Diabetes Melitus

59
Tugas Farmasi DIABETES MELITUS Disusun oleh: Ayu Wening Tyas P. G99141037 Pembimbing: Dra. Diah Poerwohastoeti, S.Far., M.Si., Apt.

description

Diabetes Melitus

Transcript of Diabetes Melitus

Tugas Farmasi

DIABETES MELITUS

Disusun oleh:

Ayu Wening Tyas P.

G99141037

Pembimbing:

Dra. Diah Poerwohastoeti, S.Far., M.Si., Apt.

KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

BAB I

PENDAHULUAN

Prevalensi penyakit Diabetes Mellitus (DM) di dunia terus meningkat, pada tahun 2003 prevalensinya 5,1 % dan diperkirakan pada tahun 2025 menjadi 6,3%. Sementara itu, jumlah penderita diabetes di Indonesia berdasarkan perkiraan World Health Organization (WHO), akan mengalami kenaikan dari 8,4 juta jiwa pada 2000 menjadi 21,3 juta jiwa pada 2030, sehingga menjadikan Indonesia berada pada urutan ke-4 setelah AS, India, dan Cina.8

Walaupun DM merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat.

Diabetes adalah penyakit yang penderitanya kian berkembang dari waktu ke waktu sehingga banyak peneltian dilakukan mengenai pencegahan, penanganan dan pengobatan setiap komplikasi yang ada.Pengobatan tersebut dipusatkan pada beragai mekanisme dasar yang menyebabkan kerusakan ginjal, mata dan saraf. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian komplikasi, kadar gula tinggi untuk waktu lama menyebabkan perubahan kimiawi yang mengarah pada retinopati, nefropati dan neuropati. Para ahli telah menciptakan sejenis bahan kimia untuk mempengaruhi proses ini dan mungkin pengobatan jangka panjang.1

Pengobatan yang tepat akan mencegah sama sekali DM. Pemahaman terhadap penyebab diabetes telah bertambah pesat selama beberapa dekade terakhir ini meski masih terus dipelajari. Terutama belum mengerti apapemicu rusaknya sel-sel beta kecil yang memproduksi insulin di pankreas.Gen-gen yang mempengaruhi penderita terhadap kerusakan ini masih diteliti, tetapi apa yang mengendalikan dan bagaimana awal kerusakannya secara tepat masih belum jelas sehingga pencegahan yang menyeluruh kemungkinannya masih jauh. Meski demikian, bila semua pertanyaan ini bisa terjawab, kemungkinan untnk memperbaikai gen-gen tersebut pada penderita yang berisiko diabetes dapat mencegah berkembangnya kondisi tersebut.2

Perlu diingat bahwa banyak yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko

timbulnya masalah akibat diabetes dengan mejaga diri baik-baik. Kemajuan dalam pengobatan dan pemahaman lebih baik tentang penyakit ini telah banyakmemberi manfaat dan harapan yang lebih baik di masa-masa yang akan datang.3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI DIABETES MELLITUS

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin1. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. 1

II. KLASIFIKASI

Klasifikasi petiologis diabetes mellitus menurut Assosiasi Diabetes Amerika / American Diabetes Association (ADA) tahun 2005 adalah sebagai berikut :

A. Diabetes Mellitus Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.4

1. Melalui proses imunologik

2. Idiopatik

B. Diabetes Mellitus Tipe 2

Bervariasi mulai dan yang predominan retensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama retensi insulin.4

C. Diabetes Mellitus Tipe Lain

1. Defek gentik fungsi sel beta :

a. Kromosom 12,HNF-l (dahulu MODY 3)

b. Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

c. Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1)

d. Kromosom 13, insulin prmoter factor-1 (IPF-1. dahulu MODY4)

e. Kromosom 17, HNF-l (dahulu MODY5)

f. Kromosom 2, neuro D1(dahulu MODY 6)

g. DNA Mitochondria

h. Lainnya4

2. Defek gentik kerja insulin : resistensi insulin tipe A,leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya

3. Penyakit eksokrin pankreas :pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik,hemokromatosis, pankreatopati fibrokalkulus. Lainnya.

4. Endokrinopati : akromegali, sindrom cruhsing, feokromositoma, hipertiroidisme stomatostationoma, aldosteronoma, lainnya.

5. Karena obat / zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis beta adrenergik, tiazid, dilantin. interferon alfa. lainnya.

6. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya

7. Imunologi (jarang) : sindrora "Stiff-man", antibodi anti reseptor insulin, lainnya.

8. Sindroma genetik lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter,sindrom Turner, sindrom. Wolframs, ataksia Friedreics, Chorea Hungtington, sindrom Laurence-Moon-Biedl,distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader Willi, lainnya

D. Diabetes Kehamilan

Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua.

