DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK … tadi yang disampaikan Bapak Pimpinan mengenai rumah sakit TNI...
Transcript of DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK … tadi yang disampaikan Bapak Pimpinan mengenai rumah sakit TNI...
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
RISALAH RAPAT KOMISI I DPR RI
Tahun Sidang
:
2016 - 2017
Masa Persidangan : V Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Dirjen
Kuathan Kemhan, Sekjen Kemenkes, Dirut PT. ASABRI, dan Dirut BPJS Kesehatan
Hari, Tanggal : Senin, 17 Juli 2017 Pukul : 10.35 WIB – 13.10 WIB Sifat Rapat : Terbuka Pimpinan Rapat : Dr. TB. Hasanuddin, S.E., M.M., Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.IP., M.SI., Kabag Sekretariat Komisi I DPR RI Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1,
Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270 Acara : 1. Capaian Pembangunan Fasilitas Kesehatan;
2. Penyelesaian Regulasi Jaminan Kesehatan TNI;
3. Konversi ASABRI ke BPJS Kesehatan;
4. Peningkatan Kesejahteraan Preajurit TNI (Gaji, Tunjangan
dan Remunerasi).
Anggota yang Hadir : PIMPINAN: 1. Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari (F-PKS) 2. Dr.TB. Hasanuddin, S.E., M.M. (F-PDI Perjuangan) 3. Meutya Viada Hafid, S.Sos. (F-PG) 4. Asril Hamzah Tanjung, S.I.P. (F-Gerindra) 5. H.A. Hanafi Rais, S.IP., M.PP. (F-PAN) ANGGOTA: FRAKSI PDI-PERJUANGAN 1. Ir. Rudianto Tjen 2. Dr. Effendi MS Simbolon, M.I.Pol. 3. Charles Honoris 4. Tuti N. Roosdiono 5. Dr. Evita Nursanty, M.Sc. 6. Bambang Wuryanto 7. Andreas Hugo Pareira 8. Djenri Alting Keintjem
FRAKSI PARTAI GOLKAR (F-PG) 9. Dr. Agus Gumiwang Kartasasmita, M.Si. 10. Dr. Fayakhun Andriadi 11. Bobby Adhityo Rizaldi, S.E. Ak., M.B.A., C.F.E. 12. Dave Akbarshah Fikarno, M.E. 13. Bambang Atmanto Wiyogo 14. Yayat Y. Biaro 15. Venny Devianti, S.Sos. 16. H. Andi Rio Idris Padjalangi, S.H., M.Kn.
FRAKSI PARTAI GERINDRA (F-GERINDRA) 17. H. Ahmad Muzani
2
18. Martin Hutabarat 19. H. Biem Triani Benjamin, B.Sc., M.M. 20. Andika Pandu Puragabaya, S.Psi., M.Si., M.Sc. 21. Elnino M. Husein Mohi., S.T., M.Si. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT (F-PD) 22. Dr. Sjarifuddin Hasan, S.E., M.M., M.BA 23. Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si. 24. H. Darizal Basir 25. Dr. Ir. Djoko Udjianto, M.M. 26. Muhamad Afzal Mahfuz, S.H. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN) 27. Zulkifli Hasan, S.E., M.M. 28. Budi Youyastri FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB) 29. Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si. 30. Dra. Hj. Ida Fauziyah, M.Si. 31. Drs. H.M. Syaiful Bahri Anshori, M.P. 32. Arvin Hakim Thoha FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS) 33. Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A. 34. Dr. H. Jazuli Juwaini, Lc., M.A. 35. Dr. H. Sukamta, P.Hd.
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-PPP) 36. Dr. H. A. Dimyati Natakusumah, S.H., M.H., M.Si. 37. H. Moh. Arwani Thomafi 38. Hj. Kartika Yudhisti, B.Eng., M.Sc. 39. H. Syaifullah Tamliha, S.Pi., M.S. FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM) 40. Prof. Dr. Bachtiar Aly, M.A. 41. Prananda Surya Paloh 42. Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra 43. Victor Bungtilu Laiskodat FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA) 44. Ir. Nurdin Tampubolon, M.M. 45. Mohamad Arief Suditomo, S.H., M.H.
Anggota yang Izin : 1. Rachel Maryam Sayidina (F-GERINDRA) 2. Ir. Alimin Abdullah (F-PAN) 3. H.M. Syafrudin, S.T., M.M. (F-PAN)
Undangan : 1. Dirjen Kuathan Kemhan, Mayjen Bambang Hartawan.
2. Sekjen Kemenkes, dr. Untung S. Sutarjo. 3. Dirut PT. ASABRI, Sonny Widjaja. 4. Dir. Kumhal BPJS, Dr. Bayu Wahyudi, Sp., OG. 5. Direktur Kesehatan Kemhan, Laksamana Ari Zakaria. 6. YHP Kemenkes, Murtiadi. beserta jajaran
3
Jalannya Rapat:
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yang terhormat Dirjen Kuathan, Sekjen Kemenkes, Dirut ASABRI, Dirut BPJS Kesehatan yang
diwakili oleh 4 lengkap ini ada Dikumhal, Diryankes, kemudian Departemen Direksi Bidang Hal dan
Regulasi, kemudian Deputi Bidang Jaminan Rujukan dan jajarannya para staf yang saya hormati,
Anggota Komisi I DPR RI yang saya hormati.
Pertama-tama kami mohon maaf sebagian Anggota masih dalam perjalanan, tapi karena waktu
sudah lebih 30 menit maka kita akan laksanakan sudah ada 5 Fraksi, jadi sudah 50% terwakili.
Izinkan saya menyampaikan dulu Rapat Dengar Pendapat ini, apakah kita akan melaksanakan
dengan cara terbuka atau tertutup. Kami persilakan kepada Pemerintah, terbuka saja atau tertutup.
Barangkali tidak ada hal-hal yang rahasia, mungkin terbuka?
Baik, kita akan laksanakan Rapat Dengar Pendapat hari ini secara terbuka.
(RAPAT DIBUKA PUKUL 10.35 WIB)
Bapak dan Ibu yang kami hormati,
Seperti kita ketahui bahwa Komisi I DPR RI baru saja melaksanakan Kunjungan Kerja ke daerah,
diantaranya tentu berbicara dengan satuan-satuan TNI, kemudian BIN Daerah, kemudian juga mitra-mitra
kami di daerah. Ada satu hal yang menarik dan mendapatkan perhatian kita semua, yaitu ketika berbicara
dengan satuan-satuan TNI. Kemudian kami mencoba hadir dan datang ke unit-unit kesehatan TNI apakah
itu TNI Angkatan Darat, Laut dan Udara.
Di dalam pembicaraan diskusi itu ternyata ada beberapa kendala yang didapat ketika yang
namanya rumah sakit militer, rumah sakit tentara itu bekerjasama dengan sesuai dengan kebijakan
Pemerintah mereka siap bekerjasama dengan BPJS. Dan kemudian pelayanan kesehatan diberikan untuk
sebagian atau seluruh masyarakat di wilayah itu. Sampai disitu tidak ada masalah tetapi ada hal yang
kemudian ketidaklancaran dari sirkulasi keuangan pembayaran dari BPJS ke satuan-satuan kesehatan
yang ada di daerah.
Ini barangkali harus mendapatkan solusi Bersama karena apa? Karena sangat berpengaruh
terhadap kinerja satuan-satuan kesehatan di daerah terhadap pelayanan, terhadap prajurit. Misalnya saja
yang terakhir yang saya pimpin waktu itu hadir di Kodam Siliwangi. Kami mengunjungi yang namanya
Rumah Sakit Dustira, disana mendapatkan tugas dari negara melayani wilayah Bandung Barat dan Cimahi.
Itu tiap hari itu bisa 1000 bahkan pada saat tertentu misalnya udara banyak menimbulkan penyakit itu bisa
1500 sampai 1700 yang berkunjung.
Dengan sirkulasi dukungan itu, maka harus menunggu 2 sampai 3 bulan dan itu membuat,
pertama harus menggunakan aset yang ada, yang kedua juga mau tidak mau dan suka tidak suka dapat
mengurangi kinerja. Karena di TNI kan sudah sangat minim bantuan kesehatan itu.
Ini barangkali yang akan kita diskusikan hal-hal, hambatan-hambatan apa saja yang nanti kita
diskusikan.
Saya ingin menyampaikan dulu mengapa kita melaksanakan Rapat Dengar Pendapat hari ini, itu
berdasarkan hasil kesepakatan bahwa dalam kesimpulan rapat DPR RI adalah kira-kira seperti ini “sebagai
tindaklanjut dari point kesatu, point kesatu itu adalah kami berdiskusi dengan pihak Pusat Kesehatan TNI
Angkatan Darat, Laut dan Udara, maka DPR RI akan mengagendakan rapat antara Komisi I DPR RI
dengan Kementerian Pertahanan hari ini dihadiri oleh Dirjen Kuathan, kemudian juga Kementerian
Keuangan, kemudian Kementerian Kesehatan, Dirut BPJS dan Dirut ASABRI dalam rangka membahas
solusi penyelesaian terhadap pelayanan dan fasilitas kesehatan serta regulasi jaminan kesehatan untuk
TNI”.
Ini juga ada keluhan ketika prajurit TNI ketika di daerah terpencil kalau dari niatnya memang
bagus, tetapi dalam pelaksanaannya juga kadang-kadag rumah sakit yang menampung di daerah tidak
4
sesuai juga dengan pelayanan yang diberikan dari sisi jenis penyakitnya. Karena mungkin bisa saja
lukanya itu luka latihan atau mungkin luka-luka lainj sebagai akibat dari profesi prajurit.
Pendalamannya barangkali nanti kita diskusikan, untuk itu saya mohon dengan hormat nanti
masing-masing dapat menyampaikan yang pertama itu kami persilakan nanti mohon disampaikan kira-kira
pertama kepada Dirjen Kuathan Kemhan dulu menyampaikan garis besar. Kemudian kami persilakan
kepada Sekjen Kemenkes, kemudian nanti lanjut kepada Dirut ASABRI, kemudian terakhir Dirut BPJS.
Dan selanjutnya sesudah itu baru kita akan pendalaman mencari sebuah solusi yang terbaik. Mungkin
kalau perlu misalnya ada solusi-solusi lain demi kebaikan kami akan meningkatkan masalah ini
membawanya kepada ranah yang lebih atas lagi dengan masukan-masukan dari Bapak dan Ibu untuk
mencari solusi terbaik.
Kami yakin bahwa BPJS itu tujuannya baik dan kemudian kesehatan untuk masyarakat itu juga
bagus. Hanya saja barangkali karena organisasi baru koordinasi belum tune saja sekali atau baru
dilaksanakan beberapa saat sehingga perlu penanganan lebih lanjut.
Saya kira untuk menyingkat waktu kami persilakan kepada Dirjen Kuathan untuk menyampaikan
paparannya.
Terima kasih.
DIRJEN KUATHAN KEMHAN (MAYJEN TNI BAMBANG HARTAWAN, M.SC.):
Terima kasih Pimpinan.
Bismillahirahmanirahim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,
Om swasti astu.
Yang terhormat Pimpinan Rapat Komisi I DPR RI,
Yang terhormat Anggota Komisi I DPR RI,
Sekjen Kementerian Kesehatan, Dirut ASABRI dan Dirut BPJS atau yang mewakili,
Hadirin dan hadirat sekalian yang saya hormati dan saya banggakan.
Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih atas undangan yang diberikan kepada kami dalam
Rapat Dengar Pendapat hari ini. Kemudian tidak bosan-bosannya saya juga menyampaikan selalu
mengajak kepada kita semua bersyukur kehadirat Allah SWT bahwa pagi ini kita dalam keadaan sehat
wal’afiat hadir di Rapat Dengar Pendapat kali ini.
Tentunya sehat itu adalah suatu nikmat yang sangat besar yang diberikan oleh Allah SWT yang
kadang-kadang kita lupakan yang justru pada hari ini juga akan kita bicarakan betapa pentingnya
kesehatan tersebut bagi kita semua. Khusus hari ini adalah sebagai prajurit TNI.
Hadirin yang saya hormati sekalian.
Perlu saya sampaikan bahwa filosofi dari diadakannya rumah sakit militer atauu tentara itu adalah
untuk menjamin kesiapan setiapp prajurit TNI beserta keluarganya dan juga pendukung lainnya termasuk
PNS untuk siap setiap saat melakukan tugas yang diberikan oleh negara, baik itu operasi militer untuk
perang maupun operasi militer selain perang.
Jaminan kesehatan ini tentunya sangat penting bagi prajurit TNI karena sewaktu-waktu dalam
waktu 24 jam setiap saat mereka harus siap digerakkan. Kalau prajuritnya tidak sehat bagaimana kami
juga akan melakukan tugas untuk negara tersebut. Untuk itulah maka diadakan rumah sakit yang khusus
untuk militer tersebut.
Sesuai dasar yang kami terima, yaitu surat Pimpinan Deputi Bidang Persidangan DPR RI Nomor
PW11756 DPR RI/2017 tanggal 12 Juli 2017 tentang undangan Rapat Dengar Pendapat. Maka kami
menyusun beberapa hal yang perlu kami disampaikan di dalam Rapat Dengar Pendapat ini yang tentunya
5
nanti perlu ada koordinasi yang lebih tepat antara kami dan Kementerian Kesehatan, BPJS maupun
ASABRI dan juga Komisi I DPR RI.
Khusus untuk masalah kesehatan nanti akan disampaikan oleh Direktur Kesehatan saja, saya
hanya menyampaikan pembukaan saja. Yang tentunya leih teknis nanti yang lebih mengetahui yang
menjelaskan adalah dari Direktur Kesehatan saya, yaitu Laksamana Ari Zakaria. Kemudian untuk masalah
tunjangan dan lain sebagainya akan saya jelaskan dan kesimpulan dan lain sebagainya.
Untuk mempersingkat waktu saya persilakan kepada Direktur Kesehatan Laksamana Ari untuk
langsung menjelaskan masalah peningkatan fasilitas kesehatan Kemhan dan TNI serta lain-lain yang perlu
kita bicarakan saat ini.
Demikian, silakan Bapak Ari.
DIREKTUR KESEHATAN KEMHAN (LAKSAMANA ARI ZAKARIA):
Terima kasih Dirjen Kuathan Kemhan.
Yang saya hormati Pimpinan Sidang dan Anggota Komisi I DPR RI serta seluruh peserta rapat.
Perkenankan saya selaku Direktur Kesehatan Dirjen Kuathan Kemhan memamparkan beberapa
hal berkaitan dengan jadwal acara dimintakan dari Komisi I DPR RI.
Yang pertama adalah tentang capaian pembangunan fasilitas kesehatan. Ini berkaitan dengan
bantuan APBN 2016. Capaian peningkatan fasilitas kesehatan Kemhan TNI, dukungan APBNP 2016
sebesar Rp. 748.597.474.500,- dengan rincian sebagai berikut.
a. Peningkatan fasilitas kesehaatan UO Kemhan di Rumah Sakit dr. Suyoto Kemhan senilai Rp.
243.656.329.500,- telah selesai dilaksanakan.
b. Peningatan fasilitas kesehatan UO TNI AL di rumah sakit-rumah sakit jajaran TNI AL senilai Rp.
201.941.145.000,- juga telah selesai dilaksanakan.
c. Peningkatan fasilitas kesehatan unit organisasi TNI AU senilai Rp. 303 miliar dengan rincian di
lembaga kesehatan, penebangan antariksa Sarianto senilai USD 11.320.000,- atau setara dengan
Rp. 150.295.333.000,- telah selesai dilaksanakan. Rumah sakit lain di jajaran ATNI AU senilai Rp.
152.704.667.000,- juga telah selesai dilaksanakan.
Sehingga seluruh anggaran untuk peningkatan Faskes Kemhan/TNI yang telah diupayakan oleh
Komisi I DPR RI telah dilaksanakn sesuai dengan amanat yang diberikan.
Permasalahan kedua adalah penyelesaian regulasi jaminan kesehatan TNI. Jadi ini kronologis
hanya menggambarkan sebelum BPJS yang berlaku ada Undang-Undang tentang TNI Nomor 34 Tahun
2004 Pasal 50 tentang Rawatan Kedinasan Pelayanan Kesehatan. Dimana kami menjamin prajurit TNI
kesehatannya sampai kepada penguburannya. Jadi kesehatan paripurna dengan pelayanan semaksimal
mungkin bukan seefisien dan efektif dengan tujuan seperti dikatakan Dirjen Kuathan menyiapkan prajurit
untuk siap tempur 24 jam dengan penugasan apapun yang diperintahkan.
Dan Yankes Prajurit TNI maupun PNS Kemhan dilaksanakan sendiri Faskes Kemhan/TNI
berdasarkan potongan gaji 2% yang disebut dengan dana pemeliharaan kesehatan. Dan untuk Dandukes
atau dukungan kesehatan dibiayai dari APBN melalui reguler belanja kesehatan. Dan khusus Padapati di
angkatan Kemhan/TNI mendapatkan perawatan VVIP.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Maaf Laksamana, 2% itu kalau prajurit II atau klasi itu dari total apa?
DIREKTUR KESEHATAN KEMHAN (LAKSAMANA ARI ZAKARIA):
Total gaji pokok.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Kira-kira berapa ya?
6
DIREKTUR KESEHATAN KEMHAN (LAKSAMANA ARI ZAKARIA):
Tidak hafal karena besar sekali, tapi ini sebelum BPJS, saya hanya memperlihatkan selintas
sebelum BPJS kita dapat dana 2% dari potongan gaji dan APBN untuk dukungan kesehatan.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Gaji pokok klasi II itu sampai 1 juta?
