ASTRININGRUM
G0008129
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan Penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Desember 2011
Mega Astriningrum
NIM G0008129
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Mega Astriningrum. G0008129, 2011. Hubungan Tahap Kemoterapi pada
Penderita Leukemia Limfoblastik Akut dengan Status Gizi di Bangsal Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi., Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan
tahap kemoterapi pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dengan
status gizi di bangsal Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2011 di
Bangsal Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi. Pengambilan sampel
dilaksanakan secara purposive random sampling dengan kriteria inklusi adalah (1)
penderita Leukemia Limfoblastik Akut berumur 0 - 18 tahun, (2) mendapatkan
penatalaksanaan kemoterapi, (3) status gizi tergolong baik atau kurang. Sampel
tidak dapat dipilih jika (1) penderita leukemia tipe lain, (2) tidak mendapatkan
penatalaksanaan kemoterapi, (3) status gizi tergolong lebih atau buruk. Data
sekunder berupa catatan rekam medik di Bagian Rekam Medik RSUD Dr.
Moewardi. Diperoleh 52 data dan dianalisis menggunakan (1) Uji Chi Square (X2)
(2) Odds Ratio melalui program SPSS 17.0 for Windows.
Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan (1) tahap induksi dengan status gizi
baik sebesar 54,55% dan status gizi kurang sebesar 45,45% (2) tahap konsolidasi
dengan status gizi baik sebesar 26,67% dan status gizi kurang sebesar 73,33% (3)
tahap maintenance dengan status gizi baik sebesar 73,33% dan status gizi kurang
sebesar 26,67% (4) hasil uji Chi Square tahap induksi menunjukkan p = 0.026
dengan Odds Ratio sebesar 5,2 (5) hasil uji Chi Square tahap konsolidasi
menunjukkan p = 0.122 dengan Odds Ratio sebesar 5,45 (6) hasil uji Chi Square
tahap rumatan (maintenance) menunjukkan p = 0.010 dengan Odds Ratio sebesar
8,0.
Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan yang kuat dan bermakna antara tahap
induksi serta tahap rumatan (maintenance) dengan status gizi penderita Leukemia
Limfoblastik Akut. Terdapat hubungan yang kuat tetapi kurang bermakna antara
tahap konsolidasi dengan status gizi penderita Leukemia Limfoblastik Akut.
Kata Kunci: Leukemia Limfoblastik Akut, tahap kemoterapi, status gizi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Mega Astriningrum. G0008129, 2011. The Correlation between Chemotherapy
Stages in Acute Lymphoblastic Leukemia Patients with Nutrient Status at
Department of Pediatric Ward RSUD Dr. Moewardi. Medical Faculty of Sebelas
Maret Univesity.
Objectives: This research aims to know the relationship between chemotherapy
stages in Acute Lymphoblastic Leukemia patients with nutrient status at
Department of Pediatric ward RSUD Dr. Moewardi.
Methods: This research was an analytical descriptive research using cross
sectional approach and had been done in April-August 2011 at Department of
Pediatric ward RSUD Dr. Moewardi. The sample data collecting was done by
using simple purposive sampling method with the inclusion criteria (1) patients
suffered from Acute Lymphoblastic Leukemia were 0-18 age, (2) got the
chemotherapy, (3) the nutrient status was good or less, (3) the nutrient status was
more or poor. The data was secondary data which was taken at Medical Record
RSUD Dr. Moewardi. It got 52 data and they were analyzed by (1) Chi Square
test (X2) (2) Odds Ratio, by using SPSS 17.0 for windows program.
Results: This research shows (1) induction stage with good nutrient status is
54,55% and the less one is 45,45% (2) consolidation stage with good nutrient
status is 26,67% and the less one is 73,33% (3) maintenance stage with good
nutrient status is 73,33% and the less one is 26,67% (4) the result from Chi Square
test of induction stage shows p = 0.026 with the odds ratio is 5,2 (5) the result
from Chi Square test of consolidation stage shows p = 0.122 with the odds ratio is
5,45 (6) the result from Chi Square test of maintenance stage shows p = 0.010
with the odds ratio is 8,0.
Conclusion: This study shows strong and meaningful correlation between
induction and maintenance stage with the nutrient status of Acute Lymphoblastic
Leukemia Patients. And this study shows strong but no meaningful correlation
between concolidation stage with the nutrient status of Acute Lymphoblastic
Leukemia Patients.
Keywords: Acute Lymphoblastic Leukemia, chemotherapy stages, nutrient status
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala nikmat dan rahmat yang telah Ia berikan kepada hamba-Nya. Sholawat
serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad saw, utusan Allah yang menjadi
teladan seluruh ummat manusia.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi
ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan
banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD., K-R., FINASIM, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku ketua tim skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Annang Giri Moelyo, dr., Sp.A., M.Kes., selaku tim skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Muhammad Riza, dr., Sp.A., M.Kes., selaku pembimbing utama yang secara
intensif telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis.
5. Yulidar Hafidh, dr., Sp.A(K), selaku pembimbing pendamping yang secara
intensif telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis.
6. Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A(K), selaku penguji utama yang telah
memberikan masukan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.
7. Suci Murti Karini, dra., M.Si., selaku anggota penguji yang telah memberikan
masukan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.
8. Dosen dan staf SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi, seluruh staf
RSUD Dr.Moewardi, dan Tim Skripsi FK UNS Surakarta yang telah banyak
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
9. Ayah dan Ibu tercinta, serta Mas Gembong dan Mbak Wika tersayang yang
senantiasa berkorban dan berjuang tanpa pamrih serta memberikan dukungan dan
semangat.
10. Rifki Effendi Suyono untuk dukungan, kesabaran, dan kebersamaan dalam
menyelesaikan ini semua.
11. Sahabat-sahabat tercinta (Chanif Lutfiyati, Cherelia Dinar, Nugroho Jati, Gilda
Ditya, Amora Fadila, Aila Mustofa, Izzatika) yang telah memberikan support,
motivasi, dan mendampingi penulis dalam suka duka.
12. Teman seperjuangan skripsi, Cholifatur Ravita Fauzi, yang tiada habis memberi
motivasi.
13. Teman-teman Pendidikan Dokter Angkatan 2008 dan semua pihak yang dengan
ikhlas telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan. Untuk kesempurnaan skripsi ini, penulis mengharapkan masukan,
kritik, dan saran dari pembaca.
Surakarta, Desember 2011
Mega Astriningrum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................... ...................... ......................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 3
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 5
1. Leukemia ................................................................. . ............ 5
2. Leukemia Limfoblastik Akut ................................................. 6
a. Definisi ............................................................................... 6
b. Epidemiologi ............................................................... ...... 7
c. Etiologi ................................................................ .............. 7
d. Gejala dan Tanda Klinis .................................. ................ 7
e. Diagnosis ...................................................................... .... 9
f. Terapi .................................................................................. 9
g. Prognosis ............................................................................. 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
h. Komplikasi .............. .................................................... ... 10
3. Kemoterapi Kanker .............................................................. 11
a. Dasar Kemoterapi ........................................................... .. 11
b. Kemoterapi pada Leukemia Limfoblastik Akut ............... 13
c. Efek Samping Obat-obat Kemoterapi ............................... 16
4. Status Gizi .............................................................................. 18
a. Definisi .............................................................................. 18
b. Klasifikasi Status Gizi ...................................................... 21
5. Hubungan Tahap Kemoterapi dengan Status Gizi .............. 22
B. Kerangka Pemikiran .................................................................. 24
C. Hipotesis ..................................................................................... 24
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................ 25
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 25
C. Subjek Penelitian ....................................................................... 26
D. Teknik Sampling ......................................................................... 27
E. Indentifikasi Variabel ............................................................... .. 27
F. Definisi Operasional Variabel .................................................... 27
G. Alur Penelitian ............................... ........................................... 29
H. Instrumen Penelitian ................................................................... 30
I. Teknik Analisis Data ................................................................... 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Sampel ................................................................... 31
B. Uji Statistik ................................................................................. 35
BAB V. PEMBAHASAN .............................................................................. 39
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ..................................................................................... 44
B. Saran ............................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 46
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik sampel menurut usia pada tahap induksi.
Tabel 2. Karakteristik sampel menurut usia pada tahap konsolidasi.
Tabel 3. Karakteristik sampel menurut usia pada tahap maintenance.
Tabel 4. Karakteristik sampel menurut jenis kelamin pada tahap induksi.
Tabel 5. Karakteristik sampel menurut jenis kelamin pada tahap.
