DI FOUNDRY PLANT I PT. KOMATSU INDONESIA JAKARTA/Hubungan... · selain dapat menimbulkan ketulian...
-
Upload
phungquynh -
Category
Documents
-
view
226 -
download
2
Transcript of DI FOUNDRY PLANT I PT. KOMATSU INDONESIA JAKARTA/Hubungan... · selain dapat menimbulkan ketulian...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
LAPORAN TUGAS AKHIR
HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN
KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA MELTING
DI FOUNDRY PLANT I PT. KOMATSU INDONESIA
JAKARTA
Susan Nabila Putri Taufiq
NIM. R0009094
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
iiI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
ABSTRAK HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA MELTING DI FOUNDRY PLANT 1 PT. KOMATSU INDONESIA JAKARTA Susan Nabila Putri Taufiq1 2, Cr. Siti Utari2
Tujuan: Penggunaan teknologi yang semakin canggih dapat menimbulkan penyakit akibat kerja, salah satunya ialah bising. Selain itu kebisingan juga dapat menimbulkan keluhan seperti kelelahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja melting di foundry plant I PT. Komatsu Indonesia Jakarta. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 26 orang tenaga kerja melting. Pengukuran intensitas kebisingan menggunakan Sound Level Meter, sedangkan kelelahan kerja diukur menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I). Analisis data menggunakan SPSS 16.0. Hasil: Dari hasil penelitian yang dilakukan di bagian melting di Foundry Plant 1 PT. Komatsu Indonesia Jakarta memiliki Intensitas Kebisingan 100 dBA > NAB. Dimana dari 26 sampel tenaga kerja di bagian yang memiliki Intensitas Kebisingan > NAB terdapat 16 (61%) orang mengalami tingkat kelelahan kerja ringan, 9 (35%) orang mengalami tingkat kelelahan kerja sedang, dan 1 (4%) orang mengalami tingkat kelelahan kerja berat. Diuji dengan menggunakan Pearson Product Moment didapatkan nilai p value = 0,16 . Oleh karena nilai p < 0,05 dinyatakan signifikan. Simpulan: Dari penelitian didapatkan ada hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada tenaga kerja melting di Foundry Plant 1 PT. Komatsu Indonesia. Rekomendasi yang perlu dilaksanakan adalah sebaiknya perusahaan memperketat pengontrolan ketertiban K3 serta memberikan sanksi tegas kepada tenaga kerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri berupa ear plug dan ear muff. Kata Kunci: Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja *) Prodi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
ABSTRACT
RELATION INTENSITY NOISE WITH FATIGUE WORKING ON MELTING LABOR IN FOUNDRY PLANT 1 PT.
KOMATSU INDONESIA JAKARTA
Susan Nabila Putri Taufiq1 2, Cr. Siti Utari2
Objectives: The use of increasingly sophisticated technology can lead to occupational diseases, one of which is noisy. Addition of noise can also lead to complaints such as fatigue. This study aims to determine whether there is noise intensity relationship with fatigue work on labor melting in the foundry plant I PT. Komatsu Indonesia Jakarta. Methods: The research use an analytic observational method using cross sectional design. The sample this research of 26 person melting labor. The measurement noise intensity using a Sound Level Meter, while the fatigue work were measured using the Questionnaire Measuring Feelings of Fatigue Work I (KAUPK2 I). Data analysis using SPSS 16.0. Results: The results of research conducted at the melting at the Foundry Plant 1 PT. Komatsu Indonesia Jakarta has the Intensity Noise > NAB. Where from 26 samples workers in the labor who have the Intensity Noise 100 dBA > NAB there are 16 (61%) people experience a mild level of fatigue work, 9 (35%) people experience fatigue levels of medium, and 1 (4%) people experience severe levels of fatigue work. Tested using the Pearson Product Moment obtained value p value = 0.16. Because the value of p <0.05 revealed significant Conclusion: From the study found association Intensity Noise with the Fatigue of Work melting at Foundry Plant 1 PT. Komatsu Indonesia. The recommendations should be implemented is the company's order to tighten control of K3 and give strict punishment to those labors who do not use the Personal Protective Equipment in the form of ear plugs and ear Muff. Keywords: Intensity Noise, Work Fatigue *) EducaPon program of Diploma III H9alth and Saf9ty, Faculty of M9dicin9,
Univ9rsity of S9b9las Mar9t Surakarta.
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puiji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, karunia, kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam pelaksanaan
Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Melting di Foundry Plant . Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Serta demi mendapatkan gelar Ahli Madya Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini penulis menyadari jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis telah dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp.PD-KR-FINASIM, selaku
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Sumardiyono, SKM., M.Kes selaku Ketua Program Studi Diploma III
Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus sebagai penguji.
3. . selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini.
4. Ibu Dra. Cr,. Siti Utari, M.Kes. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini.
5. Bapak Ali selaku Pengelola Yayasan Komatsu Indonesia Peduli dan Ibu Radhitya Dini Rosa selaku Mnager HR. Development PT. Komatsu Indonesia yang telah menerima dan memberikan kemudahan penulis untuk mendapatkan tempat magang.
6. Bapak Rofiur Rutab selaku Manager Environment Health and Safety yang telah memfasilitasi penulis untuk kepentingan magang.
7. Bapak Dede, Bapak Syamsudin, Bapak Dedi dan Ibu Anita selaku Staff Environment Health and Safety atas segala ilmu dan bimbingannya selama magang.
8. Bapak Sutoyo selaku Safety Officer di Foundry Plant 1 yang telah memberikan arahan, bimbingan dan informasi.
9. Seluruh karyawan bagian proses melting di Foundry Plant 1 PT. Komatsu Indonesia atas kerja samanya dalam memberikan informasi untuk penelitian yang dilakukan penulis.
10. Seluruh Staff HRD, General Affair, Management Development dan Personalia yang telah memberikan bantuan, informasi, motivasi dan pertemanan yang terjalin baik (Bapak Usam, Bapak Ridwan, Bapak Fhajar, Mbak Ochi, Mbak Kiki, Mbak Feby, Mbak vera, Mbak Meri, Mbak Tri, Mbak Ari, Mbak Intan, Mbak Evita, Bapak Agus, Bapak Nardi, Bapak Heri, Mr. Mizukami, Bapak Hendro, Bapak Priyan, Bapak Kosasi, Bapak Muid, Mas Galih, Mas Winarno, Mas Ikhsan, Mas Aris, Zaenal dan Ivo).
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
11. Dr. Lucy, Ibu Tutik dan Ibu Ria selaku Pengelola Klinik Kesehatan PT. Komatsu Indonesia yang selalu memberikan nasihat, motivasi dan pengobatan kepada penulis.
12. Kedua Orang Tuaku yang telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dukungan moril dan materiil.
13. Anci dan Uncle Rudy, Bang Rico dan Tante Tasy beserta keluarga, Oma (Rudy S. Liey family), Ami Syarif dan Ameh Sukriah yang banyak memberikan bantuan baik moril maupun materiil dalam memenuhi kebutuhan penulis selama magang.
14. Sischa selaku teman seperjuangan yang selalu menemani dalam suka duka selama kegiatan magang.
15. Untuk orang-orang terdekat saya Huda, Mila, Amalia, Ratu, Emil, Nadia, Sella, Kak Fahmi, Syakier, Umar dan Rifky yang selalu memberikan motivasi dan support selama kegiatan magang.
16. Patricia, Arif, dan seluruh teman-teman Hiperkes dan Keselamatan Kerja angkatan 2009 atas kerja samanya.
17. Seluruh staff Prodi. D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih perlu penyempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kalimat yang kurang berkenan dalam laporan ini.
Surakarta, 7 Juni 2012
Penulis,
Susan Nabila Putri Taufiq
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN .............................................. iii ABSTRAK ....................................................................................................... iv ABSTRAC ....................................................................................................... v KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian .................................................................. 4
BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................... 6 A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6 B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 52 C. Hipotesis ................................................................................... 53
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................. 54 A. Jenis Penelitian ......................................................................... 54 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 54 C. Populasi Penelitian ................................................................... 54 D. Teknik Sampling ...................................................................... 55 E. Sampel Penelitian ..................................................................... 55 F. Variabel Penelitian ................................................................... 56 G. Definisi Operasional ................................................................. 56 H. Sumber Data ............................................................................. 57 I. Instrumen Penelitian ................................................................. 58 J. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 59 K. Analisi Data ............................................................................ 62
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 64 A. Hasil Penelitian ......................................................................... 64 B. Pembahasan ............................................................................ 72
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 80 A. Simpulan ................................................................................... 80 B. Saran ......................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 83 LAMPIRAN
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Menunjukkan skala intensitas kebisingan. Kebisingan dalam
perusahaan dengan intensitas 60 dB berarti 106 X intensitas
kebisingan standard. ............................................................... 9
Tabel 2. Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja ................... 20 Tabel 3. Tingkat Hubungan Korelasi (r) ................................................ 63 Tabel 4. Tabel Intensitas Kebisingan ..................................................... 68 Tabel 5. Penilaian Kuesioner Kelelahan Kerja ...................................... 70 Tabel 6. Uji Statistik Pearson Product Moment .................................... 71
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model teorikal untuk mengilustrasikan mekanisme
neurofisiologis atau neraca keseimbangan aktivasi dan
inhibisi kelelahan. .................................................................... 41
Gambar 2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya
kelelahan (Setyawati, 2010). .................................................... 47
Gambar 3. Kerangka Pemikiran ................................................................. 52
Gambar 4. Sound Level Meter NL-20 ........................................................ 61
Gambar 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia .................................... 66
Gambar 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja ......................... 67
Gambar 7. Diagram Persentase Kelelahan Kerja ....................................... 70
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
DAFTAR SINGKATAN
SDM : Sumber Daya Manusia dB : Desibel NAB : Nilai Ambang Batas SLM : Sound Level Meter
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Magang
Lampiran 2. Jadwal Kegiatan Magang
Lampiran 3. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I
(KAUPK2 I).
Lampiran 4. Hasil Out Put SPSS
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia
mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang
ditunjang dengan teknologi yang telah maju dan modern. Salah satu
konsekuensi dari perkembangan industri yang sangat pesat dan persaingan
yang ketat antar perusahaan di Indonesia sekarang ini adalah tertantangnya
proses produksi kerja dalam perusahaan supaya terus-menerus berproduksi
selama 24 jam. Dengan demikian diharapkan adanya peningkatan kualitas serta
kuantitas produksi untuk mencapai keuntungan yang maksimal.
Namun demikian, penerapan teknologi tinggi dan penggunaan bahan dan
peralatan yang beranekaragam dan kompleks tersebut sering tidak diikuti oleh
kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM). Keterbatasan manusia sering menjadi
faktor penentu terjadinya musibah seperti: kecelakaan, kebakaran, peledakan,
pencemaran lingkungan dan timbulnya penyakit akibat kerja. Kondisi-kondisi
tersebut ternyata telah banyak mengakibatkan kerugian jiwa dan material, baik
bagi pengusaha, tenaga kerja, pemerintah dan bahkan masyarakat luas. Untuk
mencegah dan mengendalikan kerugian-kerugian yang lebih besar, maka
diperlukan langkah-langkah tindakan yang mendasar dan prinsip yang dimulai
dari tahap perencanaan. Sedangkan tujuannya adalah agar tenaga kerja mampu
mencegah dan mengendalikan berbagai dampak negatif yang timbul akibat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
proses produksi, sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, nyaman,
aman dan produktif (Tarwaka dkk, 2004).
Lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar yang ada misalnya bising
yang melebihi NAB merupakan faktor yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan. Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Kebisingan
selain dapat menimbulkan ketulian sementara dan ketulian permanen, juga
akan berdampak negatif lain seperti gangguan komunikasi dan efek kelelahan
pada pekerja (Hadian, 2000).