DIREKTUR KESEHATAN KEMHAN (LAKSAMANA ARI ZAKARIA):
Sampai Pak.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Kalau 1,5 juta berarti 2% berarti hanya Rp30 ribu.
DIREKTUR KESEHATAN KEMHAN (LAKSAMANA ARI ZAKARIA):
Kurang lebih seperti itu.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, terima kasih.
DIREKTUR KESEHATAN KEMHAN (LAKSAMANA ARI ZAKARIA):
Karena itu sebelum BPJS memang kami Faskes TNI didukung dengan adanya pelayanan
masyarakat umum Jarmasum. Nah, berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 24 tentang BPJS yang
melanjutkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional dan
Undang-Undang Tentang Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2009, maka sejak 1 Januari 2014 pelayanan
kesehatan prajurit TNI dan PNS Kemhan beserta keluarga dialihkan ke BPJS Kesehatan.
Khusus untuk dukungan kesehatan operasi latihan diatur dalam Perpres sendiri Nomor 107 Tahun
2013 yang dikenal dengan pelayanan kesehatan tertentu. Nah, yang berat memang Pati hanya
mendapatkan perawatan kelas I karena BPJS hanya mengenal kelas II dan kelas I tidak mengenal VIP dan
VVIP.
Kemudian masa transisi dibuatlah MoU antara Kementerian Pertahanan/TNI dengan BPJS
Kesehatan yang berlaku selama 3 tahun antara 2013 sampai 2016. Kemudian saat itu juga ditunjuk Pati
Kesehatan TNI sebagai Dewan Pengawas BPJS Kesehatan yang sejak awal-awal itu kemudian tidak lagi
ada Pati TNI yang ditunjuk sebagai Dewan Pengawas BPJS Kesehatan. MoU antara Kemhan BPJS
selesai tahun 2016 dan tidak diperpanjang lagi secara sepihak oleh BPJS yang menganggap masa
transisinya sudah selesai, padahal masa transisi ini penting karena di MoU itu ada pengakuan bahwa
kesehatan TNI adalah khas TNI. Dimana kami memberikan jaminan kesehatan secara menyeluruh dan
penempatan Faskes TNI bukan mempertimbangkan kondisi ada masyarakat tetapi berdasarkan strategi
pertahanan negara.
Pati pejabt eselon I memang mendapatkan jaminan kesehatan tambahan yang disebut dengan
Jamkesmen, Jamkestama dari PT. Jasindo sesuai dengan Perpres Nomor 68 Tahun 2014 dan Permenkes
Nomor 55 Tahun 2014. Tetapi ini hanya Pati Bintang II keatas yang menjabat. Dari sekitar 795 perwira tingi
TNI hanya 149 ini data bulan Mei kemarin yang masuk dalam Jamkesmen, Jamkestama. Sisanya baik Pati
aktif yang tidak menjadi eselon II maupuan Pati bintang I sama sekali tidak mendapatkan tambahan
bantuan. Dan ini selama ini dilaksanakan oleh rumah sakit TNI didukung tetap di VVIP dan VIP tetapi tidak
pernah bisa ditagihkan ke BPJS karena tidak diakui oleh aturan BPJS sendiri.
Slide selanjutnya, supaya apa yang telah dilaksanakan mohon slide selanjutnya. Yang pertama
ada permasalahan perizinan, masalah perizinan Faskes TNI kesulitan dalam mendapatkan surat izin
7
operasional. Yang kedua, kesulitan dalam memenuhi persyaratan surat izin praktek karena Anggota TNI
terlalu cepat berpindah tugas, sementara pemenuhan persyaratan surat izin praktek harus mengikuti
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 dan Nomor 56 Tahun 2014. Mengapa sulit? Karena
dulu Faskes TNI hanya menangani prajurit TNI dan keluarganya dan penempatan Faskes TNI seperti kami
katakan tadi mempertimbangkan aspek pertahanan. Khususnya untuk TNI AL dan TNI AU, dimana kami
tempatkan di pulau-pulau terluar, daerah-daerah terluar yang seringkali tidak ada masyarakat lain.
Nah, solusinya bagaimana? Memang Faskes TNI mempersiapkan dan mencoba memenuhi
persyaratan untuk pengurusan perizinan melalui Dinas Kesehatan setempat. Nah, ini bervariasi kalau di
Dinas Kesehatan setempat dengan Kepala BPJS regionalnya toleran biasanya sih tidak terlalu masalah,
tapi ada yang kaku sehingga begitu tidak memenuhi persyaratan Kemenkes langsung kapitasi diturunkan
langsung strata atau tingkat rumah sakit diturunkan secara sepihak oleh BPJS dengan alasan akreditasi
dari Kemenkes tidak memenuhi syarat. Padahal di MoU yang transisi kami katakan tadi 2013 sampai 2016
ada kesepakatan bahwa Faskes TNI dianggap tetap sesuai tingkat rumah sakitnya, karena perlu
penyiapan yang kami tidak punya anggaran khusus kami cukupi di Kemhan. Karena di Kementerian
Kesehatan, Kementerian Pertahanan adalah penunjang untuk tugas utama.
Nah, avokasi Kemhan ke Kemkes terhadap kesulitan Faskes TNI untuk pengurusan SOP dan ini
dibutuhkan kebijakan. Ini yang kami mohon ada kebijakan dari regulator BPJS maupun Kemkes, ajaklah
kami untuk penilaian surat izin operasional khususnya akreditasi. Karena tidak bisa disamakan persis
dengan sipil berkaitan dengan tugas pokok kami yang berbeda.
Nah, dokter yang berpindah tugas kalau boleh dapat menggunakan surat putusan penugasan,
karena mengurus izin praktek itu tidak mudah. Dulu orang takut kalau dokter TNI ngurus, sudahlah dokter
TNI gampang, sekarang tidak mau Pak. Kalau dokter TNI tidak punya surat izin praktek, BPJS tidak mau
membayar tagihan Faskes TNI sementara Kemkes mengatur hanya 3 praktek dan organisasi. Bagaimana
dengan dokter batalyon yang bertugas sampai 6 bulan, setahun. Bagaimana dengan dokter yang tugas di
kapal yang keliling Indonesia dan bagaimana dokter karena tugas dan kewajibannya mengikuti pasukan
khusus dan sebagainya. Ini tidak ditampung sama sekali oleh aturan Kemenkes dan BPJS.
Yang kedua, permasalahan SDM dan prasarana sarana. Kekurangan SDM kesehatan khususnya
tenaga media, perhitungan kami Kemhan/TNI kekurangan 1.200 dokter umum. Akibat animo untuk masuk
ke TNI berkurang karena tidak ada lagi kewajiban militer atau wajib militer yang dulu berlaku. Saran dan
prasarana belum sesuai dengan standar, karena dulu lebih kepada dukungan kesehatan bukan pelayanan
kesehatan prajurit. Pelayanan kesehatannya difokuskan kepada rumah sakit yang besar. Belum optimalnya
pemenuhan standart kriteria untuk rumah sakit.
Nah, upaya yang dilakukan kami melakukan kontrak mencari dokter untuk pemenuhan kebutuhan
tenaga kesehatan di Faskes TNI. Masalahnya kalau kami mengontrak dokter PNS belum tentu kepala
rumah sakitnya mau di beberapa daerah, karena beranggapan di jam kerja dia harus kerja di rumah sakit
umum bukan TNI. Sementara di daerah-daerah khususnya di Indonesia Timur kadang-kadang dokter
spesialis satu provinsi hanya satu atau dua. Dan kalau kita minta bantuan untuk diperbantukan di rumah
sakit TNI, kepala rumah sakit atau kepala dinas kesehatannya keberatan hanya boleh diluar jam kerja.
Kalau mencari dokter spesialis swasta di Indonesia timur berat. Jadi kami pun hanya bisa kontrak dokter
swasta yang mau untuk membantu Faskes TNI, karena persyaratan yang diminta oleh Kemenkes dan
diikuti oleh BPJS sulit untuk kami penuhi tentang SDM. Padahal untuk memenuhi SDM Dokter untuk
memenuhi Batalyon Kostad, Batalyon Marinirm, kapak TNI AL kami sudah kekurangan dan tidak bisa
setrta merta menarik dokter militer.
Kemudian kami juga mengoptimalkan dana kapitasi dan claim rumah sakit untuk meningkatkan
sarana dan prasarana Faskes TNI. Karena itu, kami sangat berterima kasih atas bantuan dari Komisi I
DPR RI, APBNP 2016 yang hampir Rp786 miliar. Kami juga pengoptimalkan koordinasi antara Kemhan,
Kemenkes, Faskes TNI, Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan untuk mencari kesehatan
untuk mencari solusi atas kekurangan ketersediaan pelayanan kesehatan tenaga dokter, dokter spesialis,
peralatan dan sarana prasarana. Di beberapa daerah bisa berjalan dengan baik, di daerah yang lain
banyak hambatan.
Yang ketiga, Fasiitas Kesehatan Tingkat Pertama TNI di remot area khususnya daerah terpencil
dan sangat terpencil. Kapatasi yang diterima tidak memadai untuk operasi klinik TNI. Mengapa? Karena
menerapan FKTP terpencil dan sangat terpencil itu ditentukan oleh dinas kesehatan setempat. Kemudian
pembayaran besaran kapitasi khusus berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016,
8
2000 dokter umum dan 8000 perawat dengan minimal 1000 jiwa. Sementara pos TNI AL, Pos TNI AU yang
ditempatkan berdasarkan kepentingan pertahanan kadang-kadang Anggotanya hanya 50, 100, 100 saja
sudah hebat. Dan dengan kapitasi yang harusnya 10 ribu karena dianggap Faskes tingkat pertama itu
kurang memenuhi syarat diturunkan tergantung kebijakan di kepala dinas kesehatan provinsi dan BPJS
regional. Jadi sudah jumlahnya kurang diturunkan, sehingga sulit untuk operasional klinik TNI sementara
dana dari TNI sudah tidak ada lagi.
Slide selanjutnya, yang keempat mobilisasi Anggota TNI cukup tinggi. Nah, bagaimana untuk
Anggota TNI yang mobilisasi tinggi ini pelayanan kesehatannya. Kadang bertugas sementara waktu,
misalnya cuti khususnya dari luar Jawa dan segala macam atau dinas luar di BKO-kan, di Satgas. Yang
kedua, bisa juga pindah tugas dalam jangka waktu yang lebih dari 2 bulan. Pindah tugas karena mutasi
keluar Jawa, keperbatasan dan kepulauan.
Solusi sementara yang kami lakukan untuk Anggota TNI yang bertugas sementara waktu kurang
dari 2 bulan, maka Anggota tersebut dapat dilayani pada klinik TNI setempat atau dilayani di instalasi
gawat darurat rumah sakit. Kalau Anggota yang lebih dari 2 bulan maka dapat melakukan perpindahan
data ke fasilitas kesehatan tingkat pertama setempat dengan melaporkan ke BPJS Kesehatan.
Persoalannya, data personil TNI dengan data BPJS sampai saat ini belum pernah bisa klop. Jadi yang dulu
dengan mudah katanya perpindahan lewat komputer sulit, karena kami juga tidak bisa memberikan sumua
data prajurit mentah-mentah ke BPJS yang kami tidak yakin tentang keamanannya, karena ini berkaitan
dengan pertahanan bukan berbicara tentang tenaga kesehatan sipil yang berbeda pertimbangannya.
Dan pelayanan di rumah sakit pun tidak gampang, satuan-satuan Angkatan Laut di pulau terluar,
Pulau Dana, Pulau Batek segala macam jangankan Puskesmas Pak, kadang-kadang kampungnya saja
tidak ada. Berapa pulau terluar itu kadang-kadang manusia saja tidak ada, jadi tugasnya ditemani dengan
monyet, kadang monyet juga tidak ada. Ini memang menyulitkan untuk kami.
Kelima, pelayanan Anggota TNI dapat langsung di rumah sakit TNI tanpa sistem rujukan
berjenjang. Nah, memang ini pernah kita bicarakan dengan BPJS di awal tahun 2017 setelah berakhirnya
MoU. Waktu itu akan ada perubahan berbasis kompetensi rumah sakit. Kenapa ini penting? Karena janji
kami dari kesehatan kepada prajurit TNI semua yang bertugas dimana pun dia berada, kami memberikan
pelayanan maksimal sampai ke penguburan. Artinya, kalau dia luka dan segala macam semua maka
seluruh jenjang rujukan kami potong, segala jenis kami lakukan. Jadi kalau dia Angkatan Darat, apalagi
Satgas di pulau terluar di Indonesia Timur langsung kami tarik kalau di Jakarta ke RSPAD Gatot Subroto.
Kalau dia dari Surabaya langsung kami tarik ke rumah sakit Angkatan Laut Ramelan. Karena itulah
jaminan kami pada prajurit, sehingga prajurit bersedia tugas 24 jam dimana pun diperintahkan. Nah, ini
tidak bisa diakomodir oleh sistem BPJS dan Peraturan Kementerian Kesehatan, karena memang
Permenkes diatur untuk masyarakat sipil, tidak mempertimbangkan kekhasan penugasan TNI.
Keenam, FKTP TNI dengan jumlah peserta sangat kecil dan hanya dilayani oleh perawat
bagaimana? Karena dokter kami terbatas hanya Faskes yang Balai Klinik yang agak besar yang ada
dokternya. Nah, memang ada solusinya untuk bergabung saling melengkapi sehingga pelayanan
kesehatan TNI bisa dapat tercapai seperti Sabang. Tetapi seperti kami sampaikan tadi, tidak selalu mudah
dilaksanakan di daerah belum tentu ada Faskes TNI terdekat atau Faskes Rumah Sakit Umum.
Ketujuh, pembayaran kapitasi dan klaim rumah sakit melalui PNBP, ini sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 88 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109 Tahun 2016. Sejak
November 2016, kami sudah mengikuti aturan tersebut dengan mengimplementasikan Peraturan Menteri
Keuangan dan pembayaran kapitasi berdasarkan PNBP. Belum BLU semua seperti yang dilaksanakan
oleh Kementerian Kesehatan. Kemhan juga sudah menyiapkan Dipa untuk RKA tahun 2017 sehingga
memenuhi teguran dari BPK terhadap Kemhan dan TNI.
Yang kedepalan, tranportasi rujukan air dan udara belum ada kejelasan penjaminan dari BPJS
Kesehatan. Pertemuan setelah MoU berakhir Januari 2017 biaya tranportasi rujukan yang dijamin oleh
BPJS Kesehatan yang tertulis hanya darat, kemudian dicantumkan lagi dengan air, dengan tarif ambulance
mengacu tarif ambulance diterapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Jangankan kita bicara untuk
Maluku Bapak, untuk Pulau Seribu saja kita sulit apabila kalau ngomong di Papua dan Kalimantan. Dimana
evakuasi media prajurit TNI yang tugas dilapangan sering menggunakan udara dan transportasi udara
sama sekali tidak termasuk diatur dalam BPJS Kesehatan maupun Kementerian Kesehatan. Karena BPJS
Kesehatan dan Kementerian Kesehatan menganut konsep regionalisasi sementara kami TNI menganut
regional kami ya seluruh Indonesia. Penugasan kami ya seluruh Indonesia tidak bisa dibagi-bagi
9
berdasarkan regional. Itu yang kami katakan jaminan kami pada prajurit, dimana pun ada penugasan kami
akan layani maksimal bukan efektif, efisien berdasarkan prinsip asuransi.
Yang terakhir adalah tidak ada lagi perwakilan Kemhan/TNI di Dewan Pengawas BPJS Kesehatan.
Ini dulu gunanya untuk sebagai LO penyambung lidah kepentingan Kemhan/TNI, hanya pada awal itu ada
mantan Direktur Kesehatan Kemhan duduk sebagai Dewan Pengawas yang bisa bicara tentang kekhasan
dan kepentingan Kemhan/TNI. Kemudian selanjutnya keluarlah Perpres tentang Pengawas sama sekali
tidak ada Kemhan/TNI. Kami tidak keberatan untuk mengikuti fit and propertest, tetapi Faskes TNI itu
besar, rumah sakit kami ada 107, FKTP kami ada 710, prajurit kami semua ratusan ribu dengan
keluarganya jutaan. Berilah kami 1 slot untuk Dewan Pengawas untuk penyambung kepentingan
Kemhan/TNI karena kesehatan TNI adalah bagian tidak terpisah dari Kemhan/TNI dan tugas pokok kami
adalah mendukung satuan induk dalam rangka pertahanan menjamin kesiapan prajurit ditugaskan 24 jam
kemana saja, yang ini tentu berbeda dengan prinsip kesehatan yang dianut oleh Kementerian Kesehatan.
Jadi kami sarankan kalau boleh akomodirlah kami, ikut fit and propertest tidak apa-apa.
Nah, selanjutnya kami mencoba menjawab yang pertanyaan ketiga konversi ASABRI ke BPJS
yang nanti mungkin akan jauh lebih lengkap dijawab oleh Direktur BPJS.
Slide berikutnya, mengenai konversi ASABRI ke BPJS dari Biro Hukum Kemhan menyampaikan
Kementerian Pertahanan tidak mempunyai wewenang untuk melibatkan PT. Asabri Persero, karena PT.
