perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS PERANAN .../Analisis... · perpustakaan.uns.ac.id...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS PERANAN .../Analisis... · perpustakaan.uns.ac.id...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM
PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2005-2009
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
IMAM NALENDRA
NIM. F1107046
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN MOTTO
Waktu sebenarnya adalah hidup itu sendiri, maka saat seseorang menyia-nyiakan
waktunya, dengan sendirinya ia telah menyia-nyiakan hidupnya.
Dan seseorang yang menyia-nyiakan hidupnya
Hanyalah sampah yang tidak berguna
(H.R. Muslim)
Orang-orang yang pedih siksaannya pada hari kiamat adalah seorang alim
yang (oleh) ALLAH menjadikan ilmunya tidak bermanfaat
(H.R. AL Baihaqi)
“Saudaramu yang sejati adalah dia yang menyertaimu, rela mengorbankan demi
kebaikanmu. Jika lama tak berjumpa, ia merindukanmu,
mengupayakan segalanya untuk bisa mengunjungimu.”
(Imam Ali bin Abi Thalib)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT. Yang
telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
Penulisan Skripsi ini berjudul ANALISIS PERANAN SEKTOR
PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2005-2009. Penulisan skripsi ini membahas tentang apakah sektor
pertanian menjadi sektor basis pada sektor perekonomian di kabupaten Boyolali,
mengetahui sub sektor pertanian yang menjadi sub sektor basis pada sektor
pertanian, untuk mengetahui perubahan posisi pada sektor pertanian dan sub
sektor pertanian kabupaten Boyolali pada masa yang akan datang.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi tugas-tugas dan
syarat-syarat guna mencapai Gelar Sarjana Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam
penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat, penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan, dorongan,
bimbingan, dan pengarahannya kepada:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Dr. Wisnu Untoro. MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta
2. Izza Mafruhah, S.E. M.Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan pada saat proses belajar mengajar selama menempuh
kuliah.
3. Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP, selaku Pembimbing Skripsi yang telah
mengarahkan dan membimbing penulis dari awal sampai terselesaikannya
skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan sehingga dapat menunjang selesainya penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Staf Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, terima
kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
6. Kepala Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta beserta staf yang telah
memberikan kemudahan dalam memberikan semua keperluan selama
penulisan skripsi.
7. Bapak, Ibu, kakak, dan adik tercinta atas segala kasih sayang, doa dan
pengorbanannya.
8. Teman-temanku Jurusan S1 Non Reguler Ekonomi yang bertempat tinggal di
apartemen nusukan tercinta (Bekasi, Kampret, Murup, Asep, Bogel,dan
Simbah), mase Anton (sing ngancani wira-wiri), Lampung, Cimpluk, Tama,
Ujank, Rendi Kebo, Rendi Buluk, Ari, Fatih, Pras, Hermawan, Soni, Putra,
Mbake Janti, Dian, Anjela, Lupita, Ella, Tari, Lia, Desy, Devinta, Ratna,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Arifin dan Teman-teman Reguler Ekonomi Pembangunan terima kasih atas
pertemanan, kebersamaan dan kekeluargaan yang telah tercipta. Semua itu
akan selalu jadi kenangan terindah yang tak akan pernah kulupakan. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. akhir kata, semoga
penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan; serta
9. Pihak-pihak yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu terselesaikannya skripsi ini baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Sejak awal hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini banyak sekali
kesulitan yang dihadapi, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran dari pembaca demi
sempurnanya skripsi ini senantiasa penulis harapkan. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Surakarta, Januari 2012
Penulis
Imam Nalendra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… iii
HALAMAN MOTTO …………………………………………………………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................... v
KATA PENGANTAR ……………………………..………………..…………. vi
DAFTAR ISI …………………………..………………………………………. viii
DAFTAR TABEL ……….…………………………………………………….... xi
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………...……..... xiii
ABSTRAK ...…………………………………………………………...…..... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1
B. Perumusan Masalah ……………………………………………... 5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 5
D. Manfaa tPenelitian ………………..……………………………… 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembangunan Ekonomi Daerah
1. Pengertian Ekonomi Daerah …………………………………. 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah……………………....... 9
B. Sektor Pertanian
1. Pengertian Pertanian ………………...…………………...…. 11
2. Arti Penting Pertanian…………………………………….… 12
3. Peran Dan Potensi Sektor Pertanian ……………………..…. 13
C. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ………………....…. 15
D. Teori Ekonomi Basis …………………………………………... 16
E. Hasil Penelitian Sebelumnya …………………………...……… 19
F. Kerangka Pemikiran…………………………………………… 21
G. Hipotesis …………………………………………………......... 23
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ...………………………………........ 24
B. Jenis Dan Sumber Data ………………………..…………...….. 24
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Konstan …....….. 24
2. Pertumbuhan Ekonomi .………..….……..……………….... 24
3. PDRB Sektor ……………………………………………....... 24
4. Laju Pertumbuhan PDRB Sektor …………………….……... 25
D. Metode Analisis Data…………………………………………… 25
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali…………………………. 27
1. Kondisi Geografis ……………………............................…… 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Kondisi Tipografi ……………………………………….....… 28
3. Iklim…………………………………………....…………. 30
4. Sumber Daya Alam ……………………………………..... 30
5. Kondisi Demografis …………………………...…….….... 32
6. Keadaan Ekonomi …………………………...……..…….. 34
B. Analisis Data
1. Analisis Location Quotient(LQ) ………………………… 41
2. Analisis Dynamic Location Quotient(DLQ) ………….…. 44
3. Analisis Identifikasi Gabungan LQ dan DLQ …...…....… 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...………………………………………………… 49
B. Saran ...………………………………………………………. 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Daftar Kecamatan di Daerah Boyolali ............................................... 28
Tabel 4.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di
Kabupaten Boyolali Tahun 2005-2009 .............................................. 33
Tabel 4.3 Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas yang Bekerja Berdasarkan
Lapangan Pekerjaan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 .................. 34
Tabel 4.4 PDRB Kabupaten Boyolali Atas Harga Dasar Konstan Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 .................................................. 36
Tabel 4.5 PDRB Kabupaten Boyolali Atas Harga Dasar Berlaku Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 ................................................... 37
Tabel 4.6 Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Boyolali Tahun
2005-2009 .......................................................................................... 38
Tabel 4.7 Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap PDRB Kabupaten Boyolali
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005–2009 Tahun Dasar 2000 .... 40
Tabel 4.8 Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Boyolali Tahun 2005
-2009 .................................................................................................. 41
Tabel 4.9 NilaiLQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Boyolali Tahun
2005-2009 .......................................................................................... 43
Tabel 4.10 Hasil DLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Boyolali Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2005-2009 .......................................................................................... 44
Tabel 4.11 Hasil DLQ Sub Sektor Pertanian Perekonomian Kabupaten Boyolali
Tahun 2005-2009 ............................................................................... 45
Tabel 4.12 Nilai Rata-Rata Gabungan LQ dan DLQ Sektor Perekonomian
Kabupaten Boyolali Tahun 2005-2009 .............................................. 46
Tabel 4.13 Identifikasi Gabungan LQ dan DLQ Sektor Perekonomian di
Kabupaten Boyolali Tahun 2005-2009 ......................................... .......... 47
Tabel 4.14 Nilai Rata-Rata Gabungan LQ dan DLQ Sub Sektor Pertanian
Kabupaten Boyolali Tahun 2005-2009 .............................................. 48
Tabel 4.15 Identifikasi Gabungan LQ dan DLQ Sub Sektor Pertanian di
Kabupaten Boyolali Tahun 2005-2009.................................... ................ 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................... 23
Gambar 3.1 Identifikasi LQ dan DLQ............................................................. 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAKSI
ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM
PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2005-2009
Oleh:
IMAM NALENDRA
F1107046
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah sektor pertanian merupakan sektor basis pada perekonomian di Kabupaten Boyolali dan sub sektor pertanian apa yang menjadi sub sektor basis pada sektor pertanian Kabupaten Boyolali.
Metode dasar penelitian ini merupakan metode deskriftif. Daerah penelitian diambil dari Kabupaten Boyolali. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali dan Badan Pusar Statistik Propinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan berupa Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Boyolali tahun 2005-2009, dan Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009. Metode yang igunakan adalah analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Dynamic Location Quotient(DLQ).
Hasil penelitian menggunakan analisis LQ dapat disimpulkan bahwa sektor yang menjadi peran sektor basis di Kabupaten Boyolali selama tahun penelitian (2005-2009) yaitu sektor pertanian; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor perdagangan; serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Berdasarkan hasil analisis DLQ dapat disimpulkan bahwasub sektor pertanian Kabupaten Boyolali yang menjadi peran sektor basis selama tahun penelitian (2005-2009) yaitu sub sektor peternakan.
Berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disarankan antara lain: (1) menyediakan dan memastikan ketersediaan pangan Kabupaten Boyolali yang berasal dari sumber daya alam atau berasal dari daerah lain agar tetap memberikan kontribusi terhadap sektor pertanian, meningkatkan usaha ternak yang lebih maju serta meningkatkan pengetahuan dan pengelolaan usaha ternak dengan memberikan penyuluhan pada peternak, dan tetap menjaga kelestarian hutan dengan cara memperbanyak personil polisi hutan agar tidak terjadi penebangan liar. (2) meningkatkan nilai tambahan dari produk-produk pertanian dengan cara yang lebih inovatif, membuat penampungan limbah agar tidak timbul permasalahan pada lingkungan sekitar, mengikuti penyuluhan yang diadakan pemerintah agar dapat menambah pengetahuan tentang perternakan.
