desain interior autisma center di surakarta dengan pendekatan ...
Transcript of desain interior autisma center di surakarta dengan pendekatan ...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA
DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi
Gelar Sarjana Seni Jurusan Desain Interior
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh :
DIDIK ROHMADI
NIM : C 0806007
JURUSAN DESAIN INTERIOR
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Penulisan Laporan Tugas Akhir dengan Judul :
DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA
DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN
Telah disetujui Oleh :
Mengetahui
Ketua Jurusan Desain Interior
Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn
NIP. 19621221 199201 1 001
Pembimbing I
Lu’lu’ Purwaningrum, SSn, MT
NIP.19770612 20012 2 003
.
Pembimbing II
Drs. Soepriyatmono, M.Sn.
NIP. 19560117 198811 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
PENGESAHAN
Telah disahkan dan dipertanggung jawabkan pada Sidang Tugas Akhir
Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pada Hari Senin, 26 Juli 2010
Tim Penguji :
1. Ketua Sidang
Iik Endang Siti W, SSn, M. Ds (………………………...)
NIP. 19771027 200112 2 002
2. Sekretaris Sidang
Drs. IF. B. Sulistyono Sk, MT.arch (………………………...)
NIP. 19621125 199303 1 001
3. Penguji I
Lu’lu’ Purwaningrum, SSn, MT. (………………………...)
NIP.19770612 20012 2 003
4. Penguji II
Drs. Soepriyatmono, M.Sn. (………………………..)
NIP. 19560117 198811 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Dekan
Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn Drs. Soedarno, MA
NIP. 19621221 199201 1 001 NIP. 19530314 198506 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
PERNYATAAN
Nama : Didik Rohmadi
NIM : C 0806007
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul Desain
Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan
Lingkungan adalah benar – benar karya sendiri, bukan plagiat dan dibuatkan orang lain.
Segala hal yang bukan karya saya dalam Laporan Tugas Akhir ini diberi kutipan dan
ditunjukkan pada daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik.
Surakarta, 2 Agustus 2010
Yang membuat pernyataan
Didik Rohmadi
NIM. C 0806007
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
MOTTO
… enjoy living, easy going, keep smiling …
Jangan banyak bicara tanpa dzikir kepada Allah SWT, karena banyak bicara tanpa dzikrullah
membekukan hati, dan sejauh-jauh manusia dari Allah SWT ialah yang keras hati (beku hati)
(HR. Ibnu Mardawaih)
Ojo Dumeh………
(Filosofi Jawa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
· Bapak dan Simbokku yang slalu
ada untuk aku
· Saudara-saudaraku yang kucintai
· Temen-temen interior
· Calon istriku kelak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SAW, pada akhirnya penulis
telah menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir : Desain Interior Autisma Center di
Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan, sebagai salah satu
syarat kelengkapan kelulusan Jurusan Desain Interior, Fakultas Sastra dan Seni Rupa,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas ini, atas pernyataas
rasa terima kasih ini penulis haturkan kepada :
1. Drs. Soedarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Drs. Rahmanu Widayat, MSn, selaku Ketua Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Iik Endang S.W, SSn, M. Ds, sekalu Koordinator Tugas Akhir.
4. Lu’lu’ Purwaningrum, SSn., MT, selaku Dosen Pembimbing I Mata Kuliah Tugas Akhir
5. Drs. Soepriyatmono, M. Sn, selaku Dosen Pembimbing II Mata Kuliah Tugas Akhir
6. Bapak dan Simbok yang selalu memberi motivasi.
7. Mas Bag + Bu Tutik, Abah Gie + Umi Rini, Den Joko + Nyai Susi, Mas Bimb + Mbak
Tri kalianlah saudara-saudaraku yang menjadi inspirasi untuk aku berbuat lebih baik.
8. De’ Tithut yang memberi warna tersendiri dalam setiap langkahku.
9. Ponakan ponakanku yang usil, ngeyel, tapi ngangenin (Nabil, Jundi, Nafisa, Adzam
Muzaki, Rigan, Dina, Jingga ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
10. Team maket ; Erlin, Harun, Arkhi. Terimakasih telah dengan total membantuku serta
teman-teman interior 2006 (Pram Kebal, Hafidz Grendul, Ari Sangar, Muhib Sanggup,
Fahmi Mio, Puthu, Cecep, Anik, Nur, Inung Ndud, Hesty, Rini Oneng, Selir Ginar, Putri,
Ade’, Mayong, Rosi, Nanik, Nita Nitul).
11. Semua pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan Tugas Akhir.
Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan oleh seluruh pihak akan
mendapat balasan yang berlipat dari Allah SAW. Akhir kata, dalam penulisan dan penyususan
Tugas Akhir Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku
dan Lingkungan ini mungkin masih banyak ada kekurangan, oleh karena itu segala saran dan
kritik yang bergtuna untuk melengkapi ksempurnaan Laporan Tugas Akhir ini dapat diterima
untuk membangun laporan ini. Semoga penulisan laporan ini dapat berguna dan bermanfaat
untuk kita semua.
Surakarta, Agustus 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA
DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN
Didik Rohmadi
C 0806007
Pembimbing I : Lu’lu’ Purwaningrum, SSn., MT.
Pembimbing II : Drs. Soepriyatmono, MSn.
ABSTRAK
Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan
Lingkungan merupakan judul dari proyek perancangan interior ini. Autisma Center
merupakan tempat dan sarana untuk semua kegiatan yang berhubungan dengan terapi
autisma dan pengembangan bakat penyandang autisma. Perancangan tematis dipusatkan
pada area- area yang berkaitan dan berhubungan langsung dengan pengunjung, yaitu
Lobby, Ruang Akupuntur, Ruang Tunggu, Ruang Terapi Individu, Ruang Terapi Basic
Skill, Ruang Terapi Motorik Halus, Terapi Motorik Kasar, Ruang Terapi Wicara
Kelompok, Kolam Renang Indoor. Selain itu juga terdapat ruang penunjang, yaitu Kantor,
Musholla, Lavatory, Gudang, Ruang Terapis, Ruang Akupunturis. Sistem sirkulasi linier
digunakan untuk memudahkan tahapan-tahapan terapi yang harus dijalani. Diikuti dengan
penerapan organisasi ruang linier untuk mendukung sistem sirkulasi sehingga
mempermudah pengunjung untuk menuju ruang yang dikehendaki tetapi dengan
memperhatikan terlebih dahulu ruangan lain di sekitar ruang yang dijadikan pusat atau
center. Autisma Center selain digunakan sebagai pusat terapi autisma juga digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
sebagai wadah untuk mengetahui bakat penyandang autism dan bertukar informasi
mengenai autism.. Tema perancangan yang digunakan yaitu “ modern natural” yang
disisipi oleh karakter ruang yang selalu dapat digunakan untuk sarana belajar setiap saat.
Perancangan interiornya mulai dari interior system, elemen pembentuk ruang, elemen
pengisi ruang, hubungan antar ruang, pengorganisasian ruang mengacu pada beberapa
literature dan tinjauan lapangan dengan mempertimbangkan unsur desain, prinsip desain,
dan tema yang mengacu pada pembentukan suasana ruang yang ingin dicapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………….
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………...
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………
HALAMAN MOTTO…………………………………………………
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………
KATA PENGANTAR…………………………………………………
ABSTRAKSI ………………………………………………………….
DAFTAR ISI……………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN………………………………………
A. Latar Belakang Masalah....…………………………
B. Penegasan Judul..........……………………………………...
C. BatasanMasalah....................................................................
D. Rumusan Masalah………………........................................
E. Tujuan...........................................................................
F. Ruang Lingkup Perancangan..................................................
G. Sasaran........................................................................
H. Manfaat.......................... .............................................
I. Sistem Pola Pikir.............................................................
J. Metode Desain.............................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xiv
xvii
1
1
3
4
5
5
6
7
7
8
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
1. Lokasi Penelitian.......................................................
2. Bentuk penelitian........................................................
3. Sumber Data..............................................................
4. Teknik Pengumpulan Data........................................
5. Metoder Pembahasan...............................................
K. Sistematika Penulisan.......................................................
BAB II KAJIAN LITERATUR…………………………………………………
A. Pengertian Judul.......................………………………………
B. Tinjauan Umum Autisma.....................………………….....
1. Definisi Autisme...............................................................
2. Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV...........................
3. Gejala........................................................................
4. Prevalensi Individu dengan Autisme.....................................
5. Implikasi Diagnosa Autisme.....................................
6. Perkembangan Penelitian Autisme.............................
7. Penanganan Autisme di Indonesia............................
8. Terapi Bagi Individu dengan Autisme........................
9. Terapi Alternatif.........................................................
C. Tinjauan Khusus Autisma......................………………
1. Terapi Medikamentosa............................................
2. Terapi Akupuntur ....................................................
D. Tinjauan Interior
1. Hubungan Antar Ruang.................................................................
2. Organisasi Ruang ..................................................................
9
11
12
12
13
14
15
15
18
18
21
24
27
29
32
34
36
39
40
42
44
46
46
47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
3. Pola Sirkulasi……..........…………………………….
4. Furniture ………...................………………………..
5. Warna..................……………………………………
6. Elemen Pembentuk Ruang ……….......……………..
BAB III STUDI LAPANGAN ………………………………..........
A. YAYASAN AUTISMA INDONESIA…………………
B. DOLAN CARE……………………………………………….
C. AROGYA MITRA AKUPUNTUR………………………….
BAB IV ANALISA DESAIN ……………………………………………
A. Analisis Existing………………………………………………….
1. Asumsi Lokasi……………………………………….
2. Potensi Lokasi ………………………………………
3. Denah Existing …..………………………………….
4. Pengembangan Denah Existing ………………….…………….
B. Programing….……………………………………………
1. Status Kelembagaan …………………………………
2. Struktur Organisasi…..………………………………
3. Sistem Operasional ……………………..…………………..
4. Tinjauan Kegiatan……………………..………………………….
5. Pelaku Kegiatan……………..………………………….
6. Skema Pelayanan…. ………………………………….
7. Kegiatan dan Fasilitas ….……………………………..
8. Analisa Kegiatan dan Besaran Ruang……………………………
9. Sistem Organisasi Ruang ………………………………………….
61
63
64
77
100
100
107
114
123
123
123
124
126
128
129
129
130
130
130
131
131
132
134
145
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
10. Sistem Sirkulasi………………………………………………
11. Hubungan Antar Ruang……………………………………..
12. Zoning dan Grouping…………………………………….
C. Konsep Perancangan…………………………………………
1. Pola Pikir Desain…………………………………………….
2. Ide Gagasan……………………………………………..
3. Tema…………………………………………………….
4. Suasana dan Karakter Ruang……………………………….
5. Pola Penataan Layout…………………………………….
6. Unsur Pembentuk Ruang…………………………………..
7. Furniture…………………………………………………
8. Bentuk dan Warna……………………………………….
9. Interior Sistem……………………………………………
10. Sistem Keamanan……………………………………….
BAB V KESIMPULAN ……………..…………………………………………
A. Kesimpulan Desain …………………………………………………
B. Saran………………….. ……………………………………………
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………
LAMPIRAN
148
150
150
153
153
154
156
156
156
157
162
162
162
164
166
166
166
167
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Organisasi ruang terpusat.................................................
Gambar II.2 Ilustrasi 1 Organisasi ruang terpusat.................................
Gambar II.3 Ilustrasi 2 Organisasi ruang terpusat.................................
Gambar II.4 Ilustrasi 3 Organisasi ruang terpusat.................................
Gambar II.5 Ilustrasi 4 Organisasi ruang terpusat.................................
Gambar II.6 Ilustrasi 5 Organisasi ruang terpusat.................................
Gambar II.7 Ilustrasi 6 Organisasi ruang terpusat.................................
Gambar II.8 Ilustrasi 7 Organisasi ruang terpusat.................................
Gambar II.9 Organisasi Ruang Linier..................................................
Gambar II.10 Ilustrasi 1Organisasi ruang Linier.................................
Gambar II.11 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Linier.................................
Gambar II.12 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Linier................................
Gambar II.13 Ilustrasi 4 Organisasi ruang Linier...............................
Gambar II.15 Ilustrasi 5 Organisasi ruang Linier...............................
Gambar II.16 Ilustrasi 5 Organisasi ruang Linier...............................
Gambar II.17 Organisasi ruang Radial................................................
Gambar II.18 Ilustrasi 1 Organisasi ruang Radial.................................
Gambar II.19 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Radial.................................
Gambar II.20 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Radial.................................
Gambar II.21 Organisasi ruang Cluster................................................
Gambar II.22 Ilustrasi 1 Organisasi ruang Cluster................................
Gambar II.23 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Cluster................................
47
48
48
48
49
49
50
50
50
51
51
52
52
53
53
54
54
55
55
55
56
57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvi
Gambar II.24 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Cluster................................
Gambar II.25 Ilustrasi 4 Organisasi ruang Cluster................................
Gambar II.26 Organisasi ruang Grid.....................................................
Gambar II.27 Ilustrasi 1 Organisasi ruang Grid....................................
Gambar II.28 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Grid....................................
Gambar II.29 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Grid....................................
Gambar II.30 Ilustrasi 4 Organisasi ruang Grid....................................
Gambar II.31 Ilustrasi 5 Organisasi ruang Grid....................................
Gambar II.31 Ilustrasi 6 Organisasi ruang Grid....................................
Gambar II.32 Ilustrasi 7 Organisasi ruang Grid....................................
Gambar II.32 Sirkulasi Linier...............................................................
Gambar II.33 Sirkulasi Radial...............................................................
Gambar II.34 Sirkulasi Spiral...............................................................
Gambar II.35 Sirkulasi Linier...............................................................
Gambar II.36 Sirkulasi Network..........................................................
Gambar. II.37 Konstruksi Lantai dan Karpet ......................................
Gambar II.38 Fire estinguisher dan Hidrant kebakaran......................
Gambar III.1 Halaman Depan 1...........................................................
Gambar III.2 Hal Depan II.................................................................
Gambar III.3 Carport............................................................................
Gambar III.4 Papan Nama...................................................................
Gambar III.5 Bu Tari (Pengelola) .......................................................
Gambar III.6 Rak Data Autisma..........................................................
Gambar III.7 Meja Kerja ....................................................................
57
58
58
58
59
59
60
60
61
61
61
62
62
62
63
80
97
104
104
104
104
104
104
105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvii
Gambar III.8 Rak Buku ....................................................................
Gambar III.9 Sofa Tunggu 1...............................................................
Gambar III.10 Sofa tunggu 2...............................................................
Gambar III.11 Rak Makanan...............................................................
Gambar III.12 Rak Mainan..................................................................
Gambar III.13 Barang Paket................................................................
Gambar III.14 Display Mainan...........................................................
Gambar III.15 Ruang Pimpinan..........................................................
Gambar III.16 Market Autis ...............................................................
Gambar III.17 Display Mainan...........................................................
Gambar III.18 Interior Market..............................................................
Gambar III.19 Interior Market...............................................................
Gambar III.20 Ruang Tunggu 1............................................................
Gambar III.21 Ruang Tunggu 2............................................................
Gambar III.22 Pantry Belajar ...............................................................
Gambar III.23 Toilet.............................................................................
Gambar III.24 Ruang Okupasi 1...........................................................
Gambar III.25 Ruang Okupasi 2...........................................................
Gambar III.26 Ruang Okupasi 3............................................................
Gambar III.27 Ruang Okupasi 4............................................................
Gambar III.28 Ruang Okupasi 5............................................................
Gambar III.28 Ruang Terapi .................................................................
Gambar III.29 R. Terapi Wicara.............................................................
Gambar III.30 R. Diskusi Terapis 1........................................................
105
105
105
105
105
106
106
106
110
110
110
110
110
110
111
111
111
111
111
111
112
112
112
112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xviii
Gambar III.31 R. Diskusi Terapis 2........................................................
Gambar III.32 R. Terapi Wicara.............................................................
Gambar III.33 R. Snoezelen 1................................................................
Gambar III.34 R. Snoezelen 2................................................................
Gambar II.35 R. Snoezelen 3................................................................
Gambar III.36 R. Snoezelen 4................................................................
Gambar III.37 Kantor TU dan Garasi...................................................
Gambar III.38 Gerbang Depan..............................................................
Gambar III.39 Sanggar Kutilang..........................................................
Gambar III.40 Sabtu Ceria....................................................................
Gambar III.41 R. Rawat Inap................................................................
Gambar III.42 Tangga dan Ram...........................................................
Gambar III.43 R. Rawat Inap...............................................................
Gambar III.44 Ruang Akupuntur.........................................................
Gambar III.45 Kolam Renang..............................................................
Gambar III.46 Area Bermain................................................................
Gambar III.47 R. SI 1............................................................................
Gambar III.48 R. SI 2..........................................................................
Gambar III.49 R. SI 3..........................................................................
Gambar III.50 R. SI 4...........................................................................
Gambar III.51 Perpisahan Karyawan...................................................
Gambar III.52 TokoPerlengkapan........................................................
Gambar III.53 Terapi Kegiatan 1.........................................................
Gambar III.54 Terapi Kegiatan 2.........................................................
112
112
113
113
113
113
113
118
118
118
118
118
119
119
119
119
119
119
119
119
120
120
120
120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xix
Gambar III.55 Terapi Kegiatan 3.........................................................
Gambar III.56 R. Fitness......................................................................
Gambar III.57 R. Akupuntur...............................................................
Gambar III.58 R. Tunggu Terapi........................................................
Gambar III.59 R. Terapi Musik 1......................................................
Gambar III.60 R. Terapi Musik 2.......................................................
Gambar III.61 R. Terapi Musik 3........................................................
Gambar III.62 Teras............................................................................
Gambar III.63 Tunggu 1 ....................................................................
Gambar III.64 R. Tunggu 2................................................................
Gambar III.65 R. Tunggu 3...............................................................
Gambar III.66 R. Tangga....................................................................
Gambar III.67 R. Parkir.....................................................................
Gambar III.68 Lavatory 1..................................................................
Gambar III.69 Lavatory 2..................................................................
Gambar IV.1 Peta Kota Suraka.........................................................
Gambar IV.2 Denah Perubahan 1......................................................
Gambar IV.3 Denah Perubahan 2......................................................
Gambar IV.4 Denah Existing 1..........................................................
Gambar IV.5 Denah Existing 2...........................................................
Gambar IV.6 Ilustrasi Pola sirkulasi.....................................................
Gambar IV.7 Zoning Grouping..............................................................
120
120
120
120
121
121
121
121
121
121
121
121
122
122
122
123
127
127
128
129
149
152
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xx
DAFTAR SKEMA
Skema I.1. Pola Pikir Desain...................................................................
Skema IV.1. Strktur Organisasi Autisma Center di Surakarta.................
Skema IV.2. Skema Pelayanan................................................................
Skema IV.3. Pola Pikir Desain................................................................
8
130
131
153
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xxi
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1. Kegiatan dan Fasilitas..........................................................
Tabel IV.2. Loby.....................................................................................
Tabel IV.3. Ruang Kerja........................................................................
Tabel IV.4. Ruang Terapi.......................................................................
Tabel IV.5. Ruang Terapis.....................................................................
Tabel IV.6. Toko....................................................................................
Tabel IV.7. Alternatif pengorganisasian ruang.......................................
Tabel IV.8. Hubungan Antar Ruang.......................................................
Tabel IV.9. Analisa bahan dan kegunaan pada Lantai............................
Tabel IV.10. Analisa bahan dan kegunaan pada Dinding........................
Tabel IV.11. Analisa bahan dan kegunaan pada Ceiling........................
132
134
135
137
143
145
146
150
158
160
161
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar 1 Denah Perubahan Lantai 1..................................................
Gambar 2 Denah Perubahan Lantai 2..................................................
Gambar 3 Denah Existing Lantai 1.......................................................
Gambar 4 Denah Existing Lantai 2.......................................................
Gambar 5 Layout Lantai 1....................................................................
Gambar 6 Layout Lantai 2....................................................................
Gambar 7 Ceilling Plan Lantai 1...........................................................
Gambar 8 Ceilling Plan Lantai 2...........................................................
Gambar 9 Floor Plan Lantai 1...............................................................
Gambar 10 Floor Plan Lantai 2.............................................................
Gambar 11 Floor Plan Lantai 2 Alternatif............................................
Gambar 12 Tampak Potongan A-A’ dan B-B’......................................
Gambar 13 Tampak Potongan C-C’, D-D’ dan G-G’...........................
Gambar 14 Tampak Potongan E-E’ dan F-F’.......................................
Gambar 15 Aksonometri Lantai 1.........................................................
Gambar 16 Aksonometri Lantai 2.........................................................
Gambar 17 Detail Konstruksi................................................................
Gambar 18 Detail Konstruksi................................................................
Gambar 19 Gambar Furniture ..............................................................
Gambar 20 Sketsa Furniture 1...............................................................
Gambar 21 Sketsa Furniture 2...............................................................
Gambar 22 Perspektif Lobby Area........................................................
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xxiii
Gambar 23 Perspektif Ruang Terapi Akupuntur...................................
Gambar 24 Perspektif Ruang Tunggu..................................................
Gambar 25 Perspektif Ruang Terapi Wicara........................................
Gambar 26 Skema Bahan Lantai 1........................................................
Gambar 27 Skema Bahan Lantai 2........................................................
Gambar 28 Skema Warna Lantai 1.......................................................
Gambar 29 Skema Warna Lantai 2.......................................................
Gambar 30 Foto Sidang Tugas Akhir...................................................
Gambar 31 Foto Maket Tugas Akhir....................................................
23
24
25
26
27
28
29
30
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Autisma atau biasa disebut Autistic Spectrum Disorder (ASD)
merupakan suatu gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan
bervariasi. Dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi ledakan yang luar
biasa dari gangguan perkembangan pada anak diseluruh dunia. Yang
paling menonjol peningkatannya adalah suatu gangguan perkembangan
yang cukup berat dan luas, yang lebih lazim disebut dengan Autisma
Infantil atau Autisma Masa Kanak. Diagnosa dan penanganan yang tepat
dengan memperhatikan psikologi lingkungan dan perilaku penyandang
autisma akan sangat membantu mereka untuk dapat mengembangkan
potensi yang ada.
Penanganan yang dilakukan untuk penyandang autisma meliputi
berbagai macam terapi dan pengembangan bakat yang disesuaikan untuk
kebutuhan penyandang autisma. Gejala autisma mulai tampak pada tiga
tahun pertama kehidupan ( usia 0-3 tahun ). Gangguan perkembangan ini
meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial, dan kemampuan
berimajinasi.
National Information Center for Children and Youth with
Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada
tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian
Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah:
60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD
yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, data
terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Belum ditemukan data yang akurat
mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu
wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater
Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya
peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah
penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat
menjadi satu per 500 anak”. Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati;
staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di
Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat.
(Kompas: 2000)
Peningkatan jumlah penderita autisma masih tetap dalam penelitian
para pakar dibidang autisme. Ada indikasi bahwa cara hidup manusia yang
semakin modern, banyak menggunakan zat-zat kimiawi sehingga akhirnya
manusia juga yang kena dampak racunnya.
