Diabetic Retinophaty FMC Dalton (1)
-
Upload
daltonngangi -
Category
Documents
-
view
36 -
download
0
description
Transcript of Diabetic Retinophaty FMC Dalton (1)
LAPORAN KASUS
Proliferatif Diabetik Retinopati
Pembimbing :
dr. Margrette Paliyama.F , SpM, M.Sc
dr. Vanessa MT, Sp.M
dr. Michael I.L. , Sp.M
dr. Saptoyo A.M, Sp.M
Disusun oleh:
Dalton Ngangi
NIM : 11.2015.029
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
RS. FAMILY MEDICAL CENTER (FMC)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Kusmiati Nasyirah (K.N)
Umur : 42 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Naggewer
II. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 13 November 2015, jam 15.30 WIB.
Keluhan Utama :
Penglihatan terganggu mata kiri tampak bintik hitam sejak 2 hari SMRS.
Keluhan Tambahan :
Pasien mengeluhkan bengkak di kedua kaki sejak 1 minggu SMRS.
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang ke poliklinik mata RS FMC untuk kontrol gangguan
penglihatan mata kirinya berupa bintik hitam yang sering hilang timbul sudah
diderita sejak lebih dari 2 bulan yang lalu. Sebelumnya sejak 2 hari SMRS pasien
mengeluh mata kanan terkadang suka melihat embun. Pasien juga mengeluh
penglihatannya agak sedikit terganggu, pasien sering merasa tidak nyaman saat
melihat sinar matahari pagi dan terkadang suka gatal setelahnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Umum :
- Hipertensi : (+) Sejak ± 11 tahun yang lalu.
- Diabetes Tipe II : (+) Sejak ± 11 tahun yang lalu.
1
- Diabetik Retinopati : (+) Sejak ± 3 bulan yang lalu.
- Neuropati Diabetes : (+) Suka kesemutan tapi sudah hilang sejak
rajin menggunakan insulin 2 bulan yang lalu.
- Alergi Obat : Tidak Ada.
b. Mata :
- Riwayat penggunaan kacamata : (+)
- Riwayat operasi mata : (-)
- Riwayat trauma mata : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu meninggal: Usia ± 50 tahun dengan riwayat diabetes.
Ayah meninggal: Usia ± 60 tahun dengan riwayat stroke.
Saudara kandung: 2 dari 5 saudara mengidap diabetes.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : Afebris
Kepala : Tidak dilakukan.
Mulut : Tidak dilakukan.
THT : Tidak dilakukan.
Thoraks : Tidak dilakukan.
Abdomen : Tidak dilakukan.
Ekstremitas : Akral hangat +/+, Edema -/-
KGB : Tidak dilakukan.
2
Status Oftalmologi
KETERANGAN OKULO DEXTRA OKULO SINISTRA
1. VISUS (OD) (OS)
Tajam Penglihatan 2/60 0.08
Axis Visus - -
Koreksi - -
Addisi - -
Distansia Pupil - -
Kacamata Lama 0.5 -1 0.8
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada
Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah
3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
3
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura palpebra Baik Baik
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemis Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Injeksi Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum Lakrimalis Terbuka Terbuka
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4
8. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
9. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus Senilis Ada Ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dangkal Dangkal
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak adak
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Fler Tidak ada Tidak ada
11. IRIS
Warna Coklat Coklat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
12. PUPIL
Letak dilatasi Sentral
5
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Cahaya Langsung Positif Negatif
Refleks Tak Langsung Positif Negatif
13. LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
14. BADAN KACA
Kejernihan Jernih Jernih
15. FUNDUS OKULI
Refleks fundus Positif Positif
Warna Merah kekuningan Merah kekuningan
Ekskavasio Belum dinilai Belum dinilai
Rasio Arteri:Vena Belum dinilai Belum dinilai
C/D Ratio Belum dinilai Belum dinilai
Makula Lutea Belum dinilai Belum dinilai
Eksudat Belum dinilai Belum dinilai
Perdarahan Belum dinilai Belum dinilai
Sikatriks Belum dinilai Belum dinilai
16. PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli Belum dilakukan Belum dilakukan
Tonometri Schiotz Belum dilakukan Belum dilakukan
17. KAMPUS VISI
6
Tes Konfrontasi Belum dilakukan Belum dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium: Tes Gula Darah
Tanggal Sewaktu 2 Jam Post Prandial
19/08/15 154 mg/dL 325 mg/dL
21/08/15 198 mg/dL 259 mg/dL
17/09/15 112 mg/dL 225 mg/dL
21/09/15 61 mg/dL 383 mg/dL
28/09/15 260 mg/dL 119 mg/dL
28/10/15 84 mg/dL 201 mg/dL
V. RESUME
Pasien datang ke poliklinik mata RSFMC untuk kontrol penyakit diabetik
retinopati yang sudah diderita sejak lebih dari 3 bulan yang lalu. Sebelumnya
sejak 2 hari SMRS pasien mengeluh mata kanan terkadang suka melihat embun.
