Deelneming Dan Concursus

26
AJARAN PENYERTAAN (Tatermehrheit/Deelneming/Complicity) Pasal 55-Pasal 62 KUHP A. Arti atau Istilah -Turut campur dalam peristiwa pidana (Tresna) -Turut serta (Utrecht) -Turut berbuat delik (Karni) Penyertaan adalah terjadinya Tindak Pidana melibatkan beberapa orang, dimana tiap-tiap peserta mengambil bagian/memberikan andil dalam bentuk sesuatu perbuatan dari para peserta B. Inti Masalah Di Persoalan dasar: Apakah orang itu diperlakukan sama dalam hukum pidana ataukah mereka itu harus mendapatkan sebutan yang berbeda-beda dan diperlakukan berbeda pula. 1

Transcript of Deelneming Dan Concursus

Page 1: Deelneming Dan Concursus

AJARAN PENYERTAAN

(Tatermehrheit/Deelneming/Complicity)

Pasal 55-Pasal 62 KUHP

A. Arti atau Istilah

-Turut campur dalam peristiwa pidana (Tresna)

-Turut serta (Utrecht)

-Turut berbuat delik (Karni)

Penyertaan adalah terjadinya Tindak Pidana melibatkan beberapa orang,

dimana tiap-tiap peserta mengambil bagian/memberikan andil dalam bentuk sesuatu

perbuatan dari para peserta

B. Inti Masalah

Di Persoalan dasar: Apakah orang itu diperlakukan sama dalam hukum pidana

ataukah mereka itu harus mendapatkan sebutan yang berbeda-beda dan diperlakukan

berbeda pula.

Karena ciri pokok dari ajaran penyertaan melibatkan beberapa orang.

Sehingga masing-masing pada prinsipnya dapat di pertanggung jawabkan sesuai

dengan fungsi dan peranannya, jadi titik berat dari ajaran penyertaan ini bagaimana

tanggung jawab masing-masing pihak dalam mewujudkan perbuatannya.

1

Page 2: Deelneming Dan Concursus

2

Menurut SIMONS, dan VAN HAMEL bahwa ajaran penyertaan menentukan

pertanggung jawaban tiap-tiap peserta. Jadi dianggap sebagai persoalan pertanggung

jawabanpidana

POMPE, MOELJATNO, ROESLAN SALEH memandang penyertaan

sebagai bentuk khusus dari Tindak Pidana (Tatbestandaus dehnungsgrond)

C. Pembagian Penyertaan

a. Von Feuerbach, membagi dalam 2 bentuk :

i. Urheber (pembuat)

ii. Gehilfe (Pembantu)

b. Code Penal Perancis dan Belgia :

i. Autores

ii. Complices

c. Di inggris :

i. Principals (peserta baku)

ii. Accessories atau secondary parties (peserta pembantu)

d. KUHP Belanda dan Indonesia :

i. Dader/pembuat (pasal 47 belanda/ pasal 55 KUHP)

ii. Medeplichtige/pembantu (pasal 48 belanda/ pasal 56 KUHP)

Page 3: Deelneming Dan Concursus

3

D. Penyertaan Menurut KUHP

a. Dader / pembuat pasal 55 terdiri dari :

i. Mereka yang melakukan tindak pidana (pleger)

ii. Mereka yang menyuruh lakukan tindakan pidana (doen pleger)

iii. Mereka yang turut serta melakukan (mede pleger)

b. Medeplictige / Pembantu pasal 56 terdiri dari :

i. Pembantu saat kejahatan dilakukan

ii. Pembantu sebelum kejahatan dilakukan

Batas-batas pertanggung jawaban para peserta

Masalah ini muncul oleh adanya 2 konsepsi yang saling bertentangan

mengenai ajaran / teori penyertaan :

1. Ajaran Penyertaan yang Objektif

Dalam ajaran ini yang di titik beratkan untuk menentukan batas antara

pelaku dengan para peserta diletakkan pada perbuatannya dan saat bekerja

masing-masing (jadi bersifat objektif). Karena tiap-tiap peserta

dipertangung jawabkan sama, maka batas antara bentuk penyertaan

tidaklah prinsif. Sistem ini trdapat dalam Code Penal Perancis dan Inggris.

