Definisi HEMAPTOE

24
Definisi Berbagai pendapat telah dikemukakan mengenai definisi hemoptoe yang pada dasarnya hampir sama. Hemoptoe adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah atau sputum yang berdarah. (10) Batuk darah adalah batuk yang disertai pengeluaran darah dari paru atau saluran pernapasan. (11) Hemoptoe atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah, berasal dari saluran napas di bawah pita suara. (3) II. Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah (hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada batuk darah (hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut : (12,13) Tanda-tanda batuk darah: 1. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan 2. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam saluran napas

Transcript of Definisi HEMAPTOE

Page 1: Definisi HEMAPTOE

Definisi

Berbagai pendapat telah dikemukakan mengenai definisi hemoptoe yang pada dasarnya hampir

sama.

Hemoptoe adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah

atau sputum yang berdarah. (10) Batuk darah adalah batuk yang disertai pengeluaran darah

dari paru atau saluran pernapasan. (11)

Hemoptoe atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah,

berasal dari saluran napas di bawah pita suara. (3)

II. Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis

Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah

(hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada batuk darah

(hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut : (12,13)

Tanda-tanda batuk darah:

1. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan

2. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam saluran napas

3. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan

4. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari kemudian

warna menjadi lebih tua atau kehitaman

5. pH alkalis

6. Bisa berlangsung beberapa hari

Page 2: Definisi HEMAPTOE

7. Penyebabnya : kelainan paru

Tanda-tanda muntah darah :

1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah

2. Suara napas tidak ada gangguan

3. Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium

4. Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa makanan

5. pH asam

6. Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe

7. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis

III. Etiologi

Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas : (4)

1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur

dan sebagainya.

2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.

3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.

4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).

5. Benda asing di saluran pernapasan.

6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.

Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah (5) :

Page 3: Definisi HEMAPTOE

1. Tumor :

a. Karsinoma.

b. Adenoma.

c. Metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal.

2. Infeksi

a. Aspergilloma.

b. Bronkhiektasis (terutama pada lobus atas).

c. Tuberkulosis paru.

3. Infark Paru

4. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis

5. Perdarahan paru

a. Sistemic Lupus Eritematosus

b. Goodpasture’s syndrome.

c. Idiopthic pulmonary haemosiderosis.

d. Bechet’s syndrome.

6. Cedera pada dada/trauma

a. Kontusio pulmonal.

b. Transbronkial biopsi.

c. Transtorakal biopsi memakai jarum.

Page 4: Definisi HEMAPTOE

7. Kelainan pembuluh darah

a. Malformasi arteriovena.

b. Hereditary haemorrhagic teleangiectasis.

8. Bleeding diathesis.

Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu :

infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskular. (6)

Infeksi merupakan penyebab yang sering didapatkan antara lain : tuberkulosis, bronkiektasis dan

abses paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis paru, stenosis mitral, dan bronkiektasis merupakan

penyebab yang sering didapat. Pada usia diatas 40 tahun karsinoma bronkus merupakan

penyebab yang sering didapatkan, diikuti tuberkulsosis dan bronkiektasis. (6)

IV. Patofisiologi

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang

arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi

kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya

aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada

hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari

Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa

terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih

banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe. (4)

Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :

1. Radang mukosa

Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh,

sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.

2. Infark paru

Page 5: Definisi HEMAPTOE

Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah, seperti

infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.

3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler

Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi

cordis kiri akut dan mitral stenosis.

4. Kelainan membran alveolokapiler

Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpasture’s

syndrome.

5. Perdarahan kavitas tuberkulosa

Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma

Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial.

Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga

hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya

pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.

6. Invasi tumor ganas

7. Cedera dada

Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam alveoli

dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.

V. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah (14) :

1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui

Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas penegakan diagnosis.

Page 6: Definisi HEMAPTOE

Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita, berumur sekitar 30 tahun, biasanya

perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai

berikut :

a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.

b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.

c. Infark paru yang minimal.

d. Menstruasi vikariensis.

e. Hipertensi pulmonal.

2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan

Pada prinsipnya berasal dari :

a. Saluran napas

Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses

paru.

Menurut Bannet, 82 – 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis paru,

karsinoma paru dan bronkiektasis.

Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis, penyakit oleh

karena cacing.

b. Sistem kardiovaskuler

Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.

Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru, aneurisma aorta.

c. Lain-lain

Page 7: Definisi HEMAPTOE

Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti hemofilia,

hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis

hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat antikoagulan.

Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas (4) :

1. Hemoptisis masif

Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.

2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :

- Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam

- Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akan tetapi Hb

kurang dari 10 g%.

- Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%, tetapi dalam

pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti. (4)

Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe selain

terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga

kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi.

Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga mempunyai

kelemahan oleh karena :

Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang

dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang

hilang sesungguhnya.

Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja,

sehingga tidak ikut terhitung

Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.

Page 8: Definisi HEMAPTOE

Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh :

Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik

(hypovolemik shock).

Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai

dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan

mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal kedua ini

dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-

fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi

dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa asfiksia, sedangkan bentuk yang

lain berupa renjatan hipovolemik.

Bila terjadi hemoptoe, maka harus dilakukan penilaian terhadap:

Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.

Lamanya perdarahan.

Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.

Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.

Klasifikasi menurut Pusel (7) :

+ : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum

++ : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml

+++ : batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml

++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml

Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif empat

termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.

Page 9: Definisi HEMAPTOE

VI. Diagnosis

Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar bukan dari muntahan dan

tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat

ditemukan bahwa pada hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya

asam. Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari

penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung. (8)

Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-urutan

dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga penanganannya

dapat disesuaikan.

1. Anamnesis

Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk mendapatkan

data-data :

- Jumlah dan warna darah

- Lamanya perdarahan

- Batuknya produktif atau tidak

- Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan

- Sakit dada, substernal atau pleuritik

- Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk

- Wheezing

- Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu. (2)

- Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah

- Perokok berat dan telah berlangsung lama

Page 10: Definisi HEMAPTOE

- Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada

- Hematuria yang disertai dengan batuk darah. (3)

Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat digunakan

petunjuk sebagai berikut (3) :

Keadaan Hemoptoe Hematemesis

1. Prodromal Rasa tidak enak di

tenggorokan, ingin batuk

Mual, stomach distress

2. Onset Darah dibatukkan, dapat

disertai batuk

Darah dimuntahkan

dapat disertai batuk

3. Penampilan darah Berbuih Tidak berbuih

4. Warna Merah segar Merah tua

5. Isi Lekosit, mikroorganisme,

makrofag, hemosiderin

Sisa makanan

6. Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)

7. Riwayat Penyakit

Dahulu

Menderita kelainan paru Gangguan lambung,

kelainan hepar

8. Anemi Kadang-kadang Selalu

9. Tinja Warna tinja normal

Guaiac test (-)

Tinja bisa berwarna

hitam, Guaiac test (-)

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat mendasari

terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening snap,

pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi. (3)

3. Pemeriksaan penunjang

Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita

hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya. (3)

Page 11: Definisi HEMAPTOE

4. Pemeriksaan bronkoskopi

Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber

perdarahan dapat diketahui.

Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :

1. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan

2. Batuk darah yang berulang – ulang

3. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik (14)

Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis, lokasi

perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat untuk melakukannya

merupakan pendapat yang masih kontroversial, mengingat bahwa selama masa

perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat

memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan

bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk

menentukan lokasi perdarahan. (4)

Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat optik jauh

lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat dalam membersihkan

jalan napas dari bekuan darah serta mengambil benda asing, disamping itu dapat

melakukan penamponan dengan balon khusus di tempat terjadinya perdarahan. (3)

VII. Penanganan

Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya berhenti

sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.

Tujuan pokok terapi ialah (1,2):

1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku

Page 12: Definisi HEMAPTOE

2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi

3. Menghentikan perdarahan

Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmaner dan

mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab utama

kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif. (9)

Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam saluran napas yang

menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptoe paling tinggi dan

menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan

refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat

menimbukan renjatan hipovolemik. (4)

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :

- Terapi konservatif (4)

- Terapi definitif (9) atau pembedahan. (7)

1. Terapi konservatif (4,6)

- Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral decubitus). (4)

Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah

ke paru yang sehat. (7)

- Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.

- Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran

napas untuk mencegah bahaya sufokasi.

- Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.

- Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya vit.

K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.

Page 13: Definisi HEMAPTOE

- Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.

- Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.

- Pemberian oksigen.

Tindakan selanjutnya bila mungkin (7) :

- Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi

- Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi

dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.

2. Terapi pembedahan

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. (9)

Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan (4) :

a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.

b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada

perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan operasi.

c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang

berulang dapat dicegah.

Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut (4) :

1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam

pengamatannya perdarahan tidak berhenti.

2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari

250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan batuk darahnya

masih terus berlangsung.

Page 14: Definisi HEMAPTOE

3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari

250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama pengamatan 48 jam

yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.

Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan dipastikan asal

perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari segmentektomi, lobektomi dan

pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti. (7)

Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang mungkin

digunakan adalah (4) :

- Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi serat lentur

dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan larutan NaCl fisiologis

pada suhu 4°C sebanyak 50 cc, diberikan selama 30-60 detik. Cairan ini kemudian

dihisap dengan suction.

- Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang 8,5 mm.

VIII. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh tiga

faktor (4) :

1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.

2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan renjatan

hipovolemik.

3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam

jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.

IX. Prognosis

Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami

hemoptoe yang rekuren.

Page 15: Definisi HEMAPTOE

Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor yang menentukan

prognosis :

1. Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis yang

lebih baik.

2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.

3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk menghisap

darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.(1,14)

BAB III

KESIMPULAN

1. Hemoptoe merupakan salah satu gejala pada penyakit paru saluran pernapasan dan atau

kardiovaskuler yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi.

2. Pecahnya aneurisma dari Rasmmusen’s pada dinding kavitas paru disertai fibrosis

perivaskuler merupakan penyebab utama hemoptoe yang masif.

3. Sampai saat ini klasifikasi hemoptisis masih didasarkan pada penyebab dan banyaknya darah

yang keluar bersama batuk.

4. Sebagian besar hemoptisis sekunder disebabkan oleh tuberkulosis paru, karsinoma dan

bronkiektasis. Bila ditemukan pada usia relatif muda harus dipikirkan pertama – tama

tuberkulosis paru, lalu bronkiektasis, kemudian stenosis mitral. Sedangkan hemoptoe pada

usia lebih dari 40 tahun kemungkinan urutannya adalah karsinoma bronkogenik, lalu

tuberkulosis, kemudian bronkiektasis.

5. Bronkoskopi pada saat ini merupakan cara pembantu diagnosis dan tindakan terapeutik yang

penting pada hemoptisis masif dan harus dikerjakan pada waktu perdarahan masih

berlangsung.

Page 16: Definisi HEMAPTOE

6. Komplikasi yang paling sering terjadi dari hemoptisis adalah terjadinya asfiksia, renjatan

hipovolemik dan bahaya aspirasi.

7. Pada prinsipnya penanganan hemoptoe ditujukan untuk memperbaiki kondisi kardiopulmoner

dan mencegah semua keadaan yang dapat menyebabkan kematian. Penanganan tersebut

dilakukan secara konservatif maupun dengan operasi, tergantung indikasi serta berat

ringannya hemoptisis yang terjadi.

8. Prognosis dari hemoptoe ditentukan oleh tingkatan hemoptoe, macam penyakit dasar dan

cepatnya tindakan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Thoracic society. The Management of hemoptysis. A Statement by the committee

on Therapy, Am rev Respir Dis. 1996. (93) : 471 – 474

2. Amirana, et al. An Aggressive Surgical approach to Significant hemoptysis in Patients with

Pulmonary Tuberculosis Am Rev Respir Dis. 1968. (97) : 187 – 192

3. Soeroso HL. Susilo H. Parhussip RS. Sumari. Usman. Hemoptisis Masif. Cermin Dunia

Kedokteran. 1992. (80) : 90 – 94

4. Rab T. Prinsip Gawat Paru. ed.2. EGC. Jakarta. 1996. p. 185 – 201

5. Moxham. Symptoms And Sign in Respiratory Disease. Medicine Internat. Par East Ed. 1991.

4(14) : 3644 – 3649

6. Yusuf I. Manifestasi Klinis Penyakit Paru. dalam Ilmu Penyakit Dalam. Soeparman. Waspadji,

editor. BP-FKUI Jakarta. 1987. p. 688

7. Purwandianto A. Sampurna B. Kedaruratan Medik. ed. 3. Bina Rupa Aksara. Jakarta. p.19 –

20

Page 17: Definisi HEMAPTOE

8. Crofton SJ. Douglas A. Respiratory Diseasses. 3rd ed. Balckwell Scientific Publications.

Oxford. 1983. P.770 – 771

9. Woodley M. Whelan A. Pedoman Pengobatan. (Manual of Medical Therapeutics). Andi

offset. Yogyakarta. 1995. p. 326 – 327

10. Price SA.Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit (Pathophysiology

Clinical Consepts of Diseases Processes) alih bahasa Adji Dharma. EGC. Jakarta. 1984. p.

531.

11. Alsagaff H. Rai IB. Alrasyid SH. Penanggulangan Batuk Darah dalam Simposium Ilmu

Kedokteran Darurat. FK – Unair. Surabaya. 1979. p.162 – 164

12. Buja LM, et al. Pulmonary Alveolar Hemorrhage : A common finding in patiens with severe

cardiac disease. Am J Cardiol, 1971. 27 : 168 – 172

13. Roger SM. Signs and Symptoms. Hemoptysis. 4th ed. JB Lippin- cott Company. Philadelphia.

1964. Pp. 320 – 323

14. Sluiter HJ, Leerboek Long Ziekten. Van Gorkom, Assen/Maastricht. 1985

Filed under: Interna