perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Hubungan...KEBERAGAMAN BUDAYA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Hubungan...KEBERAGAMAN BUDAYA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN PEMAHAMAN SEJARAH MASA REVOLUSI FISIK DI
KALIMANTAN SELATAN DAN PERSEPSI TERHADAP
KEBERAGAMAN BUDAYA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN
SIKAP NASIONALISME MAHASISWA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
HERI SUSANTO
NIM S861008013
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TESIS
HUBUNGAN PEMAHAMAN SEJARAH MASA REVOLUSI FISIK DI
KALIMANTAN SELATAN DAN PERSEPSI TERHADAP
KEBERAGAMAN BUDAYA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN
SIKAP NASIONALISME MAHASISWA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
Disusun Oleh:
HERI SUSANTO
NIM S861008013
Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Dr. Sri Yutmini
………………… ………………….
Pembimbing II Drs. Saiful Bachri, M.Pd
NIP 195206031985031001
…………………. ………………….
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. NIP 19560303 198603 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN PEMAHAMAN SEJARAH MASA REVOLUSI FISIK DI
KALIMANTAN SELATAN DAN PERSEPSI TERHADAP
KEBERAGAMAN BUDAYA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN
SIKAP NASIONALISME MAHASISWA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
Disusun Oleh:
HERI SUSANTO
NIM S861008013
Telah disetujui dan disahkan oleh tim penguji
Pada tanggal 26 Januari 2012
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua : Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd.
…………………
Sekretaris : Dr. Warto, M.Hum.
…………………
Anggota Penguji 1. Prof. Dr. Sri Yutmini, M.Pd.
………………….
2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd
………………….
Mengetahui
Direktur PPs Uns
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Ph.D. NIP. 196107171986011001
Ketua Program Studi
Pendidikan Sejarah
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. NIP 19560303 198603 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Heri Susanto
NIM : S861008013
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul Hubungan Pemahaman
Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dan Persepsi terhadap
Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan dengan Sikap Nasionalisme
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin adalah betul-betul
karya saya sendiri.
Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Januari 2012
Yang membuat pernyataan
Heri Susanto
KATA PENGANTAR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu
wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Dalam menyelesaikan tesis ini, peneliti banyak mendapat
bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang peneliti hormati:
1. Prof. Dr. Raviek Karsidi, MS., Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah berkenan memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh
studi di Program Pascasarjana UNS.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Ph.D., Direktur PPs UNS yang telah
memberikan izin penyusunan tesis ini.
3. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Program Pascasarjana UNS.
4. Prof. Dr. Sri Yutmini, M.Pd. Pembimbing I penyusunan tesis ini yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga tesis ini dapat
terselesaikan.
5. Drs. Saiful Bachri, M.Pd. Pembimbing II penyusunan tesis ini yang juga
banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk kesempurnaan
tesis ini.
6. Dewan Penguji Tesis Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas
Maret yang telah memberikan saran, masukan, dan informasi yang
bermanfaat untuk perbaikan penulisan tesis ini.
7. Bapak Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan banyak pengetahuan selama
penulis menjadi mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana
UNS.
8. Drs. M. Zaenal A. Anis, M.Hum. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
FKIP Unlam Banjarmasin yang telah memberikan ijin untuk melakukan
penelitian.
9. Bapak dan Ibuku, sumber inspirasi dan semangatku dalam menjalani dan
menyelesaikan studi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10. Teman-teman Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana UNS
angkatan 2010, yang sangat banyak membantu dalam penulisan tesis ini.
Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala, mudah-
mudahan segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis
menjadi amal soleh sehingga mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wata’ala
dan semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, Januari 2012
Penulis
Heri Susanto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTO
Sebuah bangsa mampu menjadi bangsa yang unggul
apabila ia tidak kehilangan daya kreatifitas dan inovasi,
Sebuah bangsa akan menjadi bangsa yang kuat
apabila ia dapat belajar dari masa lalunya,
Sebuah bangsa akan tetap menjadi dirinya
apabila ia mampu mempertahankan budayanya
(HS)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Untuk Ibuku dalam kedamaian istana sang Khalik,
hidup dalam kalbuku semua cinta yang kau berikan,
semua harap yang kau titipkan.
Untuk Bapakku selalu ingin kulihat senyummu,
meski dalam layu senjamu,
nyata tergambar kerasnya perjuanganmu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ..................................... iii
PERNYATAAN .................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................... v
MOTO ................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiv
ABSTRAK ............................................................................................. xvi
ABSTRACT .......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ............................................................... 7
D. Rumusan Masalah ................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian .................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian ................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS .. 11
A. Kajian Teori ............................................................................ 11
1. Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik ............................ 11
2. Persepsi Terhadap Keberagaman Budaya ........................... 20
3. Sikap Nasionalisme ............................................................ 29
B. Penelitian yang Relevan .......................................................... 39
C. Kerangka Berpikir ................................................................... 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Hipotesis ................................................................................. 43
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 44
A. Tempat, Waktu Penelitian dan Variabel ................................. 44
1. Tempat Penelitian ............................................................... 44
2. Waktu Penelitian ................................................................ 44
3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel ........................ 45
B. Jenis Penelitian ....................................................................... 47
C. Populasi, Sampel dan Sampling .............................................. 48
1. Populasi Penelitian ............................................................. 48
2. Sampel Penelitian ............................................................... 48
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 49
E. Uji Coba Instrumen Penelitian ................................................ 54
F. Teknik Analisis Data ............................................................... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 61
A. Diskripsi Data ......................................................................... 61
1. Data Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di
Kalimantan Selatan ............................................................. 61
2. Data Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di
Kalimantan Selatan.............................................................. 63
3. Data Sikap Nasionalisme .................................................... 65
B. Pengujian Prasarat Analisis ..................................................... 67
1. Uji Normalitas .................................................................... 67
2. Uji Linearitas ...................................................................... 68
3. Uji Independensi ................................................................ 68
C. Pengujian Hipotesis ................................................................ 69
D. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................... 74
E. Keterbatasan Penelitian ........................................................... 84
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ............................. 85
A. Kesimpulan ............................................................................. 85
B. Impikasi .................................................................................. 86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Saran ....................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 91
LAMPIRAN ........................................................................................... 96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Sejarah .................. 62
2. Tabel Distribusi Frekuensi Skor Persepsi terhadap Keberagaman
Budaya ........................................................................................ 64
3. Tabel Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme ................... 66
4. Tabel Rangkuman Analisis Vasian (Anova) ................................. 70
5. Tabel Sumbangan Regresi X1 dan X2 dengan Y ........................... 71
6. Tabel Rangkuman Analisis Koefisien Regresi Ganda .................. 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan Kerangka Pikir .................................................................. 42
2. Grafik Histogram Variabel X1 ..................................................... 63
3. Grafik Histogram Variabel X2 ..................................................... 65
4. Grafik Histogram Variabel Y ....................................................... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Sejarah ...................................... 96
2. Kisi-kisi Angket Persepsi terhadap Keberagaman Budaya ........... 97
3. Kisi-kisi Angket Sikap Nasionalisme ........................................... 98
4. Petunjuk Pengisian Intrumen ....................................................... 99
5. Tes Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik .............................. 100
6. Angket Persepsi terhadap Keberagaman Budaya .......................... 110
7. Angket Sikap Nasionalisme ......................................................... 114
8. Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran ...................................... 118
9. Lembar Jawaban .......................................................................... 119
10. Data Hasil Uji Coba Soal Pemahaman Sejarah (X1) .................... 120
11. Data Hasil Uji Coba Angket Persepsi terhadap Keberagaman
Budaya (X2) ................................................................................. 121
12. Data Hasil Uji Coba Angket Sikap nasionalisme (Y) ................... 122
13. a. Analisis Tingkat Kesukaran Soal (X1) ...................................... 123
b. Analisis Daya Beda (X1) .......................................................... 125
c. Rekap Analisis Butir (X1) ......................................................... 127
d. Hasil Uji Validitas Soal (X1) .................................................... 129
e. Hasil Uji Reliabilitas Soal (X1)................................................. 133
14. a. Hasil Uji Validitas Angket variabel X2 ................................... 135
b. Hasil Uji Reliabilitas Angket variabel X2 ................................ 139
15. a. Hasil Uji Validitas Angket variabel Y ..................................... 141
b. Hasil Uji Reliabilitas Angket variabel Y ................................. 145
16. Data Hasil Penelitian Variabel X1 ............................................... 147
17. Data Hasil Penelitian Variabel X2 ............................................... 152
18. Data Hasil Penelitian Variabel Y ................................................. 157
19. Data Induk Penelitian .................................................................. 162
20. Statistik Diskriptif Penelitian ....................................................... 166
21. Uji Normalitas ............................................................................. 167
22. Uji Linearitas ............................................................................... 168
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23. Uji Independensi .......................................................................... 170
24. Analisis Korelasi X1 dengan Y .................................................... 171
25. Analisis Korelasi X2 dengan Y .................................................... 176
26. Hasil Uji Regresi Ganda .............................................................. 181
27. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ................................. 182
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Heri Susanto, (S861008013). 2012. Hubungan Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dan Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan dengan Sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Sejarah, Program Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Ada tidaknya hubungan pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme, 2) Ada tidaknya hubungan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme, 3) Ada tidaknya hubungan pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif korelasional untuk memecahkan masalah. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin yang berjumlah 290 mahasiswa. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan proportional probability sampling sebanyak 158 mahasiswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes untuk variabel pemahaman sejarah, untuk variabel persepsi terhadap keberagaman budaya dan sikap nasionalisme menggunakan angket. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis korelasi product moment dan regresi linier ganda dengan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas, uji linearitas, dan uji independensi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpukan: (1) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin (rhitung > rtabel atau 0,984 > 0,159 pada taraf signifikansi 5 %), sehingga hipotesis yang dikemukakan teruji kebenarannya, (2) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin (rhitung > rtabel atau 0,981 > 0,159 pada taraf signifikansi 5 %), sehingga hipotesis yang dikemukakan teruji kebenarannya, (3) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan secara bersama-sama dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin (rhitung > rtabel atau 0,985 > 0,159 pada taraf signifikansi 5 %), sehingga hipotesis yang dikemukakan teruji kebenarannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT Heri Susanto, (S861008013). 2012. The Correlation Between History of Physical Revolution Time in South Kalimantan Understanding and Multi Cultural in South Kalimantan Perception with the Nationalism Attitude on the Student in the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin. Thesis. Surakarta: The Study Program of History Education, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta.
The aims of research are 1) Is there the correlation between history of physical revolution time in South Kalimantan understanding with nationalism attitude. 2) Is there the correlation between multi cultural in South Kalimantan perception with nationalism attitude. 3) Is there the correlation between history of physical revolution time in South Kalimantan understanding and multi cultural in South Kalimantan perception with the nationalism attitude on the Student in the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin.
This research uses descriptive correlative method to solve the problems. The population of this research is all of the students of the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin that amount of them are 290 students. The sampling of this research took using proportional probability sampling are 158 students. The data collection technique use the test for the history understanding variable and the questionnaire for the multi cultural perception and nationalism attitude variable. The analyze data technique use correlative product moment technique and double linear regression with requirement analyze that is normality test, linearity test and independency test.
Based on this research, we can conclude: (1) There is the positive and significant correlation between the history of physical revolution time in South Kalimantan understanding with nationalism attitude on the Student in the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin (raccount > rtable or 0,984 > 0,159 on 5 % significant, so the hypothesis are correct, (2) There is the positive and significant correlation between the multi cultural in South Kalimantan perception with nationalism attitude on the Student in the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin (raccount > rtable or 0,981 > 0,159 on 5 % significant, so the hypothesis are correct, (3) There is the positive and significant correlation between history of physical revolution time in South Kalimantan understanding and multi cultural in South Kalimantan perception similarly with nationalism attitude on the Student in the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin (raccount > rtable or 0,985 > 0,159 on 5 % significant, so the hypothesis can be told correct.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara (nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas
bersama untuk sekelompok manusia. Substansi Nasionalisme Indonesia
mempunyai dua unsur: Pertama; kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak suku, etnik, dan agama. Kedua,
kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam menghapuskan segala bentuk
penjajahan dan penindasan dari bumi Indonesia.
Nasionalisme tiap bangsa di dunia tercipta melalui proses yang berbeda-
beda, sehingga pada saat Nasionalisme tersebut menampakaan wujudnya juga
mempunyai bentuk dan ciri yang berbeda. Nasionalisme Indonesia terbentuk
dengan cara yang unik, berbeda dengan Nasionalisme Eropa atau Nasionalisme
bangsa lain di Asia yang kebanyakan terbentuk dari adanya persamaan ras, suku,
nenek moyang, atau hal lain yang melahirkan nuansa monokultural. Nasionalisme
Indonesia justru terlahir di tengah keberagaman ras, suku, nenek moyang dan
nuansa multikultural, dijelaskan oleh Elson (2008:101) bahwa sifat nasionalisme
Indonesia yang bertahan lama, yakni karena kemampuannya menggugah
pengabdian kepada satu bangsa sambil menampung toleransi multikultural berikut
kepentingan daerah dan suku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lombard (2008: 1) dalam tinjauannya menyebutkan; sungguh tak ada satu
pun tempat di dunia ini – kecuali mungkin Asia Tengah – yang, seperti halnya
Nusantara, menjadi tempat kehadiran hampir semua kebudayaan besar dunia,
berdampingan atau lebur menjadi satu.
Realita geografik, kultural dan etnikal, Nusantara ini dihuni oleh ratusan suku dengan budaya yang beragam serta kepercayaan dan agama yang berbeda-beda. Fakta ini mendorong para perintis kemerdekaan dalam era idealisasi perjuangan menganut paham bahwa bangsa adalah kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang sejarah, nasib, tujuan dan cita-cita yang sama. Rumusan inilah yang menyatukan seluruh suku bangsa di Indonesia ini menjadi satu bangsa. Dan rumusan ini pulalah yang secara empiris berhasil mengantar bangsa Indonesia ke gerbang kemerdekaan (Soemitro, 1994:32). Berangkat dari asumsi tersebut selayaknya pula kalau sikap nasionalisme
yang harus ditunjukkan oleh warga bangsa adalah nasionalisme yang
berlandaskan pada pemahaman sejarah perjuangan masyarakat di masing-masing
daerah dan persepsi terhadap budaya daerah yang benar sebagai pembentuk
identitas Indonesia secara utuh.
Pemahaman kembali ketangguhan dan keuletan berbagai daerah berarti merajut lebih rapi lagi kesatuan dan persatuan bangsa. Komunitas bangsa yang terdiri atas kesatuan suku bangsa dan kesatuan etnis tidak tumbuh sendiri, terbentuk melalui proses sejarah yang panjang. Jati diri bangsa merupakan hasil terjadinya proses pematangan integrasi nasional(Taufik Abdullah, 1996:13). Dalam konteks ini, sejarah perjuangan rakyat daerah untuk lepas dari
kolonialisme dan untuk menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
manifestasi dari sikap politik untuk berada dalam sebuah “nation” yang disebut
Indonesia. Pemahaman yang baik terhadap sejarah perjuangan rakyat di daerah
untuk lepas dari kolonialisme dan untuk menjadi NKRI selayaknya menjadi
pondasi semangat nasionalisme masyarakat pada tiap daerah, dengan demikian
nasionalisme yang diliki setiap warga negara merupakan nasionalisme yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mempunyai pijakan yang kokoh sehingga tidak mudah luntur oleh berbagai
tantangan yang muncul kemudian.
Akan tetapi mempelajari sejarah seringkali belum dipahami sebagai upaya
menumbuhkan sikap nasionalisme, terlebih sejarah daerah yang seringkali
dianggap kurang unik dan kurang penting. Sehubungan dengan hal tersebut
Bambang Purwanto (2006) mengemukakan, jika prinsip sejarah sebagai sesuatu
yang unik diterapkan, maka dapat dikatakan bahwa semua sejarah sebenarnya
adalah sejarah lokal. Sementara itu sejarah nasional tidak lain hanya merupakan
representasi politis dari sejarah lokal dalam bingkai dimensi keruangan yang baru,
ketika perkembangan nasionalisme berhasil menciptakan identitas baru dalam
konteks negara bangsa. Sejarah nasional pada dasarnya adalah sekumpulan
sejarah lokal dalam bingkai keruangan yang lebih luas lagi, dengan demikian
memahami sejarah lokal sebagai upaya menumbuhkan sikap nasionalisme sama
pentingnya dengan memahami sejarah nasional.
Diantara bagian dari sejarah lokal yang penting untuk dikaji adalah sejarah
perjuangan rakyat di daerah, misalnya saja sejarah perjuangan rakyat Banjar, dari
sejarah ini kita dapat mempelajari bagaimana sikap anti kolonialisme dan
imperialisme masyarakat Banjar yang menjadi napas perjuangan di Kalimantan
Selatan dan sekaligus sejalan dengan proses penbentukan nasionalisme Indonesia
yang berangkat dari alasan yang sama yaitu anti kolonialisme dan imperialisme.
Disamping sejarah perjuangan rakyat daerah, yang tidak kalah pentingnya
adalah keberagaman budaya daerah, seperti dijelaskan dimuka bahwa
nasionalisme Indonesia terbentuk ditengah keberagaman budaya tiap daerah,
sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
merupakan perwujudan dari budaya-budaya daerah itu sendiri. Persepsi yang
benar terhadap keberagaman budaya akan mampu mengarahkan setiap masyarakat
di daerah untuk memiliki identitas dan karakter yang kuat sebagai manusia
Indonesia dalam bingkai multikulturalisme. Selain hal tersebut, perjalanan sejarah
dari banyak negara besar membuktikan bahwa bangsa yang mampu berkembang
menjadi bangsa pesaing di tingkat dunia adalah bangsa yang mempunyai identitas
budaya yang kuat dan mampu mempertahankan keluhuran akar budaya mereka.