Asabri Persero secara kelembagaan dibawah Kementerian BUMN dan di dalam pengelolaan iuran peserta
diatur oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Pasal 40 Ayat (3) Peraturan Pemerintah 102 tahun 2015.
Yang dinyatakan bahwa penggunaan akumulasi iuran peserta asuransi diatur dengan Pemerintah Menteri
yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan dibidang keuangan.
Kedua, peserta asuransi pada PT. Asabri Persero meliputi prajurit TNI, Anggota Kepolisian RI,
pegawai partisipian negara lingkungan Kemhan dan Kepolisian Negara RI. Bisnis utama suaransi PT.
Asabri Persero meliputi tunjangan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, tetapi tidak
termasuk jaminan kesehatan. Mohon maaf ini pendapat dari Biro Hukum.
Yang keempat, pelibatan PT. Asabri Persero dalam kerjasama meningkatkan jaminan kesehatan
yang diberikan BPJS Kesehatan memerlukan koordinasi terlebih dahulu dengan PT. Asabri guna menjajaki
bisa tidaknya program tersebut dilaksanakan. Nanti mungkin yang jauh bisa menjawab ini adalah dari
Direktur PT. Asabri. Untuk masalah keempat, penyelesaian regulasi jaminan kesehatan TNI kami
kembalikan kepada Dirjen Kuathan berkaitan dengan gaji, ULP, remunerasi.
Terima kasih atas waktunya.
DIRJEN KUATHAN KEMHAN (MAYJEN TNI BAMBANG HARTAWAN, M.SC.):
Terima kasih Dirkes.
Lanjut slide berikutnya adalah peningkatan kesejahteraan prajurit TNI, baik itu masalah gaji,
tunjangan, ULP dan remunerasi.
Yang pertama gaji bahwa gaji yang diterima prajurit TNI telah mengalami kenaikan memang, rata-
rata 5% sampai 10% dari gaji pokok. Dan terakhir kenaikan gaji itu pada tahun 2015 sebesar kurang lebih
6%. Ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Tentara Nasional Indonesia.
Kemudian untuk tunjangan yang pertama adalah tunjangan operasi pengamanan. Ini besaran
tunjangan operasi pengamanan bagi prajurit TNI yang bertugas dalam operasi pengamanan pulau-pulau
kecil terluar dan wilayah perbatasan sebagai berikut. Yang pertama sebesar 150% dari gaji pokok bagi
yang bertugas dan tinggal di wilayah pulau-pulau kecil, terluar tanpa penduduk. Kemudian sebesar 100%
dari gaji pokok bagi yang bertugas dan tinggal di wilayah pulau-pulau kecil, terluar, berpenduduk.
Kemudian sebesar 75% dari gaji pokok bagi yang bertugas dan tinggal di wilayah perbatasan. Yang
keempat adalah sebesar 50% dari gaji pokok bagi yang bertugas secara sesaat di wilayah udara dan laut
perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar. Hal ini semua adalah berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 49
Tahun 2010 tentang Tunjangan Operasi Pengamanan Bagi Prajurit TNI dan PNS yang bertugas dalam
operasi pengamanan pada pulau-pulau kecil, terluar dan wilayah perbatasan.
Kemudian adalah tunjangan khusus untuk di Papua. Bagi personil TNI yang bertugas di wilayah
Papua mendapat tunjangan khusus Papua dengan besaran variative. Yang pertama bagi prajurit TNI di
lingkungan Kemhan/TNI untuk golongan I Tantama ini berkisar antara Rp 225 ribu sampai dengan Rp 350
10
ribu. Untuk Bintara antara Rp . 400 ribu sampai Rp. 525 ribu. Untuk Perwira Pertama ini Rp. 575 ribu
sampai dengan Rp. 625 ribu. Untuk Perwira Menengah antara Rp. 675 ribu sampai dengan Rp. 725 ribu.
Sementara untuk Perwira Tingi antara Rp. 775 ribu sampai Rp. 850 ribu. Sementara untuk PNS di
lingkungan Kemhan/TNI untuk golongan I antara Rp. 200 ribu sampai Rp. 275 ribu. Untuk golongan II
antara Rp300 ribu sampai dengan Rp. 375 ribu. Untuk golongan III ini antara Rp 425 ribu sampai dengan
Rp 500 ribu. Untuk golongan IV antara Rp. 525 sampai Rp. 625 ribu. Hal ini semua berdasarkan pada
Putusan Presiden Nomor 68 Tahun 2002 tentang Tunjangan Khusus Provinsi Papua.
Kemudian tunjangan pengabdian wilayah terpencil bagi prajurit TNI yang bertugas dan bertempat
tinggal di wilayah terpencil mendapatkan tunjangan pengabdian wilayah terpencil sebesar. Untuk golongan
Tantama Rp. 75 ribu, Bintara Rp. 100 ribu, Perwira Pertama Rp. 125 ribu, Perwira Menengah Rp. 150 ribu.
Hal ini adalah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1996 tentang Tunjangan Pengabdian
bagi Pegawai Negeri yang bekerja dan bertempat tinggal di wilayah terpencil dan Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 136-49 Tahun 1997 tentang Penetapan Wilayah Terpencil di Provinsi Daerah Tingkat
I Riau, Kalimantan Tengah, Maluku dan Irian Jaya.
Yang berikutnya adalah uang laup pauk atau ULP. ULP bagai prajurit TNI yang diterima saat ini
sebesar Rp. 50 ribu per hari. Diharapkan dengan kebutuhan kalori prajurit TNI sebesar 3600 kalori. Ini
adalah berdasarkan pada Surat Edaran Menkeu Nomor 117PB/2015 tanggal 25 Mei 2015 tentang Uang
Laup Pauk Anggota TNI da Polri mulai tahun anggaran 2015.
Kemudian remunerasi atau tunjangan kinerja. Besaran tunjangan kinerja yang diterima oleh prajurit
TNI belum mencapai sesuai harapan yaitu 100%. Besaran tunjangan kinerja yang diterima saat ini sekitar
48% sehingga belum memenuhi kebutuhan ideal bagi kesejahteraan prajurit TNI. Ini adalah berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di lingkungan Tentara
Nasional Indonesia.
Dari semua penjelasan kami dapat kami simpulkan bahwa untuk fasilitas kesehatan kami masih
perlu banyak perbaikan. Dan perlu kerjasama yang lebih erat antara Kementerian Pertahanan TNI dengan
Kementerian Kesehatan, ASABRI dan juga BPJS. Komunikasi perlu ditingkatkan sehingga kinerja dapat
lebih baik lagi. Kemudian untuk tunjangan kinerja mengalami kenaikan pada tahun 2015 dan besarannya
baru mencapai 48%.
Untuk tunjangan pengabdian di wilayah terpencil sudah sejak tahun 1996 kurang lebih 20 tahun
yang lalu belum mengalami kenaikan sehingga sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hidup
dihadapkan dengan inflasi dan harga barang kebutuhan pokok.
Kemudian untuk saran kedepan, perlu peningkatan sebagaimana kami sampaikan tadi komunikasi
dengan pihak Kementerian Kesehatan, ASABRI dan BPJS dan kami juga perlu adanya penyambung lidah
yang ada khususnya di BPJS. Kemudian mohon menjadikan pertimbangan dan atensi tentang tunjangan
kinerja dan tunjangan pengabdian wilayah terpencil sebagai perwujudan peningkatan kesejahteraan
prajurit TNI kedepan.
Demikian penjelasan Ditjen Kuathan Menteri Pertahanan pada Rapat Dengar Pendapat dengan
Komisi I DPR RI pada tanggal 17 Juli 2017 ini. Lebih kurangnya kami mohon maaf.
Selanjutnya kami mohon arahan dan kami mohon untuk kita bisa berdiskusi Bersama untuk
mendapatkan solusi yang terbaik demi terjalinnya kerjasama yang baik dan demi berhasilnya pengabdian
kami kepada bangsa dan Negara Republik Indonesia ini.
Terima kasih.
Wabillahi taufil Walhidayah,
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Terima kasih Dirjen Kuathan.
Saya kira kita sepakat mencari solusi sebaik-baiknya untuk kepentingan umum, untuk kepentingan
bangsa dan negara. Andaikan nanti mungkin informasi ini tidak cukup ya atau kami tidak bisa
menyelesaikan kami akan mengundang langsung seluruh Menteri Menko dan mungkin Menteri Keuangan
dan lain sebagainya. Kami ini DPR RI punya kewenangan dalam hal anggaran, dan juga kalau solusi
dengan pendekatan anggaran tidak bisa bahwa ada aturan perundang-undangan yang tidak pas ya kita
11
revisi. Saya kira tugas kita itu untuk kepentingan semuanya jadi bukan dalam konteks misalnya mem-
blowfing salah satu instansi dan lain sebagainya. Mari kita berdiskusi untuk mencari solusi sebaik-baiknya.
Kita semua untuk mengabdi kepada bangsa dan negara.
Kami persilakan sekarang Bapak Sekjen untuk menyampaikan paparanya.
SEKJEN KEMENKES (DR. UNTUNG SUSENO SUTARJO, M.KES.):
Terima kasih Pimpinan.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang kami hormati Pimpinan Komisi I DPR RI, para Wakil Ketua dan Anggota Komisi I DPR RI,
Hadirin sekalian,
Kami hormati Direktur Jenderal Kuathan Kemhan, Direktur Utama PT. ASABBRI, Direktur Utara
BPJS Kesehatan.
Kami mohon maaf kami tidak bisa ini presentasi hanya ini banyak sekali slidenya, mungkin saya
bicara saja secara lebih mudah. Jadi intinya memang dalam pelaksanaan BPJS ini memang yang
diutamakan adalah pelaksanaan pada pelayanan masyarakat. Anggaran kita alhamdulillah dalam bidang
kesehatan ini sekarang 5% dan ini juga meliputi anggaran kesehatan di KL yang lain. Jadi kalau fungsi
kesehatan itu bukan punyanya Kementerian Kesehatan tetapi juga Kementerian lain. Dan setahu kami ini
sudah dilaksanakan dengan adanya APBNP tahun lalu 2016 dimana 750 miliar tambahan waktu itu
diberikan kepada Kementerian Pertahanan. Selain itu juga ada Menteri PUPR.
Mungkin tadi yang dijelaskan oleh Direktur Kesehatan dari Kemenhan itu sudah banyak
memberikan masukan. Dan memang hambatan yang paling banyak adalah di SDM, memang juga kami
mengalami hambatan juga dalam memenuhi kesehatan terutama dalam untuk merekrut tenaga kesehatan
seperti dokter ini sudah susah sekali. Masih banyak Puskesmas yang belum ada dokternya dan sulit sekali
untuk menaruh dokter disitu karena memang sekarang yang diutamakan untuk dokter itu adalah
insentifnya, kalau insentifnya tidak besar mereka tidak mau.
Namun, kita telah bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan dan sudah juga dalam SDM ini
untuk meningkatan jumlah SDM dokter spesialis dengan mengadakan tugas belajar yang sudah
dimanfaatkan juga oleh Kementerian Pertahan dengan baik dan alhamdulillah kerjasama ini dapat berjalan
dengan baik. Kita harapkan itu bisa mengatasi walaupun kita sadar bahwa untuk bahan bakunya ini dokter
ini yang masih sulit. Maka itu kita rencanakan untuk melakukan ikatan dinas dengan dokter, jadi seperti
dulu waktu kita jaman Inpres dimana ada dokter jadi PNS habis itu kita ikat akan jadi lebih mudah. Karena
dengan kontrak ini sulit sekali mereka untuk tetap berada pada posisi yang Bersama-sama.
Mengenai izin praktek yang dikeluhkan memang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Prakter kedokteran itu hanya 3 tempat. Namun, setahu saya dan seingat saya nanti akan saya cek lagi itu
ada Surat Edaran Dirjen Yanmed pada tahun 2010 kalau tidak salah saya lupa tahun 2009 atau 2010. Ada
Permekes 052 tentang Izin Praktek dan Pelaksanaan Prakterk Kedokteran Pasal 15 untuk kepentingan
pemenuhan pelayanan kedokteran di Dinkes dan…. dapat memberikan surat tugas. Jadi dengan surat
tugas itu masih memungkinkan. Dan setahu saya ada surat edaran Dirjen Yanmed 2011 mungkin setelah
ini khusus untuk dokter tentara diperbolehkan hanya dengan surat tugas, jadi surat izinnya hanya dengan
surat tugas, itu sudah bisa, jadi dia harus mendapatkan dulu pertama surat izin praktek di Markas
Utamanya dia dulu, kemudian kalau sudah ditugaskan hanya dengan surat tugas itu dapat dilaksanakan
dan itu masih berlaku. Mungkin nanti kita akan koordinasikan mungkin BPJS belum tahu ya, karena belum
lahir waktu itu, tapi umurnya sudah 49 tahun, lahirnya premature itu.
Izin Pak, melanjutkan jadi itu yang masalah itu sebetulnya solusinya sudah ada, karena kita sudah
memikirkan. Kemudian yang memang untuk tenaga ini agak sulit untuk kita melakukan. Namun, kita tahu
bahwa ada Perpres yang mengatakan untuk tugas kemiliteran itu untuk BPJS memang ada kekhususan.
Mungkin itu bisa diperbaiki saja kalau itu diperbaiki, karena kita tidak bisa buat misalnya standar untuk
operasi militer itu yang tahu adalah di Pertahanan. Jadi mungkin nanti itu kita buat aturannya lebih kearah
bagaimana kalau ada operasi militer berarti khusus di daerah terpencil yang tidak ada fasilitas
kesehatannya bahwa itu diperbolehkan ada semacam tim kesehatan disana yang bertugas semacam ini
12
dengan penugasan yang khusus. Mungkin itu bisa dilaksanakan dan memang seperti yang kami
sampaikan tadi memang aturan yang ada di Kementerian Kesehatan itu lebih banyak kearah bagaimana
penanganan pada keadaan bukan operasi militer. Mumpung sudah ada Perpresnya kita bisa perbaiki itu
untuk mendapatkan yang lebih baik.
Soal tadi yang disampaikan Bapak Pimpinan mengenai rumah sakit TNI yang dibayar lama, saya
rasa itu semua rumah sakit begitu Pak. Kami sedang mencari jalan keluar bagaimana supaya
pembayarannya akan lebih cepat. Malah kadang-kadang rumah sakit kita bisa setahun tidak dibayar, tetapi
ya karena kita bisa katakanlah penghasilan dari sebelah sini dipindahin kesana-kesini itu masih mungkin
jadi masih survive. Tapi kita tetap akan menagih, tetapi memang setahun itu bukan berarti tidak dibayar
selama setahun, tapi ada tagihan yang sudah setahun baru dibayar kemudian. Jadi memang lama,
kadang-kadang dikaitkan juga dengan kelengkapan dari permintaan untuk klaim. Hanya memang
prosesnya lama memang iya dan kami dengar BPJS sudah mulai memperbaiki sistemnya dan mudah-
mudahan nanti akan lebih cepat.
Saya rasa itu sementara yang bisa kami sampaikan Pak, saya rasa tadi regulasi sudah sama
dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Direktur Kesehatan. Itu yang bisa kami sampaikan.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETAU RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Wa’alaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh.
Terima kasih Pak Sekjen.
Saya bukan ahli keuangan ini, hanya saja saya sudah tahun kedelapan saya menjadi Pimpinan di
Komisi I DPR RI. Selalu dalam pelaporan setiap departemen atau kementerian atau lembaga itu dilaporkan
per tahun itu selalu tutup tahun beres, hasil BPK-nya beres. Tapi kemudian tidak pernah ada belum
dibayarkan sekian kepada instansi lain dan sebagainya. Inikan menunjukkan barangkali ada manajemen
keuangan yang memang harus kita perbaiki. Misalnya saja bagaimana kalau itu melintas tahun. Untuk
bulan Desember baru dibayar misalnya baru bulan Januari atau Februari atau kebalikannya. Inikan harus
ada manajemen yang memungkinkan untuk itu, untuk perbaikan-perbaikan.
Baik, informasinya kami ucapkan terima kasih, nanti menjadi bahan kami untuk coba kami
diskusikan mengapa terjadi seperti itu. Karena misalnya di Kodam Siliwangi itu belum dibayar lalu kami
tanya “ini bayarnya kapan?” “Nanti Pak, 2 bulan kemudian”. “Ada kesulitan tidak?” Kalau diliha dari
manajemen Pak, tapi kamkan menggeser dahulu kegiatan ini dan ini. Nah, kata geser menggeser itu kalau
menurut teori-teori yang wajar dalam konteks manajemen yang modern itu ya harus tidak ada. Nah, lalu
bagaimana kok bulan Desember belum dibayar? Ya Pak, nanti kami menunggu November, padahal
pelaporan 1 tahun buku itu sudah clear.
Nanti mungkin ini memang harus ada tehnik seperti apa untuk supaya kita bisa membuat kembali
lagi ini sesuai dengan aturan yang berlaku tetapi juga dilapangan itu seperti apa mungkin harus ada juga
aturan yang baku sehingga kami, kita semua tidak disalahkan atau tidak dibuat catatan oleh BPK. Niatnya
sudah baik, oke puter dulu dari sini, niatnya bagus. Tetapi kalau menurut BPK ini tidak boleh Pak, sehingga
untuk mendapatkan Wajar Tanpa Pengecualian itu selalu menjadi tersendat.
Baik, terima kasih Bapak Sekjen.
Kami persilakan kepada Dirut PT. ASABRI untuk menyampaikan paparanya.