Kata Kunci : LQ, DLQ, Sektor Basis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi nasional sebagai upaya untuk membangun seluruh
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan salah satu tujuan
nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang tersurat pada alenia IV
Pembukaan UUD 1945, Pembangunan sebagai salah satu cermin pengamalan
Pancasila terutama sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia yaitu
upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada tercapainya
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Kesejahteraan masyarakat dapat dicapai dengan pembangunan, terutama
pembangunan ekonomi baik di tingkat nasional maupun daerah. Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya
mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan
antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan
kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi)
dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108). Tujuan pembangunan ekonomi daerah
lebih untuk memberikan kesempatan kerja bagi penduduk yang ada sekarang
ketimbang menarik para pekerja baru. Kedua, mencapai stabilitas ekonomi daerah.
Ketiga, mengembangkan sektor basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beragam
(Arsyad, 1999:122).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pembangunan suatu daerah harus memperhatikan sektor-sektor yang ada pada
suatu daerah. Salah satu penentu keberhasilan pembangunan daerah adalah semakin
meningkatnya pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang semakin
meningkat akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut. Dengan
adanya pembangunan di bidang ekonomi, maka diharapkan taraf hidup masyarakat
menjadi lebih baik, tingkat kemakmuran semakin tinggi, kesempatan kerja semakin
luas, dan kualitas sumber daya manusia semakin membaik.
Dalam proses pembangunan biasanya akan diikuti dengan terjadinya perubahan
struktur permintaan domestik, struktur produksi, serta struktur perdagangan
internasional. Kejadian adanya perubahan struktur karena akibat adanya interaksi
antara akumulasi dan proses perubahan konsumsi masyarakat yang terjadi akibat
adanya peningkatan pendapatan per kapita. Dalam pembangunan ekonomi, sektor
pertanian masih diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam
peningkatan pendapatan nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja dan
penyediaan bahan pangan (Winoto, 1995).
Pembangunan suatu wilayah ditunjang oleh beberapa sektor antara lain sektor
industri, sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor jasa, sektor bangunan, sektor
transportasi, dan sektor pertambangan. Masing-masing sektor akan memberikan
kotribusi yang berbeda-beda terhadap perekonomian wilayah. Besarnya kontribusi
masing-masing sektor akan berpengaruh terhadap prioritas pembangunan di wilayah
tersebut. Apabila pelaksanaan prioritas pembangunan kurang sesuai dengan potensi
yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka pemanfaatan sumber daya yang ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
akan menjadi kurang optimal. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan lambatnya
proses pertumbuhan ekonomi di daerah yang bersangkutan.
Sektor pertanian diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti
dalam peningkatan pendapatan nasional. Sektor pertanian berperan sebagai sumber
penghasil bahan pangan, sumber bahan baku bagi industri, mata pencaharian sebagian
besar penduduk, penghasil devisa negara. Sektor pertanian yang berperan dalam
pembangunan meliputi sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor perkebunan,
sub sektor peternakan, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan. Namun
peranan tersebut cenderung menurun sejalan dengan peningkatan pendapatan per
kapita yang mencerminkan suatu proses transformasi struktural. Penurunan ini
disebabkan oleh interaksi dari berbagai proses yang bekerja disisi permintaan,
penawaran, dan pergeseran kegiatan. Akan tetapi dengan adanya kenyataan seperti itu
sektor pertanian tidak berarti bahwa penurunan sektor pertanian dalam perekonomian
nasional itu menyebabkan sektor pertanian kurang berarti (Ikhsan dan Armand,
1993).
Melalui kebijakan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka pemerintah
memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah, khususnya daerah
kabupaten/kota untuk menyelenggarakan pembangunan dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Dengan demikian sektor-sektor yang memberikan andil besar
dalam rangka mensukseskan pembangunan daerah harus dipacu untuk terus berusaha
mengambil peran yang lebih besar sehingga pemerintah daerah mampu menjalankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
pembangunan tanpa harus bergantung pada pemerintah pusat, walaupun beberapa hal
memang masih menjadi kewenangan pusat.
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu kabupaten yang melaksanakan
otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan masyarakat Boyolali
tidak berharap terlalu besar kepada pemerintah pusat karena pembangunan tidak lagi
dikendalikan secara ketat oleh pemerintah pusat, tetapi akan diserahkan kepada
daerah kabupaten/kota sehingga keberhasilan pembangunan di Kabupaten Boyolali
akan ikut menentukan keberhasilan pembangunan di tingkat nasional. Oleh karena
itu, masyarakat Boyolali dituntut untuk mencari dan mengelola sumber daya yang
dimiliki untuk menopang keberlanjutan di kabupaten/kota Boyolai dan diharapkan
masyarakat Boyolali bisa merasa lebih baik karena dapat mengatur sendiri urusan di
daerahnya. Dalam hal ini masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali
sendirilah yang tahu apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan Kabupaten Boyolali,
sehingga perumusan perencanaan pembangunan termasuk pembangunan di bidang
pertanian dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan tersebut serta
ketersedian sumber daya. Dengan mengalokasikan sumber daya dan dana yang
terbatas dapat diperoleh output yang optimal, yang pada akhirnya akan memberikan
dampak positif terhadap kondisi perekonomian dan pembangunan wilayah.
Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian ini
mengambil judul “ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM
PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2005-2009”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka dapat dikemukakan beberapa
perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah sektor pertanian merupakan sektor basis pada perekonomian di
Kabupaten Boyolali?
2. Sub sektor pertanian apa yang menjadi sub sektor basis pada sektor pertanian
Kabupaten Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah sektor pertanian menjadi sektor basis pada sektor-
sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali.
2. Untuk mengetahui sub sektor pertanian yang menjadi sub sektor basis pada
sektor pertanian di Kabupaten Boyolali.
D. Manfaat
Manfaat dalam penelitian ini adalah :
1. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan untuk penelitian-
penelitian selanjutnya dan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan sebagai
bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Boyolali dalam
pengambilan kebijakan dan pembangunan daerah khususnya sektor pertanian di
Kabupaten Boyolali.
2. Dapat memberikan pengetahuan serta sebagai referensi untuk permasalahan di
masa yang akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan Ekonomi Daerah
1. Pengertian Ekonomi Daerah
Para ahli banyak memberikan pengertian mengenai pembangunan ekonomi
daerah, diantaranya adalah pembangunan ekonomi daerah diartikan sebagai suatu
proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber
daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan
sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (Arsyad, 1999: 298).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah tersebut terletak pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekuasaan daerah
yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia,
kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarah
kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses
pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang
peningkatan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup
pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang
lebih baik. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
yaitu untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat
harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena
itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dapat menggunakan sumber
daya-sunber daya yang ada, serta dapat menaksir potensi sumber daya-sumber daya
yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.
Perbedaan keadaan daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan
yang diterapkan berbeda pula. Peniruan pola pelaksanaan kebijaksanaan yang pernah
diterapkan dan dihasilkan pada suatu daerah, belum tentu dapat memberikan manfaat
yang sama bagi daerah lainnya. Jika akan membangun suatu daerah, kebijakan yang
diambil harus sesuai dengan kondisi (masalah, kebutuhan, dan potensi) daerah yang
bersangkutan. Tiga pengertian daerah berdasarkan aspek ekonomi yaitu (Arsyad,
1999: 107-108):
a. Daerah Homogen adalah daerah yang dianggap ruang dimana kegiatan
ekonomi terjadi dan di dalam pelosok tuang terdapat sifat-sifat yang sama.
Kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain perdagangan perkapita, sosial
budayanya, geografis, dan sebagainya.
b. Daerah Nodal adalah suatu daerah yang dianggap sebagai suatu ruang
ekonomi yang dikuasi oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi.
c. Daerah Perencanaan atau Daerah Administrasi adalah suatu daerah yang ruang
ekonomi berada di bawah satu administrasi tertentu seperti satu propinsi,
kabupaten, kecamatan, dan sebagainya.
Masalah pokok dalam pembangunan ekonomi adalah terletak pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekuasaan daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
yang bersangkutan dengan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumber
daya fisik secara lokal (daerah). Ada empat peran yang diambil oleh pemerintah
daerah dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu (Arsyad, 1999:120):
a. Enterpreneur
Pemerintah bertanggung jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis.
Pemerintah daerah bisa mengembangkan suatu usaha sendiri (BUMD).
Pemerintah daerah harus dapat mengelola asset dengan lebih baik sehingga
secara ekonomis dapat menguntungkan.
b. Kordinator
Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai koordinator untuk menetapkan
kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan daerahnya.
Pemerintah daerah dapat mengikutsertakan lembaga-lembaga pemerintah
lainnya, dunia usaha, dan masyarakat dalam proses penyusunan sasaran-
sasaran ekonomi, rencana-rencana dan strategi.
c. Fasilitator
Pemerintah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan
attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) di daerahnya. Hal ini dapat
mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta mangatur
penetapan daerah yang lebih baik.
d. Simulator
Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha
melalui tindakan-tindakan khusus. Hal ini dapat mempengaruhi perusahan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
perusahan untuk masuk ke dalam dan menjaga agar perusahaan-perusahaan
yang ada sebelumnya tetap berada di daerah tersebut.
2. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
a. Teori Ekonomi Neo Klasik
Konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu
keseimbangan (equlibrium) dan mobilitas faktor produksi. Sistem
perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiah akan mencapai modal
akan bisa mengalir tanpa restrikasi (pembatasan). Modal akan mengalir dari
daerah yang berupah tinggi menuju daerah yang berupa rendah (Arsyad, 1999:
115-116).
b. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)
Teori basis ekonomi membagi kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor
yaitu sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan sektor basis merupakan
kegiatan suatu masysrakat yang hasilnya berupa barang dan jasa yang
ditujukan untuk ekspor keluar, regional, nasional, dan internasional. Kegiatan
sektor non basis merupakan kegiatan masyarakat yang menghasilnya berupa
barang dan jasa yang diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam
kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut (Hendayana, 2003:3).
c. Teori Lokasi
Teori ini mengatakan bahwa lokasi mempengaruhi pertumbuhan
daerah khususnya dikaitkan dengan pembangunan kawasan industri.