Kelelahan (Fatigue) merupakan salah satu risiko terjadinya penurunan
derajat kesehatan tenaga kerja. Budiono (2003) menyatakan kelelahan kerja
ditandai dengan melemahnya tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan atau
kegiatan, sehingga akan meningkatkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan
dan akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja. Berdasarkan laporan
survei di Negara maju diketahui bahwa 10-15% penduduk mengalami
kelelahan akibat kerja. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya
prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan.
Di Indonesia khususnya wilayah Jakarta merupakan salah satu daerah yang
memiliki banyak industri. PT. Komatsu Indonesia merupakan salah satu
perusahaan manufacturing yang memproduksi alat-alat berat. Perusahaan ini
menghasilkan beberapa alat berat seperti escavator dan dumptruck yang sangat
diperhatikan kualitasnya. Dalam menjalankan fungsinya PT. Komatsu
Indonesia memiliki mesin-mesin yang beroperasi terus-menerus yang memiliki
2 shift kerja. Berdasarkan pada hasil pengukuran yang dilakukan terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kebisingan yang melebihi NAB yaitu 100 dBA di Foundry Plant pada proses
melting.
Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah tenaga kerja pada bagian proses
melting dalam menjalankan pekerjaannya setiap hari terpapar kebisingan yang
disebabkan dari mesin. Menurut data pengukuran yang telah dilakukan,
intensitas kebisingan yang didapatkan melebihi nilai ambang batas. Bagian
melting merupakan bagian utilitas yang sangat berperan penting dalam proses
produksi dan sebagai pengolahan peleburan bahan baku sebelum dicetak
menjadi komponen-komponen dalam alat berat. Kondisi dari ketidakstabilan
lingkungan fisik berupa kebisingan pada saat bekerja membuat para tenaga
kerja merasa menjadi lebih cepat mengalami kelelahan. Hal ini yang
menjadikan dasar penulis untuk meneliti di PT. Komatsu Indonesia dengan
bungan Intensitas Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga
Kerja Bagian Melting, Foundry Plant
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disusun rumusan masalah sebagai berikut :
h hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja pada tenaga
kerja bagian melting, Foundry Plant
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja
pada tenaga kerja bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu
Indonesia, Jakarta.
2. Untuk mengetahui kelelahan kerja suyektif pada tenaga kerja bagian
melting, Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta.
3. Untuk mengetahui hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja
pada tenaga kerja bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu
Indonesia, Jakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi mahasiswa
a. Mampu melakukan suatu pengukuran untuk mengetahui intensitas
kebisingan dengan menggunakan sound level meter dan pengukuran
kelelahan kerja.
b. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang hubungan kebisingan
dengan kelelahan kerja.
c. Menambah pengalaman dan dapat menjadi sebuah pembelajaran yang
nyata bagi penulis.
d. Meningkatkan pengetahuan dan sarana pengembangan teori yang
telah didapat dalam perkuliahan sehingga diperoleh pengalaman
langsung khususnya mengenai kesehatan dan keselamatan kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2. Bagi perusahaan
a. Mengetahui hasil pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan
dan kelelahan kerja tenaga kerja di Foundry Plant I PT. Komatsu
Indonesia pada proses melting.
b. Mengetahui hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja
pada tenaga kerja bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu
Indonesia.
c. Memperoleh informasi yang bermanfaat dalam mengambil tindakan
koreksi untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.
d. Digunakan sebagai pengembangan serta penerapan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) untuk meningkatkan derajat kesehatan kerja
khususnya tenaga kerja bagian melting di Foundry Plant I PT.
Komatsu Indonesia, Jakarta.
3. Bagi Program Studi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja
a. Mengetahui informasi yang digunakan sebagai bahan pustaka guna
pengembangan ilmu kesehatan dan keselamatan kerja.
b. Pembentukan sumber daya manusia yang lebih baik dan meningkatan
kualitas mahasiswa dalam menerapkan keselamatan dan kesehatan
kerja di perusahaan.
c. Menjalin hubungan kerjasama antara Program Studi Diploma III
Hiperkes dan Keselamatan Kerja UNS dengan PT. Komatsu
Indonesia, Jakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kebisingan
a. Pengertian kebisingan.
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran
(Permenakertrans RI No. PER.13/MEN/X/2011).
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel
saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang
ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang
tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya dan
manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena
mengganggu atau timbul diluar kemauan orang yang bersangkutan,
maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai
mur, 2009).
Sedangkan intensitas bunyi/suara adalah besarnya tekanan
atau energi yang dipancarkan oleh suatu sumber bunyi (Soeripto,
2008).
Bunyi dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi sebagai
berikut:
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
1) Infra sonic, bila suara dengan gelombang antara 0-16 Hz. Suara
ini tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan biasanya
ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan, frekuensi <16 Hz
akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, lesu dan kadang-
kadang perubahan penglihatan.
2) Sonic, bila gelombang suara antara 16-20.000 Hz, merupakan
frekuensi yang dapat ditangkap oleh telinga manusia.
3) Ultra sonic, bila gelombang suara >20.000 Hz. Frekuensi diatas
20.000 Hz sering digunakan dalam bidang kedokteran, seperti
untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan katarak karena
dengan frekuensi yang tinggi bunyi mempunyai daya tembus
jaringan yang cukup besar, sedangkan suara dengan frekuensi
yang sebesar ini tidak dapat didengar oleh telinga manusia.
Seorang cenderung mengabaikan kebisingan yang dihasilkannya
sendiri bila kebisingan itu secara wajar menyertai pekerjaan, seperti
kebisingan mesin kerja. Sebagai patokan, kebisingan mekanik atau
elektrik, yang disebabkan kipas angin, transformator, motor, pompa,
pembersih vakum atau mesin cuci, selalu lebih mengganggu dari pada
kebisingan yang hakekatnya alami (angin, hujan, dan air terjun)
(Prasetio, 2006).
Definisi lain tentang kebisingan menurut Wahyu (2003) :
1. Denis dan Spooner, bising adalah suara yang timbul dari getaran-
getaran yang tidak teratur dan periodik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Hirrs dan Ward, bising adalah suara yang komplek yang
mempunyai sedikit atau bahkan tidak periodik, bentuk gelombang
tidak dapat diikuti atau diproduksi dalam waktu tertentu.
3. Spooner, bising adalah suara yang tidak mengandung kualitas
music.
4. Sataloff, bising adalah bunyi yang terdiri dari frekuensi yang acak
dan tidak berhubungan satu dengan yang lainnya.
5. Burn, Littler, dan Wall bising adalah suara yang tidak
dikehendaki kehadirannya oleh yang mendengar dan
mengganggu.
Pengaruh kebisingan itu sendiri tergantung pada intensitas dan
frekuensi nada (Soeripto, 2008).
Terdapat 2 hal yang menentukan kualitas suatu bunyi,
yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah
getaran perdetik atau disebut Hertz (Hz), yaitu jumlah dari golongan-
golongan yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu
kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang
sederhana dari beraneka frekuensi. Nada dari kebisingan ditentukan
oleh frekuensi-frekuensi yang ada. Intensitas atau arus energi
persatuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang
disebut desibel (dB) dengan membandingkannya dengan kekuatan
dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
1.000 Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal. Dalam
rumus:
dB = 2010 log
p = tegangan suara yang bersangkutan.
Po = tegangan suara standar (0,0002 dyne/cm2).
Tabel 1. Menunjukkan skala intensitas dari kebisingan. Kebisingan dalam perusahaan dengan intensitas 60 dB berarti 106 X intensitas kebisingan standar.
Desibel Batas dengar tertinggi
Menulikan 120 110 100
Halilintar Meriam Mesin uap
Sangat hiruk 100 90 80
Jalan hiruk pikuk
Perusahaan sangat gaduh
Pluit polisi Kuat 80
70 60
Kantor gaduh Jalan pada
umumnya Radio Perusahaan
Sedang 60 50 40
Rumah gaduh Kantor
umumnya Percakapan
kuat Radio perlahan
Tenang 40 30 20
Rumah tenang Kantor
perorangan Auditorium Percakapan
Sangat tenang 20 10 0
Suara daun-daun
Berbisik Batas dengar
terendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Sumber : Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
Perlu diketahui secara jelas, bahwa desibel merupakan skala
logaritmis. Maka dari itu, 3 dB diatas 60 dB sangat berbeda. Telinga
manusia mampu mendengar.
a. Sumber kebisingan.
Menurut Tambunan, (2005) di tempat kerja, sumber
kebisingan berasal dari peralatan dan mesin-mesin. Peralatan dan
mesin-mesin dapat menimbulkan kebisingan karena :
1) Mengoperasikan mesin-mesin produksi yang sudah cukup
tua.
2) Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada
kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi yang
cukup panjang.
3) Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala
kadarnya. Misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin
mengalami kerusakan parah.
4) Melakukan modifikasi/perubahan/pergantian secara parsial
pada komponen-komponen mesin produksi tanpa
mengidahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk
menggunakan komponen-komponen mesin tiruan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
5) Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin
secara tidak tepat, (terbalik atau tidak rapat/longgar),
terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad
conection).
6) Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya.
Menurut Dirjen PPM dan PL, DEPKES dan KESSOS RI,
2000 dalam Subaris dan Haryono (2008) sumber kebisingan
dibedakan menjadi tiga yaitu :
1) Bising Industri
Industri besar termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan
sejenisnya. Bising industri dapat dirasakan oleh tenaga kerja
maupun masyarakat di sekitar industri dan juga setiap orang
yang secara tidak sengaja berada di sekitar industri tersebut.
Sumber kebisingan bising industri dapat diklasifikasikan
menjadi 3 macam, yaitu :
a) Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin.
b) Vibrasi
Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran
yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau
ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada
roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, dan lain-
lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
c) Pergerakan udara, gas dan cairan
Kebisingan ini ditimbulkan akibat pergerakan udara,
gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri
misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas
buang, dan lain-lain.
2) Bising Rumah Tangga
Bising disebabkan oleh rumah tangga dan tidak terlalu
tinggi tingkat kebisingannya, misalnya pada saat proses
masak di dapur.
3) Bising Spesifik
Bising yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus,
misalnya pemasangan tiang pancang tol atau bangunan.
Menurut Wisnu dalam Subaris dan Haryono (2008) sumber
bunyi dilihat dari sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Sumber kebisingan statis seperti pabrik, mesin, tape dan lain-
lain.
2) Sumber kebisingan dinamis seperti mobil, pesawat terbang,
kapal laut dan lainnya
b. Jenis-jenis kebisingan.
erdasarkan sifat dan spektrum
frekuensi bunyi, bising dibagi atas :
1) Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus
(kontinyu) dengan spektrum frekuensi yang luas (steady
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
state, wide band noise), misalnya bising mesin, kipas angin,
dapur pijar dan lain-lain.
2) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit
(steady state, narrow band noise), misalnya bising gergaji
sirkuler, katup gas dan lain-lain.
3) Kebisingan terputus-putus (intermittent noise) ialah
kebisingan yang berlangsung tidak terus-menerus. Misal :
bising lalu-lintas suara kapal terbang di bandara.
4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) ialah
kebisingan dengan intensitas rendah sangat cepat. Misal :
bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam dan
ledakan.
5) Kebisingan impulsif berulang ialah kebisingan dengan
intensitas yang agak cepat berubah tetapi terjadi berulang-
ulang. Misal : bising mesin tempa di perusahaan atau
tempaan tiang pancang bangunan.
Menurut Tambunan (2005) klasifikasi kebisingan di tempat
kerja dibagi dalam dua jenis golongan besar, yaitu :
1) Kebisingan tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua
yaitu :
a) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete
frequency noise), kebisingan ini merupakan nada-nada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
murni pada frekuensi yang beragam. Contohnya : suara
mesin, suara kipas angin dan sebagainya.
b) Kebisingan tetap (Broad band noise), kebisingan dengan
frekuensi terputus dan Broad band noise sama-sama
digolongkan sebagai kebisingan tetap (Steady noise).
