Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

16
Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014-2015 Putri Madya Kharimah, Sudarto Ronoatmodjo 1. Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2. Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Selama dua tahun berturut-turut Kecamatan Jasinga memiliki prevalensi BBLR tinggi di Kabupaten Bogor dan menjadi satu-satunya Kecamatan yang jumlah kasusnya secara absolut melebihi 100 kasus pada tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran determinan dan besar hubungannya dengan kejadian BBLR di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014-2015. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol dengan jumlah kasus sebanyak 97 dan kontrol sebanyak 97. Sumber data yang digunakan ialah register kohort ibu di seluruh puskesmas di Kecamatan Jasinga Tahun 2014-2015. Variabel independen yang diteliti antara lain faktor ibu yaitu umur, paritas dan jarak antar kehamilan serta faktor pelayanan kesehatan antara lain usia kehamilan ibu saat melakukan K1 dan jumlah kunjungan antenatal. Proporsi kejadian BBLR ditemukan lebih tinggi pada kelompok berisiko dari seluruh variabel independen. Paritas dan jarak antar kehamilan memiliki nilai p < 0,05 dan OR masing-masing sebesar 2,476 [95% CI: 1,377-4,452] dan 2,031 [95% CI: 1,147- 3,599]. Sementara umur ibu, usia kehamilan saat K1 dan jumlah kunjungan antenatal memiliki nilai p > 0,05 dan OR masing-masing sebesar 1,162 [95% CI: 0,544-2,843]; 1,249 [95% CI: 0,696-2,243]; dan 1,444 [95% CI: 0,678-3,077]. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa paritas dan jarak antar kehamilan memiliki hubungan dengan kejadian BBLR di Kecamatan Jasinga Tahun 2014-2015. Determinants of Low Birth Weight Infant in Jasinga District of Bogor Regency Years 2014-2015 Abstract For two consecutive years Jasinga District has the high prevalence of LBW in Bogor Regency and become the only district that has number of cases exceeded 100 in 2015. This study aims to know the description and the relationship of determinants with LBW in Jasinga District of Bogor Regency Years 2014-2015. This study uses case-control design with 97 cases and 97 controls. The source data of this study is register cohorts of women in all primary health care in Jasinga District Years 2014-2015. The independent variables are maternal factors such as age, parity, pregnancy spacing and health service factors include gestational age at K1 and the number of antenatal visits. The proportion of LBW found to be higher in risk group of all independent variables. Parity and pregnancy spacing have p value < 0.05 and OR respectively 2.476 [95% CI: 1.377 to 4.452] and 2.031 [95% CI: 1.147 to 3.599]. While maternal age, gestational age at K1 and the number of antenatal visits have p value > 0.05 and OR respectively 1.162 [95% CI: 0.544 to 2.843]; 1.249 [95% CI: 0.696 to 2.243]; and 1.444 [95% CI: 0.678 to 3.077]. In conclusion, parity and pregnancy spacing have a relationship with LBW in Jasinga District Years 2014-2015. Keywords : LBW; pregnant mother; antenatal care Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Transcript of Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

Page 1: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014-2015

Putri Madya Kharimah, Sudarto Ronoatmodjo

1. Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2. Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Selama dua tahun berturut-turut Kecamatan Jasinga memiliki prevalensi BBLR tinggi di Kabupaten Bogor dan menjadi satu-satunya Kecamatan yang jumlah kasusnya secara absolut melebihi 100 kasus pada tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran determinan dan besar hubungannya dengan kejadian BBLR di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014-2015. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol dengan jumlah kasus sebanyak 97 dan kontrol sebanyak 97. Sumber data yang digunakan ialah register kohort ibu di seluruh puskesmas di Kecamatan Jasinga Tahun 2014-2015. Variabel independen yang diteliti antara lain faktor ibu yaitu umur, paritas dan jarak antar kehamilan serta faktor pelayanan kesehatan antara lain usia kehamilan ibu saat melakukan K1 dan jumlah kunjungan antenatal. Proporsi kejadian BBLR ditemukan lebih tinggi pada kelompok berisiko dari seluruh variabel independen. Paritas dan jarak antar kehamilan memiliki nilai p < 0,05 dan OR masing-masing sebesar 2,476 [95% CI: 1,377-4,452] dan 2,031 [95% CI: 1,147-3,599]. Sementara umur ibu, usia kehamilan saat K1 dan jumlah kunjungan antenatal memiliki nilai p > 0,05 dan OR masing-masing sebesar 1,162 [95% CI: 0,544-2,843]; 1,249 [95% CI: 0,696-2,243]; dan 1,444 [95% CI: 0,678-3,077]. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa paritas dan jarak antar kehamilan memiliki hubungan dengan kejadian BBLR di Kecamatan Jasinga Tahun 2014-2015.

Determinants of Low Birth Weight Infant in Jasinga District of Bogor Regency Years 2014-2015

Abstract

For two consecutive years Jasinga District has the high prevalence of LBW in Bogor Regency and become the only district that has number of cases exceeded 100 in 2015. This study aims to know the description and the relationship of determinants with LBW in Jasinga District of Bogor Regency Years 2014-2015. This study uses case-control design with 97 cases and 97 controls. The source data of this study is register cohorts of women in all primary health care in Jasinga District Years 2014-2015. The independent variables are maternal factors such as age, parity, pregnancy spacing and health service factors include gestational age at K1 and the number of antenatal visits. The proportion of LBW found to be higher in risk group of all independent variables. Parity and pregnancy spacing have p value < 0.05 and OR respectively 2.476 [95% CI: 1.377 to 4.452] and 2.031 [95% CI: 1.147 to 3.599]. While maternal age, gestational age at K1 and the number of antenatal visits have p value > 0.05 and OR respectively 1.162 [95% CI: 0.544 to 2.843]; 1.249 [95% CI: 0.696 to 2.243]; and 1.444 [95% CI: 0.678 to 3.077]. In conclusion, parity and pregnancy spacing have a relationship with LBW in Jasinga District Years 2014-2015. Keywords : LBW; pregnant mother; antenatal care