Pemilihan lokasi yang tepat seperti memaksimumkan peluangnya untuk
mendekati pasar lebih dipilih perusahaan karena dapat meminimumkan biaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik
adalah biaya termurah antara lain bahan baku dengan pasar.
Tentu saja banyak variabel lainnya yang mempengaruhi kualitas atau
suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energi,
ketersediaan pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan serta latihan
(diklat), kualitas pemerintah daerah dan tanggung jawabnya, dan sanitasi.
Perusahaan-perusahaan yang berbeda membutuhkan kombinasi-kombinasi
yang berbeda pula atas faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, seringkali
masyarakat berusaha untuk memanipulasi biaya dari faktor-faktor tersebut
untuk menarik beberapa perusahaan-perusahaan industri (Arsyad,1999:116-
117).
d. Teori Tempat Sentral
Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada
hirarki tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat
lebih kecil yang menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat
sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa
bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral
memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industri yang berbeda-beda
terpadu membentuk suatu sistem regional kota-kota (Supomo, 2000:415).
Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi
daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaaan. Misalnya, perlu
melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga
(berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa, sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
daerah lainnya hanya sebagai wilayah pemukiman. Seorang ahli pembangunan
ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan
fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.
e. Teori Kausasi Kumulatif
Kondisi daerah-daerah di sekitar kota yang semakin buruk
menunjukkan konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif (cumulative
causation). Hal ini berarti bahwa kekuatan-kekuatan pasar cenderung
memperparah kesenjangan antara daerah-daerah tersebut (maju versus
terbelakang). Daerah maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif
dibanding daerah-daerah lainnya (Arsyad, 1999: 117).
f. Model Daya Tarik (attraction)
Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang
paling banyak digunakan masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya
adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap
industrialiasi dengan cara melalui pemberian subsidi dan insentif (Arsyad,
1999: 118).
B. Sektor Pertanian
1. Pengertian Pertanian
Secara sederhana pertanian diartikan sebagai campur tangan manusia dalam
perkembangan tanaman atau hewan, agar dapat lebih baik memenuhi kebutuhan,
memperbaiki kebutuhan, dan memperbaiki kehidupan keluarga atau masyarakat.
Campur tangan manusia tersebut, dilakukan melalui mobilisasi sumber daya (sendiri
dan dari luar) dan pemanfaatnya ke arah (Mardikanto, 2007:23):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
a. Peningkatan produksi, melalui intensifikasi atau peningkatan produktifitas
dengan penambahan input persatuan luas/unit usaha, dan perluasan lahan atau
skala usaha.
b. Keragaman usaha, baik secara horizontal dengan menambah keragaman
kegiatan atau komoditas, maupun secara vertikal yaitu keragaman produk dari
komoditas yang sama.
c. Efisiensi usaha, yaitu peningkatan pendapatan dan keuntungan dengan tidak
penambahan biaya produksi. Efisiensi tidak selalu berarti penghematan, tetapi
bisa dilakukan dengan penambahan biaya sepanjang tambahan pendapatan
atau keuntungan masih lebih besar dibanding tambahan biaya.
d. Perbaikan mutu atau nilai tambahan produk (added value), melalui
standarisasi dan pengelompokan atau pemilihan (sortasi), pengolahan,
pembungkusan (packing) dan pemberian merk (branding).
e. Pengolahan limbah, yaitu pemanfaatan limbah menjadi produk yang
bermanfaat (biogas, kompos, enzyme, mikro organisme efektif, dan lain-lain)
f. Perbaikan dan pelestarian (rehabilitasi dan konservasi) sumber daya alam dan
lingkungan hidup, melalui kegiatan vegetatif dan pembuatan bangunan
konservasi.
2. Arti Penting Pertanian
Pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara
berkembang. Peran atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi
suatu negara menduduki posisi yang penting sekali. Hal ini antara lain disebabkan
beberapa faktor (Mardikanto, 2007:3). Pertama, sektor pertanian merupakan sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
persediaan bahan makanan dan bahan mentah yang dibutuhkan oleh suatu negara.
Kedua, tekanan-tekanan demografis yang besar di negara-negara berkembang yang
disertai dengan meningkatnya pendapatan dari sebagian penduduk menyebabkan
kebutuhan tersebut terus meningkat. Ketiga, sektor pertanian harus dapat
menyediakan faktor-faktor yang dibutuhkan untuk ekspansi sektor-sektor lain
terutama sektor industri. Faktor-faktor ini biasanya berwujud modal, tenaga kerja, dan
bahan mentah. Keempat, sektor pertanian merupakan sektor basis dari hubungan-
hubungan pasar yang penting berdampak pada proses pembangunan. Sektor ini dapat
memberi sumbangan yang besar untuk pembangunan. Kelima, sektor ini merupakan
sumber pemasukan yang diperlukan untuk pembangunan, sumber pekerjaan dan
sumber pendapatan dari sebagian besar penduduk negara-negara berkembang yang
hidup di pedesaan.
3. Peranan dan Potensi Sektor Peranian
Pertanian di Indonesia adalah bidang pembangunan yang sangat penting bagi
perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Pertanian dianggap
penting karena potensi bagian terbesar wilayah Indonesia pada dasarnya berbasis
sumber daya pertanian, dalam pengertian luas sebagai anggota masyarakat di
negara-negara miskin menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Jika para
perencana dengan sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya,
maka satu-satunya cara adalah dengan meningkatan kesejahteraan sebagian besar
anggota masyarakatnya yang hidup di sektor pertanian. Cara itu bisa ditempuh
dengan jalan meningkatkan produksi tanaman pangan dan tanaman perdagangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
mereka atau dengan meningkatkan harga yang mereka terima atas produk-produk
yang mereka hasilkan (Arsyad, 1999:111-112).
Sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak
dalam hal (Jhigan, 1988:452): Pertama, penyediakan surplus pangan semakin besar
kepada penduduk yang semakin meningkat. Kedua, meningkatkan permintaan akan
produk industri dan dengan demikian mendorong diperluaskannya sektor sekunder
dan tersier. Ketiga, menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-
barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian. Keempat,
meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah. Kelima,
memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan.
Secara tradisional peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi dianggap
sebatas sebagai sumber tenaga kerja dan bahan-bahan makanan yang murah demi
berlangsungnya sektor-sektor industri. Namun, para ekonom sekarang mulai
meyadari bahwa sektor pertanian tidak hanya sebatas sumber tenaga kerja dan
bahan-bahan makanan yang murah, tetapi secara keseluruhan sektor pertanian harus
ditempatkan pada kedudukan yang sebenarnya yaitu sebagai unsur unggulan yang
sangat penting, dinamis bahkan sangat menentukan dalam strategi-strategi
pembangunan secara keseluruhan (Todaro, 2000:99).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
C. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistika (2002:3) adalah jumlah
nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah atau
merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit
ekonomi di suatu wilayah. Untuk menghitung PDRB yang ditimbulkan dari satu
daerah ada empat pendekatan yang digunakan (BPS, 2002:5-6) yaitu :
1. Pendekatan produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah di suatu
wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa yang dihasilkan
oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun.
2. Pendekatan pendapatan, adalah pendekatan yang dilakukan dengan menjumlahkan
seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, meliputi:
a. Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja)
b. Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah)
c. Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal)
d. Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill)
3. Pendekatan pengeluaran, adalah model pendekatan dengan cara menjumlahkan
nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa, yaitu:
a. Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga swasta yang
tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah.
b. Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap bruto.
c. Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
4. Metode alokasi, model pendekatan ini digunakan apabila tidak memungkinkan
menghitung data pendapatan regional dengan metode langsung seperti tiga cara di
atas, sehingga dipakai metode lokasi atau metode tidak langsung.
Sebagai contoh, bila suatu unit produksi mempunyai kantor pusat dan kantor
cabang. Kantor pusat berada di wilayah lain sedangkan kantor cabang tidak
mengetahui nilai tambah yang diperoleh karena perhitungan rugi-laba dilakukan di
kantor pusat. Untuk mengatasi hal itu penghitungan nilai tambahnya terpaksa
dilakukan dengan metode alokasi, yaitu dengan mengalokasikan angka-angka oleh
kantor pusat dengan menggunakan indikator-indikator yang dapat menunjukkan
seberapa besarnya peranan suatu kantor cabang terhadap kantor pusat. Penyajian
menghitung PDRB dilakukan sebagai berikut:
1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas
dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai
produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai PDRB.
2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas
dasar harga tetap, maka perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun
semata mata karena perkembangan produksi riil bukan karena kenaikan harga atau
inflasi.
D. Teori Ekonomi Basis
Untuk mendukung suatu wilayah, maka perlu didorong pertumbuhan sektor
basis, Karena pertumbuhan sektor basis ini akan mendorong pertumbuhan sektor
lainnya yaitu sektor non basis. Untuk suatu wilayah, maka sektor basis adalah sektor
yang menjual produknya keluar wilayah serta ada kegiatan yang mendatangkan uang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
dari luar wilayah. Namun demikian apabila suatu kegiatan pasti ingin dikembangkan
secara besar-besaran, maka perlu dilihat apakah pasar diluar masih mampu
menampung perluasan dari produk basis mereka (Robinson, 2002:101).
Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi
perekonomian menjadi dua sektor, yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor
basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar
batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan jasa
mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian
masyarakat yang bersangkutan. Sektor non basis adalah sektor yang menjadikan
barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas
perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor tidak mengekspor barang-
barang.Ruang lingkup mereka di daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.
Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis
dapat digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan metode
pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dilakukan dengan survei
langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode
ini memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang banyak. Sehingga sebagian besar pakar
ekonomi wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yang salah
satunya dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ), dengan rumus sebagai
berikut (Arsyad, 1999:142):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Keterangan :
vi = jumlah PDRB dari sektor i di Kabupaten x
vt = jumlah PDRB total Kabupaten x
Vi = jumlah PDRB dari sektor i Propinsi x
Vt = jumlah PDRB total Propinsi x
Metode LQ adalah metode yang membandingkan antara besarnya peran suatu
sektor atau industri suatu daerah terhadap besarnya peran sektor atau industri tersebut
secara nasional. LQ ≥ 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis
atau berarti bahwa tingkat spesialisasi atau tingkat dominan sektor i di tingkat
Kabupaten lebih besar dari pada sektor i yang sama pada perekonomian tingkat Jawa
Tengah. LQ ≤ 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor non basis atau
berarti bahwa tingkat spesialisasi atau tingkat dominan sektor i di tingkat Kabupaten
lebih rendah dari pada sektor i yang sama pada perekonomian tingkat propinsi Jawa
Tengah.
Menurut Yuwono (dalam Tri Widodo, 2006:119) kelemahan metode Location
Quotient (LQ) adalah bahwa kriteria ini bersifat statis yang hanya memberikan
gambaran satu titik waktu. Artinya bahwa sektor basis tahun ini belum tentu akan
menjadi sektor basis di waktu yang akan datang, sebaliknya sektor non basis pada
saat ini mungkin akan menjadi sektor basis waktu yang akan datang. Untuk mengatasi
kelemahan, maka digunakan varians dari metode Location Quotient (LQ) yang
disebut Dynamic Location Quotient (DLQ), dengan rumus sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Keterangan:
gij : Rata-rata laju pertumbuhan PDRB sektor (i) di Kabupaten x
gj : Rata-rata laju pertumbuhan PDRB seluruh sektor Kabupaten x
Gi : Rata-rata laju pertumbuhan sektor pertanian (i) Propinsi x
Gj : Rata-rata laju pertumbuhan PDRB seluruh sektor Propinsi x
t : Jumlah tahun teksnis
Dynamic Location Quotient (DLQ) yaitu dengan mengintroduksikan laju
pertumbuhan dengan asumsi bahwa setiap nilai tambah sektoral maupun PDRB
mempunyai rata-rata laju pertumbuhan per tahun sendiri-sendiri selama kurun waktu
tahun awal dan tahun berjarak.
E. Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Mukhyi (2006) dengan judul “Analisis
Peranan Sub Sektor Pertanian dan Sektor Unggulan Terhadap Pembangunan
Kawasan Ekonomi Propinsi Jawa Barat” menggunakan alat analisis Shift Share. Hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa sumbangan terhadap Propinsi Jawa
Barat adalah sektor pertanian (sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan,
sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan), sektor pertambangan dan penggalian,
sektor bangunan, dan sektor jasa-jasa. Hasil analisis Location Quotient (LQ)
diketahui bahwa Propinsi Jawa Barat mempunyai keunggulan di sektor industri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor perdagangan, sedangkan
sektor pertanian hanya sub sektor tanaman bahan makanan. Hasil analisis IRIO dapat
disimpulkan bahwa multiplier terbesar Propinsi Jawa Barat terdiri atas sub sektor
industri kertas dan barang dari cetakan, sub sektor industri makanan, minuman, dan
tembakau, sub sektor industri semen, sektor listrik, gas dan air bersih, sub sektor hotel
dan restoran, sub sektor angkutan udara, sub sektor angkutan air, sub sektor industri
barang dari kayu dan hasil hutan, sektor bangunan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sundari dan Nuning Setyowati (2006) dengan
judul “Analisis Basis Ekonomi Sektor Pertanian di Kabupaten Karanganyar dengan
Pendekatan Analisis Location Quotient” selama tahun 1999-2003. Hasil analisis LQ
dapat disimpulkan bahwa sektor perekonomian yang menjadi basis adalah sektor
industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air serta sektor jasa. Sub sektor pertanian
yang menjadi basis adalah sub sektor perkebunan dan sub sektor peternakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2008) dengan judul “Analisis Peran
Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Kabupaten Karanganyar” selama tahun 2002-
2006”. Menggunakan metode LQ dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian
merupakan sektor non basis dan sub sektor pertanian yang merupakan sub sektor
basis adalah sektor peternakan. Hasil analisis DLQ diketahui bahwa sektor pertanian
di masa yang akan datang dapat diharapkan menjadi sektor basis dan sub sektor
pertanian yang merupakan sub sektor basis adalah sub sektor tanaman perkebunan,
sub sektor peternakan, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan. Sub sektor
tanaman bahan makanan yang menjadi sub sektor non basis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Penelitian yang dilakukan oleh Pratomo (2010) dengan judul “Analisis Peran
Sektor Pertanian Sebagai Sektor Unggulan di Kabupaten Boyolali Tahun 1998-
2008”.Menggunakan metode LQ dapat disimpulkan bahwa yang menjadi sektor
unggulan pada tahun 1998 sampai dengan 2008 Kabupaten Boyolali adalah sektor
pertanian; sektor perdagangan sebesar; sektor angkutan dan komunikasi; sektor
keuangan, persewaan,dan jasa perusahaan sebesar. Sedangkan yang menjadi sektor
non unggulan antara lain sektor pertambangan; sektor industri pengolahan; sektor
listrik, gas, dan air bersih sebesar; sektor bangunan/kontruksi sebesar; serta sektor
jasa-jasa. Hasil analisis DLQ diketahui bahwa dari sektor-sektor perekonomian di
Kabupaten Boyolali yang dapat diharapkan menjadi sektor unggulan di masa yang
akan datang adalah sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas,
dan air bersih; sektor bangunan/kontruksi sebesar; sektor perdagangan; sektor
angkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; serta
sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor non unggulan hanya sektor pertambangan.
F. Kerangka Pemikiran
Pembangunan daerah yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan suatu daerah harus
didasari oleh kebijakan-kebijakan pembangunan yang tepat dari pemerintah daerah.
Dalam menentukan kebijakannya, pemerintah harus mengetahui kemampuan dan
keterbatasan yang dimiliki oleh daerahnya. Pemerintah daerah harus mengetahui
peran dan potensi sektor perekonomian yang merupakan basis ekonomi serta dapat
dikembangkan untuk menompang perekonomian daerah untuk dapat membangun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
daerah dengan baik, pemerintah Kabupaten Boyolali perlu mengetahui sektor/sub
sektor perekonomian apa saja yang menjadi sektor basis baik untuk masa sekarang
maupun masa yang akan datang. Dengan bagian sektor/sub sektor tersebut akan
memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan masyarakat.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu
sektor/sub sektor perekonomian terutama sub sektor pertanian termasuk sektor basis
dan non basis pada masa sekarang adalah menggunakan metode LQ. Apabila nilai
LQ ≥ 1, maka sektor/sub sektor tersebut merupakan sektro basis dan apabila nilai LQ
< 1, maka sektor/sub sektor tersebut merupakan sektor non basis. Metode LQ
mempunyai kelemahan yaitu analisisnya tidak dapat mengetahui kemungkinan
perubahan-perubahan yang terjadi untuk waktu yang akan datang, karena sektor basis
pada saat ini belum tentu akan menjadi sektor basis pada masa yang akan datang.
Untuk mengatasi kelemahan metode LQ maka digunakan metode DLQ, apabila nilai
DLQ ≥ 1, maka sektor/sub sektor pada masa yang akan datang tetap basis dan apabila
DLQ < 1, maka sektor/sub sektor pada masa yang akan datang tidak basis. Kemudian
untuk mengetahui perubahan posisi sektor-sektor perekonomian terutama sektor
pertanian dapat digunakan analisis gabungan LQ dan DLQ tersebut. Alur panel
tersebut dapat dilihat dalam skema kerangka pemikiran secara sederhana pada
gambar 2.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
G. Hipotesis
1. Sektor pertanian diduga merupakan sektor basis pada sektor perekonomian
Kabupaten Boyolali.
2. Sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor peternakan diduga merupakan
sub sektor basis pada sektor pertanian Kabupaten Boyolali.
Sektor-Sektor Ekonomi
Pembangunan Wilayah Kabupaten Boyolali
Sektor Pertanian
Varian LQ
Tetap Basis
DLQ ≥ 1
Tidak Basis
DLQ < 1
Posisi Sub Sektor Masa yang Akan Datang
Metode LQ
Posisi Sub Sektor Masa Sekarang
Non Basis
LQ < 1
Basis
LQ ≥ 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder yang menganalisis tentang
peran sektor pertanian dalam perkonomian tahun 2005-2009 di Kabupaten Boyolali.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Boyolali dikarenakan daerah di Kabupaten
Boyolali merupakan daerah Intanpari (Industri, Pertanian, dan Pariwisata).
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari BPS Kabupaten Boyolali dan BPS Propinsi Jawa Tengah. Data ini
berupa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Boyolali dan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2009 atas dasar
harga konstan tahun 2000.
C. Definisi Operasional Variabel
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga dasar konstan adalah jumlah
barang dan jasa pada sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali yang dinyatakan
dalam satuan juta rupiah.
2. Pertumbuhan ekonomi adalah laju pertumbuhan ekonomi, diukur dalam persen.
3. PDRB sektor adalah sumbangan sektor ekonomi terhadap PDRB yang diukur
dalam satuan juta rupiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
4. Laju pertumbuhan PDRB sektor adalah laju pertumbuhan sumbangan sektor
ekonomi terhadap PDRB yang diukur dalam satuan persen.
D. Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode LQ
(Location Quotient) dan metode DLQ (Dynamic Location Quotient). Penyelesaian
metode tersebut dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel. Rumus
yang dipakai untuk uji hipotesis satu yaitu menggunakan metode LQ dengan rumus
sebagai berikut (Arsyad, 1999:142):
Keterangan :
vi = jumlah PDRB dari sektor i di Kabupaten Boyolali
vt = jumlah PDRB total Kabupaten Boyolali
Vi = jumlah PDRB dari sektor i Propinsi Jawa Tengah
Vt = jumlah PDRB total Propinsi Jawa Tengah
Location Quotients atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang
besarnya peran suatu sektor atau industri di suatu daerah terhadap besarnya peran
sektor atau industri tersebut secara nasional. Kriteria-kriterianya adalah:
1. LQ ≥ 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis atau berarti
bahwa tingkat spesialisasi atau tingkat dominan sektor i di tingkat Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Boyolali lebih besar dari pada sektor i yang sama pada perekonomian tingkat
Jawa Tengah.
2. LQ ≤ 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor non basis atau
berarti bahwa tingkat spesialisasi atau tingkat dominan sektor i di tingkat
Kabupaten Boyolali lebih rendah dari pada sektor i yang sama pada
perekonomian tingkat propinsi Jawa Tengah.
Untuk menghitung uji hipotesis dua digunakan metode DLQ dengan rumusan
sebagai berikut (Menurut Yuwono dalam Tri Widodo, 2006:119):
Keterangan:
gij = Rata-rata laju pertumbuhan PDRB sektor i di Kabupaten Boyolali
gj = Rata-rata laju pertumbuhan PDRB seluruh sektor Kabupaten Boyolali
Gi = Rata-rata laju pertumbuhan sektor i Propinsi Jawa Tengah
Gj = Rata-rata laju pertumbuhan PDRB seluruh sektor Propinsi Jawa Tengah
Nilai DLQ yang dihasilkan dapat diartikan sebagai berikut: jika DLQ ≥ 1, maka
potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih cepat dibandingkan sektor yang
sama di nasional. Namun, jika DLQ < 1, maka potensi perkembangan sektor i di
regional lebih rendah dibandingkan nasional secara keseluruhan. Gabungan antara
nilai LQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomi
tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang prospektif.
Tabel 3.1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Identifikasi LQ dan DLQ
Kriteria DLQ ≥ 1 DLQ < 1
LQ ≥ 1 Unggulan Prospektif
LQ < 1 Andalan Kurang Prospektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali
1. Kondisi Geografis
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu kabupaten yang berada di Propinsi
Jawa Tengah bagian selatan. Kabupaten Boyolali terletak antara 1100 22’ – 1100 50’
Bujur Timur dan 70 36’ - 70 71’ Lintang Selatan. Kabupaten Boyolali yang
mempunyai luas 101.510,1 Ha dan memiliki jarak bentang dari barat ke timur sekitar
48 Km dan dari utara ke selatan sekitar 54 Km. Secara administratif Kabupaten
Boyolali terdiri atas 19 kecamatan, yang dibagi lagi atas 262 desa dan 5 kelurahan.
Secara geografis, wilayah Kabupaten Sragen berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan
b. Sebelah Timur : Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, Kota
Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo.
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta
d. Sebelah Barat : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang
Secara administratif Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 Kecamatan.
Kecamatan-kecamatan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Tabel 4.1 Daftar Kecamatan di Daerah Boyolali
No Kecamatan Luas (Ha) 1 Kecamatan Selo 5.607,8 2 Kecamatan Ampel 9.039,2 3 Kecamatan Cepogo 5.299,8 4 Kecamatan Musuk 6.504,1 5 Kecamatan Boyolali 2.625,1 6 Kecamatan Mojosongo 4.341,1 7 Kecamatan Teras 2.993,6 8 Kecamatan Sawit 1.723,3 9 Kecamatan Banyudono 2.537,9 10 Kecamatan Sambi 4.649,5 11 Kecamatan Ngemplak 3.852,7 12 Kecamatan Nogosari 5.508,4 13 Kecamatan Simo 4.804,0 14 Kecamatan Klego 5.187.7 15 Kecamatan Andong 5.452,8 16 Kecamatan Kemusu 9.908,8 17 Kecamatan Wonosegoro 9.299,8 18 Kecamatan Juwangi 7.999,4 19 Kecamatan Karanggede 4.175,6
Sumber: BPS Kabupaten Boyolali 2009
2. Kondisi Tipografi
Menurut ketinggian dari permukaan laut, wilayang Kabupaten Boyolali dibagi
dalam kelompok sebagai berikut:
a. 100 – 400 meter di atas permukaan laut meliputi wilayah Kecamatan Teras,
Banyudono, Sawit, Mojosongo, Ngemplak, Simo, Kemusu, Karanggede, dan
sebagian Boyolali.
b. 400 – 700 meter di atas permukaan laut meliputi wilayah Kecamatan
Boyolali, Mojosongo, Musuk, Ampel, dan Karanggede.
c. 700 – 1000 meter di atas permukaan laut meliputi wilayah Kecamatan
Musuk, Ampel, dan Cepogo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
d. 1000 – 1300 meter di atas permukaan laut meliputi sebagian wilayah
Kecamatan Cepogo dan Ampel.
e. 1300 – 1500 meter di atas permukaan laut meliputi wilayah Kecamatan Selo.
Keadaan tipografi Kabupaten Boyolali yang bervariasi sangat berpotensi bagi
pemerintah Kabupaten Boyolali untuk melakukan pengembangan sektor pertanian,
baik sub sektor tanaman bahan makanan maupun sub sektor lainnya. Daerah dataran
rendah relatif cocok untuk ditanami tanaman padi dan palawija. Daerah dataran tinggi
sangat relatif cocok untuk ditanami tanaman jenis sayur-sayuran (kobis, sawi, dan
bayam).
Kabupaten Boyolali juga terletak di sebelah timur Gunung Merapi dan
Gunung Merbabu. Secara umum wilayah Kabupaten Boyolali terbagi menjadi empat
relief daerah yaitu:
a. Lereng Gunung Merbabu
Membentang ke arah Timur, meliputi sebagian besar Kecamatan Ampel.
b. Lereng Gunung Merapi (dari puncak ke kaki gunung)
Membentang ke arah Timur, meliputi kecamatan selo, Cepogo, dan Musuk.
c. Daerah Rendah
Merupakan daerah terendah di Kabupaten Boyolali, meliputi kecamatan
Boyolali, Mojosongo, Teras, Banyudono, Sawit, Sambi, Nogosari, dan
Ngemplak.
d. Daerah Berbukit
Meliputi daerah sekitar pegunungan kendeng, meliputi kecamatan Simo,
Wonosegoro, Klego, Andong, Kemusu, Karanggede, dan Juwangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
3. Iklim
Iklim di Kabupaten Boyolali termasuk ikilm tropis, sama dengan iklim kota
yang berada di Indonesia karena letak negara Indonesia berada di sekitar garis
khatulistiwa. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Boyolali mencapai sekitar 2000
milimeter / tahun sehingga apabila musim hujan tiba lahan-lahan pertanian tidak
mengalami kesulitan dalam memperoleh air. Ketersediaan air yang memadai dapat
menunjang pengembangan komoditi sektor, khususnya sektor pertanian.
4. Sumber Daya Alam
a. Sumber Daya Lahan
Kabupaten Boyolali memiliki empat macam struktur tanah, yaitu:
1) Tanah Lempung atau Tanah Liat
Tanah lempung atau tanah liat merupakan golongan tanah yang sulit diolah
pada saat musim hujan dan apabila pada saat musim kemarau tanah ini dapat
menjadi sangat keras mengakibatkan akar tanaman sulit menembus dan air
sulit meresap. Tanaman yang cocok ditanami adalah mahoni. Tanaman
mahoni dapat tumbuh pada kondisi tanah yang kurang bagus. Selain itu
tanaman ini tidak memerlukan banyak air. Contoh tanaman lain yaitu tanaman
jati, turi, dan secang. Struktur tanah ini dapat ditemui di Kecamatan
Karanggede dan Simo.
2) Tanah Geluh
Tanah geluh merupakan struktur tanah yang bersifat mudah pecah, lembab,
dan mudah mengikat air. Struktur tanah geluh dianggap ideal untuk tanaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
hias karena memiliki cukup hara dan humus. Struktur tanah ini dapat ditemui
di Kecamatan Banyudono dan Sawit.
3) Tanah Berpasir
Tanah berpasir merupakan struktur tanah yang mempunyai sifat mudah
menyerap air. Resapan air maupun nutrisi yang diserap tidak dapat ditampung
dengan baik sehingga menyebabkan tanah ini menjadi cepat kering dan
kurang subur. Tanaman yang cocok ditanam adalah kaktus. Struktur tanah ini
dapat ditemui di Kecamatan Musuk dan Cepogo.
4) Tanah Berkapur
Tanah berkapur merupakan struktur tanah yang mengandung kapur dan
menyerap air. Tanaman yang ditanam di atas tanah ini daunnya dapt berubah
menjadi kuning dan walaupun tergolong tanah tidak subur, jenis tanah ini
dapat ditanami tanaman jati.
b. Sumber Daya Air
Kabupaten Boyolali memiliki sumber air yang cukup banyak yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan air penduduk di Kabupaten Boyolali. Sumber air tersebut
berasal dari waduk, sungai, dan mata air. Kabupaten Boyolali mempunyai empat
waduk, yaitu:
1) Waduk Kedungombo dengan luas 3.536 Ha yang terletak di Kecamatan
Kemusu.
2) Waduk Kedungdowo dengan luas 48 Ha yang terletak di Kecamatan Andong
3) Waduk Cengklik dengan luas 240 Ha yang terletak di Kecamatan Ngemplak.
4) Waduk Bade dengan luas 80 Ha yang terletak di Kecamatan Klego.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Selain waduk, Kabupaten Boyolali juga mempunyai sumber air berupa sungai.