Sayangnya peningkatan jumlah penyandang autisma yang
demikian pesat itu tidak sebanding dengan jumlah para profesional yang
mendalami bidang ini. Hal ini seringkali menyebabkan terjadinya
kerancuan dalam menegakkan diagnosa. Banyak penyandang autisma
terutama yang ringan tidak terdiagnosa atau bahkan mendapatkan diagnosa
yang salah. Hal ini tentu saja sangat merugikan anak tersebut, oleh karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kemajuan yang diperoleh para penyandang autisma sangat tergantung dari
deteksi dan penatalaksanaan dini yang tepat.
Maka dengan adanya permasalahan tersebut, dibentuklah sebuah
pusat autisma yang melayani kebutuhan terapi dan sekolah untuk anak –
anak berkebutuhan khusus, yaitu treatment yang komprehensif, umumnya
meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational
Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta
memodifikasi perilaku. ( www.mediaindonesia.com. 25 Februari 2010)
B. Batasan Masalah
Perencanaan dan perancangan Autisma Center ini muncul karena
rasa kepedulian terhadap kondisi sekarang yang semakin meningkatnya
penyandang autisma. Pendekatan secara psikologis yang mengacu kepada
alam diharapkan dapat menunjang kebutuhan tumbuh kembang anak
secara optimal. Maka dengan dibuatkan sebuah wadah Autisma Center
yang perencanaan dan perancangan interiornya yang menggunakan tema
modern tropis diharapkan mampu membantu tumbuh kembang anak autis
secara baik dan terarah. Dengan tema interior modern tropis diharapkan
mampu memberi dampak psikologis bahwa anak autis itu belajar dengan
unsur alam sebagai penunjangnya.
Masalah yang ingin ditangani dengan adanya proyek ini adalah
1. Terapi Wicara (Speech Therapy),
2. Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
3. Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta
memodifikasi perilaku.
4. Akupuntur
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas maka dapat diajukan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana merencanakan dan merancang organisasi ruang, pola
hubungan antar ruang, dan sirkulasi yang memudahkan bagi anak autis
dan penunggu sesuai dengan kegiatan yang diwadahi pada Autisma
Center tersebut ?
2. Bagaimana mewujudkan ruangan yang dapat membantu dalam
mendukung proses terapi bagi anak penyandang autis dengan
pemakaian material, bahan dan warna sebagai suatu bentuk terapi pada
penerapan interior ?
3. Bagaimana merencanakan dan merancang karakter ruang yang sesuai
dengan psikologi anak autis sehingga mampu mendukung proses terapi
dengan memperhatikan unsur pembentuk ruang, interior sistem dan
furniture yang sesuai berdasarkan tema ?
D. Tujuan
Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka Autisma Center ini
mempunyai tujuan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
1. Menentukan organisasi ruang, pola hubungan antar ruang, dan
sirkulasi pada Autisma Center di Surakarta tersebut agar dapat
mewadahi kegiatan yang ada.
2. Mewujudkan ruangan dengan pemakaian material, bahan dan warna
sebagai suatu bentuk terapi pada penerapan interior yang dapat
membantu dalam mendukung proses terapi bagi anak autis.
3. Merencanakan dan merancang karakter ruang yang sesuai dengan
psikologi anak autis sehingga mampu mendukung proses terapi dengan
memperhatikan unsur pembentuk ruang, interior sistem dan furniture
yang sesuai berdasarkan tema.
E. Ruang Lingkup Perancangan
Autisma Center ini berupaya untuk mendidik atau mengajarkan orang
tua agar dapat menerapkan pola asuh yang baik terhadap anak autisnya
serta membantu tumbuh kembang anak. Penekanan pembahasan yaitu
pada perancangan interior yang dapat memenuhi kebutuhan para pengguna
sekaligus pengelola.
Kegiatan utama pada Autisma Centerini adalah :
a. Fasilitas utama yang terdiri dari :
1. Sarana penyuluhan dan pendidikan perilaku anak autis yang benar
2. Sarana pelayanan konsultasi dan terapi anak autis
3. Sarana untuk penemuan dan pengembangan bakat pada anak autis.
b. Fasilitas Pendukung
Terdiri dari :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1. Ruang Terapi ( okupasi, perilaku, wicara, sensori)
2. Lobby
3. Ruang Pengelola
4. Ruang Terapis
5. Ruang Akupuntur
6. Ruang Pengembangan Bakat (musik, seni lukis, komputer)
7. Ruang Tunggu
8. Toko
9. Gudang
10. Toilet
11. Tempat Ibadah
F. Sasaran
Dalam perencanaan dan perancangan Autisma Center ini memuat
beberapa sasaran, antara lain:
1. Orang Tua penyandang autis.
2. Penyandang Autis
3. dan lain-lain.
G. Manfaat
Hasil perancangan nanti diharapkan dapat bermanfaat dan berguna
bagi pihak-pihak sebagai berikut :
1. Bagi pengguna masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Memberikan pengetahuan tentang penataan interior yang termasuk di
dalamnya penataan furniture serta arus sirkulasi yang menunjang
kegiatan yang ada di sana, sekaligus dapat memberikan kenyamanan
dan keamanan.
2. Bagi Dunia Akademik
Memberikan pengetahuan tentang pengorgasisasian ruang yang baik di
dalam interior public space.
3. Bagi Penulis
Mampu merancang sebuah Autisma Center yang mampu memenuhi
unsur estetika, tehnik, fungsi dan tingkat ergonomi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
H. Skema Pola Pikir
Skema I.1 Pola Pikir Desain
DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER
Studi Literatur Studi Lapangan
Analisis
Konsep Desain
Norma Desain:
1. Fungsi
2. Bahan
3. Teknik
4. Estetik
Alternatif Desain
Skesta Desain
Desain Akhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
I. Metode Desain
1. Permasalahan
Desain Interior Autisma Center ini berdasarkan analisa
permasalahan yang menjadi latar belakang perancangan sehingga
membutuhkan bahan pembanding/ referensi dalam rancangan Autisma
Center.
Perancangan ini membutuhkan pembanding dengan studi
lapangan, studi literatur, dan browsing internet sehingga permasalahan
dalam perancangan semakin jelas terlihat. Permasalahan dalam
perancangan Autisma Center ini adalah penyediaan ruang-ruang terapi
yang kondusif bagi penyandang autisma. Berdasar dari analisa
permasalahan yang ada dikembangkan menjadi konsep desain yang
didukung oleh aspek-aspeknya.
2. Bentuk Perancangan
Desain Interior Autisma Center menggunakan pendekatan
psikologi lingkungan dan perilaku karena berpengaruh bagi pengguna.
Pendekatan psikologi lingkungan dan perilaku ini sangat diperlukan
karena bagi penyandang autisma selain terapi yang secara kontinyu
dilakukan, ruangan yang mereka gunakan harus memperhatikan
kebutuhan mereka. Dari studi lapangan dan literatur dihasilkan analisa
desain yang sesuai dengan ide gagasan yaitu menciptakan terapi yang
menyejukkan ditengah kota sehingga menghadirkan suasana yang
homy, akrab, alami, peduli pada lingkungan namun tetap modern.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Dari analisa desain menggunakan tema pembelajaran setiap
saat dengan gaya natural modern pada ruang dan furnitur. Organisasi
ruang menyesuaikan perancangan pencapaian antar ruang mudah
dengan tidak mengenyampingkan interior system yang aman dan
nyaman.
3. Lokasi Penelitian
a. Yayasan Autisma Indonesia di Jl. Cipinang Kebembem 1/6 Jakarta
13230
b. Dolan Care di Jl, Surabaya No. 11 Menteng Jakarta 10310
c. Arogya Mitra Akupuntur di Ngemplak, Kalikotes, Klaten, Jawa
Tengah
4. Bentuk Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diajukan dalam
penelitian yang memerlukan data-data kualitatif maka bentuk
penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif
(uraian yang bersifat informatif dan tidak berbentuk angka). Bentuk ini
mampu menangkap informasi kualitatif yang penuh nuansa daripada
hanya sekedar angka atau frekuensi. “Deskriptif mempersyaratkan
suatu usaha dengan keterbukaan pikiran yang menentukan objek yang
sedang dipelajari.” (H.B Sutopo, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
5. Sumber Data
Sumber-sumber data yang digunakan adalah:
1) Data Primer
Sejumlah keterangan yang diperoleh secara langsung dari lapangan
penelitian, melalui pihak-pihak yang terkait secara langsung.
2) Data Sekunder
Sejumlah data yang secara tidak langsung diperoleh dari lapangan
penelitian, tetapi diperoleh melalui studi pustaka, majalah, internet.
6. Tehnik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif, maka sumber data
diperoleh melalui tehnik :
1) Wawancara
Metode ini untuk memperoleh data atau hal yang sifatnya
tidak terungkap secara fisik. Wawancara ini dilakukan dengan
struktur yang lentur tetapi dengan “pertanyaan yang semakin
memfokus sehingga informasi yang dikumpulkan cukup
mendalam”. ( H.B.Sutopo, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)
2) Observasi
Observasi dalam penelitian kualitatif sering disebut sebagai
observasi berperan pasif. Observasi ini dilakukan secara formal
dan informal untuk mengamati berbagai kegiatan di lokasi
penelitian yang sesuai dengan daftar masalah. Observasi ini juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
menggunakan alat bantu observasi seperti alat pencatat, kamera
serta alat pendukung lainnya.
3) Kontek Analisa ( Analisa Dokumen )
Tehnik ini akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang
bersumber dari dokumen dan arsip yang terdapat pada lokasi
penelitian.
7. Metode pembahasan
Metode yang digunakan dalam pembahasan masalah adalah
metode pembahasan analisa interaktif, dimana ada 3 tahap pokok yang
digunakan oleh peneliti, yaitu :
1) Data reduction
Yaitu proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi data.
2) Data display
Merupakan suatu penyusunan informasi sebelum menyusun
sebuah kesimpulan dari penelitian yang dilakukan
3) Concluting Drawing
Dari awal penelitian data penelitian sudah harus memulai
melakukan pencatatan peraturan, pola-pola pertanyaan, arahan
sebab-akibat dan proporsi-proporsi. (Sutopo HB, dalam Defi Sri
Kartikasari. 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
J. SISTEMATIKA PENULISAN
Secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri atas latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan, sasaran perancangan, manfaat, skema pola
pikir dan metode desain, dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN LITERATUR
Mengemukakan hasil proses pengumpulan data dan studi
literatur. Teori-teori ini kemudian digunakan sebagai dasar dan
pedoman perancangan. yang meliputi pembahasan teori tentang
ruang dan manusia, yang di dalamnya mencakup tentang
pengertian, fungsi, klasifikasi, sirkulasi, komponen pembentuk
ruang, sistem interior, sistem keamanan.
BAB III STUDI LAPANGAN
Data-data hasil survey lapangan yang berhubungan dengan
proyek interior yang akan dikerjakan sehingga menjadi
pembanding dan acuan untuk merancang konsep desain.
Merupakan hasil studi observasi di lapangan, baik sebagai
dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun
sebagai bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses
analisa dari konsep Desain Autisma Center di Surakarta
BAB IV ANALISA DESAIN
Merupakan uraian tentang ide atau gagasan yang akan melatar
belakangi terciptanya karya desain interior.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Meliputi kesimpulan evaluasi konsep perancangan dan
keputusan desain serta saran-saran penulis mengenai
perancangan Interior Autisma Center di Surakarta dengan
Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
KAJIAN LITERATUR
A. Pengertian Judul
Pengertian Desain Interior Autisma Center Di Surakarta dengan
Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan bila dijelaskan secara
umum dari tiap kata yang ada adalah :
Desain : 1) Rancangan, rencana suatu bentuk dan sebagainya.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam Galur
Gegadannitisswari. 2009)
2) Suatu sistem yang berlaku untuk segala macam
jenis perancangan dimanan titik beratnya adalah
melihat sesuatu persoalan tidak secara tepisah atau
tersendiri melainkan sebagi suatu kesatuan dimana
satu masalah dengan lainnya saling kait mengkait.
(Desain Interior, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)
Interior : merupakan bagian dalam dari gedung ( ruang; dsb;
tatanan perabot, hiasan, dll ) di dalam ruangan
dari gedung tersebut ( Kamus Besar Bahasa
Indonesia, dalam Galur Gegadannitisswari. 2009 )
Desain Interior : Adalah karya arsitek atau desainer yang khusus
menyangkut bagian dalam dari suatu bangunan.
(Desain Interior, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Autism : 1) a mental disorder characterized by inability to
engage in normal social interactions and intense
self-absorption, and usually accompanied by
other symptoms such as language dysfunctions
and repetitive behavior. (www.dict.org_gcide)
2) behavior showing an abnormal level of
absorption with one's own thoughts and disregard
for external realities. (www.dict.org_gcide)
3) (psychiatry) an abnormal absorption with the
self; marked by communication disorders and
short attention span and inability to treat others
as people. (www.dict.org_gcide)
4) Autisma adalah gangguan perkembangan yang
luas dan berat yang gejalanya mulai tampak pada
anak sebelum ia mencapai usia 3 tahun. Gangguan
ini terutama mencakup bidang komunikasi
interaksi dan perilaku. (Dr. Melly Budhiman
SpKJ)
5) Autisme atau biasa disebut ASD (Autistic
Spectrum Disorder) adalah gangguan
perkembangan fungsi otak yang kompleks dan
sangat bervariasi (spektrum). Biasanya gangguan
perkembangan ini meliputi cara berkomunikasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
ber-interaksi sosial dan kemampuan ber-imajinasi.
(www.puterakembara.org)
Center : Titik tengah atau bagian dari sesuatu. Bangunan atau
tempat untuk kegiatan tertentu. Titik dimana orang-
orang memusatkan perhatian.( Oxford Learner’s
Pocket Dictionary )
Surakarta : Salah satu kota di Jawa Tengah
Psikologi : psychology ( Inggris ) yang dari kata ‘psyche’ atau
‘psycologie’ ( Jerman ) dimana artinya adalah jiwa,
psychology artinya ilmu yang mempelajari segala
sesuatu yang berhubungan dengan jiwa manusia,
baik perkembangannya dan segala hal yang
menyertainya. ( Oxford Learner’s Pocket
Dictionary)
Lingkungan : Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia
dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perkehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya. ( UURI No.4 Tahun 1982 &
UURI No.23 Tahun 1997, Tentang Lingkungan
Hidup )
Perilaku : Menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan
dengan semua aktivitas manusia secara fisik; berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
interaksi manusia dengan sesamanya ataupun
dengan lingkungan fisiknya
Jadi pengertian Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan
Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan adalah rancangan suatu
bentuk ruang dalam bangunan yang merupakan fasilitas terapi dan
penataan perilaku penyandang autisma yang terletak di Surakarta dengan
pendekatan konsep interior yang peduli perilaku penyandang autisma
dengan menciptakan lingkungan interior yang kondusif untuk penataan
perilaku penyandang autisma.
B. Tinjauan Umum Autisma
1. Definisi Autisme
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun
saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak
tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive,
aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut
Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6
gangguan dalam bidang:
1. interaksi sosial,
2. komunikasi (bahasa dan bicara),
3. perilaku-emosi,
4. pola bermain,
5. gangguan sensorik dan motorik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
6. perkembangan terlambat atau tidak normal.
Gejala autis ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil;
biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. Autisme dalam Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu
dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Perpasive
Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan
perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di
bawah (umbrella term) PDD, yaitu:
1. Autistic Disorder (Autism)
Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan
dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara
imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.
2. Asperger’s Syndrome
Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan
aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan
keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat
intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified
(PDD-NOS)
Merujuk pada istilah a typical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku
bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada
diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
4. Rett’s Syndrome
Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada
anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal
kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang
dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang
digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang
pada rentang usia 1 – 4 tahun.
5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD)
Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama
usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-
kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.
Diagnosa Perpasive Develompmental Disorder Not Otherwise
Specified (PDD – NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika
Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa karakteristik autisme pada
seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information Center for
Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat
menyatakan bahwa Autisme dan PDD – NOS adalah gangguan
perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa dan
gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan
gangguan yang bersifat neurologis yang mempengaruhi kemampuan
berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan
berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada
perubahan dan adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap
pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan pada gejala autisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2. Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV
a) Interaksi Sosial (minimal 2):
1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak
mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya
3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2
arah
b) Komunikasi Sosial (minimal 1):
1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non
verbal
2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi sosial
c) Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):
1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat
khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya.
2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak
berguna.
3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang.
Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari
suatu benda.
Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate)
hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering
kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para
ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan
kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku
menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan
rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low
functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi
kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan
bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti
rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism.
Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat
berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model-model
treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya
melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di
bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan
teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat
fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80%
anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak
berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun
label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi
yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.
Referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali
jenis-jenis gangguan perkembangan pada anak adalah ICD
(International Classification of Diseases) Revisi ke-10 tahun 1993 dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang
keduanya sama isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan
Perkembangan Perpasiv (Perpasive Developmental Disorder/PDD):
Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala yang
mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial –
Komunikasi – Perilaku.
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat
menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila
tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi
adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini
telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme
masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun
1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat
menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan
hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi
terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi
verbal.
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar
pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk
mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon
Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
3. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang
terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial
mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening
autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy
Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak,
yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.
Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan
perkembangan lain yang berhubungan membutuhkan observasi yang
menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan
kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa
karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat. Observasi dan
wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam mendiagnosa.
Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan
adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari
neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan,
okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.
3. Gejala
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama
maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali
menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara
tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang
lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau
bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangsangan dari kelima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan
penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan
atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata)
juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri
sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar
kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal
mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang
berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi,
beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang
autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi
sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya,
permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa
tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut
ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya
baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
1. Hambatan dalam komunikasi, misalnya: berbicara dan memahami
bahasa.
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di
sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang
dikenali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola
perilaku yang tertentu.
Para penyandang autisme beserta spektrumnya sangat beragam,
baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan
perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara'
sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga
sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia).
Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya
menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-
konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas
yang unik dari individu-individu penyandangnya.
Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan
pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspada
dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute
of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika
Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan
perlunya evaluasi lebih lanjut :
1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada,
menggenggam) hingga usia 12 bulan
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di
usia 24 bulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada
usia tertentu
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak
tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan
autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan
evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog,
Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang
memahami persoalan autisme. (www.rumahautis.org).
4. Prevalensi Individu dengan autisme
Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di
Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an, bayi-bayi yang lahir di
California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian
Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar
kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh
darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat
dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National
Information Center for Children and Youth with Disabilities
(NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000
mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne
(Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme
beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah:
60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang
ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah
diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki
dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini
penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus
mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya
sehingga mereka pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk
mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama
dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan
ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf
saat melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 – 27 Maret
2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:
1. Genetic susceptibility – different genes may be responsible in
different families.
2. Chromosome 7 – speech / language chromosome
3. Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth
Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya
dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab
di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-
penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan
oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua
tidak menginginkan anak ketika hamil.
Bagaimana di Indonesia? Belum ditemukan data yang akurat
mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam
suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia
menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun
yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000
anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak”. Tahun 2000
yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang
lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut
menurutnya setiap tahun terus meningkat. Hal ini sungguh patut
diwaspadai karena jika penduduk di Indonesia saat ini mencapai lebih
dari 160 juta, kira-kira berapa orang yang terdata sungguh-sungguh
menyandang austime beserta spektrumnya?. (Sumber :Kompas: 2000).
5. Implikasi Diagnosa Autisme
Secara historis, diagnosa autisme memiliki persoalan; suatu ketika
para ahli dan peneliti dalam bidang autisme bersandarkan pada ada
atau tidaknya gejala, saat ini para ahli dan peneliti tampaknya
berpindah menuju berbagai karakteristik yang disebut sebagai
continuum autism. Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan
adanya descriptive approach to diagnosis. Ini adalah suatu pendekatan
deskriptif dalam mendiagnosa sehingga menyertakan observasi-
observasi yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri.
Settingya mungkin di sekolah, di taman-taman bermain atau mungkin
di rumah sebagai lingkungan sehari-hari anak dimana hambatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
maupun kesulitan mereka tampak jelas diantara teman-teman sebaya
mereka yang ‘normal’.
Persoalan lain yang mempengaruhi keakuratan suatu diagnosa
seringkali juga muncul dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang
bermasalah merupakan atribut dari pola asuh yang kurang tepat.
Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari
dinamika keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya
gangguan. Adanya interpretasi yang salah dalam memaknai penyebab
mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan perilaku mampu
menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua. Pertanyaan
selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa
semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguh-sungguh
terpisah dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk kondisi?
Perlu adanya sebuah model diagnosa yang menyertakan keseluruhan
hidup anak dan mengevaluasi hambatan-hambatan dan kesulitan anak
sebagaimana juga terhadap kemampuan-kemampuan dan
keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian
disarankan agar para profesional di bidang autisme juga
mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal
anak, penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak,
fungsi-fungsi sensorisnya, kemampuan bermain, perkembangan
konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat sikuen, kemampuan
musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak
sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa
gejala autisme bersifat individual; akan berbeda satu dengan lainnya
meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning atau dianggap
sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk
menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga
perlu disadari bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang
panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak tetapi juga perlu
menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak.
Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang
autisme yang mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada
pada diri mereka, misalnya: Temple Grandine yang mampu
mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis
sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna
William yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan
bakat seninya sehingga dapat menjadi seorang penulis dan seniman,
Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan
kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang
pemuda yang aktif dan tangkas dan mungkin masih banyak nama-
nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita bersama. Pada
akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna
bila mampu memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik
mengenai kondisi alamiah yang benar dari seorang anak. Label yang
menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan
pendidik jelas tidak akan membawa manfaat apapun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
6. Perkembangan Penelitian Autisme
Tahun 1960 penanganan anak dengan autisme secara umum
didasarkan pada model psikodinamika, menawarkan harapan akan
pemulihan melalui experiential manipulations (Rimland, 1964).
Namun demikian model psikodinamika dianggap tidak cukup efektif.
Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat sejumlah laporan penelitian
bahwa pelaku psikodinamik tidak dapat memberikan apa yang mereka
janjikan (Lovaas, 1987). Melalui berbagai literatur, dapat disebutkan
beberapa ahli yang memiliki perbedaan filosofis, variasi-variasi
treatment dan target-target khusus lainnya, seperti:
1. Rimland (1964): Meneliti karakteristik orang tua yang memiliki
anak dengan autisme, seperti: pekerja keras, pintar, obsesif, rutin
dan detail. Ia juga meneliti penyebab autisme yang menurutnya
mengarah pada faktor biologis.
2. Bettelheim (1967): Ide penyebab autisme adalah adanya penolakan
dari orang tua. Infantile Autism disebabkan harapan orang tua
untuk tidak memiliki anak, karena pada saat itu psikoterapi yang
sangat berpengaruh, maka ia menginstitusionalkan 46 anak dengan
autistime untuk keluar dari stress berat. Namun tidak dilaporkan
secara detail kelanjutan dari hasil pekerjaannya tersebut.