Peran budaya pada era reformasi menghadapi tantangan berkaitan dengan
fungsinya sebagai penyadaran “sense of belonging dan nasionalisme”
(Wiriatmadja, 2002:viii). Nilai-nilai yang terkandung dalam budaya daerah
diharapkan dapat membentuk karakter masyarakat tiap daerah menjadi lebih kuat
dan maju dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan justru
menjadi alat perpecahan diantara sesama warga bangsa. Untuk mewujudkan hal
tersebut tentunya diperlukan upaya penyadaran yang sistematis melalui dunia
pendidikan.
Ditinjau dari segi pendidikan, pada hakekatnya pendidikan adalah proses
pembudayaan secara terus-menerus dan sistematis yang akan membentuk
kepribadian peserta didik menjadi manusia dewasa yang seutuhnya, dalam tataran
ini pendidikan dan budaya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Kebudayaan suatu masyarakat akan mempengaruhi proses pembentukan
kepribadian seorang individu dalam pendidikan, dalam konsep ini pendidikan
tidak hanya diidentifikasi sebagai kegiatan persekolahan, akan tetapi juga proses
pembudayaan dalam keluarga dan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berkaitan dengan hal tersebut, adalah sangat penting untuk menggali
kembali nilai-nilai positif dari keberagaman dalam proses pendidikan sebagai
metode penanaman nilai-nilai luhur tradisi yang akan membentuk karakter
individu peserta didik.
Setiap daerah memiliki sistem perekonomian, pengetahuan, religi, sosial,
mata pencaharian, komunikasi, dan kesenian sebagai unsur budaya. Unsur-unsur
tersebut sebagai bukti keberhasilan bangsa Indonesia di setiap daerah dalam
memelihara alam, memanfaatkan alam, dan menyaring unsur-unsur luar yang
masuk. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa suatu bangsa akan mampu bertahan
bukan hanya karena dapat bersikap adaptif terhadap perubahan yang terjadi akan
tetapi juga karena bangsa tersebut memiliki karakter yang kuat.
Dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand
design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan
pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional
pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang
pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: olah hati (Spiritual and emotional
development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik
(Physical and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (Affective and
Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter
perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut(Muhammad Nuh,
2010).
Bertolak pada prinsip tersebut sudah selayaknya pendidikan harus
dibangun dengan tidak mengesampingkan identitas masyarakat dalam suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
daerah yang tercermin dalam sejarah dan budayanya. Revitalisasi dan
reaktualisasi budaya lokal diperlukan dalam era globalisasi agar bangsa Indonesia
memiliki “rasa hayat historis” (Soedjatmoko, 1992: 56) dan karakter bangsa yang
kuat untuk terlibat aktif dalam globalisasi tanpa tergilas oleh unsur-unsur luar.
Pendidikan yang berpijak pada budaya lokal dan bercermin pada sejarah akan
mampu menghasilkan generasi yang memiki karakter yang kuat, menjadi suatu
yang penting untuk menggali nilai-nilai sejarah dan budaya lokal guna
menemukan akar solusi pemecahan berbagai masalah sosial dalam masyarakat
dewasa ini.
Pada kenyataannya tren pendidikan yang ada belumlah menempatkan
sejarah dan budaya daerah sebagai suatu kompenen penting yang akan sangat
menentukan bagaimana keberlanjutan bangsa Indonesia. Sejarah seringkali
hanyalah dipahami sebagai rangkaian peristiwa masa lalu yang tidak ada
relevansinya dengan masa depan dan budaya daerah menjadi budaya yang
terpinggirkan ketika serbuan budaya asing begitu gencar. Menjadi penting
kemudian untuk mencari tahu, seberapa besar kontribusi pemahaman sejarah dan
keberagaman budaya terhadap sikap nasionalisme.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana korelasi
antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi
terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme mahasiswa Pendidikan
Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin.
B. Identifikasi Masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang penulis kemukakan
di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan berhubungan
dengan sikap nasionalisme mahasiswa
2. Persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan berhubungan
dengan sikap nasionalisme mahasiswa
3. Pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi
terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan berhubungan dengan
sikap nasionalisme mahasiswa
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin tahun akademik 2011/2012. Dengan demikian korelasi antar
variabel yang ditunjukkan dalam penelitian ini adalah korelasi pada
mahasiswa pendidikan sejarah FKIP Unlam tahun akademik 2011/2012,
meskipun sangat memungkinkan apabila unsur-unsur pendukungnya tidak
berubah maka hasil penelitian yang ada akan dapat digunakan untuk
menggeneralisasi mahasiswa pendidikan sejarah FKIP Unlam pada
umumnya.
2. Variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga variabel yang terdiri dari
variabel bebas pertama yaitu pemahaman sejarah masa revolusi fisik di
Kalimantan Selatan dan variabel bebas kedua yaitu persepsi terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
keberagaman budaya, sedangkan variabel terikatnya adalah sikap
nasionalisme mahasiswa.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di
Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme mahasiswa Program Studi
Pendidikan Sejarah FKIP Unlam?
2. Apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap keberagaman budaya
dengan sikap nasionalisme mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah
FKIP Unlam?
3. Apakah terdapat hubungan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di
Kalimantan Selatan dengan persepsi terhadap keberagaman budaya dengan
sikap nasionalisme mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP
Unlam?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka secara umum tujuan
penelitian ini untuk mendiskripsikan dan untuk mengetahui hubungan antara
pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi
terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme
mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam. Tujuan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kemudian dijabarkan lagi menjadi tujuan khusus yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menemukan ada tidaknya hubungan antara
pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap
nasionalisme mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam;
2. Untuk mengetahui dan menemukan ada tidaknya hubungan antara persepsi
terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme mahasiswa Program
Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam;
3. Untuk mengetahui dan menemukan ada tidaknya hubungan antara
pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi
terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme mahasiswa
Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam.
F. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini memiliki manfaat atau kegunaan secara teoritis
maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Sebagai salah satu pilar pendidikan karakter sikap nasionalisme memegang
peranan penting dalam pembentukan karakter bangsa. Jika ditemukan adanya
hubungan yang signifikan antara variabel pemahaman sejarah masa Revolusi
Fisik dan persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme
mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam, nantinya dapat
digunakan sebagai masukan bagi pengembangan konsep pendidikan karakter di
kalangan mahasiswa program studi pendidikan sejarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Manfaat Praktis
a. Bagi dosen, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam
mengkaji kembali dan memberi informasi untuk memperbaiki perkuliahan
terutama pada mata kuliah Sejarah Lokal dan Sejarah Kebudayaan.
b. Diharapkan temuan dalam penelitian ini dapat menjadi bahan informasi
bagi program studi dan pihak-pihak terkait dalam bidang pendidikan
untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang pentingnya memahami
sejarah dan budaya daerah.
c. Bagi peneliti maupun peneliti lain semoga dapat menjadi referensi bagi
mereka yang menaruh minat terhadap penelitian yang berhubungan dengan
sikap nasionalisme mahasiswa dengan meneliti variabel-variabel yang
berpengaruh terhadap sikap nasionalisme mahasiswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian teori
1. Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan
a. Pemahaman Sejarah
Pemahaman merupakan proses yang dilalui seorang individu untuk
menjadikan suatu pengetahuan menjadi milik dirinya dan pada akhirnya akan
mempengaruhi proses berfikir dan bertindak individu tersebut. Menurut Suharsimi
Arikunto (2003:17) pemahaman (comprehension) mempunyai arti
mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas,
menyimpulkan, menggeneralisir, memberikan contoh, menulis kembali,
memperkirakan.
Bloom(1956) memasukkan pemahaman dalam ranah kognitif, pemahaman
menempati tingkat kedua setelah pengetahuan, ini berarti memahami lebih dari
sekedar mengetahui, memahami lebih mendalam dari sekedar mengetahui. Dapat
dikatakan bahwa pemahaman adalah gabungan antara mengetahui dan menghayati
sesuatu yang menyebabkan seseorang mendapatkan pemahaman secara utuh.
Winkel (2004:274) menjelaskan bahwa pemahaman mencakup
kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Hal ini
berarti bahwa pemahaman melibatkan beberapa proses, yaitu proses mengetahui,
menghayati pengetahuan tersebut, dan kemudian menangkap makna yang
terkandung di dalamnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jika dihubungkan dengan pemahaman sejarah, berarti seseorang dapat
memiliki pemahaman sejarah apabila sebelumnya telah mengetahui konsep
sejarah, kemudian menghayati peristiwa sejarah tersebut, dan kemudian dari
penghayatan tersebut akan mampu menangkap makna yang terkandung dalam
peristiwa tersebut.
Sejarah merupakan suatu proses perjuangan manusia dalam mencapai
gambaran tentang segala aktivitasnya yang disusun secara ilmiah dengan
memperhatikan urutan waktu, diberi tafsiran dan analisa kritis, sehingga mudah
dimengerti dan dipahami. Sejarah dapat memberikan gambaran dan tindakan
maupun perbuatan manusia dengan segala perubahannya. Perubahan inilah yang
dikaji oleh sejarah. Lebih jauh lagi Taufik Abdullah & Abdurrachman
Surjomihardjo(1985:27) menyebutkan bahwa sejarah bukan semata-mata suatu
gambaran mangenai masa lampau, tetapi sebagai suatu cermin masa depan.
Konsep sejarah dewasa ini semakin ilmiah dan komprehensif. Sejarah bukan sekedar rangkaian peristiwa atau untaian pasir, melainkan lingkaran peristiwa yang terentang pada benang-benang gagasan. Secara umum diyakini bahwa gagasan merupakan dasar semua tindakan dan berada di balik semua setiap kejadian sehingga perannya sangat penting. Gagasan telah menjadi pertimbangan dalam tindakan manusia dari abad ke abad. Gagasan merupakan kekuatan yang memotivasi manusia untuk mengambil tindakan. Sejarah mengkaji kekuatan di balik tindakan tersebut dan menghadirkan gambar tiga dimensi tentang manusia di masa lampau. Sesuai dengan konsep modern, sejarah tidak hanya berisi tentang sejarah raja dan ratu, pertempuran dan jenderal, tetapi juga tentang orang biasa – rumah dan pakaiannya, ladang dan pertaniannya, usaha yang terus menerus untuk melindungi rumah dan jiwanya dan untuk mendapatkan pemerintahan yang adil, aspirasinya, prestasi, kekecewaan, kekalahan dan kegagalannya (Kochhar 2008 : 10-11). Konsep sejarah tersebut menjelaskan bahwa sejarah adalah sebuah ilmu
yang memiliki misi yang sangat besar untuk memperbaiki peradaban umat
manusia, sejarah banyak memberikan pelajaran tentang konsep-konsep penting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam menghadapi kehidupan yang akan datang. Sejarah juga mengajarkan kita
bagaimana kita memahami manusia dalam konteks masa lalu untuk membuat
sejumlah keputusan di masa yang akan datang. Hal tersebut menjelaskan bahwa
sejarah tidaklah sesederhana hanya sekedar nama, peristiwa, waktu dan tempat
kejadian. Sejarah harus dipandang sebagai upaya penyadaran individu dan
masyarakat agar mampu menjadi warga Negara yang baik.
Penjelasan sejarah mampu menjadi ukuran bertindak dalam kehidupan,
seperti dijelaskan oleh Dilthey; life only takes on a measure of transparency in the
light of historical reason(Sartono Kartodirdjo, 1959:60). Berbagai perubahan dan
keberlanjutan yang disajikan dalam penjelasan sejarah akan memberikan
gambaran tentang kehidupan dan menunjukkan nilai-nilai penting yang
selayaknya menjadi ukuran dalam bertindak.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, selayaknya sejarah bukan hanya
dipahami sebagai sebuah mata pelajaran(subject matter), akan tetapi lebih jauh
dari itu. Sejarah adalah jalan untuk menuju pemahaman yang realistis terhadap
keadaan masa sekarang, sebagai hasil mempelajari masa lalu yang akan
menjadikan manusia menjadi lebih bijak dalam membuat keputusan-keputusan
hidup. Dengan demikian pemahaman sejarah merupakan pemahaman tentang
perubahan kehidupan manusia di masa lalu melalui gagasan-gagasannya yang
mempunyai akibat terhadap kehidupan kita dimasa sekarang dan akan datang.
Other qualities which should be develop in history education are historical knowledge and understanding. These qualities as much as important as those historical thinking and skills. It is adequate to say that there will be no other cognitive nor affective qualities can be developed and constitute students personalities when they have knowledge of historical fact and terms. In this perspective, student should be knowledgeable about historical facts, interpretation, analysis, reconstruction, historical accounts, criticism, bias, cause and effect, continuity and change, terms
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
related to historical events which are essential for the development of historical understanding, and subsequently is prerequisite for the development of historical thinking and skills. (Said Hamid Hasan, 2010: 4) Sejarah bukan saja berkisah tentang peristiwa tetapi juga mengulas
persepsi dan pandangan masyarakat (Asvi Warman Adam, 2005: xii). Pemahaman
sejarah perlu dimiliki setiap orang sejak dini agar mengetahui dan memahami
makna dari peristiwa masa lampau sehingga dapat digunakan sebagai landasan
sikap dalam menghadapi kenyataan pada masa sekarang serta menentukan masa
yang akan datang. Artinya sejarah perlu dipelajari sejak dini oleh setiap individu
baik secara formal maupun nonformal, Keterkaitan individu dengan masyarakat
atau bangsanya memerlukan terbentuknya kesadaran pentingnya sejarah terhadap
persoalan kehidupan bersama seperti: nasionalisme, persatuan, solidaritas dan
integritas nasional. Terwujudnya cita-cita suatu masyarakat atau bangsa sangat
ditentukan oleh generasi penerus yang mampu memahami sejarah masyarakat atau
bangsanya.
Dalam konteks ini, sejarah adalah cara dalam menanamkan konsep-
konsep; nasionalisme, persatuan, solidaritas dan integritas sosial tersebut. Konsep
tersebut dapat kita temukan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan
kolonialisme dan imperialisme bangsa lain. Nasionalisme dalam tataran ini adalah
ideologi perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan kolonialisme dan
imperialisme.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman sejarah
adalah pemahaman terhadap ‘pengalaman holistik sebagai sistem peristiwa masa
lalu’(Collingwood, 1985:186) dalam hubungannya dengan kehidupan manusia di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masa kini dan masa akan datang, yang di dalamnya terdapat nilai dan karakter
perjuangan tiap bangsa.
Menurut Frederick & Soeri Soeroto (2005) beberapa unsur pemikiran
sejarah yang merupakan proses untuk memahami masa lampau yang pertama
adalah pengertian waktu, sebagai pangkal pemikiran sejarah waktu dapat
diuraikan sebagai sesuatu yang mutlak dalam sejarah. Unsur selanjutnya adalah
kesadaran akan sifat dasar fakta, yaitu kerumitannya. Fakta harus dilihat dari
berbagai sudut, sebanyak mungkin, serta diperlakukan dengan hati-hati sekali dan
akhirnya harus diputuskan pada bagian atau dalam pengertian yang seperti apa
yang paling mendekati kebenaran. Unsur ketiga ialah tekanan pada sebab-
musabab, bukan saja kapan suatu kejadian itu terjadi, apa yang sesungguhnya
telah terjadi dan bagaimana terjadinya, tetapi juga mengapa. Terakhir, meskipun
sejarah unik akan tetapi jangkauan topiknya bisa sangat luas dalam artian bisa apa
saja dalam segi kehidupan manusia.
Pemahaman sejarah merupakan kecenderungan berfikir yang
merefleksikan nilai-nilai positif dari peristiwa sejarah dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga kita menjadi lebih bijak dalam melihat dan memberikan respon
terhadap berbagai masalah kehidupan. Pemahaman sejarah memberi petunjuk
kepada kita untuk melihat serangkaian peristiwa masa lalu sebagai sistem
tindakan masa lalu sesuai dengan jiwa jamannya, akan tetapi memiliki
sekumpulan nilai edukatif terhadap kehidupan sekarang dan akan datang.
Berfikir sejarah mengharuskan kita mempertemukan dua pandangan yang saling bertentangan: pertama, cara berfikir yang kita gunakan selama ini adalah warisan yang tidak dapat disingkirkan, dan, kedua, jika kita tidak berusaha menyingkirkan warisan itu, mau tidak mau kita harus menggunakan “presentisme" yang membuat buntu kita pikiran itu, yang melihat masa lalu dengan kacamata masa sekarang (Wineburg, 2006: 18).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Seseorang yang memiliki pemahaman sejarah tidak akan terjebak pada
kecenderungan “presentism” tersebut, akan tetapi tidak juga menihilkan adanya
sekumpulan konsep dan kausalitas sistemik sebagai pembentuk kehidupan masa
sekarang dan arah bagi kehidupan pada masa yang akan datang.
b. Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan
Revolusi adalah sebuah kata yang pengertiannya kabur, dari berbagai kata
pada umumnya revolusi hanya digunakan sebagai sinonim dari perubahan,
mungkin juga dengan pengertian perubahan dengan tiba-tiba atau perubahan
hebat. Tetapi dalam konteks ini perhatian kita pusatkan pada suatu pergantian
besar sekelompok manusia yang menjalankan kekuasaan dengan sekelompok
lainnya. Selanjutnya ada implikasi yang lebih jauh, yaitu kalau penggantian
golongan yang satu oleh golongan yang lain tak dijalankan dengan
pemberontakan yang dahsyat, tentu dengan perebutan kekuasaan (Brinton, 1962).
Revolusi merupakan perkataan yang tidak mempunyai arti yang tajam.
Atau lebih tepat kalau dikatakan bahwa revolusi mempunyai banyak arti. Dari
segi ilmu tatanegara dapat dikatakan bahwa revolusi ialah tindakan untuk
mengganti Negara yang lama dengan Negara yang baru atau pemerintahan lama
dengan pemerintahan baru dengan cara yang tidak konstitusional (Frederick &
Soeri Soeroto, 2005: 79).