Perbedaannya adalah Broad band noise terjadi pada
frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni).
2) Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi
tiga yaitu :
a) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan
yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
b) Intermittent noise, kebisingan yang terputus-putus dan
besarnya dapat berubah-ubah, contoh kebisingan lalu
lintas.
c) Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas
tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat,
misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat
sejenisnya.
c. Tingkat kebisingan.
Terdapat dua karakterisitik utama yang menentukan
kualitas suatu bunyi atau suara, yaitu frekuensi dan intensitasnya.
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan
satuan Herz (Hz), yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
telinga setiap detiknya. Sesuatu benda jika bergetar menghasilkan
bunyi atau suara dengan frekuensi tertentu yang merupakan ciri
khas dari benda tersebut. Biasanya suatu kebisingan terdiri atas
campuran sejumlah gelombang sederhana dari aneka frekuensi.
Nada suatu kebisingan ditentukan oleh frekuensi getaran sumber
, 2009).
Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya
dinyatakan dalam suatu satuan logaritmis yang disebut desibel
(dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan standar
0,0002 dine (dyne) /cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi
1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga normal ( ,
2009).
Karena ada kisaran sensitivitas, telinga dapat
mentoleransi bunyi-bunyi yang lebih keras pada frekuensi yang
lebih rendah dibanding pada frekuensi tinggi. Kisaran kurva-
kurva pita oktaf dikenal sebagai kurva tingkat kebisingan (NR =
noise rating) pernah dibuat untuk menyatakan analisis pita oktaf
yang dianjurkan pada berbagai situasi. Kurva bising yang diukur
yang terletak dekat di atas pita analisis menyatakan NR
kebisingan tersebut (Harrington dan Gill, 2005).
Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp,
(Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992, 1994/1995), tingkat
kebisingan diuraikan sebagai berikut :
1) Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous
Noise Level=Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus
(steady noise) dalam ukuran dB (A), berisi energi yang sama
dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode
atau interval waktu pengukuran.
2) Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang
diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat
kebisingan pada siang, petang, dan malam hari.
3) Tingkat ambien kebisingan (Background noise level) atau
tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat
suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan
pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil
nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.
d. Pengukuran kebisingan.
kebisingan adalah :
1) Memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan
di perusahaan atau dimana saja.
2) Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk
mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak
menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
pendengaran tenaga kerja, atau perlindungan masyarakat atau
tujuan lainnya.
Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah
Sound Level Meter. Alat ini mengukur kebisingan pada intensitas
30-130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz. Suatu sistem
kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri, kecuali untuk kalibrasi
mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi tersendiri.
Sebagai alat kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan
suaranya dapat diatur oleh amplifier atau suatu piston phone
dibuat untuk maksud kalibrasi tersebut, yang tergantung dari
tekanan udara, sehingga perlu koreksi berdasarkan atas perbedaan
tekanan barometer. Kalibrator dengan intensitas tinggi (125 dB)
lebih disukai, oleh karena alat pengukur intensitas kebisingan
demikian mungkin dipakai untuk mengukur kebisingan yang
Sebagaimana telah dinyatakan untuk mengukur
intensitas dan menentukan frekuensi kebisingan diperlukan
peralatan khusus yang berbeda bagi jenis kebisingan dimaksud.
Jika tujuan dari pengukuran kebisingan hanya untuk
mengendalikan kebisingan, seperti misalnya untuk melakukan
isolasi mesin atau pemasangan perlengkapan dinding yang
mengabsorbsi suara atau pemilihan alat pelindung telinga,
pengukuran tidak perlu selengkap sebagaimana dimaksudkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dalam rangka lokalisasi secara tepat sumber kebisingan pada
suatu mesin dengan tujuan memodifikasi mesin tersebut, melalui
pembuatan desain yang dipakai dasar konstruksi bentuk mesin
dengan tingkat kebisingan yang kurang intensitasnya dan
Faktor lainnya yang menentukan pemilihan alat
pengukur kebisingan adalah tersedianya tenaga pelaksana untuk
melakukan pengukuran terhadap kebisingan dan juga waktu yang
dialokasikan untuk hal tersebut. Sebagaimana sering dialami
kenyataan bahwa lebih disenangi pengumpulan data tentang
kebisingan secara merekamnya (recording) yang kemudian data
rekaman dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis
2009).
Survei pendahuluan masalah kebisingan menetap
berkelanjutan, biasanya diukur intensitas menyeluruh yang
dinyatakan dengan dB (A), pengukuran intensitas menyeluruh
demikian menggunakan jaringan A dari Sound Level Meter.
Menggunakan jaringan tersebut berarti bahwa kepekaan alat
pengukur kebisingan sesuai dengan garis kepekaan sama yaitu 40
dB, sehingga tidak memberi reaksi kepada intensitas kebisingan
rendah, melainkan memungkinkan diukurnya intensitas
kebisingan
2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
e. Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas kebisingan.
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya
di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang
waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja
tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 (delapan) jam
sehari atau 40 jam seminggu (Permenakertrans RI. No.
PER.13/MEN/X/2011). Nilai Ambang Batas kebisingan adalah
intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata yang
masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya
daya dengar yang menetap untuk waktu kerja 8 jam sehari dan 40
jam seminggu. Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi RI No. PER.13/MEN/X/2011 tentang nilai
ambang batas kebisingan ditempat kerja adalah 85 dB (A), dan
merupakan standar dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 16-
7063-2004 Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan,
getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja.
SNI dimaksud juga memberikan informasi tentang pengendalian
kebisingan yang dilakukan sehubungan dengan tingkat paparan
sebagaimana substansinya dimuat pada Tabel 1 yang mengatur
lamanya waktu paparan terhadap tingkat intensitas kebisingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Standar kebisingan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI No. PER.13/MEN/X/2011 adalah
sebagai berikut :
Tabel 2. Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja
Waktu Pemaparan Intensitas Kebisingan (dB)
8 Jam 4 Jam 2 Jam 1 Jam
30 Menit 15 Menit 7,5 Menit
3,75 Menit 1,88 Menit 0,94 Menit 28,12 Detik 14,06 Detik 7,03 Detik 3,52 Detik 1,76 Detik 0,88 Detik 0,44 Detik 0,23 Detik 0,11 Detik
85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 130 133 136 139
Sumber : Permenakertrans RI No. Per.13/MEN/X/2011. Keterangan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA,
walaupun sesaat.
f. Dampak kebisingan.
Setiap tenaga kerja memiliki kepekaan sendiri-sendiri
terhadap kebisingan, terutama nada yang tinggi, karena
dimungkinkan adanya reaksi psikologis seperti stress, kelelahan,
hilangnya efisiensi kerja dan ketidaktenangan (Sutaryono, 2002).
Disamping itu menurut Budiono (2003), pengaruh sumber
kebisingan yang tinggi terhadap tenaga kerja adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja
2) Mengganggu komunikasi dan percakapan antar pekerja
3) Mengurangi konsentrasi
4) Menurunkan daya dengar, baik yang bersifat sementara atau
permanen.
5) Tuli akibat kebisingan.
Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan
adalah kerusakan indera-indera pendengar yang menyebabkan
dkk., (2000) pengaruh
kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis,
waktu berlangsung, dan waktu kejadiannya. Pengaruh tersebut
berbentuk gangguan yang dapat menurunkan kesehatan,
kenyamanan, dan rasa aman manusia. Beberapa bentuk gangguan
yang diakibatkan oleh kebisingan adalah sebagai berikut :
1) Gangguan pendengaran
Pendengaran manusia merupakan salah satu
indera yang berhubungan dengan komunikasi audio/suara.
Alat pendengaran yang berbentuk telinga berfungsi sebagai
fonoreseptor yang mampu merespons suara pada kisaran
antara 0-140 dBA tanpa menimbulkan rasa sakit. Kerusakan
pendengaran (dalam bentuk ketulian) merupakan penurunan
sensitivitas yang berlangsung secara terus-menerus. Tindak
pencegahan terhadap ketulian akibat kebisingan memerlukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
kriteria yang berhubungan dengan tingkat kebisingan
maksimum dan lamanya kebisingan yang diterima.
2) Gangguan komunikasi
Kebisingan bisa menganggu percakapan sehingga
mempengaruhi komunikasi yang berlangsung (tatap muka/via
telepon) dan dari alat komunikasi lainnya.
3) Gangguan psikologis
Gangguan fisiologis lama kelamaan bisa
menimbulkan gangguan psikologis (Wahyu, 2003).
Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi
psikologis seperti, rasa khawatir, jengkel, takut dan
sebagainya. Menurut Budiono, dkk (2003) pengaruh
kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi
kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi,
mengganggu konsentrasi, dan menurut Benny dan Adhi
dalam Sarwono (2002), kebisingan dapat mengganggu
pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena
tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu
konsentrasi sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa
perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas.
Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang
melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu
proses produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
kesalahan akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang
tidak terkendalikan dengan baik juga dapat menimbulkan
efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan
Stabilitas mental adalah kemampuan seseorang
untuk berfungsi atau bertindak normal. Suara yang tidak
dikehendaki memang tidak menimbulkan mental illness akan
tetapi dapat memperberat problem mental dan perilaku yang
sudah ada (Jain, 1981).
Reaksi terhadap gangguan ini sering
menimbulkan keluhan terhadap kebisingan yang berasal dari
pabrik, lapangan udara, dan lalu lintas. Umumnya kebisingan
pada lingkungan melebihi 50-55 dB pada siang hari dan 45-
55 dB akan mengganggu kebanyakan orang. Apabila
kenyaringan kebisingan meningkat maka dampak terhadap
kebisingan psikologis juga akan meningkat. Kebisingan
dikatakan menganggu apabila pemaparannya menyebabkan
orang tersebut berusaha untuk mengurangi, menolak suara
tersebut atau meninggalkan tempat yang bisa menimbulkan
suara yang tidak dikehendakinya (Rosidah, 2003).
4) Gangguan fisiologis
Adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising,
dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak
dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan
gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa
berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga
menambah kebisingan. Disamping itu kebisingan juga dapat
Cardiac Out Put ,
2003). Contoh gangguan fisiologis : naiknya tekanan darah,
nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vasokontriksi
pembuluh darah (semutan), otot menjadi tegang atau
metabolisme tubuh meningkat. Menurut Benny dan Adhi
dalam Sarwono (2002), semua hal ini sebenarnya merupakan
mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap keadaan
bahaya secara spontan.
Pada berbagai penelitian ditemukan bahwa
pemaparan bunyi terutama yang mendadak menimbulkan
reaksi fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah,
metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh
darah. Reaksi ini terutama terjadi pada permulaan pemaparan
terhadap bunyi kemudian akan kembali pada keadaan semula.
Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi
sehingga perubahan itu tidak tampak lagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
5) Gangguan Produktivitas Kerja
Kebisingan menimbulkan gangguan terhadap
pekerjaan yang sedang dilakukan seseorang memulai
gangguan psikologis dan gangguan konsentrasi sehingga
menurunkan produktivitas kerja.
6) Gangguan patologis organis
Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah
pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang
dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara
sehingga permanen (Wahyu, 2003). Menurut Budiono, dkk
(2003), kebisingan dapat menurunkan daya dengar dan tuli
akibat kebisingan. Pengaruh utama dari kebisingan kepada
kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera pendengar
yang menyebabkan ketulian progresif. Pemulihan terjadi
secara cepat sesudah dihentikan kerja di tempat bising untuk
2009). Di tempat
kerja, tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat
merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan
kesehatan (tingkat kebisingan 80 s/d 90 dB (A) atau lebih
dapat membahayakan pendengaran). Seseorang yang terpapar
kebisingan secara terus-menerus dapat menyebabkan dirinya
menderita ketulian. Menurut Benny dan Adhi dalam Sarwono
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
(2002), ketulian akibat kebisingan yang ditimbulkan akibat
pemaparan terus menerus dibagi menjadi dua yaitu :
a) Temporari deafness, yaitu kehilangan pendengaran
sementara.
b) Permanent deafness, yaitu kehilangan pendengaran
secara permanen atau disebut ketulian saraf. Pada
pekerja permanent deafness harus dapat dikompensasi
oleh jamsostek atau rekomendasi dari dokter pemeriksa
kesehatan.
