Definisi

11
Definisi Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/n.L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur dari trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan jumlah trombosit yang rendah dan perdarahan mukokutan. Epidemiologi Perkiraan insiden adalah 100 kasus per 1 juta orang per tahun, dan sekitar setengah dari kasus-kasus ini terjadi pada anak-anak. Insiden PTI pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, PTI akut umumnya terjadi pada anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28 % anak-anak dengan PTI akut berkembang menjadi kronik 15-20%. Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) pada anak berkembang menjadi bentuk PTI kronik pada beberapa kasus menyerupai PTI dewasa yang khas. Insidensi PTI kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun. Insidensi PTI kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) kronikpada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata-rata usia 40-45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien PTI akut sedangkan pada PTI kronik adalah 2-3:1 Pasien PTI refrakter didefinisikan sebagai suatu PTI yang gagal diterapi dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka trombosit di bawah normal atau ada perdarahan. Pasien PTI refrakter ditemukan kira-kira 25-30 persen dari jumlah pasien PTI. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%. Patofisiologi

description

bb

Transcript of Definisi

Page 1: Definisi

Definisi

Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai

dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari

150.000/n.L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi

prematur dari trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa.

Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai

dengan jumlah trombosit yang rendah dan perdarahan mukokutan.

 

Epidemiologi

Perkiraan insiden adalah 100 kasus per 1 juta orang per tahun, dan sekitar setengah dari

kasus-kasus ini terjadi pada anak-anak. Insiden PTI pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000,

PTI akut umumnya terjadi pada anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28 % anak-anak dengan

PTI akut berkembang menjadi kronik 15-20%. Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) pada

anak berkembang menjadi bentuk PTI kronik pada beberapa kasus menyerupai PTI dewasa

yang khas. Insidensi PTI kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun.

Insidensi PTI kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-6,6

per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. Purpura Trombositopenia

Idiopatik (PTI) kronikpada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata-rata

usia 40-45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien PTI akut

sedangkan pada PTI kronik adalah 2-3:1

Pasien PTI refrakter didefinisikan sebagai suatu PTI yang gagal diterapi dengan

kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena

angka trombosit di bawah normal atau ada perdarahan. Pasien PTI refrakter ditemukan kira-

kira 25-30 persen dari jumlah pasien PTI. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap

pemberian terapi dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%.

 

Patofisiologi

Sindrom PTI disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yakni berikatan dengan

trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit

mononuklir melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van Leeuwen pertama

mengidentifikasi membran trombosit glikoprotein Ilb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang

Page 2: Definisi

dominan dengan mendemostrasikan bahwa elusi autoantibodi dari trombosit pasien PTI

berikatan dengan trombosit normal.

Diperkirakan bahwa PTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat kejadian transient

trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita PTI, dan perkiraan ini

didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang sehat yang menerima transfuse

plasma kaya IgG, dari seorang pasien PTI. Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG

akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan

reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan

terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil

yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang

diselimuti autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang (intramedullary), atau

karena hambatan pembentukan megakariosit (megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin

tidak meningkat, menunjukkan adanya masa megakariosit normal.

Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi PTI untuk

berikatan dengan trombosit yang secara genetic kekurangan kompleks glikoprotein IIb/IIIa.

Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein Ib/X, Ia/ITa, IV

dan V dan determinan trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap

berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang

diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen,

yang berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopenia

Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks glikoprotein Ilb/IIIa memperlihatkan restriksi

penggunaan rantai ringan, sedangkan antibody yang berasal dari displai phage

menunjukkan penggunaan gen VH. Pelacakan pada daerah yang berikatan dengan antigen

dari antibodi-antibodi ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut berasal dari klon sel B yang

mengalami seleksi afinitas yang diperantarai antigen dan melalui mutasi somatik. Pasien PTI

dewasa sering menunjukkan peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumlah

reseptor interleukin 2 dan peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor

sel T helper dan sel T helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan merangsang sintesis

antibodi setelah terpapar fragmen glikoprotein IIb/IIIa tetapi bukan karena terpapar oleh

protein alami. Penurunan epitop kriptik ini secara in vivo dan alasan aktivasi sel T yang

bertahan lama tidak dapat dikethui dengan pasti. faktor yang memicu produksi autoantibodi

tidak diketahui. Kebanyakan pasien mempunyai antibody terhadap glikoprotein pada

permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya

glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali

glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini (1). Trombosit yang diselimuti autoantibodi

akan berikatan dengan sel penyaji antigen (makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor

Fcg kemudian mengalami proses intenalisasi dan degradasi (2). Sel penyaji antigen tidak

hanya merusak glikoprotein Ilb/IIIa, tetapi juga memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein

Page 3: Definisi

trombosit yang lain (3). Sel penyaji antigen yang teraktivasi (4) mengekspresikan peptida

baru pada permukaan sel dengan bantuan kostimulasi (yang ditunjukkan oleh interaksi

antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD-4

positif antiglikoprotein 1b/IX antibody T-cell clone I dan T cell clone II (5) Reseptor

imunoglobulin sel-B yang mengenali platelet antigen tambahan (B-cell clone 2) dengan

demikian juga terdorong untuk berkembang biak dan mensintesis antibodi anti-glikoprotein

Ib / IX (hijau) Selain memperkuat produksi anti-glikoprotein IIb / IIIA antibodi (oranye) oleh B-

1 cell clone(6).

Metode yang saat ini digunakan untuk penatalaksanaan PTI diarahkan secara langsung pada

berbagai aspek berbeda dari lingkaran produksi antibody dan sensitasi, klirens dan produksi

trombosi. Pada umumnya obat yang dipakai pada awal PTI menghambat terjadinya klirens

anti bodi yang menyelimuti trombosit oleh ekspresi reseptor FcG pada makrofag jaringan

(1). Splenektomi sedikitnya bekerja pada sebagian kecil mekanisme ini namun mungkin pula

mengganggu interaksi sel-T dan sel-B yang terlibat dalam sintesis antibody pada beberapa

pasien. Kortikosteroid dapat pula meningkatkan produksi trombosit dengan cara

menghalangi kemampuan makrofag dalam sumsum tulang untuk menghancurkan

trombosit, sedangkan trobopoietin berperan merangsang progenitor megakariosit (2).

Beberapa imunosupresan nonspesifik seperti azathioprin dan siklosforin, bekerja pada

tingkat sel T (3). Antibodi monoclonal terhadap CD 154 yang saat ini menjadi target uji

klinik, merupakan kostimulasi molekul yang diperlukan untuk mengoptimalkan sel T

makrofag dan interaksi sel T dan sel B yang terlibat dalam produksi antibody dan pertukaran

klas (4). Immunoglobulin IV mengandung antiidiotypic antibody yang dapat menghambat

produksi antibody. Antibody monoclonal yang mengenali ekspresi CD 20 pada sel-sel B juga

masih dalam penelitian (5). Plasmafaresis dapat mengeluarkan antibody sementara dari

dalam plasma (6). Transfusi trombosit diperlukan pada kondisi darurat untuk terapi

perdarahan (7).

Genetik

PTI telah didiagnosis pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarga, serta telah

diketahui adanya kecenderungan menghasilkan autoantibody pada anggota keluarga yang

sama. Adanya peningkatan prevalensi HLA-DRW2 dan DRB*0410 dihubungkan dengan

respon yang menguntungkan dan merugikan terhadap kortikosteroid, dan HLA-DRB1*1501

dihubungkan dengan respon yang tidak menguntungkan terhadap splenektomi. Meskipun

demikian, banyak penelitian gagal menunjukkan hubungan yang konsisten antara PTI dan

kompleks HLA kelas I dan II.

 

Manifestasi Klinik

Page 4: Definisi

PTI Akut

PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, awitan penyakit

biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang,

sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas

yang disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia

imunologik. Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varisella zooster dan Ebstein barr.

Manifestasi perdarahan PTI akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial terjadi

kurang dari 1% pasien. Pada PTI dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun umumnya

terjadi bentuk yang kronis.. PTI akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan teijadi

pada 90% pasien, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6

bulan.

PTI Kronik

Awitan PTI kronik biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan sampai

sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki perjalanan klinis yang

fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu,

mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan

tampaknya remisi tidak lengkap.

Manifestasi perdarahan PTI berupa ekimosis, petekie, purpura, pada umumnya berat dan

frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum hubungan antara

jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan AT >50.000/µL maka biasanya

asimptomatik, AT 30.000-50.000 /µL terdapat luka memar/hematom, AT 10.000-30.000/µL

terdapat perdarahan spontan, menoragia dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT

<10.000>

Pasien secara sistemik baik dan biasanya tidak demam. Gejala yang dikeluhkan berupa

perdarahan pada mukosa atau kulit. Jenis-jenis perdarahan seperti hidung berdarah, mulut

perdarahan, menoragia, purpura, dan petechiae. Perdarahan gusi dan epistaksis sering

terjadi, ini dapat berasal dari lesi petekie pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan pada

tenggorokan dan mulut. Traktus genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling

sering, menoragia dapat merupakan gejala satu-satunya dari PTI dan mungkin tampak

pertama kali pada pubertas. Hematuria juga merupakan gejala yang sering. Perdarahan

gastrointestinal bisanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan hematemesis.