Dapat kita telaah pendapat Onghokham (1985:5) bahwa tindakan
revolusioner dalam revolusi Indonesia yang tidak disponsori oleh orang-orang
militer resmi, tetapi dimulai oleh berbagai kelompok masyarakat yang masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masing mempunyai pimpinan, anak buah, senjata, dan kepentingan sendiri-
sendiri.
Agaknya, pendapat ini sangat relevan dengan revolusi fisik di Kalimantan
Selatan 1945-1949. Dalam periode ini bangsa Indonesia, khususnya Kalimantan
Selatan juga mengalami bentuk perlakuan ketidakadilan serta dalam kondisi yang
merugikan dalam bentuk eksploitasi ekonomi, ketergantungan dan ketidakbebasan
berpolitik, diskriminasi sosial dan rasial, fragmentasi sosial, superiority-compleks
di pihak penjajah dan seterusnya. Di sini akan tercermin mentalitas yang sangat
kuat untuk berubah… . Namun demikian patut kita pahami mentalitas seperti ini
sebenarnya memiliki mata rantai historis dari tipologis masyarakat Kalimantan
Selatan, seperti yang telah tergambar dalam Perang Banjar 1859-1905 (Suriansyah
Ideham, 2003: 500). Sehubungan dengan ini Vovelle (1990) memberikan analisis
bahwa revolusi hanyalah wujud atau baju baru pada struktur dan nilai lama.
Perjuangan pada masa revolusi fisik pada hakekatnya merupakan
reaktualisasi semangat kemerdekaan yang sebenarnya telah ada sejak lama, yakni
sejak pertamakali masyarakat Banjar ingin melepaskan diri dominasi bangsa lain
yang oleh pemimpin tradisional disebut sebagai bangsa kafir. Dalam bentuk yang
lebih moderen dan lebih terorganisir, semangat ini dihidupkan kembali dan
menjadi nyawa bagi perjuangan pada masa revolusi fisik.
Rakyat Kalimantan Selatan mengalami pelbagai pelajaran yang sangat
berharga, tentang sebuah etos perjuangan dan pengorbanan bagi tanah airnya.
Betapa tidak. Revolusi fisik 1945-1949 ini menggambarkan performansi yang
paling unik dari sebuah historis lokal. Mulai dari munculnya organisasi-organisasi
perjuangan lokal yang dikombinasi pelbagai ekspedisi dari Jawa, hingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terbentuknya ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan Selatan. Di sini muncul
tanda pangkat lokal, aturan-aturan lokal, sampai kepada terbentuknya
Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan dan
lahirnya Proklamasi 17 Mei 1949. … tidaklah keliru kalau semuanya ini disebut
“local genius”nya rakyat Kalimantan Selatan (Suriansyah Ideham dkk, 2003:
501).
Dalam sejarah bangsa-bangsa kadang-kadang terjadi bahwa perang
melahirkan revolusi dan bahwa pada gilirannya revolusi melahirkan perang. Itulah
juga yang telah menjadi pengalaman kita (Frederick & Soeri Soeroto, 2005: 83).
Pada lingkup lokal perjuangangan melawan kolonialisme dan Imperialisme yang
dipimpin oleh kaum elit tradisional di Kalimantan Selatan telah ikut serta
melahirkan negara Republik Indonesia, dan dalam perkembangan selanjutnya
untuk mempertahankan negara tersebut perang kembali terjadi.
Revolusi fisik yang terjadi di Kalimantan Selatan bukan hanya melibatkan
kaum militer, akan tetapi dalam rangka menciptakan “power mentality” peran
ulama sangat besar pengaruhnya. Hal ini terlihat dari mufakat para ulama yang
menyatakan perjuangan melawan Belanda sifatnya adalah “jihad fi sabillah”.
Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah peran masyarakat desa yang turut
membantu secara logistik bagi para pejuang. Nuansa kebersamaan inilah yang
dikenal dengan konsep “gawi sabumi” dalam bahasa Banjar. Dengan demikian
revolusi fisik di Kalimantan Selatan merupakan rangkaian bersatu-padunya
elemen kekuatan masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan Republik
Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman sejarah masa
revolusi fisik di Kalimantan Selatan merupakan kecenderungan berfikir yang
merefleksikan nilai-nilai positif dari peristiwa revolusi fisik di Kalimantan
Selatan, yang didalamnya terdapat nilai-nilai kebersamaan, perjuangan,
patriotisme, persatuan dan pentingnya kekuatan mental dalam mewujudkan
sebuah cita-cita. Indikator dari tercapainya sekumpulan nilai tersebut adalah;
memperkirakan implikasi Proklamasi 17 Agustus 1945 terhadap perjuangan di
Kalimantan Selatan, merumuskan bentuk partisipasi rakyat Kalimantan Selatan
dalam perjuangan pada masa revolusi fisik, merumuskan bentuk-bentuk
perjuangan pada masa Revolusi Fisik, memberikan contoh tentang kepekaan
terhadap pentingnya nilai-nilai juang dalam mencapai cita-cita bangsa,
menunjukkan rasa menghargai hasil perjuangan pada masa revolusi fisik, dan
menafsirkan konsep-konsep tindakan dalam perjuangan masa revolusi fisik
tersebut.
2. Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan
a. Persepsi
Persepsi merupakan aspek psikologis yang akan sangat mempengaruhi
tindakan seseorang terhadap suatu hal. W.S. Winkel (2004:278) menjelaskan
bahwa persepsi mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat
antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik
yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan
dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada. Reaksi yang
muncul misalnya adanya stereotipe baik atau tidak terhadap objek yang
dipersepsikan.
Bimo Walgito(2003) menjelaskan, persepsi merupakan suatu proses yang
didahului oleh penginderaan. Penginderaan adalah merupakan proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Stimulus yang
mengenai individu itu kemudian diorganisasikan, diiterpretasikan, sehingga
individu menyadari tentang apa yang diinderanya itu.
Selanjutnya Taylor, Peplau, dan Sears (2009) menjelaskan bahwa persepsi
merupakan proses yang relatif rasional dalam mengambil informasi tentang
sesuatu dan mengorganisasikannya berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Persepsi
melalui interaksi-interaksi yang mencakup pemprosesan informasi secara
heuristik.
Penafsiran merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari persepsi, ini
karena persepsi selalu dimulai dari proses pengindraan dan bermuara pada
interpretasi/ penafsiran terhadap objek persepsi. Andrik Purwasito (2003: 172)
menjelaskan; persepsi sebagai fokus kajian mendasarkan pada asumsi persepsi
adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran merupakan inti persepsi. Dalam
hubungannya dengan budaya, persepsi terhadap budaya merupakan upaya
memperoleh informasi melalui interaksi-interaksi yang melibatkan komunikasi
dan kontak dengan budaya yang dipersepsi dan selanjutnya melakukan
pemprosesan informasi secara heuristik untuk memahami objek persepsi dan
menginterpretasikannya sesuai prinsip-prinsip yang dipahami.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Apabila persepsi sosial merupakan proses yang digunakan seseorang untuk
memahami orang lain, maka persepsi terhadap budaya merupakan proses
seseorang untuk memahami budaya. Dalam proses ini terjadi atribusi yaitu upaya
untuk memahami penyebab dibalik perilaku sosial budaya yang memegang
peranan penting untuk memahami objek yang dipersepsi(Baron dan Byrne, 2004).
Proses atribusi juga dapat mengalami bias, mengingat proses atribusi juga
dipengaruhi oleh faktor emosional seseorang sehingga cenderung mudah
berubah(Taylor, Peplau, dan Sears, 2009). Berdasarkan atas hal tersebut, dapat
dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama, tetapi karena
pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak
sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antara individu satu dengan individu
yang lainnya tidak sama(Bimo Walgito, 2003).
Dalam hal persepsi terhadap budaya, terkadang apabila persepsi tersebut
melibatkan sekelompok orang maka dapat memunculkan konsensus palsu(Taylor,
Peplau, dan Sears, 2009), yaitu adanya tendensi untuk melebih-lebihkan
kelaziman dan upaya menggeneralisasi sesuatu objek yang dipersepsikan.
Pandangan yang baik dari seseorang yang berpengaruh dalam kelompoknya
seringkali akan diikuti pula oleh anggota kelompok lainnya, bisa pula terjadi satu
orang yang dinilai baik maka orang lain dalam kelompok yang sama juga
dianggap baik.
Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi stimulus juga
akan berpengaruh dalam persepsi, terlebih-lebih bila objek persepsi adalah
manusia. Objek dan lingkungan yang melatarbelakangi objek merupakan
kebulatan atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Objek yang sama dengan situasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sosial yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang berbeda(Bimo Walgito,
2003).
Bila dihubungkan dengan budaya, maka persepsi budaya merupakan
kesadaran akan keberadaan budaya sebagai hasil dari mengambil informasi
tentang budaya dan mengorganisasikannya berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.
Hasil pengorganisasian inilah yang nantinya akan melahirkan interpretasi terhadap
budaya dan menjadi dasar tindakan bagi individu atau masyarakat tersebut.
b. Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan
Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan dan hasil karya yang
dapat dirasakan dengan belajar beserta hasil budi dan karya itu. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia
sebagai makhluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan
memahami lingkungan sosial yang dihadapi dan sehingga tercipta pola tindakan
tertentu (Ruslie Mar’ie, 2005: 45).
Menurut antropologi kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar”(Koentjaraningrat, 1980:193). Dalam
pada itu Ralph Linton mengemukakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari
tingkah laku yang unsur-unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh
anggota dari masyarakat tertentu. Sementara itu C. Kluckhohn dan W.H. Kelly
merumuskan bahwa kebudayaan adalah pola untuk hidup yang tercipta dalam
sejarah, yang eksplisit, implisit, rasional, irrasional dan non rasional, yang
terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku
manusia(Harsojo, 1967).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
The term of culture is derived from Sanskrit and Malay, namely budhi and daya. Budhi refer to logical mind, while daya refers to words. Malay is the power of influence and strength. Accordingly, in brief it may refer to the power of thinking, soul and willingness to move the soul. … In brief, it is a way of life conducted by a group of people comprises social, politic, ekonomic, religion, belief, custom, attitude, and value (Ahmad Ali Seman, 2010: 39). Berangkat dari definisi tersebut bahwa kebudayaan tidak dapat dilepaskan
dari kehidupan manusia, manusia membentuk kebudayaan dan dalam waktu
bersamaan manusia juga dibentuk oleh kebudayaan yang melingkupinya. Bila
dalam definisi Linton dikatakan bahwa kebudayaan didukung dan diteruskan oleh
anggota masyarakat, maka kebudayaan adalah identitas suatu masyarakat dan
dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri. Sesuai dengan karakter masyarakat
yang selalu dinamis untuk menjawab segala tantangan yang datang maka
kebudayaan juga selalu mengalami reinterpretasi dan transformasi sehingga
kebudayaan juga bukan sesuatu yang statis, akan tetapi sangat dinamis mengikuti
gerak perubahan masyarakat pemiliknya.
Adalah sebuah kenyataan mutlak bahwa Indonesia adalah negara dengan
banyak budaya, keunikan ini selain kekayaan juga menjadi tantangan tersendiri
terhadap identitas kebangsaan kita. Susahnya membentuk persepsi bersama
terhadap identitas budaya bangsa adalah salah satu masalah pokok yang dihadapi
negara dengan banyak budaya, fanatisme kesukuan dan persepsi stereotipe
terhadap budaya lain adalah masalah lain yang juga sering muncul dalam
pergaulan masyarakat dengan ciri plural yang kental seperti Indonesia.
Pendekatan historis tentang masyarakat Indonesia – yang sebagian besar di antaranya menjadi unsur pembentuk bangsa Indonesia pada dewasa ini – dapat memberikan pemahaman logis mengenai keadaan plural dan heterogen masyarakat ini. Sejarah merekam bahwa wilayah Kepulauan Nusantara yang kini telah terwujud menjadi wilayah Negara Keasatuan Republik Indonesia telah kedatangan manusia – yang bukan saja berbeda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam dimensi etnik tetapi juga ras – dari beberapa belahan dunia. Kelompok-kelompok manusia tersebut sudah tentu berperan besar dalam menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang plural dan heterogen dalam bidang kultur. (I Gde Semadi Astra, 2010: 253) Pluralisme mengarah pada apa yang disebut kesadaran akan adanya pihak
lain dan perbedaan baik dalam kehidupan nyata maupun kehidupan filosofis
dengan representasinya (Siti Ruhaini Dzuhayatin, 2007: 412). Kesadaran ini
bermula dari adanya persepsi positif terhadap keberagaman budaya.
Di lain pihak, ketika pluralisme budaya dunia memberi peluang kepada
masyarakat negara berkembang untuk “tampil beda”, maka seharusnya diartikan
sebagai peluang untuk menggali kebudayaan “lokal” yang memang unik, yang
khas, sekaligus dapat membantu pencapaian kepentingan nasional dalam
percaturan politik internasional (Tulus Warsito & Wahyuni Kartikasari, 2007: 45).
Bukanlah suatu kecelakaan jika negara Indonesia harus menampung kebangsaan yang bercorak multikultural. Keragaman tidak selalu berakhir dengan pertikaian asal tersedia sistem pengelolaan negara yang kongruen dengan pluralitas kebangsaan. Kita juga tidak perlu terobsesi dengan penyeragaman, karena kesatuan bukanlah ukuran kedamaian dan kesejahteraan (Yudi Latif, 2011: 364). Sistem pengelolaan negara yang kongruen dengan pluralitas kebangsaan
adalah pengelolaan negara yang ramah terhadap keberagaman, yang
menempatkan keberagaman sebagai pondasi dalam membangun “nations state”.
Negara mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya membentuk “moral
precepts” bagi warganya, yaitu persepsi positif terhadap keberagaman budaya
bangsa. Ajaran moral inilah yang nantinya akan melahirkan kesadaran budaya
yang utuh sebagai sebuah bangsa dengan ciri pluralitas yang kental. Bagaimana
persepsi terhadap budaya dibentuk, setidaknya ajaran moral yang ditanamkan
sebagai suatu sistem ideologi oleh negara akan turut mewarnainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Persepsi terhadap budaya yang bermuara pada kesadaran budaya tersebut
dimulai dari; pertama, pengetahuan akan adanya berbagai kebudayaan suku
bangsa yang masing-masing mempunyai jati diri beserta keunggulan-
keunggulannya; kedua, sikap terbuka untuk menghargai dan berusaha memahami
kebudayaan suku-suku bangsa di luar suku bangsanya sendiri, dengan kata lain
kesediaan untuk saling kenal; ketiga, pengetahuan akan adanya berbagai riwayat
perkembangan budaya di berbagai tahap masa silam; dan keempat, pengertian
bahwa di samping merawat dan mengembangkan unsur-unsur warisan budaya,
kita sebagai bangsa Indonesia yang bersatu sedang mengembangkan sebuah
kebudayaan baru, yaitu kebudayaan nasional (Edy Sedyawati, 2006).
Keadaan yang beragam dalam berbagai hal itu – selain tidak dapat
dihindari – memang tidak dapat dipungkiri juga memiliki dimensi positif dan
negatif. Belakangan ini, kurang lebih menjelang akhir abad XX, berkembang
pandangan multikulturalisme yang pada hakikatnya berupaya menjebatani
keadaan plural dan heterogen itu agar terjadi pertautan arah yang pada akhirnya
bermuara pada keberanian hidup bersatu dalam keberagaman, bukan disatukan
dalam keseragaman. Menurut multikulturalisme, harus diterima adanya realitas
empiris keanekaragaman, perbedaan, namun bersamaan dengan itu harus
dikembangkan pula pandangan kesederajatan, toleransi, persamaan, penghargaan
terhadap demokrasi, hak asasi, dan solidaritas. (Mulkhan dan Atmadja dalam I
Gde Semadi Astra, 2010: 255)
Pembentukan masyarakat multikultural Indonesia yang sehat tidak bisa secara taken for granted atau trial and error. Sebaliknya harus diupayakan secara sistematis, programatis, integrated dan berkesinambungan, dan bahkan perlu percepatan (akselarasi). Salah satu strategi penting dalam mengakselerasikannya adalah pendidikan multikultural yang diselenggarakan melalui seluruh lembaga pendidikan, baik formal maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
non formal, dan bahkan informal dalam masyarakat luas (Azyumardi Azra, 2011:20). Secara sederhana upaya tersebut dapat dilakukan dengan memupuk
persepsi positif terhadap keberagaman budaya. Hal ini menjadi penting karena inti
masyarakat multikulturalisme adalah adanya kesediaan menerima dan menghargai
budaya lain yang tercermin dalam persepsi terhadap keberagaman budaya.
Masalah multikulturalisme bisa dijelaskan dengan fakta bahwa setiap
warga negara, bukanlah individu-individu abstrak yang tercerabut dari akar
sosialnya. Pengakuan terhadap hak-hak budaya kelompok etnis, terutama
golongan minoritas, harus dibuka terlebih dahulu sebagai prakondisi menuju
pembentukan individu warga negara yang bisa melampaui identitas etniknya/post
etnic condition (Yudi Latif, 2011: 365).
Persepsi terhadap budaya bangsa yang berciri multikulturalisme pada
umumnya selalu berkaitan dengan anggapan bahwa “tiap budaya mempunyai tipe
kepribadian dominan” (Kaplan & Manners, 2002: 184). Hal ini nampak misalnya
ketika kita mempersepsikan bahwa bahwa seseorang dari suku bangsa tertentu
cenderung memiliki ciri perilaku tertentu sesuai dengan ciri dominan masyarakat
asalnya.