3. Delacato (1974): Autisme disebabkan oleh Brain injured. Sebagai
seorang Fisioterapi maka Delacato memberikan treatment yang
bersifat sensoris. Pengaruh ini kemudian berkembang pada Doman
yang dikemudian hari mengembangkan metode Gleen Doman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
4. Lovaas (1987): Mengaplikasikan teori Skinne dan menerapkan
Behavior Modification kepada anak-anak berkebutuhan khusus,
termasuk anak dengan autistisme di dalamnya. Ia membuat
program-program intervensi bagi anak-anak berkebutuhan khusus
yang dilakukannya di UCLA. Dari hasil program-program Lovaas,
anak-anak dengan autisme mendapatkan program modifikasi
perilaku yang kemudian berkembang secara professional dalam
jurnal-jurnal psikologi.
Hingga saat ini terdapat banyak program intervensi perilaku bagi
anak dengan autisme, setiap program memiliki berbagai variasi dan
pengembangan-pengembangan sendiri sesuai dengan penelitian-
penelitan dilakukan. Perkembangan studi mengenai autisme kemudian
disampaikan oleh Rogers, Sally J., sebagaimana disebutkan di bawah
ini:
1. 1960s Heavy emphasis on causes of autism, correlates of autism
2. 1970s Heavy emphasis on assessment, diagnosis: emerging
literature on treatment
3. 1980s Heavy emphasis on functional assessment and treatment,
school-based services
4. 1990s Heavy emphasis on social interventions, assessment, school-
based services
5. 2000s Litigation, school-based services. (www.rumahautis.org).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
7. Penanganan Autisme di Indonesia
Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme
merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang
ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu.
Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap
relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia
diantaranya adalah:
1. Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua
selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada
awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun
berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan
pendidikan anak mereka sendiri.
2. Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak
cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari
luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur
kehidupan anak-anak Indonesia.
3. Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak dideteksi secara dini
sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin
kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para
ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai
gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal
yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme
belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
4. Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan
autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang
demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi
para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah
umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan
oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.
5. Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya
pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung
dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated
Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di
Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana
yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun
secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak
mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu.
Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan
pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis
treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat
dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka
informasi bagi masyarakat luas mengenai pengetahuan-
pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses
penanganan masalah autisme di Indonesia. (www.rumahautis.org).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
8. Terapi Bagi Individu dengan Autisme
Bila ada pertanyaan mengenai terapi apa yang efektif? Maka
jawaban atas pertanyaan ini sangat kompleks, bahkan para orang tua
dari anak-anak dengan autisme pun merasa bingung ketika dihadapkan
dengan banyaknya treatment dan proses pendidikan yang ditawarkan
bagi anak mereka. Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah
teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja
muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak
petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang
standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli
sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan
pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh
setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persoalan
perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi
Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan
Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi
perilaku.
Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur
yang ada dan ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari
beberapa treatment yang diakui saat ini. Menjadi keharusan bagi orang
tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang dipilihnya
langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian
dari teknik ini adalah program menyeluruh, sedang yang lain dirancang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para
penyandangnya.
1. Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied
Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam
penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial
Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
2. Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang
dikenal sebagai Floortime.
3. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related
Communication – Handicapped Children).
4. Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet,
pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi
perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri
sendiri, dsb.).
5. Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak
terbatas pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan
proses auditory/pendengaran.
6. Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS
(Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi
visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan
pendukung-pendukung komunikasi lainnya.
7. Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai
disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah
maupun lingkungan sosial lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
8. Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada
Occupational Therapy (OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan
Auditory Integration Training (AIT).
Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang
tua, maka sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis
terapi yang dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi
gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan masih minim
data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat
dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa
sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat
banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan
gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang
ada didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh
terkontrol. Sangat tidak mungkin mengkontrol semua variabel yang
ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-penelitian
sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.
Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak.
Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada
potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak
sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya
menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai
basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu
mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang
ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun
demikian, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara
konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata
selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan
arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara
konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka
bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif
dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan
perilaku lainnya.
( Sumber : Yayasan Autisma Indonesia)
9. Terapi Alternatif
Semua yang dijabarkan diatas adalah data-data berdasarkan ilmu-
ilmu medis dan proses penelitian yang cukup panjang. Akan tetapi
suatu metode penyembuhan alternatif autisma yang telah berhasil
diterapkan di pinggiran kota Klaten telah menarik para orang tua
penyandang autisma untuk mengikuti pengobatan alternatif ini.
Metode penyembuhan dengan akupuntur yang dikenalkan oleh
Ignatius Eko Tunggono ternyata telah berhasil menyembuhkan ( Edo )
penderita autisma dan hal ini menjadikan ibunda Edo untuk
memberdayakan Ignatius Eko Tunggono untuk membantu
menyembuhkan penyandang autisma yang lainnya. Terapi akupuntur
pun harus didukung dengan terapi yang lainnya juga seperti terapi
makanan, terapi wicara, sensorik integrasi, terapi musik dan terapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
lainnya untuk mengembangkan bakat yang ada bagi penyandang
autisme. Hal penunjang lainnya yang mendukung untuk proses
penyembuhan ini adalah lingkungan, dalam hal ini adalah ruangan
yang memadai untuk proses terapi itu sendiri.
( Sumber : Arogya Mitra Akupuntur)
C. Tinjauan Khusus Autisma
Beragamnya gejala autisma menyebabkan tidak mungkin setiap
anak hanya ditangani oleh hanya satu terapi saja. Para penyandang autisma
sangat responsif terhadap program edukasi yang terstruktur yang
dirancang sesuai kebutuhan dirinya. Harus selalu diingat bahwa setiap
anak mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda
Suatu program intervensi yang dirancang secara baik harus
menyertakan pelatihan dalam bidang komunikasi, interaksi social, perilaku
dan perbaikan sensoris, yang dilakukan oleh ahli dalam bidangnya masing-
masing.
Penatalaksanaan yang efektif harus fleksibel, memakai penguatan
(reinforcement) yang positif dan harus dievaluasi secara berkala.
Pada intervensi dini, keberhasilan terapi sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Berat atau ringannya gejala.
Hal ini tergantung dari berat atau ringannya gangguan di dalam otak
sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
2. Umur.
Diagnosis dini sangatlah penting oleh karena makin muda umur anak
pada saat terapi mulai, makin besar kemungkinan untuk berhasil.
Umur yang paling baik antara umur 2-4 tahun, dimana sel otak masih
bisa dirangsang untuk membentuk cabang-cabang baru.
3. Kecerdasan.
Makin cerdas anak tersebut, makin baik prognosisnya oleh karena ia
akan bisa menangkap pelajaran lebih cepat.
4. Bicara atau bahasa.
Dua puluh persen dari penyandang autisma tidak mampu berbicara
seumur hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan berbicara
dengan kefasihan yang berbeda-beda.
5. Terapi yang intensif dan terpadu.
Tatalaksana terapi pada penyandang autisma harus dilakukan dengan
intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan
beberapa jam sehari. Seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu
komunikasi dengan anak sejak anak tersebut bangun tidur pagi hingga
mau tidur malam.
Untuk intervensi dini sebaiknya umur anak adalah antara 2-4 tahun.
Namun bagaimanakah dengan anak-anak yang terlambat didiagnosa,
misalnya baru pada umur 4 tahun? Pada anak-anak inipun tetap harus
dilakukan intervensi. Sebaiknya mereka mendapatkan evaluasi lengkap
dalam segala bidang, kemudian dibuatkan kurikulum yang khusus, oleh
karena kemampuan mereka dalam tiap bidang berbeda-beda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
1. Terapi Medikamentosa
Banyak orang tua yang takut bila anaknya diberi obat, takut
anaknya menjadi ketergantungan, teller dan menjadi bodoh.
Memang belum ada satu obatpun yang bisa menyembuhkan
autisme Infantil. Namun obat-obatan perlu untuk menghilangkan
gejala-gejala yang tidak diinginkan seperti agresif terhadap orang lain,
merusak, menyakiti diri sendiri, hiperaktif, gangguan tidur, menarik
diri dari gerakan stereotipie yang diulang-ulang.
Namun saat ini ada beberapa jenis obat baru yang juga bisa
menimbulkan pemahaman dan respon terhadap dunia luar yang lebih
baik.
Pemakaian obat harus disertai juga dengan tatalaksana yang
terpadu misalnya terapi perilaku, pendidikan khusus dan terapi wicara.
Pemakaian obat pada anak harus didasrkan pada :
1. Diagnosis yang tepat
2. Indikasi yang kuat
3. Pemakaian obat yang tepat
4. Pemantauan ketat terhadap efek samping
5. Kenali cara kerja obat.
Macam-macam Terapi yang akan ditangani :
a) Terapi Wicara
Semua penyandang autisma menderita gangguan bicara dan
bahasa. Oleh karena itu terapi wicara adalah suatu keharusan bagi
mereka. Melakukan terapi wicara pada penyandang autisma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
berbeda daripada tidak dengan gangguan bicara oleh sebab lain.
Sebaiknya terapis dibekali dengan pengetahuan yang mendalam
tentang gejala dan gangguan bicara yang khas pada penyandang
autisma.
b) Terapi Okupasi
Terapi okupasi perlu diberikan pada anak-anak yang mempunyai
gangguan perkembangan motorik halus untuk memperbaiki
kekuatan, koordinasi dan keterampilannya. Hal ini perlu terutama
untuk otot halus dari jari tangan supaya anak bisa menulis.
c) Terapi Perilaku
Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para penyandang
autisma untuk bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Berbagai
jenis terapi perilaku telah dikembangkan untuk membantu anak
autistic mengurangi/menghilangkan perilakunya yang tidak lazim
dan menggantinya dengan perilaku yang normal.
d) Pendidikan Khusus
Pendidikan khusus adalah pendidikan individual yang terstruktur
bagi para penyandang autisma. Sistem satu guru satu anak adalah
paling efektif oleh karena mereka sulit memusatkan perhatian
dalam kelas yang besar. Dengan adanya perbaikan maka secara
bertahap mereka dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok kecil
sebelum masuk ke sekolah formal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
e) Integrasi Sensoris
Anak yang mengalami gangguan dalam penginderaannya akan
menarik manfaat dari terapi jenis ini, namun integrasi sensoris
tidak diperlukan pada anak yang tidak atau sangat minim
mengalami gangguan sensorisnya.
f) Prognosis
Seperti telah dibahas diatas, prognosis penyandang autisma sangat
tergantung dari berat ringannya gejala, kecerdasan anak, umur pada
saat mulai terapi, kemampuan bicara dan terutama intensitas terapi.
Keterlibatan orang tua sangat membantu bagi kemajuan anaknya.
Telah banyak penyandang autisma yang berhasil dalam hidupnya,
mempunyai karir, dan menyandang gelar sarjana. Di Indonesia sendiri
beberapa anak telah berhasil duduk di TK dan SD biasa, bahkan ada
pula pula yang sudah duduk di bangku universitas.
(Seminar Pelatihan Autisma Seri 1 22 September 1999 Graha
Sucofindo, Jakarta)
2. Terapi Akupuntur
Terapi Akupuntur yang di dalamnya tidak mengenal obat-
obatan sebagai alat bantu ternyata telah terbukti dan mampu
menyembuhkan penyandang autisma. Hal inilah yang menjadi
motivasi untuk mengembangkan dan mengakomodir terapi akupuntur.
Terapi akupunturpun harus ditunjang dengan terapi makanan dan
terapi yang lainnya untuk mengembangkan bakat yang ada pada
penyandang autisma.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Terapi makanan sangat menentukan keberhasilan kesembuhan
penyandang autisma, berikut ini adalah daftar makanan dan minuman
yang harus dihindari untuk penderita gangguan syaraf (autis dan
hiperaktif) :
1. Semua makanan dari bahan tepung terigu
2. Makanan yang mengandung zat pewarna, dari bahan pengawet
(seperti : Chiki, Taro )
3. Semua makanan dari kemasan kaleng.
4. Makanan/ masakan tidak boleh menggunakan vitsin.
5. Penggunaan gula yang berlebihan (seperti : permen, coklat, Beng-
Beng, Top, Tango)
6. Daging ayam potong.
7. Daging kambing.
8. Daging kodok.
9. Isi perut (seperti : ampela, ati, usus/iso, babat, paru)
10. Buah-buahan yang mengandung alcohol (seperti : nangka, sawo,
durian, kelengkeng)
11. Minuman yang mengandung soda (seperti : sprite, fanta, coca-cola)
12. Minuman dalam kemasan kardus.
13. Susu
Dianjurkan hanya minum susu kedelai.
(ww.arogyamitraakupuntur.com)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
D. Tinjauan Interior
1. Hubungan Aantar Ruang
a. Ruang di dalam ruang
Sebuah bangunan yang luas dapat melingkupi dan memuat
sebuah ruangan lain yang lebih kecil di dalamnya. Kontitunitas
visual dan ruang di antara kedua ruang tersebut dengan mudah
mampu dipenuhi tetapi hubungan dengan ruang luar dari ruang
yang dimuat tergantung kepada ruang penutupnya yang lebih
besar. Misalnya ruang kelas dalam gedung sekolah.
b. Ruang-ruang yang saling berkaitan
Suatu hubungan ruang yang saling berkaitan terdiri dari 2
buah ruang yang kawasannya membentuk volume berkaitan
seperti, masaing-masing ruang mempertahankan identitasnya dan
batasan sebagai ruang. Tetapi, hasil konfigurasi kedua ruang yang
saling berkaitan akan tergantung pada beberapa penafsiran.
c. Ruang-ruang yang bersebelahan
Bersebelahan adalah jenis hubungan ruang yang paling
umum. Hal tersebut memungkinkan definisi dan respon masing-
masing ruang menjadi jelas terhadap fungsi dan persyaratan
simbolis menurut cara masing-masing simbolisnya.
d. Ruang-ruang yang dihubungkan oleh ruang bersama
2 buah ruang yang terbagi oleh jarak dapat dihubungkan
atau dikaitkan satu sama lain oleh ruang ketiga yaitu ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
pertama. Hubungan akan kedua ruang tersebut menempati satu
ruang bersama-sama.
2. Organisasi Ruang
Penyusunan ruang-ruang dapat menjelaskan tingkat
kepentingan relatif dan fungsi serta peran simbolis ruang-ruang
tersebut di dalam suatu organisasi bangunan. Keputusan mengenai
jenis organisasi yang harus digunakan dalam situasi khusus akan
tergantung pada: kebutuhan atas program bangunan, seperti
pendekatan fungsional persyaratan ukuran, klasifikasi hirarki ruang-
ruang dan syarat-syarat pencapaian, pencahayaan atau pemandangan.
Kondisi-kondisi eksterior dari tapak yang mungkin akan membatasi
bentuk atau pertumbuhan organisasi atau yang mungkin merangsang
organisasi tersebut untuk mendapatkan gambaran-gambaran tertentu
tentang tapaknya dan terpisah dari bentuk-bentuk lainnya. (Ching,
2000, 188)
Berbagai macam pengorganisasian ruang menurut
Francis.D.K. Ching antara lain sebagai berikut :
a. Terpusat
Gambar II.1 Organisasi ruang terpusat
Sumber : Ching, 2000, hal 189
Suatu ruang dominant, dimana pengelompokan sejumlah
ruang sekunder dihadapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Organisasi terpusat merupakan komposisi terpusat dan
stabil yang terdiri dari sejumlah ruang sekunder, dikelompokkan
mengelilingi sebuah ruang pusat yang luas dan dominan.
Gambar II.2 Ilustrasi 1 Organisasi ruang
terpusat Sumber : Ching, 2000, hal 190
Ruang pemersatu terpusat, dari suatu organisasi pada
umumnya berbentuk teratur dan ukurannya cukup besar untuk
menggabungkan sejumlah ruang sekunder di sekelilingya.
Gambar II.3 Ilustrasi 2 Organisasi ruang
terpusat Sumber : Ching, 2000, hal 190
Ruang-ruang sekunder dari suatu organisasi mungkin setara
satu sama lain dalam fungsi, bentuk dan ukuran, serta menciptakan
suatu konfigurasi keseluruhan yang secara geometri teratur dan
simetris terhadap dua sumbu atau lebih.
Gambar II.4 Ilustrasi 3 Organisasi ruang terpusat
Sumber : Ching, 2000, hal 190
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Ruang-ruang sekunder mungkin berbeda satu sama lain
dalam hal bentuk atau ukurannya sebagai tanggapan terhadap
kebutuhan-kebutuhan individu akan fungsi, menunjukkan
kepentingan relatif, atau lingkungan suasana sekitarnya. Perbedaan
antara ruang-ruang sekunder juga memungkinkan bentuk dari
organisasi terpusat untuk menanggapi kondisi lingkungan tapaknya.
Gambar II.5 Ilustrasi 4 Organisasi ruang
terpusat Sumber : Ching, 2000, hal 190
Apabila bentuk organisasi terpusat bersifat tidak berarah,
kondisi-kondisi pencapaian dan jalan masuk harus dikhususkan
menurut tapak dan ketegasan salah satu ruang sekunder sebagai
gerbang masuk.
Gambar II.6 Ilustrasi 5 Organisasi ruang terpusat
Sumber : Ching, 2000, hal 190
Pola sirkulasi dan pergerakan dalam suatu organisasi terpusat
mungkin berbentuk radial, lup atau Spiral. Walaupun hampir dalam
setiap kasus pola tersebut akan berakhir di dalam atau di sekeliling
ruang pusat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Gambar II.7 Ilustrasi 6 Organisasi ruang
terpusat Sumber : Ching, 2000, hal 190
Organisasi-organisasi terpusat yang bentuk-bentuknya
relatif padat dan secara geometric teratur dapat digunakan untuk
menetapkan titik-titik atau “tempat-tempat” di dalam ruangan,
menghentikan kondisi-kondisi aksial, dan berfungsi sebagai suatu
obyek di dalam daerah atau volume ruang yang tetap.
Gambar II.8 Ilustrasi 7 Organisasi ruang
terpusat Sumber : Ching, 2000, hal 190
b. Linier
Gambar II.9 Organisasi ruang Linier Sumber : Ching, 2000, hal 189
Suatu urutan linier dari ruang-ruang yang berulang.
Organisasi linier pada dasarnya terdiri dari sederetan
ruang. Ruang-ruang ini dapat berhubungan secara langsung satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
dengan yang lain atau dihubungkan melalui ruang linier yang
berbeda dan terpisah.
Organisasi linier biasanya terdiri dari ruang-ruang yang
berulang serupa dalam hal ukuran, bentuk dan fungsi. Organisasi
ini juga dapat terdiri dari ruang linier tunggal yang menurut
panjangnya mengorganisir sederetan ruang-ruang sepanjang
bentangnya yang berbeda ukuran, bentuk atau fungsi. Dalam
kedua kasus di atas, tiap-tiap ruang di sepanjang rangkaian tersebut
memiliki hubungan dengan ruang luar.
Gambar II.10 Ilustrasi 1Organisasi ruang Linier
Sumber : Ching, 2000, hal 190
Ruang-ruang yang secara fungsional atau simbolis penting
keberadaannya terhadap organisasi dapat terjadi di manapun
sepanjang rangkaian linier dan kepentingannya ditegaskan oleh
ukuran maupun bentuknya. Kepentingan juga dapat ditekankan
menurut lokasinya: (1) pada ujung rangkaian linier, (2) keluar dari
organisasi linier, (3) pada titik-titik belok bentuk linier yang
terpotong-potong
Gambar II.11 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Linier
Sumber : Ching, 2000, hal 190
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Karena panjang karakternya, organisasi linier menunjukkan
suatu arah, dan menggambarkan gerak, perluasan dan pertumbuhan.
Untuk membatasi pertumbuhannya, organisasi-organisasi linier
dapat dihentikan oleh suatu bentuk atau ruang yang dominan,
dengan adanya tempat masuk yang menonjol dan tegas, atau
penggabungan dengan bentuk bangunan lain atau karena keadaan
topografi.
Gambar II.12 Ilustrasi 3 Organisasi ruang
Linier Sumber : Ching, 2000, hal 190
Bentuk organisasi linier bersifat fleksibel dan dapat
menanggapi terhadap bermacam-macam kondisi tapak. Bentuk ini
dapat disesuaikan dengan adanya perubahan-perubahan topografi,
mengitari suatu badan air atau sebatang pohon, atau mengarahkan
ruang-ruangnya untuk memperoleh sinar matahari dan
pemandangan. Bentuknya dapat lurus, bersegmen, atau
melengkung. Konfigurasinya dapat berbentuk horisontal sepanjang
tapaknya, diagonal menaiki suatu kemiringan atau berdiri tegak
seperti sebuah menara.
Gambar II.13 Ilustrasi 4 Organisasi ruang
Linier Sumber : Ching, 2000, hal 190
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Bentuk organisasi linier dapat berhubungan dengan bentu-
bentuk lain di dalam lingkupnya dengan: (1) menghubungkan dan
mengorganisir bentuk-bentuk di sepanjang bentangnya, (2)
berfungsi sebagai dinding atau penahan untuk memisahkan ruang
menjadi daerah yang berbeda. (3) mengelilingi dan melingkupi
bentuk-bentuk ke dalam sebuah daerah ruang.
Gambar II.15 Ilustrasi 5 Organisasi ruang
Linier Sumber : Ching, 2000, hal 190
Bentuk-bentuk lengkung danbersegmen pada organisasi-
organisasi linier melingkupi daerah ruang eksterior pada sisii
cekungnya dan mengarahkan ruang-ruangnya menghadap ke, pusat
daerah. Pada sisi cembungnya, bentuk-bentuk ini tampak
menghadang dan memisahkan ruang di hadapannya terhadap
lingkungannya.
Gambar II.16 Ilustrasi 5 Organisasi ruang
Linier Sumber : Ching, 2000, hal 190
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
c. Radial
Gambar II.17 Organisasi ruang Radial
Sumber : Ching, 2000, hal 190
Sebuah ruang pusat yang menjadi acuan organisai ruang
yang linier berkembang menurut bentuk jari-jari.
Organisasi ruang radial memadukan unsur-unsur baik
organisasi terpusat maupun linier. Organisasi ini terdiri dari ruang
pusat yang dominan di mana sejumlah organisasi linier
berkembang menurut arah jari-jarinya. Apabila suatu organisasi
terpusat adalah sebuah bentuk yang introvert yang memusatkan
pandangannya ke dalam ruang pusatnya, maka sebuah organisasi
radial adalah sebuah bentuk yang ekstrovert yang mengembang
keluar lingkupya. Dengan lengan-lengan liniernya, bentuk ini dapat
meluas dam menggabungkan dirinya pads unsur-unsur atau benda-
benda tertentu pada tapaknya.
Gambar II.18 Ilustrasi 1 Organisasi ruang
Radial Sumber : Ching, 2000, hal 190
Seperti pada organisasi-organisasi terpusat, ruang pusat
pada suatu organisasi radial pada umumnya bebentuk teratur.
Lengan-lengan linier di mana ruang pusat menjadi porosnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
mungkin mirip satu sama lain dalam hal bentuk dan paniang dan
mempertahankan keteraturan bentuk organisasi secara keseluruhan.
Gambar II.19 Ilustrasi 2 Organisasi ruang
Radial Sumber : Ching, 2000, hal 190
Lengan-lengan radialnya juga dapat berbeda satu sama lain
untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan individu akan fungsi dan
konteksnya. Variasi tertentu dari orgarisasi radial adalah pola
baling-baling di mana lengan-lengan liniernya berkembang dari sisi
sebuah ruang pusat berbentuk segi empat atau bujur sangkar.