Menurut Tambunan (2005), secara umum tingkat bahaya
yang ditimbulkan oleh kebisingan bagi pekerja dipengaruhi
oleh beberapa hal, seperti :
a) Intensitas dan frekuensi kebisingan.
b) Jenis kebisingan (steady atau non steady noise).
c) Waktu kontak harian dan tahunan (exposure duration).
d) Umur pekerja.
e) Penyakit-penyakit atau ketidaksempurnaan pendengaran
pada pekerja (yang bukan disebabkan oleh kebisingan).
f) Kondisi lingkungan seperti angin, suhu, kelembaban
udara di mana bahaya kebisingan tersebut berada.
g) Jarak antara pekerja dan sumber kebisingan.
h) Posisi telinga terhadap gelombang suara (kebisingan).
7) Gangguan kesehatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Kebisingan berpotensi untuk menganggu
kesehatan manusia apabila terpapar suara dalam satu periode
yang lama dan terus-menerus. Selain gangguan terhadap
sistem pendengaran, kebisingan juga dapat menimbulkan
gangguan terhadap mental dan emosional serta meningkatkan
frekuensi detak jantung dan meningkatkan tekanan darah.
8) Gangguan pola tidur
Pola tidur merupakan pola alamiah, kondisi
istirahat yang berulang secara teratur, dan penting untuk
tubuh normal dan pemeliharaan mental serta kesembuhan.
Kebisingan dapat menganggu tidur dalam hal kelelapan,
kontinuitas dan lamanya tidur (Fahmi, 1997).
Seorang yang sedang tidak bisa tidur atau sudah
tidur tetapi belum terlelap. Tiba-tiba ada gangguan suara
yang akan menganggu tidurnya, maka orang tersebut mudah
marah/tersinggung, berperilaku irasional dan ingin tidur.
Terjadinya pergeseran kelelapan tidur dapat menimbulkan
kelelahan (Fahmi, 1997).
Menurut Tarwaka, dkk (2004), pengaruh pemaparan
kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yang
didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan
lamanya waktu pemaparan. Pertama, pengaruh pemaparan
kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) dan kedua, adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
pengaruh pemaparan kebisingan intensitas rendah (di bawah
NAB).
a) Pengaruh kebisingan intensitas tinggi
(1) Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas
NAB) adalah terjadinya kerusakan pada indera
pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya
dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat
permanen atau ketulian. Sebelum terjadi kerusakan
pendengaran yang permanen, biasanya didahului dengan
pendengaran yang bersifat sementara yang dapat
mengganggu kehidupan yang bersangkutan baik di
tempat kerja maupun di lingkungan keluarga dan
lingkungan sosialnya.
(2) Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis
kebisingannya terputus-putus dan sumbernya tidak
diketahui.
(3) Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas tinggi
dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti,
meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, risiko
serangan jantung meningkat, gangguan pencernaan.
(4) Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat suatu
proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
sekitarnya protes menuntut agar kegiatan tersebut
dihentikan dan lain-lain.
b) Pengaruh kebisingan intensitas rendah
Tingkat intensitas kebisingan rendah atau di
bawah NAB banyak ditemukan di lingkungan kerja seperti
perkantoran, ruang administrasi perusahaan dan lain-lain.
Intensitas kebisingan yang masih di bawah NAB tersebut
secara fisiologis tidak menyebabkan kerusakan pendengaran.
Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebabkan
penurunan performansi kerja, sebagai salah satu penyebab
stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang disebabkan
karena pemaparan kebisingan dapat menyebabkan terjadinya
kelelahan dini, kegelisahan, dan depresi.
g. Pengendalian kebisingan.
Kebisingan dapat dikendalikan dengan:
Menurut Pramudianto (1994), pada prinsipnya
pengendalian kebisingan di tempat kerja terdiri dari:
1) Pengendalian secara teknis
Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada
sumber bising, media yang dilalui bising dan jarak sumber
bising terhadap tenaga kerja.
Pengendalian bising pada sumbernya merupakan
pengendalian yang sangat efektif dan hendaknya dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
pada sumber bising yang paling tinggi. Cara-cara yang
dilakukan adalah:
a) Desain ulang peralatan untuk mengurangi kecepatan atau
bagian yang bergerak, menambah muffler pada masukan
maupun keluaran suatu buangan, mengganti alat yang
telah usang dengan yang lebih baru dan desain peralatan
yang lebih baik.
b) Melakukan perbaikan dan perawatan dengan mengganti
bagian yang bersuara dan melumasi bagian semua yang
bergerak.
c) Mengisolasi peralatan dengan cara menjauhkan sumber
dari pekerja/penerima, menutup mesin atau pun membuat
barrier/penghalang.
d) Meredam sumber bising dengan jalan memberi bantalan
karet untuk mengurangi getaran peralatan dari logam,
mengurangi jatuhnya sesuatu benda dari atas ke dalam
bak maupun pada sabuk roda.
e) Menambah sekat denga bahan yang dapat menyerap
bising pada ruang kerja. Pemasangan peredam ini dapat
dilakukan pada dinding suatu ruangan yang bising.
2) Pengendalian secara administrasi
Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada tenaga
kerja yang terpapar oleh kebisingan dengan intensitas tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
ke tempat atau bagian lain yang lebih rendah, pelatihan bagi
pekerja terhadap bahaya kebisingan, cara mengurangi
paparan bising dan melindungi pendengaran.
3) Pemakaian Alat Pelindung Diri
Pengendalian ini untuk mengurangi kebisingan
meliputi ear plug dan ear muff. Pengendalian ini tergantung
terhadap pemilihan peralatan yang tepat untuk tingkat
kebisingan tertentu, kelayakan dan cara merawat peralatan.
4) Pemeriksaan Audiometri
Dilakukan pada saat awal masuk kerja secara
periodik, secara khusus dan pada akhir masa kerja (Budiono
dkk, 2003), pemeriksaan berkala audiometri pada pekerja
yang terpapar (Sarwono, 2002).
5) Pelatihan dan penyuluhan
Pada pekerja semua orang di perusahaan tentang
manfaat, cara pemakaian dan perawatan alat pelindung
telinga, bahaya kebisingan di tempat kerja dan aspek lain
yang berkaitan (Budiono dkk, 2003).
Menurut Tarwaka, dkk (2004), sebelum dilakukan
langkah pengendalian, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah membuat rencana pengendalian yang didasarkan pada hasil
penilaian kebisingan dan dampak yang ditimbulkan. Rencana
pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
perspektif manajemen risiko kebisingan. Manajemen risiko yang
dimaksud adalah suatu pendekatan yang logik dan sistemik untuk
mengendalikan risiko yang mungkin timbul. Langkah manajemen
risiko kebisingan tersebut adalah :
1) Mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan yang ada di
tempat kerja yang berpotensi menimbulkan penyakit atau
cidera akibat kerja.
2) Menilai risiko kebisingan yang berakibat serius terhadap
penyakit dan cidera akibat kerja.
3) Mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk
mengendalikan atau meminimalisasi risiko kebisingan.
Setelah rencana dibuat dengan seksama, langkah
selanjutnya adalah melaksanakan langkah pengendalian
kebisingan dengan dua arah pendekatan yaitu pendekatan jangka
pendek (Short-term gain) dan pendekatan jangka panjang (Long-
term gain) dari hirarki pengendalian. Pada pengendalian
kebisingan dengan orientasi jangka panjang, teknik
pengendaliannya secara berurutan adalah eliminasi sumber
kebisingan, pengendalian secara teknik, pengendalian secara
administrative dan terakhir penggunaan alat pelindung diri
(Tarwaka dkk, 2004). Sedangkan untuk orientasi jangka pendek
menurut Tarwaka dkk (2004) adalah sebaliknya, secara
berurutan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
1) Eliminasi sumber kebisingan
a) Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengan
penggunaan tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya
pengendalian dapat diminimalkan.
b) Pada tahap tender mesin-mesin yang akan dipakai, harus
mensyaratkan maksimum intensitas kebisingan yang
dikeluarkan dari mesin baru.
c) Pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan mesin,
konstruksi bangunan harus dapat meredam kebisingan
serendah mungkin dan lain lain.
2) Pengendalian kebisingan secara teknik
a) Pengendalian kebisingan pada sumber suara. Penurunan
kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan
menutup mesin atau mengisolasi mesin sehingga terpisah
dengan pekerja. Teknik ini dapat dilakukan dengan
mendesain mesin memakai remote control. Selain itu
dapat dilakukan redesain landasan mesin dengan bahan
anti getaran. Namun demikian teknik ini memerlukan
biaya yang sangat besar sehingga dalam prakteknya sulit
diimplementasikan.
b) Pengendalian kebisingan pada bagian transmisi
kebisingan. Apabila teknik pengendalian pada sumber
suara sulit dilakukan, maka teknik berikutnya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
dengan memberi pembatas atau sekat antara mesin dan
pekerja. Cara lain adalah dengan menambah atau
melapisi dinding, plafon dan lantai dengan bahan
penyerap suara. Menurut Sanders dan McCormik dalam
Tarwaka, dkk (2004) cara tersebut dapat mengurangi
kebisingan antara 3-7 dB.
3) Pengendalian kebisingan secara administratif
Apabila teknik pengendalian secara teknik belum
memungkinkan untuk dilakukan, maka langkah selanjutnya
adalah merencanakan teknik pengendalian secara
administratif. Teknik pengendalian ini lebih difokuskan pada
manajemen pemaparan. Langkah yang dapat ditempuh adalah
dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising
dengan tempat yang lebih nyaman yang didasarkan pada
intensitas kebisingan yang diterima pada tabel 1.
4) Pengendalian kebisingan pada penerima atau pekerja
Teknik ini merupakan langkah terakhir apabila
seluruh teknik pengendalian di atas (eliminasi, pengendalian
teknik dan administratif) belum memungkinkan untuk
dilaksanakan. Jenis pengendalian ini dapat dilakukan dengan
pemakaian alat pelindung telinga (tutup atau sumbat telinga).
Menurut Pulat dalam Tarwaka, dkk (2004) pemakaian
sumbat telinga dapat mengurangi kebisingan sebesar ± 30 dB,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
sedangkan tutup telinga dapat mengurangi kebisingan sedikit
lebih besar yaitu antara 40-50 dB. Pengendalian kebisingan
pada penerima ini telah banyak ditemukan di perusahaan-
perusahaan, karena secara sekilas biayanya relatif lebih
murah. Namun demikian banyak ditemukan kendala dalam
pemakaian tutup atau sumbat telinga seperti, tingkat
kedisiplinan pekerja, mengurangi kenyamanan kerja,
mengganggu pembicaraan dan lain lain. Berikut adalah alat
pelindung telinga menurut Tarwaka (2008) :
a) Sumbat telinga (Ear plug)
Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-tiap individu
dan bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama
adalah berbeda. Untuk itu ear plug harus dipilih
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan
bentuk saluran telinga pemakainya. Pada umumnya
diameter saluran telinga antara 5-11 mm dan liang telinga
pada umumnya berbentuk lonjong dan tidak lurus. Ear
plug dapat terbuat dari kapas, plastik, karet alami dan
bahan sintetis. Untuk ear plug yang terbuat dari kapas,
spon dan malam (wax) hanya dapat digunakan untuk
sekali pakai (Disposable). Sedangkan yang terbuat dari
bahan karet dan plastik yang dicetak (Molded
rubber/plastic) dapat digunakan berulang kali (Non
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Disposable). Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20
dB (A).
b) Tutup telinga (Ear muff)
Alat pelindung telinga jenis ini terdiri dari 2 (dua)
buah tutup telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup
telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk
menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian untuk
waktu yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat
menurunkan karena bantalannya menjadi mengeras dan
mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan
minyak dan keringat pada permukaan kulit. Alat ini dapat
mengurangi intensitas suara sampai 30 dB (A) dan juga
dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda
keras atau percikan bahan kimia.