III. PATOFISIOLOGI DIABETES MELLITUS

A. Diabetes Mellitus Tipe I

Pada diabetes mellitus tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikenlia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disiropan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).2

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (Polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.3

B. Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes mellitus tipe 2 adalah kelainan yang bersifat kronis, ditandai adanya kelainan permanen dari sistem metabolisme tubuh yang berupa tingginya kadar gula darah (hiperglikemia). Hal ini terjadi karena insulin tubuh tidak dapat bekerja secara efektif, dan atau tubuh (sel pankreas) tidak mampu menghasilkan hormon insulin yang memadai. Dengan demikian, kelainan patologi yang mendasari yang terjadi pada penderita diabetes adalah resistensi insulin, meningkatnya produksi glukosa oleh hati, terganggunya sekresi insulin. Pada dasarnya defek primer pada DM tipe 2 masih controversial, banyak ahli di lapangan yang menganggap DM tipe 2 merupakan peran dari resistensi insulin10. Pada awalnya, terjadi kegagalan aksi insulin dalam upaya menurunkan gula darah, mengakibatkan sel beta pankreas mensekresikan insulin lebih banyak untuk mengatasi kekurangan insulin. Dalam keadaan ini, toleransi glukosa dapat masih normal, dan suatu saat akan terjadi gangguan dan menyebabkan gangguan toleransi glukosa (IGT) dan belum terjadi diabetes12.

Selanjutnya, bila keadaan resistensi insulin bertambah berat, disertai beban glukosa terus menerus, sel beta pankreas lama kelamaan tidak mampu mensekresikan insulin untuk menurunkan kadar gula darah. Terlebih, peningkatan glukosa hepatik dan penurunan penggunaan glukosa oleh otot dan lemak mempengaruhi kadar gula darah puasa dan pospandrial yang menjadi karakteristik DM tipe 2. Akhirnya, sekresi insulin oleh sel beta pankreas menurun dan terjadi hiperglikemia. Penderita biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin.12

Dalam perjalanan terjadi DM tipe 2, sel beta pankreas pada awalnya mampu melakukan adaptasi terhadap perubahan sensitifitas terhadap insulin. Mekanisme adaptasi ini diduga melalui peningkatan proses neogenesis, atau pembentukan sel sel baru. Atau, terjadi peningkatan kelompok sel beta menjadi hipertrofi, atau mungkin akan terjadi kehilangan sel beta melalui proses apoptosis bahkan terjadi nekrosis. Pada keadaan terakhir ini, sel beta sudah tidak mampu mensekresikan insulin untuk menurunkan kadar gula darah.12

Kemampuan peningkatan sekresi insulin untuk mencegah timbulnya DM tipe 2 sangat tergantung dari kapasitas adaptasi sel-B pankreastempat produksi dan sekresi hormon insulinuntuk memelihara peningkatan konsentrasi insulin. Individu yang gagal mempertahankan hiperinsulinemia akan mengalami kegagalan toleransi glukosa dan nantinya berkembang menjadi DM Tipe 2. 12

Disfungsi sel beta dalam sekresi insulin, merupakan salah satu dari 4 gangguan metabolik pada penderita DM tipe 2. Gangguan metabolik lain adalah obesitas, kegagalan aksi insulin dan peningkatan glukosa endogen (EGO). Kenyataannya, disfungsi sel beta, kegagalan aksi insulin dan obesitas merupakan substansi gangguan metabolic utama yang terjadi pada individu sebelum terdiagnosa menderita DM tipe 2, yang berpengaruh dalam perkembangan toleransi glukosa normal (NGT) sampai terjadi gangguan toleransi glukosa (IGT). 12

Pada penelitian cross-sectional, individu dengan IGT umumnya lebih sering ditemukan pada keadaan obes dan resistensi insulin dibanding pada individu NGT. Sedangkan pada IGT, EGO menggambarkan gangguan produksi glukosa dari organ hepar tidak terjadi peningkatan. Kegagalan sekresi insulin pada IGT sebagai penyebab terjadi peningkatan glukosa darah, masih sering dipertanyakan. Beberapa penelitian mengemukakan, terdapat respon yang rendah pada awal sekresi yang terjadi pada beberapa menit setelah diberikan glukosa, baik intravena mau pun oral pada insididu IGT dibanding pada NGT.12

Respon awal sekresi insulin yang rendah, merupakan tahap awal perkembangan diabetes pada individu yang mempunyai factor risiko. Meski demikian, dapat ditemukan juga keadaan sekresi insulin yang normal bahkan meningkat pada NGT mau pun IGT. Hal yang sama juga didapatkan adanya respon sekresi insulin fase akhir yang rendah atau lebih tinggi pada IGT dibanding NGT. Hal ini menjadi menarik, dalam upaya menggambarkan patogenesis DM mellitus tipe 2 dan menjelaskan, mengapa terdapat individu dengan IGT yang tidak berkembang menjadi DM tipe 2.12