DIRUT PT. ASABRI (SONNY WIDJAJA):
Terima kasih Pimpinan.
Bismillahirahmanirahim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua.
13
Yang terhormat Pimpinan Rapat beserta seluruh Anggota Komisi I DPR RI,
Yang saya hormati Sekjen Kementerian Kesehatan, Dirjen Kuathan, Dirut BPJS,
Bapak dan Ibu hadirian peserta rapat yang kami hormati.
Sebagaimana sudah dijelaskan panjang lebar oleh Direktur Kesehatan tadi, saya hanya
menambahkan sedikit saja bahwa PT. ASABRI tidak menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
Yang berikutnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2015 ASABRI
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja. Dimana terdapat manfaat peralatan kesehatan
akibat kecelakaan kerja. Hal ini tidak berkaitan langsung dengan BPJS Kesehatan.
Terkait dengan hal ini ASABRI tidak melakukan konversi sebagaimana pertanyaan nomor 3 itu
melainkan ASABRI melakukan kerjasama atau sinergi dengan BPJS Kesehatan. Dan PKS sudah kami
lakukan pada tanggal 7 Desember 2016 tentang Sinergi Program Jaminan Kecelakaan Kerja dengan
jaminan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, ini khususnya bagi peserta ASABRI aktif. Jadi penyakit
akibat kecelakaan kerja ditanggung oleh ASABRI tetapi penyakit diluar kecelakaan atau bawaan bukan
kecelakaan kerja dibebakan oleh BPJS Kesehatan.
Berikut ini adalah sedikit gambaran tentang perbedaan layanan kesehatan jaminan kecelakaan
kerja yang dilakukan oleh ASABRI dengan BPJS Kesehatan. Dari sistem layanannya ASABRI setiap
mendapatkan Anggota yang mengalami kecelakaan kerja ini tanpa rujukan, sehingga kita bisa…. rumah
sakit, baik rumah sakit yang dikelola oleh Kemhan/TNI maupun rumah sakit yang dimiliki atau dibawah
kendali oleh BPJS Kesehatan. Sedangkan BPJS Kesehatan nanti akan dijelaskan oleh Dirut mungkin lebih
panjang lebar harus menggunakan rujukan secara berjenjang dari Puskesmas dan sebagainya.
Kemudian dari pembiayaan ASABRI menggunakan sistem fee for service, jadi setiap ada tindakan
langsung dibayar. Sedangkan di BPJS itu Indonesia cash is group nanti Dirut BPJS Kesehatan yang akan
menjelaskan. Kemudian ruang lingkung penjaminan ASABRI ini berdasarkan indikasi medis akibat
kecelakaan kerja. Jadi hanya akibat kecelakaan kerja yang dijamin oleh ASABRI, sementara di luar non
kecelakaan kerja yang menjamin adalah BPJS Kesehatan.
Kemudian ASABRI menjamin juga portesa, portesa ini adalah alat bantu misalnya kaki palsu,
tangan palsu dan sebagainya ini ASABRI memberikan jaminan BPJS Kesehatan tidak ada program itu.
Termasuk pengangkutan rembusmant ASABRI menjamin itu, sedangkan di BPJS Kesehatan tidak
melakukan itu. Kemudian santunan cacat di ASABRI diatur tersendiri sedangkan di BPJS Kesehatan tidak.
Hanya ini Pak, yang bisa kami jelaskan berkaitan dengan jaminan kecelakaan kerja bagi Anggota
TNI/Polri maupun ASN Kemhan Polri yang dikelola oleh ASABRI.
Terima kasih.
Wabillahi Taufiq Walhidayah,
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, terima kasih atas paparannya.
Kemudian kami persilakan sekarang yang terakhir Dirut BPJS.
DIR. KUMHAL BPJS (DR. BAYU WAHYUDI, SP.OG.):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua,
Om swasti astu,
Namo budaya
Shalom.
Yang kami hormati Pimpinan Rapat dan seluruh Anggota Komisi I DPR RI,
Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang mewakili instansi dalam hal rapat ini.
14
Pertama-tama izin kami memohon maaf karena tidak dapatnya hadir Bapak Direktur Utama
beserta Board of Direction lainnya, karena kebetulan bersamaan sedang ada acara sarasehan dan acara
puncak ulang tahun BPJS Kesehatan di Kantor Pusat BPJS Kesehatan. Untuk itu kami mohon maaf dan
kami juga tadi agak terlambat sedikit karena masih ada acara disana.
Yang kedua, kami mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk kami
melakukan sedikit sharing informasi tentang progam yang sudah dilakukan Bersama TN/Polri khususnya
menyangkut dengan jaminan kesehatan. Mungkin dalam hal ini kami akan sedikit memberikan informasi
bahwa berdasarkan amanat Undang-Undang SJSN Nomor 40 tahun 2004 dan juga implementasi dari
Undang-Undang tersebut, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tentang BPJS Tahun 2011. Dimana BPJS
adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada
Presiden yang melaksanakan 3 fungsi. Yang pertama ada respolling atau mengumpulkan peserta, kedua
adalah revenue collecting atau menarik, mengumpulkan iuran peserta dan yang ketiga ada broadcasing
yaitu me-manage agar program ini berjalan kendali mutu dan kendali biaya agar bisa mendapatkan
kepastian akses masyarakat pada khususnya mendapatkan jaminan kesehatan.
Bapak dan Ibu yang kami hormati,
BPJS implementasi dari metamorphosis PT. Askes yang sebelumnya adalah BUMN yang
sebelumnya juga sudah bekerjasama dengan TNI/Polri dalam hal penyelenggaraan jaminan kesehatan.
Pada Undang-Undang Nomor 24 kita ketahui bahwa ada ketentuan peralihan tentang BPJS pada masa 57
yang mengatakan bahwa perusahaan PT. Askes atau dalam hal PT. Asuransi Kesehatan Indonesia yang
dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Peralihan Bentuk Perusahaan
menjadi Perseroan. Ini ada lembaran negara tahun 1992 Nomor 16 yang diakui keberadaannya tetap
melaksanakan program jaminan kesehatan termasuk menerima pendaftaran peserta baru sampai dengan
beroperasinya BPJS Kesehatan. Pada point huruf C disebutkan Kementerian Pertahanan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaran
program layanan kesehatan bagi peseranya. Jadi jelas TNI dan Kepolisian tetap melaksanakan kegiatan
operasional penyelenggaraan program layanan kesehatan bagi pesertanya termasuk penambahan peserta
baru sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan
dengan kegiatan operasionalnya yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Jadi jelas sudah ada dasar
hukumnya.
Kemudian tindak lanjutnya itu dilakukan satu MoU pengalihan program antar BPJS Kesehatan
dengan Hamkam. Disini dijelaskan sebagai tindak lanjut atas ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 Pasal 57, BPJS Kesehatan telah menandatangani nota kesepahaman dengan: 1. Kementerian
Pertahanan Republik Indonesia Nomor KB dan sekian. Kemudiaan dengan Kepolisian juga sudah
ditetapkan. Adapun ruang lingkupnya meliputi, 1. Mekanisme pengalihan program JPK, kemudian
pemanfaatan program JPK, pemanfaatan Bersama fasilitas kesehatan, kemudian koordinasi dan
komunikasi. Kemudian point penting dalam nota kesepahaman terkait pengalihan ada beberapa hal. Pada
Pasal 3 disebutkan para pihak sepakat pengalihan program JPK (Jaminan Pelayanan Kesehatan) yang
dikelola TNI/Polri pada BPJS Kesehatan dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut: a. TNI/Polri
menyiapkan dan menyerahkan data kepesertaan dan data fasilitas kesehatan dalam rangka persiapan
pengalihan program pelayanan kesehatan yang dikelola oleh TNI/Polri kepada BPJS Kesehatan, jadi clear.
Kemudian dan ini mungkin tadi telah disampaikan oleh Bapak Dirjen Kuathan mempunyai satu nilai
tersendiri dan mempunyai satu hal tertentu yang didatanya adalah pengecualian dan mungkin perlu diatur
dan dibicarakan lebih lanjut.
Kemudian BPJS Kesehatan menerima data kepesertaan dan data fasilitas kesehatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan aksi operasional. Dan c. apabila terjadi perbedaan
data dilapangan maka para pihak sepakat untuk melakukan sinkronisasi data dan kita sudah melakukan 3
kali pertemuan untuk sinkronisasi hal ini. Kemudian pada Pasal 4 Ayat (1) “sejak diberlakukannya
pengalihan program pelayanan kesehatan per tanggal 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan memberikan
jaminan pemeliharaan kesehataan atau JPK kepada TNI/Polri beserta keluarga tanpa hambatan sesuai
dengan ketentuan. 2. Jaminan pemeliharaan kesehatan atau JPK yang diterima oleh TNI/Polri beserta
dengan keluarganya harus lebih baik dibandingkan dengan program pelayanan kesehatan sebelumnya
sesuai dengan kesepakatan para pihak. Ketiga, dengan pengalihan program pelayanan kesehatan
15
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) segala kewajiban TNI/Polri yang timbul sebelum tanggal 1 Januari
2014 akan tetap menjadi tanggungjawab TNI/Polri sampai dengan maksimal tanggal 31 Desember 2013
selanjutnya tanggungjawab beralih kepada BPJS Kesehatan. Jadi clear sudah.
Dan ini adalah kami tampilkan pedoman kerja yang ditandatangani dengan Polri dan ada juga
beberapa dengan TNI. Dan progressnya adalah kegiatan Bersama TNI adalah. 1. Kegiatan sosialisasi
sarasehan dilaksanakan di provinsi tertentu. Ada beberapa tempat termasuk juga sesuai dengan dianggap
baik dan representative dan memenuhi daripada keadaan kebutuhan dilakukan di provinsi tertentu tadi. 2.
Kegiatan rekonsiliasi dan pemutakhiran data kepesertaan baik di pusat maupun di daerah. 3. Evaluasi
prohram JKN-KIS Bersama TNI/Polri dan sudah dilaksanakan.
Dan rekonsiliasi tahunan dengan TNI ini sudah kita lakukan yang bertujuan untuk memastikan
validasi dan komprehensifitas data Anggota TNI. Yang kedua adalah mengindentifikasi dan membahas
permasalahan operasional layanan kesehatan bagi Anggota TNI.
Kemudian penjelasan atas penyelenggaraan program jaminan kesehatan bagi TNI disini sudah
diatur pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tadi, tadi ada pengalihannya termasuk juga sudah
dijelaskan. Pada saat berlakunya Undang-Undang ini Dewan Komisaris dan Direksi PT. Askes sampai
dengan operasional BPJS Kesehatan ditugasi, a. menyiapkan operasional BPJS Kesehatan untuk program
jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan Pasal 22 dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 40 tahun
2004 tentang SJSN dan pada tahun 2004 Nomor 150 dengan tambahan lembaran negara nomor 4456.
Sebagai tindak lanjut atas Pasal 57 dan pasal 58 huruf a, pada tanggal 11 JulI 2013 BPJS
Kesehatan telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Pertahanan Republik
Indonesia. Kemudian ruang lingkup nota kesepahaman tersebut meliputi: 1. Mekanisme pengalihan
program JPK. 2. Memanfaatkan peralihan program JPK tersebut, kemudian juga pemanfaatan Bersama
Faskes, kemudian juga koordinasi dan komunikasi sesuai dengan yang tadi item sebelumnya.
Point penting tadi disini juga ada beberapa hal, pada Pasal 3 tadi sudah disampaikan dan kami
ulangi kembali. Pada pihak sepakat pengalihan program JPK yang dikelola TNI kepada BPJS Kesehatan
dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut. A. TNI menyiapkan, menyerahkan data kepesertaan.
Kemudian BPJS Kesehatan menerima data kepesertaannya dan apabila terjadi perbedaan maka para
pihak sepakat untuk melakukan sinkronisasi data dan ini sudah dilakukan. Kemudian Pasal 4 juga sudah
disampaikan.
Dan yang paling penting juga adalah pengalihan Faskes milik TNI. Pada Permenkes 71 Tahun
2013 ini disebutkan ada beberapa hal Pasal dan diperbaiki dengan Permenkes Nomor 23 Tahun 2017.
Pasal 40 yang kami sebutkan, pada Pasal 40 Permenkes disebut peralihan, Pasal 40 Bab 8 ketentuan
peralihan. Pada saat Permen ini dimulai dilakukan seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama milik
TNI/Polri dinyatakan sebagai Pertama, berarti kita memfasilitasi dan mengakomodir terhadap sumber
potensial dan keadaan yang ada pada TNI/Polri. Kemudian yang kedua, fasilitas kesehatan sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) harus disesuaikan dengan perizinan klinik Pratama dalam jangka waktu 2 tahun
sejak Permen ini mulai berlaku.
Pada Pasal 40 juga dijelaskan pada Ayat (1) pada saat Permen ini dimulai berlaku seluruh fasilitas
kesehatan tingkat pertama dinyatakan sebagai klinik pratama tadi. kemudian disampaikan juga disini
Faskes tingkat pertama milik TNI/Polri sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) harus sesuai dengan
ketentuan perizinan klinik pratama paling lambat 1 Januari 2018.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang kami hormati,
Bagaimana pun juga kami adalah badan hukum publik yang mempunyai 3 azas manfaat,
kemanusiaan dan keadilan sosial yang mempunyai 9 prinsip berdasarkan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 dan juga SJSN bahwa prinsipnya salah satunya adalah selain gotong royong, wajib sifatnya,
fortabilitas, kemudian juga dana amanat dan juga harus efisien, transparan sesuai dengan ketentuan yang
ada.
Untuk diketahui 3 hal yang merupakan berhubungan dengan masalah hukum. Pertama adalah
melanggar ketentuan atau regulasi yang ada. Kedua adalah merugikan negara. Ketiga adalah
memperkaya diri sendiri, golongan dan orang lain. Dan tadi sudah disampaikan setiap sesuatu kebijakan
yang bertolak belakang dengan masalah hukum biasanya kami meminta fatwa kepada yang berkompeten,
baik itu Kementerian Hukum maupun juga dari BPK, BPKP dan juga dari aspek legal formal lainnya.
16
Sehingga kami ingin agar masyarakat terutama TNI bisa terfasilitasi, termasuk tadi yang disampaikan surat
izin praktek, kemudian surat tanda registrasi dan sebagainya.
Karena hal tersebut diluar dari domain kami, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktek Kedokteran dan ini memayungi kita semua. Ada beberapa hal yang kami takutkan,
bahwa ini sifatnya adalah kewajiban. Pada Pasal 75 Undang-Undang Praktek Kedokteran disampaikan
setiap dokter dengan sengaja melakukan praktek kedokteran tanpa memenuhi STR sesuai dengan Pasal
29 dipidana paling lama 3 tahun dengan denda maksimal 100 juta. Kemudian juga ada disebutkan pada
Pasal 76 setiap dokter melakukan praktek kedokteran tanpa SIP dipidana 3 tahun dengan denda 100 juta.
Kemudian pada Pasal 80 jelas setiap orang yang mempekerjakan dokter-dokter gigi tanpa surat izin
praktek dipidana 10 tahun dengan denda 300 juta.
Dan kami tentu bukan tidak beralasan kami ingin mencari solusi yang terbaik, tentu tadi sudah ada
kebijakan atau boleh dikatakan kebijakan tertentu yang tentu disini bisa memayungi aspek legal formal.
Jadi kalau nanti ada dokter dari TNI/Polri yang bekerja di klinik atau klinik pratama ataupun institusi rumah
sakit tentu harus mempunyai dasar hukum yang jelas. Karena jelas tadi Undang-Undang kami bisa saja
dilakukan ataupun dituntut dengan 3 aspek yang berhububungan tadi dengan masalah hukum, 1.
Melanggar aturan ketentuan, 2. Merugikan Negara, 3. Memperkaya diri sendiri, golongan dan orang lain.
Kalau kami membayar menyalahi aturan yang sudah jelas Undang-Undang Praktek Kedokteran, kemudian
ada hal-hal lain tentu tadi agak riskan bagi kami sebagai manajemen untuk melaksanakan amanah
tersebut.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang kami hormati,
Selanjutnya adalah pengalihan pelayanan kesehatan milik TNI/Polri disini landasan tehnisnya jelas
bahwa pedoman kerja Kementerian Pertahanan dengan PT. Askes tentang pengalihan kepesertaan,
program layanan kesehatan, pemanfaatan Faskes, kontrak kerja Faskes dan koordinasi dengan
sosialisasi.
Nah, ini adalah gambaran bahwa sebaran TNI per jenis fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Sebarannya adalah klinik TNI disini ada, kemudian bukan klinik TNI ini sebaran klinik TNI pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama. Memang mayoritas Anggota dan keluarga TNI melakukan pengobatan fasilitas
tingkat pertama pada klinik TNI. Kemudian hanya 17,9% yang tidak berobat pada Faskes yang bukan milik
TNI. Disini ada sebarannya praktek perorangan yang jumlahnya totalnya 1.568.000 peserta. Jadi tadi di
klinik TNI ada 1.286.993.
Kemudian untuk diketahui bahwa tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan TNI dalam program
JKN. Jaminan Kesehatan Nasional ini sifatnya wajib bagi seluruh rakyat Indonesia termasuk TNI dan Polri
sebagai warga negara Indonesia. Dan ini adalah termasuk 9 prinsip dari Undang-Undang tersebut.