Menurut Tarwaka (2008), perlu diperhatikan beberapa
kriteria dalam pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri
sebagai berikut :
1) Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan
efektif kepada pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi di
tempat kerja.
2) Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin,
nyaman dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi
pemakainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
3) Bentuknya cukup menarik, sehingga pekerja tidak malu
memakainya.
4) Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik
karena jenis bahayanya maupun kenyamanan dalam
pemakaian.
5) Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.
6) Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernafasan
serta gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam
waktu yang cukup lama.
7) Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-
tanda peringatan.
8) Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup
tersedia dipasaran.
9) Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.
10) Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang
ditetapkan.
Disamping pemenuhan terhadap kriteria-kriteria tersebut,
pekerja juga harus terus-menerus diberikan penyadaran, diberikan
instruksi baik secara tertulis maupun lisan tentang kapan dan
dalam keadaan bagaimana alat pelindung diri wajib dipakai.
Penyadaran melalui tulisan atau gambar dan poster tentang
kewajiban memakai alat pelindung diri yang dipasang di tempat-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
tempat kerja juga sangat baik untuk mengingatkan pekerja
(Tarwaka, 2008).
h. Kelelahan
1) Pengertian kelelahan
Pengertian kelelahan secara sempit memang
hanya sebatas pada lelah fisik yang dirasakan saja. Hal ini
dikarenakan setiap orang yang merasakan kelelahan hanya
terbatas pada keluhan-keluhan fisik yang mereka rasakan
saja. Gejala yang ditimbulkan, perubahan fisik dan perasaan
yang dirasakan memang berbeda pada masing-masing
individu. Dari sudut pandang keselamatan kerja, medis dan
psikologi pun memilki definisi atau pengertian yang berbeda-
beda mengenai kelelahan yang tepat, maka penulis
mempelajari referensi yang berkaitan dengan kelelahan pada
tenaga kerja.
Kelelahan adalah perpaduan dari wujud
penurunan fungsi mental dan fisik yang menghasilkan
berkurangnya semangat kerja sehingga mengakibatkan
efektivitas dan efisiensi kerja menurun (Yoshitake, 1999).
Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan
mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada
penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Kelelahan merupakan hasil dari akumulasi produk
yang dihasilkan akibat metabolisme tubuh dan ditambah
dengan mekanisme kontraksi otot. Job dan Dalziel (2001)
mendefinisikan kelelahan berdasarkan pada tingkatan
keadaan otot tubuh, viscera atau sistem syaraf pusat, dimana
didahului oleh aktivitas fisik dan proses mental, serta waktu
istirahat yang mencukupi, sebagai hasil dari kapasitas sel
yang tidak mencukupi atau cakupan energi untuk memelihara
tingkatan aktivitas yang alami dan atau proses dengan
menggunakan sumber-sumber yang normal (Australia Safety
and Compensation Council, 2006). Berdasarkan teori tersebut
maka penulis merumuskan kelelahan adalah sebagai suatu
sinyal alamiah yang diberikan tubuh karena adanya
penurunan dari fungsi tubuh akibat proses kerja yang
membutuhkan keterpaduan pada seluruh sistem didalam
tubuh. Saat sistem tersebut mulai mengalami perubahan dari
kondisi baik ke kondisi buruk maka, pada tahapan ini muncul
sinyal kelelahan yang memberikan tanda tubuh sedang
memerlukan pemulihan untuk mengatasinya. Sinyal yang
diberikan ini berbentuk gejala-gejala yang dirasakan tubuh
baik fisik maupun mental dan pada setiap individu berbeda-
beda karena dipengaruhi oleh berbagai faktor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Kelelahan diatur secara terpusat diotak. Terdapat
struktur susunan syaraf pusat yang berperan penting dalam
mengontrol fungsi secara luas dan konsisten yaitu reticular
formation atau sistem penggerak pada medulla yang
berfungsi meningkatkan dan mengurangi sensitivitas dari
cortex cerebri. Cortex cerebri berfungsi sebagai pusat
kesadaran meliputi persepsi, perasaan subjektif, reflex,
kemauan (Rodahl, 1992). Keadaan dan perasaan lelah
merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu
cortex cerebri yang dipengaruhi oleh sistem penghambat
(inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) yang saling
bergantian. Sistem penghambat terdapat dalam thalamus
yang bekerja menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan
mengakibatkan kecenderungan untuk tidur, sedangkan sistem
penggerak terdapat formation reticularis yang dapat
merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis
dari peralatan dalam tubuh untuk bekerja, berkelahi,
melarikan diri, dan lain-lain.
Keadaan seseorang sangat tergantung kepada hasil
kerja diantara dua sistem antagonis tersebut. Apabila sistem
penghambat lebih kuat, seseorang akan berada pada
kelelahan. Sebaliknya apabila sistem aktivasi lebih kuat maka
seseorang akan dalam kedaan segar untuk melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
aktivitas. Kedua sistem harus berada dalam kondisi yang
memberikan stabilitas ke dalam tubuh, agar tenaga kerja
berada dalam keserasian dan keseimbangan (Grandjean,
1995;Rodahl, 1986). Seperti terlihat dalam gambar berikut:
Gambar 1 . Model teorikal untuk mengilustrasikan
mekanisme neurofisiologis atau neraca keseimbangan aktivitas dan inhibisi kelelahan.
Kelelahan kerja tidak dapat didefiniskan secara jelas
namun dapat dirasakan oleh pekerja (Grandjean, 1995).
Terdapat beberapa definisi kelelahan kerja, antara lain:
1) Kelelahan kerja adalah perasaan lelah dan adanya
penurunan kesiagaan (Grandjean, 1995).
2) Dari sudut neurofisiologis diungkapkan bahwa kelelahan
dipandang sebagai suatu keadaan sistemik saraf sentral,
akibat aktivitas yang berkepanjangan dan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
fundamental dikontrol oleh aktivitas berlawanan antara
sistem aktivasi dan sistem inhibisi pada batang otak
(Grandjean, 1995).
3) Perasaan lelah pada pekerja adalah semua perasaan yang
tidak menyenangkan yang dialami oleh pekerja serta
merupakan fenomena psikososial. Latar belakang
psikososial sangat berpengaruh terhadap terjadinya
kelelahan kerja bahwa terdapat hubungan erat antara
derajat gejala kelelahan dan derajat perasaan lelah.
4) Kelelahan kerja adalah respon total individu terhadap
stres psikososial yang dialami dalam satu periode
tertentu dan kelelahan kerja tersebut cenderung
menurunkan prestasi maupun motivasi pekerja
bersangkutan. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang
lengkap tidak hanya menyangkut kelelahan yang bersifat
fisik dan psikis saja tetapi lebih banyak kaitannya dengan
adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah,
penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja.
5) Chavalitsakulchai dan Shahvanas (1991), mengutarakan
bahwa kelelahan kerja adalah suatu fenomena yang
kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada
proses kerja serta dipengaruhi oleh faktor internal
maupun eksternal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Klasifikasi kelelahan berdasarkan kapasitas kerja
menurut Kroemer (1997) adalah sebagai berikut:
1) Kelelahan lokal
Kelelahan yang disebabkan oleh jenis pekerjaan.
Kelelahan lokal ini sering disebut dengan kelelahan
otot. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau
nyeri diotot. Berdasarkan jenis pekerjaan, penyebab
kelelahan otot yaitu:
a) Kerja statis
Pada kerja otot statis suatu otot menetap
berkontraksi pada suatu periode waktu secara
terus-menerus. Pada pekerjaan statis, panjang otot
tetap, dan seolah tidak terlihat dari kerja luar,
sehingga energi tidak dapat diperhitungkan dari
besarnya kekuatan. Otot yang berkontraksi statis
tidak mendapat glukosa dan oksigen dari darah dan
harus menggunakan cadangan-cadangan yang
tersedia. Sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan,
hal ini menyebabkan terjadi penimbunan pada sisa
metabolisme tubuh.
b) Kerja dinamis
Kerja otot yang dinamis, memiliki kadar kerja
yang dapat diukur sebagai hasil dari memendekkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
otot dengan tenaga yang dipakai. Pada kerja otot
dinamis, kerutan dan pengenduran suatu otot
terjadi silih berganti. Kerja otot dinamis
memperoleh banyak glukosa dan oksigen, sehingga
kaya akan tenaga dan sisa metabolisme yang
dibuang oleh tubuh.
2) Kelelahan umum
Yaitu kelelahan yang biasanya ditandai dengan
berkurangnya kemampuan untuk bekerja yang
disebabkan oleh monotoni, intensitas, lamanya kerja
fisik, kondisi mental, status kesehatan, kedaan gizi,
dan keadaan lingkungan. Kelelahan umum dapat
diklasifikasikan berdasarkan tingkatannya,
diantaranya:
a) Kelelahan fisik, terjadi ketika seseorang mulai
mengurangi kemampuan fisik yang digunakan
dari biasanya karena jenis pekerjaan yang sangat
banyak pada setiap jam kerjanya.
b) Circadian fatigue, ditandai dengan denyut nadi
lemah, pelan atau cepat.
c) Kelelahan akut, terjadi pada suatu aktivitas
tubuh/otot, terutama dikarenakan banyak
menggunakan otot, gangguan kebisingan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
sebagainya. Hal ini terjadi karena tubuh bekerja
secara terus-menerus dan melebihi kapasitas
tubuh.
d) Cummulative fatigue, kelelahan yang disebabkan
kelelahan fisik atau mental yang terjadi pada
periode waktu tertentu. Salah satu penyebabnya
adalah kurangnya istirahat.
e) Chronic fatigue, kelelahan akut yang terus
terakumulasi dalam tubuh akibat dari tugas yang
terus-menerus tanpa pengaturan jarak tugas yang
baik atau teratur. Salah satu pekerja yang sudah
mengalami kelelahan kronis adalah sudah merasa
lelah sebelum melaksanakan tugasnya, ketika
bangun tidur perasaan lelah sudah ada. Keadaan
seperti ini istirahat saja tidak cukup untuk
memulihkan, dan jika dibiarkan maka akan
membahayakan tugas yang sedang dilakukannya
atau jangka panjang dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan kerja.
Kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang
menyebabkan penurunan kinerja yang dapat mengakibatkan
kesalahan kerja, ketidakhadiran, keluar kerja, kecelakaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
kerja dan berpengaruh terhadap perilaku kerja (Schultz, 1982
dalam Eralisa, 2008).
i. Faktor yang mempengaruhi kelelahan
Kelelahan di industri disebabkan oleh beban kerja yang
berlebihan dan ketidakteraturan dari hubungan siklus siang dan
malam dalam hidup (Saito, 1999).
Dianalogikan bahwa tingkat kelelahan di industri seperti air
dalam tong. Dan faktor-faktor penyebab seperti intensitas dan
durasi kerja fisik dan mmental, lingkuungan, ritme circadian,
masalah fisik, penyakit, dan nutrisi sebagai tambahan air yang
mengisi tong. Sementara itu pemulihan adalah sebagai aliran air
yang keluar dari tong yang dapat mengurangi tingkat kelelahan
(Kroemer, 1997).
Menurut Siswanto (2006) faktor penyebab kelelahan kerja
berkaitan dengan:
1) Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan
rekreasi, variasi kerja dan intensitas pembebanan fisik yang
tidak serasi dengna pekerjaannya.
2) Faktor psikologis, misalnya rasa tanggung jawab dan khawatir
yang berlebihan, serta konflik yang kronis/menahun.
3) Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja
serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan
pekerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
4) Status kesehatan (penyakit) dan status gizi.