Sungai-sungai tersebut adalah:
1) Sungai Serang, melewati Kecamatan Kemusu dan Wonosegoro
2) Sungai Cemoro, melewati Kecamatan Simo dan Nogosari
3) Sungai Pepe, melewati Kecamatan Boyolali, Mojosongo, Teras, Banyudono,
Sambi, dan Ngemplak
4) Sungai Gandul, melintasi Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk, Mojosongo,
Teras, dan Sawit
Sumber-sumber air yang berupa mata air di Kabupaten Boyolali yaitu berada
di daerah Wonopedut (Kecamatan Cepogo), Pantaran (Kecamatan Ampel), Tlatar
(Kecamatan Boyolali), Nepen (Kecamatan Teras), Pengging (Kecamatan
Banyudono), dan Mungup (Kecamatan Sawit).
5. Kondisi Demografis
a. Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Boyolali tahun 2009 berdasarkan hasil registrasi
penduduk akhir tahun 2009 adalah sebesar 915.171 orang yang terdiri dari 466.481
orang berjenis kelamin laki-laki dan 485.236 orang berjenis kelamin perempuan.
Nilai rasio penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan di Kabupaten Boyolali
adalah 95,83 dengan kepadatan penduduk sebesar 938 orang, agar lebih jelas dapat
dilihat pada tabel 4.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Tabel 4.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten
Boyolali Tahun 2005-2009
Tahun Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk Laki-Laki Perempuan
Jumlah Jumlah (%) Jumlah (%)
2005 460.072 49 481.075 51 941,147 927 2006 461.806 49 482.375 51 944,181 930 2007 463.806 48 483.731 52 947,026 933 2008 463.295 48 484.731 52 949,594 935 2009 466.481 49 485.236 51 915,717 938
Sumber: BPS Kabupaten Boyolali 2009, diolah
b. Mata Pencaharian
Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun
ke atas. Penduduk usia kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Mereka yang termasuk dalam angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja atau
yang sedang mencari pekerjaan, sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang
bersekolah, mengurus rumah tangga atau melakukan kegiatan lainnya, agar lebih jelas
pembagian penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja berdasarkan lapangan
pekerjaan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada tabel 4.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Tabel 4.3 Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas yang Bekerja
Berdasarkan Lapangan Pekerjaan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
Lapangan Pekerjaan Jumlah (%)
Pertanian 237.805 30 Pertambangan dan Penggalian 16.212 2 Industri Pengolahan 1.284 0 Listrik, Gas, dan Air Bersih 47.352 6 Bangunan 25.442 3 Perdagangan 42.216 5 Angkutan dan Komunikasi 55.298 7 Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 60.434 8 Jasa 7.223 0 Lainnya 309.315 39
Jumlah 802.581 100 Sumber: BPS Kabupaten Boyolali 2009, diolah
Menurut komposisi penduduk usia 10 tahun ke atas sebagian besar mata
pencaharian penduduk Kabupaten Boyolali dibidang lain-lain sebesar 309.315 (39%)
dan dibidang pertanian sebesar 237.805 (30%), hal ini merupakan potensi wilayah
Kabupaten Boyolali yang sebagian besar masih merupakan lahan pertanian. Mata
pencaharian terendah penduduk Kabupaten Boyolali adalah bidang industri
pengolahan sebesar 1.284 (0%), dan jasa-jasa sebesar 7.223 (0%).
6. Keadaan Ekonomi
Struktur perekonomian menggambarkan peranan atau sumbangan dari
masing-masing sektor dalam pembangunan PDRB yang dalam konteks lebih jauh
akan memperhatikan bagaimana suatu perekonomian mangalokasikan sumber-
sumber ekonomi di berbagai sektor. Peranan atau sumbangan di suatu daerah pasti
berbeda-beda tergantung potensi daerah, peran pemerintah, dan pelaku dari
masyarakat. Ketiga faktor tersebut harus berjalan secara berkesinambungan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
mencapai tujuan pembangunan, karena ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi
besarnya nilai PDRB dan pendapatan perkapita pada perekonomian daerah tersebut.
a. Struktur Perekonomian
Kabupaten Boyolali memiliki sembilan sektor perekonomian yaitu sektor
pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor
bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor
keuangan, sewa, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. PDRB menurut sektor
perekonomian dapat dilihat pada tabel 4.4 dan 4.5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Tabel 4.4 PDRB Kabupaten Boyolali Atas Harga Dasar Konstan (AHDK)
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 Tahun Dasar (2000 = 100) Dalam (Rp. 000)
Lapangan Usaha Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian 1.270.600.780 1.290.672.178 1.305.830.800 1.328.683.026 1.374.007.501 Pertambangan 25.863.893 30.698.735 34.309.698 35.458.142 39.326.363 Industri Pengolahan 563.954.895 582.759.034 609.253.241 638.447.911 666.423.595 Listrik, Gas, dan air Bersih 33.795.686 42.784.225 46.644.081 50.808.090 53.380.709 Bangunan/Konstruksi 84.927.588 92.569.242 104.995.685 107.703.660 115.073.090 Perdagangan 897.510.193 917.695.400 940.415.435 971.814.681 1.008.895.320 Angkutan dan Komunikasi 91.433.794 99.617.116 101.148.510 105.867.359 113.005.931 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 222.845.517 230.414.003 238.020.006 250.737.193 264.621.909 Jasa-Jasa 265.456.399 314.005.265 367.484.657 409.852.796 465.715.843
Jumlah 3.456.388.745 3.601.215.198 3.748.102.113 3.899.372.858 4.100.450.261 Sumber: BPS Kabupaten Boyolali 2009
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel 4.5
PDRB Kabupaten Boyolali Atas Harga Dasar Berlaku (AHDB) Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009
DALAM (Rp. 000)
Lapangan Usaha Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian 1.616.461.947 1.759.000.062 1.955.252.775 2.280.068.503 2.546.283.390 Pertambangan 35.061.093 43.423.360 50.497.013 54.538.168 61.294.070 Industri Pengolahan 805.496.777 876.702.691 944.647.149 1.018.707.487 1.080.339.390 Listrik, Gas, dan air Bersih 45.813.432 61.311.662 69.129.432 75.256.962 83.141.992 Bangunan/Konstruksi 116.828.771 132.756.225 154.535.799 265.662.376 181.358.886 Perdagangan 121.8703.883 1.328.865.739 1.458.395.936 1.622.836.139 1.772.356.776 Angkutan dan Komunikasi 142.042.874 169.198.008 177.712.938 193.884.376 204.479.338 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 286.449.048 309.414.235 339.181.574 393.297.896 462.539.828 Jasa-Jasa 372.648.426 461.761.023 558.711.355 642.294.461 751.074.742
Jumlah 4.639.506.251 5.142.433.005 5.708.063.971 6.546.546.368 7.142.868.412 Sumber: BPS Kabupaten Boyolali 2009
37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Berdasarkan tabel 4.4 dan tabel 4.5 yang menunjukkan PDRB ADHK (Atas
Dasar Harga Konstan) dan PDRB ADHB (Atas Dasar Harga Berlaku) pada tahun
2005-2009 dapat diketahui bahwa sektor pertanian setiap tahunnya memberikan
sumbangan yang paling besar terhadap PDRB di Kabupaten Boyolali. Faktor yang
mendukung berkembangnya sektor pertanian di Kabupaten Boyolali adalah
daerahnya merupakan daerah yang agraris, kemudian dari segi lingkungan fisik
seperti struktur tanah, iklim, dan cuaca. Faktor yang lain adalah sumber daya manusia
yang bekerja di bidang pertanian tergolong banyak dan daerah yang dijadikan untuk
lahan pertanian luas. Sektor pertambangan merupakan sektor yang paling sedikit
memberikan sumbangan karena Kabupaten Boyolali memang kurang potensial untuk
pengembangan dibidang pertambangan.
b. Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Pendapatan
perkapita yang ada di Kabupaten Boyolali pada tahun 2005 sampai 2009 dapat dilihat
pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Boyolali Tahun 2005-2009
Tahun PDRB ADHB PDRB ADHK
Perkapita (Rp. 000) Perubahan (%)
Perkapita (Rp. 000) Perubahan (%)
2005 4.639.506.251 9,16 3.456.388.799 4,07 2006 5.142.436.034 10,84 3.601.225.198 4,19 2007 5.708.063.971 11,00 3.748.102.113 4,08 2008 6.446.546.368 12,94 3.899.372.858 4,04 2009 7.270.474.748 12,78 4.069.411.686 4,36
Sumber: BPS Kabupaten Boyolali 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
PDRB ADHB adalah jumlah nilai produksi atau pendapatan atau pengeluaran
yang dinilai sesuai dengan harga berlaku yang bersangkutan dan PDRB ADHK
adalah jumlah nilai produksi atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas harga
tetap (harga pada tahun dasar) yang digunakan selama satu tahun. PDRB Kabupaten
Boyolali setiap tahun mengalami fluktuasi, dapat diartikan bahwa adanya
peningkatan dan penurunan dalam pembangunan di Kabupaten Boyolali. Diketahui
pada tabel 4.6 PDRB Kabupaten Boyolali tahun 2005 sebesar Rp. 4.639.506.251,
meningkat pada tahun 2006 menjadi sebesar Rp. 5.142.436.034, meningkat pada
tahun 2007 menjadi sebesar Rp. 5.708.063.971, meningkat pada tahun 2008 menjadi
sebesar Rp. 6.446.546.368, sedang pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi
sebesar Rp. 7.270.474.748. Menggunakan harga konstan juga terjadi fluktuasi.
Diketahui pada tabel 4.5 PDRB Kabupaten Boyolali mengalami penurunan dari tahun
2006 sampai tahun 2008, dari Rp. 3.601.225.198 menjadi sebesar Rp. 3.899.372.858.
Diartikan bahwa belum ada kemajuan dalam pembangunan di Kabupaten Boyolali.
c. Kontribusi Ekonomi
Kondisi perekonomian di Kabupaten Boyolali berdasarkan rata-rata
sumbangan sektor usaha terhadap PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 periode
2005-2009 seperti yang tercantum pada tabel 4.5. Diketahui bahwa sektor yang
memiliki sumbangan terbesar adalah sektor pertanian dengan nilai rata-rata 34,90%.