2. Ajaran Penyertaan yang subjektif

Dalam ajaran ini yang menentukan batas antara masing-masing bentuk

penyertaan dititik beratkan pada sikap batin peserta karena pertanggung

Page 4: Deelneming Dan Concursus

4

jawaban para peserta itu berbeda, maka batas antara masing-masing

bentuk penyertaan itu adalah prinsif sekali, artinya harus ditentukan secara

tegas. Sehingga pertanggung jawabannya juga berbeda, ada kalanya sama

berat dan ada yang lebih ringan dari pelaku. Sistem ini dianut dalam

KUHP Jerman dan Swiss.

Sedangkan menurut KUHP Indonesia akan saya buatkan ilustrasi

PenyertaanPs.55 dan 56 KUHP

Pleger(mereka yg melakukan)

Mede Pleger (mereka yg turut serta melakukan)

Uitlokken(mereka yg membujuk)

Doen Pleger(mereka yg menyuruh)

Medeplientige

(Pembantuan)

Tergantung pada pelakunya

Didasarkan:

-Fungsi dan Peranannya

-Pembagian tugasnya

Tidak selalu identik dengan bersama-sama

Page 5: Deelneming Dan Concursus

5

Ada beberapa keadaan dalam ajaran penyertaan yang masing-masing

mempunyai konsekuensi yuridisnya, yaitu :

1. Ada beberapa orang yang secara bersama-sama melakukan suatu Tindak

Pidana yang satu sama lain telah ada kesepahaman/ kesepakatan untuk

mewujudkan kehendaknya sesuai dengan tugas dan peranannya.

2. Ada kalanya yang melakukan Tindak Pidana hanya 1 orang saja, akan

tetapi dalam mewujudkan Tindak Pidana nya tidak melakukan sendiri

melainkan dilimpahkan kepada pihak lain (bentuk penyertaan menyuruh

melakukan dan membujuk)

3. Kadang kala Tindak Pidana yang dilakukan itu dibantu juga oleh pihak

lain.

Dari ketiga kriteria di atas terkait dengan pertanggung jawaban pidana ada

yang disamakan sebagai pelaku dan ada pula yang diperlakukan dalam pemidanaan

dalam kaitan dengan masalah pembantuan.

Turut Serta Melakukan :

Ada kerjasama melakukan

Ada kerjasama secara fisik

Ada pembagian tugas-tugasnya

Page 6: Deelneming Dan Concursus

6

1. Pleger (mereka yang melakukan) :

Menurut M.v.T, Prof. Pompe, Prof. Hazawinkel Suringa, Prof. Moeljatno :

Ada setiap orang yang menimbulkan akibat dan memenuhi rumusan delik.

Terkait dengan pendapat tadi bila dilihat dari ketentuan pasal 55 ayat (1)

kesatu KUHP dan Kedua, bahwa yang dimaksud dengan pembuat/pelaku

yaitu yang disebut dalam pasal tersebut pandangan ini termasuk pandangan

yang luas mengenai eksistensi dan status hukum dari pembuat/pelaku

Menurut H.R, Prof Simons, Prof Van Hammel :

Bahwa yang dimaksud pembuat/pelaku adalah mereka yang melakukan

sendiri dan memenuhi rumusan delik, bila hal ini dikaitkan dengan pasal 55

KUHP, bahwa yang dimaksud dengan pembuat hanyalah mereka yang

melakukan saja (Plegen) tidak termasuk bentuk-bentuk penyertaan lainnya.

Namun bentuk-bentuk lainnya itu hanya dipersamakan saja sebagai pembuat.

Pendapat ini termasuk pendapat yang sempit. atas dasar kedua pendapat diatas

maka untuk pelaku, harus memiliki kualitas tertentu menyangkut fungsi dan perannya

2. Don Pleger (mereka yang menyuruh melakukan)

Menurut prinsip hukum pidana bentuk menyuruh melakukan ini melibatkan

pihak lain yang dijadikan sebagai perantara sehingga dalam bentuk ini ada 2 pihak,

yaitu :

Page 7: Deelneming Dan Concursus

7

A. Pembuat Langsung (manus ministra)

- Aucto Physicus

- Anmiddelijke dader

Status hukum dari pembuat langsung ini diumpamakan/dijadikan sebagai alat

sehingga pembuat langsung ini karena adanya keadaan-keadaan tertentu yang

menyertai perbuatan pidana tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam hal tidak dapat dipertanggung jawabkan antara lain:

1) Bila ada keadaan yang menyebabkan/ menyertai dirinya mempunyai

kelainan jiwa (Pasal 44 KUHP)

2) Bila ia dihadapkan pada suatu keadaan yang benar-benar dia tidak bisa

berbuat apa-apa (Overmacht/noodtoestand)

3) Bila ia melaksanakan perintah jabatan yang menganggap perintah itu sah

(pasal 51 ayat (2) KUHP)

B. Pembuat Tidak Langsung (manus domina)

- Auctor Intelectualis

- Middelijke dader

Pembuat tidak langsung ini menurut prinsip hukum pidana yang biasa

dipertanggung jawabkan, meskipun di dalam praktik orang yang mempunyai

kemampuan/ intelectual sangat sulit untuk dibuktikan apalagi dia memiliki

pengaruh/kewenangan yang cukup.

Page 8: Deelneming Dan Concursus

8

3. Medepleger (orang yang turut serta)

UU tidak memberikan pengertian, tetapi M.v.T, Bahwa: “Orang yang turut

serta melakukan ialah orang yang dengan sengaja turut berbuat/ turut mengerjakan

terjadinya sesuatu

Menurut POMPE: bahwa turut mengerjakan terjadinya sesuatu Tindak Pidana,

ada 3 kemungkinan :

a) Mereka masing-masing memenuhi semua unsur delik.

b) Hanya salah seorang memenuhi semua unsur delik, yang lain tidak.

c) Tidak seorang pun memenuhi unsur delik, tapi mereka secara bersama-

sama mewujudkan delik itu.

Syarat-syarat medepleger :

1) Harus ada kerjasama secara sadar.

2) Tercapainya hasil yang merupakan delik (ditunjukan pada akibat)

Bahwa dalam turut serta melakukan yang perlu di perhatikan dalam

melaksanakan niat/maksudnya melakukan Tindak Pidana didasarkan pada tugas,

fungsi dan peran dari masing-masing yang melibatkan diri dan dalam turut serta

melakukan untuk mewujudkan adanya kerjasama tidak selalu ada pertemuan, hal ini

terkait dengan adanya orang yag dikategorikan terlibat

4. UITLOKKEN (Pembujuk/Penganjur)

Pasal 55 ayat (1) sub ke-2 KUHP

Page 9: Deelneming Dan Concursus

9

Pembujuk adalah orang yang menggerakan orang lain untuk melakukan suatu

Tindak Pidana dengan sarana-sarana ditentukan UU

Syarat-syarat :

1) Ada kesengajaan untuk menggerakan orang lain melakukan perbuatan

yang dilarang.