5) Monoton (pekerjaan atau lingkungan kerja yang
membosankan).
Gambar 2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kelelahan
(Grandjean (1995), dalam Setyawati (2010) ).
Faktor-faktor yang memperngaruhi kelelahan kerja menurut
Setyawati (2010), umumnya berkaitan dengan:
1) Sifat pekerjaan yang monoton.
2) Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang
tinggi.
3) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan serta
lingkungan kerja lain yang tidak memadai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
4) Faktor psikologis, rasa tanggung jawab, khawatir, ketegangan-
ketegangan serta konflik.
j. (2009) gejala atau perasaan atau tanda yang
ada hubungannya dengan kelelahan :
1) Perasaan berat di kepala;
2) Menjadi lelah seluruh badan;
3) Kaki merasa berat;
4) Menguap;
5) Merasa kacau pikiran;
6) Mengantuk;
7) Merasa berat pada mata;
8) Kaku dan canggung dalam gerakan;
9) Tidak seimbang dalam berdiri;
10) Mau berbaring;
11) Merasa susah berfikir;
12) Lelah berbicara;
13) Gugup;
14) Tidak dapat berkonsentrasi;
15) Tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu;
16) Cenderung untuk lupa;
17) Kurang percaya diri;
18) Cemas terhadap sesuatu;
19) Tidak dapat mengontrol sikap;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
20) Tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan;
21) Sakit kepala;
22) Kekakuan di bahu;
23) Merasa nyeri di punggung;
24) Merasa pernafasan tertekan;
25) Merasa haus;
26) Suara serak;
27) Merasa pening;
28) Spasme kelopak mata;
29) Tremor pada anggota badan;
30) Merasa kurang sehat.
Gejala 1-10 menunjukkan melemahnya kegiatan, 11-20
menunjukkan melemahnya motivasi dan 20-30 gambaran
kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang
melelahkan.
Kelelahan dapat dihilangkan dengan berbagai cara yaitu
melakukan rotasi sehingga tenaga kerja tidak melakukan
pekerjaan yang sama selama berjam-jam, memberi kesempatan
kepada tenaga kerja untuk berbicara dengan rekannya,
meningkatkan kondisi lingkungan kerja seperti mereduksi
kebisingan, memperbaiki lingkungan kerja (Budiono dkk, 2003),
memberikan waktu istirahat yang cukup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
k. Pengukuran kelelahan
Menurut (Tarwaka, 2004), pengukuran kelelahan dapat
dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
1) Kualitas dan kuantitas hasil kerja
Dapat dilihat dari hasil prestasi hasil kerja yang dinyatakan
dalam banyaknya produksi persatuan waktu. Sedangkan
kualitas kerja didapat dengan menilai kualitas pekerjaan seperti
jumlah yang ditolak, kesalahan, kerusakan material dan lain-
lain.
2) Pencatatan perasaan subjektif kelelahan kerja yaitu, dengan
cara Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja
(KAUPK2).
3) Pengukuran gelombang listrik pada otak dengan
Electroenchepalography (EEG).
4) Uji psiko-motor, dengan melibatkan fungsi persepsi,
interpretasi dan reaksi motor dengan menggunakan alat digital
reaction timer.
5) Uji mental, pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu
pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan
kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersman
Test merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menguji
kecepatan, ketelitian, dan konsentrasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Alat ukur yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah
Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2).
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 3. Kerangka Pemikiran. C. Hipotesis
Ada Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada
Tenaga Kerja bagian Melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia,
Jakarta.
Mesin Produksi
Intensitas Kebisingan Sumber Bising
Jenis Bising
Kebisingan
Gangguan Kebisingan dan Waktu Pemaparan
Faktor eksternal :
a. Lingkungan Kerja
b. Beban Kerja
c. Iklim Kerja
d. Penerangan
e. Tekanan panas
f. Getaran mekanis
g. Masa Kerja
Sistem Penghambat
Faktor internal :
a. Jenis kelamin
b. Umur
c. Riwayat
Kesehatan
d. Status Gizi
e. Psikis
Rangsangan cortex cerebri terhadap raeksi fungsional
Kelelahan Kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik yaitu penelitian yang
menjelaskan adanya pengaruh antara varabel-variabel melalui pengujian
hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Sugiyono, 2008).
2. Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross sectional dimana data
yang menyangkut variabel bebas atau risiko, dan variabel terikat atau
variabel akibat dikumpulkan dalam waktu yang bersama (Notoatmodjo,
2002).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi p9n9liPan dalam p9n9liPan ini adalah PT.Komatsu Indon9sia pada
bagian pros9s mel︃ng di Foundry Plant I.
v9n9liPan dilaksanakan tanggal 1 F9bruari sampai d9ngan 5 April 2012
pada s9Pap hari k9rja yaitu S9nin - 7.00 - 16.00 WIB.
C. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoadmodjo, 2002). Menurut Sugiyono dalam Sumardiyono (2010)
populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tenaga kerja laki-laki yang bekerja di
Foundry Plant I di PT.Komatsu Indonesia yang berjumlah 271 orang.
52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
D. Teknik Sampling
T9knik sampling yang digunakan pada saat p9n9liPan adalah Purposive
sampling. Purposive sampling b9rarP p9milihan subj9k b9rdasarkan atas ciri-ciri
atau sifat t9rt9ntu yang b9rkaitan d9ngan karakt9risPk populasi. Karakt9risPk
populasi harus sudah dik9tahui l9bih dahulu dari p9n9liPan-p9n9liPan s9b9lumnya
(Ari9f, 2007).
E. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang
jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit
satu sifat yang sama, baik sifat kodrat maupun sifat pengkhususan
(Sumardiyono, 2010). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah tenaga
kerja bagian proses melting sebanyak 26 orang. Dalam penelitian ini sampel
penelitian adalah tenaga kerja di bagian proses melting yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Usia 17-46 Tahun.
2. Masa Kerja : 1-21 Tahun.
3. Seluruh tenaga kerja yang menjadi sampel tidak mempunyai riwayat
penyakit pendengaran sebelumnya.
4. Seluruh tenaga kerja yang menjadi sampel tidak sedang mengkonsumsi
obat-obatan menahun dan tidak sakit.
5. Status Gizi = normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
F. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel terikat. Variabel dalam penelitian ini adalah
intensitas kebisingan.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah kelelahan kerja.
3. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu adalah variabel yang mengganggu hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel pengganggu dalam
penelitian ini ada dua, yaitu:
a) Variabel pengganggu terkendali: jenis kelamin, usia, kondisi
kesehatan, riwayat kesehatan, status gizi, dan masa kerja.
b) Variabel pengganggu tidak terkendali: lingkungan, beban kerja,
iklim kerja, penerangan, tekanan panas, getaran mekanis, waktu
pemaparan, dan psikis.
G. Definisi Operasional
1. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang dihasilkan oleh suatu mesin atau alat
kerja dalam proses produksi. Dalam penelitian ini yang diukur adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
kebisingan dari mesin dan alat kerja terhadap tenaga kerja di area melting
di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta.
a. Alat ukur : Sound Level Meter RION NL-20.
b. Satuan : dB (desibel)
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011
tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
Tempat Kerja menyebutkan bahwa intensitas
kebisingan 85 dBA selama 8 jam kerja dalam
sehari.
c. Skala pengukuran : Interval
2. Kelelahan Kerja
Adalah ukuran kelelahan Kerja pada tenaga kerja di bagian melting di
Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta.
a. Alat Ukur : Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja
I (KAUPK2 I).
b. Hasil pengukuran : Jumlah skor
c. Skala pengukuran : Interval.
H. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diambil dari hasil pengukuran
kebisingan di tempat kerja, wawancara dengan para tenaga kerja baik yang di
office maupun yang di plant, dokumen perusahaan, dan hasil dari pengisian
kuesioner. Sumber data ada dua yaitu data primer dan data sekunder:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
1. Data primer adalah pengukuran yang dilakukan secara langsung di
tempat mengambil data, yaitu data tentang identitas responden: umur,
jenis kelamin, riwayat kesehatan, dan lama bekerja. Dan data tentang
lingkungan kerja tempat proses produksi berlangsung.
2. Data sekunder adalah pengukuran yang dilakukan dengan cara meminta
data perusahaan yang sudah ada atau dari data orang lain, contohnya:
Profil perusahaan, Lingkungan kerja, Data tenaga kerja, Lay out dan lain-
lain.
I. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai
dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan
untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :
1. Sound Level Meter NL-20, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur
intensitas kebisingan.
2. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I) menurut
Setyawati (2010) .
3. Lembar isian data, yaitu daftar pertanyaan yang akan digunakan untuk
menentukan subjek penelitian.
4. Alat tulis, untuk mencatat hasil dari pengukuran.
5. Wawancara digunakan untuk memperoleh data dari sampel yang diteliti.
Dilakukan teknik komunikasi langsung dengan wawancara. Data yang
diperoleh dari hasil wawancara dengan tenaga kerja di plant dan office
adalah data mengenai keluhan seputar pekerjaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
6. Data umum diperoleh dari dokumen perusahaan yang terdiri dari data
laporan penelitian, dokumentasi, satuan kerja, dan standar peraturan yang
ada kegiatannya dengan magang. Selain itu, penulis juga mengambil
beberapa literatur dari buku maupun internet.
7. Validasi
a) Sound Lever Meter yang digunakan adalah alat yang sesuai dengan
standar yang dipergunakan sebagaimana mestinya. Merupakan
peralatan resmi yang digunakan oleh Departemen Tenaga Kerja
dalam melakukan survey kebisingan di tempat kerja atau perusahaan.
b) Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I) yang
berisi 17 daftar pertanyaan yang berisi daftar gejala kelelahan kerja
merupakan indikator utama adanya gejala kelelahan yang digunakan
untuk mengukur tingkat kelelahan tenaga kerja.
J. Teknik Pengumpulan Data
1. Pengukuran kebisingan
Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan dengan menggunakan
alat Sound Level Meter RION NL-20 di bagian proses melting di
Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta. Pengukuran dilakukan
pada jam kerja yaitu antara jam 07.00 sampai dengan jam 16.00.
Pengukuran kebisingan dilakukan di titik dimana setiap tenaga kerja
berada di titik tersebut. Terdapat 4 titik pengukuran dimana titik 1 berada
1 meter dari sumber bising, titik 2 berada 2 meter di sumber bising, titik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
3 berada 3 meter dari sumber bising dan titik 4 berada 4 meter dari
sumber bising.
Sound Level Meter RION NL-20, yaitu alat untuk mengukur
kebisingan, yang dilengkapi dengan mikrofon yang mendekati suara,
mengkonversikannya ke dalam signal listrik dan memperbesar signal
sampai pada tingkat tekanan suara.
Cara kerja :
a. Baterai dipasang.
b. Tombol power ditekan untuk menyalakan alat.
c. Dilakukan kalibrasi alat terlebih dahulu, dengan menekan tombol
d. Kemudian melakukan pengukuran :
1) Dipilih mode pengukuran yang akan dilakukan dengan
menekan tombol mode
2) Dipilih mode tampilan yang dibutuhkan
3) Ditentukan waktu pengukuran
4) Dip Fast/Slow Fast continue Slow
bising yang impulsive Fast
5) Start ditekan
6) Dan dit Stop untuk menghentikan pengukuran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
e. Catat hasil pengukuran
Catatan : setiap lokasi pengukuran dilakukan pengamatan
selama 1-2 menit. Dengan ± 4 kali pengamatan. Hasil pengukuran
adalah angka yang tertera pada monitor.