Diketahui bahwa sebelumnya Anggota TNI hanya dapat berobat kepada fasilitas kesehatan tingkta
pertama milik TNI. Kemudian fasilitas kesehatan tingkat pertama milik TNI hanya melayani peserta internal
TNI saja, kemudian pesertanya hanya dapat dirujuk rumah sakit TNI, tidak menerima dana kapitasi JKN.
Dan sesudah ada kerjasama dan sudah dilakukan sesudahnya adalah Anggota TNI dapat terdaftar di
fasilitas kesehatan tingkat pertama atau FKTP selain milik TNI yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan. Jadi bisa yang milik TNI atau fasilitas kesehatan tingkat pertama berupa Puskesmas, dokter
praktek perorangan ataupun klinik. FKTP ini dapat menerima peserta selain TNI juga. Jadi orang berobat
ke Faskes klinik TNI bisa masyarakat umum, baik itu penerima bantuan iuran yang dulu Jamkesmas
ataupun peserta penerima upah ataupun peserta bukan penerima upah mandiri. Tergantung lokasinya bila
memang masyarakat menginginkan itu bisa difasilitasi pada FKTP TNI. Peserta dapat dirujuk ke rumah
sakit lain milik TNI yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Menerima dana kapitasi, jadi kalau
dilingkungannya dulu hanya untuk masyarakat lingkungan TNI atau keluarganya saat ini bisa menerima
masyarakat di sekitarnya dan ini dari informasi yang kami ambil secara indip anamnesis itu banyak sekali
yang mensupport dan boleh dikatakan menjadi terbuka dan menguntungkan bai masyarakat itu sendiri dan
juga bagi klinik-klinik ataupun tenaga kesehatan yang ada di TNI/Polri. Kemudian memperoleh manfaat
promotif dan preventif bagi peserta terdaftar di FKTP TNI.
Adanya peningkatan jumlah SDM dokter dan perbaikan sarana prasarana milik FKTP TNI. Tadi
disampaikan bahwa faskes TNI masih membutuhkan tenaga dokter dan ini mungkin nanti karena ini bukan
domain kami, kami hanya bersifat forcasing, artinya me-manage kepesertaan agar mendapatkan kepastian
17
akses pelayanan kesehatan dengan yang berkualitas ataupun yang bermutu dengan efisien itu yang kami
lakukan. Kemudian pembayaran dan pemanfaatan di FKTP TNI. Ini adalah data pada tahun 2004 sampai
dengan 2006 ini terjadi peningkatan kunjungan yang meningkat. Kalau awal dulu di 2004 hanya 400 ribuan
dan tahun 2016 ada hampir 1,5 juta berarti meningkat hampir 4 kali lipat dan rujukan juga. Jadi ratenya
dulu hanya 35,10 kemudian sekarang ratenya adalah 75,04 dengan ratio rujukan juga meningkat.
Tren pemanfaatan pelayanan kesehatan di FKTP TNI mengalami peningkatan sehingga
dimanfaatkan selain oleh Anggota TNI, keluarga dan juga masyarakat disekitarnya. Tren ratio rujukan
mengalami peningkatan. Kemudian kalau kita lihat ini juga ada sistem kapitasi dengan pembiayaan yang
kita sudah bayar mulai 2014 sampai dengan 2016 terjadi peningkatan. Jumlah kasus juga terjadi
peningkatan, ini ada grafiknya sehingga pada kapitasi ini adalah biayanya 183 miliar, kemudian kapitasi 2,7
miliar ini adalah kasus. Jadi peningkatan di 2016 dibandingkan dengan 2014 dan 2015. Berarti juga tentu
mempunyai multi player effect meningkatan kesejahteraan dari Nakes yang ada di Faskes TNI/Polri.
Lanjut, fasilitas kesehatan rujukan tingkat pertama atau FKTP lanjutan yang bekerjasama ini
adalah gambarannya. Kalau kita melihat ini ada beberapa gambaran termasuk juga TNI. Disini ada FKTP
Kemenhan dari fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut atau rumah sakit yang dimiliki oleh TNI/Polri ada
108. Jadi kalau kita lihat ini adalah gambarannya termasuk juga beberapa apotik. Dan juga disini ada
rumah sakit TNI/Polri mayoritas adalah kelas B, kelas C, dan kelas D dan satu di kelas A, yaitu rumah sakit
Angkatan Laut dan satu rumah sakit Angkatan Darat.
Kemudian juga disini adalah gambaran pemanfaatan dan pembiayaan fasilitas kesehatan tingkat
lanjut milik TNI. Disini kalau kita lihat pada tahun 2014 jumlahnya hanya satu 1,9 triliun lebih, tetapi pada
tahun 2016, 3 triliun lebih. Dan kasusnya ini juga jelas bahwa kasus meningkat dari tahun 2014 hanya 2
juta kasus, dan 2015/2016 itu 4 juta kasus. Jadi dua kali lipat dalam kurung waktu setahun lebih dua tahun.
Kemudian totalnya juga kasus ada 9 juta 782. Sehingga totalnya adalah 7 triliun 6 ratus juga 97 miliar
rupiah. Ini berdasarkan data kita. Jumlah pemanfaatan Faskes kesehatan rujukan tingkat lanjut, TNI ada
9,78 juta kasus tadi. Dengan pembiayaan ada 7,69 triliun lebih. Jadi terjadi tren peningkatan.
Tentu apa si kalau kita membicarakan hal ini, tentu ada beberapa hal yang kita ambil bahwa
Faskes TNI/Polri yang sudah bekerja dengan BPJS selama ini tentu mempunyai keuntungan segi baik
lingkungan TNI/Polri sendiri, dan juga masyarakat secara umum diseluruh Indonesia, dan ini penting sekali.
Tetapi ada beberapa hal karena kita ingin agar program BPJS ini system berkesinambungan karena
berdasarkan langsung manfaatnya oleh masyarakat, dan juga tentu dalam financial kita harus system.
Kemudian juga dalam hal regulasi, tentu kami harus mengikuti regulasi-regulasi yang ada, walaupun
memang ada beberapa hal yang permasalahan yang kita hadapi dan kita carikan solusinya tentu nanti agar
kita mendapatkan sesuatu solusi yang terbaik. Dan tentu perlu kami berikan beberpa hal perlu diperbaiki
pada Faskes TNI.
Satu adalah kelengakapan perijinan pada Faskes TNI/Polri tadai. Bagaimana pun juga tentu kami
tidak mau walaupun tadi berhubungan dengan masalah hukum. Suatu dilakukan audit atau pun baik itu
audit kinerja maupun audit keuangan terjadi hal-hal. Tiga hal tadi yang berhubungan dengan masalah
hukum, melanggar aturan ketentuan, merugikan negera, golongan atau orang lain.
Untuk diketahui BPJS Kesehatan, mempunyai tiga fungsi tadi, resfulling artinya mengumpulkan
kepesertaannya, revenue collecting artinya mengumpulkan uang, iuran. Dan yang ketiga adalah….(suara
tidak jelas)…
Untuk revenue collecting memang ada anggaran yang disiapkan oleh pemerintah dalam ini untuk
alokasi penerima bantuan iuran, yang jumlahnya 91 juta dua ratusan. Dan juga itu dari APBN. Kemudian
ada dari APBD tentu ada namanya PBI, Jamkesda dalam ini PBI yang dibayar oleh APBD. Kemudian juga
collectivitas iuran itu bisa dari non PBI, satu adalah pekerja penerima upah, baik itu TNI/Polri maupun
karyawan BPN maupun karyawan Badan usaha.
Yang kedua adalah collectivitas dari peserta bukan penerima upah. Tadi peserta penerima upah
dan satu lagi peserta bukan penerima upah. Baik itu adalah mandiri maupun lain-lainnya, termasuk juga
sektor nonformal, kemudian juga petani, kemudian juga nelayan dan sebagainya. Dan ini juga menjadi
kepesertaan. Sehingga nanti dalam hal audit yang dilakukan bila disatu hal jelas-jelas bertolak belakang
dengan payung hukum yang ada, tentu kami tidak ingin mengambil resiko tanpa ada yang melindungi
kebijakan ini agar bisa system BPJS atau JKN Kes.
Kedua adalah ketesediaan SDM dokter dan dokter gigi pada FKTP milik TNI/Polri, serta
pemerataan sebarannya. Jadi tadi sampaikan dokter, dan dokter gigi kalau kementerian kesehatan sebagai
18
regulator bisa menempatan tadi sudah dialokasikan tentu kami akan senang sekali, karena bagaimana pun
juga masyarakat peserta BPJS yang seyogyanya pada tanggal 1 Januari 2019, ini 100% atau 257 juta 500
ribu peserta tersebar diseluruh Indonesia, saat ini ada 178 juta, dan ini tentu kami ingin bahwa
masayarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan customer service atau peserta
bisa puas dan juga bisa mendapatkan akses-akses langsung terhadap Faskes yang ada.
Yang ketiga adalah pemenuhan saran dan prasarana pada FKTP milik TNI/Polri. Jadi kami ingin
adanya akreditasi rumah sakit, standart pelayanan sehingga dimana pun juga masyarakat atau pun
peserta BPJS dapat mendapatkan pelayanan yang berkualitas, tidak hanya ditempat-tempat di kota tapi di
daerah tertentu dengan standar yang sama dan tentu itu harus ada namanya system akreditasi. Dan ini
tentu standar kalau memang tidak, tentu hal ini akan mendapatkan boleh kata kata sesuatu dikemudian
hari. Nah ini perlu kami sampaikan, sehingga kalau ada standar yang sama, baik itu nanti di daerah
Indonesia timur, Indonesia tengah, Indonesia barat, Jakarta atau intohardjo atau pun Gatot Subroto dan
atau rumah sakit TNI/Polri yang ada mempunyai kelas-kelas tertentu, sesuai dengan tentukan ini juga
mempunyai rasa dari kami agar peserta Jaminan Kesehatan Nasional bisa mendapatkan pelayanan yang
baik, bermutu dan berkualitas atau kekuasaan peserta dan dan keselematan peserta itu sendiri.
Keempat adalah system rujukan berjenjang berbasis kompetensi pada Faskes milik TNI/Polri.
Kami ingin dalam hal ini efisiensi jangan sampai nanti juga tidak mempunyai suatu kebijakan bahwa kita
adalah prinsip efisien itu adalah amanat Undang-Undang nomor 24 tahun 2011, dan juga Undang-Undang
SJSN yang ada nomor 40 tahun 2004. Jadi ini yang perlu, sehingga kami ingin bahwa sesuai regulasi yang
ada semua.
Dan demikian kami sampaikan, dan sekali lagi ada gambaran.
Terima kasih, mohon maaf, bila sesuatu hal yang kurang berkenan, dan kami nanti aka nada
share, silakan dan untuk kebaikan kita bersama.
Demikian, terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Om santi, santi om.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Wa’alaikum Salam.
Terima kasih Pak Dirut.
Saya kira kalau saya dengar tadi ada evaluasi, kemudian juga ada revisi dari Permen tahun 2013,
dan baru saja mungkin kalau lihat tahunnya 2017, dan kemudian ada hal-hal yang akan diberbaiki dan
sebagainya.
Menuju yang lebih baik itu barangkali sedang dikerjakan, tapi mungkin kita perlu sharing nanti
bersama-sama supaya lebih baik lagi dalam waktu segera secapat-cepatnya, seterhormat-terhormatnya
dan sebaik-baiknya. Saya kira itu untuk kepentingan kita semua.
Rekan-rekan yang saya hormati,
Nanti kami persilakan, sekarang mungkin ada pendalaman yang pertama Pak Supiadin, dan yang
kedua nanti Pak Hidayat Nur Wahid.
Kami persilakan.
F-NASDEM (MAYJEN TNI (PURN) SUPIADIN ARIES SAPUTRA):
Terima kasih Pimpinan.
Terima kasih untuk Sekjen Kemen Kes, Dirut Asabri, Dirjen Kuathan dan BPJS kesehatan atas
presentasinya.
Pertama saya memulai dulu filosofi mengapa tentara itu punya rumah sakit. Itu harus dipahami
dulu. Kenapa, karena untuk menjamin kesiap siagaan operasional bahwa satu tentara itu kalimatnya dia
harus sehat. Nah untuk itu oleh karena itu dia tidak boleh birokrasinya terlalu panjang, termasuk
19
keluarganya. Ini memang menjadi dasar filosofi. Mengapa tentara itu punya rumah sakit. Kita kalau tidak
salah TNI itu sampai level rumah sakit itu sampai level korem. Kemudian ditingkat Kodim ada yang
namanya Kasdim. Nah ini filosofi ini saya pikir harus menjadi dasar pemikiran kita. kebijakan-kebijakan
dalam kontek PBJS saya kira bagus semua, cuma tadi jelas ada rvaluasi dari Kapuskes TNI, Dirkes
Dephan. Sudah ada evaluasi, kemudian dari Asabri juga ada evaluasi. Oleh karena itu pertama saya pikir
kebijakan ini perlu di evaluasi lagi, dipelajari.
Yang kedua, masukan-masukan dari Dephan maupun TNI mau pun Asabri, ini juga perlu disikapi
secara terbuka. Nah oleh karena itu saya pikir kita perlu duduk semua. Kehadiran BPJS ada yang positif
mewajibkan rumah sakit TNI untuk melayani kesehatan untuk umum, yang sebenarnya itu sudah dilakukan
oleh TNI yang melalui yang namanya Yankesmasum. Jadi ditiap-tiap rumah sakit TNI itu ada namanya
Yankesmasum, dimana pertanggungnya itu adalah PNBP, melalui PNBP bukan melalui PBN ya. Jadi ada
PNBP pendapatan Negara bukan pajak. Itu ada dalam Yankesmasum. Oleh karena saya pikir bagi prajurit
kalau yang di asrama tidak masalah Pak. Cuma masalahnya adalah dia jadi panjang birograsinya. Tentara
untuk berobat di rumah sakitnya sendiri harus dapat rujukan dari yang terdekat, misalnya contoh dari
Puskesmas, sementara yang lalu dia datang saja ke rumah sakit tentara, berobat langsung. Kita
bayangkan ada keluarga prajurit yang tinggal di luar asrama, suaminya bertugas melaksanakan operasi,
isterinya tinggal di luar, kemudian anaknya sakit, dia harus naik motor membawa anaknya mungkin bukan
satu anaknya yang dibawah itu, dua, termasuk yang tidak sakit, karena mungkin ditinggal di rumah tidak
ada pembantu. Ini Kes, dia harus membawah motor, bawah anaknya dua, hanya untuk minta rujukan.
Sementara yang lalu-lalu dia dengan begitu, langsung saja ke rumah sakit tentara, tidak perlu
pakai rujukan. Nah oleh karena itu perlu diambil jalan tengah Pak, jadi dicari bagaimana sebaiknya karena
tadi kembali lagi prajurit dalam satu kali 24 jam dia harus siaga, kalau dia sakit harus segera di sembuh
dalam rangka menunjang tugas. Perlu Bapak ketahui. Jadi kalau dalam sebuah asramah ada siaga satu,
itu ada kekuatan inti, ada cadangan. Ada yang namanya cadangan dari cadangan. Cadangan dari
cadangan itu adalah mereka-mereka yang keterbatasan kesehatannya tapi tetap disiapkan untuk
membantu cadangan yang sudah disiapkan, cadangan kekuatan. Itu namanya cadangan dari cadangan.
Jadi kalau militer itu operasi yang ada cadangan yang bergerak, di asramah itu ada cadangannya juga.
Nah ini semua harus terjamin kesehatannya tentang perbedaan pelayanan entah dari Asabri sebelum dan
sesudah, kemudian dari kesehatan Dephan, juga sebelum dan sesudah. Ini saya kira harus menajadi
masukan.
Alternative pertama adalah saya pikir wajar kita lakukan evaluasi, ini kan baru jalan dua tiga tahun
Pak ya. Dua tiga tahun sudah terasa ada hal-hal yang sedikit mengganggu. Oleh karena ini perlu saya
pikir dipecahkan pada level kebijakan. Karena kadang-kadang pada level kebijakan itu tidak mengalami
hal-hal yang menyangkut teknis kecil di lapangan, yang merasakan teknis-teknis kecil ini yang banyak
masalah, kebijakannya sudah benar, tapi terkadang pada teknis di lapangan ada masalah. Nah itulah yang
tadi dipresentasikan saya kira dari Dirjen Kuathan, dari Asabri, dari Kesehatan Dephan. Jadi alternative
pertama melakukan evaluasi Pak. Yang kedua, perlu dilakukan ambil jalan keluarnya untuk mengahadapi
masalah-masalah yang disampaikan tadi. Sehingga kedepan benar-benar BPJS ini menjadi. Kita tahu
anggaran kesehatan kita kan Pak sekjen sudah 2 ton ini kan baru 5% ya, saya tahu persis karena saya di
Badan anggaran. Itu 2016 Pak, baru kita naikan menjadi 5%. Tadinya anggaran kesehatan itu 3,5 %
bayangkan. Sementara anggaran pendidikan 20% dari 2000 triliun, berarti pendidikan itu sendirian 400
triliun, kesehatannya hanya 5%. Nah ini wajar kalau terjadi handicap-handicap di lapangan, karena yang
5% dari 2000 triliun. Berarti kan kira-kira hanya beberapa tidak sampai 100 triliun, cukup kecil menurut
saya. Kita memang menginginkan di Badan anggaran, departemen kesehatan itu naik terus anggarannya.