Disfungsi sel pankreas juga memainkan peranan utama dalam perkembangan toleransi glukosa yang tidak normal. Baik pada IGT maupun DM tipe 2, penekanan sekresi glukagon setelah makan diperlambat dan dikurangi; peningkatan level glukagon pada populasi ini dibandingkan dengan populasi normal. Demikian juga, setelah makan malam penekanan produksi glukosa hepar melemah pada IGT dan DM tipe 2. Kelemahan ini sebagian berhubungan dengan resistensi insulin hepar; sebuah kajian yang menggunakan pemasukan glukosa bertahap menunjukan peningkatan level insulin, produksi glukosa hepar menurun pada orang yang sehat, level insulin yang lebih tinggi dibutuhkanuntuk mencapai efek yang sama pada pasien dengan DM tipe 2.12

Hal ini sudah diperkirakan bahwa glukagon bertanggung jawab untuk menaikan produksi glukosa hepar hingga 75%. Ketika level glukagon gagal untuk turun, diikuti oleh penumpukan sisa produksi glukosa hepar. Saat diikuti dengan pengambilan glukosa yang berkurang di jaringan perifer menyebabkan resistensi insulin, hasilnya berupa hiperglikemi. 12

IV. GEJALA KLINIS

Gejala dan tanda-tanda penyakit diabetes mellitus dapat digolongkan menjadi 2 yaitu gejala akut dan gejala kronik.

A. Gejala Akut

Gejala penyakit DM pada setiap orang tidak akan selalu sama, akan tetapi gejala yang sering muncul atau pada umumnya sering timbul dengan tidak menutup kemungkinan akan timbul gejala lain:

1. Pada permulaan gejala yang timbul meliputi antara lain sebagai berikut:

a. Banyak Makan ( Polifagia )

Perasaan lapar pada pasien penyakit gula disebabkan oleh ketidakmampuan sel untuk mengambil gula dari dalam darah dan memakainya guna untuk menghasilkan Energi. Sel- sel yang kelaparan dengan gula yang banyak yang terdapat didalam darah akan terus- menerus memberikan sinyal atau akan memerintahkan kepusat rasa lapar didalam otak ingin makan sehingga pasien terus merasa lapar sekalipun makanan yang masuk kedalam usussnya melimpah atau banyak.

b. Banyak Minum ( Polidipsia )

Pada pasien diabetes kadar gula darah dapat naik hingga mencapai nilai yang cukup tinggi. Kadar yang lebih tinggi dari 200 mg % yang akan menyebabkan darah menjadi kental .

Salah satu akibat adalah rasa haus yang diderita pasien sehingga membuatnya untuk minum banyak guna mengencerkan darah yang kental itu. Disamping itu juga, frekuensi kencing yang sering dan banyak yang akan memperbesar kehilangan cairan melalui ginjal sehingga menambah rasa haus yang besar yang diderita oleh orang yang menderita diabetes mellitus.

c. Banyak Kencing ( Poliuria )

2. Bila keadan tersebut tidak dapat terobati lama kelamaan timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin dan bukan polifagia, polidipsi dan poliuria ( 3P ) melainkan hanya polidipsia dan poliuria ( 2P ) dengan beberapa keluhan sebagai berikut ;

a. Nafsu makan mulai berkurang ( tidak polifagia lagi ) bahkan kadang- kadang disusul dengan mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl

b. Banyak minum

c. Banyak kencing

d. Berat badan menurun dengan cepat (dapat turun 4-10 kg dalam waktu 2-4 minggu)

e. Mudah lelah

f. Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual bahkan penderita akan jatuh koma ( tidak sadarkan diri ) dan disebut koma diabetic. Koma diabetik adalah koma pada diabetis akibat kadar glukosa darah terlalu tinggi, biasanya melebihi 600 mg/dL.

B. Gejala Kronik

Kadang- kadang diabetisi tidak menunjukan gejala akut tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit DM. gejala ini disebut gejala kronik atau menahun. Gejala kronik ini yang paling sering membawa diabetis berobat pertama kali.

Gejala kronik yang sering timbul adalah sebagai berikut :

a. kesemutan

b. gangguan penglihatan mata kabur biasanya sering ganti kasa mata

c. kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum

d. gatal disekitar kemaluan terutama wanita

e. keputihan

f. terasa tebal dikulit, sehingga kalau berjalan seperti berjalan diatas bantal dan kasur.

g. kram, leleh dan mudah mengantuk

h. gigi mudah goyah dan mudah lepas

i. Kemampuan seksual menurun bahkan impotent

j. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat badan bayi lebih dari 4 kg.