Gambar 4 . Sound Level Meter NL-20
2. Kelelahan kerja
Dilakukan dengan cara pengisian kuesioner yang dilakukan oleh
tenaga kerja di bagian melting process. Kuesioner diambil dari Setyawati
(2010), yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya pada tahun 1994 di
Yogyakarta. Cara pengukurannya:
a. Masing-masing pertanyaan diberi 6 alternatif jawaban, yaitu:
1) Skor 6 :Ya, sangat sering
2) Skor 5 : Ya, sering
3) Skor 4 : Ya, agak sering
4) Skor 3 : Jarang
5) Skor 2 : Jarang sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
6) Skor 1 : Tidak pernah
b. Data yang diperoleh dari kuesioner ini berupa nilai/skor. Dengan
ketentuan:
1) Mengalami Kelelahan Kerja Berat = 75-102
2) Mengalami Kelelahan Kerja Sedang = 46-74
3) Mengalami Kelelahan Kerja Ringan = 17-45.
Ketentuan ini didapatkan dari perhitungan dengan skala likert.
Berdasarkan desain penilaian kelelahan subyektif dengan
menggunakan 6 skala likert ini, akan diperoleh skor individu terendah
sebesar 17 dan skor individu tertinggi sebesar 102. Maka total skor
individu tersebut dapat langsung digunakan dalam entry data statistik.
K. Analisis Data
T9knik p9ngolahan dan analisis data dalam p9n9liPan ini dilakukan
d9ngan uji staPsPk Pearson Product Moment d9ngan m9nggunakan program
komput9r SvSS v9rsi 17.0, d9ngan int9rpr9tasi hasil s9bagai b9rikut :
1. Jika p value signifikan.
2. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan Pdak signifikan (Sumardiyono,
2010).
S9lanjutnya untuk m9n9ntukan arP nilai kor9lasi (r) antara dua variab9l
yang dit9liP m9nurut Sumardiyono (2010), uji kor9lasi m9nunjukkan arah kor9lasi
dapat dirumuskan s9bagai b9rikut:
1. Jika nilai r b9rtanda + (posiPf), b9rarP kor9lasi s9arah, maka s9makin b9sar pula
nilai variab9l yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
2. Jika nilai r b9rtanda (n9gaPf), b9rarP kor9lasi b9rlawanan arah, maka s9makin
b9sar nilai satu variab9l, s9makin k9cil pula nilai variab9l yang lain, atau
s9baliknya.
Dalam Sumardiyono (2010), k9kuatan hubungan dua variab9l s9cara
kualitaPf dapat dibagi dalam 9mpat ar9a, yaitu :
Tab9l 3. Tingkat Hubungan Nilai Kor9lasi (r)
o.
Nilai Korelasi (r) Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 Sangat L9mah
0,20 - 0,399 L9mah
0,40 - 0,599 S9dang
0,60 0,799 Kuat
0,80 1,000 Sangat Kuat
Sumb9r : Sumardiyono, 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. Komatsu Indonesia bersamaan dengan
pelaksanaan Magang pada tanggal 1 Februari sampai dengan 5 April 2012.
Sebelum pengukuran, diadakan pengamatan langsung terhadap lingkungan
kerja, jalannya proses produksi dan keadaan dari tenaga kerja. Berikut adalah
hasil dari penelitian :
1. Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia
Foundry adalah tempat atau pabrik yang menghasilkan logam
pengecoran yang berbahan baku logam perpaduan ferrous/paduan non
ferrous.
Logam perpaduan ini dicairkan pada temperatur tertentu kemudian
logam cair tersebut dituangkan ke dalam rongga cetakan (casting).
Setelah memadat, logam coran dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan
proses finishing. Bentuk logam coran ditentukan oleh bentuk rongga
cetakannya (molding).
Pada prinsipnya proses produksi yang terjadi di Foundry Plant I
dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu : Molding (proses pembuatan
cetakan), Melting (peleburan bahan-bahan untuk pouring) dan Finishing
(penyelesaian).
Dalam Tugas Akhir ini data yang diambil dari pengukuran pada
proses melting. Melting adalah proses peleburan (logam berubah dari
62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
padat menjadi cairan) logam pada temperatur tertentu yang dilakukan
pada furnace (tungku perapian). Logam yang dilebur berasal dari
bongkahan logam paduan, scrap logam dan logam utama.
Cakupan proses melting adalah sebagai berikut:
a. Peleburan logam
Peleburan terjadi karena energi panas yang diserap oleh logam
tersebut. Energi ini bersumber dari proses pembakaran oleh gas
(bahan bakar), listrik (arc atau induction).
b. Pemurnian leburan
Dilakukan untuk mengurangi kandungan gas dan unsur logam yang
dapat merusak sifat logam yang diharapkan.
c. Penyesuaian komposisi kimia leburan
Penambahan logam (baik paduan / logam utama) selama proses
melting bertujuan untuk menghasilkan komposisi kimia akhir
berdasarkan rentang batas yang ditentukan oleh standar mutu.
d. Penuangan ke ladle
Berfungsi sebagai alat bantu untuk menuangkan leburan kedalam
rongga mold. Di proses ini masih masih terjadi penyesuaian
komposisi kimia akhir.
2. Karakteristik responden
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Jumlah responden yang diambil pada penelitian ini adalah sampel
populasi di Foundry Plant I yang berjumlah 271 orang. Dan yang
dilakukan penelitian diambil dari proses melting yang berjumlah 26
responden. Berikut data yang diperoleh peneliti tentang keadaan
umum responden penelitian :
a. Usia
Dari hasil wawancara dengan 26 responden di Foundry Plant
I PT. Komatsu Indonesia tentang usia dari masing-masing
responden diperoleh hasil sebagai berikut :
27%
38%
8%
4%
15%
8%
17-21
22-26
27-31
32-36
37-41
42-46
Gambar 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 21 dan 27 Februari 2012.
Usia tenaga kerja responden dalam penelitian ini antara 17-46
tahun. Usia responden yang paling muda adalah 17 tahun, usia paling
tua adalah 46 tahun.
b. Masa kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Dari hasil wawancara dengan 26 responden tentang masa
kerja dari masing-masing responden diperoleh hasil sebagai
berikut :
15%
85%
1-10
11-21
Gambar 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 21 dan 27 Februaru 2012
Masa kerja responden dalam penelitian ini adalah antara 1-21
tahun. Masa kerja minimal responden adalah 1 tahun dan masa
kerja maksimal 21 tahun.
c. Jenis kelamin
Hasil wawancara dengan bagian proses melting di Foundry
Plant I PT. Komatsu Indonesia diperoleh bahwa jenis kelamin
tenaga kerja yang bekerja adalah laki-laki, sehingga 26 sampel
semuanya berjenis kelamin laki-laki.
d. Intensitas kebisingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Hasil pengukuran intensitas kebisingan pada bagian
proses melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Tabel Intensitas Kebisingan No Titik Pengukuran Intensitas Kebisingan
(dBA) 1 1 95,5 2 2 104,8 3 3 104,5 4 4 95,2 Rata-rata 100
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 27 dan 29 Februari 2012. Keterangan : Rata-rata intensitas kebisingan dihitung menggunakan rumus Leq.
Dari hasil pengukuran diperoleh rata-rata intensitas
kebisingan sebesar 100 dB (A), dengan intensitas tertinggi
sebesar 104,8 dB (A) dan terendah sebesar 95,2 dB (A). Menurut
Permenakertrans RI No. PER.13/MEN/X/2011 dalam NAB
Kebisingan di tempat kerja, untuk intensitas kebisingan sebesar
100 dB waktu pemaparan terhadap tenaga kerja hanya
diperbolehkan selama 15 menit. Maka untuk
mengimplementasikan peraturan ini maka di area melting terdapat
control room yang digunakan tenaga kerja untuk tempat transisi,
beristirahat, dan mengontrol proses produksi dari dalam ruangan,
sehingga meminimalisir terpaparnya oleh intensitas kebisingan
yang tinggi tersebut. Intensitas Kebisingan di control room telah
sesuai dengan NAB yaitu sebesar 70 - 84 dB, sehingga aman
untuk para tenaga kerja. Akan tetapi, dalam kegiatannya ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
tenaga kerja yang berada di area kerja lebih dari 15 menit, hal ini
tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Namun
perusahaan telah memberikan APD berupa ear plug kepada
tenaga kerja tersebut, sehingga tenaga kerja aman dalam bekerja
dan telah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.
e. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dari seorang pasien adalah informasi yang
diperoleh dokter dengan cara menanyakan pertanyaan tertentu,
dan pasien dapat memberikan jawaban yang sesuai. Tenaga kerja
pada bagian proses melting di Foundry Plant I PT. Komatsu
Indonesia tidak mempunyai riwayat penyakit pendengaran
sebelumnya.
f. Status gizi
Tenaga kerja pada bagian proses melting di Foundry Plant I
PT. Komatsu Indonesia memiliki keadaan gizi yang baik, hal ini
terdapat dari hasil IMT pada medical check up yang dimiliki oleh
tiap tenaga kerja.
g. Kelelahan kerja
Dari penelitian yang telah dilakukan menggunakan Kuesioner
Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I), maka
diperoleh hasil penilaian kelelahan kerja yang ditunjukkan pada
tabel berikut ini:
Tabel 5. Penilaian Kuesioner Kelelahan Kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Klasifikasi Kelelahan Kerja
Jumlah Responden Persentase (%)
Rendah 16 61
Sedang 9 35
Berat 1 4
Total 26 100 Sumber : Data primer kelelahan kerja tahun 2012 (lengkapnya di lampiran). Berdasarkan data di atas, hasil penilaian Kuesioner Kelelahan
Kerja pada tenaga kerja proses melting di Foundry Plant yang
tertinggi adalah 109 dan hasil terendah adalah 19 .
.
61%
35%
4%
ringan
sedang
berat
Gambar 7. Diagram Presentase (%) Kelelahan Kerja.
Sumber : hasil perhitungan pendataan, 2012
Dari data di atas didapatkan hasil kelelahan kerja ringan
sebesar 61%, kelelahan kerja sedang sebesar 35% dan kelelahan
kerja berat sebesar 4%.
h. Hubungan kebisingan dengan kelelahan
Hasil uji statistik hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja
pada proses melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
dengan menggunakan uji Pearson Product Moment SPSS versi
17.0 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6. Uji Statistik Pearson Product Moment
Intensitas
Kebisingan Kelelahan
kerja Kebisingan Pearson Correlation 1 -.467* Sig. (2-tailed) .016 N 26 26 Sistolik Pearson Correlation -.467* 1 Sig. (2-tailed) .016 N 26 26
** Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Sumber : Hasil output SPSS.
Dari hasil pengujian statistik untuk Hubungan Kebisingan
dengan Kelelahan Kerja pada prose melting di Foundry Plant I
PT. Komatsu Indonesia pada uji Pearson Product Moment,
diperoleh nilai r = -0.467; dan p = 0.016. Oleh karena nilai p =
0.016 kurang dari 0.05(p < 0.05), hasil uji dinyatakan signifikan,
Dari hasil uji tersebut diketahui pula bahwa nilai r untuk
kebisingan dengan kelelahan kerja diperoleh nilai r = -.0467.
Untuk membandingkan nilai r dengan patokan kekuatan uji, maka
tanda (negatif) pada hasil uji diabaikan, karena tanda tersebut
hanya menunjukkan arah hubungan. Jadi kesimpulannya nilai r
hasil uji terletak pada kategori 0.40-0.599 oleh karena itu
hubungan antara intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja
pada tenaga kerja termasuk sedang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Hasil penelitiann sebelumnya yang dilakukan oleh Arif Yoni
Setiawan (2000) di bagian machine moulding dan floor moulding
Unit Produksi Departemen Foundry PT. Texmaco Perkasa
Engineering Kaliwungu bahwa dengan range kebisingan 98-105
dBA pada bagian machine moulding 22,2% mengalami kelelahan
ringan, 51,9% mengalami kelelahan sedang, 25,9% kelelahan
berat dan pada bagian floor moulding dengan intensitas
kebisingan 74-80 dBA terjadi kelelahan ringan sebesar 70%,
kelelahan sedang 25% dan kelelahan berat 5%. Hubungan antara
intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja termasuk lemah.