Tabel 6. Karakteristik sampel menurut jenis kelamin pada tahap maintenance.
Tabel 7. Karakteristik sampel menurut status gizi pada tahap induksi.
Tabel 8. Karakteristik sampel menurut status gizi pada tahap konsolidasi.
Tabel 9. Karakteristik sampel menurut status gizi pada tahap maintenance.
Tabel 10. Hubungan tahap kemoterapi leukemia limfoblastik akut dengan status
gizi.
Tabel 11. Besar Odds Ratio dan Interpretasi tentang Kekuatan Hubungan antara
Paparan dan Risiko.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran.
Gambar 3.1 Alur Penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Sampel dari Pihak Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Sampel dari Pihak Diklit
RSUD Dr. Moewardi.
Lampiran 3. Frekuensi Tahap Kemoterapi Berdasarkan Umur.
Lampiran 4. Frekuensi Tahap Kemoterapi Berdasarkan Jenis Kelamin.
Lampiran 5. Frekuensi Tahap Kemoterapi Berdasarkan Status Gizi.
Lampiran 6. Crosstab Data Kemoterapi Tahap Induksi.
Lampiran 7. Crosstab Data Kemoterapi Tahap Konsolidasi.
Lampiran 8. Crosstab Data Kemoterapi Tahap Maintenance.
Lampiran 9. Data Pasien Kemoterapi Tahap Induksi.
Lampiran 10. Data Pasien Kemoterapi Tahap Konsolidasi.
Lampiran 11. Data Pasien Kemoterapi Tahap Maintenance.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Tahap Kemoterapi pada Penderita
Leukemia Limfoblastik Akut dengan Status Gizi di Bangsal
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi
Mega Astriningrum, NIM : G.0008129, Tahun : 2011
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari Selasa, Tanggal 27 Desember 2011
Pembimbing Utama
Nama : Muhammad Riza, dr., Sp.A., M.Kes
NIP : 19761126 201001 1 005 (...................................)
Pembimbing Pendamping
Nama : Yulidar Hafidh, dr., Sp.A(K)
NIP : 140071958 (..................................)
Penguji Utama
Nama : Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A(K)
NIP : 19441226 197310 1 001 (..................................)
Anggota Penguji
Nama : Suci Murti Karini, dra., M.Si.
NIP : 19540527 198003 2 001 (..................................)
Surakarta, .......................
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Leukemia adalah penyakit keganasan yang paling sering ditemukan pada
anak-anak, dimana terhitung kira-kira 41% semua penyakit keganasan terjadi
pada anak-anak usia di bawah 15 tahun (Behrman, 2004). Leukemia adalah
penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk
hematopoietik yang secara maligna melakukan transformasi, yang
menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal (Price,
2007). Secara umum, leukemia diklasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu Leukemia
Limfoblastik Akut, Leukemia Limfoblastik Kronik, Leukemia Mieloblastik
Akut, dan Leukemia Mieloblastik Kronik (Porth, 2005; Behrman, 2004).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) merupakan kasus keganasan yang paling
sering ditemukan pada anak-anak, yang terdiri dari 80 - 85%. Puncak insiden
LLA ini terjadi pada anak berusia 2 - 4 tahun (Porth, 2005). Dari hampir semua
kasus LLA, penyebab pasti dari LLA sampai sekarang belum diketahui,
walaupun beberapa faktor genetik dan lingkungan sering dihubungkan dengan
leukemia pada anak-anak. Terpaparnya sinar radiasi juga telah dihubungkan
dengan naiknya kejadian LLA. Selain itu, beberapa deskripsi dan penelitian
tentang berbagai tingkatan geografi pada setiap kasus telah menimbulkan
perhatian bahwa faktor lingkungan bisa menyebabkan naiknya kejadian LLA
(Behrman, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Penatalaksanaan Leukemia Limfoblastik Akut sampai sekarang masih
mengandalkan kemoterapi sebagai terapi utama. Kemoterapi LLA dibagi
menjadi beberapa tahap yaitu induksi remisi, konsolidasi atau intensifikasi,
profilaksis susunan saraf pusat (SSP), dan pemeliharaan jangka panjang atau
rumatan (maintenance). Namun sayangnya, obat-obat kemoterapi ini memiliki
banyak efek samping terutama pada sistem hematopoietik dan gastrointestinal
(Nafrialdi and Sulistia, 2003; Fianza, 2009).
Efek terhadap sistem hematopoietik adalah berupa supresi hemopoiesis
terlihat sebagai leukopenia, trombositopenia, atau anemia. Supresi sistem
hemopoietik ini masih dapat berlanjut walaupun pemberian obat telah
dihentikan. Sedangkan, gangguan pada sistem gastrointestinal saluran cerna
berupa anoreksia ringan, mual, muntah, diare, dan stomatitis sampai yang berat
yaitu ulserasi oral dan intestinal, perforasi, diare hemoragik. Hampir semua
obat anti kanker menyebabkan efek samping ini, tapi jarang sampai
menimbulkan kematian (Nafrialdi and Sulistia, 2003).
Efek samping pada sistem pencernaan bisa mengakibatkan penyerapan
nutrisi pada anak menurun, padahal kebutuhan nutrisi anak digunakan untuk
proses tumbuh kembang. Gangguan penyerapan nutrisi ini berakibat langsung
pada status gizi anak tersebut. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi kurang terjadi
bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status
gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan
(Almatsier, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Bertolak dari beberapa teori yang dikemukakan sebelumnya, Penulis
bermaksud mengadakan penelitian yang dapat menjelaskan apakah ada
keterkaitan antara tahap kemoterapi pada pasien anak penderita Leukemia
Limfoblastik Akut dengan status gizi anak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka didapatkan permasalahan
sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara tahap kemoterapi pada penderita Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA) dengan status gizi di Bangsal Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Dr. Moewardi?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan tahap
kemoterapi pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dengan status
gizi di Bangsal Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi.
D. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk sedini mungkin
melakukan screening pada leukemia limfoblastik akut pada anak mengingat
kasus leukemia limfoblastik akut adalah kejadian terbanyak pada kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
keganasan. Selain itu, bagi dunia penelitian diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan acuan untuk penelitian yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada para dokter
dan tenaga medis untuk dapat memberikan penatalaksanaan yang adekuat
dengan efek samping seminimal mungkin sehingga komplikasi yang
ditimbulkan dari kemoterapi pada kasus leukemia bisa ditekan angka
kejadiannya. Serta dapat mempertahankan atau memperbaiki status gizi
pasien menjadi lebih baik dengan pemberian nutrisi secara langsung
maupun melalui konseling gizi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Leukemia
Leukemia, mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1987
sebagai "darah putih", adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang secara maligna
melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian
unsur sumsum yang normal (Price, 2007). Sel-sel ini bisa berkembang dan
memperbanyak diri melebihi jumlah sel tersebut dalam batas normal, atau
bisa diakibatkan menurunnya kemampuan apoptosis secara spontan, atau
bisa keduanya. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan fungsi normal
sumsum tulang dan bisa lebih parah lagi yaitu kegagalan sumsum tulang
(Behrman, 2004). Kegagalan sumsum tulang akibat sel-sel abnormal ini
dapat menyebabkan timbulnya gejala yaitu anemia, netropenia,
trombositopenia, dan juga sel-sel abnormal ini akan menginfiltrasi ke organ-
organ misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meninges, otak, kulit,
atau testis (Hoffbrand, 2005).
Leukemia adalah penyakit keganasan yang paling sering ditemukan
pada anak-anak, dimana terhitung kira-kira 41% semua penyakit keganasan
terjadi pada anak-anak usia di bawah 15 tahun (Behrman, 2004). Secara
umum, leukemia diklasifikasikan menurut tipe sel yang paling banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
berada di dalam tubuh (limfoblastik atau mieloblastik) dan juga tergantung
dari kondisi akut atau kronis. Klasifikasi leukemia terdiri dari empat tipe
yaitu Leukemia Limfoblastik Akut (LLA), Leukemia Limfoblastik Kronik
(LMK), Leukemia Mieloblastik Akut (LMA), dan Leukemia Mieloblastik
Kronik (LMK). Leukemia limfoblastik terdiri dari sel-sel limfosit yang
imatur dan sel-sel induk limfosit yang berasal dari sumsum tulang tetapi
menginfiltrasi splen atau limpa, nodus limfatikus, susunan saraf pusat, dan
jaringan-jaringan lainnya. Sedangkan leukemia mieloblastik, terdiri dari sel-
sel mieloid pluripoten yang berasal dari sumsum tulang (Porth, 2005).