Persepsi positif akan muncul manakala objek yang dipersepsi mempunyai
kecenderungan untuk sama atau setidaknya tidak bertentangan dengan
pemahaman perseptor. Sebaliknya bila objek persepsi memiliki banyak perbedaan
apalagi sangat bertentangan dengan nilai budaya yang dianut dan dipahami
perseptor maka akan menimbulkan persepsi negatif. Jika persepsi positif akan
mengarah pada integrasi maka persepsi negatif akan mengarah pada disintegrasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia akan sangat mungkin
sekali terjadi kesalahpahaman sebagai akibat dari beragamnya perbedaan yang
ada, oleh karenanya untuk membentuk persepsi positif terhadap keberagaman
perlu adanya pemahaman prinsif kebhinekaan sebagai roh dari integrasi
kebangsaan Indonesia. Prinsif kebhinekaan dimaksud adalah penerimaan dan
saling menghargai terhadap keberagaman bangsa yang mencakup keberagaman
ras, suku, bahasa, budaya, sosial, ekonomi, politik dan religi.
Lebih spesifik lagi pada lingkup kedaerahan, keberagaman juga sangat
terasa. Keterbukaan akses geografis yang memudahkan terjadinya kontak budaya
dan penyebaran penduduk telah menyebabkan nuansa keberagaman juga sangat
terasa di berbagai daerah. Kalimantan Selatan adalah salah satu wilayah yang
menjadi tempat bertemunya berbagai kebudayaan, seperti; Banjar, Dayak, Jawa,
Cina, Arab, dan banyak budaya nusantara lainnya.
Keadaan beragamnya unsur pembentuk budaya inilah yang menyebabkan
munculnya ciri khas masyarakat sebagai pemilik budaya tersebut. Menurut
tinjauan Kuntowijoyo (2006:xii), hal tersebut menjadi faktor yang menyababkan
sistem budaya tidak pernah berhenti, namun selalu mengalami perubahan dan
perkembangan baik karena dorongan dari dalam maupun dari luar, tidak terkecuali
pada kebudayaan daerah tentunya.
Keragaman, atau kebhinekaan atau multikulturalisme merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, lebih-lebih lagi pada masa kini dan di waktu-waktu mendatang. Multikulturalisme secara sederhana dapat dipahami sebagai pengakuan, bahwa sebuah negara atau masyarakat adalah beragam dan majemuk. Sebaliknya, tidak ada satu negarapun yang mengandung hanya kebudayaan nasional tunggal (Azyumardi Azra, 2011:21).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dapat ditarik kesimpulan kemudian, bahwa multikultur adalah tempat
pembelajaran masyarakat dari berbagai kultur yang berbeda-beda, melalui proses
komunikasi, melahirkan tingkah laku sosial, menyepakati norma dan nilai
bersama, membangun struktur kelembagaan. Multikultur adalah proses transaksi
pengetahuan dan pengalaman yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk
menginterpretasi pandangan dunia mereka yang berbeda untuk menuju ke arah
kebaruan kultur (Andrik Purwasito, 2003: 138). Dengan paradigma tersebut
seharusnya dipahami bahwa keberagaman budaya yang terdapat pada tiap daerah
adalah unsur yang memperkaya proses pembentukan identitas ke-Indonesiaan.
Dengan demikian persepsi terhadap keberagaman budaya merupakan
persepsi yang diarahkan pada kecenderungan untuk menerima, memahami dan
menghargai keberagaman sebagai sebuah identitas kebangsaan Indonesia, dengan
indikator; menyadari eksistensi budaya tiap suku bangsa sebagai bagian budaya
bangsa Indonesia, kepekaan terhadap peran budaya dalam membentuk karakter
masyarakatnya, menunjukkan rasa memiliki terhadap budaya bangsa, menafsirkan
nilai-nilai positif keberagaman budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Sikap Nasionalisme
a. Sikap
Istilah sikap yang dalam bahasa Inggris disebut attitude pertamakali
digunakan oleh Herbert Spencer, yang menggunakan kata ini untuk menunjuk
suatu status mental seseorang (Abu Ahmadi, 2007:148). Menurut Chava,
Bagardus, La Pierre, Mead dan Gordon Allport yang dikutip oleh Saifuddin
Azwar, bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
objek dengan cara-cara tertentu (Saifuddin Azwar, 2000:5). Kesiapan dimaksud
merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi terhadap suatu keadaan sesuai
dengan stimulus yang menghendaki respon tersebut.
Respon hanya akan timbul apabila individu tersebut dihadapkan pada
stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individu. Hal ini berarti bahwa
sikap hanya akan nampak apabila terdapat sejumlah stimulus yang menyebabkan
seorang individu dihadapkan pada suatu keadaan untuk memberikan suatu respon
tertentu.
Saifuddin Azwar (2000) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi
sikap:
1) Pengalaman Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis
atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara
lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari
konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
3) Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita
terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-
individu masyarakat asuhannya.
4) Media Massa
Dalam pemberitaan surat kabar mauoun radio atau media komunikasi
lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyekstif cenderung
dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap
konsumennya.
5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama
sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada
gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
6) Faktor Emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari
emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego.
Dalam pergaulan hidup sehari-hari sikap akan sangat menentukan
bagaimana penilaian seorang individu terhadap suatu hal, sikap merupakan
pembentuk tingkah laku dan pandangan secara psikologis. Karena sikap-sikap
dilihat sebagai menentukan dalam keseluruhan organisasi individu, beberapa
konsekwensi sikap-sikap terhadap tingkah laku adalah tidak langsung, karena
diperantarai oleh proses-proses psikologis lainnya(Newcomb, 1985:76), sikap
seringkali depengaruhi juga oleh proses belajar, persepsi, dan kognisi seseorang.
Sehingga wajar kiranya apabila kemudian suatu objek yang sama akan disikapi
berbeda oleh seseorang atau sekelompok orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Psikologi sosial memandang sikap sebagai sesuatu yang penting bukan
karena sikap itu sulit untuk diubah, akan tetapi juga karena sikap sangat
mempengaruhi pemikiran sosial walaupun tidak selalu direfleksikan dalam
tingkah laku(Baron dan Byrne, 2004). Biasanya seseorang tidak dapat mengukur
sikap secara langsung, maka yang diukur adalah sikap yang nampak, dan sikap
yang nampak adalah juga perilaku(Bimo Walgito, 2003:108).
Pada lingkup yang lebih luas, yaitu lingkup kebangsaan sikap merupakan
indikator tindakan yang mengarah pada tingkat kesadaran nasional dan
nasionalisme kebangsaan. Hal ini erat kaitannya dengan sikap sebagai bentuk
respon terhadap pemaknaan kondisi kebangsaan sesuai dengan kondisi nyata,
dalam bingkai keindonesiaan sikap kebangsaan akan sangat dipengaruhi oleh
pemahaman terhadap berbagai faktor, misalnya; nilai-nilai ideal dan realitas yang
dipahami, harapan kondisi riil yang diharapkan dan kecenderungan dalam
menanggapi keadaan-keadaan yang kontra idealis.
b. Nasionalisme
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan
satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Menurut Hans Kohn
nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi
individu harus diserahkan kepada negara-kebangsaan(Kohn, 1961).
Dalam hubungannya dengan kehidupan berbangsa, Anderson (2001:8)
menjelaskan; bangsa adalah sesuatu yang terbayang karena para anggota bangsa
terkecil sekalipun tidak bakal tahu dan takkan kenal sebagian besar anggota lain,
tidak akan bertatap muka dengan mereka itu, bahkan mungkin tidak pula pernah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mendengar tentang mereka. Namun toh di benak setiap orang yang menjadi
anggota bangsa itu hidup sebuah bayangan tentang kebersamaan mereka.
Bayangan tentang kebersamaan inilah yang kemudian mewujudkan
semangat nasionalisme. Nasionalisme merupakan salah satu unsur dalam
pembinaan kebangsaan atau nation-building. Dalam proses pembinaan
kebangsaan semua anggota masyarakat bangsa dibentuk agar berwawasan
kebangsaan serta berpola tatalaku secara khas yang mencerminkan budaya
maupun ideologi. Proses pembinaan kebangsaan memang unik bagi tiap bangsa.
Bagi masyarakat bangsa yang plural akan tetapi homogen, seperti Amerika
Serikat, konsep melting-pot dapat diterapkan. Namun bagi masyarakat Indonesia
yang plural dan heterogen akan lebih mengedepankan wawasan kebangsaan yang
unsur-unsurnya adalah rasa kebangsaan, faham kebangsaan, dan semangat
kebangsaan atau nasionalisme (Edi Sudrajat, 1998), dalam keadaan ini diperlukan
nasionalisme yang toleran. Nasionalisme yang toleran adalah nasionalisme yang
identitas nasionalnya diupayakan untuk bisa merasuk kedalam kehidupan pribadi
dan kebudayaan, bukan dipolitisasi dan dijadikan hak dasar hukum untuk
memaksa(Diamond, 1998).
Hakikat Indonesia adalah suatu cita-cita politik untuk mempersatukan unsur-unsur tradisi dan inovasi serta keragaman etnis, agama, budaya, dan kelas sosial ke dalam suatu “botol baru” bernama “negara-bangsa”. Hasrat persatuan itu memang terjadi secara negatif, didorong oleh kehendak menghadapi musuh bersama (negara kolonial), dan secara positif, tercipta oleh hasrat untuk mencapai kebahagiaan bersama (Yudi Latif, 2011:357). Nasionalisme merupakan tali pengikat yang kuat, yakni paham yang
menyatakan bahwa kesetiaan individu harus diserahkan kepada negara
kebangsaan, sebagai ikatan yang erat terhadap tumpah darahnya. Keinginan untuk
bersatu, persamaan nasib akan melahirkan rasa nasionalitas yang berdampak pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
munculnya kepercayaan diri, rasa yang amat diperlukan untuk mempertahankan
diri dalam perjuangan menempuh suatu keadaan yang lebih baik. Dua faktor
penyebab munculnya nasionalisme, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor
pertama sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap penjajah yang menimbulkan
perlawanan rakyat dalam bentuk pemberontakan atau peperangan. Sedang faktor
kedua sebagai renaissance yang dianggap simbol kepercayaan atas kemampuan
diri sendiri (Perdanayudha, 2010).
Ikatan-ikatan nasionalisme yang telah dibina dan disepakati selama masa
perjuangan prakemerdekaan, biasaya akan berubah kearah persaingan antar
golongan. Hal ini terjadi karena konsep nasionalisme (kebangsaan) yang telah
disepakati tersebut bisa jadi mempunyai banyak pengertian. Bisa saja suatu
golongan menganggap konsep tertentu lebih baik daripada konsep yang semula
disodorkan oleh golongan lain (Tulus Warsito & Wahyuni Kartikasari, 2007).
Konsep bangsa yang telah dimiliki masyarakat sampai saat ini pada dasarnya merupakan penerusan dari konsep bangsa menurut faham Nasionalisme dari pendiri bangsa. Visi Nasionalisme Indonesia pada masa pergerakan nasional dan perjuangan kemerdekaan secara jelas dirumuskan oleh pendiri bangsa sebagai orientasi pemikiran perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda dengan mendirikan negara kesatuan, baik kesatuan tanah air, bangsa, maupun bahasa dan kebudayaannya. Karena itu ciri dan jiwa nasionalisme pada masa pergerakan adalah sifat anti kolonial dan semangat untuk membangun persatuan dan kesatuan masyarakat tanah jajahannya dari kemajemukannya menjadi kesatuan bangsa motto Bhineka Tunggal Ika dari masa Majapahit diangkat sebagai semboyan dalam upaya untuk mewujudkan terciptanya bangunan bangsa yang dicita-citakan(Djoko Suryo, 2003:5). Soetjipto Wirosarjono (1998) menjelaskan bahwa kesadaran dan semangat
nasionalisme yang tumbuh dan berkembang di Indonesia berlatar belakang
kolonialisme. Suku-suku bangsa yang ada di Indonesia disatukan oleh
pengalaman yang sama tatkala sama-sama dijajah oleh bangsa Belanda. Tatkala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Indonesia berdiri, suku-suku bangsa itu kemudian menjadi bagian dari bangsa dan
negara Indonesia. Maka semua suku bangsa (daerah) yang ada di Nusantara itu
disatukan oleh nasib dan perjuangan yang sama untuk melawan penjajahan.
Nasionalisme merupakan jawaban dari tirani bangsa asing atas kehidupan
masyarakat pada abad ke - 19 sampai dengan awal abad ke – 20. Dalam bukunya
Robert Edward Elson menyebutkan bahwa pertumbuhan identitas pribumi di
Hindia, dirangsang walau bukan diciptakan oleh imperialisme Belanda(Elson,
2008:12). Pendapat ini bukan tanpa alasan, karena dalam fakta sejarah sebelum
kedatangan dan kemudian penguasaan bangsa asing, terutama Belanda, Nusantara
kita adalah kumpulan kepulauan yang didalamnya terdapat banyak negara-negara
tradisional yang berdiri sendiri, bahkan cenderung saling bermusuhan.
Sejalan dengan kenyataan tersebut kita dapat memahami bahwa
nasionalisme suatu bangsa dapat terbentuk apabila terdapat kriteria pengikat yang
kuat seperti dijelaskan oleh Hobsbawm(1990:5),
Attempts to establish objective criteria for nationhood, or to explain why certain grouphs have become ‘nations’ and others not, have often been made, based on single criteria such as language or ethnicity or a combination of criteria such as language, common territory, common history, cultural traits or whatever else. Realita historis telah memberikan petunjuk pada kita bahwa salah satu
kriteria pengikat seperti yang dikemukakan Hobsbawm tersebut pada tataran
‘nations state’ adalah kolonialisme yang dapat dianggap sebagai ‘pemersatu
bangsa’ (Tulus Warsito & Wahyuni Kartikasari, 2007: 62).
Elson (2009: 22-23) menjelaskan, yang memberi kekuatan kepada gagasan
Indonesia bukanlah kesatuan yang dibangun atas solidaritas etnis atau ras,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
keterikatan keagamaan, atau bahkan kedekatan geografis, melainkan rasa
kesamaan pengalaman dan solidaritas khusus yang mengalir darinya.
Sejarah membuktikan, nasionalisme politik Indonesia cukup mampu merajut kepentingan masyarakat plural yang sulit menemukan kehendak bersama. Akan tetapi, keampuhan nasionalisme politik ini baru teruji sebagai kekuatan nasionalisme negatif-defensif, ketika dihadapkan pada keburukan musuh bersama daru luar (penjajahan). Padahal, dengan berlalunya kolonial, proyek kebangsaan Indonesia yang berlandaskan pada penemuan “batas” dan “lawan” dengan kolonial itu bersifat kadaluwarsa (Yudi Latif, 2011: 366). Indonesia sendiri dari sisi istilah baru ada pada abad ke- 19 lebih tepatnya
pada 1850 ketika seorang pelancong dan pengamat sosial asal Inggris, George
Samuel Winsor Earl menggunakan kata “Indu-nesians” (Elson, 2008:2) dalam
tulisannya. Ini pun bukan berarti dengan sendirinya bangsa Indonesia terbentuk
secara otomatis setelah nama Indonesia muncul. Semangat nasionalisme
Indonesia dimulai justru ketika munculnya golongan terpelajar yang menyadari
betapa pentingnya rasa identitas bersama sebagai landasan untuk melawan praktik
kolonialisme dan imperialisme bangsa asing.
Lebih lanjut Yudi Latif (2011:358) memaparkan;
Bangsa Indonesia tidak seperti kebanyakan bangsa yang mengambil namanya dari kelompok etnik terdahulu: England dari Angles, Finland dari Finns, France dari Franks, Rusia dari Rus, Vietnam dari Viet, Thailand dari Thai, Malaysia dari Melayu, dan lain sebagainya. Ditinjau dari sudut ini, kesadaran kebangsaan Indonesia jelas bukanlah suatu perpanjangan dari kesadaran etno-kultural. Fakta tersebut menjelaskan bahwa secara sadar Indonesia adalah negara
yang disepakati akan melindungi dan menempatkan setiap suku, ras dan etnis
yang terdapat didalamnya secara sejajar, tidak memihak etnis tertentu. Sikap
nasionalisme yang dikembangkan para pendiri bangsa tersebut tentu saja
diantaranya didasari oleh adanya persepsi positif terhadap keberagaman budaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bangsa. Para pendiri bangsa menyadari bahwa keberagaman yang ada telah
menjadi kekuatan dalam perjuangan, terlebih pada masa revolusi.
Oleh karena itu, untuk mengerti sifat nasionalisme Indonesia dan gerakan revolusioner di mana isme itu berkembang, perlu diliki suatu pengetahuan tentang ciri-ciri terpenting dari lingkungan sosial yang melahirkannya. Lingkungan penjajahan abad keduapuluh yang menentukan tahap nasionalisme Indonesia modern yang jelas dan konkrit, adalah tahap yang menuntut analisis menyeluruh. Akan tetapi, analisis semacam itupun tidak akan memuaskan tanpa adanya pemahaman terlebih dahulu tetang proses historis sebelumnya dari pembentukan ciri-ciri lingkungan yang lebih menonjol (Kahin, 1995: 1). Sehubungan dengan latar belakang sejarah nasionalisme Indonesia Sartono
Kartodirjo (1998) menjelaskan, pertumbuhan negara-nasion dalam abad ke-19
bersamaan dengan perkembangan demokrasi, parlementarianisme dan
konstitusionalisme, kesemuanya memantapkan pembangunan civil society.
Sejarah perkembangan nasionalisme di dunia ketiga senantiasa sebagai counter-
ideology kolonialisme, sebagai ideologi yang bertujuan memperjuangkan
kebebasan untuk membangun negara nasion mencakup komunitas multi etnis
sebagai kesatuan.
Sebagaimana halnya dengan kebanyakan negara baru yang berasal dari
kancah perjuangan menentang kolonialisme lainnya, Indonesia tidak tumbuh dari
perpecahan negara yang multi etnis. Secara simbolis dapat dikatakan bahwa
kelahiran Indonesia sebagai bangsa dan negara adalah hasil perjuangan kaum
nasionalis untuk menciptakan sebuah bangsa yang bisa menjawab tantangan
zaman modern(Taufik Abdullah, 1998).