Perdarahan intracranial dapat terjadi, hal ini dapat mengenai 1% pasien dengan

trombositopenia berat.

Pada pemeriksaan, pasien tampak normal, dan tidak ada temuan abnormal selain yang

berkaitan dengan pendarahan. Pembesaran limpa harus mengarah pada mempertanyakan

Page 5: Definisi

diagnosis. Tampak tanda-tanda perdarahan yang sering muncul seperti purpura, petechiae,

dan perdarahan bula di mulut.

Diagnosis

Lamanya perdarahan dapat membantu untuk membedakan PTI akut dan kronik, serta tidak

terdapatnya gejala sistemik dapat membantu dokter untuk menyingkirkan bentuk sekunder

dan diagnosis lain. Penting untuk anamnesis pemakaian obat-obatan yang dapat

menyebabkan trombositopenia dan pemeriksaan fisik hanya didapatkan perdarahan karena

trombosit yang rendah (petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, dan perdarahan selaput

lendir yang lain).

Splenomegali ringan (hanya ruang traube yang terisi), tidak ada limfadenopati. Selain

trombositopenia hitung darah yang lain normal. Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk

menyingkirkan pseudotrombositopenia dan kelainan hematologi yang lain.

Megatrombosit sering terlihat pada pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa

dideteksi oleh flow sitometri berdasarkan messenger RNA yang menerangkan bahwa

perdarahan pada PTI tidak sejelas gambaran pada kegagalan sumsum tulang pada hitung

trombosit yang serupa. Salah satu diagnosis penting adalah pungsi sumsum tulang. Pada

sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler atau tidak mengandung

trombosit.

Secara praktis pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pada pasien lebih dari 40 tahun,

pasien dengan gambaran tidak khas (misalnya dengan gambaran sitopenia) atau pasien

yang tidak berespon baik dengan terapi. Meskipun tidak dianjurkan, banyak ahli pediatri

hematologi merekomendasikan dilakukan pemeriksaan sumsum tulang sebelum mulai

terapi kortikosteroid untuk menyingkirkan kasus leukemia akut. Pengukuran trombosit

dihubungkan dengan antibodi secara uji langsung untuk mengukur trombosit yang berikatan

dengan antibodi yakni dengan Monoclonal-Antigen-Capture Assay, sensitivitasnya 45-66%,

spesifisitasnya 78-92% dan diperkirakan bernilai positif 80-83 %. Uji negatif tidak

menyingkirkan diagnosis deteksi yang tanpa ikatan antibody plasma tidak digunakan. Uji ini

tidak membedakan bentuk primer maupun sekunder PTI.

 

Diagnosis Banding

Trombositopenia dapat dihasilkan baik oleh sumsum tulang yang berfungsi abnormal atau

kerusakan perifer. Meskipun sebagian besar gangguan sumsum tulang menghasilkan

kelainan di samping adanya trombositopenia, diagnosa seperti myelodysplasia baru dapat

dihilangkan hanya setelah dengan memeriksakan sumsum tulang. Sebagian besar penyebab

trombositopenia akibat kerusakan perifer dapat dikesampingkan oleh evaluasi awal.

Page 6: Definisi

Kelainan seperti DIC, trombotik trombositopenia purpura, sindrom hemolitik-uremic,

hypersplenisme, dan sepsis mudah dihilangkan oleh tidak adanya penyakit sistemik. Pasien

harus ditanya mengenai penggunaan narkoba, terutama sulfonamid, kina, thiazides,

simetidin, emas, dan heparin. Heparin sekarang merupakan penyebab paling umum obat

yang menginduksi trombositopenia pada pasien yang dirawat. Sistemik lupus erythematosus

dan CLL merupakan penyebab yang sering trombositopenia purpura sekunder, yang secara

hematologis identik dengan PTI.

 

Penatalaksanaan

Terapi PTI lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga

mencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi menghindari aktivitas fisik

berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma kepala, hindari pemakaian obat-

obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit. Terapi khusus yakni terapi farmakologis. 