Jadi kesimpulan saya tadi pertama, ini perlu duduk kembali antara BPJS dengan stakeholder
Dephan, Mabes TNI untuk mempelajari kembali ini, mempelajari kelemahan-kelemahan yang terjadi di
lapangan. Kemudian yang kedua segera menurut saya ambil-ambil langkah.
Apa yang kita lakukan hari ini Pak, ini adalah hasil peninjauan kami di lapangan Panja
kesejahteraan prajurit. Ini hasil kunjungan kerja kami panja kesejahteraan prajurit turun ke lapangan. Di
berbagai daerah kita turun kerumah-rumah sakit TNI, kita turun juga kepada keluarga TNI. Inilah hasilnya
tadi yang disampaikan. Oleh karena itu hari ini kita kumpul untuk itu, dan saya berharap hari ini kita RDP
seperti ini perlu ada langkah solusi yang betul-betul komprehensif untuk mengatasi hal-hal yang tadi di
laporkan oleh pihak Asabri, pihak Dirjen Kuathan maupun pihak dari kesehatan departemen pertahanan.
Saya kira itu Pimpinan dari saya,
20
Terima kasih.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Terima kasih Pak Supadin.
Kami persilakan Pak Hidayat Nur Wahid.
F-PKS (DR. H.M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.):
Terima kasih Pak ketua.
Rekan-rekan anggota Komisi I yang saya hormati,
Bapak Dirjen Kuathan, Kemhan, beserta seluruh jajarannya, dan rekan-rekan dari Kementerian
Sosial dan seluruh jajarannya, rekan-rekan dari BPJS dan dari Asabri dan jajarannya.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah wassholatu wassalamu ala sayyidina rasulullah wa’ala alihi washohbihi… amma ba’du.
Saya melanjutkan apa yang disampaikan oleh Pak Supiadin. Pertama dari kami di Komisi I, kami
dalam konteks ini adalah anggota DPR yang latar belakangnya bukan militer, Bapak Supiadin tadi dari
militer, kami dari latar belakang sipil non militer.
Memang mitra kerja kita di Komisi I kan TNI, Kemenhan untuk itu, kalau kesehatan tidak secara
langsung adalah mitra kerja kami. Karenanya harapan kami tentang hal ini adalah keberpihakan kami
kepada TNI dengan seluruh matranya begitu ya, tentu kedua tentu kementerian wahana. Dari situ maka
kami tentu sangat berharap bahwa apa yang menajadi keperluan dari pada rekan-rekan TNI, baik itu terkait
masalah kesejahtaraannya, baik itu terkait dengan masalah keuangannya, baik terkaitan dengan
kesehatannya itu betul-betul terpenuhi secara maksimal, karena selain yang dirasakan oleh rekan-rekan
anggota DPR dari yang berlatar belakang TNI, kami pun yang berlatar belakang sipil juga sangat
memahami betapa amat sagat pentingnya TNI sebagai institusi maupun juga sebagai individu. Karena
tanpa keberadaan mereka yang prima, Indonseia ini mau jadi apa. Kita boleh bicara tentang fasilitas
kesehatan yang bagus, tentang dokter-dokter yang hebat, tentang rakyat-rakyat yang sehat. Tapi kalau TNI
kita dengan seluruh matranya tidak sehat atau tidak mendapatkan layanan kesehatan, mereka sakit-
sakitan, Indonesia ini mau menjadi apa Pak. Sementara persaingan global semangkin menajam memang
sebagian tidak langsung fisik. Tapi jelas sekali tanpa ada fisik yang prima, kerena kesehatannya prima
tidak mungkin kita bisa mengelola bahkan peran media atau peran cyber tidak akan mungkin.
Jadi karenanya kami secara prinsip berpendapat bahwa sudah sangat seharusnya bila sudah
disampaikan Pak Supiadin dan juga disampaikan disini. Penting ada sebuah koordinasi maksimal untuk
kemudian mengatasi beragam hambatan-hambatan yang ada di lapangan yang sebagainya telah
disampaikan disini.
Di dalam laporan ini ada disampaikan tentang dulu MoU Pak ya, tapi kemudian bisa kemudian secara
sepihak ini ada laporan dari penjelsan dari Dirjen Kuathan, Kemhn di halaman ada tentang masa transisi,
dulu ada MoU antara Kemhan dengan BPJS Kesehatan. Tetapi MoU berakhir tahun 2016 dan tidak
diperpanjang secara sepihak. Saya ingin menteri mendapatkan informasi Bapak, mengapa ini
diberhentikan dan tidak berkelanjutan, pada hal perikaraan saya itu ya. MoU ini salah satu dari pintu untuk
kemudian bagaimana untuk bisa duduk bersama untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.
Nomor berikutnya tentang apa yang juga menjadi masukan dari rekan-rekan BPJS, saya kira juga
amat sangat konstuktif disini, karena pada prinsipnya rekan-rekan dari BPJS pun juga menginginkan
adanya pertama semua nya bisa berlaku dengan maksimal, termasuk juga pelayanan kesehatan untuk
rekan-rekan tekni juga bisa berlaku dengan maksimal. Semuanya juga sepakat bahwa jangan pernah ada
kemudian kita inginnya maksimal tapi ternyata terjadi pelanggar hukum. Saya kira kita semuanya juga tidak
ingin TNI terlibat dengan adanya masalah hukum, kita tidak ingin rekan-rekan dari BPJS maupun Menteri
kesehatan terlibat dengan masalah hukum. Oleh karenanya memang sekali lagi penting untuk duduk
bersama menyelesaikan masalah ini, karena rill terhadap permasalahan yang dihadapi oleh rekan-rekan
21
TNI itu adalah masalah yang betul-betul penting untuk dilakukan atau dihadirkan solusi yang betul-betul
dalam bahasa pegadaiannya begitu ya, menyelesaikan masalah tanpa masalah Pak. Kita tidak ingin
maunya menyelesaikan masalah tapi ternyat penuh dengan masalah.
Terkait dengan masalah rekan-rekan TNI saya kira juga penting dari Komisi I, terkait dengan
remunerasi yang ternyata juga belum bisa diterima secara maksimal oleh rekan-rekan dari TNI, kalau dari
laporan di Panja kesejateraan prajurit itu baru 37%, tapi dari rekan-rekan Kuathan baru sekitar belum juga
maksimal baru. Intinya masih belum maksimal remunerasi yang mestinya bisa diterima apalagi kalau
kemudian dikaitkan dengan perpres yang menyebutkan bahwa tunjangan remunerasi untuk rekan-rekan
TNI belum secara khusus masuk di dalam ketentuan dari Perpres itu.
Jadi saya kira ini pun juga penting untuk ada dari kita di komisi I, agar demikian maka remunerasi
menjadi bagian dari yang bisa diterimakan secara penuh, dan mudah-mudahan dengan koordinasi yang
lebih bagus, dngan berlanjutnya MoU tadi, maka permasalahan di lapangan yang menyulitkan penanganan
atau pun pelayanan kesehatan bagi rekan-rekan TNI dengan segalah dinamikanya, juga bisa diselesaikan
secara maksimal.
Saya kira demikain Pak dari saya.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Terima kasih Pak Hidayat.
Silakan.
F-PKB (DRS. H.M. SYAIFUL BAHRI ANSHORI, M.P.):
Terima kasih.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Pimpinan dan para hadirin yang saya hormati.
Ada tiga hal yang saya sampaikan. Yang pertama tadi soal kelembagaan Pak. Apakah
kelembagaan TNI ini sudah mereka ini sudah cocok, karena selain induknya kan Kemenhan sama TNI kan
komisi I, tapi rumah sakitnya di komisi IX, apakah ini tidak mengalami kesulitan ditingkat organisasinya.
Yang pertama.
Yang kedua, tadi hampir semua sepakat bahwa kekuarangan SDM. Yang saya tanyakan apakah
kekurangan SDM atau pemerataan Pak, karena saya lihat dokter-dokter banyak di kota-kota, sehingga
puskesmas bayak tidak kebagian. Saya ingin penjelasan itu.
Terus yang ketiga, tadi disebutkan bahwa dulu ada dewas kebijakan kesehatan dari unsur TNI ya,
kemudian sekarang tidak, itu karena apa kira-kira Pak. Mungkin dari BPJS ini kenapa apakah memang TNI
memang tidak bisa mewakili kelompokknya atau bagaimana atau ada hal yang lain.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Terima kasih Pak Syaiful.
Saya kira ada tiga penanya yang bicara soal pendalaman. Mungkin sebaiknya kami serahkan
kepada pemerintah, secara berurutan saja, pertama Dirjen, kemudian nanti Pak Sekjen, Pak Dirut dan
terakhir Pak Dirut. Untuk mungkin mau menyampaikan beberapa hal termasuk menjawab atau pertanyaan
atau pendalaman lebih lanjut.
Kami persilakan Pak Dirjen Kuathan.
22
DIRJEN KUATHAN KEMHAN (MAYJEN TNI BAMBANG HARTAWAN, M.SC.):
Terima kasih Pimpinan rapat.
Secara umum apa yang menjadi pertanyaan dari Bapak-bapak sekalian, tentunya hanya
memberikan solusi, agar kami mendapatkan suatu solusi yang terbaik diantara kami yang ada di tataran di
lapangan ini.
Pada prinsipnya kami dari Kementerian pertahanan dan juga TNI, mendukung program pemerintah
dalam hal ini masalah BPJS yang tentunya untuk kebaikan maslahat masyarakat secara keseluruhan. Dan
kami juga mendukung pelayanan untuk kesehatan tidak hanya TNI, tapi juga masayarakat yang
sebagaimaan diamanatkan dalam Undang-Undang Kesehatan amupun BPJS tersebut.
Namun demikian dalam pelaksanaannya memang terjadi beberapa hal yang menurut kami setelah
kami evaluasi ada beberapa hambatan. Sebenarnya hambatan tersebut bisa kita komunikasikan Bapak
dibawah, baik kami dengan BPJS maupun dengan Kementerian kesehatan. Hanya ini baru merupakan
satu evaluasi kami yang pertama terhadap pelaksanaan BPJS. Kami sudah melakukan komunikasi dengan
pihak Kementerian Kesehatan, dengan BPJS dalam hal ini dan memang sudah ada rekonsiliasi dan lain
sebagainya. Nah mungkin ini akan kami dalami lagi masalah ini komunikasi, memang kami perlu
komunikasi lebih banyak lagi. Dan kami berharap juga dari pihak Kementerian Kesehatan maupun BPJS ini
juga memahami kondisi yang ada di Kementerian Pertahanan maupun TNI, baik itu rumah sakitnya nuansa
budayanya terutama, kenapa kita ada rumah sakit disitu dan untuk apa kita melayani untuk siapa dan lain
sebagainya. Tentunya aturan-aturan ini sebagaimana disampaikan oleh Pak Supiadin tadi, diadakannya
rumah sakit di Kementerian Pertahanan maupun di TNI, filosofinya adalah untuk kesiapan prajurit dan
keluarga supaya tidak mengganggu operasional maupun tugas-tugas yang dilaksanakan untuk Negara,
terutama dalam keadaan emergency, baik itu untuk operasi perang maupun operasi militer selain perang.
Nah inilah yang mungkin harus kita lebih banyak komunikasi lagi sehingga masing-masing pihak
ini nanti akan lebih mengerti, lebih memahami sehingga pelaksanaan di lapangan nanti tidak banyak
hambatan. Memang ada aturan Permenkes dan sebagainya seperti tadi disampaikan tentang misalnya
saja untuk dokter tidak boleh beroperasi lebih dari tiga tempat, tapi ada aturan Permen atau pun tadi
disampaikan oleh Sekjen yang memungkinkan untuk hal tersebut. Nah, tapi pada pelaksanaannya di
lapangan, BPJS ini ada beberapa yang dari pihak kami ini tidak bisa diterima. Nah inilah komunikasi inilah
yang mungkin harus kami tingkatkan dengan pihak BPJS, dengan pihak Kementerian Kesehatan agar lebih
banyak kita mungkin berkumpul bersilahturahmi Pak, untuk supaya kita bisa lebih baik lagi.
Saya rasa aturan-aturan memang ada yang tumpang tindih atau pun memang bersilangan dan lain
sebagainya atau saling tidak kontradiksi, nah inilah yang perlu kita perbaiki, sehingga kedepan apa niat
baik dari pemerintah dengan adanya BPJS ini, ini akan lebih baik lagi. Kemudian juga kami dari pihak
Kemhan TNI dapat mengabdikan diri untuk lebih baik lagi, baik untuk pelayanan kesehatan kepada prajurit
kami maupun juga pelayanan kesehatan kepada masyarakat disekitarnya. Itu Bapak.
Kemudian tadi sudah disampaikan Pak. Saya rasa sama Pak Supiadin, sifatnya masukan untuk
evaluasi, kemudian mencari solusi jalan keluar, perlu langkah-langkah komprehensif dan ini sudah kami
laksanakan, kami memang baru melaksanakan evaluasi dan kami sudah melakukan pertemuan-pertemuan
dengan pihak Kementerian Kesehatan dan BPJS.
Kemudian juga dari Pak Hidayat Nur Wahid, tentunaya kesejahteraan pada TNI, yang diharapkan
oleh Komisi I ini adalah optimal, baik itu kesejahteraan dibidang kesehatan maupun kesejahteraan moril
dan lain sebagainya. Kemudian perlu komunikasi koordinasi maksimal dan sebagainya.
Kemudian mengenai pemutusan atau pemberhentian MoU yang dilakukan oleh BPJS. Secara
sepihak pada saat itu kami memang belum menjadi Dirjen, tapi ini memang kami tidak diberitahu lebih
dulu, sehingga kami tidak tahu bahwa ada pemutusan tersebut, sehingga seyogyanya dikoordinasikan dulu
kepada kami. Tapi kami akan lebih koordinasi lagi dengan pihak BPJS. Kedepan supaya hal ini tentunya
akan lebih baik lagi kerja sama kami kedepan.
F-PKS (DR. H.M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.):
Pak ketua.
Dengan kenyataan tadi Bapak, jadi artinya adalah bahwa serapan MoU itu sebetulnya diperlukan,
tapi ada kondisi komunikasi yang mungkin tidak maksimal kemudian sempat dihentikan. Dan dari pihak
23
Bapak berkomitmen untuk akan melakukan komunikasi lebih intensif lagi dengan BPJS agar MoU ini bisa
dilanjutkan, agar kemudian beragam permasalahan di lapangan tadi bisa diatasi begitu jawabannya. Baik
terima kasih Pak. Kita tunggu sukses dari pada MoU ini kedepan Pak.
Terima kasih.
DIRJEN KUATHAN KEMHAN (MAYJEN TNI BAMBANG HARTAWAN, M.SC.):
Tentunya itu komunikasi dan solusi yang akan kami lakukan pada BPJS, karena ini kan adalah
temuan-temuan yang dari pihak kami Pak, dan sudah kami komunikasi kan dengan pihak BPJS.
Kemudian mohon maaf dengan yang ketiga Bapak ini.
Memang sebagaimana disampaikan bahwa Menhan, TNI mengadakan rumah sakit atau pun
fasilitas kesehatan adalah filosofinya untuk kesehatan prajurit dan lain sebagainya. Untuk menjamin
kesiapan prajurit setiap saat untuk beroperasi. Namun demikian tetap regulator secara diatas siap untuk
mendokternya kemudian rumah sakitnya dan sebagainya itu tetap ada di Kementerian Kesehatan. Jadi
kami hanya sebagai unsur yang ada, untuk ini kami banyak komunikasi dengan Kementerian Kesehatan
banyak hubungan. Regulator yang mengaturan aturan-aturan kebijakan dan lain sebagainya untuk
masalah rumah sakit dan kesehatan, tentunya kami mengacu kepada aturan-aturan departemen
kementerian kesehatan. Termasuk juga kurang SDM, karena dokter semua yang mengatur adalah dari
Kementerian Kesehatan ijin praktek dan lain sebagainya dari Kementerian Kesehatan. Nah memang
sekarang kekurangan dokter daerah munkgin karena tidak adanya lagi sekarang instilah wajib militer atau
kalau dulu dokter kan calon dokter itu kan ada kewajiban untuk tahun ada di daerah, kalau sekarang
mungkin tidak ada Pak seperti itu Pak. Untuk menjadi dokter ia lebih banyak yang sekarang ada di kota-
kota, karena aturan itu sudah tidak ada lagi yang seperti itu.
Nah mungkin ini sebagai masukan dari kami, supaya kedepan tadi juga sudah disampaikan oleh
Sekjen, akan ada lagi mungkin nanti mungkin wajib lagi pada calon-calon dokter tersebut untuk mengabdi
kepada daerah-daerah dimasa depan yang akan datang, karena perlu supaya mereka mempunyai rasa
cinta kepada Negara, kepada wilayah-wilayah Negara ini, kalau mereka hanya di kota saja mereka tidak
dapat apa-apa Pak, hanya untuk mencari materi saja dan sebagainya. Mungkin hanya itu.
Terima kasih Pak.
Ini jawaban dari kami, mungkin nanti dilanjutkan.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, kami persilakan Pak Sekjen.
SEKJEN KEMENKES (DR. UNTUNG SUSENO SUTARJO, M. KES):
Izin Pimpinan.
Kami akan teruskan.
Jadi pertanyaan dari Pak Supiadin, Jaminan Kesehatan Nasional itu merupakan amanah Undang-
Undang Dasar 1949, Undang-Undang nomor 40 serta nomor 24. Di dalam Undang-Undang nomor 40 ini
ditetapkan bahwa ini bersifat wajib seluruh penduduk termasuk TNI bahkan WNA yang sudah tinggal di
Indonesia paling sedikit 6 bulan. Jadi semua mesti jadi anggota, karena ini adalah asuransi sosial.