B. Pembahasan
1. Karakteristik responden
a. Usia
Responden dalam penelitian ini berusia antara 17-46 tahun dengan
usia responden yang paling muda adalah 17 tahun, usia paling tua
adalah 46 tahun. Faktor usia merupakan hal yang tidak diabaikan dalam
penelitian ini karena mengingat usia berpengaruh terhadap kekuatan
fisik dan psikis seseorang serta pada usia tertentu seorang pekerja akan
mengalami perubahan prestasi kerja (Setyawati, 2010).
Menurut Grandjean dalam Setyawati (2010) bahwa kekuatan otot
pada laki-laki dan wanita sekitar usia 25-35 tahun.
Menurut David dan Lambert (1996) kebanyakan kinerja fisik
mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
menurun dengan bertambahnya usia. WHO menyatakan batas usia
lansia adalah 60 tahun keatas. Sedangkan di Indonesia usia 55 tahun
sudah dianggap sebagai batas lanjut usia (Margatan, 2009).
Berdasarkan referensi di atas dapat diketahui bahwa umur subjek
penelitian masih dalam keadaan normal untuk melaksanakan pekerjaan
dalam intensitas kebisingan tertentu.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah suatu identitas seseorang, laki-laki atau wanita.
Kelelahan akan cepat terjadi dialami wanita dibandingkan dengan laki-
laki. Namun disini semua tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki.
c. Masa kerja
Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana tenaga kerja telah
memegang pekerjaan tersebut. Masa kerja responden dalam penelitian
ini berkisar antara 1-21 tahun, sehingga semakin lama seseorang
bekerja maka semakin besar pula kemungkinan tenaga kerja tersebut
mengalami gangguan kesehatan seperti kelelahan kerja. Kelelahan yang
berkaitan dengan tekanan yang terjadi pada saat bekerja yang berasal
dari tugas kerja, kondisi fisik, kondisi kimia, dan sosial di tempat kerja.
Tekanan yang konstan terjadi dengan bertambahnya masa kerja seiring
dengan proses adaptasi. Proses adaptasi memberikan efek positif yaitu
dapat menurunkan ketegangan dan peningkatan aktivitas kerja atau
performasi kerja, sedangkan efek negatifnya batas ketahanan tubuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
yang berlebihan pada proses kerja. Kelelahan berasal dari kelebihan
usaha selama beberapa tahun dapat dipulihkan dengan liburan.
d. Riwayat kesehatan
Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan
peningkatan produktivitas kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi
kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas
yang baik pula. Kesehatan bukan satu-satunya faktor yang menentukan
produktivitas tenaga kerja, namun begitu tanpa kesehatan tidak
mungkin produktivitas tenaga kerja yang baik dapat diwujudkan
Berdasarkan referensi tersebut kondisi fisik responden tidak
mempengaruhi kelelahan kerja, karena keadaan fisik seluruh responden
dalam keadaan sehat.
e. Status Gizi
Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu ciri kesehatan yang
baik, sehingga tenaga kerja yang produktif terwujud. Status gizi
merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang tenaga kerja dalam
keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan
tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya (Budiono dkk, 2003).
Pada keadaan gizi buruk, dengan beban kerja yang berat akan
menganggu kerja dan menurunkan efisiensi dan ketahan tubuh sehingga
mudah terjangkit penyakit sehingga mempercepat timbulnya kelelahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai IMT (Indeks
Massa Tubuh). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau
status gizi seseorang khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan. IMT dihitung dengan rumus berat badan dalam
kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (Supariasa,
2002).
Maka menurut referensi diatas tenaga kerja yang bekerja pada
bagian melting di Foundry Plant I sudah sesuai. Dan IMT tiap pekerja
telah diukur dalam pemeriksaan medical check up yang dilaksanakan
oleh PT. Komatsu Indonesia.
2. Intensitas kebisingan
Kebisingan merupakan bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh
telinga (Sritomo, 2003). Rangsangan bunyi bising yang diterima oleh
telinga akan menyebabkan sensasi suara gemuruh dan berdenging.
Timbulnya sensasi suara ini akan menggerakkan atau menguatkan sistem
inhibisi atau penghambat yang berada pada thalamus (Ganong, 1999).
Pengukuran intensitas kebisingan menggunakan alat sound level meter
NL-20 pada proses melting di Foundry Plant I didapatkan hasil rata-rata
intensitas kebisingan sebesar 100 dB (A). Sehingga intensitas kebisingan
yang ada di bagian proses melting melebihi NAB yaitu sebesar 85 dB (A).
Berdasarkan Permenakertrans RI. No. PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai
Ambang Faktor Fisika di Tempat Kerja, untuk waktu pemajanan 8 jam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
perhari intensitas kebisingan yang dapat diterima tanpa menggunakan
APD adalah maksimal 85 dB (A).
Sedangkan untuk waktu pemajanan intensitas kebisingan sebesar 100
dB (A) lebih dominan ke intensitas sebesar 100 dB (A) yang artinya tenaga
kerja maksimal berada di area tersebut selama 15 menit secara terus
menerus tanpa menggunakan APD. Selama penelitian diketahui kebisingan
disebabkan karena suara proses peleburan scrap oleh tungku pembakaran
dalam proses melting. Besarnya intensitas kebisingan dipengaruhi oleh
mesin dan alat yang beroperasi serta proses produksi lainnya yang ada di
area Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia.
Tenaga kerja bagian melting tidak terlalu lama berada di area melting
tersebut. Kebanyakan tenaga kerja berada di area sekitar 10-15 menit
karena untuk memantau dan mengecek produk yang dihasilkan, dan
pemantauan lainnya dilakukan dalam control room. Sedangkan intensitas
kebisingan di control room masih dalam NAB yaitu sebesar 80 dB.
Penggunaan APD juga diperhatikan oleh tenaga kerja, semua tenaga kerja
yang beraktivitas pada bagian proses melting menggunakan ear plug jadi
hal ini dapat mengurangi intensitas kebisingan terhadap tenaga kerja
melting.
3. Kelelahan Kerja
Kelelahan Kerja responden diukur dengan Kuesioner Alat Ukur Perasaan
Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I). Tingkat kelelahan tiap tenaga kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
berbeda-beda. Hasil rata-rata kelelahan kerja di bagian melting Foundry
Plant I adalah 41,46 dan ini termasuk kategori kelelahan kerja sedang.
Menurut Grandjean dalam Tarwaka (2004), bahwa faktor penyebab
terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi contohnya lingkungan
(kebisingan), dan untuk memelihara atau mempertahankan kesehatan dan
efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan.
4. Uji statistik dengan Pearson Product Moment
Dalam penelitian ini hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan
kerja diuji dengan uji statistik Pearson Product Moment. Alasan
penggunaan pearson product moment karena kedua variabel yang diuji
adalah variabel numerik dan kedua variabel terdistribusi normal.
5. Hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja
Berdasarkan hasil uji statistik Pearson Product Moment diperoleh hasil
p value = 0,016 sehingga p < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan,
karena Ha diterima dan Ho ditolak, juga nilai korelasi r menunjukkan
hubungan dan dari hasil uji tersebut diketahui pula bahwa nilai r kebisingan
dengan kelelahan kerja sebesar 0,467 (tingkat hubungan korelasi (r) berada
diantara 0,40 0,599), sehingga menunjukan tingkat hubungan yang
sedang, sehingga hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja
pada tenaga kerja bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu
Indonesia, Jakarta termasuk dalam kategori sedang. Untuk menilai arah
korelasi r bertanda negatif (-) maka, semakin besar nilai satu variabel,
semakin kecil pula variabel yang lain atau sebaliknya. Oleh karena itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
semakin tinggi intensitas kebisingan maka parah tingkat kelelahan kerja
pada tenaga kerja.
Hal tersebut didukung dengan hasil pengukuran kebisingan yang
menunjukan hasil rata-rata intensitas kebisingan adalah 100 dB (A) di
bagian melting di Foundry Plant 1 yang melebihi Nilai Ambang Batas
(NAB) faktor fisik tempat kerja menurut Permenakertrans RI No.
PER.13/MEN/X/2011 sebesar 85 dB (A), sedangkan untuk hasil
pengukuran kelelahan kerja didapatkan 16 responden mengalami kelelahan
kerja ringan, 9 responden mengalami kelelahan kerja sedang dan 1
responden mengalami kelelahan kerja berat. Hal ini mempunyai arti bahwa
semakin tinggi intensitas kebisingan, semakin tinggi pula kelelahan kerja.
Hal tersebut telah membuktikan bahwa intensitas kebisingan
yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) berpengaruh pada kelelahan
kerja.
6. Keterbatasan penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan.
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu:
a. Pada penelitian ini hanya meneliti hubungan kebisingan dengan
kelelahan kerja.
b. Karena keterbatasan waktu dan biaya maka faktor yang lain seperti
lingkungan kerja, beban kerja, iklim kerja, penerangan, tekanan panas,
dan getaran mekanis tidak diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
c. Penulis sangat terbatas untuk meneliti di lapangan karena adanya
prosedur yang harus dipatuhi oleh peserta magang yang telah ditetapkan
oleh PT. Komatsu Indonesia, untuk kepentingan keselamatan peserta
magang di perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Intensitas kebisingan rata-rata di bagian proses melting Plant Foundry I
PT. Komatsu Indonesia adalah sebesar 100 dB (A). Intensitas kebisingan
tertinggi sebesar 104,5 dB (A) dan intensitas kebisingan terendah sebesar
95,2 dB (A).
2. Berdasarkan pada Pengukuran kelelahan kerja diperoleh hasil responden
yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 16 orang (61%), yang
mengalami kelelahan kerja sedang 9 orang (35%) dan mengalami
kelelahan kerja berat sebanyak 1 orang (4%).
3. Berdasarkan hasil uji statistik Pearson Product Moment diperoleh hasil p
value = 0,016 sehingga p < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan,
karena Ha diterima dan Ho ditolak, juga nilai korelasi r menunjukan
hubungan linier positif lemah dan dari hasil uji tersebut diketahui pula
bahwa nilai r sebesar 0,467 sehingga nilai r berada diantara 0,40 0,599
maka hasil uji menunjukan tingkat hubungan sedang, sehingga ada
hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja bagian melting di
Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia hal ini mempunyai arti bahwa
semakin tinggi intensitas kebisingan, maka kelelahan kerja akan
meningkat.
78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
B. Saran
1. Sebaiknya perusahaan mengadakan pengecekan berkala terhadap mesin-
mesin, sehingga mesin dapat bekerja dengan baik, sehingga tidak
menimbulkan intensitas kebisingan yang tinggi.
2. Sebaiknya perusahaan redesain lingkungan kerja pada bagian melting di
Foundry Plant I agar intensitas kebisingan dapat dikurangi.
3. Sebaiknya memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada karyawan
bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta
tentang pentingnya penggunaan APD ear plug dan gangguan terhadap
kesehatan manusia akibat terpapar bising yang melebihi Nilai Ambang
Batas (NAB).
4. Hendaknya kedisiplinan tentang penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
berupa ear plug ditingkatkan lagi dengan mengadakan pengawasan
terhadap APD tersebut dan apabila ada yang melanggar diberi sanksi
yang tegas.
5. Sebaiknya perusahaan melakukan pengukuran intensitas kebisingan di
control room, sehingga control room menjadi ruangan yang kedap suara
dan dapat dijadikan tempat yang aman bagi tenaga kerja untuk
mengurangi waktu pemajanan intensitas kebisingan selama bekerja, yang
dihasilkan dari proses melting di Foundry Plant I PT. Komatsu
Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
6. Perlu dilakukan rotasi kerja pada tenaga kerja bagian melting yang
terpapar intensitas kebisingan yang tinggi ke tempat atau bagian lain
yang lebih rendah intensitas kebisingannya.
7. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan pengukuran kelelahan kerja
tidak hanya menggunakan kuesioner perasaan kelelahan kerja, namun
dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat reaction timer.