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 2: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

Pendahuluan

Angka kematian bayi menjadi salah satu indikator yang menggambarkan tingkat

pembangunan kesehatan dari suatu negara serta kualitas hidup dari masyarakatnya. Pada

tahun 2015 estimasi kematian bayi baru lahir di dunia terjadi sebanyak 2,7 juta. Risiko

kematian paling tinggi terjadi pada saat persalinan (Roos dan Xylander, 2016). Angka

kematian bayi di Indonesia berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

Tahun 2012 adalah sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini menggambarkan bahwa

setiap 1000 bayi yang lahir hidup ditemukan 32 anak yang meninggal sebelum mencapai

umur 1 tahun. Enam puluh persen dari kematian bayi terjadi pada umur 1 bulan sehingga

menghasilkan angka kematian neonatal sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan

Laporan Countdown 2012 penyebab utama kematian neonatal adalah komplikasi

prematuritas (45%), gangguan intrapartum seperti Asfiksia (21%), kelainan kongenital

(13%), dan infeksi seperti Tetanus, Sepsis dan Meningitis (11%) (Depkes RI, 2012).

Sementara berdasarkan Laporan Tahunan Provinsi Tahun 2015 diketahui bahwa proporsi

terbesar penyebab kematian neonatal ialah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) sebesar 37%,

kemudian Asfiksia sebesar 26%, disusul lain-lain (21%), kelainan bawaan (12%), Sepsis

(4%) dan Tetanus Neonatorum yang hampir mendekati 0% (Depkes RI, 2015).

Bayi Berat Lahir Rendah atau BBLR menurut Badan Kesehatan Dunia atau WHO

adalah bayi yang memiliki berat badan kurang dari 2500 gram (WHO dan UNICEF, 2004).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Simbolon (2012) menyatakan bahwa

berdasarkan laporan SDKI periode tahun 1986-1991; 1989-1994; 1992-1997; 2002-2003;

2007 dan 2012 prevalensi kejadian BBLR di Indonesia belum menunjukkan penurunan yang

signifikan atau cenderung stagnan yaitu pada masing-masing periode sebesar 7,3%; 7,1%;

7,7%; 7,2%; 6,7% dan 7%. Penyebab dari BBLR bersifat multifaktor, bervariasi tergantung

dengan jenis populasinya. Dalam suatu meta analisis yang dilakukan Kramer, ditemukan 43

faktor yang potensial dalam menyebabkan BBLR. Faktor tersebut di antaranya genetik dan

konstitusional, obstetrik, demografi dan psikososial, nutrisi, morbiditas pada ibu saat hamil,

perawatan selama hamil, dan lain-lain. Identifikasi faktor yang berkontribusi terhadap BBLR

menjadi penting sebab BBLR dapat dijadikan indikasi bahwa bayi tidak lagi bertahan di

dalam rahim dalam kurun waktu yang lama atau tidak berkembang dengan baik (Taywade

dan Pissude, 2016).

Provinsi Jawa Barat menurut data Riskesdas tahun 2013 memiliki presentase kejadian

BBLR sebesar 11%. Angka ini lebih besar dibandingkan presentase BBLR secara nasional

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 3: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

yang sebesar 10,2% (Riskesdas, 2013). Di antara Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,

Kabupaten Bogor berada di peringkat dua tertinggi penyumbang kasus kejadian BBLR di

Provinsi Jawa Barat setelah Kabupaten Sukabumi pada tahun 2012 dan 2014. Dilihat dari

sarana pelayanan kesehatannya, Kabupaten Bogor justru berada di tempat teratas dalam

ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang berjumlah 1609 (Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat, 2012; Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014). Sementara di antara

Kecamatan dalam Kabupaten Bogor, pada tahun 2014-2015 secara berturut-turut Kecamatan

Jasinga memiliki proporsi kejadian BBLR yang tinggi di Kabupaten Bogor masing-masing

sebesar 4,88% dan 4,71% dan menempatkannya pada posisi dua tertinggi pada tahun 2014

dan posisi pertama di tahun 2015 serta menjadi satu-satunya kecamatan yang kasusnya

mencapai lebih dari 100 kasus di antara 39 kecamatan lainnya pada tahun 2015 menurut

laporan tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Faktor risiko yang berkaitan dengan

BBLR sangat kompleks sehingga menarik peneliti untuk mengetahui faktor risiko BBLR di

Kecamatan Jasinga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran determinan dan

besar hubungannya dengan kejadian BBLR di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Tahun

2014-2015

Tinjauan Teoritis

Badan kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah

bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram (WHO dan UNICEF, 2004).

Penyebab BBLR bersifat multifaktor, akan tetapi secara umum, BBLR disebabkan karena

dua hal, yakni prematuritas dan pertumbuhan janin terhambat atau keduanya (Maryunani,

2013). Berdasarkan modifikasi dari Kramer (1987), Kusumaningrum (2012) dan Maryunani

(2013) BBLR disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor ibu, janin, obstetrik,

pelayanan kesehatan dan demografi.