Mekanisme pelayanan memang dalam kalau dilihat memang ini menerapkan system rujukan yang
efisien. Dimana memang bertingkat dan diharapkan memang tidak ada yang langsung kerumah sakit,
kalau langsung kerumah sakit nanti biayanya mahal. Jadi kita memang memperkuat pelayanan primernya.
Namun kalau dia darurat itu langsung kerumah sakit, jadi sebetulnya tidak menjadi masalah. Yang batuk
pilek, masa kita langsung ke spesialis itu kan mahal biayanya. Jadi kita tetap menjaga supaya pelayanan
itu proposionalnya itu yang benar. Kalau memang dia sakitnya untuk pelayanan dasar, ia dia hanya
pelayaran dasar. Tujuannya itu. Makanya itu kalau tidak biayanya akan luar biasa ya. Dan saya yakin
BPJS nanti akan lebih sulit lagi untuk bayar.
Jadi maka itu kami si setuju tadi usul yang baik memang kalau mau dievaluasi dalam situasi
kondisi tentara ini seperti apa kita bisa karena memang Perpres itu membolehkan. Jadi nanti kita bicarakan
soal kalau memang dikaitkan dengan operasi militer nah itu bisa.
24
Kemudian mungkin kami ingin menginformasikan bahwa, sebetulnya Askes itu sudah berhenti
sudah bubar Pak. Jadi kalau dibilang dulu ada dewas itu dulu ada PT. Askes. PT. Askes itu sebetulnya
bukan terus diteruskan menjadi BPJS, bukan. Jadi PT. Askes itu dibubarkan, kemudian BPJS itu dibangun
kembali. Memang waktu masa transisi karena kita susah mencari direktur apa segalah, mereka ikut selama
2 tahun harus melaksanakan semua arapatnya. Kemudian setelah 2 tahun ini semua dijadikan itu adalah
BPJS. Mungkin nanti BPJS bisa mengatakan. Jadi sebetulnya ini badan baru, badan baru sama sekali.
Nah, memang ada ketentuan di dalam Undang-Undang ini bahwa Undang-Undang nomor 24,
bahwa dewas ini terdiri dari 6 orang, dua dari pemerintah dan dua dari karena ini asuransi jadi bekerja dan
dua dari masyarakat itu yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut. Untuk mendapatkan ini memang
ada faktor nanti penentuan oleh DPR RI dan segalanya ada ditentukan Perpresnya, saya lupa nomor
Perpresnya tapi itu ada.
Selanjutnya untuk kekurangan SDM tadi pemerataan bagaimana ada yang lebih. Memang ini
masalahnya Pak, sekarang karena dulu kita punya wajib kerja sarjana, karena kita dimasukkan dalam
katagori HAM jadi waktu itu kita dianggap melanggar HAM. Jadi wajib kerja sarjananya ditiadakan lagi.
Nah, ini memang sulit karena kalau kita buat lagi wajib kerja sarjana untuk dokter, mereka bilang kenapa
hanya dokter, kenapa tidak sarjana hukum, kenapa tidak semua sama seperti itu.
Nah, ini yang sekarang kita cari jalan keluarnya tapi sudah saya sampaikan diawal bahwa
Kemenkes sekarang sedang bicara dengan Menpan supaya kita diperbolehkan punya ikatan dinas. Jadi
sebelum dia lulus dia sudah kita ikat dia jadi pegawai negeri, sehingga ini lebih mudah nanti kita salurkan
kepada TNI atau kemana yang memang membutuhkan tenaga, kalau tidak kita juga susah dengan sistem
yang sekarang.
Kami rasa itu saja yang bisa kami sampaikan.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, terima kasih.
Kami persilakan Dirut PT. Asabri.
Baik, tidak ada?
Kami persilakan kepada Dirut BPJS.
DIR. KUMHAL BPJS (DR. BAYU WAHYUDI, SP.OG.):
Terima kasih Pimpinan.
Izin kami memberikan masukan dan juga jawaban dari kami. Pertama, dari Bapak Supiadin
tentang filosopi kami mensupport sekali Pak, terhadap akses TNI untuk mendapatkan fasilitas kesehatan.
Tentu ada beberapa regulasi tadi yang disampaikan oleh Bapak Sekjen, ada Permenkes 01 Tahun 2013
tentang Sistem Rujukan Layanan perorangan. Karena kami pengalaman saya pernah di rumah sakit Hasan
Sadikin jadi Direktur Utama, itu masyarakat kalau tidak diatur regulasi Pak, banyak yang mau datang ke
rumah sakit atau dianggap memuaskan mereka. Sehingga rumah sakit Hasan Sadikin itu sebagai
Puskesmas raksasa Pak, sehari lebih dari 3000 orang sehingga Puskesmas lain itu juga tidak ada, baik itu
di kabupaten kota maupun di sekitar Bandung Raya, sehingga ada regulasi yang mengatur Permenkes 01
Tahun 2013 kalau tidak salah tentang sistem rujukan pelayanan perseorangan. Sehingga agar akses
masyarakat bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan di tempatnya kemudian dapat mengangkat juga harkat,
marwah Puskesmas untuk menginprovisasi atau meningkatkan kualitasnya. Jadi nanti disiapkan sarana
prasarana dan juga dokternya, SDM-nya sehingga bisa memberikan keselamaatan pasien dan juga
keselamatan pasien. Karena kita ketahui bahwa Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan bahwa alokasi anggaran APBD itu 10% dari anggaran total APBD untuk kesehatan, sedangkan
APBN 5% yang sudah Bapak sampaikan. Sehingga tadi untuk agar equity masyarakat bisa mendapatkan
distribusi yang baik, baik di daerah dan daerah-daerah lain di seluruh Indonesia sehingga penyebarannya
itu baik. Tadi sudah disampaikan oleh Bapak Sekjen.
Kemudian ada yang mengatur tentang PMK 52 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Jaminan
Kesehatan (JKN) bahwa di fasilitas kesehatan termasuk TNI/Polri itu ada sistem kapitasi. Jadi lebih
25
menguntungkan sehingga dari data yang ada itu juga bisa menyemangati tenaga sumber daya manusia
yang ada di Faskes tersebut. Karena banyak masyarakat yang berobat dan mendapatkan biaya dari
kapitasi tersebut dan ini juga diatur.
Kemudian kami sampaikan sebagai informasi, biaya pelayanan yang kami keluarkan BPJS untuk
pelayanan TNI yang aktif itu ada Rp1.191.000.000.000,- padahal dari iuran yang kami ambil atau yang
kami koleksi dari TNI itu hanya Rp328 miliar. Jadi itu manfaat yang ada di 2016, sehingga klaim ratio ini
sangat tinggi sekali 362,74% tetapi karena kita adalah prinsip asuransi sosial yaitu gotong royong, dimana
ada subsidi dari kepesertaan yang sehat membiayai yang sakit.
Kemudian tadi mengenai masalah BPJS tidak menerima kalau tidak ada tanda save. Ini mungkin
dicarikan solusi karena kami ingin save semuanya Pak, kami ingin BPJS ini bisa sistem berkesinambungan
dan terus berlangsung. Jadi organisasi ini adalah organisasi amanat Undang-Undang yang dirasakan
langsung oleh masyarakat. Kalau dulu kita lihat di media koran maupun cetak elektronik maupun media
massa selalu ada dompet sumbangan untuk si A hidrosepalus atau ada sakit apakah tetapi pada era BPJS
tidak ada sampai saat ini ada sumbangan ataupun mengumpulkan koleksi untuk membiayai dan ini terasa
sekali pada masyarakat. Dan kami ingin agar akses masyarakat ini untuk mendapatkan kepastian jaminan
kesehatan sesuai dengan sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, ini bisa terus sustain
sampai dengan anak cucu kita. Dan kami ingin hal ini terus sehingga kami ingin memfasilitasi bahwa
organisasi ini jangan sampai terjadi sesuatu masalah, sehingga kami di save, dilindungi satu aturan hukum
yang jelas, kemudian dengan kehati-hatian itu prinsipnya sesuai dengan prinsip Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang BPJS Kesehatan.
F-NASDEM (MAYJEN TNI (PURN) SUPIADIN ARIES SAPUTRA):
Interupsi Pimpinan.
Saya boleh interupsi Pak, mumpung masih ingat ini karena saya sudah tua kadang-kadang Bapak
sudah lewat, saya jadi lewat juga.
Yang pertama, tadi saya katakan secara kebijakan semua bagus, tetapi faktanya ada kelemahan-
kelemahan dilapangan dan ini harus disikapi Pak. Artinya, BPJS juga perlu turun kelapangan jangan hanya
tanda petik menerima laporan-laporan petugas saja Pak, untuk melakukan investigasi dilapangan apakah
kebijakan-kebijakan BPJS itu benar-benar dilaksanakan oleh rumah sakit yang mendapatkan fasilitas BPJS
itu.
Yang kedua, pertanyaan saya adalah andai kata di rumah sakit itu tidak tersedia obat dan yang
kita lihat apa? Pasien dibekali resep untuk membeli obat itu di apotik. Artinya, dia harus keluar uang lagi
pribadi, ini bagaimana solusinya. Berarti dia sudah ikut peserta BPJS, obat tidak ada, harus ngambil di
apotik dia bayar di luar BPJS ini. Ini ada tidak kebijakan dari BPJS bagaimana bekerjasama dengan apotik
yang kalau ada pasien BPJS ngambil obat, karena berobat BPJS bisa tidak ini. Seperti di mall kita tidak
bayar cash uang itu, kita pakai kartu kredit nanti perusahaan itu yang dia nagih. Nah, ini satu kendala Pak,
makanya ketika saya aktif Pak, saya paling marah kepada rumah sakit tentara yang dia memberikan resep
obat kepada prajurit dan keluarnya. Itu saya marah betul, baik di rumah sakit Korem waktu saya di
Purwokerto, maupun ketika di Kodam, karena sudah ada anggarannya. Ya itulah tugas negara menjamin
prajurit yang sakit menjadi sehat. Sehingga tidak boleh dia prajurit itu bawa resep dari rumah sakit ke
apotik, kecuali memang tidak ada sama sekali tapi harus ada solusi tadi Pak.
Yang berikutnya yang ketiga, saya masih melihat pelayanan. Ini mungkin rumah sakitnya ya Pak,
itu hampir rata-rata pasien yang mau ke UGD rata-rata diminta dulu bayar DP. Bagaimana ini kaitan pasien
BPJS? Ini orang sudah mau sekarat diminta DP, harusnya kan dilayani dulu baru diberitahu. “Ini keluarga
Bapak sudah kami masukkan ruang gawat, tolong Bapak selesaikan administrasi”, kan enak begitu. Tapi
faktanya rumah sakit itu kalau saya lihat hampir mayoritas fungsi sosialnya sudah hilang, yang ada fungsi
bisnisnya yang jalan. Fungsi sosialnya tidak berjalan Pak, saya sendiri mengalami masalahnya. Mengalami
anak saya kena usus buntu akut, saya sedang dinas, istri saya yang bawa ke rumah sakit tentara. Saya
tidak tahu dia tahu atau tidak itu istri saya, saya tidak tahu. Suruh bayar DP, marah betul saya waktu itu.
Nah, ini saya pikir hampir kasus ini terjadi di semua rumah sakit, hampir semuanya terjadi di rumah
sakit. Jadi selalu saja persoalannya di UGD itu, diminta DP dulu sementara orangnya sudah mau sekarat
mau mati. Jadi ini tolong fungsi sosial rumah sakit ini diangkat kembali, termasuk sekolah kita ini sekarang.
26
Sekolah itu fungsi sosialnya sudah tidak ada, yang ada fungsi bisnis. Ini sama rumah sakit dan sekolah
sama.
Itu saja tambahan dari saya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, mungkin akan disampaikan lagi Bapak Dirut.
DIR. KUMHAL BPJS (DR. BAYU WAHYUDI, SP.OG.):
Izin Pimpinan.
Terima kasih Pak Supiadin, ada beberapa hal tadi tentang pelaksanaan di rumah sakit tadi tidak
ada obat. Kalau memang rumah sakit tersebut tidak ada obat Pak, konsekuensinya idealisnya seharusnya
adalah memberikan resep, obat boleh beli diluar tapi kembalikan biaya si orang tersebut kepada keluarga
pasien atau si pasien, itu konsekuensi karena sudah pakai sistem inasibijis, kita membayar prospektif
payment. Jadi tidak hanya untuk before service dan itu konsekuensinya.
Hanya beberapa hal yang perlu kita sadari tadi Bapak sampaikan bahwa ada rumah sakit ini
sifatnya banyak Pak, satu Pemerintah dan swasta. Pemerintah milik TNI/Polri, kemudian milik vertical
Kementerian Kesehatan. Dan yang satu lagi RSUD milik Pemerintah Daerah Kabupaten Kota atau
Provinsi. Untuk rumah sakit yang swasta itu bekerjasama BPJS itu ada regulasi dan aturan-aturan yang
kami buat untuk melindungi akses peserta BPJS untuk mendapatkan pelayanan yang baik dan benar.
Kalau rumah sakit swasta melaksanakan yang Bapak sampaikan tadi kami bisa langsung melakukan
pemutusan hubungan kerja setelah kami surati investigasi. Kami mempunyai hotline service 1500-400.
Kemudian juga di Instagram, kemudian media sosial maupun hotline lainnya. Ini kalau ada rumah sakit
Pak, biasa kami hanya yang menjadi permasalahan adalah kalau rumah sakit milik Pemerintah. Jadi punya
Pemerintah TNI/Polri ataupun rumah sakit Kementerian Kesehatan ataupun rumah sakit umum daerah.
Kami biasanya melakukan suatu sosialisasi memberikan peringatan-peringatan tetapi sebatas itu,
karena pemiliknya adalah Kementerian Kesehatan. Dan biasanya galak-galak ini rumah sakit Pemerintah.
Nah, ini yang perlu disadari kami sudah ambil contoh KIS waktu kunjungan Bapak Presiden ke rumah sakit
Manokwari, waktu kami ada di Morotai itu disampaikan oleh Bapak Presiden bahwa ada peserta BPJS itu
didapatkan resep untuk menebus obat diluar dan Bapak Presiden marah sekali waktu itu, bahwa kalau ada
direktur rumah sakit atau rumah sakit dokter yang menuliskan, direkturnya akan saya pecat dan dokternya
juga akan saya pecat. Dan itu kami lakukan tindaklanjut dan memang tadi Pak, ini kebetulan TNI rumah
sakit di Manokwari. Sehingga kami menjelaskan kadang mereka mengeluh juga Pak, dokter spesialis dan
sebagainya kurang bisa boleh dikatakan agak susah mengelolanya.
Dan juga tadi mengenai obat, sebenarnya kalau konsekuensi amanat Undang-Undang dan
regulasi yang ada adalah boleh ambil diluar tapi uangnya dikembalikan. Dan ini juga sudah kami
sampaikan dan ini tapi memang ada satu dua dari 178 juta peserta dan mendapatkan pelayanan 192
pemanfaatan, ini ada satu dua yang ini perlu mungkin kita harus track dan kita cari solusi yang terbaik
umpamanya kalau TNI/Polri, Dirjen Kuathan memajang photonya membuat rumah sakit TNI/Polri ini
melaksanakan program JKN KIS tanpa dipungut biaya dengan ketentuan yang berlaku. Dan ini sudah kami
lakukan di beberapa rumah sakit di Papua, rumah sakit umum daerah dengan memasang photo kepala
daerahnya, bupati, walikota. Dan itu sakti Pak, tidak ada lagi dokter-dokter lain yang melakukan ataupun
yang agak nakal. Dan untuk ketersediaan obat kami tidak bisa melakukan komentar lebih lanjut, karena ini
ada kebijakan yang mengatur regulasinya itu di Kemeterian Kesehatan dengan sistem tertentu. Dan kami
tidak menanggapi hal ini, karena diluar domain kami.
Kemudian mengenai masalah tadi disampaikan pelayanan tadi Pak. Jadi salah satunya adalah
kalau memang rumah sakit swasta kami bisa langsung. Kalau memang dia terbukti melakukan kesalahan,
kalau istilah Ibu Susi itu kami tenggelamkan kapal tersebut dan kami bisa menstop memberhentikan
kerjasama, kita putus PHK tidak ada hubungan kerja dan ini yang sudah kita lakukan beberapa rumah sakit
yang nakal. Dan ini juga mendidik agar kehadiran negara terhadap peserta BPJS dirasakan langsung oleh
masyarakat.
27
Kemudian mengenai masalah MoU dari Bapak Hidayat Nur Wahid, bahwa sebenarnya MoU ini
pada tanggal tahun 2016 itu masa berlakunya habis, berakhir pada tanggal 11 Juni 2016, 3 tahun. Dan
sampai saat ini tentang pembahasannya sudah dilakukan 3 kali dan diputuskan bahwa aturan tersebut bisa
dilaksanakan di masing-masing daerah sesuai kebijakan tidak perlu secara nasional, karena waktu itu
adalah masalah transisi sehingga perlu peralihan-peralihan. Dan saat ini sudah berjalan dan sampai saat
ini pun di Juli 2017 masih dilakukan pelaksanaan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang
ada. Tetapi bila hal ini diperlukan secara administrative pada Pimpinan TNI secara langsung, ini tentu akan
kita bicarakan dan tidak ada permasalahan yang perlu klausulnya saja, mungkin tidak perlu masa transisi
dengan peralihan tapi sudah langsung berjalan sesuai dengan ketentuan, karena sudah berlangsung saat
ini sudah 3 tahun lebih, 1 Januari 2014 saat ini sudah Juli 2017. Jadi itu yang kami sampaikan dan kami
terbuka Pak, transparan dan akuntable dan akan menerima masukan-masukan untuk perbaikan kedepan.