Adanya intervensi dari kekuatan luar telah menunjukkan bahwa kekuatan
nasionalisme sebagai ideologi yang disepakati menjadi penting untuk membawa
bangsa menuju kemerdekaan(Hobsbawm, 1990). Dengan demikian jelas bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nasionalisme Indonesia merupakan nasionalisme yang terbentuk melalui suatu
proses perjuangan dan kesadaran. Bukan merupakan nasionalisme yang tumbuh
secara alami karena persamaan ras, suku, atau bahasa, akan tetapi nasionalisme
yang muncul karena adanya persamaan nasib dan sekaligus merupakan jawaban
atas keinginan memecah belah dan menguasai yang dilakukan oleh bangsa asing.
Pada akhirnya, konsepsi negara-bangsa mengisyaratkan perlunya
keserasian (congruency) antara “unit kultural” (bangsa) dengan “unit politik”
(negara). Inti persoalannya adalah bagaimana menemukan bangun dan jiwa
kenegaraan yang cocok dengan karakter kebangsaan (Yudi Latif, 2011: 357).
Sehingga akan mampu melahirkan sikap nasionalisme Indonesia sesuai yang
diharapkan.
Sikap nasionalisme merupakan semangat kebangsaan yang timbul sebagai
wujud penghormatan terhadap sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang
didalamnya terdapat jiwa patriotisme, ketulusan berkorban untuk kepentingan
bersama, kemerdekaan dan persatuan bangsa. Ini berarti untuk memiliki sikap
nasionalisme, warga bangsa harus memahami terlebih dahulu sejarah bangsanya.
Kurangnya pemahaman dan penghormatan terhadap sejarah akan
mempunyai kontribusi terhadap pemahaman nasionalisme yang benar, seperti
dijelaskan oleh Sartono Kartodirdjo (dalam Cecep Darmawan, 2009: 121); … it is
the lost of historical knowledge towards the history of nation, so that they do not
understand the meaning of nationalism correctly.
Sikap nasionalisme pada hakekatnya merupakan refleksi dari adanya
integrasi emosional nasional. Kochhar (2008: 471) menjelaskan; integrasi
emosional tidak menyangkut geografi, ekonomi, sosial, atau politik; ini adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
integrasi aspek intelektual yang diwujudkan melalui pendidikan sebagai tahap
pertama dan kemudian dilanjutkan dengan integrasi fungsional. Aspek intelektual
yang berfungsi dalam integrasi nasional dapat diberi nama integrasi emosional.
Bila ditinjua dari teori sikap, maka sikap nasionalisme merupakan
semangat kebangsaan yang ditunjukkan dengan; pengakuan terhadap identitas
bangsa Indonesia, seperti bendera, bahasa, lambang Negara dan lagu kebangsaan,
penerimaan terhadap prinsip kebhinekaan, penerimaan terhadap konsep Negara
Kesatuan Republik Indonesia, semangat anti kolonialisme dan imperialisme,
kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, mengamalkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
B. Penelitian yang Relevan
Sunardi (2002) dalam penelitian yang berjudul, Hubungan Sikap Terhadap
Pembauran dan Pemahaman Sejarah Nasional Indonesia dengan Sikap
Nasionalisme Siswa, Penelitian pada Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU)
Kristen se-Kota Salatiga. Meskipun ketiga variabel penelitian tidak sama persis,
akan tetapi terdapat variabel yang relevan dengan penelitian ini yaitu pemahaman
sejarah dan sikap nasionalisme. Pemahaman sejarah dalam penelitian sunardi
adalah pemahaman Sejarah Nasional Indonesia, sedangkan dalam penelitian ini
diarahkan pada pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik yang merupakan bagian
dari sejarah daerah Kalimantan Selatan. Sedangkan variabel Sikap Nasionalisme
dalam penelitian Sunardi adalah Sikap Nasionalisme Siswa Sekolah Menengah
Umum, sedangkan pada penelitian ini yang dimaksud Sikap Nasionalisme adalah
Sikap Nasionalisme Mahasiswa. Hasil penelitian Sunardi menunjukkan antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
variabel bebas dan variabel terikat mempunyai hubungan positif yang berarti, baik
antara variabel X1 dengan Y, X2 dengan Y, maupun antara variabel X1, dan X2
dengan Y.
Sunarto (2002) dalam penelitian yang berjudul, Hubungan Antara
Pemahaman Sejarah Nasional Indonesia dan Wawasan Kebangsaan dengan Sikap
Integrasi nasional (Penelitian pada Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri se-
Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah). Relevansi dengan penelitian ini
adalah, pada penelitian Sunarto dijelalaskan bagaimana sikap integrasi nasional,
yang secara substantif juga memiliki kesamaan dengan ideologi perjuangan masa
Revolusi Fisik untuk mempertahankan kemerdekaan yang dilandasi oleh
semangat integrasi nasional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sukardi (2002) dalam penelitian yang berjudul, Hubungan Antara
Pemahaman Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia dan Sikap terhadap Nilai
Sosio Budaya dengan Wawasan Kebangsaan (Penelitian pada Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas PGRI Palembang). Beberapa
variabel dalam penelitian Sukardi mempunyai kemiripan dengan penelitian ini,
yaitu variabel Pemahaman Sejarah Pergerakan nasional Indonesia dan variabel
Sikap terhadap Nilai Sosio Budaya. Perbedaannya adalah, pada penelitian Sukardi
pemahaman sejarah yang diteliti adalah pemahaman sejarah pergerakan nasional
Indonesia, sedangkan pada penelitian ini pemahaman sejarah yang diteliti adalah
pemahanam sejarah masa Revolusi Fisik. Sedangkan pada variabel kedua, pada
penelitian Sukardi diarahkan pada sikap terhadap nilai sosio budaya, sedangkan
pada penelitian ini lebih difokuskan pada persepsi terhadap keberagaman budaya.
Unsur budaya dalam penelitian Sukardi memiliki persamaan substansi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penelitian ini, akan tetapi berbeda pada objeknya. Hasil penelitian Sukardi
menunjukkan antara variabel bebas dan variabel terikat mempunyai hubungan
positif yang berarti, baik antara variabel X1 dengan Y, X2 dengan Y, maupun
antara variabel X1 dan X2 dengan Y.
C. Kerangka Berpikir
1. Hubungan Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan
dengan Sikap Nasionalisme
Pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan seperti telah
di uraikan merupakan pemahaman akan pentingnya nilai-nilai patriotisme, cinta
tanah air, dan persatuan yang akan melahirkan rasa hayat sejarah yang akan
menjadi dasar dalam upaya nation building. Oleh karena itu dari konsep tersebut
kita dapat menduga bahwa terdapat hubungan positif antara pemahaman sejarah
perjuangan masyarakat Banjar dan sikap nasionalisme.
2. Hubungan Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan
dengan Sikap Nasionalisme
Persepsi dan sikap mempunyai kesamaan mendasar, yaitu keduanya
merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkah laku. Persepsi terhadap
keberagaman budaya yang positif akan membuat seseorang memahami makna
kebhinekaan dalam kehidupan berbangsa Indonesia yang merupakan prinsip dari
nasionalisme Indonesia. Dengan dasar tersebut dapat diduga bahwa terdapat
hubungan positif antara persepsi terhadap budaya Banjar dengan sikap
nasionalisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Hubungan Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan
dan Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan dengan
Sikap Nasionalisme
Pemahaman sejarah masa revolusi fisik yang menimbulkan rasa hayat
sejarah dan merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kecintaan terhadap bangsa,
melalui pemahaman sejarah yang baik akan dipahami bahwa proses pembentukan
nasionalisme kebangsaan Indonesia merupakan proses panjang yang melibatkan
perjuangan rakyat di berbagai daerah. Disatu sisi persepsi positif terhadap
keberagaman budayaan daerah akan menimbulkan pemahaman yang baik tentang
kebhinekaan dan pada akhirnya melahirkan sikap nasionalisme Indonesia yang
dijiwai semangat kebhinekaan. Atas dasar asumsi tersebut dapat diduga bahwa
terdapat hubungan positif antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan
persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme. Secara
skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan
Selatan (X1)
[Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan (X2)
Sikap Nasionalisme (Y)
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori serta kerangka berfikir
maka terungkap jawaban sementara terhadap masalah dalam penelitian ini
dirumuskan dalam tiga hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa
revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme.
2. Ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap keberagaman
budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme.
3. Ada hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa
revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman
budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat, Waktu Penelitian dan Variabel
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
Pemilihan lokasi penelitian ini karena ketertarikan peneliti secara akademis
terhadap sejarah dan keberagaman budaya daerah, dalam hal ini sejarah
Kalimantan Selatan. Peneliti berasumsi bahwa masyarakat yang memahami akar
budaya dan sejarahnya akan lebih mampu bertahan terhadap gempuran budaya
luar dan mampu mengembangkan dirinya untuk tetap eksis dalam globalisasi
masyarakat dunia. Atas dasar itu peneliti beranggapan secara akademis mahasiswa
program studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam mempunyai kapasitas untuk hal
tersebut.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan pada semester ganjil tahun akademik
2011/2012 yakni Juli sampai dengan Desember 2011, kegiatan tersebut dimulai
dengan pengusulan judul, dilanjutkan penyusunan proposal tesis, seminar
proposal, ujian kualifikasi, penyusunan instrument, uji coba instrument,
pengambilan data, pembahasan dan analisa data hasil penelitian serta penyusunan
laporan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel
a) Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini ada 3 (tiga) variabel yaitu variabel pemahaman
sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan (X1), dan variabel persepsi
terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan(X2) sebagai variabel bebas
sedang variabel terikatnya adalah sikap nasionalisme (Y).
b) Definisi Operasional Variabel
Guna memperjelas penelitian ini maka variabel-variabel penelitian tersebut
secara operasional didefinisikan sebagai berikut :
1. Pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan adalah
kemampuan menangkap makna dari peristiwa perjuangan masyarakat daerah
dan kemudian menjadikannya sebagai upaya penyadaran diri dan masyarakat
agar mampu menjadi warga negara yang memiliki sikap nasionalisme.
Pemahaman ini ditunjukkan dengan menguasai seperangkat indikator, yaitu;
memperkirakan implikasi Proklamasi 17 Agustus 1945 terhadap perjuangan
di Kalimantan Selatan, merumuskan bentuk partisipasi rakyat Kalimantan
Selatan dalam perjuangan pada masa revolusi fisik, merumuskan bentuk-
bentuk perjuangan pada masa Revolusi Fisik, memberikan contoh tentang
kepekaan terhadap pentingnya nilai-nilai juang dalam mencapai cita-cita
bangsa, menunjukkan rasa menghargai hasil perjuangan pada masa revolusi
fisik, dan menafsirkan konsep-konsep tindakan dalam perjuangan masa
revolusi fisik tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan adalah
kesadaran akan keberadaan budaya daerah sebagai akibat dari proses
mengambil informasi tentang berbagai budaya daerah, mengorganisasikannya
berdasarkan prinsip-prinsip yang dipahami dan kemudian
menginterpretasikannya menjadi sebuah konstruk yang akan menjadi dasar
bertindak.
Indikator dari persepsi tersebut yaitu; menyadari eksistensi budaya tiap suku
bangsa sebagai bagian budaya bangsa Indonesia, kepekaan terhadap peran
budaya dalam membentuk karakter masyarakatnya, menunjukkan rasa
memiliki terhadap budaya bangsa, menafsirkan nilai-nilai positif
keberagaman budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Sikap nasionalisme adalah status mental yang menunjukkan adanya
pemahaman yang mendalam terhadap adanya suatu kriteria pengikat yang
menjadikan warga suatu masyarakat/negara merasa satu ‘nation’ dan
menunjukkan adanya semangat kebangsaan yang timbul sebagai wujud
penghormatan terhadap sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang
didalamnya terdapat jiwa patriotisme, ketulusan berkorban untuk kepentingan
bersama, kemerdekaan dan persatuan bangsa.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam kajian teori, bila ditinjua dari teori sikap,
maka sikap nasionalisme merupakan semangat kebangsaan yang ditunjukkan
dengan; pengakuan terhadap identitas bangsa Indonesia, seperti bendera,
bahasa, lambang Negara dan lagu kebangsaan, penerimaan terhadap prinsip
kebhinekaan, penerimaan terhadap konsep Negara Kesatuan Republik
Indonesia, semangat anti kolonialisme dan imperialisme, kerelaan berkorban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk kepentingan bangsa dan Negara, mengamalkan Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945.
B. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional.
Penelitian Deskriptif (descriptive research) adalah suatu metode penelitian yang
ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang
berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau (Nana Syaodih, 2008: 54).
Penelitian korelasional: Penelitian ditujukan untuk mengetahui hubungan suatu
variabel dengan variabel-variabel lain (Nana Syaodih, 2008: 56). Dikandung
maksud dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional, yaitu
suatu penelitian yang bertujuan untuk memastikan berapa besar variasi-variasi
yang disebabkan oleh satu variabel, berhubungan dengan variasi yang disebabkan
oleh variabel lain. Untuk menentukan arah hubungan antara variabel digunakan
pengukuran korelasi.
Dalam penelitian ini hipotesis yang akan diuji adalah pemahaman sejarah
masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman
budaya sebagai variabel bebas (independen/prediktor) dan sikap nasionalisme
sebagai variabel terikat atau variabel kriterium. Selanjutnya karena data-data yang
terkumpul berupa angka-angka maka analisis data yang digunakan adalah analisis
kuantitatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Menurut Sutrisno Hadi (1985: 220) populasi adalah seluruh individu yang
dimaksud untuk diselidiki, sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2002: 115)
mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Selanjutnya
menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2008: 250) bahwa populasi adalah
“Kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian”. Dalam
penelitian ini populasinya adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Unlam
Banjarmasin tahun akademik 2011/2012.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagain atau wakil populasi yang akan diteliti (Suharsimi
Arikunto, 2002: 109). Pengumpulan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa
sehingga diperoleh sampel (contoh) yang benar-benar dapat berfungsi sebagai
contoh, atau menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya, dengan istilah
lain harus representatif (Suharsimi Arikunto, 2002: 111).
Selanjutnya menurut Sugiyono (2009: 118) sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apa yang dipelajari
dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Oleh karena itu
sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).
Sampel sebagai representasi yang baik bagi populasinya sangat tergantung
pada sejauhmana karakteristik sampel itu sama dengan karakteristik populasinya.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling, sedangkan teknik
pengambilan sampel dengan cara restricted sampel yaitu sampel ditarik dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
populasi yang dikelompokkan terlebih dahulu atau sampel dengan batasan-
batasan. Dengan teknik ini sampel diambil secara multiple stage sampling yaitu
sampel ditarik dari kelompok populasi tetapi tidak semua anggota populasi
menjadi anggota, dengan prosedur proporsional probability sampel diambil.
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 290 orang, dari populasi tersebut
diambil sampel dengan tingkat kesalahan 5%, dan setelah dikonsultasikan dengan
tabel Isaac and Michael (Sugiyono, 2010:128) diperoleh jumlah sampel sebanyak
158 orang.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dijaring menggunakan test untuk mengumpulkan
data tentang pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan (X1),
dan menggunakan angket untuk mengumpulkan data tentang persepsi terhadap
keberagaman budaya (X2) sebagai variabel bebas sedangkan untuk variabel
terikat yaitu sikap nasionalisme (Y) juga digunakan angket.
Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan prosedur
yang sistematis, yaitu dengan cirri-ciri sebagai berikut; (1) item-item dalam tes
disusun menurut cara dan aturan tertentu, (2) prosedur adminstrasi dan pemberian
angka (scoring) tes harus jelas dan dispesialisasikan secara terperinci, dan (3)
setiap orang yang mengambil tes itu harus mendapat item-item yang sama dan
dalam kondisi yang sebanding.
Sedangkan angket yang digunakan merupakan suatu daftar pertanyaan
atau pernyataan tentang topic tertentu yang diberikan kepada subjek, baik secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
individual maupun kelompok untuk mendapatkan informasi tertentu seperti
preferensi, keyakinan, minat, dan perilaku.
Adapun instrument masing-masing variable dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan
Untuk mengungkap pemahaman sejarah masa revolusi fisik, digunakan tes
sebagai alat pengumpul data yaitu tes pemahaman yang berbentuk pilihan ganda
dengan lima alternative jawaban yaitu: A, B, C, D dan E. Menurut Anne Anastasi
dalam Saifuddin Azwar(2001) tes adalah alat pengukur yang mempunyai standard
yang objektif sehingga dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan
membandingkan kesadaran psikis atau tingkah laku individu. Cronbach
berpendapat bahwa tes merupakan prosedur yang sistematis untuk
membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih.
Tes pemahaman sejarah masa revolusi fisik termasuk dalam kategori
kawasan kognitif dari taksonomi Bloom, adapun tingkat kawasannya meliputi:
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pada aspek
pemahaman dapat dibedakan dalam kategori; tingkatan pertama atau tingkat
terendah adalah pemahaman terjemah, melalui terjemah dalam arti yang sebenar-
benarnya misalnya dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, atau bahasa daerah ke
bahasa Indonesia, mengartikan haram manyarah waja sampai kaputing, gawi
manuntung. Tingkatan kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan diketahui berikutnya atau
menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pokok dengan yang bukan pokok, dan tingkatan ketiga adalah pemahaman
ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik
yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas
persepsi dalam arti waktu, dimensi kasus ataupun masalahnya.
Tes disusun berdasarkan kisi-kisi:
a. memperkirakan implikasi Proklamasi 17 Agustus 1945 terhadap perjuangan
di Kalimantan Selatan
b. merumuskan bentuk partisipasi rakyat Kalimantan Selatan dalam perjuangan
masa Revolusi Fisik
c. merumuskan bentuk-bentuk perjuangan pada masa Revolusi Fisik
d. memberikan contoh tentang kepekaan terhadap pentingnya nilai-nilai juang
dalam mencapai cita-cita bangsa
e. menunjukkan rasa menghargai hasil perjuangan pada masa revolusi fisik
f. menafsirkan konsep-konsep tindakan dalam perjuangan masa revolusi fisik di
Kalimantan Selatan
Dari responden diharapkan memiliki satu jawaban yang dianggap paling
tepat diantara alternatif jawaban yang tersedia pada item. Setiap jawaban yang
tepat dari tes memperoleh skor 1, dan yang salah memperoleh skor 0.