V. DIAGNOSIS DIABETES MELLITUS

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.4

A. Pemeriksaan penyaring3

1. Usia 45 tahun

2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m2. yang disertai faktor risiko:

Kebiasaan tidak aktif

Turunan perama dari orang tua dengan DM

Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir > 4000 gram, atau riwayat DM gestasional

Hipertensi (>140/90 mmHg)

Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl

Menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin

Adanya riwayat TGT atau GDPT sebelumnya

Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TGO) standar.

B. Diagnosis diabetes mellitus2

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM sebagai berikut:

1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvac pada wanita

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tigacara:

1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu 200 mg/dL.

Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa 126 mg/ dL.

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Kadar glukosa darah 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 200 mg/ dL.

TTGO dilakukan dengan standart WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. 7

VI. KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS

A. Komplikasi akut2:

1. Ketoasidosis diabetik (KAD)

2. Hiperosmolar non ketotik (HONK)

3. Hipoglikema

B. Komplikasi kronis2:

1. Makroangiopati yang melibatkan:

a. pembuluh darah jantung

b. pembuluh darah tepi

c. penyakit arteri perifer sering terjadi pada diabetes,biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudiacatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama kali muncul.

d. Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati

a. Retinopati diabetik

b. Nefropati diabetik

3. Neuropati

a. Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,berupa hilangnya sensasi distal. Adanya neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi

b. Gejala lain yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa nyeri di malam hari.

c. Semua diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.

4. Gabungan

Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati

5. Rentan infeksi

6. Kaki diabetik

7. Disfungsi ereksi

VII. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup pasien diabetes, yaitu :

1. Jangka pendek4 :

a. Hilangnya keluhan dan tanda DM

b. Mempertahankan rasa nyaman

c. Tercapainya target pengendalian glukosa

2. Jangka panjang4 :

a. Tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit seperti mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.

b. Tujuan akhir penatalaksanaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas dini DM

Untuk tujuan tersebut dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

Pilar penatalaksanaan DM antara lain:

1. Penatalaksanaan DM non farmakologis

a. Edukasi4

Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan motivasi. Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang :

1) Penyakit DM

2) Makna dan perlunya pengendalian serta pemantauan DM

3) Penyulit DM

4) Intervensi non farmakologis dan farmakologis

5) Hipoglikemia

6) Masalah khusus yang dihadapi

7) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

b. Terapi gizi medis

Merawat penyakit diabetes dengan berdiet berarti mengikuti suatu pola makan yang sehat dibandingkan diet yang sulit atau yang bersifat membatasi.Cara ini berlaku bagi setiap penderita diabetes tanpa memperhatikan jenis yang dimiliki, dan untuk sebagian penderita diabetes tipe II cukup dengan mengontrolnya.Namun, pada penderita diabetes tipe I, perlu mempelajari keseimbangan makanan dengan suntikan insulin agar bisa tercapai kontrol terbaik pada tingkat gula darah.4

Diet ini menekankan perlunya mencapai atau mempertahankan berat badan ideal dan menekankan prinsip-prinsip dasar makanan sehat, dalam hal ini bermakna makanan yang memiliki perpaduan yang baik serta mengurangi makanan yang buruk bagi kesehatan.4

Kontribusi makanan yang diperlukan dalam makanan penderita diabetes adalah :

1) Dua per lima bagian makanan sebaiknya mencakup makanan yang mengandung zat tepung, lebih disukai dari varietas berserat tinggi.

2) Dua per lima bagian makanan sebaiknya mencakup sayuran/salad maupun buah-buahan.

3) Seperlima sisanya sebaiknya mencakup makanan yang mengandung protein, seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan, atau keju.

Lebih dari separuh kasus pasien diabetes tidak dapat mengikuti pola diet mereka. Alasannya banyak sekali, tetapi angka kegagalan ini dapat dikurangi dengan menghindari kerumitan yang tidak perlu dan memberikan penjelasan mengenai prinsip-prinsip diet kepada setiap pasien.4

Komposisi diet yang dianjurkan untuk penderita DM berulang kali mengalami perubahan.Mula-mula mengacu pada diet DM di negara barat dengan komposisi karbohidrat rendah, sekitar 40-50% dari total energi (diet A). Namun, saat ini dianjurkan persentase karbohidrat lebih tinggi sampai 60-70% dari total kebutuhan energi atau disebut juga diet B. Disamping anjuran mengenai karbohidrat, protein dan lemak, dianjurkan pula pemakaian karbohidrat kompleks yang mengandung banyak serat dan rendah kolesterol. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi: karbohidrat 60-70%, protein 10-15% dan lemak20-25%.4

Makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% masih memberikan hasil yang baik.Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari.Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh.Jumlah kandungan serat sekitar 25 g/hari, diutamakan serat larut.Pasien diabetes dengan hipertensi perlu mengurangi konsumsi garam.Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Pemanis buatan yang tak bergizi yang aman dan dapat diterima untuk digunakan pada pasien DM termasuk yang sedang hamil adalah : sakarin, aspartam, acesulfame potassium dan sucralose.4