Susunan ini menghasilkan suatu pola dinamis yang secara visual
mengarah kepada gerak berputar mengelilingi ruang pusatnya
Gambar II.20 Ilustrasi 3 Organisasi ruang
Radial Sumber : Ching, 2000, hal 190
d. Cluster
Gambar II.21 Organisasi ruang Cluster
Sumber : Ching, 2000, hal 190
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Ruang-ruang dikelompokan berdasarkan adanya hubungan
atau bersama-sama memanfaatkan ciri atau hubungan visual.
Untuk memperkuat dan menyatukan bagian-bagian
Organisaai dalam bentuk kelompok atau cluster
mempertimbangkan pendekatan fisik untuk menghubungkan suatu
ruang terhadap ruang lainnya. sering kali organisasi ini terdiri dari
ruang-ruang selular yang berulang yang memiliki fungsi-fungsi
sejenis dan memiliki sifat visual yang umum seperti wujud dan
orientasi. sebuah organisasi kelompok juga dapat menerima di
dalam komposisinya, ruang-ruang yang berlainan ukuran, bentuk
dan fungsinya, tetapi berhubungan satu dengan yang lain
berdasarkan penempatan atau alat penata visual seperti
kesimetrisan atau sebuah sumbu. Karena polanya tidak berasal dari
konsep geometri yang kaku, bentuk suatu organisasi kelompok
bersifat fleksibel dan dapat menerima pertumbuhan dan perubahan
langsung tanpa mempengaruhi karakternya.
Gambar II.22 Ilustrasi 1 Organisasi ruang
Cluster Sumber : Ching, 2000, hal 190
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Gambar II.23 Ilustrasi 2 Organisasi ruang
Cluster Sumber : Ching, 2000, hal 190
Ruang-ruang kelompok atau cluster dapat diorganisir
terhadap suatu titik tempat masuk ke dalam bangunan atau
sepanjang alur gerak yang rnelaluinya. Ruang-ruang dapat
jugadikelompokkan berdasarkan luas daerah atau volume ruang
tertentu. Pola ini serupa dengan organisasi terpusat, tetapi kurang
dalarn hal kepadatan dan keteraturan geometri akhirnya. Ruang-
ruang suatu organisasi kelompok dapat juga dimasukkan dalam
suatu daerah atau volume ruang yang telah dibentuk.
Gambar II.24 Ilustrasi 3 Organisasi ruang
Cluster Sumber : Ching, 2000, hal 190
Karena tidak adanya tempat utama di dalam pola organisasi
berbentuk kelompok, maka tingkat kepentingan sebuah ruang harus
ditegaskan lagi melalui ukuran, bentuk atau orientasi di dalarn
polanya.
Kondisi simetris, atau aksial dapat dipergunakan untuk
memperkuat atau menyatukan bagian-bagian suatu oerganisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
kelompok dan membantu menegaskan pentingnya suatu ruang
sekelompok ruang atau dalam organisasi
Gambar II.25 Ilustrasi 4 Organisasi ruang
Cluster Sumber : Ching, 2000, hal 190
e. Grid
Gambar II.26 Organisasi ruang Grid Sumber : Ching, 2000, hal 190
Ruang-ruang diorganisir dalam kawasan grid struktural
atau grid tiga dimensi lain.
Organisasi grid terdiri dari bentuk-bentuk dan ruang-ruang
dimana posisinya dalam ruangan dan hubungan antar ruang diatur oleh
pola atau bidang grid tiga dimensi
Gambar II.27 Ilustrasi 1 Organisasi ruang Grid
Sumber : Ching, 2000, hal 190
Sebuah grid diciptakan oleh dua pasang garis sejajar yang
tegak lurus yang membentuk sebuah pola titik-titik teratur pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
pertemuannya. Apabila diproyeksikan dalam dimensi-ketiga, maka
pola grid berubah menjadi satu set ruang unit modular berulang
Gambar II.28 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Grid
Sumber : Ching, 2000, hal 190
Kekuatan yang mengorganisir suatu grid dihasilkan dari
keteraturan dan kontinuitas pola-polanya yang meliputi unsur-
unsur yang diorganisir.pola-pola ini membuat menjadi satu set atau
daerah titik-titik dan garis-garis referensi yang stabil dalam ruang
dimana ruang-ruang organisasi grid daerah yang walaupun berbeda
dalam hal ukuran, bentuk, atau fungsi, dapat membagi hubungan
bersama.
Gambar II.29 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Grid
Sumber : Ching, 2000, hal 190 Suatu grid di dalam arsitektur paling sering dibangun oleh
sistem struktur rangka dari kolom dan balok. Dalam daerah grid
ini, ruang-ruang dapat terbentuk sebagai beberapa daerah-daerah
terisolir atau sebagai pengulangan modul grid. Tanpa melihat
penempatannya dalam suatu daerah, ruang-ruang ini, jika
dipandang sebagai bentuk-bentuk positif, akan menciptakan set
kedua berupa ruang-ruang negatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Gambar II.30 Ilustrasi 4 Organisasi ruang Grid
Sumber : Ching, 2000, hal 190
Karena sebuah grid tiga dirnerrsi terdiri dari unit-unit
ruang modular yang berulang, maka organisasi ini dapat dikurangi,
ditambahkan, atau dilapisi, dan identitasnya sebagai sebuah grid
tetap dipertahankan dengan kemampuan untuk mengorganisir ruang-
ruang. Manipulasi bentuk demikian dapat digunakan untuk
rnenyewakan sebuah bentuk grid terhadap tapaknya, menetapkan
tempat masuk atau ruang keluar atau memungkinkan pertumbuhan
dan perluasan.
Gambar II.31 Ilustrasi 5 Organisasi ruang Grid
Sumber : Ching, 2000, hal 190
Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan khusus mengenai
dimensi ruang-ruangnya atau untuk menegaskan daerah ruang untuk
sirkulasi atau pelayanan, suatu grid dapat dibuat tidak teratur dalam
satu atau dua arah. perubahan dimensi ini akan menimbulkan suatu
hirarki rnodul-modul yang dibedakan oleh ukuran, proporsi dan
lokasinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Gambar II.31 Ilustrasi 6 Organisasi ruang Grid
Sumber : Ching, 2000, hal 190
Sebuah grid dapat mengalami perubahan-perubahan bentu
yang lain. Bagian-bagian grid dapat bergeser untuk mengubah
kontinuitas visual maupun kontinuitas ruang melampaui
daerahnya. Pola grid dapat diputus untuk membentuk ruang utama
atau menampung bentuk-bentuk alami tapaknya. Sebagian dari grid
dapat dipisahkan dan diputar terhadap sebuah titik dalam pola
dasarnya. Lewat dari derahnya, grid dapat mengubah kesannya dari
suatu pola titik ke garis, ke bidang, dan akhirnya ke ruang
Gambar II.32 Ilustrasi 7 Organisasi ruang Grid
Sumber : Ching, 2000, hal 190
3. Pola sirkulasi
Sirkulasi menurut Francis.D.K. Ching dalam bukunya “Bentuk
Ruang dan Susunannya”, adalah :
a. Linear
Gambar II.32 Sirkulasi Linier Sumber : Ching, 2000, hal 221
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
semua jalan adalah linier, jalan-jalan yang lurus dapat menjadi
unsur pengorganisir yang utama untuk satu deretan ruang. Sebagai
tambahan, jalan dapat melengkung atau terdiri atas segmen-
segmen, memotong jalan lain, bercabang-cabang, membentuk
kisaran.
b. Radial
Gambar II.33 Sirkulasi Radial Sumber : Ching, 2000, hal 221
Bentuk Radial memiliki jalan yang berkembang dari atau
berhenti sebuah pusat, titik bersama.
c. Spiral
Gambar II.34 Sirkulasi Spiral Sumber : Ching, 2000, hal 221
Sebuah bentuk Spiral adalah sesuatu jalan yang menerus yang
berasal dari titik pusat, berputar mengelilinginya dengan jarak yang
berubah.
d. Grid
Gambar II.35 Sirkulasi Linier Sumber : Ching, 2000, hal 221
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Bentuk Grid terdiri dari dua set jalan-jalan sejajar yang saling
berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar
atau kawasan-kawasan ruang segi empat
e. Network
Gambar II.36 Sirkulasi Network
Sumber : Ching, 2000, hal 221
Satu bentuk jaringan terdiri dari beberapa jalan yang
menggabungkan titik-titik tertentu didalam ruang.
f. Komposit
Untuk menghindarkan orientasi yang membingungkan, suatu
susunan herarkis diantara jalur-jalur jalan bisa dicapai dengan
membedakan skala, bentuk dan panjangnya.
4. Furniture
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari
kegiatan yang erat hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup,
manusia membutuhkan ruang yang lengkap dengan peralatan yang
sesuai dengan keperluan sehari-hari. Oleh karenanya Ruang yang
kosong tanpa ada benda satupun di dalamnya tentu tidak akan
memuaskan kebutuhan manusia, apabila ruang telah dilangkapi dengan
furniture, barulah ruang tersebut dapat berfungsi. Penyusunan furniture
harus disesuaikan dengan kebutuhan guna kenyamanan si pemakai
sedang fungsi furniture tidak dapat dipisahkan dengan faktor estetika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Dalam perencanaan kita harus mengetahui terlebih dahulu jenis
aktivitas, sehingga kita tahu bentuk furniture yang akan dibuat
terhadap luasan ruang, system pencahayaan, pemilihan warna serta
kondisi-kondisi lainnya.
Penyusunan furniture akan menimbulkan berbagai aspek yang
berhubungan dengan jenis aktivitas, fungsi, maupun segi-segi visual.
Semua ini memiliki kaitan antara aspek yang satu dengan aspek yang
lain. Setelah semua factor tersebut terperhatikan kemudian meningkat
pada tahap berikutnya yaitu bagaimana menerjemahkannya dalam
desain.
Desain furniture dibagi atas dua kategori :
1) Furniture yang berbentuk case (kotak) termasuk chest, meja tulis,
lemari buku dan kursi yang tidak mempunyai pelapis, tipe furniture
semacam ini di Indonesia masih dibuat dari kayu walaupun bahan-
bahan lain bertambah populer.
2) Furniture yang dilapisi, misalnya sofa, kursi-kursi yang seluruhnya
atau sebagian diberi pelapis termasuk perlengkapan-perlengkapan
tidur. (Desain Interior,dalam dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)
5. Warna
Warna suatu unsur penting yang telah memberikan perannya
dalam kehidupan ini. Menurut Helen Graham (seorang dosen psikologi
di Keele University) dalam bukunya “Penyembuhan dengan Warna”,
warna adalah kebutuhan kita yang mendasar. Nenek moyang kita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
menyadari hal ini, dan banyak tradisi penyembuhan kuno dari berbagai
kebudayaan mencerminkan adanya kesadaran ini. Penggunaan warna
dalam penyembuhan bukanlah hal yang baru. Sekarang bidang ini
disebut terapi warna, yang merupakan penemuan kembali dari
beberapa prinsip dan praktek yang sudah diketahui sejak zaman dahulu
kala. (Penyembuhan Dengan Warna, dalam Defi Sri Kartikasari.
2010).
Berikut ini beberapa efek psikologis yang dapat ditimbulkan
oleh warna yang dikemukakan oleh Helen Graham, Yaitu:
a) Merah
Memberi energi pada kaki, tungkai, pinggul, sendi pinggul,
dasar tulang punggung, prostate, testes, saluran kemih dan kelamin.
Warna ini merangsang aktivitas fisik dan vitalitas, perasaan-
perasaan aman, stabil, percaya diri, dan kehangatan.
Warna ini dapat digunakan pada benda-benda atau hal-hal
didalam ruang atau gedung dimana dibutuhkan aktivitas fisik yang
tinggi dan diruang bermain anak-anak.
Warna ini sebaiknya tidak digunakan pada anak-anak, dan
orang dewasa yang hiperaktif, yang menggunakan kekerasan dan
agresif, atau pada situasi kerja yang menggunakan mesin-mesin
yang bisa berbahaya dan membutuhkan konsentrasi, ruang untuk
membaca, atau kamar tidur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
b) Oranye
Warna ini memberi energi pada hati, limpa, pancreas,
ginjal, dan kandung kemih. Warna ini merangsang metabolisme,
pencernaan, penghilangan racun, daya tahan terhadp penyakit,
energi-energi fisik dan emosi, seksualitas, penampilan atlet dan
selera fisik, mengatur keseimbangan gula dan cairan didalam
tubuh.
Warna ini dapat digunakan pada ruang bermain, ruang
latihan, sanggar tari, dan ruang olah raga, atau tempat terjadi
perkumpulan social.
Jangan menggunakan warna ini pada ruang-ruang istirahat.
c) Kuning
Kuning memberi energi pada kelenjar adrenalin, system
saraf simpatik sehingga memberikan energi pada otot, denyut
jantung, pencernaan, dan peredaran darah. Warna ini merangsang
saluran pencernaan, aktivitas mental, kejelasan mental, alasan
lisan, dan kekuatan kemauan.
Gunakan warna kuning di ruang baca dan belajar, ruang
pertemuan sosial dan tempat dimana diperlukan pembicaraan yang
hidup, dan untuk dekorasi ruang atau gedung yang digunakan oleh
anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.
Jangan gunakan warna ini pada anak dan orang dewasa
yang hiperaktif, agresif, atau memiliki kelainan perilaku, dan ruang
istirahat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
d) Hijau
Memberi energi pada kelenjar timus, warna ini merangsang
jantung, paru-paru, bronchus, lengan, tangan, kulit, peredaran
darah sirkuler, dan sistem daya tahan tubuh. Hijau menunjukkan
perasaan yang positif, kasih sayang, dan kepekaan.
Gunakan warna ini pada setiap ruangan, bangunan, ruang
kerja, atau sanggar dimana dibutuhkan ketenangan dan kedamaian,
diperlukan kepekaan atau aktivitasnya melibatkan sentuhan fisik,
serta ruang-ruang istirahat.
Jangan digunakan pada ruang laboratorium atua ruang
dimana diperlukan pemikiran yang analistis, atau bagi penderita
penyakit auto-imunitas.
e) Biru langit
Memberi energi pada kelenjar tiroid sehingga memberi
energi pada metabolisme, pengendalian suhu tubuh. Warna ini
merangsang suara, ungkapan diri, komunikasi, tanggung jawab
pribadi, dan pendengaran.
Gunakan warna ini untuk kamar tidur, ruang istirahat,
klinik, setiap ruangan atau bangunan yang digunakan untuk
prosedur klinik, penyimpan produk susu, penyimpanan dingin, dan
bagi mereka yang sedang menderita gangguan insomnia dan
mengalami syok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Jangan gunakan warna ini pada anak atau orang dewasa
yang mengalami kedinginan atau menggigil, dan bagi penderita
kekurangan fungsi tiroid atau metabolisme yang lambat.
f) Biru gelap atau indigo
Memberi energi pada kelenjar pineal. Warna ini
merangsang otak bagian bawah, sistem saraf pusat dan sistem
endokrin terutama hormone serotonin dan melatonin, Karena itu
biru gelap merangsang aktivitas hormonal diseluruh tubuh, proses-
proses yang tidak disadari, imajinasi, pemahaman, naluri dan
kemampuan psikis atau paranormal.
Gunakan warna ini untuk ruang-ruang kontemplasi
(renungan) dan meditasi.
Jangan gunakan warna ini untuk ruang bermain atau pusat-
pusat aktivitas fisik.
g) Ungu atau violet
Memberikan energi pada kelenjar pituitary. Warna ini
merangsang otak bagian atas dan sistem saraf, kreativitas, ilham,
estetika (keindahan), kemampuan artistik, dan cita-cita luhur.
Gunakan warna ini pada orang-orang yang ingin
mengilhami aktivitas artistic, estetik, imajinatif, dan spiritualitas,
memfasilitasi pemusatan perhatian yang jelas, kesadaran dan
meditasi, ruang-ruang teater, ruang kelas anak-anak.
Jangan gunakan warna ini diruangan yang digunakan untuk
hiburan atau dimana kita menginginkan adanya percakapan, atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
diruangan dan bangunan yang ditinggali oleh orang yang memiliki
gangguan mental, terutama mereka yang menderita delusi (pikiran
atau pandangan yang tidak berdasar atau tidak rasional) atau
depersonalisasi (kehilangan rasa memiliki identitas pribadi) atau
kecenderungan untuk mengundurkan diri.
Warna adalah suatu bentuk cahaya atau radiasi gelombang
elektromaknetik, yang dihasilkan dari cahaya matahari yang
berwarna putih murni. (Serial Rumah Spesial Kombinasi Warna,
dalam Kurnia Indah Pawestri, 2010)
Warna mempunyai peranan penting dalam kehidupan
manusia. Adanya asosiasi yang kuat dengan emosi, warna pada
rumah bisa membangkitkan energi dan menimbulkan mood atau
perasaan tertentu, bahkan mampu mengungkapkan kepribadian
seorang manusia. Warna memiliki kekuatan untuk menyembuhkan
dan menyeimbangkan emosi, sera dapat menciptakan keselarasan
pada ruang-ruang dalam rumah. Dengan pemilihan warna yang
tepat, ruang dengan suasana damai untuk bersantai atau ruang yang
penuh semangat untuk bersosialisasi akan dapat terwujud. (Serial
Rumah Spesial Kombinasi Warna, dalam Kurnia Indah Pawestri,
2010)
Warna-warna yang digunakan cenderung pada perpaduan
antara warna-warna dasar ( 3 warna primer, 3 warna sekunder, dan
turunannya atau warna tersier ), yaitu merah, biru, kuning, orange,
hijau, ungu, yang menghasilkan warna turunannya seperti kuning
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
orange ( godlen yellow ), merah orange ( burnt orange ), kuning
hijau ( lime green ), biru hijau ( turquoise ), biru ungu ( indigo ),
merah ungu ( crimson ). Dari keenam warna dasar tersebut ada dua
kelompok yang mempunyai perbedaan mencolok. Merah, orange,
kuning merpakan warna hangat. Hijau, biru, ungi merupakan warna
sejuk. (Serial Rumah Spesial Kombinasi Warna, dalam Kurnia
Indah Pawestri, 2010)
Penggunaan warna sejuk dan hangat tergantung dari
karakter ruang yang ingin ditampilkan. pemilihan warna perlu
mendapat perhatian, karena dengan warna mampu menciptakan
suasana dan karakter ruang. Warna salain kaitannya dengan suatu
desain adalah sebagai suatu elemen yang dapat diapresiasikan dan
mampu memberikan kesan yang diinginkan dan juga mampu
memberikan efek psikologis, mampu memberikan dorongan dan
reaksi pada lingkungannya. Warna-warna cerah melambangkan
kecariaan dan keterbukaan, sedangkan warna-warna yang
mempunyai intensitas rendah untuk kesan kehagatan dan
ketenangan.
Menurut Serial Rumah Spesial Kombinasi Warna,
penjelasan mengenai warna antara lain :
Merah, dapat membangkitkan energi,
hangat, komunikatif, aktif, optimis, antusias,
dan bersemangat, memberi kesan sensual
dan mewah, meningkatkan aliran darah di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
dalam tubuh, dan berkaitan dengan ambisi.
Terlalu banyak warna merah bisa
merangsang kemarahan dan agresivitas.
Orange, mempunyai karakter yang mirip
dengan merah tetapi lebih feminin dan
bersahabat. Warna yang melambangkan
sosialisasi, penuh harapan dan percaya diri,
membangkitkan semangat, kreativitas, dan
vitalitas. Dapat menimbulkan perasaan
positif, senang, gembira, dan optimis, penuh
energi, bisa mengurangi depresi atau
tekanan. Bila berlebihan dapat merangsang
perilaku hiperaktif.
Kuning adalah warna matahari, cerah,
membangkitkan energi dan mood, warna
yang penuh semangat dan vitalitas,
komunikatif, dan mendorong ekspresi diri,
memberi inspirasi, memudahkan berpikir
secara logis dan merangsang kemampuan
intelektual ( cocok sebagai warna atau aksen
di ruang belajar ). Penggunaan yang kurang
tepat justru akan menimbulkan kesan yang
menakutkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Hijau selalu dikaitan dengan warna alam
yang menyegarkan, membangkitkan energi
dan juga mampu memberi efek
menenangkan, menyejukkan,
menyeimbangkan emosi. Warna ini elegan,
menyembuhkan, mendorong perasaan
empati terhadap orang lain. Nuansa hijau
dapat meredakan stress, memberi rasa aman
dan perlindungan. Namun bisa juga
menimbulkan perasaan terperangkap.
Biru tidak bisa lepas dari elemen air dan
udara, berasosiasi dengan alam,
melambangkan keharmonisan, memberi
kesan lapang. Dapat menimbulkan perasaan
tenang dan dingin, melahirkan perasaan
sejuk, tentram, hening, dan damai, memberi
kenyamanan dan perlindungan. Warna ini
juga diasosiasikan dengan kesan etnik, antik,
country style. Warna biru yang terang
merangsang kemampuan intuitif dan
memudahkan meditasi. Namun terlalu
banyak warna biru menimbulkan kesan
kelesuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Ungu dekat dengan suasana spiritual yang
magis, mistis, misterius, dan mampu
menarik perhatian. Oleh karena itu ungu
banyak digunakan oleh bangsawan. Warna
ini juga berkesan sensual, feminin, antik,
yang juga anggun, dan hangat. Ungu yang
gelap dapat memancarkan kekuatan, bisa
menambah kekuatan intuisi, fantasi dan
imajinasi, kreatif, sensitif, memberi inspirasi
dan obsesif.
Coklat merupakan warna netral yang natural,
hangat, membumi, dan stabil, menghadirkan
kenyamanan, memberi kesan anggun dan
elegan. Dapat memberi keyakinan dan rasa
aman, cokelat merupakan warna yang akrab
( familiar ) dan menenangkan, bisa
mendorong komitmen, namun juga bisa
menjadi berat dan kaku bila terlalu banyak.
Putih melambangkan kemurnian dan
kepolosan, memberikan perlindungan,
ketentraman, kenyamanan dan memudahkan
refleksi. Namun bila terlalu banyak bisa
menimbulkan perasaan dingin, steril, kaku,
dan terisolir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Hitam adalah warna yang kuat dan penuh
percaya diri, penuh perlindungan, maskulin,
elegan, megah, dramatis, dan misterius. Tapi
juga merupakan lambang duka dan
menimbulkan perasaan tertekan.
Abu-abu termasuk warna netral yang dapat
menciptakan kesan serius, namun juga
menentramkan dan menimbulkan perasaan
damai. Kesan lain dari abu-bau antara lain
adalah independen dan stabil, menciptakan
keheningan dan kesan luas. Abu-abu juga
bisa terkesan dingin, kaku dan tidak
komunikatif.
Masih menurut Serial Rumah Spesial Kombinasi Warna,
warna dalat diklasifikasikan kedalam beberapa karakter warna
yang antara lain :
1) Karakter tenang ( calm ), yaitu terdiri dari warna-warna lembut
yang elegan dan mejadikan ruangan terkesan luas, sejuk, dan
modern. Terdiri dari :
Biru muda, menyejukkan dan menenangkan.