2. Persepsi Terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan dan
Sikap Nasionalisme
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui persepsi terhadap
keberagaman budaya dan sikap nasionalisme adalah angket atau kuesioner tipe
pilihan. Bentuk pilihan dengan menggunakan skala Likert, subjek didik tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hanya memilih pernyataan-pernyataan yang bersifat positif saja, tetapi juga
memilih pernyataan-pernyataan yang bersifat negative sesuai hati nurani(Zainal
Arifin, 1991).
Sugiyono (2010) menjelaskan bahwa skala Likert cocok digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena social ini telah ditetapkan secara
spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
selanjutnya dengan skala Likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan
menjadi indicator variabel. Kemudian indicator tersebut dijadikan sebagai titik
tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pernyataan atau
pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa
kata kata; sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju. Untuk
penskoran digunakan rentang nilai dari 5, 4, 3, 2, 1(Sugiyono, 2010).
Model pengembangan nilai dalam persepsi terhadap keberagaman budaya
dan sikap nasionalisme berdasarkan klasifikasi (taksonomi) wilayah menurut
Krathwohl, Bloom dan Masia(1980) yang membedakan dalam tiga wilayah yang
satu sama lainnya saling melengkapi, yaitu; 1) wilayah kognitif menekankan pada
ingatan dan reproduksi mengenai apa yang telah dipelajari. Pada wilayah ini
intelektual mahasiswa diharapkan dapat memahami dan mengerti nilai-nilai
kebangsaan yang bersumber pada sejarah dan budaya, dengan demikian
mahasiswa mampu membedakan konsekuensi yang diterima apabila menerima
atau menolak suatu nilai tertentu, 2) wilayah afektif yang menekankan pada
perasaan, emosi, tingkat kepekaan yang tinggi terhadap nilai-nilai yang ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
disekitarnya sehingga nilai-nilai yang sudah dipahami itu pada akhirnya dapat
digunakan, 3) wilayah psikomotor yang menekankan pada kemampuan motorik,
dimana nilai-nilai setelah dipahami dan dihayati, selanjutnya diamalkan dalam
kehidupan praktis.
Sebagai acuan dalam menyusun instrument pengumpulan data, maka
dibuat kisi-kisi berdasarkan indicator dari variabel-variabel tersebut, yaitu sebagai
berikut:
a. Persepsi Terhadap Keberagaman Budaya
Alat ukur persepsi terhadap keberagaman budaya disusun atas dasar
bangun teori, menghargai nilai-nilai budaya daerah sebagai bagian dari budaya
bangsa Indonesia, adapun kisi-kisi dari persepsi terhadap keberagaman budaya
meliputi;
1) menyadari eksistensi budaya tiap suku bangsa sebagai bagian budaya bangsa
Indonesia
2) kepekaan terhadap peran budaya dalam membentuk karakter masyarakatnya
3) menunjukkan rasa memiliki terhadap budaya bangsa
4) menafsirkan nilai-nilai positif keberagaman budaya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
b. Sikap Nasionalisme
Adapun alat ukur untuk instrument sikap nasionalisme berdasarkan kisi-
kisi;
1) pengakuan terhadap identitas bangsa Indonesia, seperti bendera, bahasa,
lambang Negara dan lagu kebangsaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) penerimaan terhadap prinsip kebhinekaan
3) penerimaan terhadap konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia
4) semangat anti kolonialisme dan imperialisme
5) kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara
6) mengamalkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
E. Uji Coba Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan diujicobakan terlebih dahulu, dengan
tujuan untuk menganalisa alat ukur agar instrumen tersebut valid dan reliabel.
Demikian diharapkan alat ukur tersebut akan mampu mengukur apa yang
semestinya diukur.
1. Tes Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan
a. Uji indek tingkat kesukaran butir soal tes, agar obyektifitas tes diperoleh
apabila pelaksanaan tes tersandar dari unsur-unsur subyektif. Uji tingkat
kesukaran butir soal dilakukan dengan menggunakan software Anates v.4
for Windows. Hasil uji coba menghitung tingkat kesukaran dengan
menggunakan Anates v.4 diperoleh, dari 50 soal yang di uji terdapat 0
soal dengan kategori sangat mudah, 4 soal dengan kategori mudah, 31
soal dengan kategori sedang, 10 soal dengan kategori sukar dan 5 soal
dengan kategori sangat sukar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 13.a. halaman 123.
b. Menentukan Indeks Daya Beda/Diskriminasi
Menentukan Indek Daya Beda dengan software Anates v.4 for Windows.
Bagi soal yang memiliki indeks beda sebesar 0,2 sudah dianggap butir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang memiliki daya beda yang cukup (Crocker & Algina dalam
Saifuddin Azwar, 2011:148). Hasil uji menghitung indek daya beda dari
50 soal terdapat 4 soal yang tidak memiliki indeks daya beda atau daya
beda < 0,2 atau 20%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
13.b. halaman 125.
c. Uji validitas butir soal tes Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di
Kalimantan Selatan
Uji validitas instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah
butir soal yang disusun telah memenuhi persyaratan penelitian. Uji
validitas butir soal dengan rumus koefisien korelasi Pearson dilakukan
dengan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil uji coba
menghitung validitas soal dari 50 soal, terdapat 34 soal yang dinyatakan
valid dan telah mewakili tiap indikator sehingga dapat digunakan dalam
pengambilan data penelitian setalah memenuhi reliabilitas tes, sedangkan
16 soal yang dinyatakan tidak valid harus dibuang. Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran 13.d. halaman 129.
d. Uji reliabilitas tes Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di
Kalimantan Selatan
Untuk menguji reliabilitas instrumen penelitian dalam hal ini soal tes
pemahaman sejarah masa revolusi fisik, menggunakan rumus Cronbach’s
Alpha dengan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil uji
reliabilitas tes dari butir yang dinyatakan valid adalah 0,874, hasil
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.e. halaman 133.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Angket Persepsi terhadap Keberagaman Budaya dan Sikap
Nasionalisme
a. Uji Validitas Angket
Uji validitas instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui
apakah item yang telah disusun telah memenuhi persyaratan penelitian.
Uji validitas angket persepsi terhadap keberagaman budaya dan sikap
nasionalisme dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi Pearson
dalam program SPSS 17.0 for Windows.
Berdasarkan uji coba instrumen dengan menggunakan responden
30 orang maka untuk mengetahui tingkat validitas itemnya digunakan
Pearson Correlation dengan SPSS 17 diperoleh hasil uji coba menghitung
validitas angket dari 50 item untuk variable X2 dan Y, yaitu; variabel X2
terdapat 38 item yang dinyatakan valid dan mewakili tiap indikator,
sedangkan untuk variabel Y terdapat 37 item yang dinyatakan valid dan
mewakili tiap indikator. Dari hasil uji coba tersebut item yang dinyatakan
valid dari variabel X2 dan Y dapat langsung digunakan untuk
pengambilan data setelah memenuhi syarat reliabilitas tes. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 14.a. halaman 135 dan
lampiran 15.a. halaman 141.
b. Uji Reliabilitas Angket
Uji reliabilitas instrumen penelitian ini untuk mengetahui apakah
alat ukur itu mantap / ajek dalam pengertian bahwa alat ukur tersebut
stabil, dapat diandalkan dan dapat diramalkan, karena penggunaan alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ukur tersebut berkali-kali akan memberikan hasil yang serupa
(Muhammad Nasir, 1998: 161).
Uji reliabilitas angket persepsi terhadap keberagaman budaya dan
sikap nasionalisme Alpha Cornbach, dengan menggunakan program
SPSS 17.0 for Windows. Hasil uji reliabilitas dari item yang dinyatakan
valid adalah; untuk variabel X2 diperoleh skor 0,897 dan untuk variabel
Y diperoleh skor 0,908. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
14.b. halaman 139 dan lampiran 15.b. halaman 145.
F. Teknik Analisis Data
Dengan menggunakan teknik analisis korelasi product moment dan regresi
linier ganda.
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Untuk menganalisis data dilakukan uji prasyarat mengenai
varians populasi terlebih dahulu. Untuk uji persyaratan digunakan
mengetahui normalitas dan homogenitas varian populasi agar analisis
varian (Anova) dapat digunakan. Uji kenormalan sampel digunakan
dengan teknik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada taraf
signifikan a = 0,05. Selain itu juga digunakan pendekatan grafis melalui
normality plot. Prosedur uji dilakukan dengan SPSS 17.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Uji linearitas
Untuk menguji linieritas hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat digunakan prosedur linear regression. Melalui prosedur
ini akan diketahui linearitas variabel X1 dengan Y dan X2 dengan Y.
Prosedur uji dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.
c. Uji Independensi
Uji independensi digunakan untuk menguji apakah dua variabel
bebas saling independen atau nilai korelasi relatif tidak cukup besar. Uji
ini juga disebut otokorelasi, prosedur yang digunakan adalah tes Durbin-
Watson dengan ketentuan skor Durbin-Watsonhitung >1 dan <3. Prosedur
uji dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.
2. Pengujian Hipotesis
a. Menentukan persamaan regresi linear ganda dengan menggunakan
rumus:
Y = b0 + b1x1 + b2x2
(Budiyono, 2004: 279)
b. Menghitung besarnya kontribusi hubungan dengan analisis korelasi
sederhana antara X dengan Y.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Hipotesis pertama
Ada hubungan positif yang signifikan antara pemahaman
sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap
nasionalisme. Koefisien korelasi X1 dengan Y dengan rumus:
rx1y = ( )( ){ ( ) } { ( ) }
Apabila dari hasil penelitian antara rx1y > rtabel maka dapat
dikatakan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara X1
dengan Y.
2) Hipotesis kedua
Ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi
terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme. Koefisien
korelasi X2 dengan Y dengan rumus:
rx2y = ( )( ){ ( ) } { ( ) }
Apabila dari hasil penelitian antara rx2y > rtabel maka dapat
dikatakan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara X2
dengan Y.
3) Hipotesis ketiga
Ada hubungan positif yang signifikan antara pemahaman
sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi
terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menghitung besarnya kontribusi hubungan dengan
mengkorelasikan antara X1 dan X2 dengan Y menggunakan uji
regresi ganda menggunakan SPSS 17.
3. Sumbangan Prediktor
Untuk mengetahui sumbangan predictor perlu dihitung besarnya
Sumbangan Efektif (SE%) dan Relatif (SR%) setiap Variabel Bebas.
Jumlah sumbangan efektif untuk semua variabel sama dengan koefisien
determinasi, sedangkan jumlah sumbangan relative untuk semua variabel
bebasnya sama dengan 1 atau 100%, (Budiono, 2004: 293).
a. Sumbangan Efektif tiap variable bebas, dihitung dengan rumus:
Variabel pemahaman sejarah masa revolusi fisik.
SE (X1 x1 × rxy1× 100%
Variabel persepsi terhadap keberagaman budaya
SE (X2 x2 × rxy2× 100%
b. Sumbangan Relatif tiap variable bebas, dihitung dengan rumus:
Variabel pemahaman sejarah masa revolusi fisik.
SR (X1)% = %100)%(
2R
XSE
Variabel persepsi terhadap keberagaman budaya
SR (X2)% = %100)%(
2RXSE
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari jawaban mahasiswa Program
Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lambung Mangkurat. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya
bahwa data diperoleh melalui tiga instrumen yang mewakili tiga variabel dalam
penelitian, yaitu tes untuk variabel pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di
Kalimantan Selatan, angket untuk variabel persepsi terhadap keberagaman budaya
di Kalimantan Selatan dan angket untuk variabel sikap Nasionalisme Mahasiswa.
Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam pengambilan data penelitian telah
memenuhi syarat instrumen yang baik sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan uji korelasi dan linier
ganda setelah dipenuhi uji prasarat yang terdiri dari uji normalitas, uji lenieritas
dan uji independensi. Pada pembahasan berikut ini akan disajikan deskripsi data
berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian. Deskripsi data yang disajikan
adalah meliputi harga rata-rata (mean), median, modus, simpangan baku (standar
deviasi), dan histogram dari semua variabel penelitian.
1. Data Skor Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan
Selatan
Berdasarkan hasil analisis data disiplin belajar yang diperoleh dari
penyebaran angket dengan 34 item butir soal yang diberikan kepada sampel
sejumlah 158 mahasiswa. Diperoleh skor tertinggi 34 dan skor terendah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dimiliki oleh siswa 1. Dari skor tertinggi dan terendah diperoleh panjang interval
dan banyaknya kelas untuk menghitung harga mean, median dan modus dengan
bantuan Microsoft Excel 2007. Berdasarkan hasil perhitungan deskripsi data
disiplin belajar diperoleh hasil harga mean sebesar 16,77; median sebesar 17,00;
modus sebesar 17,00 dan standart deviasi sebesar 7,21.
Harga mean, median dan modus masing-masing besaran memiliki nilai
yang hampir sama, kedekatan harga mean, median dan modus dapat diartikan
sebaran data dari angket disiplin belajar berbentuk distribusi normal. Hasil
selengkapnya diskripsi data pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di
Kalimantan Selatan dapat dilihat pada lampiran 20. halaman 166.
Distribusi frekuensi hasil perhitungan skor pemahaman sejarah disajikan
pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Sejarah
Kelas Interval f f(%) Kumulatif
f f(%)
1 - 4 9 5.70% 9 5.70%
5 - 8 15 9.49% 24 15.19%
9 - 12 20 12.66% 44 27.85%
13 - 16 30 18.99% 74 46.84%
17 - 20 35 22.15% 109 68.99%
21 - 24 23 14.56% 132 83.54%
25 - 28 14 8.86% 146 92.41%
29 - 32 9 5.70% 155 98.10%
33 - 36 3 1.90% 158 100.00%
Jumlah 158 100.00%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan data dari tabel frekuensi skor pemahaman sejarah di atas,
dapat divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi sebagai berikut :
Gambar 2. Grafik Histogram variabel X1
2. Data Skor Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan
Selatan
Berdasarkan hasil analisis data persepsi terhadap keberagaman budaya di
Kalimantan Selatan yang diperoleh dari penyebaran angket dengan 38 item butir
pernyataan yang diberikan kepada sampel sejumlah 158 mahasiswa. Diperoleh
skor tertinggi 159 dan skor terendah yang dimiliki oleh mahasiswa 106. Dari skor
tertinggi dan terendah diperoleh panjang interval dan banyaknya kelas untuk
menghitung harga mean, median dan modus dengan bantuan microsoft excel
2007. Berdasarkan hasil perhitungan deskripsi data minat belajar diperoleh hasil
harga mean sebesar 129,49; median sebesar 130,00; modus sebesar 130,00 dan
standart deviasi sebesar 11,623.
Harga mean, median dan modus masing-masing besaran memiliki nilai
yang hampir sama, kedekatan harga mean, median dan modus dapat diartikan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
1 - 4 5 - 8 9 - 12 13 - 16 17 - 20 21 - 24 25 - 28 29 - 32 33 - 36
f
Kelas Interval
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebaran data dari angket minat belajar berbentuk distribusi normal. Hasil
selengkapnya diskripsi data persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan
Selatan dapat dilihat pada lampiran 20 halaman 166.
Distribusi frekuensi hasil perhitungan angket persepsi terhadap
keberagaman budaya di Kalimantan Selatan disajikan pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Persepsi terhadap Keberagaman Budaya
Kelas Interval F f(%) Kumulatif
f f(%)
106-111 12 7.59% 12 7.59%
112-117 15 9.49% 27 17.09%
118-123 19 12.03% 46 29.11%
124-129 26 16.46% 72 45.57%
130-135 33 20.89% 105 66.46%
136-141 25 15.82% 130 82.28%
142-147 15 9.49% 145 91.77%
148-153 9 5.70% 154 97.47%
154-159 4 2.53% 158 100.00%
Jumlah 158 100.00%
Berdasarkan data dari tabel frekuensi skor persepsi terhadap keberagaman
budaya di Kalimantan Selatan di atas, dapat divisualisasikan dalam gambar
histogram frekuensi sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 3. Grafik Histogram Variabel X2
3. Data Skor Sikap Nasionalisme Mahasiswa
Berdasarkan hasil analisis data sikap Nasionalisme Mahasiswa yang
diperoleh dari penyebaran angket dengan 37 item butir pernyataan sikap yang
diberikan kepada sampel sejumlah 158 mahasiswa. Diperoleh skor tertinggi 134
dan skor terendah yang dimiliki oleh mahasiswa 90. Dari skor tertinggi dan
terendah diperoleh panjang interval dan banyaknya kelas untuk menghitung harga
mean, median dan modus dengan bantuan microsoft excel 2007. Berdasarkan
hasil perhitungan deskripsi data minat belajar diperoleh hasil harga mean sebesar
109,16; median sebesar 109,50; modus sebesar 110,00 dan standart deviasi
sebesar 8,670.
Harga mean, median dan modus masing-masing besaran memiliki nilai
yang hampir sama, kedekatan harga mean, median dan modus dapat diartikan
sebaran data dari angket minat belajar berbentuk distribusi normal. Hasil
0
5
10
15
20
25
30
35
106-111 112-117 118-123 124-129 130-135 136-141 142-147 148-153 154-159
f
Kelas Interval
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
selengkapnya diskripsi data sikap Nasionalisme Mahasiswa dapat dilihat pada
lampiran 20 halaman 166.