Leukemia Limfoblastik Akut terhitung kira-kira 71% dari kasus
keganasan pada anak-anak, untuk Leukemia Mieloblastik Akut kira-kira
11%, Leukemia Mieloblastik Kronik kira-kira 2 - 3%, dan untuk Leukemia
Mieloblastik Kronik Juvenil kira-kira 1 - 2% (Behrman, 2004).
2. Leukemia Limfoblastik Akut
a. Definisi
Leukemia akut adalah suatu keganasan pada sel progenitor
pembentuk sel darah. Leukemia akut biasanya terjadi dengan tanda dan
gejala yang berhubungan dengan menurunnya fungsi sumsum tulang.
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah leukemia akut yang paling
sering ditemukan pada anak-anak, yang terdiri dari 80 - 85% kasus.
Puncak insiden LLA ini terjadi pada anak berusia 2 - 4 tahun. Leukemia
Limfoblastik Akut meliputi kelompok sel-sel tumor yang terdiri dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
prekursor limfosit B atau limfosit T yang imatur. Sebagian besar kasus
LLA, sekitar 80% kasus, berasal dari prekursor limfosit B (Porth, 2005).
b. Epidemiologi
Insidensi LLA adalah 1 dari 60.000 orang per tahun, dengan 75%
penderita berusia kurang dari 15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3 - 5
tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria daripada perempuan
(Fianza, 2009).
c. Etiologi
Dari hampir semua kasus LLA, penyebab pasti dari LLA sampai
sekarang belum diketahui, walaupun beberapa faktor genetik atau
keturunan dan lingkungan sering dihubungkan dengan leukemia pada
anak-anak. Terpaparnya sinar radiasi juga telah dihubungkan dengan
naiknya kejadian LLA. Sebagai tambahannya, beberapa deskripsi dan
penelitian tentang berbagai tingkatan geografi pada setiap kasus telah
menimbulkan perhatian bahwa faktor lingkungan bisa menyebabkan
naiknya kejadian LLA. Selebihnya, belum ada faktor lain yang
ditemukan selain faktor paparan radiasi (Behrman, 2004; Fianza, 2009).
d. Gejala dan Tanda Klinis
Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala
klinis menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan
ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di
sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer
dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
perdarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada
separuh penderita LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga
penderita yang baru didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang
terjadi. Gejala-gejala dan tanda klinis yang dapat ditemukan:
1) Anemia menyebabkan mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri
dada.
2) Anoreksia atau berat badan yang menurun karena proliferasi dan
metabolisme sel-sel leukemia yang begitu cepat.
3) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel- sel
leukemia).
4) Demam, banyak berkeringat (gejala hipermetabolisme).
5) Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis.
Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus, streptokokus, dan
bakteri gram negatif usus, serta berbagai spesies jamur. Infeksi ini
sering terjadi berulang yang disebabkan karena neutropeni atau
berkurangnya jumlah neutrofil.
6) Perdarahan kulit (petechiae, atraumatic ecchymosis), perdarahan
gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna, perdarahan otak, dimana
perdarahn-perdarahan ini terjadi karena kurangnya jumlah trombosit.
7) Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati yang disebabkan
infiltrasi sel-sel leukemia ke berbagai jaringan dan organ.
8) Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
9) Leukemia sistem saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan
tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan
saraf otak terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologik fokal,
kejang, sampai terjadi koma.
10) Keterlibatan organ lain: testis, retina, kulit, pleura, perikardium,
tonsil.
(Price, 2007; Fianza, 2009; Hoffman, 2009)
e. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium (CBC, apus darah tepi, pemeriksaan koagulasi,
kadar fibrinogen, kimia darah, ABO dan Rh, penentuan HLA), foto
toraks atau CT, pungsi lumbal, aspirasi dan biopsi sumsum tulang dengan
pewarnaan sitokimia, analisis sitogenetik, analisis imunofenotip, analisis
molekular BCR-ABL (Yinski, 2010).
f. Terapi
Keberhasilan terapi LLA terdiri dari kontrol sumsum tulang dan
penyakit sistemiknya, juga terapi atau pencegahan SSP. Hal ini dapat
tercapai dengan kombinasi pemberian kemoterapi dan terapi pencegahan
SSP (Kemoterapi intratekal dan/atau sistemik dosis tinggi, dan pada
beberapa kasus dengan radiasi kranial). Lama rata-rata terapi LLA
bervariasi antara 1,5 - 3 tahun dengan tujuan untuk eradikasi populasi sel
leukemia (Fianza, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Kemoterapi LLA dibagi menjadi beberapa tahap induksi remisi,
konsolidasi atau intensifikasi, profilaksis susunan saraf pusat (SSP), dan
pemeliharaan jangka panjang atau rumatan (maintenance) (Fianza, 2009).
Program pengobatan menggunakan kombinasi vinkristin,
prednison, L-asparaginase, siklofosfamid, dan atrasiklin seperti
daunorubisin. Karena meningen mengandung sel leukemia, kemoterapi
intratekal profilaktik (ke dalam ruang subarakhnoid) juga dimasukkan
untuk mencegah relaps SSP (Price, 2007).
g. Prognosis
Awitan LLA biasanya mendadak disertai perkembangan dan
kematian yang cepat jika tidak diobati. Angka harapan hidup yang
membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak saja 90 sampai 95 %
anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar
80% orang dewasa mencapai remisi lengkap, dengan sepertiganya
mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan
kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang, serta SSP.
Transplantasi sumsum tulang harus dipikirkan untuk orang dewasa
dengan prognosis agresif dan buruk untuk memperpanjang harapan hidup
bebas penyakit. Anak-anak dengan remisi kurang dari 18 bulan harus
dipikirkan untuk transplantasi sumsum tulang (Price, 2007).
h. Komplikasi
Komplikasi kemoterapi LLA yang paling menimbulkan masalah
termasuk perburukan neuropsikologi, kerusakan-kerusakan pada tulang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
dan obesitas. Perburukan neuropsikologi ini diketahui merupakan efek
samping dari radiasi kranial, kemoterapi intratekal, dan kemoterapi
sistemik (terutama metroteksat) yang juga dapat menyebabkan atrofi otak
dan disfungsi medulla spinalis. Kemoterapi intratekal dan kemoterapi
sistemik menambah perkembangan keracunan neurokognitif. Obesitas
paling banyak terjadi pada anak perempuan penderita LLA yang
dikaitkan dengan efek radiasi kranial dan kortikosteroid (Hoffman,
2009).
3. Kemoterapi Kanker
a. Dasar Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan penyakit dengan agen kimiawi,
dimana bahan kimiawi tersebut merugikan organisme penyebab suatu
penyakit tetapi tidak membahayakan bagi pasien (Dorland, 2006).
Konsep mengenai pemberian kemoterapi kanker didasarkan pada
siklus pertumbuhan dan pembelahan sel, sifat sel kanker itu sendiri yang
berbeda dari sel normal, dan sasaran yang dapat dicapai. Kemoterapi
bersifat sistemik dan hanya dihalangi oleh pembatasan anatomik pasca
bedah dan efek radiasi dan pengaruhnya tetap ada walaupun sel-sel tumor
sudah menyebar. Khasiat antikanker sebagian besar obat sitostatik
disebabkan oleh kemampuan obat-obat tersebut dalam menghambat
pembentukan DNA dalam sel. Seperti diketahui, DNA mempunyai dua
fungsi penting yakni sebagai lahan bagi duplikasi dirinya (proses baru
selesai bila sudah terbentuk DNA dalam jumlah yang dua kali lipat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
sebelumnya) dan pembentukan RNA untuk sintesis protein
(Reksodiputro, et al., 2004).
Pemberian kemoterapi direncanakan berdasarkan hasil pengamatan
terhadap perbedaan dalam reaksi sel tumor dan sel normal terhadap obat
sitostatik. Walaupun beberapa sel yang sedang tidak membelah sensitif
terhadap zat-zat sitostatik, zat anti-neoplastik (radiasi, obat) terutama
efektif dalam fase pertumbuhan sel, pada saat mana terjadi rangkaian
peristiwa menuju pembelahannya. Hal ini mendasari pertimbangan para
ahli dalam pemberian kemoterapi kanker (Reksodiputro, et al., 2004).
Obat kemoterapi kanker terbagi menjadi beberapa macam kriteria,
yaitu:
1) Kemoterapi Induksi
Kemoterapi induksi adalah kemoterapi sebagai pengobatan awal
untuk kanker, terutama sebagai bagian dari terapi kombinasi modalitas
(Dorland, 2006).
