DBD DAUS REFERAT.docx

51
Firdaus Luke Nugraha BAB I PENDAHULUAN Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe I, II, III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock. 1,2 Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya. Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di Demam Berdarah Dengue Page 1

description

xcveqce

Transcript of DBD DAUS REFERAT.docx

Firdaus Luke Nugraha

Firdaus Luke Nugraha

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe I, II, III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock.1,2Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya.Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit. Program pencegahan DBD yang tepat guna harus dilaksanakan secara integral mencakup surveilans laboratory based, penyuluhan dan pendidikan pengelolaan penderita bagi dokter dan paramedis, dan pemberantasan sarang nyamuk dengan peran serta masyarakat.Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.1,2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DefinisiDemam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. 3

EpidemiologiDi Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3% pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi 20 1500 + 50 x kg (di atas 20 kg)

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka

pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi.4,5,6

Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.

Dengue Shock SyndromePada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberiaan oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan

laktulosa. Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, makaa untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kgbb/hari + kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.1,2,3,4

2. Kelainan Ginjal Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.1,2,3,43. Edema paruEdema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto roentgen dada. Gambaran edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru.1,2,3,44. Kelainan elektrolit yang terjadi antara lain :Hiponatremi, yang terjadi akibat beberapa faktor yaitu kebocoran plasma, anoreksia, keluarnya keringat, muntah dan intake yang kurang. Selain itu deplesi garam akibat metabolisme yang meningkat selama demam dan ekskresi urine yang berkurang.HiperkalemiaHipokloremia ringan

Asidosis metabolik ringan dengan alkalosis kompensatoarOsmolalitas plasma sangat menurunTekanan koloid onkotik menurunProtein plasma sangat menurun1,2,3,4

Kriteria memulangkan pasien 1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik2. Nafsu makan membaik3. Tampak perbaikan secara klinis4. Hematokrit stabil5. Tiga hari setelah syok teratasi6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).4

Pengendalian vektor DBDPengendalian vektor bertujuan :1. mengurangi populasi vektor serendah-rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit.2. menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia

Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah perkembangan vektor dan kontak manusia-vektor-patogen. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan, dan monitor tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga, b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulanc. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%

Foging Focus dan Foging Masala. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1 minggub. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka waktu 1 bulanc. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan Swing Fog Penyelidikan Epidemiologia. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah menerima laporan kasusb. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.1,3,4

PrognosisJika segera diberikan terapi suportif yang adekuat prognosanya baik, tidak ada gejala sisa. Rash konvalesen biasanya muncul saat penyakit sudah memasuki masa penyembuhan.

BAB IIIKESIMPULAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2006 : 1709-17132. Mansjoer Arif dkk. Demam Dengue. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius FKUI : 2004 : 428-4333. Sudoyo Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. FKUI. Jakarta: 20064. Sumarmo PS. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi kedua. Badan Penerbit IDAI. Jakarta: 20125. Nelson waldo E. Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2. Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 19996. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1, Jakarta: 20107. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: 20098. Sutaryo, Pudjo Hagung W. Tatalaksana Syok dan Perdarahan pada Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran UGM. 2004 :75-93.9. Size and Charge Characteristics of the Protein Leak in Dengue Shock SyndromeAvailable at: http://www.journals.uchicago.edu/doi/pdf/10.1086/42275410. Fauci, Anthony S . Harrisons Principles Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-Hill Companies. The United States of America. 2008

Demam Berdarah DenguePage 1