Pasien juga mengeluh penglihatannya agak sedikit terganggu, pasien sering
merasa tidak nyaman saat melihat sinar pagi hari. Kadang mata ada keluhan gatal,
dan tidak terdapat kotoran mata. Keluhan pandangan makin lama makin
menyempit tidak dirasakan pasien. Pasien mengeluhkan bengkak di kedua kaki sejak 1
minggu SMRS. Dengan pemeriksaan ophthalmogi didapatkan VOD 2/60
sedangkan VOS 0.08. Pemeriksaan segment anterior dan funduskopi belum
dinilai. Pasien memiliki riwayat DM tidak terkontrol dan Hipertensi sejak 11
tahun yang lalu.
VI. DIAGNOSA KERJA
Proliferatif Diabetik Retinopati ODS:
7
Alasan dikarenakan keluhan neuritis perifer, hasil lab tes glukosa darah,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga yang berhubungan dengan
diabetes tipe II tidak terkontrol, hasil pemeriksaan fundus dari rekam medis yang
memperlihatkan gambaran perdarahan pre retina, eksudat, oedema serta riwayat
pengobatan pasien yang sudah beberapa kali ke bagian poli penyakit dalam dan
gizi untuk mengontrol diabetesnya.
VII. DIAGNOSA BANDING
- NPDR (Non-proliferative Diabetic Retinophaty):
Terdapat mikroaneurisma dan exudat keras di intra retina serta tanda titik-titik merah
hemoragik tanpa disertai pembentukan neovaskularisasi.
- Retinopati Hipertensi:
Terdapat kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah akibat tekanan darah yang
tinggi seperti perdarahan retina, arteri yang menyempit dan memucat.
VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN
1. Flourescein Angiography2. OCT (Occular Coherence Tomography)3. TG dan HDL
IX. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
-Fotokoagulasi dengan laser, xenon.
-Control terhadap diabetes mellitus, konsultasi dengan bagian penyakit dalam
dan gizi.
Medikamentosa
- Anti-VEGF (injeksi intraocular).
8
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad vitam : Bonam Bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam Bonam
Ad sanationam : Malam Bonam
BAB II
KESIMPULAN
Proliferatif diabetik retinopati merupakan salah satu penyebab utama dari
kebutaan. Perkembangannya berhubungan dengan seberapa besar tingkat
progresivitas dari retina yang iskemia. Kondisi iskemik yang kronis akan
mengaktifkan faktor VEGF (vascular endothelial growth factor) yang pada
akhirnya akan menginduksi neovaskularisasi di sekitar retina. Gejala meliputi
penurunan tajam visus yang terjadi secara perlahan dan dengan oftalmoskop akan
ditemukan mikroaneurisma, perdarahan retina, exhudat, neovaskularisasi retina
dan jaringan proliferasi di retina atau di corpus vitreum. Penanganan awal dapat
mencegah kebutaan.
9
Tinjauan pustaka
Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan struktur sferis
dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke
dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah: (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris,
dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di
sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan),
lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke
interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan
mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling
dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di
sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel
kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.
10
Gambar 1: Anatomi Mata.
Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang
ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serata.1
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi. Retina
berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-tama vesikel optic
terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang
disebut optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel pigmen
sementara dinding dalam akan membentuk sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan
terus melekat dengan proencephalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang
disebut traktus retinohipotalamikus.2,3
11
Gambar 2 : Lapisan Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid dan sel epitel pigmen
retina. Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang berpigmen dan lapisan
dalam yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu
sel batang yang berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat
melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel kerucut
berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas tinggi dan penglihatan sentral.
Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai nutrient dan oksigen pada sel
retina.2,3
Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :3
1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel
kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat sinapsis
fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
12
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik.
Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
Gambar 3 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm kearah temporal
dan sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari arteri.
Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar
membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam
dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan
sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen
retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid. Arteri retina sentralis masuk ke
retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina. Cabang-
cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan retina
bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya diperoleh
melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh darah pada
koroid.2,3
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar
darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina. Fovea sentralis
merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada difusi sirkulasi koroid
untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi
kerusakan yang irreversibel.2,3
Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel. Kelainan-kelainan
yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf sensoris pada
retina. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti:
tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan pandang. Pemeriksaan obyektif
adalah elektroretinogram (ERG), elektro-okulogram (EOG), dan visual evoked respons
(VER). Salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina adalah
pemeriksaan funduskopi.2,3
13
RETINOPATI DIABETIK
Pendahuluan
Retinopati diabetic merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada
usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami
kebutaan kan dengan nondiabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat
menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler. Perubahan ini meliputi
kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan
retinopati. Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur okuler ini yang
paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetik. Hampir 100%
pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi
retinopati diabetik selama dua decade pertama dari diabetes. Berbagai usaha telah
dilakukan untuk mencegah atau menunda onset terjadinya kompilkasi kehilangan
penglihatan pada pasien retinopati diabetik. Kontrol gula darah dan tekanan darah
sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT)
dan Early Treatment DiabeticRetinopathy Study (ETDRS) dapat mencegah insidens
maupun progresifitas dari retinopati diabetik.4,5
Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi
masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara dramatis pada
dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada dekade
berikutnya. Meningkatnya prevalensi diabetes, mengakibatkan meningkat pula
komplikasi jangka panjang dari diabetes seperti retinopati, nefropati, dan neuropati, yang
mempunyai dampak besar terhadap pasien maupun masyarakat.5
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia
dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah
mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Resiko mengalami retinopati pada pasien
14
diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe
I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada <5% pasien. Setelah 10 tahun,
prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah
menderita retinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar
25% sudah menderita retinopati diabetik non proliferatif. Setelah 20 tahun, prevalensi
retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika
Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan
total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat mengalami kebutaan
sebagian atau total setiap tahun.4,5,6
Faktor Resiko
Faktor resiko retinopati diabetik antara lain:4,6,7
1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa
dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun sekitar
50% dan setelah 30 tahun mencapai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan
perburukan retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2
dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan tipe 2 adalah 75% setelah 15 tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati
diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang terlalu
cepat pada masa awal kehamilan, dan perkembangan dari preeklamsia serta
ketidakseimbangan cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya
retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I dan
II
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi
penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan
retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan hiperlipidemia.
Etiologi dan Patogenesis
15
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama.
Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang
akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan
abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan
prevalensi dan beratnya retinopati antara lain: 1) adhesi platelet yang meningkat, 2)
agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas lipid serum, 4) fibrinolisis yang tidak
sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf.
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler
retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina
kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati
diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga
lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit
dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak
diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel
endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut
mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling
berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran
basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan
molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk diagnosis
penyakit kapiler retina.4
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada
keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1.
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah baru
(neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan
16
jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina
sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.2,4
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan metabolik
yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia yaitu
jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.4,5
Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta
akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan termasuk di
lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan
gangguan morfologi maupun fungsional sel.4,5
Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi
selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein
yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi
sel.4,5
Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan
sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.4,5
Tabel 1. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik4
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol,
menyebabkan kerusakan sel.
Aldose reduktase
inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada
endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,
edema macula.
Aspirin
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh
DAG pada hiperglikemia.
Inhibitor terhadap
PKC -Isoform
17
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Nitrit Oxide
Synthase
Meningkatkan produksi radikal bebas,
meningkatkan VEGF.
Amioguanidin
Menghambat
ekspresi gen
Menyebabkan hambatan terhadap jalur
metabolisme sel.
Belum ada
Apoptosis sel perisit
dan sel endotel
kapiler retina
Penurunan aliran darah ke retina,
meningkatkan hipoksia.
Belum ada
VEGF Meningkat pada hipoksia retina,
menimbulkan kebocoran , edema
makula, neovaskular.
Fotokoagulasi
panretinal
PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun
pada hiperglikemia.
