Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

download Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

of 170

Transcript of Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    1/170

    Di Mana Uang Kami?Advokasi Anggaran di Indonesia

    Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran

    diterbitkan atas kerja sama

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    2/170

    Di Mana Uang Kami?

    Advokasi Anggaran di Indonesia

    Penulis

    Ari NurmanA Siswanto DarsonoDelima SilalahiFahrizaFitria MuslihMS. WaiMimin Rukmini

    Nandang SuhermanNurul Saadah AndrianiSaeful MulukSetyo Dwi HerwantoWasingatu ZakiyahYemmestri EnitaYuna Farhan

    Editor

    Wahyu W. Basjir (Bahasa Indonesia) dan Debbie Budlender (Bahasa Inggris)

    Penerjemah

    Ida Nurwidya, Rahmi Yunita, Theresia Wuryantari

    Penyelaras akhir

    Valentina Sri Wijiyati dan Wasingatu Zakiyah

    Penata Letak

    F. Ulya Himawan

    Perancang Sampul

    Agus Eko Purwanto

    Cetakan Pertama, Mei 2011

    Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

    Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia/Ari Nurman, dkk./Yogyakarta: IDEA, Mei 2011

    xiv + 156 halaman

    16 x 24 cm

    ISBN: 978-602-99372-0-6

    1. Uang Kami 2. Advokasi Anggaran 3. Kumpulan Kisah

    I JUDUL

    IDEA INISIATIF LAKPESDAM NU

    PATTIRO Seknas FITRA

    International Budget Partnership

    Perkumpulan IDEA

    Jl. Kaliurang KM 5 Gg Tejomoyo III / 3Yogyakarta 55281

    [email protected]

    www.ideajogja.or.id

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    3/170

    Kata Pengantar

    Perjalanan advokasi anggaran di Indonesia berawal dari maraknya

    gerakan anti korupsi, tepatnya sejak dimulainya era otonomi daerah

    pada tahun 2000. Korupsi yang awalnya sentralistik pun ikut bergeser

    ke provinsi dan kabupaten/kota. Lembaga eksekutif dan parlemen

    daerah menjadi sarang korupsi. Perlawanan terhadap korupsi inilah

    yang menjadi agenda awal para pegiat advokasi anggaran, seiring denganpemberlakuan desentralisasi iskal. Selanjutnya advokasi anggaran

    bergeser untuk menakar alokasi anggaran dalam pemenuhan hak dasar

    sekaligus mendorong proses penganggaran yang partisipatif, transparan,

    dan akuntabel.

    Buku yang sedang Anda baca ini berusaha mendokumentasikan

    pengalaman para pegiat advokasi anggaran ketika berurusan dengan

    berbagai kasus korupsi dan pengelolaan anggaran daerah yang buruk.

    Cakupan pengalaman yang direkam dalam naskah ini cukup luas. Laporan

    Seknas Fitra, Tiada Kata Cukup? misalnya, menunjukkan advokasi

    anggaran tidak lepas dari aspek peraturan dan perundang-undangan.

    Pada bagian yang lain, PATTIRO Malang membagi pengalaman mereka

    mendorong pembentukan dan implementasi anggaran daerah yang

    berorientasi pemenuhan hak dasar warga negara, khususnya pendidikan.Pengalaman advokasi mereka dapat disimak pada artikel Meraih Hak

    atas Pendidikan Melalui BOSDA.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    4/170

    iv | Di Mana Uang Kami?

    Pemenuhan hak atas kesehatan juga menjadi sasaran gerakan advokasi

    anggaran. Kemendesakan isu ini menyedot banyak sumber daya organisasi-

    organisasi masyarakat sipil, salah satunya adalah Perkumpulan Inisiatif,

    Bandung. Upaya mereka menyusun landasan kebijakan anggaran yang

    menjamin akses kepada layanan kesehatan yang murah tertuang dalam

    Sehat Itu Murah dan Mudah. Peraturan Daerah tentang jaminan

    kesehatan itu diharapkan menjadi starting pointagar layanan kesehatan

    bagi warga miskin murah dan mudah dijangkau.

    Dari sekian banyak permasalahan kesehatan di Indonesia, kesehatan

    reproduksi perempuan dan anak menjadi bagian yang cukup menonjol.

    Angka kematian ibu melahirkan yang tinggi, berbagai kasus anak kurang

    gizi (bayi lahir dengan berat badan rendah) melatarbelakangi gerakan

    advokasi anggaran kesehatan yang dilakukan oleh kelompok perempuan.

    Keterlibatan perempuan dalam pos pelayanan terpadu atau lebih dikenal

    dengan Posyandu menjadi inspirasi bagi PATTIRO Surakarta untuk

    menjawab tantangan advokasi di sektor itu. Laporan mereka ada dalamartikel Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD Di Posyandu.

    Mendorong peran kelompok marginal dalam melakukan advokasi

    anggaran dalam pemenuhan hak dasarnya juga dilakukan oleh kelompok

    difabel (different ability). Upaya SAPDA dalam Mendorong Kebangkitan

    Difabel untuk Memperjuangkan Hak mulai terwujud dari proses

    advokasinya yang dilakukan di Yogyakarta.

    Hal serupa dilakukan oleh kelompok petani yang diorganisasi oleh

    KSPPM di Kabupaten Tapanuli Utara. Di Indonesia yang adalah negara

    agraris dengan penduduk yang rata-rata bertani, sudah selayaknya

    petani lebih sejahtera dan mendapat alokasi anggaran yang memadai

    untuk meningkatkan hasil pertanian. Tulisan yang bertajukMemahami

    Anggaran Memanen Kesejahteraan menceritakan upaya petani dalam

    advokasi anggaran pertanian.

    Kata Pengantar

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    5/170

    Advokasi Anggran di Indonesia | v

    Pemenuhan hak ekonomi sosial budaya sebagai hak dasar warga negara

    melalui anggaran tersebut dilengkapi oleh advokasi proses penganggaran

    untuk pemenuhan hak sipil dan politik. Dalam siklus penganggaran

    yang diawali dengan perencanaan, posisi tawar masyarakat sipil serta

    kelompok marjinal akan sangat mempengaruhi arah kebijakan anggaran.

    Dengan kata kunci partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas, perbaikan

    proses penganggaran dilakukan oleh elemen masyarakat sipil.

    Upaya mendorong Pelembagaan Partisipasi dan Transparansi

    Anggaran Daerah dilakukan oleh P3ML di Kabupaten Sumedang.

    Melalui Perda Prosedur Perencanaan dan Penganggaran Daerah, gagasan

    tentang pagu indikatif kewilayahan dan Forum Delegasi Musrenbang

    ditetapkan dalam Perda. Perda ini menjadi rujukan bagi advokasi di

    banyak daerah di Indonesia.

    Selain pelembagaan proses penganggaran dalam sebuah peraturan

    perundangan, penguatan proses penganggaran dilakukan pula denganmengkonsolidasikan seluruh elemen masyarakat sipil di daerah. Jejaring

    masyarakat sipil menjadi kekuatan untuk mempengaruhi anggaran daerah.

    Pengalaman yang relevan mengenai hal itu ditulis oleh FITRA Riau dalam

    artikel Realokasi Anggaran Menuju Efektivitas dan Eisiensi.

    Mendorong kelompok penekan (pressure group) dalam memperjuangkan

    alokasi anggaran yang berpihak pada rakyat, sangat efektif dan

    menggerakkan. Salah satunya adalah pengalaman LakpesdamNU yang

    dicatat dalam Ketika Rakyat bersama Ulama Mengadvokasi Anggaran.

    Melalui Batsul Masail sebagai metode pengambilan keputusan para

    ulama, permasalahan anggaran dibahas dan diselesaikan. Pengalaman di

    Kabupaten Cilacap ini bisa menjadi model yang efektif bagi daerah lain

    untuk memperkuat advokasi.

    Kata Pengantar

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    6/170

    vi | Di Mana Uang Kami?

    Selain mendorong kelompok keagamaan untuk terlibat dalam proses

    penganggaran, beberapa lembaga yang peduli pada anggaran responsif

    gender mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam proses

    penganggaran. Mereka tidak hanya mengejar kuota minimum perempuan

    30 % dalam partisipasi politik tetapi membuat prosedur sendiri untuk

    menggabungkan perempuan dalam satu suara melalui Musrenbang

    perempuan. Pengalaman IDEA dalam Tiada Maknanya Partisipasi

    Tanpa Alokasi diharapkan menjadi model partisipasi dengan alokasi

    yang jelas.

    Beragam catatan proses advokasi anggaran inilah yang dipaparkan

    dalam buku yang berjudul Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran

    di Indonesia. Buku yang dicetak dalam dua bahasa ini diharapkan

    bisa memberikan gambaran catatan pelaku advokasi anggaran secara

    langsung. Kami berharap cerita-cerita keberhasilan, kegagalan, dan

    perubahan-perubahan yang ada dalam naskah ini dapat menjadi inspirasi

    bagi pembaca dalam memahami advokasi anggaran di Indonesia.

    Proses merangkum kisah ini merupakan salah satu tindak lanjut

    pertemuan lima lembaga advokasi anggaran (IDEA Inisiatif Lakpesdam

    NU PATTIRO Seknas FITRA). Kelima lembaga ini berproses atas

    dukungan Partnership Initative of the International Budget Partnership

    untuk memberikan gambaran perubahan paling signiikan dalam advokasi

    anggaran yang dilakukan di Indonesia.

    Harus diakui bahwa pegiat advokasi anggaran yang bersemangat

    dalam proses melakukan advokasi seringkali compang-camping dalam

    melakukan penulisan pengalamannya. Namun upaya keras para penulis

    untuk menghadirkan dan merangkum kembali catatan dan ingatannya

    patut mendapat apresiasi.

    Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada tim inti kolaborasi 5

    lembaga, para penulis, penyunting, dan penerjemah yang telah berproses

    menghadirkan buku ini. Ucapan terima kasih secara istimewa kami

    Kata Pengantar

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    7/170

    Advokasi Anggran di Indonesia | vii

    sampaikan kepada Debbie Budlender merupakan bagian dukungan

    Partnership Initiative --yang sangat telaten memberikan saran dan

    memandu dengan pertanyaan-pertanyaan tajam selama penyusunan

    buku ini. Selain itu, tim International Budget Partnership yang telah

    mendukung proses penulisan ini berhak atas ucapan terima kasih yang

    dalam dari kami.

    Kami berharap buku ini dapat menjadi sumbangsih yang bernilai bagi

    advokasi anggaran di Indonesia dan menjadi inspirasi bagi negara lain.

    Yogyakarta, 20 Mei 2011

    IDEA - Inisiatif - Lakpesdam NU

    PATTIRO Seknas FITRA

    Kata Pengantar

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    8/170

    viii | Di Mana Uang Kami?