Mengenai masalah Dewan Pengawas, ada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 yang mengatur
tentang badan penyelenggaran jaminan sosial. Disebutkan tadi oleh Bapak Sekjen Kemkes bahwa pada
Pasal 26 Ayat (1) “untuk memilih dan menetapkan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi,
Presiden membentuk panitia seleksi yang bertugas melaksanakan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang ini”. Ayat (2) “keanggotaan panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) terdiri dari 2
orang unsur Pemerintah dan 5 orang unsur masyarakat”. Ayat (3) “keanggotaan panitia seleksi
sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Presiden”. Pada Pasal 29 juga
disebutkan “Panitia seleksi sebagaimana dimaksud Pasal 28 mengumpulkan, menerima pendaftaran
calon-calon dewan pengawas dan calon direksi paling lama 5 hari kerja”. Jadi sudah ditentukan tadi untuk
dewan pengawas ditentukan nanti 7 orang, 2 orang dari unsur Pemerintah, 1 dari unsur tokoh masyarakat,
2 dari pemberi kerja dan juga dari unsur buruh. Jadi ini nanti dilakukan seleksinya oleh tim seleksi,
kemudian diusulkan kepada DPR RI dari beberapa orang kemudian dipilih 7 orang sebagai dewan
pengawas. Dan ini ada Undang-Undang-nya.
Jadi bila mungkin nanti dari unsur TNI/Polri yang mempunyai spesifikasi atau pun kaulifikasi yang
sesuai dengan amanat Undang-Undang silakan saja dan kami dalam hal ini hanya salah satu dari hasil tim
seleksi yang dilakukan oleh pansel dan dipercaya oleh Bapak Presiden untuk duduk sebagai direksi 8
orang direksi, 7 orang dewan pengawas.
Begitu Pak, yang perlu kami sampaikan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, selama ini barangkali apakah tidak ada dicalonkan dari unsur kesehatan TNI atau Undang-
Undang-nya tidak memungkinkan?
DIR. KUMHAL BPJS (DR. BAYU WAHYUDI, SP.OG.):
Memang pada saat peralihan itu Pak, memang kami masih diikutkan disitu tapi keluarnya Perpres
dan Permen itu kami juga memang sudah tidak dilibatkan lagi, karena kami tidak tahu pada saat
pembuatan Perpres dan Permen dari kesehatan karena kami tidak dilibatkan disitu. Kalau dari sisi
peraturan di Kementerian Pertahanan atau TNI masih memungkinkan untuk itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, nanti kita bicarakan lebih lanjutlah, kita selesaikan secara adatlah.
F-NASDEM (MAYJEN TNI (PURN) SUPIADIN ARIES SAPUTRA):
Satu lagi Pak.
28
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Silakan.
F-NASDEM (MAYJEN TNI (PURN) SUPIADIN ARIES SAPUTRA):
Saya khusus kepada Pak Sony untuk Asabri saya ingin tanya ini bagaimana ya kebijakan
perumahan untuk prajurit. Jadi bisa dijawab disini bisa juga tidak, kalau memang ada hal yang ini. Kita
ingin prajurit itu dia bisa dapat rumah pribadi semasa dia masih dinas. Karena begini, saya pengalaman
ketika pensiun 2010 itu dikumpulkan saya tidak tahu berapa ya sekarang iuran Asabri dan segala macam.
2010 saya pensiun gaji 3,8 juta kemudian Asabri dihitung-hitung itu Asabri, TWP, karena waktu itu iurannya
kecil sekitar 5000. Jadi waktu pensiun 2010 itu hanya dapat 16 juta, itu saya bingung ini mau dibelikan
rumah beli dapurnya saja atau beli tempat cuci piringnya saja, kan begitu bingung saya. Nah, ini
pengalaman ini saya pikir ini semua dirasakan oleh prajurit. Kalau memang bisa dijelaskan silakan tapi
nanti kita diskusikan lagi. Saya ingin tahu dari Asabri karena selama ini Asabri jarang kita panggil kesini
baru sekali ini.
Tolong Pak Sony, terima kasih.
DIRUT PT. ASABRI (SONNY WIDJAJA):
Terima kasih.
Yang kita jalani Angkatan Darat TWP itu dikelola oleh Angkatan Darat, tetapi sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2015 Asabri mengeluarkan sifatnya namanya pinjaman uang
muka. Jadi kalau jaman Bapak dulu, termasuk jaman saya kurang lebih 15 juta itu perwira. Sekarang ini
untuk pinjaman uang muka bagi prajurit TNI/Polri itu untuk golongan I atau Tantama itu 20 juta. Kemudian
Bintara atau golongan II 25 juta. Sedangkan perwira pertama atau golongan III itu 30 juta. Pinjaman Pak,
sifatnya pinjaman nanti diambil dari akumulasi tabungan hari tuanya. Perwira tinggi atau PNS yang
golongan IV 40 juta. Terserah mereka, tapi itu mereka bekerjasama dengan BTN, setelah akad kredit baru
pinjaman uang muka kita clearkan. Dan tahun ini sudah mulai bergulir kita sudah berikan alokasi pada
Mabes TNI, Kemhan maupun Mabes Polri untuk tahun 2017 itu ada sekitar 79 miliar atau kita alokasikan
untuk memenuhi kebutuhan pinjaman uang muka bagi prajurit TNI/Polri.
Itu penjelasan kami Pak, jadi Asabri tidak menyelenggarakan perumahan.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Cukup?
Bapak dan Ibu yang kami hormati.
Saya kira waktu sudah hampir jam 13.00 WIB. Mau ditambahkan?
KEMHAN:
Terima kasih Pimpinan Sidang.
Kami menambahkan sedikit selaku Dirkes. Sebenarnya adanya BPJS ini memang lihat dari angka
menguntungkan. Jadi seperti dikatakan terimanya besar, tapi jangan lupa terima besar itu karena ada
pelayanan masyarakat umum yang meningkat bukan TNI yang meningkat. Sehingga tidak bisa langsung
dihitung iuran TNI sedikti dan segala macam.
Yang kedua, kami tidak ada keinginan untuk berhenti dari BPJS, karena aturan Undang-Undang
menentukan demikian. Yang kami inginkan adalah kepada-khasan pelayanan kesehatan TNI diakui.
Karena itu MoU tidak bisa berhenti karena sudah masa transisi, karena kekhasan ini walaupun masa
transisi habis tetap ada. Seperti kekhasan bahwa prajurit itu harus mendapatkan pelayanan maksimal
termasuk transportasi dan segala macam, termasuk SIP yang tadi dikatakan oleh Sekjen Kemkes bahwa
29
SIP bisa surat penugasan. Pada pelaksanaanya di daerah Dinkes atau BPJS tidak mengakui. Begitu tidak
ada SIP tidak dibayar klaimnya dari Faskes TNI.
Jadi banyak hal-hal yang sudah tertulis bagus pelaksanaan dilapangan tidak sesuai. Itulah
gunanya kami ada MoU, MoU ini tidak bisa “oh sudah 3 tahun selesai”, padahal tadi dikatakan ada
Permenkes yang baru baru Faskes tingkat pertama diperpanjang sampai 2018. Nah, 2018 saja belum
Kemkes saja yang punya sarana dan prasarana jauh lebih lengkap kesehatannya dari kami juga belum
siap. Bagaimana bisa MoU terus tidak diperpanjang.
Jadi keinginan kami adalah mohon diberikan kesempatan mari kita rapat antara Kemhan dan TNI
Bersama BPJS dan Kemenkes membicarakan tindaklanjut termasuk pemberlakuan MoU untuk kekhasan
TNI diakui. Termasuk kalau ada pengumuman tentang pengangkatan dewan pengawas kami diberitahu
sehingga bisa memasukkan nama. Itu saja yang ingin kami tambahkan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, terima kasih.
Bapak dan Ibu yang kami hormati.
Saya kira nanti kita buat kesimpulan yang komprehensif. Saya kira saya akan bacakan draft
kesimpulan. Mohon nanti persetujuan dan kemudian juga mohon tambahan atau pengurangan untuk
kepentingan kedepan. Pada prinsipnya saya kira BPJS itu suatu hal yang positif dan ini menjadi keputusan
negara dan kemudian tentu ada hal yang perlu perbaikan.
Draft kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Kementerian Pertahanan,
Kementerian Kesehatan, PT. Asabri dan BPJS Kesehatan tanggal 17 Juli 2017.
1. Komisi I DPR RI menerima penjelasan Dirjen Kuathan Kementerian Pertahanan, Sekjen
Kementerian Kesehatan, Dirut PT. Asabri dan Dirut BPJS Kesehatan terkait upaya pelaksanaan
peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kesehatan bagi Anggota TNI dan keluarganya.
Karena kami ini berbicara dalam konteks Panja Kesejahteraan dan Pelayanan Kesehatan untuk
prajurit TNI. Kami menerima penjelasan dari Bapak-bapak dan kami mengucapkan terima kasih.
2. Dalam rangka menyelesaikan permasalahan terkait dengan pelayanan kesehatan Komisi I DPR RI
mendesak Kementerian Pertahanan, Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan untuk secara
Bersama-sama melakukan pembaharuan kerjasama/MoU, meningkatkan evaluasi pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kartu Indonesia Sehat (KIS), serta rekonsiliasi dan
sinkronisasi data kepesertaan Anggota TNI Bersama kelauargnya dalam BPJS Kesehatan.
Kami menggunakan istilah rekonsiliasi, karena seperti yang disampaikan oleh Bapak Dirut BPJS
Kesehatan saya kira. Nah, yang kedua ini mohon tanggapan barangkali bagaimana.
F-NASDEM (MAYJEN TNI (PURN) SUPIADIN ARIES SAPUTRA):
Mungkin perlu ditambah Pimpinan, klausul kalimat yang mengatakan setelah tadi itu semua “agar
melaporkan hasil rekonsiliasi itu…”.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Nanti ada.
Pak Dirut bagaimana? Oke.
Dari Kemhan?
KEMHAN:
“Kepesertaan” Pak, bukan “peserta”.
30
SEKJEN KEMENKES (DR. UNTUNG SUSENO SUTARJO, M.KES.):
Begini Pak, inikan sebetulnya masalahnya adalah kerjasama antara Kementerian Pertahanan
dengan BPJS. Kalau kita Kementerian Kesehatan dengan Kementerian Pertahanan oke-oke saja tidak jadi
masalah. Kalau begini kita mesti bikin baru lagi MoU-nya, karena MoU kita sudah berjalan.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Jadi secara langsung tidak ada keterlibatan dari kementerian.
SEKJEN KEMENKES (DR. UNTUNG SUSENO SUTARJO, M.KES.):
Iya, ini kayaknya lebih beratnya kearah MoU antara BPJS dengan Kementerian Pertahanan.
KEMHAN:
Izin Pimpinan Sidang.
Permasalahanya kalau kami hanya rapat dengan BPJS, BPJS selalu mengatakan bahwa
membuat aturan adalah Kementerian Kesehatan. Sehingga datelock, sehingga memang walaupun nanti
MoU-nya antara BPJS dengan Kementerian Pertahanan, kami mohon Kementerian Kesehatan ikut.
Karena kadang-kadang Permenkes…
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Ya, jadi mungkin ikut saja Pak, jadi saksi.
SEKJEN KEMENKES (DR. UNTUNG SUSENO SUTARJO, M.KES.):
Yang ilegal kan kalau kita bikin MoU baru, berartikan MoU yang lain kita tinggalkan. Padahal
sudah bagus MoU kita yang ada, kan ini soal komunikasi saja kalau menurut saya dengan kita dan
dengan….
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Saya kira bukan MoU baru tapi pembaharuan atau dengan kata lain itu mungkin katanya bukan
pembaharuan atau revisi atau bagaimana? revisi ya? Oke, kita ulang bukan pembaharuan tetapi
melakukan revisi.
F-NASDEM (MAYJEN TNI (PURN) SUPIADIN ARIES SAPUTRA):
Saya kira bukan revisi Pimpinan, evaluasi. Kalau nanti dalam evaluasi itu ternyata mengharuskan
direvisi, itu hasil dari evaluasi saya kira. Jadi tidak langsung dari kata-kata revisi, dievaluasi dulu.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
MoU-nya itu sudah habis Pak. Jadi sebetulnya konon lebih cocok pembaharuan kan. Karena MoU
yang lama sudah habis ya. Begitu Pak Sekjen.
SEKJEN KEMENKES (DR. UNTUNG SUSENO SUTARJO, M.KES.):
Jadi jangan ditaruh di depan situ tetapi mendesak Kementerian Pertahanan dan BPJS melakukan
pembaharuan kerjasama MoU dengan melibatkan Kementerian Kesehatan itu lebih enak Pak.
31
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Oke, jadi belakangan saja ya.
Jadi bagaimana?
Oke, cukup?
DIR. KUMHAL BPJS (DR. BAYU WAHYUDI, SP.OG.):
Izin Pimpinan.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Silakan.
DIR. KUMHAL BPJS (DR. BAYU WAHYUDI, SP.OG.):
Ada sedikit kalimat terakhir “dan sinkronisasi data kepesertaan Anggota TNI beserta keluarga
dalam BPJS Kesehatan” sebaiknya “dalam program JKN”.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.
DIR. KUMHAL BPJS (DR. BAYU WAHYUDI, SP.OG.):
Ya Pak, karena BPJS badan yang menyelenggarakan, jadi dalam program Jaminan Kesehatan
Nasional.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Begitu cukup Pak?
Baik, mungkin ada tambahan?
Kami akan bacakan.
1. Dalam rangka menyelesaikan permasalahan terkait dengan pelayanan kesehatan Komisi I DPR RI
mendesak Kementerian Pertahanan dan BPJS Kesehatan untuk secara Bersama-sama
melakukan pembaharuan kerjasama/MoU dengan melibatkan Kementerian Kesehatan dan
melakukan evaluasi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)….
Saya akan bacakan mohon Bersama-sama atau mungkin ada koreksi dulu. Baik, mungkin ada
masukan? Kalau tidak ada saya bacakan.
2. Dalam rangka menyelesaikan permasalahan terkait dengan pelayanan kesehatan Komisi I DPR RI
mendesak Kementerian Pertahanan dan BPJS Kesehatan untuk secara Bersama-sama
melakukan pembaharuan kerjasama/MoU dengan melibatkan Kementerian Kesehatan dan
melakukan evaluasi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat JKN-KIS
serta rekonsiliasi dan sinkronisasi data kepesertaan Anggota TNI beserta keluarganya dalam
program JKN-KIS.
Cukup ya? Baik.
(RAPAT: SETUJU)
32
3. Komisi I DPR RI akan menjadwalkan kembali rapat dengan Kementerian Pertahanan, Kementerian
Kesehatan, PT. Asabri dan BPJS Kesehatan untuk mendapatkan laporan perkembangan
pelayanan kesehatan bagi Anggota TNI beserta keluarga dalam waktu 6 bulan.
Mungkin 6 bulan apakah ada sudah ganti jabatan tetap saja ini lembaga. Asabri masih perlu tidak?
Mungkin monitorlah nanti. Ya, diikutkan saja disana nanti terserah intern Asabri dengan Kementerian
Pertahanan tidak bisa dipisahkan tetapi nanti 6 bulan ke depan, sekarang bulan Juli jadi Januari kita sambil
memori tahun 2017. Jadi 2018 kita akan duduk lagi berbicara soal ini, mungkin sudah ada yang naik
pangkat, sudah diganti jabatannya tapi yang jelas kami belum ada yang di PAW saya kira.
Bapak dan Ibu yang kami hormati.
Tambahan mungkin.
F-NASDEM (MAYJEN TNI (PURN) SUPIADIN ARIES SAPUTRA):
Kalimatnya dengan yang saya inginkan tadi, jadi disitu Komisi I DPR RI akan menjadwalkan
kembali rapat dengan dan seterusnya untuk mendapatkan laporan evaluasi MoU BPJS serta
perkembangan pelayanan kesehatan.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, ditambahkan.
“laporan evaluasi….”.
F-NASDEM (MAYJEN TNI (PURN) SUPIADIN ARIES SAPUTRA):
“laporan evaluasi MoU”.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Ya, intinya kita akan menjadwalkan ulang 6 bulan kemudian apa yang tersebut dalam point 2 kra-
kira begitu.
(RAPAT: SETUJU)
Bapak dan Ibu yang kami hormati,
Saya kira kesimpulan sudah dibuat, kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Pemerintah
yang diwakili oleh 4 instansi. Dan kami ucapkan terima kasih juga kepada rekan-rekan Komisi I DPR RI
yang ikut terlibat dalam Rapat Dengar Pendapat ini.
Sekali lagi terima kasih dan tersedia makan siang gratis sebelum pulang, karena macet konon.
Dan saya tutup dengan mengucapkan alhamdulilah.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
(RAPAT DITUTUP PUKUL 13.10 WIB)
Jakarta, 17 Juli 2017 a.n Ketua Rapat
SEKRETARIS RAPAT,
ttd.
SUPRIHARTINI, S.I.P. NIP. 19710106 199003 2 001