Demonstran Timbel untuk Jakarta - ftp.unpad.ac.id filepanye tentang pembatasan bensin bertimbel. Di...

1
22 | Sosok RABU, 24 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Demonstran Timbel untuk Jakarta Penghargaan bergengsi Kong Ha Award tahun ini jatuh ke tangan demonstran yang sejak 1996 bersuara untuk penghapusan timbel pada bahan bakar. AHMAD SAFRUDIN MI/ROMMY PUJIANTO B ICARANYA pelan, hampir seperti ber- bisik. Namun demon- strasi jalanannya ken- cang. Oleh komite Kong Ha Award, Puput--panggilan akrab lelaki dengan kacamata bingkai tebal gaya kutu buku ini--dijuluki ‘a voice in the wilderness’. Suara yang terdengar di tengah be- lantara. Mulai 1996, Ahmad Safrudin memutuskan turun berkam- panye tentang pembatasan bensin bertimbel. Di jalan-jalan Kota Jakarta, yang pada era itu sudah jadi rimba polusi yang merisaukan. “Dengan proses yang sangat panjang, kampanye itu baru selesai pada 2006, saat Indone- sia secara nasional melakukan penghapusan timbel,” katanya, berpidato di atas podium Sun- tec Convention Hall Singapura awal bulan ini, ke hadapan ratusan peserta Konferensi Better Air Quality 2010 yang menganugerahkan Kong Ha Award. Kong Ha Award merupakan penghargaan tertinggi Asia bagi gur-gur yang mencipta- kan formula kebijakan kualitas udara, beserta implementasi hariannya. Sama seperti Kong Ha (1955-2007), yang berjuang habis-habisan melesakkan ke- bijakan untuk mereduksi emisi dari sumber bergerak di Hong Kong. Penerima penghargaan dua tahunan itu sebelumnya adalah Shi Han Min, direktur Biro Per- lindungan Lingkungan Beijing, China. Itu alasan mengapa Puput kaget, ketika sebulan lalu berhembus kabar bahwa demonstrasi jalanan yang se- ring ia gelar di Bundaran HI, depan kantor Kementerian ESDM, BP Migas, Pertamina, dan Kementerian Keuangan, membuat namanya menyelip ke antara nama-nama kandidat Kong Ha Award tahun ini. “Seumur-umur saya belum pernah mendapat penghar- gaan. Itu sebabnya buat saya ini terlalu mewah,” katanya merendah. Kolaboratif, kreatif Menurut Komite Kong Ha, penghargaan jatuh ke tangan Puput sebab ia kandidat Asia terkuat dalam memainkan perannya untuk memajukan kualitas udara Jakarta. Sayang, sosoknya kurang terkenal. Puput bukan pejabat peme- rintah, anggota DPR, eksekutif perusahaan swasta, ataupun pembuat kebijakan. Tetapi hal itu bukan penghalang baginya menolong pemerintah, me- rancangkan kebijakan dengan masukan dari akademi serta ahli kualitas udara dan bahan bakar negeri ini. Ia membentuk Komite Peng- hapusan Bensin Bertimbel (KPBB) pada 1996, suatu ke- lompok advokasi penghapusan bensin bertimbel yang didu- kung tiga lembaga swadaya masyarakat, yakni Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Lemkohi, dan Wahana Lingkungan Hidup Jakarta. Se- lanjutnya menggalang program Segar Jakartaku. Dalam program tersebut, lima hal yang diagendakan. Yakni meningkatkan kualitas bahan bakar, meningkatkan teknologi kendaraan bermo- tor, meningkatkan manaje- men lalu lintas, menetapkan standar emisi, dan penegakan hukum. Bentuk aksi dimulai dari kam- panye ringan, pelatihan untuk mahasiswa, untuk kelompok perempuan, serta pelatihan tentang dampak pencemaran udara dan pencemaran timbal. “Kami juga menggelar media briefing, kemudian