Biru pucat, memberi kesan ringan, luas,
terbuka, tenang, tentram
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Biru laut, membangkitkan imajinasi,
meningkatkan sensitivitas, menimbulkan
perasaan tenang dan damai.
Ungu atau nila, menentramkan, menciptakan
suasana tenang dan mediatif.
Hijau daun, memudahkan relaksasi,
menyeimbangkan emosi, dan memberikan
rasa nyaman.
Hijau muda, merupakan warna yang penuh
ketenangan, menghadirkan keseimbangan
dan menciptakan rasa penuh keyakinan.
Hijau pupus, menciptakan suasana hinging,
tenang, dan elegan.
(Serial Rumah Spesial Kombinasi Warna, dalam Kurnia
Indah Pawestri, 2010)
2) Karakter hangat ( warm ), terdiri dari warna-warna natural yang
hangat yang mampu menghadirkan suasana hidup, hangat,
nyaman, dan mengundang, memberi sentuhan dramatis atau
kesan etnik kontemporer. Antara lain :
Merah. Diasosiasikan dengan cinta,
kehidupan, kekuatan, bersifat panas dan
menyala.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Cokelat. Menciptakan perasaan aman,
nyaman, dan harmonis, menimbulkan
suasana akrab.
Kuning. Mengundang, dan dapat membawa
kehangatan dalam ruang.
Terakota. Hangat, akrab, dan memberi
sentuhan etnik yang kuat.
Orange. Menciptakan kehangatan,
mengundang, membangkitkan energy dan
keceriaan, menimbulkan rasa aman,
mendorong kreativitas dan meningkatkan
selera makan
Emas metalik. Menimbulkan kesan glamor
dan mewah.
(Serial Rumah Spesial Kombinasi Warna, dalam Kurnia
Indah Pawestri, 2010)
3) Karakter warna segar ( fresh ), terdiri dari warna-warna segar,
berjiwa muda dan banyak mengambil inspirasi dari alam,
antara lain :
Putih kebiru-biruan, menciptakan kesan
segar dan bersih.
Kuning muda atau pastel, menimbulkan
keceriaan dan berkesan lembut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Kuning lemon atau citrus, menimbulkan
keceriaan, semangat untuk bersosialisasi,
mengaktifkan emosi, membangkitkan
energi.
Hijau daun, diasosiasikan dengan
pertumbuhan.
Hijau apel, menghadirkan kesegaran dan
semagat.
Biru laut, menimbulkan kesegaran dan
perasaan santai
Merah cerah, melambangkan semangat,
vitalitas, dan keberanian.
Pink muda atau pastel, menenangkan,
memanjakan, meremajakan, terkait dengan
kelembutan dan kesegaran.
(Serial Rumah Spesial Kombinasi Warna, dalam Kurnia
Indah Pawestri, 2010)
6. Elemen pembentuk ruang
a. Lantai
Lantai merupakan bagian bangunan yang berhubungan
langsung dengan beban, baik beban mati, bergerak dan gesek.
Karakter lantai harus mempunyai daya tahan yang kuat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
mendukung beban-beban yang datang dari segala perabotan,
aktivitas manusia dalam ruang dan lain-lain. Selain itu, lantai harus
bersifat kaku dan tidak bergetar (Djoko Panuwun, dalam Defi Sri
Kartikasari. 2010).
Lantai mempunyai tugas untuk mendukung beban yang
datang dari benda-benda, seperti perabot rumah tangga, manusia
dengan segala aktivitasnya dan kerangka itu harus mampu dan kuat
memikul beban mati atau hidup, lalu lintas manusia dan lain-lain
yang menumpangi (Y.B. Mangun Wijaya, dalam Defi Sri
Kartikasari. 2010).
Persyaratan lantai:
1) Lantai harus kuat dan dapat menahan beban diatasnya.
2) Mudah dibersihkan
3) Kedap suara
4) Tahan terhadap kelembaban
5) Memberikan rasa hangat pada kaki dan sebagainya
Berdasarkan karakteristiknya lantai terbagi menjadi empat, yaitu :
1) Lantai lunak, terdiri dari semua tipe permadani dan karpet.
Pemberian karpet pada lantai dapat menunjang penyerapan
bunyi, sbb:
a) Jenis serat, praktis tidak mempunyai pengaruh pada
penyerapan bunyi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
b) Pada kondisi yang sama tumpukan potongan (cut piles)
memberikan penyerapan yang lebih banyak di bandingkan
dengan tumpukan lembaran (loop piles).
c) Dengan bertambahnya berat dan tinggi tumpukan, dalam
tumpukan potongan kain, penyerapan bunyi akan
bertambah.
d) Makin kedap lapisan penunjang (backing), makin tinggi
penyerapan bunyi.
2) Lantai Semi Keras, terdiri dari pelapisan lantai seperti vinyl,
aspal dan cor.
3) Lantai Keras, terdiri dari semua jenis batuan dan logam yang
dipakai sebagai bahan lantai.
4) Lantai Kayu (parquet), terdiri dari berbagai jenis dan motif
bahan lantai yang terbuat dari kayu.
Lantai dapat membentuk sifat tertentu sesuai dengan
fungsinya. Dimana lantai dapat membentuk sifat / daerah dalam
ruang, yaitu dengan membuat penaikan atau penurunan dari
sebagian lantai. Lantai dapat bersifat permanen maupun semi
permanen.
Lantai dapat menentukan karakter ruang, yaitu dengan
menggunakan bentuk – bentuk pemilihan bahan, pola maupun
warna yang tepat atau sesuai dengan suasana ruang yang ingin
dicapai, sehingga karakter lantai dapat dicapai, karakter berat,
ringan, luas, sempit, dsb.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Lantai perlu diperhatikan bagaimana bahan lantai dipasang.
Bagaimana menempel pada dasaran lantai sehingga tidak
menimbulkan kelembaban atau menimbulkan panas yang
belebihan,dan sebagainya.
Gambar. II.37 Konstruksi lantai dan karpet
Sumber : DK. Ching 171
( Desain Interior dalam Adhita Susila Adhipuspita 2007 )
Macam letak lantai
a. Basement
Untuk menghindari pecahan akibat lantai melengkung,
maka digunakan tulangan tegak lurus arah pecah. Sisi bawah
tulangan lebih sedikit daripada atas.
b. Ground floor
Jika lantai langsung di atas tanah, maka timbul
kemungkinan lantai akan bergelombang. Untuk menghindari
hal tersebut, maka di bawah lantai diberikan pengerasan.
Biasanya digunakan pasir untuk meratakan gaya yang tidak
sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
c. Upper floor
Untuk lantai ini yang bagian tanah diberi tulangan. Beban
lantai di atasnya disalurkan melalui beban pokok. Semua beban
lantai disalurkan melalui kolom – kolom dan diteruskan pada
struktur bahannya. ( Drs. Joko Panuwun. dalam Adhita Susila
Adhipuspita. 2007 )
Untuk ruangan khusus pengguna anak kecil, seperti pada
ruangan terapi anak, ruang pendampingan pendidikan, dan ruang
bermain indoor harus memperhatikan syarat – syarat berikut :
a. Seluruh permukaan lantai harus non slip ( anti slip atau anti
licin ). Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa sifat licin
sangat penting, karena bahaya secara psikologis. Hal ini
berlaku untuk keseluruhan bagian ruangan.
b. Lantai harus tidak kasar, meskipun non slip lantai tidak boleh
kasar.
c. Ambang pintu dan perubahan kesil dalam kenaikan sebisa
mungkin dihindari
( Joseph de Chiara, dalam Galur Gegadannitisswari,. 2009 )
Jenis material yang digunakan pada Desain Interior
Autisma Center berdasarkan kelebihan yang dimiliki, antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
a. Granito/ Niro Granite
Kelebihannya adalah mudah perawatan dan pembersihannya,
tampak dapat mendukung suaana memantulkan cahaya 30%
dari cahaya yang mengenainya.
b. Keramik
Kelebihannya adalah kaya akan bentuk dan corak, tahan gores,
awet, dan mudah dibersihkan.
c. Lantai kayu
Kelebihan lantai kayu adalah pemasangan yang praktis, harga
yang lebih murah, perawatan yang mudah, warna yang
beragam, karakteristiknya hangat, tidak licin, kedap suara dan
sebagai isolasi panas.
Penggunaan lantai kayu pada perancangan modern
berfungsi untuk melembutkan atau melunakkan kesan keras
bangunan modern yang biasanya selalu menggunakan bahan
teknologi tinggi seperti kaca, baja, metal dan aluminium. Selain
itu, sifat lantai kayu dalat memberikan kehangatan pada seluruh
ruangan.
Dalam pameran lantai berperan untuk memberi petunjuk
arus lalu lintas agar pengunjung tidak bingung dan dapat
melihat seluruh stand partision ataupun barang-barang yang
sedang dipamerkan. Pada ruang-ruang tertentu seperti dapur,
pantry, kamar mandi, WC, dipilih jenis lantai yang kedap air
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
serta warna pola yang serasi dengan fungsi dan perawatannya.
Pada dareah pertokoan lantai dipasang pada jalur lintas orang
berjalan (hall) dengan motif yang berbeda-beda agar memberi
kesan adanya perbedaan antar ruang-ruang yang ada di dalam
kompleks tersebut. Pada ruang-ruang rapat yang memerlukan
konsentrasi hendaknya jangan digunakan lantai yang terlalu
banyak motif dan warna karena dapat mengganggu. ( Pamudji
Suptandar, dalam Defi Sri Kartikasari, 2010 )
b. Dinding
Dinding merupakan bidang nyata yang membatasi suatu
ruang atau pembatas kegiatan yang mempunyai jenis berbeda.
Dinding adalah penahan beban yang menyangga lantai dan atap,
sehingga struktur kekuatan dinding sebagai penahan beban harus
diperhatikan (John F. Pile, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010).
Dinding merupakan unsur penting dalam pembentukan
ruang, baik sebagai unsur penyekat / pembagi ruang maupun
sebagai unsur dekoratif. Dalam proses perancangan suatu ”ruang
dalam” dinding mempunyai peranan yang cukup dominan dan
memerlukan perhatian khusus, di samping unsur-unsur lain seperti
tata letak, desain furniture serta peralatan-peralatan lain yang akan
disusun bersama dalam suatu kesatuan dengan dinding.
Setelah fungsi dinding tercapai dan untuk menambah
keindahan ruang, dinding dipergunakan sebagai ”point of interest”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
dari ruang dinding samping memberi atau menambah keindahan
ruang. Dinding juga dapat merusak suasana ruang, yaitu apabila
dalam perencanaannya sangat dipaksakan, terutama dikarenakan
bahwa dinding tersebut telah ada sebelumnya. Ini terjadi pada
renovasi rumah-rumah kuno, dimana dinding berfungsi struktural.
( Pamudji Suptandar, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)
Dinding pada suatu wadah kegiatan dapat sebagai struktur
atau hanya sebagai pembatas ruang saja, tergantung dari sistem
struktur yang dipakai dalam perencanaannya (Djoko Panuwun,
dalam Defi Sri Kartikasari. 2010).
Fungsi dan bentuk dinding terbagi menjadi 2 bagian :
1. Struktur, misalnya :
a) Bearing wall : dinding yang dibangun untuk
menahan tepi dari tumpukan/ urugan
tanah.
b) Load bearing wals : dinding untuk menyokong/
menopang balok, lantai, atap dan
sebagainya.
c) Foundation wall : dinding yang dipakai di bawah
lantai tingkat dan untuk menopang
balok-balok lantai pertama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
2. Non struktural, misalnya :
a) Party wall : dinding pemisah antara dua
bangunan yang bersandar pada
masing-masing bangunan.
b) Fire wall : dinding yang digunakan sebagai
pelindung dari pancaran kobaran
api.
c) Certain or Panels wall : dinding yang digunakan sebagai
pengisi pada suatu konstruksi
rangka baja atau beton.
d) Partition wall : dinding yang digunakan sebagai
pemisah dan pembentuk ruang
yang lebih kecil didalam ruang
yang besar. ( Pamudji Suptandar,
dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)
c. Langit-langit (ceiling)
Pengertian istilah ceiling/langit-langit/plafond, berasal dari
kata ”ceiling”, yang berarti melindungi dengan suatu bidang
penyekat sehingga terbentuk suatu ruang. Secara umum dapat
dikatakan : ceiling adalah sebuah bidang (permukaan) yang terletak
di atas garis pandangan normal manusia, berfungsi sebagai
pelindung (penutup) lantai atau atap dan sekaligus sebagai
pembentuk ruang dengan bidang yang ada di bawahnya. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
jarak ketinggian tertentu dalam bangunan, ceiling sebagai elemen
penutup utama pada bidang atas sebagai pembentuk atap
bangunan. (Pamudji Suptandar, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)
Ceiling adalah pembentuk ruang yang merupakan penutup
bagian atas. Kesan pertama adalah adanya tinggi rendah ruang,
berfungsi sebagai bidang penempatan lampu, penempatan AC,
sprinkler head, audio loudspeaker dan sebagai peredam suara atau
akustik (John F. Pile, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010).
Dasar pertimbangan dalam perencanaan langit-langit adalah :
1) Fungsi langit-langit
Fungsi dari langit-langit selain sebagai penutup ruang juga
sebagai pengatur udara dan ventilasi.
2) Penentuan ketinggian
Penentuan ketinggian didasari oleh pertimbangan fungsi,
proporsi ruang, kegiatan ruang, konstruksi dan permainan
ceiling.
3) Bentuk penyelesaian
Bentuk dan penyelesaian dapat dilakukan berdasarkan
fungsinya seperti melengkung, berpola, polos, memperlihatkan
struktur, dan sebagainya. (Djoko Panuwun, dalam Defi Sri
Kartikasari. 2010)
Pada ruang rapat di mana diharapkan tercapainya suatu
pendapat yang membutuhkan konsentrasi, diusahakan agar
ceilingnya berbentuk sederhana, tidak menyolok karena akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
mengganggu konsentrasi. Pada ruang pamer, agar menarik
pengunjung, dibuat ceiling yang kontras, saling bersaing untuk
dapat menonjolkan diri dan kesan yang mewah. Dengan melajunya
kemajuan teknologi, dan penemuan-penemuan baru di bidang
industri bahan bangunan tercipta berbagai material ceiling yang
memungkinkan untuk memenuhi segala macam jenis fungsi ruang
antara lain :
a) Untuk mencapai kesan alamiah, kayu, anyaman bambu, rotan,
dan lain-lain
b) Untuk gaya klasikal, plat-plat gibs bermotif
c) Untuk mencapai kesan glamour, kaca (antique glass ceiling),
kain beludru
d) Pada rumah-rumah sederhana, eternit polos (bermotif), tripleks
(multipleks), dan berbagai jenis softboard/akustik tile
e) Pada bangunan-bangunan utilitas, beton exposed
f) Pada bangunan-bangunan umum, alumunium, fiber glass
sebagai skylight, kaca timah pada gereja-gereja. (Pamudji
Suptandar, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)
7. Interior Sistem
Di dalam sebuah karya penciptaan sebuah karya interior
maupun arsitek yang baik, ada baiknya selain memperhatikan
keindahan juga memperhatikan perancangan bangunan yang serba
alami. Pencahayaan alami, ventilasi atau penghawaan alami, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
akustik alami. Akan tetapi, tuntutan kehidupan modern dan
keterbatasan potensi alam telah menuntut manusia beralih kehal-hal
yang serba buatan, baik pencahayaan buatan, ventilasi atau
penghawaan buatan, dan akustik buatan. Tetapi meski semua buatan,
tidaklah keliru jika diterapkan secara benar.
Berikut penataan penataan interior menurut Prasasto Satwiko
dalam bukunya Fisika Bangunan, adalah sebagai berikut:
a. Sistem Penghawaan
Sebagian besar masyarakat Indonesia meyakini bahwa kita
beruntung hidup di negara tropis lembab yang nyaman. Dengan
melimpahnya flora dan fauna serat masyarakat tidak pernah
mengalami musim dingin dan musim panas seperti didaerah gurun
pasir. Tetapi pada kenyataannya bahwa ventilasi alami sulit
diusahakan di iklim lembab seperti di Indonesia. Suhu diiklim
tropis lembab pada umumnya antara 24°-32° C. Akan tetapi,
kelembapan yang tinggi dan kecepatan angin yang amat rendahlah
yang menjadi persoalan. Sebenarnya kita hidup dilingkungan yang
tidak nyaman secara thermal.
Di zaman yang serba bergerak cepat ini, manusia dituntut
selalu aktif dan produktif. Mengingat Negara Indonesia berada
pada iklim tropis lembab yang secara termal kurang nyaman, setiap
bangunan perlu mengunakan mesin penyejuk ruang atau biasa
disebut sebagai Air Conditioner (AC). Mengingat bahwa
penghawaan alami tergantung sekali dengan kualitas udara alami di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
lingkungan bangunan. Kalau kualitas udara lingkungan tidak sehat
dan nyaman, akan secara langsung berpengaruh pada ventilasi.
1) Pengkondisian udara
Ventilasi buatan atau penghawaan buatan (Artificial
ventilation/Forced ventilation/Mechanical ventilation) adalah
penghawaan yang melibatkan peralatan mekanik. Penghawaan
buatan sering juga disebut Pengkondisian Udara (Air
Conditioning) yaitu proses perlakuan terhadap udara di dalam
bangunan yang meliputi suhu, kelembaban, kecepatan dan arah
angin, kebersihan, bau, serta distribusinya untuk menciptakan
kenyamanan bagi penghuninya. Dengan demikian,
pengkondisian udara tidak hanya berarti menurunkan suhu
(Cooling), tetapi juga menaikkan suhu (Heating). Di daerah
tropis lembab yang suhu rata-ratanya tinggi., pengkondisian
udara (atau penghawaan buatan) diasosiasikan dengan
penyejukan udara oleh mesin penyejuk udara atau mesin
pengkondisian udara yang dikenal luas dengan intilah Air
Conditioner (AC). Kipas angin listrik (electric fan) tidak
menurunkan udara, tetapi hanya menggerakkan udara saja.
Kipas angin listrik ada diantara penghawaan alami dan buatan.
2) Keuntungan penggunaan AC
Penghawaan buatan dengan AC, jika dirancang dengan
benar akan memberikan banyak keuntungan. Yaitu:
a) Suhu udara lebih mudah disejukkan dan diatur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
b) Kecepatan dan arah angin mudah diatur.
c) Kelembaban mudah diatur.
d) Kebersihaan udara dapat dijaga.
Karena ruang AC tertutup, maka diperoleh keuntungan
sampingan yaitu kenyamanan akustik dan ketenangan.
a) AC keluaran baru dilengkapi dengan pembangkit ion
negatife (ionizer) yang dapt membunuh bakteri, jamur, dan
mengikat biang bau, serta memberikan efek segar pada
udara ruang.
b) Karena ruang tertutup, bau didalam ruang mudah diatur dan
dipertahankan, misalnya dengan wewangian.
b. Sitem Pencahayan
Cahaya adalah unsur penting dalam kehidupan ini. Tidak
dapat dibayangkan jika kita hidup tanpa cahaya. Didalam
perancangan sebuah interior, unsur cahaya dianggap hal yang
paling penting dalam penggunaan kebutuhannya. Karena cahaya
selain memberi efek terang, juga ditata dengan baik akan
memberikan efek estetik yang akan memberikan keindahan ruang.
Didalam dunia arsitek dan interior telah mengenal dua
macam sumber pencahayaan, yaitu :
1) Pencahayaan alami (natural light)
Adalah cahaya yang bersumber pada alam dan biasa
langsung diasosiasikan dengan cahaya matahari (daylight).
Cahaya ini sangat baik bagi manusia. Karena bila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
mengasingkan manusia dari cahaya matahari secara total akan
membawa dampak merugikan baik secara fisik maupun mental
(depresi).
Ada beberapa keuntungan dan kerugiannya jika kita
menggunakan sumber cahaya ini yaitu:
a) Cahaya alam murah dan mudah didapat.
b) Memberikan efek sehat bagi tubuh kita baik secara fisik
maupun psikologis.
c) Menghasilkan penampakan obyek yang jelas dan tegas
d) Pencahayaan alami (matahari) mempunyai keterbatasan
waktu.
e) Mempunyai tingkat cahaya yang berbeda tergantung
dengan musim.
f) Untuk mengurangi panas berlebih perlu dibutuhkan
perangkat penghalang.
2) Pencahayaan buatan (artificial light)
Adalah segala bentuk cahaya yang bersumber pada alat
yang diciptakan oleh manusia seperti lampu pijar, lilin, lampu
minyak tanah, dan obor. Cahaya buatan sering secara langsung
diasosiasikan dengan cahaya lampu.
Cahaya ini sangat besar artinya ketika malam hari. Karena
cahaya ini dapat menggantikan cahaya matahari ketika malam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
hari, meski tidak ekonomis cahaya ini membarikan beberapa
keuntungan, yaitu:
a) Penerangan dapat dilakukan sepanjang hari.
b) Memberikan fleksibelitas perencanaan kebutuhan cahaya
dalam ruang.
c) Dapat memberikan efek-efek estetis pada ruang.
Sedang dilihat dari segi pengarahan cahaya, kita mengenal
dua macam arah cahaya yaitu:
1. Pencahayaan langsung (direct lighting)
Yaitu pencahayaan dengan mengarahkan sinar langsung
ke bidang kerja atau obyek.
2. Pencahayaan tak langsung (indirect lighting)
Yaitu pencahayaan dengan cara memantulkan sinar
lebih dulu (misalnya ke langit-langit atau ke arah dinding).
Pencahayan tak langsung sangat baur sehingga
menimbulkan suasana lembut.
Berdasarkan cakupannya dikenal istilah:
1) Pencahayaan umum (general lighting)
Yaitu pencahayaan merata untuk seluruh ruangan dan
dimaksudkan untuk memberikan terang merata, walau
mungkin minimal, agar tidak terlalu gelap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
2) Pencahayaan kerja (task lighting)
Yaitu pencahayaan fungsional untuk kerja visual
tertentu, biasanya disesuaikan dengan standart kebutuhan
penerangan bagi jenis kerja bersangkutan.
3) Pencahayaan aksen (accent lighting)
Yaitu pencahayaan yang secara khusus diarahkan ke
obyek tertentu untuk memperkuat penampilannya (fungsi
estetik).
c. Sistem Akustika
Sejak zaman dulu, akustik telah menjadi bagian penting
arsitektur maupun interior. Nenek moyang manusia menjadikan
suara bagian penting dari peradaban dan kebudayaan mereka yang
tidak hanya digunakan untuk komunikasi saja namun juga untuk
kesenangan. Akan tetapi, dalam perkembangan zaman, manusia
membutuhkan alat yang dapat mempermudah mereka memperoleh
kualitas dan kuantitas bunyi sesuai keinginan mereka. Terciptanya
alat pengeras suara (loudspeaker) berawal dari keinginan manusia
untuk menciptakan suara yang diinginkan di tengah kegaduhan di
dalam ruang.
Akustika sendiri adalah cabang dari ilmu fisika yang
menyelidiki dan mempelajari penghasilan, pengendalian,
penyampaian, penerimaan, dan pengaruh bunyi. Sedang bunyi
adalah gelombang getaran-gataran mekanis dalam udara atau benda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
padat yang masih bisa ditangkap oleh telinga manusia yang
memiliki frekwensi antara 16-20.000 Hz.