Induksi produksi
PEDF oleh gen
PEDF
GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi,
GH-receptor
blocker, ocreotide
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG=
diacylglycerol; ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-product;
PEDF= pigment-epithelium-derived factor; GF= growth factor; IGF-I= insulin-like
growth factor I.4
Gambar 4: Oklusi Mikrovaskular pada Retinopati Diabetik
18
Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi
mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina. Hilangnya perfusi (nonperfussion)
akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan iskemia retina sedangkan
kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Hal ini menimbulkan area non
perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas
dari stadium ini adalah cotton wool spot. Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous
shunt. A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang
disebut dengan Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Selain itu, dapat
ditemukan dot hemorrhage dan vena yang seperti manik-manik.7
Gambar 5 : Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA), berlokasi di retina
superficial berdekatan dengan area non perfusi.
Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain terganggunya
fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya tekanan intraluminer
19
kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan terbentuknya saccular pada
dinding pembuluh darah yang dikenal dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa
menyebabkan kebocoran atau menjadi thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya
permeabilitas vaskular. Hal ini adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi
kebocoran plasma ke dalam retina yang menimbulkan edema macula. Edema ini dapat
bersifat difus ataupun local. Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh
disertai mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning
kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling sering
berpusat di bagian temporal makula.7
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena
lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan
bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam
tempat sel-sel akson berorientasi vertical. Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit,
eksudat terjadi akibat kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema
terjadi akibat kebocoran cairan plasma.7,8
Gambar 6 : Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada Retinopati Diabetik
Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1)diproduksi. Faktor-faktor ini
menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area preretina dan nervus optik
(PDR) serta iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi dapat terjadi pada diskus (NVD) atau
dimana saja
(NVE).7
20
Gambar 7: Lokasi NVD dan NVE
Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel
tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah
mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena
bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus,
menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke dalam
vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi penampakan
berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan penglihatan. Apabila
perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh
karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja, maka
sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat menarik retina sampai terlepas sehingga
terjadi ablasio retina.6,7,8
Gejala Klinik
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama. Hanya
pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages vitreus maka
pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati
diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif.1,2,11
- Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
- Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu : Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam dan merupakan lesi awal
yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan
21
kecil, awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik,
garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.
Gambar 8: Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy
Gambar 9: FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan mikroaneurisma non-
trombosis.
Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya
ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.
22
Gambar 10: Dilatasi Vena
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Gambar 11: Hard Exudates
Gambar 12: FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens.
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan
berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan
dengan iskemia retina.
23
Gambar 13: Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
(macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina awalnya
terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam.
Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak dipermukaan
jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok dan
ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah
preretinal kemudian ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini
dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun
perdarahan badan kaca.
24
Gambar 14: NVD severe dan NVE severe
Gambar 15: Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus
Tabel 2: Perbedaan antara NPDR dan PDR4,5,7,8
NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
25
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)
Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil. Oftalmoskopi dan foto
funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit ini. Angiografi Fluoresens(FA)
digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan dengan
cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan kemudian zat tersebut melalui
pembuluh darah akan sampai di fundus.
Gambar 16 : Neovaskularisasi retina perifer lebih terlihat jelas dengan angiography
daripada funduskopi.
Klasifikasi Retinopati Diabetik
Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis
yang paling dipercaya. Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih
dapat digunakan untuk skrining. Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat
26
oleh para ahli. Pada umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan
mikrovaskular retina dan atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah baru di retina.4
Tabel 3: Klasifikasi Retinopati Diabetik4,9,10
Tahap Deskripsi
Tidak ada
retinopati
Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin
berkurang; mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan
mungkin terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optik (NVD) atau di tempat lain
pada retina (NVE). Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Tahap Deskripsi
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik
dari epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang
berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan
berkurang, sering akut dengan perdarahan vitreus; mengancam
penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi
retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetik digolongkan
ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan
mikrovaskular dalam retina. Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik
proliferatif.1
Tabel 4: Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS4,9,10
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
27
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau
IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati
non proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal
adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular
dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor
resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di
retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c)
pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼
daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas
pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai
perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada
retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.
Gambar 17: Funduskopi pada NPDR. Mikroneurisma, hemorrhages intraretina (kepala
28
panah terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid pada retina (panah), cotton-wool
spots menandakan infark serabut saraf dan eksudat halus (kepala panah hitam).