2) Menggerakannya harus dengan upaya-upaya secara limitatip, yaitu 10 cara

a. Dengan memberb. Menjanjikan sesuatuc. Menyalahgunakan kekuasaand. Menyalahgunakan martabate. Dengan kekerasanf. Dengan ancamang. Dengan penyesatanh. Dengan memberi kesempatani. Dengan member saranaj. Dengan member keterangan

3) Putusan kehendak dari pembuat materiil ditimbulkan oleh pembujuk

4) Pembuat materiil harus melakukan Tindak Pidana yang dianjurkan

5) Pembuat materiil harus dapat dipertanggung jawabkan

Bagaimana pertanggung jawaban Pembujuk? Masalah pokoknya terletak pada

seberapa jauh “Kesengajaan” menurut Pasal 55 ayat (2) KUHP dapat dipertanggung

jawabkan pada pembujuk Jika pembujukan tidak bisa, masa pembujukan gagal

Page 10: Deelneming Dan Concursus

10

5. PEMBANTUAN (MEDEPLICHTIGE)

Pasal 56 KUHP

Sifat: dilihat dari “fiet” nya dan “pertanggung jawabannya” Maka pembantuan

ini bersifat “accessoir dan tidak accessoir” Kenapa? Jenis menurut pasal 56 KUHP

ada 2 jenis yaitu :

1) Jenis pertama

a. Waktunya adalah pada saat kejahatan dilakukan

b. Caranya adalah tidak ditentukan secara limitatif dalam UU

2) Jenis Kedua

a. Waktunya adalah sebelum kejahatan dilakukan

b. Caranya adalah ditentukan secara limitatif dalam UU, yaitu dengan

cara: memberi kesempatan, sarana / keterangan

Prinsip Pertanggung jawaban bagi Pembantu

- Sistem KUHP: tidak bersifat accessoir, artinya tidak tergantung pada

pertanggung jawaban pembuat (dader)

Prinsip ini terlihat dalam pasal :

a. Pasal 57 ayat (4) KUHP

Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan

hanya perbuatan yang sengaja dipermudah olehnya, beserta akibat-

akibatnys.

Page 11: Deelneming Dan Concursus

11

b. Pasal 58 KUHP

Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan

pribadi yang menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan

pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap

pembuat/pembuat yang bersangkutan itu sendiri.

Menurut Prof. Moeljatno dan Prof. Oemar Seno Adji, bahwa sistem

pemidanaan untuk pembantuan hendaknya dipakai sistem “fakultative

Minderbestrafung / strafmilderung”.

Pertanggung Jawab Pembantu

Prinsipnya KUHP menganut sistem bahwa pidana pokok untuk pembantu

lebih ringan dari pembuat. Prinsip ini terdapat dalam pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) :

- maksimum pidana pokok untuk pembantuan di kurangi sepertiga (ayat 1)

- apabila kejahatan diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maka

maksimum pidana untuk pembantu ialah 15 tahun (ayat 2)

Pidana tambahan untuk pembantu sama dengan ancaman tehadap

kejahatannya itu sendiri, jadi sama dengan pembuat (pasal 57 ayat 3 KUHP)

Page 12: Deelneming Dan Concursus

12

CONCURSUS

(Samenloop van Strafbare feiten)

Di dalam KUHP: Buku I bab VI KUHP

Concursus atau perbarengan tindak pidana ialah terjadinya dua atau lebih

tindak pidana oleh satu orang di mana tindak pidana yang dilakukan pertama kali

belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana

berikutnya belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Jadi concursus adalah

seseorang melakukan beberapa tindak pidana dan di antara tindak pidana tersebut

belum mempunyai putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap (in

kracht)

Ilmu hukum pidana mengenal 3 (tiga) bentuk concursus yang juga disebut

ajaran, yaitu sebagai berikut :

1. Concursus Idealis/ Eendaadse Samenloop (Pasal 63 KUHP)

Terjadi apabila seseorang melakukan satu perbuatan dan ternyata satu

perbuatan tersebut melanggar beberapa ketentuan hukum pidana.