Faktor ibu terdiri atas umur, tinggi badan, paritas, jarak antar kehamilan, status gizi

dan perilaku berisiko yaitu merokok serta konsumsi alkohol. Kramer (1987) menyebutkan

bahwa ibu yang berusia terlalu muda berhubungan dengan nilai indeks massa tubuh (IMT)

yang lebih rendah, cenderung mengalami kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak

terencana sehingga jarang melakukan kunjungan antenatal, serta lebih sering melakukan

perilaku berisiko. Sementara pada ibu yang berusia di atas 35 tahun telah terjadi perubahan

jaringan alat kandungan dan jalan lahir sehingga tidak lentur lagi serta lebih berisiko

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 4: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

mengalami berbagai macam penyakit yang berisiko merugikan janin. Oleh karena itu usia

yang paling aman untuk mengalami kehamilan dan persalinan ialah antara 20 sampai 35

tahun (Rochjati dalam Pramono dan Pramita, 2015; Rochjati dalam Reza dan Puspitasari,

2014).

Borton (2014) mengatakan bahwa paritas adalah jumlah seorang perempuan

melahirkan janin pada usia kehamilan mencapai 24 minggu atau lebih tanpa memerhatikan

apakah bayi lahir hidup atau lahir mati. Manuaba dalam Wahyuningrum, Saudah dan

Novitasari (2015) menyatakan bahwa hasil konsepsi dipengaruhi oleh paritas. Pada ibu-ibu

dengan paritas tinggi dikarenakan tingginya frekuensi melahirkan maka ditemukan penyulit-

penyulit selama kehamilan, kerusakan pada dinding pembuluh darah dalam uterus, serta

adanya jaringan parut yang membuat perlekatan plasenta menjadi tidak kuat sehingga

menghambat aliran nutrisi ke janin (Winkjosastro dalam Kolifah, Kurniati dan Novita, 2012;

Habibah dalam Kolifah, Kurniati dan Novita, 2012).

Jarak antar kehamilan menurut Klebanoff (1988) adalah waktu yang berlalu dari akhir

kehamilan pertama sampai hari pertama periode menstruasi terakhir di kehamilan berikutnya.

Pendeknya jarak antar kehamilan dapat memicu buruknya kondisi bayi saat lahir. Hal ini

terjadi karena stok nutrisi yang menipis dan kondisi ibu yang belum pulih total secara

psikososial. Selain itu, riwayat bayi lahir mati atau neonatus yang meninggal pada kehamilan

sebelumnya membuat ibu berada pada risiko tinggi untuk kembali melahirkan bayi prematur

atau BBLR dalam jangka waktu yang dekat dengan kelahiran sebelumnya (Kramer, 1987).

Salah satu penyebab meningkatnya risiko BBLR karena pendeknya jarak antar kehamilan

ialah penipisan zat gizi. Ibu yang memiliki jarak antar kelahiran yang pendek tidak memiliki

cukup waktu untuk mengembalikan zat gizi yang dibutuhkan dalam mendukung pertumbuhan

dan perkembangan janin (Eijsden et al., 2008).

Faktor janin terdiri atas kelainan bawaan, infeksi dalam rahim, pertumbuhan janin dan

lama kehamilan. Faktor Obstetrik terdiri dari Hidramnion, Kehamilan ganda, riwayat

kehamilan dan komplikasi. Faktor demografi terdiri atas ras atau etnik dan pendidikan.

Sementara faktor pelayanan kesehatan antara lain umur kehamilan saat K1 dan jumlah

kunjungan antenatal.

WHO (2005) menyatakan bahwa kunjungan antenatal 1 seharusnya dilakukan sedini

mungkin sehingga manfaat yang didapatkan ibu lebih maksimal. Kunjungan antenatal 1

merupakan kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang dapat membuka pintu

bagi pelayanan kesehatan lainnya yang terintegrasi. Banyaknya komponen intervensi penting

dalam kunjungan antenatal maka penting bagi ibu untuk melakukan kunjungan sesegera

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 5: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

mungkin sehingga dapat mengidentifikasi kondisi tertentu. Oleh karena itu, kunjungan

antenatal pertama dianjurkan sedini mungkin semasa kehamilan yakni pada Trimeseter 1

(Lincetto, 2006). Ibu hamil yang lebih dini melakukan kunjungan antenatal akan lebih

terawat dan mendapat suplemenen nutrisi dalam jangka waktu yang lebih lama. Beberapa

alasan dibalik terlambatya ibu dalam melakukan kunjungan antenatal antara lain adat istiadat

dan sesuatu yang dianggap tabu terkait kehamilan dan kurangnya sumber daya baik tenaga

maupun sarana prasarana (Tayie dan Lartey, 2008).

Pelayanan antenatal memiliki manfaat untuk pertumbuhan janin dalam rahim atau

lama kehamilan, baik melalui diagnosis, ketepatan pengobatan komplikasi kehamilan dan

mengurangi faktor risiko yang dapat diubah (Kramer, 1987). Departemen Kesehatan

menganjurkan ibu melakukan kunjungan antenatal minimal 4 kali dengan pola sekali pada

trimester I (kehamilan hingga 12 minggu), sekali pada trimester ke-II (kehamilan > 12

minggu-24 minggu), dan dua kali pada trimester ke-III (kehamilan > 24 minggu-36 minggu).

Akan tetapi, kunjungan antenatal bisa melebihi 4 kali kunjungan apabila ibu mengalami

keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan (Depkes, 2010). Menurut Kramer, secara teori

semakin sering ibu melakukan kunjungan antenatal, maka akan semakin banyak faktor risiko

yang dapat dikurangi serta pengobatan komplikasi kehamilan hingga tuntas dapat membuat

hasil kehamilan yang lebih baik.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan desain studi kasus

kontrol. Pada penelitian ini, definisi kelompok kasus yakni kasus bayi yang lahir hidup

dengan berat < 2500 gram (BBLR) dan kelompok kontrol yakni bayi yang lahir hidup dengan

berat ≥ 2500 gram (BBLN) kemudian menilik ke belakang atau retrospektif terkait faktor

risiko pada ibu dan pelayanan kesehatan. Faktor risiko pada ibu terdiri atas umur ibu, paritas

dan jarak antar kehamilan. Sementara faktor risiko pada pelayanan kesehatan adalah usia

kehamilan saat K1 dan jumlah kunjungan antenatal.