    Daftar Isi

    Halaman Judul ~ i

    Kata Pengantar ~ iii

    Daftar Isi ~ vii

    Daftar Tabel ~ x

    Daftar Boks ~ xi

    Daftar Bagan ~ xii

    Tiada Kata Cukup?: Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD ~ 1

    Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA: PengalamanAdvokasi Anggaran Pendidikan Di Kota Malang, Provinsi JawaTimur ~ 19

    Sehat Itu Murah dan Mudah: Pengalaman Advokasi PenyediaanJaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin Di KabupatenBandung ~ 37

    Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD DiPosyandu: Pengalaman Kelompok Perempuan MengadvokasiAnggaran Di Kota Surakarta ~ 51

    Kebangkitan Difabel untuk Memperjuangkan Hak: UpayaMengorganisasi Kelompok Difabel untuk Memperoleh Jaminan

    Kesehatan Di ProvinsiDIY ~ 65

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    9/170

    Advokasi Anggran di Indonesia | ix

    Memahami Anggaran Memanen Kesejahteraan: PengalamanMengorganisasi Petani Melakukan Advokasi Anggaran Di

    Kabupaten Tapanuli Utara ~ 77

    Pelembagaan Partisipasi dan Transparansi Anggaran Daerah:Pengalaman Advokasi Peraturan Daerah tentang Perencanaan danPenganggaran Daerah di Kabupaten Sumedang ~ 93

    Realokasi Anggaran Menuju Efektivitas dan Eisiensi:Upaya Masyarakat Sipil Menolak RAPBD Provinsi RiauTahun 2007 ~ 113

    Ketika Rakyat bersama Ulama Mengadvokasi Anggaran:

    Pengalaman Penolakan atas Program Simpemdes di KabupatenCilacap, Provinsi Jawa Tengah ~ 125

    Tiada Maknanya Partisipasi Tanpa Alokasi: MusrenbangPerempuan, Bukan Partisipasi Tanpa Alokasi ~ 139

    Para Penulis ~ 150

    Daftar Isi

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    10/170

    x | Di Mana Uang Kami?

    Daftar Tabel

    Tabel 1.1. Perkiraan Take Home Pay DPRD Provinsi Menurut PP No. 37

    Tahun 2005 dan PP No. 37 Tahun 2006 (dalam Rupiah) ~ 5

    Tabel 1.2. Penghasilan Tambahan Anggota DPRD menurut PP No. 37

    Tahun 2006 (dalam Rupiah) ~ 6

    Tabel 1.3. Persentase Penyerapan Gaji Tambahan (GT) DPRD terhadapAlokasi Belanja Langsung Pelayanan Dasar APBD Tahun 2006 di 6

    Kabupaten/kota ~ 8

    Tabel 1.4. PP No. 37 Tahun 2006 vs PP No. 21 Tahun 2007 ~ 14

    Tabel 2.1. Penghitungan BOSDA Kota Malang (dalam Rupiah) ~ 22

    Tabel 4.1. Perkiraan Kebutuhan Anggaran Pengelolaan Posyandu untuk 1

    Tahun (dalam rupiah) ~ 54

    Tabel 4.2. Alokasi Anggaran PMT Balita di Posyandu dalam APBD/APBD

    Perubahan Kota Surakarta 2004-2008 ~ 61

    Tabel 7.1. Rekap Usulan Kegiatan Hasil Musrenbang Kecamatan

    Ujungjaya Tahun 2006 ~ 96

    Tabel 7.2. Usulan Warga Yang Diakomodasi Pada APBD Kabupaten

    Sumedang Tahun 2009 ~ 108

    Tabel 10.1. Perubahan alokasi APBD Kabupaten Bantul terkait usulan

    melalui Musrenbang Perempuan ~ 147

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    11/170

    Advokasi Anggran di Indonesia | xi

    Daftar Boks

    Boks 3.1. Desain advokasi kesehatan gratis di Kabupaten Bandung ~ 40

    Boks 3.2. Analisis potensi penghematan anggaran Dinas Kesehatan

    Kabupaten Bandung (dalam Rupiah) ~ 43

    Boks 3.3. Kalkulasi pembiayaan jaminan layanan kesehatan menurut

    model ~ 45

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    12/170

    xii | Di Mana Uang Kami?

    Bagan 10.1. Langkah pengorganisasian komunitas perempuan ~ 144

    Bagan 10.2. Kanalisasi hasil Musrenbang Perempuan ke Musrenbang

    Kabupaten ~ 146

    Daftar Bagan

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    13/170

    Advokasi Anggran di Indonesia | xiii

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    14/170

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    15/170

    oleh:Yuna Farhan

    RINGKASAN

    Kasus-kasus korupsi tunjangan pensiun yang menjerat anggota Dewan

    Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) periode 1999-2004 yang tidak ada

    habisnya tampaknya akan terulang lagi. Pada periode 2004-2009, Rp

    1,4 triliun anggaran daerah justru akan mengucur ke kantong anggota

    DPRD, yang seharusnya memperjuangkan alokasi anggaran untuk rakyat.

    Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 2006 yang memberikan

    tambahan penghasilan bagi anggota DPRD, yang berlaku surut mulai

    Januari 2006, telah membangkitkan amarah publik. Koalisi Nasional, yang

    terdiri dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia,

    melakukan penolakan terhadap PP ini. Akhirnya, Presiden merevisi PP

    ini dan mengharuskan DPRD mengembalikan tunjangan yang terlanjur

    mereka terima.

    Tiada Kata Cukup?Catatan Advokasi Perubahan PP

    tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    16/170

    2 | Di Mana Uang Kami?

    Tiada Kata Cukup?

    PROFIL LEMBAGA

    Bergulirnya reformasi diikuti menguatnya tuntutan terhadap tata kelola

    pemerintahan yang baik dan anggaran negara yang lebih mensejahterakan

    rakyat. Di awal masa reformasi, anggaran masih dianggap sebagai rahasia

    negara dan merupakan ranah birokrasi. Negara menganggap rakyat

    tidak perlu tahu penganggaran sehingga hak-hak rakyat atas kedaulatan

    terhadap anggaran negara masih diabaikan. Latar ini melahirkan Forum

    Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) sebagai perintis gerakan

    advokasi anggaran pada Bulan September 1999.

    Dengan visi mewujudkan kedaulatan rakyat atas anggaran, FITRA

    mengemban misi mendorong transparasi dan melakukan pengawasan

    penganggaran negara serta memastikan anggaran negara disusun

    berdasarkan dan berorientasi pada kebutuhan rakyat. Keanggotaan

    FITRA yang semula ada di 7 (tujuh) daerah, saat ini telah meluas menjadi

    13 daerah. FITRA juga telah mengembangkan jaringan gerakan advokasi

    anggaran di 45 daerah. Berkembangnya jaringan gerakan advokasi

    anggaran telah menjadikan FITRA sebagai rujukan dalam isu-isu anggaran.

    Berbagai advokasi FITRA mendapatkan apresiasi liputan media massa

    secara luas.

    Setelah Pertemuan Nasional pada tahun yang sama, FITRA makin jelas

    melihat bahwa anggaran belum menjadi gerakan sosial yang menjadi

    instrumen advokasi dalam berbagai isu. Untuk menjawab tantanganitu, FITRA ditugasi untuk menjadikan anggaran sebagai gerakan sosial

    dengan melahirkan pusat sumber daya anggaran. Pusat sumber daya ini

    diharapkan bisa menjadi pusat analisis, data informasi, advokasi, dan

    penguatan kapasitas terkait anggaran.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    17/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 3

    Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD

    ANALISIS SITUASI

    Sejak pemberlakuan otonomi daerah, pengaturan hak keuangan DPRD

    yang pertama kali dikeluarkan adalah PP No. 110 Tahun 2000 tentang

    Kedudukan Keuangan DPRD. Pada akhir masa jabatan, banyak anggota

    DPRD terjerat kasus korupsi karena melanggar PP ini. Kasus ini terutama

    berkaitan dengan pemberian uang pensiun yang tidak dibenarkan oleh

    PP ini. PP ini pun mendapat perlawanan dari sejumlah anggota DPRD,

    yang berujung pada uji materi terhadap PP tersebut karena dianggap

    bertentangan dengan UU yang lebih tinggi. Mahkamah Agung (MA)

    mengabulkan tuntutan uji materi dan menyatakan PP ini tidak belaku.

    Setelah PP No. 110 Tahun 2000 tidak lagi berlaku, Pemerintah hampir

    setiap tahun menerbitkan regulasi yang mengatur penghasilan DPRD.

    Berturut-turut, mulai tahun 2004, Pemerintah menetapkan PP No. 24

    Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan

    dan Anggota DPRD yang kemudian diubah pertama kali dengan PP No.

    37 Tahun 2005 dan kedua kali melalui PP No. 37 Tahun 2006. Terakhir,

    perubahan ketiga dikeluarkan melalui PP No. 24 Tahun 2007 setelah PP

    sebelumnya mendapat perlawanan advokasi masyarakat sipil yang akan

    menjadi inti cerita tulisan ini.

    Apa sebenarnya yang menyebabkan kerap bergantinya PP keuangan

    DPRD? Pada PP No. 110 Tahun 2000, uang akhir masa jabatan atau purna

    bakti dan tunjangan perumahan tidak diperbolehkan, sementara PP No.24 Tahun 2004 mengatur adanya pemberian uang purnabakti. Tunjangan

    perumahan pada PP No. 24 Tahun 2004 akhirnya menjadi temuan Badan

    Pemeriksa Keuangan (BPK) karena adanya keharusan untuk memberikan

    bukti isik rumah yang disewa oleh DPRD. Akhirnya Pemerintah

    menyikapi hal ini dengan melakukan perubahan pertama melalui PP No.

    37 Tahun 2005. PP ini menyatakan tunjangan perumahan dapat diberikan

    sebagai penghasilan tanpa harus ada bukti rumah yang disewa. Hal ini

    memperjelas bahwa perubahan PP ini masih bersifat tambal-sulam

    berdasarkan kasus dan tuntutan DPRD.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    18/170

    4 | Di Mana Uang Kami?

    Tiada Kata Cukup?

    Pada tahun 2006, publik dicengangkan oleh perubahan ketiga Peraturan

    Keuangan DPRD. Pasalnya, tanpa diduga-duga PP No. 37 Tahun 2006

    menambah jenis penghasilan anggota DPRD di seluruh Indonesia. Jenis

    penghasilan tersebut adalah tunjangan komunikasi intensif (TKI) yang

    besarnya tiga kali uang representasi dan Biaya Penunjang Operasional

    Pimpinan (BPOP) yang besarnya enam kali uang representasi.

    Permasalahan lain dari PP ini adalah berlaku surutnya PP ini mulai Januari

    2006. Padahal, PP ini baru ditetapkan pada tanggal 14 November 2006

    atau satu bulan sebelum tahun anggaran 2006 berakhir. Berdasarkan

    analisis FITRA, PP ini akan membebani keuangan daerah dan melanggarperaturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Masalah ini menjadi

    pemicu lahirnya gerakan penolakan terhadap PP yang terdiri dari berbagai

    LSM di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak PP

    No. 37 Tahun 2006.

    METODOLOGI

    Mempersiapkan Amunisi Melalui Analisis Komprehensif

    Sekretariat Nasional (Seknas) FITRA meyakini keberhasilan advokasi

    ditentukan oleh analisis masalah dan validitas data. Oleh karena itu,

    Seknas FITRA melakukan analisis awal sebagai bahan advokasi yang

    akan digunakan secara komprehensif. Berikut adalah ringkasan analisis

    dari tiga sudut pandang; implikasi kebijakan, kepatuhan, dan konlik

    perundang-undangan.