2) Kemoterapi Tunggal
Kemoterapi tunggal merupakan kemoterapi yang hanya
memberikan satu jenis atau satu macam obat saja. Pada tahun 1970
dasar penggunaaan kemoterapi tunggal adalah memberikan satu
macam obat dan menggantikannya bila ternyata tidak efektif
(Reksodiputro, et al., 2004; Dorland, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
3) Kemoterapi Kombinasi
Kemoterapi kombinasi adalah penggunaan beberapa agen
berbeda pada saat bersamaan untuk meningkatkan efektivitas dari
masing-masing obat. Kemoterapi ini paling sering digunakan pada
kemoterapi kanker (Reksodiputro, et al., 2004; Dorland, 2006).
4) Kemoterapi Adjuvan
Merupakan kemoterapi kanker yang diberikan setelah tumor
primer diangkat dengan cara lain, misalkan pembedahan. Konsep
kemoterapi adjuvan merupakan pendekatan terapeutik terpenting
dalam pengobatan modern penyakit keganasan. Prinsipnya ialah
pemberian obat sistemik, baik secara tunggal maupun kombinasi,
bersama dengan suatu modalitas pengobatan regional-lokal seperti
pembedahan atau radioterapi. Cara ini bertujuan memberantas
mikrometastasis yang tersebar jauh sehingga diharapkan terjadi
peningkatan angka kesembuhan (Reksodiputro, et al., 2004; Dorland,
2006).
b. Kemoterapi pada Leukemia Limfoblastik Akut
Kemoterapi pada kasus Leukemia Limfoblastik Akut tidak jauh
berbeda dari kemoterapi pada umumnya. Kemoterapi LLA terbagi
menjadi empat tahapan yang terdiri dari:
1) Induksi remisi
Seorang penderita yang menderita leukemia akut, biasanya
mempunyai beban tumor yang tinggi dan berada dalam risiko tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
akibat komplikasi kegagalan sumsum tulang dan infiltrasi leukemik.
Tujuan induksi remisi adalah untuk membunuh sebagian besar sel
tumor secara cepat dan menyebabkan penderita memasuki keadaan
remisi. Keadaan ini didefinisikan sebagai jumlah sel blas yang kurang
dari 5% dalam sumsum tulang, hitung darah tepi yang normal, dan
tidak ada gejala atau tanda-tanda lain penyakit itu. Terapi ini hampir
selalu menggunakan glukokortikoid (prednison, prednisolon,
deksametason), vinkristin, dan sedikitnya obat golongan lain (biasanya
asparaginase, antrasiklin, atau keduanya) yang sangat efektif sehingga
dapat mencapai remisi pada lebih dari 90% anak dan 80 - 90% orang
dewasa (pada orang dewasa sering ditambahkan daunorubisin).
Penelitian telah membuktikan terapi induksi remisi yang intensif,
cepat, dan secara utuh mereduksi sel-sel leukemia muda dapat
mencegah resistensi obat dan meningkatkan rasio kesembuhan
(Hoffbrand, 2005; Pui and Evans, 2006).
Walaupun demikian, harus diingat bahwa remisi tidak sama
dengan sembuh. Pada remisi, dalam tubuh penderita mungkin masih
terdapat sejumlah besar sel tumor dan tanpa pemberian kemoterapi
lebih lanjut hampir semua penderita akan mengalami relaps.
Walaupun begitu, pencapaian remisi merupakan langkah awal yang
berharga dalam perjalanan pengobatan, dan penderita yang gagal
mencapai remisi mempunyai prognosis buruk (Hoffbrand, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2) Terapi Konsolidasi/Intensifikasi
Ketika hematopoiesis kembali normal, penderita yang
mendapatkan terapi remisi selanjutnya akan mendapatkan terapi
konsolidasi atau terapi intensif. Tahapan-tahapan ini menggunakan
kemoterapi multi-obat dosis tinggi untuk mengurangi beban tumor
sampai tingkat yang sangat rendah. Dosis kemoterapi dekat dengan
batas toleransi penderita dan selama masa intensifikasi, penderita
mungkin memerlukan banyak sekali dukungan (Hoffbrand, 2005; Pui
and Evans, 2006).
Protokol yang umum mencakup penggunaan vinkristin,
siklofosfamid, sitosin arabinosida, dauronubisin, etoposid, thioguanin,
atau merkaptopurin yang diberikan dalam kombinasi yang berbeda-
beda. Pemakaian asparaginase yang intensif selama masa pasca
induksi memberikan hasil yang sangat memuaskan dengan angka
morbiditas rendah, terutama komplikasi trombotik dan hiperglikemia,
yang dibarengi dengan pemberian glukokortikoid selama pemberian
terapi induksi remisi. Jumlah blok intensifikasi yang optimal masih
dalam penelitian, tetapi dua tiga blok biasanya khas pada anak, dan
lebih banyak pada dewasa (Hoffbrand, 2005; Pui and Evans, 2006).
3) Terapi Profilaksis Susunan Saraf Pusat (SSP)
Beberapa obat yang diberikan secara sistemik dapat mencapai
cairan serebrospinal (CSF) dan perlu diberikan pengobatan spesifik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Pilihannya adalah metotreksat dosis tinggi yang diberikan secara
intravena, metotreksat atau sitosin arabinosida intratekal, atau radiasi
kranial. Percobaan klinis untuk membandingkan regimen-regimen ini
sedang dilakukan. Relaps CNS masih terjadi dan muncul dengan sakit
kepala, muntah, papiledema, dan sel blas dalam CSF. Pengobatan
dengan metroteksat, sitosin arabinosida, dan hidrokortison intratekal,
dengan atau tanpa radiasi intrakranial dan reinduksi sistemik karena
biasanya juga terdapat penyakit sumsum tulang (Hoffbrand, 2005).
4) Rumatan (maintenance)
Rumatan (maintenance) diberikan 2 tahun pada anak perempuan
dan orang dewasa, dan 3 tahun pada anak laki-laki, dengan
merkaptourin oral harian dan metotreksat oral sekali seminggu.
Vinkristin intravena dengan kortikosteroid oral singkat (5 hari)
ditambahkan dengan interval bulanan atau 3 bulan (pada dewasa).
Selama terapi rumatan pada anak yang tidak mempunyai imunitas
terhadap virus-virus tersebut memiliki risiko yang tinggi menderita
varisela atau campak. Apabila terjadi pemajanan terhadap infeksi
tersebut, harus diberikan imunoglobulin profilaktik. Selain itu,
diberikan kotrimoksazol oral untuk mengurangi risiko terkena
Pneumocystis carinii (Hoffbrand, 2005).
c. Efek Samping Obat-obat Kemoterapi
Obat-obat kemoterapi antikanker merupakan obat yang indeks
terapinya sempit. Semuanya dapat menyebabkan efek toksik berat, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
mungkin sampai menyebabkan kematian secara langsung maupun tidak
langsung. Karena obat-obat antikanker umumnya bekerja pada sel yang
sedang aktif, maka efek sampingnya juga terutama mengenai jaringan
dengan proliferasi tinggi yaitu sistem hematopoietik dan gastrointestinal
(Nafrialdi and Sulistia, 2003).
Supresi hemopoiesis terlihat sebagai leukopenia, trombositopenia,
atau anemia. Supresi sistem hemopoietik ini masih dapat berlanjut
walaupun pemberian obat telah dihentikan. Gangguan saluran cerna
berupa anoreksia ringan, mual, muntah, diare, dan stomatitis sampai yang
berat yaitu ulserasi oral dan intestinal, perforasi, diare hemoragik.
Hampir semua obat anti kanker menyebabkan efek samping ini, tapi
jarang sampai menimbulkan kematian. Lesi selaput lendir mulut
umumnya terjadi pada pemberian metroteksat, fluorourasil, daktinomisin,
vinblastin, dan antrasiklin (daunorubisin, doksorubisin). Reaksi kulit
dapat berupa eritem, urtikaria, dan erupsi makulopapular sampai sindrom
Stevens-Johson (Nafrialdi and Sulistia, 2003).
Alkilator dapat menyebabkan depresi hemopoietik yang ireversibel,
terutama bila diberikan setelah pengobatan antikanker yang lain atau
radiasi. Alkilator aktif mempunyai efek langsung lepuh dan dapat
merusak jaringan pada tempat jaringan dan menimbulkan toksisitas
sistemik. Mual muntah merupakan efek yang umum dilaporkan pada
pemberian intravena mekloretamin, siklofosfamid, dan karmustin, dan
kadang-kadang pada siklofosfamid oral. Efek toksik obat alkilator bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
menyebabkan depresi sumsum tulang dan terjadi leukopenia serta
trombositopenia. Siklofosfamid bisa lebih menyebabkan trombositopenia
dibandingkan alkilator lain (Salmon and Alan, 2001; Nafrialdi and
Sulistia, 2003).