2. Concursus Realis/meerdaadse Samenloop (Pasal 65, 66, dan 70 KUHP)

terjadi apabila seseorang sekaligus merealisasikan beberapa perbuatan

Page 13: Deelneming Dan Concursus

13

3. Voortgezette handeling/ Perbuatan berlanjut

terjadi apabila seseorang melakukan perbuatan yang sama beberapa kali,

dan di antara perbuatan- perbuatan itu terdapat hubungan yang sedemikian

eratnya sehingga rangkaian perbuatan itu harus dianggap sebagai

perbuatan lanjutan

Dilihat dari ilmu hukum pidana bahwa “ajaran concursus” menimbulkan

kesulitan mengenai penafsiran “feit”. Yaitu :

- penasfsiran istilah “feit” (perbuatan)

- Persoalan kapan dianggap “satu feit” dan “beberapa feit”

- Pengertian “perbuatan berlanjut” (Voorgezette handeling)

Berikut ini akan dijelaskan secara rinci ketiga ajaran concursus tersebut :

Concursus Idealis Concursus Realis

MasalahHubungan "Strafbaar feit" dengan

"feit"

Voorgezette handeling(Perbuatan berlanjut)

Page 14: Deelneming Dan Concursus

14

1. Concursus Idealis

Hal ini diatur dalam Pasal 63 KUHP yang berbunyi sebagai berikut.:

1) Jika satu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu norma pidana, yang

dipakai hanya salah satu dari norma pidana itu; jika hukumannya berlainan

yang dipakai adalah norma pidana yang diancam pidananya yang terberat.

2) Jika bagi suatu perbuatan yang termasuk dalam norma pidana umum, ada

suatu norma pidana khusus, norma pidana khusus ini saja yang harus

dipakai

Berdasakan rumusan Pasal 63 KUHP tersebut, para pakar berusaha membuat

pengertian tentang perbuatan pidana. Hazewinkel-Suringa menjelaskan arti perbuatan

pidana yang dimuat dalam Pasal 63 KUHP sebagai berikut :

“Perbuatan yang dimaksud adalah suatu perbuatan yang berguna

menurut hukum pidana, yang karena cara melakukannya, atau karena

orang yang melakukannya, atau karena objek yang ditujunya, juga

merusak kepentingan hukum, yang telah dilindungi oleh undang-

undang”

Beberapa contoh dari pendapat Hazewinkel-Suringa di atas diutarakan sebagai

berikut :

1. Seorang guru berbuat cabul dengan muridnya yang masih di bawah umur

Kejadian tersebut melanggar tindak pidana perlindungan terhadap anak

dan salah menggunakan kekuasaan.

2. Seseorang melakukan pemerkosaan di jalan umum. Kejadian tersebut

melanggar tindak pidana pemerkosaan dan kesusilaan di hadapan umum

Page 15: Deelneming Dan Concursus

15

Dengan demikian concursus idealis merupakan satu perbuatan melanggar

beberapa norma pidana. Dalam hal yang demikian, yang diterapkan hanya satu norma

pidana yakni yang ancaman hukumannya yang terberat. Hal tersebut dimaksudkan

guna memenuhi rasa keadilan.

Selain itu Pasal 63 ayat (2) menentukan, bahwa jika ada aturan khusus, aturan

umum dikesampingkan. Aturan khusus tersebut umumnya telah mencakup semua

unsur aturan umum ditambah satu atau lebih unsur lain. Hal ini dapat dilihat

misalnya, Pasal 351 KUHP yang berbunyi :

(1) Penganiayaan dihukum...

(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, ia dihukum...

(3) Jika perbutan itu menjadikan mati orangnya, ia dihukum....

2. Concursus Realis

Hal ini diatur dalam Pasal 65, 66 dan 67 KUHP. Pasal 65 KUHP berbunyi

sebagai berikut:

(1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai

perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri dan merupakan beberapa

kejahatan yang atasnya ditentukan hukuman pokok yang sejenis, maka

satu hukuman saja yang dijatuhkan.