turun ke jalan untuk demonstrasi. Tun- tutannya, bensin bertimbel Clara Rondonuwu Seumur-umur saya belum pernah mendapat penghargaan. Itu sebabnya buat saya ini terlalu mewah.” AHMAD SAFRUDIN LAHIR Ngawi, 5 Oktober 1966 PENDIDIKAN • Sarjana Ekonomi Universitas Indonesia KARIER (ANTARA LAIN) • Koordinator Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (1999-sekarang) • Ketua Pusat Informasi Timbel Indonesia (2001-sekarang) • Ketua Tim Studi dan Analisis Kebijakan untuk Manfaat Bahan Bakar Gas untuk Sektor Transportasi di Indonesia (2009-sekarang) • Pendiri Forum Udara Bersih Indonesia • Direktur Eksekutif Walhi (1996-1999 dan 1999-2002) harus dihapuskan.” Kata Puput, ketika ia meng- gulirkan aksinya, respons per- tama pemerintah ialah “Kita tidak punya dana, tidak ada uang untuk menghapus bensin bertimbel.” Tetapi kemudian, Puput yang sarjana ekonomi Universitas Indonesia ini menyodorkan hitung-hitungan. Bunyinya begini, di tahun 1999 Puput menghitung Jakarta. Karena pencemaran timbel masyarakat harus menanggung kerugian US$106 juta. “Semua itu health cost (biaya kesehatan) atas hipertensi yang menyerang orang tua, turun- nya IQ anak-anak, keguguran pada ibu hamil, gagal ginjal, gangguan fungsi saraf, dan turunnya fungsi reproduksi laki-laki,” imbuh dia. Padahal, lanjut Puput, jika mau menghapus timbel, negara hanya perlu dana US$40 juta untuk investasi memodikasi kilang Pertamina. Masih ditam- bah lagi keuntungan ekonomi dampak penghapusan terse- but. Puput yang sempat men- jadi Ketua Wahana Lingkungan Hidup ini menggambarkan, saat Indonesia lambat melaku- kan penghapusan bensin ber- timbel sebagai dampaknya pada industri otomotif, kita baru siap memenuhi standar emisi bahan bakar ramah ling- kungan Euro 2 pada 2007. “Sementara itu Thailand pada 1997 sudah mengadopsi Euro 2, sehingga mulai 2002 pasar mobil Asia Tenggara me- reka kuasai. Indonesia tergeser ke posisi kedua di ASEAN, kadang kalah oleh Malaysia sehingga lebih tersuruk ke posisi tiga.” Puput, yang yakin betul bahwa sejumlah isu lingkungan dipakai negara maju sebagai bentuk trade barrier ini, ingin menegaskan bahwa keuntung- an ekonomi akan menghampiri saat pemerintah Indonesia mau menghapus bensin bertimbel dan meningkatkan kualitas udara. “Industri kita malah bisa mengadopsi teknologi lebih bagus sehingga bisa memper- oleh manfaat ekonominya,” kata dia. Begitu pula, rasionalisasi ini berhasil. Empat tahun lalu ga- gasan itu dilesakkan ke dalam format kebijakan. Seperti Kong Ha, pendekat- an yang dipilih Puput diang- gap kolaboratif dan kreatif, ketimbang agresif dan dog- matis. Di saat yang sama, ia tergolong sosok yang ngotot, tidak kenal berhenti, dalam memperjuangkan agendanya dan melawan segala macam kepentingan di balik isu ini. “Ia menjungkirbalikkan pe- nundaan yang berulang kali dilakukan pemerintah nega- ranya dalam pengenalan bensin tanpa timbel. Kombinasi ini yang memampukannya men- jalin kemitraan dan dukungan publik yang diperlukan,” jelas komite Kong Ha Award, yang juga menghadiahi Puput uang tunai sebesar US$10 ribu (seki- tar Rp90 juta). (M-1) [email protected]

Transcript of Demonstran Timbel untuk Jakarta - ftp.unpad.ac.id filepanye tentang pembatasan bensin bertimbel. Di...

22 | Sosok RABU, 24 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Demonstran Timbel untuk JakartaPenghargaan bergengsi Kong Ha Award tahun ini jatuh ke tangan demonstran yang sejak 1996

bersuara untuk penghapusan timbel pada bahan bakar.

A H M A D S A F R U D I N

MI/ROMMY PUJIANTO

BICARANYA pelan, hampir seperti ber-bisik. Namun demon-strasi jalanannya ken-

cang.Oleh komite Kong Ha Award,

Puput--panggilan akrab lelaki dengan kacamata bingkai tebal gaya kutu buku ini--dijuluki ‘a voice in the wilderness’. Suara yang terdengar di tengah be-lantara.

Mulai 1996, Ahmad Safrudin memutuskan turun berkam-panye tentang pembatasan bensin bertimbel. Di jalan-jalan Kota Jakarta, yang pada era itu sudah jadi rimba polusi yang merisaukan.

“Dengan proses yang sangat panjang, kampanye itu baru selesai pada 2006, saat Indone-sia secara nasional melakukan penghapusan timbel,” katanya, berpidato di atas podium Sun-tec Convention Hall Singapura awal bulan ini, ke hadapan ratusan peserta Konferensi Better Air Quality 2010 yang menganugerahkan Kong Ha Award.

Kong Ha Award merupakan penghargaan tertinggi Asia bagi fi gur-fi gur yang mencipta-kan formula kebijakan kualitas udara, beserta implementasi hariannya. Sama seperti Kong Ha (1955-2007), yang berjuang habis-habisan melesakkan ke-bijakan untuk mereduksi emisi dari sumber bergerak di Hong Kong.

Penerima penghargaan dua tahunan itu sebelumnya adalah Shi Han Min, direktur Biro Per-lindungan Lingkungan Beijing, China. Itu alasan mengapa Puput kaget, ketika sebulan lalu berhembus kabar bahwa demons trasi jalanan yang se-ring ia gelar di Bundaran HI, depan kantor Kementerian ESDM, BP Migas, Pertamina, dan Kementerian Keuangan, membuat namanya menyelip ke antara nama-nama kandidat Kong Ha Award tahun ini.

“Seumur-umur saya belum pernah mendapat penghar-gaan. Itu sebabnya buat saya ini terlalu mewah,” katanya merendah.

Kolaboratif, kreatifMenurut Komite Kong Ha,

penghargaan jatuh ke tangan Puput sebab ia kandidat Asia terkuat dalam memainkan perannya untuk memajukan kualitas udara Jakarta. Sayang, sosoknya kurang terkenal.

Puput bukan pejabat peme-rintah, anggota DPR, eksekutif perusahaan swasta, ataupun pembuat kebijakan. Tetapi hal itu bukan penghalang baginya menolong pemerintah, me-rancangkan kebijakan dengan masukan dari akademi serta ahli kualitas udara dan bahan bakar negeri ini.

Ia membentuk Komite Peng-hapusan Bensin Bertimbel (KPBB) pada 1996, suatu ke-lompok advokasi penghapusan bensin bertimbel yang didu-kung tiga lembaga swadaya masyarakat, yakni Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Lemkohi, dan Wahana Lingkungan Hidup Jakarta. Se-lanjutnya menggalang program Segar Jakartaku.

Dalam program tersebut, lima hal yang diagendakan. Yakni meningkatkan kualitas bahan bakar, meningkatkan teknologi kendaraan bermo-tor, meningkatkan manaje-men lalu lintas, menetapkan standar emisi, dan penegakan hukum.

Bentuk aksi dimulai dari kam-panye ringan, pelatihan untuk mahasiswa, untuk kelompok perempuan, serta pelatihan tentang dampak pencemaran udara dan pencemaran timbal. “Kami juga menggelar media briefing, kemudian turun ke jalan untuk demonstrasi. Tun-tutannya, bensin bertimbel

Clara Rondonuwu

Seumur-umur saya belum pernah mendapat penghargaan. Itu sebabnya buat saya ini terlalu mewah.”

AHMAD

SAFRUDIN

LAHIRNgawi, 5 Oktober 1966

PENDIDIKAN• Sarjana Ekonomi

Universitas Indonesia

KARIER (ANTARA LAIN)• Koordinator Komite

Penghapusan Bensin Bertimbel (1999-sekarang)

• Ketua Pusat Informasi Timbel Indonesia

(2001-sekarang)• Ketua Tim Studi dan

Analisis Kebijakan untuk Manfaat Bahan Bakar Gas untuk Sektor Transportasi di Indonesia

(2009-sekarang)• Pendiri Forum Udara

Bersih Indonesia• Direktur Eksekutif Walhi

(1996-1999 dan 1999-2002)

harus dihapuskan.”Kata Puput, ketika ia meng-

gulirkan aksinya, respons per-tama pemerintah ialah “Kita tidak punya dana, tidak ada uang untuk menghapus bensin bertimbel.”

Tetapi kemudian, Puput yang sarjana ekonomi Universitas Indonesia ini menyodorkan hitung-hitungan. Bunyinya begini, di tahun 1999 Puput menghitung Jakarta. Karena pencemaran timbel masyarakat harus menanggung kerugian US$106 juta.

“Semua itu health cost (biaya kesehatan) atas hipertensi yang menyerang orang tua, turun-nya IQ anak-anak, keguguran pada ibu hamil, gagal ginjal, gangguan fungsi saraf, dan turunnya fungsi reproduksi laki-laki,” imbuh dia.

Padahal, lanjut Puput, jika mau menghapus timbel, negara hanya perlu dana US$40 juta untuk investasi memodifi kasi

kilang Pertamina. Masih ditam-bah lagi keuntungan ekonomi dampak penghapusan terse-but.

Puput yang sempat men-jadi Ketua Wahana Lingkungan Hidup ini menggambarkan, saat Indonesia lambat melaku-kan penghapusan bensin ber-timbel sebagai dampaknya pada industri otomotif, kita baru siap memenuhi standar emisi bahan bakar ramah ling-kungan Euro 2 pada 2007.

“Sementara itu Thailand pada 1997 sudah mengadopsi Euro 2, sehingga mulai 2002 pasar mobil Asia Tenggara me-reka kuasai. Indonesia tergeser ke posisi kedua di ASEAN, kadang kalah oleh Malaysia sehingga lebih tersuruk ke posisi tiga.”

Puput, yang yakin betul bahwa sejumlah isu lingkungan dipakai negara maju sebagai bentuk trade barrier ini, ingin menegaskan bahwa keuntung-an ekonomi akan menghampiri saat pemerintah Indonesia mau menghapus bensin bertimbel dan meningkatkan kualitas udara. “Industri kita malah bisa mengadopsi teknologi lebih bagus sehingga bisa memper-oleh manfaat ekonominya,” kata dia.

Begitu pula, rasionalisasi ini berhasil. Empat tahun lalu ga-gasan itu dilesakkan ke dalam format kebijakan.

Seperti Kong Ha, pendekat-an yang dipilih Puput diang-gap kolaboratif dan kreatif, ketimbang agresif dan dog-matis. Di saat yang sama, ia tergolong sosok yang ngotot, tidak kenal berhenti, dalam memperjuangkan agendanya dan melawan segala macam kepen tingan di balik isu ini.

“Ia menjungkirbalikkan pe-nundaan yang berulang kali dilakukan pemerintah nega-ranya dalam pengenalan bensin tanpa timbel. Kombinasi ini yang memampukannya men-jalin kemitraan dan dukungan publik yang diperlukan,” jelas komite Kong Ha Award, yang juga menghadiahi Puput uang tunai sebesar US$10 ribu (seki-tar Rp90 juta). (M-1)

[email protected]