    Analisis Implikasi Pemberlakuan PP terhadap Keuangan Daerah

    Seknas FITRA melakukan analisis simulasi pemberlakuan PP ini terhadap

    beban keuangan yang harus dikeluarkan oleh Anggaran Pendapatan dan

    Belanja Daerah (APBD) seluruh daerah. Dengan rata-rata 35 (tiga puluh

    lima) orang anggota DPRD per daerah, total 434 (empat ratus tiga puluh

    empat) kabupaten/kota di seluruh Indonesia membutuhkan anggaran TKI

    dan biaya operasional Rp 1,4 triliun per tahun di luar biaya Sekretariat

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    19/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 5

    Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD

    DPRD. Di awal 2007, anggota DPRD akan mendapatkan rapel TKI tahun

    2006 sebesar Rp 75,6 juta/orang untuk anggota DPRD kabupaten/

    kota dan Rp 108 juta/orang untuk anggota DPRD provinsi. Sementara

    itu, Ketua dan Wakil Ketua DPRD mendapatkan tambahan tunjangan

    operasional Rp 226 juta/orang untuk ketua DPRD kabupaten/kota dan

    Rp 156,24 juta/orang untuk Wakil Ketua. Demikian halnya dengan DPRD

    provinsi, masing-masing memperoleh rapelan sebesar Rp 324 juta/orang

    untuk Ketua dan Rp 223,2 juta/orang untuk Wakil Ketua.

    Tabel 1.1. Perkiraan Take Home PayDPRD Provinsi Menurut PP No.37 Tahun 2005 dan PP No. 37 Tahun 2006 (dalam Rupiah)

    Jenis

    Penghasilan

    Menurut PP No. 37 Tahun 2005 Menurut PP No. 37 Tahun 2006

    KetuaWakil

    ketuaAnggota Ketua

    Wakil

    KetuaAnggota

    Uang

    Representasi3.000.000 2.400.000 2.250.000 3.000.000 2.400.000 2.250.000

    Uang Paket 300.000 240.000 225.000 300.000 240.000 225.000

    Tunjangan

    Beras95.200 95.200 95.200 95.200 95.200 95.200

    TunjanganIsteri/Suami

    300.000 240.000 225.000 300.000 240.000 225.000

    Tunjangan

    Anak120.000 96.000 45.000 120.000 96.000 45.000

    Tunjangan

    Anggota

    Komisi

    - - 130.500 - - 130.500

    Tunjangan

    Anggota

    Panitia

    Musyawarah

    326.250 217.500 130.500 326.250 217.500 130.500

    HonorariumPanitia

    Anggaran

    (Panggar)

    326.250 217.500 130.500 326.250 217.500 130.500

    Honorarium

    Badan

    Kehormatan

    (BK)

    - - 130.500 - - 130.500

    Tunjangan

    Jabatan4.350.000 3.480.000 3.262.500 4.350.000 3.480.000 3.262.500

    Tunjangan

    Komunikasi

    - - - 9.000.000 9.000.000 9.000.000

    Dana

    Operasional- - - 18.000.000 9.600.000 -

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    20/170

    6 | Di Mana Uang Kami?

    Tiada Kata Cukup?

    Jumlah 8.817.700 6.986.200 6.624.700 35.817.700 25.586.200 15.624.700

    Jumlah Kenaikan 27.000.000 18.600.000 9.000.000

    Persentase Kenaikan 306 266 136

    Sumber : Seknas FITRA,2007

    * Asumsi : Setiap anggota DPRD Provinsi sebagai anggota Komisi, Panitia

    Musyawarah, Panggar, dan BK.

    Tabel 1.2. Penghasilan Tambahan Anggota DPRD menurut PP No. 37

    Tahun 2006 (dalam Rupiah)

    Penghasilan Tambahan Ketua Wakil Ketua AnggotaA. Untuk DPRD di 434 kabupaten / kota

    Tunjangan Komunikasi 6.300.000 6.300.000 6.300.000

    Dana Operasional 12.600.000 6.720.000 0

    Total per bulan 18.900.000 13.020.000 6.300.000

    Total Rapelan 2006

    (Jan-Des)226.800.000 156.240.000 75.600.000

    Total Rapelan

    per kabupaten/ kota2.958.480.000

    Total Rapelan 2006

    untuk Ketua,Wakil Ketua,

    dan Anggota pada 434

    kabupaten/ kota

    98.431.200.000 135.616.320.000 1.049.932.800.000

    Total Keseluruhan

    Rapelan 2006 untuk 434

    kabupaten/ kota

    1.283.980.320.000

    B. Untuk DPRD di 33 Provinsi

    Tunjangan Komunikasi 9.000.000 9.000.000 9.000.000

    Dana Operasional 18.000.000 9.600.000 0Total per bulan 27.000.000 18.600.000 9.000.000

    Rapelan 2006 (Jan-Des) 324.000.000 223.200.000 108.000.000

    Total Rapelan Untuk 33

    Provinsi

    Total penyerapan rapelan

    2006 untuk Ketua,Wakil

    Ketua, dan Anggota

    10.692.000.000 22.096.800.000 146.124.000.000

    Total Keseluruhan

    Rapelan 2006 untuk 33

    Provinsi

    178.912.800.000

    TOTAL A + B

    1.462.893.120.000 (satu triliun empat ratus enam puluh

    dua miliar delapan ratus sembilan puluh tiga juta seratus

    dua puluh ribu Rupiah)

    Sumber : Seknas FITRA,2007

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    21/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 7

    Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD

    Analisis Implikasi PP terhadap Alokasi Belanja Pelayanan Publik

    Seknas FITRA juga menganalisis pemberlakuan PP pada daerah-daerahyang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) kecil dan kemampuan

    iskal terbatas, serta implikasinya dengan alokasi belanja pelayanan

    publik seperti pendidikan dan kesehatan. Penambahan penghasilan

    DPRD berupa tunjangan komunikasi intensif sebanyak 3 kali uang

    representasi dan dana operasional sebesar 6 kali uang representasi yang

    dibayarkan mulai Januari 2006, akan semakin membebani APBD. Daerah-

    daerah dengan PAD kecil akan dipaksa mengalokasikan anggaran untuk

    penghasilan DPRD dan menepikan pemenuhan pelayanan bagi warganya.

    Di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, misalnya, PAD sebesar Rp 6

    miliar habis dialokasikan untuk belanja DPRD-nya sebesar Rp 6 miliar, di

    luar belanja Sekretariat DPRD. PAD daerah-daerah miskin seperti Provinsi

    Nusa Tenggara Timur (NTT) kemungkinan besar tidak akan cukup untuk

    memikul belanja itu. Akibatnya, belanja pemenuhan hak-hak dasar seperti

    pendidikan dan kesehatan akan diabaikan atau mendapatkan prioritasyang lebih rendah. Di lima kabupaten lain yang dianalisis, belanja itu

    menghabiskan 30% PAD.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    22/170

    8 | Di Mana Uang Kami?

    Tiada Kata Cukup?

    Tabel 1.3. Persentase Penyerapan Gaji Tambahan (GT) DPRD

    terhadap Alokasi Belanja Langsung Pelayanan Dasar APBD Tahun

    2006 di 6 Kabupaten/kota

    No Daerah

    PAD

    (dalam

    Rupiah)

    GT

    DPRD

    (PP

    No. 37

    Tahun

    2006)

    dalam

    Rupiah

    % GT

    DPRD

    terha-

    dap

    PAD

    % GT DPRD Terhadap Belanja Langsung

    Pelayanan Dasar

    Belanja

    Langsung

    Pendidikan

    (BLP)

    dalam

    Rupiah

    % GT

    DPRD

    terha-

    dap

    BLP

    Belanja

    Langsung

    Kese-

    hatan

    (BLK)dalam

    Rupiah

    % GT

    DPRD

    terha-

    dap

    BLK

    1Kab.

    Malang51.650.690.000 2.958.480.000 6 19.080.196.000 16 16.712.533.000 18

    2Kab.

    Gresik85.069.890.031 2.958.480.000 4 21.211.643.100 14 25.333.460.140 12

    3Kab.

    Lamongan32.744.377.250 2.958.480.000 9 20.911.312.500 14 15.072.217.500 20

    4 Kab. Bima 19.467.971.714 2.958.480.000 15 19.544.763.190 15 16.156.882.825 18

    5Kab.

    Sumbawa 21.056.994.000 2.958.480.000 14 23.798.351.069 12 18.405.529.114 16

    6Kab.

    Polmas

    9.824.194.400

    2.958.480.000 30 17.138.371.500 17 26.830.702.210 11

    Sumber : Seknas FITRA

    Analisis Pertentangan Peraturan Perundang-undangan.

    Isi PP ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di berbagai

    daerah tentang pengelolaan anggaran. Tunjangan komunikasi intensif

    dan dana operasional per Januari 2006 tidak dapat dibenarkan untuk

    dibayarkan melalui APBD Perubahan 2006 karena tidak sesuai dengan

    amanat Pasal 183 Ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

    Daerah dan Pasal 80 Ayat (1) UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

    Keuangan Pusat-Daerah. Pasal-pasal itu menyatakan perubahan APBD

    ditetapkan paling lambat 3 bulan sebelum tahun anggaran berakhir atau

    paling lambat 31 September. Padahal PP ini baru ditetapkan pada tanggal

    14 November 2006. Selain itu, APBD 2007 juga tidak bisa mengalokasikantunjangan ini untuk dibayarkan mulai Januari 2006 karena bertentangan

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    23/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 9

    Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD

    dengan Pasal 4 UU No. 17 Tahun 2003; Pasal 179 UU No. 32 Tahun 2004;

    Pasal 68 UU No. 33 Tahun 2004; Pasal 11 UU No. 1 Tahun 2004. Tahun

    anggaran dalam APBD adalah 1 tahun anggaran mulai 1 Januari sampai

    dengan 31 Desember. Ini berarti APBD 2007 tidak bisa mengalokasikan

    pembayaran tunjangan komunikasi dan dana operasional tahun 2006.

    Menyusul terbitnya PP ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui

    Surat Edaran (SE) No. 188.31/1121/BAKD tanggal 20 November 2006

    tentang Penyampaian Salinan PP No. 37 Tahun 2006 secara terbuka

    menganjurkan terjadinya pelanggaran UU. SE tersebut menyatakanbahwa daerah yang telah melakukan perubahan APBD namun belum

    mengalokasikan tunjangan komunikasi insentif dan dana operasional

    dapat membayarkan dana itu kepada anggota DPRD, sepanjang dananya

    tersedia dalam kas daerah. Padahal, Pasal 192 Ayat (3) dan (4) UU No. 32

    Tahun 2004 menyatakan;

    Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran

    belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak

    tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD.

    dan

    Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, pimpinan DPRD, dan

    pejabat daerah lainnya, dilarang melakukan pengeluaran

    atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan lain dari

    yang telah ditetapkan dalam APBD.

    Dan Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU No. 1 Tahun 2004 menyatakan:Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi

    Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan

    pengeluaran daerah

    dan

    Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat

    pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk

    membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak

    cukup tersedia.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    24/170

    10 | Di Mana Uang Kami?

    Tiada Kata Cukup?

    Menggalang Koalisi

    Berdasarkan hasil analisis, FITRA mengundang LSM lain yang peduli isuanggaran dan anti korupsi untuk membahas persoalan PP No. 37 Tahun

    2006. Dalam pertemuan ini, Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun

    2006 sepakat untuk segera melakukan konferensi pers bersama dan

    menggalang Koalisi LSM yang lebih luas. Koalisi menyepakati Seknas

    FITRA sebagai sekretariat untuk mengorganisasikan advokasi. Seknas

    FITRA menyebarluaskan hasil analisis dan tawaran untuk bergabung

    dalam koalisi melalui mailing list.

    Selain dari anggota FITRA di berbagai daerah, dukungan datang dari

    sejumlah LSM yang bidang kerjanya tidak secara langsung berhubungan

    dengan isu ini. Beberapa di antara LSM itu bergerak di wilayah isu

    lingkungan hidup dan hak-hak perempuan. Secara keseluruhan, tidak

    kurang dari 45 lembaga melakukan aksi bersama.