Penelitian ini dilakukan di seluruh puskesmas Kecamatan Jasinga yang berjumlah tiga

puskesmas yakni Puskesmas Jasinga, Puskesmas Bagoang dan Puskesmas Curug selama satu

bulan yang berlangsung pada bulan Desember 2016.

Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh bayi yang lahir hidup pada tahun 2014 dan

2015 di Kecamatan Jasinga sejumlah 4462 bayi lahir hidup. Sampel pada kelompok kasus

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 6: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

ialah bayi yang lahir hidup tahun 2014 dan 2015 dengan berat badan kurang dari 2500 gram

di tiga puskesmas Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor. Sementara sampel pada kelompok

kontrol adalah bayi yang lahir hidup tahun 2014 dan 2015 dengan berat badan lebih dari sama

dengan 2500 gram di tiga puskesmas Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor. Kriteria inklusi

dalam penelitian ini antara lain bayi yang lahir hidup di tiga puskesmas kecamatan Jasinga

Kabupaten Bogor tahun 2014-2015 dan tercatat di kohort ibu hamil; serta data terkait berat

lahir bayi, umur ibu, paritas, usia kehamilan saat ANC 1, jarak antar kehamilan dan

kunjungan antenatal tercatat lengkap dalam kohort ibu hamil. Sampel yang didapatkan adalah

sebesar 97 kasus.

Berdasarkan perhitungan sampel dengan rumus uji hipotesis beda proporsi Lemeshow

(1990) didapatkan sampel minimal sebesar 65 sampel. Di kecamatan Jasinga berdasarkan

registrasi kohort ibu hamil dari tiga puskesmas yang telah dikumpulkan tercatat ada 97 kasus

BBLR yang termasuk dalam kriteria inklusi selama tahun 2014-2015 yang berarti telah

melewati batas minimal sampel di atas. Sehingga peneliti memutuskan untuk mengambil

seluruh kasus BBLR di Kecamatan Jasinga pada tahun 2014-2015 yang berjumlah 97 kasus.

Sementara untuk perbandingan kasus dan kontrol, peneliti menggunakan perbandingan 1 : 1

sehingga total sampel dari kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah sebesar 194.

Data yang digunakan pada penelitian ini ialah data sekunder yang berasal dari

Register kohort ibu hamil di tiga puskesmas Kecamatan Jasinga yakni Puskesmas Jasinga,

Puskesmas Bagoang dan Puskesmas Curug tahun 2014-2015. Data pada kelompok kasus dan

kontrol yang telah terkumpul dan memenuhi kriteria inklusi sejumlah 1116. Kemudian untuk

pemilihan kelompok kontrol dilakukan metode systematic random sampling dengan terlebih

dahulu memisahkan 97 kelompok kasus sehingga yang tersisa sebanyak 1019. Dari 1019 data

bayi lahir hidup dengan berat badan lahir lebih dari sama dengan 2500 gram selanjutnya

dilakukan Systematic Random Sampling di komputer untuk pemilihan kelompok kontrol

sejumlah 97.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis univariat dan bivariat.

Analisis univariat dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran distribusi dan

frekuensi pada masing-masing variabel independen maupun dependen. Variabel independen

pada penelitian terdiri dari umur ibu, paritas, tinggi badan, jarak antar kehamilan, usia

kehamilan saat K1 dan kunjungan antenatal. Sementara variabel dependen ialah bayi dengan

berat badan lahir rendah atau BBLR. Sementara analisis bivariat dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji

hipotesis yang digunakan pada penelitian ini ialah uji beda proporsi atau Chi-Square. Pada

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 7: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

penelitian ini digunakan derajat kepercayaan sebesar 95%. Ukuran asosiasi yang digunakan

untuk mengetahui kemaknaan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen

ialah Odds Ratio atau OR.

Hasil Penelitian

Kecamatan Jasinga merupakan salah satu kecamatan yang berada di bagian barat

wilayah Kabupaten Bogor dan memiliki jarak 64 km dari ibukota Kabupaten Bogor yakni

Cibinong. Kecamatan Jasinga memiliki luas wilayah sebesar 13.602 hektar dari permukaan

laut dan memiliki batas administratif sebelah Utara yaitu Kecamatan Tenjo; sebelah Barat

yaitu Kecamatan Maja, Curug Bitung; sebelah Selatan yaitu Kecamatan Sukajaya; dan

sebelah Timur yaitu Kecamatan Cigudeg. Kecamatan Jasinga terdiri dari 16 Desa antara lain

Desa Pangradin, Desa Kalong Sawah, Desa Sipak, Desa Jugalajaya, Desa Pamagersari, Desa

Curug, Desa Tegal Wangi, Desa Pangaur, Desa Koleang, Desa Jasinga, Desa Setu, Desa

Cikopomayak, Desa Neglasari, Desa Barengkok, Desa Bagoang dan Desa Wirajaya (Profil

Kecamatan Jasinga, 2016).