Ruang yang baik adalah ruang yang sesuai menjawab
kebutuhannya dari salah satu faktornya adalah mengenai gangguan
seperti bising, gema, gaung dan sebagainya. Penanganan gangguan
yang terjadi dalam ruang menjadikan perlunya kualitas akustik
yang sebaik-baiknya. Akustik dapat mengatasi masalah teknis yang
berhubungan langsung dengan suatu desain interior, antara lain
tingkat bunyi yang berlebihan, perlindungan privasi ruang, tingkat
kejelasan pencakupan dengan latar belakang suara dan pengadaan
suara latar yang sesuai dengan situasi tertentu (John F. Pile, dalam
Defi Sri Kartikasari. 2010).
Tujuan dari akustik adalah meniadakan dan mengurangi bunyi
yang sifatnya mengganggu, kemudian mengatur sistem bunyi tata
suara agar bunyi yang dikehendaki terdengar jelas tanpa gangguan,
serta menjaga kontinuitas bunyi dan perambatannya dalam ruang-
ruang khusus yang menghendaki sistem akustik spesifik.
Dalam pengaturan penyebaran bunyi di dalam suatu ruang
terdapat 3 faktor yang harus diperhatikan yaitu :
1) Bunyi Langsung, yaitu bunyi yang berasal dari sumber suara
yang berjalan langsung mencapai pendengaran.
2) Bunyi Pantul, yaitu bunyi yang berasal dari sumber suara yang
dalam pencapaian sebelum ke pendengaran, lebih dahulu
mengenai bidang pantul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
3) Bunyi Serap, yaitu bunyi yang mengalami penyerapan karena
material absorbsi
(Prasasto Satwiko, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)
Kualitas dan kuantitas suara dapat dipengaruhi oleh beberapa
hal, yaitu:
a) Permukaan pantul.
Baik permukaan lantai, dinding, plafon, dan benda-benda
dalam ruang.
b) Konstruksi dan bahan bangunan.
c) Luas dan fungsi ruang.
d) Pengaruh lingkungan.
Untuk mengatasi suara yang tidak kita inginkan dapat
mengunakan peredam suara yaitu dengan cara menggunakan
perangkat alat untuk mengurangi atau menghambat getaran suara.
Saat ini cara yang paling efektif atau umum untuk meredam
kebisingan adalah dengan mencegat atau memutus perambatan
bunyi. Meskipun demikian baru-baru ini telah diketemukan
teknologi baru yang meredam bunyi justru dengan menimbulkan
bunyi lain.
d. Sistem Keamanan
Sistem pengamanan terhadap kegiatan yang berlangsung
menggunakan sistem sekuriti, CCTV ( Closed Circuit Television )
dan Heavy duty door contact (sensor yang dipasang pada pintu).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
CCTV (Closed Circuit Television) adalah suatu alat yang berfungsi
untuk memonitor suatu ruang melalui layar televisi/monitor, yang
menampilkan gambar dari rekaman kamera yang dipasang pada
setiap sudut ruangan (biasanya tersembunyi) yang diinginkan oleh
bagian keamanan. Semua kegiatan dapat dimonitor di ruang
khusus.
Pada sistem pengamanan terhadap fisik bangunan berupa
pengamanan terhadap bahaya kebakaran.
1) Sistem pengamanan terhadap bahaya kebakaran adalah :
a) Sistem pendeteksi awal
Ÿ Smoke detector. Alat ini bekerja bila suhu mencapai
700C.
Ÿ Fire alarm system. Alarm yang otomatis akan berbunyi
jika ada api atau panas pada suhu 1350C - 1600C
b) Fire estinguisher
c) Sprinkler
Penempatan titik-titik sprinkler harus disesuaikan dengan
standar yang berlaku dalam kebakaran ringan. Setiap
sprinkler dapat melayani luas area 10-20 m dengan
ketinggian ruang 3 m. Ada beberapa cara pemasangan
sprinkler seperti dipasang di bawah plafon atau dipasang
pada dinding. Kepala sprinkler yang dipasang dekat
dinding, harus mempunyai jarak tidak boleh lebih dari 2,25
m dari dinding.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
d) Hidrant Kebakaran
Hidrant kebakaran adalah suatu alat untuk memadamkan
kebakaran yang sudah terjadi dengan menggunakan alat
baku air.
Gambar II.38 Fire estinguisher dan Hidrant kebakaran Sumber : www.webdesign.com
Dalam usaha memadamkan kebakaran selain api faktor
utama yang harus diperhatikan adalah asap. Untuk
mancegah mengalirnya asap kemana-mana diperlukan alat-
alat seperti :
a) Fire damper
Alat untuk menutup pipa ducting yang
mengalirkan udara supaya asap dan api tidak menjalar
kemana-mana. Alat ini bekerja secara otomatis, kalau
terjadi kebakaran akan segera menutup pipa-pipa
tersebut.
b) Smoke & heat ventilating
Alat ini dipasang pada daerah-daerah yang
menghubungkan udara luar. Kalau terjadi kebakaran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
asap yang timbul segera dapat mengalir keluar,
sehingga para petugas pemadam kebakaran akan
terhindar dari asap-asap tersebut.
c) Vent & exhaust
Dipasang di depan tangga kebakaran yang akan
berfungsi menghisap asap yang akan masuk pada
tangga yang akan dibuka pintunya. Dapat pula dipasang
di dalam tangga, secara otomatis berfungsi
memasukkan udara untuk memberikan tekanan pada
udara di dalam ruang tangga.
Macam-macam sistem pemadaman yaitu sebagai berikut:
a) Penguraian, yaitu memisahkan atau menjauhkan benda-
benda yang dapat terbakar.
b) Pendinginan, yaitu penyemprotan air pada benda-benda
yang terbakar.
c) Isolasi atau lokalisasi, yaitu dengan cara
menyemprotkan bahan kimia CO2.
Blasting affect system, yaitu dengan cara memberikan
tekanan yang tinggi, misalnya dengan jalan meledakkan
bahan peledak
2) Sistem keamanan dari ancaman kejahatan manusia
Sistem keamanan dari ancaman kejahatan manusia
(pencurian) diterapkan dengan sekuriti, CCTV (Close Circuit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Television) dan Heavy duty door contact (sensor yang dipasang
pada pintu).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
BAB III
STUDI LAPANGAN
A. Yayasan Autisma Indonesia
a. Sejarah
Yayasan Autisma Indonesia ( YAI ) adalah sebuah yayasan sosial yang
didirikan pada bulan Maret tahun 1997, oleh sekelompok professional
dibidang medis dan orang tua. Yayasan ini didirikan atas keprihatinan
kelompok tersebut akan nasib anak-anak dengan autisme. Pada waktu
itu pengertian dan pengetahuan mengenai autisme sangat minim, di
masyarakat maupun para professional sendiri, sehingga salah diagnosa
sering terjadi dan tak ada sekolah yang mau menerima anak-anak ini
karena ketidak mengertian para guru akan auitisme.
Tujuan dibentuknya yayasan ini adalah untuk:
1. Berperan secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan Indonesia
seutuhnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi
anak-anak autistik dan keluarganya.
2. Bergerak dalam bidang sosial dengan membantu anak-anak autistik
untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal.
3. Pada permulaan pengurus dirangkap oleh pendiri, namun setelah
mengalami beberapa kali pergantian, maka pengurus yang
sekarang adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Dewan Pengawas : Bimo Wicaksono, SH
Dewan Pembina : Ir. Zafar Idham
Dr. Iramaswaty Kamarul, SpA
Dr. Ika Widyawati, SpKJ
Ketua : Dr. Melly Budhiman, SpKJ
Wakil Ketua I : Ibu Theresia Wibisono
Wakil Ketua II : Dr. Hardiono D. Pusponegoro,
SpA(K)
Sekretaris I : Dra. Dyah Puspita
Sekretaris II : Leny Marijani, BSc
Bendahara I : Dra. Elisabeth Lisa Chandra (
Lisa Sitorus )
Bendahara II : Dra. Wendradi Dodi Sarah Bey (
Sarah Hadad )
Seksi Legal : Henrika Halim, SH (Lisa Bakri)
Marida Wicaksono, SH
Seksi Hubungan Masyarakat
( PUREL)
: Bpk. Dhani Widjanarko (Ketua)
Seksi Publikasi dan Informasi : Ir. Karnajaya Panji Putra (Ketua)
Parents Support Group : Dr. Rini Pramesti, SpJP,
Dr. Lies Dina Liastuti, SpJP
Dr. Detty H. Dibyoseputro
b. Lokasi
Alamat Yayasan Autisma Indonesia yang sekarang di Jl. Cipinang
Kebembem 1/6 Jakarta 13230, telpon 021-4751086. Sebelum pindah
ke Cipinang Kebembem, alamat sebelumnya adalah di Jl. Buncit Raya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
No.55 Jakarta Selatan12760. Karena hal inilah pola tata ruang di lokasi
yang baru masih sangat berantakan. Hal ini juga dikarenakan Yayasan
Autisma Indonesia baru membangun gedung baru yang rencananya
digunakan pada tahun 2011.
c. Fasilitas dan Tema
Fasilitas yang ada pada Yayasan Autisma Indonesia antara lain
ruang pimpinan, ruang umum ( ruang tunggu, ruang baca, ruang data
penyandang autisma), pantry, gudang, dan lavatory. Elemen
Pembentuk ruang
- Dinding
Dinding pada bangunan finising berupa cat putih, loster, material
kayu dan batu alam
- Lantai
Lantai menggunakan keramik putih.
- Ceiling
Ceiling yang di gunakan berupa eternit dengan finishing cat plafon
warna putih.
d. Interior Sistem
- Penghawaan
Karena letaknya di pinggiran kota maka penghawaan yang
digunakan adalah penghawaan alami dengan bantuan kipas angin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
- Pencahayaan
Pencahayaan pada siang hari sebagian menggunakan pencahayaan
alami dari bukaan jendela derta dinding kaca. Namun tetap
menggunkan bantuan pencahayaan buatan.
- Akustik
Akustik pada bangunan ini, saya rasa tidak ada.
e. Furniture
Furniture yang digunakan pada Yayasan Autisma Indonesia
semuanya beli di toko furniture dan tidak bertema.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Foto Surve lapangan :
Gambar III.1 Halaman Depan 1 Gambar III.2 Hal Depan II Sumber : Dok. Pribadi. Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.3 Carport Gambar II.4 Papan Nama Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.5 Bu Tari (Pengelola) Gambar III.6 Rak Data Autisma Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Gambar III.7 Meja Kerja Gambar III.8 Rak Buku Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.9 Sofa Tunggu 1 Gambar III.10 Sofa tunggu 2 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.11 Rak Makanan Gambar III.12 Rak Mainan Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Gambar III.13 Barang Paket Gambar III.14 Display Mainan Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.15 Ruang Pimpinan Sumber : Dok. Pribadi Thn 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
B. Dolan Care (Jl. Surabaya No. 11 Menteng Jakarta 10310 )
a. Sejarah
Dolan Care adalah Pusat Terapi Anak Berkebutuhan Khusus yang
didirikan oleh Dolan Toys, sebuah perusahaan swasta nasional yang
berpengalaman dalam desain dan produksi alat permainan edukatif dan
mainan dari bahan kayu bekerja sama dengan Yayasan Fokus, sebuah
yayasan yang mendedikasikan diri pada pengembangan kemampuan
anak berkebutuhan khusus agar menjadi manusia yang bermanfaat.
Dolan Care menyandang misi untuk ikut andil dalam pembentukan
anak Indonesia yang sehat dan bermanfaat. Kualitas dan Pelayanan
terbaik adalah dua kata kunci yang menjadi obsesi dalam menjalankan
Dolan Care. Oleh sebab itu, Dolan Care secara kontinyu selalu
memantau kualitas tenaga terapis dan peralatan agar selalu berada pada
kondisi terbaik demi pelayanan Dolan Care kepada customer.
Lokasi yang ideal dan mudah dijangkau baik dengan kendaraan
pribadi maupun kendaraan umumseperti taksi, bus, dan kereta api, juga
tempat parkir yang memadai dan aman merupakan nilai tambah bagi
customer.
Ruang terapi yang bersih dan nyaman dengan peralatan yang baru
dan lengkap, serta tersedianya toko yang menjual barang-barang anak
berkebutuhan khusus tentu akan sangat mendukung keyakinan orang
tua untuk memanfaatkan pelayanan dari Dolan care.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
b. Lokasi
Dolan Care beralamat di Jln. Surabaya no. 11 Menteng, Jakarta
10310, telepon (+62-21) 3143515, faximile (+62-21) 31900975 dengan
alamat www.dolan-care.com.
c. Fasilitas dan Tema
Fasilitas yang ada pada Dolan Care antara lain ruang jaga security,
resepsionis, ruang konsultasi, ruang terapi, ruang diskusi terapis, ruang
tunggu, kantor, ruang pengembangan bakat, ruang bermain, ruang
rapat, pantry, gudang, toko dan lavatory. Pembagian ruang lantai 2
untuk office dan ruang terapi, lantai 1 untuk ruang konsultasi dan toko,
sedangkan pantry di letaklan pada lantai basement.
Tema pada Dolan Care adalah modern dengan banyak
menggunakan material kaca dan aluminium dengan konstruksi kolom-
kolom besi.
d. Elemen Pembentuk ruang
- Dinding
Dinding pada bangunan ini mayoritas menggunakan kaca untuk
bagian fasade. Dan dinding batu bata pada ruang terapi
mengaplikasikan perpaduan finising berupa cat, material kayu dan
matras yang dilapisi vinyl demi keamanan penyandan autis.
- Lantai
Lantai menggunakan perpaduan keramik, granit serta batu alam
pada area basah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
- Ceiling
Ceiling yang di gunakan berupa gypsum board dengan finishing
cat plafon warna putih.
e. Interior Sistem
- Penghawaan
Karena letaknya di tengah kota untuk menjaga kualitas udara yang
ada dalam ruangan maka pengawaan yang digunakan adalah
penghawaan buatan dengan menggunakan AC split.
- Pencahayaan
Pencahayaan pada siang hari sebagian menggunakan pencahayaan
alami dari bukaan jendela derta dinding kaca. Namun tetap
menggunkan bantuan pencahayaan buatan.
- Akustik
Akustik pada bangunan dilakukan dengan aplikasi gypsum pada
dinding untuk mengurangi kebisingan dari luar ada pula dinding
yang dilapisi matras yang dilapisi vinyl.
f. Furniture
Furniture yang digunakan menggunakan meterial kayu dengan
finishing cat kayu warna warni agar suasana keceriaan dapat terwujud,
ada pula furniture yang bertema modern.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Foto Surve lapangan :
Gambar III.16 Market Autis Gambar III.17 Display Mainan
Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.18 Interior Market 1 Gambar III.19 Interior Market 2 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.20 Ruang Tunggu 1 Gambar III.21 Ruang Tunggu 2
Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Gambar III.22 Pantry Belajar Gambar III.23 Toilet Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.24 Ruang Okupasi 1 Gambar III.25 Ruang Okupasi 2 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.26 Ruang Okupasi 3 Gambar III.27 Ruang Okupasi 4
Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Gambar III.28 Ruang Okupasi 5 Gambar III.28 Ruang Terapi Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.29 R. Terapi Wicara Gambar III.30 R. Diskusi Terapis 1 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.31 R. Diskusi Terapis 2 Gambar III.32 R. Terapi Wicara Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Gambar III.33 R. Snoezelen 1 Gambar III.34 R. Snoezelen 2
Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar II.35 R. Snoezelen 3 Gambar III.36 R. Snoezelen 4 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
Gambar III.37 Kantor TU dan Garasi Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
C. Arogya Mitra Akupuntur
a. Sejarah
Arogya Mitra Akupuntur Klaten didirikan pada 9 Maret 1999
sebagai wujud rasa syukur dan terima kasih Mariani atas kesembuhan
putra bungsunya, Edo Kristanto yang menderita gangguan syaraf
akibat jatuh dari papan loncat dengan ketinggian 4 m melalui tusuk
jarum oleh Eko Tunggono, setelah lelah berobat kesana kemari tanpa
hasil. Pendirian klinik ini didorong oleh keinginan Mariani untuk
mendayagunakan kemampuan Eko Tunggono sebagai akupunturis
untuk menolong para penderita autis-hiper-aktif, IQ lemah, stroke dan
berbagai penyakit gangguan syaraf lainnya.
Arogya Mitra sendiri merupakan nama pemberian dari Bhante Sri
Pannavaro Mahathera dari Mendhut yang terjemahan bebasnya berarti
tempat penyembuhan.
Arogya Mitra merupakan klinik atau rumah perawatan untuk
menampung pasien-pasien dari luar kota yang berobat pada Eko
Tunggono. Pendirian rumah perawatan ini dipandang penting untuk
memastikan agar pengobatan bisa berlangsung efektif mengingant
pengobatan tusuk jarum memerlukan waktu yang relative lama dan
harus dilaksanakan secara kontinyu.
Walaupun awalnya Arogya Mitra banyak menerima pasien dengan
berbagai keluhan seperti stroke, kecanduan narkoba, gagal ginjal, lever
dan sebagainya, namun sejak awal 2002 Arogya Mitra mulai
mengkhususkan diri pada penanganan anak-anak penderita autis-hiper-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
aktif dan gangguan syaraf seperti IQ lemah, gangguan motorik dan
lain-lain meski tetap menerima pasien dengan berbagai keluhan di atas.
Keputusan ini dilatarbelakangi fenomena semakin banyaknya
pasien autis-hiper-aktif yang berobat di Arogya Mitra dan ternyata bisa
sembuh total bila tuntas menjalani proses pengobatan.
Mengingat tujuan awal pendirian klinik adalah untuk membantu
sesama yang menderita, pihak klinik tidak membeda-bedakan latar
belakang pasien. Semua pasien diperlakukan layaknya bagian dari
keluarga besar Arogya Mitra. Yang kaya maupun yang miskin sama-
sama diberikan pengobatan yang optimal. Atas dasar itulah Arogya
Mitra menerapkan sistem subsidi silang sehingga akan semakin banyak
pasien tidak mampu yang dapat tertolong.
Arogya Mitra merupakan klinik perawatan pasien autis-hiper-aktif
dan gangguan syaraf yang berkonsep one stop service. Metode
pengobatan akupunturnya terintegrasi dengan berbagai terapi yang
bermanfaat untuk menstimulasi syaraf dan meningkatkan kemampuan
belajar pasien. Selain pembelajaran formal yang juga merupakan terapi
wicara, berbagai terapi tersebut diantaranya adalah renang, musik, dan
menggambar.
Lokasi yang terletak di daerah pinggiran kota yang masih rimbun
dengan tumbuhan dan hamparan sawah yang luas sangatlah menambah
nilai tersendiri bagi proses penyembuhan penyandang autis itu sendiri.
Hal ini menyebabkan polusi menjadi sedikit dan nuansa alami
terpancar dari lingkungan klinik ini sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Ruang terapi yang bersih dan nyaman dengan peralatan yang
memadai menjadi andalan Arogya Mitra.
b. Lokasi
Arogya Mitra Akupuntur beralamat di Dukuh Ngemplak,
Kalikotes, Klaten, Jawa Tengah dengan nomor telepon 0272 3100018,
081 2297 5549, 0888 2895 563, 0819 1521 3888 dan website di
www.arogyamitraakupuntur.com.
c. Fasilitas dan Tema
Fasilitas yang ada pada Arogya Mitra Akupuntur antara lain ruang
jaga security, resepsionis, ruang konsultasi, ruang terapi, ruang diskusi
terapis, ruang tunggu, kantor, ruang pengembangan bakat, ruang
bermain, ruang rapat, pantry, gudang, ruang penginapan dan lavatory.
Tema pada Arogya Mitra Akupuntur adalah arsitektur china.
d. Elemen Pembentuk ruang
- Dinding
Dinding pada bangunan ini mayoritas menggunakan warna kuning
dan hijau dengan aksen merah
- Lantai
Lantai menggunakan perpaduan keramik.
- Ceiling
Ceiling yang di gunakan berupa gypsum board dengan finishing
cat plafon warna putih.
e. Interior Sistem
- Penghawaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Karena letaknya di pinggiran kota maka penghawaan alami adalah
hal yang diterapkan di sebagian banyak ruangan. Untuk menjaga
kualitas udara yang ada dalam ruangan yang lain maka
penghawaan yang digunakan adalah penghawaan buatan dengan
menggunakan AC split.
- Pencahayaan
Pencahayaan pada siang hari sebagian menggunakan pencahayaan
alami dari bukaan jendela derta dinding kaca. Namun tetap
menggunakan bantuan pencahayaan buatan.
- Akustik
Akustik pada bangunan dilakukan dengan banyak menanam
pepohonan disekitar bangunan.
f. Furniture
Furniture yang digunakan menggunakan meterial kayu dengan
finishing cat kayu warna warni agar suasana keceriaan dapat
terwujud, ada pula furniture yang bertema modern..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Foto Surve lapangan :
Gambar III.38 Gerbang Depan Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.39 Sanggar Kutilang Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.40 Sabtu Ceria Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.41 R. Rawat Inap Gambar III.42 Tangga dan Ram
Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Gambar III.43 R. Rawat Inap Gambar III.44 Ruang Akupuntur Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.45 Kolam Renang Gambar III.46 Area Bermain Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.47 R. SI 1 Gambar III.48 R. SI 2
Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.49 R. SI 3 Gambar III.50 R. SI 4 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Gambar III.51 Perpisahan Karyawan Gambar III.52 TokoPerlengkapan Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.53 Terapi Kegiatan 1 Gambar III.54 Terapi Kegiatan 2 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.55 Terapi Kegiatan 3 Gambar III.56 R. Fitness
Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.57 R. Akupuntur Gambar III.58 R. Tunggu Terapi
Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Gambar III.59 R. Terapi Musik 1 Gambar III.60 R. Terapi Musik 2 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.61 R. Terapi Musik 3 Gambar III.62 Teras Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.63 Tunggu 1 Gambar III.64 R. Tunggu 2 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.65 R. Tunggu 3 Gambar III.66 R. Tangga
Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Gambar III.67 R. Parkir Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.68 Lavatory 1 Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
Gambar III.69 Lavatory 2
Sumber : Dok. Pribadi Thn. 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
BAB IV
ANALISA DESAIN
A. ANALISIS EXISTING
1. Asumsi Lokasi
Pertimbangan Perancangan Lokasi Secara Umum
Dalam penentuan lokasi Autisma Center diperlukan suatu
pertimbangan yang matang dan faktor pendukung antara lain :
Ÿ Lokasi Strategis dan mudah dijangkau
Ÿ Terletak ditengah kota agar penyandang autis mudah bersosialisasi.
Ÿ Lokasi tersebut dekat dengan Pusat Kegiatan Masyarakat
Dengan beberapa pertimbangan di atas, maka lokasi yang
ditentukan yaitu di daerah Jl. Kolonel Sutarto, Surakarta, yang
merupakan kawasan kegiatan masyarakat Surakarta, tepatnya di depan
Rumah Sakit Umum Daerah Moewardi, lokasi ini dianggap tepat
karena lokasinya di tengah kota sehingga memudahkan penyandang
autis untuk lebih mudah bersosialisasi dengan orang-orang secara
umum.