Distribusi frekuensi hasil perhitungan angket sikap Nasionalisme
Mahasiswa disajikan pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sikap Nasionalisme Mahasiswa
Kelas Interval f f(%) Kumulatif
f f(%)
90-94 6 3.80% 6 3.80%
95-99 15 9.49% 21 13.29%
100-104 28 17.72% 49 31.01%
105-109 30 18.99% 79 50.00%
110-114 35 22.15% 114 72.15%
115-119 26 16.46% 140 88.61%
120-124 11 6.96% 151 95.57%
125-129 4 2.53% 155 98.10%
130-134 3 1.90% 158 100.00%
Jumlah 158 100.00%
Berdasarkan data dari tabel frekuensi skor sikap Nasionalisme Mahasiswa
di atas, dapat divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4. Grafik Histogram Variabel Y
B. Pengujian Prasarat Analisis
Data penelitian sebelum dianalisis dengan menggunakan analisis regresi
dan korelasi terlebih dahulu dilakukan uji prasarat analisis untuk dapat
mengetahui apakah data tersebut dapat diteruskan untuk menguji hipotesis
penelitian.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Goodness of
Fit untuk mengetahui apakah distribusi nilai dalam sampel sesuai dengan
distribusi teoritis normalitas data. Taraf probabilitas/signifikansi yang
dipersyaratkan untuk menentukan nilai normalitas adalah lebih besar dari 0,05.
Hasil uji dengan metode ini diperoleh angka; 0,326 untuk variabel
pemahaman sejarah, 0,253 untuk variabel persepsi terhadap budaya, dan 0,186
untuk variabel sikap nasionalisme, dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa
0
5
10
15
20
25
30
35
40
90-94 95-99 100-104 105-109 110-114 115-119 120-124 125-129 130-134
f
Kelas Interval
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nilai Asymp. Sig. Hitung lebih besar dari 0,05 atau X1: 0,326 > 0,05; X2: 0,253 >
0,05; dan Y: 0,186 > 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data dalam
sampel berdistribusi normal, hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 21.
Untuk memperkuat asumsi normalitas dalam pengujian ini juga digunakan
Normality Plot dimana normalitas ditunjukkan dengan data menempel pada garis
meskipun ada beberapa data yang berposisi sebagai outlier, yaitu titik data yang
terlepas tapi masih dalam posisi yang wajar dari garis dengan arah positif
(lampiran 21 halaman 167).
2. Uji Linearitas
Uji linearitas diperlukan untuk mendeteksi apakah terdapat hubungan yang
linear antara variabel X dan Y. Uji linearitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan prosedur Linear Regression(lampiran 22 halaman 168).
Hasil uji linieritas antara variabel Pemahaman Sejarah (X1) dengan Sikap
Nasionalisme (Y) memperlihatkan bahwa nilai linieritas yang sangat kuat sebesar
0,984. Dengan kata lain variabel X1 dengan Y adalah linier. Sedangkan hasil uji
linieritas antara variabel Persepsi terhadap Keberagaman Budaya (X2) dengan
Sikap Nasionalisme (Y) juga memperlihatkan bahwa nilai linieritas sangat kuat
sebesar 0,981. Dengan kata lain variabel X1 dengan Y adalah linier. Kesimpulan
uji ini menunjukkan bahwa model hubungan X dengan Y dalam penelitian ini
adalah linear.
3. Uji Independensi
Uji independensi digunakan untuk mengetahui apakah diantara variabel
bebas saling independen, dalam artian antara variabel bebas tidak saling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berkorelasi cukup tinggi. Syarat ini juga disebut syarat tidak adanya otokorelasi,
uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Durbin-Watson (lampiran 23
halaman 170).
Nilai Durbin-Watson yang diperoleh dalam uji ini adalah 1,819. Terjadi
otokorelasi jika angka Durbin-Watson sebesar < 1 dan > 3. Karena hasil
perhitungan adalah 1,819 > 1 dan < 3 maka dengan demikian tidak terjadi
otokorelasi atau variabel bebas saling independen.
C. Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis penelitian ini dengan menggunakan analisis
korelasi dan regresi ganda diuraikan sebagai berikut:
1. Hubungan antara pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di Kalimantan
Selatan dengan sikap Nasionalisme
Untuk menguji hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara
pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap
nasionalisme digunakan analisis korelasi. Berdasarkan hasil perhitungan analisis
korelasi (lampiran 24), diperoleh nilai rhitung = 0,984 (bernilai positif).
Hasil perhitungan ini dikonsultasikan dengan rtabel dengan taraf
signifikansi 5% dengan derajat kebebasan N=158 diperoleh rtabel = 0,159. Jadi
kesimpulannya rhitung = 0,984 > rtabel = 0,159, sehingga hipotesis yang menyatakan
ada hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi
fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme dapat diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Hubungan antara persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan
Selatan dengan sikap Nasionalisme
Untuk menguji hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara
persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap
nasionalisme digunakan analisis korelasi. Berdasarkan hasil perhitungan analisis
korelasi (lampiran 25), diperoleh nilai rhitung = 0,981 (bernilai positif).
Hasil perhitungan ini dikonsultasikan dengan rtabel dengan taraf
signifikansi 5% dengan derajat kebebasan N=158 diperoleh rtabel = 0,159. Jadi
kesimpulannya rhitung = 0,981 > rtabel = 0,159, sehingga hipotesis yang menyatakan
ada hubungan positif yang signiifikan antara persepsi terhadap keberagaman
budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme dapat diterima.
3. Hubungan antara pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di Kalimantan
Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan
Selatan secara bersama-sama dengan sikap Nasionalisme
Untuk menguji hipotesis yang menyatakan ada hubungan yang signifikan
antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi
terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme
digunakan analisis regresi ganda.
Berdasarkan hasil pengolahan regresi dengan SPSS versi 17, di peroleh
rangkuman analisis varian sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4. Rangkuman Analisis Varian
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 11458.745 2 5729.372 2594.371 .000a
Residual 342.300 155 2.208
Total 11801.044 157
a. Predictors: (Constant), Persepsi terhadap Keberagaman Bud., Pemahaman Sejarah
b. Dependent Variable: Sikap Nasionalisme
Berdasarkan rangkuman analisis varian diatas model regresi antara
variabel pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan persepsi terhadap
keberagaman budaya terhadap sikap nasionalisme merupakan hubungan yang
sangat nyata.
Statemen ini dilihat dari tabel uji F diatas, dimana diperoleh nilai Fhitung =
2594,371. Kemudian nilai Fhitung di konsultasikan dengan Ftabel dengan derajat
kebebasan 1 = 2 dan derajat kebebasan 2 = 155 diperoleh Ftabel = 3,054. Sehingga
disimpulkan Fhitung > Ftabel, yang berarti hipotesis yang menyatakan ada hubungan
positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan
persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme diterima.
Secara bersama-sama pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan persepsi
terhadap keberagaman budaya berpengaruh terhadap sikap nasionalisme sebesar
0,985. Harga ini diperoleh dari hasil pengolahan SPSS versi 17 pada lampiran 26
pada bagian model summary sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 5. Sumbangan regresi pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .985a .971 .971 1.486 1.819
a. Predictors: (Constant), Persepsi terhadap Keberagaman Bud., Pemahaman Sejarah
b. Dependent Variable: Sikap Nasionalisme
Maksud dari angka ini adalah sikap nasionalisme akan meningkat sebesar
0,985 apabila setiap mahasiswa memiliki pemahaman terhadap sejarah perjuangan
masa revolusi fisik dan persepsi terhadap keberagaman budaya.
Bentuk persamaan regresi yang terbentuk dapat dilihat pada bagian
coefficients pada lampiran 26, yang berupa rangkuman analisis koefisien regresi,
sebagai berikut:
Tabel 6. Rangkuman analisis koefisien regresi ganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 65.043 7.830 8.306 .000
Pemahaman Sejarah .806 .123 .670 6.566 .000
Persepsi terhadap
Keberagaman Bud.
.236 .076 .317 3.103 .002
a. Dependent Variable: Sikap Nasionalisme
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari rangkuman analisis koefisien dapat digambarkan dengan persamaan
sebagai berikut:
Y = 65,043 + 0,806X1 + 0,236X2
Interpretasi dari persamaan ini adalah sebagai berikut:
b0 = 65,043 artinya sikap nasionalisme akan turun sebesar 65,043 jika
variabel pemahaman sejarah dan persepsi terhadap keberagaman
budaya 0
b1 = 0,806 artinya sikap nasionalisme akan meningkat 0,806 satuan sikap
jika variabel pemahaman sejarah meningkat 1 satuan hasil
belajar dengan asumsi persepsi terhadap keberagaman budaya
bernilai 0
b2 = 0,236 artinya sikap nasionalisme akan meningkat 0,236 satuan sikap
jika variabel persepsi terhadap keberagaman budaya meningkat
1 satuan persepsi dengan asumsi pemahaman sejarah bernilai 0
Selanjutnya untuk mengetahui sumbangan (kontribusi) tiap variabel bebas
dapat diketahui melalui besaran sumbangan relatif dan sumbangan efektif tiap
variabel (X1, X2) sebagai berikut:
1) Sumbangan Relatif (SR)
Untuk mengetahui persentase tiap variabel secara bersama-sama dalam
memberikan nilai regresi dapat diketahui dari perhitungan sumbangan relatif
(lampiran 27 halaman 178) sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a) Untuk variabel pemahaman sejarah (X1) = 68,016%
b) Untuk variabel persepsi terhadap keberagaman budaya (X2) = 31,984%
Angka tersebut dapat diinterpretasikan bahwa dalam memberikan nilai regresi
secara bersama-sama variabel X1 mencapai 68,016% sedangkan variabel X2 hanya
31,984%.
2) Sumbangan Efektif (SE)
Untuk mengetahui efektifitas tiap variabel bebas dalam pembentukan
regresi linear diketahui melalui perhitungan sumbangan efektif (lampiran 27
halaman 178) sebagai berikut:
a) Untuk variabel pemahaman sejarah (X1) = 66,023%
b) Untuk variabel persepsi terhadap keberagaman budaya (X2) = 31,047%
Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel X1 mempunyai peran sebesar
66,023% dalam pembentukan regresi linear dan variabel X2 mempunyai peran
sebesar 31,047% dalam pembentukan regresi linear. Sedangkan sisanya sebesar
2,93% merupakan variabel lain di luar kedua variabel yang ikut mempengaruhi
pembentukan regresi linear.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil uji hipotesis dan analisis data yang telah dilakukan
maka dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut:
1. Hubungan antara pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di Kalimantan
Selatan dengan sikap Nasionalisme
Hasil uji hipotesis di atas ditemukan adanya hubungan yang positif antara
variabel pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sikap nasionalisme mahasiswa. Berdasarkan kajian teori dapat diketahui bahwa
sejarah pada masa revolusi fisik pada hakekatnya merupakan sejarah perjuangan
yang di dalamnya terdapat semangat integrasi, patriotisme, dan kerelaan
berkorbaan yang merupakan unsur nasionalisme setiap warga negara Indonesia.
Memahami sejarah perjuangan tersebut berarti memahami bagaimana
nasionalisme Indonesia dipertahankan dan secara tidak langsung juga merupakan
proses internalisasi dalam proses integrasi emosional yang juga menjadi ciri
perjuangan pada masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan. Integrasi emosional
menurut Kochhar (2008: 471) tidak menyangkut geografi, ekonomi, sosial, atau
politik; ini adalah integrasi aspek intelektual yang diwujudkan melalui pendidikan
sebagai tahap pertama dan kemudian dilanjutkan dengan integrasi fungsional.
Integrasi nasional tidak bertujuan menyeragamkan pikiran dan tindakan, namun memberikan kesadaran baru bahwa ada kesamaan di antara perbedaan-perbedaan. Ini adalah perpaduan perasaan yang harmonis dan sehat. Emosi dapat berpusat di sekitar objek, orang, keluarga, atau kelompok. Apabila emosi ini dibangun di sekeliling bangsa sebagai pusatnya, hasilnya adalah integrasi emosional secara nasional. Integrasi emosional ini terwujud dalam kecintaan terhadap negara, perasaan gembira atas kesejahteraan yang diperoleh, serta perasaan marah ketika bahaya mengancam[negara]nya (Kochhar, 2008: 472).
Pendidikan merupakan proses internalisasi nilai termasuk nilai
nasionalisme, maka pemahaman merupakan salah satu aspek penting dari proses
internalisasi nilai nasionalisme tersebut. Pemahaman sejarah dalam hal ini sejarah
perjuangan bangsa merupakan proses penanaman nasionalisme melaui penyadaran
terhadap realita sejarah yang membentuk identitas kebangsaan.
Jika seseorang sudah mampu mencapai tingkat kesadaran kritis terhadap relitas, orang itupun mulai masuk ke dalam proses pengertian dan bukan proses menghapal semata-mata. Orang yang mengerti bukanlah orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang menghafal, karena ia menyatakan diri atau sesuatu berdasarkan sesuatu “sistem kesadaran”, sedangkan orang yang menghafal hanya menyatakan diri atau sesuatu secara mekanis tanpa (perlu) sadar apa yang dikatakannya (Freire, 2007: xviii).
Hal tersebut menjelaskan mengapa dalam uji hipotesis didapat nilai
kontribusi yang tinggi kesadaran sejarah terhadap sikap nasionalisme. Mereka
yang memiliki pemahaman tinggi tentang sejarah perjuangan akan cenderung
menyatakan sikap berdasarkan sistem kesadaran yang telah terbangun dalam
proses memahami, sehingga apabila terdapat perbedaan yang signifikan pada
aspek pemahaman sejarah maka secara otomatis akan memberikan kontribusi
yang nyata terhadap sikap nasionalisme.
Faktor selanjutnya yang penting menjadi penjelasan mengapa pemahaman
sejarah perjuangan masa revolusi fisik memberi kontribusi terhadap sikap
nasionalisme adalah kuatnya semangat patriotisme dalam narasi sejarah
perjuangan. Ungkapan “para nasionalis bersifat patriotik” (Kohn dalam O’neil,
2008: 211) menunjukkan bahwa apabila semangat patriotisme ini dapat
ditularkan, dalam hal ini melalui narasi sejarah perjuangan bangsa maka menjadi
suatu keniscayaan untuk memupuk sikap nasionalisme dalam diri individu yang
memiliki pemahaman sejarah perjuangan.
Nasionalisme menandakan sikap kebangsaan yang positif, yakni
mempertahankan kemerdekaan dan harga diri bangsa dan sekaligus menghormati
bangsa lain (Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2011: 199-200). Nilai sikap ini
dapat kita lihat pada sejarah perjuangan bangsa, terlebih sejarah masa revolusi
fisik dimana bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diproklamasikan. Keterkaitan substantif inilah yang menjadi faktor penting
mengapa pemahaman sejarah masa revolusi fisik mampu memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap sikap nasionalisme.
Apabila tinjauan psikologis digunakan untuk melihat hubungan
pemahaman sejarah masa revolusi fisik dengan sikap nasionalisme mahasiswa
dapat digunakan pendekatan korespondensi atau adanya saling keterkaitan.
Sejarah masa revolusi fisik sangat jelas sekali menampilkan satu sisi nasionalisme
heroik, aspek inilah yang sangat mudah untuk dipahami maknanya oleh genarasi
yang tidak mengalami perjuangan pada masa revolusi fisik tersebut. Terlebih
apabila aspek heroik ini diperkuat diperkuat dengan aspek intelektual maka
konstruksi nasionalisme dalam diri mahasiswa akan sangat kuat.
Fakta sejarah menjelaskan bahwa ‘nasionalisme murni Indonesia mungkin
lahir di antara kelompok mahasiswa Indonesia baik yang ada di negeri Belanda
maupun yang ada di Indonesia pada tahun 20-an’ (Kansil dan Christine S.T.
Kansil, 2011: 200). Hal tersebut menunjukkan bahwa nasionalisme yang lahir di
kalangan mahasiswa tersebut merupakan nasionalisme intelektual, nasionalisme
yang dilandasi oleh sebuah sintesa pemikiran bahwa menjadi bangsa yang
bermartabat berarti menjadi bangsa yang terlepas dari tirani bangsa lain.
Nasionalisme model inilah yang mengalami pemaknaan kembali dalam proses
pemahaman sejarah perjuangan pada masa revolusi fisik.
Pemaknaan kembali nasionalisme melalui pemahaman sejarah perjuangan
masa revolusi fisik inilah yang dimaksud Freire (2007: 26), ‘menurutnya sejarah
itu bersifat dialektis kerena digunakan untuk membedakan antara kondisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sekarang yang given dan yang masih menyisakan kemungkinan untuk
emansipasi’. Kondisi yang given tersebut dalam kajian ini adalah kenyataan
sejarah bahwa perjuangan masa revolusi fisik adalah upaya mempertahankan
nasionalisme, sedangkan upaya pemahaman sejarah yang pada akhirnya akan
membawa pada pemaknaan kembali nasionalisme kebangsaan adalah kondisi
aktual sikap kebangsaan.
Dapat disimpulkan kemudian bahwa pemahaman sejarah masa revolusi
fisik merupakan upaya penyadaran dan pemaknaan kembali nilai-nilai sejarah
yang akan memberi kontribusi signifikan terhadap sikap nasionalisme. Variabel
pemahaman sejarah dengan demikian mempunyai kedudukan penting dalam
pembinaan sikap nasionalisme.
2. Hubungan antara persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan
Selatan dengan sikap Nasionalisme
Berdasarkan hasil uji hipotesis diketahui bahwa terdapat hubungan positif
yang signifikan antara variabel persepsi terhadap keberagaman budaya di
Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme. Jika ditelusuri kembali pada
kajian teori dapat diketahui bahwa nasionalisme Indonesia pada dasarnya
merupakan nasionalisme yang dibangun di atas keberagaman, dengan kata lain
semangat nasionalisme yang tumbuh merupakan sebuah sikap yang didasari pada
kesediaan untuk menerima berbagai keberagaman budaya yang ada di Indonesia.
Kesediaan menerima berbagai keberagaman budaya merupakan langkah
awal untuk membangun persepsi positif terhadap keberagaman budaya sebagai
kekayaan bangsa yang pada akhirnya akan melahirkan kesadaran kolektif. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
demikian untuk mencapai kesadaran kolektif tersebut seseorang harus menerima
sekumpulan nilai yang akan menjadi dasar kesadarannya.