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stres akut dan kegiatan jasmani.Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Body Mass Indeks (BMI) dan rumus Broca. BMI dihitung dengan rumus BMI = BB(kg)/TB(m2). Klasifikasi BMI:

1) BB kurang 23,0

Dengan risiko23,0-24,9

Obes I25,0-29,9

Obes II>30

Untuk menghitung kebutuhan kalori dapat dipakai rumus Broca, yaitu: Berat Badan Idaman (BBI) = (TB 100)-10%.

c. Latihan jasmani6

Latihan jasmani akan meningkatkan aliran darah, menyebabkan kapiler banyak terbuka, sehingga reseptor insulin banyak tersedia. Olahraga teratur yaitu 3-4 kali dalam seminggu, selama kurang lebih 30-45 menit. Diantaranya jalan kaki, bersepeda, jogging, ataupun renang.

Manfaatnya:

1) Memperbaiki kepekaan terhadap insulin

2) Menurunkan kadar gula darah

3) Menurunkan berat badan

4) Menurunkan kadar kolesterol jelek

5) Meningkatkan kadar kolesterol baik

6) Memperbaiki elastisitas jaringan tubuh

7) Meningkatkan kebugaran tubuh

2. Penatalaksanaan DM farmakologis

Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani.

a. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )4

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

1) Golongan Insulin Secretagogues

Insulin secretagogues mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas.1

a) Sulfonilurea

Digunakan untuk pengobatan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 sejak tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin.Sulfonilurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin.1

Mekanisme kerja efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada reseptor (SUR) pada channel tersebut maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini menyebabkan penurunan permeabilitas K pada membran dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat pada Calmodilun dan menyebabkan eksositosis granul yang mengandung insulin.1

Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan.Oleh karena itu hanya bermanfaat untuk pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin.Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe 1.1

Pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia. Pada keadaan tertentu dimana kadar glukosa darah sangat tinggi, dapat diberikan sulfonilurea dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus bahwa dalam beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna.1

Bila konsentrasi glukosa puasa < 200mg/dl, Sulfonilurea sebaiknya dimulai dengan pemberian dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai glukosa darah puasa 90-130mg/dl.Bila glukosa darah puasa > 200mg/dl dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan satu kali sehari sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan makanan porsi terbesar.1

b) Glinid

Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonilurea tetapi tidak mempunyai efek sepertinya.1

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat fenilalanin)kedua-duanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga diberikan 2 sampai 3 kali sehari.1

2) Golongan Insulin Sensitizing

a) Biguanid

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Oleh karena itu metformin biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk extended release.1

Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin >1,3mg/dl pada perempuan dan >1,5mg/dl pada laki-laki) atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus diberikan dengan hati-hati pada orang usia lanjut.1

Mekanisme kerja metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh usus sehigga menurunkan glukosa darah dan menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan. Setelah diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar tertingi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2,5 jam.1

Metformin dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan menyebabkan hipoglikemia sehingga tidak dianggap sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Metformin tidak meyebabkan kenaikan berat badan.1

Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini merupakan kombinasi yang rasional karena mempunyai cara kerja sinergis sehingga kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tuggal masing-masing, baik pada dosis maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis rendah.1

Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan sejak awal pengelolaan diabetes, berdasarkan hasil penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) dan hanya 50 persen pasien DM tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan tungal metformin atau sulfonylurea sampai dosis maksimal.1

Kombinasi metformin dan insulin juga dapat dipertimbangkan pada pasien gemuk dengan glikemia yang sukar dikendalikan. Kombinasi insulin dengan sulfonilurea lebih baik daripada kombinasi insulin dengan metformin. Penelitian lain ada yang mendapatkan kombinasi metformin dan insulin lebih baik dibanding dengan insulin saja.1

Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai monoterapi pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama. Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain.1

b) Glitazone

Merupakan obat yang juga mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Mekanisme kerja Glitazone (Thiazolindione) merupakan agonist peroxisome proliferators-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin.1

Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi ter jadi setelah 1-2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi pioglitazone.1

Secara klinik rosiglitazone dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa puasa sampai 55 mg/dl dan A1C sampai 1,5% dibandingkan dengan placebo. Sedang pioglitazone juga mempunyai kemampuan menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi kombinasi dengan dosis sampai 45 mg/dl dosis tunggal. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I IV karena dapat memperberat udem / retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. Saat ini tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal.1

3) Penghambat Glukoneogenesis

a) Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan perifer.Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien pasiendengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.Untuk mengurangi efek samping tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.1

4) Penghambat Alfa Glukosidase (acarbose)

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulen.1

Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja local pada saluran pencernaan.Acarbose mengalami metabolisme di dalam saluran pencernaan, metabolisme terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktifitas enzim pencernaan. Waktu paruh eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi melalui feses.1

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Hipoglikemi Oral3:

1) Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara bertahap.

2) Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat tersebut (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama kerjanya 24 jam).

3) Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.

4) Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada insulin.

5) Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.

Cara pemberian OHO3:

1) OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal

2) Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan

3) Glimepiride : sebelum / sesaat sebelum makan

4) Repaglinid, Nateglinid : sebelum / sesaat sebelum makan

5) Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan karbohidrat

6) Acarbose : bersama suapan pertama makan

7) Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan

b. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan3:

1) Penurunan berat badan yang cepat

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

3) Ketoasidosis diabetik

4) Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik

5) Hiperglikemia dengan asidosis laktat

6) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

7) Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )

8) Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM

9) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

10) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yaitu :

1) Insulin kerja cepat ( rapid acting insulin )

2) Insulin kerja pendek ( short acting insulin )

3) Insulin kerja menengah ( intermediate acting insulin )

4) Insulin kerja panjang ( long acting insulin )

5) Insuln campuran tetap ( premixed insulin )

Efek samping terapi insulin3

1) Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia

2) Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin

c. Terapi kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi. Terapi OHO dengan kombinasi harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi kombinasi dengan tiga OHO.3

Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang / panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.3

Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah / panjang adalah 10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.3

Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hpoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.3

Tabel 1. Golongan OHO3

Golongan

Cara Kerja Utama

Efek Samping Utama

Penurunan A1C

Sulfonilurea

Meningkatkan sekresi insulin

BB naik, hipoglikemia

1,5 2 %

Glinid

Meningkatkan sekresi insulin

BB naik, hipoglikemia

1,5 2 %

Metformin

Menekan produksi glukosa hati & menambah sensitifitas terhadap insulin

Diare, dyspepsia, asidosis laktat

1,5 2 %

Penghambat glukosidase

Menghambat absorpsi glukosa

Flatulens, tinja lembek

0,5 1,0 %

Tiazolidindion

Menambah sensitifitas terhadap insulin

Edema

1,3%

Insulin

Menekan produksi glukosa hati, stimulasi pemanfaatan glukosa

Hipoglikemia, BB naik

Potensial sampai normal

Tabel 2. Macam OHO di Indonesia3

Golongan

Generik

Mg/tab

Dosis Harian

Lama Kerja

Frek/

hari

Waktu

Klorpropamid

100-250

100-500

24-36

1

Glibenklamid

2,5 5

2,5 - 15

12-24

1 2

Sulfonilurea

Glipizid

5 10

5 2-

10-16

1 2

Sebelum

Glikuidon

30

30 - 120

6 - 8

2 3

makan

Glimepirid

1,2,3,4

0,5 - 6

24

1

Glinid

Repaglinid

0,5,1,2

1,5 - 6

-

3

Nateglinid

120

360

-

3

Tiazolidindion

Rosiglitazon

4

4 - 8

24

1

Tdk bergantung

Pioglitazon

15,30

15 - 45

24

1

jadwal makan

Penghambat glukosidase

Acarbose

50-100

100-300

3

Bersama suapan pertama

Biguanid

Metformin

500-850

250-3000

6-8

1-3

Bersama/sesudah makan

Tabel 3.Insulin di Indonesia3

Nama

Buatan

Efek Puncak

Lama Kerja

Cepat

Actrapid

Humulin-R

Novo Nordisk (U-40&U-100)

Eli Lilly (U-100)

2-4 jam

6-8 jam

Menengah

Insulatard

Monotard Human

Humulin-N

Novo Nordisk (U-40&U-100) Novo Nordisk (U-40&U-100)

Eli Lilly (U-100)

4-12 jam

18-24 jam

Campuran

Mixtard 30

Humulin-30/70

Novo Nordisk (U-40&U-100)

Eli Lilly (U-100)

1-8 jam

14-15 jam

Panjang

Lantus

Bentuk Penfill untuk

Bentuk Penfill untuk

Bentuk Penfill untuk

Aventis

Novopen 3 adalah :

Actrapid Human 100

Insulatard Human 100

Maxtard 30 Human 100

Humapen Ergo adalah :

Humulin-R 100

Humulin-N 100

Humulin-30/70

Optipen adalah :

Lantus

Tidak ada

24 jam

Tabel 4. Algoritma Penatalaksanaan3

VIII. PROGNOSIS DIABETES MELLITUS

Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.

BAB III

SIMULASI KASUS

I. ANAMNESISA. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. M

Umur : 50 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat: Jebres, Surakarta

Status Perkawinan : Menikah

Agama: Islam

Pekerjaan: Petani

B. Keluhan Utama: sering buang air kecil

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak sebulan SMRS pasien mengeluh semakin sering buang air kecil. Hal ini telah mulai dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, namun akhir-akhir ini hal tersebut semakin mengganggu aktivitas sehari-harinya. Keluhan ini sering muncul pada malam hari ketika pasien tertidur, sehingga pasien tidak dapat tertidur dengan nyenyak. Pasien juga mengeluh walaupun sering kencing tetapi pasien sering kali merasa haus dan lapar. Pasien juga sering merasa lemas, walaupun sudah makan banyak. Selain itu, pasien merasakan kaki dan tangannya terasa sering kesemutan. Karena mengganggu aktivitas pasien, maka pasien memeriksakan diri ke Poliklinik RS.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM: disangkal

Riwayat sakit jantung: disangkal

Riwayat hipertensi: disangkal

Riwayat mondok: disangkal

E. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga

Riwayat DM: (+) ibu pasien

Riwayat hipertensi: disangkal

Riwayat asma: disangkal

F. Riwayat Kebiasaan

1. Riwayat merokok : disangkal

2. Riwayat minum minuman keras : disangkal

3. Riwayat olah raga teratur : disangkal

G. Riwayat Gizi

Pasien sehari makan tiga kali, dengan nasi 2-21/2 centong nasi dengan lauk pauk tempe, tahu, sayur, kadang-kadang dengan ikan, telur, daging, atau ayam. Penderita jarang makan buah-buahan.

H. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah seorang laki-laki umur 60 tahun, seorang petani. Saat ini penderita tinggal bersama istri. Istri sebagai ibu rumah tangga. Mempunyai tiga orang anak yang semuanya bekerja di luar Surakarta. Pasien berobat dengan fasilitas BPJS.

II. ANAMNESIS SISTEM dan PEMERIKSAAN FISIK

Keluhan utama : sering buang air kecil

1. Kulit: dalam batas normal

2. Kepala: dalam batas normal

3. Mata: dalam batas normal

4. Hidung: dalam batas normal

5. Telinga: dalam batas normal

6. Mulut: dalam batas normal

7. Tenggorokan: dalam batas normal

8. Sistem respirasi : dalam batas normal

9. Sistem kardiovaskuler: dalam batas normal

10. Sistem gastrointestinal: mudah haus, mudah lapar

11. Sistem musculoskeletal: lemas

12. Sistem genitourinaria : sering buang air kecil pada malam hari

13. Ekstremitas atas dan bawah: kesemutan

14. Status neurologis : kesemutan

15. Status gizi: BB=60 kg, TB=170 cm BMI=20,7 kg/ m2 (normoweight)

16. Tanda Vital:TD:120/80 mmHg

Nadi:100x/mnt

RR:20x/mnt

Suhu:36,6C

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan

29/05/12

Satuan

Rujukan

Hb

13

g/dl

12-15,6

Hct

39

%

33-45

AL

12,4

103 /L

4,5-14,5

AT

229

103 /L

150-450

AE

4,40

106/L

4,10-5,10

GDS

229

mg/dl

80-110

GDP

196

Mg/dL

70-110

IV. RESUME

Sejak sebulan SMRS pasien mengeluh semakin sering buang air kecil. Hal ini telah mulai dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, namun akhir-akhir ini hal tersebut semakin mengganggu aktivitas sehari-harinya. Keluhan ini sering muncul pada malam hari ketika pasien tertidur, sehingga pasien tidak dapat tertidur dengan nyenyak. Pasien sering kali merasa haus dan lapar. Pasien juga sering merasa lemas (+), kesemutan di kedua ekstremitas (+), dan berat badan menurun (+). Riwayat penyakit keluarga kencing manis (+) pada ibu.

Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80, nadi 100x/mnt, RR 20x/mnt, suhu 36,6C, BMI 20,7 kg/m2 (normoweight). Laboratorium didapatkan Hb= 13 g/dl, Hct= 39%, Trombosit = 229, Eritrosit= 4,40 106/L, Leukosit: 12,4 x103 /L, GDS= 229 mg/dl, GDP= 196 mg/dL.

V. DIAGNOSIS

Diabetes Mellitus tipe 2

VI. TUJUAN TERAPI

Menurunkan kadar gula darah sehingga dapat mengurangi gejala-gejala yang dikeluhkan pasien.

VII. TERAPI

A. Non Farmakologis

1. Edukasi kepada pasien mengenai penyakit Diabetes mellitus dan komplikasinya

2. Edukasi kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan rendah gula dan kalori

3. Edukasi kepada pasien untuk meningkatkan aktivitas fisik dan melakukan latihan jasmani

B. Farmakologis

RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Poli Klinik Interna

12 September 2014

Dokter : dr. Ayu

R/ Glibenklamid tab mg 2,5 No. XV

1 dd tab 1 a.c

Pro : Tn. M (60 tahun)

No. RM : 01263543

Alamat: Jebres, Surakarta

VIII. PEMBAHASAN OBAT

A. Peresepan

Pasien diedukasi, melaksanakan diet, dan latihan jasmani, kemudian dievaluasi selama kurang lebih 4 minggu. Jika ketiga terapi non farmakologis tersebut tidak mampu memenuhi tujuan terapi maka diberikan intervensi farmakologis.