Gambar 18: Funduskopi pada PDR. Tanda panah menunjukkan adanya preretinal
neovascularisation
Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini
dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan
retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah
diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah
menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali. Pasien-pasien ini harus
melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan. Pasien wanita sangat beresiko
perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum
direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung
kebijakan ahli matanya.7
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata
mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih
sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.7
2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik
Control and Complication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien
29
dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita
RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama
36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien
dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian
yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita
DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar
1% akan diikuti dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil
penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa
darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara
sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik dan
memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada. Secara klinik, kontrol glukosa darah
yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi
fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga
menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan. 4,7,10
3. Fotokoagulasi4,5,7,8
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati
diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National
Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan
fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif
untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah
hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi
fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan neovaskularisasi
yang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :4,5,7,8
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada
saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara
menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk
menyusutkan neovaskular.
Gambar 19: Tahap-tahap PRP
30
2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di
tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini
mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran
dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula
sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.
Gambar 20. Panretinal fotokoagulasi pada PDR
Gambar 21. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema
31
4. Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi
baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi makula
terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan
dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari.
Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat
pada neovaskularisasi patologis. Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya
menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga
menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk
pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati
pars plana dengan dosis 0,1 mL. Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang
khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05
mL.1,2,8,10
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity)
vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga membantu bagi
pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi
fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami
ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan
vitreus yang tidak mengalami perbaikan.4,5,10
Gambar 21: Vitrektomi
32
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada
pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi
keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan
yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan
penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan keuntungan
vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2. DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi
awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada mata dengan retinopati
diabetik proliferatif yang sangat berat.10
Komplikasi4,7,8,11
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya
hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar
mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya
terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk
membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari
akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga
menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure meningkat dan
keadaan sudut masih terbuka. Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi menarik
iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata
depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi
radang intra okuler. Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita
retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika
dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan
sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler
sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi
akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman
trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan
intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik,
33
glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya
berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris
(rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah
retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body
dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos
dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif. Perdarahan
vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus.
Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh
sehingga mudah mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus memberi gambaran
perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel. Perdarahan intragel termasuk
didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit. Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien
biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba. Oftalmoskopi direk secara
jauh akan menampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada
perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous
sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang
vitreous. Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan
pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan
gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta
menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
34
Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda
retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah
disesuaikan <140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan
edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan.
Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi
optimum.4,10,11
Retinopati Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas paling sering
di seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini dapat berdampak langsung atau tidak
langsung terhadap sistem organ tubuh.13 Retinopati hipertensif adalah kelainan-kelainan
retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Hipertensi atau tekanan
darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri
yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema dan perdarahan retina.14 Kelainan
ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada
sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang
diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau
“nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape,
cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa
tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien
hipertensi.15,16
Epidemiologi
Sejak tahun 1990, sebanyak tujuh penelitian epidemiologis telah dilakukan ke atas
sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi.
Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan
didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada uia 40 tahun ke atas, walau pada
mereka yang tidak pernah mempunyai riwayat hipertensi. Kadar prevalensi bervariasi
antar 2%-15% untuk banyak macam tanda-tanda retinopati. Data ini berbeda dengan hasil
studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study yang mendapatkan hasil
prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Ini mungkin disebabkan oleh sensivitas alat yang
35
semakin baik apabila dibandingkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik di klinik-klinik.
Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit hitam berbanding orang
kulit putih berdasarkan insiden kejadian hipertensi yang lebih banyak ditemukan pada
orang berkulit hitam. Akan tetapi, tidak ada predileksi rasial yang pernah dilaporkan
berkaitan kelainan ini hanya saja pernah dilaporkan bahwa hipertensi lebih banyak
ditemukan pada orang Caucasian berbanding orang America Utara.15,16,17,18
Etiologi
Penyebab terjadi retinopati hipertensi adalah akibat tekanan darah tinggi.
Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan
pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah.