    Aksi BersamaTekanan yang dilakukan bersama Koalisi Nasional untuk menolak

    pemberlakuan PP No. 37 Tahun 2006 ini dilakukan di tingkat nasional dan

    daerah. Aksi-aksi yang dilakukan mendapat respons positif dari media.

    Konferensi Pers

    Untuk menggalang opini dan dukungan publik, konferensi pers dilakukan

    bukan hanya pada awal advokasi. Langkah ini juga diulang ketika Koalisi

    Nasional merespons sikap pengambil kebijakan terutama Presiden

    dan Departemen Dalam Negeri serta Asosiasi DPRD. Setiap kali aksi

    demonstrasi maupun aksi simpatik dilakukan, konferensi pers juga

    diselenggarakan. Media massa cetak dan elektronik memberikan respons

    yang luas terhadap konferensi pers yang dilakukan Koalisi Nasional.

    Anggota Koalisi Nasional, termasuk Seknas FITRA, kerap dimintai

    komentar oleh media massa dan diundang untuk tampil dalam unjukwicara di televisi membahas persoalan ini.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    25/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 11

    Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD

    Penulisan Artikel

    Penulisan artikel dilakukan untuk menyebarkan opini secara utuhmengenai sikap Koalisi Nasional. Di media nasional, artikel anggota

    Koalisi Nasional yang dimuat di antaranya di Harian Kompas dengan judul

    Menggali Kuburan Parlemen Daerah dan di Harian Seputar Indonesia

    dengan judul Menanti Ke(Tidak)tegasan SBY.

    Penggalangan Dukungan Tokoh Lintas Agama

    Untuk menguatkan upaya advokasi, Koalisi Nasional menggalangdukungan dari tokoh keagamaan. Tokoh-tokoh yang dihubungi antara lain

    Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H Ahmad Bagja,

    sebagai representasi organisasi massa Islam dan Romo Benny Susetyo

    dari kalangan Katolik. Pertemuan Koalisi Nasional dengan tokoh agama

    ini juga disertai jumpa pers dan mendapatkan liputan media.

    Aksi Simpatik Penggalangan Tanda Tangan

    Guna mendapat dukungan secara luas dari publik atas advokasi ini, Koalisi

    Nasional melakukan penggalangan tanda tangan dari masyarakat secara

    luas. Penggalangan tanda tangan dilakukan di tempat-tempat publik pada

    hari-hari libur, terutama hari Minggu, di Kawasan Senayan. Tanda tangan

    bukti dukungan terhadap upaya Koalisi Nasional ini dibubuhkan pada

    kain spanduk sepanjang 50 meter yang kemudian digunakan pada saat

    demonstrasi.

    Aksi Demonstrasi

    Aksi demonstrasi tidak hanya dilakukan di Jakarta sebagai Ibu Kota

    namun juga di berbagai daerah dengan tuntutan yang sama, yakni

    menolak pemberlakuan PP No. 37 Tahun 2006. Di Jakarta, aksi dilakukan

    ke Istana Negara, Departemen Dalam Negeri, dan Mahkamah Agung. Aksi

    diikuti oleh elemen Koalisi Nasional dan beberapa simpatisan dari elemen

    mahasiswa.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    26/170

    12 | Di Mana Uang Kami?

    Tiada Kata Cukup?

    Somasi Kepada Presiden

    Sebagai pihak yang menandatangani PP No. 37 Tahun 2006, Presidenmenjadi target advokasi. Pada tanggal 12 Januari 2007 Koalisi

    Nasional melayangkan Somasi kepada Presiden Republik Indonesia

    untuk membatalkan atau mencabut PP No. 37 Tahun 2006. Sebelum

    menandatangani PP, Presiden seharusnya melihat implikasi pemberlakuan

    PP ini. Aksi-aksi dan somasi yang dilakukan Koalisi Nasional mendapatkan

    respons dari Presiden. Presiden segera menggelar rapat Kabinet terbatas

    yang melibatkan Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, dan

    Menteri Keuangan serta membentuk Tim untuk melakukan kajian

    terhadap PP ini.

    Uji Materi

    Uji materi menjadi langkah terakhir yang ditempuh oleh Koalisi Nasional.

    Dari awal, Koalisi Nasional menempuh jalur advokasi non-litigasi dan

    menghindari litigasi. Advokasi litigasi memakan proses yang panjang

    dan tertutup pada tahap uji materi ke Mahkamah Agung. Pendaftaran uji

    materi ke Mahkamah Agung (MA) terhadap PP pengganti PP No. 37 Tahun

    2006 yakni PP No. 21 Tahun 2007 sebagai perubahan keempat dilakukan

    pada 18 Juni 2007. Pendaftaran berkas itu dicatat dengan nomor register

    perkara 11 P/HUM/2007 tanggal 4 Juli 2007. Advokasi litigasi ini

    sebenarnya merupakan langkah untuk memperkuat tekanan advokasi

    non-litigasi agar DPRD mau mengembalikan Tunjangan Komunikasi yang

    terlanjur dikucurkan oleh daerah. Untuk mendaftarkan perkara, masing-masing anggota Koalisi Nasional memberikan kontribusi dana.

    CAPAIAN

    Lahirnya gerakan yang dipelopori Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun

    2006 turut membangun kesadaran publik terhadap penggunaan anggaranyang bertanggung jawab. Untuk internal koalisi, Koalisi Nasional berhasil

    menyatukan berbagai gerakan dan bahkan memberikan kontribusi dana

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    27/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 13

    Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD

    dan sumber daya untuk melakukan advokasi bersama tanpa dibiayai oleh

    lembaga penyandang dana.

    PP No. 37 Tahun 2006 pada akhirnya direvisi menjadi PP No. 21 Tahun

    2007 yang merupakan perubahan keempat mengenai Kedudukan

    Keuangan dan Protokoler DPRD. Somasi dan aksi-aksi yang dilakukan

    Koalisi Nasional direspons Presiden dengan menggelar Rapat Kabinet

    terbatas yang melibatkan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan

    HAM, serta Menteri Keuangan. Semula rapat ini hanya menghasilkan

    himbauan kepada DPRD untuk tidak mengambil tambahan penghasilan.Namun, akhirnya Presiden membentuk tim untuk melakukan kajian

    terhadap PP ini.

    Pada tanggal 16 Maret tahun 2007, Presiden menandatangani perubahan

    keempat PP Kedudukan Keuangan dan Protokoler DPRD. PP perubahan ini

    menganulir pemberian tunjangan komunikasi dan dana operasional yang

    berlaku surut serta menetapkan pengkategorian pemberian tunjangan

    berdasarkan kemampuan keuangan daerah. Lebih dari itu, anggota DPRD

    juga diwajibkan mengembalikan tunjangan komunikasi intensif dan dana

    operasional yang sudah diterima. Pengembalian itu dilakukan melalui

    pemotongan gaji bulanan atau dengan cara mengangsur sampai dengan

    satu bulan sebelum berakhirnya masa jabatan DPRD.

    Gerakan ini akhirnya mampu menyelamatkan uang negara sekitar Rp

    1,4 triliun dari kemungkinan pemborosan yang disebabkan oleh PP

    No. 37 Tahun 2006. Selain itu, terjadi pergantian pejabat di lingkunganDepartemen Dalam Negeri, yakni Dirjen Bina Adminsitrasi Keuangan

    Daerah dan Direktur Keuangan Daerah yang bertanggung jawab atas

    pengaturan pengelolaan keuangan daerah dan lahirnya PP No. 37 Tahun

    2006.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    28/170

    14 | Di Mana Uang Kami?

    Tiada Kata Cukup?

    Tabel 1.4. PP No. 37 Tahun 2006 vs PP No. 21 Tahun 2007

    PP No. 37 Tahun 2006 PP No. 21 Tahun 2007

    Besaran Tunjangan

    Komunikasi 3 kali Uang

    Representasi

    Tunjangan Komunikasi disesuaikan

    Kemampuan Keuangan Daerah

    (KKD):

    KKD Tinggi : 3 kali Representasi

    KKD Sedang : 2 kali Representasi

    KKD Rendah : 1 kali Representasi

    Besaran Penunjang

    Operasional Pimpinan 6 kaliUang Representasi

    Disesuaikan kemampuan keuangan

    daerah; Tinggi, Sedang dan Rendah

    Berlaku surut mulai Januari

    2006

    Tidak berlaku surut, dan anggota

    DPRD harus mengembalikan

    tunjangan yang terlanjur diterima

    paling lambat sebelum berakhir

    masa jabatan.

    TANTANGAN

    Selain mendapat dukungan, gerakan Koalisi Nasional Tolak PP No. 37

    Tahun 2006 juga mendapat tantangan dari beberapa pihak. Departemen

    Dalam Negeri dan Asosiasi DPRD adalah pihak yang paling resisten.

    Asosiasi DPRD bahkan mendatangkan para anggota DPRD dari seluruh

    Indonesia untuk melakukan aksi ke DPR untuk melakukan dengar

    pendapat dengan Ketua DPR. Aksi ini tidak direspons secara memadai

    oleh DPR. Pimpinan DPR dan partai-partai politik tampaknya tidak berani

    menentang gelombang protes masyarakat.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    29/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 15

    Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD

    Di tataran internal, Koalisi Nasional juga menghadapi sikap anggota yang

    selalu ingin tampil di publik melalui media. Namun koalisi membangun

    kesepakatan internal untuk tidak menunjuk koordinator dan juru bicara

    koalisi. Setiap anggota Koalisi Nasional dipersilakan untuk berbicara di

    media sepanjang sesuai dengan garis advokasi yang dilakukan oleh Koalisi

    Nasional.

    Advokasi yang dilakukan oleh Koalisi Nasional bisa dikatakan belum

    sepenuhnya berhasil. Faktanya, PP No. 37 Tahun 2006 tidak dicabut dan

    hanya diubah pasal-pasalnya. Pemerintah mengambil jalan tengah denganmelakukan perubahan keempat terhadap PP yang mengatur keuangan

    DPRD ini. Tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan

    pada akhirnya tetap diberikan sebagai tambahan penghasilan DPRD.

    Hanya saja besaran komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan

    disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan tidak lagi berlaku

    surut. PP hasil perubahan ini juga tidak tegas mengharuskan anggota DPRD

    mengembalikan tunjangan yang telah diterimanya sesegera mungkin

    dengan batas waktu sampai dengan berakhirnya masa jabatan mereka.

    Padahal, jika alokasi tunjangan yang diberikan segera dikembalikan, dana

    tersebut dapat dipergunakan untuk belanja yang lebih bermanfaat bagi

    publik.

    Oleh karena itu, Koalisi Nasional mengakhiri aksinya dengan tetap

    mendaftarkan uji materi terhadap PP No. 21 Tahun 2007 ke Mahkamah

    Agung yang berakhir dengan penolakan MA pada Bulan Februari 2010.Berdasarkan analisis Seknas FITRA terhadap laporan hasil pemeriksaan

    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2008, masih terdapat 158

    daerah dengan total Rp 213 miliar yang belum mengembalikan tunjangan

    yang terlanjur diberikan ini.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    30/170

    16 | Di Mana Uang Kami?

    Tiada Kata Cukup?