Terapi Awal PTI (Standar)

Prednison

Prednison, terapi awal PTI dengan prednisolon atau prednison dosis 1,0 – 1,5 mg/kgBB/hari

selama 2 minggu. Respons terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya

terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan ,

kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah peningkatan AT <30.000>50.000/µL setelah

10 hari terapi awal, terhentinya perdarahan. Tidak berespons bila peningkatan AT

<30.000/>50.000/ mL setelah 6 bulan follow up. Pasien yang simtomatik persisten dan

trombositopenia berat (AT <>6,

 

Imunoglobulin Intravena

Imunoglobulin intravena (IglV) dosis 1 g/kg/ hari selama 2-3 hari berturut-turut digunakan

bila terjadi perdarahan intemal, saat AT <5,0oo>6

Mekanisme kerja IglV pada PTI masih belum banyak diketahui namun meliputi blockade fc

reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang menghambat ikatan autoantibodi dengan

trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi. 

 

Page 7: Definisi

Splenektomi

Splenektomi adalah pengobatan yang paling definitif untuk PTI, dan kebanyakan pasien

dewasa pada akhirnya akan menjalani splenektomi. Terapi prednison dosis tinggi tidak boleh

berlanjut terus dalam upaya untuk menghindari operasi. Splenektomi diindikasikan jika

pasien tidak merespon pada prednison awal atau memerlukan prednison dosis tinggi yang

tidak masuk akal untuk mempertahankan jumlah platelet yang memadai. Pasien lain

mungkin tidak toleran terhadap prednison atau mungkin hanya lebih memilih terapi bedah

alternatif . Splenektomi dapat dilakukan dengan aman bahkan dengan menghitung

trombosit kurang dari 10.000 / MCL. 80 % pasien mendapatkan manfaat dari splenektomi

baik dengan remisi lengkap atau parsial, dan angka kekambuhan ialah 15-25%.

 

Penanganan Relaps Pertama

Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau yang tidak

berespons dengan kortikostroid, imunoglobulin iv dan Imunoglobulin anti-D.

Dari gambar 2.4 dijelaskan bahwa lebih banyak spesialis menggunakan AT <30.000>30.000

/µL, Tidak ada konsensus yang menetapkan lama terapi kortikosteroid. Penggunaan

imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal masih dalam penelitian dan hanya cocok untuk

pasien Rh-positif. Apakah penggunaan IglV atau imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal

tergantung pada beratnya trombositopenia dan luasnya perdarahan mukokutaneus. Untuk

memutuskan apakah terapi pasien yang mempunyai AT 30.000 /µL sampai 50.000/µL

bergantung pada ada tidaknya faktor risiko perdarahan yang menyertai dan ada tidaknya

risiko tinggi untuk trauma. Pada AT >50.000/µL perlu diberi IglV sebelum pembedahan atau

setelah trauma pada beberapa pasien. Pada pasien PTI kronik dan AT <30.000/µl>

Terapi PTI Kronik Refrakter

Pasien refrakter (+ 25%-30% pada PTI) didefinisikan sebagai kegagalan terapi kortikosteroid

dosis standar dan splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut karena AT yang

rendah atau terjadi perdarahan klinis. Kelompok ini memiliki respons terapi yang rendah,

mempunyai morbiditas yang bermakna terhadap penyakit ini dan terapinya serta memiliki

mortalitas sekitar 16%. PTI refrakter kronik ditegakkan bila ditemukan 3 kriteria sebagai

berikut: a). PTI menetap lebih dari 3 bulan; b). Pasien gagal berespon dengan splenektomi;

c). AT <30.000>

Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua

Page 8: Definisi

Untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosterpid tidak membaik, ada beberapa

pilihan terapi lain. Luasnya variasi terapi untuk terapi lini kedua menggambarkan relatif

kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual. 

Steroid Dosis Tinggi. Terapi pasien PTI refrakter selain prednisolon dapat digunakan

deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28

hari untuk 6 siklus. Dari 10 pasien dalam penelitian kecil ini semua memberi respons yang

baik (dengan AT >100.000/mL) bertahan sekurang-kurangnya dalam 6 bulan. Pasien yang

tidak berespon dengan deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya. 

Metilprednisolon

Steroid parenteral seperti metilprednisolon digunakan sebagai terapi lini kedua dan ketiga

pada PTI refrakter. Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada PTI anak dan dewasa

yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari penelitian Weil pada

pasien PTI berat menggunakan dosis tinggi metilprednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis

diturunkan tiap 3 hari sampai 1 mg/kg sekali sehari dibandingkan dengan pasien PTI klinis

ringan yang telah mendapat terapi prednison dosis konvensional. Pasien yang mendapat

terapi metilprednisolon dosis tinggi mempunyai respon lebih cepat (4,7 vs 8,4 hari) dan

mempunyai angka respons (80% vs 53%). Respons steroid intravena bersifat sementara

pada semua pasien dan memerlukan steroid oral untuk menjaga agar AT tetap adekuat. 