Gambar IV.1 Peta Kota Surakarta (Denah Lokasi) Sumber : www.indonesia-tourism.com
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
2. Potensi Lokasi
a. Surakarta sebagai kawasan pusat pengembangan pendidikan
Kota Surakarta merupakan salah satu daerah yang menjadi
barometer pendidikan nasional. Kondisi di daerah ini dianggap
mewakili dan merupakan tititk tengah dari daerah-daerah yang
tingkat pendidikannya maju, seperti DKI Jakarta maupun daerah-
daerah yang tingkat pendidikannya rendah. Sesuai dengan fungsi
kota yang ditetapkan, Kota Surakarta diharapkan dapat menjadi
kawasan pusat pengembangan pendidikan dalam skala lokal,
regional, dan nasional. Untuk itu perlu adanya peningkatan kualitas
serta kuantitas sarana dan prasarana pendidikan sehingga dapat
mendukung fungsi kota tersebut.
Namun hal ini dianggap cukup jika wadah pendidikan
hanya diperuntukkan anank-anak normal saja. Pemerataan
pendidikan harus dirasakan oleh seluruh anak, termasuk anak
dengan kebutuhan khusus. Perwujudan pendidikan bagi anak-anak
dengan kebutuhan khusus ini dapat dilakukan melalui jalur
Pendidikan Luar Biasa. Pendidikan Luar Biasa adalah usaha sadar
untuk menumbuhkembangkan semua potensi kemanusiaan peserta
didik luar biasa, baik yang menyandang kelainan maupun yang
dikaruniai keunggulan (kebutuhan khusus) secara optimal dan
terintegrasi agar bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan
masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Anak autis, yang juga termasuk ke dalam golongan anak
berkebutuhan khusus, juga berhak mendapatkan pendidikan seperti
anak berkebutuhan khusus lainnya. Dengan demikian mereka dapat
mengembangkan potensi dalam diri mereka sebagai bekal
kemandirian dalam masyarakat. Meskipun hingga saat ini belum
terdapat progaram khusus dalam pendidikan luar biasa yang
diperuntukkan bagi anak autis, bukan berarti pendidikan untuk
anak autis kemudian diabaikan. Pendidikan bagi anak autis
merupakan pelengkap dari sistem yang masih mengesampingkan
kepentingan anak autis. Dan sebagai daerah yang masih menjadi
barometer pendidikan nasional, sudah selayaknya Kota Surakarta
menjadi pelopor dalam hal pendidikan bagi anak autis. Selain itu,
di kota Surakarta sendiri terdapat akademi Okupasi Terapi yang
siap mencetak tenaga terapis handal yang mampu menangani anak
autis. Kehadiran akademi ini diharapkan mampu mendukung dan
bersinergi dengan keberadaan fasilitas Autisma Center di
Surakarta.
b. Surakarta sebagai kota Rehabilitation Center
Sebagai lokasi keberadaan RS Orthopedi Dr. R. Soeharso,
maka Kota Surakarta dapat diidentikkan sebagai kota
Rehabilitation Center. Sebelum menjadi sebuah rumah sakit
rujukan nasional RS Orthopedi Dr. R. Soeharso pernah mengalami
beberapa kali pengembangan. RS Orthopedi Dr. R. Soeharso dapat
menjadi seperti sekarang karena peran Dr.Soeharso yang pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
masa perang melawan Belanda sering memberikan bantuan kepada
para korban perang yang sebagian besar menderita cacat fisik.
Dengan keahlian yang dimiliki, beliau memberikan bantuan berupa
terapi kepada mereka yang menderita cacat tubuh, sampai akhirnya
berdirilah Rehabilitation Center (RC) yang berada tepat di sebelah
RS Dr. Moewardi, Jebres. Setelah mengalami perkembangan yang
cukup pesat, maka untuk memberikan pelayanan yang lebih luas
didirikan Lembaga Orthopedi bertujuan memberikan pelayanan
medik bagi membutuhkan pertolongan pada bagian Orthopedi.
Karena keberadaan Lembaga orthopedi danRC sangat dibutuhkan
dan merupakan satu-satunya di Indonesia, maka pemerintah
memutuskan untuk mendirikan dan meresmikan RS Orthopedi Dr.
R. Soeharso di Surakarta dan menjadikannya rumah sakit rujukan
nasional. Berdasarkan latar belakang sejarah tersebut, keberadaan
fasilitas pendidikan dan penanganan autisme terpadu diharapkan
dapat menjadi bagian dalam mendukung eksistensi Surakarta
sebagai kota Rehabilitation Center.
3. Denah Existing
Denah existing ini merupakan denah Perancangan Arsitektur Sekolah
Terpadu Khusus untuk Anak Autis yang merupakan karya Tugas
Akhir Wahyu Purwantini (I 0202095) Mahasiswa Arsitektur
Universitas Sebelas Maret. Dengan demikian existing ini hanya
memerlukan sedikit perubahan yang disesuaikan dengan kebutuhan
kegiatan didalamnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Gambar IV.2 Denah Perubahan 1 Sumber : Dokumen Pribadi
Gambar IV.3 Denah Perubahan 2 Sumber : Dokumen Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
4. Pengembangan Denah Existing
Untuk Pengembangan existing bangunan sebagai autisma
Center hanya memerlukan sedikit perubahan yang disesuaikan dengan
kebutuhan kegiatan didalamnya. Dengan menambah ruangan yang ada
dan penyesuaian zoning grouping yang mengelompok sesuai dengan
kebutuhan pengunjung.
Gambar IV.4 Denah Existing 1 Sumber : Dokumen Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Gambar IV.5 Denah Existing 2 Sumber : Dokumen Pribadi
B. PROGRAMING
1. Status Kelembagaan
Bangunan Autisma Center merupakan usaha jasa swasta yang
bersifat komersil yang tujuannya membantu masyarakat penyandang
autism untuk berkembang selayaknya manusia normal pada umumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
2. Stuktur Organisasi
Struktur organisasi dari Autisma Center ini adalah sebagai berikut :
Skema III.1. Strktur Organisasi Autisma Center di Surakarta
3. Sistem Operasional
Autisma Center ini mulai dibuka pada pukul 07.00 – 17.00
( Senin – Sabtu ).
4. Tinjauan Kegiatan
Kegiatan di dalam Autisma Center ini meliputi (1) Kegiatan
utama seperti Tusuk Akupuntur, Terapi Okupasi, Terapi Wicara,
Pengembangan Bakat, (2) Kegiatan pengelola seperti administrasi,
marketing, pengarsipan, pengarahan, pemberian informasi, pelayanan
serta kegiatan pengelolaan operasional, (3) Kegiatan servis yang terdiri
dari mecanical electrical, dan maintenance bangunan serta, (4)
kegiatan penunjang yang terdiri dari kegiatan menunggu, kebutuhan
informasi, interaksi, kebutuhan ibadah ( mushola ) dan kebutuhan
lavatory.
Kepala Akupuntur
Kepala Terapis
Bag Administrasi
Manager Toko
Owner
Pimpinan
Bag. Marketing
Admin Terapis Karyawan Asisten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
5. Pelaku kegiatan
Pelaku kegiatan di Autisma Center meliputi penyandang autis
yang melakukan perawatan ataupun pengantar, dan pengelola yang
terdiri dari pimpinan, administrasi umum, akupunturis, terapis,
karyawan toko, pengelola bangunan, dan pengelola maintenance.
6. Skema Pelayanan
Skema IV.2. Skema Pelayanan
Program Terapi : 1. Terapi wicara 2. Terapi Okupasi 3. Terapi Perilaku
(Lovaas/ metode ABA)
4. Terapi bermain 5. Terapi Musik 6. Auditory
integration therapy
7. Sensory integration therapy
Pendidikan Dasar Persiapan anak untuk masuk
sekolah regular dan remedial teaching
Intervensi Dini Program terapi intervensi dini dan terapi penunjang
Diagnosis and assessment program
Anak dengan karakteristik autisme
Parents Support Group
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
7. Kegiatan dan Fasilitas
Kelompok
Keg.
Jenis Keg. Pelaku Keg. Jenis Keg. Keb. Ruang
Kegiatan
Utama
Konsultasi,
Identifikasi,
dan
assessment
awal
Anak dengan
karakteristik
autime
Ÿ Pemeriksaan/
Observasi
Ÿ Konsultasi
Ÿ R. Periksa
Ÿ R. Konsultasi
Tim
assessment
(akupunturis,
terapis)
Ÿ Memeriksa
anak
Ÿ Megkaji Tes
anak
Ÿ Memberi
Konsultasi
Ÿ R. Periksa
Ÿ R. Observasi
Ÿ R. Konsultasi
Orang Tua Ÿ Mengantar
anak
Ÿ Menunggu
giliran
periksa
Ÿ Konsultasi
Ÿ R. Administrasi
Ÿ R. Tunggu
Ÿ R. Konsultasi
Tamu Ÿ Mencari Info
Ÿ Konsultasi
Ÿ R. Informasi
Ÿ R. Konsultasi
Pengelola Ÿ Melayani
Administrasi
Ÿ Memberi
Info
Ÿ R. Administrasi
Ÿ R. Informasi
Program
Terapi
Anak autis,
terapis, dan
co-terapis
Ÿ Terapi
Wicara
Ÿ Terapi
Okupasi
Ÿ Terapi
Bermain
Ÿ R. Latihan Fisik
Ÿ R.Kerampilan
Ÿ R. Keterampilan
Ÿ R. ADL (dapat
diintegrasikan
dan R Umum)
Ÿ Kolam renang
Ÿ R. bermain
Indoor
R. Bermain
Outdoor
Tabel IV.1. Kegiatan dan Fasilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Kelompok
Keg.
Jenis Keg. Pelaku Keg. Jenis Keg. Keb. Ruang
Ÿ Terapi Musik
Ÿ Auditory
integration
therapy
Ÿ Sensory
integration
therapy
Ÿ R. Bermain
Ÿ R.Terapi musik
Ÿ R. Auditory
integration
therapy
Ÿ R. Sensory
integration
therapy
terapis, dan
co-terapis
Ÿ Beekerja
Ÿ Evaluasi
Ÿ Konsultasi
Ÿ R. Kerja
Ÿ R. Evaluasi
Ÿ R. Konsul
Manager
Terapi
Ÿ Bekerja
Ÿ Koordinasi
Ÿ R. Kerja
Ÿ R. rapat
Administrasi Ÿ Administrasi
Ÿ Informasi
Ÿ R. kerja
Ÿ R. privat
Ortu Ÿ Antar
Ÿ Menunggu
Ÿ Konsultasi
Ÿ R. Administrasi
Ÿ R. Tunggu
Ÿ R. Konsultasi
Tabel IV.1. Kegiatan dan Fasilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
8. Analisa Kegiatan dan Besaran Ruang
Besaran ruang pendidikan desain interior disesuaikan menurut
kebutuhan dan standart yang telah ditetapkan berdasarkan ukuran :
a. HD : Dimensi Manusia dan Ruang Interior
b. DA : Data Arsitek
c. TS : Time Saver for interior design
a. Lobby
N
o.
Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
1. Lobby 30 orang
= 30% x 30 x 1.1
= 9.9 m²
9.9
2. Front
Office /
ruang
Informasi
2 orang 2 Kursi
1 Meja
(0.45x0.45)x2 = 0.41
(0.6x2.5)x1 = 1.50 +
1.91
Sirkulasi :
= (1x2) + (1+2)25%
= 2.75
Toleransi Furn. :
= 25% x 1.91
= 0.48
Total Furn. :
= 1.91 + 2.75+0.48
= 5.14
Toleransi Barang :
= 25% x 5.14
= 1.23
Total Keb. Ruang :
= 5.14+ 1.23
= 6.37 m²
6.37
3. Ruang
Tamu /
Tunggu
12 0rang 12 kursi tunggu
2 Meja
4 Pot Bunga
(0.85x0.85)x12 = 8.67
(1.5x0.8)x2 = 2.40
(0.5x0.5)x4 =1.00 +
12.07
Sirkulasi :
= (1x12) + (1+12)25%
= 15.25
Toleransi Furn. :
= 25% x 12.07
= 3.00
Total Furn. :
= 12.07 + 15.25 + 3
= 30.32
Tabel IV.2. Loby
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
N
o.
Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
Toleransi Barang :
= 25% x 30.32
= 7.58
Total Kebutuhan
Ruang :
= 30.32 + 7.58
= 37.9m²
37.9
Total Luas
BS
54.
17
Tabel IV.2. Loby
b. Ruang Kerja
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
1. Ruang
Admin
Akupuntur
3 orang
3 Kursi Metode pemeriksaan
dilakukan dengan
pengamatan langsung
terhadap interaksi sosial
anak. Jarak intim = 15-50
cm. Rentang tubuh anak
dalam posisi duduk adalah
41 cm. Rentang tubuh orang
dewasa dalam posisi duduk
adalah 94 cm. Kebutuhan
luas ruang adalah 3 m².
2 kursi untuk orang tua @
0.4 m² = 0.8 m².
Kebutuhan luas
ruang adalah 3 m².
3 kursi untuk orang
tua @ 0.4 m² = 1.2
m².
Flow 100% = 4.2 m².
Luas ruang = 3 + 1.2
+4.8 = 9.00
9.00
2. Ruang
Tunggu
Akupuntur
12 orang 12 Kursi
2 pot bunga
(0.45x0.45)x12 = 2.43
(0.5x0.5)x2 = 0.50 +
2.93
Sirkulasi :
= (1x12) + (1+12)
25%
= 15.25
Toleransi Furn. :
= 25% x 2.93
= 0.73
Tabel IV.3. Ruang Kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
Total Furn. :
= 2.93 + 15.25 +
0.73 = 18.91
Toleransi Barang :
= 25% x 18.91
= 4.73
Total Kebuthan
Ruang :
= 18.91+ 4.73
= 23.64
23.64
3. Ruang
Akupuntur
12 0rang 6 Bed
(1x2)x6 = 12
Sirkulasi :
= (1x12) + (1+12)
25%
= 15.25
Toleransi Furn. :
= 25% x 12
= 3
Total Furn. :
= 3 + 15.25 + 3
= 21.25
Toleransi Barang :
= 25% x 21.25
=5.30
Total Kebuthan
Ruang :
= 21.25+ 5.30
= 26.55
26.55
4. Ruang
Akupuntur
is
6 Orang
2 Meja
3 Kursi
3 Sofa
(1.5x0.8)x1 = 1.20
(0.45x0.45)x3 = 0.61
(0.85x0.85)x3 = 2.17 +
3.98
Sirkulasi :
= (1x6) + (1+6)25%
= 7.75
Toleransi Furn. :
= 25% x 3.98
= 1
Total Furn. :
= 3.98 + 7.75+ 1
Tabel IV.3. Ruang Kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
= 12.73
Toleransi Barang :
= 25% x 12.73
= 3.18
Total Kebuthan
Ruang :
= 12.73 + 3.18
= 15.91 m²
15.91
Total Luas
BS
75.1
Tabel IV.3. Ruang Kerja
c. Ruang Terapi
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
1. Ruang
Terapi
wicara
Individu
2 orang
2 Kursi
1 Meja
(0.35x0.35)x2 = 0.25
(0.8 x0.6)x1 = 0.48 +
0.73
Sirkulasi :
= (1x2) + (1+2)25%
= 2.75
Toleransi Furn. :
= 25% x 0.73
= 0.18
Total Furn. :
= 0.73 + 2.75 + 0.18
= 3.66
Toleransi Barang :
= 25% x 3.66
= 0.92
Total Kebuthan
Ruang :
= 3.66 + 0.92
= 4.58
Ada 9 ruang
= 9 x 4.58
= 41.22 m²
41.22
Tabel IV.4. Ruang Terapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
2. Ruang
Terapi
wicara
Kelompok
8 orang 6 Kursi
2 Kursi
6 Meja
(0.35x0.35)x6 = 0.74
(0.45x0.45)x2 = 0.41
(0.8 x0.6)x6 = 2.88 +
4.03
Sirkulasi :
= (1x8) + (1+8)25%
= 10.25
Toleransi Furn. :
= 25% x 4.03
= 1
Total Furn. :
= 4.03 + 10.25 + 1
= 15.28
Toleransi Barang :
= 25% x 15.28
= 3.82
Total Kebuthan
Ruang :
= 15.28 + 3.82
= 19.1m²
19.1
3. Terapi
Okupasi
a) Ruang
Fitnes
20 0rang
(12 anak
autis dan 4
terapis, 4
co-terapis)
Bentang tangan anak
:
@ 1.44 m² x 12 =
17.28
Bentang tangan
dewasa :
@ 1.92 m² x 4 =
15.56
Total Bentang tangan
adalah 32.84 m²
Flow 100% = 32.84
m²
Luas ruang
= 32.84+32.84=
65.68 m²
= 65.84 m²
68.84
Tabel IV.4. Ruang Terapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
3. b) Ruang
Basic
Skill
(ruang ganti
pakaian,
ruang
makan dan
toilet
training di
dalam 1
area)
20 Orang
(12 anak
autis dan 4
terapis, 4
co-terapis)
Ruang Ganti
pakaian
Ruang Makan
4 Kursi
1 Meja
2 Wastafel
Pantry
Toilet Training
(0.45x0.45)x 4 = 0.81
(1.0x1.0)x1 = 1.00
@ 0.6x2 = 1.20 +
3.01
15 m² (asumsi)
Untuk tiap anak @
2.5 m²
Kapasitas 3 anak
= 2.5 x 3 = 7.5 m²
Sirkulasi :
= (1x4) + (1+4)25%
= 5.25
Toleransi Furn. :
= 25% x 3.01
= 0.75
Total Furn. :
= 3.01+ 5.25 + 0.75
= 9
Toleransi Barang :
= 25% x 9
= 2.25
Total Kebuthan
Ruang :
= 9 + 2.25
= 11.25 m²
15 m²
Standart 1 unit toilet
= 1.4 x 1.8
= 2.52 m²
Direncanakan 5 unit
= 5 x 2.52
= 12.60 m²
46.35
Tabel IV.4. Ruang Terapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
c) Kolam
Renang
Asumsi Luas Kolam
= 8 x 12 = 96 m²
Pancuran dan ruang
bilas
= 16 m²
Ruang Ganti
= 20 m²
Ruang Istirahat
= 30 m²
Total luas nya adalah
162 m²
162
4. Ruang
Bermainan
Indoor
Motorik
Halus
Motorik
Kasar
4 Rak diplay
1 Meja
Papan Seluncur,
Mandi Bola.
Flying Fox,
,trampolin dll
(2.x0.50)x4 = 4.00
(2.0x2.0)x1 = 4.00 +
8.00
Sirkulasi :
=(1x10)+ (1+10)25%
= 12.75
Toleransi Furn. :
= 25% x 8.00
= 2
Total Furn. :
= 8 + 12.75 + 2
= 22.75
Toleransi Barang :
= 25% x 22.75
= 5.69
Total Kebuthan
Ruang :
= 22.75+ 5.69
= 28.44
Asumsi luas
kebutuhan ruangnya
adalah 160 m²
188.4
Tabel IV.4. Ruang Terapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
5. Ruang
Tunggu
bawah
72 orang 72 kursi
4 Pot
(0.45x0.45)x72 = 14.58
(0.5x0.5)x4 = 1.00+
15.58
Sirkulasi :
= (1x72) +
(1+72)25%
= 90.25
Toleransi Furn. :
= 25% x 15.58
= 3.9
Total Furn. :
= 15.58 + 90.25 +3.9
= 109.73
Toleransi Barang :
= 25% x 109.73
= 27.4
Total Kebuthan
Ruang :
= 109.73 + 27.4
= 137.13
137.
13
6. Ruang
Pengemba
ngan Bakat
Komputer
Rak terbuka
5 Meja Komp.
10 Kursi
Lukis
Meja bawah
Rak terbuka
3 Meja
3 Kursi
Musik
Peralatan Musik
(0.5x1.5)x2 = 1.50
(0.40x0.80)x5 = 1.60
(0.45x0.45)x10 = 2.03 +
5.13
(2.00x2.00) x1 = 4.00
(0.5x1.5)x2 = 1.50
(0.40x0.80)x5 = 1.60
(0.45x0.45)x10 = 2.03 +
9.13
Asumsi 16 m²
Sirkulasi :
= (1x30) +
(1+30)25%
= 37.75
Toleransi Furn. :
= 25% x 30.26
= 7.57
Total Furn. :
= 30.26 + 37.75
+7.57
= 75.58
Toleransi Barang :
= 25% x 75.58
= 18.90
Total Kebuthan
Ruang :
= 75.58+ 18.90
= 94.48
94.48
Tabel IV.4. Ruang Terapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
7. Ruang
Tunggu
Atas
18 orang
18 Sofa
2 Pot Bunga
(0.85x0.85)x18 = 13.00
(0.5x0.5)x2 = 0.50 +
13.50
Sirkulasi :
= (1x18) +
(1+18)25%
= 22.75
Toleransi Furn. :
= 25% x 13.50
= 3.38
Total Furn. :
= 13.50 + 22.75
+3.38
= 39.63
Toleransi Barang :
= 25% x 39.63
= 9.9
Total Kebuthan
Ruang :
= 39.63+ 9.9
= 49.53
49.53
8. Lavatory 11 orang Standart 1 unit toilet
= 1.4 x 1.8
= 2.52 m²
Direncanakan 13 unit
= 11 x 2.52
= 27.72 m²
27.72
Total Luas
BS
834.
77
Tabel IV.4. Ruang Terapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
d. Ruang Terapis
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
1. Ruang
Terapis
dan Co-
terapis
15 orang
15 Sofa
4 Credenza
(0.85x0.85)x15 = 10.84
(1.2x0.5)x4 = 2.40 +
13.24
Sirkulasi :
=(1x15)+ (1+15)25%
= 19
Toleransi Furn. :
= 25% x 13.24
= 3.31
Total Furn. :
= 13.24 + 19 + 3.31
= 35.55
Toleransi Barang :
= 25% x 35.55
= 8.90
Total Kebuthan
Ruang :
= 35.55+ 8.90
= 44.45
44.45
2. Ruang
Diskusi
8 orang 8 Kursi
1 Meja
(0.45x0.45)x8 = 1.62
(2.00 x 1 )x1 = 2.00 +
3.62
Sirkulasi :
= (1x8) + (1+8)25%
= 10.75
Toleransi Furn. :
= 25% x 3.62
= 0.9
Total Furn. :
= 3.62 + 10.75 + 0.9
= 15.27
Toleransi Barang :
= 25% x 15.27
= 3.8
Total Kebuthan
Ruang :
= 15.27 + 3.8
= 19.07
19.07
Tabel IV.5. Ruang Terapis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
3. Ruang
Administra
si
2 0rang 2 Meja
2 Kursi
2 Credenza
(1.5x0.6)x2 = 1.80
(0.45x0.45)x2 = 0.41
(1.2x0.4)x2 = 0.96 +
3.17
Sirkulasi :
= (1x2) + (1+2)25%
= 2.75
Toleransi Furn. :
= 25% x 3.17
= 0.80
Total Furn. :
= 3.17 + 2.75 + 0.80
= 6.72
Toleransi Barang :
= 25% x 6.72
= 1.68
Total Kebuthan
Ruang :
= 6.72+ 1.68
= 8.4
8.4
4. Ruang
Pimpinan
3 Orang 3 Sofa
2 Meja
3 Kursi
1 Credenza
(0.85x0.85)x3 = 2.18
(1.5x0.8)x2 = 2.40
(0.45x0.45)x3 = 0.61
(1.2x0.4)x1 = 0.48 +
5.67
Sirkulasi :
= (1x3) + (1+3)25%
= 4
Toleransi Furn. :
= 25% x 5.67
= 1.42
Total Furn. :
= 5.67 + 4 + 1.42
= 11.1
Toleransi Barang :
= 25% x 11.1
= 2.78
Total Kebutuhan
Ruang :
= 11.1+ 2.78
= 13.88
13.88
Tabel IV.5. Ruang Terapis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
Luas
7. Lavatory 2 Orang Standart 1 unit toilet
= 1.4 x 1.8
= 2.52 m²
Direncanakan 2 unit
= 2 x 2.52
= 5.04 m²
5.04
Total Luas
BS
90.84
Tabel IV.5. Ruang Terapis
e. Toko
No. Ruang Asumsi Furniture Ukuran Furniture (m²) Besaran ruang
( m²)
luas
1. Toko 130
2. Gudang 15
3.