    PELAJARAN

    Munculnya kasus PP No. 37 Tahun 2006 merupakan ekses dari penerapan

    otonomi daerah khususnya pengaturan keuangan DPRD yang belum

    memiliki desain komprehensif. Perubahan terus-menerus terhadap

    Peraturan Pemerintah yang mengatur Keuangan DPRD menunjukan

    tidak adanya desain peraturan yang komprehensif. Pemerintah juga

    harus belajar bahwa menyamaratakan peraturan dan perlakuan atas 434

    Kabupaten/Kota yang memiliki keragaman dan kesenjangan adalah tidak

    mungkin.

    Dari dalam Koalisi Nasional dipetik pelajaran bahwa dalam membangun

    koalisi yang solid penting untuk mencegah dominasi peran dalam koalisi.

    Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pembagian peran dan tidak

    mengklaim hasil yang diraih sebagai hasil satu anggota koalisi. Tanpa

    koordinator, Koalisi Nasional dapat berjalan dan menggalang dukungan

    besar dari anggotanya.

    Advokasi juga memerlukan pengaturan stamina dan ritme pembentukan

    opini serta penentuan saat yang tepat untuk melakukan aksi. Lahirnya

    gerakan Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun 2006 tidak terlepas dari

    isu yang sangat jelas dan menyangkut kepentingan orang banyak. Isu lain

    seputar anggaran seperti kebijakan alokasi pendidikan dan kesehatan

    saat ini belum mampu meraih dukungan yang luas.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    31/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 17

    Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    32/170

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    33/170

    RINGKASAN

    Setidaknya hingga tahun 2009, kebutuhan biaya operasional sekolah di

    Kota Malang hanya mengandalkan alokasi dari pemerintah pusat. Anggaran

    Kota Malang, dengan alasan keterbatasan, belum mengalokasikan

    anggaran untuk Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Melihat

    kondisi tersebut, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Malang

    dan Aliansi BOSDA berhasil mendorong adanya BOSDA di Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Malang Tahun 2010 sebesar

    Rp 9.944.700.000,00 untuk SD dan SMP. Selain BOSDA, PATTIRO Malang

    dan Aliansi BOSDA juga berhasil mendorong peningkatan belanja publik

    pada Dinas Pendidikan di APBD Kota Malang Tahun 2010 hingga mendekati

    angka 10% total APBD (sesuai Perda Kota Malang No. 13 Tahun 2009).

    Anggaran belanja publik Dinas Pendidikan yang direncanakan hanya

    sebesar Rp 51 miliar berubah menjadi Rp 79 miliar. Selain itu, mulai tahun

    anggaran 2010 Dinas Pendidikan Kota Malang mengalokasian anggaranuntuk pembinaan komite sekolah dan pengembangan Dewan Pendidikan

    Kota Malang (DPKM). Dua elemen penting dalam penyelenggaraan

    pendidikan itu masing-masing mendapatkan Rp 100 juta.

    oleh:

    Fitria Muslih dan Asiswanto Darsono

    Meraih Hak atas PendidikanMelalui BOSDA

    Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan

    di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    34/170

    20 | Di Mana Uang Kami?

    Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA

    PROFIL LEMBAGA

    Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Malang didirikan

    pada tahun 2000 dengan dukungan PATTIRO Jakarta melalui program

    penelitian dan advokasi pemberdayaan partisipasi masyarakat. PATTIRO

    Malang hadir sebagai lembaga independen yang mendorong terwujudnya

    tata pemerintahan yang baik melalui penciptaan masyarakat kritis dan

    penguatan partisipasi warga.

    PATTIRO Malang memiliki visi mewujudkan masyarakat yang menyadari

    hak dan kewajiban bernegara menuju tatanan yang berkeadilan. Dengan

    visi itu, PATTIRO Malang mengemban misi: 1) Melakukan pendidikan

    kritis, penguatan dan pendampingan kepada masyarakat warga; 2)

    Menyediakan berbagai perangkat lunak dan informasi untuk penguatan

    masyarakat warga; 3) Melakukan penelitian-penelitian yang berkaitan

    dengan kebijakan publik dan pelayanan dasar bagi masyarakat di Kota

    Malang; 4) Melakukan kajian dan pengembangan model-model tata

    pemerintahan Kota Malang yang partisipatif dan akuntabel; 5) Mendorong

    munculnya kebijakan nasional yang memberikan iklim bagi pelibatan

    aktif masyarakat dalam tata pemerintahan Kota Malang.

    Dengan dukungan PATTIRO Jakarta dan lembaga lainnya, PATTIRO

    Malang berhasil melaksanakan berbagai program, yaitu: 1) Penguatan

    partisipasi masyarakat warga dalam proses-proses pembuatan

    kebijakan publik daerah; 2) Peningkatan partisipasi perempuan KotaMalang dalam kebijakan publik berperspektif gender; 3) Penelitian

    tentang inisiasi mekanisme komplain yang berperspektif gender; 4)

    Penelitian tentang model legislasi daerah yang partisipatif; 5) Menakar

    keberpihakan kandidat Bupati Blitar yang memihak kepada rakyat; 6)

    Program penguatan inisiatif penyusunan RAPBS (Rencana Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Sekolah) dalam peningkatan kualitas pelayanan

    dasar pendidikan bagi warga miskin; 7) Lokakarya penyusunan draft

    Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pelayanan Publik Kota Malang;

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    35/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 21

    Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur

    8) Pengembangan mekanisme komplain terhadap pelayanan publik

    berbasis partisipasi publik di daerah; 9) Program advokasi APBD sektor

    ekonomi lokal di Kabupaten Malang; 10) Program Dewan Anggaran Kota/

    Daerah di Kota Blitar; serta 11) Program asistensi pembentukan Lembaga

    Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

    ANALISIS SITUASI

    Seperti daerah-daerah lain, Pemerintah Kota Malang memberi prioritas

    yang tinggi pada pembangunan isik dan hiburan, seperti mal, gedung

    olah raga, dan stadion sepak bola. Peningkatan kualitas pendidikan tidak

    mendapatkan perlakuan anggaran sebagaimana pembangunan isik dan

    hiburan itu. Belanja publik dalam APBD Kota Malang Tahun 2010 belum

    sesuai Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2009 yang menyatakan besaran

    belanja publik pendidikan sekurang-kurangnya 10% total APBD.

    Isu ini meluas setelah Tim PATTIRO Malang melakukan pengkajian

    kebutuhan ke sekolah-sekolah (terutama SMP) yang dimulai pada

    Februari 2009. Semua sekolah yang dikunjungi mengatakan bahwa

    BOS dari Pemerintah Pusat sangat kurang untuk bisa memenuhi biaya

    operasional sekolah standar, sementara di sisi lain, Pemerintah gencar

    mengkampanyekan pendidikan gratis. Kurangnya dana operasional

    dapat menghambat terwujudnya pengelolaan sekolah yang akuntabel,

    transparan, partisipatif, dan pro rakyat miskin.

    Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengkajian kebutuhan dan beberapa

    kali diskusi terfokus dengan para pemangku kepentingan (Kepala

    Sekolah, Komite Sekolah, orang tua siswa, Dinas Pendidikan, LSM, dan

    akademisi), muncul tuntutan adanya alokasi anggaran dari APBD Kota

    Malang untuk membantu biaya operasional pendidikan. Biaya operasional

    tersebut kemudian disebut dengan BOSDA, dengan tujuan untuk menutup

    kekurangan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    36/170

    22 | Di Mana Uang Kami?

    Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA

    Jumlah dana BOS dari pemerintah pusat ditetapkan berdasarkan jumlah

    siswa di masing-masing kabupaten/kota yang berdasarkan data dari

    masing-masing sekolah tingkat SD dan SMP. Jumlah dana BOS per siswa SD/

    MI sekitar Rp 33.300,00 per bulan, dan BOS per siswa SMP Rp 47.900,00

    per bulan. Perhitungan Tim Aliansi BOSDA yang dibantu beberapa pakar

    dari DBE USAID menghasilkan angka kebutuhan ideal dengan metode

    perhitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) sebagaimana

    dapat dilihat dalam tabel berikut:

    Tabel 2.1. Penghitungan BOSDA Kota Malang(dalam Rupiah)

    Jenjang

    sekolah

    Jumlah

    Siswa

    (orang)

    BOSPBOS

    Pusat

    Kekurangan

    biaya

    operasional

    sekolah

    Kebutuhan

    BOSDA/

    bulan

    Kebutuhan

    BOSDA/

    tahun

    SD/MI 85.638 52.548,96 33.333,33 19.215,63 1. 645.588.121,94 19.747.057.463, 28

    SMP/

    MTs39.547 136.197,97 47.916,67 88.281,30 3. 491.260.571,10 41.895.126.853, 20

    TOTAL DANA 5. 136.848.693,04 61.642.184.316, 48

    Sumber : Hasil kajian Aliansi BOSDA

    Tabel tersebut menunjukkan bahwa besaran kebutuhan BOSP per siswa

    SD/MI mencapai Rp 52.500,00 per bulan dan kebutuhan BOSP per siswa

    SMP/MTs mencapai Rp 136.200,00 per bulan. Dengan demikian, jika

    mengacu pada anggaran BOS yang disediakan Pemerintah Pusat yang

    hanya Rp 33.300,00 per siswa SD/MI per bulan dan Rp 47.900,00 per

    siswa SMP/MTs per bulan, maka anggaran BOSP mengalami deisit Rp

    19.200,00 untuk siswa SD/MI dan Rp 88.300,00 untuk siswa SMP/MTs.

    Jika dikalikan dengan total jumlah siswa SD/MI di Kota Malang yang

    mencapai 85.638 orang dan total jumlah siswa SMP/MTs yang mencapai

    39.547 orang, maka deisit BOSP yang akan dibebankan pada APBD

    mencapai Rp 61.642.184.316,00 per tahun.

    Advokasi BOSDA

    Ketika Tim PATTIRO Malang melakukan kajian kebutuhan ke sekolah-sekolah (SMP) yang dimulai sejak Bulan Februari 2009, semula tim

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    37/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 23

    Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur

    hanya berbagi gagasan dan menggali informasi tentang praktik-praktik

    akuntabilitas di sekolah. Akan tetapi, hal ini berkembang pada ekslorasi

    masalah pendanaan sekolah di mana hampir semua sekolah yang

    dikunjungi mengatakan bahwa BOS dari Pemerintah Pusat sangat kurang

    untuk bisa memenuhi biaya operasional sekolah standar, sedangkan di sisi

    lain, pemerintah gencarmengkampanyekan pendidikan gratis. Kurangnya

    dana operasional (standar) berpotensi menghambat terwujudnya

    pengelolaan sekolah yang akuntabel, transparan, partisipatif, dan pro-

    poor.

    Tuntutan perlunya BOSDA menguat dalam setiap kegiatan diskusi

    (FGD) yang diselenggarakan PATTIRO. Diskusi mencakup beberapa

    tahap meliputi FGD I yang melibatkan para Komite Sekolah, FGD II yang

    melibatkan para Kepala Sekolah, dan FGD III yang melibatkan perwakilan

    orang tua siswa. Proses ini dilanjutkan dengan FGD IV, sekitar Bulan Mei

    2009, yang melibatkan multipihak (Kepala Sekolah, Komite Sekolah,

    orang tua siswa, Dinas Pendidikan, LSM, dan akademisi) dan menambah

    kebulatan tekad untuk bersama-sama mendorong BOSDA.