Analisis univariat akan menjelaskan gambaran atau deskripsi Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR) sebagai variabel dependen dengan semua variabel independen yakni umur

ibu, umur kehamilan saat kunjungan antenatal 1, paritas, jarak kehamilan dan kunjungan

antenatal.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berat Lahir Bayi di Kecamatan Jasinga Tahun 2014-2015

Berat Lahir Bayi di Kecamatan Jasinga Tahun 2014-2015

Mean 2634,21 gram

Median 2485 gram

Modus 2400 gram

Minimum 800 gram

Maksimum Standar Deviasi

5500 gram 649,358 gram

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada penelitian ini terkait distribusi berat

lahir bayi pada kelompok kasus dan kontrol didapatkan berat lahir bayi minimum adalah 800

gram dan berat lahir bayi maksimum adalah 5500 gram. Rata-rata berat lahir bayi dari 97

kelompok kasus (BBLR) dan 97 kelompok kontrol (BBLN) adalah sebesar 2634,21 gram,

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 8: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

nilai tengahnya sebesar 2485 gram dan berat lahir bayi yang paling banyak ialah 2400 gram

dengan jumlah sebanyak 24 bayi. Deksripsi kasus dan kontrol serta hasil analisis uji statistic

pada setiap variabel independen yakni umur, paritas, jarak antar kehamilan, usia kehamilan

saat K1 dan kunjungan antenatal tersaji pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Deskripsi dan Hubungan Setiap Variabel Independen dengan Kejadian BBLR di Kecamatan Jasinga Tahun 2014-2015

Variabel BBLR BBLN OR Nilai p F % f % Umur Ibu < 20 atau > 35 tahun 17 17,5% 15 15,5% 1,162

(0,544-2,843) 0,847

20-35 tahun 80 82,5% 82 84,5% Paritas 1 atau ≥ 4 anak 67 69,1% 46 47,4% 2,476

(1,377-4,452) 0,004

2-3 anak 30 30,9% 51 52,6% Jarak antar Kehamilan ≤ 2 tahun 56 57,7% 39 40,2% 2,031

(1,147-3,599) 0,022

>2 tahun 41 42,3% 58 59,8% Umur Kehamilan saat K1 Trimester II atau Trimester III

38 39,2% 33 34% 1,249 (0,696-2,243)

0,551

Trimester I 59 60,8% 64 66% Kunjungan Antenatal < 4 kali 19 19,6% 14 14,4% 1,444

(0,678-3,077) 0,445

≥ 4 kali 78 80,4% 83 85,6%

Pada variabel umur ibu diketahui bahwa kelompok umur berisiko yakni < 20 atau >

35 tahun lebih banyak yang melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) sebesar 17,5%

dibandingkan bayi berat lahir normal (BBLN) sebesar 15,5%. Sementara pada kelompok

umur tidak berisiko yakni antara 20 sampai 35 tahun lebih banyak yang melahirkan bayi berat

lahir normal (BBLN) sebesar 84,5% dibandingkan bayi berat lahir rendah (BBLR) sebesar

82,5%. Sementara hasil uji statistik menunjukkan nilai p sebesar 0,847 dengan tingkat

kepercayaan 95%. Besar nilai p tersebut menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada

hubungan yang bermakna antara umur ibu saat hamil dengan bayi berat lahir rendah.

Pada variabel paritas terlihat bahwa pada kelompok paritas berisiko yakni yakni 1

atau ≥ 4 anak lebih banyak yang melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) sebesar 69,1%

dibandingkan bayi berat lahir normal (BBLN) sebear 47,4%. Sementara pada kelompok

paritas tidak berisiko yakni antara 2 sampai 3 anak lebih banyak yang melahirkan bayi berat

lahir normal (BBLN) sebesar 52,6% dibandingkan bayi berat lahir rendah (BBLR) sebesar

30,9%. Uji statistik menghasilkan nilai p sebesar 0,004 dengan tingkat kepercayaan 95%.

Besar nilai p tersebut menunjukkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna

antara paritas dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR). Apabila melihat dari nilai OR

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 9: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dikarenakan tidak terdapat angka 1 di

dalam rentang nilai OR [1,377-4,452]. Prevalensi kasus BBLR yang jarang membuat

interpretasi OR dapat diasumsikan dengan nilai RR. Oleh karena itu, nilai OR sebesar 2,476

menjelaskan bahwa ibu yang memiliki jumlah anak 1 atau ≥ 4 memiliki risiko untuk

melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) 2,476 kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang

memiliki jumlah anak antara 2 sampai 3.

Pada variabel jarak antar kehamilan tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok ibu

dengan jarak antar kehamilan berisiko yakni ≤ 2 tahun lebih banyak yang melahirkan bayi

berat lahir rendah (BBLR) sebesar 57,7% dibandingkan bayi berat lahir normal (BBLN)

sebesar 40,2%. Sementara pada kelompok ibu dengan jarak antar kehamilan tidak berisiko

yakni > 2 tahun lebih banyak yang melahirkan bayi berat lahir normal (BBLN) sebesar 59,8%

dibandingkan bayi berat lahir rendah (BBLR) sebesar 42,3%. Uji statistik menghasilkan nilai

p sebesar 0,022 dengan tingkat kepercayaan 95%. Besar nilai p tersebut menunjukkan bahwa

secara statistik ada hubungan yang bermakna antara jarak antar kehamilan dengan bayi berat

lahir rendah. Apabila melihat dari nilai OR juga menunjukkan adanya hubungan yang

bermakna dikarenakan tidak terdapat angka 1 di dalam rentang nilai OR [1,147-3,599]. Nilai

OR sebesar 2,031 menjelaskan bahwa ibu yang memiliki jarak antar kehamilan ≤ 2 tahun

memiliki risiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) 2,031 kali lebih besar

dibandingkan ibu yang memiliki jarak antar kehamilan > 2 tahun.

Pada variabel usia kehamilan saat K1 terlihat bahwa kelompok ibu yang melakukan

K1 pada Trimester II atau Trimester III lebih banyak yang melahirkan bayi berat lahir rendah

(BBLR) sebesar 39,2% dibandingkan bayi berat lahir normal (BBLN) sebesar 34%.