Total
Luas R.
145
Tabel IV.6. Toko
Total Kebutuhan Besaran Ruang 1199.88 m²
9. Sistem Organisasi Ruang
a. Pertimbangan
Untuk mendapatkan bentuk organisasi ruang yang sesuai dengan
fungsi Autisma Center, maka orgaanisasi ruang harus memenuhi
kriteria sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
1) Pengelompokan ruang sesuai dengan pengelompokan kegiatan
pengunjung.
2) Tingkat efisiensi ruang yang cukup.
3) Pengaturan tingkat kebisingan untuk menciptakan suasana yang
natural.
4) Sirkulasi antar ruang yang nyaman dan terarah.
b. Alternatif pengorganisasian ruang
Organisasi
Ruang Keuntungan Kerugian
a) Linier
· Mudah menyesuaikan
kondisi
· Sirkulasi jelas dan terarah
· Pencapaian mudah
· Adanya hirarki ruang
· Kurang efisien, dan
butuh banyak ruang
· Tidak ada orientasi
utama dari semua
ruang
· Tidak ada
pengelompokan dan
pemilahan kegiatan
berdasarkan sifat
fungsi kegiatan
· Terpusat
· Memiliki pusat / orientasi
kegiatan
· Bersifat stabil
· Pencapaian ke titik ter-
tentu mudah & langsung
· Efisiensi tinggi
· Arah sirkulasi
terpusat pada satu
titik, sehingga
perhatian ke titik lain
berkurang
Tabel IV.7. Alternatif pengorganisasian ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
Organisasi
Ruang Keuntungan Kerugian
· Radial
· Perpaduan antara organi-
sasi linier dan radial
· Menghasilkan pola
dinamis
· Pencapaian ke titik
tertentu mudah dan
langsung
· Arah sirkulasi
terpusat pada satu
titik, sehingga
perhatian ke titik lain
berkurang
· Cluster
· Dapat menerima ruang –
ruang yang berlainan
bentuknya
· Luwes dan dapat mene-
rima pertumbuhan dan
perubahan langsug tanpa
mempengaruhi karakter-
nya
· Tidak ada orientasi
utama pada ruang
· Kontrol visual kurang
baik
Tabel IV.7. Alternatif pengorganisasian ruang
Dari keempat alternatif di atas, penulis menggunakan organisasi
ruang linier karena organisasi ruang linier bertujuan sirkulasi jelas dan
terarah, hal ini dibutuhkan bagi penyandang autis agar perkembangan
peenyandang autis juga jelas dan terarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
10. Sistem Sirkulasi
Terdapat beberapa jenis sistem sirkulasi, yaitu:
a. Linier
Semua jalan pada dasarnya adalah linier. Jalan yang lurus
dapat menjadi unsur pengorganisir utama untuk satu deret ruang-
ruang. Di samping itu, jalan dapat berbentuk lengkung atau
berbelok arah, memotong jalan lain, bercabang-cabang, atau
membentuk putaran (loop).
b. Radial
Konfigurasi radial memiliki jalan-jalan lurus yang
berkermbang dari atau berhenti pada sebuah pusat, titik bersarna.
c. Spiral (berputar)
Sebuah konfigurasi spiral adalah suatu jalan tunggal
menerus, yang berasal dari titik pusat, mengelilingi pusat
dengan jarak yang berubah.
d. Grid
Konfigurasi grid terdiri dari dua pasang jalan sejajar yang
Saling berpotonqan pada jarak yang sama dan menciptakan bujur
sangkar atau kawasan-kawasan ruang segi empat.
e. Jaringan
Suatu konfigurasi jaringan terdiri dari jalan-jalan yang
menghubungkan titik-titik tertentu di dalam ruang.
f. Komposit (gabungan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
Pada kenyataannya, sebuah bangunan umumnya membuat
kombinasi dari pola-pola di atas. Hal terpenting dalam setiap
pola adalah pusat kegiatan, jalan masuk ke ruangan atau kamar,
serta tempat untuk sirkulasi vertikal berupa tangga-tangga,
landaian, dan elevator. Semua bentuk titik pusat ini
memberikan kejelasan jalur pergerakan melalui bangunan dan
menyediakan kesempatan untuk berhenti sejenak, beristirahat, dan
menentukan orientasi. Untuk menghindari timbulnya orientasi
yang Membingungkan, suatu susunan hirarkis di antara jalur-jalur
dan titik bangunan dapat dibangun dengan membedakan skala,
bentuk, panjang, serta penempatannya.
Gambar IV.6 Ilustrasi Pola sirkulasi
Sumber : cing 2000, hal 221
Berdasarkan beberapa alternatif dalam sistem sirkulasi di
atas, penulis menggunakan sistem sirkulasi Jaringan karena
kebutuhan kegiatan pengguna bangunan diarahkan melaluli sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
pola untuk menentukan sirkulasi kegiatan pengunjung sehingga
lebih terarah dan sesuai kebutuhan
11. Hubungan Antar Ruang
TABEL HUBUNGAN ANTAR RUANG
Tabel IV.8. Hubungan Antar Ruang
12. Zoning dan Grouping
Penentuan zoning dan grouping dalam sebuah bangunan
disesuaikan dengan fungsi dan aktivitas manusia yang menggunakan
bangunan tersebut. Perencanaan yang tepat akan memudahkan dan
mendukung aktivitas manusia di dalamnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
Dengan pertimbangan tersebut, kriteria ruang dalam autisma
center terbagi menjadi beberapa zona sebagai berikut :
a. Zona Publik
Merupakan zona yang sangat umum. Setiap orang dapat
menempatinya tanpa syarat atau peraturan yang mengikat.
b. Zona Semi Publik
Pengelompokan ruang yang memungkinkan terjadinya
interaksi antara pengunjung dengan pengunjung ataupun dengan
pengelola. Keberadaan seseorang di dalam zona ini memerlukan
syarat atau peraturan tertentu demi kelancaran kerja pengelola dan
pengelola memiliki kendali yang lebih terhadap pihak lain.
Ruang-ruang yang termasuk di dalam zona semi publik
meliputi fasilitas-fasilitas publik untuk memenuhi kebutuhan pihak
lain yang terikat dalam pengelolaan
c. Zona Privat
Merupakan pengelompokan ruang yang hanya digunakan
oleh pihak-pihak tertentu dengan syarat-syarat yang kuat karena
besifat pribadi. Ruang-ruang yang termasuk dalam zona ini
tertutup bagi umum untuk kepentingan kegiatan yang ada
didalamnya..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
d. Zona service
Ruang-ruang penunjang di dalam sebuah bangunan untuk
melangkapi dan mendukung segala kegiatan manusia di dalamnya.
Zona ini digunakan oleh pengelola maupun pihak lain.
Gambar IV.7 Zoning Grouping
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
C. Konsep Perancangan
1. Pola Pikir Desain
Skema IV.3. Pola Pikir Desain
Sumber : Asumsi Penulis
DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER
Studi Literatur Studi Lapangan
Data Informasi Proyek
Konsep Desain
Alternatif Desain
Skesta Desain
Desain Akhir
Rumusan Masalah
Human Faktor
Aspek Lingkungan
Aspek Budaya
Studi Literatur
Aspek Keamanan
Aspek Ekonomi
Interior sistem
Norma desain
Aspek Politik
Aspek Sosial
Aspek Tema
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
2. Ide Gagasan
Ide dan Gagasan dari perancangan Autisma Center ini adalah
bagaimana menciptakan suasana terapi yang menyejukkan ditengah
kota. Menghadirkan suasana yang homy, akrab, alami, peduli pada
lingkungan namun tetap modern. Keterbatasan lahan hijau kota
mendorong adanya pengaplikasian antara landscape bangunan dengan
interior bangunan untuk menampilkan kesan bangunan alami dan
berwawasan pada lingkunan di tengah kota.
Dasar mendesain Bangunan yang Berorientasi pada Lingkungan
Ada lima dasar dalam mendesain bangunan yang berorientasi pada
lingkungan (www.environmentdesigncollaboratve.com) :
1. Ekologi bangunan
Menghindarkan atau mengurangi produk material bangunan
dan system dalam bangunan yang mengandung racun karena dapat
mempengaruhi kandungan udara dalam bangunan yang tidak sehat
bagi penghuninya setelah beberapa tahun pelaksanaan produksi.
2. Efisiensi Energi
Penggunaaan sumber daya matahari dan arah arus angin
sebagai penghasil listrik pencahayaan alami dan penghawaan
alami. Pemilihan alat yang efektif untuk penghasil energi listrikdan
sistem pencahayaan alami untuk mengurangi penggunaan peralatan
listrik konvensional yang cukup mahal. Selain itu pemilihan
material dan sistem penyekat energi matahari yang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
menyimpan panas pada siang hari dan dapat dipergunakan pada
waktu malam hari sebagai pemanas ruangan.
3. Material
Penggunaan material yang berpengaruh aman secara konsisten
dan keseimbangan lingkungan hidup yang dapat tercapai.
Misalnya, dengan bahan yang berasal dari bahan pendaur ulangan
sehingga lebih aman untuk diproduksi dan dipakai. Selain itu,
penggunaan material tidak diambil dari perusakan hutan dan tidak
menghasilkan sisa berupa racun walaupun melalui proses yang
lama.
4. Bentuk Bangunan
Bentuk bangunan yang merespon lingkungan alam dengan
mendekati bentuk tanah, vegetasi, pola iklim. Desainnya dapat
secara estetis dapat merefleksi alam lokal / regional dan merespon
keadaan iklim mikro disekitar bangunan. Bangunan yang dibangun
menyesuaikan menyesuaikan dengan keadaan site, tidak harus
merusak kontur tanah, atau menghilangkan vegetasi yang ada
tetapi mempergunakannya sebagi pencipta suasana atau keadaan
disekitar dan di dalam bangunan agar menjadi nyaman.
5. Pendekatan Desain
Hal ini meliputi seluruh bagian yang dihuni. Bangunan yang
tahan lama, kemudahan penggunaan, daur ulang, indah
memerlukan sedikit energi dan lebih berharga dimasa depan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
3. Tema
Tema yang digunakan penulis dalam perancangan Autisma
Center ini adalah Modern Natural. Tema yang bernuansa natural dirasa
penulis sesuai untuk mewujudkan fasilitas terapi ditengah kota yang
bersifat menyejukkan karena menampilkan suasana yang asri yang kini
semakin jarang perkotaan. Dengan pengaplikasian perpaduan material
alami dan modern
4. Suasana dan Karakter Ruang
Suasana dan karakter ruang yang ingin ditampilkan penulis
dalam perancangan Autisma Center ini adalah homy, fresh dan
modern. Suasana dan karakter homy, fresh dan modern mencakup baik
dari segi fisik maupun psikis. Dari segi fisik melalui material yang
digunakan yang mengacu pada alam namun tetap moderen
mengaplikasikan alam dalam perancangan interior. Bukaan yang lebar
dan pada ruang perawatan seakan-akan bangunan berada diatas air.
Banyak bukaan selain sebagai pemanvaatan pencahayaan juga sebagi
view keluar yang menyegarkan.
5. Pola Penataan Lay Out
Penataan lay out pada Autisma Center ini ditekankan pada pola
kegiatan yang ada didalamnya. Untuk memudahkan sirkulasi baik
pegawai maupun pengunjung maka ruangan yang kegiatannya saling
berhubungan didekatkan agar polanya menjadi terarah. untuk ruangan
pengelolaan diletakkan pada sisi samping untuk memusahkan sirkulasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
pengelola tanpa mengganggu sirkulasi pengunjung yang sedang
melakukan perawatan. Sedangkan untuk area privat diletakan di
belakang area publik bertujuan untuk menjaga kenyamanan kegiatan
yang berlangsung didalamnya.
6. Unsur Pembentuk Ruang
1) Lantai
a. Dasar Pertimbangan
i. Mudah dalam perawatan
ii. Lantai pada ruang yang membutuhkan tingkat ketenangan
yang lebih tinggi mampu meredam sumber bising seperti
bunyi langkah kaki.
iii. Lantai pada ruang yang membutuhkan tingkat ketenangan
yang lebih tinggi sebaiknya tidak menggunakan banyak
ruang sehingga tidak mengganggu aktivitas dan kinerja di
dalamnya
iv. Lantai menjadi petunjuk arah dan mempertegas batas ruang
yang ada.
v. Lantai tidak menghantarkan listrik statis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
b. Analisa Bahan dan Kegunaan
JENIS BAHAN KRITERIA UMUM ANALISA KEGUNAAN
Keramik tile · Tahan gores
· Tahan lama
· Kaya akan bentuk dan corak
· Mudah pemasangan, penggantian,
dan perawatan
· Kantor
· Ruang rapat
· Dapur
· Musola
· Lavolatory
· Ruang karyawan
· Ruang Tunggu
Batu Coral · Natural
· Material keras
· Mudah Diaplikasikan
· Tahan kotor
· Pemeliharaan mudah dilakukan
dengan air
· Teras
· List lantai ruangan
Granito · Tahan gores
· Tahan lama
· Material keras
· Mudah perawatan
· Kuat menahan beban
· Permanen
· Kaku dan keras
· Mahal
· Natural
· Lobby
Tabel IV.9. Analisa bahan dan kegunaan pada lantai Sumber : Asumsi Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
JENIS BAHAN KRITERIA UMUM ANALISA KEGUNAAN
Batu alam · Natural
· Perawatan mudah
· Tahan lama
· Teras
Parquet · Natural
· Hangat
· Meredam aliran listrik
· Kuat menahan beban
· Mudah dibersihkan
· Perawatan khusus
· Tidak tahan gores
· Ruang Terapi
Tabel IV.9. Analisa bahan dan kegunaan pada lantai Sumber : Asumsi Penulis
2) Dinding
1) Dasar Pertimbangan
a) Dinding bersifat isolator terhadap radiasi sinar matahari
untuk menjaga temperatur di dalam ruang.
b) Dinding mampu meredam bising yang berasal dari dalam
maupun luar ruangan.
c) Dinding berfungsi sebagai pembatas yang memisahkan
ruang satu dengan ruang lainnya.
d) Dinding merupakan pembatas yang menegaskan fungsi
ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
2) Analisa Bahan dan Kegunaan
JENIS BAHAN KRITERIA UMUM ANALISA KEGUNAAN
Batu Bata · Kuat Menahan Beban
· Tahan panas dan dingin
· Kuat menahan beban
· Keras
· Murah
· Semua ruang
Kaca · Tahan air
· Tembus pandang
· Mudah dibersihkan
· Murah
· Kuat tehadap cuaca
· Praktis dan ekonomis
· Tidak tahan getaran
· Lobby
· Ruang Tunggu
· Kantor
Kayu · Tahan panas dan dingin
· Natural
· Mudah dibersihkan
· Meredam suara
· Tidak tahan air
· Ruang Terapi
Batu Alam · Natural
· Menarik
· Mudah dibersihkan
· R. Terapi
Cat · Murah
· Aneka warna
· Menarik
· Ketahanan warna, air, cuaca tergantung merek dan harga.
· Semua ruang
Tabel IV.10. Analisa bahan dan kegunaan pada Dinding
Sumber : Asumsi Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
3) Ceiling
1) Dasar Pertimbangan
i. Ceiling merupakan tempat berbagai instalasi ME
(Mechanical Electrical)
ii. Ceiling sebagai peredam dan pemantul suara.
iii. Ceiling berfungsi mempertegas fungsi ruang di bawahnya.
iv. Ceiling memiliki ketinggian yang menysuaikan fungsi.
v. Ceiling sebagai pendukung akustik.
2) Analisa Bahan dan Kegunaan
JENIS BAHAN KRITERIA UMUM ANALISA KEGUNAAN
Gysum board · Perawatan mudah
· Aplikasi mudah
· Banyak Pilihan
· Ceiling
Kayu · Alami
· Perawatan mudah
· Banyak variasi
· Bukan penghantar panas
· ceiling
Kaca · Transparan
· Modern
· Mewah
· Ceiling
Tabel IV.11. Analisa bahan dan kegunaan pada Ceiling
Sumber : Asumsi Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
7. Furniture
Furniture modern natural memiliki bentuk-bentuk yang ringan,
simpel, bersih dan tanpa ornamen dengan aplikasi material perpaduan
alami ( kayu, rotan, bambu ) dan modern ( stainless, logam, kaca
)sehingga tercipta furniture yang alami namun tetap kekinian (
mengikuti perkembangan ).
8. Bentuk dan Warna
Sesuai dengan konsep dan tema dari perancangan Autisma
Center yaitu tropis modern maka warna yang digunakan mengacu pada
warna-warna alam ( coklat, hijau), dengan aksen warna segar yang
terinspirasi dari warna tropis bunga dan buah ( oranye, merah, kuning,
ungu ) namun dengan intensitas warna yang soft untuk menciptakan
suasana yang tenang, asri, dan akrab.
Bentuk yang digunakan memilih bentuk-bentuk yang simpel
namun tetap aman bangi penguna.
9. Interior Sistem
1) Pencahayaan
Konsep interior modern natural yang berwawasan pada
lingkungan menuntut untuk memanfaatkan potensi alam tak
terbatas, contohnya sinar matahari. Indonesia adalah negara yang
dilewati oleh garis khatulistiwa, sehingga mendapatkan sinar
matahari lebih kurang 12 jam dalam sehari. Memanfaatkan sinar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
matahari semaksimal mungkin di siang hari akan menghemat
energi listrik yang digunakan untuk menyalakan lampu. Sedangkan
untuk malam hari dan saat cuaca tidak mendukung dibuat Penataan
cahaya sesuai kebutuhan kegiatan dalam Autisma Center ini.
Ruang-ruang yang ada sengaja di desain agar langsung ke luar
bangunan sehingga pemaksimalan cahaya matahari dapat
dilakukan dengan merancang bukaan baik berupa pintu kaca,
jendela, kisi-kisi sebagi sarana pemaksimalan pencahyaan alami.
2) Penghawaan
Meskipun konsep modern natural berwawasan lingkungan
mengedepankan alam namun untuk memenuhi kenyamanan
pengguna maka penggunaan penghawaan alami hanya dapat
diterapkan di beberapa ruang saja sedangkan untuk ruang- ruang
yang lain menggunakan penghawaan buatan berupa AC. Namun
desain keseluruhan ruangan di desain agar memungkinkan
menggunakan penghawaan alami jika dikehendaki. Sehingga dapat
dikatakan desain fleksibel.
Karena letaknya di tengah kota dengan kondisi udara yang
sudah tidak bagus lagi maka pengkondisian udara di sekitar
bangunan di tangani dengan cara menanami pohon-pohon di
sekitar bangunan agar konsisi udara lebih stabil karena pohon
difungsikan sebagi filter udara kotor dari luar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
3) Akustik
Akustik yang digunakan dalam perancangan interior
Autisma Center ini bernuansa alam. Suara daun-daun pohon yang
berada di sekeliling bangunan memberikan kesan ketenangan alam.
Suara gemericik air semakin memperkuat kesan alami. Ruang-
ruang terapi sebisa mungkin dihindarkan dari gangguan
kebisingan.
10. Sistem Keamanan
1. Dari Ancaman Kebakaran
Suatu perancangan yang baik tentunya memperhatikan
masalah keamanan dari segi fisik bangunan dan terutama yang
menyangkut kenyamanan pengunjung dari hal-hal yang
mengganggu serta membahayakan jiwa seseorang. Maka
diperlukan sarana peralatan yang berhubungan dengan keamanan
yang dapat diletakkan paada titik utilitas bangunan.
Peralatan tersebut dapat berupa :
1) Fire estinguisher. Alat pemadam kebakaran portabel dengan
jarakjauh antara unit 20 - 25 m2.
2) Smoke detector. Alat yang bekerja bila suhu mencapai 70 o C.
3) Fire alarm sistem. Alarm yang otomatis akan berbunyi jika ada
api atau panas pada suhu 135 o C - 160 o C. Pemasangan pada
tempat yang tepat sehingga dapat terdengar apabila terindikasi
adanya bahaya kebakaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
4) Spinkler, suatu jaringan saluran yang dilengkapi dengan kepala
penyiram. Setipa spinkler dapat melayani luas area 10 – 20 m
dengan ketinggian ruang 3m
5) Hidran kebakaran. Sistem ini menggunakan daya semprot air
melalui selang sepanjang 30m, apasitas 400L/menit. Peletakan
pada satu unit untuk 1000m2, letak kotak hidran 75 cm dari
permukaan lantai.
2. Dari ancaman kejahatan manusia
Dasar pertimbangan :
1) Sistem operasionalnya yang mudah dan memiliki kemampuan
tinggi untuk melindungi bangunan
2) Tidak mengganggu penampilan bangunan
3) Bentuk dan luasan bangunan
4) Jenis sistem yang digunakan :
a. Sistem CCTV (Close Circuit Television), adalah yang
digunakan untuk memantau atau memonitor kegiatan yang
sedang berlangsung dengan menggunakan kamera TV
sebagai alat monitoring
b. Sistem door and exit control merupakan sistem dengan
pemakaian pintu sebagai alat untuk mengatasi bahaya yang
datang dari luar bangunan. Pintu-pintu yang berhubungan
dengan luar bangunan diberi dan diawasi oleh seperangkat
alat pendeteksi elektronik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Mempelajari dari uraian – uraian yang tertulis dari bab sebelumnya
penyusun dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Autisma Center merupakan wadah yang memberi fasilitas bagi
orang tua dan penyandang autis untuk mengembangkan potensi
yang ada.
2. Tema yang diterapkan pada perancangan diharapkan mampu
memberikan dampak yang besar terhadap perkembangan
psikologis, dan perilaku penyandang autis yang mengunjungi
Autisma Center.
B. Saran
Pada dasarnya keberhasilan desain dapat ditinjau dari :
1. Desain yang dapat memenuhi kebutuhan pemakai
2. Penggunaan bahan dan material yang sesuai dengan fungsi dan
kebutuhan
3. Tema yang mendukung perancangan
4. Tercapainya hasil yang baik dari segi estetis
Untuk itu perlu partisipasi dari semua masyarakat untuk menciptakan
keberhasilan desain.