Antimetabolit, selain menyebabkan depresi hemopoietik dan
gangguan saluran cerna, sering menyebabkan stomatisis aftosa, dimana
efek samping ini paling banyak disebabkan setelah pemberian
metotreksat, fluorourasil, dan bisa juga merkaptopurin. Stomatitis, diare,
ulserasi pada saluran cerna bagian distal, infeksi, hemoragik,
trombositopenia, leukopenia, atau trombositopenia adalah kumpulan efek
samping obat antimetabolit. Antimetabolit dikontraindikasikan pada
penderita dengan status gizi buruk, leukopenia berat, atau
trombositopenia (Nafrialdi and Sulistia, 2003).
Efek toksik asparaginase terhadap sumsum tulang minimal,
demikian juga kerusakan pada saluran cerna. Namun, obat ini toksik
terhadap hati, ginjal, pankreas, susunan saraf pusat, dan mekanisme
pembekuan darah serta dapat menekan sistem imun tubuh (Nafrialdi and
Sulistia, 2003).
4. Status Gizi
a. Definisi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini dibedakan menjadi
status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Status gizi baik atau status gizi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada
tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami
kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi
bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga
menimbulkan efek toksis atau membahayakan (Almatsier, 2003).
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
1) Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum
digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik
dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam
tubuh.
2) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
tissues) seperti kulit, rambut, mata, dan mukosa oral atau pada organ-
organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat
(rapid clinical survey). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih
zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status
gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign)
dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
3) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen
yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam
jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah,
urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan
akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala
klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih
banyak monolog untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
4) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan
dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap
(Supariasa, 2002).
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi
tiga macam penilaian yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan
faktor etiologi (Supariasa, 2002).
Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah
antropometri gizi. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat
dilakukan dengan cara mengukur beberapa parameter, antara lain umur,
berat badan, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.
Kombinasi dari beberapa parameter tersebut disebut Indeks Antropometri
(Supariasa, 2002).
Indeks Antropometri yang paling sering digunakan adalah berat
badan dibanding umur (BB/U). Hal ini dikarenakan berat badan
merupakan indikator yang paling mudah diukur. BB/U ini sangat tepat
digunakan untuk menilai status gizi kurang atau baik, namun tidak dapat
digunakan untuk menentukan status gizi lebih atau obesitas (WHO,
2006).
b. Klasifikasi Status Gizi
Di Indonesia, ukuran baku hasil pengukuran status gizi belum ada
(Supariasa, 2002). Sehingga, klasifikasi status gizi dalam penelitian ini
mengacu pada baku rujukan WHO 2005, yaitu sebagai berikut:
1) Status gizi lebih, dengan kriteria: Z-score BB/U lebih dari 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
2) Status gizi baik, dengan kriteria: Z-score BB/U antara -2 dan 1.
3) Status gizi kurang, dengan kriteria: Z-score BB/U antara -3 dan -2.
4) Status gizi buruk, dengan kriteria: Z-score BB/U kurang dari -3.
(WHO, 2005)
5. Hubungan Tahap Kemoterapi dengan Status Gizi
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang salah
satunya adalah faktor zat kimia dari luar tubuh yang bisa diartikan
sebagai pemakaian obat-obatan. Berdasarkan teori sebelumnya,
hampir semua jenis obat anti kanker atau kemoterapi dapat
menyebabkan efek toksik berat, yang mungkin sampai
menyebabkan kematian secara langsung maupun tidak langsung.
Karena obat-obat antikanker umumnya bekerja pada sel yang
sedang aktif, maka efek sampingnya juga terutama mengenai
jaringan dengan proliferasi tinggi yaitu sistem hematopoietik dan
gastrointestinal (Nafrialdi and Sulistia, 2003; Supariasa, 2002).
Hampir semua obat anti kanker menyebabkan efek samping berupa
gangguan saluran cerna berupa anoreksia ringan, mual, muntah,
diare, dan stomatitis sampai yang berat yaitu ulserasi oral dan
intestinal, perforasi, diare hemoragik. Hal ini dapat menyebabkan
penurunan status gizi pada penderita yang diberikan pengobatan
antikanker berupa kemoterapi (Nafrialdi and Sulistia, 2003).
Kemoterapi leukemia limfoblastik akut dibagi menjadi 3 tahap
yaitu induksi, konsolidasi, dan rumatan (maintenance). Obat-obat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
yang sering digunakan pada tahap induksi adalah glukokortikoid
(prednison, prednisolon, deksametason), vinkristin, dan sedikitnya
obat golongan lain (biasanya asparaginase, antrasiklin, atau
keduanya). Pada tahap konsolidasi berupa vinkristin,
siklofosfamid, sitosin arabinosida, dauronubisin, etoposid,
thioguanin, atau merkaptopurin, dan asparaginase. Kemudian pada
tahap rumatan (maintenance) obat-obatnya berupa merkaptourin,
metotreksat, vinkristin intravena dengan pemberian kortikosteroid
(Hoffbrand, 2005; Pui and Evans, 2006).
Obat-obat yang diberikan pada kemoterapi leukemia limfoblastik
akut hampir sama di tiap tahapannya. Hal yang berbeda adalah
pemberian kortikosteroid atau glukokortikoid pada tahap induksi
dan rumatan (maintenance). Sebuah penelitian menyatakan bahwa
efek dari penggunaan kortikosteroid dapat memberikan kontrol
yang baik terhadap sistemik dan sistem saraf pusat sehingga
mampu menjaga status gizi penderita yang menjalani kemoterapi
(Pui and Evans, 2006). Selain itu penelitian lain juga menyebutkan
bahwa kortikosteroid dapat digunakan sebagai anti mual dan
muntah yang manjur pada kemoterapi (Ioannidis JP, Hesketh PJ,
Lau J, 2000). Sehingga dapat dikatakan status gizi penderita
leukemia limfoblastik akut akan tetap membaik pada kemoterapi
tahap induksi dan rumatan (maintenance) dan akan mengalami
penurunan status gizi ketika tahap konsolidasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
: diteliti
: tidak diteliti
Sistem gastrointestinal atau pencernaan
Tahap Kemoterapi Leukemia
Limfoblastik Akut
Efek samping obat
Gangguan asupan
nutrisi
Ulserasi atau
perforasi oral
dan intestinal
Pengaruh terhadap
status gizi anak
Anoreksia
ringan Mual, muntah
Diare, diare
hemoragik
Stomatitis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Keterangan:
Pengobatan yang digunakan pada tahap kemoterapi leukemia limfoblastik akut
umumnya bekerja pada sel yang sedang aktif, sehingga efek samping yang
ditimbulkan juga mengenai jaringan dengan proliferasi tinggi terutama pada
sistem gastrointestinal atau pencernaan berupa anoreksia ringan, mual,
muntah, diare, dan stomatitis sampai yang berat yaitu ulserasi oral dan
intestinal, perforasi, diare hemoragik. Adanya gangguan pada sistem
gastrointestinal atau pencernaan tersebut akan mempengaruhi kemampuan
penyerapan nutrisi yang selanjutnya akan mempengaruhi status gizi anak.
C. Hipotesis
Terdapat hubungan antara tahap kemoterapi pada penderita Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA) dengan status gizi di Bangsal Anak RSUD Dr.
Moewardi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian observasional
analitik dengan menggunakan metode cross sectional dimana sampel
berupa data sekunder yang diambil dari catatan rekam medik penderita.
Alasan pemilihan metode cross sectional antara lain:
1. Penelitian ini tidak menggunakan case control karena data kemoterapi pada
penderita Leukemia Limfoblastik Akut dan pengukuran status gizi anak
dilakukan pada waktu yang sama.
2. Metode cohort tidak dipilih karena membutuhkan waktu yang lebih lama
dan mengharuskan intervensi pada sampel. Merupakan suatu perbuatan
yang tidak terpuji bila peneliti sengaja mengatur lama pemberian
kemoterapi pada penderita anak Leukemia Limfoblastik Akut.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Bangsal Ilmu Kesehatan Anak dan Bagian
Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi selama bulan April - Agustus 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
C. Subjek Penelitian
1. Populasi
Penderita Leukemia Limfoblastik Akut yang dirawat di Bangsal Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi.