Intervensi farmakologis yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan medik ilmu penyakit dalam RSUD Dr. Moewardi adalah golongan sulfonilurea atau penghambat Glukosidase alfa.

Sulfonilurea merupakan obat yang digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan DM, karena mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Dosis pemberian sulfonilurea khususnya Glibenklamid 2,5 mg adalah 1-2 x pemberian per hari.

R/ Glibenklamid tab mg 2,5 No. XV

1 dd tab 1 a.c

Pro : Tn. M (60 tahun)

Kemudian dievaluasi 2-4 minggu kemudian bila tujuan terapi tidak tercapai ditambahkan satu macam obat dari golongan biguanid.

R/ Glibenklamid tab mg 5 No. XV

1 dd tab 1 a.c

R/ Metfomin tab mg 500 No. XXI

3 dd tab 1 d.c

Pro : Tn. M (60 tahun)

Evaluasi dilakukan setiap minggu selama 4 minggu. Jika tetap tidak ada respon terapi, diberikan kombinasi dengan golongan penghambat glukosidase .

R/ Glibenklamid tab mg 5 No. XV

1 dd tab 1 a.c (sebelum makan)

R/ Acarbose tab mg 50 No. XXI

3 dd tab 1 d.c (bersama suapan pertama)

R/ Metfomin tab mg 500 No. XXI

3 dd tab 1 d.c

Pro : Tn. M (60 tahun)

Evaluasi dilakukan setiap minggu selama 4 minggu. Jika tetap tidak ada respon terapi, diberikan kombinasi 3 macam OHO dengan insulin injeksi subkutan.

R/ Glibenklamid tab mg 5 No. XV

1 dd tab 1 a.c

R/ Acarbose tab mg 50 No. XXI

3 dd tab 1 d.c

R/ Metfomin tab mg 500 No. XXI

3 dd tab 1 d.c

R/ Insulin reguler injeksi 100 ui

Cum spuit insulin injeksi

imm

Pro : Tn. M (60 tahun)

B. Glibenklamid

Glibenklamid merupakan obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi II yang potensi hipoglikemiknya lebih besar dibandingkan golongan sulfonilurea generasi I (tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid, dan klorpropamid)11.

1. Mekanisme Kerja

Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogeus, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel Langerhans pankreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel , merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C. Kecuali itu sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.11

2. Farmakodinamik

Memiliki efek hipoglikemik yang poten (200 kali lebih kuat daripada Tolbutamida) sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Glibenklamid efektif dengan pemberian dosis tunggal.

3. Farmakokinetik

Absorpsi OHO sulfonilurea melalui usus baik sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstra sel. Dalam plasma sebagian besar pada protein plasma terutama albumin (70-99%).

Studi menggunakan glibenklamid yang dilabel radioaktif menunjukkan bahwa, glibenklamid diserap sangat baik. Mula kerja (onset) glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat 15-60 menit setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 2-4 jam. Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam setelah pemberian, kadar dalam plasma hanya tinggal sekitar 5%.

Masa kerja sekitar 15-24 jam. Metabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung dengan jalan hidroksilasi gugus sikloheksil yang menghasilkan satu metabolit dengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit inaktif. Metabolit utama (M1) merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-trans, metabolit kedua (M2) merupakan hasil hidroksilasi 3-cis, sedangkan metabolit lainnya belum teridentifikasi. Semua metabolit tidak ada yang diakumulasi, hanya 25-50 % metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja.

Waktu paruh eliminasi sekitar 15-16 jam, dapat bertambah panjang apabila terdapat kerusakan hati atau ginjal. Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam.

4. Kontra Indikasi

a. Hipersensitif terhadap glibenklamid atau senyawa OHO golongan sulfonilurea lainnya

b. Porfiria

c. Ketoasidosis diabetik dengan atau tanpa koma

d. Penggunaan OHO golongan sulfonilurea pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal, gizi buruk.

e. Pengobatan tunggal pada DM juvenil

f. DM dengan kehamilan

g. Alkoholisme akut

5. Efek Samping

Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, dan hipersekresi asam lambung. Gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipoglikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan masa kerja panjang. Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan.

6. Interaksi Obat

Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik; Analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan efek sulfonilurea; Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu toleransi glukosa; Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO; Oktreotid dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO; Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik; Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamida dan trimetoprim): meningkatkan efek sulfonilurea; Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat metabolisme); Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik; Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma sulfonilurea; Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik sulfonilurea; Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek hipoglikemia ; Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif terhadap OHO; Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala peringatan, misalnya tremor; Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik; Urikosurik: sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonilurea.

7. Parameter Monitoring

Kadar glukosa darah puasa : 80-120mg/dl; Kadar hemoglobin A1c :