Pada gangguan pembuluh darah, seperti spasme dan arteriosclerosis, faktor-faktor
yang berperan terjadinya arteriosclerosis ini adalah hiperlipidemia dan obesitas. Faktor-
faktor ini nanti akan muncul pada dekade kedua, berupa guratan-guratan lemak di
pembuluh-pembuluh darah besar dan kemudian berkembang menjadi suatu plak fibrosa
pada dekade ketiga, sehingga mengakibatkan hilangnya elastisitas pembuluh darah dan
terjadi pengurangan diameter pembuluh darah akibat tertimbunnya plak tersebut
(arteriosclerosis). Keadaan ini akan menimbulkan peningkatan tahanan aliran darah
(hipertensi). Pada retina, juga akan terjadi peningkatan tekanan darah pada arteriole-
arteriole di retina (retinopati hipertensi). 19
Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat
teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut
sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan
berkurangnya elastisitas pembuluh darah.15-17,20-22
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arterioles dari mekanisme
autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan
funduskopi akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara generalisata. 15-17,20-22
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hyperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada
36
tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada
persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai ”arteriovenous nicking”. Terjadi juga
perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari
refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai ”copper wiring”. 15-17,20-22
Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan
kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah
dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai
gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf
yang dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap
ini, dan biasanya merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat
berat. 3,4,11,12
Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja,
karena ia juga dapat terlihat pada penyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain.
Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential. Contohnya perubahan tekanan
darah yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu
mengalami perubahan-perubahan lain terlebih dulu. 15-17,20-22
Pada dinding arteriol yang terinfiltrasi lemak dan kolesterol akan menyebabkan
pembuluh darah menjadi sklerotik sehingga pembuluh darah secara bertahap kehilangan
transparansinya, pembuluh darah tampak lebih lebar daripada normalnya dan refleksi
cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Produk-produk lemak kuning keabu-abuan di
dinding pembuluh darah bercampur dengan warna darah sehingga menimbulkan
gambaran khas “kawat tembaga” (copper wire). Sklerosis berlanjut menyebabkan refleksi
cahaya dinding pembuluh darah mirip dengan “kawat perak” (silver wire). Dapat terjadi
sumbatan suatu cabang arteriol. Oklusi arteri primer atau sekunder akibat aterosklerosis
yang mengakibatkan oklusi vena dapat menyebabkan perdarahan retina.20
Manifestasi klinis
Perubahan pembuluh darah retina yang disebabkan oleh hipertensi kronik biasanya
asimtomatik. Kadang-kadang pasien dengan hipertensi maligna mengalami gangguan
penglihatan akut, tetapi kemungkinan disebabkan oleh edeme diskus optikus.23
1. Penyempitan ( spasme ) pembuluh darah tampak sebagai :
· Pembuluh darah ( terutama arteriole retina ) yang berwarna lebih pucat
· Kalliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler ( karena spasme lokal)
37
· Percabangan arteriol yang tajam
2. Bila kelainan yang terjadi adalah sklerosis dapat tampak sebagai :
· Reflex copper wire
· Reflex silver wire
· Sheating
3. Pembuluh darah yang irregular
4. Terdapat fenomena crossing sebagai berikut :
· Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada dibawahnya
· Deviasi : penggeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut
dengan sudut persilangan yang lebih kecil
· Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena.20
Gambaran fundus pada retinopati hipertensi juga ditentukan oleh derajat
peningkatan tekanan darah dan keadaan arteriol retina. Pada pasien muda : retinopati
ekstensif dengan perdarahan, infark retina ( cotton wool patches), infark koroid ( elschnig
patches), kadang ablasio retina, dan edema berat pada discus optic adalah gambaran yang
menonjol dan dapat disertai dengan eksudat keras berbentuk macular star. Penglihatan
mungkin terganggu dan bias makin memburuk bila tekanan darah diturunkan terlalu
cepat. Sebaliknya pada pasien usia lanjut yang arteriosklerotik tidak dapat berespons
seperti pada pasien muda, dan pembuluh-pembuluh darah mereka terlindung oleh
arteriosklerosis. Karena itu pasien lansia jarang meemperlihatkan gambaran retinopati
hipertensif yang jelas.