Sementara pada kelompok ibu yang melakukan K1 pada Trimester I lebih banyak yang

melahirkan bayi berat lahir normal (BBLN) sebesar 66% dibandingkan bayi berat lahir

rendah (BBLR) sebesar 60,8%. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p sebesar 0,551 dengan

tingkat kepercayaan 95%. Besar nilai p tersebut menunjukkan bahwa secara statistik tidak

ada hubungan yang bermakna antara umur kehamilan ibu saat kunjungan antenatal 1 (K1)

dengan bayi berat lahir rendah.

Pada variabel jumlah kunjungan antenatal tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok

ibu yang tidak K4 yakni jumlah kunjungan antenatalnya < 4 atau ≥ 4 kali tetapi tidak

mengikuti pola 1-1-2 lebih banyak yang melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) sebesar

19,6% dibandingkan bayi berat lahir normal (BBLN) sebesar 14,4%. Sementara pada

kelompok ibu dengan K4 yakni ≥ 4 kali dan mengikuti pola 1-1-2 lebih banyak yang

melahirkan bayi berat lahir normal (BBLN) sebesar 85,6% dibandingkan bayi berat lahir

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 10: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

rendah (BBLR) sebesar 80,4%. Uji statistik menghasilkan nilai p sebesar 0,445 dengan

tingkat kepercayaan 95%. Besar nilai p tersebut menunjukkan bahwa secara statistik tidak

ada hubungan yang bermakna antara kunjungan antenatal dengan bayi berat lahir rendah.

Dari tabel di atas secara keseluruhan dapat diketahui bahwa kelompok berisiko dari

setiap variabel independen memiliki proporsi yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi berat

lahir rendah (BBLR) dibandingkan bayi berat lahir normal (BBLN). Sementara untuk analisis

bivariate hanya variabel paritas dan jarak antar kehamilan yang menunjukkan adanya

hubungan dengan kejadian BBLR di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014-2015.

Pembahasan

Umur ibu secara statistik ditemukan tidak ada hubungan yang bermakna dengan

kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan nilai p > 0,05 yakni sebesar 0,847. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Nazifah (2013) di Kota Pariaman dimana tidak

adanya hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan kejadian BBLR dengan nilai p

sebesar 0,11 dan OR sebesar 1,7 [0,94-3,09]. Selain penelitian Nazifah, penelitian Slemming

dkk (2016) di Afrika Selatan juga menunjukkan hal yang sama dimana antara usia ibu dengan

kejadian BBLR tidak terdapat hubungan yang signifikan. Tidak adanya hubungan antara

umur ibu dengan kejadian BBLR menurut peneliti dikarenakan sebagian besar ibu di

Kecamatan Jasinga hamil pada usia yang tidak berisiko yakni antara 20 sampai 35 tahun.

Dapat terlihat dari jumlah absolut yang ada dalam tabel bahwa ibu yang hamil pada usia tidak

berisiko jauh lebih banyak dibandingkan ibu yang hamil pada usia berisiko. Akan tetapi,

alasan lainnya adalah dikarenakan pencatatan dan pelaporan yang kurang membuat ibu hamil

pada usia berisiko tidak terdata. Hal ini dikarenakan ibu yang hamil di usia muda termasuk

dalam kategori ibu hamil risiko tinggi (Bumil Risti). Salah satu evaluasi UPT Puskesmas

Jasinga adalah masih rendahnya deteksi bumil risti sehingga kemungkinan ibu-ibu yang

hamil di usia muda tidak terdata.

Ibu yang terlalu sering melahirkan memiki risiko lebih tinggi untuk melahirkan BBLR

dibandingkan ibu yang jarang melahirkan. Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian di

Kecamatan Jasinga dimana terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian

BBLR. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p < 0,05 yaitu sebesar 0,004. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Pramono dan Paramita (2015) yang melakukan analisis Riset

Kesehatan Dasar 2013 dimana terdapat hubungan yang signifikan serta menemukan bahwa

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 11: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

risiko untuk melahirkan BBLR meningkat 1,31 kali pada ibu yang memiliki jumlah anak 1

atau lebih dari 3 anak dibandingkan ibu yang memiliki 2 sampai 3 anak setelah melakukan

kontrol terhadap variabel komplikasi kehamilan, status ekonomi dan jenis kelamin bayi.

Selain itu, penelitian Khatun dan Rahman (2008) serta Negi, Kandpal dan Kukreti (2006)

juga menunjukkan hasil yang bermakna antara paritas dengan kejadian BBLR. Adanya

hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR menurut peneliti juga dikarenakan proporsi

paritas berisiko khususnya yang memiliki anak 1 mendominasi distribusi di antara ibu-ibu di

Kecamatan Jasinga pada tahun 2014-2015. Selain itu, menurut informasi yang peneliti dapat

dari salah satu bidan di Puskesmas wilayah Kecamatan Jasinga disebutkan bahwa sebagian

besar masyarakat telah menggunakan pelayanan Keluarga Berencana (KB). Hal ini juga

didukung oleh program KB yang menjadi salah satu program pokok di UPT Puskesmas

Jasinga menurut Profil UPT Puskesmas Jasinga Tahun 2014-2015.

Kramer (1987) mengungkapkan bahwa buruknya kondisi bayi saat lahir dapat terjadi

karena pendeknya jarak antara kehamilan terdahulu dengan kehamilan berikutnya. Hasil

penelitian di Kecamatan Jasinga sejalan dengan teori di atas dimana ditemukannya hubungan

yang bermakna antara jarak antar kehamilan dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR)

dengan nilai p < 0,05 yakni sebesar 0,022. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Firdous dkk (2012); Salmawati (2011); Syahraeni (2013); Negi, Kandpal dan Kukreti (2006);

Coutinho dkk (2009) di Campina Brazil yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara jarak antar kehamilan dengan BBLR. Adanya hubungan antara jarak antar

kehamilan dengan kejadian BBLR pada penelitian ini menurut peneliti dikarenakan sebagian

besar ibu di Kecamatan Jasinga memang hanya memberi jarak pada kehamilannya 1-2 tahun.