2. Sampel
Penderita Leukemia Limfoblastik Akut yang dirawat di Bangsal Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi dengan kriteria:
a. Kriteria inklusi:
1) Penderita Leukemia Limfoblastik Akut berumur 0 - 18 tahun.
2) Mendapatkan penatalaksanaan kemoterapi baik itu induksi,
konsolidasi maupun rumatan (maintenance).
3) Status gizi penderita tergolong kategori baik atau kurang.
b. Kriteria eksklusi:
1) Penderita Leukemia tipe lain seperti Leukemia Limfoblastik Kronik
atau Leukemia Mieloblastik Akut maupun Kronik.
2) Tidak mendapatkan penatalaksanaan kemoterapi baik itu induksi,
konsolidasi maupun rumatan (maintenance).
3) Status gizi penderita tergolong kategori lebih atau buruk.
3. Besar Sampel
Menentukan ukuran sampel pada penelitian ini dipergunakan rumus
untuk analisis bivariat, yaitu analisis yang melibatkan sebuah variabel
dependen dan sebuah variabel independen dengan menggunakan patokan
umum Rule of Thumb, yaitu digunakan ukuran sampel sebanyak minimal 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
penderita setelah dilakukan restriksi dengan kriteria yang telah ditentukan
(Murti, 2006).
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara
Purposive Random Sampling karena sampel dipilih berdasarkan pertimbangan
tertentu dan berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan
karakteristik populasi (Sugiyono, 2005; Taufiqqurahman, 2004).
E. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Tahap kemoterapi pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA).
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Status gizi pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) yang
mendapatkan penatalaksaan kemoterapi.
F. Definisi Operasional Variabel
1. Tahap kemoterapi pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Tahap kemoterapi pada leukemia limfoblastik akut digolongkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Kelompok yang terdiri dari penderita yang menjalani kemoterapi
tahap induksi remisi (minggu 1 - 6).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
b. Kelompok yang terdiri dari penderita yang menjalani kemoterapi
tahap konsolidasi (minggu 7 - 12).
c. Kelompok yang terdiri dari penderita yang menjalani kemoterapi
tahap rumatan (maintenance) (minggu 13 - 62).
Skala: nominal
2. Status gizi pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) yang
mendapatkan penatalaksaan kemoterapi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dapat diukur dengan
berbagai cara. WHO (2005) telah membuat panduan status gizi anak
berdasarkan Z-score dengan membandingkan berat badan dan umur (BB/U).
Penggolongan status gizi berdasarkan Z-score yaitu:
a. Status gizi baik, dengan kriteria: Z-score BB/U antara -2 dan 1.
b. Status gizi kurang, dengan kriteria: Z-score BB/U antara -3 dan -2.
Skala: nominal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
G. Alur Penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Anak penderita Leukemia
Limfoblastik Akut yang
mendapat Kemoterapi
Uji Analisis
Bivariat
Diukur status gizi
dengan menggunakan
Z-score
Status gizi
baik
Tahap Konsolidasi
(minggu 7 - 12)
Sampel anak yang
diberikan kemoterapi
tahap konsolidasi
Status gizi
kurang
Diukur status gizi
dengan menggunakan
Z-score
Status gizi
baik
Tahap Rumatan
(minggu 13 - 62)
Status gizi
kurang
Sampel anak yang
diberikan kemoterapi
tahap rumatan
Diukur status gizi
dengan menggunakan
Z-score
Status gizi
baik
Tahap Induksi Remisi
(minggu 1- 6)
Status gizi
kurang
Sampel anak yang
diberikan kemoterapi
tahap induksi remisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
H. Instrumen Penelitian
Catatan rekam medik (Medical Record) penderita Leukemia Limfoblastik
Akut (LLA) yang dirawat di Unit Rawat Inap Bangsal Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Dr. Moewardi dan skala Z-score untuk mengukur status gizi.
I. Teknik Analisis Data
Untuk membuktikan apakah tahap kemoterapi Leukemia Limfoblastik
Akut (LLA) berpengaruh terhadap status gizi penderita anak tersebut, data
yang diperoleh diuji dengan uji analisis Bivariat dengan menggunakan Chi
Square (X2) – SPSS 17 for Windows untuk melihat ada tidaknya asosiasi antar
variable (Taufiqurrahman, 2004).
Sedangkan untuk menguji kekuatan hubungan antara tahap kemoterapi
LLA terhadap status gizi penderita anak menggunakan Odds Ratio (OR)
(Murti, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Sampel
Penelitian yang dilakukan selama bulan April - Agustus 2011
didapatkan 52 sampel dari catatan rekam medis penderita Rawat Inap di
Bangsal Anak RSUD Dr. Moewardi, yang terbagi menjadi 3 kategori
berdasarkan tahap kemoterapi:
1. Tahap induksi: 22 penderita
2. Tahap konsolidasi: 15 penderita
3. Tahap rumatan (maintenance): 15 penderita
Dari data tersebut, diperoleh karakteristik sampel sebagai berikut:
Tabel 1. Karakteristik Sampel Menurut Usia pada Tahap Induksi
Usia Jumlah Persentase
0 tahun sampai 5 tahun 16 72,73%
5 tahun sampai 10 tahun 5 22,73%
10 tahun sampai 18 tahun 1 4,54%
Jumlah Total 22 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas, sampel yang berusia antara 0 tahun
sampai 5 tahun berjumlah 16 (72,73%) orang, 5 tahun sampai 10 tahun
berjumlah 5 (22,73%) orang, dan 10 tahun sampai 18 tahun berjumlah 1
(4,54%) orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Tabel 2. Karakteristik Sampel Menurut Usia pada Tahap Konsolidasi
Usia Jumlah Persentase
0 tahun sampai 5 tahun 7 46,67%
5 tahun sampai 10 tahun 2 13,33%
10 tahun sampai 18 tahun 6 40,00%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas, sampel yang berusia antara 0 tahun
sampai 5 tahun berjumlah 7 (46,67%) orang, 5 tahun sampai 10 tahun
berjumlah 2 (13,33%) orang, dan 10 tahun sampai 18 tahun berjumlah 6
(40,00%) orang.
Tabel 3. Karakteristik Sampel Menurut Usia pada Tahap Rumatan
(Maintenance)
Usia Jumlah Persentase
0 tahun sampai 5 tahun 8 53,34%
5 tahun sampai 10 tahun 5 33,33%
10 tahun sampai 18 tahun 2 13,33%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas, sampel yang berusia antara 0
tahun sampai 5 tahun berjumlah 8 (53,34%) orang, 5 tahun sampai 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
tahun berjumlah 5 (33,33%) orang, dan 10 tahun sampai 18 tahun
berjumlah 2 (13,33%) orang.
Tabel 4. Karakteristik Sampel Menurut Jenis Kelamin pada Tahap Induksi
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 15 68,18%
Perempuan 7 31,82%
Jumlah Total 22 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa sampel jenis
kelamin laki-laki berjumlah 15 (68,18%) orang dan perempuan berjumlah 7
(31,82%) orang.
Tabel 5. Karakteristik Sampel Menurut Jenis Kelamin pada Tahap
Konsolidasi
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 9 60,00%
Perempuan 6 40,00%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa sampel jenis
kelamin laki-laki berjumlah 9 (60,00%) orang dan perempuan berjumlah 6
(40,00%) orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Tabel 6. Karakteristik Sampel Menurut Jenis Kelamin pada Tahap Rumatan
(Maintenance)
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 11 73,33%
Perempuan 4 26,67%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa sampel jenis
kelamin laki-laki berjumlah 11 (73,33%) orang dan perempuan berjumlah 4
(26,67%) orang.
Tabel 7. Karakteristik Sampel Menurut Status Gizi pada Tahap Induksi
Status gizi Jumlah Persentase
Baik 12 54,55%
Kurang 10 45,45%
Jumlah Total 22 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas didapatkan 12 (54,55%) orang
dengan status gizi baik dan 10 (45,45%) orang dengan dengan status gizi
kurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Tabel 8. Karakteristik Sampel Menurut Status Gizi pada Tahap Konsolidasi
Status gizi Jumlah Persentase
Baik 4 26,67%
Kurang 11 73,33%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas didapatkan 4 (26,67%) orang
dengan status gizi baik dan 11 (73,33%) orang dengan dengan status gizi
kurang.