Sektor ekonomi yang memiliki sumbangan terkecil adalah sektor pertambangan
dengan nilai rata-rata 0,87%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Tabel 4.7 Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap PDRB Kabupaten Boyolali
Atas Dasar Harga Konstan Tahun2005–2009 Tahun Dasar 2000 (%)
Lapangan Usaha Tahun Rata-
Rata 2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian 36,76 35,84 34,48 34,07 33,34 34,90 Pertambangan 0,75 0,85 0,92 0,91 0,90 0,87 Industri Pengolahan 16,32 16,18 16,26 16,37 16,39 16,30 Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,98 1,19 1,24 1,3 1,34 1,21
Bangunan/Konstruksi 2,46 2,57 2,80 2,76 2,73 2,66 Perdagangan 25,97 25,49 25,09 24,92 24,73 25,24 Angkutan dan Komunikasi 2,65 2,76 2,69 2,71 2,70 2,70
Keuangan, Persewaan, dan 6,45 6,40 6,35 6,43 6,50 6,43
Jasa Perusahaan Jasa-jasa 6,50 8,72 9,81 10,51 11,28 9,36
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS Kabupaten Boyolali 2009, diolah
Sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan, dimana pada
tahun 2005 sumbangan sebesar 36,76% turun menjadi 35,84% pada tahun 2006,
sampai tahun 2009 turun menjadi 33,34%. Mengalami penurunan dipengarui oleh
faktor musim, kondisi alam, serangan hama, dan penyakit tanaman. Sektor
perdagangan merupakan sektor yang memberikan sumbangan besar setelah sektor
pertanian, pada tahun 2005-2009 mengalami penurunan dari 25,97% turun menjadi
24,73%. Sektor ekonomi dengan sumbangan terkecil terhadap perekonomian
Kabupaten Boyolali adalah sektor pertambangan dengan rata-rata 0,87%. Memiliki
sumbangan terkecil karena masih kesulitan dalam memperoleh bahan baku,
khususnya pasir sungai yang cadangan kandungannya sudah menipis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
B. Hasil Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Location Quotients (LQ)
a. Sektor Perekonomian
Location Quotients adalah suatu perbandingan tentang besarnya peran suatu
sektor atau industri di suatu daerah terhadap besarnya peran sektor atau industri
tersebut secara nasional. Hasil perhitungan analisis LQ dapat dilihat pada tabel 4.8 di
bawah ini.
Tabel 4.8 Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Boyolali
Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha TAHUN Rata-
Rata Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian 1,76 1,74 1,74 1,71 1,68 1,73 Basis Pertambangan 0,74 0,77 0,82 0,82 0,86 0,80 Non Basis Industri Pengolahan 0,51 0,51 0,51 0,52 0,53 0,52 Non Basis Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,19 1,43 1,48 1,56 1,54 1,44 Basis Bangunan/Konstruksi 1,19 0,46 0,49 0,48 0,48 0,62 Non Basis Perdagangan 1,24 1,21 1,18 1,17 1,14 1,19 Basis Angkutan dan Komunikasi 0,54 0,56 0,53 0,53 0,52 0,54 Non Basis Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1,82 1,79 1,75 1,74 1,69 1,76 Basis Jasa-jasa 0,77 0,58 0,95 0,99 1,04 0,87 Non Basis Sumber: Data Hasil Olahan Microsoft Exel
Berdasarkan hasil analisis Location Quotient pada tabel 4.8 bahwa sektor
pertanian termasuk sektor basis hal ini sesuai pada hipotesis yang menyatakan bahwa
sektor pertanian diduga merupakan sektor basis pada sektor perekonomian Kabupaten
Boyolali. Sembilan sektor perekonomian Kabupaten Boyolali atas dasar harga
konstan tahun 2000, selama kurun waktu 2005-2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Diketahui bahwa empat dari sembilan sektor perekonomian merupakan sektor
basis dalam perekonomian Kabupaten Boyolali, sektor tersebut yaitu sektor
pertanian; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor perdagangan; serta sektor
keuangan dengan nilai rata-rata LQ ≥ 1. Sektor yang memiliki rata-rata tertinggi
yaitu sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dengan rata-rata 1,76 dan
sektor yang memiliki rata-rata terendah yaitu sektor perdagangan dengan rata-rata
1,44. Artinya bahwa tingkat spesialisasi sektor-sektor tersebut lebih besar dari
sektor-sektor perekonomian tingkat Jawa Tengah, sehingga sektor-sektor
perekonomian tersebut dapat memenuhi kebutuhan di wilayahnya dan mampu
mengekspor kebutuhan luar wilayah, untuk lima sektor yaitu: sektor pertambangan;
sektor industri pengolahan; sektor bangunan/konstruksi pada tahun 2005-2009
mengalami penurunan dari 1,19% turun menjadi 0,48; sektor angkutan dan
komunikasi; serta sektor jasa-jasa selama 2005-2009 mengalami kenaikan dari 0,77
naik menjadi 1,04.
Ke lima sektor tersebut termasuk sektor non basis dengan nilai LQ < 1,
artinya bahwa tingkat spesialisasi sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali
lebih kecil dari pada sektor-sektor perekonomian tingkat Jawa Tengah, sehingga
hanya mampu memenuhi kebutuhan wilayahnya dan belum mampu mengekspor
kebutuhan luar wilayah. Selama periode 5 tahun sektor yang tetap basis adalah sektor
pertanian; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor perdagangan; serta sektor
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, sedangkan selama periode 5 tahun yang
tetap menjadi non basis adalah sektor pertambangan; sektor industry pengolahan;
serta sektor angkutan dan komunikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
b. Sub Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang terdiri dari
lima sub sektor yaitu sub sektor bahan makanan; sub sektor perkebunan rakyat; sub
sektor peternakan; sub sektor kehutanan; serta sub sektor perikanan. Hasil dari
analisis Location Quotient dapat dilihat dalam tabel 4.9.
Tabel 4.9 Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Boyolali
Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha Tahun Rata-
Rata Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009
Tanaman Pangan 0,88 0,90 0,89 0,92 0,93 0,72 Non Basis Perkebunan Rakyat 0,72 0,64 0,06 0,53 0,51 0,49 Non Basis Peternakan 2,58 2,39 2,16 2,10 2,02 2,25 Basis Kehutanan 0,47 0,59 0,60 0,66 0,39 0,54 Non Basis Perikanan 0,17 0,22 0,23 0,37 0,40 0,28 Non Basis
Sumber: Data Hasil Olahan Microsoft Exel
Berdasarkan hasil analisis Location Quotient dapat diketahui bahwa hanya sub
sektor peternakan yang merupakan sektor basis dalam perekonomian Kabupaten
Boyolali dengan rata-rata LQ ≥1 sebesar 2,25, artinya bahwa sektor-sektor
perekonomian tersebut dapat memenuhi kebutuhan di wilayahnya sehingga para
pengambil keputusan dan pengambil kebijakan diharapkan dapat menentukan
langkah apa yang perlu dilakukan. Sub sektor peternakan di wilayah Kabupaten
Boyolali masih di mungkinkan bisa tumbuh karena geografisnya banyak yang cocok
untuk sub sektor peternakan. Sektor non basis dengan rata-rata LQ < 1 adalah sub
sektor tanaman pangan sebesar 0,72 disebabkan karena adanya serangan hama dan
cuaca atau curah hujan yang rendah yang mengakibatkan kekeringan sehingga
produksinya sedikit. Sub sektor perkebunan rakyat dan sub sektor kehutanan masuk
dalam sektor non basis yang sebesar 0,49 dan 0,54. Masing-masing sub sektor ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
baik untuk perkembangan tanaman perkebunan dan pengembangan dalam kayu
pertukangan. Wilayah Kabupaten Boyolali memiliki daerah perairan yang luas
seperti waduk, dan kolam yang dapat dimanfaatkan sebagai perikanan tetapi sub
sektor perikanan masuk dalam sektor non basis sebesar 0,28.
Artinya sub sektor tanaman pangan, sektor perkebunan rakyat, sub sektor
kehutanan, dan sub sektor perikanan hanya dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya
dan belum mampu mengekspor kebutuhan luar wilayah.
2. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)
a. Sektor Perekonomian
Metode DLQ adalah metode yang digunakan untuk mengetahui perubahan
posisi sektor perekonomian di masa yang akan datang, dalam artian bahwa suatu
sektor yang ada pada saat ini menjadi sektor unggulan belum tentu akan menjadi
sektor unggulan pada masa yang akan datang, sebaliknya yang pada saat ini menjadi
sektor unggulan belum tentu pada masa yang akan datang akan tetap menjadi sektor
unggulan. Hasil analisis DLQ dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 Hasil DLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Boyolali
Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha DLQ Keterangan
Pertanian 1,04 Tetap Basis Pertambangan 1,37 Tetap Basis Industri Pengolahan 0,65 Tidak Basis Listrik, Gas, dan Air Bersih 3,28 Tetap Basis Bangunan 0,65 Tidak Basis Perdagangan 0,73 Tidak Basis Angkutan dan Komunikasi 0,48 Tidak Basis Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1,29 Tetap Basis Jasa-Jasa 8,42 Tetap Basis
Sumber: Data Hasil Olahan Microsoft Exel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Berdasarkan analisis DLQ dapat diketahui bahwa sektor-sektor perekonomian
yang dapat diharapkan menjadi sektor basis pada masa yang akan datang yaitu sektor
pertanian; sektor pertambangan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa dengan nilai DLQ ≥ 1. Sektor
yang sangat diharapkan basis pada masa yang akan datang yaitu jasa-jasa dengan
nilai DLQ 8,42, karena masyarakat yang cenderung banyak menggunakan jasa-jasa
seperti jasa hiburan dan rekeasi. Sektor pertanian juga diharapkan basis pada masa
yang akan datang dengan dengan nilai DLQ terendah sebesar 1,04. Tempat strategis
dan lahan yang luas membuat masyarakat untuk bercocok tanam.
b. Sub Sektor Pertanian
Berdasarkan analisis DLQ dapat dilihat posisi sub sektor pada masa yang akan
datang melalui tabel 4.11.