Apabila dikaitkan dengan variabel umur ibu, dimana tidak banyak ibu yang melahirkan pada

usia di atas 35 tahun menandakan bahwa jarak antar kehamilan sebagian besar ibu di

Kecamatan Jasinga cukup pendek.

Hasil penelitian di Kecamatan Jasinga karena tidak ditemukannya hubungan

bermakna antara usia kehamilan saat K1 dan kejadian BBLR. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Coutinho dkk (2009) serta Mandoreba dan Mokwena (2016) di Harare,

Zimbabwe yang tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara usia kehamilan ibu

saat K1 dengan kejadian BBLR. Tidak ditemukannya hubungan antara usia kehamilan saat

K1 dengan BBLR menurut peneliti dikarenakan sebagian besar ibu di Kecamatan Jasinga

sudah melakukan kunjungan antenatal 1 pada waktu yang dini yakni Trimester I (0-12

minggu). Selain itu, penelitian Mandoreba dan Mokwena (2016) menemukan bahwa

beberapa alasan di balik keputusan melakukan K1 secara dini atau telat antara lain karena

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 12: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

manfaat yang didapat dari pelayanan antenatal, antusias ibu mengandung, biaya pelayanan

antenatal dan riwayat komplikasi pada kehamilan sebelumnya.

Hasil penelitian di Kecamatan Jasinga menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya

hubungan bermakna antara kelengkapan kunjungan antenatal dengan kejadian bayi berat lahir

rendah (BBLR). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Salmawati (2011) di

Kecamatan Lalan Kabupaten Belitung Timur dan Eryando (2010) yang tidak menemukan

adanya hubungan signifikan antara kunjungan antenatal dengan kejadian BBLR. Tidak

ditemukannya hubungan antara kunjungan antenatal dengan kejadian BBLR menurut peneliti

dikarenakan sebagian besar ibu di Kecamatan Jasinga telah melakukan kunjungan antenatal

yang lengkap yakni minimal 4 kali kunjungan. Berdasarkan informasi yang didapat peneliti,

bidan desa cukup gencar dalam mengajak masyarakatnya untuk melakukan kunjungan

antenatal di fasyankes mengingat tingkat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri saat

hamil ke fasilitas kesehatan masih tergolong rendah.

Ada atau tidaknya hubungan beberapa faktor di atas dengan kejadian BBLR

menunjukkan bahwa masih ada faktor lain yang memengaruhi BBLR di Kecamatan Jasinga.

Salah satu determinan atau faktor yang belum tergambar dalam penelitian ialah status gizi

ibu. Kramer dalam Ramakrishnan (2003) menyebutkan bahwa kejadian BBLR di Negara

berkembang lebih dari 50 persennya disebabkan oleh gizi ibu baik sebelum maupun selama

hamil.

Kesimpulan

Apabila dilihat dari faktor ibu, faktor yang memiliki hubungan dengan kejadian bayi

berat lahir rendah (BBLR) di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014-2015 adalah

paritas dan jarak antar kehamilan. Sementara faktor umur ibu tidak memiliki hubungan yang

bermakna. Apabila dilihat dari faktor pelayanan kesehatan, tidak ada variabel yang memiliki

hubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di Kecamatan Jasinga Kabupaten

Bogor Tahun 2014-2015

Saran

Puskesmas-puskesmas di Kecamatan Jasinga disarankan untuk melakukan

pemantauan dan evaluasi terkait pelaporan dan pencatatan pada register kohort ibu,

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 13: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

meningkatkan program KIA, melakukan penyuluhan yang lebih gencar, mengadakan

pelatihan dengan mengajukan ke Dinas Kesehatan untuk bidan di puskesmas dalam

manajemen BBLR dan meningkatkan program terkait gizi ibu hamil. Saran untuk Bidan Desa

dan Bidan Koordinator ialah menjalin kerja sama dengan paraji/dukun bayi terkait perawatan

selama kehamilan dan melakukan KIE terkait asupan zat gizi selama hamil. Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor disarankan untuk meningkatkan promosi kesehatan, Memberikan umpan

balik terhadap laporan tahunan Puskesmas serta meningkatkan mitra dan kerja sama lintas

sektor. Kepada peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan

variabel yang lebih bervariasi dan menyeluruh atau variabel yang sama namun melakukan

analisis yang lebih dalam.

Daftar Referensi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik &

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta : BPS dan Kemenkes RI.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013. RISET KESEHATAN DASAR, Jakarta.

Chloe, B., 2014. Gravidity and Parity Definitions (and their Implications in Risk Assessment). , 91, pp.2012–2015.

Coutinho, P.R. et al., 2009. factors associated with low birth weight in a historical series of deliveries in campinas , brazil. Rev Assoc Med Bras, 55(6), pp.692–699.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, 2014. Laporan Tahunan Tahun 2014. Bogor : Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, 2015. Laporan Tahunan Tahun 2015. Bogor : Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012. , p.134.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2014.

Djaali, N.A., Eryando, T. & Max, M., 2010. Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo dan Faktor-faktor yang Berhubungan (Factors Related to Low Birth Weight Babies in Pasar Rebo Public General Hospital). Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 5(113), pp.2–6.

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 14: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

Eijsden, M. Van et al., 2008. Association between short interpregnancy intervals and term birth. The American Journal of Clinical Nutrition, 88, pp.147–153.