Tiap budaya punya kesadaran kolektif – atas sebuah ‘semangat
nasional’(O’neil, 2008:207). Pada saat individu sebagai anggota masyarakat telah
mempunyai kesadaran kolektif atas sebuah semangat nasional maka pada
dasarnya individu tersebut juga telah memiliki sikap nasionalisme, hal tersebut
karena sikap nasionalisme pada hakekatnya juga merupakan wujud kesadaran
kolektif atas dimilikinya cita-cita dan identitas bersama sebagai sebuah bangsa.
Menjadi jelas kemudian, mengapa persepsi terhadap keberagaman budaya dapat
memberikan kontribusi terhadap sikap nasionalisme.
Merupakan kenyataan yang sulit diingkari, bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari sejumlah besar kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain, sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat “multikultural”. Tetapi pada pihak lain, realitas “multikultural” tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekontruksi kembali “kebudayaan nasional Indonesia” yang dapat menjadi integrating force yang mengikat seluruh keberagaman etnis dan budaya tersebut (Azyumardi Azra, 2011: 20).
Kondisi tersebut membutuhkan sebuah strategi pencapaian yang secara
normatif sesuai dengan prinsip kebhinekaan dan secara ideologis mampu
memperkuat persatuan bangsa. Pada kondisi inilah persepsi positif terhadap
keberagaman budaya mejadi faktor penting dalam menanamkan sikap
nasionalisme Indonesia.
Penafsiran merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari persepsi,
dalam hal ini penafsiran dimaksud merupakan upaya untuk mengidentifikasi dan
memahami tiap unsur budaya sehingga terbentuk sikap mental sebagai tafsiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dari pengetahuan tentang budaya yang diterima seseorang. Dalam proses ini tiap
individu akan memunculkan pandangan yang berbeda terhadap objek persepsi,
dalam hal ini adalah budaya. Persepsi positif akan muncul ketika seseorang
mampu menerima dan memahami nilai-nilai budaya di luar lingkungan alam
budayanya sendiri.
Kita bangga berbangsa Indonesia bukan semata-mata karena adanya alam
tanah air Indonesia, melainkan juga karena nenek moyang kita sudah mempunyai
nilai kebudayaan yang tinggi menurut ukuran waktu itu (Kansil dan Christine S.T.
Kansil, 2011:154). Kenyataan inilah yang menjadi faktor penentu mengapa setiap
suku bangsa memiliki kebudayaan yang kuat sebagai identitas mereka. Keadaan
ini merupakan realitas kebangsaan yang menjadi warna nasionalisme Indonesia,
persepsi positif terhadap keberagaman budaya secara tidak langsung juga
merupakan refleksi dari sikap nasionalisme seseorang. Kenyataan tersebut juga
menggambarkan adanya linearitas antara persepsi terhadap keberagaman budaya
dengan sikap nasionalisme.
Pernjelasan lain yang dapat dipergunakan untuk menguatkan asumsi
hubungan antara persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap
nasionalisme adalah kenyataan bahwa nasionalisme Indonesia merupakan
nasionalisme yang didasari oleh empat pilar berbangsa dan bernegara, yaitu;
Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhineka Tunggal Ika. Bukan tanpa alasan tentunya jika keempat hal tersebut
menjadi pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, secara substansi keempatnya
mempunyai pola hubungan yang saling melengkapi. Penerimaan terhadap konsep
kebhinekaan telah melahirkan negara kesatuan dengan Undang-undang Dasar 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebagai landasan bernegara dan Pancasila sebagai ideologi kebangsaan. Dengan
demikian menerima keberagaman berarti mengakui dan menerima identitas
kebangsaan Indonesia.
Sebagai suatu bangsa yang terbentang luas dari sabang sampai ke Merauke dari berbagai pulau yang terjadi begitu saja, maka Indonesia tidak punya pilihan selain menerima keberagaman itu. Negara yang terbentuk dari belasan ribu pulau, sudah dengan sendirinya akan menerima keberagaman itu. Menolak keragaman itu sama saja dengan menolak keberadaan manusia dari belasan ribu pulau itu. Menolaknya sama saja dengan mengabaikan keberadaan hakiki dan jati-diri [ke-Indonesiaan] manusia-manusia tersebut (John Titaley, 2011: xxi).
Dapat disimpulkan bahwa keberagaman merupakan identitas kebangsaan
Indonesia, menerima keberagaman melalui persepsi positif terhadap keberagaman
budaya merupakan ciri sikap nasionalisme Indonesia. Dengan demikian dapat
dirumuskan sebuah justifikasi bahwa persepsi terhadap keberagaman budaya
memberikan kontribusi nyata bagi sikap nasionalisme.
3. Hubungan antara pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di Kalimantan
Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan
Selatan secara bersama-sama dengan sikap Nasionalisme
Berdasarkan hasil uji hipotesis sebelumnya diperoleh besarnya sumbangan
regresi secara bersama–sama terhadap sikap nasionalisme sebesar 9,85 dan
ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara pemahaman sejarah masa
revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di
Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Telah dikemukakan dalam kajian teori bahwa nasionalisme Indonesia
merupakan nasionalisme yang muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap tirani
bangsa asing dan dalam prosesnya kuatnya nasionalisme Indonesia dilandasi oleh
kesediaan untuk menerima keberagaman bangsa. Dua faktor tersebut merupakan
faktor penting bagi terbentuknya identitas nasionalisme Indonesia. Pemahaman
terhadap proses perjuangan bangsa pada masa revolusi fisik dan adanya persepsi
positif terhadap keberagaman budaya merupakan variabel penting yang akan
memberikan kontribusi terhadap sikap nasionalisme pada masa sekarang.
Keduanya mempunyai peran yang saling melengkapi dalam memperkuat
sikap nasionalisme Indonesia dewasa ini, pemahaman sejarah masa revolusi fisik
merupakan pelajaran moral tentang nasionalisme Indonesia, sedangkan persepsi
terhadap keberagaman budaya merupakan pedoman sikap dan tindakan sebagai
manusia Indonesia dalam tataran kehidupan berbangsa yang mempunyai identitas
kebhinekaan. Kedua variabel tersebut apabila dimiliki oleh warga bangsa terbukti
mempunyai kontribusi yang berarti terhadap sikap nasionalisme.
Memahami sejarah perjuangan berarti membangkitkan kembali semangat
nasionalisme sedangkan mengembangkan persepsi positif terhadap keberagaman
budaya berarti sadar akan realitas bahwa keberagaman adalah identitas bangsa.
Jika keduanya dimiliki oleh setiap individu warga negara maka bangunan
nasionalisme Indonesia akan menjadi sangat kuat. Hal tersebut senada dengan
yang dijelaskan Elson (2008:1001) bahwa sifat nasionalisme Indonesia yang
bertahan lama, yakni karena kemampuannya menggugah pengabdian kepada satu
bangsa sambil menampung toleransi multikultural berikut kepentingan daerah dan
suku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Mamahami sejarah perjuangan berarti menggugah kembali semangat
pengabdian para pejuang, dalam proses perjuangan tersebut kita juga dapat
melihat bahwa persatuan yang dikembangkan dalam upaya perlawanan adalah
persatuan yang toleran terhadap keberagaman. Dengan demikian menjadi sangat
jelas bahwa nuansa multikultural selalu hadir dalam sejarah bangsa Indonesia,
bahkan menjadi warna yang khas bagi perjuangan bangsa Indonesia bila
dibandingkan dengan banyak bangsa lain di dunia. Pola ini juga menjelaskan
mengapa terdapat hubungan bersama-sama antara pemahaman sejarah dan
persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme.
Pada kajian teori dijelaskan bahwa dalam persepsi terdapat proses atribusi
yaitu upaya untuk memahami penyebab dibalik perilaku sosial budaya, proses
atribusi ini seringkali diwarnai oleh adanya stereotype atau prasangka kelompok.
Keadaan inilah yang dapat dijadikan alternatif penjelasan mengapa persepsi
terhadap keberagaman budaya memberikan kontribusi lebih rendah dibandingkan
variabel pemahaman sejarah perjuangan. Sejarah perjuangan masa revolusi fisik
relatif lebih bisa diterima karena tidak menyangkut identitas sukuisme bahkan
menurut Hobsbawm (1990) menjadi ‘kriteria pengikat’, sehingga bersifat lebih
universal dan karenanya dapat memberikan sumbangan efektif dan relatif yang
lebih tinggi.
Kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu kesatuan dalam keragaman
serta kebaruan dalam kesilaman (Yudi Latif, 2011:250). Hal ini berarti untuk
memahami nasionalisme Indonesia unsur keberagaman serta kesejarahan tidak
dapat diabaikan. Dari segi konseptual keduanya jelas memiliki kontribusi nyata
terhadap pemahaman nasionalisme Indonesia. Selanjutnya Yudi Latif (2011:353)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menjelaskan bahwa ‘kesadaran berbangsa yang seiring dengan kesadaran
berbudaya itu sejak lama disadari oleh para perintis kemerdekaan’. Fakta sejarah
inilah salah satu hal penting yang mengalami penafsiran kembali ketika kita
mempelajari sejarah perjuangan sehingga akan sangat wajar apabila pemahaman
sejarah dan persepsi terhadap keberagaman budaya memberi kontribusi bagi sikap
nasionalisme.
Kesimpulan atas analisis ini adalah; pemahaman sejarah masa revolusi
fisik yang merupakan sejarah perjuangan dan persepsi terhadap keberagaman
budaya memberikan kontribusi bagi sikap nasionalisme karena kedua variabel
tersebut adalah unsur-unsur pokok dalam pengembangan sikap nasionalisme
Indonesia, dengan kata lain sintesa dari keduanya akan merefleksikan sikap
nasionalisme Indonesia.
E. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian survey, meskipun unsur
substantif, metodologis dan teknis telah dipenuhi akan tetapi penelitian ini masih
mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain:
1. Penelitian ini hanya menyangkut dua variabel sebagai prediktor yaitu
pemahaman sejarah dan persepsi terhadap keberagaman budaya. Tidak
menutup kemungkinan terdapat variabel-variabel lain yang juga akan
memberikan kontribusi terhadap sikap nasionalisme dikalangan mahasiswa
Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Penelitian ini hanya berlaku bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan
Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat yang menjadi populasi
penelitian, sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan pada subjek
penelitian yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa
revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme. Mahasiswa
yang memiliki pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan
yang tinggi akan memiliki sikap nasionalisme yang baik apabila
dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak memiliki pemahaman sejarah
masa revolusi fisik.
2. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap
keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme.
Mahasiswa yang memiliki persepsi positif terhadap keberagaman budaya
akan memiliki sikap nasionalisme apabila bibandingkan dengan mahasiswa
yang tidak memiliki persepsi positif terhadap keberagaman budaya.
3. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa
revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman
budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme. Mahasiswa yang
memiliki pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan yang
tinggi dan persepsi positif terhadap keberagaman budaya di Kalimantan
Selatan akan memiliki sikap nasionalisme yang baik apabila dibandingkan
dengan mahasiswa yang tidak memiliki pemahaman sejarah masa revolusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
fisik dan persepsi positif terhadap keberagaman budaya di Kalimantan
Selatan.
B. Implikasi Penelitian
Temuan dalam penelitian ini yaitu adanya hubungan positif yang
signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan
dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap
nasionalisme Mahasiswa. Hal tersebut membawa implikasi bahwa pembinaan
sikap nasionalisme dikalangan mahasiswa program studi pendidikan sejarah
seyogyanya dilakukan dengan memperkuat pemahaman sejarah terutama sejarah
perjuangan bangsa dan menanamkan persepsi positif terhadap keberagaman
budaya bangsa.
Terpenuhinya dua variabel tersebut akan mampu memberikan sumbangan
yang sangat berarti terhadap sikap nasionalisme mahasiswa. Pemahaman sejarah
dimaksud merupakan pemahaman yang dilandasi adanya kesadaran kritis terhadap
realitas sejarah dan bukan pemahaman tekstual semata. Pemahaman inilah yang
diharapkan akan mampu melahirkan paradigma kebangsaan yang adaptif terhadap
perkembangan zaman.
Lebih spesifik lagi secara teoritis pembentukan sikap nasionalisme bagi
para mahasiswa dapat berhasil dengan meningkatkan pemahaman sejarah
khususnya pada masa revolusi fisik. Pemahaman sejarah tersebut di antaranya
menekankan bagaimana para mahasiswa memperkirakan implikasi Proklamasi 17
Agustus 1945 terhadap perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Kalimantan
Selatan, dari kondisi tersebut mahasiswa dapat memahami bahwa gejolak yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terjadi di tingkat pusat akan mempengaruhi kondisi di daerah, sehingga dapat
dianalogikan dengan keadaan sekarang. Selanjutnya diperlukan pengkajian bentuk
partisipasi rakyat Kalimantan Selatan dalam perjuangan melalui organisasi masa
dan partai politik, keadaan ini mempunyai relevansi dengan masa sekarang
dimana bentuk partisipasi rakyat dalam bernegara dapat dilakukan melalui
organisasi kemasyarakatan dan partai politik.
Disamping itu diperlukan pemahaman kembali terhadap pentingnya nilai-
nilai juang dalam mencapai cita-cita bangsa. Pada masa sekarang nilai kejuangan
ini dapat diiterpretasikan dengan semangat untuk berprestasi dalam segala bidang
kehidupan demi kemajuan bangsa dan negara. Tidak kalah pentingnya adalah
menghargai hasil perjuangan masa revolusi fisik dengan cara mengamalkan nilai
juang tersebut sehingga semangat nasionalisme para pejuang tetap hidup pada
masa sekarang.
Perlu dipahami juga bagaimana konsep tindakan dalam perjuangan masa
revolusi fisik, konsep tindakan ini menggambarkan bagaimana kemampuan dan
keteladanan seorang pemimpin dalam mencapai tujuan bersama. Keteladanan
pada masa perjuangan tersebut merupakan sikap nasionalisme seorang pemimpin
sehingga apabila dipahami dengan benar akan membentuk keteladanan yang
menggambarkan sikap nasionalisme pada masa sekarang.
Sedangkan persepsi terhadap keberagaman budaya yang diharapkan
merupakan persepsi positif terhadap identitas kultural sebagai bangsa yang
menjungjung tinggi kebhinekaan. Persepsi positif inilah yang diharapkan akan
mampu menghindarkan konstruksi kebangsaan dari bahaya disintegrasi dan
konflik antar budaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Persepsi terhadap keberagaman budaya juga perlu dibangun untuk
membentuk sikap nasionalisme. Persepsi tersebut sebaiknya mengarahkan
mahasiswa untuk menyadari eksistensi budaya tiap suku sebagai bagian dari
budaya bangsa, dengan demikian akan timbul saling menghargai yang pada
akhirnya akan memperkokoh nasionalisme Indonesia. Perlu dikembangkan
kepekaan terhadap peran budaya dalam membentuk karakter masyarakat, bahwa
masyarakat dan budaya mempunyai keterkaitan yang sangat kuat. Sehingga
dengan pemahaman ini dapat menghindarkan munculnya stereotipe terhadap
budaya tertentu yang dapat melemahkan sikap nasionalisme.
Pembinaan sikap nasionalisme juga dapat dilakukan dengan memperkuat
rasa memiliki terhadap budaya bangsa, keberagaman budaya merupakan kekayaan
bangsa. Ada nilai-nilai positif dalam setiap keragaman budaya, diantaranya adalah
nilai-nilai filosofis, religius, dan edukatif. Apabila dikembangkan dengan baik
nilai-nilai tersebut akan mampu membentuk karakter manusia Indonesia yang
memiliki sikap nasionalisme.
Secara praktis implikasi penelitian ini yaitu, dikalangan Mahasiswa
Program studi Pendidikan Sejarah diperlukan perbaikan dalam sistem
pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman sejarah, terutama sejarah masa
revolusi fisik guna pembinaan sikap nasionalisme. Selain itu dikalangan
mahasiswa juga harus ditanamkan rasa menghargai keberagaman budaya bangsa
untuk mengembangkan persepsi positif terhadap keberagaman budaya sehingga
akan memperkuat sikap nasionalisme mahasiswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Saran
1. Bagi pendidik dalam hal ini dosen
a. Para dosen Program Studi Pendidikan Sejarah sebaiknya mampu
meningkatkan sikap nasionalisme mahasiswa melalui peningkatkan
pemahaman mahasiswa terhadap sejarah masa revolusi fisik.
b. Para dosen Program Studi Pendidikan Sejarah sebaiknya mampu
meningkatkan sikap nasionalisme mahasiswa melalui kesadaran tentang
manfaat keragaman budaya.
2. Bagi mahasiswa
a. Mahasiswa sebaiknya mampu meningkatkan pemahaman sejarah masa
revolusi fisik untuk memperkuat sikap nasionalisme
b. Mahasiswa sebaiknya mampu menerima keberagaman budaya agar
terbentuk persepsi positif terhadap keberagaman budaya untuk
memperkuat sikap nasionalisme.
3. Bagi instansi/program studi
a. Program studi sebaiknya dapat mengadakan kegiatan-kegiatan guna
memperkuat pemahaman sejarah masa revolusi fisik untuk meningkatkan
sikap nasionalisme mahasiswa.
b. Program studi sebaiknya dapat menciptakan suasana akademik yang
mencerminkan nilai-nilai keberagaman sehingga akan terbentuk iklim
kebhinekaan di antara seluruh civitas akademik untuk meningkatkan sikap
nasionalisme mahasiswa.
c. Program studi juga sebaiknya dapat menyediakan fasilitas yang memadai
untuk meningkatkan pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
keberagaman budaya, sehingga mahasiswa dapat meningkatkan
pemahaman sejarah dan memahami nilai-nilai positif dari keragaman
budaya.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Diperlukan adanya analisis data menggunakan analisis kovarians
mengingat hasil sumbangan efektif dari kedua variabel bebas begitu besar.
Sehingga akan dapat diketahui indikator yang memberikan kontribusi
paling nyata.