Tabel 9. Karakteristik Sampel Menurut Status Gizi pada Tahap Rumatan
(Maintenance)
Status gizi Jumlah Persentase
Baik 11 73,33%
Kurang 4 26,67%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas didapatkan 11 (73,33%) orang
dengan status gizi baik dan 4 (26,67%) orang dengan dengan status gizi
kurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
B. Uji Statistik
Data penelitian yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan dengan
menggunakan analisis bivariat (analisis Chi Square) antara variabel
dependen (tahap kemoterapi leukemia limfoblastik akut) dengan variabel
independen (status gizi BB/U). Dilakukan analisis ini karena data tersebut
merupakan data dengan skala pengukuran kategorikal, tidak berpasangan,
dan termasuk data non parametrik.
Tabel 10. Hubungan Tahap Kemoterapi Leukemia Limfoblastik Akut
dengan Status Gizi.
Variabel Status Gizi
Kurang Baik Total OR X2 p
Tahap Kemoterapi
Induksi 10 12 22 5.2 4.967 0.026
(45,45%) (54,55%) (100%)
Konsolidasi 11 4 15 5.45 2.386 0.122
(73,33%) (26,67%) (100%)
Rumatan 4 11 15 8.00 6.652 0.010
(Maintenance) (26,67%) (73,33%) (100%)
Sumber : data sekunder, 2011
Perhitungan menggunakan uji statistik Chi Square dengan p < 0,05
yang berarti signifikan atau bermakna. Hal ini menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara kemoterapi leukemia tahap induksi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
rumatan (maintenance) dengan status gizi pada penderita LLA. Namun tidak
ada hubungan yang bermakna antara kemoterapi leukemia tahap konsolidasi
dengan status gizi pada penderita LLA.
Selanjutnya, untuk mengetahui kuatnya hubungan antara tahap
kemoterapi leukemia fase induksi, konsolidasi, dan rumatan (maintenance)
dihitung dengan rumus Odds Ratio sebagai berikut :
1. Tahap Induksi
OR = ad/bc
= (13)(12) / (10)(3)
5,2
2. Tahap konsolidasi
OR = ad/bc
= (15)(4) / (1)(11)
5,45
3. Tahap rumatan (maintenance)
OR = ad/bc
= (12)(10) / (5)(3)
8,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tabel 11. Besar Odds Ratio Dan Interpretasi tentang Kekuatan Hubungan
antara Paparan dan Risiko.
OR
Interpretasi Meningkatkan
Risiko
Menurunkan
Risiko
1.0 1.0 Tidak terdapat Hubungan
> 1.0 - < 1.5 > 0.67 - < 1.0 Hubungan lemah
> 1.5 - < 3.0 > 0.33 - ≤ 0.67 Hubungan sedang
≥ 3.0 - < 10.0 > 0.10 - ≤ 0.33 Hubungan Kuat
≥ 10.0 ≤ 0.10 Hubungan sangat Kuat
Hasil analisis data dengan menggunakan rumus odds ratio pada tahap
induksi memberikan hasil 5,2, pada tahap konsolidasi memberikan hasil
5,45, dan pada tahap rumatan (maintenance) memberikan hasil 8,00.
Dimana ketiga hasil tersebut berkisar antara ≥ 3.0 - < 10.0 yang dapat
diinterpretasikan sebagai hubungan yang kuat antara tahap kemoterapi
leukemia limfoblastik akut baik tahap induksi, konsolidasi, maupun rumatan
(maintenance) dengan status gizi penderita anak. Meskipun pada tahap
konsolidasi hubungan tersebut dalam penelitian secara statistik tidak
signifikan (p < 0,05).
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB V
PEMBAHASAN
Leukemia Limfoblastik Akut merupakan leukemia yang paling sering terjadi
terhitung kira-kira 71% dari kasus keganasan pada anak-anak, untuk Leukemia
Mieloblastik Akut kira-kira 11%, Leukemia Mieloblastik Kronik kira-kira 2 - 3%,
dan untuk Leukemia Mieloblastik Kronik Juvenil kira-kira 1 - 2%. Puncak insiden
LLA ini terjadi pada anak berusia 2 - 4 tahun (Behrman, 2004; Porth, 2005).
Pada tabel 1. yaitu tabel karakteristik sampel menurut usia pada tahap
induksi didapatkan distribusi sampel terbanyak terdapat pada kelompok usia 0
tahun sampai 5 tahun sebanyak 72,73%. Begitu pula pada tabel 2. yaitu tabel
karakteristik sampel menurut usia pada tahap konsolidasi dan pada tabel 3. yaitu
tabel karakteristik sampel menurut usia pada tahap rumatan (maintenance),
didapatkan distribusi sampel terbanyak pada kelompok usia 0 tahun sampai 5
tahun. Hasil ini sesuai dengan penjelasan Porth, 2005 sebelumnya bahwa puncak
insiden LLA ini terjadi pada anak berusia 2 - 4 tahun. Kemudian ada pula yang
menyatakan bahwa puncak insiden LLA terjadi pada anak usia 3 - 5 tahun
(Fianza, 2009).
Pada tabel 4. yaitu tabel karekteristik sampel menurut jenis kelamin pada
tahap induksi didapatkan sampel dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak
daripada wanita. Pada tabel 5. yaitu tabel karekteristik sampel menurut jenis
kelamin pada tahap konsolidasi dan tabel 6. yaitu tabel karakteristik sampel
menurut jenis kelamin pada tahap rumatan (maintenance) terdapat data yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
serupa dimana sampel dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada
wanita. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fianza, 2009 bahwa LLA lebih banyak
ditemukan pada laki-laki daripada wanita.
Pada tabel 7. yaitu tabel menurut status gizi pada tahap induksi diperoleh
sampel bahwa pada tahap ini jumlah penderita yang memiliki status gizi baik
lebih banyak daripada penderita yang memiliki status gizi kurang, walaupun tidak
begitu jauh perbedaannya. Sedangkan pada tabel 8. yaitu tabel menurut status gizi
pada tahap konsolidasi diperoleh sampel dimana jumlah penderita yang memiliki
status gizi baik lebih sedikit daripada penderita yang memiliki status gizi kurang,
dimana jumlahnya jauh berbeda. Kemudian pada tabel 8. yaitu tabel menurut
status gizi pada tahap rumatan (maintenance) diperoleh sampel dimana jumlah
penderita yang memiliki status gizi baik mengalami peningkatan sehingga
jumlahnya lebih banyak daripada penderita yang memiliki status gizi kurang.
Salah satu obat pada kemoterapi tahap induksi dan rumatan (maintenance)
menggunakan kortikosteroid, baik prednison maupun deksametason (Hoffbrand,
2005). Dalam sebuah studi kecil menyatakan bahwa penggunaan prednison atau
deksametason pada kemoterapi memberikan kontrol yang baik pada sistem saraf
pusat dan sistemik dalam kaitannya menjaga status gizi seorang penderita (Pui
and Evans, 2006). Obat-obat yang diberikan pada kemoterapi tahap induksi
hampir selalu menggunakan glukokortikoid (prednison, prednisolon,
deksametason), vinkristin, dan sedikitnya obat golongan lain (biasanya
asparaginase, antrasiklin, atau keduanya). Obat-obat yang diberikan pada
kemoterapi tahap konsolidasi berupa vinkristin, siklofosfamid, sitosin arabinosida,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dauronubisin, etoposid, thioguanin, atau merkaptopurin. Lalu pada tahap rumatan
(maintenance), obat-obat yang diberikan berupa merkaptourin oral, metotreksat
oral, vinkristin intravena, dan juga pemberian kortikosteroid oral (Hoffbrand,
2005; Pui and Evans, 2006). Sebuah penelitian menyatakan bahwa efek dari
penggunaan kortikosteroid dapat memberikan kontrol yang baik terhadap sistemik
dan sistem saraf pusat sehingga mampu menjaga status gizi penderita yang
menjalani kemoterapi (Pui and Evans, 2006). Selain itu penelitian lain juga
menyebutkan bahwa kortikosteroid dapat digunakan sebagai anti mual dan
muntah yang manjur pada kemoterapi (Ioannidis JP, Hesketh PJ, Lau J, 2000).
Penelitian yang dilakukan Dalton, et al. pada tahun 2003 menyatakan bahwa
penurunan berat badan pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut terjadi selama
pengobatan dengan kemoterapi kemudian membaik karena pemberian
glukokortikoid atau kortikosteroid. Penjelasan ini sesuai dengan hasil penelitian
bahwa jumlah penderita yang memiliki status gizi baik lebih banyak dibandingkan
penderita dengan status gizi buruk karena pada tahap induksi diberikan
kortikosteroid. Sedangkan pada tahap konsolidasi, penderita dengan status gizi
kurang meningkat lebih banyak dibandingkan penderita dengan status gizi lebih,
dikarenakan pada tahap konsolidasi tidak diberikan obat golongan kortikosteroid.
Kemudian pada tahap rumatan (maintenance), penderita dengan status gizi baik
meningkat lebih banyak daripada penderita dengan status gizi buruk karena ada
pemberian kortikosteroid, selain itu pada tahap ini sebagian besar sel-sel tumor
telah mati oleh pengobatan 2 tahap sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Data selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan Chi Square yang
dijelaskan dalam tabel 9. didapatkan nilai p pada tahap induksi adalah 0.026, nilai
p pada tahap konsolidasi adalah 0,122 dan nilai p pada tahap rumatan
(maintenance) adalah 0,010. Hasil penelitian dikatakan signifikan apabila nilai
p < 0,05, yang berarti tahap induksi dan rumatan (maintenance) memberikan hasil
yang signifikan terhadap status gizi, sedangkan tahap konsolidasi tidak signifikan
dalam mempengaruhi status gizi. Pada uji tersebut didapatkan odds ratio pada tiap
tahap kemoterapi, OR induksi = 5,2, OR konsolidasi = 5,45, dan OR rumatan
(maintenance) = 8,00. Ketiga odds ratio ini terletak pada kisaran angka ≥ 3.0 - <
10.0 yang menunjukkan bahwa penelitian ini memiliki hubungan yang kuat antara
tahap kemoterapi baik tahap induksi, konsolidasi, dan rumatan (maintenance)
dengan status gizi penderita anak. Pada tahap konsolidasi memiliki nilai p > 0,05
yang menunjukkan bahwa hasil ini tidak signifikan, akan tetapi hasil odds ratio
menunjukkan hubungan yang kuat sehingga bisa disimpulkan bahwa tahap
konsolidasi memiliki hubungan yang kuat dengan penurunan status gizi namun
kurang bermakna. Tahap konsolidasi memberikan hasil yang tidak signifikan
dalam menurunkan status gizi dikarenakan faktor-faktor yang menurunkan status
gizi pada penderita LLA tidak hanya bersumber dari pengobatan saja tetapi juga
dari sel kanker itu sendiri. Studi pada manusia maupun pemeriksaan eksperimen
pada binatang percobaan menunjukkan adanya peningkatan protein turnover pada
penderita kanker. Selanjutnya ditemukan adanya kenaikan sintesis protein dalam
jaringan hepar, penurunan sintesis protein dalam otot rangka. Kurangnya massa
otot terutama akibat penurunan sintesis protein dan adanya kenaikan aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
sintesis protein dalam hepar. Selain itu hilangnya massa lemak bebas sering
ditemukan pada penderita kanker. Hal ini disebabkan karena terjadinya
pengurangan jumlah lemak. Di samping itu juga pada penderita kanker terjadi
oksidasi lemak yang meningkat yang berarti terdapat peningkatan lipolisis (Velde
et al., 2005). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyaningrum,
2009 menguji tentang hubungan kemoterapi dengan status gizi dan asupan protein
didapatkan hasil adanya hubungan bermakna antara kemoterapi dengan status gizi
pada pasien Leukemia Limfoblastik Akut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, tetapi
didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara kemoterapi dengan asupan
protein. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang Peneliti lakukan,
karena penelitian sebelumnya tidak menguji hubungan tiap tahap kemoterapi
dengan status gizi akan tetapi menguji semua tahap kemoterapi dengan status gizi
pasien.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, di antaranya adalah jumlah
sampel penderita Leukemia Limfoblatik Akut masih tergolong sedikit. Peneliti
menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan waktu yang lebih
panjang sehingga dapat meningkatkan jumlah sampel serta dapat mengontrol
faktor-faktor perancu yang belum sempat diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian mengenai hubungan antara tahap kemoterapi pada
penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dengan status gizi dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan kuat dan bermakna antara tahap kemoterapi pada
penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dengan status gizi,
meskipun pada tahap konsolidasi memberikan hasil yang kurang bermakna
secara statistik.
2. Penderita dengan status gizi baik lebih banyak daripada status gizi kurang
pada tahap induksi dan rumatan (maintenance). Sedangkan penderita
dengan status gizi baik lebih sedikit daripada status gizi kurang pada tahap
konsolidasi.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka saran-saran penulis
adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya sedini mungkin melakukan screening pada leukemia
limfoblastik akut pada anak mengingat kasus leukemia limfoblastik akut
adalah kejadian terbanyak pada kelompok keganasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
2. Bagi para dokter dan tenaga medis agar dapat memberikan
penatalaksanaan yang adekuat dengan efek samping seminimal mungkin
sehingga komplikasi yang ditimbulkan dari kemoterapi pada kasus
leukemia bisa ditekan angka kejadiannya.
3. Selain itu, baik dokter maupun tenaga medis dapat mempertahankan atau
memperbaiki status gizi pasien menjadi lebih baik dengan pemberian
nutrisi secara langsung maupun melalui konseling gizi terhadap keluarga
pasien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdulmuthalib. 2009. Prinsip Dasar Terapi Sistemik pada Kanker Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing.
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Behrman R. E. 2004. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th
Ed. Philadelphia.
Saunders An Imprint of Elsevier.
Dalton, V. K., et al. 2003. Height and Weight in Children Treated for Acute
Lymphoblastic Leukemia: Relationship to CNS Treatment. Journal of
Clinical Oncology. 21: 2953-2960.
Dorland, W. A. N. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Fianza P. I. 2009. Leukemia Limfoblastik Akut Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing.
Hesketh, Paul J. 2008. Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting. N Engl J
Med. 358: 2482 – 2494.
Hoffbrand A.V., Petit J. E., Moss P. A. H. 2005. Kapita Selekta Hematologi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hoffman R., et al. 2009. Hematology Basic Principles and Practice. Philadelphia:
Churchill Livingstone Elsevier.
Ioannidis JP, Hesketh PJ, Lau J, 2000. Contribution of Dexamethasone to Control
of Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting: A Meta-Analysis of
Randomized Evidence. J Clin Oncol .18: 3409-22.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Murti B. 1997. Penelitian Epidemiologi. Jogjakarta: Gadjah Mada University
Press.
Murti B. 2006. Besar Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.
Nafrialdi and Sulistia G. 2003. Anti Kanker Dalam: Farmakologi dan Terapi
Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru.
Porth C. M. 2005. Patophysiology Concepts of Altered Health States. 7th
Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Price, S. A. and Wilson L. M. 2006. Gangguan Sel Darah Putih dan Sel Plasma
Dalam: Patofisiologi.. Jakarta: Penerbit Buku EGC.
Pui C. H. and Evans W. E. 2006. Treatment of Acute Lymphoblastic Leukemia.
N Engl J Med. 354: 166 – 178.
Pui C. H., Relling M. V., Downing J. R. 2004. Acute Lymphoblastic Leukemia. N
Engl J Med. 350: 1535 – 1548.
Reksodiputro, A. H., et al. 2004. Kemoterapi Kanker Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.
Salmon, S. E. and Alan C. S. 2001. Kemoterapi Kanker Dalam: Farmakologi
Dasar dan Klinik Edisi VIII. Jakarta: EGC.
Setyaningrum, Kusti Marbawani. Hubungan Kemoterapi dengan Asupan Energi
Protein dan Status Gizi pada Pasien Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
http://heryfosil.blogspot.com/2009_07_01_archive.html. (3 Desember
2011).
Simon, J. V. 2003. Childhood Leukemia – Successes and Challenges for
Survivors. N Engl J Med. 349: 627 – 628.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta, pp: 56-69.
Supariasa, I. D. N. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Velde, et al. 2005. Onkologi. Houten: Bohn Stafleu Van Loghum.
World Health Organization. 2005. WHO Anthro (version 2.02) and Macros.
http://www.who.int/childgrowth/software/en/ (16 Februari 2011).
World Health Organization. 2006. Interpreting Growth Indicators.
http://www.who.int/childgrowth/training/interpreting.pdf (16 Februari
2011).
World Health Organization. 2006. WHO Child Growth Standards: Methods and
Developmental.
http://www.who.int/childgrowth/standards/technical_support.pdf. (16
Februari 2011).
Winick N. J., Carroll W. L., Hunger S. P. 2004. Childhood Leukemia – New
Advances and Challenges. N Engl J Med. 351: 601 – 603.
Yinski T. 2010. Leukemia Limfoblastik Akut.
http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran /2010/10/13/ leukemia-
limfoblastik-akut/ (16 Februari 2011).