Firdous, N. et al., 2014. Impact Of Interpregnancy Interval On Perinatal Outcome. JK-Practitioner, 19(December), pp.75–79.

Kecamatanjasinga.bogorkab.go.id. (2016). Kecamatan Jasinga. [online] Available at: http://kecamatanjasinga.bogorkab.go.id/index.php/multisite/page/1175#.WGDFRH0pqjs [Accessed 1 Jan. 2017].

Kementerian Kesehatan RI,, 2015. PROFIL KESEHATAN INDONESIA, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan. 2014. Rencana Aksi Nasional Kesehatan Neonatal. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan., 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2012, Jakarta: Kementerian Kesehatan.RI

Kementerian Kesehatan., 2015. Laporan Tahunan Provinsi Tahun 2015, Jakarta: Kementerian Kesehatan.RI

Khatun, S. & Rahman, M., 2008. Socio-economic determinants of low birth weight in Bangladesh  : A multivariate approach. Bangladesh Med Res Counc Bull, pp.81–86.

Klebanoff, M.A., 1988. Short Interpregnancy Interval and the Risk of Low Birthweight. AJPH, 78(6).

Koliffah, Kurniati, E. & Novita, M., 2012. HUBUNGAN PARITAS DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARENG KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2012. , pp.3–7.

Kramer, M.S., 1987. Determinants of low birth weight  : methodological assessment and meta-analysis. , 65(5), pp.663–737.

Kusumaningrum, A.I., 2012. Hubungan Faktor Ibu dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Gemawang Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Universitas Indonesia.

Lemeshow, S. et al., 1990. Adequacy of Sample Size in Health Studies, England: World Health Organization; John Wiley and Sons.

Lincetto, O., Mothebesoane-Anoh, S., Gomez, P. and Munjanja, S. 2006. Opportunitis for Africa's Newborns. 1st ed. Johannesburg/Geneva: WHO. Available at : http://www.who.int/pmnch/media/publications/aonsectionIII_2.pdf

Mandoreba, T. & Mokwena, K., 2016. Factors associated with late antenatal booking in Harare , Zimbabwe. Botswana Journal of African Studies, 30(1), pp.131–138.

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 15: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

Maryunani, A., 2013. Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) T. Ismail, ed., Jakarta: Trans Info Media.

Nazifah, U., 2013. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 -2012. Universitas Indonesia.

Negi, K.S., Kandpal, S.D. & Kukreti, M., 2006. Epidemiological Factors Affecting Low Birth Weight. JK Science, 8(1), pp.31–34.

Pramono, M.S. & Paramita, A., 2015. POLA KEJADIAN dan determinan BAYI DENGAN Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) DI INDONESIA tahun 2013 ( Pattern of Occurrence and Determinants of Baby. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 18, pp.1–10.

Ramakrishnan, U. 2003. Nutrition and low birth weight: from research to practice. The American Journal of Clinical Nutrition, 79, pp.17-21.

Reza, C. & Puspitasari, N., 2014. Determinan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Jurnal Biometrika dan Kependudukan, 3(2), pp.96–106.

Roos, N. & Von, X.R., 2016. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology Why do maternal and newborn deaths continue to occur  ? Best Practice & Research Clinical Obstetrics & Gynaecology, 36, pp.30–44. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.bpobgyn.2016.06.002.

Salmawati, 2011. Hubungan Antenatal Care dengan Kejadian BBLR Tahun 2009-2010 di Kecamatan Lalan Kabupaten Musi Banyu Asin Sumatera Selatan. Universitas Indonesia.

Simbolon, D., 2012. Berat Lahir dan Kelangsungan Hidup Neonatal di Indonesia Birth Weight and Neonatal Survival in Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7(95).

Slemming, W. et al., 2016. Early Human Development Maternal risk exposure during pregnancy and infant birth weight. Early Human Development, 99, pp.31–36. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.earlhumdev.2016.03.012.

Syahraeni, 2013. PENGARUH PARITAS DAN FAKTOR -FAKTOR LAIN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RS BENYAMIN GULUH KABUPATEN KOLAKA PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2011 -2012. Universitas Indonesia.

Tayie, F. & Lartey, A., 2008. Volume 8 No . 3 2008 September 2008 Volume 8 No . 3 2008 September 2008. African Journal of Food Agriculture Nutrition and Development, 8(3), pp.291–303.

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017

Page 16: Determinan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ...

Taywade, M.L. & Pisudde, P.M., 2016. ScienceDirect Study of sociodemographic determinants of low birth weight in Wardha district , India. Clinical Epidemiology and Global Health, pp.1–7. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.cegh.2016.07.001.

The World Health Report 2005 Chapter 3 Realizing The Potential of Antenatal Care. 2005. 1st ed. [ebook] Geneva: WHO. Available at: http://www.who.int/whr/2005/chapter3/en/print.html [Accessed 1 Jan. 2017].

UPT Puskesmas Jasinga., 2014. Profil Puskesmas Jasinga Tahun 2014, Jasinga: Bogor

UPT Puskesmas Jasinga., 2015. Laporan Kegiatan Tahunan Puskesmas Jasinga Tahun 2015, Jasinga: Bogor

UPT Puskesmas Jasinga., 2015. Profil Puskesmas Jasinga Tahun 2015, Jasinga: Bogor

Wahyuningrum, T., Saudah, N. & Novitasari, W.W., 2015. Hubungan paritas dengan berat bayi lahir di rumah sakit umum daerah dr. wahidin sudiro husodo mojokerto. Midwiferia, 1(2), pp.87–92.

WHO & UNICEF, 2004. GLOBAL ESTIMATES, Geneva: WHO, UNICEF.

Determinan Kejadian ..., Putri Madya Kharimah, FKM UI, 2017