(2) Lama yang tertinggi dari hukuman itu adalah jumlah hukuman-hukuman

tertinggi atas perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari hukuman yang

terberat ditambah sepertiga

Page 16: Deelneming Dan Concursus

16

Pasal 66 ayat (1) KUHP berbunyi sebagai berikut :

Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai

perbuatan yang berdiri sendiri dan merupakan beberapa kejahatan yang

atasnya ditentukan hukuman pokok tidak sejenis, maka setiap hukuman itu

dijatuhkan, tetapi jumlah lamanya tidak boleh melebihi hukuman yang

tertinggi ditambah sepertiga

Pasal 70 ayat (1) KUHP berbunyi :

Jika ada gabungan secara dimaksud dalam Pasal 65 dan 66 atau antara

pelanggaran dengan pelanggaran maka untuk tiap-tiap pelanggaran itu

dijatuhkan hukuman dengan tidak dikurangi

Mengenai concursus realis terdapat contoh kasus sebagai berikut:

Seseorang yang melakukan beberapa kali sodomi dengan anak lelaki berumur

sekitar 10-12 tahun. Setelah melakukan sodomi, pelaku membunuh anak-anak

tersebut dan meninggalkan mayat para korban. Jadi pelaku telah melakukan

pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP tentang

perbarengan perbuatan dan Pasal 292 tentang perbuatan cabul jo. Pasal 65 ayat (1)

KUHP

Pasal 65 dan 66 KUHP disebut menganut sistem kumulasi sedangkan Pasal 70

KUHP disebut menganut sistem absorbsi yang diperberat. Adapun pelanggaran

dengan pelanggaran disebut kumulasi murni. Pada penerapan kumulasi murni

terhadap pelanggaran-pelanggaran, selain berpedoman pada Pasal 70 KUHP, juga

Page 17: Deelneming Dan Concursus

17

harus diperhatikan Pasal 30 ayat (6) KUHP yang berbunyi sebagai berikut: Hukuman

kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan bulan

3. Perbuatan Lanjutan (Voortgezette Handeling)

Hal ini diatur dalam Pasal 64 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Dalam hal antara beberapa perbuatan, meskipun perbuatan itu masing-

masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada sedemikian

hubungannya sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang

berlanjut, maka hanyalah satu aturan hukum saja yang diberlakukan, jika

berlainan, maka dipakai aturan dengan hukuman pokok yang terberat

Contoh perbuatan berlanjut tersebut sebagai berikut; misalnya A hendak berzina

dengan seorang perempuan B yang telah bersuami; A melaksanakan maksudnya itu

dengan beberapakali berzina dengan perempuan itu dalam selang waktu yang tidak

terlalu lama. Contoh keadua, A menguasai kas N.V. tempat ia bekerja, memutuskan

untuk megambil untuk dirinya sendiri sebagian dari isi kas itu. Untuk melaksanakan

maksud itu, ia mengambil beberapa kali dalam interval waktu yang tak lama suatu

jumlah tertentu

Pada MvT tentang pembentukan Pasal 64 KUHP dimuat antara lain :

Page 18: Deelneming Dan Concursus

18

a. bahwa beberapa perbuatan itu harus merupakan pelaksanaan suatu

keputusan yang terlarang; bahwa suatu kejahatan yang berlanjut itu hanya

dapat terjadi dari sekumpulan tindak pidana yang sejenis

b. untuk membuat keputusan-keputusan seperti itu dan untuk

melaksanakannya, pelakunya pasti memerlukan waktu yang berbeda.

Berdasarkan penjelasan MvT di atas, para pakar pada umumnya berpendapat bahwa

“perbuatan berlanjut” sebagaimana diatur dalam Pasal 64 KUHP, terjadi apabila :

a) kejahatan atau pelanggaran tersendiri itu adalah pelaksanaan dari satu

kehendak yang terlarang

b) kejahatan atau pelanggaran itu sejenis

c) tenggang waktu antara kejahatan atau pelanggaran itu tidak terlalu lama