    Pasca FGD multipihak, Tim PATTIRO Malang mulai menjalin komunikasi

    media, sehingga isu BOSDA menggelinding bak bola salju. Selain itu, tim

    melakukan pendekatan-pendekatan pada semua elemen pendidikan,

    antara lain Dinas Pendidikan Kota Malang, Dewan Pendidikan Kota

    Malang (DPKM), Forum Komunikasi Komite Sekolah (FKKS), Musyawarah

    Kerja Kepala Sekolah (MKKS), tokoh pendidikan, dan LSM.

    Kemudian Tim PATTIRO Malang melanjutkan roadshow ke elemen

    pendidikan lain, DPKM, para komite sekolah maupun FKKS, para kepala

    sekolah maupun MKKS serta beberapa tokoh pendidikan dan LSM. Salah

    satu tokoh pendidikan yang didekati Tim PATTIRO Malang adalah Bapak

    Kamilun Muhtadin, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang,

    yang masih cukup mendapatkan respek dari segenap elemen pendidikan

    di Malang Raya (Kota Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang). Dengan

    para pemangku kepentingan ini, PATTIRO Malang sudah menemukan

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    38/170

    24 | Di Mana Uang Kami?

    Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA

    kesamaan persepsi bahwa BOSDA merupakan kebutuhan mendasar

    yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah. Namun demikian, melihat

    kondisi yang ada, beberapa pihak merasa pesimis pemerintah daerah

    dapat mewujudkan harapan tersebut.

    Pesimisme ini akhirnya mendorong Tim PATTIRO Malang mengambil jalan

    alternatif untuk bergerak di luar eksekutif. Hal inilah yang menimbulkan

    semangat baru untuk terus mendorong terwujudnya BOSDA Kota Malang.

    Setelah melalui kajian sederhana, dihasilkan kesimpulan bahwa peluang

    untuk mendorong BOSDA masih terbuka lebar yaitu melalui legislatifyang separuh lebih anggotanya merupakan anggota baru, dengan harapan

    idealisme mereka dapat diaplikasikan pada semangat untuk mendorong

    dan memperjuangkan program-program yang pro rakyat.

    Dalam rentang Bulan Mei sampai dengan Oktober 2009, PATTIRO Malang

    secara terus-menerus menjaga liputan isu BOSDA di media. Di waktu yang

    relatif bersamaan, PATTIRO Malang melakukan pendekatan ke anggota

    DPRD potensial yang terpilih pada periode 2009-2014 secara personal,

    baik di rumah maupun di kantor, terutama kepada mereka yang diprediksi

    menduduki jabatan pimpinan DPRD (antara lain Ahmadi dari Fraksi

    PKS, Arif Darmawan dari Fraksi Demokrat, H. Abdurrahman dari PKB,

    dan Priyatmoko dari PDIP). Setelah anggota DPRD dilantik tapi struktur

    kelengkapan DPRD belum terbentuk, PATTIRO Malang melakukan

    pendekatan ke semua fraksi DPRD Kota Malang.

    Di samping itu, PATTIRO Malang berupaya memfasilitasi pembentukan

    jaringan organisasi pengusung BOSDA dari berbagai kalangan yang ada

    di Kota Malang, seperti Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM), Forum

    Komunikasi Komite Sekolah (FKKS), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah

    (MKKS), LSM, Lembaga Pendidikan Maarif NU, Majelis Dikdasmen

    Muhammadiyah, akademisi, dan tokoh masyarakat. Jaringan ini kemudian

    mendeklarasikan diri dengan nama Aliansi BOSDA.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    39/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 25

    Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur

    Upaya lain yang dilakukan, PATTIRO Malang menjalin komunikasi

    dengan media yang diharapkan mempunyai pengaruh sangat signiikan

    untuk menjadikan isu BOSDA sebagai bahan diskusi terbuka. Elemen

    Aliansi BOSDA secara bergantian berkomentar (saling menanggapi) di

    media tentang pentingnya BOSDA. Selain dalam bentuk berita, beberapa

    artikel tentang BOSDA ditulis untuk memperkuat opini publik. Hingga

    pertengahan perjalanan, pihak eksekutif belum menunjukkan itikad

    dan komitmen atas pentingnya BOSDA. Hal ini membuat Tim PATTIRO

    Malang dan Aliansi BOSDA harus bekerja lebih keras dan mengambil

    langkah strategis untuk menguatkan advokasi BOSDA. Lobi-lobi denganpengambil kebijakan di eksekutif dan dengar pendapat dengan anggota

    legislatif diupayakan lebih kencang. Respon positif mulai muncul dari

    anggota legislatif; di beberapa forum formal dan informal mereka mulai

    menyuarakan pentingnya BOSDA.

    Seiring berjalannya waktu, melalui proses panjang dan berliku,

    akhirnya upaya advokasi berhasil mendorong adanya anggaran Bantuan

    Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) pada APBD Kota Malang Tahun

    2010 sebesar Rp 9.944.700.000,00. Anggaran ini dialokasikan bagi

    seluruh SD dan SMP yang ada di Kota Malang. Selain BOSDA, PATTIRO

    Malang dan Aliansi BOSDA juga berhasil mendorong adanya peningkatan

    belanja publik pada Dinas Pendidikan Kota Malang hingga mendekati

    angka 10% total APBD. Dengan adanya perubahan kebijakan tersebut,

    total anggaran belanja publik Dinas Pendidikan Kota Malang yang pada

    awalnya direncanakan hanya sebesar Rp 51 miliar berubah menjadiRp 79 miliar. Selain itu, mulai tahun anggaran 2010 Dinas Pendidikan

    Kota Malang mengalokasian anggaran untuk pembinaan komite sekolah

    dan pengembangan Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM). Dua

    elemen penting dalam penyelenggaraan pendidikan itu masing-masing

    mendapatkan Rp 100 juta.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    40/170

    26 | Di Mana Uang Kami?

    Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA

    Hasil tersebut tentu saja belum sesuai dengan harapan yang diinginkan

    oleh PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA. Namun demikian PATTIRO

    Malang dan Aliansi BOSDA menganggap apresiasi eksekutif dan legislatif

    terhadap isu BOSDA tersebut merupakan langkah awal yang baik bagi

    terciptanya pendidikan yang berkualitas dan terjangkau masyarakat,

    serta demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.

    METODOLOGI

    Satu hal yang penting dari proses advokasi yang efektif adalah adanya

    target yang teridentiikasi secara tepat dan strategi yang digunakan untuk

    menjawab setiap permasalahan.Prioritas kampanye advokasi ditetapkan

    dengan mengidentiikasi target/sasaran dalam urutan yang tepat. Setiap

    aksi yang berkelanjutan harus dibangun berdasarkan pencapaian yang

    sudah diraih atau hal yang telah dikuasai.

    Dalam melakukan advokasi anggaran BOSDA ini, PATTIRO Malang

    melakukan beberapa tahapan dan strategi advokasi, yaitu:

    a. Identiikasi Isu

    Identiikasi isu merupakan langkah awal dalam proses advokasi,

    hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menggali isu-isu yang

    berkembang dan mencari isu yang paling strategis serta menyentuh

    kebutuhan utama masyarakat. Identiikasi isu dilakukan denganpengumpulan data, melakukan kajian terhadap data-data yang

    terkumpul, melakukan wawancara terhadap pihak-pihak terkait,

    FGD, dan diseminasi. Setelah melewati proses panjang, akhirnya

    para pihak menyepakati bahwa isu yang paling aktual dalam

    bidang pendidikan yaitu terkait dengan pembiayaan operasional

    sekolah, terutama terkait dengan bantuan operasional sekolah

    yang dialokasikan oleh pemerintah daerah (BOSDA).

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    41/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 27

    Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur

    Namun demikian, proses identiikasi isu tidak selamanya tanpa

    hambatan. Hambatan yang terutama adalah sulitnya akses data di

    Dinas Pendidikan Kota Malang maupun ketidaksiapan pengambil

    kebijakan dalam memberikan informasi.

    b. Pengorganisasian masyarakat

    Pengorganisasian masyarakat merupakan bagian awal yang

    penting dalam setiap proses advokasi. Hal ini terutama karena isu

    yang diangkat merupakan permasalahan yang dirasakan bersama.

    Oleh karenanya kebersamaan merupakan salah satu item yangharus terus diperkuat. Pengorganisasian ini bertujuan untuk

    menguatkan ikatan jaringan, juga dalam rangka memperjelas

    pembagian kerja advokasi secara lebih terarah dan efektif.

    Untuk memperkuat ikatan dan komitmen, pengorganisasian

    masyarakat dilakukan secara paralel dengan kegiatan identiikasi

    isu. Hasilnya, tentu saja dirasakan sangat efektif; kesadaran

    kritis antar elemen terbangun bersamaan dengan kristalisasi

    isu bersama. Namun demikian, dalam setiap proses selalu

    saja ada sisi lemah. Salah satu kelemahan proses ini adalah

    perbedaan pengalaman antar elemen gerakan yang berpengaruh

    pada persepsi yang dibangun. Walau sering menjadi kendala,

    perbedaan persepsi dapat diatasi dengan jalinan komunikasi yang

    intensif dan mengembalikan setiap perbedaan pada substansi

    utama, yaitu isu bersama.

    c. Pengembangan kapasitas jaringan

    Dalam rangka memperkuat kapasitas jaringan, PATTIRO Malang

    memfasilitasi proses peningkatan kemampuan membaca dan

    menganalisis anggaran pendidikan bagi anggota jaringan.

    Kegiatan membaca dan menganalisis anggaran dilakukan dengan

    paparan, penjelasan, diskusi, dan simulasi yang dipandu oleh

    beberapa anggota Tim PATTIRO Malang yang menguasai tentang

    anggaran pemerintah daerah. Hal ini dilakukan dalam rangka

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    42/170

    28 | Di Mana Uang Kami?

    Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA

    memperkuat kapasitas anggota Aliansi BOSDA dalam memahami

    proses penyusunan anggaran, alur anggaran, keragaan dan teknis

    anggaran, serta kebijakan anggaran dalam pembangunan. Agar

    pembahasan anggaran ini lebih fokus, PATTIRO Malang berinisiatif

    untuk melakukan penghitungan BOSP Kota Malang untuk tingkat

    SD/MI dan SMP/MTs secara serial dengan melibatkan perwakilan

    Kepala Sekolah dan Komite Sekolah. Penghitungan BOSP tersebut

    dilaksanakan secara berpindah-pindah tempat baik di Kantor

    PATTIRO Malang, sekretariat bersama DPKM-FKKS-MKKS, di

    sekolah maupun di tempat lainnya sesuai kesepakatan.

    Dengan latar belakang anggota jaringan yang beragam dan tidak

    terbiasa mengkaji anggaran daerah, maka tak jarang dibutuhkan

    waktu yang panjang dalam setiap sesi pengkajiannya. Namun

    demikian, secara umum proses pengembangan kapasitas jaringan

    terutama terkait pendalaman materi anggaran relatif berjalan

    baik.

    d. Menganalisis anggaran BOSP

    Analisis anggaran dilakukan secara khusus dimaksudkan untuk

    memperkuat argumentasi dan memperluas pilihan-pilihan

    solusi dalam proses advokasi. Yang menjadi objek analisis

    anggaran adalah penghitungan mengenai kebutuhan operasional

    sekolah atau Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).

    Agar penghitungan BOSP Kota Malang untuk tingkat SD/MIdan SMP/MTs memiliki validitas yang baik, maka perwakilan

    Kepala Sekolah dan Komite Sekolah dilibatkan secara aktif dalam

    kegiatan ini.

    e. Lobi dan dengar pendapat

    Melakukan lobi-lobi dan dengar pendapat dengan pengambil

    kebijakan merupakan bagian strategi penting advokasi, karena

    pada kesempatan inilah tim advokasi dapat mendiskusikan secara

    langsung gagasan-gagasan tentang pentingnya BOSDA. Lobi

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    43/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 29

    Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur

    dilakukan dengan pendekatan personal dan kelembagaan baik

    dalam bentuk formal maupun informal. Selain dilakukan langsung

    secara personal dan kelembagaan, lobi juga memanfaatkan

    momen strategis, seperti forum-forum diskusi dan lokakarya.

    f. Diskusi Publik/Lokakarya

    Untuk mendapatkan dukungan yang luas dan dalam rangka

    membentuk dan memperkuat opini publik, PATTIRO Malang dan

    Aliansi BOSDA menggelar lokakarya. Lokakarya ini merupakan

    tindak lanjut proses kajian penghitungan BOSP SD/MI-SMP/MTsKota Malang. Para pihak yang hadir pada lokakarya yaitu, 1 orang

    pimpinan dan 12 anggota DPRD Kota Malang dari semua fraksi

    (dari total 45 anggota), Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM),

    Dinas Pendidikan Kota Malang, kepala sekolah, komite sekolah,

    LSM, Lembaga Pendidikan Maarif NU, Majelis Dikdasmen

    Muhammadiyah, dan tokoh pendidikan.

    Sesi pengantar lokakarya diisi oleh Mulyono, Manajer BOS/

    Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kota Malang, dan Nur Hidayat

    yang menjabat sebagai anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa

    Timur. Dengan posisi jabatan dan kemampuan narasumber dalam

    menjelaskan materi BOS, hal ini secara langsung berkontribusi

    dalam membangun kerangka pikirdan komitmen anggota DPRD

    serta audiens lain yang berpartisipasi dalam acara tersebut.

    g. Kampanye Media Massa

    Banyak pihak mengatakan, barangsiapa ingin merubah dunia,

    maka kuasailah komunikasi. Teori ini disadari betul oleh Tim

    PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA , bahwa untuk mendorong

    suksesnya advokasi kebijakan, maka wajib hukumnya melibatkan

    media massa. Media massa dilibatkan baik sebagai mitra

    dalam membahas substansi dan strategi advokasi maupun

    sebagai amunisi dalam mensosialisasikan dan sekaligus

    mengkampanyekan pentingnya BOSDA dalam pendidikan di Kota

    Malang.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    44/170

    30 | Di Mana Uang Kami?

    Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA

    Pasca FGD multipihak, Tim PATTIRO Malang dan Aliansi

    BOSDA mulai menjalin komunikasi media. Karena upaya ini, isu

    BOSDA menggelinding bak bola salju, baik dalam bentuk berita

    maupun opini. Tim PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA sadar

    betul, untuk mendukung kerja-kerja ini, komunikasi dan kerja

    sama yang efektif dengan media massa mempunyai pengaruh

    sangat signiikan untuk menjadikan isu BOSDA sebagai bahan

    diskusi terbuka. Elemen gerakan tersebut secara bergantian

    berkomentar (saling menanggapi) di media tentang pentingnya

    BOSDA. Hal ini tentu saja menunjukkan kepada para pihak, bahwaBOSDA merupakan isu strategis yang sekaligus merupakan

    kebutuhan yang mendesak untuk direalisasikan di Kota Malang.

    Kesulitan yang dihadapi dalam kampanye media massa adalah

    kontrol terkait pemberitaan tidak bisa dilakukan. Padahal tak

    selamanya pemberitaan dan opini cocok dengan strategi yang

    sedang dijalankan. Namun demikian, kondisi tersebut tidak

    sampai merusak proses advokasi secara signiikan.

    h. Pemantauan dan evaluasi

    Pemantauan dan evaluasi dilakukan sepanjang proses advokasi,

    mulai dari kondisi internal PATTIRO Malang, tim advokasi

    (Aliansi BOSDA), media massa, hingga peta kondisi yang ada di

    pihak eksekutif dan legislatif. Selain pemantauan dan evaluasi

    terhadap kondisi aktor, juga menyangkut substansi advokasi,

    baik ketika proses advokasi maupun kebijakan apa yang terjadipasca advokasi. Hasil pemantauan dan evaluasi mengenai aktor

    dan substansi ketika advokasi berlangsung menjadi bahan

    yang sangat berguna dalam menunjang keberhasilan advokasi.

    Sedangkan pemantauan dan evaluasi pasca advokasi menjadi

    bahan untuk penyusunan kebijakan berikutnya, terutama terkait

    dengan alokasi dan implementasi APBD tahun berikutnya.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    45/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 31

    Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur

    KENDALA ADVOKASI

    Secara umum, kendala yang dihadapi dalam advokasi anggaran BOSDAKota

    Malang adalah:

    a. Kendala SDM

    Anggota Tim PATTIRO Malang maupun dalam Tim Aliansi

    BOSDA memiliki kapasitas pemahaman yang tidak merata

    baik dalam substansi maupun dalam teknis advokasi. Kondisi

    ini membutuhkan pendalaman memadai untuk menyamakan

    pemahaman terkait isu yang diusung dan teknik-teknikmemperjuangkan isu tersebut. Isu pendidikan merupakan

    wacana umum yang selalu hangat dalam setiap perbincangan dan

    sangat dekat dengan masyarakat. Namun ketika menyangkut hal

    yang spesiik menyangkut biaya operasional sekolah, pemahaman

    orang berbeda-beda. Begitu pula mengenai cara menyuarakan

    dan memperjuangkan perubahan sebuah isu, setiap anggota tim

    memiliki persepsi yang berbeda-beda.

    b. Kendala Metodologi

    Dalam proses advokasi, salah satu prasyarat yang harus dipenuhi

    ialah metodologi. Metodologi yang akan digunakan biasanya

    tergantung pelaksana, isu yang diangkat, kondisi sosial politik

    yang berkembang, serta pihak-pihak yang dihadapi. Dalam

    advokasi BOSDA, sejak awal Tim PATTIRO Malang telah membahas

    dan mendiskusikan dengan Aliansi BOSDA tentang rencana,tahapan, serta metodologi yang akan digunakan. Sementara

    dalam isu-isu lainnya mulai ada titik temu, ketika menyangkut

    metodologi, pendapat tim mulai terpecah. Pada titik inilah terjadi

    perdebatan dan perbedaan persepsi antar anggota tim mengenai

    metode yang harus digunakan dalam setiap proses yang diukur

    dari isu, sumber daya, kemudahan implementasi, dan peluang

    keberhasilannya.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    46/170

    32 | Di Mana Uang Kami?

    Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA

    c. Kendala Kelembagaan

    Disepakatinya pembentukan Aliansi BOSDA merupakan solusi

    demi lancarnya proses advokasi. Namun demikian, proses ini

    bukan tanpa hambatan. Bergabungnya berbagai organisasi

    dan individu dalam sebuah wadah aliansi membawa beberapa

    persoalan lain, di antaranya: 1) benturan waktu antara aktivitas

    organisasi dengan kerja-kerja aliansi; 2) kurangnya komitmen

    sebagian anggota aliansi dalam melaksanakan tugas-tugas yang

    disepakati; dan 3) proses advokasi yang memakan waktu panjang

    menimbulkan kelelahan bagi sebagian anggota aliansi.

    SOLUSI ATAS KENDALA

    Untuk menjawab kendala-kendala di atas, ada beberapa hal yang dilakukan

    oleh Tim PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA, yaitu:

    a. Diskusi dan kajian

    Dalam menghadapi kendala lemahnya sebagian SDM anggota

    aliansi dan kendala metodologi, PATTIRO Malang dan Aliansi

    BOSDA berupaya menyelenggarakan serangkaian diskusi dan

    kajian baik yang menyangkut teknis advokasi maupun substansi

    anggaran pendidikan. Proses diskusi dan kajian dilakukan

    dengan pendekatan partisipatif baik dari sisi waktu, tempat,

    materi, maupun penanggungjawabnya. Karenanya, diskusi dan

    kajian berjalan dengan baik dan menghasilkan pemahaman dankesepahaman yang diinginkan.

    b. Koordinasi dan konsolidasi

    Untuk menjaga kekompakan dan mengeliminasi hambatan-

    hambatan terkait kelembagaan, PATTIRO Malang dan Aliansi

    BOSDA bersepakat untuk melakukan koordinasi secara rutin.

    Koordinasi dilakukan baik dalam bentuk pertemuan dan rapat

    yang diagendakan, maupun koordinasi secara informal.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    47/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 33

    Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur

    CAPAIAN

    Kegiatan advokasi peningkatan anggaran BOSDA oleh PATTIRO Malang

    berhasil mendorong perubahan berikut:

    Adanya Kebijakan Anggaran. PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA

    berhasil mendorong munculnya anggaran untuk BOSDA pada APBD

    Kota Malang Tahun 2010. Total alokasi BOSDA Kota Malang tahun

    anggaran 2010 sejumlah Rp 9.944.700.000,00, dengan pembagian

    untuk SD/MI sebesar Rp 5.140.980,00 dan untuk SMP/MTs sebesar Rp4.803.720.000,00 yang langsung diberikan melalui transfer ke rekening

    sekolah. Sebenarnya angka tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan

    dengan angka usulan PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA yang besarnya

    mencapai Rp 21 miliar. Namun demikian, jika dibandingkan dengan APBD

    sebelumnya yang (sama sekali) tidak mengalokasikan dana BOSDA, juga

    sebagai langkah awal kebijakan BOSDA Pemerintah Kota Malang, angka

    tersebut tetap layak diapresiasi.

    Terbangun aliansi lintas organisasi dan komunitas. Aliansi BOSDA

    merupakan gabungan individu dan organisasi masyarakat yang peduli

    terhadap pendidikan. Aliansi ini menjadi forum cair dan leksibel

    untuk memperjuangkan BOSDA dalam APBD Kota Malang.Tak sebatas

    mengusung, aliansi ini juga akan mengawal BOSDA pada tataran

    implementasi di lapangan. Selain mendorong lahirnya kebijakan BOSDA,

    Aliansi BOSDA juga telah berhasil meningkatkan kapasitas anggotanya,terutama terkait dengan isu pendidikan khususnya BOSDA.

    Partisipasi pemangku kepentingan pendidikan. Komunitas pendidikan

    mulai ikut terlibat dalam proses perencanaan, ikut ambil bagian

    mengawasi proses pencairan dana BOSDA yang diberikan (ditransfer) ke

    rekening masing-masing sekolah. Tidak hanya sampai di situ, pemangku

    kepentingan pendidikan berkomitmen untuk mengawal anggaran BOSDA

    sampai pada tahap impelemntasi di sekolah-sekolah.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    48/170

    34 | Di Mana Uang Kami?

    Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA

    Kepedulian anggota legislatif. Alokasi dana BOSDA dalam APBD Kota

    Malang Tahun 2010 tak terlepas dari nurani anggota DPRD Kota Malang

    yang mau mendengar aspirasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan.

    Perubahan kebijakan eksekutif. Proses advokasi yang intensif, terus-

    menerus, dan melibatkan banyak pihak berhasil meyakinkan Pemerintah

    Kota Malang bahwa alokasi dana BOSDA sangat diperlukan oleh

    masyarakat.