Tabel 4.11 Hasil DLQ Sub Sektor Pertanian Perekonomian Kabupaten Boyolali
Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha DLQ Keterangan
Tanaman Pangan 1,22 Tetap Basis Perkebunan Rakyat 0,08 Tidak Basis Peternakan 0,63 Tidak Basis Kehutanan 0,46 Tidak Basis Perikanan -7,75 Tidak Basis
Sumber: Data Hasil Olahan Microsoft Exel
Tabel 4.11 di atas dapat diketahui bahwa sub sektor pertanian yang
merupakan sub sektor basis pada masa yang akan datang yaitu sub sektor tanaman
pangan dengan nilai DLQ ≥ 1, hal ini sesuai hipotesis yang menyatakan sub sektor
tanaman pangan diduga merupakan sub sektor basis pada sektor pertanian Kabupaten
Boyolali. Sub sektor yang sangat diharapkan akan basis pada masa yang akan datang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
yaitu sub tanaman pangan dengan nilai DLQ 1,22. Sub sektor non basis pada masa
yang akan datang yaitu sub sektor perkebunan rakyat; sub sektor peternakan; sub
sektor kehutanan; dan sub sektor perikanan. Peran pertanian di Kabupaten Boyolali
cenderung mengalami kenaikan dan memiliki daya saing yang tinggi karena sektor
pertanian dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya dan dapat melakukan ekspor keluar
wilayah sehingga pembangunan wilayah Kabupaten Boyolali dan Jawa Tengah
berjalan dengan baik.
3. Analisis Identifikasi Gabungan LQ dan DLQ
a. Sektor Perekonomian
Analisis identifikasi gabungan LQ dan DLQ digunakan untuk mengetahui
perubahan posisi dari tiap-tiap sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali dan
hasilnya dapat diketahui melalui tabel 4.12.
Tabel 4.12 Nilai Rata-Rata Gabungan LQ dan DLQ Sektor Perekonomian Kabupaten
Boyolali Tahun 2005-2009 Lapangan Usaha Rata-Rata LQ Rata-Rata DLQ
Pertanian 1.73 1.73 Pertambangan 0.8 0.8 Industri Pengolahan 0.52 0.51 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.44 1.45 Bangunan 0.62 0.47 Perdagangan 1.19 1.19 Angkutan dan Komunikasi 0.54 0.54 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.76 1.75 Jasa-Jasa 0.87 0.93
Sumber: Data Hasil Olahan Microsoft Exel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tabel 4.13 Identifikasi Gabungan LQ dan DLQ Sektor Perekonomian di Kabupaten
Boyolali Tahun 2005-2009 Krieria DLQ ≥ 1 DLQ < 1
LQ ≥ 1
Unggulan : Prospektif : · Pertanian · Perdagangan · Listrik, Gas, dan Air Bersih · Keuangan, Persewaan, dan
Jasa Perusahaan
LQ < 1
Andalan : Kurang Prospektif : · Pertambangan · Industri Pengolahan · Jasa-Jasa · Bangunan
· Angkutan dan Komunikasi
Berdasarkan Tabel 4.12 nilai rata-rata gabungan LQ dan DLQ Kabupaten
Boyolali dijadikan kriteria dalam menentukan sektor ekonomi tersebut tergolong
unggulan, prospektif, andalan, dan kurang prospektif, dapat diketahui pada tabel 4.13
identifikasi gabungan LQ dan DLQ bahwa tiga sektor perekonomian di Kabupaten
Boyolali yaitu sektor pertanian; sektor listrik, gas, dan air bersih; dan sektor
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan merupakan sektor unggulan di Kabupaten
Boyolali. Untuk satu sektor yaitu sektor perdagangan merupakan sektor prospektif di
Kabupaten Boyolali. Untuk dua sektor yaitu sektor pertambangan dan sektor jasa-jasa
merupakan sektor andalan di Kabupaten Boyolali. Sedangkan tiga sektor yaitu sektor
industri pengolahan; sektor bangunan; dan sektor angkutan dan komunikasi
merupakan sektor kurang prospektif di Kabupaten Boyolali.
b. Sub Sektor Pertanian
Berdasarkan analisis Identifikasi LQ dan DLQ dapat dilihat posisi tiap-tiap
sektor pertanian yang mengalami perubahan pada masa yang akan datang, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat tabel 4.13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 4.14 Nilai Rata-Rata Gabungan LQ dan DLQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten
Boyolali Tahun 2005-2009 Lapangan Usaha LQ DLQ
Tanaman Pangan 0,72 3,02 Perkebunan Rakyat 0,49 0,08 Peternakan 2,25 6,13 Kehutanan 0,54 1,62 Perikanan 0,28 0,77
Sumber: Data Hasil Olahan Microsoft Exel
Tabel 4.15 Identifikasi Gabungan LQ dan DLQ Sub Sektor Pertanian di Kabupaten
Boyolali Tahun 2005-2009 Krieria DLQ ≥ 1 DLQ < 1
LQ ≥ 1
Unggulan : Prospektif : · Peternakan
LQ < 1
Andalan : Kurang Prospektif : · Tanaman Pangan · Perkebunan Rakyat · Kehutanan · Perikanan
Tabel 4.15 dapat diketahui bahwa dari hasil analisis identifikasi gabungan LQ
dan DLQ sub sektor peternakan merupakan sub sektor unggulan di Kabupaten
Boyolali. Untuk dua sub sektor yaitu sub sektor tanaman pangan dan sub sektor
kehutanan merupakan sub sektor andalan di Kabupaten Boyolali. Sedangkan dua sub
sektor lainnya yaitu sub sektor perkebunan rakyat dan sub sektor perikanan
merupakan sub sektor kurang prospektif di Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data yang telah dilakukan mengenai peranan sektor
pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Boyolali tahun 2005-2009, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Sektor perekonomian Kabupaten Boyolali berdasarkan analisis Location
Quotient (LQ) yang menjadi peran sektor basis selama tahun penelitian (2005-
2009) yaitu sektor pertanian; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor perdagangan;
serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
2. Sub sektor pertanian Kabupaten Boyolali Berdasarkan analisis Location
Quotient (LQ) yang menjadi peran sektor basis selama tahun penelitian (2005-
2009) yaitu sub sektor peternakan.
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah diuraikan, maka dikemukakan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis, bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Kabupaten
Boyolali adalah sektor pertanian dan sub sektor tanaman pangan, sub sektor
peternakan, dan sub sektor kehutanan sehingga pemerintah Kabupaten Boyolali
lebih mengutamakan sektor pertanian karena sektor ini diharapkan akan tetap
menjadi sektor basis di masa yang akan datang. Upaya yang perlu dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
pemerintah adalah menyediakan dan memastikan ketersediaan pangan Kabupaten
Boyolali yang berasal dari sumber daya alam atau berasal dari daerah lain agar
tetap memberikan kontribusi terhadap sektor pertanian, meningkatkan usaha
ternak yang lebih maju serta meningkatkan pengetahuan dan pengelolaan usaha
ternak dengan memberikan penyuluhan pada peternak, dan tetap menjaga
kelestarian hutan dengan cara memperbanyak personil polisi hutan agar tidak
terjadi penebangan liar.
2. Upaya para peternak supaya meningkatkan nilai tambahan dari produk-produk
pertanian dengan cara yang lebih inovatif, membuat penampungan limbah agar
tidak timbul permasalahan pada lingkungan sekitar, mengikuti penyuluhan yang
diadakan pemerintah agar dapat menambah pengetahuan tentang perternakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia. Berbagai Edisi. Jakarta.
BPS Kabupaten Boyolali. 2009. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Boyolali 2006-2009. Boyolali: BPS.
Hendayana, Rachmat, 2003. “Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional”. Jurnal Infprmatika Pertanian. Vol. 12.
Ikhsan, M. Dan Armand. 1993. “Sektor Pertanian Pangan, Peternakan, dan Pemikiran Menuju Tahun 2000”. Dalam Anwar MA (Editor). Prospek Ekonomi Indonesia dalam Jangka Peluang dan Tantangan dalam Sektor Riil dan Utilitas Pada Dasawarsa 1990-an. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Jhigan, M. L. 1988. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Press. Jakarta.
Mukhyi, Moh Abdul. 2002. “Analisis Peranan Sub Sektor Pertanian dan Sektor Unggulan Terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Propinsi Jawa Barat: Pendekatan IRIO”. http://google.co.id. Diakses pada tanggal 3 April 2011.
Pratomo, Satrio. 2010. “Analisis Peran Sektor Pertanian Sebagai Sektor Unggulan di Kabupaten Boyolali Tahun 1998-2008”. Skripsi. FE UNS. Surakarta.
Puspita, Ika. “Analisis Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian di Kabupaten Karanganyar”. Skripsi. FE UNS. Surakarta.
Robinson, Tarigan. 2002. Perencanaan Pembangunan Wilayah Pendekatan Ekonomi dan Ruang. Departemen Pendidikan Nasional. Medan.
Soepomo, Prasetyo. 1993. “Analisis Shift Share Perkembangan dan Penerapan”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. VIII. No. 1. Hal. 43-54. UGM. Yogyakarta.
Todaro, P Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi Daerah Ketiga. Erlangga. Jakarta.
Sundari, Mei Tri. 2006. “Analisis Basis Ekonomi Sektor Pertanian di Kabupaten Karanganyar dengan Pendekatan Location Quotient”. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Agribisnis. Vol. II. No. 2. Hal. 95-100. UNS. Surakarta.
Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). UPP STIM YKPN. Yogyakarta.