Klasifikasi
Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939
oleh Keith et al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem
klasifikasi yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini dalam
praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat tediri atas empat kelompok
retinopati hipertensi berdasarkan derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema
mayor yang disepakati digunakan dalam praktek sehari-hari.14,16-18
38
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa
gejala dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan
darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala,
vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi
ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot;
peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala,
asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan,
kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi dan
stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi
Klasifikasi Scheie (1953)
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina
Stadium I Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks
arterioler retina
Stadium II Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda
penyilangan arteriovenous
Stadium III Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries
Stadium IV Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology
39
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tiada perubahan
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papiledema
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati hipertensi
tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.14,16
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :
Penyempitan arteioler menyeluruh
atau fokal, AV nicking, dinding
arterioler lebih padat (silver-wire)
Asosiasi ringan dengan
penyakit stroke, penyakit
jantung koroner dan
mortalitas kardiovaskuler
Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih
tanda berikut :
Perdarahan retina (blot, dot atau
flame-shape), microaneurysme,
cotton-wool, hard exudates
Asosiasi berat dengan
penyakit stroke, gagal
jantung, disfungsi renal dan
mortalitas kardiovaskuler
Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate
dengan edema papil : dapat disertai
dengan kebutaan
Asosiasi berat dengan
mortalitas dan gagal ginjal
40
Gambar 22. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan
focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran
copper wiring pada arterioles (panah putih) (B).
Gambar 23. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton
wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton
wool spot (panah putih) (B).
Gambar 24. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam)
dan papiledema.
41
Diagnosis
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan
visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-
Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab
lain retinopati selain dari hipertensi.
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada
mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau
stadium IV perubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan
simptom pada mata.16,17,20,21,22
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui
pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan
perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan
pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnig’s spot yaitu atrofi
sirkumskripta dan proliferasi epitel pigmen pada tempat yang terkena infark. Pada bentuk
yang ringan, hipertensi akan menyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan
terlihat sebagai gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan adventisia
vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah arterioler sehingga terjadi
perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini
dapat menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO).
Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal dalam
bentuk flame shape yang mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan
serat saraf, CWS dan/ atau edema retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri
papiledema dan dengan perjalanan waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk
bintang. 16,17,20,21,22
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran mikroaneurisme
yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran
ini paling jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis kapiler
dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi, sehingga menimbulkan
42
formasi mikroanuerisma. Selain itu, perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang
atau berkurangnya integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga
terjadi perdarahan. Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf
kelihatan lebih jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan
fleksiform luar. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui 2 mekanisme.
Hayreh membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi cairan koroid
yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain
percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan autoregulasi, sehingga
meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan
transudasi cairan ke dalam jaringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan edema
retina akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein. Secara histologis, yang terlihat
adalah residu edema dan makrofag yang mengandung lipid. Walaupun deposit lipid ini
ada dalam berbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam retina, gambaran macular
star merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini muncul akibat
orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier. 16,17,20,21,22
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk pengukuran
tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar hematokrit, kadar
gula darah, pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal
terutama kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat. Selain itu pemeriksaan foto yang
dapat dianjurkan termasuk angiografi fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang
mungkin bermanfaat dapat berupa pemeriksaan elektrokardiogram.17
Penatalaksanaan
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada
fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg.
Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak
dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa
tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan
darah. Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek
langsung terhadap struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat
mengurangi kekeruhan dinding arteri retina sementara penggunaan HCT tidak
memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah retina. Perubahan pola dan gaya
43
hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat badan jika sudah
melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak
jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan
darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan
olahraga yang teratur. 16,17,20,21,22
Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien
hipertensi walaupun tanpa tanda-tanda retinopati. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar
dibawah, evaluasi dan management pada pasien dengan hipertensi harus diutamakan
supaya tidak terjadi komplikasi ke target organ yang lain.16,17
Komplikasi
Komplikasi retinopati hipertensif meliputi oklusi cabang vena/arteri retina sentral,
edema macula, dan vitreoretinopati proliferative. Semua perubahan tersebut akhirnya
menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan.20,23
Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks cahaya
arterioler sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire. Namun dalam kondisi
yang lebih berat, dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina (BRVO) atau
oklusi arteri retina sentralis (CRAO). 20,23
Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam hitungan
jam atau hari dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada retina akibat infark pada
pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi
sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi
kerusakan yang permanen terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan
akibat dari emboli. Tiga varietas emboli yang diketahui adalah:20
- kolesterol emboli (plaque Hollenhorst) yang berasal dari arteri karotid
- emboli platelet-fibrin yang terdapat pada arteriosklerosis pembuluh arah besar
44
- kalsifik emboli yang berasal dari katup jantung
Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan terjadi
secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada kutub posterior
dimana serat saraf dan lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks orange dari vaskulatur
koroid yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih kontras dari sekitarnya hingga
memberikan gambaran cherry-red spot. CRAO sering disebabkan oleh trombosis akibat
arteriosklerosis pada lamina cribrosa.23
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskemik okuler juga dapat menjadi komplikasi
dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang diberikan untuk
simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan kronis dari obstruksi
arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi yang paling sering, namun
penyebab lain yang dapat menimbulkan kondisi ini termasuk sindroma Eisenmenger,
giant cell arteritis dan kondisi inflamasi lain yang berlangsung kronis. Simptom termasuk
hilang penglihatan yang terjadi dalam kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada
daerah orbital mata yang terkena dan penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya
langsung. 20,23
Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang
serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali
terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Pasien dengan perdarahan retina, CWS atau edema
retina tanpa papiledema mempunya jangka hidup kurang lebih 27,6 bulan. Pasien dengan
papiledema, jangka hidupnya diperkirakan sekitar 10,5 bulan. Namun pada setengah
kasus, komplikasi tetap tidak terelakkan walaupun dengan kontrol tekanan darah yang
baik.20
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D. Oftalmologiumum: Retina dan tumor intraocular. Edisi 14.
Jakarta :WidyaMedika; 2000. p. 13-4, 211-17.
2. Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007. p. 3-5, 66-
70, 129-132, ,228-31, 309, 291-331
3. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New
York :Thieme; 2000. p. 299-301, 314-18.
4. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata
KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p.1857, 1889-1893.
5. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic
Retinopathy. In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ;
2006. p 23-35.
6. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective. Madras
Diabetes Research Foundation &Dr Mohan’s Diabetes Specialities Centre,
Chennai, India. Indian J Med Res 125; March 2007. p 297-310.
7. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
8. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ Oct06,2009 ] Cited
on[ August 27, 2011] available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print.
9. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic
Retinopathy. Australia : National Health and Medical Research Council ; 2008. p
26-31,44-47,96-104.
10. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12 Chapter
5.Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2008. p 107-128
11. WHO. Prevention of Blindness from Diabetes Mellitus. Switzerland : WHO
Library Publication Data; 2005. p 8-14.
12. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The
New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25 [cited
46
2011August 27]: [8 screens]. Available from:
URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf
13. Ilyas S, Mailangkay H.H.B, Hilma T, Raman R.S, Monang S, dan Purbo S.W.
2002 Ilmu Penyakit Mata 2nd Ed. Jakarta: Sagung Seto.
14. Ilyas, Sidarta, 2011, Retinopati Hippertensi dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi
keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 225-288
15. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The
New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. Available from:
URL: http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf
16. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al,
editors. Hypertension. 2007 [Online]. Available from: URL:
http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm
17. Lang GK. In: Ophtalmology a short textbook: retina. 1st ed. New York, Thieme
Stuttgart Germany; 2000. p. 299-314, 323-5
18. Wong YT, McIntosh R, editors. Hypertensive retinopathy signs as risk indicators
of cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin 2005;73 and
74;57-70. [Online]. 2005 Jul 13 [cited 2008 May 21]: [14 screens]. Available
from: URL:http://bmb.oxforsjournals.org/cgi/reprint/73-74/1/57
19. Vaughan dan Asbury. 2010. Glaukoma dalam Oftalmologi Umum . Edisi 17.
EGC: Jakarta .314-316.
20. Pavan PR, Burrows AF, Pavan-Langston D. In: Pavan-Langston D, Azar DT,
Azar N, Beyer J, Baruner SC, Burrows A et at, editors. Manual of ocular
diagnosis and therapy: retina and vitreous. 6th ed. Massachusetts. Lippincotts
Williams and Wilkins; 2008. p. 213-22
21. Sehu WK, Lee WR, editors. In: Ophtalmic pathology an illustrated guide for
clinicians: retina: vascular diseases, degenerations and dystrophies. 1st ed. Carlton
Australia, Blackwell Publishing Limited; 2005. p. 204, 213-4
22. Khaw PT, Shah P, Elkington AR, editors. In: ABC of eyes: general medical
disorders and the eye. 4th ed. London. BMJ Publishing Group Limited; 2004. p.
69-71
23. Greenberg, Maicel. 2008. Atlas kedokteran kegawatdaruratan. Jakarta. 2008
47