    PELAJARAN

    Berikut beberapa pelajaran yang bisa dipetik selama melakukan advokasi

    anggaran BOSDA dalam APBD Kota Malang:

    Koalisi.Untuk mencapai advokasi yang sukses diperlukan pengorganisasian

    yang baik. Sebenarnya, ada berbagai ragam pengorganisasian dalam

    advokasi. Pilihan ragam advokasi tergantung tingkat kerumitan kasus

    yang akan diadvokasi. Anggota jaringan yang dapat bergabung dalam tim

    advokasi harus memiliki pandangan dan orientasi yang sama terhadap

    agenda advokasi.

    Pengembangan kapasitas. Dalam advokasi, peningkatan kapasitas

    anggota jaringan merupakan sebuah kebutuhan yang harus dilakukan.

    Untuk menjawab kebutuhan ini, maka PATTIRO Malang berinisiatifuntuk melakukan pelatihan teknis, terutama terkait penghitungan

    BOSDA maupun analisis anggaran APBD secara umum. Sementara itu,

    peningkatan kapasitas teknis advokasi dilakukan secara learning by

    doingketika proses-proses advokasi berlangsung.

    Pelibatan penerima manfaat.

    Pelibatan penerima manfaat langsung sebuah kebijakan anggaran yang

    diadvokasi sangat penting. Masyarakat penerima manfaat langsunglah

    yang selama ini merasakan kondisi baik dan buruknya ketika kebijakan

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    49/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 35

    Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur

    anggaran pendidikan tidak berpihak kepada mereka. Usulan solusi agar

    kebijakan anggaran bisa berpihak kepada rakyat harus dirumuskan

    oleh pihak-pihak yang selama ini terkena dampak langsung. Proses

    ini bisa dibantu/didampingi oleh pihak lain yang berkompeten. Selain

    mengembalikan posisi masyarakat sebagai subyek kebijakan, pelibatan

    penerima manfaat langsung juga berpengaruh terhadap percepatan

    keberhasilan advokasi. Hal ini disebabkan oleh terbangunnya komunikasi

    antar pemangku kepentingan secara efektif, yaitu antara penerima manfaat,

    tim advokasi/pendamping, dan pihak-pihak pengambil kebijakan. Adanya

    komunikasi yang efektif antar pihak memudahkan upaya membangunkesepahaman tentang muatan advokasi BOSDA.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    50/170

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    51/170

    RINGKASAN

    Pemenuhan hak dasar kesehatan tidak mudah untuk dilakukan. Proses

    advokasi jaminan pelayanan di Kabupaten Bandung dimulai dengan kerja-

    kerja intelektual, seperti riset, analisis anggaran, dan penyusunan naskah

    akademik. Kemudian tahap berikutnya adalah penggalangan dukungan

    yang masif. Di sini diperlukan kerja-kerja politik. Meramu ini semua

    dalam sebuah desain besar advokasi tidaklah mudah. Ia memerlukan

    ketekukan dan kesungguhan. Tahapan advokasi di Kabupaten Bandung

    dimulai ketika naskah akademik dan agenda besar perwujudan jaminan

    pelayanan kesehatan diserahkan pada pemerintah daerah. Tantangan

    langsung muncul dari pihak pemda dan penyedia layanan. Dan di sinilah

    diperlukan dukungan pengetahuan dan kemampuan memainkan tarik-

    menarik kekuatan.

    Setelah berkutat dengan berbagai kegiatan riset, lobi dan menggalangdukungan, akhirnya tujuan pertama advokasi tercapai. Retribusi pelayanan

    Sehat Itu Murah dan Mudah

    Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan

    Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin

    di Kabupaten Bandung

    oleh:

    Ari Nurman

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    52/170

    38 | Di Mana Uang Kami?

    Sehat Itu Murah dan Mudah

    kesehatan di Puskesmas dihilangkan sehingga rakyat miskin tidak

    lagi menghadapi hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

    Hampir setahun kemudian tujuan tahap kedua advokasi terwujud: adanya

    peraturan daerah tentang jaminan pelayanan kesehatan di Kabupaten

    Bandung.

    PROFIL LEMBAGA

    Perkumpulan Inisiatif secara formal didirikan pada tanggal 19 Juni 2005.

    Secara aktual, kegiatannya telah dimulai sejak Juli 2000. Perkumpulan

    Inisiatif didirikan untuk mempromosikan perbaikan tata pemerintahan

    lokal dengan lebih memfokuskan pada peningkatan derajat kehidupan

    kelompok marjinal, sekaligus mewadahi lebih banyak individu-individu

    yang peduli dan yang memiliki kesamaan visi. Obsesi Perkumpulan

    Inisiatif adalah menjadi lembaga yang dapat meningkatkan derajat

    kehidupan kelompok marjinal khususnya melalui partisipasi dalam tatapemerintahan lokal. Dan untuk mewujudkan obsesi tersebut, Perkumpulan

    Inisiatif selalu berusaha untuk (1) Mendorong reformasi kebijakan publik

    yang dapat meningkatkan derajat kehidupan kelompok marjinal, (2)

    Mendorong penguatan kelompok marjinal agar dapat memperjuangkan

    upaya peningkatan derajat kehidupannya, dan (3) Mensinergikan proses-

    proses reformasi kebijakan dengan penguatan kelompok marjinal.

    ANALISIS SITUASI

    Dari analisis dan survey yang dilakukan Inisiatif pada tahun 2007,

    diperoleh gambaran mengenai kondisi sisi permintaan layanan kesehatan

    dan juga kondisi sediaannya. Dari sisi permintaan, beberapa informasi

    penting mengenai karakter konsumen kita peroleh dari kedua studi

    tersebut. Kemudian dari sisi sediaan, kita juga memperoleh informasi

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    53/170

    Advokasi Anggaran di Indonesia | 39

    Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung

    antara lain infrastruktur, tenaga medis dan non medis dalam hal jumlah,

    sebaran, kondisi infrastruktur, dan kecukupan. Hal yang penting dalam

    memperkuat argumen kita dalam melakukan advokasi adalah proyeksi

    kondisi sediaan dan permintaan di masa depan bila tidak dilakukan

    intervensi.

    Sedangkan hasil survey Inisiatif dan Universitas Komputer Indonesia

    tahun 2007 menunjukkan sebagian besar masyarakat Kabupaten

    Bandung rentan untuk jatuh miskin, mudah terkena penyakit, dengan

    akses kepada layanan kesehatan pemerintah sering terhambat oleh biaya

    dan keterbatasan ekonomi.

    Kronologi Advokasi

    Titik awal proses advokasi ini dimulai akhir 2006, dengan presentasi

    Inisiatif tentang kebijakan daerah pro rakyat miskin di depan Bappeda

    Kabupaten Bandung. Diskusi diisi dengan membahas tantangan terbesar

    pengurangan kemiskinan di Kabupaten Bandung. Di akhir acara diskusi,

    Perkumpulan Inisiatif menantang Pemerintah Kabupaten Bandung

    untuk menggratiskan layanan kesehatan agar masyarakat yang rentan

    bisa mendapatkan perlindungan untuk tidak jatuh miskin karena sakit.

    Dengan kata lain, Pemerintah Kabupaten Bandung menyediakan jaminan

    pelayanan kesehatan secara universal. Dan tantangan ini dijawab dengan

    tantangan balik dari Bapeda dengan meminta konsepnya melalui

    pengajuan naskah akademik.

    Jawaban atas tantangan balik bapeda tersebut muncul dengan

    disampaikannya konsep yang dituangkan dalam sebuah naskah

    akademik. Naskah akademik ini disampaikan pada Bupati Bandung,

    Bappeda Kabupaten Bandung, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, dan

    DPRD Kabupaten Bandung pada Bulan Juli Tahun 2007. Dan sejak saat itu

    roda advokasi pun berjalan.

  • 8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)

    54/170

    40 | Di Mana Uang Kami?

    Sehat Itu Murah dan Mudah

    Boks 3.1. Desain advokasi kesehatan gratis di Kabupaten Bandung

    Desain Advokasi Kesehatan Gratis di Kabupaten Bandung

    Persiapan rencana kerja advokasi kesehatan gratis

    Penyusunan kerangka acuan konsep kesehatan gratis

    Pengumpulan argumen kesehatan gratis

    Proses ini dilakukan oleh Perkumpulan Inisiatif bekerja sama dengan universitas.

    Kegiatan yang dilakukan adalah studi dokumen, analisis kebijakan dan anggaran

    kesehatan, dan survey pengguna layanan yang dilakukan di Puskesmas di 30 kecamatan

    dan 2 rumah sakit daerah yang ada di Kabupaten Bandung. Survey bertujuan untuk

    mengukur tingkat kepuasan pengguna layanan Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah.

    Perumusan konsep kesehatan gratis

    Tahapan yang dilakukan dalam perumusan konsep kesehatan gratis ini adalahpenghitungan prevalensi tiap penyakit/layanan, penghitungan nilai moneternya(monetize), penghitungan risiko dan sorting besarannya, analisis anggaran danskema alternatif (kebutuhan dan kapasitas), penentuan pemangku kepentingan yangmembiayai kesehatan, dan pemilihan skema dan anggaran alternatif). Tahapan iniadalah tahapan awal sebelum memasuki advokasi. Tahapan ini dikhususkan padakajian untuk menyusun Naskah Akademik Kesehatan Gratis.

    Konsolidasi dukungan masyarakat terhadap kesehatan gratis

    Konsolidasi dukungan ini dilakukan dengan bekerja sama dengan elemen kelompok

    masyarakat. Salah satu bentuk konkret dukungan adalah pengumpulan tanda tangan

    dan salinan KTP penduduk Kabupaten Bandung. Sementara kegiatan lainnya yaitu

    seminar tentang advokasi jaminan pelayanan kesehatan gratis, publikasi media massa

    (sewa kolom di media massa untuk membangun opini publik), penyebaran buku saku,pembuatan spanduk, untuk mensosialisasikan advokasi jaminan pelayanan kesehatan

    gratis kepada seluruh penduduk Kabupaten Bandung.

    Advokasi kesehatan gratis ke Pemerintah Kabupaten Bandung

    Tahapan ini terdiri atas 2 kegiatan, yaitu:

    o Penyiapan materi dan rencana kerja advokasi: di sini Inisiatif membuat rencana

    audiensi dengan Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD Kabupaten Bandung,

    pemetaan pemangku kepentingan yang mendukung gagasan kesehatan gratis, dan

    dinamika advokasi itu sendiri.

    o Penyerahan naskah akademik kepada Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD

    Kabupaten Bandung: Penyusunan naskah akademik dilaksanakan selama Bulan

    Juli 2007. Setelah naskah akademik selesai disusun, substansi dan penyempurnaan

    naskah akademik tersebut dilakukan. Naskah akademik kemudian diserahkankepada Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD Kabupaten Bandung.

    Pengawalan legislasi kesehatan gratis

    o Audiensi dengan DPRD Kabupaten Bandung dan Dinas Kesehatan Kabupaten

    Bandung: Penyerahan naskah akademik dilanjutkan dengan audiensi dengan DPRD

    Kabupaten Bandung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Audiensi bertujuan

    untuk mensosialisasikan konsep dan menggalang dukungan dari Pemda dan DPRD,

    menuntut hak inisiatif DPRD untuk mengusung konsep pelayanan kesehatan gratis

    ini dalam bentuk Peraturan Daerah, dan menuntut pemerintah daerah untuk

    mengimplementasikan kebijakan tersebut.

    o Pengawalan legislasi di DPRD Kabupaten Bandung dan pengawalan proses

    penganggaran (anggaran alternatif): Kedua proses ini berlangsung ketika konsep

    Jaminan Pelayanan Kesehatan Gratis ini masuk