IglV Dosis Tinggi

Imunoglobulin intravena dosis tinggi 1 mg/kg/hari selama 2 hari berturut-turut, sering

dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping,

terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau

disubtitusi dengan anti-D intravena. 

Anti-D Intravena

Anti-D intravena telah menunjukkan peningkatan AT 79-90% pada orang dewasa. Dosis anti-

D 50-75 mg/kg perhari IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesus D-

positif yang secara khusus dibersihkan oleh RES terutama di lien, jadi bersaing dengan

autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.

Alkaloid Vinka

Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin bernilai ketika

terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan cepat, misalnya

vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 ing, setiap minggu selama 4-6 minggu. 

Page 9: Definisi

Danazol

Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat.

Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respons terjadi, dosis diteruskan sampai dosis

maksimal sekurang-kurangnya 1 tahun dan kemudian diturunkan 200 mg/hari setiap 4

bulan. 

Immunosupresif dan Kemoterapi Kombinasi

Immunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal berespons dengan terapi lainnya. Terapi

dengan azatioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau siklofosfamid sebagai obat tunggal

dapat dipertimbangkan dan responnya bertahan sampai 25%. Pada pasien yang berat,

simptomatik, PTI kronik refrakter terhadap berbagai terapi sebelumnya. Pemakaian

siklofosfaraid, vinkristin dan prednisolon sebagai kombinasi telah efektif digunakan seperti

pada limfoma. Siklofosfamid 50-100 mg p.o atau 200 mg/iv/bulan selama 3 bulan. Azatioprin

50-100 mg p.o, bila 3 bulan tidak ada respon obat dihentikan, bila ada respons sampai 3

bulan turunkan sampai dosis terkecil. 

Dapsone

Dapson dosis 75 mg p.o. per hari, respons terjadi dalam 2 bulan. Pasien-pasien harus

diperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis

yang serius. 

Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standar dan Terapi Lini Kedua

Sekitar 25% PTI refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini pertama atau kedua dan

memberi masalah besar. Beberapa di antaranya mengalami perdarahan aktif namun lebih

banyak yang berpotensi untuk perdaraihan serta masalah penanganannya. Pada umumnya

PTI refrakter kronis bisa mentoleransi trombositopenia dengan baik dan bisa mempunyai

kualitas hidup normal atau mendekati normal. Bagi mereka yang gagal dengan terapi lini

pertama dan kedua hanya memilih terapi yang terbatas meliputi: (i) interferon-a, (ii) anti-

CD20, (iii) Campath-1H,(iv) mikofonelat mofetil,(vi)terapi lainnya. 

Rekomendasi Terapi PTI Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua

Susunan terapi lini ketiga tersedia untuk pasien dengan kemunduran splenektomi dan bagi

mereka yang tidak dapat atau harus menunda operasi. Rituximab, suatu antibodi

monoklonal terhadap CD20 + B sel, memiliki tingkat respons keseluruhan 25 – 50%, dan

memiliki respon yang tahan lama, dengan efek samping yang relatif sedikit.

Page 10: Definisi

Campath-IH dan rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada pasien tidak

berespon dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk meningkatkan AT (misalnya. perdarahan

aktif). Mikofenolat mofetil tampak efektif pada beberapa pasien PTI refrakter tetapi studi

lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasikan efikasi dan keamanannya. Dalam hal

pertimbangan resiko: rasio manfaat, terapi dengan interferon-a, protein A columns,

plasmafaresis dan liposomal doksorubisin tidaklah direkemoendasikan. 

Kesulitan utama dengan obat lini ketiga ialah tingkat respons yang sederhana dan,

seringnya, mempunyai onset yang lambat sehingga efek dapat tidak jelas selama beberapa

bulan. Selain itu, supresi sumsum tulang dan peningkatan risiko infeksi menyulitkan

pengobatan dengan menggunakan obat yang imunosupresif. 

Obat trombopoietik mewakili strategi terapi baru yang menjanjikan untuk ITP yang refrakter

untuk terapi lini kedua dan ketiga. Obat ini mungkin juga dapat sebagai alternatif bagi

pasien yang tidak dapat mentolerir terapi imunosupresif atau pada calon yang tidak dapat

menggunakan untuk itu. Tempat agen ini pada armamentarium dari terapi ITP,

bagaimanapun, tetap ditentukan. Penggunaannya akan dipandu oleh uji klinis lebih lanjut

dengan durasi yang lebih lama dan pemahaman yang lebih baik dari kontribusi relatif

penghancuran platelet dan gangguan produksi trombosit pada masing-masing pasien

dengan ITP.

Prognosis

Respons terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien PTI dewasa hanya

sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian pada PTI biasanya

disebabkan oleh perdarahan intracranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih

dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun